• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efikasi Beberapa Ekstrak Tanaman untuk Mengendalikan Bean common mosaic virus pada Kacang Panjang di Lapangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efikasi Beberapa Ekstrak Tanaman untuk Mengendalikan Bean common mosaic virus pada Kacang Panjang di Lapangan"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

EFIKASI BEBERAPA EKSTRAK TANAMAN UNTUK

MENGENDALIKAN

Bean common mosaic virus

PADA

KACANG PANJANG DI LAPANGAN

NICKO SURYA SISWOYO PUTRA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ”Efikasi Beberapa Ekstrak Tanaman untuk Mengendalikan Bean common mosaic virus pada Kacang Panjang di Lapangan” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Nicko Surya Siswoyo Putra NIM A34090007

____________________________________

(4)
(5)

ABSTRAK

NICKO SURYA SISWOYO PUTRA. Efikasi Beberapa Ekstrak Tanaman untuk Mengendalikan Bean common mosaic virus pada Kacang Panjang di Lapangan. Dibimbing oleh TRI ASMIRA DAMAYANTI.

Kacang panjang merupakan sayuran penting di Indonesia. Salah satu faktor pembatas produksi kacang panjang adalah adanya infeksi Bean common mosaic virus (BCMV). Di lapangan, infeksi BCMV sulit untuk dikendalikan. Salah satu upaya pengendalian virus tanaman adalah dengan memanfaatkan ekstrak tanaman yang mengandung substansi antivirus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan beberapa ekstrak tanaman yang diduga memiliki substansi antivirus untuk mengendalikan BCMV pada kacang panjang di lapangan. Empat belas ekstrak tanaman terpilih diaplikasikan dalam bentuk ekstrak kasar dan ekstrak protein yang disemprotkan ke daun satu jam sebelum inokulasi mekanis BCMV. Percobaan dirancang dengan RAK dan tiap perlakuan terdiri dari 3 blok sebagai ulangan. Peubah yang diamati adalah waktu inkubasi, kejadian penyakit, gejala, keparahan penyakit dan titer BCMV yang dideteksi secara serologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik perlakuan ekstrak kasar maupun protein memperpanjang waktu inkubasi dan menekan keparahan penyakit. Tingkat hambatan relatif keparahan dan titer BCMV perlakuan ekstrak kasar berturut-turut sebesar 48,4% - 89.8% dan 59.8% - 99.1%, sedangkan pada perlakuan ekstrak protein berturut-turut sebesar 43.2% - 74.4% dan -55.1% - 42.7%. Perlakuan ekstrak kasar menunjukkan lebih efektif dalam menekan BCMV dibandingkan perlakuan ekstrak protein. Diantara ekstrak kasar yang diuji, ekstrak bogenvil dan jambu biji menunjukkan penekanan BCMV tertinggi di lapangan.

(6)
(7)

ABSTRACT

NICKO SURYA SISWOYO PUTRA. Efficacy of Plant Extracts to Control Bean common mosaic virus on Yard Long Bean in the Field. Supervised by TRI ASMIRA DAMAYANTI.

Yard long bean is an important vegetable in Indonesia. One of its production constraint is the infection of Bean common mosaic virus (BCMV). In the field, BCMV infection is difficult to be controlled. One of effort to control the virus is by utilizing antivirus substances from plant origin. The conducted research aim was to test the effectiveness of plant extracts considerably containing antivirus substances to control BCMV on yard long bean in the field trial. Fourteen plants species were applied as crude and protein extracts which were sprayed on the leaves an hour before mechanical inoculation of BCMV. The experiment was arranged by using randomized block design. Each treatment consist of 3 blocks as replicate. Incubation period, disease incidence, symptom, disease severity and titer of BCMV were measured. The result showed that either crude extract or protein extract prolonged the incubation period and decreased the disease severity. Relative inhibition level of severity and BCMV titer of crude extract treatments ranged from 48,4% to 89.8% and from 59.8% to 99.1%, whereas protein extract treatment ranged from 43.2% to 74.4% and from -55.1% to 42.7%, respectively. Crude extract treatment showed more effective to control BCMV infection than protein extract treatment. Among tested plant extracts, Bougainvillea spectabilis and Psidium guajava crude extracts showed highest relative inhibition level of severity and BCMV titer in controlling BCMV in the field.

(8)
(9)

EFIKASI BEBERAPA EKSTRAK TANAMAN UNTUK

MENGENDALIKAN

Bean common mosaic virus

PADA

KACANG PANJANG DI LAPANGAN

NICKO SURYA SISWOYO PUTRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(10)
(11)

Judul Usulan : Efikasi Beberapa Ekstrak Tanaman untuk Mengendalikan Bean common mosaic virus pada Kacang Panjang di Lapangan

Nama : Nicko Surya Siswoyo Putra NRP : A34090007

Disetujui oleh

Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul

“Efikasi Beberapa Ekstrak Tanaman untuk Mengendalikan Bean common mosaic virus pada Kacang Panjang di Lapangan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Siswoyo, Ibunda Lina Sarida, dan Adinda Rachmad Gemilang Siswoyo Putra yang telah mendoakan dan memberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, motivasi, dan bimbingan selama penelitian hingga penyusunan tugas akhir. Selain itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kak Dita Megasari, Kak Sari Nurulita, Bapak Edi, Bapak Jaya, Martha Theresia Panjaitan, Nadzirum Mubin, Widyantoro Cahyo Setiawan, Kavy Shobah, Mansyur Tri Widodo, Hartodi Rahmansyah, Khoir Samsi, Tri Setyawan, Yola Walendra, Mega Purnama Sari dan seluruh anggota laboratorium Virologi Tumbuhan serta teman-teman PTN angkatan 46 yang telah memberikan bantuan serta memotivasi dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Penulis juga berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Februari 2014

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat 2

BAHAN DAN METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Metode Penelitian 3

Perbanyakan Sumber Inokulum BCMV 3

Persiapan Lahan Percobaan 3

Persiapan Ekstrak Tanaman 3

Persiapan Tanaman Uji dan Perlakuan di Lapangan 5 Deteksi Serologi BCMV dengan ELISA Tidak Langsung 7

Analisis Data 7

HASIL 8

Waktu Inkubasi 8

Kejadian Penyakit 8

Gejala Infeksi BCMV 8

Keparahan Penyakit dan Tingkat Hambatan Relatif Keparahan 11

Titer dan Tingkat Hambatan Relatif BCMV 12

PEMBAHASAN 14

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

(16)
(17)

DAFTAR TABEL

1 Pemilihan tanaman pada setiap perlakuan ekstrak kasar dan ekstrak protein 5 2 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap waktu inkubasi dan kejadian

penyakit 9

3 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap gejala 10 4 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap keparahan dan tingkat

hambatan relatif penyakit 12

5 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap titer BCMV 14

DAFTAR GAMBAR

1 Lahan percobaan 4

2 Skor keparahan penyakit 6

3 Gejala infeksi BCMV 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sidik ragam waktu inkubasi perlakuan ekstrak kasar 22 2 Sidik ragam kejadian penyakit perlakuan ekstrak kasar 4 MSI 22 3 Sidik ragam keparahan penyakit perlakuan ekstrak kasar 4 MSI 22 4 Sidik ragam THR keparahan perlakuan ekstrak kasar 22

5 Sidik ragam NAE perlakuan ekstrak kasar 23

6 Sidik ragam THR BCMV perlakuan ekstrak kasar 23 7 Sidik ragam jumlah daun perlakuan ekstrak kasar 23 8 Sidik ragam bobot polong perlakuan ekstrak kasar 23 9 Sidik ragam waktu inkubasi perlakuan ekstrak protein 24 10 Sidik ragam kejadian penyakit perlakuan ekstrak protein 4 MSP 24 11 Sidik ragam keparahan penyakit perlakuan ekstrak protein 4 MSP 24 12 Sidik ragam THR keparahan perlakuan ekstrak protein 24

13 Sidik ragam NAE perlakuan ekstrak protein 25

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada kurun waktu 2008 hingga 2012, produksi kacang panjang (Vigna unguiculata subsp. sesquipedalis) nasional berfluktuasi. Menurut BPS (2013), pada 2008 hingga 2010 produksi kacang panjang nasional meningkat yaitu 455 524 ton pada 2008, 483 793 ton pada 2009, dan 489 449 ton pada 2010. Namun pada 2011 dan 2012 produksi kacang panjang nasional mengalami penurunan cukup tinggi yaitu berturut-turut menjadi 456 254 ton dan 455 615 ton. Penurunan produksi ini dapat disebabkan oleh gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT). Salah satu OPT yang diketahui menyerang kacang panjang adalah dari golongan virus tanaman.

Damayanti et al. (2009) melaporkan bahwa pertanaman kacang panjang di daerah Jawa Barat telah terinfeksi BCMV strain Blackeye cowpea (BCMV-B1C) yang menginfeksi tunggal maupun ganda dengan Cucumber mosaic virus (CMV). Gejalanya berupa mosaik kuning pada daun, vein-clearing pada tulang daun, serta mosaik dan deformasi pada polong. Kejadian penyakit pada pertanaman tersebut mencapai 80% hingga 100%.

Penyebaran BCMV sangat luas karena sifatnya yang terbawa benih (seed-borne disease) (Morales dan Castano 1987). Selain itu BCMV juga dapat ditularkan oleh beberapa spesies kutudaun secara non-persisten (Morales dan Bos 1988). Kehilangan hasil oleh BCMV bergantung pada varietas, waktu infeksi, dan kondisi lingkungan. Pada varietas yang sangat rentan kejadian penyakit mosaik dapat mencapai 100% (Mukeshimana et al. 2003).

Penggunaan insektisida untuk mengendalikan vektor kutudaun kurang efektif karena dapat berdampak buruk terhadap serangga penyerbuk dan musuh alami hama. Pengendalian yang efektif adalah dengan menggunakan varietas tahan terhadap BCMV (Mukeshimana et al. 2003). Namun sampai saat ini varietas tahan BCMV belum tersedia. Sehingga perlu dicari upaya lain untuk mengendalikan BCMV, salah satunya dengan menggunakan ekstrak tanaman yang mengandung substansi antivirus.

Penggunaan ekstrak tanaman yang mengandung substansi antivirus menunjukkan efektif menekan beberapa virus (Verma et al. 1998; Al-Ani et al. 2011; Madhusudhan et al. 2011). Ekstrak tanaman berperan sebagai penginduksi ketahanan sistemik tanaman, bukan bereaksi langsung terhadap virus. Induksi ketahanan sistemik oleh ekstrak tanaman bersifat non-spesifik dan efektif terhadap virus yang kisaran inangnya luas (Verma et al. 1998).

(20)

2

menghasilkan senyawa yang mampu menghambat perkembangan patogen seperti senyawa flavonoid, fitoaleksin, resin, peroksidase, dan lain sebagainya, serta memicu perubahan morfologi, seperti penebalan lignin, peningkatan jumlah papilla, dan penebalan dinding sel (Percival 2001).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan beberapa ekstrak tanaman yang diduga memiliki substansi antivirus dalam mengendalikan BCMV pada kacang panjang di lapangan.

Manfaat

(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lahan pertanaman kacang panjang di Desa Carangpulang, Dramaga, Bogor dan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2013.

Metode Penelitian Perbanyakan Sumber Inokulum BCMV

Isolat BCMV strain Blackeye cowpea (BCMV-BlC) diperoleh dari koleksi laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Inokulum BCMV diperbanyak dengan menginokulasikan cairan perasan (sap) BCMV pada tanaman kacang panjang kultivar Parade secara berkala. Tanaman sumber inokulum ditanam dalam polybag dan dipelihara hingga siap digunakan.

Inokulasi mekanis dilakukan pada tanaman kacang pajang berumur 7 hari setelah tanam. Sap BCMV dibuat dengan mencampurkan daun sakit dengan bufer fosfat dengan perbandingan 1:10 (b/v). Bufer fosfat dibuat dengan cara mencampur 38.5 ml 1 M KH2PO4 dengan 61.5 ml 1 M K2HPO4. Campuran

tersebut diencerkan sepuluh kali untuk mendapat bufer fosfat 0.1 M pH 7. Sebelum digunakan bufer diberi 1% 1,2-mercaptoethanol. Kemudian sap BCMV dioleskan pada daun tanaman kacang panjang sehat yang telah ditaburi carborundum 600 mesh, lalu permukaan daun dibilas dengan akuades.

Persiapan Lahan Percobaan

Lahan percobaan yang digunakan berukuran 500 m2 dibagi menjadi 3 blok yang mewakili masing-masing kelompok uji. Setiap kelompok uji terdiri dari 24 perlakuan yang terbagi atas 2 perlakuan utama, yaitu perlakuan ekstrak kasar dan perlakuan ekstrak protein. Setiap blok dibatasi oleh tanaman jagung (varietas Laksmi IPB) baris ganda sebagai tanaman pagar untuk melindungi tanaman dari penularan virus yang dibawa kutudaun ke pertanaman (Gambar 1).

Persiapan Ekstrak Tanaman

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan hasil uji pendahuluan yang dilakukan oleh Damayanti dan Megasari (2013, data tidak dipublikasikan) dan Panjaitan (2013). Empat belas tanaman tersebut menunjukkan tingkat hambatan relatif lesio lokal nekrotik (LLN) yang tinggi pada tanaman Chenopodium amaranticolor (data tidak ditampilkan). Masing-masing sepuluh spesies tanaman digunakan sebagai perlakuan ekstrak kasar dan perlakuan ekstrak protein (Tabel 1).

(22)

4

kain kasa kemudian disentrifugasi pada kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit. Supernatan selanjutnya dimasukkan dalam botol semprot kecil yang biasa digunakan sebagai botol parfum dan siap digunakan dalam pengujian.

Gambar 1 Lahan percobaan: (a) Sebelum penanaman; (b) Setelah penanaman dengan tanaman pagar; (c) peta perlakuan kelompok (kiri - kanan; kelompok 1 - 3). Perlakuan ekstrak kasar (□) dan ekstrak protein (■), serta tanaman jagung sebagai tanaman pinggir (■; jarak 1 m). Perlakuan ekstrak yang diuji yaitu BNG (bogenvil), JGR (jengger ayam), TYG (Tempuyung), JMB (jambu biji), BP4 (bunga pukul empat), SMB (sambiloto), PTH (patah tulang), TLK (temulawak), MMB (mimba), PGD (pagoda), JHM (jahe merah), MGS (manggis), KCB (kecubung), KYP (kunyit putih), serta K(+) (kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan) dan K(-) (kontrol sehat)

(23)

5

1 Pagoda (Clerodendrum japonicum) Daun  

2 Pukul Empat (Mirabilis jalapa) Daun  

3 Jambu Biji (Psidium guajava) Daun  

4 Mimba (Azadirachta indica) Daun  

5 Tempuyung (Sonchus arvencis) Daun  

6 Temulawak (Curcuma xanthorizzha) Rimpang  

7 Bogenvil (Bougainvillea spectabilis) Daun 

8 Jengger Ayam (Celosia cristata) Daun 

9 Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubra) Rimpang  10 Manggis (Garcinia mangostana) Kulit buah 

11 Kecubung (Datura stramonium) Daun 

12 Kunyit Putih (Curcuma manga) Rimpang 

13 Patah Tulang (Euphorbia tirucalli) Daun 

14 Sambiloto (Andrographis paniculata) Daun 

1

Ekstrak dipilih berdasarkan seleksi awal pada C. amaranticolor (Damayanti dan Megasari 2013, data tidak dipublikasikan; Panjaitan 2013)

Persiapan Tanaman Uji dan Perlakuan di Lapangan

Kacang panjang kultivar Parade ditanam pada lahan pertanaman yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tiap perlakuan terdiri dari 40 tanaman yang ditanam pada 2 guludan. Sedangkan tanaman pinggir jagung ditanam 21 hari sebelum penanaman kacang panjang.

Perlakuan. Perlakuan ekstrak kasar dan ekstrak protein dilakukan dengan penyemprotan pada daun tanaman kacang panjang berumur 7 hari setelah tanam (HST). Inokulasi BCMV dilakukan 1 jam setelah penyemprotan ekstrak (ekstrak kasar dan ekstrak protein). Tanaman kontrol diinfeksi BCMV tanpa perlakuan ekstrak (K+). Sedangkan tanaman kontrol sehat (K-) tidak diberi perlakuan ekstrak tanaman dan tidak diinokulasi BCMV. Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai 7 minggu setelah inokulasi (MSI).

Parameter Pengamatan. Parameter yang diamati meliputi waktu inkubasi, kejadian penyakit, gejala, keparahan penyakit dan titer BCMV.

Kejadian penyakit dihitung pada minggu ke 4 setelah perlakuan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Yaitu, n adalah jumlah tanaman bergejala mosaik; dan N adalah jumlah tanaman yang diamati. Kejadian penyakit untuk tanaman yang tidak menunjukkan gejala dikonfirmasi secara serologi dengan metode DIBA (dot-blot immunobinding assay) sesuai dengan protokol yang digunakan oleh Anggraini (2011).

(24)

6

Skor 0 = Tanaman tidak bergejala

Skor 1 = Gejala mosaik ringan dengan pemucatan tulang daun Skor 2 = Gejala mosaik sedang

Skor 3 = Gejala mosaik berat

Skor 4 = Gejala mosaik berat diikuti dengan malformasi daun, tanaman kerdil atau mati

Persentase keparahan penyakit dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

yaitu, ni adalah jumlah tanaman pada kategori serangan i; vi adalah skala kategori

serangan i; Z adalah nilai skala kategori serangan tertinggi; dan N adalah jumlah seluruh tanaman yang diamati.

Gambar 2 Skor keparahan penyakit: (a) Skor 0; (b) Skor 1; (c) Skor 2; (d) Skor 3; (e) Skor 4

Waktu inkubasi dihitung dari inokulasi BCMV sampai 4 minggu setelah inokulasi (MSI). Tingkat hambatan relatif (THR) keparahan ditentukan berdasarkan nilai keparahan penyakit setiap perlakuan dengan rumus sebagai berikut.

Yaitu, THR keparahan (i) adalah persentase tingkat hambatan relatif keparahan suatu perlakuan (i); KP adalah keparahan penyakit; dan K+ adalah kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan.

Titer BCMV diperoleh dari hasil analisis serologi (ELISA) sampel daun yang diambil pada 4 MSI dan selanjutnya ditentukan THR virusnya menggunakan rumus sebagai berikut.

Yaitu, THR virus (i) adalah persentase tingkat hambatan relatif virus perlakuan (i); NAE adalah nilai absorbansi ELISA; dan K+ adalah kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan.

(25)

7

Deteksi Serologi Titer BCMV dengan ELISA Tidak Langsung

Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap titer BCMV ditentukan secara serologi dengan mendeteksi daun-daun sampel dari setiap perlakuan. Deteksi serologi dilakukan dengan metode ELISA tidak langsung (Indirect-ELISA) dengan antiserum BCMV (Agdia, USA). Daun sampel dari setiap perlakuan dibuat menjadi 8 sampel komposit dan tiap komposit diambil dari 5 tanaman. Antigen berasal dari daun sampel yang diperoleh dari lapangan kemudian digerus dengan pistil di dalam plastik bening tebal dengan bufer ekstraksi [1.59 g Na2CO5,

2.93 g NaHCO3, 0.20 g NaN3, 20 g PVP yang dilarutkan dalam 1 000 ml

akuabides, pH 9.6] dengan perbandingan 1:100 (b/v). Sap sampel, kontrol positif dan kontrol negatif diisikan ke dalam sumuran ELISA masing-masing sebanyak 100 µl. Kemudian plat ELISA diinkubasi selama satu malam pada suhu 4 oC dalam kotak plastik lembab.

Plat ELISA selanjutnya dicuci dengan 1x Phosphate Buffer Saline Tween 20 (PBST) [8.0 g NaCl, 1.15 g Na2HPO4, 0.20 g KH2PO4, 0.20 g KCl, 0.50 g

Tween-20 dilarutkan dalam 1 000 ml akuades, pH 7.4] sebanyak delapan kali. Tiap sumuran kemudian diberi 100 µl antiserum pertama BCMV (1:300 v/v) yang dicampurkan dengan bufer ECI [1000 ml PBST, 2.0 g BSA, 20 g PVP, 0.2 g NaN3, pH 7.4] dan diinkubasi dalam kotak plastik lembab selama 2 jam pada suhu

ruang. Kemudian plat ELISA dicuci dengan PBST sebanyak delapan kali.

Antiserum kedua (Rabbit Antimouse IgG-Alkaline Phosphate, Agdia) yang dilarutkan dalam bufer ECI (1:300 v/v) diisi ke dalam sumuran sebanyak 100 µl dan diinkubasi dalam kotak plastik lembab selama 1 jam pada suhu ruang. Pencucian plat dilakukan delapan kali dengan PBST.

Plat ELISA selanjutnya diisi dengan substrat PNP (P-nitrophenylphosphate) [10 mg PNP dalam 10 ml bufer PNP (0.1 g MgCl2·6H2O, 0.2 g NaN3, 97.0 ml

diethanolamine, 1 000 ml akuabides, pH 9.6)] sebanyak 100 µl. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang dalam kondisi gelap. Kemudian plat ELISA dianalisis secara kuantitatif dengan ELISA reader (BIO-RAD Model 550) pada panjang gelombang 405 nm setiap interval 15 menit sampai 60 menit. Pengujian dikatakan positif jika nilai absorbansi ELISA (NAE) sampel uji besarnya 2 kali NAE kontrol negatif ELISA (tanaman sehat).

Analisis Data

Percobaan dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pada uji lapangan digunakan 24 perlakuan termasuk kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan dan kontrol sehat dengan kelompok perlakuan sebanyak 3 kelompok sebagai ulangan. Hasil percobaan kemudian dianalisis dengan analisis sidik ragam

(26)

HASIL

Waktu Inkubasi

Ekstrak Kasar. Waktu inkubasi semua perlakuan ekstrak kasar tanaman menunjukkan nyata lebih panjang dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, kecuali perlakuan ekstrak manggis (Tabel 2). Waktu inkubasi terpanjang ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak pukul empat (19.1 hari setelah inokulasi (HSI)) namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya kecuali dengan perlakuan ekstrak kasar manggis (12.7 HSI) dan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan.

Ekstrak Protein. Waktu inkubasi semua perlakuan ekstrak tanaman menunjukkan nyata lebih panjang dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan kecuali perlakuan ekstrak temulawak (Tabel 2). Perlakuan yang menunjukkan waktu inkubasi terpanjang adalah perlakuan ekstrak pagoda (19.1 HSI) namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lain kecuali perlakuan ekstrak temulawak (13.0 HSI) dan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan.

Kejadian Penyakit

Ekstrak Kasar. Kejadian penyakit semua perlakuan ekstrak kasar tanaman menunjukkan nyata lebih rendah dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 2). Perlakuan ekstrak bogenvil, pagoda dan pukul empat efektif menurunkan kejadian penyakit yang tidak berbeda nyata dengan kontrol sehat. Kejadian penyakit tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak jahe merah (58.7%) dan bogenvil (10.3%).

Ekstrak Protein. Kejadian penyakit semua perlakuan ekstrak protein tanaman menunjukkan nyata lebih rendah dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan kecuali perlakuan kunyit putih (Tabel 2). Kejadian penyakit tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak kunyit putih (86.6%) dan pagoda (45.0%). Kejadian penyakit perlakuan ekstrak protein lebih tinggi dibandingkan perlakuan ekstrak kasar.

Gejala Infeksi BCMV

Ekstrak Kasar. Kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan menunjukkan gejala gejala mosaik berat (MB) diikuti dengan malformasi daun (MD). Perlakuan ekstrak bogenvil dan pukul empat hanya menunjukkan gejala pemucatan tulang daun (Pm) dan mosaik ringan (MR). Sedangkan perlakuan ekstrak jahe merah, manggis, mimba, tempuyung, dan temulawak menunjukkan gejala gejala mosaik berat (MB) tanpa malformasi daun (Gambar 3e - h).

(27)

9

Tabel 2 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap waktu inkubasi dan kejadian penyakit

No Tanaman Waktu inkubasi

(HSI1)2 Kejadian penyakit (%)

3 berbeda pada lajur yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda

Duncan α = 0.05; - = tidak bergejala; 3Kejadian penyakit berdasarkan gejala visual dan

(28)

10

Tabel 3 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap gejala

No Tanaman Gejala1

Ekstrak Kasar

1 Pagoda Pm, MR, MS

2 Pukul Empat Pm, MR

3 Jambu Biji Pm, MR, MS

4 Mimba MR, MS, MB

5 Tempuyung MR, MS, MB

6 Temulawak MR, MS, MB

7 Bogenvil Pm, MR

8 Jengger Ayam Pm, MR, MS

9 Jahe Merah MR, MS, MB

10 Manggis MR, MS, MB

11 K+2 MS, MB, MD, Pb, K

12 K-2 -

Ekstrak Protein

1 Pagoda MR, MS, MB

2 Pukul Empat MR, MS, MB

3 Jambu Biji MR, MS, MB

4 Mimba MR, MS, MB

5 Tempuyung Pm, MR, MS

6 Temulawak MR ,MS, MB

7 Kecubung Pm, MR, MS

8 Kunyit Putih MR, MS, MB

9 Patah Tulang MR, MS, MB

10 Sambiloto MR, MS, MB

11 K+2 MS, MB, MD, Pb, K

12 K-2 -

1

(29)

11

Gambar 3 Gejala infeksi BCMV di lapangan. Tanaman kontrol sehat (a) dan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (b-d), gejala perlakuan ekstrak kasar (e-h), gejala perlakuan ekstrak protein (i-k). (a) tidak bergejala; (b, e, i) pemucatan tulang daun; (f, j) mosaik ringan;(g) mosaik sedang; (c, h, k) mosaik berat; (d) mosaik berat diikuti klorosis

Keparahan Penyakit dan Tingkat Hambatan Relatif Keparahan

Ekstrak Kasar. Keparahan penyakit semua perlakuan ekstrak kasar menunjukkan nyata lebih rendah dibanding kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 4). Keparahan penyakit tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak mimba (35.1%) dan bogenvil (6.6%).

Semua perlakuan ekstrak tanaman menunjukkan THR keparahan yang nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 4). THR keparahan tertinggi dan terendah ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak bogenvil (89.8%) dan tempuyung (48.4%) serta mimba (48.4%).

Ekstrak Protein.Semua perlakuan ekstrak protein menunjukkan keparahan penyakit yang nyata lebih rendah dengan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 4). Keparahan penyakit tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak kunyit putih (33.0%) dan tempuyung (15.8%). Semua perlakuan ekstrak tanaman menunjukkan THR keparahan yang nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 4). THR keparahan tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak tempuyung (74.4%) dan kunyit putih (43.2%).

a b c d

e f g h

(30)

12

Titer dan Tingkat Hambatan Relatif BCMV

Ekstrak Kasar. Semua perlakuan ekstrak kasar menunjukkan NAE nyata lebih rendah dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 5). Hanya perlakuan ekstrak bogenvil yang negatif terdeteksi BCMV diantara perlakuan lainnya. NAE tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak pagoda (0.515) dan bogenvil (0.171).

Semua perlakuan ekstrak kasar menunjukkan THR BCMV yang nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 5). THR BCMV tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak bogenvil (99.1%) dan pagoda (59.8%). Perlakuan ekstrak bogenvil menunjukkan THR BCMV paling tinggi diantara perlakuan lainnya tetapi tidak berbeda nyata antar perlakuan ekstrak tanaman.

Ekstrak Protein. Semua perlakuan ekstrak protein menunjukkan NAE yang tidak berbeda nyata dengan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 5). Diantara ekstrak yang diuji, ada delapan perlakuan ekstrak protein tanaman yang memiliki NAE lebih tinggi daripada kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, yaitu perlakuan jambu biji, temulawak, kecubung, kunyit putih, sambiloto, mimba, pukul empat, dan pagoda, sehingga THR virusnya negatif.

(31)

13

(32)

14

Tabel 5 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap titer BCMV

No Tanaman NAE1, 2 THR5 virus1

menunjukkan hasil berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan α= 0.05; 2

NAE = nilai absorbansi ELISA; 3NAE K- ELISA = 0.131. Uji dinyatakan positif jika NAE perlakuan > 2 x NAE K- ELISA (NAE perlakuan > 0.262); 4NAE K- ELISA = 0.121. Uji dinyatakan positif jika NAE perlakuan > 2 x NAE K- ELISA (NAE perlakuan > 0.242); 5THR = tingkat hambatan relatif;

6K+ = kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, K- = kontrol sehat.

Secara umum, perlakuan ekstrak kasar dan ekstrak protein tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman. Produktivitas polong perlakuan ekstrak kasar cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan. Bahkan produktivitas polong tanaman perlakuan pagoda, pukul empat, jambu biji, mimba, tempuyung, bogenvil, jengger ayam dan jahe merah tidak berbeda nyata dengan produktivitas polong tanaman kontrol sehat. Hanya perlakuan temulawak yang terendah dibandingkan perlakuan lainnya, termasuk kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Lampiran 17).

(33)

15

(Lampiran 17). Produktivitas tanaman juga sangat dipengaruhi oleh banyaknya tanaman yang mati karena serangan penyakit dan kondisi cuaca yang buruk.

PEMBAHASAN

Penggunaan ekstrak tanaman untuk mengendalikan virus berpotensi untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut. Ekstrak tanaman mudah dibiodegradasi, kurang fitotoksik dan lebih sistemik serta aman dan spesifik target (Deepthi et al. 2007). Secara umum, ekstrak tanaman mampu secara nyata memperpanjang waktu inkubasi dan menurunkan kejadian dan keparahan penyakit oleh BCMV di lapangan. Baik pengujian di lapangan maupun di rumah kaca (Damayanti dan Megasari 2013, data tidak dipublikasikan; Panjaitan 2013), perlakuan ekstrak kasar menunjukkan lebih efektif menekan kejadian dan keparahan penyakit, serta titer BCMV dibandingkan perlakuan ekstrak protein.

Pada uji efikasi ekstrak kasar di rumah kaca, NAE perlakuan beberapa ekstrak kasar seperti bogenvil, jambu biji, jahe merah, kulit manggis, mimba, tempuyung, dan temulawak menunjukkan lebih tinggi (Panjaitan 2013) dibandingkan NAE pengujian di lapangan. Hal ini diduga karena suhu di rumah kaca lebih tinggi dan konstan yang mendukung ekspresi gejala dan perkembangan BCMV di dalam jaringan tanaman. Saat pengujian lapangan dilakukan (Mei – September) curah hujan tinggi berkisar antara 110 mm – 290 mm, dengan kelembaban nisbi 28.0 % - 85.4% dan suhu rata-rata 25.1 oC – 26.3 oC (Lampiran 18). Kondisi lingkungan ini kemungkinan kurang mendukung ekspresi gejala tanaman perlakuan (keparahan penyakit) sehingga NAE pengujian di lapangan lebih rendah dibandingkan di rumah kaca. Pada perlakuan ekstrak kasar bogenvil menunjukkan adanya gejala infeksi virus ringan, namun secara serologi tidak terdeteksi BCMV. Hal ini menunjukkan gejala tersebut bukan disebabkan oleh BCMV, namun kemungkinan dapat disebabkan oleh faktor abiotik atau virus lain yang menginfeksi secara alami di lapangan. Infeksi campuran virus atau mikroorganisme lainnya merupakan hal yang umum terjadi di alam (Syller 2012).

(34)

16

keefektifan ekstrak tanaman dalam menekan virus tergantung dari inang, spesies virus dan pelarut yang digunakan.

Mekanisme penekanan ekstrak tanaman terhadap infeksi BCMV pada percobaan ini belum diketahui. Namun beberapa ekstrak tanaman diketahui mengandung protein antivirus yang tergolong ke dalam ribosome-inactivating proteins (RIPs) dan memiliki sifat menginduksi ketahanan sistemik (induced systemic resistance, ISR). ISR tidak secara langsung menghambat perkembangan virus, melainkan meningkatkan ketahanan tanaman itu sendiri dengan menginduksi tanaman untuk memproduksi suatu senyawa yang dapat menghambat perkembangan patogen (Prasad et al. 1995; Verma et al. 1998).

Kandungan Bougainvillea Antiviral Protein (BAP) pada bogenvil, Mirabilis Antiviral Protein (MAP) pada pukul empat dan Celosia Cristata Protein (CCP) pada jengger ayam (Kataoka et al. 1991; Balasaraswathi et al. 1998; Balasubrahmanyam et al. 2000; Rajesh et al. 2005; Begam et al. 2006) diduga berperan dalam penekanan infeksi BCMV. Kandungan substansi antivirus ekstrak tanaman lainnya belum diketahui. Pada Clerodendrum inerme dilaporkan memiliki substansi antivirus yang disebut sebagai single chain ribosome-inactivating proteins (Jassim dan Naji 2003), namun pada Clerodendrum japonicum yang digunakan dalam penelitian ini kandungan substansi antivirusnya belum diketahui.

Selain protein antivirus, kandungan senyawa aktif dalam tanaman dilaporkan mampu menekanan infeksi suatu virus. Senyawa aktif tersebut antara lain flavonoid, terpenoid, coumarin, tannin, quercetin, saponin dan fenol. Senyawa flavonoid dan coumarin bekerja dengan cara menghalangi sintesis RNA. Senyawa terpenoid dan saponin mampu menghambat sintesis DNA virus. Senyawa tannin dan fenol bekerja dengan cara menghambat replikasi RNA dan DNA virus. Sedangkan senyawa quercentin mampu menghambat enzim reverse transcriptase (RT) dan polymerase (Jassim dan Naji 2003).

Beberapa ekstrak tanaman pernah dilaporkan efektif mengendalikan Cucumber mosaic virus (CMV) (Mahdy et al. 2010; Hersanti 2004), Tobacco mosaic virus (TMV), Cowpea aphid-borne mosaic virus (CAbMV) (Rajesh et al. 2005), Tomato mosaic virus (ToMV) (Deepthi et al. 2007; Madhusudhan et al. 2011), Tomato spotted wilt virus (TSWV), Turnip mosaic virus (TuMV) (Balasaraswathi et al. 1998), (Sunnhemp rosette virus (SRV), Citrus ring spot virus (CRSV) (Balasubrahmanyam et al. 2000), Potato virus Y (PVY), Cucumber green mottle mosaic virus (CGMMV) (Kubo et al. 1990), Potato virus X (PVX), Potato spindle tuber viroid (PSRVd) dan Potato leaf roll virus (PLRV) (Vivanco et al. 1999).

(35)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perlakuan ekstrak kasar lebih efektif menekan infeksi BCMV dibandingkan perlakuan ekstrak protein. Semua perlakuan ekstrak kasar dan ekstrak protein menunjukkan dapat memperpanjang waktu inkubasi infeksi BCMV, kecuali perlakuan ekstrak kasar kulit manggis dan ekstrak protein temulawak. Perlakuan ekstrak kasar secara nyata menekan keparahan penyakit dan titer BCMV. Sedangkan perlakuan ekstrak protein hanya nyata menekan keparahan penyakit saja dengan gejala yang lebih ringan namun tidak nyata menekan titer BCMV dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan. Semua perlakuan ekstrak protein menunjukkan gejala berkedok, kecuali pada perlakuan daun patah tulang dan tempuyung. Diantara ekstrak yang diuji, perlakuan ekstrak kasar daun bogenvil dan jambu biji menekan keparahan penyakit dan titer BCMV tertinggi diantara perlakuan lainnya

Saran

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ani RA, Adhab MA, Diwan SNH. 2011. Systemic resistance induced in potato plants against Potato Virus Y common strain (PVYo) by plant extracts in Iraq. Advances in Environmental Biology 5(1):2009-215.

Anggraini S. 2011. Deteksi Bean common mosaic potyvirus penyebab penyakit mosaik pada tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) berdasarkan teknik serologi dan polymerase chain reaction [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Balasaraswathi R, Sadasivam S, Ward M, Walker JM. 1998. An antiviral protein from Bougainvillea spectabilis roots, purification and characterization. Phytochemistry 47(8):1561-1565.

Balasubrahmanyam A, Baranwal VK, Lodha ML, Varma A, Kapoor HC. 2000. Purification and properties of growth stage-dependent antiviral proteins from the leaves of Celostia cristata. Plant Science 154(1):13-21.

Baranwal VK, Verma HN. 1997. Characteristic of a virus inhibitor from the leaf extract of Celosia cristata. Plant Pathology 46(4):523-529.

Begam M, Narwal S, Roy S, Kumar S, Lodha ML, Kapoor HC. 2006. An antiviral protein having deoxyribonuclease and ribonuclease activity from leaves of post-flowering stage of Celosia cristata. Biochemistry 71:44-48. (1 Suplemen).

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi sayuran di Indonesia [Internet]. [diunduh 2013 Okt 2]. Tersedia pada: http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat =3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55&notab=70.

Choudhary DK, Prakash A, Johri BN. 2007. Induced systemic resistance (ISR) in plants: mechanism of action. Indian Journal of Microbiology 47(4):289-297.

Damayanti TA, Alabi OJ, Naidu RA, Rauf A. 2009. Severe outbreak of a yellow mosaic disease on the yard long bean in Bogor, West Java [short communication]. Hayati Journal of Biosciences 16(2):78-82.

Deepthi N, Madhusudhan KN, Udayashankar AC, Kumar HB, Prakash HS, Shetty HS. 2007. Effect of plant extracts and acetone precipitated proteins from six medicinal plants against tobamovirus infection. International Journal of Virology 3(2):80-87.

Hersanti. 2004. Uji keefektivan ekstrak daun tanaman pagoda (Clerodendrum japonicum) sebagai agen penginduksi ketahanan sistemik tanaman cabai merah terhadap Cucumber mosaic virus (CMV). Jurnal Bionatura 6(3):285-293.

Jassim SAA, Naji MA. 2003. Novel antiviral agents: a medicinal plant perspective. Journal of Applied Microbiology 95(3):412-427.

(37)

19

Kubo S, Ikeda T, Imaizumi S, Takanami Y, Mikami Y. 1990. A potent plant virus inhibitor found in Mirabilis jalapa L. Japanese Journal of Phytopathology 56(4):481-487.

Madhusudhan KN, Vinayarani G, Deepak SA, Niranjana SR, Prakash HS, Singh GP, Sinha AK, Prased BC. 2011. Antiviral activity of plant extracts and other inducers against Tobamoviruses infection in bell pepper and tomato plants. International Journal of Plant Pathology 2(1):35-42.

Mahdy AMM, Hafez MA, EL-Dougdoug KhA, Fawzy RN, Shahwan ESM. 2010. Effect of two biotic inducers on salicylic acid induction in tomato infected with Cucumber mosaic cucumovirus. Egyptian Journal of Virology. Suplemen:352-372.

Morales FJ dan Bos L. 1988. Description of plant viruses: BCMV [Internet]. [diunduh 2013 Okt 2]. Tersedia pada: http://www.dpvweb.net/dpv/showdpv .php?dpvno=337.

Morales FJ dan Castano M. 1987. Seed transmission characteristics of selected Bean common mosaic virus strains in differential bean cultivars. Plant Disease 71(1):51-53.

Mukeshimana G, Hart LP, Kelly JD. 2003. Bean common mosaic virus and Bean common mosaic necrosis virus [extension Bulletin E-2894]. Michigan (US): Michigan State University.

Panjaitan MT. 2013. Seleksi substansi antivirus asal tanaman dan efikasinya dalam mengendalikan Bean common mosaic virus strain Black eye cowpea (BCMV-BlC) pada kacang panjang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Percival GC. 2001. Induction of systemic acquired disease resistance in plant: potential implications for disease management in urban forestry. Journal of Arboriculture 27(4):181-192.

Porwal V, Singh P, Gurjar D. 2012. A comprehensive study on different methods of extraction from guajava leaves for curing various health problem. International Journal of Engineering Research and Application 2(6):490-496.

Prasad V, Srivastava S, Varsha, Verma HN. 1995. Two basic proteins isolated from Clerodendrum inerme Gaertn. are inducers of systemic antiviral resistance in susceptible plants. Plant Science 110(1):73-82.

Rajesh S, Balasaraswathi R, Doraisamy S, Sadasivam S. 2005. Synthesis and cloning of cDNA encoding an antiviral protein from the leaves of Bougainvillea spectabilis Willd. (Nyctaginaceae) World Journal of Agricultural Science 1(2):101-104.

Sanches NR, Cortez DAG, Schiavini MS, Nakamura CV, Filho BPD. 2005. An evaluation of antibacterial activities of Psidium guajava (L.). Brazilian Archives of Biology and Technology 48(3):429-436.

Syller J. 2012. Facilitative and antagonistic interactions between plant viruses in mixed infections. Molecular Plant Pathology 13(2): 204-216

Umamaheswari A, Shreevidya R, Nuni A. 2008. In vitro antibacterial activity of Bougainvillea spectabilis leaves extracts. Advances in Biological Research 2(1-2):1-5.

(38)

20

Root bark against white spot syndrome virus. Indian Journal of Natural Products and Resources 3(2):208-2014.

Verma HN, Baranwal VK, Srivastava S. 1998. Alternatives strategies for engineering virus resistance in plants. Di dalam: Hadidi A, Khetarpal RK, Kuganezawa H, editor. Plant Viruses Diseases Control. St. Paul (US): APS Press. hlm 154-159.

Vivanco JM, Querci M, Salazar LF. 1999. Antiviral and antiviroid activity of MAP-containing extracts from Mirabilis jalapa roots. Plant Disease 83(12):1116-1121.

Wahyuni WS. 2005. Dasar-dasar Virologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

(39)
(40)

22

Lampiran 1 Sidik ragam waktu inkubasi perlakuan ekstrak kasar Sumber

Total Terkoreksi 35 1070.608

Lampiran 2 Sidik ragam kejadian penyakit perlakuan ekstrak kasar 4 MSI Sumber Model Terkoreksi 13 24867.862 1912.912 7.370 0.000

Intercept 1 50778.537 50778.537 195.625 0.000

Perlakuan 11 22089.476 2008.134 7.736 0.000

Kelompok 2 2778.386 1389.193 5.352 0.013

Error 22 5710.559 259.571

Total 36 81356.957

Total Terkoreksi 35 30578.421

Lampiran 3 Sidik ragam keparahan penyakit perlakuan ekstrak kasar 4 MSI Sumber Model Terkoreksi 13 11648.768 896.059 4.552 0.001

Intercept 1 18864.800 18864.800 95.825 0.000

Perlakuan 11 10080.390 916.399 4.655 0.001

Kelompok 2 1568.378 784.189 3.983 0.033

Error 22 4331.076 196.867

Total 36 34844.644

Total Terkoreksi 35 15979.844

Lampiran 4 Sidik ragam THR keparahan perlakuan ekstrak kasar Sumber Model Terkoreksi 13 26138.696 2010.669 4.991 0.000 Intercept 1 145337.564 145337.564 360.756 0.000

Perlakuan 11 22280.795 2025.527 5.028 0.001

Kelompok 2 3857.901 1928.951 4.788 0.019

Error 22 8863.126 402.869

Total 36 180339.386

(41)

23

Lampiran 5 Sidik ragam NAE perlakuan ekstrak kasar Sumber

Total Terkoreksi 35 3.664

Lampiran 6 Sidik ragam THR BCMV perlakuan ekstrak kasar Sumber Model Terkoreksi 13 31477.787 2421.368 13.079 0.000 Intercept 1 161349.500 161349.500 871.534 0.000

Perlakuan 11 20952.796 1904.800 10.289 0.000

Kelompok 2 10524.991 5262.495 28.426 0.000

Error 22 4072.923 185.133

Total 36 196900.210

Total Terkoreksi 35 35550.710

Lampiran 7 Sidik ragam jumlah daun perlakuan ekstrak kasar Sumber

Total Terkoreksi 35 34.220

Lampiran 8 Sidik ragam bobot polong perlakuan ekstrak kasar Sumber

(42)

24

Lampiran 9 Sidik ragam waktu inkubasi perlakuan ekstrak protein Sumber

Total Terkoreksi 35 1149.622

Lampiran 10 Sidik ragam kejadian penyakit perlakuan ekstrak protein 4 MSP Sumber Model Terkoreksi 13 21596.604 1661.277 8.545 0.000

Intercept 1 69384.154 69384.154 356.888 0.000

Perlakuan 11 16055.729 1459.612 7.508 0.000

Kelompok 2 5540.875 2770.438 14.250 0.000

Error 22 4277.112 194.414

Total 36 95257.869

Total Terkoreksi 35 25873.715

Lampiran 11 Sidik ragam keparahan penyakit perlakuan ekstrak protein 4 MSP Sumber

Intercept 1 21140.670 21140.670 159.348 0.000

Perlakuan 11 7024.492 638.590 4.813 0.001

Kelompok 2 1432.135 716.067 5.397 0.012

Error 22 2918.739 132.670

Total 36 32516.035

Total Terkoreksi 35 11375.365

Lampiran 12 Sidik ragam THR keparahan perlakuan ekstrak protein Sumber Model Terkoreksi 13 26339.648 2026.127 6.364 0.000 Intercept 1 125819.248 125819.248 395.219 0.000

Perlakuan 11 18082.749 1643.886 5.164 0.001

Kelompok 2 8256.899 4128.449 12.968 0.000

Error 22 7003.764 318.353

Total 36 159162.660

(43)

25

Lampiran 13 Sidik ragam NAE perlakuan ekstrak protein Sumber

Total Terkoreksi 35 12.084

Lampiran 14 Sidik ragam THR BCMV perlakuan ekstrak protein Sumber Model Terkoreksi 13 61814.842 4754.988 4.781 0.001

Intercept 1 70.560 70.560 0.071 0.792

Perlakuan 11 53920.007 4901.819 4.928 0.001

Kelompok 2 7894.835 3947.418 3.969 0.034

Error 22 21882.078 994.640

Total 36 83767.480

Total Terkoreksi 35 83696.920

Lampiran 15 Sidik ragam jumlah daun perlakuan ekstrak protein Sumber

Total Terkoreksi 35 43.263

Lampiran 16 Sidik ragam bobot polong perlakuan ekstrak protein Sumber

(44)

26

Lampiran 17 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap bobot polong No Ekstrak kasar Bobot polong

(ton/ha)1 Ekstrak protein

nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan α= 0.05; bobot polong pada 6 dan 7 MSI; 2

K+ = kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, K- = kontrol sehat

Lampiran 18 Data iklim bulanan wilayah Dramaga, Bogor, Jawa Barat1 Bulan Curah hujan (mm) Kelembaban

rata-rata (%)

(45)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Madu, Lampung Tengah, pada tanggal 10 Agustus 1992 dari ayah Siswoyo dan ibu Lina Sarida. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Terbanggi Besar dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, melaui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Biologi Patogen pada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum Ilmu Penyakit Tumbuhan Dasar pada tahun ajaran 2011/2012, dan asisten praktikum Pengantar Virologi Tumbuhan pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga pernah aktif sebagai tentor fisika di IAAS Express Course. Selain itu penulis pernah aktif sebagai staf Departemen Human Resource Development Keluarga Mahasiswa Lampung (Kemala) IPB, staf Departemen Eksternal International Association of Student in Agricultural and Related Sciences Local Committee (IAAS LC) IPB, staf Departemen Olahraga dan Seni Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian, staf Departemen Informasi dan Komunikasi Tanoto Scholar IPB, dan staf Departemen Pengembangan Keilmuan Organic Farming Club Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (Himasita) IPB. Penulis juga pernah menerima beasiswa PPA dan Tanoto Foundation Scholarship.

Gambar

Gambar 1  Lahan percobaan: (a) Sebelum penanaman; (b) Setelah penanaman
Gambar 2  Skor keparahan penyakit: (a) Skor 0; (b) Skor 1; (c) Skor 2; (d) Skor
Tabel 3  Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap gejala
Gambar 3  Gejala infeksi BCMV di lapangan. Tanaman kontrol sehat (a) dan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Harapan lain DAS adalah bisa mengamalkan ilmu-ilmu yang didapatkannya selama belajar di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Salatiga dan menjadi orang

Tokoh utamanya adalah Rapingun (RM.. Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 24 Sutanta), tokoh tambahannya: Raden Ajeng Tien

Hingga di tahun 2012 telah dilakukan gebrakan baru untuk meremediasi limbah partikel logam berat dengan menggunakan serat kapuk dengan cara mengubah sifat serat

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Rancang Bangun Aplikasi E-commerce Sebagai Peningkatan Penjualan Hasil Pertanian Desa Dukuhwulung kesimpulan

Pada bulan Agustus, yaitu saat kebutuhan energi desa Praingkareha tidak dapat dipenuhi oleh PLTMH Laputi, maka PLTD Tabundung akan membantu dalam memasok energi

TMS3 Tidak Hadir Pemeriksaan Kesehatan/Tidak

Otok-otok adalah salah satu kebudayaan yang ada di Pulau Madura yang sampai saat ini masih dijaga kelestariaanya oleh masyarakat madura. Otok-otok merupakan kegiata yang tidak

Untuk nilai F hitung diperoleh sebesar 20,109 > F tabel sebesar 3,09 yang artinya kesadaran wajib pajak dan sanksi pajak secara simultan berpengaruh terhadap