• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALYSIS OF ANNUAL REPORT DISCLOSURE LEVEL AFTER THE IMPLEMENTATION OF PSAK BASED ON IFRS (Empirical Study on Manufacturing companies in Indonesia Stock Exchange)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALYSIS OF ANNUAL REPORT DISCLOSURE LEVEL AFTER THE IMPLEMENTATION OF PSAK BASED ON IFRS (Empirical Study on Manufacturing companies in Indonesia Stock Exchange)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

v ABSTRAK

ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN TAHUNAN SETELAH PENERAPAN PSAK BERBASIS IFRS

(Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia)

Oleh RUDY

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris apakah ada perbedaan tingkat pengungkapan wajib (mandatory disclosures) dan tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosures) laporan tahunan setelah penerapan PSAK berbasis IFRS.

Sampel dalam penelitian ini merupakan 17 perusahaan sektor Manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2009 dan 2012 yang memiliki kelengkapan informasi laporan tahunan dan dapat diakses melalui internet, memiliki tahun buku per 31 Desember dan tidak mengalami delisting selama periode pengamatan. Alat uji penelitian ini digunakan analisis kualitatif dan uji Independent - sample T Test serta uji Paired Sample T Test.

Hasil penelitian dengan analisis kualitatif untuk tingkat pengungkapan wajib dan uji independent sample t test maupun dengan uji Paired Sample T Test untuk tingkat pengungkapan sukarela memberikan hasil yang sama. Ini berarti tingkat pengungkapan wajib (mandatory disclosure) laporan tahunan memang lebih tinggi setelah penerapan PSAK Berbasis IFRS dan juga dengan tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) laporan tahunan lebih tinggi setelah penerapan PSAK berbasis IFRS.

(2)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

LEMBAR MOTTO DANPERSEMBAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

SANWACANA ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori ... 7

2.1.1. International Financial Reporting Standart ... 7

2.1.2 Tingkat Pengungkapan Laporan Tahunan ... 11

2.1.3. Studi Literatur dan Pengembangan Hipotesis ... 17

(3)

ix

2.2. Review Penelitian Terdahulu ... 20

2.3. Hipotesis ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 29

3.3. Definisi dan Pengukuran Variabel ... 29

3.3.1. Tingkat Pengungkapan Wajib ... 29

3.3.2. Tingkat Pengungkapan Sukarela ... 30

3.4. Metode Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Statistik Deskriptif ... 34

4.2. Pengujian Hipotesis ... 35

4.3. Pembahasan ... 40

BAB V SIMPULAN,KETERBATASAN, DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 42

5.2. Keterbatasan Penelitian ... 43

5.3 Saran Untuk Penelitian Yang Akan Datang ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(4)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perubahan Perkembangan PSAK Berbasis IFRS ... 7

2. Substansi Perubahan PSAK Berbasis IFRS ... 9

3. Review Penelitian Terdahulu ... 20

4.Proses dan Hasil Pemilihan Sampel ... 28

5. Tujuh Belas Perusahaan Sampel Penelitian ... 29

6. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 31

7. Analisis Statistik Deskriptif... 35

8. Uji Independent Sample T Test Pengungkapan Sukarela ... 42

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan bagian dari IFAC, yang harus tunduk pada SMO (Statement Membership Obligation), yang mensyaratkan antara lain penggunaan IFRS (International Financial Reporting Standard) sebagai standar. Hasil

pertemuan pemimpin negara G-20 forum di Washington DC, 15 November 2008,

“Strengthening Transparency and Accountability”. Pertemuan G20 dilanjutkan di

London, 2 April 2009 yang menghasilkan kesepakatan untuk membuat peraturan yang meningkatkan standar dan penilaian yang berkualitas tinggi dan berlaku internasional.

Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G-20 forum. Hal ini mengimplikasikan bahwa Indonesia wajib mengadopsi IFRS sebagai standar pelaporan keuangan pada tahun 2012.

Perubahan standar ini tentu memiliki konsekuensi karena salah satu karakteristik adopsi IFRS adalah principle based, berbeda dengan US-GAAP yang rule based. Sedangkan standar akuntansi keuangan di Indonesia semula merujuk ke GAAP tersebut, sehingga terdapat perubahan mendasar yaitu dari rule based ke principle based, yang lebih menekankan pada interprestasi dan aplikasi

(6)

yang telah direvisi (wujud dari konvergensi ke IFRS) menggunakan principle based, berbeda dengan rule based yang didalamnya lebih detail/rigid aturannya.

Dampaknya, penerapan PSAK ini akan memerlukan professional judgement akuntan untuk menentukan bagaimana suatu transaksi keuangan dicatat, juga mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih tinggi dibanding dengan rule based dalam PSAK berbasis US GAAP termasuk pada tingkat pengungkapan (disclosure) dalam laporan tahunan . Harapan dengan mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS) ini adalah memberikan kualitas akuntansi yang lebih baik dibanding menggunakan US GAAP karena dengan adopsi IFRS dapat mengurangi earning management dan asimetry information serta

meningkatkan value relevance dari pengungkapan manajemen dalam laporan tahunannya (Chua, et. al., 2012).

(7)

praktek penerapan berbasis IFRS di Inggris pada tahun 2007 dengan

menggunakan indeks pengungkapan wajib dan sukarela. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bersifat relatif tergantung dari karakteristik perusahaan dan komitmen kebijakan akuntansi perusahaan di Inggris.

Perbedaan hasil penelitian atas variabel tingkat pengungkapan wajib yang berpengaruh lebih tinggi pengungkapannya terhadap implementasi IFRS seperti Lopes, et. al., (2007); Chua , et. al., (2012), dan hasil yang sebaliknya tidak memiliki pengaruh seperti dalam penelitian Paglietti, (2009); Christensen, et. al., (2007); dan Akhtaruddin, (2005). Selain dari tingkat pengungkapan wajib

berpengaruh positif terhadap implementasi IFRS, juga tingkat pengungkapan sukarela yang berpengaruh lebih tinggi terhadap implementasi IFRS seperti dalam penelitian Street and Bryant, (2000); Gu, et. al., (2007); dan James, et. al., (2006). Namun hasil penelitian yang memberikan hasil yang berbeda seperti Mujiyono, et. al., (2010) bahwa luas tingkat pengungkapan sukarela tidak ada berpengaruh. Sedangkan penelitian yang berkaitan dengan praktek konvergensi IFRS di Indonesia belum ada maka penelitian tentang tingkat pengungkapan laporan tahunan setelah penerapan PSAK berbasis IFRS sangat menarik untuk diteliti.

(8)

Pasar Modal). Sedangkan pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan yang melebihi (di luar) dari yang diwajibkan. Pengungkapan sukarela

memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan untuk pengambilan keputusan oleh para pemakai.

Dengan memperhatikan pentingnya tingkat pengungkapan laporan tahunan dalam penerapan PSAK berbasis IFRS maupun adanya kesimpangsiuran hasil uji empiris dari penelitian ini, maka dari itu dengan berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Tingkat Pengungkapan Laporan Tahunan Setelah Penerapan

PSAK Berbasis IFRS (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia) ”

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah tingkat pengungkapan wajib (mandatory disclosures) laporan tahunan lebih tinggi setelah penerapan PSAK berbasis IFRS ?

2. Apakah tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosures) laporan tahunan lebih tinggi setelah penerapan PSAK berbasis IFRS ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

(9)

2. Untuk menguji secara empiris tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosures) laporan tahunan setelah penerapan PSAK berbasis IFRS

1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Investor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pentingnya tingkat pengungkapan laporan tahunan dalam penerapan PSAK berbasis IFRS. Dengan demikian, investor dapat menilai dan mengukur tingkat produktivitas suatu perusahaan dalam mengambil keputusan yang tepat untuk melakukan pemilihan investasi saham di perusahaan tersebut.

2. Bagi Pemerintah

(10)

3. Pihak lain yang berkepentingan

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1. Landasan Teori

2.1.1. International Financial Reporting Standart (IFRS)

Indonesia telah menerapkan standar akuntansi yang berdasarkan penerapan basis IFRS ke dalam standar akuntansi keuangan yang disusun oleh Ikatan

Akuntan Indonesia (IAI). Hal ini wajib diterapkan untuk entitas dengan

akuntabilitas publik seperti emiten, perusahaan publik, perbankan, asuransi, dan BUMN. Namun juga dapat diterapkan oleh entitas lainya, dengan ciri basis transaksi, bukan basis industri dengan tujuan untuk memberikan informasi yang relevan bagi user laporan keuangan.

Indonesia mengadopsi penuh PSAK berbasis IFRS ini pada tanggal 1 Januari 2012. Perubahan perkembangan standar akuntansi berbasis IFRS di Indonesia dari tahun 2009 hingga 2011 disajikan pada Tabel 2.1 :

Tabel 2.1

Perubahan Perkembangan PSAK Berbasis IFRS

No. PSAK Berbasis IFRS Keterangan

1. PPSAK 1 Pencabutan PSAK 32 Akuntansi Kehutanan, PSAK 35 Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37 Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol

2. PPSAK 2 Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang

(12)

4. PPSAK 4 Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana 5. PPSAK 5 Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf

12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing

6. PSAK 19 (2010) Aset tidak berwujud 7. ISAK 14 (2010) Biaya Situs Web 8. PSAK 23 (2010) Pendapatan

9. PSAK 7 (2010) Pengungkapan Pihak-Pihak yang Berelasi 10. PSAK 22 (2010) Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010) 11. PSAK 10 (2010) Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret

2010)

12. ISAK 13 (2010) Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri

13. PSAK 24 (2010) Imbalan Kerja

14. ISAK 16 Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12) 15. PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan 16. PSAK 50 (R 2010) Instrumen Keuangan: Penyajian 17. PSAK 8 (R 2010) Peristiwa Setelah Tanggal Neraca 18. PSAK 53 (R 2010) Pembayaran Berbasis Saham

19. ED PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan 20. ED PSAK 50 (R 2010) Instrumen Keuangan: Penyajian 21. ED PSAK 8 (R 2010) Peristiwa Setelah Tanggal Neraca 22. ED PSAK 53 (R 2010) Pembayaran Berbasis Saham 23. ED PSAK 34 Kontrak konstruksi

24. ED PSAK 45 Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba

25. ED ISAK 19 Penerapan Penyajian Kembali dalam PSAK 63 Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiper Inflasi

26. ED ISAK 21 Perjanjian Konstruksi Real Estate

27. ED PPSAK 6 Pencabutan PSAK 21 Akuntansi Ekuitas, ISAK 1 Penentuan Harga Pasar Dividen, ISAK 2 Penyajian Modal dalam Neraca dan Piutang kepada Pemesan Saham, ISAK 3 Akuntansi atas Sumbangan dan Bantuan

28. ED PPSAK 7 Pencabutan PSAK 44 Konstruksi Rel Estate 29. ED PPSAK 8 Pencabutan PSAK 27 Akuntansi Koperasi 30. ED PSAK 62 Kontrak Asuransi

31. ED PSAK 28 Revisi 2011 Akuntansi Asuransi Kerugian 32. ED PSAK 36 Revisi 2011 Akuntansi Asuransi Jiwa 33. ED PSAK 56 Laba Per Lembar Saham

(13)

35. PSAK 33 (revisi 2011) Akuntansi Pertambangan Umum

36. PSAK 64 Eksplorasi dan Evaluasi Sumber Daya Mineral 37. ISAK 22 Perjanjian Konsesi Jasa: Pengungkapan

38. ISAK 23 Sewa Operasi-Insentif

39. ISAK 24 Evaluasi Substansi Beberapa Transaksi yang Melibatkan Suatu Bentuk Legal Sewa

40. PSAK 11 Pencabutan PSAK 39: Akuntansi Kerja Sama Operasi

Sumber : http://www.scribd.com/doc/116050114/Perkembangan-PSAK-Singkat Perubahan standar ini tentu memiliki dampak yang besar bagi penerapan PSAK berbasis IFRS. Substansi perubahan PSAK berbasis IFRS disajikan pada Tabel 2.2 :

Tabel 2.2

Substansi Perubahan PSAK Berbasis IFRS No. Karakteristik PSAK Berbasis IFRS Keterangan

1. Principles Base Lebih menekankan pada intepreatasi dan aplikasi atas standar sehingga harus berfokus pada spirit penerapan prinsip tersebut.

2. Penilaian Atas Substansi Transaksi Standar membutuhkan penilaian atas substansi transaksi dan evaluasi apakah presentasi akuntansi mencerminkan realitas ekonomi.

3. Profesional Judgment Membutuhkan profesional

judgment pada penerapan standar akuntansi.

4. Fair Value Menggunakan fair value dalam

penilaian, jika tidak ada nilai pasar aktif harus melakukan penilaian sendiri (perlu kompetensi) atau menggunakan jasa penilai.

5. Disclosure Mengharuskan pengungkapan

(disclosure) yang lebih banyak baik kuantitaif maupun kualitatif.

6. Dinamis  IFRS membuka wawasan,

bahwa mengajarkan akuntansi keuangan harus sesuai dengan standar bukan teks book.

(14)

 Dinamis mengikuti perkembangan standar akuntansi.

 Karena IFRS digunakan banyak perusahaan di negara-negara lain sehingga membuahkan perubahan terhadap standar yang lebih baik.

Sumber : http://www.scribd.com/doc/116050114/Substansi-Perubahan-PSAK Perubahan standar ini tentu memiliki konsekuensi karena salah satu karakteristik adopsi IFRS adalah principle based, berbeda dengan US-GAAP yang rule based. Karena standar akuntansi keuangan di Indonesia semula merujuk ke GAAP tersebut, sehingga terjadi perubahan mendasar yaitu dari rule based yang sifatnya rigid ke principle based yang sifatnya non-rigid. Dampaknya, penerapan PSAK berbasis IFRS ini akan memerlukan professional judgement akuntan untuk menentukan bagaimana suatu transaksi keuangan dicatat, juga mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih tinggi dibanding dengan rule based dalam PSAK berbasis US GAAP termasuk pada tingkat pengungkapan

(disclosure) dalam laporan tahunan.

Harapan Indonesia mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS) ini akan memberikan kualitas akuntansi yang lebih baik dibanding menggunakan US GAAP karena dengan adopsi IFRS dapat

mengurangi earning management dan asimetry information serta meningkatkan value relevance dari pengungkapan manajemen dalam laporan tahunannya (Chua, et. al., 2012). Standar akuntansi di Indonesia juga perlu mengikuti karakteristik

(15)

2.1.2. Tingkat Pengungkapan / Disclosure Laporan Tahunan

Tingkat Pengungkapan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai penyampaian informasi (the releas of information). Tingkat Pengungkapan laporan keuangan merupakan suatu media pertanggungjawaban perusahaan kepada investor yang berguna untuk memudahkan pengambilan keputusan alokasi sumber daya ke usaha-usaha yang paling produktif. Hendriksen dan Brenda, (2002) menyatakan bahwa pengungkapan dalam pelaporan keuangan dapat didefinisikan sebagai penyajian informasi yang diperlukan untuk mencapai operasi yang optimum di pasar modal yang efisien. Hal ini menyiratkan bahwa harus disajikan informasi yang cukup agar memungkinkan diprediksinya kecenderungan (trend) dividen masa depan. Adapun tujuan pengungkapan menurut Hendriksen dan Brenda, (2002) yaitu sebagai berikut :

1. Menjelaskan butir-butir yang diakui dan untuk menyediakan ukuran yang relevan bagi butir-butir tersebut, selain ukuran dalam laporan keuangan, 2. Menjelaskan butir-butir yang belum diakui dan untuk menyediakan

ukuran yang bermanfaat bagi butir-butir tersebut,

3. Untuk menyediakan informasi untuk membantu investor dan kreditur dalam menentukan risiko dan butir-butir yang potensial untuk diakui dan yang belum diakui,

4. Untuk menyediakan informasi penting yang dapat digunakan oleh

(16)

5. Untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan keluar di masa mendatang, dan

6. Untuk membantu investor dalam menetapkan return dan investasinya. Pengungkapan melibatkan keseluruhan proses pelaporan keuangan.

Pemilihan metode pengungkapan yang terbaik dalam setiap kasus tergantung pada sifat informasi dan kepentingan relatifnya. Hendriksen dan Brenda, (2002) juga menyatakan bahwa metode-metode pengungkapan dapat diklasifikasikan sebagai berkut :

1. Bentuk dan Susunan Laporan Formal

Informasi yang paling signifikan dan relevan harus selalu tampil dalam tubuh utama satu atau lebih laporan keuangan jika memang memungkinkan untuk mencantumkannya di sana. Aktiva dan kewajiban serta dampak yang ditimbulkan pada laba bersih, dan ekuitas pemegang saham harus diungkapkan dalam laporan begitu pula transaksi dan, perubahan lainnya dapat diukur dengan handal dan dengan derajat akurasi yang wajar. Tetapi bentuk dan susunan laporan dapat diubah secara efektif untuk menampilkan jenis informasi tertentu yang tidak dengan mudah diungkapkan dengan laporan tradisional.

2. Terminologi dan Penyajian yang Terinci

(17)

data akuntansi harus diikhtisarkan agar berarti dan berguna. Pemilihan seberapa banyak informasi yang harus disajikan dan penentuan pos-pos mana yang harus disajikan secara terpisah tergantung pada tujuan laporan dan materialitas pos tersebut. 3. Informasi Parentesis

Informasi yang paling signifikan harus disajikan dalam tubuh laporan keuangan, bukan dalam catatan kaki atau daftar pelengkap. Jika judul pos-pos dalam laporan tidak dapat dibuat benar-benar deskriptif tanpa menjadi terlalu panjang, penjelasan atau definisi

tambahan dapat disajikan sebagai catatan parentesis (“dalam tanda

kurung”) setelah judul dalam laporan tersebut. Akan tetapi, catatan

ini tidak boleh panjang atau akan mengganggu data utama yang diikhtisarkan di dalam laporan.

4. Catatan Kaki

Tujuan catatan kaki dalam laporan keuangan haruslah untuk mengungkapkan informasi yang tidak dapat disajikan secara memadai dalam tubuh suatu laporan tanpa mengurangi kejelasan laporan. Catatan kaki tidak boleh digunakan sebagai pengganti klasifikasi atau penilaian dan deskriptif yang semestinya di dalam laporan, juga tidak boleh berkontradiksi atau mengulang informasi di dalam laporan.

(18)

Laporan pelengkap menjelaskan fungsi yang berbeda dengan daftar pelengkap. Biasanya laporan pelengkap menyajikan informasi tambahan atau informasi yang disusun dalam gaya yang berbeda, dan bukan informasi yang lebih terinci. Laporan pelengkap ini dapat digunakan sebagai metode untuk mengembangkan dan bereksperimen dengan peraga dan laporan baru.

6. Komentar dalam Laporan Auditor

Laporan auditor bukanlah tempat untuk mengungkapkan informasi keuangan yang signifikan mengenai perusahaan. Tetapi laporan ini memang berfungsi sebagai metode untuk mengungkapkan jenis-jenis informasi.

7. Surat Direktur Utama atau Ketua Dewan Komisaris

2.1.2.1. Luas Pengungkapan

Keluasan pengungkapan adalah salah satu bentuk kualitas-kualitas

pengungkapan. Menurut Imhoff dalam Na’im, 2000, kualitas tampak

sebagai atribut-atribut yang penting dari suatu informasi akuntansi. Meskipun kualitas akuntansi memiliki makna ganda (ambiguous), banyak penelitian yang menggunakan index of disclosure methodology

(19)

Sesuai dengan salah satu undang-undang pasar modal yaitu dalam meningkatkan transparasi dan menjamin perlindungan terhadap masyarakat pemodal, disebutkan bahwa setiap perusahaan menawarkan efeknya

melalui pasar modal wajib mengungkapkan seluruh informasi mengenai keadaan usahanya termasuk keadaan keuangan. Berdasarkan keputusan BAPEPAM No. Kep-347/BL/2012, terdapat dua jenis pengungkapan, antara lain:

a. Pengungkapan Wajib (mandatory disclosure)

Merupakan pengungkapan minimum yang harus diungkapkan atau disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku (kewajiban perusahaan). Perusahaan memperoleh manfaat dari

menyembunyikan, sementara yang lain dengan mengungkapkan informasi. Jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan secara sukarela maka pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya.

(20)

wajib mengukur barang atau jasa yang diperoleh senilai nilai wajar liabilitas, dan hal-hal yang ditambahkan dalam butir khusus untuk properti investasi dalam proses pembangunan dan pengembangan termasuk kapitalisasi biaya pinjaman untuk properti investasi tesebut ataupun uraian hambatan, kelanjutan penyelesaian dari properti tersebut

b. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)

Merupakan pengungkapan yang tidak diwajibkan peraturan, dimana perusahaan bebas memilih jenis informasi yang akan diungkapkan yang sekiranya dapat mendukung dalam pengambilan keputusan. Pengungkapan ini berupa butir-butir yang dilakukan sukarela oleh perusahaan. butir pengungkapan sukarela terdiri dari 91 butir informasi yang diungkap seperti dalam lampiran 3. Dalam membuat indeks kelengkapan dan luas pengungkapan dibutuhkan suatu instrumen yang dapat mencerminkan informasi-informasi yang diinginkan secara detail pada masing-masing butir laporan keuangan yang telah ditentukan. Dalam menghitung indeks, penulis menggunakan indeks Wallace yang mengungkapkan perbandingan antara jumlah butir yang diungkap dengan jumlah butir yang seharusnya diungkap.

(21)

laporan keuangan minimum yang harus diungkap dalam laporan keuangan diatur secara rinci dalam Standar Akuntansi Keuangan (Na’im, 2000).

2.1.3. Studi Literatur dan Pengembangan Hipotesis

Penelitian yang berkaitan dengan konvergensi IFRS ialah penelitian Lopes, et. al. (2007) yang meneliti praktek penerapan berbasis IFRS di Portugis sesudah adopsi pada tahun 2005, dengan variabel dependent yaitu an index of disclosure based on IAS 32 and IAS 39 dan variabel bebas fitur intrinsik dari laporan keuangan perusahaan portugis dan peraturan setempat. Analisis yang digunakan regresi berganda dan sampel dari bursa efek portugis yang dilaporkan setelah adopsi IAS sesudah tahun 2005. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan (disclosure) berpengaruh signifikan dengan fitur perusahaan-perusahaan di Portugis maupun dalam konteks regulator instritusional seperti struktur modal, karakteristik corporate governance structure, size, type of auditor, listing status, dan economic sector.

Begitu pula dengan penelitian Paglietti (2009) pada penerapan adopsi IFRS di Italia, dengan analisis linier regresi, uji empiris dengan menggunakan data laporan keuangan konsolidasi dari 552 perusahaan pada bursa saham Italia dan membagi 2 periode sebelum adopsi (2002 – 2004) dan sesudah adopsi IFRS (2005 – 2007). Hasil penelitian campuran kualitas akuntansi sesudah adopsi IFRS akan berkurang dari dimensi earning management and timely loss recognition namun akan lebih baik dengan adopsi IFRS dilihat dari value

(22)

Christensen, et. al. (2007) yang meneliti praktek penerapan berbasis IFRS di Inggris, dengan menggunakan Index of mandatory disclosure and Index of voluntary disclosure, yang dianalisis dengan Logistic regression models dengan hasil Mandatory IFRS adoption tidak memberikan manfaat sepenuhnya bagi semua perusahaan dan hasilnya relatif tergantung dari karakteristik perusahaan dan komitmen kebijakan akuntansi perusahaan di Inggris.

Penelitian Street and Bryant (2000) juga mengulas hal ini, dengan membandingkan Level of disclosure (including both voluntary and mandatory disclosure) and the degree of compliance with IASC – required disclosure yang

diuji secara empiris dengan analisis perbandingan dan regresi berganda, dengan hasil penerapan IASC pada disclosure level lebih tinggi dibanding dengan atau tanpa U.S. Listings and Filings.

Bruggemann, et. al. (2012) dengan menggunakan variabel penelitian konsekuensi dengan kewajiban adopsi IFRS pada beberapa Uni Eropa, dan analisis studi pustaka dengan mereview beberapa penelitian yang terkait dengan adopsi IFRS. Hasilnya menunjukkan dengan adopsi IFRS di Uni Eropa

dibanding bukan adopsi IFRS memiliki hasil yang lebih baik.

(23)

1.1.4. Teori Regulasi

Teori regulasi menurut Scott (2009) terbagi dua yaitu Rigid dan Vinite. Rigid berarti standar yang dibuat regulator itu bersifat kaku atau wajib digunakan (mandatory), misalnya emitten wajib menyusun laporan laba rugi komprehensif. Sedangkan Vinite berarti standar yang dibuat regulator itu bersifat tidak kaku atau boleh memilih dengan alasan yang jelas seperti metode penerapan dalam leasing. Di Indonesia setelah penerapan PSAK berbasis IFRS menggunakan Regulasi yang rigid artinya regulator dalam hal ini BAPEPAM mengatur bahwa perusahaan wajib mengungkapkan informasi dan laporan yang sesuai dengan regulasi yang berlaku (mandatory disclosure). Sedangkan regulasi vinite digunakan perusahaan emitten dengan memilih seberapa banyak pengungkapan ingin diinformasikan (voluntary disclosure).

Teori Regulasi berperan untuk melaporkan informasi yang relevan dan reliabel serta berfungsi untuk mengakomodir semua kepentingan stake holder. Alasan utama pada teori ini berfokus pada fakta bahwa keputusan penetapan peraturan biasanya cenderung mempengaruhi peraturan berbagai industri,

seperti dalam penerapan PSAK berbasis IFRS yang wajib dilakukan bagi emitten di Bursa Efek Indonesia. Pemerintah dibutuhkan peranannya untuk mengatur ketentuan dari apa yang harus dilakukan perusahaan untuk menentukan informasi. Ketentuan diperlukan agar semua user mendapatkan informasi yang sama dan seimbang.

(24)

1. Persyaratan Wajib

Persyaratan wajib berperan sebagai insentif untuk menghasilkan laporan keuangan untuk diaudit. Di berbagai negara, standar akuntansi yang berlaku harus diikuti oleh perusahaan emitten. Sehingga perusahaan harus memenuhi persyaratan wajib pelaporan seperti yang terkandung dalam standar akuntansi yang berlaku.

2. Tata Pengelolaan Perusahaan

Tata pengelolaan perusahaan mengacu pada struktur, proses dan lembaga-lembaga dalam dan di sekitar organisasi yang mengalokasikan kekuasaan dan kontrol sumber daya di antara mereka. Tetapi sebuah kerangka peraturan dapat berisi tambahan pedoman tata kelola perusahaan dan peraturan yang timbul dari rekomendasi sukarela sektor swasta dan aturan pencatatan di bursa saham. 3. Auditor dan Pengawasan

Auditor berperan penting dalam menjamin kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan perusahaan. Mereka berkomitmen terhadap kode etik mereka, dan harus rela menanggung sanksi jika melanggar peraturan.

4. Badan Pelaksana Independen

Badan pelaksana independen adalah bagian dari keseluruhan system untuk pelaksanaan persyaratan pelaporan keuangan. Badan pelaksana independen berperan untuk meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan yang mengatur pembuatan laporan keuamgan, sebagaimana yang terkandung dalam hukum dan standar akuntansi, dalam hal ini Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM).

(25)

kebijakan perusahaan maupun informasi lain yang dilakukan secara sukarela oleh manajemen perusahaan. Penggunaan peraturan oleh regulator seperti IFRS yang meningkatkan kualitas pelaporan merupakan salah satu kepatuhan perusahaan publik di Indonesia. Hal ini penting karena munculnya asimetri informasi antara agen dengan principle sehingga dapat menyulitkan investor dalam menilai secara obyektif yang berkaitan dengan kualitas perusahaan. Pernyataan yang dibuat manajer dapat diragukan kebenarannya karena baik perusahan buruk maupun perusahaan bagus akan sama-sama mengklaim bahwa prospek perusahaannya bagus (Arifin : 2007). Maka diperlukan pengungkapan yang lebih tinggi untuk dapat mengurangi terjadinya asimetri informasi.

Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Menurut Jogiyanto (2010), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar.

(26)

investor dapat mengambil keputusan yang tepat dalam menindak lanjuti informasi tersebut (Gu, et. al., 2007).

2.2. Review Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian menggunakan indeks disclosure dalam laporan tahunan sebagai sinyal untuk menguji dalam penerapan berbasis IFRS sehingga dapat direspon oleh investor yang disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.3

Review Penelitian Terdahulu

No.

Penelitian & Judul

Penelitian Variabel Alat Analisis

Hasil Pembahasan 1. Lopes, Patricia Teixeira

et.al. & “Accounting for financial instrument : An analysis of the determinants of disclosure in the Portuguese Stock

structure, size, type of auditor, listing status, dan economic sector. 2. Paglietti, Paula &

Earnings management, timely loss recognition and value relevance in Europe following the

(27)

IFRS mandatory adoption : evidence from Italian listed companies.” (2009) akan lebih baik dengan adopsi IFRS dilihat dari value relevance.

3. Chua, Yi Lin, et.al. &

The impact of mandatory IFRS

Adoption on Accounting Quality : Evidence from

Australia.” (2012)

(28)

5. Christensen, Hans B. et.al. & “ Cross-sectional variation in the economic

consequences of internasional accounting

harmonization : The Case of mandatory IFRS adoption in the UK” dan hasilnya relatif tergantung dari

Corporate mandatory disclosure practice in Bangladesh” (2005) variabel bebas : size, age,

Hasilnya tidak ada pengaruh

Earnings Management and Value Relevance during the Mandatory Transition from Local GAAPs to IFRS in

credibility of voluntary disclosure and insider stock Transactions” (2007) berita baik bagi para investor. 9. Street, and Bryant

Disclosure level and compliance with IASS : A comparison of companies with and

(29)

without U.S. Listing s

10. Frederickson, et.al. &

The evolution of stock option accouting : Disclosure, Voluntary tinggi pada SFAS Nomor 123 R of mandatory IFRS adoption: A review of extant evidence and suggestions for future research” (2012) pada uni Eropa.

Analisis studi adopsi IFRS di uni Eropa dibanding bukan adopsi IFRS memiliki hasil yang lebih baik.

12 Yu, Julia & “The

Interaction of Voluntary and Mandatory

Disclosures: Evidence

from the SEC’s

Elimination of the IFRS-US. GAAP

Voluntary financial disclosure, the introduction of IFRS and long-term

communication policy: An empirical test on French firms" (2011)

Variable dengan basis IFRS lebih bermanfaat dan mengurangi asimetri

(30)

perusahaan di Perancis. 14 Karthik, et. al. &

Mandatory Financial Reporting Environment and Voluntary

Disclosure: Evidence from Mandatory IFRS Adoption& Mandatory Post

– IFRS Adoption

Teori regulasi memberikan alasan bagi perusahaan untuk membuat informasi kepada publik. Setiap informasi yang dipublikasikan akan memberikan petunjuk bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berita yang baik ( good news ) atau berita yang buruk ( bad news ). Begitu pula yang terjadi ketika Indonesia

menggunakan PSAK berbasis IFRS sebagai standar akuntansi yang digunakan, dapat memberikan signal yang baik karena salah satu karakteristik IFRS ialah juga mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih banyak, khususnya dalam laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan publik. Dengan demikian mengurangi asimetry information yang terjadi antara manajemen dan user.

Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) menjelaskan salah satu yang harus dilakukan oleh perusahaan publik setelah adopsi IFRS. Penelitian Lopes, et. al. ( 2007), tentang penerapan berbasis IFRS di Portugis sesudah adopsi pada

(31)

signifikan dengan fitur intrinsik laporan keuangan. Hasil penelitian yang sama juga dilakukan oleh Karthik, et. al. (2012) yang menunjukkan bahwa Mandatory disclosure Post – IFRS Adoption lebih tinggi dibanding local GAAP Adoption sehingga mengurangi Earning Management.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti mengajukan hipotesis:

H1 = Tingkat pengungkapan wajib (mandatory disclosure) laporan tahunan lebih tinggi setelah penerapan PSAK Berbasis IFRS

Begitu pula dengan tingkat pengungkapan sukarela oleh perusahaan akan segera direspon oleh investor sebagai berita yang baik ( good news ) atau berita yang buruk ( bad news ) sesuai dengan teori signal, sehingga perusahaan akan konservatif dalam mengumumkan informasi ini kepada publik. Namun salah satu karakteristik IFRS ialah juga mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih banyak, khususnya dalam laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan publik, termasuk dalam hal ini tingkat pengungkapan sukarela.

Penelitian tentang tingkat pengungkapan sukarela setelah adopsi IFRS seperti dalam penelitian Yu (2012) menunjukkan bahwa perusahaan berbasis IFRS meningkatkan voluntary disclosure dalam annual financial reports dibanding pada US GAAP. Hasil yang sama dari penelitian Street and Bryant (2000) juga menunjukkan bahwa penerapan IASC pada disclosure level lebih tinggi dibanding dengan atau tanpa U.S. Listings and Filings.

Dengan demikian peneliti mengajukan hipotesis:

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pemilihan sampel penelitian didasarkan pada purposive judgment sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative. Adapun kriteria yang digunakan untuk pemilihan sampel sebagai berikut :

a) Merupakan perusahaan sektor Manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2009 dan 2012.

b) Memiliki kelengkapan informasi laporan keuangan dan laporan tahunan yang dibutuhkan dalam penelitian yang telah diaudit dan dipublikasikan dan dapat diakses melalui internet.

c) Sampel adalah emiten yang memiliki tahun buku per 31 Desember.

d) Perusahana sample tidak mengalami delisting selama periode pengamatan.

(33)

Secara detail proses pemilihan sampel tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1

Proses dan Hasil Pemilihan Sampel

No Keterangan Jumlah

1 Total perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2012 451 2 Perusahaan bukan sektor manufaktur (320) 3 Perusahaan yang tidak memiliki kelengkapan informasi

laporan tahunan dan tidak dapat diakses melalui internet

(108)

4 Perusahaan yang memiliki tahun buku tidak per 31 Desember

(2) 5 Perusahaan yang delisting tahun 2009 – 2012 (4)

Total perusahaan yang memenuhi kriteria sampel penelitian

17 Sumber: www.sahamok.com

Adapun 17 perusahaan manufaktur yang merupakan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

17 Perusahaan Manufaktur Sebelum Dan Sesudah Penerapan PSAK berbasis IFRS

N0 Nama perusahaan Kode

perusahaan No Nama Perusahaan

Kode Perusahaa

n 1 PT Astra Internasional Tbk ASII 1 PT Astra Internasional Tbk ASII 2 PT Gudang Garam Tbk GGRM 2 PT Unilever Indonesia Tbk UNVR 3 PT Holcim Indonesia Tbk SMCB 3 PT Indofood CBP Sukses

Makmur Tbk ICBP

4 PT Astra Otoparts Tbk AUTO 4 PT Indofood Sukses

Makmur Tbk INDF

(34)

3.2. Jenis dan Sumber Data

Sumber data diperoleh melalui IDX Bursa Efek Indonesia, yaitu

www.idx.co.id atau dari literature lainnya yang masih erat kaitannya dalam

penelitian ini. Data yang diperoleh adalah data sekunder yang berupa laporan tahunan.

3.3. Definisi dan Pengukuran Variabel

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengungkapan wajib, dan tingkat pengungkapan sukarela.

6 PT Indofood Sukses

Makmur Tbk INDF 6

PT Nippon Indosari

Corpindo Tbk ROTI

7 PT Sepatu Bata Tbk BATA 7 PT Gudang Garam Tbk GGRM 8 PT Budi Acid Jaya Tbk BUDI 8 PT Handjaya Mandala

Sampoerna Tbk HMSP

9 PT Gunawan Dianjaya

Steel Tbk GDST 9 PT Kimia Farma Tbk KLBF

10 PT Berlina Tbk BRNA 10 PT Charoen Pokphand

Indonesia Tbk CPIN

11 PT Fajar Surya Wisesa Tbk FASW 11 PT Japfa Comfeed

Indonesia Tbk JPFA

12 PT Indocement Tunggal

Prakasa Tbk INTP 12 PT Malindo Feedmill Tbk MAIN 13 PT Kedaung Indah Can Tbk KICI 13 PT Indocement Tunggal

Prakasa Tbk INTP

14 PT Merck Tbk MERK 14 PT Holcim Indonesia Tbk SMCB 15 PT Pelat Timah Nusantara

Tbk NIKL 15

PT Semen Indonesia

(persero) Tbk SMGR

16 PT Indofarma Tbk INAF 16 PT Gunawan Dianjaya Steel

Tbk GDST

17 PT Beton Jaya Manunggal

(35)

3.3.1. Tingkat Pengungkapan Wajib ( Mandatory Disclosure ) Merupakan pengungkapan minimum yang harus diungkapkan atau disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku (kewajiban perusahaan). Perusahaan memperoleh manfaat dari menyembunyikan, sementara yang lain dengan mengungkapkan informasi. Jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan secara sukarela maka

pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya.

Pengungkapan wajib yang diwajibkan oleh keputusan BAPEPAM No. Kep-347/BL/2012 memuat 239 butir pengungkapan informasi laporan tahunan untuk tahun sampel 2012, seperti dalam lampiran 2.Sedangkan yang harus diungkapkan oleh keputusan BAPEPAM No. Kep-06/PM/2000 memuat 217 butir pengungkapan informasi laporan tahunan untuk tahun sampel 2009, seperti dalam lampiran 1.

3.3.2. Tingkat Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure ) Merupakan pengungkapan yang tidak diwajibkan peraturan, dimana perusahaan bebas memilih jenis informasi yang akan

(36)

lampiran 3. Dalam penelitian ini, indeks pengungkapan sukarela dibangun berdasarkan pengembangan indeks pengungkapan sukarela yang bersumber dari Global Reporting Initiative (GRI) tahun 2012.

Tabel 3.3

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Dalam membuat indeks kelengkapan dan luas pengungkapan dibutuhkan suatu instrumen yang dapat mencerminkan informasi-informasi yang diinginkan secara detail pada masing-masing butir laporan keuangan yang telah ditentukan. Dalam menghitung indeks, penulis menggunakan indeks Wallace yang mengungkapkan

perbandingan antara jumlah butir yang diungkap dengan jumlah butir yang seharusnya diungkap. Rumus untuk mengukur luas pengungkapan menggunakan angka indeks pengungkapan yang dipakai oleh Cooke (1992) dalam Wallace (1997), yaitu: Indeks = n/k

n: jumlah butir pengungkapan yang dipenuhi

Variabel Deskripsi Skala/Indikator

Mandatory Disclosure

Pengungkapan wajib yang diwajibkan oleh Bapepam No.Kep-347/BL/2012 memuat 239 butir pengungkapan informasi laporan tahunan untuk tahun sampel 2012, seperti dalam lampiran 2 dan Bapepam No. Kep-06/PM/2000 memuat 217 butir

pengungkapan informasi laporan tahunan untuk tahun sampel 2009, seperti dalam lampiran 1

Persentase/rasio

Voluntary Disclosure

Butir pengungkapan sukarela terdiri dari 91 butir informasi yang diungkap atau sisanya dari yang wajib diungkapkan bedasarkan Global Reporting Initiative (GRI) tahun 2012 seperti dalam lampiran 3.

(37)

k: menunjukkan jumlah butir pengungkapan yang mungkin dipenuhi

Untuk mengukur kelengkapan pengungkapan dapat dinyatakan dalam bentuk Indeks Kelengkapan Pengungkapan.

Indeks pengungkapan untuk setiap perusahaan sampel diperoleh dengan cara sebagai berikut :

1. Memberi skor untuk setiap butir pengungkapan secara dikotomi, dimana jika suatu butir diungkapkan diberi nilai satu dan jika tidak diungkapkan akan diberi nilai nol. 2. Skor yang diperoleh setiap perusahaan dijumlahkan untuk

mendapatkan skor total.

3. Menghitung indeks kelengkapan pengungkapan dengan cara membagi total skor yang diperoleh dengan total skor yang diharapkan dapat diperoleh oleh perusahaan

3.4. Metode Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan analisis statistik inferen parametrik dengan uji Independent – sample T Test dan uji Paired Sample T Test. Kedua uji beda ini untuk menguji signifikan beda rata-rata dari dua kelompok yang diambil secara acak untuk Independent – sample T Test dan dua kelompok yang berpasangan untuk Paired Sample T Test. (Gujarati:

(38)

Ketentuan diterima atau tidak hipotesis dari kedua alat uji sama yaitu sebagai berikut :

(39)

BAB V

SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengujian hipotesis pertama dengan analisis kualitatif terbukti bahwa pengungkapan laporan tahunan setelah penerapan PSAK berbasis IFRS pada tahun 2012 lebih banyak yang perlu diungkapkan seperti perusahaan wajib menguraikan resiko apa saja yang dihadapi perusahaan yang perlu diungkapkan lebih luas lagi baik disebabkan fluktuasi kurs/nilai tukar, suku bunga, persaingan usaha, pasokan bahan baku, ataupun kebijakan pemerintah, bahkan juga yang berkaitan dengan ketentuan negara lain maupun peraturan internasional.Ini berarti Ho ditolak dan H1 diterima

sehingga menjawab rumusan masalah pertama bahwa tingkat

(40)

yang menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan wajib lebih banyak diungkapkan, juga dari penelitian yang dilakukan oleh Karthik, et. al. (2012) yang menunjukkan dengan Mandatory disclosure Post – IFRS Adoption lebih tinggi dibanding local GAAP Adoption.

2. Hasil pengujian hipotesis kedua dengan independen sample t test maupun dengan Paired Sample T Test menghasilkan nilai P value yang sama yaitu 0,000. Ini berarti Ho ditolak dan H2 diterima sehingga menjawab rumusan

masalah kedua bahwa tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) laporan tahunan lebih tinggi setelah penerapan PSAK

Berbasis IFRS.Hal ini mendukung penelitian tingkat pengungkapan sukarela setelah adopsi IFRS dalam penelitian Yu (2012) menunjukkan bahwa perusahaan berbasis IFRS meningkatkan voluntary disclosure dalam annual financial reports dibanding pada US GAAP, dan penelitian Street and Bryant (2000) bahwa penerapan IASC pada disclosure level lebih tinggi dibanding dengan atau tanpa U.S. Listings and Filings.

5.2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penelitian berikutnya agar mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.

1. Pengukuran kualitas pengungkapan dalam penelitian ini dilihat dari indeks pengungkapan, yang dihitung dari banyaknya jumlah butir yang

(41)

perusahaan mengungkapkan diberi nilai 1 dan jika tidak diberi nilai nol, tanpa memberi bobot pada masing-masing butir, dengan demikian nilai setiap butir sama.

2. Pemberian nilai yang dilakukan peneliti setelah selesai membaca laporan tahunan perusahaan sampel tersebut berdasarkan interprestasi subjektif peneliti, sehingga setiap orang belum tentu memiliki penilaian yang sama. Hal ini disebabkan setiap pembaca memperhatikan pengungkapan seperti pertanggungjawaban ekonomi, lingkungan, sumber air, sosial atau lainnya yang diungkapkan perusahaan bisa dalam sudut pandang yang berbeda. 3. Perusahaan yang menjadi sampel penelitian hanya perusahaan manufaktur,

dengan jumlah sampel hanya 17 perusahaan sebelum dan setelah penerapan PSAK Berbasis IFRS. Hal ini terjadi karena sulitnya peneliti memperoleh data annual report yang dapat diakses lewat internet.

5.3. Saran Untuk Penelitian Yang Akan Datang

Adapun saran-saran yang dapat diberikan agar memberikan hasil yang lebih baik lagi, yaitu :

1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengunakan seluruh perusahaan dengan sampel yang lebih banyak atau melakukan perbandingan antar negara maupun tahun pengamatan yang lebih lama, sehingga hasilnya lebih dapat digeneralisasikan.

(42)

setiap butir dan dapat menggunakan standar butir pengungkapan yang terkini dan berbeda.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. 2000. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Kep-06/PM/2000 tentang Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.

http://bapepam.go.id/pasarmodal/regulasipm/peraturanpm/index.htm.26Meii2013 _______. 2012. Salinan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan

Lembaga Keuangan Nomor Kep-347/BL/2012 tentang Perubahan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-06/PM/2010 tentang Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.

http://bapepam.go.id/pasarmodal/Regulasipm/peraturanpm/index.htm.10Mei2013 Brown, P. 2011. ‘International Fiancial Reporting Standards: What are the

benefits? ‘Accounting and Business Research, vol. 41, o.3, pp.269-285

Bruggemann, U., Hitz, J.M., & Sellhorn,T. 2012. Intended and Unintended Consequences of Mandatory IFRS Adoption: Review of Extant Evidence and Suggestionfor Future Research. European Accounting Review, forthcoming

Bruslerie, Hubert de La dan Heger Gabteni. 2011. voluntary disclosure the introduction of IFRS and long-term communication policy: an empirical test on French firms. Halshs-00636602 versi 1.

Capkun, Vedran, Cazavan-Jeny, Anne, Jeanjean, Thomas and Weiss, Lawrence A. 2011. Earning management and value relevance during the mandatory transition from local BAAPs to IFRS in Europe, Available at SSRN:http://ssrn.com/abstract

Christensen, Hans B., Edward Lee, Martin Walker. 2007. Cross-Sectional Variation in The Economic Consequences of International Accounting Harmonization: The Case of Mandatory IFRS Adoption in The UU. The International Journal of Accounting Vol. 42 PP 341-379

(44)

Einhorn, Eti. 2005. The Nature Of Interaction between mandatory and Voluntary Disclosures. Journal of Accounting Research. Vol. 43 No.4.

Fitriani. 2001. Signifikasi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengunkapan Wajib dan Sukarela Pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. Makalah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi IV.

Frederickson, James, Frank D Hodge, and Jaie H Pratt. 2006. The Evolution of Stock Option Accounting: Disclosure, Voluntary Recognition, Mandated Recognition, and management Disavowals. The accounting Review Vol. 81 No. 5 PP. 1073-1093

Gu, Feng and John P Li. 2007. The Credibility of Voluntary Disclosure and Jasider Stock Transaction. Journal of Accouting Research Vol. 45 No.4

Gujarati, Damodar N. 2005. “Basic Econometrics”, 5th Eds., McGraw-Hill, New York. 1024 hlm.

Haninun. 2013. Pengaruh Kualitas Pengungkapan Sustainability Report Terhadap Kinerja Keuangan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia). Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.

Hendriksen, E.S and Brenda, M.F.V. 2002. Accounting Theory. 5th Ed. Prentice Hall

Jogiyanto, Hartono. 2010. “Teori Portofolio dan Analisis Investasi” BPFE.

Yogyakarta. 676 hlm.

Juniarti dan Andriyani S.A. 2009. Pengaruh Good Comporate Governance, Volutary Disclosure terhadap Biaya Hutang (Costs of Debt ). Jurnal Akuntansi dan Keungan, Vol. 11 No. 2

Karthik, Balakrishnan, Li Xi, Yang Holly. 2012. Mandatory Financial Reporting Environment and Voluantary Disclosure Evidence from Mandatory IFRS Adaption. http://ssrn.com/abstract=2172014

(45)

Ungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia. Makalah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi IV.

Mujiyono dan Magdalena, Nany. 2010. Pengaruh Leverage, Saham Publik, Size, dan Komite Audit Terhadap luas pengungkapan Sukarela. Jurnal Dinamika Akuntansi Vol. 2 No. 2, PP 129-134

M. Akhtaruddin. 2005. Corporate Mandatory Disclosure Practices in Bangladesh. The Internatioal Journal Accounting. Vol 40. PP 399-422

Naim, Ainun dan Fuad Rachman. 2000, Analisis Hubungan antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Struktur Modal dan Tipe Kepemilikan Perusahaan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia vol 15. No 1.pp 70-82

Paglietti, Paula. 2009. Earnings Management, timely loss recognition and value relevance in Europe Following the IFRS mandatory Adoption: Evidence From Italian lised Companies. International Business Review Vol. 4 PP. 97-117 Scott, William R. 2009. Financial Accounting Theory. Fifth Edition. Canada

Prentice Hall

Simanjuntak, Binsar H. dan Lusy Widiastuti. 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manukfaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia vol 7, No. 3, Septerber 2004 Hal 351-366

Street, Donna L. and Stephanie M. Bryant. 2000. Disclosure level and Compliance With IASS: A Comparison of Companies With and Without US Listing and Filings. The International Journal Accounting Vol. 35 No.3

Suripto, Bambang. 1998. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela Dalam Laporan Tahunan. Makalah diprsentasikan dalam simposium Nasional Akuntansi II.

T.E., Cooke. 1998. Regression Analysis in Accounting Disclosure Studies. Accounting and Bussiness Research Vol 28 No.3 PP. 209-224

Universitas Lampung. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung Bandar Lampung.

(46)

Evidence from the SEC’s Elimination of the IFRS – U.S. GAAP Reconciliation.

www.bapepam.go.id www.idx.co.id www.jsx.co.id www.sahamok.com

http://joblistmu.blogspot.com/2011/06/asset.html

Gambar

Tabel 2.1 Perubahan Perkembangan PSAK Berbasis IFRS
Tabel 2.2 Substansi Perubahan PSAK Berbasis IFRS
Tabel 2.3 Review Penelitian Terdahulu
Tabel 3.1 Proses dan Hasil Pemilihan Sampel
+2

Referensi

Dokumen terkait

This means that if some other inputs are kept unchanged—there are fixed factors and hence there are fixed costs in the short run—initially when a factor’s MPP is increasing, a

Bakteri masuk ke tubuh manusia melalui kulit yang lecet atau luka dan mukosa, bahkan dalam literatur disebutkan bahwa penularan penyakit ini dapat melalui kontak dengan kulit sehat

INVENTORY FORECASTING ANALYSIS OF CEMENT WITH MODEL ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) IN THE STORE BUILDING PANGLONG JAYA BANGUN BASED SUPPLY CHAIN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) Unsur intrinsik yang terdapat dalam serat Paramayoga karya R.Ng Ranggawarsita, (2) Nilai-nilai pendidikan

Northern blot results of total RNA from barley protoplasts coinoculated with RNAs 1 and 2 showed that these CP-fs mutants accumulated RNA3 derivatives to similar levels, al-

Wahana edukasi Taman Prasejarah (Berisi penjelasan tempat ini dan dokumentasi foto). Wahana edukasi Binatang Mitologi (Berisi penjelasan tempat ini dan

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah data yang digunakan sebagai sampel dan penggunaan tahun untuk mengetahui pengaruh variabel investment

Pemberian kuasa pada dasarnya diberikan untuk mewakili pemberi kuasa untuk menjalankan suatu urusan, akan tetapi dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli, pemberian