• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ph Terhadap IgG Anti H5N1 Asal Kolostrum Sapi Yang Divaksin Dengan Vaksin Avian Influenza H5N1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Ph Terhadap IgG Anti H5N1 Asal Kolostrum Sapi Yang Divaksin Dengan Vaksin Avian Influenza H5N1"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh pH Terhadap IgG Anti H5N1 Asal Kolostrum Sapi yang Divaksin dengan Vaksin Avian Influenza H5N1 adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

(3)

! " # $ % & '% (& )

$ $ $ * $ $ + * ,H5 + "

$ -!#. / $ + $ 0 $ $ !#1 0

$ 0 * $ + 21 1 31 4 54 64

$ + - . $ $ $

+ $ $ / $ + $

/ $ - . $ + 0 $ $ $ 517 8

619 8 + 54 64 $ $ " * + *

2 $ $ 91 8 61 8 54 64 $ $ " *

0 * $ 1 + 2 :17 8 + * ;

1 $ $ $ 448 + $ - 3, 4. $ 1

!# $ < $

(4)

FAJAR KAWITAN. Pengaruh pH Terhadap IgG Anti H5N1 Asal Kolostrum Sapi yang Divaksin dengan Vaksin Avian Influenza H5N1. Dibimbing oleh SRI MURTINI dan ANITA ESFANDIARI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya tahan IgG anti H5 asal kolostrum terhadap paparan pH asam dan basa. Dua sampel kolostrum, 0 kolostrum dan kolostrum whey diinkubasi pada pH 4, 5, 9, dan 10 selama 30 dan 60 menit. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) digunakan untuk mengetahui titer IgG setelah inkubasi. Titer IgG menurun setelah paparan asam maupun basa. Titer IgG setelah

paparan pH 5 pada 0 kolostrum turun sebanyak 3,75% dan 16,25% setelah

diinkubasi masing-masing selama 30 dan 60 menit. Titer IgG setelah paparan pH 4 turun sebanyak 12,5% dan 16,25% setelah diinkubasi masing-masing selama 30 dan 60 menit. Titer IgG pada kolostrum whey yang terpapar pH 4 dan pH 5 juga mengalami penurunan sebanyak 18,75% setelah diinkubasi selama 30 dan 60 menit. Sementara itu, paparan pH basa (9 dan 10) menyebabkan penurunan titer

IgG sampai 100% baik pada 0 maupun whey kolostrum. Hal ini

menunjukkan IgG asal kolostrum mengalami degradasi pada kondisi asam atau basa.

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

) $ + $ < * $ <

* + < $ + * > * < < < 1

1 $ < * 1 * $ 1 $ < <1

? $ $ @ $ + < < <

* 0 ? >!

) < + * < $ + $ < * $

(6)

Skripsi

(7)

Judul : Pengaruh pH Terhadap IgG Anti H5N1 Asal Kolostrum Sapi yang Divaksin dengan Vaksin Avian Influenza H5N1

Nama : Fajar Kawitan NRP : B04062464

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. drh. Sri Murtini, M.Si 19661120 199512 2 001

Dr. drh. Anita Esfandiari, M.Si 19621214 198903 2 001

Diketahui,

a.n Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Wakil Dekan

Dr. Nastiti Kusumorini 19621205 198703 2 001

(8)

Alhamdulillahirabbila’lamin puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh pH terhadap IgG Anti H5N1 Asal Kolostrum Sapi yang Divaksin dengan Vaksin Avian Influenza H5N1” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat dukungan, semangat, dan bantuan dari berbagai pihak. Izinkan penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Ayah dan ibu tercinta yang selalu melimpahkan kasih sayang, dukungan, doa, dan pengorbanan yang tak terhingga.

2. Dr. drh. Sri Murtini, M.Si sebagai pembimbing I dan Dr. drh. Anita Esfandiari M.Si sebagai pembimbing II atas segala bimbingan, arahan, serta dukungan yang telah diberikan, sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai.

3. Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS dan drh. Okti atas kebaikan dan bimbingannya selama penelitian.

4. drh. Usamah afiff, M.Sc selaku pembimbing akademik.

5. Pak Lukman dan Mas Wahyu atas segala bantuan dan kebaikan selama penelitian dilaksanakan.

6. Mba Au, Mba Indah, dan Mba Tantri atas saran dan bantuannya. 7. Teman-teman Pioneer dan Greenberry atas semua dukungannya.

8. Rekan sepenelitian (Komara dan Fitri) atas bantuan, kerjasama, serta semangatnya.

9. Teman-teman Aesculapius 43 atas dukungan dan semangat yang tak henti-hentinya.

(9)

Penulis menyadari skripsi ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran dari pembaca senantiasa diharapkan.

Bogor, Maret 2011

(10)

Penulis dilahirkan di Sukabumi, pada tanggal 25 November 1988. Ayah bernama Muhidin dan Ibu bernama Juju Juhaeti. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Neglasari dari kelas 1 sampai kelas 4 (1994-1998) kemudian pindah ke Sekolah Dasar Negeri 1 Cipeuteuy dari kelas 5 sampai kelas 6 (1999-2000). Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kabandungan dan lulus tahun 2003. Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Cibadak dan lulus tahun 2006.

(11)

! "

2.1.1 Patogenesis Avian Influenza ... 5

2.1.2 Penularan Virus H5N1 Terhadap Manusia ... 6

2.1.3 Gejala Klinis Infeksi Virus H5N1 pada Manusia ... 7

2.2 Kolostrum ... 7

2.2.1 Komposisi Kolostrum ... 9

2.2.2 Imunoglobulin pada Kolostrum Sapi ... 10

2.2.3 Aplikasi Kolostrum untuk Imunisasi Pasif ... 10

2.3 Imunoglobulin G (IgG) ... 11

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi IgG ... 12

2.5 Imunoterapi ... 13

2.6 Saluran Pencernaan Manusia ... 13

2.6.1 Mulut dan Esofagus ... 13

3.3.1 Vaksinasi dan Pengambilan Sampel ... 16

3.3.2 Sampel Kolostrum ... 17

3.3.3 Pembuatan Whey ... 17

3.3.4 Pembuatan Suspensi Sel Darah Merah 1% ... 17

3.3.5 Penyiapan Virus Standar 4 HAU ... 18

3.3.6 Uji Hemaglutinasi (HA)... 18

3.3.7 Pembuatan Larutan Asam dan Basa ... 18

3.3.8 Pemaparan IgG pada Kondisi Asam dan Basa ... 19

3.3.9 Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) ... 19

3.4 Analisis Data ... 19

(12)

# ... 24

5.1 Simpulan ... 24

5.2 Saran ... 24

(13)

1

#

# $ % & ' "

Virus avian influenza (AI) termasuk ke dalam genus virus influenza A. Virus ini sangat penting pada unggas karena dapat menyebabkan gejala yang

bervariasi, dari infeksi subklinis sampai menjadi * " dan menyebabkan

mortalitas sampai 100% (Suarez 2008). Penyebaran penyakit ini begitu cepat di antara unggas serta dapat menular ke manusia dengan dampak mortalitas yang tinggi, sehingga membuat masyarakat dunia menjadi gelisah (Kumala 2005). Virus influenza A dapat menimbulkan pandemi karena mudah bermutasi, baik

berupa ataupun $ sehingga membentuk varian-varian

baru yang lebih patogen (Radji 2006).

Avian influenza atau flu burung telah menjadi fokus perhatian masyarakat internasional selama beberapa tahun terakhir. Virus AI H5N1 pertama kali dilaporkan mampu menginfeksi manusia di HongKong tahun 1997 dan masih berlangsung hingga saat ini. Indonesia merupakan negara dengan kasus kematian akibat AI pada manusia tertinggi di dunia. Sampai dengan bulan Mei 2010, tercatat 165 orang meninggal dunia akibat infeksi virus tersebut (WHO 2010).

Obat dan vaksin untuk pengobatan dan pencegahan terhadap infeksi virus AI H5N1 pada manusia masih dalam pengembangan. Amantadin dan rimantadin yang mempunyai efektivitas terhadap influenza A sub tipe H1N1, H2N2 dan H3N2, ternyata tidak efektif terhadap virus influenza A sub tipe H5N1 (CDC 2006). Dua obat ini merupakan obat yang biasa digunakan untuk influenza

musiman ($ $ A ). Dua obat lain, oseltamivir dan zanamivir mungkin

dapat digunakan sebagai pengobatan, namun studi tambahan masih harus dilakukan untuk mengetahui efektifitasnya (CDC 2007).

(14)

2

terkonsentrasi di Eropa dan Amerika Utara yang hanya 10% dari populasi dunia (Anonim 2010b). Vaksin AI H5N1 untuk manusia pertama kali dikembangkan

oleh peneliti UNIAID (%& $ * $ ) $ $ $)

pada tahun 2005. Namun demikian, sampai sekarang masih belum ada vaksin komersial yang diperbolehkan untuk digunakan pada manusia.

Kolostrum berpeluang menjadi salah satu alternatif pengendalian infeksi virus H5N1. Kolosrum mengandung dua komponen utama, yaitu faktor imun dan faktor pertumbuhan (Thapa 2005). Salah satu faktor imun yang penting dalam kolostrum adalah antibodi. Secara alami, antibodi dalam kolostrum memberikan

imunisasi pasif pada anak yang baru lahir (Korhonen 2000a). Menurut Rona

(1998), kolostrum sapi secara biologis dapat ditransfer kepada semua mamalia, termasuk manusia. Oleh karena itu, kolostrum dapat digunakan untuk kepentingan imunisasi pasif pada manusia.

Kolostrum sapi mengandung antibodi yang spesifik terhadap banyak

patogen pada manusia, seperti rotavirus, & / 1 ($ 1

# $ 1 & $ $1 # * $ " dan

+ * (Korhonen 2000b). Konsentrasi antibodi dalam

kolostrum dapat ditingkatkan dengan melakukan vaksinasi terhadap induk dengan patogen atau antigennya. Produk susu imun berbasis kolostrum telah terbukti efektif dalam pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit menular

pada manusia seperti penyakit diare yang disebabkan ( dan rotavirus

(Hammarstrom & Weiner 2008). Kolostrum juga diketahui tiga kali lebih efektif

mencegah flu dibandingkan dengan vaksinasi (Cesarone 2007).

Sapi diketahui dapat menghasilkan kolostrum yang mengandung antibodi yang spesifik terhadap virus AI H5N1 setelah divaksinasi dengan vaksin AI H5N1

(Esfandiari 2007; Kusumawardhani 2008). Kolostrum yang mengandung

antibodi spesifik terhadap virus AI H5N1 didapatkan melalui pemerahan induk sapi dengan metode yang sama seperti pemerahan susu konvensional, sehingga dalam proses produksi antibodi tersebut tidak melanggar kaidah kesejahteraan

hewan ( 0 ) Selain itu, kolostrum dapat dimanfaatkan untuk

konsumsi manusia tanpa harus mengurangi jumlah kolostrum yang dikonsumsi

(15)

3

menghasilkan 6-8 liter kolostrum dihari pertama setelah melahirkan, sedangkan anak sapi hanya mengkonsumsi 4-5 liter/hari. Pada hari kedua dan selanjutnya produksi kolostrum akan meningkat dengan kenaikan antara 1-2 liter/hari/ekor induk sapi. Oleh karena itu dalam tiga hari akan ada kelebihan kolostrum sekitar 9-12 liter/ekor induk sapi yang dapat dimanfaatkan untuk konsumsi manusia.

Penelitian ini menggunakan pendekatan terhadap kemungkinan aplikasi kolostrum untuk manusia dewasa. Aplikasi secara oral imunoglobulin anti H5N1 dalam kolostrum akan melewati lingkungan yang dapat menyebabkan kerusakan imunoglobulin tersebut, misalnya lingkungan asam (lambung), basa (usus), atau dalam proses pengolahannya. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya tahan IgG anti H5N1 terhadap paparan pH.

# ()( " &"& *$* "

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui daya tahan imunoglobulin G (IgG) anti H5N1 dalam kolostrum sapi setelah terpapar berbagai kondisi pH.

#+ ", $ &"& *$* "

(16)

4

#

# -* " ", (&".

Virus avian influenza subtipe H5N1 termasuk ke dalam genus virus influenza A dan anggota dari famili orthomyxoviridae (Lekcharoensuk 2008) Famili orthomyxoviridae terbagi menjadi lima genus yaitu influenza A, influenza B, influenza C, isavirus, dan thogotovirus (ICTV 2010). Influenza A telah diisolasi dari manusia, babi, kuda, cerpelai, mamalia laut, dan burung peliharaan maupun burung liar (Murphy & Webster 1996).

Gambar 1. Skema virus avian influenza (Anonim 2010a)

Virus influenza A berbentuk bulat kasar (120 nm) dan mempunyai $ <

dipermukaan virus. Asam nukleat virus beruntai tunggal dan mempunyai selubung yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Genom virus ini terdiri dari delapan segmen yang mengkode sepuluh produk gen. produk gen tersebut

diantaranya * $ ! (PB1), * $ !9 (PB2),

(17)

5

(NP), $ (N atau NA), / (MP1), / 9

(MP2), ,$ (NS1), dan ,$ 9 (NS2)

(Poovorawan 2007). Gambar 1 memperlihatkan skema virus avian influenza. Determinan antigen virus influenza A yang penting adalah HA dan NA. Hemaglutinin (HA) memfasilitasi masuknya virus ke dalam sel inang dengan menempel terhadap reseptor asam sialat pada permukaan sel inang, sedangkan NA mengkatalisis pemutusan < glikosida menjadi asam sialat pada sel inang dan permukaan virion, sehingga mencegah agregasi virion dan memfasilitasi pelepasan progeni virus dari sel yang terinfeksi (Poovorawan 2007).

Virus ini mempunyai banyak subtipe diakibatkan oleh adanya keragaman antigenik dari HA dan NA (Fouchier 2005). Semua subtipe virus yang menginfeksi unggas air dan unggas ini menjadi reservoir dari virus dengan subtipe baru yang menyerang manusia dan unggas domestik. Enam HA (H1, H2, H3, H5, H7 dan H9) dan tiga NA (N1, N2 dan N7) subtipe telah diidentifikasi sebagai strain virus influenza yang menyebabkan infeksi pada manusia (Lipatov

2004).

# # $/ &"&0*0 -* " ", (&".

Patogenesis AI H5N1 pada manusia belum dapat dijelaskan sepenuhnya.

Uiprasertkul (2007) menyatakan bahwa apoptosis dapat memainkan peranan

utama dalam patogenesis influenza (H5N1) pada manusia dengan merusak sel epitel. Patogenesis tersebut menyebabkan pneumonia dan merusak leukosit, menimbulkan leukopenia yang merupakan tanda klinis yang menonjol dari infeksi virus H5N1 pada manusia.

Berbagai faktor dianggap terlibat dalam patogenesis H5N1 influenza, dan kombinasi faktor-faktor ini kemungkinan besar menentukan sejauh mana kerusakan jaringan dan penyakit yang terjadi. Peran disregulasi sitokin dan kemokin telah dipelajari secara ekstensif dan mungkin salah satu mekanisme kunci dalam patogenesis H5N1 influenza, selain kerusakan jaringan akibat

replikasi virus. Faktor-faktor lain, seperti , $ $ ,

(18)

6

diyakini terlibat dalam patogenesis, meskipun perananya masih belum jelas (Korteweg & Gu 2008).

Menurut Radji (2006), infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes setelah terjadi penempelan $ < $ virion dengan reseptor spesifik yang

ada di permukaan sel hospesnya. Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan

akan mengintegrasikan materi genetiknya di dalam inti sel hospesnya, dan dengan

menggunakan mesin genetik dari sel hospesnya, virus dapat bereplikasi

membentuk virion-virion baru, dan virion-virion ini dapat menginfeksi kembali

sel-sel di sekitarnya.

# # &"( % " *%(0 &%1 2 "(0*

Virus influenza secara umum ditularkan dari manusia ke manusia melalui droplet (diameter >5 µm) dari hidung dan tenggorokan orang yang terinfeksi yang bersin atau batuk. Virus ini memerlukan jarak 3 sampai 6 kaki ( $ ) untuk dapat ditularkan. Penularan juga terjadi melalui kontak langsung kulit ke kulit atau kontak tidak langsung melalui sekresi pernafasan (Kamps & Teran 2006).

Virus avian influenza yang menular dan menyebabkan gejala klinis pada manusia merupakan kasus yang jarang (Werner & Harder 2006). Kasus yang

menghubungkan * " A " $ (HPAIV) H5N1 asia

dengan penyakit pernafasan pada manusia baru diobservasi tahun 1997 di

Hongkong (Yuen 1998). Resiko penularan virus H5N1 dari unggas ke

manusia paling tinggi pada orang yang dekat dengan unggas hidup terinfeksi, dan objek atau permukaan yang terkontaminasi droplet dari unggas tersebut. resiko paparan dianggap besar selama penyembelihan, pencabutan bulu, pemusnahan,

dan saat menyiapkan unggas untuk dimasak. * " A

" $(HPAIV) H5N1 dapat ditemukan di seluruh karkas unggas. Namun tidak ada

resiko penularan dari karkas unggas yang telah dimasak (Mounts 1999)

Virus influenza mempunyai sifat * $ $ $ $ dan jarang

(19)

7

A berikatan dengan reseptor asam sialat yang memiliki ikatan α2,3 galaktosa. Sebuah partikel virus avian influenza mampu menginfeksi manusia, hanya jika virus tersebut memiliki kemampuan untuk melekat pada reseptor 2,6. Diperlukan mutasi untuk membuat virus H5N1 menular dengan mudah dan berkelanjutan diantara manusia. Meskipun demikian, kemungkinan virus bermutasi dan bersifat spesifik terhadap manusia memang ada (Stevens 2006)

# #+ &) *"*0 ",&'0* *%(0 2 "(0*

Data yang terbatas pada periode inkubasi virus menunjukkan bahwa onset penyakit terjadi kurang dari 7 hari sejak terakhir terpapar dengan unggas yang sakit atau mati. # $ dengan kemungkinan transmisi antar manusia kecil memiliki masa inkubasi 3-5 hari. Namun demikian, pada salah satu cluster diperkirakan terjadi 8-9 hari (Huai 2008). Menurut Hui (2008), periode inkubasi penularan unggas ke manusia umumnya antara 2-5 hari dan durasi simptom sebelum dirawat di rumah sakit sekitar 4,5 hari.

Gejala klinis dari infeksi virus H5N1 mulai dari asimptomastis, atau

A , < $$ ringan sampai pneumonia berat dan kegagalan multi organ. Demam lebih dari 380 C, batuk, dan *$ merupakan gejala utama yang

terlihat. Perjalanan awal penyakit memperlihatkan gejala gangguan

gastrointestinal seperti diare, muntah, dan sakit perut. Gejala saluran pernapasan bagian atas infeksi H5N1 pada manusia kurang menonjol bila dibandingkan dengan influenza musiman (Hui 2008)

# / /0$%(!

Kolostrum merupakan sekresi yang disekresikan langsung setelah

proses kelahiran pada semua mamalia dan esensial untuk perkembangan dan status imun anak yang baru lahir (Scammell 2001), dihasilkan selama 24-36 jam pertama setelah kelahiran (Pakkanen & Aalto 1997). Kolostrum kaya nutisi seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Selain itu, kolostrum

(20)

8

antimikrobial. Perbandingan komposisi kolostrum dan susu normal terlampir pada Tabel 1.

Secara historis, kolostrum telah digunakan untuk berbagai macam gangguan kesehatan. Di berbagai negara kolostrum diberikan kepada orang tua atau sakit untuk meningkatkan imunitasnya. Selain itu kolostrum diberikan juga kepada hewan sakit atau lemah. Sebelum era antibiotik, kolostrum digunakan untuk mengobati infeksi bakteri di Amerika. Kolostrum juga diberikan pada penderita rheumatoid arthris dan orang yang terluka untuk mempercepat persembuhan luka (Thapa 2005).

Tabel 1. Komponen utama kolostrum dan susu sapi (Bourdy 2008)

Komponen Kolostum

Laktoperoksidase 30 mg 20 mg Korhonen 1977

Lisozim 0,14-0,7 g 0,07-0,6 mg Korhonen 1977

Kolostrum sapi secara biologis dapat ditransfer kepada semua mamalia, termasuk manusia. Analisis laboratorium menunjukkan bahwa faktor imun dan faktor pertumbuhan yang terdapat dalam kolostrum manusia dan sapi identik

(21)

9

alergi atau anafilasis pada anak sapi (Rona 1998). Kolostrum juga mengandung

* $ + sehingga kolostrum dapat masuk ke dalam usus dan memelihara

kesehatan mukosa dan sistem imun (Thapa 2005).

# # /! /0*0* / /0$%(!

Komponen utama kolostrum pada dasarnya terbagi dua, yaitu faktor imun

- $*$ . dan faktor pertumbuhan ( 0 . (Rona 1998;

Thapa 2005). Menurut Thapa (2005), faktor imun yang terdapat dalam kolostrum

sapi antara lain antibodi spesifik, imunoglobulin, > > (PRP),

laktoferin, sitokin, limfokin, oligopolisakarida dan gula glikokonjugat, glikoprotein dan trpsin inhibitor, lisozim, leukosit, enzim laktoperoksidase-thiosinat, peroksidase, dan santhin oksidase, dan laktalbumin.

Serum sapi dan sekresi mengandung tiga kelas imunoglobulin, yaitu

imunoglobulin G (IgG), imunoglobulin (IgM), dan imunoglobulin A (IgA). Pada kolostrum sapi, sistem antibodi (imunoglobulin) komplemen pada kolostrum sapi menyediakan efek anti mikrobial utama terhadap mikroba dan imunisasi pasif

bagi anak sapi (Korhonen 2000a)

Kolostrum mengandung banyak antibodi yang spesifik untuk banyak

mikroorganisme seperti rotavirus, & / 1 ($ 1 # $

1 & $ $1 # * $ " dan + *

(Korhonen 2000b). Menurut Thapa (2005), kandungan alami dari

kolostrum dapat mengobati dan mencegah berbagai penyakit, baik yang sifatnya infeksius maupun non infeksius. Selain itu, kolostrum tidak mempunyai efek samping jika digunakan untuk pengobatan. Kolostrum juga diketahui tiga kali

lebih efektif mencegah flu dibandingkan dengan vaksinasi (Cesarone 2007)

dan dapat. Kolostrum diketahui dapat meningkatkan sekresi IgA sehingga sangat bermanfaat dalam mengobati infeksi saluran pernafasan atas, infeksi gigi,

bronkhitis, dan $ * $

Laktoferin memiliki banyak fungsi biologis, diantaranya aktivitas anti bacterial atau anti inflamasi, perlindungan terhadap infeksi gastrointestinal, ikut serta dalam seksresi imun lokal dengan bekerja sinergis bersama imunoglobulin

(22)

10

jaringan, mendukung pertumbuhan sel hewan seperti limfosit dan sel usus

(Losnedahl 1998).

# # !("/ /3( *" 2 / /0$%(! *

Imunoglobulin G merupakan imunoglobulin utama dalam kolostrum. Jumlahnya sekitar 80-90% dari total imunoglobulin (Elfstrand 2002). Terdapat

dua subkelas IgG dalam kolostrum yaitu IgG1 dan IgG2 (Korhonen 2000b).

Imunoglobulin G mempunyai banyak fungsi diantaranya opsonisasi, fiksasi komplemen, mencegah adhesi patogen terhadap endotel, inhibisi metabolisme bakteri dengan blokade enzim, aglutinasi bakteri, dan netralisasi virus dan toksin (Marnila & Korhonen 2002 di dalam Mehra . 2006).

Imunoglobulin M yang dihasilkan lebih sedikit dari IgG mempunyai fungsi yang jauh lebih efisien dari fungsi-fungsi IgG yang disebutkan diatas, terutama dalam fiksasi komplemen. Imunoglobulin A tidak memfiksasi komplemen atau opsonisasi bakteri. Imunoglobulin A mempunyai fungsi lain yaitu aglutinasi antigen, netralisasi virus dan toksin bakteri, dan mencegah bakteri enteropatogenik menempel terhadap epitel mukosa (Marnila & Korhonen 2002 di

dalam Mehra . 2006).

Proses kolostrogenesis atau transfer imunoglobulin dari sirkulasi darah induk menuju kelenjar ambing pada ruminansia dimulai pada beberapa minggu terakhir menjelang induk melahirkan dan berhenti segera menjelang induk

melahirkan (Larson 1980). Esfandiari (2003) menyatakan bahwa

konsentrasi IgG kolostrum pada sapi perah semakin berkurang mengikuti waktu pemerahan. Namun, volume kolostrum yang dihasilkan oleh induk tidak mempengaruhi konsentrasi IgG yang ada di dalamnya.

# #+ *' 0* / /0$%(! ("$(' !("*0 0* 0*,

(23)

11

Manfaat kolostrum untuk imunisasi pasif pada hewan coba maupun manusia

telah banyak diteliti. Davidson (1989) menemukan bahwa kolostrum dengan

konsentrasi antibodi yang tinggi terhadap empat serotipe human rotavirus dapat melindungi anak usia 3 sampai 15 bulan dari infeksi virus tersebut.

Shimazaki (2001) melakukan eksperimen dengan menggunakan hewan

coba tikus. Tikus diberi perlakuan antibiotik ( * * ) sebelum

tikus diberi susu imun yang kaya akan antibodi terhadap & $ $

Hasil eksperimen memperlihatkan bahwa susu imun secara signifikan

menghambat rekolonisasi & $ $ dalam saliva dan plak dibanding

grup kontrol. Jumlah total $ $ juga lebih rendah dari grup kontrol. Eksperimen ini menunjukkan adanya imunisasi lokal oleh susu imun. Eksperimen

lain, Casswall (2002) membuktikan bahwa kolostrum dengan kandungan

imunoglobulin yang spesifik terhadap + dapat menurunkan derajat

inflamasi dan kolonisasi bakteri tersebut pada mencit.

#+ !("/ /3( *" 4 5

Antibodi adalah molekul protein yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai akibat interaksi antara limfosit B peka antigen dan antigen khusus (Tizard 1988). Karena molekul antibodi adalah globulin, maka umumnya dikenal sebagai imunoglobulin (Ig). Istilah imunoglobulin dipakai untuk menggambarkan semua protein yang mempunyai aktivitas antibodi maupun beberapa protein yang mempunyai struktur imunoglobulin yang khas tetapi tidak memiliki aktivitas antibodi (Tizard 1988). Sedangkan menurut Mayer (2009), imunoglobulin adalah molekul glikoprotein yang diproduksi sel plasma sebagai respon terhadap imunogen dan berfungsi sebagai antibodi.

(24)

12

Imunoglobulin G tersusun atas dua macam rantai polipeptida, yaitu rantai

berat ( "* ) dan rantai ringan ( ). Tiap molekusl IgG memiliki

dua rantai ringan dan dua rantai berat. Tiap rantai ringan dan rantai berat dihubungkan oleh ikatan disulfida. Kedua rantai ringan dan rantai berat identik

sehingga antibodi mempunyai dua -+ $ $dan mampu mengikat dua

struktur identik bersamaan. Semua IgG adalah monomer (7S imunoglobulin) (Mayer 2009).

Imunoglobulin G dan komplemen bekerja saling membantu dalam pemusnahan antigen. Imunoglobulin G mempunyai sifat opsonin yang efektif karena sel-sel fagosit, monosit, dan makrofag mempunyai reseptor untuk fraksi Fc dari IgG sehingga dapat mempererat hubungan dengan sel-sel sasaran, namun tidak semua subkelas IgG dapat mengikat; IgG2 dan IgG4 tidak dapat mengikat Fc reseptor (Mayer 2009). Imunoglobulin G juga berperan pada imunitas seluler karena dapat merusak antigen seluler melalui interaksi dengan sistem komplemen atau melalui efek sitolitik sel fagosit. Tidak semua sub kelas IgG dapat memfiksasi komplemen. Contoh sub kelas imunoglobulin G yang tidak memfiksasi komplemen misalnya IgG4 (Mayer 2009)

#6 '$/%7, '$/% 8 " &! &" %(1*

Imunoglobulin seperti protein lain dapat mengalami kerusakan bila terpapar terperatur tinggi. Green (2003) melakukan pasteurisasi kolostrum dengan

pendekatan $ (HTST). Kolostrum dipasteurisasi dengan

suhu 72o C selama 15 detik. Perlakuan tersebut menurunkan konsentrasi IgG rata-rata sebesar 28,4%. Penelitian lain menunjukkan bahwa IgG dalam kolostrum yang dipasteurisasi dengan suhu 71,7o C selama 15 detik menurunkan konsentrasi

IgG sampai 25% (Stabel 2004)

Penelitian McMartin (2006) memperlihatkan bahwa pemanasan

kolostrum dengan suhu 60o C dalam waktu 120 menit tidak mempengaruhi konsentrasi IgG. Selain itu, perlakuan tersebut juga tidak mengubah viskositasnya. Pasteurisasi konvensional pada suhu 63o C selama 30 menit hanya

(25)

13

Antibodi jika diberikan secara oral akan melewati proses pencernaan

sebelum dapat menimbulkan efek. Menurut Mehra (2006), pH rendah pada

lambung akan menurunkan konsentrasi imunoglobulin secara signifikan. Imunoglobulin susu juga didegradasi dalam saluran pencernaan oleh enzim proteolitik seperti pepsin, tripsin, kemotripsin, karboksipeptidase, dan elastase.

Imunoglobulin dipecah menjadi fragmen F(ab)’2, Fab, dan Fc (Reilly 1997).

Menurut Sharma (2009), pH asam dan basa dapat menyebabkan degradasi antibodi. Degradasi tersebut terjadi melalui beberapa rute. Rute degradasi akibat asam diantaranya isomerisasi, fragmentasi, dan hidrolisis. Sedangkan pada pH basa terjadi deamidasi residu asparagin, pertukaran disulfida, dan agregasi.

# !("/$&% *

Imunoterapi adalah pengobatan yang digunakan untuk menstimulasi atau mengembalikan kemampuan dari sistem imun untuk memerangi infeksi dan penyakit. Imunoterapi ini disebut juga dengan terapi biologik atau +

$ $ -! '. *(Keohan 2004).

Imunoterapi terbagi menjadi dua, yaitu imunoterapi aktif dan imunoterapi pasif. Imunoterapi aktif bertujuan untuk menstimulasi sistem imun tubuh untuk melawan penyakit. Sedangkan pada imunoterapi pasif, penanganan tidak bergantung pada sistem kekebalan tubuh pasien, namun menggunakan komponen sistem imun (seperti antibodi) yang dibuat di luar tubuh (Keohan 2004).

#9 (% " &":&%" " "(0*

#9# ( ($ 2 " 0/, (0

Makanan bercampur dengan saliva di dalam mulut. Saliva dikeluarkan dari sel-sel asinar ke dalam lumen duktus interkalatus. Sekresi saliva pada manusia sekitar 1500 ml per hari. Saliva pada kelenjar istirahat sedikit lebih rendah dari 7,0 tetapi selama sekresi aktif pH mencapai 8,0. Saliva mengandung dua enzim pencernaan yaitu lipase lingual dan ptialin (α-amilase saliva). Kandungan lain dari saliva yaitu musin dan IgG A (Ganong 1998).

(26)

14

melewati duktus ekskretorius dan duktus interkalatus, saliva dimodifikasi dengan pengambilan Na+ dan Cl- serta penambahan K+ dan HCO3-. Duktus relatif

impermeabel terhadap air sehingga saliva menjadi hipotonis dalam duktus. Karena itu pada aliran sistem aliran yang lambat saliva yang sampai ke mulut hipotonik, alkali, dan kaya akan K+ tapi relatif kurang Na+ dan Cl-. Jika aliran saliva cepat, pertukaran ion di duktus relatif sedikit. Oleh karena itu, meskipun tetap hipotonik, saliva lebih dekat ke isotonik dengan konsentrasi Na+ dan Cl- lebih tinggi (Ganong 1998).

#9# !3("

Lambung mempunyai berbagi kelenjar yang menghasilkan sekresi untuk proses pencenaan. Kelenjar di daerah pilorus dan kardia mensekresikan mukus. Di daerah korpus termasuk fundus terdapat sel parietal (oksintik) yang mensekresikan HCl dan faktor intrinsik serta sel Chief (sel zimogen dan sel

peptik) yang mensekresikan pepsinogen. Mukus juga disekresikan bersama HCO3

oleh sel-sel mukus di permukaan epitel antara kelenjar-kelenjar. HCl yang disekesikan sel parietal pada dasarnya bersifat isotonik. Konsentrasi H+nya ekivalen dengan sekitar 0,17 N HCl, dengan pH sampai serendah 0,87 (Ganong 1998).

Sel-sel kelenjar lambung mensekresikan sekitar 2.500 ml getah lambung setiap hari. Kandungan getah lambung normal diantaranya kation (Na+, K+, Mg2+, H+), anion (Cl-, PO42+, SO42+), pepsin, lipase, mukus dan faktor intrinsik (Ganong

1998). Getah lambung mengandung mukus yang terdiri dari glikoprotein yang disebut musin. Musin membentuk gel fleksibel yang melapisi mukosa yang melindungi dinding lambung dari HCl. Mukus dihasilkan dari sel mukosa permukaan dan leher (Ganong 1998).

Sel mukosa permukaan juga mensekresikan HCO3- yang terperangkap dalam

(27)

15

#9#+ 0(0 (0 2 " 0(0 &0 %

Usus halus merupakan organ pencernaan setelah lambung. Usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu duoedenum, jejunum, dan ileum. Panjang sekitar 6 meter sehingga usus halus merupakan organ pencernaan yang paling panjang. Proses pencernaan lemak, protein , dan karbohidrat disempunakan di usus halus (Ganong 1998).

Makanan dari lambung akan masuk ke duodenum. Fungsi utama duodenum dan jejunum bagian awal adalah untuk sekresi, sedangkan jejunum dan ileum berfungsi untuk absorpsi. pH usus meningkat dari duodenum 6-6,5 , sedangkan pH pada jejunum dan ileum sekitar 7,5 (Boudinot 2010).

(28)

16

#

+# /' 0* 2 " '$( &"& *$* "

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Imunologi dan laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2009.

+# $ 2 " 1 "

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah tabung mikrosentrifus, alat sentrifus, pipet mikro, pipet mikro multi, tip pipet, Vortex, kertas pH universal,

, 1 inkubator1 tisu, dan kertas label. Bahan yang digunakan

adalah sampel kolostrum, antigen AI 4 HAU, anti koagulan Na sitrat 3,85 %, suspensi sel darah merah ayam 1%, NaCl fisiologis, HCl, NaOH, dan PBS 1X.

+#+ &$/2& &"& *$* "

+#+# '0*" 0* 2 " &" !3* " ! &

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kolostrum yang berasal dari satu induk sapi Frisian Holstein (FH). Sapi diberi vaksin ayam subtipe H5N1. Sebelum pemberian vaksin dilakukan pemberian imunomodulator (Inmunair®) dosis 1 mg/kg BB peroral selama 3 hari berturut-turut. Vaksinasi menggunakan antigen AI H5N1 inaktif tanpa adjuvan dengan dosis 1 ml/ekor secara intravena (IV) selama tiga hari berturut-turut. Pada hari keempat diberi vaksin inaktif H5N1 beradjuvan (Vaksindo strain 2003) dengan dosis 1ml/ekor via subkutan (SC). Vaksinasi dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval waktu

masing-masing 14 hari (Esfandiari 2007).

Kolostrum diambil sesegera mungkin setelah induk sapi melahirkan (dalam waktu kurang dari satu jam). Pemerahan dilakukan 2 kali sehari. Sebanyak 200 ml sampel diambil pada setiap pemerahan. Sampel kolostrum kemudian

disimpan dalam A dengan suhu -20oC. Sampel yang digunakan berasal dari

(29)

17

suhu kamar kemudian dihomogenkan. Sampel kolostrum yang telah mencair kemudian diambil dengan mikropipet lalu disimpan dalam beberapa tabung mikro, dan diberi label sampai analisis dilakukan. Vaksinasi induk sapi dan

koleksi sampel kolostrum dilakukan pada penelitian sebelumnya

(Kusumawardhani 2008).

+#+# ! & / /0$%(!

Sampel kolostrum yang digunakan mengandung antibodi anti H5N1 berdasarkan pengujian yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya (Kusumawardhani 2008). Sampel yang digunakan dalam bentuk kolostrum dan whey.

+#+#+ &!3( $ " 1&8

Sampel kolostrum disentrifus dengan kecepatan 4000 x g selama 15 menit untuk membuang lemak dan sedimen. Supernatan yang diperoleh selanjutnya disentrifus pada 2000 x g selama 30 menit dan akan terbentuk tiga lapisan.

Lapisan yang di tengah ( * ) diambil dan disimpan pada suhu -20o

C sampai analisis dilakukan (Zarili . 2003 di dalam Esfandiari 2008).

+#+#6 &!3( $ " (0 &"0* & % 1 &% 1 ;

Darah yang digunakan adalah darah ayam yang bebas AI, yaitu ayam yang tidak pernah terpapar dengan virus AI dan divaksin H5N1. Darah diambil

menggunakan $* kemudian dicampur dengan antikoagulan Na sitrat 3,8%

dengan perbandingan 4:1.

Darah kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit setelah itu supernatan dibuang. Lalu ditambahkan NaCl fisiologis dengan jumlah yang sama seperti supernatan yang dibuang. Proses ini diulang sampai tiga kali pencucian. Hasil yang didapat dari tiga kali pencucian adalah sel darah merah 100%.

(30)

18

mencampur 1 bagian sel darah merah dengan 1 bagian NaCl fisiologis. Lalu dibuat suspensi sel darah merah 5% dengan mencampur 1 bagian sel darah merah 50% dengan 9 bagian NaCl fisiologis. Terakhir dibuat suspensi sel darah merah 1% dengan mencampur 1 bagian sel darah merah 5% dengan 4 bagian NaCl fisiologis. Larutan ini disimpan pada suhu 4o C sampai akan digunakan.

+#+# &"8* " *%(0 $ "2 % 6

Virus standar dibuat dengan melakukan titrasi virus AI $ < menggunakan uji hemaglutinasi (HA). Virus AI $ < selanjutnya dititrasi hingga mencapai 4 HAU.

+#+#9 )* &! ($*" 0* 4 5

Sumur 1 sampai 12 pada mikroplate diisi dengan 25 µl NaCl fisiologis. Kemudian, sumur ke-1 diisi dengan 25 µl suspensi virus (antigen H5N1) dan dihomogenkan dengan cara mengambil dan mengeluarkan cairan tersebut dengan mikropipet. Sebanyak 25 µl diambil dari sumur ke-1 lalu dimasukan dan dihomogenkan di sumur ke-2. Demikian seterusnya hingga sumur ke-11. Di sumur ke-11, sebanyak 25 µL diambil kemudian dibuang. Sumur ke-12 digunakan sebagai kontrol sel darah merah. Lalu, ditambahkan 25 µl NaCl fisiologis pada tiap sumur. Setelah itu, ditambahkan juga 25 µl suspensi sel darah merah 1 % pada tiap sumur. Mikroplate digoyangkan perlahan kemudian diinkubasi selama 30 menit, setelah itu dibaca hasilnya (OIE 2004).

Titer HA: Nilai kebalikan dari pengenceran tertinggi virus yang masih mampu menimbulkan aglutinasi 100%.

+#+#< &!3( $ " %($ " 0 ! 2 " 0

(31)

19

+#+#= &! % " 2 /"2*0* 0 ! 2 " 0

Pemaparan asam dan basa pada kolostrum dilakukan dengan metode

Wibawan (2009) yang dimodifikasi. Sebanyak 100 µl sampel kolostrum

dimasukan ke dalam + Kemudian ditambahkan larutan dengan pH 4, 5,

9, dan pH 10 dengan perbandingan 1 : 1. Lalu inkubasikan pada suhu 37o C selama 30 menit. Lalu titer diperiksa dengan uji HI. Setelah itu inkubasi dilanjutkan sampai 60 menit lalu titer IgG diperiksa lagi dengan uji yang sama.

+#+#> )* &! ($*" 0* "1*3*0* 4 5

Sumur 1 sampai sumur 12 pada diisi dengan NaCl fisiologis

steril masing-masing sebanyak 25 µl dengan mikropipet 200 µl. Selanjutnya 25 µl sampel kolostrum yang akan diuji dimasukan kedalam sumur pertama dan dilakukan pencampuran dengan cara mengambil dan mengeluarkan cairan tersebut dengan mikropipet. Sebanyak 25 µl larutan diambil dari sumur pertama kemudian dipindahkan ke sumur ke dua dan dilakukan pencampuran seperti sebelumnya, selanjutnya dipindahkan ke sumur ketiga, demikian seterusnya hingga sumur ke-12. Sebanyak 25 µl diambil dari sumur ke-12 lalu dibuang. Selanjutnya ditambahkan suspensi virus standar 4 HAU pada sumur 1-12

masing-masing 25 µl. ' dikocok dengan cara menggoyang-goyangkannya.

Kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Setelah itu ditambahkan suspensi darah merah 1 % sebanyak 25 µl pada masing-masing sumur. Lalu dikocok lagi dengan cara digoyang-goyangkan kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama kurang lebih 40 menit, selanjutnya dibaca hasilnya (OIE 2004).

+#6 " *0*0 $

(32)

20

#

Penelitian ini menggunakan dua sampel kolostrum yang berasal dari sapi

yang divaksin H5N1 yaitu sampel 0 dan whey kolostrum. Uji Hemaglutinin

Inhibisi (HI) dilakukan untuk mengetahui titer IgG sebelum dan setelah perlakuan. Hasil uji HI disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Titer IgG anti H5 asal kolostrum sebelum dan sesudah terpapar pH asam dan basa (HI unit)

Hasil pengujian menunjukan bahwa titer IgG pada kolostrum sebelum perlakuan asam dan basa adalah 28 HI unit. Titer IgG mengalami penurunan setelah terpapar asam maupun basa. Titer IgG setelah paparan pH 5 pada 0

kolostrum turun sebanyak 3,75% dan 16,25% setelah diinkubasi masing-masing selama 30 dan 60 menit. Titer IgG setelah paparan pH 4 turun sebanyak 12,5% dan 16,25% setelah diinkubasi masing-masing selama 30 dan 60 menit. Titer IgG pada kolostrum whey yang terpapar pH 4 dan pH 5 juga mengalami penurunan sebanyak 18,75% setelah diinkubasi selama 30 dan 60 menit. Paparan pH basa (9

dan 10) menyebabkan penurunan titer IgG sampai 100% baik pada 0 maupun

whey kolostrum. Selanjutnya, penurunan dari pH 5 ke pH 4 diikuti penambahan waktu inkubasi dari 30 menit menjadi 60 menit memperlihatkan sedikit pengaruh terhadap penurunan titer IgG.

Penurunan titer IgG pada kondisi asam mengindikasikan terjadinya degradasi pada IgG. Antibodi, seperti protein lain peka terhadap perubahan pH yang menyebabkan terjadinya degradasi baik secara kimia maupun fisik. Paparan asam (pH 4 kebawah) dapat menyebabkan isomerisasi, hidrolisis, dan fragmentasi. Paparan pH yang sangat rendah (3 kebawah) juga akan

mempengaruhi konformasi struktur tersier antibodi (Sharma 2009).

Sampel

Titer IgG sebelum perlakuan

(pH 6,5)

(33)

21

Isomerisasi adalah proses kimia dimana sebuah senyawa diubah menjadi salah satu bentuk isomeriknya, dengan kata lain senyawa berubah menjadi bentuk dengan komposisi kimia yang sama tetapi struktur atau konfigurasinya berbeda sehingga secara umum mempunyai sifat fisik dan kimia yang bebeda (Encyclopedia 2011). Isomerisasi pada protein dapat terjadi pada asam amino asparagina, aspartat, dan glutamina. Aktivitas antibodi dapat sangat dipengaruhi proses ini ketika aspartat yang terisomerisasi terlibat dalam reaksi

antigen-antibodi (Sharma 2009). Haris (2001) mengemukakan bahwa

A + * anti-HER2 trastuzumab (Herceptin®) kehilangan

80 sampai 90% aktivitasnya ketika Asp120 di rantai berat antibodi tersebut terisomerisasi menjadi isoaspartat.

Fragmentasi adalah proses yang terjadi akibat hidrolisis pada

+ <+ Rantai amide Asp-Gly dan Asp-Pro merupakan rantai yang paling peka terhadap pemotongan hidrolitik. Sekuen lain seperti Asn-Ser juga diketahui menjadi subyek hidrolisis (Tyler-Cross & Shirch 1991). Menurut Liu

(2008), rantai peptida yang rentan terhadap hidrolisis terletak terutama di domain-domain dekat atau pada struktur loop antibodi. Hidrolisis sering

terjadi pada karena daerah ini merupakan daerah paling fleksibel dari

antibodi (Gaza-Bulseco & Liu 2008). Dibandingkan dengan antibodi dalam bentuk utuh, antibodi yang mengalami fragmentasi lebih rentan terhadap pengaruh enzim protease di saluran pencernaan dan memiliki , yang lebih pendek. Oleh karena itu, fragmentasi pada antibodi terapeutik menurunkan kemampuan untuk mengikat antigen dan mungkin sifat farmakokinetiknya terganggu secara

signifikan (Sharma 2009).

Perlakuan basa pada 0 maupun kolostrum whey merusak IgG (titer 20).

Hasil ini berbeda dengan profil IgG serum pada pH 9 dan 10. Menurut Suartini (2007), paparan pH basa (pH 9 dan 10) terhadap IgG antitetanus asal serum kuda tidak menurunkan aktivitas IgG secara nyata. Hasil ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara profil IgG kolostrum dan IgG serum pada kondisi basa dari spesies yang berbeda. Rusaknya IgG dalam kolostrum ini diduga diakibatkan oleh perubahan pH larutan, dimana kolostrum mempunyai kisaran pH 6.00 – 6.61

(34)

22

terjadi perubahan pH yang menyebabkan IgG rusak. Menurut Sharma

(2009), perubahan pH merupakan $ $$ yang menyebabkan degradasi

antibodi.

Sharma (2009) mengemukakan bahwa paparan pH yang lebih tinggi

dari pH 7.0 (basa) dapat menyebabkan deaminasi residu asparagina, pertukaran disulfida, dan agregasi. Beberapa rute degradasi juga menunjukan sifat ,

misalnya oksidasi dan agregasi fisik.

Deamidasi merupakan reaksi yang dikatalisasi oleh kondisi basa yang sering terjadi dalam sekuen yang mengandung Asn-Gly (N-G) atau Gln-Gly (Q-G) (Anonim 2011a). Menurut King (2010), deamidasi merupakan reaksi non-enzimatik yang terjadi pada asam amino asparagina dan glutamina. Deamidasi pada residu asparagina membentuk aspartat dan isoaspartat. Deamidasi dapat menyebabkan hilangnya potensi antibodi jika asam amino yang terdeamidasi

terletak di * (CDR) dan asam amino terlibat

dalam pengenalan antigen. Deamidasi juga berdampak pada perubahan struktur tersier karena pembentukan isoaspartat menyebabkan penambahan satu karbon di

+ <+ asam amino (Sharma 2009).

Paparan basa terhadap antibodi menyebabkan terjadinya pertukaran

disulfida. Antibodi cenderung mengalami pertukaran disulfida karena

mengandung 12 intrachain dan 4 interchain disulfida. Proses ini menghasilkan

$$, < intermolekul dan pembentukan agregat (Sharma . 2009). # $$,

< merupakan proses penggabungan dua molekul atau lebih dengan ikatan kovalen secara kimiawi (Anonim 2011b).

Rute degradasi lain akibat pengaruh basa adalah agregasi. Agregasi antibodi tidak hanya mengubah profil terapeutik, farmakokinetik, dan farmakodinamik antibodi, tetapi juga mempunyai dampak negatif terhadap $ " * karena agregasi sering diasosiasikan dengan imunogenitas akibat munculnya

epitop dan perubahan konformasi antibodi (Braun . 1997 di dalam Sharma

2009).

(35)

23

H5 dari serum marmut (# " $) dengan titer 28 dapat menetralisasi 100% virus dengan titer 104 EID50 (Angi 2008). Efikasi yang lebih tinggi

didapatkan dari IgY anti H5N1 asal unggas. Uji netralisasi virus H5N1 dengan menggunakan IgY asal kuning telur yang telah dimurnikan (titer 24 HI) mampu

menetralisasi virus AI H5N1 (104 EID 50) (Wibawan . 2009).

Berkurangnya aktivitas IgG akibat kondisi asam dan basa mengindikasikan perlunya perlakuan khusus terhadap IgG dalam aplikasinya sebagai formula anti H5N1. Aplikasi oral nampaknya cara yang paling mudah. Namun, diperlukan adanya suatu perlakuan khusus karena kolostrum akan melewati pH ekstrim dan reaksi enzimatik dalam saluran pencernaan. Menurut Carlander (2002), usaha untuk meningkatkan stabilitas imunoglobulin untuk aplikasi oral antara lain

enkapsulisasi antibodi dengan liposom, penyalutan ( ) dengan polimer,

penambahan bahan penetral asam, dan stabilisasi menggunakan gula.

Liposom adalah suatu vesikel berair yang dikelilingi oleh membran lipid lapis ganda unilamelar atau multilamelar, terbentuk secara spontan ketika fosfolipid dihidrasi dengan sejumlah air. Awalnya, liposom dikembangkan sebagai sistem penghantaran obat (Abdassah 2011). Selanjutnya liposom diaplikasikan untuk kemoterapi kanker dan infeksi jamur, sampai terapi gen

(Maurer 2001). Beberapa percobaan telah dilakukan untuk mempelajari

liposom sebagai bahan pembawa antibodi. Salah satunya Chang (2006)

menyatakan bahwa mikroenkapsulisasi IgY spesifik terhadap + *

asal kuning telur dapat melindungi antibodi tersebut dari pengaruh pepsin dan asam. Proteksi yang lebih kuat dapat dibuat dengan menambahkan kandungan kolestrol dalam struktur liposom.

Stabilisasi imunoglobulin dengan gula telah dipelajari secara intensif

terutama pada IgY. Penggunaan gula (sukrosa atau " $ ) dalam

konsentrasi tinggi (30-50%) diketahui dapat mempertahankan aktivitas IgY pada pH 3 (Shimizu 1994). Stabilizer lain seperti sorbitol atau glusitol, gula alkohol ( * ) hasil reduksi dari glukosa, juga diketahui dapat melindungi IgY

dari kondisi asam (Kyong 2002). Sorbitol dapat memperkuat interaksi

(36)

24

#

# *! ( "

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa baik paparan asam (pH 5 dan 4) maupun basa (pH 9 dan 10) menurunkan titer IgG anti H5N1 asal kolostrum. Titer IgG setelah paparan pH 5 pada 0

kolostrum turun sebanyak 3,75% dan 16,25% setelah diinkubasi masing-masing selama 30 dan 60 menit. Titer IgG setelah paparan pH 4 turun sebanyak 12,5% dan 16,25% setelah diinkubasi masing-masing selama 30 dan 60 menit. Titer IgG pada kolostrum whey yang terpapar pH 4 dan pH 5 juga mengalami penurunan sebanyak 18,75% setelah diinkubasi selama 30 dan 60 menit. Sementara itu, paparan pH basa (9 dan 10) menyebabkan penurunan titer IgG sampai 100% baik

pada 0 maupun whey kolostrum.

# % "

· Sebaiknya dilakukan perlakuan dengan derajat pH yang lebih bervariasi untuk mengetahui pola penurunan aktivitas IgG anti H5 asal kolostrum.

(37)

25

Abdassah M. 2011. Liposom sebagai sistem penghantaran obat kanker. [terhubung berkala]. farmasi.unpad.ac.id/farmaka-files/v2n3/marlin.pdf . [4 Januari 2011]

[Anonim]. 2010a. Avian Influenza. [terhubung berkala]. http://camd.yonsei.ac.kr. [5 Oktober 2010]

[Anonim]. 2010b. H5N1 Avian Influenza, Bird Flu. Some developments for a human vaccine. [terhubung berkala]. http://www.avianinfluenza. org/ h5n1-avian -influenza-bird-flu-some-developments-for-a-human-vaccine .php [5 oktober 2010].

[Anonim]. 2011a. Peptide stability and potential degradation pathways.

[terhubung berkala].

http://www.sigmaaldrich.com/life-science/cell-biology/peptides-and-proteins/peptides-proteins/technical-resource/ peptide - stability.html. [30 Januari 2011]

[Anonim]. 2011b. Overview of Crosslinking and Protein Modification.

[terhubung berkala]. http://www.piercenet.com/browse. cfm?fldID

=7C913112-2B27-4771-877D-25E3115FB8E1 [14 Februari 2011]

Angi AH, Wibawan WT, Murtini S. 2009. $ $ +

& $ < " A terhadap beberapa virus H5N1 isolat lapang .

> $ $ ? 59- .= , 6 [Terhubung berkala]. iirc.ipb. ac.id/jspui/bitstream/123456789/8207/1/2008aha3.pdf [4 Januari 2011] Blum JW, Hammon H. 2000. Colostrum effects on the gastro-intestinal tract,

and on nutritional, endocrine and metabolic parameters in neonatal calves.

B " $ > & 66:151-159.

Boudinot S. 2010. Anatomy of the Gastrointestinal Tract and Drug Absorption [terhubung berkala]. http://www.chemcases.com/pheno/pheno14.htm [5 oktober 2010].

Bourdy C, Dehoux JP, Portetelle D, Buldgen A. 2008. Bovine colostrum as a natural growth promoter for newly weaned piglets: a review. !

(38)

26

Carlander D. 2002. Avian IgY Antibody [Disertasi]. Uppsala: Degree of Doctor of Philosophy (Faculty of Medicine) in Clinical Chemistry, Uppsala University.

Casswall TH, Nilsson HO, Björck L, Sjöstedt S, Xu L, Nord CK, Borén T, Wadström T, Hammarström L. 2002. Bovine anti-Helicobacter pylori

antibodies for oral immunotherapy.& $ 37:1380–1385.

[CDC] Center for Disease Control and Prevention. 2006. CDC Recommends against the Use of Amantadine and Rimantadine for the Treatment or Prophylaxis of Influenza in the United States during the 2005–06 Influenza Season. [terhubung berkala]. http://www.cdc.gov/ flu/ han011406.htm. [5 Oktober 2010].

[CDC] Center for Disease Control and Prevention. 2007. Avian Influenza A

Virus Infections of Humans. [terhubung berkala]

http://www.cdc.gov/flu/avian/ gen-info/avian-flu-humans.htm. [5 Oktober 2010].

Cesarone MR, Belcaro G, Di Renzo A, Dugall M, Cacchio M, Ruffini I, Pellegrini L, Del Boccio G, Fano F, Ledda A, Bottari A, Ricci A, Stuard S, Vinciguerra. 2007. Prevention of Influenza Episodes With Colostrum Compared With Vaccination in Healthy and High-Risk Cardiovascular

Subjects: The Epidemiologic Study in San Valentino. # +

13(2):130-136.

Chang HM, Lee YC, Chen CC, Tu YY. 2002. Microencapsulation Protects

Immunoglobulin in Yolk (IgY) Specific against + *

% $ $ 67- .= ,94 C + + < D http://onlinelibrary. wiley.com/ doi/10 .1111/j.1365-2621. 2002.tb11351.x/abstract [18 Januari 2011]

Davidson GP, Whyte PB, Daniels E, Franklin K, Nunan H, McCloud PI, Moore AG, Moore DJ. 1989. Passive immunisation of children with bovine

colostrum containing antibodies to human rotavirus. B

(39)

27

Elfstrand L, Månsson HL, Paulsson M, Nyberg L, Åkesson B. 2002. Immunoglobulins, growth factors and growth hormone in bovine

colostrum and the effects of processing. ) * 12:879-887.

[Encyclopedia Britanica]. 2011. Isomerization. [terhubung berkala].

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/296381/isomerization. [31

januari 2011]

Esfandiari A, Widhyari SD, Wibawan IWT, Sajuti D, Sutama IK. 2003.

Pemanfaatan Keterlimpahan Kolostrum Sapi sebagai Sumber

Imunoglobulin Pengganti dalam Rangka Transfer Kekebalan Pasif pada Anak Kambing Neonatus. Laporan Penelitian Hibah Bersaing XI/1. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.

Esfandiari A, Wibawan IWT, Murtini S, Widhyari SD, Prasetyo BF. 2007. Produksi Kolostrum Anti Virus Avian Influenza dalam Rangka Pengendalian Infeksi Virus Flu Burung. Laporan I Program Insentif Riset Terapan. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.

Esfandiari A, Wibawan IWT, Murtini S, Widhyari SD, Prasetyo BF. 2008. Produksi Kolostrum Anti Virus Avian Influenza dalam Rangka Pengendalian Infeksi Virus Flu Burung. Laporan Akhir Program Insentif Riset Terapan. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.

Fouchier RA, Munster V, Wallensten A, Bestebroer TM, Herfst S, Smith D, Rimmelzwaan GF, Olsen B, Osterhaus AD. 2005. Characterization of a novel influenza A virus hemagglutinin subtype (H16) obtained from

black-headed gulls. 79(5):2814-2822.

Ganong WF. 1998. ! < ? $ < Ed ke-7. Jakarta: EGC.

Gaza-Bulseco G, Liu H. 2008. Fragmentation of a recombinan monoclonal

antibody at various pH. > $25(8):1881-1890. [terhubung berkala].

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18473123 [25 Januari 2011].

Gopal PK, Gill HS. 2000. Oligosaccharides and glycoconjugates in bovine milk

(40)

28

Green L, Godden S, Feirtag J. 2003. Effect of batch and high temperature-short time pasteurization on immunoglobulin G concentrations in colostrum.

) * & 86(Suppl. 1):246. (Abstr.)

Hagiwara K, Kataoka S, Yamanaka H, Kirisawa R, Iwai H. 2000. Detection of

cytokines in bovine colostrum. 76:183-190

Hammarstrom, Weiner CK. 2008. Targeted antibodies in dairy-based products.

" (/ ' ! 606:321-343.

Harris RJ, Kabakoff B, Macchi FD, Shen FJ, Kwong M, Andya JD, Shire SJ, Bjork N, Totpal K, Chen AB. 2001. Identification of multiple sources

of charge heterogeneity in a recombinant antibody # !

! & 752:233–245.

Huai Y, Xiang N, Zhou L, Feng L, Peng Z, Chapman RS, Uyeki TM, Yu H 2008. Incubation Period for Human Cases of Avian Influenza A (H5N1)

Infection, China. ( ) $14:1819-1821.

Hui. 2008. Review of clinical symptoms and spectrum in humans with

influenza A/H5N1 infection. $ 13:S10-S13.

[ICTV] International Committee on Taxonomy of Viruses. 9 Juli 2008. Orthomyxoviridae-ICTVdb indeks of viruses. [terhubung berkala]. http://www.ictvdb.org/Ictv/fs_ortho.htm [5 Oktober 2010].

Kamps BS, Teran GR. 2006. Influenza 2006. Di dalam: Bernd Sebastian Kamps,

Christian Hoffmann, dan Wolfgang Preiser (ed.). A 9446

Paris: Flying publisher. Hlm. 27-28.

Keohan ML. 2004. what is immunotherapy and what role does it play in cancer treatment?. [terhubung berkala]. http://sarcomahelp.org/learning_center/ articles/immunotherapy.html [5 Oktober 2010].

King K. 2010. Mechanism of protein degradation. [terhubung berkala]. http://mediaserver.aapspharmaceutica.com/meetings/2010PSWC/Slides/Sh ort_Courses/Short_Course_6/King.pdf. [18 Januari 2011].

Korhonen H. 1977. Antimicrobial factors in bovine colostrum. & &

49:434-447.

Korhonen H, Marnila P, Gill HS. 2000a. Bovine milk antibodies for health. !

(41)

29

Kusumawardhani SW. 2008. Deteksi Keberadaan Antibodi Anti H5N1 Menggunakan Metode Hemaglutinasi Inhibisi (HI) pada Kolostrum Sapi yang Divaksin H5N1. [skripsi]. Bogor. Program Sarjana Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Kyong AL, Sung KC, Yoon JL, Jong HL, Nan SK. 2002. Acid Stability of

Anti-+ * IgY in Aqueous Polyol Solution. ! ' !

35(5): 488-493.

Larson BL, Heary JHL, Devery JE. 1980. Immunoglobulin production and transport by the mammary gland. ) * & 63:665–671.

Lekcharoensuk P. 2008. Highly pathogenic avian influenza (HPAI) H5N1 virus

in asia : evolution and vaccination. 1(12):368-374

Lipatov AS, Govorkova EA, Webby RJ, Ozaki H, Peiris M, Guan Y, Poon L, Webster RG. 2004. Influenza: emergence and control

78(17):8951-8959.

Liu H, Gaza-Bulseco G, Lundell E. 2008. Assesment of antibody fragmentation by reversed-phase liquid chromatography and mass spectrometry.

+ 876(1):13-23.

Losnedahl KJ, Wang H, Aslam M, Zou S, Hurley WL. 1998. Antimicrobial factor in milk. [terhubung berkala]. http://www.livestocktrail.uiuc.edu /dairynet/paperDisplay.cfm?ContentID=229 [25 September 2010].

Maurer N, Fenske DB, Cullis PR. 2001. Developments in liposomal drug delivery

systems. (/ ; ! 1(6): 1-25.

(42)

30

Mclntyre RT, Parrish DB, Fountaine FC. 1952. Properties of the colostrum of the dairy cow. VII. pH, buffer capacity and osmotic pressure. ) * &

35(4):356-362.

McMartin S, Godden S, Metzqer L, Feirtaq J, Bey R, Stabel J, Goyal S, Fetrow J, Wells S, Jones HC 2006. Heat treatment of bovine colostrum. I: effect of temperature on viscosity and immunoglobulin G level. ) * &

immunoglobulin G in bovine colostrum under experimental conditions

simulation pasteurization. $ 57:1580–1585.

Mount AW, Kwong H, Isureita HS, . 1997. Case control study of risk factors

for avian influenza A(H5N1) disease, Hongkong,. ) $ 1999 :

Penyebaran pada Manusia. ' ? $ 3(2):55-56.

Reilly RM, Domingo R, Sandhu J. 1997. Oral delivery of antibodies. Future

pharmacokinetic trends. # > < 32(4):313-323.

Rona Z. 1998. Clinical Aplication: Bovine colostrums as immune system

(43)

31

Shimazaki Y, Mitoma M, Oho T, Nakano Y, Yamashita Y, Okano K, Nakano Y, Fukuyama M, Fujihara N, Nada Y, Koga T. 2001. Passive immunization with milk produced from an immunized cow prevents oral recolonization

by Streptococcus mutans # ) B + 8(6): 1136–1139.

Shimizu M, Miwa Y, Hashimoto K (1993). Encapsulation of chicken egg yolk immunoglobulin G (IgY) by liposomes. Biosci Biotechnol Biochem. 57(9): 1445-1449

(44)

32

Tyler-Cross R, Schirch V. 1991. Effects of amino acid sequence, buffers, and ionic strength on the rate and mechanism of deamidation of asparagine

residues in small peptides. ! # 266:22549–22556.

Uiprasertkul M, Kitphati R, Puthavathana P, Kriwong R, Kongchanagul

A, Ungchusak K, Angkasekwinai S, Chokephaibulkit K, Srisook

K, Vanprapar N, Auewarakul P. 2007. Apoptosis and pathogenesis of

avian influenza A (H5N1) virus in human. ( ) $

13(5):708-712.

Werner O, Harder TC. 2006. Avian Influenza. Di dalam Kamps BS, Hoffman C,

Preiser W, editor. A . Paris: Flying Publisher.

[WHO] World Health Organization. 2010. H5N1 avian influenza: Timeline of

major events. [terhubung berkala]. http://www.who.int/csr/

disease/avian_influenza/ 2010 _06 _29_h5n1_avian _influenza_ timeline _updates.pdf [8 Juli 2010].

Wibawan WT, Murtini S, Soejoedono RD, Kade Mahardika GN. 2009. Produksi IgY antivirus Avian Influenza H5N1 dan prospek pemanfaatannya dalam

pengebalan pasif. 10(3):118-124#

Yuen KY, Chan PK, Peiris M, . 1998. Clinical features and rapid viral diagnosis of human disease associated with avian inßuenza A H5N1

Gambar

Gambar 1. Skema virus avian influenza (Anonim 2010a)
Tabel 1. Komponen utama kolostrum dan susu sapi (Bourdy �������2008)
Tabel 1. Titer IgG anti H5 asal kolostrum sebelum dan sesudah terpapar pH asam dan basa (HI unit)

Referensi

Dokumen terkait

Pemberitaan yang disajikan Kompas juga lebih bersifat langsung (Straight news) dan memperlihatkan pengelolaan pemerintah terkait pariwisata, dibandingkan dengan media

Hasil pengamatan terhadap intensitas penyakit busuk batang yang disebabkan oleh S.rolfsii pada berbagai konsentrasi inokulum dilihat pada Tabel 3... Persentase

dimaksudkan agar kaum perempuan yang terjerumus ke dalam tindakan tersebut tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi. Salah satu program pemberdayaan perempuan yang

Prinsip kerja dari relai tersebut ialah mendeteksi adanya arus lebih yang melebihi nilai setting yang telah ditentukan, baik yang disebabkan oleh adanya gangguan

Menurut Houglum (2005), prinsip rehabilitasi harus memperhatikan prinsip- prinsip dasar sebagai berikut: 1) menghindari memperburuk keadaan, 2) waktu, 3) kepatuhan, 4)

Alhamdulillahhirabbil’alamin, Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis bisa

Oman Sukmana, M.Si selaku Kepala Jurusan Program Studi Kesejahteraan sosial sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan, dukungan serta motivasinya

yang terjadi akibat gesekan antara drillstring dan formasi. Sumur X-01 merupakan sumur vertikal pada lapangan X yang akan dilakukan pemboran horizontal re-entries dengan membuat