• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI ANALISIS Co MENGGUNAKAN LIGAN BASA SCHIFF (1.5 – DIFENIL KARBAZONA DAN ANILINA) DENGAN SPEKTROFOTOMETRI ULTRAUNGU-TAMPAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI ANALISIS Co MENGGUNAKAN LIGAN BASA SCHIFF (1.5 – DIFENIL KARBAZONA DAN ANILINA) DENGAN SPEKTROFOTOMETRI ULTRAUNGU-TAMPAK"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

STUDY OF Co ANALYSIS USING SCHIFF BASE LIGAND

(1.5 – DYPHENYL CARBAZONE AND ANILINE) WITH

SPECTROPHOTOMETRY ULTRAVIOLET-VISIBLE

Oleh

Nira Dwi Puspita

This study was carried out to asses the feasibility of complex formation between Co metal and Schiff base ligand as a method for determination of Co concentration in solution. This proposed method is based on the ability of the ligand to bound with transition metals due to the presence of an unpaired electron in its nitrogen atom. The experimental results indicate that Co ions formed a complex with Schiff base ligand (1.5-dyphenyl carbazone and aniline) at optimum ratio (1:2). Results of analysis using Spectrophotometer Ultraviolet-Visible showed the maximum wavelength of the complex is 527 nm. Complex was found at optimum pH=6 and stability time of 30 minutes. It was also found that addition of Ni ions influence the characteristics absorption of the complex.

(2)

ABSTRAK

STUDI ANALISIS Co MENGGUNAKAN LIGAN BASA SCHIFF

(1.5 – DIFENIL KARBAZONA DAN ANILINA) DENGAN

SPEKTROFOTOMETRI ULTRAUNGU-TAMPAK

Oleh

Nira Dwi Puspita

Studi ini dilakukan untuk memeriksa kemungkinan pembentukan kompleks antara logam Co dan ligan basa Schiff sebagai metode untuk mengukur konsentrasi Co dalam larutan. Metode ini diusulkan berdasarkan kemampuan ligan untuk berikatan dengan logam transisi disebabkan adanya elektron tak berpasangan pada atom nitrogennya. Hasil penelitian menunjukkan ion Co membentuk kompleks dengan ligan basa Schiff (1.5 – difenil karbazona dan anilina) pada perbandingan optimum (1:2). Hasil analisis menggunakan Spektrofotometer Ultraungu-Tampak menunjukkan panjang gelombang maksimum kompleks adalah 527 nm. Kompleks ditemukan optimum pada pH=6 dan waktu kestabilan 30 menit. Diketehui juga penambahan ion Ni mempengaruhi serapan karakteristik kompleks.

Kata Kunci : Studi Analisis, Kobalt, Ligan Basa Schiff (1.5-Difenil

(3)

STUDI ANALISIS Co MENGGUNAKAN LIGAN BASA SCHIFF

(1.5 – DIFENIL KARBAZONA DAN ANILINA) DENGAN

SPEKTROFOTOMETRI ULTRAUNGU-TAMPAK

Oleh

NIRA DWI PUSPITA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS

pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

STUDI ANALISIS Co MENGGUNAKAN LIGAN BASA SCHIFF

(1.5 – DIFENIL KARBAZONA DAN ANILINA) DENGAN

SPEKTROFOTOMETRI ULTRAUNGU-TAMPAK

(Skripsi)

Oleh

NIRA DWI PUSPITA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur kompleks kobal dengan Benzyl-2,4-dinitrophenylhydrazone

yang bergeometri oktahedral ... 14

2. Struktur kompleks Co(II) dengan Pyrrolyl-2-carboxaldehyde isonicotinoylhydrazone dengan geometri tetrahedral... 14

3. Struktur senyawa kompeks Co(asetilasetonato) 2H2O ... 16

4. Struktur kompleks [Co(II)-2feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.4H2O ... 17

5. Strukturkompleks [Co(L)2(H2O)2]2+ ... 18

6. Struktur umum dari basa Schiff ... 23

7. Rumus struktur 1,5-difenilkarbazona ... 24

8. Struktur anilina ... 25

9. Pengaruh kepolaran pelarut ... 31

10.Spektrum Serapan Beberapa Pelarut ... 33

11.Lampu tungsten ( Wolfram ) ... 34

12.Lampu deuterium ... 34

13.Perangkat dispersi ... 35

14.Spektrofotometer Single Beam ... 39

15.Spektrofotometer Double Beam ... 39

16.Diagram alir penelitian ... 51

(6)

vii

18.Reaksi kondensasi pembentukan ligan basa Schiff

(1,5difenilkarbazona-anilina) ... 53 19.Spektrum panjang gelombang standar ligan basa Schiff

(1,5-difenilkarbazona-anilin) 0,1 mM ... 54 20.Spektrum panjang gelombang kompleks logam Co(II)-ligan basa

Schiff 0,1 mM ... 56 21.Strukturkompleks [Co(Ligan Basa Schiff)2(H2O)2]2+ ... 57

22.Spektra pH optimum kompleks logam Co(II)-ligan basa Schiff

0,1 mM ... 58 23.Spektra waktu kestabilan kompleks logam Co(II)-ligan basa Schiff ... 59 24.Spektrum kompleks Co(II)-ligan basa Schiff tanpa penambahan

logam Ni(II) ... 61 25.Spektrum kompleks Co(II)-ligan basa Schiff dengan penambahan

logam Ni(II) ... 61 26.Pembuatan Ligan Basa Schiff (1,5-difenilkarbazona-anilina) ... 76 27.Pembuatan Komplek Co(II)-Ligan Basa Schiff ... 77 28.Pembuatan Kompleks Co(II)-ligan Basa Schiff dengan Penambahan

(7)

DAFTAR ISI

3. Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) ... 21

G. Ligan ... 21

1. Ligan Basa Schiff ... 23

2. Struktur 1,5-Difenilkarbazona dan Anilin... 24

H. Spektrofotometri Ultraungu - Tampak ... 25

I. Pemilihan Pelarut ... 28

J. Pengaruh Pelarut terhadap Pita Absorbsi ... 29

K. Pengaruh Pelarut terhadap Spektrum UV ... 31

1. Pengaruh Kepolaran Pelarut ... 31

2. Pengaruh Jenis dan Kemurnian Pelarut ... 32

L. Bagian-bagian Spektrofotometer UV-Vis ... 33

1. Sumber Cahaya ... 33

2. Monokromator ... 35

3. Wadah Sampel (Kuvet) ... 36

(8)

ii

5. Peralatan Optik ... 38

M. Jenis Instrumen Spektrofotometer... 38

1. Single-beam Instrument ... 38

2. Double-beam Instrument ... 39

N. Aplikasi Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Spektrofotometri UV-Vis ... 40

1. Analisis Kualitatif ... 40

2. Analisis Kuantitatif ... 40

O. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Analisis Spektro- fotometri UV-Vis ... 43

C. Prosedur Penelitian... 47

1. Pembuatan Ligan Basa Schiff(1,5- Difenil karbazona-Anilina) 47 2. Pembuatan Larutan Induk Standar Ligan Basa Schiff 10 mM . 48 3. Pembuatan Larutan Induk Ligan Basa Schiff ... 48

4. Pembuatan Larutan Induk Co (II) 10 mM ... 48

5. Pembuatan Larutan Induk Ni (II) 10 mM ... 48

6. Pembuatan Larutan Kompleks Logam Kobalt–Ligan Basa Schiff 0,1 mM ... 49

7. Penentuan pH dan Panjang Gelombang Optimum Kompleks Logam Kobal-Ligan Basa Schiff ... 49

8. Penentuan Waktu Kestabilan Kompleks Logam Kobalt Ligan Basa Schiff ... 49

9. Penentuan Pengaruh Ion Pengganggu ... 50

D. Diagram Alir ... 51

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Sintesis ligan basa Schiff ... 52

B. Penentuan panjang gelombang optimum standar ligan basa Schiff 53 C. Penentuan panjang gelombang optimum kompleks logam Co(II)- ligan basa Schiff ... 55

D. Penentuan pH dan panjang gelombang optimum kompleks logam Co(II)-ligan basa Schiff... 57

E. Penentuan waktu kestabilan kompleks logam kobalt-ligan basa Schiff ... 59

(9)

iii

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Simpulan ... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 68

A. Perhitungan ... 69

B. Gambar Proses Sintesis dan Analisis Kompleks ... 76

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tabel keterangan unsur logam kobalt ... 10

2. Panjang gelombang dan warna pada senyawa kompleks ... 26

3. Pelarut-pelarut untuk daerah ultraviolet dan cahaya tampak ... 29

4. Pengaruh jenis dan kemurnian pelarut ... 32

5. Bahan kuvet sesuai panjang gelombang ... 37

6. Data panjang gelombang kompleks logam Co(II)-ligan basa Schiff 0.1 mM ... 56

7. Penentuan pH dan panjang gelombang optimum kompleks ion logam Co(II)-ligan basa Schiff 0,1 mM ... 58

8. Waktu kestabilan kompleks Co(II)-ligan basa Schiff ... 60

9. Pengaruh ion Ni(II) terhadap nilai absorbansi pada analisis kompleks Co(II)-ligan basa Schiff... 62

10.Panjang gelombang maksimum dari ligan basa Schiff ... 79

11.Panjang gelombang maksimum kompleks Co(II)-ligan basa Schiff.... 80

12.Panjang gelombang maksimum kompleks Co(II)-ligan basa Schiff pada pH 5 ... 81

13.Panjang gelombang maksimum kompleks Co(II)-ligan basa Schiff pada pH 6 (Optimum) ... 82

(11)

v

15.Panjang gelombang maksimum pengaruh ion pengganggu sebelum

penambahan logam Ni dalam kompleks ... 85 16.Panjang gelombang maksimum pengaruh ion pengganggu setelah

(12)
(13)
(14)

MOTO

Yakinlah bahwa Allah pasti akan memudahkan, memberikan

petunjuk dan menentukan siapa yang bisa membantu dan

dengan cara apa aku terbantu untuk mengatasi masalah yang

kuhadapi ( Nira Dwi Puspita )

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah,

Niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya,

dan memberinya rizki dari arah yang tidak

disangka-sangkanya (Q.S.Ath-Thalaq : 2

3)

Sesungguhnya sesuatu kesulitan ada kemudahan.

Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), maka

kerjakanlah (urusan yang lain) dengan sungguh-sungguh

(15)

Saya persembahkan karya kecil ini kepada

Papah dan Mamah tercinta, Serta Yunda dan Adik Tersayang Yang selalu memberikan dukungan,

Do’a dan kasih sayang.

Orang-orang yang telah menyayangi dan memberikan warna dalam hidupku sehingga mampu membuat

hari-hariku menjadi lebih indah

Teman-teman kimia angkatan 2011 “CheVen”

Semoga kebersamaan kita terus terjaga.

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, pada tanggal 10 Juli 1993

sebagai anak kedua dari Bapak Nasoha, S.Pd. dan Ibu almh.

Sunani, S.Pd. Jenjang pendidikan diawali dari Taman

Kanak-Kanak (TK) Muslimin Kotabumi tahun 1998.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 03 Sindang Sari,

Kotabumi pada tahun 2005. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah

Menengah Pertama di SMP Negeri 01 Kotabumi pada tahun 2008, dan Sekolah

Menengah Atas di SMA Negeri 03 Kotabumi pada tahun 2011. Pada tahun 2011,

penulis melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Jurusan Kimia di Universitas Lampung melalui jalur Seleksi

Nasional Masuk Pergurusn Tinggi Negeri Undangan (SNMPTN Undangan).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia

Dasar mahasiswa Kehutanan Fakultas Pertanian Unila pada tahun 2014-2015,

praktikum Kimia Dasar mahasiswa Peternakan Fakultas Pertanian Unila tahun

2015-2016, praktikum Sains Dasar mahasiswa Kimia 2015 kelas B Fakultas

MIPA Unila tahun 2015-2016 dan praktikum Kimia Analitik I mahasiswa Kimia

2014 kelas Adan B tahun 2015-2016. Penulis aktif di Lembaga Kemahasiswaan

(17)

sebagai anggota Biro Kesekretariatan. Pada tahun 2014 penulis melakukan

Praktek Kerja Lapangan di Laboratorium Instrumen dan Kimia Analitik

Universitas Lampung. Pada tahun 2014, penulis melaksanakan program Kuliah

Kerja Nyata (KKN) di Kelurahan Wai Lubuk, Kecamatan Kalianda, Kabupaten

(18)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat,

ridho, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan

salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri

tauladan.

Skripsi dengan judul “ STUDI ANALISIS Co MENGGUNAKAN LIGAN

BASA SCHIFF (1.5 – DIFENIL KARBAZONA DAN ANILINA) DENGAN

SPEKTROFOTOMETRI ULTRAUNGU-TAMPAK ” merupakan syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,

arahan, serta bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menghanturkan terima

kasih kepada :

1. Dian Septiani Pratama, M.Si. selaku Pembimbing Utama yang telah

membimbing penulis dengan sabar, memberikan banyak ilmu pengetahuan,

saran, arahan, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Rinawati, M.Si. selaku Pembimbing Kedua yang telah membimbing,

(19)

3. Drs. R. Supriyanto, M.S. selaku Pembahas yang telah banyak memberikan

arahan, kritik, dan saran demi terselesaikannya skripsi ini.

4. Dr. Rudy TM Situmeang, M. Sc. selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan motivasi dan dukungannya.

5. Dr. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

6. Prof. Suharso, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

7. Seluruh Dosen dan karyawan di jurusan kimia FMIPA Universitas Lampung.

8. Ayahanda Nasoha, S.Pd dan Almarhumah Ibunda Sunani, S.Pd atas limpahan

kasih sayang yang tak pernah habis untukku, keikhlasan merawat dan

menjagaku, doa tulus yang tiada henti, dan perhatian yang takkan pernah

habis demi keberhasilan penulis.

9. Kakakku Novia Ekayanti, S.Hut. dan adikku Novita Trisnawati atas do’a dan

dukungannya selama ini.

10. Teman-teman 2011 yang selama ini tidak pernah letih menemani : Cindy

Moyna Clara L.A., Ari Susanto, Daniar Febriliani, F.Geofany T.S., Fatimah

Milasari, Ayu Fitriani, Anggino Saputra, Lewi Puji L., Mega Suci Hanifa

Putri, Mardian Bagus Saputa, Jelita (lili), Ridho Nahrowi, Yulia Ningsih,

M.Andri Nosya, Mirfat Salim Abdat, Junaidi Permana, Rio Febrian, Miftahur

Rahman, Wagiran, Arik Irawan, Rina Wijayanti, Rio Wicaksono, Dia

Tamara, Yunia Hartina, Mely Antika, Nico Mei Chandra, M.Irham Bariklana,

Melli Novita Windiyani, Dewi Karlina, Asty, Nopitasari, Fatma Maharani,

(20)

Meliyana, Vevi Aristiani, Umi, Jelita(tata), Ajeng Ayu Miranti, Ayu Berliana,

Aziz, Ana Febrianti, Uswatun Hasanah, Aprillia Isma D., J.Julianser Nico,

Febri Windy.

11. Laboran Kimia Analitik FMIPA Universitas Lampung : Mbak Iin, dan Mas

Udin atas segala bantuannya terutama saat penulis sedang melakukan

penelitian.

12. Temen-temen KKN Kelurahan Wai Lubuk, Kecamatan Kalianda, Kabupaten

Lampung Selatan : M. Nori Kristiyani R. , Agung Mahesya Hakim,

Romadoni, Yulio Caesar Putra Y.L. yang selalu memberikan motivasi dalam

penyelesaian skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara tulus

memberikan bantuan moril dan materil kepada penulis.

Bandar Lampung, November 2015 Penulis

(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ion renik (trace) adalah ion yang terdapat di perairan dalam jumlah yang sangat

sedikit, biasanya dinyatakan dalam satuan nanogram/liter atau mikrogram/liter

(Haslam, 1995). Ion-ion renik di perairan meliputi: tembaga (Cu), seng (Zn),

boron (B), fluor (F), brom (Br), kobalt (Co), air raksa (Hg), kadmium (Cd), perak

(Ag), kromium (Cr), vanadium (V), arsen (As), antimonium (Sb), timah (Sn), dan

lain-lain. Meskipun kadar logam-logam tersebut dalam perairan rendah, lama

kelamaan dapat terakumulasi dalam biota air dan melalui rantai makanan dapat

masuk ke dalam tubuh manusia, sehingga dapat mengakibatkan gangguan

kesehatan. Namun demikian, beberapa dari ion renik tersebut dibutuhkan oleh

organisme akuatik.

Bersama-sama dengan Cu, Fe, Mn, Mo, dan Zn, kobalt (Co) termasuk logam yang

dibutuhkan oleh tumbuhan dalam jumlah sangat sedikit (renik). Kobalt merupakan

logam berat yang memiliki karakteristik kimia sama dengan nikel, tetapi lebih

mudah larut. Kadar kobalt pada kerak bumi sekitar 25 mg/kg (Moore, 1991).

Kobalt terdapat dalam bentuk bivalen atau trivalen. Ion kobalt (Co2+) lebih stabil,

sedangkan ion kobaltik (Co3+) bersifat tidak stabil dan merupakan oksidator kuat.

(22)

2

safflorite (CoAs2), skutterudite [(Co,Fe)As3], dan erythrite [Co3(AsO4)2.8H2O]

(Moore, 1991). Kobalt digunakan dalam industri baterai, lampu tungsten, gelas,

serta dalam pembakaran minyak dan batu bara.

Kobalt termasuk unsur renik yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan reproduksi

tumbuhan dan hewan. Bersama-sama dengan ion logam yang lain, misalnya

tembaga, zinc, besi, dan magnesium, kobalt dibutuhkan oleh enzim sebagai

koenzim yang berfungsi untuk mengikat molekul substrat. Kobalt ditemukan pada

vitamin B12 yang dikenal dengan nama kobalamin. Hampir semua blue-green

algae membutuhkan kobalamin. Perairan tawar alami biasanya memiliki kadar

kobalt < 0,001 mg/liter, perairan di daerah pertambangan dan industri memiliki

kadar kobalt antara 0,001-0,01 mg/liter (Moore, 1991). Pada perairan yang

diperuntukkan bagi kepentingan pertanian, kadar kobalt sebaiknya tidak melebihi

0,05 mg/liter. Keracunan kobalt dapat terjadi apabila tubuh menerima kobalt

dalam konsentrasi tinggi (150 ppm atau lebih). Kobalt dalam jumlah banyak

dalam tubuh manusia akan merusak kelenjar tiroid (gondok) sehingga penderita

akan kekurangan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tersebut. Kobalt juga

dapat menyebabkan gagal jantung dan edema (pembengkakan jaringan akibat

akumulasi cairan dalam sel).

Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada logam-logam trace

merupakan logam yang banyak dipelajari dan disintesa menjadi senyawa-senyawa

kompleks. Hal ini dikarenakan logam-logam ini bersifat inert dan stabil

membentuk senyawa kompleks dengan berbagai ligan. Salah satu logam yang

(23)

3

senyawa kompleks ion kobalt dengan beberapa ligan. Saria, dkk (2012) berhasil

mensintesis senyawa kompleks logam kobal(II) dengan Asetilasetonato

menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah cerah. Illiya dan Fahimah

(2010) berhasil mensintesis senyawa kompleks logam kobalt(II) dengan

2-Feniletilamin menghasilkan senyawa kompleks berwarna biru keunguan. Rini,

E.P (2010) berhasil mensintesis senyawa kompleks logam kobalt (II) dengan ligan

basa Schiff (1,5-difenilkarbazona-anilina) dan diperoleh kristal padat berwarna

coklat tua dan kemudian dianalisis struktur senyawa kompleks kobalt dengan

ligan basa Schiff menggunakan data spektrum UV-Vis menunjukkan adanya

pergeseran panjang gelombang maksimum (�maks) yang signifikan terjadi pada

daerah transisi dari gugus imina ligan basa Schiff sebesar 284,94 nm

menjadi 519,99 nm setelah dikomplekskan. Dari pengukuran menggunakan

Spektrofotometri UV-Vis menunjukkan bahwa ion Co(II) – basa Schiff

terkomplekskan pada variasi mol 1: 2. Sehingga perbandingan kompleks tersebut

dapat digunakan sebagai data pembuatan kompleks kobalt (II) dengan ligan basa

Schiff yang akan dilakukan pada penelitian ini.

Basa Schiff sering digunakan sebagai ligan dalam bidang senyawa koordinasi,

salah satu alasannya yaitu ikatan hidrogen intramolekuler antara atom (O) dan (N)

yang berperan penting dalam pembentukan kompleks, dan transfer proton dari

atom hidroksil (O) ke imina (N). Ligan Basa Schiff ini diharapkan dapat

membentuk senyawa kompleks yang stabil sehingga basa Schiff tersebut dapat

digunakan dalam berbagai bidang seperti katalis oksidasi, zat antibakteri dan

(24)

4

Instrumen yang hampir selalu digunakan dalam menentukan kadar logam trace

pada perairan tercemar yaitu Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) dan

Induced Coupled Plasma – Mass Spectroscopy (ICP-MS). Instrumen AAS

memiliki selektivitas yang baik dengan % recovery sebesar 102,48 % dan limit

deteksi hingga 0,96 ppm (Nashukha, 2014), namun pada proses penyiapannya

digunakan asam-asam kuat yang akhirnya dapat mencemari lingkungan

(Supriyanto, 2010). Instrumen ICP-MS juga memiliki selektivitas yang baik

dengan % recovery berkisar pada 85-115 % dan limit deteksi hingga 0,8 ppm

(Talbot, 1994), namun biayanya sangat tinggi dan pada spektranya banyak

terdapat interference (Rukihati, 2003).

Instrumen lain yang dapat digunakan dalam analisis logam trace salah satunya

adalah Spektrofotometer Ultraungu-Tampak (UV-Vis), instrumen ini memiliki

selektivitas dan sensitifitas yang tinggi dalam menganalisis logam berat

khususnya logam transisi, karena pada daerah panjang gelombang tertentu

tersebut ion-ion logam akan mengalami transisi elektronik dengan tingkat energi

berbeda (Owen, 2000). Biaya penggunaan instrumen ini cukup terjangkau dan

mudah penggunaannya. Instrumen ini bekerja pada panjang gelombang 100-750

nm (Supratman, 2010).

Sehingga pada penelitian ini, instrumen Spektrofotometer Ultraungu-Tampak

(UV-Vis) lebih dipilih sebagai metode dalam studi analisis logam renik Co(II)

(25)

5

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mensintesis ligan basa Schiff dari 1,5-difenilkarbazona dan anilin.

2. Mensintesis senyawa kompleks logam Co(II) dengan ligan basa Schiff dari

1,5-difenilkarbazona dan anilin dalam bentuk larutan.

3. Mendapatkan kondisi reaksi pengkompleksan yang optimum

4. Mendapatkan karakteristik kompleks antara ion logam kobalt dengan ligan

basa Schiff (1,5-difenilkarbazona-anilina)

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi baik kepada

kalangan ilmiah maupun masyarakat tentang metode analisis logam kobalt dengan

ligan basa Schiff (1,5-difenilkarbazona-anilin.) menggunakan Spektrofotometer

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Unsur Renik

Elemen adalah unsur/materi/bahan dasar (fundamental kinds of matter) yang

menyusun seluruh benda di alam semesta. Elemen tersusun dari atom-atom.

Semua atom yang berasal dari elemen yang sama secara kimiawi memiliki sifat

yang identik (Manahan, 1994).

Unsur renik merupakan unsur–unsur atau senyawa–senyawa kimia di laut yang

kelarutanya kurang dari 1 ppb atau dapat diartikan remik. Tetapi untuk

keberadaanya unsur renik diperlukan dalam pengaturan keseimbangan kelarutan

elemen–elemen di laut dan proses biologi organism bahari. Rasio konsentrasi

elemen yang konstan terhadap elemen yang berkaitan dengan khlorinitas atau

salinitas ditemukan pada beberapa elemen karena tingkat reaktifitasnya yang

rendah. Hampir semua mikronutrien memiliki peran sebagai penyusun enzim dan

protein-protein penting lain yang terlibat dalam siklus metabolik. Ketiadaan

mikronutrien akan menyebabkan disfungsi metabolik yang mengakibatkan

penyakit. Elemen-elemen yang tidak mempunyai kepentingan secara biokimiawi

disebut "non essensial element". Contohnya “non-essential element” adalah As,

(27)

7

melebihi ambang batas tetapi tidak menyebabkan "deficiency disorder" pada

konsentrasi rendah seperti mikronutrien.

Peranan unsur renik dalam suatu perairan:

1. Proses – prose metabolisme biologi oraganisme.

2. Pelepasan mineral di laut.

3. Pengaturan pH perairan.

4. Pengaturan potensial reduksi di perairan.

Distribusi atau penyebaran unsur renik di laut biasanya ditentukan melalui:

1. Prose hidrodinamika perairan (pergerakan air dan transport massa air).

2. Aktivitas organisme di dasar perairan.

Untuk sumber – sumber unsur renik di suatu perairan sendiri berasal dari:

1. Melalui proses presipitasi dari udara.

2. Masukan dari aliran air sungai.

3. Pelepasan dari batuan atau kerak bumi.

4. Pelepasan kembali oleh sediman dari dasar perairan.

Faktor – faktor yang mempengaruhi atau mengurangi kelarutan unsur renik dari

suatu perairan:

1. Melalui proses pengendapan sedimen, mengikat senyawa–senyawa terlarut

disuatu perairan.

2. Diserap atau dimanfaatkan oleh organisme bahari terlepas ke atmosfir melalui

(28)

8

B. Logam Berat Kobalt (Co) dalam Perairan

Keberadaan logam-logam dalam badan perairan dapat berasal dari sumber

alamiah dan dari aktifitas manusia. Sumber alamiah masuk ke dalam perairan bisa

dari pengikisan batuan mineral. Di samping itu partikel logam yang ada di udara,

karena adanya hujan dapat menjadi sumber logam dalam perairan. Adapun logam

yang berasal dari aktifitas manusia dapat berupa buangan industri ataupun

buangan dari rumah tangga.

Kelarutan dari unsur-unsur logam dan logam berat dalam badan perairan dikontrol

oleh derajat keasaman air, jenis dan konsentrasi logam dan khelat serta keadaan

komponen mineral teroksidasi dan sistem yang berlingkungan reduksi.

Logam-logam di perairan akan bereaksi dengan ligan-ligan. Ligan ini biasanya

mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi logam.

Sehingga biasanya terjadi kompetensi diantara ligan-ligan tersebut untuk

membentuk senyawa kompleks. Sementara untuk logam-logam seperti Pb(II),

Zn(II), Cd(II), dan Hg(II), mempunyai kemampuan untuk membentuk kompleks

sendiri. Logam-logam tersebut akan mudah membentuk kompleks dengan ion-ion

klorida dan atau sulfat, pada konsentrasi yang sama dengan yang ada di air laut.

Keadaan logam di perairan juga dipengaruhi oleh interaksi yang terjadi antara air

dengan sedimen. Keadaan ini terutama sekali terjadi pada bagian dasar perairan.

Pada dasar sungai ion-ion logam dan kompleksnya yang terlarut dengan cepat

akan membentuk partikel-partikel yang lebih besar apabila terjadi kontak dengan

partikulat yang ada dalam badan perairan. Umumnya logam-logam yang terdapat

(29)

9

hidroksida, oksida, karbonat dan sulfida. Senyawa-senyawa ini sangat mudah larut

dalam air . Namun pada perairan yang mempunyai derajat keasaman mendekati

normal atau pada kisaran pH 7-8, kelarutan dari senyawa ini cenderung stabil.

Kenaikan derajat asam pada badan perairan biasanya diikuti dengan semakin

kecilnya kelarutan dari senyawa-senyawa logam tersebut. Perubahan tingkat

kestabilan dari larutan tersebut biasanya terlihat dalam bentuk pergeseran

senyawa. Umumnya pada derajat keasaman yang semakin tinggi, maka kestabilan

akan bergeser dari karbonat ke hidroksida. Hidroksida ini mudah sekali

membentuk ikatan permukaan dengan partikel yang berada pada badan perairan.

Selanjutnya persenyawaan yang terjadi antara hidroksida dengan partikel yang

berada dalam badan perairan akan mengendap dan membentuk lumpur (Helma,

2012).

C. Logam Kobal (Co)

Kobalt merupakan logam transisi golongan VIII B mempunyai nomor atom

27, massa atom 58,9332 g/mol dan terletak pada periode keempat dalam tabel

sistem periodik unsur, berwarna abu-abu seperti baja dan bersifat sedikit

magnetis, melebur pada 1490°C (Greenwood and Earnshaw, 1984). Kobalt

mudah larut dalam asam-asam mineral encer dan mempunyai bilangan oksidasi

umumnya +2 dan +3 akan tetapi +2 relatif lebih stabil (Cotton and Wilkinson,

1988).

Elemen ini biasanya hanya ditemukan dalam bentuk campuran di alam. Elemen

bebasnya, diproduksi dari peleburan reduktif, adalah logam berwarna abu-abu

(30)

10

banyak formulasi yang mencakup kertas perak, potongan, bedak, tangkai dan

kawat. Keberadaan di alam kobalt terdapat dalam bentuk senyawa, seperti mineral

kobalt glans (CoAsS), linalit (Co3S4), dan smaltit (CoAs2) dan eritrit. Sering

terdapat bersamaan dengan nikel, perak, timbal, tembaga dan bijih besi, yang

mana umum didapatkan sebagia hasil samping produksi. Kobalt juga terdapat

dalam meteorit. Di bawah ini merupakan tabel keterangan unsur-unsur logam

kobalt.

Tabel 1. Tabel keterangan unsur logam kobalt (Rahman, 2006).

Parameter Baku Mutu

Radius Atom ̇

Volume Atom 6.7 cm3/mol

Massa Atom 58.9332

Titik Didih 3143 K

Radius Kovalensi 1.16 ̇

Struktur Kristal Heksagonal

Massa Jenis 8.9 g/ cm3

Konduktivitas Listrik 17.9 x 106 ohm-1cm-1

Elektronegativitas 1.88

Konfigurasi Elektron [ ]3d7 4s2

Formasi Entalpi 16.19 kJ/mol

Konduktivitas Panas 100 Wm-1K-1

Potensial Ionisasi 7.86 V

Titik Lebur 1768 K

Bilangan Oksidasi 2,3

Kapasitas Panas 0.421 Jg-1K-1

Entalpi Penguapan 373.3 kJ/mol

Logam kobalt banyak digunakan dalam industri sebagai bahan campuran untuk

pembuatan mesin pesawat, magnet, alat pemotong atau penggiling, serta untuk

pewarna kaca, keramik, dan cat. Pada manusia, Co dibutuhkan sedikit dalam

proses pembentukan sel darah merah dan diproses melalui vitamin B12. Keracunan

(31)

11

ppm atau lebih). Kobalt dalam jumlah banyak dalam tubuh manusia akan merusak

kelenjar tiroid (gondok) sehingga penderita akan kekurangan hormon yang

dihasilkan oleh kelenjar tersebut. Kobalt juga dapat menyebabkan gagal jantung

dan edema (pembengkakan jaringan akibat akumulasi cairan dalam sel).

Menurut ATSDR (Agency for Toxic Substances and Diseas Registry) (2004)

penggunaan logam kobalt dalam industri antara lain :

1. Kobalt digunakan sebagai campuran besi dan nikel untuk membuat alloy dan

digunakan pada mesin jet dan turbin gas mesin/motor, sebagi bahan baja tahan

karat dan baja megnet.

2. Kobalt merupakan komponen yang digunakan dalam pewarnaan gelas, keramik

dan lukisan. Kobalt (Co) digunakan unutk produksi warna biru pada porselin,

gelas/kaca, pekerjaan ubin dan sebagai campuran pigmen cat.

Berdasarkan toksisitasnya, penggolongan logam berat ke dalam tiga golongan,

yaitu:

1. Hg, Cd, Pb, As, Cu, dan Zn yang mempunyai sifat toksik yang tinggi,

2. Cr, Ni, dan Co yang mempunyai sifat toksik menengah

3. Mn dan Fe yang mempunyai sifat toksik rendah (Darmono,1995).

Kobalt termasuk unsur renik yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan reproduksi

tumbuhan dan hewan. Bersama dengan ion logam lainnya, misalnya tembaga,

seng, besi, dan magnesium, kobalt dibutuhkan oleh enzim sebagai koenzim yang

berfungsi untuk mengikat molekul substrat (Effendi, 2003). Akan tetapi ion logam

(32)

12

suatu enzim, sehingga dapat menurunkan fungsi enzim tersebut bagi tubuh

(Darmono, 2001).

Unsur radioaktif kobal secara komersial digunakan dalam terapi pengobatan dan

industri plastik serta makanan. Kobalt digunakan untuk radioterapi pada pasien

penderita kanker, pembuatan plastik dalam proses polimerisasi, dan iradiasi

makanan (ATSDR, 2004). Dalam ATSDR (Agency for Toxic Substances and

Disease Registry) (2004) batas-batas konsentrasi kobalt yang membahayakan bagi

kesehatan manusia telah ditetapkan oleh beberapa lembaga antara lain :

1. USEPA (Environmental Protection Agency) menetapkan batas maksimal

konsentrasi kobal dalam air minum adalah 0,5 mg/L.

2. OSHA (The Occupational Health and Safety Administration) merupakan batas

maksimal bagi pekerja yang terpapar dengan kobalt secara langsung adalah 0,1

mg/m3 selama 8 jam sehari dan 40 jam kerja selama 1 minggu.

3. The Nuclear Regulatori Commission menetapkan batas maksimal konsentrasi

kobalt radioaktif di ruang kerja adalah 7 x 10-8 Ci/mL untuk 60Co.

D. Kompleks Kobalt (II)

Suatu senyawa kompleks akan terbentuk apabila terjadi ikatan kovalen

koordinasi antara suatu atom atau ion logam dengan beberapa molekul netral atau

ion donor elektron. Ikatan yang terjadi pada senyawa kompleks adalah ikatan

kovalen koordinasi. Senyawa koordinasi merupakan interaksi asam basa (Miessler

(33)

13

berperan sebagai basa Lewis (Day and Selbin, 1985). Atom pusat biasanya

ion-ion logam transisi yang berfungsi sebagai penerima pasangan elektron bebas dari

ligan. Kemampuan suatu ion logam untuk berikatan dengan sejumlah ligan

dinyatakan oleh bilangan koordinasinya (Cotton and Wilkinson, 1988).

Gudasi, et al. (2006) telah mensintesis kompleks kobal(II) dengan ligan

N,N’-bis(2-benzothiazolyl)-2,6-pyridinedicarboxamide (BPD) pada perbandingan

mol logam : mol ligan 1 : 1 dalam etanol dan direfluks selama 12 jam pada suhu

kamar hingga terjadi perubahan warna dan terbentuk endapan. Setelah itu, larutan

disaring dan dicuci dengan air dan etanol kemudian dikeringkan di udara.

Selain menggunakan metode refluks, sintesis kompleks juga dapat dilakukan

dengan metode mencampurkan larutan ion logam dan ligan disertai pengadukan

seperti yang telah dikerjakan oleh Kriley, et al. (2005) mensintesis kompleks

Co(II) yaitu dengan mencampurkan bis(dicyclohexylphosphino)methane

(dcpm) (1,22 mmol) dalam toluen dengan Co(NO3)2.6H2O (0,80 mmol) dalam

metanol kemudian diaduk selama 12 jam dan terjadi perubahan warna, setelah itu

dilakukan proses pengeringan.

Kompleks Co(II) pada umumnya berbentuk oktahedral dan tetrahedral,

(Cotton and Wilkinson, 1988). Kompleks Co(II) dengan benzyl-2,4-

dinitrophenylhydrazone memiliki bilangan koordinasi enam dan bergeometri

(34)

14

Gambar 1. Struktur Kompleks Kobal dengan Benzyl-2,4-dinitrophenylhydrazone

yang Bergeometri Oktahedral (Raman, et al., 2004).

Pada kompleks tersebut 4 atom N dan dua atom O dari benzyl-2,4-

dinitrophenylhydrazone terkoordinasi pada ion pusat Co2+ yang ditandai dengan

adanya pergeseran IR serapan azomethine ke arah bilangan gelombang yang lebih

kecil, yaitu dari 1605-1630 cm-1menjadi 1580-1590 cm-1dan adanya serapan

melebar pada 3400 cm-1serta munculnya serapan baru pada 890 cm-1.

Geometri tetrahedral terbentuk pada kompleks Co(II) dengan pyrrolyl-2-

carboxaldehyde isonicotinoylhydrazone yang mempunyai bilangan koordinasi 4

(Guzar and Qin-Han, 2008) seperti di tunjukkan Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Kompleks Co(II) dengan Pyrrolyl-2-carboxaldehyde isonicotinoylhydrazone dengan Geometri Tetrahedral (Guzar

(35)

15

Terbentuknya kompleks Co(II) dengan pyrrolyl-2-carboxaldehyde

isonicotinoylhydrazone ditandai oleh adanya pergeseran spektra IR pada gugus N

pada C=N dari 1552 cm-1 menjadi 1516 cm-1 pada kompleksnya, dan gugus

oksigen pada C=O ligan bebas dari 1666 cm-1 menjadi 1359 cm-1 pada

kompleksnya. Momen magnet kompleks Co(II) dengan pyrrolyl-2-

carboxaldehyde isonicotinoylhydrazone adalah 3,37 BM.

Sintesis senyawa kompleks Co(II)-8-hidroksikuinolin dilakukan dengan

mencampurkan CoSO4.5H2O dan ligan 8-hidroksikuinolin dalam metanol,

kemudian dilakukan pengadukan dengan magnetik stirer, disaring, dicuci dan

dikeringkan dalam desikator. Hasil yang diperoleh berupa endapan senyawa

kompleks Co(II)-8-hidroksikuinolin berwarna kuning. Hasil analisis UV-Vis yaitu

kompleks Co(II)-8-hidroksikuinolin pada 311 nm dan 373 nm dan hasil analisis

FTIR menunjukkan adanya atom N dan atom O gugus C-O ligan

8-hidroksikuinolin terkoordinasi pada atom pusat Co(II) sedangkan konstanta

Co(II)-8-hidroksikuinolin sebesar 1,1299 x 104 (Agustina, dkk . 2013).

Saria (2012) berhasil mensintesis senyawa kompleks kobalt dengan ligan

asetilasetonato yang merupakan ligan bidentat membentuk senyawa kompleks

yang berwarna merah cerah. Pada pengukuran menggunakan spektrofotometer

serapan atom menghasilkan kandungan kobalt sebesar 28,32% (b/b) didalam

senyawa kompleks. Hasil analisis menggunakan infra merah yaitu adanya air

kristal ini turut memberikan sumbangan terhadap tajamnya gugus OH pada

bilangan gelombang 3400 cm-1yang bukan hanya berasal dari vibrasi OH murni

(36)

16

sekitar 1687 cm-1. Adanya ikatan logam dengan ligan dapat diidentifikasi pada

daerah 900-1000 cm-1yang merupakan vibrasi untuk logam-ligan. Adapun

struktur Co(asetilasetonato) 2H2O dengan struktur lengkap seperti ditunjukkan

pada Gambar 3.

.

Gambar 3: Struktur senyawa kompeks Co(asetilasetonato) 2H2O (Saria, 2012).

Illaya (2010) berhasil mensintetis kompleks kobalt(II) dengan 2-feniletilamin

telah disintesis melalui reaksi antara kobalt klorida heksahidrat dan

2-feniletilamin dengan perbandingan mol logam dan mol ligan 1:1 dalam metanol.

Dari hasil sintesis ini diperoleh padatan kristal berwarna biru keunguan dengan

rumus molekul [Co(II)-(2 feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.4H2O. Kompleks bersifat

paramagnetik dengan μeff sebesar 5,13 BM dan memiliki perbandingan muatan

kation : anion = 2:1. Analisis termogravimetri menunjukkan bahwa kompleks

Co(II)-2-feniletilamin mengandung empat molekul H2O. Senyawa kompleks ini

memiliki nilai panjang gelombang maksimum sebesar 515 nm. Adapun

(37)

17

Gambar 4. Struktur kompleks [Co(II)-(2feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.4H2O

(Illaya, 2010).

Rini, E.P (2011) berhasil mensintesis senyawa kompleks logam kobalt (II) dengan

ligan basa Schiff (1,5-difenilkarbazona-anilina) dan diperoleh kristal padat

berwarna cokelat tua. Analisis struktur menggunakan data spektrum UV-Vis

menunjukkan adanya pergeseran panjang gelombang maksimum (�maks) yang

signifikan terjadi pada daerah transisi dari gugus imina ligan basa Schiff

sebesar 284,94 nm menjadi 519,99 nm setelah dikomplekskan. Dari pengukuran

menggunakan spektrofotometri UV-Vis menunjukkan bahwa ion Co(II) – basa

Schiff terkomplekskan pada variasi mol 1: 2. Pengukuran Spektrofotometer IR

muncul pita serapan pada daerah 568,39 cm-1 yang menunjukkan ikatan logam

Co(II) dan pada kompleks [Co(L)2(H2O)2]2+ , dua molekul air masuk sebagai

ligan. Adapun struktur senyawa kompleks [Co(L)2(H2O)2]2+ ditunjukkan pada

(38)

18

Gambar 5. Strukturkompleks [Co(L)2(H2O)2]2+ (Rini, 2011).

E. Senyawa Kompleks

Dalam arti yang luas, senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk karena

penggabungan dua atau lebih senyawa sederhana yang masing-masing dapat

berdiri sendiri, senyawa ini terdiri dari atom logam pusat yang dikelilingi oleh

ligan dan berikatan secara kovalen koordinasi (Rivai, 1995).

Akhirnya pada tahun 1891, Alferd Werner mengemukakan teori tentang struktur

senyawa kompleks. Tiga postulat terpenting dari teorinya adalah :

1. Kebanyakan unsur mempunyai dua jenis valensi yaitu : valensi primer, yang

sekarang disebut elektrovalensi atau bilangan oksidasi dan valensi sekunder,

yang sekarang disebut kovalensi atau bilangan koordinasi.

2. Tiap-tiap unsur berkehendak untuk menjenuhkan baik valensi primernya atau

valensi sekundernya.

3. Valensi sekunder diarahkan pada kedudukan tertentu di dalam ruang.

(39)

19

F. Teori – Teori Ikatan pada Kimia Kompleks

Dalam menjelaskan struktur, spektrum, ikatan dan kereaktifan diperlukan konsep

untuk mengamati yang terjadi antara atom ion logam dengan ligan pada senyawa

kompleks. Dasarnya adalah teori yang dikemukakan oleh Alfred Werner pada

tahun 1893, dimana dalam postulatnya ia menyatakan bahwa umumnya unsur

memiliki dua jenis valensi, yaitu : valensi primer yang disebut dengan bilangan

oksidasi dan valensi sekunder yang disebut dengan bilangan koordinasi (Sukardjo,

1989).

Pada logam, masing-masing memiliki karakteristik bilangan valensi sekunder

yang diarahkan pada kedudukan tertentu dalam ruang untuk menentukan bentuk

geometri dari senyawa yang terbentuk. Dengan berkembangnya berbagai teori

tentang atom modern dan kenyataan bahwa teori Werner tidak lagi dapat

menjelaskan sifat-sifat senyawa yang semakin kompleks, maka dikembangkan

berbagai teori-teori baru tentang kimia koordinasi, diantaranya adalah : teori

ikatan valensi (valensi bond theory), teori orbital molekul (molecular orbital

theory) dan teori medan kristal (crystal field theory).

1. Teori Ikatan Valensi

Teori ikatan valensi dikemukakan oleh Linus Pauling pada tahun 1931. Teori ini

didasari atas pembentukan ikatan hibrida dari orbital hibrida. Ikatan hibrida /

orbital hibrida terbentuk bila orbital-orbital atom pusat menyediakan sejumlah

orbital kosong yang jumlahnya sesuai dengan bilangan koordinasi. Orbital hibrida

(40)

20

berkaitan dengan struktur elektron keadaan dasar atom logam pusat, dan dapat

digunakan untuk menerangkan sifat magnet pada senyawa kompleks. Informasi

tentang jenis orbital hibrida juga dapat digunakan untuk menentukan bentuk

geometri senyawa kompleks.

Teori ikatan valensi memiliki beberapa kelemahan yaitu :

a. Terdapat warna-warna dalam senyawa kompleks tidak dapat diterangkan

dengan teori ini.

b. Ion – ion Ni2+, Pd2+, Pt2+, dan Au3+, yang biasanya membentuk kompleks

c. Segiempat planar dapat membentuk kompleks tetrahedral atau kompleks

dengan bilangan koordinasi 5.

d. Adanya beberapa kompleks yang memilih membentuk outer orbital kompleks .

e. Teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan terjadinya spektra elektronik.

f. Tidak dapat menjelaskan perbedaan antara kompleks ionik dan kompleks

kovalen.

2. Teori Medan Kristal

Teori ini mula-mula diberikan oleh Bethe (1929) dan Van Vleck (1931-1935),

tetapi baru berkembang pada tahun 1951. Sebab-sebab timbulnya teori ini, karena

teori ikatan valensi memiliki beberapa kelemahan. Menurut teori medan kristal,

ikatan antara atom pusat dan ligan dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga

gaya-gaya yang ada hanya berupa gaya elektrostatik.

Kelebihan teori medan kristal yaitu dapat menjelaskan warna pada senyawa

(41)

21

promosi elektron dari energi keadaan desar ke energi eksitasi. Serta pengaruh

energi stabilisasi bidang kristal terhadap struktur dan pengaruh medan ligan

terhadap jarak ikatan.

3. Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory)

Teori ini menjelaskan adanya ikatan kovalen dalam suatu kompleks. Adanya teori

ini akan menyempurnakan teori medan kristal. Hal ini didasarkan pada fakta

bahwa sebagian senyawa kompleks bersifat kovalen (Sukardjo, 1989). Menurut

teori ini interaksi kovalen tersebut terjadi dari kombinasi orbital atom ion pusat

dan orbital atom ligan. Seperti pada pembentukan orbital molekul untuk

molekul-molekul sederhana, disini juga terbentuk orbital bonding dan antibonding untuk

tiap gabungan dua orbital atom. Gambaran orbital molekul juga memperlihatkan

secara ekplisit bagaimana energi ikatan utama kompleks timbal yakni melalui

pembentukan enam ikatan 2 elektron (Cotton and Willkinson, 1988).

G. Ligan

Ligan adalah suatu anion atau molekul netral yang dapat berfungsi sebagai donor

pasangan elektron bagi ion atau atom pusat. Kuat lemahnya suatu ligan

berpengaruh terhadap sifat senyawa kompleks yang terbentuk. Suatu ligan

monodentat adalah ligan yang dapat mengikat atom logam dengan hanya satu

ikatan atom logam (atom donor) dari ligan. Suatu ligan polidentat (bidentat,

tridentat, dan sebagainya). adalah suatu ligan yang dapat mengikat atom logam

(42)

22

Ligan pada senyawa kompleks dikelompokkan berdasarkan jumlah elektron yang

dapat disumbangkan pada atom logam, yaitu:

a. Ligan monodentat, merupakan ligan yang terkoordinasi ke atom logam melalui

satu atomnya saja. Kebanyakan ligan adalah anion atau molekul netral yang

merupakan donor elektron. Beberapa ligan monodentat yang umum adalah F-,

Cl-, Br-, CN-, NH3, H2O, CH3OH, dan OH-.

b. Ligan bidentat, merupakan ligan yang terkoordinasi ke atom logam melalui dua

atomnya. Ligan bidentat yang netral diantaranya diamin, difosfin, dieter,

karboksilat, nitrat, dan ditiokarbamat. Ligan bidentat yang bermuatan

diantaranya asetilasetonato dan sulfat.

c. Ligan polidentat, merupakan ligan yang mengandung dua atau lebih atom, yang

serempak membentuk ikatan terhadap atom logam yang sama. Ligan ini sering

disebut ligan khelat karena ligan ini dapat mencengkeram kation di antara dua

atau lebih atom donor. Contohnya seperti bis-difenilfosfina-etana(I), dietilen

triamin, terpiril, dan sebagainya (Cotton and Willkinson, 1988).

Teori medan kristal mengenai senyawa koordinasi menjelaskan bahwa, dalam

pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara atom pusat dengan

ligan. Jika ada enam ligan yang berasal dari arah yang berbeda, berinteraksi

dengan atom pusat langsung maka ligan akan mendapatkan pengaruh medan ligan

lebih besar dibandingkan dengan orbital-orbital lainnya. Akibatnya, orbital

tersebut akan mengalami peningkatan energi dan kelima sub orbital d-nya akan

(43)

23

Kedua kelompok tersebut adalah dua sub orbital (dx2-dy2, dan dz2) dengan tingkat

energi yang lebih tinggi, dan tiga sub orbital (dxz, dxy, dan dyz) dengan tingkat

energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi ini menunjukkan bahwa teori

medan kristal dapat menerangkan terjadinya perbedaan warna kompleks (Hala,

2008).

1. Ligan Basa Schiff

Basa Schiff adalah produk kondensasi amina primer dan senyawa karbonil, Basa

Schiff ditemukan oleh seorang kimiawan Jerman, pemenang Hadiah Nobel, Hugo

Schiff pada tahun 1864. Secara struktural, Schiff dasar (juga dikenal sebagai imin

atau azomethine) adalah analog dari keton atau aldehida dimana gugus karbonil

(C = O) telah digantikan oleh sebuah gugus imina atau azomethine (Gambar. 6).

Ligan basa Schiff sangat penting dalam bidang kimia koordinasi, terutama dalam

pengembangan kompleks dari Schiff dasar karena senyawa ini berpotensi mampu

membentuk kompleks stabil dengan ion logam.

R1, R2, dan R3 = alkil atau aril

Gambar 6. Struktur umum dari basa Schiff (Brodowska,2014).

Sejumlah besar kompleks dasar Schiff ditandai oleh aktivitas katalitik yang sangat

baik dalam berbagai reaksi pada suhu tinggi (> 100ºC) dan di hadapan

(44)

24

basa Schiff dalam homogen dan heterogen katalisis. Basa Schiff dan kompleks

logam menggunakan ligan Basa Schiff semakin sering digunakan sebagai katalis

dalam berbagai sistem biologi, polimer dan pewarna. Selain itu, senyawa ini dapat

bertindak sebagai enzyme preparations (Brodowska, 2014).

2. Struktur 1,5-Difenilkarbazona dan Anilina

1,5-difenilkarbazona merupakan senyawa berupa bubuk berwarna merah

kekuning-kuningan yang memiliki rumus molekul C13H12N4O , berat molekul

240,27 g/mol dan tidak larut dalam air. Dalam salah satu metode analisis

spektrometri serapan atom, 1,5-difenilkarbazona digunakan sebagai salah satu

agen pengkhelat organik untuk menentukan kadar tembaga (Cu) dalam jumlah

yang kecil (Dadfarnia et al.,2002). 1,5 difenilkarbazona merupakan senyawa yang

memiliki gugus karbonil yang dapat diserang dengan nukleofil nitrogen, berupa

senyawa amina primer dengan tipe RNH2. Struktur dari 1,5-difenilkarbazona

ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Rumus struktur 1,5-difenilkarbazona (Dadfarnia et al.,2002).

Anilina merupakan senyawa turunan benzene yang dihasilkan dari reduksi

nitrobenzene. Anilina memiliki rumus molekul C6H5NH2 yang ditunjukkan pada

(45)

25

Gambar 8. Struktur Anilina (Dadfarnia et al.,2002).

Anilina merupakan cairan minyak tak berwarna yang mudah menjadi coklat

karena oksidasi atau terkena cahaya, bau dan cita rasa khas, basa organik penting

karena merupakan dasar bagi banyak zat warna dan obat toksik bila terkena,

terhirup, atau terserap kulit. Senyawa ini merupakan dasar untuk pembuatan zat

warna diazo. Anilina dapat diubah menjadi garam diazoinum dengan bantuan

asam nitrit dan asam klorida.

Ligan basa Schiff yang membentuk kompleks dengan ion logam transisi memiliki

sifat kestabilan yang cukup baik. Hal ini dikarenakan basa Schiff mampu

membentuk senyawa kompleks khelat dengan ion logam. Senyawa kompleks

yang mengandung satu atau lebih cincin berkhelat 5 atau 6 lebih stabil

dibandingkan dengan kompleks serupa tetapi tidak memiliki cincin khelat (Cotton

dan Willkinson, 1988).

H. Spektrofotometri Ultraungu - Tampak

Spektrofotometri Ultraungu – Tampak (UV-Vis) adalah anggota teknik analisis

spektroskopik yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet

dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen

(46)

26

cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis

lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.

Cahaya tampak (visibel) mempunyai panjang gelombang 380-780 nm. Cahaya

tampak merupakan cahaya berkesinambungan artinya cahaya yang terdiri dari

semua panjang gelombang yang mungkin terdapat dalam suatu jarak tertentu.

Hubungan antara warna-warna dan panjang gelombang terlihat pada Tabel 2

disertai dengan warna komplementer yaitu merupakan pandangan dua warna

(spektrum). Apabila kedua warna ini digabungkan maka akan dihasilkan warna

putih.

Tabel 2 . Panjang gelombanng dan warna pada senyawa kompleks (Khopkar, 1990).

Panjang Gelombang (nm) Warna Warna komplementer

400 – 435 Ungu Hijau kekuningan

Prinsip dasar spektrofotometri UV-Vis adalah terjadinya transisi elektronik

yang disebabkan penyerapan sinar UV-Vis yang mampu mengeksitasi elektron

dari orbital yang kosong. Umumnya, transisi yang paling mungkin adalah transisi

pada tingkat energi tertinggi (HOMO) ke orbital molekul yang kosong pada

tingkat terendah (LUMO). Pada sebagian besar molekul, orbital molekul terisi

pada tingkat energi terendah adalah orbital σ yang berhubungan dengan ikatan σ,

(47)

27

yang mengandung elektron-elektron yang belum berpasangan berada pada tingkat

energi yang lebih tinggi lagi, sedangkan orbital-orbital anti ikatan yang kosong

yaitu σ* dan π* menempati tingkat energi yang tertinggi (Pavia, et al., 2001).

Absorpsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi

elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital dasar

yang berenergi tinggi. Transisi ini memerlukan 40-300 kkal/mol. Panjang

gelombang UV-Vis bergantung pada mudahnya promosi elektron.

Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron akan

menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang

memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang

lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya pada daerah tampak (yaitu

senyawa yang berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan

daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih

pendek.

Terdapat dua jenis pergeseran pada spektra UV-Vis, yaitu pergeseran ke

panjang gelombang yang lebih besar disebut pergeseran merah (red shift), yaitu

menuju ke tingkat energi yang lebih tinggi dan pergeseran ke panjang gelombang

yang lebih kecil disebut pergeseran biru (blue shift), yaitu menuju ke tingkat

energi yang lebih rendah (Hendayana, 1994).

Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik dangan

(48)

28

∆E= hv =

Dimana:

∆E = energi terserap (erg)

h = tetapan Plank (6,6 x 10-27 erg.det)

v = frekuensi (Hz)

c = kecepatan cahaya ( 3 x 1010 cm/det)

� = panjang gelombang (cm) (Supratman, 2010).

Panjang gelombang cahaya ultraviolet atau tampak bergantung pada mudahnya

promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk

promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek.

Molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan menyerap pada panjang

gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah

tampak (yakni senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah

dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang

ultraviolet (Supratman, 2010).

I. Pemilihan Pelarut

Pelarut digunakan dalam metode spektrofotometri menimbulkan masalah dalam

beberapa daerah spektrum. Pelarut tidak hanya melarutkan sampel, tetapi juga

tidak boleh menyerap cukup banyak dalam daerah dimana penetapan itu dibuat.

Air merupakan pelarut yang baik sekali dalam arti tembus cahaya diseluruh

daerah tampak dan turun sampai panjang gelombang sekitar 200 nm didaerah

ultraviolet. Tetapi karena air merupakan pelarut yang kurang baik bagi banyak

senyawa organik, lazimnya pelarut organik yang digunakan. Titik batas

transparansi dalam daerah ultraviolet dari sejumlah pelarut dipaparkan dalam

(49)

29

radiasi ultraviolet dan sering kali digunakan sebagai pelarut untuk senyawa

organik (Day dan Underwood, 2002).

Tabel 3. Pelarut-pelarut untuk daerah ultraviolet dan cahaya tampak (Day dan Underwood, 2002).

Metanol 210 Karbon tetraklorida 265

Sikloheksana 210 Benzena 280

Heksana 210 Toluena 285

Dietil Eter 220 Piridina 305

p-dioksana 220 Aseton 330

Etanol 230 Karbon disulfida 380

J. Pengaruh Pelarut terhadap Pita Absorbsi

Pelarut atau substituen lain dapat mempengaruhi pita absorbsi yaitu berpengaruh

terhadap intensitas dan kemungkinan juga panjang gelombangnya. Hal – hal yang

berpengaruh tersebut antara lain :

1. Kromofor terkonyugasi

Senyawa organik yang mempunyai struktur molekul dengan ikatan tak jenuh lebih

dari satu disebut senyawa terkonyugasi apabila ikatan tak jenuh tersebut

berselang-seling dengan ikatan tunggal. Senyawa terkonyugasi ini tidak

karakteristik seperti kromofor terpisah, tetapi terjadi interaksi yang

mengakibatkan pengaruh terhadap pita absorbsi yaitu terjadi pergeseran ke

(50)

30

2. Auksokrom

Gugus auksokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai elektron non

bonding seperti –OH, O-NH2, dan –OCH3 , yang mengabsorbsi radiasi ultra violet

jauh dan gugus auksokrom ini tidak mengabsorbsi didaerah ultra violet dekat.

Akan tetapi bila gugus auksokrom diikat oleh gugus kromofor maka pita absorbsi

naik dan juga panjang gelombangnya tergeser ke daerah ultra violet dekat.

Ada empat kemungkinan perubahan pita absorbsi yang disebabkan oleh pelarut

atau auksokrom :

a. Pergesaran batokromik (red shift), yaitu pergeseran ke arah panjang gelombang

yang lebih panjang atau ke arah frekuensi rendah.

b. Pergeseran hipokromik (blue shift), yaitu pergeseran ke arah panjang

gelombang yang lebih pendek atau ke arah frekuensi tinggi.

c. Efek hiperkromik, yaitu efek yang menyebabkan kenaikan intensitas.

d. Efek hipokromik, yaitu efek yang menyebabkan penurunan intensitas.

Apabila suatu cahaya monokromatis atau bukan monokromatis jatuh pada

medium homogen, maka sebagian dari cahaya ini akan dipantulkan, sebagian akan

diabsorbsi dan sisanya akan diteruskan, sehingga dalam hal ini dapat dinyatakan

sebagai berikut :

Io = Ir + Ia + It

Dimana :

Io = intensitas cahaya yang datang

Ir = intensitas cahaya yang dipantulkan

Ia = intensitas cahaya yang diserap

(51)

31

Pengaruh Ir dapat dihilangkan dengan menggunakan blanko/kontrol, sehingga :

Io = Ia + It

Dua hukum empiris telah merumuskan tentang intensitas serapan. Hukum

Lambert telah menyatakan bahwa fraksi penyerapan sinar tidak bergantung dari

intensitas sumber cahaya. Hukum Beer mengatakan bahwa penyerapan sebanding

dengan jumlah molekul yang menyerap (Sudjadi, 1983).

K. Pengaruh Pelarut terhadap Spektrum UV

1. Pengaruh Kepolaran Pelarut

Gambar 9. Pengaruh Kepolaran Pelarut (Rivai, 2013).

Pelarut polar (air, alkohol, ester dan keton) cenderung menekan struktur halus

(52)

32

lebih mendekati spektrum senyawa dalam bentuk uap (uap). Beberapa kromofor

aromatik menunjukkan struktur halus vibrasi dalam pelarut non-polar, sedangkan

dalam pelarut yang lebih polar struktur halus ini tidak ada karena efek interaksi

zat terlarut-pelarut (Rivai, 2013).

2. Pengaruh Jenis dan Kemurnian Pelarut

Tabel 4. Pengaruh jenis dan kemurnian pelarut (Rivai, 2013).

Solvent Wavelength (nm)

Water (distilled) or dilute inorganic acid 190 Acetonitrile (HPLC, far-UV grade) 200

Acetonitrile 210

Butyl alcohol 210

Cyclohexane 210

Ethanol (96% v/v) 210

Heptane 210

Hexane 210

Isopropyl alcohol 210

Methanol 210

Ether 220

Sodium hydroxide (0,2 mol/L 225

Ethylene dichloride 230

Methylene chloride 235

Chloroform (stabilised with ethanol) 245

Carbon tetrachloride 265

N,N-Dimethylformamide 270

Benzene 280

Pyridine 305

Acetone 330

Pelarut tidak boleh mengabsorpsi cahaya pada daerah panjang gelombang yang

digunakan untuk pengukuran sampel. Setiap pelarut mempunyai batas panjang

gelombang transparan (transmitan sekitar 10%) dan batas ini bervariasi dengan

kemurnian pelarut. Pelarut tidak boleh digunakan di bawah batas panjang

(53)

33

Gambar 10. Spektrum Serapan Beberapa Pelarut (Rivai, 2013).

Spektrum serapan beberapa pelarut: A = Asetonitril (far-UV grade) B = Metil t-butil eter (HPLC grade) C = Asetonitril (HPLC grade) D = 1-klorobutana (HPLC grade) E = Metilen klorida (HPLC grade) F = Asam asetat (AR grade) G = Etil asetat (HPLC grade) H = Aseton (HPLC grade) I = Heksana (HPLC grade) J = Iso-oktana (HPLC grade) K = Metanol (HPLC grade) L = Tetrahidrofuran (HPLC grade) M = Kloroform (HPLC grade)

N = Dietilamina (AR grade) (Rivai, 2013).

L. Bagian-bagian Spektrofotometer UV-Vis

1. Sumber Cahaya

Sumber cahaya pada spektrofotometer harus memiliki panacaran radiasi yang

stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber cahaya pada spektrofotometer UV-Vis ada

(54)

34

a. Lampu Tungsten (Wolfram)

Lampu tungsten-halogen, noise rendah, intensitasnya pada daerah UV dan

daerah tampak baik, serta waktu paruhnya mencapai 10.000 jam. Alternatif

lainnya adalah lampu xenon, namun memiliki noise tinggi (Owen, 2000).

Gambar 11. Lampu Tungsten ( Wolfram) (Owen, 2000).

b. Lampu Deuterium

Gambar 12. Lampu Deuterium (Owen, 2000).

Lampu deuterium, noise rendah , intensitasnya pada daerah UV baik dan

sangat mendukung pada daerah tampak, namun intensitasnya akan terus

(55)

35

2. Monokromator

Perangkat dispersi menyebabkan panjang gelombang cahaya yang berbeda yang

akan tersebar di berbagai sudut. Ketika dikombinasikan dengan celah keluar yang

tepat, perangkat ini dapat digunakan untuk memilih panjang gelombang tertentu

(atau, lebih tepatnya, sebuah gelombang sempit) cahaya dari sumber yang

berkelanjutan. Dua jenis perangkat dispersi, prisma dan kisi-kisi hologram, yang

umum digunakan dalam Spektrofotometer Ultraungu-Tampak.

Gambar 13. Perangkat Dispersi (Owen, 2000).

Perangkat pertama adalah prisma, yang prinsipnya dapat menghasilkan

berbagai warna, perangkat ini sederhana dan tidak mahal, tetapi hasil

dispersinya menyiku tidak lurus, selain itu sudut dispersinya sensitif terhadap

suhu.Perangkat holographic gratings, perangkat ini lebih modern dan dibuat

(56)

36

menyebabkan panjang gelombang cahaya terdispersi. Adanya lapisan

aluminium bertujuan untuk membentuk refleksi sumber, sudut dispersinya

lurus dan tidak mudah dipengaruhi suhu. Suatu monokromator terdiri dari celah

masuk, perangkat pendispersi, dan celah keluar. Pada umumnya, keluaran dari

monokromator adalah cahaya monokromatis, namun secara praktik

keluarannya selalu berupa pita yang memiliki bentuk simetris (Owen, 2000).

3. Wadah Sampel (Kuvet)

Kuvet merupakan wadah yang digunakan untuk menaruh sampel yang akan

dianalisis. Pada spektrofotometer double beam, terdapat dua tempat kuvet. Satu

kuvet digunakan sebagai tempat untuk menaruh sampel, sementara kuvet lain

digunakan untuk menaruh blanko. Sementara pada spektrofotometer single beam,

hanya terdapat satu kuvet.

Kuvet yang baik harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :

a. Permukaannya harus sejajar secara optis

b. Tidak berwarna sehingga semua cahaya dapat ditransmisikan

c. Tidak ikut bereaksi terhadap bahan-bahan kimia

d. Tidak rapuh

e. Bentuknya sederhana

Terdapat berbagai jenis dan bentuk kuvet pada spektrofotometer. Umumnya pada

pengukuran di daerah UV, digunakan kuvet yang terbuat dari bahan kuarsa atau

plexiglass. Kuvet kaca tidak dapat mengabsorbsi sinar uv, sehingga tidak

(57)

37

dipilih berdasarkan daerah panjang gelombang yang digunakan. Gunanya agar

dapat melewatkan daerah panjang gelombang yang digunakan. Berikut jenis kuvet

dan pembentukannya :

• UV : fused silika, kuarsa

• Visible : gelas biasa, silika atau plastik

• IR : KBr, NaCl, IRTRAN atau kristal dari senyawa ion

Tabel 5. Bahan Kuvet Sesuai Panjang Gelombang (Owen,2000).

Bahan Panjang gelombang

Silika 150-3000

Gelas 375-2000

Plastik 380-800

4. Detektor

Detektor mengkonversi sinyal cahaya menjadi sinyal listrik, dengan noise rendah

dan sentivitas tinggi. Spektrofotometer pada umumnya memiliki detektor tabung

photomultiplier atau detektor fotodioda. Tabung photomultiplier

mengkombinasikan pengkonversi sinyal dengan beberapa tahapan amplifikasi di

dalam badan tabung, material katoda dapat mengukur sensitifitas spektra, detektor

ini memiliki sensitifitas yang baik diseluruh daerah UV-Vis, sensitifitasnya yang

tinggi dapat menjangkau konsentrasi yang rendah, sehingga hasilnya memiliki

(58)

38

5. Peralatan Optik

Lensa ataupun cermin cekung digunakan untuk meneruskan dan memfokuskan

cahaya disepanjang instrumen, lensa sederhana tidak mahal, namun dekat dari

simpangan kromatis, dan cahaya dari panjang gelombang berbeda tidak terfokus.

Lensa akromatis menggabungkan berbagai lensa dengan kaca berbeda dengan

indeks bias berbeda, lebih luas terlepas dari simpangan kromatis, namun harganya

relatif tinggi. Pembuatan cermin cekung tidak terlalu mahal dibandingkan lensa

akromatis, dan secara sempurna melepas simpangan kromatis. Kebanyakan

spektrofotometer didesain dengan jumlah permukaan optis minimum (Owen,

2000).

M. Jenis Instrumen Spektrofotometer

Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer, yaitu single-beam

dan double-beam.

1. Single-beam Instrument

Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan mengukur

absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam instrument mempunyai

beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan mengurangi biaya

yang ada merupakan keuntungan yang nyata. Beberapa instrumen menghasilkan

single-beam instrument untuk pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak.

Panjang gelombang paling rendah adalah 190 sampai 210 nm dan paling tinggi

(59)

39

Ganbar 14. Spektrofotometer Single Beam (Owen, 2000).

2. Double-beam Instrument

Gambar 15. Spektrofotometer Double Beam (Owen, 2000).

Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai 750

nm. Double-beaminstrument dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh

(60)

40

melewati larutan blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel,

mencocokkan foto detektor yang keluar menjelaskan perbandingan yang

ditetapkan secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat pembaca (Skoog, 1996).

N. Aplikasi Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Spektrofotometri UV-Vis

Spektra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat

digunakan untuk analisis kuantitatif.

1. Analisa Kualitatif

Data spektra UV-Vis bila digunakan secara tersendiri, tidak dapat digunakan

untuk identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi, bila digabung

dengan cara lain seperti spektroskopi infra merah, resonansi magnet inti, dan

spektroskopi massa, maka dapat digunakan untuk maksud analisis kualitatif suatu

senyawa tersebut.

2. Aspek Kuantitatif

Suatu berkas radiasi dikenakan pada larutan sampel (cuplikan) dan intensitas sinar

radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya

sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang per

detik.

Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi

yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya

perubahan tenaga. Jika sinar monokromatik dilewatkan melalui suatu lapisan

(61)

41

lapisan larutan tersebut berbanding langsung dengan intensitas radiasi (I),

konsentrasi spesies yang menyerap (c), dan dengan ketebalan lapisan larutan

(db). Secara matematis, pernyataan ini dapat dituliskan :

-dI = kIcdb

bila diintergralkan maka diperoleh persamaan ini : I = I0 e-kbc

dan bila persamaan di atas diubah menjadi logaritma basis 10, maka akan

diperoleh persamaan :

I = I0 10-kbc

dimana : k/2,303 = a , maka persamaan di atas dapat diubah menjadi persamaan :

Log = abc atau A = abc (Hukum Lambert-Beer)

dimana :

A= Absorbansi

a= absorptivitas

b = tebal kuvet (cm)

c = konsentrasi

Bila Absorbansi (A) dihubungkan dengan Transmittan (T) = maka dapat

diperoleh A=log .

Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada

konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.

Tetapi tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang

(62)

42

Pada Hukum Lambert-Beer, terdapat beberapa batasan, antara lain :

1. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis

2. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas yang

sama

3. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang

lain dalam larutan

4. Tidak terjadi peristiwa flouresensi atau fosforisensi

5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.

Salah satu hal yang penting juga diingat adalah untuk menganalisis secara

spektrofotometri UV-Vis diperlukan panjang gelombang maksimal. Adapun

beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal,

yaitu :

1. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada

panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap

konsentrasi adalah yang paling besar

2. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan

pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi

3. Jika dilakukan pengukuran ulang, maka kesalahan yang disebabkan oleh

pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan

Gambar

Gambar
Tabel 1. Tabel keterangan unsur logam kobalt (Rahman, 2006).
Gambar 1.  Struktur Kompleks Kobal dengan Benzyl-2,4-dinitrophenylhydrazone        yang Bergeometri Oktahedral (Raman, et al., 2004)
Gambar 3: Struktur senyawa kompeks Co(asetilasetonato) 2H2O (Saria, 2012).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data mengenai penentuan panjang gelombang maksimum (λ), absorbansi (A) kalibrasi dan absorbansi (A) dari penambahan ion Al 3+ dari senyawa kompleks

Beberapa optimasi yang akan dilakukan pada penelitian ini meliputi optimasi panjang gelombang ion logam Cu(II), optimasi panjang gelombang asam tanat, optimasi variasi pH dan

Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan kompleks [Fe(fenantrolin) 3 ] 3+ pada panjang gelombang maksimum yang telah diketahui sebelumnya

Penentuan kondisi optimum dilakukan untuk menentukan kondisi dimana asam tartrat, volume natrium sulfida dan waktu kestabilan larutan memiliki absorbansi maksimum pada panjang

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menentukan panjang gelombang maksimum, pH optimum, konsentrasi ion Cd(II) yang berpengaruh

Zainuddin, M., 1999, “Pengaruh Selisih Panjang Gelombang Maksimum Antar Komponen Terhadap Akurasi Kuantitatif Campuran Bikomponen secara Spektrofotometri

Penentuan panjang gelombang maksimum dari kompleks Fe(II)-fenantrolin merupakan pengukuran awal yang dilakukan dalam penelitian ini, Panjang gelombang maksimum

Pengaruh ion-ion pengganggu dengan membuat larutan Mo(II), Ca(II), dan Ni(II) 0-10 ppm yang masing-masing ditambahkan dengan kompleks ion logam Cr(III)-asam tanat dengan konsentrasi