• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN HERBISIDA PARAQUAT DIKLORIDA PER-ORAL TERHADAP PEMBENGKAKAN HEPATOSIT DAN KONGESTI SINUSOID HATI PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN HERBISIDA PARAQUAT DIKLORIDA PER-ORAL TERHADAP PEMBENGKAKAN HEPATOSIT DAN KONGESTI SINUSOID HATI PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

EFFECT OF ORAL HERBICIDE PARAQUAT DICHLORIDE TO HEPATOCYTE SWELLING AND SINUSOIDAL CONGESTION IN LIVER OF MALE RATS (Rattus norvegicus) Sprague dawley STRAIN

By

YOLANDA FRATIWI

The use of herbicide paraquat dichloride by farmers, is one of effort to increase the production in agricultural sector. Herbicide paraquat dichloride often used by farmers carelessly and there was caution ignorance. Herbicide cause much adverse effect to organs, especially in liver through oral. The purpose of this study is to determine the effect of oral herbicide paraquat dichloride to hepatocyte swelling and sinusoidal congestion in liver of male rats (Rattus novergicus) Sprague dawley strain.

In this experimental study, 25 male rats (Rattus novergicus) Sprague dawley strain are divided randomly into 5 group and treated for 2 days. K1 is group of controlled, K2, K3, K4, K5 are given herbicide paraquat dichloride 25 mg/kgBW, 50 mg/kgBW, 100 mg/kgBW, and 200 mg/kgBW.

The results showed that the average number of hepatocyte swelling and sinusoidal congestion in liver was increasing. In Kruskal Wallis test and Post Hoc Mann Whitney test found significant difference p=0.000 (p<0.005). There are significant effect of oral paraquat dichloride to hepatocyte swelling and sinusoidal congestion in liver of male rats (Rattus novergicus) Sprague dawley strain.

(2)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN HERBISIDA PARAQUAT DIKLORIDA ORAL TERHADAP PEMBENGKAKAN HEPATOSIT DAN KONGESTI SINUSOID HATI PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

JANTAN GALUR Sprague dawley

Oleh

YOLANDA FRATIWI

Penggunaan herbisida paraquat diklorida oleh para petani sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan hasil produksi pada sektor pertanian. Herbisida paraquat diklorida sering digunakan secara sembarangan dan tidak memperhatikan label peringatan. Herbisida yang masuk ke dalam tubuh melalui oral dapat menyebabkan kerusakan berbagai organ, salah satunya adalah hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian herbisida paraquat diklorida per−oral terhadap pembengkakan hepatosit dan kongesti sinusoid hati.

Penelitian ini bersifat eksperimental dengan menggunakan 25 ekor tikus putih jantan galur Sprague dawley yang dibagi menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus yang diberi perlakuan selama 2 hari dengan dosis yang berbeda, yaitu K1 merupakan kelompok kontrol, K2, K3, K4, dan K5 diberi herbisida paraquat diklorida 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 200 mg/kgBB.

Hasil penelitian menunjukkan rerata skor pembengkakan hepatosit dan kongesti sinusoid mengalami peningkatan. Hasil uji Kruskal Wallis yang dilanjutkan uji Post Hoc Mann Whitney menunjukkan perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan p=0,000 (p<0,05). Pemberian herbisida paraquat diklorida per−oral dapat menyebabkan pembengkakan hepatosit dan kongesti sinusoid hati tikus.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Muara Enim, Sumatera Selatan pada tanggal 29 Juni 1993,

sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari Bapak Fatahullah dan Ibu Holyati.

Pendidikan penulis dimulai dari pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Pembina

Muara Enim diselesaikan pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di

SDN 20 Muara Enim pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP)

diselesaikan di SMP Negeri 1 Muara Enim pada tahun 2008, dan Sekolah

Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 1 Muara Enim pada tahun

2011.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNMPTN) Undangan. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif

pada organisasi Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina FK Unila sebagai Kardiak FSI

pada tahun 2011 dan anggota bidang Kaderisasi pada tahun 2012, Badan

Eksekutif Mahasiswa (BEM) FK Unila sebagai EA BEM pada tahun 2011 dan

Staff Ahli Dinas Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Organisasi (PSDMO)

pada tahun 2012, serta Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam dan Tanggap

(8)

pernah menjadi Asisten Dosen bidang Patologi Anatomi FK Unila periode 2013

(9)

“Dengan Nama ALLAH Yang Maha

Pengasih, Maha Penyayang”

(Q.S. Al-Fatihah: 1)

“Ingatlah, hanya dengan mengingat

ALLAH hati menjadi tentram” (Q.S.

Ar-

Ra’d: 28)

Persembahan sederhana teruntuk

Ibu, Bapak, Kakak, dan Adik

atas segala doa dan kasih sayang

yang terus menguatkan dalam LELAH

dan mengubahnya menjadi LILLAH,

(10)

Semoga Allah selalu melindungi dan

(11)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis haturkan kehadirat ALLAH

SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan.

Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Herbisida Paraquat Diklorida

Per−oral terhadap Pembengkakan Hepatosit dan Kongesti Sinusoid Hati pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague dawley” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas

Lampung;

2. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung;

3. dr. Indri Windari, Sp.PA., selaku Pembimbing Utama yang telah

meluangkan waktu diantara kesibukannya untuk tetap membantu dan

membimbing, sabar dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan, bersedia

membagi ilmunya, memberikan kritik, saran, serta nasihat yang sangat

(12)

4. dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA., selaku Pembimbing Kedua atas

kesediaannya untuk meluangkan waktu diantara kesibukannya untuk tetap

sabar memberikan bimbingan, saran, kritik, nasihat, serta motivasi yang

sangat tinggi untuk menyelesaikan skripsi tepat waktu;

5. dr. Susianti, M.Sc., selaku Dosen Penguji Utama. Terima kasih atas

bimbingan, waktu, ilmu, kritikan, dan saran yang telah diberikan;

6. dr. Diana Mayasari, dr. Risal Wintoko, dan dr. Oktadoni Saputra, M Med

Ed selaku Pembimbing Akademik sejak semester awal hingga akhir yang

telah memberikan bimbingan selama menjalani pendidikan di Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung;

7. dr. Tiwuk Susantiningsih, M.Biomed. dan dr. Maya Ganda Ratna yang

telah memberikan saran dan ilmu yang sangat membantu dalam proses

penyelesaian skripsi ini;

8. Ibunda tercinta Holyati, Am.Kep yang selalu mendoakan, membimbing,

menguatkan, dan memberikan kasih sayang yang tak terhingga serta tidak

pernah lupa mengingatkan untuk selalu mengingat Allah SWT. Semoga

Allah selalu melindungi dan menjadikan ladang pahala di akhirat kelak;

9. Bapak IPDA Fatahullah tercinta, yang selalu mendoakan, membimbing,

menguatkan, memberikan kasih sayang, dan menjadi motivator terbaik

yang telah mengajarkan untuk selalu bangkit setiap kali terjatuh. Semoga

Allah selalu melindungi dan menjadikan ladang pahala di akhirat kelak;

10.Kakak Juliandi Franata dan Adik tersayang Triyola Febriani, yang selalu

memberikan doa sepenuh hati, dukungan dan semangat untuk selalu

(13)

Selatan yang selalu memberikan doa dan dukungan;

11.Seluruh staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan kepada

penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai

cita-cita;

12.Seluruh Staf Tata Usaha, Akademik, pegawai, dan karyawan FK Unila

yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Mbak Luthfi dan Mbak Lisa

yang selalu membantu memudahkan jalan untuk bertemu dr. Muhartono,

M.Kes, Sp.PA. Terima kasih kepada Pak Makmun, Mbak Qori, Mbak Ida,

Mbak Yulis yang selalu memberi saran untuk segala proses pengurusan

kelengkapan surat, Mas Heri, Pak Iskandar, Pak Syahrudin, Mbak

Romiana, dan civitas akademik lainnya yang telah memberikan doa,

semangat, motivasi, dan nasihat selama pembelajaran di FK Unila;

13.Mas Bayu, yang sangat sabar mengajari, membantu, dan membimbing

mengenai prosedur selama proses penelitian dan penyusunan skripsi;

14.Teman-teman Tim Skripsi Paraquat, Diah Septia Liantari, I Gede Eka

Widayana, dan Wayan Ferly Aryana, terima kasih atas kerja sama, bantuan,

suka, duka, pengalaman merawat tikus-tikus penelitian, dan banyak hal

(14)

15.Terima kasih untuk drh. Aulia Andi M, M.Si, abang Alias Zulkipli, dan

Om Adi yang telah banyak membantu dalam proses transportasi

tikus-tikus penelitian;

16.Terima kasih yang tak terhingga kepada Diah Septia Liantari, Ferina Dwi

Marinda, Sakinah, dan Tiara Anggraini, untuk semua kebersamaan,

kerjasama, selalu mengingatkan dalam kebaikan, cerita, canda tawa, suka,

duka, diam, marah, dan semua hal lain yang tidak bisa digantikan;

17.Teman-teman CUPS, Bela Riski Dinanti, Desta Eko Indrawan, Diah Anis

Naomi, Diah Septia Liantari, Felicya Rosari, Ferina Dwi Marinda, I Gede

Eka Widayana, Pradila Desty Sari, Putu Filla, Rifka Humaida, Ririn

Rahayu, Rizky Bayu Ajie, Robby Pardiansyah, Rr Agatha Rhana, Sakinah,

dan Wayan Ferly Aryana, terima kasih untuk semua cerita, canda, tawa,

marah, diam, perhatian, melakukan perjalanan, bantuan, nasihat, semangat,

dan semua pelajaran berharga yang tidak akan terlupakan;

18.Teman-teman propti kelompok 2, Ferina Dwi Marinda, Sakinah, Nur Ayu

Virginia, Asih Sulistiyani, Dessy Eva, Putri Fitriana, Zuryati Toiyiba,

Magista Vivi Annisa, Mba Nurul, Robby Pardiansyah, Wayan Ferly

Aryana, Gilang Yoghi Pratama, dan I Gede Eka Widayana, terima kasih

untuk semua awal perjalanan dan perjuangan yang sangat berkesan;

19.Sahabat−sahabat Trinanos, Uni Syefni Jumnaria, Nindia Dinanti, Tria

Yolanda Ariska, Sartika Apriyani, Tia Ambaranti, Reza Dina Astuti, dan

Nadia Laora Ariska, terima kasih sudah menemani dari kecil hingga

(15)

20.Sahabat-sahabat Sawit Yowit, Bela Riski Dinanti, Emilia Dwi Sepdaleni,

Giani, Heny Puspita Sari, Mentari Indah Sari, Mutia Milidiah, Norinda

Kasuarina, Priske Pramadima Putri, Putri Mayang Sari, Susan Afrina, dan

Zara Alviometha Putri, terima kasih untuk semua canda, tawa, cerita, suka,

duka, kasih sayang, kebersamaan dan saling mendoakan disetiap keadaan;

21.Teman-teman KKN Tematik Unila 2014, Yuli Widayati, Yoan Martian

Sari, Yunita Dwi Setia Winarni, Yuniawati Eka Putri, Yuni Septi, Zuliani,

Priangga Tri Atmaja, dan Yudi Apriansyah, terima kasih untuk semua

cerita, kesederhanaan, kebersamaan, dan pengalaman luar biasa selama 40

hari bersama di Pesisir Barat serta untuk semua dukungan dan doa yang

telah diberikan;

22.Keluarga Patologi Anatomi FK Unila, dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA., dr.

Indri Windarti, Sp.PA., dr. Heru Sigit, Mas Bayu, dan teman-teman

Asisten Dosen PA, Diah Septia Liantari, Fadia Nadila, I Gede Eka

Widayana, Muflikha Sofiana, Rizky Bayu Ajie, Tiara Anggraini, dan

Yuda Ayu Kusuwa. Terima kasih atas kerja sama, keceriaan, motivasi, dan

ilmunya;

23.Teman sejawat Fakultas Kedokteran Universitas Lampung angkatan 2011,

Ara, Adit, Ane, Dila, Rozi, Aulia, Fatwa, Purin, Likha, Jeanna, Caca,

Ratih, Tanti, Nurul, Rama, Felis, Filla, Gede, Vandy, Sugma, Novita, Lian,

Stevan, Pau, Robby, Angga, Wayan, Lala, Tryvanie, Fadil, Olin, Belda,

(16)

Gita, Gita Dewita, Danar, Gulbud, Ferina, Giok, Belinda, Marizka, Hein,

Jaya, Anwar, Fitri, Asih, Azatu, Diah, Nor, Diano, Syafiq, Neola, Cici,

Andina, Ayu Aprilia, Ayu Lestari, Melly, Kartika, Mirdes, Ika, Dika, Imay,

Nayuv, Okta, Bian, Anya, Fabella, Erot, Karimah, Niluh, Ani, Tegar,

Bulan, Naomi, Lina, Dea, Ario, Resty, Berta, Pufit, Yuda, Agung, Fariz,

Fini, Lita, Gilang, Sakinah, Bono, Rifka, Tata, Aryati, Ririn, Ega, Zuy,

Restyana, Tiwi Aminah, Taufiq, Baji, Raissa, Tagor, Gista, Fira, Desta,

Mahe, Yusi, Vivi, Budiman, Satria, Yudo, Mirna, Rizqun, Dessy, Tiwi,

Nyimas, Jihan, dan Mardi. Terima kasih atas segala suka duka, motivasi,

keriuhan, dan kebersamaan yang terjalin selama 3,5 tahun ini;

24.Keluarga besar FSI IBNU SINA, BEM, dan PMPATD PAKIS RESCUE

TEAM FK UNILA periode 2011−2014, terima kasih untuk semua ilmu

dan pengalaman luar biasa dalam setiap kegiatannya;

25.Terima kasih kepada ibu, bapak, dan teman-teman Kost Arbenta yang

telah memberikan banyak bantuan selama merantau di Bandar Lampung;

26.Teman-teman alumni SMAN 1 Muara Enim, Wira, Agus, Hendy, Kris,

Elrizky, Mbak Lupi, Lis Anreni, Anita, Zahara, Haini, dan teman-teman

alumni tembesu lainnya yang telah memberikan doa dan dukungan;

27.Kakak-kakak dan adik-adik tingkat angkatan 2002−2014 (Kak Nora, Kak

Shinta, Mbak Nyimas, Mbak Nida, Mbak Meta, Desti, Zahra Zettira, Dani

Kartika, Devita, Dara, Natasyah, Wulan, Triola, dan adik-adik angkatan

2012−2014 lainnya) yang sudah memberikan semangat kebersamaan

(17)

Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis

(18)

DAFTAR ISI

A.Herbisida Paraquat Diklorida... 1. Deskripsi Herbisida Paraquat Diklorida... 2. Kandungan Herbisida Paraquat Diklorida... 3. Mekanisme Toksisitas Herbisida Paraquat Diklorida………..

(19)

B.Hati…………...

1. Anatomi Hati ...

2. Histologi Hati ...

3. Fisiologi Hati ...

4. Histopatologi Hati ...

C.Radikal Bebas dan Stres Oksidatif...

1. Radikal Bebas…...

2. Stres Oksidatif...

D.Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague dawley... 1. Klasifikasi Tikus Putih...

2. Jenis Tikus Putih...

3. Biologi Tikus Putih ...

III. METODE PENELITIAN ...

A.Desain Penelitian ...

B.Tempat dan Waktu ...

C.Populasi dan Sampel ...

D.Bahan dan Alat Penelitian ...

E. Prosedur Penelitian ...

F. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ...

(20)

V. KESIMPULAN DAN SARAN...

A.KESIMPULAN...

B.SARAN...

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

73

73

(21)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kelas Bahaya Herbisida Menurut WHO……….

2. Data biologi tikus putih (Rattus norvegicus) ... 3. Definisi operasional variabel ...

4. Skor pembengkakan hepatosit...

5. Skor kongesti sinusoid...

6. Analisis Shapiro-Wilk pembengkakan hepatosit... 7. Analisis Shapiro-Wilk kongesti sinusoid... 8. Analisis Uji Mann Whitney pembengkakan hepatosit ... 9. Analisis Uji Mann Whitney kongesti sinusoid...

14

33

50

60

62

64

64

65

(22)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori………...

2. Kerangka Konsep ...

3. Paraquat Diklorida...

4. Gambaran makroskopik hati manusia dilihat dari anterior...

5. Gambaran makroskopik hati manusia dilihat dari posterior...

6. Histologi hati normal………...

7. Gambaran mikroskopis hati manusia...

8. Reduksi oksigen………...

9. Diagram alur penelitian ...

10.Histopatologi hati tikus kelompok 1...

11.Histopatologi hati tikus kelompok 2...

12.Histopatologi hati tikus kelompok 3...

13.Histopatologi hati tikus kelompok 4...

14.Histopatologi hati tikus kelompok 5...

15.Grafik perbandingan rerata skor pembengkakan hepatosit...

16.Grafik perbandingan rerata skoring kongesti sinusoid ...

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3 :

:

:

Uji Statistik

Dokumentasi Kegiatan

(24)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Petani merupakan kelompok kerja terbesar di berbagai negara di dunia

termasuk di Indonesia. Walaupun terdapat kecenderungan yang semakin

menurun, angkatan kerja yang bekerja pada sektor pertanian masih berjumlah

sekitar 40% dari seluruh angkatan kerja. Banyak wilayah kabupaten di

Indonesia yang mengandalkan pertanian, termasuk perkebunan sebagai

sumber penghasilan utama daerah. Untuk meningkatkan hasil pertanian yang

optimal, dalam paket intensifikasi pertanian diterapkan berbagai teknologi,

salah satunya adalah dengan penggunan agrokimia. Penggunaan agrokimia

diperkenalkan secara besar-besaran menggantikan teknologi lama baik dalam

hal pengendalian hama maupun pemupukan tanaman. Salah satu pola

penggunaan agrokimia yang digunakan adalah pestisida (Prijanto, 2009).

Pestisida merupakan bahan kimia yang telah secara luas digunakan untuk

tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian dan

(25)

bidang kesehatan masyarakat. Di bidang pertanian, penggunaan pestisida

memungkinkan petani untuk meningkatkan produktivitas lahan pertaniannya

serta mampu melindungi petani dari kerugian pasca panen. Sedangkan di

bidang kesehatan masyarakat, penggunaan pestisida telah berhasil mengendalikan vektor−vektor penyakit menular tertentu, sehingga mampu

menurunkan prevalensi penyakit seperti malaria, schistosomiasis, filariasis, demam berdarah dengue, dan penyakit pes (Saftarina, 2011). Laporan

Organisasi Pangan Perserikatan Bangsa−Bangsa (PBB) menyatakan bahwa

lebih dari 70.000 pestisida beredar di seluruh dunia dan dipergunakan secara

aktif oleh para petani. Salah satu jenis pestisida yang mengalami peningkatan

dalam penggunaannya di dunia adalah herbisida yaitu dari 20% pada tahun

1960 menjadi 48% pada tahun 2005 (Zhang et al., 2011).

Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk

menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida ini dapat

mempengaruhi satu atau lebih proses-proses pertumbuhan seperti pada proses

pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis,

respirasi, metabolisme nitrogen, dan aktivitas enzim yang sangat diperlukan

tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Herbisida bersifat

racun terhadap gulma atau tumbuhan penganggu juga terhadap tanaman yang

dibudidayakan. Herbisida yang diaplikasikan dengan konsentrasi tinggi akan

mematikan seluruh bagian dan jenis tumbuhan. Pada dosis yang lebih rendah,

herbisida akan membunuh tumbuhan dan tidak merusak tumbuhan yang

(26)

Herbisida yang banyak digunakan pada bidang pertanian dan perkebunan

adalah jenis herbisida paraquat (1,1−dimethyl,4,4−bipyridylium) (Viaiudiana, 2013). Paraquat(1,1−dimethyl,4,4−bipyridylium) merupakan salah satu bahan aktif herbisida jenis gramoxone yang telah lama dan sampai saat ini paling banyak digunakan dalam budidaya tanaman di seluruh dunia, termasuk di

Indonesia. Dipicu oleh semakin langkanya tenaga kerja dan tersedianya

herbisida yang relatif mudah dan murah, peningkatan penggunaan pestisida di

Indonesia, khususnya herbisida, semakin terlihat nyata pada 20 tahun terakhir

(Sriyani & Salam, 2008). Tingginya intensitas aplikasi dan jumlah herbisida

yang diaplikasikan menimbulkan kekhawatiran yang cukup besar mengenai

bahaya pencemaran yang berasal dari residu herbisida yang tertinggal di

lingkungan, khususnya dalam tanah dan air. Residu herbisida dalam tanah dan

air dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia

(Sriyani & Salam, 2008).

Di negara berkembang, paraquat sering digunakan dengan sembarangan atau

tidak memperhatikan bahaya serta tidak memperhatikan label peringatan

sehingga dapat menyebabkan angka keterpaparan yang tinggi. Hanya dengan

sedikit sendok teh paraquat, maka dapat menyebabkan kematian. Kematian

dikarenakan kegagalan pernafasan, dan mungkin bisa dijumpai dalam

beberapa hari setelah keracunan bahkan sampai beberapa bulan kemudian.

Selain dapat menyebabkan kematian, paparan herbisida baik secara inhalasi

(27)

Data keracunan akibat herbisida di Amerika Serikat adalah 4,14% dari seluruh

kasus keracunan yang disebabkan oleh semua jenis pestisida. Sebanyak 0,78%

dari kasus keracunan herbisida tersebut berakibat fatal serta 27,7%

mengakibatkan korban menderita sakit. Keracunan herbisida tidak hanya

menjadi permasalahan di Amerika Serikat (Sembodo, 2010). Di negara

berkembang, keracunan herbisida merupakan permasalahan kesehatan

masyarakat dengan perkiraan sekitar 300.000 kematian di regio asia pasifik

sendiri. Sebagai contoh, di Sri Lanka ada sekitar 3−400 kasus keracunan

herbisida per 100.000 populasi setiap tahun. Paraquat merupakan agen

penyebab kematian utama di Sri Lanka dengan angka fatalitas yang tinggi

(>50%) (Ginting et al., 2012). Sedangkan data di Indonesia memperlihatkan sekitar 0,3% kasus keracunan disebabkan oleh paparan herbisida. Salah satu

jenis herbisida yang pernah dilaporkan menimbulkan keracunan pada manusia

adalah golongan paraquat (Sembodo, 2010).

Penggunaan paraquat dengan sembarangan dapat merusak berbagai macam organ diantaranya adalah jantung, ginjal, paru−paru, otot, limfa, kelenjar

suprarenal, susunan saraf pusat dan juga dapat merusak hati (Moon & Chun,

2011). Hati merupakan organ target primer dari toksisitas paraquat baik akut

maupun kronik khususnya yang masuk ke dalam tubuh secara ingesti. Hal ini

dikarenakan hati merupakan organ tubuh yang penting untuk mendetoksifikasi

zat kimia yang tidak berguna atau merugikan tubuh, termasuk herbisida

paraquat. Hati merupakan organ yang mempunyai kemampuan untuk

(28)

Proses terjadinya kerusakan pada organ hati sebagai organ yang

mendetoksifikasi zat kimia seperti herbisida paraquat, dapat terjadi akibat

toksisitas langsung atau melalui konversi zat kimia yang terkandung dalam

herbisida paraquatmenjadi toksin aktif oleh hati sehingga dapat menyebabkan

timbulnya beberapa kelainan pada hati seperti pembengkakan hepatosit,

kongesti sinusoid hati, fibrosis, sirosis, dan nekrosis (Malekinejad et al., 2013).

Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian herbisida paraquat diklorida per−oral terhadap

pembengkakan hepatosit dan kongesti sinusoid hati pada tikus putih jantan

galur Sprague dawley.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, dapat dirumuskan masalah

penelitian, yaitu:

1. Apakah terdapat pengaruh pemberian herbisida paraquat diklorida per−oral terhadap pembengkakan hepatosit pada tikus putih jantan galur

Sprague dawley?

2. Apakah terdapat pengaruh pemberian herbisida paraquat diklorida per−oral terhadap kongesti sinusoid hati pada tikus putih jantan galur

(29)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian herbisida paraquat diklorida per−oral terhadap pembengkakan hepatosit pada tikus putih jantan galur

Sprague dawley.

2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian herbisida paraquat diklorida per−oral terhadap kongesti sinusoid hati pada tikus putih jantan galur

Sprague dawley.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis:

Penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan Ilmu Patologi Anatomi

dan Agromedicine khususnya di bidang Toksikologi.

Manfaat Praktis:

1. Bagi penulis

Penelitian ini dapat mengembangkan ide dan menambah pengetahuan

mengenai pengaruh pemberian herbisida paraquat dikloridaper−oral.

2. Bagi penulis lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian

yang lebih lanjut yang berhubungan dengan pengaruh pemberian herbisida

(30)

3. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai

kandungan herbisida paraquat diklorida serta bahayanya bagi kesehatan

dan organ tubuh.

4. Bagi pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai

pengaruh pemberian herbisida paraquat dikloridaper−oral, sehingga dapat

menjadi perhatian terutama dalam pengendalian masyarakat khususnya

para petani terhadap penggunaan herbisida paraquat diklorida.

E. Kerangka Teori

Paraquat merupakan herbisida yang paling umum digunakan dari golongan

bipyridylium. Golongan ini memiliki komposisi kimia C12H14N2. Menurut WHO'sClassification of Pesticides by Hazard, bahan aktif paraquat termasuk golongan II (moderately hazardous) dimana absorbsi paraquat mempunyai efek serius dalam jangka panjang, dengan dosis rendah paraquat relatif

berbahaya dan fatal jika termakan.Paraquat (1,1−dimethyl,4,4'−bipyridylium), sangat cepat diabsorbsi melalui usus setelah tertelan. Absorpsi setelah intake oral sekitar 10% (Ginting et al., 2012).

Paraquat dapat menyebabkan induksi toksisitas dalam tubuh dikarenakan

kemampuannya untuk mempengaruhi siklus redoks dan membentuk ROS. Di

(31)

NADPH−Cytochrome p450 reductase, Xantin oksidase, NADH, ubiquinone oxidoreductase, dan nitric oxide synthase. Metabolisme paraquat melalui sistem enzim ini menyebabkan terbentuknya PQ+ di dalam sel. Kemudian PQ+

secara cepat di reoksidasi menjadi PQ2+ dan proses ini mencetuskan

terbentuknya O2-. Atom O2 bertindak sebagai reseptor elektron dan NADP

bertindak sebagai donor elektron pada reaksi ini. Reaksi ini lebih jauh

membentuk HO. Kombinasi antara NO dengan O2 membentuk ONOO- yang

merupakan oksidan yang sangat kuat. Nitrite Oxide secara enzimatis diproduksi dari L−arginine oleh NO synthase, dan paraquat juga secara langsung atau tidak langsung menginduksi NO synthase yang memediasi produksi nitrite oxide. Oksigen reaktif dan nitrit yang terbentuk akan menyebabkan toksisitas pada kebanyakan organ. Paraquat merupakan bahan

reduksi alternatif dan reoksidasi berulang akan menyebabkan terbentuknya

oksigen free radicals, seperti superoxide, hidrogen peroksida, dan hidroksil radikal, yang menyebabkan kerusakan oksidatif pada lemak, protein, dan

DNA (Indika & Buckley, 2011).

Paraquat juga meningkatkan permeabilitas membran mitokondria bagian

dalam dikarenakan lipid peroksida, sehingga menyebabkan depolarisasi

membran, dan pembengkakan matriks mitokondria, khusunya pada hati yang

memiliki peran sebagai detoksifikasi paraquat yang masuk ke dalam tubuh

(Indika & Buckley, 2011). Selain pada hati, pemberian herbisida paraquat diklorida per−oral juga berpengaruh ke organ-organ lain seperti esofagus,

(32)

Kerangka teori pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Teori Mekanisme Terjadinya Pembengkakan Hepatosit dan Kongesti Sinusoid Hati yang disebabkan oleh Pemberian Herbisida Paraquat Diklorida Per−oral.

Herbisida paraquat dikorida

Paraquat mono-cation radical (PQ+)

Didalam saluran pencernaan, paraquat dikloridaimetabolisme oleh enzim

NADPH-Cytochrome p450 reductase, Xantin oksidase, NADH, ubiquinone oxidoreductase, dan nitric oxide synthase.

Masuk melalui oral

Radikal Bebas (Reactive Oxygen Species)

Superoxide, hidrogen peroksida, dan hidroksil radikal Stres Oksidatif

Bergabung dengan darah di arteri mesenterica superior kemudian masuk ke vena porta dan

masuk ke hati

Di dalam sel hati, Paraquat mono-cation radical

(PQ+) direoksidasi menjadi PQ2+

Masuk ke usuh halus, menyebabkan ulserasi pada usus halus

Paraquat mono-cation radical (PQ+) diserap oleh vili-vili di usus halus, masuk ke

(33)

F. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Konsep Pengaruh Pemberian Herbisida Paraquat Diklorida Per−oral terhadap Pembengkakan Hepatosit dan Konesti Sinusoid Hati Tikus Putih Jantan Galur Sprague dawley.

(34)

G. Hipotesis

1. Terdapat pengaruh pemberian herbisida paraquat diklorida per−oral

terhadap pembengkakan hepatosit pada tikus putih jantan galur Sprague dawley.

2. Terdapat pengaruh pemberian herbisida paraquat diklorida per−oral

(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Herbisida Paraquat Diklorida

1. Deskripsi Herbisida Paraquat Diklorida

Paraquat (1,1−dimethyl,4,4−bipyridylium) merupakan suatu herbisida golongan bipyridylium. Herbisida yang termasuk dalam golongan ini umumnya merupakan herbisida pasca tumbuh, tidak aktif apabila

diaplikasikan lewat tanah dan bersifat tidak selektif. Herbisida paraquat

diklorida memiliki efek toksisitas terhadap organisme eukariotik (Suntres,

2002).

Karakteristik dari paraquat adalah tidak dapat diserap oleh bagian

tanaman yang tidak hijau seperti batang dan akar serta tidak aktif di

tanah. Ketidakaktifan tersebut disebabkan adanya reaksi antara dua

muatan ion positif pada paraquat dan ion negatif mineral tanah sehingga

molekul positif paraquat terabsorbsi kuat dengan lapisan tanah dan tidak

aktif lagi. Penetrasi paraquat terjadi melalui daun. Aplikasi paraquat

(36)

akan menghasilkan hidrogen peroksida yang merusak membran sel.

Cara kerja paraquat yaitu menghambat proses dalam fotosistem I, yaitu

mengikat elektron bebas hasil fotosistem dan mengubahnya menjadi

elektron radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk akan diikat oleh

oksigen membentuk superoksida yang bersifat sangat aktif. Superoksida

tersebut mudah bereaksi dengan komponen asam lemak tak jenuh dari

membran sel, sehingga akan menyebabkan rusaknya membran sel dan

jaringan tanaman (Pusat Informasi Paraquat, 2006).

2. Kandungan Herbisida Paraquat Diklorida

Paraquat merupakan herbisida yang paling umum digunakan dari

golongan bipyridylium. Komposisi kimia dari paraquat adalah C12H14N2. Angka kematian akibat toksisitas dari paraquat sangat tinggi dikarenakan

toksisitasnya secara langsung dan belum adanya pengobatan yang efektif

(Indika & Buckley, 2011). Struktur kimia paraquat dikloridatersaji pada

gambar 3.

(37)

Daya toksisitas dari kandungan herbisida biasanya ditunjukkan oleh

angka toksisitas akut hasil uji laboratorium dengan hewan percobaan

(umumnya menggunakan tikus). Studi toksisitas akut pada hewan

menghasiklan LD50. Berdasarkan nilai LD50 WHO menyusun kelas

bahaya suatu herbisida seperti tercantum pada tabel 1.

Tabel 1. Kelas Bahaya Herbisida Menurut WHO

Kelas

LD50 akut (tikus) formulasi (mg/kg)

Oral Dermal

Menurut WHO's Classification of Pesticides by Hazard, bahan aktif paraquat termasuk golongan II (moderately hazardous) dimana absorbsi paraquat mempunyai efek serius dalam jangka panjang, dengan dosis

rendah paraquat relatif berbahaya dan fatal jika termakan atau mengenai

kulit secara langsung. Selain itu herbisida paraquat dapat mempengaruhi

kesehatan manusia lewat tanah dan air yang tercemar sehingga produk

makanan manusia maupun hewan ikut tercemar herbisida paraquat

(38)

3. Mekanisme Toksisitas Herbisida Paraquat Diklorida

Paraquat (1,1−dimethyl,4,4−bipyridylium), sangat cepat diabsorbsi dengan inhalasi dan melalui usus setelah tertelan. Absorbsi setelah intake oral sekitar 10%. Tempat absorbsi utama dari paraquat adalah di usus

halus, sedangkan penyerapan melalui lambung sangatlah sedikit.

Walaupun absorpsi hanya 10%, sifat korosif dari paraquat akan

menyebabkan erosi dari mukosa saluran cerna, sehingga paraquat akan

semakin banyak diabsorbsi hingga 90%. Hanya sekitar 10−30% paraquat

yang tidak diabsorbsi. Sistem absorpsinya menggunakan carrier-mediated transport system pada brush border membrane (Ginting et al., 2012).

Paraquat dapat menyebabkan induksi toksisitas dalam tubuh dikarenakan

kemampuannya untuk mempengaruhi siklus redoks dan membentuk

Reactive Oxygen species (ROS). Di dalam tubuh, paraquat dimetabolisme oleh beberapa sistem enzim seperti Nikotinamide adenine dinukleotide phosphate oxidase (NADPH)−Cytochrome p450 reductase, Xantin oksidase, Nikotinamide adenosin dinukleotide hidrogen (NADH), ubiquinone oxidoreductase, dan nitrite oxide synthase. Metabolisme paraquat melalui system enzim ini menyebabkan terbentuknya paraquat

(39)

sebagai donor elektron pada reaksi ini. Reaksi ini lebih jauh membentuk

Hydroxyl free radical (HO). Nitrite Oxide (NO) kombinasi dengan O2 membentuk peroxinitrite (ONOO-) yang merupakan oksidan yang sangat kuat. Nitrite Oxide secara enzimatis diproduksi dari L−arginine oleh NO synthase, dan paraquat juga secara langsung atau tidak langsung menginduksi NO synthase yang memediasi produksi nitrite oxide. Oksigen reaktif dan nitrit yang terbentuk akan menyebabkan toksisitas

pada organ tubuh. Paraquat merupakan bahan reduksi alternatif dan

reoksidasi berulang akan menyebabkan terbentuknya oksigen free radicals, seperti superoxide, hidrogen peroksida, dan hidroksil radikal, yang menyebabkan kerusakan oksidatif pada lemak, protein, dan DNA

(Indika & Buckley, 2011).

Paraquat terbukti dapat menginduksi lipid peroksidase. Lipid peroksidase

menyebabkan gangguan fungsi sel membran dan dapat mencetuskan

apoptoptosis. Lipid peroksidase juga dianggap sebagai salah satu kunci

utama proses patofisiologi pertama kali pada intoksikasi paraquat.

Perubahan struktur dan fungsi sel lipid dan protein menyebabkan

hilangnya regulasi intra seluler oleh kalsium adenosin trifosfatase (Ca2+

ATPase). Hilangnya regulasi ini dapat menyebabkan kematian sel, sehingga menyebabkan kerusakan lokal dan disfungsi organ. Salah satu

organ primer yang dapat mengalami kerusakan dan kematian sel akibat

(40)

karena hati memegang peranan penting dalam proses metabolisme lemak

dan detoksifikasi paparan paraquat (Indika & Buckley, 2011).

Selain dapat menyebabkan kerusakan lokal dan disfungsi organ akibat

hilangnya regulasi intra seluler Ca2+, hasil metabolisme dari paraquat oleh

oleh berbagai enzim seperti NADPH akan menyebabkan terjadinya

toksisitas mitokondria. Toksisitas mitokondria disebabkan karena

berkurangnya kompleks NADH−ubiquinone oxidoreductase di mitokondria sehingga mencetuskan terbentuknya superoxide. Paraquat juga meningkatkan permeabilitas membran mitokondria bagian dalam

dikarenakan lipid peroksida sehingga menyebabkan depolarisasi

membran, dan pembengkakan matriks mitokondria, khususnya pada hati

yang memiliki peran sebagai detoksifikasi paraquat (Indika & Buckley,

2011).

Selain dapat menyebabkan kerusakan pada hati, resiko kontak langsung

dapat mengakibatkan keracunan akut yang ditandai dengan timbulnya

gejala seperti sakit kepala, mual, muntah, iritasi kulit, dan kebutaan, serta

dapat menimbulkan keracunan kronis. Pada keracunan kronis gejala dan

tanda yang timbul tidak selalu mudah dideteksi karena efeknya tidak

segera dirasakan dalam waktu yang relatif singkat, walaupun akhirnya

dapat menimbulkan gangguan kesehatan (Saftarina, 2011). Pemberian

(41)

lain seperti esofagus, lambung, usus halus, jantung, ginjal, otot, dan otak

(Dinis Oliveira, 2008).

B. Hati

1. Anatomi Hati

Hati adalah kelenjar paling besar dalam tubuh, dan setelah kulit,

merupakan satu-satunya organ yang paling besar. Berat organ hati adalah

sekitar 1500 gram dan mencakup 2,5% berat tubuh orang dewasa. Hati

terletak dalam kuadran kanan atas abdomen yang tersembunyi dan

terlindungi oleh tulang rangka toraks dan diafragma. Hati normal terletak

di sebelah d XI pada sisi kanan dan menyilang

garis tengah ke arah puting kiri. Hati mengisi hampir semua

hypochondrium kanan dan epigastrium. Hati memanjang ke dalam hypochondrium kiri, disebelah inferior diafragma, yang memisahkannya dari pleura, paru, pericardium, dan jantung (Moore et al., 2013).

Berdasarkan refleksi peritoneum dari permukaannya, fissura yang

terbentuk sehubungan dengan refleksinya, dan pembuluh yang melayani

hati dan vesica biliaris, hati dibagi menjadi dua lobus anatomis dan dua

lobus tambahan. Lobus anatomis terdiri dari lobus dekstra dan lobus

sinistra. Sedangkan lobus tambahan terdiri dari lobus quadrates dianterior

dan inferior serta lobus kaudatus di posterior dan superior, kedua lobus

(42)

Hati menerima darah dari dua sumber yaitu arteri hepatika propria (30%)

dan vena portae hepatis (70%). Arteri hepatika propria membawa darah

yang kaya akan oksigen dari aorta, dan vena portae hepatis mengantarkan

darah yang miskin oksigen dari saluran cerna. Darah yang berasal dari

arteri dan vena tersebut berjalan di antara sel-sel hati melalui sinusoid dan

dialirkan ke vena centralis. Vena centralis pada masing-masing lobulus

bermuara ke vena hepatika. Dalam ruangan antar lobulus-lobulus terdapat

kanalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatika, vena portae

hepatis, dan sebuah cabang ductus choledochus (Sloane, 2004).

Persarafan pada hati berasal dari plexus hepaticus, yang merupakan

derivat terbesar pada plexus coeliacus. Plexus hepaticus menyertai

cabang-cabang arteria hepatica dan vena porta ke hati. Plexus terdiri dari

serat simpatis dari plexus coeliacus dan serat parasimpastis dari truncus

(43)

Gambar 4. Makroskopis hati manusia dilihat dari anterior (Sumber: Putz & Pabst, 2007).

Gambar 5. Makroskopis hati manusia dilihat dari posterior (Sumber: Putz & Pabst, 2007).

2. Histologi Hati

Hati terdiri atas unit-unit heksagonal yaitu lobulus hepaticus. Di bagian

tengah setiap lobulus terdapat sebuah vena sentralis, yang dikelilingi

secara radial oleh lempeng sel hati (lamina hepatocytica), yaitu hepatosit,

dan sinusoid ke arah perifer. Pada manusia, dapat ditemukan tiga sampai

enam daerah porta setiap lobulus. Darah arteri dan darah vena dari daerah

porta perifer mula-mula bercampur di sinusoid hati saat mengalir ke arah

vena sentralis. Dari sini, darah masuk ke sirkulasi umum melalui vena

hepatika yang keluar dari hati dan masuk ke vena kava inferior

(Eroschenko, 2010).

Hepatosit pada lobus hati tersusun radier. Lempeng sel ini tersusun dari

(44)

struktur yang menyerupai labirin dan busa, celah diantara lempeng ini

mengandung kapiler, yaitu sinusoid hati. Kapiler sinusoid adalah

pembuluh lebar yang tak teratur, dan hanya terdiri atas lapisan tak utuh

dari sel endotel berfenestra (Junqueira et al., 2007). Sel-sel endotel pada hati dipisahkan dari hepatosit oleh suatu celah subendotel yang dikenal

sebagai celah disse yang mengandung mikrovili hepatosit, sel penyimpan

lemak (sel Ito) dan serat retikulin yang halus (Gartner & Hiatt, 2012).

Selain sel-sel endotel, sinusoid juga mengandung makrofag yang dikenal

sebagai sel Kupffer. Sel-sel ini ditemukan pada permukaan luminal

sel-sel endotel. Fungsi utamanya adalah memetabolisme eritrosit tua,

mencerna hemoglobin, mensekresi protein yang berhubungan dengan

proses imunologis dan menghancurkan bakteri yang berhasil masuk ke

darah portal melalui usus besar. Kebanyakan sel tersebut berada di daerah

periportal di lobulus hati, tempat berlangsungnya fagositosis yang sangat

(45)

Gambar 6. Histologi hati normal (Sumber: Junqueira et al., 2007). Hepatosit berbentuk polihedral, dengan enam atau lebih permukaan, dan

berdiameter 20−30 µm. Permukaan masing-masing hepatosit berkontak

dengan dinding sinusoid, melalui celah Disse, dan dengan permukaan

hepatosit lain. Di tempat dua hepatosit berkontak, terbentuk suatu celah

tubular di antara kedua sel yang disebut kanalikulus biliaris (Junqueira et al., 2007).

Hepatosit memiliki satu atau dua inti bulat dengan satu atau dua anak inti.

Sebagian intinya poliploid, yaitu mengandung perkalian genap dari

jumlah kromosom haploid. Hepatosit memiliki banyak retikulum

endoplasma, baik halus maupun kasar. Pada hepatosit retikulum

endoplasma kasar membentuk agregat yang tersebar dalam sitoplasma,

agregat ini sering kali disebut badan basofilik. Beberapa protein misalnya,

albumin darah, fibrinogen disintesis pada poliribosom di struktur ini.

Beberapa proses penting berlangsung di dalam retikulum endoplasma

halus, yang tersebar secara difus di dalam sitoplasma. Organel ini

bertanggung jawab atas proses oksidasi, metilasi, dan konjugasi yang

diperlukan untuk menonaktifkan atau mendetoksifikasi berbagai zat

sebelum diekskresi dari tubuh. Retikulum endoplasma halus merupakan

sistem labil yang segera bereaksi terhadap molekul yang diterima

(46)

Gambar 7. Gambaran mikroskopis hati normal. Perbesaran 30 kali (Sumber: Eroschenko, 2010).

3. Fisiologi Hati

Menurut Guyton dan Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yang

berkaitan dengan pencernaan, antara lain:

a. Metabolisme karbohidrat

Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan

glikogen dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa

menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa

kimia yang penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.

b. Metabolisme lemak

Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain

untuk mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi

tubuh yang lain, membentuk sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan

(47)

c. Metabolisme protein

Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino,

pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh,

pembentukan protein plasma, dan interkonversi beragam asam amino

dan membentuk senyawa lain dari asam amino.

Hati juga melakukan beberapa fungsi yang tidak berkaitan dengan

pencernaan, antara lain:

a. Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta

obat dan senyawa asing lain.

b. Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan untuk

pembekuan darah dan yang untuk mengangkut hormon steroid dan

tiroid serta kolesterol dalam darah.

c. Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.

d. Mengaktifkan vitamin D, yang dilakukan bersama dengan ginjal.

e. Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua, berkat adanya

makrofag residennya.

f. Mengekskresikan kolesterol dan bilirubin, bilirubin adalah produk

penguraian yang berasal dari destruksi sel darah merah tua

(Sherwood, 2011).

4. Histopatologi Hati

Dari sudut pandang patologi, hati adalah organ yang secara inheren

(48)

Respon awal terjadinya cedera yang disebabkan oleh gangguan aliran

darah pada organ hati ditandai dengan adanya kongesti. Kongesti

merupakan terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi akumulasi

darah dalam organ yang diakibatkan oleh adanya gangguan sirkulasi

pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang terbendung, terjadi

peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular yang merupakan tekanan

yang mendorong darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa

jantung. Peningkatan tekanan hidrostatik tersebut dapat menimbulkan

perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini

akan mengisi pada sela−sela jaringan ikat longgar dan rongga badan

sehingga dapat menyebabkan timbulnya pembengkakan dan penumpukan

sel−sel radang (Wulandari, 2006).

Kongesti yang terjadi pada hati dibedakan menjadi kongesti hepatik akut

dan kronis. Pada kongesti hepatik akut, vena sentralis dan sinusoid akan

menggelembung oleh darah bahkan dapat terjadi degenerasi hepatosit

sentral. Sedangkan pada kongesti hepatik pasif kronis, secara

mikroskopis dapat terlihat nekrosis sentrilobular disertai dengan

hilangnya hepatosit dan terjadi perdarahan (Kumar et al., 2007).

Berdasarkan sifatnya, respon umum hati terhadap cidera dapat

(49)

a. Jejas reversibel

1) Peradangan

Cedera hepatosit yang menyebabkan influks sel radang akut

atau kronis ke hati disebut hepatitis. Serangan terhadap hepatosit

hidup yang mengekspresikan antigen oleh sel T yang telah

tersensitisasi merupakan penyebab umum kerusakan hati.

Peradangan mungkin terbatas di saluran porta atau mungkin

meluas ke parenkim (Kumar et al., 2007).

2) Pembengkakan sel

Pembengkakan sel merupakan manifestasi klinis yang muncul

sebagai akibat ketidakmampuan sel dalam mepertahankan

homeostasis ionik dan cairan. Secara mikroskopiks,

pembengkakan sel ditandai dengan vakuola kecil, jernih di

dalam sitoplasma. Vakuola tersebut menggambarkan segmen

retikulum endoplasma yang berdistensi dan menekuk (Kumar et al., 2007).

3) Perlemakan

Terjadi pada jejas hipoksik dan berbagai bentuk jejas toksik atau

metabolik. Secara mikroskopis ditandai dengan adanya vakuola

lipid dalam sitoplasma. Dapat disebut dengan degenerasi lemak

(50)

b. Jejas Ireversibel

1) Nekrosis

Nekrosis merupakan kematian sel yang terjadi di lingkungan

cedera eksogen ireversibel. Nekrosis sel dapat terjadi langsung

atau dapat mengikuti degenerasi sel. Gambaran mikroskopis dari

nekrosis dapat berupa gambaran piknosis, karioreksis, dan

kariolisis (Chandrasoma & Taylor, 2005).

2) Fibrosis

Fibrosis merupakan akumulasi matriks ekstraseluler yang

merupakan respon dari cedera akut atau kronik pada hati. Pada

tahap awal, fibrosis terbentuk di dalam atau di sekitar saluran

porta atau vena sentralis atau mungkin mengendap langsung di

dalam sinusoid. Hal ini merupakan reaksi penyembuhan terhadap

cedera. Cedera pada hepatosit akan mengakibatkan pelepasan

sitokin dan faktor solubel lainnya oleh sel kupffer serta sel tipe lainnya yang akan mengaktivasi sel stelat yang akan mensintesis

sejumlah besar komponen matriks ekstraseluler (Kumar et al., 2007).

3) Sirosis

Berlanjutnya fibrosis dan cedera parenkim menyebabkan hati

terbagi–bagi menjadi nodus hepatosit yang mengalami regenerasi

(51)

C. Radikal Bebas dan Stres Oksidatif

1. Radikal Bebas

a. Definisi Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang tidak stabil dan

sangat reaktif karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak

berpasangan pada orbit terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom

atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul di

sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini akan

berlangsung terus menerus di dalam tubuh dan apabila tidak dihentikan

akan menimbulkan berbagai penyakit (Waji & Sugrani, 2009).

Radikal bebas yang diproduksi di dalam tubuh normal akan dinetralisir

oleh antioksidan yang ada di dalam tubuh. Bila kadar radikal bebas

terlalu tinggi maka kemampuan dari antioksidan endogen tidak

memadai untuk menetralisir radikal bebas sehingga terjadi keadaan

yang tidak seimbang antara radikal bebas dengan antioksidan

(Harjanto, 2004).

b. Definisi Reactive Oxygen Species (ROS)

Salah satu elemen kimia yang sering terlibat dalam pembentukan

radikal bebas adalah oksigen. Oksigen (O2) sangat penting bagi

kehidupan manusia namun juga dapat bersifat toksik. Atom O2 adalah

(52)

orbital yang berbeda. Kedua elektron ini tidak dapat melintasi orbital

yang sama karena memiliki putaran paralel, yakni berputar dengan

arah yang sama (Wu & Cederbaum, 2004).

Atom O2 mampu menerima 4 elektron, yang akan direduksi menjadi 2

molekul air. Ketika O2 menerima 1 elektron, superoksida terbentuk.

Superoksida masih menjadi radikal karena masih mempunyai 1

elektron yang tidak berpasangan. Ketika superoksida menerima 1

elektron, superoksida tereduksi menjadi hidrogen peroksida. Hidrogen

peroksida (H2O2) kemudian tereduksi menjadi radikal hidroksil.

Produk akhir dari proses ini adalah H2O. Berikut ini adalah gambar

proses terbentuknya H2O dari O2 (Smith et al., 2005).

O2 (oksigen) e

-O2- (superoksida) e-, 2H+

H2O2 (hidrogen peroksida) e-, H+

Radikal hidroksil (H2O + OH) e-, H+

H2O

(53)

Superoksida, peroksida, dan radikal hidroksil dikategorikan sebagai

Reactive Oxygen Species (ROS). Reactive Oxygen Species adalah senyawa yang mengandung O2, termasuk ke dalam radikal bebas yang

sangat reaktif, atau senyawa yang siap dikonversi menjadi radikal

bebas O2 dalam sel (Wu & Cederbaum, 2003). Reactive Oxygen Species dibutuhkan untuk menjalankan fungsi fisiologis tubuh, tetapi apabila berlebihan akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat

menimbulkan respons inflamasi yang berbeda manifestasinya pada

setiap individu (Fandika, 2013).

c. Pengaruh ROS terhadap Sel

Tiga reaksi yang berkaitan dengan jejas sel diperantarai ROS adalah

(Kumar et al., 2007):

1) Peroksidasi membran lipid

Ikatan ganda pada lemak tak jenuh membran mudah terkena

serangan ROS. Interaksi ROS lemak menghasilkan peroksida

yang tidak stabil dan reaktif serta terjadi reaksi rantai autokatalitik.

2) Fragmentasi Deoxyribo Nuecleic Acid (DNA)

Reaksi ROS dengan timin pada DNA mitokondria dan nuklear

menimbulkan kerusakan untai tunggal. Kerusakan DNA tersebut

menyebabkan kematian sel dan perubahan sel menjadi ganas.

3) Ikatan silang protein

(54)

degradasi atau hilangnya aktivitas enzimatik. Reaksi ROS juga

dapat secara langsung menyebabkan fragmentasi polipeptida.

2. Stres Oksidatif

Stres oksidatif adalah keadaan yang tidak seimbang antara antioksidan

yang ada dalam tubuh dengan produksi ROS. Stres oksidatif dapat

menyebabkan terjadinya reaksi peroksidasi lipid, protein termasuk enzim

dan DNA, yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif,

apabila hal tersebut berlanjut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan

dan kematian sel (Mahdi et al., 2007). Mekanisme protektif untuk mencegah pembentukan ROS atau untuk mendetoksifikasi ROS di dalam

tubuh melibatkan molekul yang disebut antioksidan. Keadaan terjadinya

gangguan keseimbangan antara produksi ROS dan pembuangan ROS

disebut stres oksidatif. Gangguan keseimbangan ini dapat terjadi dari

kurangnya kapasitas antioksidan karena gangguan dalam produksi dan

distribusinya, atau dari jumlah ROS yang berlebihan (Wu & Cederbaum,

2004).

D. Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague dawley

1. Klasifikasi Tikus Putih Klasifikasi tikus putih adalah:

(55)

Kelas : Mamalia Ordo : Rodentai Subordo : Odontoceti Familia : Muridae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus (Narendra, 2007).

2. Jenis Tikus Putih

Tikus putih atau tikus albino galur outbred lebih sering digunakan untuk penelitian di laboratorium dibandingkan galur inbred. Beberapa contoh jenis tikus putih galur outbred adalah Wistar, Sprague dawley, dan Long Evans. Sprague dawley merupakan galur yang lebih cepat tumbuh dibandingkan tikus Wistar. Sedangkan Long Evans merupakan galur yang lebih kecil dibandingkan tikus Wistar atau Sprague dawley. Galur Fisher 344 dan Lewis adalah tikus putih galur inbred yang paling banyak digunakan dalam penelitian (Animal Care Program, 2011).

3. Biologi Tikus Putih

Tikus putih merupakan hewan yang lebih cepat menjadi dewasa dan lebih

mudah berkembang biak dibandingkan dengan tikus liar. Berat badan tikus

putih lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Berat tikus putih

pada umur 4 minggu mencapai 35−40 gram dan berat dewasa rata-rata

(56)

Tabel 2. Data Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Kematangan seksual 65−110 hari Siklus estrus 4−5 hari Gestasi 20−22 hari Penyapihan 21 hari

Fisiologi

Suhu tubuh 35,90−37,50 C Denyut jantung 250−600 kali/menit Laju nafas 66−144 kali/menit Tekanan darah diastole 60−90 mmHg Tekanan darah sistol 75−120 mmHg

Feses Padat, berwarna coklat tua, bentuk memanjang dengan ujung membulat Urin Jernih dan berwarna kuning

Konsumsi makan dan air

Konsumsi makan 15–30 gr/hari atau 5–6 gr/100 grBB Konsumsi air 24–60 ml/hari atau 10−12 ml/100 grBB

(Sumber: Isroi, 2010)

Tikus putih (Rattus norvegicus) sering digunakan sebagai hewan percobaan karena tikus merupakan hewan yang mewakili kelas mamalia

sehingga kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme biokimia,

sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah, serta ekskresinya

menyerupai manusia. Tikus juga dapat secara alami menderita suatu

penyakit, seperti hipertensi dan diabetes, dan juga sering dipakai dalam

studi nutrisi, tingkah laku, kerja obat, dan toksikologi (Animal Care Program, 2011).

(57)

dipelihara dalam jumlah banyak, lebih tenang, dan ukurannya lebih besar

daripada mencit. Tikus putih galur Sprague dawley juga memiliki ciri-ciri albino, kepala kecil, ekor yang lebih panjang dibandingkan badannya,

pertumbuhannya cepat, temperamennya baik, kemampuan laktasi tinggi,

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang

menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test only control group design. Sebanyak 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley berumur 10 minggu yang dipilih secara acak, dan dibagi menjadi 5 kelompok digunakan sebagai subjek penelitian.

B. Tempat dan Waktu

Pemeliharaan dan pemberian perlakuan terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley pada penelitian ini dilakukan di animal house Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Pembedahan tikus dilaksanakan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Bandar Lampung.

Pembuatan preparat dan pengamatannya dilakukan di Laboratorium Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penelitian ini

(59)

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley berumur 8−10 minggu yang diperoleh dari Unit Pengelola Hewan Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Sampel penelitian sebanyak 25 ekor yang dipilih secara acak yang dibagi

dalam 5 kelompok. Menurut Federer (1967), rumus penentuan sampel untuk

uji eksperimental adalah:

(t−1)(n−1)≥15

Dimana t adalah jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah

sampel tiap kelompok. Penelitian ini akan menggunakan 5 kelompok

perlakuan sehingga penghitungan sampel menjadi:

(t−1)(5−1)≥15

5t–t–5+1≥15

4t–4≥15

4t≥19

t≥4,75

Jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan minimal sebanyak 5

ekor (n≥4,75) dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 5 kelompok

(60)

Adapun kelima kelompok tikus ini terdiri dari:

1. Kelompok 1 merupakan kelompok tikus putih yang tidak diberi herbisida

paraquat diklorida per−oral. Kelompok ini digunakan sebagai kelompok

kontrol.

2. Kelompok 2 merupakan kelompok tikus putih yang diberi herbisida

paraquat diklorida per−oral dengan dosis 25 mg/kgBB selama 2 hari.

3. Kelompok 3 merupakan kelompok tikus putih yang diberi herbisida

paraquat diklorida per−oral dengan dosis 50 mg/kgBB selama 2 hari.

4. Kelompok 4 merupakan kelompok tikus putih yang diberi herbisida

paraquat diklorida per−oral dengan dosis 100 mg/kgBB selama 2 hari.

5. Kelompok 5 merupakan kelompok tikus putih yang diberi herbisida

paraquat diklorida per−oral dengan dosis 200 mg/kgBB selama 2 hari.

Adapun tikus yang digunakan pada penelitian ini memenuhi kriteria

inklusi sebagai berikut:

1. Tikus putih galur Sprague dawley 2. Berjenis kelamin jantan

3. Berat badan sekitar 150 gram

4. Berusia kurang lebih 8–10 minggu

5. Terdapat penampakan keadaan rambut tidak kusam, rontok, atau botak,

dan bergerak aktif

6. Tingkah laku dan aktivitas normal

(61)

Kriteria ekslusi pada penelitian ini antara lain:

1. Terdapat penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas

kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata,

mulut, anus dan genital

2. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di

laboraturium

3. Mati selama masa pemberian perlakuan

D. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan meliputi herbisida paraquat diklorida

dengan dosis 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 200

mg/kgBB, tikus putih jantan, pakan dan minum tikus.

2. Bahan Kimia

Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat histopatologi dengan

(62)

3. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Neraca analitik Metler Toleda dengan tingkat ketelitian 0,01 gram, untuk menimbang berat tikus

2. Sonde oral

3. Minor Set, membedah tikus untuk mengidentifikasi hati

4. Kapas dan alkohol

5. Kandang tikus dan botol minum tikus

6. Alat Pembuatan Preparat Histopatologi meliputi object glass, deck glass, tissue cassette, rotarymicrotome, oven, water bath, latening table, autotechnicom processor, staining jar, staining rak, kertas saring, histoplast, dan paraffin dispenser

7. Alat pemeriksaan mikroskopis yang terdiri dari mikroskop, gelas

objek, dan cairan emersi

8. Kamera digital

E. Prosedur Penelitian

1. Perawatan Hewan Coba

Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley berumur 8– 10 minggu yang diperoleh dari Unit Pengelola Hewan Laboratorium

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dimasukkan ke

dalam kandang yang telah disiapkan dan diadaptasikan selama tujuh hari.

(63)

dan pasir hidrolit, dan ditutupi dengan bedding kawat. Kandang tikus dibersihkan seminggu sekali dengan memberikan desinfektan pada

lantainya. Setiap hari makanan dan minuman diberikan secara ad libitum.

2. Prosedur Pemberian Dosis Herbisida Paraquat diklorida

Dosis herbisida paraquat diklorida yang digunakan pada penelitian ini

adalah 25 mg/kgBB untuk kelompok 2, 50 mg/kgBB untuk kelompok 3,

100 mg/kgBB untuk kelompok 4, dan 200 mg/kgBB untuk kelompok 5.

Kelompok 1 merupakan kelompok kontrol sehingga tidak diberikan

herbisida paraquat diklorida per−oral. Berat rata-rata tikus putih jantan yang digunakan sebagai hewan coba pada penelitian ini adalah 100 gram

atau 0,1 kg. Berdasarkan berat rata-rata tikus putih jantan tersebut akan

dihitung dosis herbisida paraquat diklorida yang akan diberikan per-oral

pada tikus putih jantan dalam satuan mg/100gBB.

Herbisida paraquat diklorida yang digunakan pada penelitian ini adalah

herbisida dalam bentuk cair, sehingga dosis dalam satuan mg/100gBB

akan dikonversikan dalam satuan mililiter (ml) berdasarkan dosis

herbisida paraquat diklorida yang terdapat pada label kemasan yaitu 276

SL atau sama dengan 276 mg/ml. Hasil perhitungan dosis dalam satuan

ml akan dilarutkan dengan air sesuai dengan dosis masing−masing

kelompok sehingga mendapatkan jumlah sebanyak 1 ml cairan yang

(64)

Perhitungan dosis herbisida paraquat diklorida yang akan diberikan per-oral

untuk masing-masing tikus pada setiap kelompok adalah sebagai berikut.

1) Dosis untuk setiap tikus kelompok 2

Dosis tikus (100 g) = 25 mg/kgBB x 0,1 kg

= 2,5 mg/100gBB

Dosis herbisida dalam bentuk cairan 276 mg = 2,5 mg/100gBB

1 ml x

x = 2,5 mg/100gBB 276 mg

x = 0,009 ml dibulatkan menjadi 0,01 ml

Dosis herbisida paraquat dikloridayang diberikan per−oral adalah

0,01 ml herbisida paraquat diklorida + 0,99 ml air = 1 ml

2) Dosis untuk setiap tikus kelompok 3

Dosis tikus (100 g) = 50 mg/kgBB x 0,1 kg

= 5 mg/100gBB

Dosis herbisida dalam bentuk cairan 276 mg = 5 mg/100gBB

1 ml x x = 5 mg/100gBB

276 mg

x = 0,0018 ml dibulatkan menjadi 0,02 ml

Dosis herbisida paraquat dikloridayang diberikan per−oral adalah

(65)

3) Dosis untuk setiap tikus kelompok 4

Dosis tikus (100 g) = 100 mg/kgBB x 0,1 kg

= 10 mg/100gBB

Dosis herbisida dalam bentuk cairan 276 mg = 10 mg/100gBB

1 ml x

x = 10 mg/100gBB 276 mg

x = 0,036 ml dibulatkan menjadi 0,04 ml

Dosis herbisida paraquat dikloridayang diberikan per−oral adalah

0,04 ml herbisida paraquat diklorida + 0,96 ml air = 1 ml

4) Dosis untuk setiap tikus kelompok 5

Dosis tikus (200 g) = 200 mg/kgBB x 0,1 kg

= 20 mg/100gBB

Dosis herbisida dalam bentuk cairan 276 mg = 20 mg/100gBB

1 ml x

x = 20 mg/100gBB 276 mg

x = 0,072 ml dibulatkan menjadi 0,07 ml

Dosis herbisida paraquat dikloridayang diberikan per−oral adalah

(66)

Pemberian herbisida paraquat diklorida dengan dosis yang berbeda untuk

masing−masing kelompok tersebut dilakukan selama 2 hari dengan

menggunakan sonde oral.

3. Prosedur Pengelolaan Hewan Coba Pasca Penelitian

Sebelum dilakukan pembedahan untuk mengambil organ hati pada tikus,

di akhir perlakuan terlebih dahulu tikus akan dianastesi dengan

menggunakan ketamine−xylazine dengan dosis 75−100 mg/kg ditambah 5−10 mg/kg secara intraperitoneal dengan selama 10−30 menit. Setelah

dianastesi, tikus diterminasi dengan cara melakukan dislokasi servikal

(AVMA, 2013).

4. Prosedur Pengambilan Organ Hati

Dilakukan laparotomi kemudian hati tikus diambil untuk pembuatan

sediaan mikroskopis. Setelah itu sample hati difiksasi dengan formalin

10% selama 3 jam. Lalu sampel tersebut dibuat dalam bentuk sedian

mikroskopis dengan menggunakan metode parrafin dan pewarnaan

Hematoksiklin Eosin (HE).

5. Prosedur Operasional Pembuatan Slide

Metode teknik pembuatan preparat histopatologi menurut bagian

Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung antara lain

(67)

a. Fixation

1) Spesimen berupan potongan organ telah dipotong

secara representatif kemudian segera difiksasi dengan

formalin 10% selama 3 jam.

2) Dicuci dengan air mengalir sebanyak 3−5 kali.

b. Trimming

1) Organ dikecilkan hingga ukuran ±3 mm.

2) Potongan organ hati tersebut dimasukkan kedalam tissue casette. c. Dehidrasi

1) Mengeringkan air dengan meletakkan tissue casette pada kertas tisu.

2) Dehidrasi dengan:

a) Alkohol 70% selama 0,5 jam

b) Alkohol 96% selama 0,5 jam

c) Alkohol 96% selama 0,5 jam

d) Alkohol 96% selama 0,5 jam

e) Alkohol absolut selama 1 jam

f) Alkohol absolut selama 1 jam

g) Alkohol absolut selama 1 jam

h) Alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam d. Clearing

Gambar

Gambar
Gambar 1.  Kerangka Teori Mekanisme Terjadinya Pembengkakan Hepatosit dan Kongesti Sinusoid Hati yang disebabkan oleh Pemberian Herbisida Paraquat Diklorida Per−oral
 Gambaran  Kelompok 1
Gambar 3. Paraquat diklorida (Sumber: Indika & Buckley, 2011).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini teruji dengan menggunakan uji t dengan hasil thitung &gt; ttabel yaitu 4,184 &gt; 1,83 artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari pelaksanaan layanan

[r]

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak usia 5-6 tahun melalui kegiatan finger painting di TK Pertiwi Sitirejo Tunjungan Blora tahun ajran

Isilah dengan jelas dan benar biodata di bawah ini sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. KETERAN GAN PRI

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pemberian vitamin C terhadap persentase penyusutan bobot sapi selama perjalanan (฀&lt;0,05), dimana persentase

Kelas eksperimen dan kontrol diberi tes/soal untuk mengukur penguasaan konsep siswa (pretes).Kemudian,kelas eksperimen (VII B ) diberi perlakuan dengan pembelajaran menggunakan

Penelitian yang dilakukan yaitu berupa survei volume lalu lintas (LHR) untuk melihat tingkat kepadatan kendaraan, kemudian survei kecepatan kendaraan dan survey

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chayati (2011) bahwa variasi pencampuran ubi jalar kuning pada pembuatan roti manis mempengaruhi tingk at kesukaan serta