• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesesuaian lahan dan perencanaan penggunaan lahan penggunaan lahan untuk pertanian di kawasan pesisir Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kesesuaian lahan dan perencanaan penggunaan lahan penggunaan lahan untuk pertanian di kawasan pesisir Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI KAWASAN

PESISIR KABUPATEN KULON PROGO, YOGYAKARTA

ARIF MARTONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Penggunaan Lahan untuk Pertanian di Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2007

(3)

Coastal Area of Kulon Progo District, Yogyakarta. Supervised by SUWARDI and

DWI PUTRO TEJO BASKORO.

(4)

untuk Pertanian di Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Dibimbing oleh SUWARDI dan DWI PUTRO TEJO BASKORO.

Kabupaten Kulon Progo memiliki kawasan pesisir sangat luas meliputi 14.579,79 ha atau sekitar 25% dari wilayah kabupaten. Kawasan pesisir tersebut relatif subur sehingga sangat potensial untuk pengembangan pertanian. Seiring dengan perkembangan wilayah, kawasan pesisir berkembang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Untuk mengantisipasi perkembangan kawasan pesisir, maka penataan lahan perlu dilakukan dengan pendekatan evaluasi lahan sehingga pengembangannya sesuai dengan kemampuan lahan dengan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik fisik, finansial usaha tani dan mengevaluasi kesesuaian lahan untuk pertanian khususnya tanaman cabai merah, melon dan semangka. Hasil identifikasi karakteristik fisik menunjukkan bahwa daerah penelitian bertopografi datar sampai berombak dengan kondisi tanah relatif subur dengan order Inceptisol, Alfisol, Mollisol dan Vertisol. Sekitar 75% dari sebanyak 32.442 rumah tangga di kawasan ini berprofesi sebagai petani atau buruh tani. Hasil analisis memperlihatkan bahwa, cabai merah menjadi komoditas basis di Kecamatan Temon, Wates dan Panjatan, sedangkan melon dan semangka menjadi komoditas basis di Kecamatan Galur. Analisis kesesuaian lahan untuk ketiga komoditas tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar lahan termasuk sesuai (S2) dengan faktor pembatas utama kelebihan curah hujan tahunan. Oleh karena itu pengaturan pola tanam dan manajemen air menjadi kunci pokok suksesnya usaha tani cabai merah, melon dan semangka. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa usaha tani cabai merah, melon dan semangka adalah layak untuk diusahakan. Luas lahan yang berpotensi untuk pengembangan ketiga komoditas tersebut adalah 5.617,9 ha. Berdasarkan berbagai hasil analisis tersebut di atas maka pengembangan komoditas cabai merah diarahkan di wilayah Kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan sebagian Kecamatan Galur pada existing landuse, rumput, sawah, ladang dan belukar; sedangkan komoditas melon dan semangka diarahkan ke Kecamatan Galur terutama pada

(5)

KESESUAIAN LAHAN DAN PERENCANAAN

PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI KAWASAN

PESISIR KABUPATEN KULON PROGO, YOGYAKARTA

ARIF MARTONO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Perencanaan Wilayah (PWL)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Progo, Yogyakarta

Nama : Arif Martono

NIM : A-253050104

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Suwardi, M.Agr. Ketua

Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

(7)

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas segala karunia dan hidayah-Nya, karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini mengambil judul Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Penggunaan Lahan untuk Pertanian di Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

Proses penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Bapak Dr. Ir. Suwardi, M.Agr. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc. selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini. Rasa terima kasih dan penghargaan juga penulis tujukan kepada Pusbindiklatren Bappenas yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Kepada keluarga, teman dan semua pihak yang telah memberikan motivasi dan dukungan bagi kelancaran penulisan tesis ini, penulis ucapkan terima kasih.

Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca. Amin.

Bogor, Maret 2007

(8)

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 5 Maret 1968 sebagai putra ketujuh dari delapan bersaudara, pasangan Bapak Safuan dan Almh. Ibu Rodjiyah. Menikah dengan Ernawati Purwaningsih dan telah dikarunia tiga orang anak bernama; Muhammad Nadhif Akbari, Talitha Syifa Zayyana, dan Nasywa Yumna Khairunnisa.

Pendidikan SD dan SMP diselesaikan di Yogyakarta, SMA di Bantul, sedangkan pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan Geografi Manusia Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, lulus pada tahun 1996. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2005 dan diterima di Program Studi Perencanaan Wilayah, melalui fasilitas beasiswa dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).

(9)

”M aka, sesungguhnya bersama dengan kesulitan itu

ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu

ada kemudahan.”

(QS. Al-Insyirah: 5-6)

”Dan, barangsiapa yang bert aqwa kepada Allah

niscaya Allah akan menjadikan baginya jalan kemudahan

dalam urusannya.”

(10)

Halaman

DAFTAR TABEL ………... x

DAFTAR GAMBAR ………. xi

DAFTAR LAMPIRAN ………... xii

PENDAHULUAN ………... 1

Latar Belakang ... 1

Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 3

Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ……… 5

Kesesuaian Lahan ………. 5

Kawasan Pesisir ………. 7

Analisis Spasial ………... 8

Sistem Informasi Geografi ... 10

METODE PENELITIAN ... 13

Kerangka Pendekatan Studi ... Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13 14 Pengumpulan Data ... 14

Analisis Data ... 14

Identifikasi karakteristik fisik, ekonomi, sosial-budaya, dan peman-faatan lahan ... 15

Analisis sektor basis wilayah ... 15

Analisis kesesuaian lahan ... 18

Analisis usaha tani ... Analisis perencanaan penggunaan lahan kawasan pesisir ... 19 21 HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 22

Karakteristik Fisik ……… 22

Geografis ……….. 22

Iklim ……… 23

Hidrologi ………. Topografi ……… 26 28 Tanah ………. Satuan lahan ………. 28 32 Perekonomian Wilayah ……….. 34

Sosial dan Budaya ……….. 37

Kependudukan……….. 37

Pendidikan ………. 38

Kesehatan ………. 39

Kebudayaan ………. 40

Pemanfaatan Lahan ………... Analisis Sektor Basis Wilayah ……….. 41 47 Analisis Kesesuaian Lahan ………... 50

Analisis spasial kesesuaian lahan ………. 51

Integrasi analisis spasial kesesuaian lahan dengan penggunaan lahan saat ini ………... 55

Analisis usaha tani ... 58

Komoditas tanaman cabai merah ... 58

Komoditas tanaman melon dan semangka ………... 60

Perencanaan Penggunaan Lahan Kawasan Pesisir ………... 62

KESIMPULAN DAN SAR AN ………. 66

Kesimpulan ……….. 66

Saran ………... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(11)

No. Halaman

1. Luas wilayah, jumlah desa dan dukuh di daerah penelitian ... 23 2.

3. 4.

Rata-rata curah hujan bulanan menurut kecamatan di daerah

penelitian periode tahun 1994-2004 ... Jenis dan sifat tanah serta luasannya di daerah penelitian tahun 2003 Satuan lahan di daerah penelitian ...

24 31 34 5. Banyaknya rumah tangga dan penduduk di daerah penelitian tahun

2004 ... 37 6. Banyaknya kelompok tani, anggota kelompok tani dan petani/buruh

tani di daerah penelitian tahun 2004 ... 38 7. Banyaknya sarana pendidikan di daerah penelitian tahun 2004 ... 39 8. Banyaknya sarana dan tenaga kesehatan di daerah penelitian tahun

2004 ... 40 9. Banyaknya perkumpulan seni musik di daerah penelitian ... 41 10. Luas masing-masing jenis penggunaan lahan menurut kecamatan di

daerah penelitian tahun 2004 ... 42 11. Rekapitulasi analisa LQ, LI dan SI untuk tanaman hortikultura dan

padi/palawija di daerah penelitian tahun 2004 ... 49 12. Luas kesesuaian lahan untuk tanaman cabai merah, melon dan

semangka menurut di daerah penelitian ... 53 13.

14.

Luas kesesuaian lahan tanaman cabai merah, melon dan semangka menurut penggunaan lahan saat ini di daerah penelitian ... Luas penggunaan lahan saat ini menurut kecamatan di daerah pene-litian ...

56

56 15.

16.

Luas existing areal tanam menurut kecamatan di daerah penelitian tahun 2005 ... Integrasi rata-rata curah hujan dan pola tanam (crop calender) usaha tani tahunan menurut jenis penggunaan lahan saat ini di daerah penelitian ...

56

57 17. Hasil perhitungan analisis finansial usaha tani cabai merah di daerah

penelitian ... 58 18. Hasil perhitungan analisis finansial usaha tani melon di daerah

pene-litian ... 61 19. Hasil perhitungan analisis finansial usaha tani semangka di daerah

penelitian ... 61

(12)

No. Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 13

2. Diagram alir tahapan penelitian ... 15

3. Daerah penelitian ... 23

4. Peta curah hujan rata-rata daerah penelitian ... 25

5. Peta pola drainase daerah penelitian ... 27

6. Peta kelas lereng daerah penelitian ... 29

7. Peta tanah daerah penelitian ... 30

8. Peta satuan lahan daerah penelitian ... 33

9. Peta jaringan jalan daerah penelitian ... 36

10. Peta penggunaan lahan daerah penelitian ... 43

11. Tanaman cabai merah tumbuh subur di tanah Entisol ... 44

12. Hamparan tanaman cabai merah di lahan semula existing landuse rumput ... 44

13. ”Sumur renteng” di sela-sela tanaman cabai merah ... 45

14. Penyiraman langsung dari pipa paralon ... 45

15. Mesin diesel kapasitas 2 PK untuk memompa air tanah ... 45

16. Pekerja perempuan melakukan penyiangan rumput ... 45

17. Tanaman semangka tumbuh subur di tanah Inceptisol ... 46

18. Tanaman cabai merah dengan penyela tanaman terung ... 46

19. Hasil panen cabai merah ... 47

20. Hasil panen semangka ... 47

21. Lahan ”tidur” di daerah penelitian ... 51

22. Peta kesesuaian lahan tanaman cabai merah, melon dan semangka daerah penelitian ... 54

23. Peta perencanaan penggunaan lahan untuk pertanian di kawasan pesisir Kabupaten Kulon Progo ... 65

(13)

No. Halaman

1. 2.

Tabel kriteria kesesuaian untuk tanaman cabai merah ... Tabel kriteria kesesuaian untuk tanaman semangka ...

70 70 3.

4.

Tabel analisis kesesuaian lahan untuk tanaman cabai merah masing- masing satuan lahan di daerah penelitian ... Tabel analisis kesesuaian lahan untuk tanaman melon dan semangka masing-masing satuan lahan di daerah penelitian ...

71

73 5. Tabel analisis LQ, LI dan SI terhadap komoditas subsektor pertanian

tanaman sayuran dan buah semusim di daerah penelitian ... 75 6. Tabel analisis LQ, LI dan SI terhadap komoditas subsektor pertanian

tanaman padi/palawija di daerah penelitian ... 76 7. Tabel input dan output usaha tani komoditas cabai merah per 2.000

m2 di daerah penelitian tahun 2006 (selama 6 bulan) dengan harga

Rp. 2.000,00/kg ... 77 8. Tabel input dan output usaha tani komoditas cabai merah per 2.000

m2 di daerah penelitian tahun 2006 (selama 6 bulan) dengan harga

Rp. 5.000,00/kg ... 79 9. Tabel input dan output usaha tani komoditas cabai merah per 2.000

m2 di daerah penelitian tahun 2006 (selama 6 bulan) dengan harga

Rp. 10.000,00/kg ... 81 10. Tabel input dan output usaha tani komoditas melon per 2.000 m2 di

daerah penelitian tahun 2006 (selama 4 bulan) dengan harga

Rp. 750,00/kg ... 83 11. Tabel input dan output usaha tani komoditas melon per 2.000 m2 di

daerah penelitian tahun 2006 (selama 4 bulan) dengan harga

Rp. 1.500,00/kg ... 85 12. Tabel input dan output usaha tani komoditas melon per 2.000 m2 di

daerah penelitian tahun 2006 (selama 4 bulan) dengan harga

Rp. 2.000,00/kg ... 87 13. Tabel input dan output usaha tani komoditas semangka per 2.000 m2

di daerah penelitian tahun 2006 (selama 4 bulan) dengan harga Rp.

500,00/kg ... 89 14. Tabel input dan output usaha tani komoditas semangka per 2.000 m2

di daerah penelitian tahun 2006 (selama 4 bulan) dengan harga Rp.

1.000,00/kg ... 91 15. Tabel input dan output usaha tani komoditas semangka per 2.000 m2

di daerah penelitian tahun 2006 (selama 4 bulan) dengan harga Rp.

1.250,00/kg ... 93 16. Kuesioner usaha tani komoditas cabai merah, melon dan semangka .. 95

(14)

Pembangunan adalah suatu proses untuk meningkatkan taraf kehidupan

manusia melalui berbagai langkah dan interaksi baik antara manusia maupun

antara manusia dengan lingkungannya. Todaro (2000) menyatakan bahwa

pem-bangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan proses

sosial, ekonomi, dan institusional, mencakup usaha-usaha untuk memperoleh

kehidupan yang lebih baik. Proses multidimensional karena tidak saja

sasaran-nya yang mencakup ketiga proses tersebut, namun juga ketigasasaran-nya secara

bersa-ma akan saling mempengaruhi satu sabersa-ma lain.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah memiliki dua dimensi penting bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon

Progo dalam membangun daerah. Di satu sisi undang-undang tersebut

ber-dimensi peluang, yaitu memberi kewenangan yang luas bagi daerah untuk

meng-gali dan memberdayakan seluruh potensi yang ada di wilayahnya. Di sisi lain

undang-undang tersebut berdimensi tantangan, karena dibutuhkan kreativitas,

kerja keras dan “effort” yang tinggi untuk mengimplementasikannya, disamping

harus bersaing dengan daerah lainnya dalam memperebutkan investasi-investasi

yang diperlukan dalam pembangunan. Situasi ini telah mendorong Pemerintah

Daerah Kabupaten Kulon Progo terus berupaya menggerakkan seluruh

kemam-puan dan potensi sumberdaya yang dimilikinya, termasuk didalamnya

sumber-daya pesisir.

Berdasarkan kondisi topografi wilayahnya yang cukup beragam mulai dari

wilayah perbukitan dengan lereng cukup curam hingga wilayah pesisir yang

memiliki lereng landai, maka strategi kebijakan pengembangan wilayah

Kabu-paten Kulon Progo dibagi dalam tiga zona. Zona utara, dengan topografi berbukit

dan sebagian besar wilayah berlereng curam diarahkan untuk kawasan

konser-vasi dan budidaya terbatas. Zona tengah, dengan topografi relatif datar

diarah-kan untuk kawasan permukiman, budidaya (industri, perdagangan, jasa,

pertani-an), dan pemerintahan. Zona selatan, yang memiliki topografi wilayah dari datar

hingga landai, diarahkan untuk kawasan permukiman, budidaya (perikanan,

pari-wisata, jasa, dan pertanian), pemerintahan dan sebagian kawasan konservasi.

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir pembangunan di zona selatan, dimana

sebagian wilayahnya berupa kawasan pesisir, menunjukkan perkembangan yang

(15)

pesi-sir” adalah wilayah dari titik pasang tertinggi air laut ke arah darat hingga batas

administratif kecamatan-kecamatan pesisir maka tidak kurang dari 85% wilayah

zona selatan ini termasuk dalam kawasan pesisir. Oleh karena itu, sudah

sewa-jarnya jika strategi pembangunan yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten

Kulon Progo terutama diarahkan untuk pengembangan sektor perikanan,

pertani-an, dan pariwisata, mengingat potensinya yang cukup besar namun belum tergali

dan termanfaatkan secara optimal.

Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo menyadari bahwa kawasan

pesisir merupakan salah satu sumberdaya yang potensial dikembangkan untuk

kemajuan pembangunan daerah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dahuri et al.

(1996) bahwa wilayah pesisir merupakan lokasi yang strategis untuk kegiatan

berbagai sektor dalam bidang ekonomi antara lain seperti; pariwisata bahari,

in-dustri perkapalan, pelabuhan transportasi, perikanan budidaya dan tangkap,

per-tambangan, kawasan konservasi, dan lain sebagainya.

Beragamnya sumberdaya alam kawasan pesisir memberi daya tarik yang

besar untuk berbagai penggunaan oleh masyarakat yang pada gilirannya dapat

mempengaruhi lingkungan ekologisnya. Selain itu ketersediaan sumberdaya

ka-wasan pesisir juga sangat terbatas. Oleh karenanya diperlukan strategi

pengelo-laan yang tepat bagi kelestarian lingkungan hidup agar tercipta kemampuan yang

serasi dan seimbang untuk mendukung keberlanjutan kehidupan manusia.

Realitas kawasan pesisir yang demikian dinamis memerlukan suatu

penge-lolaan yang khusus dan terpadu dalam mengakomodasikan berbagai

kepenting-an stakeholders, sekaligus tetap terjaga dan terpeliharanya lingkungan ekosistem

wilayah secara berkelanjutan. Dengan demikian dalam penyusunan arahan

pe-ngembangannya perlu dirumuskan suatu rencana pengelolaan dengan

pende-katan keruangan yang dapat mengakomodasikan kepentingan stakeholders.

Sebagaimana Ellsworth et al. (1997) yang menegaskan bahwa, sesungguhnya

pendekatan dalam perencanaan dan pengelolaan pesisir secara terpadu harus

melibatkan seluruh stakeholders, mulai dari pemerintah pusat hingga daerah

ter-masuk masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut.

Rencana pengelolaan kawasan pesisir muaranya adalah peningkatan

kese-jahteraan masyarakat dan keberlanjutan sumberdaya dan ekosistem pesisir.

Harapan ini akan lebih realistis dan dapat dipertanggungjawabkan apabila dalam

(16)

berdasar-kan “kesesuaian lahan”, yang dikaji secara ilmiah dengan tetap

mempertimbang-kan kebutuhan dan dinamika masyarakat yang tinggal didalamnya.

Mengingat penduduk yang tinggal di kawasan pesisir ini sebagian besar

petani dengan usaha tani dominan adalah komoditas; cabai merah, melon dan

semangka, maka penelitian ini bertujuan membuat perencanaan ruang kawasan

pesisir Kabupaten Kulon Progo untuk pertanian dengan komoditas; cabai merah,

melon dan semangka.

Identifikasi dan Perumusan Masalah

Kawasan pesisir Kabupaten Kulon Progo mempunyai karakteristik khusus,

karena memiliki sumberdaya alam, aspek lingkungan dan budaya yang unik.

Karakteristik unik yang dimilikinya adalah; (1) bentuk lahan (landform) pesisirnya

relatif landai, (2) sebagian besar penduduk yang bermukim di kawasan pesisir

Kulon Progo adalah petani dan sedikit sekali yang berprofesi sebagai nelayan,

(3) sebagian kecil lahan kawasan pesisir telah dimanfaatkan untuk pertanian

dengan komoditas; cabai merah, melon dan semangka dan mampu

menghasil-kan panen sangat bagus, (4) air tanah relatif dangkal dengan kualitas baik

(be-rasa tawar dan belum terjadi intrusi air laut), dan (5) terdapat lahan-lahan tidur

cukup luas yang belum termanfaatkan untuk berbagai penggunaan.

Kondisi di atas menunjukkan bahwa; (1) pertanian masih menjadi mata

pencaharian utama di kawasan pesisir, (2) perlunya analisis kesesuaian lahan

untuk pengembangan pertanian, (3) analisis finansial usaha tani diperlukan untuk

melihat kemampuan sektor pertanian sebagai sumber nafkah utama rumah

tangga petani, dan (4) perlu adanya arahan pengelolaan kawasan pesisir yang

ideal (mampu mempertemukan antara budaya masyarakat/stakeholders dengan

kemampuan dan status ekosistem sumberdaya secara ilmiah) sehingga dapat

meminimalisir pemanfaatan yang irasional dan tidak terkendali.

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang terdapat di wilayah

studi dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karakteristik fisik, finansial usaha tani dan pemanfaatan lahan

di kawasan pesisir Kabupaten Kulon Progo?

2. Apakah pemanfaatan ruang kawasan pesisir Kabupaten Kulon Progo saat ini

sudah sesuai dengan kesesuaian lahan untuk pertanian?

3. Strategi apa yang sebaiknya dilakukan dalam perencanaan penggunaan

(17)

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi karakteristik fisik, finansial usaha tani dan pemanfaatan

lahan di kawasan pesisir Kabupaten Kulon Progo.

2. Mengevaluasi kesesuaian lahan kawasan pesisir Kabupaten Kulon Progo

untuk pertanian, khususnya tanaman; cabai merah, melon dan semangka.

3. Memberikan alternatif perencanaan penggunaan lahan untuk pertanian di

kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan.

Manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan

dan bahan pertimbangan dalam penyusunan ataupun penyempurnaan kebijakan

dan rencana strategis pemanfaatan lahan di kawasan pesisir Kabupaten Kulon

(18)

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,

hidro-logi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi

penggu-naannya termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik

pada masa lalu maupun masa sekarang (FAO, 1976).

Menurut FAO (1976) beberapa ahli mengemukakan bahwa istilah “

capabi-lity” atau kemampuan dan “suitability” atau kesesuaian, merupakan dua istilah

yang mempunyai arti sama sehingga dapat saling menggantikan. Namun

demi-kian, pengertian yang umum dianut dewasa ini adalah bahwa “kemampuan

la-han” (land capability) berarti potensi lahan untuk penggunaan pertanian secara

umum, sedangkan istilah “kesesuaian lahan” (land suitability) berarti potensi

han untuk penggunaan jenis tanaman tertentu. Dengan demikian “kesesuaian

la-han” adalah kecocokan suatu lahan untuk tipe penggunaan lahan (jenis tanaman

dan tingkat pengelolaan) tertentu.

Kesesuaian lahan dilakukan untuk tujuan evaluasi lahan yaitu menentukan

nilai (kelas) suatu lahan untuk tujuan tertentu. Dalam kaitan ini FAO (1976)

menyatakan dalam evaluasi lahan perlu juga memperhatikan aspek ekonomi,

sosial, serta lingkungan dan berkaitan dengan perencanaan tata guna tanah.

Dalam tahapan evaluasi lahan, pertama harus ditetapkan tujuan yang jelas

mengapa evaluasi lahan itu dilakukan. Selanjutnya menentukan faktor-faktor

yang digunakan sebagai penciri, dimana faktor-faktor tersebut harus merupakan

sifat-sifat yang dapat diukur atau ditaksir dan erat hubungannya dengan tujuan

evaluasi. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan

kualitas lahan masing-masing satuan lahan dengan persyaratan penggunaan

la-han yang akan diterapkan.

Pendekatan dalam evaluasi lahan dapat dilalukan melalui dua cara (FAO,

1976), yaitu:

1. Pendekatan dua tahap (two stage approach)

Tahap pertama dari pendekatan ini adalah merupakan evaluasi lahan

secara kualitatif, sedangkan tahap kedua (kadang-kadang tidak dilakukan)

terdiri dari analisa ekonomi dan sosial. Pendekatan dua tahap ini sering

dila-kukan untuk evaluasi perencanaan penggunaan lahan secara umum dalam

(19)

Klasifikasi kemampuan lahan dalam tahap pertama didasarkan pada

kecocokan lahan untuk penggunaan tertentu. Peranan analisa ekonomi dan

sosial dalam tahap ini terbatas pada pengecekan terhadap relevansi tipe

penggunaan lahan yang akan diterapkan. Setelah tahap pertama selesai dan

hasilnya disajikan dalam bentuk peta dan laporan, maka tahap kedua yaitu

analisa ekonomi dan sosial dapat dilakukan segera atau beberapa waktu

kemudian. Pendekatan dua tahap ini lebih sistematis karena memiliki

ke-giatan yang jelas terpisah. Survai tanah fisik dilakukan lebih dulu, baru

kemu-dian survai dan analisa ekonomi-sosial, sehingga memungkinkan

penjadwal-an kegiatpenjadwal-an dpenjadwal-an penggunapenjadwal-an staf.

2. Pendekatan paralel (parallel approach)

Pendekatan paralel merekomendasikan analisa ekonomi dan sosial

ter-hadap jenis penggunaan lahan yang direncanakan dilakukan secara

bersa-maan dengan analisa sifat-sifat fisik dan lingkungan dari lahan tersebut. Hasil

pendekatan ini biasanya memberi petunjuk mengenai modifikasi penggunaan

lahan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pendekatan paralel

di-harapkan dapat memberi hasil yang lebih tepat dalam waktu yang lebih

cepat. Cara ini memberi kemungkinan yang lebih baik untuk memusatkan

kegiatan survai dan pengumpulan data pada keterangan-keterangan yang

diperlukan untuk evaluasi.

Ada berbagai sistem evaluasi kesesuaian lahan yang umum dipakai, yaitu;

1. Sistem USDA atau sering juga dikenal sistem Klingebiel dan Montgomery

(1961) dimana dalam tingkat kelas, kemampuan lahan menunjukkan

kesama-an besarnya faktor-faktor penghambat. Tkesama-anah (lahkesama-an) dikelompokkkesama-an ke

da-lam kelas I sampai kelas VIII, dimana semakin tinggi kelas berbanding lurus

dengan kualitas lahan yang semakin jelek. Ini berarti resiko kerusakan dan

besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan penggunaan lahan yang

dapat diterapkan semakin terbatas.

2. Sistem FAO (1976) membagi kesesuaian lahan menjadi 4 (empat) kategori,

yaitu; ordo, kelas, sub kelas, dan unit. Kesesuaian lahan tingkat ordo dan

kelas biasanya digunakan dalam pemetaan tanah tinjau, sub kelas untuk

pe-metaan tanah semi detail, dan unit biasanya digunakan untuk pepe-metaan

(20)

Kawasan Pesisir

Berbagai pengertian dan batasan mengenai istilah “pesisir” telah

dikemuka-kan oleh para ahli. Namun dari semua pendapat tersebut tidak ada yang

diang-gap paling benar, karena penggunaan pengertian dan batasan tersebut dapat

dianggap benar apabila sesuai dengan tujuan penelitian atau kajian yang akan

dilakukan.

Pengertian wilayah pesisir menurut Bakosurtanal (1990) dalam Sutikno

(1999) adalah suatu jalur saling pengaruh antara darat dan laut, yang memiliki

ciri geosfer yang khusus, ke arah darat dibatasi oleh pengaruh sifat fisik laut dan

sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah laut dibatasi oleh proses alami serta

akibat kegiatan manusia terhadap lingkungan di darat. Batas wilayah pesisir arah

ke daratan tersebut ditentukan oleh; (a) pengaruh sifat fisik air laut, yang

ditentu-kan berdasarditentu-kan seberapa jauh pengaruh pasang air laut, seberapa jauh flora

yang suka akan air akibat pasang tumbuh (water loving vegetation) dan seberapa

jauh pengaruh air laut ke dalam air tanah tawar, dan (b) pengaruh kegiatan

baha-ri (sosial), seberapa jauh konsentrasi ekonomi bahabaha-ri (desa nelayan) sampai ke

arah daratan.

Menurut Aprilani (1986) dalam Pethic (1988) yang dimaksud dengan

wila-yah pesisir adalah wilawila-yah peralihan antara daratan dan laut. Bird (1969)

berpen-dapat bahwa wilayah pesisir adalah mintakat yang lebarnya bervariasi, yang

mencakup tepi laut (shore) yang meluas ke arah daratan hingga batas pengaruh

marine masih dirasakan. Apabila batasan yang dikemukakan Aprilani dan Bird

dipadukan maka mirip dengan pengertian pesisir yang dikemukakan oleh

Bako-surtanal tersebut di atas.

Pandangan yang lebih moderat dikemukakan oleh Dahuri et al. (1996)

bah-wa batas wilayah pesisir umumnya berdasarkan tiga kriteria. Pertama, garis linier

secara arbitrer tegak lurus terhadap garis pantai (coastline atau shoreline).

Kedua, batas-batas administrasi dan hukum. Ketiga, karakteristik dan dinamika

ekologis (biofisik), yaitu atas dasar sebaran spasial dari karakteristik alamiah

(natural features) atau kesatuan proses-proses ekologis, seperti aliran air sungai,

migrasi biota, dan pasang surut. Contoh batas satuan pengelolaan wilayah

pesi-sir menurut kriteria ketiga ini adalah batasan menurut daerah aliran sungai

(catchment area atau watershed).

Batas wilayah atas dasar kriteria ekologi, sekalipun dianggap mengikuti

(21)

dan pengelola cenderung memilih batasan wilayah pesisir menurut kriteria garis

lurus secara arbitrer dan administratif (Nugroho dan Dahuri, 2004). Contoh nyata

dari penerapan kriteria ini adalah Proyek MREP (Marine Resource Evaluation

and Planning atau Perencanaan dan Evaluasi Sumberdaya Kelautan)

menetap-kan batas ke arah laut suatu wilayah pesisir untuk keperluan praktis proyek

adalah sesuai dengan batas laut yang terdapat dalam peta Lingkungan Pantai

Indonesia (LPI) skala 1:50.000 yang telah diterbitkan Badan Koordinasi dan

Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), sedangkan batas ke arah darat mencakup

batas administratif seluruh desa pantai (Dahuri et al., 1996).

Lingkungan pesisir merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan,

karena daerah tersebut menjadi tempat bertemunya dua kekuatan, yaitu berasal

dari daratan dan dari laut. Perubahan lingkungan pesisir dapat terjadi secara

lambat hingga sangat cepat, tergantung pada imbang daya antara topografi,

batuan dan sifat-sifatnya dengan gelombang, pasang surut dan angin.

Perubah-an lingkungPerubah-an pesisir sPerubah-angat bervariasi Perubah-antara satu tempat dengPerubah-an tempat

lain-nya, sehingga kajian keruangan dari lingkungan pesisir diperlukan dalam rangka

pengelolaannya.

Lingkungan pesisir perlu dikelola dengan baik mengingat fungsinya dalam

kehidupan manusia sangat besar sejak jaman dahulu hingga jaman sekarang

bahkan di masa mendatang. Selanjutnya Sutikno (1999) menyatakan, berhubung

perubahan wilayah pesisir pasti terjadi maka dalam pemanfaatan pesisir sedapat

mungkin menyesuaikan dengan karakteristiknya. Pendekatan satuan lahan (land

unit) dapat diterapkan untuk identifikasi permasalahan lingkungan pesisir dan

mengevaluasinya.

Analisis Spasial

Pengertian analisa spasial dipahami secara berbeda antara ilmuwan

geo-grafi dengan ilmuwan berlatar belakang sosial (termasuk ekonomi). Perbedaan

keduanya bersumber dari perbedaan dalam dua hal, pertama perbedaan

penger-tian kata “spasial” atau ruang itu sendiri dan kedua perbedaan fokus kajiannya

(Rustiadi et al., 2005). Dari pandangan geografi, pengertian spasial adalah

pengertian yang bersifat rigid (kaku), yakni segala hal yang menyangkut lokasi

atau tempat. Definisi suatu “tempat” atau lokasi dalam sudut pandang geografis

sangat jelas, tegas dan lebih terukur karena setiap lokasi di atas permukaan

(22)

geografi tertuju pada cara mendeskripsikan fakta, atau dengan kata lain lebih

memfokuskan pada aspek “apa” (what), “bagaimana” (why), dan bahkan

“dima-na” (where) yang terjadi di atas permukaan bumi. Domain kajian ilmu geografi

lebih banyak menekankan pada bagaimana mendeskripsikan fenomena spasial,

oleh karenanya ilustrasi-ilustrasi spasial dengan “peta” yang memiliki akurasi

informasi spasial didalamnya sangat penting. Analisis mengenai pola-pola

spa-sial (pemusatan, penyebaran, kompleksitas spaspa-sial, dan lainnya), kecenderungan

spasial, bentuk-bentuk dan struktur interaksi spasial secara deskriptif menjadi

kajian yang banyak mendapat perhatian ahli geografi. Semuanya dikaji tanpa

harus mendalami permasalahan sosial ekonomi yang ada di dalamnya.

Dalam kerangka konsep geografis, analisis spasial telah lama

dikembang-kan oleh para ahli geografi untuk memenuhi kebutuhan pemodelan dan analisa

data spasial. Bailey (1995) dalam Rustiadi et al. (2005) mendefinisikan analisis

spasial sebagai upaya memanipulasi data spasial ke dalam bentuk-bentuk dan

mengekstrak pengertian-pengertian tambahan sebagai hasilnya. Analisis data

spasial berbeda dengan spatial summarization of data. Spatial summarization of

data dilakukan untuk menciptakan fungsi dasar pengambilan informasi spasial

secara selektif di suatu areal dengan pendekatan komputasi, tabulasi atau

peme-taan dari berbagai statistik informasi yang dimaksudkan.

Analisis spasial lebih terfokus pada kegiatan investigasi pola-pola dan

ber-bagai atribut atau gambaran di dalam studi kewilayahan dan dengan

mengguna-kan permodelan berbagai keterkaitan untuk meningkatmengguna-kan pemahaman dan

prediksi atau peramalan. Lebih lanjut Haining (1995) dalam Rustiadi et al. (2005)

mendefinisikan analisis spasial sebagai sekumpulan teknik-teknik untuk

peng-aturan spasial dari kejadian-kejadian tersebut. Kejadian geografis (geographical

event) dapat berupa sekumpulan obyek-obyek titik, garis atau areal yang

berlo-kasi di ruang geografis dimana melekat suatu gugus nilai-nilai atribut. Dengan

demikian analisis spasial membutuhkan informasi baik berupa nilai-nilai atribut

maupun lokasi-lokasi geografis obyek-obyek dimana atribut-atribut melekat di

dalamnya.

Berdasarkan proses pengumpulan informasi kuantitatif yang sistematis,

tujuan analisis spasial adalah:

1. mendeskripsikan kejadian-kejadian di dalam ruang geografis (termasuk

(23)

2. menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau

obyek di dalam ruang, sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses

yang menentukan distribusi kejadian yang terobservasi.

3. meningkatkan kemampuan melakukan prediksi atau pengendalian

kejadian-kejadian di dalam ruang geografis.

Berdasarkan atas aplikasinya, Fischer et al. (1996) dalam Rustiadi et al.

(2005) menyatakan bahwa model spasial digunakan untuk tiga tujuan, yaitu;

pertama, peramalan dan penyusunan skenario, kedua, analisis dampak terhadap

kebijakan, dan ketiga, adalah penyusunan kebijakan dan desain.

Data spasial atau data yang mempunyai referensi geografis, visualisasi

digunakan untuk membuktikan hipotesis-hipotesis mengenai pola atau

penge-lompokkan di dalam ruang geografis serta mengenai peranan lokasi terhadap

aktivitas manusia dan sistem lingkungannya (Mac Eachren, 1995 dalam Rustiadi

et al. 2005). Disamping perkembangan metode-metode analisis spasial, peranan

Sistim Informasi Geografis (SIG) di dalam visualisasi data spasial akhir-akhir ini

semakin signifikan. Menurut Getis (1995) dalam Rustiadi et al. (2005), tujuan

utama SIG adalah pengelolaan data spasial. SIG mengintegrasikan berbagai

aspek pengelolaan data spasial seperti pengolahan database, algoritma grafis,

interpolasi, zonasi, dan network analysis.

Sistim Informasi Geografi (SIG)

Sistim Informasi Geografis (SIG) mempunyai peran yang semakin penting

dalam berbagai aspek kehidupan dewasa ini. Melalui SIG berbagai macam

informasi dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisa serta dikaitkan dengan

letak-nya di muka bumi. Menurut Danudoro (2006) SIG tumbuh sebagai respon atas

kebutuhan akan pengelolaan data keruangan yang lebih efisien dan mampu

menyelesaikan masalah-masalah keruangan. Secara garis besar, perkembangan

SIG dipicu oleh setidak-tidaknya tiga hal utama, yaitu; (a) perkembangan

tekno-logi komputer dan sistem informasi, (b) perkembangan metode analisis spasial di

bidang geografi dan ilmu keruangan lainnya, dan (c) tuntutan kebutuhan aplikasi

yang menginginkan kemampuan pemecahan masalah di bidang masing-masing,

yang terkait dengan aspek keruangan (spasial).

Pengertian SIG sendiri telah diuraikan oleh banyak ahli dan memiliki arti

yang relatif sama. Barus dan Wiradisastra (2000), menyatakan SIG adalah suatu

(24)

spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, suatu SIG adalah suatu

sistim basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi

spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Sedangkan Aronoff (1989)

dalam Dulbahri (2003) menyebutkan bahwa SIG adalah sistim informasi yang

mendasarkan pada kerja dasar komputer yang mampu memasukkan, mengelola,

memanipulasi dan menganalisis data serta memberi uraian. Pernyataan Aronoff

sejalan dengan pernyataan Danudoro (2006) bahwa SIG adalah sebuah sistim

untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan atau manipulasi, analisis, dan

penayangan data; yang mana data tersebut secara keruangan (spasial) terkait

dengan muka bumi.

Berdasarkan berbagai pengertian SIG, tercermin adanya pemrosesan data

keruangan dalam bentuk pemrosesan data numerik. Pemrosesan yang

menda-sarkan pada kerja mesin, dalam hal ini komputer yang mempunyai persyaratan

tertentu. Data sebagai masukan harus dalam bentuk numerik, artinya data

ma-sukan apapun bentuknya harus diubah menjadi angka digital, sedangkan data

lain adalah data atribut (Dulbahri, 2003).

Komponen utama SIG terbagi dalam empat kelompok yaitu perangkat

keras, perangkat lunak, organisasi (manajemen) dan pemakai. Porsi

masing-masing komponen tersebut berbeda dari satu sistim ke sistim lainnya, tergantung

dari tujuan dibuatnya SIG (Barus dan Wiradisastra, 2000). Fasilitas perangkat

lunak SIG digital pada dasarnya dapat dirinci menjadi tiga sub sistem yang saling

terkait, yaitu; (1) sub sistem pemasukan data, (2) sub sistem pemrosesan data,

dan (3) sub sistem output data. Sementara itu, Chang (2002) membagi SIG ke

dalam komponen-komponen berikut; (a) sistem komputer meliputi perangkat

ke-ras dan sistem opeke-rasinya, (b) perangkat lunak SIG yang meliputi program dan

user interface untuk mengendalikan perangkat keras, (c) brainware untuk

pe-ngendalian aspek tujuan, manfaat, alasan dan justifikasi dalam penggunaan SIG,

dan (d) infrastruktur yang mencakup lingkungan fisik, organisasional,

adminis-tratif, serta kultural untuk mendukung mendukung operasi SIG, yang juga

meli-puti ketrampilan, standarisasi, data clearinghouse, serta pola organisasional.

Salah satu isu utama dalam SIG adalah pemodelan spasial. Pemodelan

spasial digunakan untuk memodelkan dunia nyata (real world), dan hal ini

dimak-sudkan untuk menyelesaikan masalah lingkungan atau kewilayahan. Danudoro

(2006) menyatakan terdapat lima macam model dalam SIG yang biasanya

(25)

(1) Model biner, yang bertumpu pada logika biner (boolean logic) pada peng-ambilan keputusan masuk-tidaknya (atau memenuhi-tidaknya) suatu

informa-si digunakan pada tahap proses selanjutnya. Karena dasar pengambilan

ke-putusan adalah logika biner (ya atau tidak), risiko kekeliruan pada penentuan

nilai/kondisi ambang (threshold) juga cukup tinggi. Model ini biasanya hanya

sesuai diterapkan pada skala kecil, di mana tidak tersedia cukup informasi

rinci sebagai dasar pengambilan keputusan. Model biner dapat diterapkan

dengan SIG vektor maupun raster,

(2) Model indeks, melibatkan penggunaan skor untuk setiap kategori yang ber-beda dalam suatu peta tematik. Tumpangsusun peta-peta dengan model

in-deks biasanya akan melibatkan proses kalkulasi aritmetik, baik

penjumlah-an, pengurangpenjumlah-an, perkalian atau pembagian. Indeks atau skor akhir yang

di-miliki oleh satuan-satuan pemetaan baru pada peta turunan (peta baru) akan

menggambarkan kondisi atau performa gabungan dari berbagai kriteria, yang

dijadikan dasar pengambilan keputusan. Model ini dapat diterapkan pada SIG

vektor maupun raster,

(3) Model regresi, merupakan model yang memanfaatkan persamaan regresi untuk mengubah nilai pada peta menjadi nilai baru yang menggambarkan

suatu kecenderungan (trend) fenomena tertentu. Model ini biasa diterapkan

pada SIG raster, di mana nilai piksel diubah melalui persamaan regresi, dan

peta raster berubah menjadi peta kuasi-kontinyu nilai kuantitatif,

(4) Model proses, adalah model yang menggunakan pengetahuan mengenai proses lingkungan di dunia nyata ke dalam suatu himpunan persamaan untuk

mengkuantifikasi proses tersebut. Model ini lebih efektif dijalankan dalam

lingkungan SIG raster, khususnya apabila datanya bersifat kuasi-kontinyu,

dan

(5) Model jaringan, merupakan jenis pemodelan SIG yang hanya dapat dijalan-kan pada SIG vektor yang mempunyai struktur topologi (topological vector).

Struktur topologi dalam data vektor itu secara eksplisit menyatakan hubungan

(26)

Penatagunaan lahan kawasan pesisir di Kabupaten Kulon Progo

didasar-kan pada karakteristik fisik, finansial usaha tani dan pemanfaatan saat ini.

Karak-teristik fisik adalah kondisi sumberdaya alam kawasan menurut parameter fisik

dan biotik yang berinteraksi satu sama lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh

manusia untuk kelangsungan hidupnya. Karakteristik finansial usaha tani adalah

kemampuan manusia dalam mengekspoitasi sumberdaya alam secara lestari

untuk pemanfaatannya yang berkelanjutan. Sedangkan pemanfaatan saat ini

adalah penggunaan lahan existing yaitu antara lain kegiatan; perikanan,

pari-wisata, pertanian, perdagangan/jasa, permukiman, dan sebagainya.

Selanjutnya dengan menggunakan kriteria kesesuaian lahan, dilakukan

analisis terhadap ketiga karakteristik untuk memberikan alternatif penggunaan

lahan kawasan pesisir untuk pertanian yang sesuai dengan kondisi sumberdaya

alam dan kebutuhan manusia dalam konteks pembangunan berwawasan

ling-kungan dan berkelanjutan. Selengkapnya Gambar 1 menunjukkan pendekatan

yang digunakan dalam studi ini.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendekatan “kesesuaian lahan”

dapat digunakan untuk membuat perencanaan penggunaan lahan untuk

perta-nian (khususnya komoditas hortikultura) di kawasan pesisir secara terpadu dan

berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan menjadi penting untuk

Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo

Karakte-ristik Fisik

Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini

Karakte-ristik Finansial Usaha Tani

Kriteria Kesesuaian Lahan Fisik dan Finansial Usaha Tani

Perencanaan Penggunaan Lahan Kawasan Pesisir

(27)

meminimalisir terjadinya degradasi lingkungan akibat dari perkembangan kota

yang tidak terarah (urban sprawl).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Kabupaten Kulon Progo yang

men-cakup 4 (empat) kecamatan yaitu; Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, dan

Galur. Penelitian dan pengolahan data berlangsung selama 6 (enam) bulan

dimulai pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Desember 2006.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data fisik, ekonomi, sosial dan budaya.

Data fisik meliputi; peta lereng (Shuttle Radar Topographic Mapper/SRTM) skala

1:100.000, peta tanah (BPTP Yogyakarta) skala 1:50.000, peta administrasi,

ja-lan dan penggunaan lahan (Bappeda Kabupaten Kulon Progo dan South Java

Flood Control Sector Project/SJFCSP Yogyakarta) skala 1:50.000, peta drainase

skala 1:50.000 dan data curah hujan (Dinas Pertanian dan Kelautan Kabupaten

Kulon Progo). Data sosial budaya meliputi; kependudukan, pendidikan,

kesehat-an, sarana prasarana, dan kesenian (BPS Kabupaten Kulon Progo). Keseluruhan

data fisik dan sosial budaya merupakan data sekunder. Data ekonomi meliputi;

modal, tenaga kerja, biaya produksi, dan jumlah produksi usaha tani; cabai

merah, melon dan semangka diperoleh melalui wawancara langsung dengan

sebanyak 15 petani sebagai responden yang ada di daerah penelitian.

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, meliputi; (a) identifikasi

karakteristik fisik, ekonomi, sosial budaya dan pemanfaatan lahan kawasan

pesisir, (b) analisis sektor basis wilayah dengan metode Location Quetient (LQ),

(c) analisis kesesuaian lahan secara spasial dengan memanfaatkan kemampuan

Sistim Informasi Geografi (SIG), dan (d) analisis finansial usaha tani. Selanjutnya

dengan menggabungkan keseluruhan hasil analisis tersebut, dirumuskan

peren-canaan penggunaan lahan wilayah pesisir. Gambar 2 di bawah ini menunjukkan

(28)

Identifikasi karakteristik fisik, ekonomi, sosial-budaya, dan pemanfaatan lahan

Identifikasi karakteristik fisik, ekonomi, sosial-budaya, dan pemanfaatan

la-han dilakukan secara deskriptif. Dengan demikian keselurula-han karakteristik fisik,

ekonomi, sosial-budaya, dan pemanfaatan lahan di daerah penelitian dijelaskan

secara lengkap sesuai data dan fakta yang ada di lapangan.

Analisis sektor basis wilayah

Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung dari

keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis

setiap sektor di dalam memacu dan menjadi pendorong utama (prime mover)

pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda.

Sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu

sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses

peme-nuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan

overlay

overlay m atching

Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian.

Karakteristik Ekonomi Karakteristik Sosial Budaya Analisis Finasial (BCR, IRR, NPV) Location Quetient (LQ)

Persyaratan Penggunaan

Lahan

Peta Penggunaan Lahan Saat Ini Kesesuaian Lahan untuk Hortikultura Tidak Sesuai Sesuai Sektor Basis Wilayah Analisis Usaha Tani

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN PESISIR Karakteristik Fisik

- Peta lereng - Peta curah hujan - Peta tanah

Satuan Lahan

(29)

impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan

jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar daerah. Sedangkan

sektor nonbasis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani

pasar di daerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum

berkembang.

Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis dan

nonbasis dapat digunakan metode Location Quotient (LQ), yang merupakan

per-bandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih

luas dalam suatu wilayah (Rustiadi et al.,2005). Asumsi dalam LQ adalah

terda-pat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografi dan produktivitas

tenaga kerja seragam serta masing-masing industri menghasilkan produk atau

jasa yang seragam. Berbagai dasar ukuran dalam pemakaian LQ harus

disesuai-kan dengan kepentingan penelitian dan sumber data yang tersedia. Jika

pene-litian dimaksudkan untuk mencari sektor yang kegiatan ekonominya dapat

mem-berikan kesempatan kerja sebanyak-banyaknya maka dipakai sebagai dasar

ukuran adalah jumlah tenaga kerja, sedangkan jika hasil produksi apa yang

berperan dalam ekonomi wilayah maka jumlah hasil produksi yang dipilih sebagai

dasar ukurannya. Secara matematis formula LQ adalah sebagai berikut:

.. .

.

X j X

Xi Xij LQij =

Keterangan:

LQij = Location Quotient

Xij

= derajat aktifitas ke-j di wilayah ke-i.

Xi.

= total aktifitas di wilayah ke-i.

X.j

= total aktifitas ke-j di semua wilayah.

X..

= derajat aktifitas total wilayah.

Kriteria yang muncul dari perhitungan ini adalah:

§ jika

LQ

> 1 : sektor basis; artinya komoditas j di daerah penelitian

memi-liki keunggulan komparatif,

§ jika

LQ

= 1 : sektor nonbasis; artinya komoditas j di daerah penelitian

tidak memiliki keunggulan, produksinya hanya cukup untuk memenuhi

kebutuhan di daerah penelitian sendiri.

§ Jika

LQ

< 1 : sektor nonbasis; artinya komoditas j di daerah penelitian

tidak dapat memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri sehingga

(30)

Untuk lebih memperdalam analisis LQ selanjutnya dilakukan analisis

Loca-lization Index (LI) dan Specialization Index (SI). Analisis koefisien lokalisasi (

α

)

merupakan ukuran relatif konsentrasi pengembangan komoditas tertentu di suatu

daerah dibandingkan dengan daerah yang lebih luas dengan besaran tertentu

(Warpani, 2000). Hasil perhitungan analisis LI akan menunjukkan apakah

pe-ngembangan suatu komoditas terkonsentrasi di daerah tertentu atau tersebar di

beberapa daerah. Atau secara umum analisis ini digunakan untuk menentukan

daerah mana yang potensial untuk mengembangkan komoditas tertentu. Secara

matematis formula LI adalah sebagai berikut:

(

)

{

(

)}

100

%

2

1

×

=

pi

Pi

pt

Pt

α

Setelah diperoleh hasilnya maka hasil perhitungan bernilai positif saja yang

dijumlahkan searah dengan komoditas yang diselidiki, dengan kriteria sebagai

berikut:

§ jika 0 <

α

< 1, artinya pengusahaan komoditas i tersebut menyebar,

§ jika

α

> 1, artinya pengusahaan komoditas i tersebut terkonsentrasi di daerah penelitian.

Analisis koefisien spesialisasi (β) merupakan ukuran relatif suatu daerah

dalam melakukan pengkhususan untuk menanam komoditas tertentu dan

dihi-tung berdasarkan formula (Warpani, 2000):

(

)

{

(

)}

100

%

2

1

×

=

pi

pt

Pi

Pt

β

Hasil perhitungan bernilai positif saja yang dijumlahkan searah dengan daerah

yang diselidiki, dengan kriteria:

§ jika 0 < β< 1, artinya bahwa daerah penelitian tidak menspesialisasikan untuk

menanam komoditas i,

§ jika β > 1, artinya bahwa daerah penelitian telah menspesialisasikan untuk

(31)

Analisis kesesuaian lahan

Tahapan dalam evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara, yaitu:

1. Masing-masing komponen karakteristik lahan (karakteristik fisik) dipetakan

sehingga diperoleh peta tematik/layer untuk masing-masing karakteristik

la-han, yaitu; lereng, curah hujan, dan tanah.

2. Selanjutnya peta tematik/layer yaitu; peta lereng, peta curah hujan, dan peta

tanah dilakukan operasi tumpang tindih (overlay) untuk mendapatkan peta

satuan lahan (land units)/SPT.

3. Langkah berikutnya adalah mencocokkan (matching) masing-masing satuan

lahan (land units)/SPT pada peta satuan lahan dengan persyaratan/kriteria

penggunaan lahan (land requirements) untuk mendapatkan peta kesesuaian

lahan masing-masing jenis tanaman. Pekerjaan pada proses matching

ba-nyak dilakukan dalam data tabular. Dalam penelitian ini kelas kesesuaian

lahan menggunakan kriteria FAO dalam ”Framework of Land Evaluation

(FAO, 1976) dan mempertimbangkan kriteria kesesuaian lahan untuk

komo-ditas pertanian yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah (BPT, 2003)

de-ngan beberapa penyesuaian. Kelas kesesuaian lahan dibagi menjadi empat

kelas yaitu:

Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable)

Daerah ini tidak mempunyai pembatas (penghambat) yang

serius untuk menetapkan perlakuan yang diberikan atau

ha-nya mempuha-nyai pembatas yang tidak berarti terhadap

peng-gunaannya dan tidak akan menaikkan tingkatan perlakuan

yang diberikan.

Kelas S2 : Sesuai (Moderately Suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) yang agak

serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus

ditetapkan. Pembatas ini akan meningkatkan tingkatan

perla-kuan yang diperlukan.

Kelas S3 : Sesuai Bersyarat (Marginally Suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) yang serius

untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus

dite-rapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan

(32)

Kelas N : Tidak Sesuai (Not Suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) permanen

sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan.

Kesesuaian lahan akan ditunjukkan oleh nilai komposit satuan layer yang

dilakukan operasi tumpang tindih. Selanjutnya dari angka komposit hasil overlay,

kita dapat melakukan penilaian kesesuaian lahan tiap-tiap satuan lahan dengan

cara mencocokkan (matching) antara peta hasil overlay dengan faktor

pembatas-nya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan (lihat pada Lampiran). Pada tahap

ini hasil yang diperoleh adalah peta kesesuaian lahan untuk masing-masing

ta-naman basis yang telah terpilih pada analisis sektor basis wilayah.

Tahap berikutnya dilakukan operasi overlay antara peta kesesuaian lahan

tiap-tiap satuan lahan untuk masing-masing tanaman dengan peta penggunaan

lahan saat ini (existing landuse) sehingga akan diperoleh peta yang menunjukkan

sebaran spasial kesesuaian lahan menurut karakteristik penggunaan lahan saat

ini. Terakhir dilakukan overlay antara peta kesesuaian lahan menurut

karakteris-tik penggunaan lahan saat ini dengan peta administrasi kecamatan pesisir.

Mela-lui analisa data tabular pada peta hasil overlay tahap akhir ini dapat dilakukan

pemilihan alternatif wilayah pengembangan usaha tani untuk komoditas terpilih.

Keseluruhan pengolahan data keruangan (spasial) dalam analisis kesesuaian

lahan tersebut di atas dilakukan dengan memanfaatkan SIG, yaitu dengan

pe-rangkat lunak ArcView versi 3.2.

Analisis usaha tani

Pendekatan yang digunakan untuk memperhitungkan usaha tani adalah

berdasarkan kajian ekonomi yaitu melalui analisis finansial. Analisis finansial

da-lam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah pemanfaatan lahan

untuk pertanian (dalam hal ini usaha tani komoditas basis terpilih) secara

ekono-mis layak atau tidak layak. Dengan pendekatan analisis finansial maka kriteria

yang umum digunakan untuk menilai suatu usaha layak atau tidak layak adalah;

(1) Benefit Cost Ratio (B/C ratio), (2) Internal Rate of Return (IRR), dan (3) Net

Present Value (NPV).

Benefit Cost Ratio, merupakan merupakan cara evaluasi usaha dengan

membandingkan nilai sekarang seluruh hasil yang diperoleh dengan nilai

serang seluruh biaya usaha. Hasil perhitungan B/C ratio ini akan memiliki dua

(33)

la-yak, namun jika nilai Net B/C < 1 maka pengusahaan komoditas terpilih tersebut

tidak layak.

Rumus matematis B/C ratio adalah sebagai berikut:

(

)

(

)

t

t t n t

i

Ratio

C

B

=

B

C

+

=

1

/

1

B

t= manfaat yang diperoleh sehubungan dengan suatu usaha

pada (tahun, bulan, minggu, dan sebagainya) ke-t (Rp.)

C

t= biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan suatu usaha

pada waktu ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut diang-gap bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi, dan sebagainya) (Rp.)

i

= merupakan tingkat suku bunga (15%)

t

= periode (1,2,3,...,n)

Internal Rate of Return, merupakan tingkat suku bunga dari unit usaha

da-lam jangka waktu tertentu yang membuat NPV dari unit usaha sama dengan 0

(nol). Kriteria dari perhitungan ini adalah, apabila IRR > discount rate maka maka

pengusahaan komoditas terpilih layak, namun jika nilai IRR < discount rate maka

pengusahaan komoditas terpilih tidak layak. Secara matematis IRR dapat ditulis

sebagai berikut:

( )

(

)

NPV

NPV

NPV

i

i

i

IRR ' "

' ' " ' − − + =

i

'= tingkat discount rate (DR) pada saat NPV positif

i

"= tingkat discount rate pada saat NPV negatif

NPV

'= nilai NPV positif

NPV

"= nilai NPV negatif

Net Present Value, merupakan selisih antara nilai saat ini (present) dari

penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu.

Dari hasil perhitungan NPV ini akan diperoleh dua kriteria, yaitu usaha pertanian

komoditas terpilih layak diusahakan jika NPV > 0, atau usaha pertanian

komodi-tas terpilih tidak layak diusahakan jika NPV < 0. Formula matematis dari NPV

(34)

)

(

)

(

=

+

=

n

t

t t t

i

NPV

B

C

1

1

B

t= manfaat yang diperoleh sehubungan dengan suatu usaha

pada (tahun, bulan, minggu, dan sebagainya) ke-t (Rp.)

C

t= biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan suatu usaha

pada waktu ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut diang-gap bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi, dan sebagainya) (Rp.)

i

= merupakan tingkat suku bunga (15%)

t

= periode (1,2,3,...,n)

Analisis perencanaan penggunaan lahan kawasan pesisir

Analisis yang digunakan membuat alternatif penggunaan lahan untuk

perta-nian di wilayah pesisir Kabupaten Kulon Progo adalah dengan menggabungkan

hasil analisis; identifikasi karakteristik fisik, ekonomi, sosial budaya dan

peman-faatan lahan, sektor basis wilayah, kesesuaian lahan, dan finansial usaha tani di

daerah penelitian.

Hasil akhir dari seluruh rangkaian analisis tersebut di atas berupa peta

pe-rencanaan penggunaan lahan kawasan pesisir untuk pertanian. Untuk lebih

me-yakinkan hasil perencanaan ruang yang telah dibuat maka perlu dilakukan

ground check secara acak terhadap daerah-daerah yang terpilih, sehingga hasil

(35)

Geografis

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak paling barat, dengan posisi

geografis pada 110o1’37”-110o16’26” Bujur Timur dan 7o38’42”-7o59’3” Lintang Selatan (Gambar 3). Secara administrasi maka batas wilayahnya adalah:

- Sebelah barat

- Sebelah timur

- Sebelah utara

- Sebelah selatan :

:

:

:

Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah

Kabupaten Sleman dan Bantul Provinsi DI Yogyakarta

Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah

Samudera Hindia.

Kabupaten Kulon Progo yang beribukota Wates memiliki luas wilayah

da-ratan kurang lebih 586,28 km2 terdiri dari 12 kecamatan, 88 desa, dan 930 pedu-kuhan. Berdasarkan karakteristik topografinya maka wilayah ini dikategorikan

menjadi tiga bagian yaitu:

- Bagian utara : merupakan dataran tinggi/perbukitan Menoreh dengan

ke-tinggian antara 500-1.000 meter dari permukaan air laut,

meliputi kecamatan; Girimulyo, Samigaluh, Kalibawang,

dan Kokap.

- Bagian tengah : merupakan daerah punggung perbukitan dengan

ketinggi-an ketinggi-antara 100-500 meter dari permukaketinggi-an air laut, meliputi

kecamatan; Nanggulan, Sentolo, Pengasih, dan sebagian

Lendah.

- Bagian selatan : merupakan dataran rendah dengan ketinggian sampai

de-ngan 100 meter dari permukaan air laut, meliputi

kecamat-an; Temon, Wates, Panjatan, Galur, dan sebagian

Keca-matan Lendah.

Daerah penelitian termasuk dalam kategori bagian selatan secara

adminis-tratif meliputi 4 kecamatan, 41 desa, dan 339 pedukuhan. Adapun luas wilayah,

jumlah desa dan dukuh yang ada di daerah penelitian secara rinci disajikan pada

(36)
[image:36.596.110.502.99.211.2]

Tabel 1 Luas wilayah, jumlah desa dan dukuh di daerah penelitian.

No. Kecamatan Luas (ha) Jumlah desa Jumlah dukuh

1. Temon 3.629,09 15 96

2. Wates 3.200,24 8 68

3. Panjatan 4.459,23 11 100

4. Galur 3.291,23 7 75

Total 14.579,79 41 339

Sumber data: BPS Kabupaten Kulon Progo

390 000 390 000 400 000 400 000 410000 410000 420000 420000 912 000 0 91 20 0 00 9 13000 0 91 30000 9 140000 9140000 915 0000 91500 00 Daer ah Penelitian

J AWA T ENGAH

DI Y O GY AKART A

LAU T J AW A

SAMUDERA HIND IA N

GA M BAR S I TU A S I

LEGEN D A

bat as kecamat an bat as kabupat en bat as propinsi bat as pant ai

Kecamatan:

Temon Wat es Panj at an Galur PETA DAERAH PENELITIAN

N

2 0 2 km

Sumber data: Bappeda Kab. Kulon P rogo

KABUPATEN

PURWOREJO KABUPATE N

SLEMAN

KABUPATE N BANTUL KAB UPAT EN

KULON PROGO KAB UPAT EN MAGE LANG

SA MUDE RA HIND IA Iklim

Daerah penelitian memiliki iklim tropis dengan temperatur rata-rata bulanan

antara 25,2o - 27,8o C, dengan suhu maksimum mencapai 31,5 o C sedangkan

suhu minimum dapat mencapai 22,8 o C. Kelembaban udara di daerah penelitian berkisar antara 81% hingga 86%. Data curah hujan yang dikumpulkan dari

sta-siun pengamatan Temon, Wates, Panjatan, dan Galur memperlihatkan bahwa

curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember hingga Januari sedangkan

curah hujan terendah antara bulan Agustus hingga September setiap tahunnya.

[image:36.596.113.526.231.535.2]
(37)

sing kecamatan yang ada di daerah penelitian selama periode tahun 1994

[image:37.596.114.512.141.418.2]

hing-ga 2004.

Tabel 2 Rata-rata curah hujan bulanan menurut kecamatan di daerah penelitian periode tahun 1994-2004.

Kecamatan Bulan

Temon Wates Panjatan Galur

Januari 333 398 164 372

Pebruari 344 402 173 372

Maret 201 239 125 312

April 167 113 83 153

Mei 54 41 27 52

Juni 66 46 13 35

Juli 33 12 8 21

Agustus 8 16 2 6

September 22 4 2 14

Oktober 168 92 93 113

Nopember 368 662 122 290

Desember 341 684 148 421

Jumlah 2.104 2.711 960 2.161

Sumber data: Dinas Pertanian dan Kelautan Kab. Kulon Progo

Secara umum , dari Tabel 2 di atas dapat disimpulkan bahwa; (1) Bulan

Basah (yaitu curah hujan > 200 mm/bulan) terjadi pada bulan Nopember,

De-sember, Januari, Pebruari, dan Maret, (2) Bulan Lembab (yaitu curah hujan

antara 100 - 200 mm/bulan) terjadi pada bulan April, dan Oktober, dan (3) Bulan

Kering (yaitu curah hujan < 100 mm/bulan) terjadi pada bulan Mei, Juni, Juli,

Agustus, dan September. Sedangkan menurut rata-rata curah hujan tahunan

dikategorikan sedang dengan curah hujan antara 2.000 hingga 2.500 mm/tahun

(Gambar 4).

Berdasarkan klasifikasi Oldeman (1979) daerah penelitian masuk ke dalam

zona agroklimat C2 (5 bulan basah dan 5 bulan kering). Dengan kondisi ini,

khu-susnya pada lahan sawah di daerah penelitian dapat dilakukan usaha tani

dengan 2 kali periode tanam, yaitu 1 kali penanaman padi dan 1 kali penanaman

palawija atau masing-masing satu kali penanaman padi atau jagung dan

palawi-ja. Secara umum ketersediaan air untuk pertanian tidak menjadi kendala bagi

para petani, karena di daerah penelitian terdapat jaringan irigasi yang cukup baik

(38)
(39)

Hidrologi

Kondisi topografi, geologi dan geomorfologi wilayah secara bersama-sama

akan membentuk pola-pola aliran sungai yang ada di wilayah tersebut. Pola

drai-nase di bagian hulu termasuk tipe dendritik dan bagian hilirnya berpola paralel.

Daerah penelitian dilalui oleh tiga sungai yang relatif besar yaitu; (1) Kali Progo

dengan lebar + 50 meter memiliki debit air normal 34 m3/detik terletak pada bagian timur daerah penelitian sekaligus menjadi batas administrasi antara

Kabupaten Kulon Progo dengan Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta, (2) Kali Serang dengan lebar + 20 meter mempunyai debit air

normal 12 m3/detik melewati bagian tengah daerah penelitian, dan (3) Kali

Bogowonto mempunyai lebar + 25 meter dengan debit air normal 15 m3/detik terletak di bagian barat daerah penelitian yang sekaligus berbatasan dengan

Ka-bupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah, dan beberapa sungai kecil

(sebagai-mana ditunjukkan pada Gambar 5).

Sebelum dibangun Waduk Sermo yang terletak di Kecamatan Kokap,

dae-rah penelitian terutama sebagian besar wilayah Kecamatan Temon sering

me-ngalami banjir apabila musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau.

Saat ini, bencana banjir dan kekeringan dapat diatasi dengan perbaikan jaringan

irigasi yaitu pembangunan saluran irigasi Sapon yang melintasi empat

kecamat-an di daerah penelitikecamat-an. Hingga saat ini salurkecamat-an irigasi Sapon merupakkecamat-an

satu-satunya sarana irigasi terbesar yang ada di daerah penelitian dengan fungsi

utama sebagai pendistribusi air untuk irigasi areal-areal pertanian yang ada di

wilayah ini.

Sebagian besar penduduk, terutama yang tinggal di desa-desa pesisir

di-mana saluran irigasi tidak dapat menjangkau wilayah mereka, selain

memanfaat-kan air sungai juga memanfaatmemanfaat-kan air tanah dengan cara membuat sumur bor

untuk keperluan irigasi. Kedalaman air tanah di daerah penelitian berkisar antara

1,5 hingga 2,5 meter dengan kualitas cukup baik. Santosa (2004) dalam

peneli-tiannya menyatakan bahwa sepanjang kepesisiran Kabupaten Kulon Progo

me-ngandung air tanah tawar termasuk pada sepanjang satuan gumuk pasir hingga

kedalaman + 40 meter dari permukaan tanah. Air tanah payau ditemukan pada

sebagian kecil wilayah, yaitu di bagian sebelah barat daerah penelitian

mendeka-ti Kali Bogowonto. Selanjutnya Santoso (2004) menyatakan sepanjang pantai

Kulon Progo dan wilayah kepesisirannya belum terjadi intrusi air laut melalui

(40)
(41)

Topografi

Secara umum karakteristik lereng daerah penelitian sebagian besar relatif

datar, yaitu lebih dari 90% wilayah memiliki lereng kurang dari 8% sedangkan

sisanya dengan lereng 9 hingga 16%. Secara spasial dapat dikatakan bahwa,

Kecamatan Galur seluruh wilayahnya memiliki lereng < 3%, Kecamatan Panjatan

dengan lereng < 3-5%, Kecamatan Wates lereng tertinggi 6-8%, dan sebagian

kecil wilayah Kecamatan Temon dengan lereng 9-16%. Gambar 6 menunjukkan

kondisi kelerengan daerah penelitian.

Tanah

Secara garis besar di daerah penelitian terdapat 5 ordo tanah, yaitu;

Enti-sol, InceptiEnti-sol, AlfiEnti-sol, Mollisols, dan Vertisol (BPPT, 2003). Tanah-tanah ordo

Inceptisol, Vertisol, dan Mollisols, di daerah penelitian umumnya bertekstur berat

(liat). Sedangkan ordo Entisol memiliki tekstur pasir lebih dari 90%. Ordo Entisol

terdapat dua sub group yaitu; Typic Tropopsamments dan Typic Udipsamments.

Ordo Inceptisol terdapat tiga sub group yaitu; Aeric Halaquepts, Typic

Endo-aquepts, dan Typic Eutrudepts. Ordo Alfisol memiliki satu sub group yaitu Typic

Endoaqualfs. Ordo Mollisols dengan dua sub group yaitu; Pachic Argiudolls dan

Typic Argiudolls. Sedangkan ordo Vertisol mempunyai dua sub group yaitu;

Lep-tic Hapluderts/Chromuderts dan Typic Haplusterts.

Jika dilihat persebaran jenis tanah menurut wilayah maka untuk Kecamatan

Temon didominasi tanah dengan sub group Typic Endoaqualfs. Sub ordo Pachic

Argiudolls dominan terdapat di Kecamatan Wates, sedangkan sub group Typic

Endoaquepts dominan terdapat di Kecamatan Panjatan dan Kecamatan Galur.

Gambar 8 memperlihatkan sebaran spasial jenis tanah hingga tingkat sub grup

yang ada di daerah penelitian.

Pada tanah-tanah ordo Alfisol, Mollisols dan Vertisol kandungan mineral

liatnya didominasi oleh mineral liat tipe 2:1 dengan kandungan KTK liat lebih dari

60 me/100 g liat. Untuk tanah ordo Inceptisol dan Entisol di daerah penelitian

didominasi oleh mineral liat campuran. Jika dikaitkan dengan batuan

pembentuk-nya maka sebagian besar daerah penelitian merupakan campuran batu pasir dan

batu gamping yang dikenal dengan formasi Sentolo, sebagian wilayah

Kecamatan Galur berbahan induk endapan liat dan tufa napalan, dan bahan

induk aluvium terdapat di sebagian kecil wilayah Kecamatan Temon. Tabel 3

menunjukkan jenis dan sifat tanah serta luas masing-masing jenis tanah yang

(42)
(43)
(44)
(45)

Tabel 3 di muka memperlihatkan bahwa di daerah penelitian 46,0%

wila-yahnya dengan jenis tanah ordo Inceptisol (meliputi sub group; Typic

Endo-aquepts sebesar 32,8%, Typic Eutrudepts sebanyak 11,1%, dan Aeric

Hala-quepts sebesar 2,1%). Sarwono (2002) menyatakan jenis tanah ini merupakan

tanah muda, namun lebih berkembang dibandingkan ordo Entisol. Umumnya

jenis tanah Inceptisol memiliki horison kambik (yaitu horison bawah yang telah

terbentuk struktur tanah atau warna sudah lebih merah daripada bahan induk).

Karena tanah belum berkembang lanjut, kebanyakan tanah ini cukup subur.

Selanjutnya ordo Entisol sebesar 19,7% yang meliputi sub group; Typic

Tropopsamments sebesar 18,9% dan Typic Udipsamments sebanyak 0,8%.

Tanah ordo Entisol merupakan tanah yang masih sanga

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian.
Tabel 1 Luas wilayah, jumlah desa dan dukuh di daerah penelitian.
Tabel 2 Rata-rata curah hujan bulanan menurut kecamatan  di daerah penelitian periode tahun 1994-2004
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organic yang ada dalam air

V dimniku poteka poleg segrevanja kope, tudi oglenitev kope z vrha proti dnu stržena, zato je na tem mestu oglje prežgano Prah, 2002... Slika 30: Neenakomerna oglenitev kope

Hasil pengujian menunjukkan bahwa efek dari rongga terkopel pada pemakaian prisma tertutup dapat meningkatkan kinerja serapan pada bentang frekuensi di bawah 200 Hz,

Segala puja dan puji penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan anugrahnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul

Tahapan yang dilakukan terdiri dari pengumpulan data, preprocessing data, pembagian data, perancangan LSTM, training LSTM dan melakukan pengujian.Paremeter yang

Persamaannya, teori tindakan sosial, interaksionisme simbolik maupun fenomenologi memiliki dasar ide, yakni (a) manusia adalah “aktor yang kreatif dari realitas

3.4 ruang puli ruang tertentu di dalam atau di luar ruang luncur, dimana roda puli ditempatkan 3.5 tali baja traksi sejumlah kawat baja yang dipilin, dan beberapa pilinan

Hati-hati menggunakan perintah ini apabila anda login sebagai root, karena root dengan mudah dapat menghapus seluruh file pada sistem dengan perintah di atas, tidak ada