• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Probiotik Lactobacillus Plantarum Iia-2c12 Dalam Sosis Fermentasi Di Saluran Pencernaan Tikus Rattus Novergicus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Status Probiotik Lactobacillus Plantarum Iia-2c12 Dalam Sosis Fermentasi Di Saluran Pencernaan Tikus Rattus Novergicus"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS PROBIOTIK

Lactobacillus plantarum

IIA-2C12

DALAM SOSIS FERMENTASI DI SALURAN

PENCERNAAN TIKUS

Rattus novergicus

RIEZKY KAUTSAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul : “Status Probiotik Lactobacillus plantarum IIA-2C12 dalam Sosis Fermentasi di Saluran Pencernaan Tikus Rattus novergicus” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

(4)

RINGKASAN

RIEZKY KAUTSAR. Status Probiotik Lactobacillus plantarum IIA-2C12 dalam Sosis Fermentasi di Saluran Pencernaan Tikus Rattus novergicus. Dibimbing oleh

IRMA ISNAFIA ARIEF dan TUTI SURYATI.

Sosis fermentasi merupakan produk sosis yang berasal dari hasil kerja bakteri pembentuk asam laktat, baik yang terdapat dalam daging secara alami, maupun bakteri starter yang ditambahkan. Sosis fermentasi dapat ditambahkan bakteri asam laktat yang bersifat probiotik seperti L. plantarum IIA-2C12. Penelitian bertujuan untuk menguji kualitas gizi protein dan keamanan sosis fermentasi probiotik secara in vivo terhadap status kesehatan tikus percobaan. Penelitian ini dibagi kedalam dua tahap, yaitu, 1) penyegaran kultur starter, pembuatan kasein, sate sapi dan sosis fermentasi dan, 2) pengujian secara in vivo. Tikus yang digunakan dibagi ke dalam tiga kelompok ransum dengan sumber protein yaitu: kasein, sosis fermentasi dan sate daging sapi. Penelitian ini menggunakan pola rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan jenis pakan; yaitu : pakan dengan sumber protein kasein, sosis fermentasi atau sate sapi.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa berdasarkan jumlah bakteri asam laktat, sosis fermentasi yang dihasilkan memenuhi kriteria sebagai pangan probiotik. Pemberian pakan yang berbeda tidak memberikan efek yang signifikan (P>0.05) terhadap bobot badan dan organ tikus percobaan. Pemberian sosis fermentasi mampu meningkatkan jumlah populasi BAL mukosa pada terminasi hari ke-20. Perlakuan pakan tidak memberikan efek yang signifikan (P>0.05) pada jumlah E.coli di mukosa pada terminasi hari ke-10 dan baru terlihat pada terminasi hari ke-20.

Pemberian sosis fermentasi selama 20 hari pemeliharaan pada tikus percobaan mampu meningkatkan populasi BAL pada mukosa usus dan menurunkan populasi E. coli, serta menurunkan translokasi E. coli pada organ hati dan ginjal. Dengan demikian, sosis fermentasi dengan penambahan probiotik L. plantarum IIA-2C12 berfungsi memperbaiki komposisi mikroorganisme dalam tubuh tikus percobaan.

(5)

SUMMARY

RIEZKY KAUTSAR. Status of Probiotic Lactobacillus plantarum IIA-2C12 as Culture Starter Fermented Sausages in Gastrointestinal Rats (Rattus novergicus). Supervised by IRMA ISNAFIA ARIEF and TUTI SURYATI.

Fermented sausage is sausage product derived from lactic acid-froming bacteria which naturally present in meat or added from bacteria starter. Fermented sausage could be added probiotic lactic acid bacteria such as L. plantarum IIA-2C12. The objectives was to test the protein nutritional quality and safety of probiotic fermented sausages by in vivo the health status of rats. This study was divided into two stages, namely, 1) refresher starter culture, the manufacture of casein, beef satay and sausage fermentation and, 2) testing in vivo. Rats were used divided into three groups three groups of diets with protein sources: casein, fermented sausages and beef satay. This study used a pattern completely randomized design with three treatment types of feed that are with different protein source : casein, fermented sausage or beef satay.

The result showed that based on the amount of lactic acid bacteria, fermented sausage produced meets the criteria as a probiotic food. Different feeding did not give significantly effect (P> 0.05) on body weight and organ of rats. Fermented sausages could increase the population of LAB on mucosa after 20th day. Treatment did not have a significant effect (P> 0.05) in the number of E. coli in the rats mucose, but on the 20th day of termination seen a significantly effect.

Feeding the fermented sausage for 20 days in rats were able to increasing the population of LAB in mucosa and reducing population of E. coli, as well as decreasing translocation of E. coli in liver and kidneys. Therefore, fermented sausage using probiotic bacterial L. plantarum IIA-2C12 could improve the composition of microorganisms of rats.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

STATUS PROBIOTIK

Lactobacillus plantarum

IIA-2C12

DALAM SOSIS FERMENTASI DI SALURAN

PENCERNAAN TIKUS

Rattus novergicus

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhana wa Ta’ala, karena rahmat dan hidayah-Nya tesis yang berjudul “Status probiotik Lactobacillus plantarum IIA-2C12 dalam sosis fermentasi di saluran pencernaan Tikus Rattus novergicus” dapat diselesaikan. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:

1. Dr Irma Isnafia Arief, SPt Msi selaku Ketua Komisi Pembimbing serta Dr Tuti Suryati, SPt MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga Allah Subhana wa Ta’ala selalu memberikan keberkahan pada umur

dan ilmu untuk kedua pembimbing.

2. Dr Rudi Afnan, MScAgr selaku Dosen Evaluator kolokium proposal penelitian dan Dr Ir Etti Riany, MS selaku moderator seminar yang telah memberikan banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.

3. Dr Epi Taupik, SPt MVPH MSi selaku dosen penguji sidang yang memberikan banyak masukan serta pengetahuan khususnya kepada penulis. 4. Dr Ir Salundik, MS selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Produksi

dan Teknologi Peternakan yang telah mempimpin ujian sidang.

5. Dwi Ernaningsih, SPt MSi sebagai rekan penelitian dan juga Dwi Febriantini, SSi yang telah banyak membantu selama melakukan penelitian.

6. Keluarga HIMAWIPA yang telah banyak menginspirasi.

7. Orang tua tercinta Zul Akmall, SE MPd dan Nur Asma, BSc (Alm) serta Nenny Prabandini, SE, adik-adik : Melur Puspita Malahayati, Rizmi Lazuardi Johansyah, Shafa Nabila Syaharani dan Rafa Kamal Ramadhan atas seluruh doa dan perhatiannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu 3

Materi Penelitian 3

Prosedur Penelitian 3

Peubah yang Diukur 8

Analisis Data 9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kultur Starter Bakteri Probiotik 10

Kualitas Mikrobiologis Sosis Fermentasi dan Sate 11

Komposisi Nutrisi Sosis Fermentasi dan Sate 11

Bobot Badan Tikus Percobaan 12

Pertumbuhan Tikus Percobaan 13

Populasi BAL pada Tikus Percobaan 14

Populasi E. coli pada Tikus Percobaan 15

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 21

(14)

DAFTAR TABEL

1 Formulasi ransum dengan sumber protein kasein, sosis fermentasi dan

sate 7

2 Kelompok perlakuan pada tikus percobaan 8

3 Populasi bakteri asam laktat pada sosis fermentasi dengan kultur L.

Plantarum IIA-2C12 dan sate 11

4 Kandungan nutrisi sosis probiotik L. plantarum IIA-2C12 11

5 Kandungan nutrisi sate 12

6 Bobot badan dan beberapa organ tikus 12

7 Pertumbuhan tikus selama pemeliharaan 13

8 Hasil perhitungan populasi bakteri asam laktat (BAL) 14

9 Hasil perhitungan populasi E. coli 16

DAFTAR GAMBAR

1 Pembiakan kultur starter 4

2 Pembuatan sosis fermentasi 5

3 Pembuatan sate 6

4 Sistematika penelitian utama 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 ANOVA BAL hati pada terminasi hari ke-10 (T1) 21

2 ANOVA BAL ginjal pada terminasi hari ke-10 (T1) 21 3 ANOVA BAL mukosa pada terminasi hari ke-10 (T1) 21

4 ANOVA BAL hati pada terminasi hari ke-20 (T2) 22

(15)

1 merupakan media pertumbuhan yang baik untuk mikroorganisme. Pengolahan merupakan upaya untuk memperpanjang masa simpan, meningkatkan nilai gizi, perbaikan citra rasa serta meningkatkan harga jual. Salah satu pengolahan yang telah dikenal masyarakat Indonesia adalah pembuatan sosis fermentasi.

Fermentasi dapat memberikan flavor yang lebih baik dan tekstur yang lebih kompak. Sosis fermentasi merupakan produk sosis yang berasal dari hasil kerja bakteri pembentuk asam laktat, baik yang terdapat dalam daging secara alami, maupun bakteri starter yang ditambahkan. Sosis fermentasi dapat ditambahkan bakteri asam laktat yang bersifat probiotik seperti L. plantarum 2C12. Bakteri asam laktat merupakan probiotik yang dapat menguntungkan bagi kesehatan diantaranya untuk menurunkan jumlah bakteri patogen yang membahayakan pada saluran pencernaan,menjaga keseimbangan mikroflora dalam usus, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Sosis fermentasi yang di tambahkan L. plantarum IIA-2C12 menghasilkan perbedaan yang nyata jika dibandingkan sosis fermentasi tanpa penambahan bakteri probiotik karena dapat menurunkan populasi E. coli dan S. aureus tetapi tidak menurunkan kualitas sosis fermentasi (Susilawati 2012).

L. plantarum IIA-2C12 menghasilkan senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Arief 2011). Senyawa antimikroba yang dihasilkan L. plantarum IIA-2C12 disebut dengan plantaricin, L. plantarum juga memproduksi senyawa antimikroba lainnya seperti laktolin dan laktobasilin. Zat antimikroba bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri)

Olahan daging lainnya yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah sate, hal ini terlihat dari statistik konsumsi pangan tahun 2015 yang dikeluarkan oleh kementrian pertanian menunjukkan bahwa konsumsi sate dari tahun 2011-2014 adalah 0.93, 0.78, 0.86 dan 0.83 kg/kapita/tahun. Angka tersebut lebih besar dari konsumsi soto yaitu 0.28, 0.29, 0.27 dan 0.29 kg/kapita/tahun serta konsumsi ayam goreng/bakar yaitu 0.39, 0.37, 0.40 dan 0.43 kg/kapita/tahun (Kementrian Pertanian 2015).

(16)

2

oleh karena itu penelitian ini menggunakan albino Norway rats (Rattus norvegicus) jantan, lepas sapih dengan umur 5-6 minggu sebagai hewan percobaan. Alasannya adalah hewan ini murah, cepat merespon perlakuan (terutama ransum), memiliki sifat prolifik, sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik (Malole & Promono 1989).

Penelitian ini dilakukan untuk menguji secara in vivo kemampuan bakteri probiotik indigenus asal daging sapi yang ditambahkan dalam proses pembuatan sosis fermentasi dalam mempertahankan kesehatan tikus percobaan. Pengamatan yang dilakukan meliputi pertumbuhan selama pemeliharaan, total koloni bakteri asam laktat (BAL) dan Escherichia coli masing-masing pada mukosa, hati dan ginjal.

Perumusan Masalah

Pencernaan yang bermasalah merupakan salah satu penyakit yang banyak beredar di masyarakat, banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut diantaranya adalah meningkatnya populasi E. coli dalam pencernaan hingga melebihi batas normal, pencegahan bisa dilakukan dengan cara menambahkan BAL pada produk olahan. Penelitian ini menggunakan kultur L. plantarum IIA-2C12 yang diisolasi dari daging di pasar tradisional Bogor, karena bakteri tersebut telah teruji mampu mencegah infeksi penyakit yang disebabkan oleh EPEC , akan tetapi peran bakteri tersebut pada sosis fermentasi jika dibandingkan dengan olahan daging lain yang biasa dikonsumsi masyarakat belum diteliti.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sosis fermentasi dengan menggunakan kultur bakteri probiotik L. Plantarum IIA-2C12 terhadap saluran pencernaan tikus percobaan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :

1. Memberikan tambahan pengetahuan tentang peran kultur bakteri probiotik dalam produk olahan daging.

2. Mendapatkan produk olahan daging yang memiliki efek probiotik.

3. Industri rumah tangga pengolahan daging sebagai pangan probiotik untuk meningkatkan konsumsi pangan sehat bagi masyarakat.

Ruang Lingkup Penelitian

(17)

3

2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu, Laboratorium Ruminansia Besar Fakultas Peternakan dan kandang Unit Percobaan Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret hingga Juli 2014.

Materi Penelitian Hewan percobaan

Tikus percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah albino Norway rats (Rattus norvegicus) jantan, lepas sapih dengan umur 5-6 minggu yang didapat dari badan POM RI.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kultur murni bakteri probiotik L. plantarum IIA-2C12 yang diisolasi dari daging sapi di pasar traditional Bogor oleh Arief (2011), media de Mann Rogosa Sharpe Broth (MRSB), de Mann Rogosa Sharpe Agar (MRSA), Buffer Peptone Water (BPW), bahan untuk membuat sosis fermentasi yang terdiri atas daging sapi bagian topside yang berasal dari sapi Brahman Cross dengan lama postmortem 24 jam yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan (RPH) PT. Elders, Bogor, casing kolagen dengan diameter 12.5 cm dan bumbu-bumbu, serta bahan yang digunakan dalam penelitian in vivo yang terdiri atas tikus albino Norway rats (Rattus norvegius) galur Sprague Dawlay umur 5-6 minggu berjenis kelamin jantan hasil pengembangbiakan dari Badan POM RI, dengan bobot awal berkisar dari 120-130 g sebanyak 50 ekor, pakan standar dan sate.

Bahan yang digunakan untuk analisis adalah Buffer Pepton Water (BPW), MRSA (Oxoid) untuk total bakteri asam laktat, EMBA (Merck) untuk E. coli. Setiap terminasi, tikus dibius dengan menggunakan ketamine.

Alat

Kandang percobaan dengan ukuran 17.5 x 23.5 x 17.5 cm sedangkan tempat ransum dan tempat minum yang didesain secara ad libitum. Alat yang digunakan untuk membuat sosis fermentasi adalah hand stuffer, cutter, alat pengasap, kompor, baskom, timbangan,panci, dan pisau. Alat untuk analisa mikrobiologis adalah mikroskop, kapas, bunsen, alumunium foil, waterbath, sentrifuge, autoclave, blender, hockey stick, labu erlenmeyer, termometer, rak tabung reaksi, pipet, dan alat gelas lain.

Prosedur Penelitian

(18)

4

Pembiakan Kultur Starter (Arief 2008)

Kultur bakteri probiotik L. plantarum IIA-2C12 disegarkan pada media MRSB. Sebanyak 2% kultur hasil penyegaran diinokulasikan pada susu skim steril dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 48 jam yang disebut kultur induk. Kultur induk kemudian diinokulasikan pada susu skim steril untuk dijadikan kultur antara dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 48 jam. Kultur antara kemudian diinokulasi dan diinkubasi kembali untuk mendapat kultur kerja. Kultur kerja selanjutnya ditumbuhkan pada MRSA dan dihitung populasinya. Kultur yang memenuhi syarat untuk siap dijadikan kultur starter untuk sosis

fermentasi adalah dengan populasi ≥ 108

cfu mL-1 (Arief 2008). Diagram alir pembiakan kultur starter dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Pembiakan kultur starter Sumber: Arief (2008)

Kultur

L. plantarum IIA-2C12

Penyegaran pada media MRSB

Kultur diinokulasikan pada susu skim steril dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 48 jam (kultur induk)

Kultur induk diinokulasikan pada susu skim steril dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 48 jam (kultur antara)

Kultur antara ditumbuhkan ke dalam susu skim steril dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 48 jam (kultur kerja)

Kultur ditumbuhkan pada media MRSA

Populasi dihitung

Populasi ˂108 cfu mL-1

Populasi ≥108

cfu mL-1

(19)

5 Pembuatan Sosis Fermentasi (Modifikasi Arief 2000)

Daging yang sudah digiling dibekukan selama 24 jam. Selanjutnya daging dicampurkan dengan bumbu (garam, jahe halus, pala halus, lada putih, gula pasir , kulit jeruk nipis) dan kultur bakteri L. plantarum IIA-2C12 di dalam bowl cutter. Temperatur akhir proses pencampuran ini sebaiknya tidak melebihi 2 ºC. Adonan yang sudah jadi kemudian dimasukkan ke dalam stuffer dan dimasukkan ke dalam selongsong. Adonan dalam selongsong dipadatkan dengan temperatur kurang dari 2 ºC. Sosis selanjutnya diperam (conditioning) selama 24 jam pada suhu ruang (±27 ºC). Proses selanjutnya adalah dilakukan pengasapan dingin selama 3 hari dengan suhu 28ºC-30ºC selama 4 jam/hari (Susilawati 2012). Proses pembuatan sosis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pembuatan sosis fermentasi Sumber: Arief (2000)

Pembuatan Sate

Sate dijadikan salah satu sumber protein ransum dalam penelitian ini karena banyak dikonsumsi masyarakat. Daging yang digunakan untuk membuat sate sama dengan daging yang digunakan untuk membuat sosis fermentasi. Daging tersebut dipotong ukuran balok lalu dicuci hingga bersih kemudian dilumuri dengan air perasan jeruk limo, lalu daging ditusuk dengan tusuk sate sehingga

Daging digiling

Daging dibekukan selama 24 jam

Dimasukkan dalam bowl cutter dengan tambahan bumbu dan kultur starter L. plantarum IIA-2C12 (suhu kurang dari 2 ºC)

Adonan dimasukkan ke dalam selongsong dengan stuffer (suhu tetap kurang dari 2 ºC)

Conditioning (selama 24 jam pada suhu ruang ±27 ºC)

Pengasapan dingin selama 3 hari dengan suhu 28 ºC-30 ºC selama 4 jam/hari

(20)

6

satu tusuk berisi empat potong daging. Sate dioles dengan campuran kecap manis dan margarin lalu dipanggang hingga terlihat setengah matang. Kemudian dicelupkan ke dalam campuran bumbu kacang hingga terlihat merata lalu dipanggang kembali hingga matang.

Gambar 3 Pembuatan sate Pembuatan Ransum Tikus Percobaan

Ransum disusun secara isoprotein dengan kandungan protein pakan sebanyak 10% sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh NRC bahwa kebutuhan protein tikus percobaan saat pertumbuhan adalah 10-15% (NRC 1995). Komposisi data proksimat kasein untuk pembuatan ransum tikus percobaan berdasarkan sertifikat analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB (2014). Pada penelitian ini pemberian ransum pada tikus terdiri dari kasein sebagai kontrol (P1), sosis fermentasi (P2) dan sate (P3). Pemberian ketiga ransum ini untuk melihat bagaimana perbedaan pertumbuhan dengan masing-masing jens ransum yang sudah dicampur dengan beberapa bahan lainya. Adapun formulasi ransum dari ketiga bahan di atas dapat dilihat pada Tabel 1.

Daging Dicuci Bersih

Daging dipotong sesuai ukuran, kemudian dilumuri dengan air perasan jeruk limo

Tusukan daging dengan menggunakan tusuk sate sesuai jumlah yang di inginkan

Campur kecap manis dan margarin menjadi satu kemudian diaduk sampai rata

Panggang sate di atas bara api hingga terlihat setengah matang

Celup ke dalam bumbu kacang kemudian panggang kembali hingga daging matang

(21)

7

Penelitian Uji In Vivo pada Tikus Percobaan

Tikus percobaan yang digunakan dalam percobaan ini dibagi ke dalam tiga kelompok perlakuan, selama pemeliharaan tikus-tikus percobaan di tempatkan di dalam kandang Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium. Sebelum perlakuan, dilakukan adaptasi tikus terhadap lingkungan selama lima hari dengan pemberian ransum standar terhadap semua tikus. Selain itu, terdapat kelompok baseline sebanyak lima ekor tikus, yang dipelihara selama lima hari adaptasi (H0) yang akan dibedah (T0) untuk dilakukan analisis terhadap status organ ginjal dan hati serta usus halus. Sistematika penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Sistematika penelitian utama

Keterangan:

T0 = Terminasi awal 5 ekor tikus

T1 = Terminasi ke-10 (5 ekor tikus setiap kelompok, total 15 tikus) T2 = Terminasi ke-20 (5 ekot tikus setiap kelompok, total 15 tikus)

Kelompok Perlakuan pada Tikus Percobaan

Kelompok perlakuan pada tikus percobaan dijelaskan pada Tabel 2. Jumlah populasi bakteri probiotik pada produk sosis fermentasi yang diberikan kepada tikus adalah sebanyak 108 cfu g-1 karena kecukupan jumlah sel hidup yang dapat memberikan manfaat kesehatan pada tubuh adalah 106 cfu g-1. Menurut Tannock (1999) makanan penyedia probiotik yang dikonsumsi diharapkan mengandung jumlah sel hidup yang besar (107-109 CFU/ml).

Pemberian sosis fermentasi

H (-5) H (0) H (10) H (20)

Adaptasi

(22)

8

Tabel 2 Kelompok perlakuan pada tikus percobaan

Kelompok Perlakuan

1 Tikus kontrol yaitu tikus yang hanya diberi ransum standar dengan kasein sebagai sumber protein dan air mineral

2 Tikus perlakuan yaitu tikus yang diberi ransum standar dengan sosis fermentasi probotik sebagai penganti kasein dan air mineral

3 Tikus perlakuan yaitu tikus yang diberi ransum standar dengan daging bakar sebagai pengganti kasein dan air mineral

Pengelolaan Hewan Percobaan

Kandang yang digunakan dalam pemeliharaan tikus percobaan adalah kandang individu yang berukuran 17.5 x 23.5 x 17.5 cm, dengan serutan gergaji sebagai alas kandang. Penggantian serutan gergaji dan pembersihan kandang dilakukan tiga hari sekali. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22-24º C dengan kelembaban udara 50-60% (AOAC 2005).

Ransum yang diberikan sebanyak 20 g per ekor per hari pada setiap pukul 06.00-07.00. Air minum diberikan secara ad libitum. Sisa ransum dikumpulkan setiap hari untuk ditimbang sehingga diketahui konsumsi ransum per ekor tikus per hari. Setiap tiga hari dilakukan penimbangan bobot badan per tikus.

Peubah yang Diukur

Pengujian bakteri asam laktat (BAL) dan Escherichia coli pada hati dan ginjal

Pengujian ini diperlukan untuk mengetahui apakah bakteri asam laktat melakukan translokasi atau invasi ke hati dan ginjal tikus sebagai salah satu landasan penilaian keamanan L. plantarum IIA-2C12 sehingga dapat diaplikasikan secara komersial pada pangan fungsional. Prosedur analisis pengujian BAL dan E. coli pada hati dan ginjal sebagai berikut : Tikus dibedah kemudian diambil hati dan ginjalnya. Hati dan ginjal diambil secara aseptis untuk mengevaluasi apakah terjadi invasi bakteri asam laktat yang dikonsumsi. Hati dan ginjal diencerkan sampai pengenceran 10-3. Pada pengenceran tingkat ke 0,1,2,3 suspense pipet secara aseptic dan dipupukkan sebanyak 1 mL ke dalam cawan petri steril (duplo). Kemudian dituangi MRS-agar, digoyang dan setelah beku diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam. Koloni yang tumbuh dihitung sebagai total BAL. Pengujian Escherichia coli menggunakan media tuang EMBA kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.

Jumlah BAL dan bakteri patogen E. coli yang menempel pada dinding usus halus

(23)

9 metode BAM (Bacteriological Analytical Methods) (2002), dengan media pertumbuhan MRSA (Oxoid) untuk total BAL dan EMBA (Merck) untuk E. coli.

Analisis kuantitatif BAL (BAM 2002)

Media untuk pertumbuhan BAL adalah de Mann Rogosa Sharp agar (MRSA) yang ditambahkan CaCO3 sebanyak 0.31%. Sebanyak 1 mL sampel dari pengenceran yang diinginkan dipipet secara aseptic dan diinokulasi ke dalam cawan petri steril, selanjutnya dituangkan medium MRSA lalu dihomogenkan dengan cara cawan diputar membentuk angka delapan. Bila agar telah beku, diinkubasi pada suhu 37O C selama 48 jam dan dihitung populasinya.

Jumlah bakteri (cfu/gram) :

Analisis kuantitatif E. coli (BAM 2002)

Media untuk pertumbuhan E. coli adalah eosyn methylen blue agar (EMBA). Sebanyak 1 mL sampel dari pengenceran yang diinginkan dipipet secara aseptic lalu diinokulasi ke dalam cawan, selanjutnya dituangkan media EMBA. Inkubasi dilakukan selama 48 jam pada suhu 37O C, koloni E. coli yang tumbuh akan berwarna hijau metalik keunguan.

Analisis Data

Rancangan yang dipakai adalah rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan yang diberikan adalah sesuai dengan perlakuan kelompok tikus percobaan (3 kelompok). Model matematika yang digunakan adalah :

Yijk = µ + ɑi + ɛij Keterangan :

Yijk : Respon Pengaruh Perlakuan µ : Nilai Tengah Perlakuan

ɑi : Pengaruh Perlakuan

ɛij : Galat Percobaan

(24)

10

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kultur Starter Bakteri Probiotik

Sosis fermentasi merupakan produk fermentasi olahan daging dengan penggunaan kultur BAL dengan asam laktat sebagai produk utama aktivitas fermentasinya. Kultur BAL yang digunakan dalam penelitian adalah L. plantarum IIA-2C12. Pada proses pembuatan kultur bakteri L. Plantarum IIA-2C12 ini melalui proses pembuatan sosis fermentasi yang disegarkan dan dikembangkan pada media spesifik yaitu MRSB. Setelah bateri mampu tumbuh dengan baik pada media tersebut, kemudian bateri dikembangkan dalam media susu sim steril untuk mendapatkan kultur induk, antara dan kerja, setelah itu bakteri dalam kultur dihitung populasinya dengan media MRSA.

(25)

11 Kualitas Mikrobiologi Sosis Fermentasi dan Sate

Populasi BAL mengalami penurunan dari 9.27 log cfu mL-1 selama pengolahan menjadi 8.67 log cfu g-1 setelah menjadi sosis fermentasi, akan tetapi jumlah BAL pada produk tersebut masih dapat dikategorikan sebagai pangan probiotik. Salah satu kriteria bakteri probiotik adalah mampu bertahan selama pengolahan dan penyimpanan (FAO/WHO, 2002; Sunny-Roberts & Knoor 2008). Overby (1988) menyatakan bahwa syarat minimal stater bakteri yang ditumbuhkan dalam daging fermentasi adalah 5,0 x 108 CFU/g sampai 1,0 x 109 CFU/g, Nousiainen et al. (2004) menyarankan dosis probiotik berkisar 106-107 CFU/g. Populasi bakteri asam laktat dan patogen (E.coli) dapat dilihat pada Tabel 3.

bakteri asam laktat Escherichia coli

Sosis fermentasi 8.67 td

Sate 2.32 td

Keterangan: td= tidak terdeteksi

Tabel 3 juga menunjukkan tidak adanya populasi E. coli dalam sate, walaupun dalam proses pembuatannya tidak dalam kondisi steril seperti pembuatan sosis fermentasi, hal itu karena pengaruh pengasapan dan pembakaran selama proses pembuatan.

Komposisi Nutrisi Sosis Fermentasi dan Sate

Kadar air yang dihasilkan tersebut lebih tinggi dibanding kadar air sosis fermentasi dengan kultur bakteri L. plantarum IIA-2C12 yang dibuat oleh Mumpuni (2012) yaitu 54.65%. Perbedaan kadar air ini disebabkan oleh perbedaan kondisi bahan baku yang digunakan. Kadar air pada produk sosis disumbang oleh daging yang digunakan tapi kadar air tersebut masih sesuai dengan BSN (1995) yaitu kurang 67%.

Tabel 4 Kandungan nutrisi sosis fermentasi probiotik L. plantarum IIA-2C12

Komponen nutrisi Nilai Mumpuni (2012)

Kadar air 56.99 54.65±2.03

Kadar protein (%bb) 27.16 18.56±0.94

Kadar lemak (%bb) 11.69 9.93±0.37

Kadar serat kasar (%bb) 0.74 -

Kadar abu (%bb) 1.11 3.52±0.15

Kadar karbohidrat (%bb) 2.31 13.35±2.91

(26)

12

Sate merupakan salah satu makanan favorit bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, dimana sebagian besar bahan baku sate berasal dari daging, terutama daging sapi. Pada penelitian ini melihat bagaimana kandungan nutrisi dari sate tersebut untuk diberikan pada tikus percobaan. Tabel 5 memperlihatkan kadar protein sate yang lebih tinggi daripada sosis fermentasi, yaitu 34.35%. Hal ini menunjukkan bahwa sate merupakan sumber protein.

Tabel 5 Kandungan nutrisi sate

Keterangan: Uji pada sate dilakukan duplo

Bobot Badan dan Organ Tikus Percobaan

Status awal bobot badan, hati, ginjal dan mukosa tikus percobaan adalah sebagai berikut 126.25±6.14 g, 6.72±0.54 g, 0.68±0.05 g dan 0.38±0.11 g. Tikus yang mengonsumsi sate memiliki bobot tertinggi yaitu 235.56±18.34 g. Hal ini dikarenakan tikus tersebut memiliki konsumsi harian dan PBB harian yang tertinggi.

Tabel 6 Bobot badan dan beberapa organ tikus (g)

Terminasi Peubah Kasein Sosis fermentasi Sate

Terminasi pada hari ke-10

Bobot Badan 173.75±6.95 174.75±2.63 178.03±6.99

Bobot Hati 7.96±0.67 7.96±0.59 7.14±0.47

Bobot Ginjal 0.79±0.07 0.80±0.03 0.76±0.03

Bobot Mukosa 0.64±0.04 0.61±0.08 0.52±0.11

Terminasi pada hari ke-20

Bobot Badan 224.25±16.34 233.00±12.78 235.56±18.34

Bobot Hati 8.05±0.58 9.17±0.68 8.40±0.66

Bobot Ginjal 0.79±0.06b 0.91±0.05a 0.79±0.05b

Bobot Mukosa 0.46±0.09 0.55±0.03 0.50±0.03

Keterangan: Nilai pada baris yang sama yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) dengan uji BNT(LSD)

(27)

13 Hati dan ginjal mengalami kenaikan berat pada ketiga perlakuan. Tikus yang mengonsumsi sosis fermentasi memiliki berat hati dan ginjal terbesar dibandingkan lainnya yaitu 9.17±0.68 g dan 0.91±0.05 g, secara statistik juga menunjukkan perbedaan yang nyata pada berat ginjal. Namun demikian, bagaimanapun sosis fermentasi yang diberikan memiliki dampak positif bagi perkembangan hati dan ginjal tikus karena dapat menekan invasi dan translokasi bakteri.

Secara umum tikus yang mengonsumsi L. plantarum IIA-2C12 pada terminasi hari ke-20 memiliki persentase bobot hati dan ginjal terbesar yaitu sebesar 3.9% dan 0.39%, sedangkan tikus yang mengonsumsi kasein dan sate memiliki persentase bobot hati dan ginjal masing-masing sebesar 3.5% dan 0.35% serta 3.5% dan 0.33%. Hal ini penting karena bobot badan berbanding lurus dengan bobot organ dalam agar metabolisme dapat terjaga dengan baik. Frandson (1968) menjelaskan bahwa salah satu tugas ginjal adalah mempertahankan keadaan yang relatif konstan dari lingkungan internal di dalam tubuh.

Pertumbuhan Tikus Percobaan

Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi harian tertinggi adalah tikus yang mengonsumsi sate (P3) yaitu 27.94±2.08 g/hari. Hal ini diduga akibat perbedaan palatabilitas ransum karena adanya bau khas daging dan

bumbu-bumbu sate, Mas’ud & Parakkasi (2009) melaporkan bahwa tikus yang diberi perlakuan ransum dengan dosis campuran udang windu 5% dan 10% memiliki tingkat konsumsi yang tinggi dibandingkan yang tidak mengalami perlakuan. Tikus memiliki indra penciuman yang berkembang dengan baik yang tidak dimiliki manusia yang disebut stereo, hal ini memungkinkan untuk menemukan makanan dalam waktu kurang dari lima detik. Tingginya konsumsi secara tidak langsung berpengaruh terhadap bobot badan dimana tikus yang mengonsumsi sate memiliki rata PBB harian tertinggi yaitu 5.89±0.98 g/hari, sedangkan rata-rata PBB terkecil terdapat pada tikus yang mengonsumsi sosis fermentasi.

Tabel 7 Pertumbuhan tikus selama pemeliharaan

Pengukuran Kasein Sosis fermentasi Sate

Konsumsi (g hari-1) 15.52±1.20a 23.48±1.50b 27.94±2.08c PBB (g hari-1) 5.17±0.59 4.91±0.69 5.89±0.98 Efisiensi Ransum(%) 33.31±4.77a 20.91±5.37b 21.08±4.82b Keterangan: Nilai pada baris yang sama yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata

(P<0.05) dengan uji BNT/LSD.

(28)

14

Meskipun kadar protein sosis fermentasi lebih kecil daripada sate tetapi secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata pada PBB dan efisiensi ransum. Hal ini karena L. plantarum IIA-2C12 mampu memperbaiki konsumsi ransum dan PBB pada tikus percobaan, diantaranya mampu meningkatkan absorbsi nutrien dengan memproduksi enzim pencernaan seperti enzim proteolitik (Arief et al. 2010).

Populasi bakteri asam laktat (BAL) pada tikus percobaan

Pada penelitian ini dilakukan isolasi untuk perhitungan BAL dan E.coli yang diperoleh dari organ hati, ginjal dan mukosa tikus. Perhitungan BAL dan E.coli ini dilakukan dengan menggunakan bantuan mikroskop. Hasil perhitungan populasi BAL dan E.coli dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil perhitungan populasi bakteri asam laktat (BAL) Perlakuan

ransum

Terminasi hari ke-10 Terminasi hari ke-20 Hati Ginjal Mukosa Hati Ginjal Mukosa

(log cfu g-1) (log cfu g-1)

Kasein 2.63±0.67 3.06±0.16 5.74±0.28 2.49±0.36b 1.93±0.79a 6.24±0.21a Sosis

fermentasi 3.52±1.62 2.73±0.27 5.79±0.11 0.95±0.07a 1.58±0.24a 6.80±0.20b Sate 3.01±0.36 3.02±0.32 5.79±0.29 2.99±0.22b 2.62±0.32b 6.33±0.31a Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaan

nyata (P<0.05) dengan uji BNT (beda nyata terkecil). Uji statistik dilakukan pada terminasi satu dan dua (T1 dan T2) dan tidak dilakukan perbandingan antar terminasi secara statistik

Populasi bakteri asam laktat (BAL) di mukosa pada status awal berjumlah 6.55±0.78 log cfu g-1, pada terminasi hari ke-10 terjadi penurunan populasi mukosa BAL di ketiga perlakuan yaitu 5.74±0.28, 5.79±0.11 dan 5.79±0.29 log cfu g-1 walaupun tidak berbeda nyata secara statistik. Hal ini dikarenakan proses adaptasi ransum khususnya pada tikus yang mengonsumsi sosis fermentasi dan sate. Secara statistik, populasi BAL pada tikus yang mengonsumsi sosis fermentasi (P2) saat terminasi hari ke-20 lebih tinggi daripada dua perlakuan lainnya yaitu 6.80±0.20 log cfu g-1, sedangkan populasi BAL tikus yang mengonsumsi kasein dan sate adalah 6.24±0.21 log cfu g-1 dan 6.33±0.31 log cfu g-1. Terlihat bahwa tikus yang mendapat perlakuan sosis fermentasi mampu mengembalikan populasi BAL dalam waktu yang relatif lebih cepat, hal ini membuktikan L. plantarum IIA-2C12 berpengaruh nyata terhadap populasi BAL dalam mukosa.

(29)

15 Kondisi ini menunjukkan bahwa L. plantarum IIA-2C12 mampu melewati berbagai hambatan di saluran pencernaan, diantaranya pH rendah (di lambung) dan adanya garam empedu di usus sehingga sampai di usus halus bagian sekum dan menempel pada mukosa sekum. Gross et al. (2008) melaporkan bahwa populasi Lactobacillus plantarum di usus halus tikus percobaan dengan pemberian probiotik L. plantarum 299v lebih tinggi (106 cfu/g) daripada kontrol kontaminasi pada saat proses terminasi. Pengaruh L. plantarum IIA-2C12 baru terlihat pada terminasi hari ke-20 dimana tikus yang mengonsumsi sosis fermentasi memiliki populasi bakteri terkecil diantara dua perlakuan lainnya pada organ hati dan ginjal masing-masing sebesar 0.95±0.07 cfu g-1dan 1.58±0.24 cfu g-1.

Kemampuan ini memiliki efek yang positif karena hati dan ginjal memiliki fungsi yang cukup penting dalam proses pencernaan, jika dalam kedua organ tersebut terdapat translokasi bakteri, maka proses detoksifikasi pada hati maupun penyaringan urin pada ginjal akan terganggu. Salah satu efek negatif dari terganggunya fungsi ginjal adalah masuknya racun yang tidak tersaring ke dalam aliran darah, sehingga mengakibatkan penyumbatan pada aliran darah. (Nurliana et al. 2014)

Tabel di atas juga menunjukkan bahwa L. plantarum IIA-2C12 baru memperlihatkan hasil yang signifikan pada terminasi hari ke-20 karena memiliki waktu untuk beradaptasi dan mekanisme kerja yang bertahap. Mekanisme tersebut adalah: 1) adanya bahan antimikroba melawan patogen, 2) proses immunodulasi (penyesuaian respon imun sehingga mencapai tingkat yang dikehendaki), 3) perbaikan dari fungsi pelindung, 4) penempelan: persaingan dalam menghambat patogen, menghambat dan menempati tempat pelekatan patogen dan 5) agregasi dan koagregasi dengan patogen (Collado et al. 2010).

Populasi E. coli pada Tikus Percobaan

Status awal E. coli pada mukosa adalah 5.61±0.42 log cfu g-1. Pada terminasi hari ke-10 terjadi penurunan E. coli pada ketiga perlakuan, begitu juga pada terminasi hari ke-20. Penurunan E. coli secara signifikan terlihat pada terminasi hari ke-20, dimana tikus yang mengonsumsi sosis fermentasi memiliki populasi E. coli terkecil yaitu 1.88±0.31 log cfu g-1. Ini membuktikan dengan penambahan L. plantarum IIA-2C12, populasi E. coli dapat ditekan sehingga dapat menjaga kestabilan mikroflora usus. Arief et al. (2010) melaporkan bahwa L. plantarum IIA-2C12 mampu menekan populasi E. coli dari 4.66±0.33 log cfu g-1 pada minggu pertama menjadi 3.11±0.95 log cfu g-1 pada minggu kedua.

(30)

16

serta bakteriosin yakni senyawa protein yang dihasilkan oleh bakteri yang memiliki aktivitas bakterisidal dan bakteriostatik (Ogunbanwo et al. 2003).

Tabel 9 Hasil perhitungan populasi E. coli Perlakuan

ransum

Terminasi hari ke-10 Terminasi hari ke-20

Hati Ginjal Mukosa Hati Ginjal Mukosa

(log cfu g-1) (log cfu g-1)

Kasein 1.79±0.79b 1.12±1.40 4.86±0.65 0 0 2.77±0.08b Sosis

fermentasi 1.40±1.15b 0.65±1.30 3.43±2.33 0 0 1.88±0.31a

Sate 0a 0 5.16±0.43 0 0 4.06±0.09c

Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) dengan uji BNT (beda nyata terkecil). Uji statistik dilakukan pada terminasi satu dan dua (T1 dan T2) dan tidak dilakukan perbandingan antar terminasi secara statistik.

Penelitian yang serupa juga menunjukkan kemampuan L. plantarum 2C12 mampu menghambat populasi E. coli pada mukosa tikus seperti yang dilaporkan oleh Medellin-Pena & Griffiths (2009) bahwa penambahan probiotik pada bahan pangan mampu menghambat kolonisasi E. coli pada usus tikus percobaan. Probiotik juga berfungsi untuk menyempurnakan proses pencernaan manusia dengan cara melindungi saluran pencernaan dari serangan bakteri patogen (Agostoni et al. 2004).

(31)

17

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Meskipun efisiensi ransum sosis fermentasi tidak sebaik kasein, namun pemberian ransum sosis fermentasi dapat meningkatkan populasi bakteri asam laktat dalam saluran pencernaan tikus sehingga memiliki sifat fungsional yang lebih baik. Pemberian sosis fermentasi selama 20 hari pemeliharaan pada tikus percobaan mampu meningkatkan populasi BAL pada mukosa usus dan menurunkan populasi E. coli, serta menurunkan translokasi E. coli pada organ hati dan ginjal. Dengan demikian, sosis fermentasi dengan penambahan probiotik L. plantarum IIA-2C12 berfungsi memperbaiki komposisi mikroorganisme dalam tubuh tikus percobaan.

Saran

(32)

18

DAFTAR PUSTAKA

Agostoni C, Axelsson I, Braegger C, Goulet O, Koleĵko B, Michaelsen KF, Rigo J, Shamir R, Szajewska H, Turck D, Weaver LT. 2004. Probiotic bacteria in dietetic products for infants : a commentary by the ESPHGHAN Committee on Nutrition. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 28: 365-374.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis. Washington DC (US): AOAC

Arief II. 2000. Pengaruh aplikasi kultur kering dengan beberapa kombinasi mikroba terhadap kualitas fisiko-kimia dan mikrobiologi sosis fermentasi [tesis]. Program Pasca Sarjana Ipb, Bogor.

Arief II, Maheswari RRA, Suryati T, Komariah, Rahayu S. 2008. Kualitas mikrobiologi sosis fermentasi daging sapi dan domba yang menggunakan kultur kering Lactobacillus plantarum 1B1 dengan umur yang berbeda. Media Peternakan 492-499.

Arief II, Jenie SL, Astawan M, Witarto AB. 2010. Efektivitas probiotik Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus acidophilus 2B4 sebagai pencegah diare pada tikus percobaan. Media Peternakan. 137-143.

Arief II. 2011. Karakteristik bakteri asam laktat indigenus sebagai probiotik dan identifikasinya dengan sekuensing 16s rNA [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Sosis daging. Jakarta (ID): BSN. Collado MCM, Gueimonde, Salminen S. 2010. Probiotics in adhesion of

pathogens: Mechanisms of action. In: Watson, R.R and Victor, R.Freedi. (eds). Bioactive Food in Promoting Health: Probiotics and Prebiotics. Elsevier. London.

FAO/ WHO. 2002. Guidelines for the evaluation of probiotics in food. Report of Joint FAO/WHO Working Group on drafting Guidelines for the evaluation of probiotics in food. London Ontario, Canada.

Frandson RD. 1968. Anatomy and physiology of farm animal. Lea and Febiger. Philadelphia.

Gad SC. 2007. Animal model in toxicology 2th edition. CRC Press. Boca raton 150-151.

Gross G, Wildner J, Schonewille A, Rademaker JLW, vander Meer R, Snel J. 2008. Probiotic Lactobacillus plantarum 299v does not unfavorable phytohematoglutinin induced changes in the rat intestinal microbiota. Appl. Environ. Microbiol. 74: 5224-5249.

Kementrian Pertanian. 2015. Statistik konsumsi pangan 2015. Pusat data dan sistem informasi pertanian.

Lawrie RA.1991. Ilmu Daging. Parakkasi Aminuddin, penerjemah. Jakarta: UI Press.

(33)

19

Mas’ud MS, Parakkasi A. 2009. Performa pertumbuhan tikus putih (Rattus novergicus) yang diberi ransum berbagai taraf limbah udang. Agripet Vol(9) No. 2:21-27

Medellin-Pena MJ, Griffiths MW. 2009. Effects of molecules secreted by Lactobacillus acidophilus strain La-5 on Escherichia coli O157:H7 Colonization. Appl Environ Microbiol 75 : 1165-1172.

Mumpuni NDS. 2012. Kandungan nutrisi serta asam amino pada sosis fermentasi probiotik dengan kultur Lactobacillus plantarum IIA-2C12 atau Lactobacilluc acidophilus 2B4 [skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Nousiainen J, Ahvenjarvi S, Rinne M, Hellamaki M, Huhtanen P. 2004. Prediction of indigestible cell wall fraction of grass silage by near infrared reflectance spectroscopy. Anim Feed Sci Technol. 115 : 295-311.

[NRC] National Research Council. 1995. Nutrient requirements of laboratory animals. Fourth revised edition. National Academy Press. Washington, D.C. Nurliana, Estuningsih S, Sugito, Masyitha D. 2014. Stabilitas mikrob usus,

histologi hati dan ginjal mencit setelah pemberian ekstrak Pliek bumbu masak tradisional Aceh. Veteriner. Vol. 15 (3) : 370-379.

Ogunbanwo ST, Sanni AI, Onilude AA. 2003. Influence of cultural conditions on the production of bacteriocin by Lactobacillus brevis OG1. African of Biotechnology Vol. 2 (7): 179-184.

Ouwehand AC, Kirjavainen PV, Shortt C, Salminen S. 1999. Probiotics: mechanisms and estabilished effects. Int DairyJ. 9 : 43-52.

Overby AJ. 1988. Microbial cultures for milk processing. Dalam: Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Science Publishers B. V. New York.

Papamanoli E, Tzanetakis N, Litopoulou-Tzanetaki E, Kotzekidou P. 2002. Characterization of lactic acid bacteria isolated from a Greek dry fermented sausage in respect of their technological and probiotic properties. Meat Sci. 2003: 859-867.

Shah NP. 2007. Functional cultures and health benafits. Int Diary J. 17:1262-1277 Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan

Sumantri B. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suckow MA, Weisbroth SA, Franklin CR. 2006. The Laboratory Rat 2th Edition. London [UK]: Elsevier Academic Press.

Sunny-Roberts EO, Knoor D. 2008. Evaluation of the response of Lactobacillus rhamnosus VTT E-97800 to sucrose-induced osmotic stress. Food Microbiol 25 : 183-189.

Susilawati S. 2012. Kualitas mikrobiologis sosis fermentasi yang diberi probiotik Lactobacillus plantarum 2C12 atau Lactobacillus acidophilus 2B4 [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

(34)
(35)
(36)
(37)

21 Lampiran 1 ANOVA BAL hati pada terminasi hari ke-10 (T1)

Sumber

Ragam DB JK KT Fhitung Ftabel 0,05

Perlakuan 2 1.59 0.80 0.74 4.26

Galat 9 9.66 1.07

Total 11

Keterangan : Fhitung ≤ Ftabel

Lampiran 2 ANOVA BAL ginjal pada terminasi hari ke-10 (T1) Sumber

Ragam DB JK KT Fhitung Ftabel 0,05

Perlakuan 2 0.25 0.13 1.87 4.26

Galat 9 0.61 0.07

Total 11

Keterangan : Fhitung ≤ Ftabel

Lampiran 3 ANOVA BAL mukosa pada terminasi hari ke-10 (T1) Sumber

Ragam DB JK KT Fhitung Ftabel 0,05

Perlakuan 2 0.01 0.00 0.05 4.26

Galat 9 0.52 0.06

Total 11

(38)

22

Lampiran 4 ANOVA BAL hati pada terminasi hari ke-20 (T2) Sumber

Ragam DB JK KT Fhitung Ftabel 0,05

Perlakuan 2 9.04 4.52 74.74 4.26

Galat 9 0.54 0.06

Total 11

Keterangan : Fhitung ≥ Ftabel, dilakukan uji BNT (beda nyata terkecil) untuk membandingkan nilai tengah antar perlakuan

Uji BNT

Mse KTG 0.06

t(α,dfe) 2.262157

α 0.05

dfe DBG 9

r Ulangan 4

Nilai BNT t(α,dfe)*SQRT(2*KTG/r) 0.393432

Perlakuan Rata-rata Nilai Notasi

Sosis Fermentasi 0.949 1.342432 a

Kasein 2.49 2.883432 a

(39)

23 Lampiran 5 ANOVA BAL ginjal pada terminasi hari ke-20 (T2)

Sumber

Ragam DB JK KT Fhitung Ftabel 0,05

Perlakuan 2 2.22 1.11 4.29 4.26

Galat 9 2.33 0.26

Total 11

Keterangan : Fhitung ≥ Ftabel, dilakukan uji BNT (beda nyata terkecil) untuk membandingkan nilai tengah antar perlakuan

Uji BNT

Mse KTG 0.26

t(α,dfe) 2.262157

α 0.05

dfe DBG 9

r Ulangan 4

Nilai BNT t(α,dfe)*SQRT(2*KTG/r) 0.814012

Perlakuan Rata-rata Nilai Notasi

Sosis Fermentasi 1.582 2.396012 a

Kasein 1.93 2.744012 a

(40)

24

Lampiran 6 ANOVA BAL mukosa pada terminasi hari ke-20 (T2) Sumber

Ragam DB JK KT Fhitung Ftabel 0,05

Perlakuan 2 0.74 0.37 6.14893 4.26

Galat 9 0.54 0.06

Total 11

Keterangan : Fhitung ≥ Ftabel, dilakukan uji BNT (beda nyata terkecil) untuk membandingkan nilai tengah antar perlakuan

Uji BNT

Mse KTG 0.06

t(α,dfe) 2.262157

α 0.05

dfe DBG 9

r Ulangan 4

Nilai BNT t(α,dfe)*SQRT(2*KTG/r) 0.391632

Perlakuan Rata-rata Nilai Notasi

Kasein 6.241 6.632632 a

Sate 6.326 6.717632 a

(41)

25 Lampiran 7 ANOVA E. coli hati pada terminasi hari ke-10 (T1)

Sumber

Ragam DB JK KT Fhitung Ftabel 0,05

Perlakuan 2 7.08 3.54 5.44 4.26

Galat 9 5.86 0.65

Total 11

Keterangan : Fhitung ≥ Ftabel, dilakukan uji BNT (beda nyata terkecil) untuk membandingkan nilai tengah antar perlakuan

Uji BNT

Mse KTG 0.65

t(α,dfe) 2.26215716

α 0.05

dfe DBG 9

r Ulangan 4

Nilai BNT t(α,dfe)*SQRT(2*KTG/r) 1.289628

Perlakuan Rata-rata Nilai Notasi

Sate 0.000 1.290 a

Sosis Fermentasi 1.403 2.692628 b

(42)

26

Lampiran 8 ANOVA E. coli ginjal pada terminasi hari ke-10 (T1) Sumber

Ragam DB JK KT Fhitung Ftabel 0,05

Perlakuan 2 2.94 1.47 1.20 4.26

Galat 9 10.99 1.22

Total 11

Keterangan : Fhitung ≤ Ftabel

Lampiran 9 ANOVA E. coli mukosa pada terminasi hari ke-10 (T1) Sumber

Ragam DB JK KT Fhitung Ftabel 0,05

Perlakuan 2 6.79 3.39 1.68 4.26

Galat 9 18.14 2.02

Total 11

Keterangan : Fhitung ≤ Ftabel

Lampiran 10 ANOVA E. coli hati pada terminasi hari ke-20 (T2) Sumber

Ragam DB JK KT Fhitung Ftabel 0,05

Perlakuan 2 0.00 0.00 #DIV/0! 4.26

Galat 9 0.00 0.00

Total 11

Keterangan : Fhitung ≤ Ftabel

Lampiran 11 ANOVA E. coli ginjal pada terminasi hari ke-20 (T2) Sumber

Ragam DB JK KT Fhitung Ftabel 0,05

Perlakuan 2 0.00 0.00 #DIV/0! 4.26

Galat 9 0.00 0.00

Total 11

(43)

27 Lampiran 12 ANOVA E. coli mukosa pada terminasi hari ke-20 (T2)

Sumber

Ragam DB JK KT Fhitung Ftabel 0,05

Perlakuan 2 9.64 4.82 132.64 4.26

Galat 9 0.33 0.04

Total 11

Keterangan : Fhitung ≥ Ftabel, dilakukan uji BNT (beda nyata terkecil) untuk membandingkan nilai tengah antar perlakuan

Uji lanjut BNT

Mse KTG 0.04

t(α,dfe) 2.262157

α 0.05

dfe DBG 9

r Ulangan 4

Nilai BNT t(α,dfe)*SQRT(2*KTG/r) 0.304998

Perlakuan Rata-rata Nilai Notasi

P2 Sosis Fermentasi 1.879 2.183998 a

P1 Kasein 2.769 3.073998 b

(44)

28

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1   Pembiakan kultur starter  Sumber: Arief (2008)
Gambar 2  Pembuatan sosis fermentasi  Sumber: Arief (2000)
Gambar 3  Pembuatan sate   Pembuatan Ransum Tikus Percobaan
Gambar 4 Sistematika penelitian utama
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB), pengeluaran konsumsi LNPRT, pengeluaran konsumsi rumah tangga dan impor luar negeri yang masing-masing

Dalam melaksanakan tugasnya tanggung jawab seorang akuntan tidak hanya memenuhi kebutuhan klien, namun akuntan harus mengikuti standar profesi yang belandaskan pada

Akan tetapi, kita harus mengamalkan sikap para pahlawan dalam kehidupan sehari-hari antara lain rela berkorban untuk kepentingan orang lain, mau menolong orang lain meskipun

Peneitian ini dilakukan untuk mencari alternatif pengganti agregat kasar (batu pecah) dalam beton dengan pecahan batu kapur ditinjau terhadap kuat tekan beton, dengan campuran

Hal penting yang perlu diperhatikan bahwa dalam perkembangan anak, sebagian stimulasi lebih banyak diberikan oleh ibu dari pada ayah atau anggota keluarga lainnya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) prestasi belajar siswa menggunakan metode NHT dilengkapi modul dibanding prestasi belajar siswa menggunakan metode TPS dilengkapi

Selain itu, organisasi perlu memperhatikan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi motivasi karyawan, dalam hal ini diperlukan adanya peran organisasi

Judul :Pengelolaan Sumber Daya Manusia Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional Majlis Tafsir Al-Qur’an Surakarta.. Dengan ini kami menilai tesis tersebut dapat