• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekspresi Protein pada Kehamilan Preeklampsia Berat/Eklampsia dengan Kehamilan Normatens

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Ekspresi Protein pada Kehamilan Preeklampsia Berat/Eklampsia dengan Kehamilan Normatens"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPRESI PROTEIN BAX PADA KEHAMILAN

PREEKLAMPSIA BERAT/EKLAMPSIA

DENGAN KEHAMILAN NORMOTENS

TESIS

OLEH :

ARIES MISRAWANY

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK/RS PIRNGADI

MEDAN

(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5

PEMBIMBING :

dr. Herbert Sihite, M.Ked (OG). SpOG

dr. Risman F. Kaban, M.Ked (OG). SpOG

PENYANGGAH :

DR. dr. Henry Salim, SpOG (K)

dr. Iman Helmi Effendi, M.Ked (OG), SpOG (K)

dr. Cut Adeya Adella, SpOG (K)

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat

untuk mencapai keahlian dalam program studi

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang

Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat

Ridha dan Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah

satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Spesialis Obstetri dan

Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini

banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian

besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam

menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

EKSPRESI PROTEIN BAX PADA KEHAMILAN

PREEKLAMPSIA BERAT/EKLAMPSIA

DAN KEHAMILAN NORMOTENSI

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya

menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran

(5)

kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di

Fakultas Kedokteran dan Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan

Ginekologi USU Medan.

2. Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K), Ketua Departemen Obstetri dan

Ginekologi FK-USU Medan; DR.Dr M. Fidel Ganis

Siregar,SpOG(K), Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi

FK-USU Medan; Dr. dr Henry Salim Siregar, SpOG (K), Ketua

Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU

Medan; Dr. M. Rhiza Z. Tala, SpOG (K), Sekretaris Program Studi

Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, guru-guru

besar saya Prof. Dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG (K); Prof. Dr. Djafar

Siddik, SpOG (K); Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG (K); Prof.

DR. Dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K); Prof. Dr. R. Haryono

Roeshadi, SpOG (K); Prof. Dr. T. M. Hanafiah, SpOG (K); Prof. Dr.

Budi R. Hadibroto, SpOG (K);Prof. Dr. M. Fauzie sahil, SpOG (K), dan

Prof. Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG (K); yang secara

bersama-sama telah berkenan menerima saya untuk

mengikuti pendidikan dokter spesialis di Departemen Obstetri

dan Ginekologi.

3. Dr.Herbert Sihite, M.K ed ( OG), SpOG yang telah

memberik an pengarahan kepada saya dalam melakukan

penelitian ini sekaligus sebagai pembimbing utama saya bersama

dengan Dr. Risman F. Kaban, M.Ked (OG), SpOG yang telah

(6)

memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

4. Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG (K), dr. Iman Helmi Effendi,

Mked(OG), SpOG (K) dan dr. Cut Adeya Adella, SpOG(K) selaku tim

penyanggah dan nara sumber dalam penulisan tesis ini, yang telah

banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan tesis

ini.

5. Prof. Dr. Budi Hadibroto, SpOG (K), selaku Bapak Angkat saya selama

menjalani masa pendidikan ini, yang telah banyak mengayomi,

membimbing dan memberikan nasehat-nasehat bermanfaat kepada

saya dalam menghadapi masa-masa sulit selama pendidikan.

6. Dr. Christofel L.Tobing, SpOG(K), selaku pembimbing minireferat

Magister saya yang berjudul ”Farmakoterapi Pada Kehamilan”.

7. Kepada Dr. Surya Dharma, MPH yang telah meluangkan waktu dan

pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis

ini.

8. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi

FK-USU/ RSUP H. Adam Malik- RSUD Dr. Pirngadi Medan, yang secara

langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal

hingga akhir pendidikan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa

membalas budi baik guru-guru saya.

9. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan Direktur RSU Dr. Pirngadi

Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja

sama selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri

(7)

10. Kepada teman sejawat, Asisten Ahli, Dokter Muda, Bidan, Paramedis,

karyawan/karyawati, dan pasien-pasien yang telah ikut membantu dan

bekerjasama dengan saya dalam menjalani pendidikan Magister

Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi di Departemen Obstetri dan

Ginekologi FK-USU/RSUP H. Adam Malik

Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur dan

sembah sujud kepadaTuhan Yang Maha Esa serta hormat dan terima

kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya

yang tercinta, (Alm.) T. Nimo dan Hj. Anita, yang telah membesarkan,

membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih

sayang dari masa kanak-kanak hingga kini, memberi contoh yang baik

dalam menjalani hidup serta motivasi selama mengikuti pendidikan ini.

Khususnya kepada suami saya Dr Nilwan Arif yang sangat saya

hormati dan sayangi dan anak-anak saya yang sangat saya kasihi dan

cintai; Savira Laniari Putri, Kevin Rhesa Putra, Jasmine Raisa Rizky Putri,

M. Raja Alamsyah Putra, Faridz Fadillah,dan Farell Fatin Favian terima

kasih yang tidak terhingga saya sampaikan dan diiringi permohonan maaf

saya yang sebesar-besarnya karena kesibukan menyelesaikan

tugas-tugas di pendidikan ini, waktu saya sebagai istri dan ibu sedikit tersita.

Tanpa pengorbanan, doa dan dukungan dari suami dan anak-anak saya

(8)

Kepada kedua saudara kandung saya, Beatris Naini SH dan

Leonisa Sawitri Amd, terima kasih atas bantuan doa dan

dukungan kepada saya selama menjalani pendidikan .

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya

sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak

langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun

materil, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah

SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua. Amin ya

Rabbal „Alamin.

Medan, Maret 2015

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ………... 6

1.3.1. Tujuan Umum ………...…………... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Hipotesa Penelitian ... 7

(10)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Preeklampsia ... 8

2.2. Plasenta ... 11

2.3.. Apoptosis ... 12

2.3.1. Inisiasi apoptosis jalur intrinsik (mitokondria) ... 18

2.3.2. Inisiasi apoptosis jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian) ... 16

2.4. Protein Bax ... 21

2.5. Kerangka Teori ... 23

2.6. Kerangka Konsep ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Desain Penelitian ... 25

3.2. Tempat Dan Waktu Penelitian ………... 25

3.2.1. Tempat Penelitian ... 25

3.2.2. Waktu Penelitian ... 25

3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian ………... 26

3.3.1. Populasi Penelitian ... 26

3.3.2. Besar Sampel ... 26

3.4. Teknik sampling ...………... 27

(11)

3.4.1. Kriteria Inklusi ... 27

3.4.2. Kriteria Eksklusi ... 28

3.6. Variabel penelitian ...………... 26

3.7. Defenisi Operasional ... 29

3.8. Bahan dan Cara Kerja ... 30

3.8.1. Bahan ... 30

3.8.2. Cara Kerja ... 30

3.9. Kerangka kerja ... 35

3.10. Analisa Statistik ... ... 36

3.11. Etika Penelitian ... 36

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Sampel Penelitian ... 38

Tabel 2. Rerata Ekspresi Bax berdasarkan kelompok subyek

penelitian ... 41

Tabel 3. Rerata Ekspresi Bax pasien preeklampsia/eklampsia

berdasarkan usia kehamilan ... 43

Tabel 4. Rerata Ekspresi Bax pasien normotensi berdasarkan

usia kehamilan ... 44

Tabel 5. Rerata Ekspresi Bax pasien preeklampsia berdasarkan

usia ibu ... 44

Tabel 6. Rerata Ekspresi Bax pasien normotensi berdasarkan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perbandingan proses kematian sel apoptosis dan

nekrosis ... 13

Gambar 2. Skema representasi dari beberapa jalur apoptosis ... 15

Gambar 3. Apoptosis jalur Intrinsik (mitokondria) ... 18

Gambar 4. Apoptosis jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian) 20

Gambar 5. Hubungan antara inisiasi apoptosis jalur ekstrinsik

(14)

DAFTAR SINGKATAN

APAF-1 : Apoptosis Protease Activating Factor-1

BAX : BCL-2-associated X protein

BAK : BCL-2-antagonist/killer-1

DNA : Deoksiribo Nucleic Acid

FADD : Fas-assosiated death domain

FASL : Fas ligand

IUGR : Intra Uterine Growth Retardation

MAC : Mitochondrial Apoptosis Induced Channel

RE : Retikulum Endoplasma

TNF-R : Tumor Necrosis Factor-Receptor

(15)

EKSPRESI PROTEIN BAX PADA KEHAMILAN

PREEKLAMPSIA BERAT/EKLAMPSIA DAN KEHAMILAN NORMOTENSI

Misrawany A, Sihite H, Kaban RF

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP H Adam Malik Medan

ABSTRAK

Tujuan: Untuk mengetahui ekspresi protein bax pada kehamilan preeklampsia berat/eklampsia dan kehamilan normotensi

METODE :Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain potong lintang untuk menetukan ekspresi Bax jaringan plasenta pada kehamilan preeklampsia berat/eklampsia dengan kehamilan normotensi.Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara – RSUP H Adam Malik Medan padabulan September 2014 sampai dengan Januari 2015. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 25 sampel kehamilan preeklampsia berat/eklampsia dan 25 sampel kehamilan normotensi yang diambil dengan metode konsekutif sampling. Data selanjutnya ditabulasi dan dianalisis dengan komputerisasi.

Hasil: Penelitian yang dilakukan didapati karakteristik usia responden, pada kelompok preeklamsia berat/eklamsia umumnya dengan usia reproduksi yaitu 20 - 35 tahun (84%) dan lainnya dengan usia >35 tahun (16%). Sedangkan pada kelompok normotensi juga umumnya berusia 20 - 35 tahun (84%) dan terendah pada usia >35 tahun (4%). Dari uji statistik dengan Uji Mann-Whitney didapat nilai p<0,05 (p=0,0001) yang menunjukan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara kejadian proses apoptosis pada preeklampsi dengan normotensi.Rerata proporsi skor yang paling tinggi pada kelompok preeklampsia/eklampsia adalah pada usia kehamilan 38 – 40 minggu yaitu 4 ± 0,00 dan terendah pada usia kehamilan 32 – 34 minggu yaitu 3 ± 0,00 dengan nilai p >0,05 (p=0,127). Pada kelompok normotensi, rerata proporsi skor yang paling tinggi adalah pada usia kehamilan 38 – 40 minggu yaitu 3 ± 0,45 dan terendah pada usia kehamilan 36 – 38 minggu yaitu 2 ± 0,00 dengan nilai p<0,05 (p=0,001). Rerata proporsi skor bax yang paling tinggi pada kelompok usia 20 – 35 tahun yaitu 3,57 ± 0,51 dan terendah pada usia >35 tahun yaitu 3,5 ± 0,58 dengan nilai p>0,05 (p=0,802). Pada kelompok normotensi rerata total skor yang paling tinggi adalah pada usia >35 tahun yaitu 4,0 dan terendah pada usia 20-35 tahun yaitu 2,76 ± 0,54 dengan nila p>0,05 (p=0,074).

(16)

BAXPROTEINEXPRESSIONIN SEVERE PREECLAMPSIA/ECLAMPSIA PREGNANCY AND NORMOTENSION PREGNANCY

Misrawany A, Sihite H, Kaban RF

Obstetric and Gynecologic Departement Faculty of Medicine University of Sumatera Utara

RSUP H Adam Malik Medan ABSTRACT

Objective:TodetermineBaxprotein expressionin severe preeclampsia/ eclampsia pregnancy and normotensi pregnancy

METHOD: This study is an analytic study with cross-sectional design to determine the expression of Bax placental tissue in severe preeclampsia / eclampsia with normotensive pregnancies. This research was conducted in the Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine, University of Sumatra Utara- H Adam Malik Hospital in September 2014 to January 2015. The number of samples taken 25 samples pregnancy severe preeclampsia / eclampsia and 25 normotensive pregnancies samples taken by the method of consecutive sampling. Data were then tabulated and analyzed by computerized.

Results: The research found the characteristics of the age of the respondent, in the group of severe preeclampsia / eclampsia generally the reproductive age is 20-35 years (84%) and the other with age> 35 years (16%). While in the normotensive group also generally aged 20-35 years (84%) and lowest in those aged> 35 years (4%). From the statistical test with Mann-Whitney test obtained value of p <0.05 (p = 0.0001) which shows that there is a significant difference between the incidence of apoptosis in preeclampsia with normotensive. The mean proportion of the highest scores in the group of preeclampsia / eclampsia is the gestational age 38-40 weeks ie 4 ± 0.00 and the lowest is gestational age 32-34 weeks which is 3 ± 0.00 with a p-value> 0.05 (p = 0.127). In the normotensive group, the mean score of the highest proportions are in gestational age 38-40 weeks which is 3 ± 0.45 and the lowest gestational is age 36-38 weeks is 2 ± 0.00 with p <0.05 (p = 0.001). The mean proportion of Bax scores highest in the age group 20-35 years is 3.57 ± 0.51 and lowest in those aged> 35 years at 3.5 ± 0.58 with a p-value> 0.05 (p = 0.802). In the normotensive group the mean total score was highest in those aged> 35 years is 4.0 and the lowest at 20-35 years of age is 2.76 ± 0.54 with a value p> 0.05 (p = 0.074).

Conclusions: There are significant differences mean of the Bax expression in patients with preeclampsia / eclampsia compared to normotensive. The mean of Bax protein expression was higher than normotensive pregnancy

(17)

EKSPRESI PROTEIN BAX PADA KEHAMILAN

PREEKLAMPSIA BERAT/EKLAMPSIA DAN KEHAMILAN NORMOTENSI

Misrawany A, Sihite H, Kaban RF

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP H Adam Malik Medan

ABSTRAK

Tujuan: Untuk mengetahui ekspresi protein bax pada kehamilan preeklampsia berat/eklampsia dan kehamilan normotensi

METODE :Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain potong lintang untuk menetukan ekspresi Bax jaringan plasenta pada kehamilan preeklampsia berat/eklampsia dengan kehamilan normotensi.Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara – RSUP H Adam Malik Medan padabulan September 2014 sampai dengan Januari 2015. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 25 sampel kehamilan preeklampsia berat/eklampsia dan 25 sampel kehamilan normotensi yang diambil dengan metode konsekutif sampling. Data selanjutnya ditabulasi dan dianalisis dengan komputerisasi.

Hasil: Penelitian yang dilakukan didapati karakteristik usia responden, pada kelompok preeklamsia berat/eklamsia umumnya dengan usia reproduksi yaitu 20 - 35 tahun (84%) dan lainnya dengan usia >35 tahun (16%). Sedangkan pada kelompok normotensi juga umumnya berusia 20 - 35 tahun (84%) dan terendah pada usia >35 tahun (4%). Dari uji statistik dengan Uji Mann-Whitney didapat nilai p<0,05 (p=0,0001) yang menunjukan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara kejadian proses apoptosis pada preeklampsi dengan normotensi.Rerata proporsi skor yang paling tinggi pada kelompok preeklampsia/eklampsia adalah pada usia kehamilan 38 – 40 minggu yaitu 4 ± 0,00 dan terendah pada usia kehamilan 32 – 34 minggu yaitu 3 ± 0,00 dengan nilai p >0,05 (p=0,127). Pada kelompok normotensi, rerata proporsi skor yang paling tinggi adalah pada usia kehamilan 38 – 40 minggu yaitu 3 ± 0,45 dan terendah pada usia kehamilan 36 – 38 minggu yaitu 2 ± 0,00 dengan nilai p<0,05 (p=0,001). Rerata proporsi skor bax yang paling tinggi pada kelompok usia 20 – 35 tahun yaitu 3,57 ± 0,51 dan terendah pada usia >35 tahun yaitu 3,5 ± 0,58 dengan nilai p>0,05 (p=0,802). Pada kelompok normotensi rerata total skor yang paling tinggi adalah pada usia >35 tahun yaitu 4,0 dan terendah pada usia 20-35 tahun yaitu 2,76 ± 0,54 dengan nila p>0,05 (p=0,074).

(18)

BAXPROTEINEXPRESSIONIN SEVERE PREECLAMPSIA/ECLAMPSIA PREGNANCY AND NORMOTENSION PREGNANCY

Misrawany A, Sihite H, Kaban RF

Obstetric and Gynecologic Departement Faculty of Medicine University of Sumatera Utara

RSUP H Adam Malik Medan ABSTRACT

Objective:TodetermineBaxprotein expressionin severe preeclampsia/ eclampsia pregnancy and normotensi pregnancy

METHOD: This study is an analytic study with cross-sectional design to determine the expression of Bax placental tissue in severe preeclampsia / eclampsia with normotensive pregnancies. This research was conducted in the Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine, University of Sumatra Utara- H Adam Malik Hospital in September 2014 to January 2015. The number of samples taken 25 samples pregnancy severe preeclampsia / eclampsia and 25 normotensive pregnancies samples taken by the method of consecutive sampling. Data were then tabulated and analyzed by computerized.

Results: The research found the characteristics of the age of the respondent, in the group of severe preeclampsia / eclampsia generally the reproductive age is 20-35 years (84%) and the other with age> 35 years (16%). While in the normotensive group also generally aged 20-35 years (84%) and lowest in those aged> 35 years (4%). From the statistical test with Mann-Whitney test obtained value of p <0.05 (p = 0.0001) which shows that there is a significant difference between the incidence of apoptosis in preeclampsia with normotensive. The mean proportion of the highest scores in the group of preeclampsia / eclampsia is the gestational age 38-40 weeks ie 4 ± 0.00 and the lowest is gestational age 32-34 weeks which is 3 ± 0.00 with a p-value> 0.05 (p = 0.127). In the normotensive group, the mean score of the highest proportions are in gestational age 38-40 weeks which is 3 ± 0.45 and the lowest gestational is age 36-38 weeks is 2 ± 0.00 with p <0.05 (p = 0.001). The mean proportion of Bax scores highest in the age group 20-35 years is 3.57 ± 0.51 and lowest in those aged> 35 years at 3.5 ± 0.58 with a p-value> 0.05 (p = 0.802). In the normotensive group the mean total score was highest in those aged> 35 years is 4.0 and the lowest at 20-35 years of age is 2.76 ± 0.54 with a value p> 0.05 (p = 0.074).

Conclusions: There are significant differences mean of the Bax expression in patients with preeclampsia / eclampsia compared to normotensive. The mean of Bax protein expression was higher than normotensive pregnancy

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar

kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

dalam kehamilan, syndrom preeklampsia, baik berdiri sendiri maupun

superimposedpada hipertensi kronik, adalah yang paling berbahaya.

Preeklamsia merupakan penyebab utama mortalitasdan morbiditas pada

perinatal dan maternalseperti stroke dan ruptur hepar, juga dalam

menghasilkan luaran perinatal yang buruk, seperti IUGR (Intra Uterine

Growth Retardation) dan prematuritas.1,2,3,4,5,6

Preeklampsia terjadi pada 2-10% kehamilan diseluruh dunia.3,4,5Di

negara-negara berkembang, 16% kematian maternal maternal disebabkan

oleh preeklampsia.7,8,9Di Afrika dan Asia 9% dari seluruh kematian

disebabkan hipertensi.1,2Menurut data DEPKES RI (2007) hipertensi

dalam kehamilan menyebabkan 24% kematian ibu.10Di RS H. Adam Malik

Medan tahun 2008-2010 terdapat sekitar 59,25% kematian maternal yang

berkaitan dengan preeklampsia/eklampsia.11

Sampai saat ini preeklampsia/eklampsiamasih merupakan disease

of theory, dimana penyebab pastinya belum dapat menerangkan dengan

jelas. Karenanya sampai saat ini belum ada pengobatan definitif untuk

kelainan ini. Banyak teori tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan

(20)

Preeklampsia lebih sering ditemukan pada kehamilan dengan

ukuran plasenta yang besar misalnya pada kehamilan kembar dan mola.

Hal ini terjadi karena proliferasi sitotrofoblas yang berlebihan.Pada

kehamilan mola dimana plasenta berkembang tanpa adanya fetus yang

menunjukkan bahwa plasenta merupakan fokus sentral dan bagian yang

terpenting pada patogenesis terjadinya preeklampsia. 12

Sampai saat ini penyebab terjadinya disfungsi plasenta yang

menyebabkan preeklampsia belum jelas. Diduga penyebab awalnya

adalah kurangnya invasi endovaskuler sititrofoblas dan insufisiensi

remodeling arteri spiralis yang tidak sempurna oleh trofoblas yang

menyebabkan gangguan vaskularisasi pada plasenta. Selanjutnya terjadi

peningkatan proses apoptosis, kematian sel yang terprogram, pada

plasenta pasien penderita preeklampsia.12,13

Proses apoptosis yang berlebihan pada perkembangan dan

diferensiasi trofoblasmemperlihatkan adanya infark dan sklerotik pada

pemeriksaan patologi anatomi dari plasenta pasien

preeklampsia.Apoptosis juga didapatkan pada plasenta kehamilan normal

baik pada sisi maternal maupun sisi fetal. Proses apoptosis berperan

pada terjadinya attachment dan invasi trofoblas, proses transformasi arteri

spiralis, diferensiasi trofoblas, dan proses toleransi imun pada antigen

paternal yang diekspresikan oleh sel trofoblas.12

Plasenta mengalami remodeling jaringan secara konstan ditandai

dengan proses apoptosis sel-sel trofoblas fungsional. Perkembangan

(21)

sebagai komponenseluler utama pada plasenta. Proliferasi sel-sel

sitotrofoblas berlangsung cepat pada pada trimester pertama dan mulai

berkurang seiring dengan usia kehamilan. Setelah proliferasi dan

differensiasi menjadi subtipe sel yang spesifik, tropoblas tua akan

digantikan secara selektif dan diganti dengan populasi sel trofoblas yang

baru.12,13

Kematian sel terprogram atau apoptosis, merupakan proses aktif

dimana sel-sel yang telah kehilangan fungsinya dieliminasi, dimana

proses ini berguna untuk mempertahankan fungsi normal jaringan.

Apoptosis berperan penting dalam homeostasis sel dan remodeling

jaringan, terutama pertumbuhan plasenta. Hal ini tergantung pada

stimulus, baik stimulus intrinsik melalui mitokondria dan jalur ekstrinsik

melalui death receptor (reseptor kematian) atau stimulus eksogen seperti

sitokin.12,13

Mekanisme apoptosis terdiri atas fase inisiasi (pengaktifan

kaspase) dan fase eksekusi. Inisiasi terjadi melalui dua jalur berbeda yaitu

intrinsik dan ekstrinsik. Komponen fungsional jalur apoptosis intrinsik dan

ekstrinsik terdeteksi di trofoblas, dan ekspresinya berubah selama

kehamilan seiring dengan perubahan pada pertumbuhan sel-sel villous.

Pada jalur ekstrinsik, apoptosis diperantarai oleh anggota Tumor Necrosis

Factor death receptor family yang merupakan bagian dari TNF-Receptor

(TNF-R) superfamily dan mempunyai bagian terminal C yang terdiri dari

80 asam amino yang diketahui berperan dalam proses kematian.12 Tidak

(22)

jalur intrinsik sinyal apoptosis diperantarai langsung dari mitokondria

sebagai respon terhadap stres seperti kerusakan DNA atau kehilangan

faktor pertumbuhan. Jalur mitokondria dapat diaktifasi oleh p53, yaitu

suatuprotein supresi tumor yang mengaktifkan kerja dari proapoptotik

Bcl-2 family. Kedua jalur ini pada dasarnya tidak berbeda dan bisa aktivasi

silang selama pengiriman sinyal apoptosis, yang pada ujungnya akan

mengaktivasi protease-protease sistein spesifik yang disebut caspase.

Jalur intrinsik juga dapat memperkuat sinyal yang dihantarkan oleh jalur

death receptor sehingga terdapat hubungan antara kedua jalur

tersebut.2,12,14

Pada preeklampsia, terjadi kegagalan invasi trofoblas, vaskulitis,

trombosis dan iskemia dari plasenta. Menurut teori iskemia plasenta,

disfungsi sel endotel terjadi akibat proses hipoksia. Trofoblas yang

terpapar hipoksia secara invitro menyebabkan terjadinya proses apoptosis

yang berlebihan, sehingga invasi sitotrofoblas ke dalam miometrium

menjadi dangkal dan remodeling arteri spiralis pada uterus terjadi tidak

lengkap, pada akhirnya akan menimbulkan iskemia uteroplasenter.

Hipoksia pada plasenta ini juga menimbulkan apoptosis, terutama melalui

jalur intrinsik.3

Derajat apoptosis pada trofoblas lebih tinggi pada kehamilan

dengan komplikasi seperti preeklampsia dan IUGR. Hal ini diduga karena

trofoblas terekspos dengan faktor yang mempromosi apoptosis atau

tropoblas itu sendiri yang rentan terhadap apoptosis. Bukti yang diduga

(23)

antara protein pro-apoptosis dan anti-apoptosis pada kehamilan dengan

pre-eklampsia, dimana proses ini melibatkan Protein Bax.13,14

Protein bax (Bcl-2 assosiated x protein), anggota Bcl-2 family,

diperlukan untuk induksi mitokondria – tergantung jalur apoptosis dalam

berbagai tipe jaringan dan sel. Protein bax diperlukan untuk pelepasan

sitokrom C dari mitokondria sebagai respon terhadap rangsangan

apoptosis.15,16

Aktivasi BAX dipercaya meningkatkan regulasi, proses yang

bertahap melibatkan translokasi mitokondria dan oligomerisasi yang

menimbulkan disfungsi mitokondria dan apoptosis. Perbedaan

rangsangan yang berimplikasi pada inisiasi aktivasi BAX/BAK termasuk

ikatan langsung domain BH3 dan protein BH3 saja.16

Pada kondisi tertentu, sitokrom C lepas tidak tergantung aktivitas

BAX dan BAK melewati pori permeabilitas mitokondria, pada bagian

dalam membran mitokondria. Terbukanya saluran membran mitokondria

pada keadaan berlebihnya kalsium, terutama ketika bersamaan dengan

stress oksidatif, konsentrasi fosfat yang meningkat dan deplesi adenin

nukleotida, memungkinkan aliran bebas molekul ke mitokondria dengan

berat molekul <1,5 kDa.17

Adanya stress pada sel seperti hipoksia, kerusakan DNA dan

kurangnya growth factor akan mengaktifkan protein p53, protein ini

kemudian akan mentransaktivasi kelompok proapoptosis family Bcl-2,

salah satunya adalah protein Bax. Protein Bax yang teraktivasi akan

(24)

yang selanjutnya berikatan dengan apoptosis protease activating factor-1

(APAF-1) dan membentuk apoptosome yang akan mengaktifkan caspase

9. Caspase 9 selanjutnya akan mengaktifkan caspase 3, caspase 6 dan

caspase 7 sehingga terjadilah proses kematian sel.3,12

Penelitian mengenai preeklampsia dan apoptosis telah beberapa

kali dilakukan untuk mengetahui patogenesis preeklampsia dari segi

marker biokimia. Namun penelitian ini belum pernah dilakukan di

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik Medan. Oleh karena itu peneliti

tertarik untuk membandingkan ekspresi protein Bax pada kehamilan

dengan preeklampsia dan kehamilan normotensi.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan ekspresi protein bax pada kehamilan

preeklampsia/eklampsia dan kehamilan normotensi?

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui ekspresi protein bax pada kehamilan

preeklampsiaberat/eklampsia dan kehamilan normotensi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui ekspresi protein bax pada kehamilan

preeklampsiaberat/eklampsia.

(25)

3. Untuk mengetahui karakteristik peserta penelitian.

1.4. Hipotesa Penelitian

Hipotesa penelitian ini adalah ada perbedaan ekspresi protein bax

jaringan plasenta pada kehamilan preklampsia berat/eklampsia dan

kehamilan normotensi.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah

mengenai ekspresi protein bax pada kehamilan preeklampsia

berat/eklampsia dan normotensi.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk lebih memahami

patofisiologi gejala-gejala preeklampsia.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Preeklampsia

Preeklampsia merupakan gangguan multisistem dalam kehamilan.

Ditandai dengan kenaikan tekanan darah dan proteinuria diatas 20

minggu kehamilan pada wanita hamil yang sebelumnya

normotensi.4,5,20Walaupun kebanyakan berakhir dengan baik, tetapi

preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan

mortalitas maternal dan perinatal.Preeklampsia sampai saat ini masih

merupakan disease of theory karena belum dapat diterangkan dengan

jelas penyebab pasti preeklampsia. Akibatnya sampai saat ini belum ada

pengobatan definitif pada kelainan ini. Walaupun banyak teori telah

dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan namun tidak

satupun yang dianggap mutlak benar.2,8,21,22

Ananth dan Basso (2010) menyebutkan insiden preeklampsia

pada multipara bervariasi tapi lebih sedikit dari nulipara (3-10%). 23

Berdasarkan penelitian Spencer J, dkk (2009), preeklampsia

sering terjadi pada wanita muda, dimana wanita yang lebih tua beresiko

lebih besar untuk menderita hipertensi kronik dengan superimposed

preeklampsia.26Sedangkan Conde dkk (2000) dalam penelitiannya

menyebutkan faktor resiko lain yang berhubungan dengan preeklampsia

(27)

Pada penelitian Sari dkk (2012) disebutkan bahwa pada umur ibu

dan paritas tidak terdapat perbadaan bermakna secara statistik dengan

ekspresi protein bax. 25

Ada beberapa variasi yang diajukan oleh beberapa asosiasi dan

organisasi yang berbeda (ACOG, Australian college) seperti early onset (<

34 minggu) dan late onset (> 34 minggu). 4

Beberapa perbedaan dasar di antara dua kelompok ini adalah:

a. Tipe late onset preeklamsia terjadi pada lebih dari 80% dari

seluruh kasus preeklamsia di seluruh dunia dan kebanyakan

kasus ini berhubungan dengan:

- Perkembangan janin normal tanpa tanda-tanda pertumbuhan

janin terhambat

- Normal atau sedikit perubahan pada arteri spiralis pada

uterus (tanpa perubahan gelombang Doppler atau terjadi

sedikit peningkataan Pulsatility Index/PI)

- Tanpa perubahan aliran darah arteri umbilikal.

- Terjadi peningkatan resiko pada kehamilan dengan plasenta

yang besar (diabetes, kehamilan ganda dan anemia)

b. Tipe early onset preeklamsia terjadi pada beberapa kasus

preeklamsia (5%-20%, tergantung statistik). Karakteristik tipe

preeklamsia ini sebagai berikut:

- Inadekuat atau invasi trofoblas yang inkomplit dari arteri

(28)

- Perubahan peredaran darah pada placental bed arteri

spiralis dan kemudian terjadi pada arteri uterina (terjadi

perubahan pada gelombang Doppler seperti peningkatan

PI).

- Peningkatan resistensi perifer dari pembuluh darah plasenta

kemungkinan disebabkan oleh aliran darah arteri umbilikalis

yang abnormal (peningkatan rasio sistolik/diastolik (S/D)

- Adanya tanda pertumbuhan janin terhambat.4

Pada preeklampsia, terjadi kegagalan invasi trofoblas, vaskulitis,

trombosis dan iskemia dari plasenta. Menurut teori iskemia plasenta,

disfungsi sel endotel terjadi akibat proses hipoksia. Trofoblas yang

terpapar hipoksia secara invitro menyebabkan terjadinya proses apoptosis

yang berlebihan, sehingga invasi sitotrofoblas ke dalam miometrium

menjadi dangkal dan remodeling arteri spiralis pada uterus terjadi tidak

lengkap Pada akhirnya akan menimbulkan iskemia uteroplasenter.3,30,31

Hipoksia pada plasenta ini juga menimbulkan apoptosis, terutama melalui

jalur intrinsik. Hipoksia menyebabkan aktifitas antiapoptosis Bcl-2 family

terhambat sehingga mengaktifkan peran dari protein Bax yang

meningkatkan permeabilitas membran mitokondria terhadap sitokrom C

yang selanjutnya berikatan dengan apoptosis protease activating factor-1

(APAF-1) dan membentuk apoptosome yang akan mengaktifkan caspase

9. Caspase 9 selanjutnya akan mengaktifkan caspase 3, caspase 6 dan

(29)

2.2. Plasenta

Perkembangan plasenta yang normal tergantungdari diferensiasi

dan invasi dari trofoblas. Selama prosesdiferensiasi dan invasi, sel

trofoblas secara cepatmembelah untuk membentuk hubungan antara ibu

danembrio sedangkan sub populasi trofoblas yang lainmelakukan invasi

pada desidua untuk melakukanremodeling arteri spiralis sehingga

-meningkatkan alirandarah ke plasenta untuk perkembangan fetus.1,13

Untuk kesesuaian plasentasi dan perkembangan plasenta, trofoblas

ekstravillus berasal dari villi sebagai dasar terbentuknya blastokista yang

mendasari peran desidua yang paling penting. Konversi dari arteri spiralis

ke pembuluh darah uteroplasenter menghasilkan aliran yang tinggi,

tahanan yang rendah, yang memungkinkan untuk perfusi ke rongga

intervillus. Pada permukaan villi plasenta sinsiotrofoblas dibentuk dari

mitosis yang aktif sitotrofoblas mononukleus yang berdiferensiasi dan

melakukan fusi.26

Sebagaiorgan yang berkembang, plasenta melakukan

remodelingjaringan secara konstan yang dicirikan oleh prosesapoptosis

yang fungsional. Setelah terjadi proliferasi dandiferensiasi menjadi sub

tipe sel yang spesifik, sel trofoblasyang sudah mengalami penuaan secara

selektifdisingkirkan dan diganti dengan sel trofoblas yang barutanpa

mempengaruhi sel yang ada di sekitarnya.13,30 Sel yangmengalami

apoptosis didapatkan pada plasenta kehamilannormal baik pada sisi

maternal maupun sisi fetal danproses apoptosis berperan pada terjadinya

(30)

spiralis,diferensiasi trofoblas, dan proses toleransi imun pada antigen

maternal yang diekspresikan oleh sel trofoblas.13

2.3 Apoptosis

Apoptosis diketahui meregulasi dinamik sel pada banyak jaringan

reproduksi manusia termasuk epitel uterus, testis, ovarium, dan vilus

plasenta. 27 Apoptosis melibatkan homeostasis plasenta, perkembangan,

dan remodelling, dan apoptosis meningkat secara progresif selama

kehamilan yang normal yang merupakan bagian dari perkembangan

plasenta normal.28,29

Anatomi dari kematian sel apoptosis pertama kali dideskripsikan oleh

Carl Vogt pada tahun 1842, termasuk hilangnya permukaan membran,

kondensasi kromatin dengan fragmen nuklir dan kondensasi sitoplasma

dengan penyusutan sel.14

Terminologi apoptosis (Sebuah bentuk “program” kematian sel)

pertama kali dikemukakanpada 1972 oleh Kerr, Wyllie dan Currie untuk

menggambarkan morfologi unik dari kematian sel tumor. Apoptosis

digambarkan dari bahasa Yunani yaitu “menghilang” atau “berkurang”-nya

petal atau kelopak dari bunga atau daun dari pohon. Apoptosis

merupakan bentuk fisiologis dari kematian sel yang, bersama dengan

mitosis, mengontrol jumlah sel dalam jaringan. Apoptosis diketahui

sebagai sejumlah kejadian proses biologis, fisiologis dan patologis. 3,14,31,

(31)

Apoptosis merupakan kematian sel yang terprogram dimana terjadi

kematian sel dengan mengaktifkan program bunuh diri internal yang diatur

dengan ketat. Kematian sel terprogram atau apoptosis berperan penting

dalam homeostasis sel dan remodeling jaringan, terutama pertumbuhan

plasenta. Degenerasi plasenta pada preeklampsia mungkin disebabkan

apoptosis yang tidak terjadwal. Derajat apoptosis pada trofoblas biasanya

lebih tinggi. 13,14

Apoptosis berbeda dengan nekrotik sel-kematian

dimanaselkehilangan integritas membran, pembengkakan dan disrupture

sel. Selama nekrosis, isi seluler dilepaskan tidak terkendali ke lingkungan

sel yang mengakibatkan kerusakan sel sekitarnya dan respon inflamasi

yang kuat di jaringan yang sesuai. 35

(32)

Apoptosis terjadi selama pembentukan sel normal dan penting

untuk keseimbangan antara kehilangan sel yang tua, sel non-fungsional

dan formasi sel baru pada organ dan jaringan yang berbeda. Apoptosis

dipicu oleh sinyal spesifik tipe sel yang berbeda dengan keterlibatan

beberapa jalur, seperti mitokondria dan reseptor-mediated pathways,

menghasilkan aktivasi cascade caspase.36

Setiap sel memiliki mekanisme bertahan hidup atau sinyal

kematian. Apoptosis dihasilkan dari ketidakseimbangan antara kedua

sinyal tersebut. Mekanisme dasar apoptosis; gen dan protein yang

mengendalikan proses dan urutan alur apoptosis terdapat dalam semua

organisme multiseluler. 37

Sel yang mengalami apoptosis didapatkan pada plasenta

kehamilan normal baik pada sisi maternal maupun sisi fetal. Proses

apoptosis berperan pada terjadinya attachment dan invasi trophoblas,

proses transformasi arteri spiralis, diferensiasi trofoblas, dan proses

toleransi imun pada antigen paternal yang diekspresikan oleh sel

trofoblas.13

Mekanisme kematian sel terprogram atau apoptosis terdiri dari fase

inisiasi (pengaktifan caspase) dan fase eksekusi. Inisiasi apoptosis terjadi

melalui dua jalur yang berbeda yaitu jalur ekstrinsik (death

reseptor-mediated pathway) dan jalur intrinsik(mitokondria pathway). Pada jalur

ekstrinsik, apoptosis diperantarai oleh anggota TNF death receptor family

yang merupakan bagian dari TNF-receptor (TNF-R) superfamily dan

(33)

diketahui berperan dalam proses kematian. Tidak seperti jalur ekstrinsik

dimana tergantung dari sinyal death receptor, pada jalur intrinsik sinyal

apoptosis diperantarai langsung dari mitokondria sebagai respon terhadap

stres seperti kerusakan DNA atau kehilangan faktor pertumbuhan.

7,36,38,39,40

Proses apoptosis dapat dibagi menjadi tahap inisiasi, dimana

terdapat beberapa caspase yang menjadi katalis aktif, serta tahap

eksekusi atau pelaksanaan, dimana caspase lainnya memicu degradasi

komponen seluler.41,42,43,44 Inisiasi apoptosis terjadi oleh karena sinyal dari

dua jalur yang berbeda. Jalur intrinsik atau mitokondria dan ekstrinsik atau

kematian reseptor. Jalur ini diinduksi oleh stimulus yang berbeda dan

melibatkan set protein yang berbeda, walaupun terdapat beberapa

persilangan jalur diantaranya. Kedua jalur bertemu untuk mengaktifkan

caspase, yang merupakan mediator sebenarnya kematian sel. 42,43,44,45,46

(34)

2.3.1. Inisiasi apoptosis jalur intrinsik (mitokondria)

Jalur apoptosis intrinsik menghasilkan peningkatan permeabilitas

mitokondria dan pelepasan dari molekul pro-apoptosis (death inducers) ke

dalam sitoplasma. Mitokondria mengandung protein seperti sitokrom c

yang penting bagi kehidupan, tetapi bila beberapa protein yang serupa

terlepas ke dalam sitoplasma (merupakan indikasi bahwa sel tersebut

tidak sehat), akan menginisiasi program “bunuh diri” dari apoptosis.

Pelepasan protein mitokondria ini dikontrol secara seimbang melalui lebih

dari 20 anggota keluarga protein Bcl antara pro dan antiapoptosis. Faktor

pertumbuhan dan sinyal – sinyal bertahan hidup/survival menstimulasi

produksi dari protein antiapoptosis, diantaranya yaituBcl-2, Bcl-x dan

Mcl-1.12,13,14,46,47

Protein-protein ini terdapat pada sitoplasma dan membran

mitokondria, dimana fungsinya mengontrol permeabilitas mitokondria dan

mencegah kebocoran proteinmitokondria yang nantinya memiliki

kemampuan untuk mencetuskan kematian. Bila sel kehilangan sinyal

bertahan/survival, terjadi kerusakan DNA, atau kesalahan sintesis protein

maka akan merangsang stres retikulum endoplasma (RE), sensor dari

kerusakan atau stres akan diaktifkan. Sensor tersebut juga merupakan

anggota dari keluarga Bcl, dan termasuk juga protein yang dinamakan

Bim, Bid dan Bad yang mengandung “Bcl-2 homology domain” tunggal

(tiga dari empat domain tersebut ada pada Bcl-2) dan dinamakan “BH3

(35)

Sensor kemudian akan mengaktifkan dua kritikal (proapoptosis)

efektor, Bax dan Bak, yang membentuk oligomers yang kemudian masuk

ke dalam membran mitokondria dan membuat saluran/channel yang

memperbolehkan protein dari membran dalam mitokondria untuk bocor ke

dalam sitoplasma. BH3 juga mengikat dan memblok fungsi dari Bcl-2 dan

Bcl-x, diwaktu yang sama sintesis dari Bcl-2 dan Bcl-x menurun. Hasil dari

aktivasi dari Bax-Bak disertai dengan hilangnya fungsi perlindungan dari

anggota keluarga Bcl antiapoptosis, maka terjadi pelepasan beberapa

protein mitokondria ke dalam sitoplasma yang akan mengaktifkan alur

caspase. Salah satu protein tersebut adalah sitokrom c, yang diketahui

fungsinya pada respirasi mitokondria. Sekali terlepas ke dalam sitosol,

sitokrom c mengikat protein yang dinamakan Apaf-1 (apoptosis-activating

factor-1, homolog dari Ced-4 pada C elegans), yang kemudian akan

membentuk hexamer berbentuk seperti roda yang disebut

apoptosom.12,13,14Komplek ini dapat mengikat caspase-9, inisiator caspase

yang penting dari alur mitokondria, yang merupakan protease yang akan

mengaktifkan caspase lain. Selanjutnya aktifitas proteolisis akan

meningkat dan mencerna protein struktur dalam siplasma serta

(36)

Gambar 3. Apoptosis jalur Intrinsik (mitokondria) Dikutip dari Robin (2010) 47

2.3.2. Inisiasi apoptosis jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian)

Jalur ini diawali melalui keterlibatan reseptor kematian membran

plasma pada berbagai sel. Reseptor kematian merupakan anggota dari

keluarga reseptor TNF yang mengandung domain sitoplasma yang ikut

dalam interaksi protein, disebut domain kematian karena pentingnya untuk

mengantarkan sinyal apoptosis (beberapa anggota keluarga reseptor TNF

tidak mengandung domain kematian, fungsi mereka untuk mengaktivasi

alur inflamasi, dan perannya dalam mencetuskan apoptosis sangat

sedikit). 12,13

Reseptor TNF tipe 1 (TNFR1) dan protein yang terkait yang

(37)

diketahui. Mekanisme apoptosis yang di induksi oleh reseptor kematian

digambarkan dengan baik pada Fas. Reseptor kematian diekspresikan

pada berbagai tipe sel. Ikatan terhadap Fas dinamakan Fas ligand (FasL).

FasL di ekspresikan pada sel T untuk mengenali self antigen (berfungsi

untuk mengeliminasi self-reactive limfosit), dan pada beberapa limfosit T

sitotoksik (yang membunuh sel yang terinfeksi virus atau tumor). Ketika

FasL mengikat Fas, tiga atau lebih molekul dari Fas dibawa bersama –

sama dengan domain kematian sitoplasma yang kemudian membentuk

tempat pengikatan untuk protein yang juga mengandung domain kematian

dan dinamakan FADD (Fas-associated death domain). FADD yang

melekat pada reseptor kematian kemudian berubah bentuk menjadi

caspase-8 inaktif (pada manusia, caspase-10), juga melalui domain

kematian. Molekul pro-caspase-8 multipel dibawa ke dalam jarak tertentu

sehingga mereka bersatu membentuk caspase-8 aktif. 13,14

Enzim kemudian mencetuskan aktifasi caspase dengan

memecahdan dengan demikian mengaktifkan procaspase yang lain, dan

enzim yang aktif memediasi fase eksekusi apoptosis. Alur apoptosis ini

dapat dihambat oleh protein yang dinamakan FLIP, yang dapat mengikat

pro-caspase-8 tetapi tidak dapat membelah dan mengaktifkan caspase

karena sedikit mengandung domain protease. Beberapa virus dan sel

normal memproduksi FLIP dan menggunakan inhibitor ini untuk

(38)

Gambar 4. Apoptosis jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian) Dikutip dari Taylor Rc (2007) 37

Jalur ekstrinsik dan intrinsik menginisiasi apoptosis secara berbeda

karena melibatkan molekul yang berbeda untuk melakukan inisiasi. Tetapi

interkoneksi antara jalur tersebut dapat terjadi bila sinyal fas mengaktiasi

protein BH3 yang dinamakan Bid yang kemudian akan mengkatifkan jalur

(39)

Gambar 5. Hubungan antara inisiasi apoptosis jalur ekstrinsik dengan jalur intrinsik

Dikutip dari Robin (2010) 33

2.4.Protein Bax

Bax pertama kali diidentifikasi sebagai protein proapotosis dari

keluarga protein Bcl-2. Anggota keluarga Bcl-2 terdiri dari 4 domain

homologi yang khas, dinamakan Bcl-2 homologi domain

(BH1,BH2,BH3,BH4) dan dapat membentuk hetero maupun homodimer.

(40)

Bax adalah protein Bcl-2 proapotosis yang mengandung domain

BH1,BH2 dan BH3. Pada sel mamalia sehat Bax lebih sering ditemukan

dalam sitosol. Saat terinisiasi oleh sinyal apoptosis bax mengalami

perubahan konfirmasi dan masuk ke dalam membran organel terutama

pada membran luar mitokondria. Bax diduga berinteraksi dengan

menginduksi kanal anion yang voltage dependent dari mitokondria

(Voltage Dependent Anion Channel, VDAC). Bukti lain menyatakan

bahwa, Bax yang teraktivasi membentuk suatu poligomeric pore dengan

MAC (Mitochondrial Apoptosis Induced Channel) di membran luarnya.15

Kemudian menyebabkan pelepasan sitokrom c dan faktor

proapotosis lain dari mitokondria. Hal ini sering dikatakan sebagai

permeabilisasi membran luar mitokondria, yang mengarah kepada aktivasi

caspase. Selain itu menjelaskan peran langsung Bax dalam

permeabilisasi membran luar mitokondria, suatu peran yang umum dari

protein Bcl-2 yang mengandung domain BH,BH2,BH3.15

Ekspresi Bax ditingkatkan oleh supresor protein p53. Bax telah

dibuktikan terlihat dalam apoptosis yang dimediasi oleh p53. Protein p53

adalah faktor transkripsi yang bila diaktivasi sebagai bagian respon sel

terhadap stress meregulasi banyak target gen downstreamtermasuk

Bax.15,48,49,50

Menurut Levi and Nelson (2000), ekspresi protein bax meningkat

secara signifikan seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.14 Insiden

apoptosis lebih besar pada kehamilan dengan komplikasi preeklampsia

(41)

dengan patogenesanya, dimana apoptosis distimulasi dengan

berkurangnya oksigenasi plasenta. 3

Penelitian Sari dkk menunjukkan rerata ekspresi protein bax pada

plasenta kelompok preeklampsia berat (1,7±0,2) lebih tinggi dibandingkan

(42)
(43)

2.6. Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

Kehamilan preeklampsia

berat/eklampsia

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini berupa penelitian analitik dengan desain potong

lintang pada ekspresi Bax jaringan plasenta pada kehamilan preeklampsia

berat/eklampsia dengan kehamilan normotensi.

3.2.Tempat Dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara-RSUP H Adam Malik

dan rs jejaring Medan, sedangkan pemeriksaan immunohistokimia

dilakukan oleh Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara-RSUP H Adam Malik Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan September 2014 sampai dengan

(45)

3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian

3.3.1. PopulasiPenelitian

Populasi pada penelitian ini adalah pasien peb/eklampsia dan

normotensiyang dirawatdi ruang rawat inap obstetriRumah Sakit Haji

Adam Malik dan RS jejaring Medan.

3.3.2. Besar Sampel

Dalam menentukan sampel berdasarkan jenis penelitian adalah

analitik numerik tidak berpasangan

(Zα + Zβ) SD2 n1=n2= 2

X1 – X2

n = besar sampel

Zα = Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α

yang besarnya ditentukan. Nilai α =0,0 5Zα= 1,96

Zβ = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai β

yang ditentukian. Nilai β = 0,20 Zβ = 0,84

SD = √ S12 × (n1-1) + S22x (n2-1)

(n1 + n2) – 2

SD = √ (0,3)2 × (38-1) + (0,2)2 x (43-1)

(38 + 43) – 2

SD = √ 3,33 + 1,68 = 0,25 79

(46)

(Zα + Zβ) SD n1 = n2 = 2

X1 – X2

(1,96 + 0,84) 0,25 n1 = n2 = 2

0,2

= 24,5

n1=n2 = 24,5 (merupakan sampel minimal dari masing-masing kasus)

Pada penelitian ini diambil sampel 25 kehamilan preeklampsia

berat/eklampsia dan 25 sampel kehamilan normotensi.

3.4 Teknik sampling

Pengambilan sampling dilakukan dengan cara consecutivesampling

pada pasien yang didagnosa dengan kehamilan preeklampsia

berat/eklampsia dan kehamilan normotensi di RSUP H. Adam Malik dan rs

jejaring medan.

3.5 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi

3.5.1 Kriteria Inklusi

- Pasien yang dirawat di ruang rawat inap obstetri RS H. Adam Malik dan

rs jejaring Medan yang bersedia ikut serta dalam penelitian.

-Kehamilan intra uterine, janin hidup & tunggal yang telah didiagnosa

(47)

- Pasien yang tidak mempunyai riwayat DM.

- Pasien yang tidak mempunyai riwayat penyakit ginjal (berdasarkan

anamnese)

- Pasien yang tidak mempunyai riwayat penyakit jantung.

- Pasien yang tidak mempunyai kelainan imunitas.

- Kehamilan tidak dengan kelainan kongenital pada janin.

3.5.2 Kriteria Eksklusi

- Sediaan tidak dapat dianalisa karena kegagalan proses pembuatan

imunohistokimia.

3.6. Variabel penelitian

1. Variabel bebas

Kehamilan preeklampsia berat/eklampsia dan kehamilan normotensi.

2. Variabel terikat

(48)

3.7. Defenisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Kategori Skala Ukur

Preeklampsia

Usia kehamilan Usia kehamilan yang dihitung berdasarkan hari pertama menstruasi, dihitung dalam minggu

Kalender Anamnesis Nominal

(49)

3.8. Bahan dan Cara kerja

3.8.1. Bahan

- Jaringan plasenta dari pasien dengan kehamilan preeklampsia

berat/eklampsia dan kehamilan normotensi yang dibuat parafin blok untuk

seterusnya dilakukan pemeriksaan imunohistokimia. Pewarnaan jaringan

dilakukan dengan antibody Bax.

- Alat-alat yang diperlukan untuk penelitian ini adalah: mikrotom,

waterbath, hot plate, freezer, incubator, staining jar, rak object glass, pipet

mikro, kertas saring, tabung sentrifuge 15ml, coated object glass, kaca

penutup, entelan dan mikroskop cahaya, Bondmaxfull automatic.

- Pulasan imunohistokimia menggunakan alat Bondmax full automatic.

Antibodi primer yang digunakan adalah monoclonal antibody BAX (Leica),

dengan pengenceran 1: 100.

3.8.2. Cara kerja

1. Setelah mendapat persetujuan dari komisi etik untuk melakukan

penelitian, penelitian dimulai dengan mengumpulkan jaringan plasenta

pasien yang didiagnosa kehamilan preeklampsia berat/eklampsia dan

kehamilan normotensi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Peneliti akan mengisi data pribadi pasien dan melakukan pengambilan

(50)

berlangsung baik partus pervaginam maupun seksio sesarea dan telah

menyetujui serta mengisis informed consent.

2. Jaringan plasenta diambil dari bagian central plasenta bad dengan

ukuran 2X1X1 cm dan difiksasi dalam pot berisi formalin 10% dengan

buffer minimal dibawah 1 jam. Setelah jumlah subjek penelitian mencapai

jumlah yang diinginkan, maka pencarian subjek dihentikan.

3.Jaringan kemudian dikirim ke laboratorium patologi anatomi RSUP H

Adam Malik Medan untuk selanjutnya dilakukanpembuatan blok parafin.

4. Dilakukan pewarnaan immunohistokimia. Prosedur imunohistokimia di

laboratorium patologi anatomi RS Haji Adam Malik meliputi :

Slide jaringan yang telah ditempelkan pada kaca objekyang dilapisi

dengan aminopropyltriethoxysilane dikeringkandi udara

kemudian dilakukan parafinisasi dengan alkoholdan xylol

Slide dicuci dengan air mengalir dan dilakukanblok dengan

methanol mengandung H2O2 0,5% selama 30menit, dan dicuci

kembali dengan air mengalir.

Kemudiansediaan dimasukkan dalam cairan retrieval antigen

trisodium sitrat buffer 0,1 M pada microwave dengan power

levelrendah selama 30 menit dan kemudian didinginkan.

selanjutnya dicuci dengan Phosfat buffer saline (PBS, pH7,4)

Setelah itu diberikan serum kuda normal 3% (normalhorse serum)

(51)

Selanjutnyasediaan diinkubasi dengan monoclonal antibody

BAXdengan konsentrasi 0,2 mgpada suhu 4 oC selama satu

malam.

Untuk melihat spesifikantibodi primer yang digunakan dilakukan uji

immunoblotting

Hariberikutnya sediaan dicuci dengan PBS dan diinkubasi

denganantibodi sekunder kelinci anti tikus selama 30 menit

danselanjutnya dibilas kembali dengan PBS.

Biotinylated horseradishperoksidase sterp-tovidin (Novocastra Lab,

Univ. OfNewcastle, UK) ditambahkan dan diinkubasi selama 30

menitlalu dicuci kembali.

Ditambahkan chromogen DAB (SigmaGermany), lalu dicuci dengan

air dan diwarnai denganhematoksilin sebagai warna pembanding

dan slide ditutupdengan entelan.

5.Dilakukan interpretasi sediaan tersebut oleh dua orang ahli Patologi

Anatomi, nilai koefisien korelasi akan dihitung (uji Kappa).

Penilaian imunohistokimia untuk ekspresi protein BAX menggunakan

metode skoring Quantitatif imunohistokimia karena sistem ini telah biasa

dilakukan di Departemen Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan.

Skor ini terdiri dari skor persentase dari sel yang terwarnai/proportion

score (PS) dan skor intensitas pewarnaanya/ Intensity score (IS).

(52)
(53)

3.9. Kerangka kerja

Jaringan plasenta pasien

preeklampsia/eklampsia dan

kehamilan normotensi

Pewarnaan imunohistokimia Bax

Analisa Statistik

Kehamilan

Preeklampsia

berat/eklampsia

(54)

3.10. Analisa Statistik

Hasil penelitian ini disajikan ke dalam tabel distribusi frekuensi.

Untuk menganalisa kesesuaian antar observer dalam menilai intensitas

imunohistokimia protein Bax dilakukan uji Kappa. Tingkat kesesuaian

tinggi bila nilai Kappa ≥ 0,70. Untuk menganalisa perbedaan nilai ekspresi

dari kedua kelompok penelitian dilakukan uji t-test dengan derajat

kepercayaan 95 % (p<0,05) bila data berdistribusi normal dan dengan uji

Mann – Whitney test bila data tidak berdistribusi normal.

3.11.Etika Penelitian

Setiap responden diperlakukan sesuai dengan prinsip etika sebagai

berikut :

1. Mendapat izin dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara untuk melakukan penelitian

2. Sebelum penelitian dimulai, dijelaskan terlebih dahulu tentang tujuan

penelitian yang akan diikuti responden.

3. Responden berhak atas jaminan kerahasiaan identitas nama.

4. Peneliti, pengelola data atau siapapun yang terlibat dalam penelitian ini

wajib merahasiakan setiap jawaban yang diberikan responden.

(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel kasus kehamilan

dengan preeklamsi berat/eklamsia sebanyak 25 orang dan sampel untuk

kontrol kehamilan dengan normotensi sebanyak 25 orang.Dari uji Kappa

diperoleh nilai 85,3% (tabel lampiran) sehingga disimpulkan tidak ada

perbedaan antara observer 1 dan observer 2, dalam hal ini peneliti

memakai data dari observer 1. Berdasarkan tabel di atas dijumpai bahwa

rerata intensitas ekspresi Bax pada kelompok preeklamsia berat/eklamsia

lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok normotensi. Secara statistik

dengan menggunakan Uji t-independent berbeda secara bermakna

dengan nilai p<0,05. Hal ini menjelaskan bahwa pada preeklampsia terjadi

peningkatan proses apoptosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan

(56)

Gambaran karakteristik responden ditunjukkan pada tabel di bawah

ini.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Sampel Penelitian

Variabel

Kelompok Penelitian

Preeklampsia/

Eklampsia

Normotensi

N % n %

Usia pasien (thn)

< 20 0 0% 3 12,0%

20-35 21 84,0% 21 84,0%

>35 4 16,0% 1 4,0%

Paritas

Primipara 12 48,0% 8 32,0%

Multipara 13 52,0% 17 68,0%

Usia kehamilan

32 - 34 minggu 2 8,0% 0 ,0%

34 - 36 minggu 10 40,0% 0 ,0%

36 - 38 minggu 9 36,0% 4 16,0%

38 - 40 minggu 4 16,0% 21 84,0%

Total 25 100% 25 100%

Berdasarkan karakteristik usia responden, pada kelompok

preeklamsia berat/eklamsia umumnya dengan usia reproduksi yaitu 20-

35 tahun (84%) dan lainnya dengan usia >35 tahun (16%). Sedangkan

pada kelompok normotensijuga umumnya berusia 20 - 35 tahun (84%)

(57)

Berdasarkan penelitian Spencer J, dkk (2009), preeklampsia

sering terjadi pada wanita muda, dimana wanitayang lebih tua beresiko

lebih besar untuk menderita hipertensi kronik dengan superimposed

preeklampsia. 24Sedangkan Conde dkk (2000) dalam penelitiannya

menyebutkan faktor resiko lain yang berhubungan dengan preeklampsia

termasuk obesitas, kehamilan ganda, umur ibu > 35 tahun.20

Berdasarkan karakteristik paritas, pada kelompok preeklamsia

berat/eklamsia terbanyak dengan paritas multipara (52%) dan pada

kelompok normotensi juga terbanyak dengan paritas multipara (68%).

Ananth dan Basso (2010) menyebutkan insiden preeklampsia

pada multipara bervariasi tapi lebih sedikit dari nulipara (3-10%). 23

Berdasarkan karakteristik usia kehamilan, pada kelompok

preeklamsia berat/eklamsia terbanyak dengan usia kehamilan 34 – 36

mingg (40%) dan usia 36 – 38 minggu (36%), sedangkan pada kelompok

normotensi umumnya dengan usia kehamilan 38 – 40 minggu (84%).

Ada beberapa variasi yang diajukan oleh beberapa asosiasi dan

organisasi yang berbeda (ACOG, Australian college) seperti early onset (<

34 minggu) dan late onset (> 34 minggu). 4

Beberapa perbedaan dasar di antara dua kelompok ini adalah:

c. Tipe late onset preeklamsia terjadi pada lebih dari 80% dari

seluruh kasus preeklamsia di seluruh dunia dan kebanyakan

kasus ini berhubungan dengan:

(58)

- Normal atau sedikit perubahan pada arteri spiralis pada

uterus (tanpa perubahan gelombang Doppler atau terjadi

sedikit peningkataan Pulsatility Index/PI)

- Tanpa perubahan aliran darah arteri umbilikal.

- Terjadi peningkatan resiko pada kehamilan dengan plasenta

yang besar (diabetes, kehamilan ganda dan anemia)

d. Tipe early onset preeklamsia terjadi pada beberapa kasus

preeklamsia (5%-20%, tergantung statistik). Karakteristik tipe

preeklamsia ini sebagai berikut:

- Inadekuat atau invasi trofoblas yang inkomplit dari arteri

spiralis maternal.

- Perubahan peredaran darah pada placental bed arteri

spiralis dan kemudian terjadi pada arteri uterina (terjadi

perubahan pada gelombang Doppler seperti peningkatan

PI).

- Peningkatan resistensi perifer dari pembuluh darah plasenta

kemungkinan disebabkan oleh aliran darah arteri umbilikalis

yang abnormal (peningkatan rasio sistolik/diastolik (S/D)

(59)

Tabel 2.Rerata Ekspresi Bax berdasarkan kelompok subyek

penelitian

Kelompok penelitian

Ekspresi Bax

p*

Mean SD

Preeklampsia/ Eklampsia (n=25) 3,56 0,51

0,0001

Normotensi (n=25) 2,84 0,55

*Uji t-independent

Berdasarkan tabel di atas dijumpai bahwa rerata ekspresi protein

bax pada kelompok preeklamsia/eklamsi lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok normotensi. Secara statistik dengan menggunakan Uji

Mann-Whitney berbeda secara bermakna dengan nilai p<0,05. Hal ini

menjelaskan bahwa pada preeklamsia terjadi proses apoptosis, berbeda

dengan yang normotensi.

Protein bax (Bcl-2 associated x protein), anggota Bcl-2 family,

diperlukan untuk induksi mitokondria-tergantung jalur apoptosis dalam

berbagai tipe jaringan dan sel. Protein bax diperlukan untuk pelepasan

sitokrom C dari mitokondria sebagai respon terhadap rangsangan

apoptosis.15

Pada preeklamsia, terjadi kegagalan invasi trofoblas, vaskulitis,

trombosis, dan iskemia dari plasenta. Menurut teori iskemia plasenta,

disfungsi sel endotel terjadi akibat proses hipoksia. Hipoksia pada

plasenta ini juga menimbulkan apoptosis, terutama melalui jalur intrinsik.

(60)

permeabilitas membran mitokondria terhadap sitokrom C yang selanjutnya

berikatan denagn apoptosis protease activating factor-1 (APAF-1) dan

membentuk apoptosome yang akan mengaktifkan caspase 9. Caspase 9

selanjutnya akan mengaktifkan caspase 3 sehingga terjadilah proses

kematian sel.3,14

Adanya stres pada sel seperti hipoksia, kerusakan DNA dan

kurangnya growth factor akan mengaktifkan protein p53, protein ini

kemudian akan mentrnsaktivasi kelompok proapoptosis family Bcl-2, salah

satunya adalah protein Bax. Protein Bax yang teraktivasi akan

meningkatkan permeabilitas membran mitokondria terhadap sitokrom C

(APAF-1) dan membentuk apoptosome yang akan mengaktifkan caspase

9. Caspase 9 selanjutnya akan mengaktifkan caspase 3, caspase 6 dan

caspase 7 sehingga terjadilah proses kematian sel.12

Menurut Levi and Nelson (2000) ekspresi protein bax secara

signifikan seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.14 Insiden

apoptosis lebih besar pada kehamilan dengan komplikasi preeklamsia dan

IUGR.14,19 Peningkatan apoptosis pada preeklamsia berhubungan dengan

patogenesenya, dimana apoptosis distimulasi dengan berkurangnya

oksigenasi plasenta.3

Berdasarkan penelitian Keman dkk di RSU Dr. Saiful Anwar,

Malang, rerata hasil perhitungan apoptosis pada kelompok normal dan

preeklampsia, menunjukkan perbedaan rerata jumlah sel-sel trofoblas

Gambar

Gambar 1.  Perbandingan proses kematian sel apoptosis dan nekrosis.
Gambar 2.  Skema representasi dari beberapa jalur apoptosis
Gambar 3.  Apoptosis jalur Intrinsik (mitokondria)
Gambar 4.  Apoptosis jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian) Dikutip dari Taylor Rc (2007) 37
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pre-eklampsia adalah penyakit pada kehamilan yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria dan bisa menyebabkan perburukan yang disebut dengan Hemolysis,

Pengukuran pengetahuan menggunakan pretest-postest dengan aspek yang diukur peran perencanaan terhadap anggaran, proses dan sumber data untuk perencanaan serta pelaksanaan

Mungkin perlawanan yang paling terkenal dan familiar di telinga masyarakat Jawa Barat adalah perlawanan yang dilakukan oleh Pesantren Sukamanah yang dikomandoi oleh

Dalam kesempatan yang baik ini, ijinkan kami selaku Dewan Komisaris menyampaikan Laporan Pengawasan terhadap kinerja Direksi PT Prasidha Aneka Niaga Tbk (Prasidha) untuk tahun

Arus yang masuk ke rangkaian akan diubah menjadi pulsa digital dan kemudian diolah sedemikian rupa sehingga menjadi keluaran tampilan simbol-simbol dan angka. Permainan sederhana

Pengembangan alat ini juga sangat dimungkinkan mengingat alat ini bekerja layaknya sebuah sensor suara yang dapat mengaktifkan perangkat elektronika lain yang telah dihubungkan

PT Prasidha Aneka Niaga Tbk atau disebut “Prasidha” dan “Perusahaan” atau “Perseroan”, menyajikan Laporan Tahunan yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2015 yang

Alarm Lemari Es ini akan bekerja apabila kita membuka pintu Lemari Es terlalu lama, LDR sebagai saklar peka cahaya akan mulai bekerja apabila terkena oleh cahaya, timer