EVALUASI PENYUSUNAN ANGGARAN DAN ALOKASI
ANGGARAN BELANJA DAERAH : STUDI KASUS PADA
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR
TESIS
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
oleh:
MUH ANDRIANTO E B S, S.E.
NIM : S4309039
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tesis ini saya persembahkan
pada pacar saya, Ristafany Pahlevi
dan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini. Tesis dengan judul “Evaluasi Penyusunan Anggaran dan
Alokasi Belanja Daerah: Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten X” ini
disusun untuk memenuhi persyaratan guna mencapai derajat Magister Program
Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, penulis
berusaha semaksimal mungkin agar tesis ini bermanfaat dan menambah
pengetahuan pembaca. Penulisan tesis ini tidak terlepas dari dorongan dan
bantuan berbagai pihak, oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah berkenan
memberikan bantuan kepada peneliti berupa Beasiswa Unggulan Diknas
dalam menyelesaikan studi di program studi Magister Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret.
3. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak., selaku Dekan Fakultas
4. Bapak Dr. Bandi, M.Si, Ak, selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak Drs. Muhammad Agung Prabowo, M.Si., Ph.D., Ak., selaku
pembimbing I yang telah meluangkan waktu, ilmu, ide dan tenaganya untuk
membimbing dan memtotivasi penulis dalam penyusunan tesis ini.
6. Bapak Drs. Agus Budiatmanto, M.Si., Ak., selaku pembimbing II yang telah
memberikan waktu dan segala kemudahan serta kesabaran mengarahkan
dalam penyusunan tesis.
7. Staff dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta, terutama pak Timin.
8. Keluarga tercinta, papa, mama, dek mahendra, pakde2, bude2, om2, tante2,
mas2, mbak2, adik2 yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih atas
dukungan dan doanya selama ini.
9. Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar.
10.Ristafany Pahlevi, S.E. ☺
11.Semua pihak yang membantu atas terselesainya tesis ini, yang tidak bisa
penulis sebutkan satu per satu.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kritik,
saran serta masukan senantiasa penulis harapkan untuk kemajuan bersama.
Terima kasih.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………...…...……... i
HALAMAN PERSETUJUAN………...……...… ii
HALAMAN PENGESAHAN………...………..……. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN………. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...………...…...……..…. v
HALAMAN MOTTO... vi
KATA PENGANTAR………...……..…. vii
DAFTAR ISI …...………...……...…... viii
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah …...….……..
B. Anggaran Berbasis Kinerja... 7
C. Penyusunan Anggaran...
D. Alokasi Anggaran Belanja Daerah...
E. Teori Agensi dan Hubungannya dengan Penganggaran...
F. Teori Pilihan Publik dan Kekuasaan...
G. Penelitian Terdahulu...
a. Pemerintahan Kabupaten Karanganyar... 27
b. Kondisi Geografi, Luas Wilayah dan Sumber Daya Alam... 27
c. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)... 28
d. Struktur Organisasi Pengelolaan Keuangan Daerah... 29
II. Proses Penganggaran di Kabupaten Karangnyar... 29
III. Analisis Penganggaran dan Alokasi Belanja Kab Karanganyar 33 a. Analisis Proses Penganggaran Kabupaten Karanganyar... 33
1. Evaluasi terhadap jadwal penyusunan anggaran... 34
2. Evaluasi proses penyusunan Kebijakan Umum APBD.... 38
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
6. Evaluasi proses penetapan APBD... 53
b. Analisis Alokasi Belanja Pemda Kabupaten Karanganyar.... 56
BAB V PENUTUP... 61
A. Kesimpulan... 61
B. Keterbatasan... 64
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Rasio Efektifitas Pemerintah Kabupaten X Tahun 2007 – 2009….. 5
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
IV.1 Siklus Penganggaran Daerah di Kabupaten Karanganyar... 31
DAFTAR LAMPIRAN
1 Unit kerja Kabupaten Karanganyar tahun 2007-2009
2 Komposisi Anggota DPRD Tahun 2007 dan 2008
3 Organisasi Pengelola Keuangan Daerah
4 Jadwal Perencanaan Anggaran Daerah
5 Alokasi belanja menurut unit kerja
6 Daftar Narasumber
7 Banyaknya Pencari Kerja menurut Tingkat Pendidikan
8 Review Kepatuhan Thd Permendagri 13/2006 dan 59/2007
9 Pertumbuhan Ekonomi PDRB (ADHK) 2007-2009
10 Inflasi di Kabupaten Karanganyar 2006-2008
11 Hasil Wawancara dengan Pujiyanto, S.Sos., M.Si.
12 Hasil wawancara dengan Catharina Nina Anggraeni, MT
13 Hasil wawancara dengan Drh. H. Muh. Hatta, MM
ABSTRAKSI
EVALUASI PENYUSUNAN ANGGARAN DAN ALOKASI
BELANJA DAERAH : STUDI KASUS PADA PEMERINTAH
DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR
Muh Andrianto E B S NIM: S4309039
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi proses penyusunan anggaran keuangan dan pengalokasian anggaran belanja pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar. Pendekatan yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan dan studi kasus, dengan obyek penelitian proses penyusunan anggaran pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, khususnya setelah penerapan anggaran kinerja dengan periode amatan antara TA 2007 s/d TA 2009
Cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan evaluasi terhadap tahap-tahap dalam proses penyusunan anggaran beserta evaluasi terhadap alokasi belanja yang disajikan dalam bentuk diskripsi. Data yang dikumpulan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan informasi langsung yang diperoleh dari para pelaku penyusun anggaran melalui wawancara. Sementara data sekunder berasal dari dokumen-dokumen yang berhasil dikumpulkan. Setelah data dikumpulkan, selanjutnya data tersebut diolah dan dievaluasi, diperbandingkan dengan teori dan ketentuan atau aturan-aturan yang ada untuk mengetahui tingkat kesesuiaannya ataupun penyimpangannya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tahap-tahap dalam proses penyusunan anggaran pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar sudah sesuai dengan ketentuan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun 2007. Akan tetapi, walaupun setiap tahapan telah dilaksanakan namun Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar belum melaksanakan aturan-aturan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 tersebut dengan konsisten. Hal ini dapat dilihat dengan belum sesuainya dalam jadwal dan indikator kinerja. Didalam alokasi belanja, walaupun Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar telah menggunakan angaran kinerja akan tetapi cara yang dilakukan dalam alokasi belanja masih menggunakan cara incremental.
ABSTRACT
EVALUATION OF BUDGET FORMULATION AND EXPENDITURE BUDGET ALLOCATION: A CASE STUDY IN LOCAL GOVERNMENT
DISTRICT KARANGANYAR
Muh Andrianto E B S NIM. S4309039
This research purpose to evaluate the process of budget formulation and expenditure budget allocation in Local Government of District Karanganyar. Approach used is case studies, with the research object is the process of budget formulation in District Government of Karanganyar, especially after the implementation of performance budgeting in observed period of FY 2007 to FY 2009.
Method used in this study is to evaluate stages in the process of budget formulation with the evaluation of budget allocation presented in a description format. Data collected comprise primary data and secondary data. The primary data are direct information acquired through interviews from people involved in formulating the budget. Meanwhile, the secondary data are gathered from documents collected, including regional and laws, etc. In the wake of data collection, the data are processed and evaluated, compared to theories and prevalent regulations in order to realize either the fitness or the deviation of the data.
The finding shows that stages in the process of budget formulation in District Karanganyar have been in line with the requirements stated in the Decree of Ministry of Home Affairs No. 13/2006 and Decree of Ministry of Home Affairs No. 59/2007. However, although each step has been undertaken, the District has yet to consistently follow the rules written in the Decree of Ministry of Home Affairs No. 13/2006 and Decree of Ministry of Home Affairs No. 59/2007. This fact can be seen from deviations in schedule and budget performance, and Expenditure Analysis Standard has not been formulated to be the framework of budget performance formulation. In the expenditure allocation, although District Karanganyar has utilized the budget performance, approaches to undertaking the expenditure allocation still use an incremental method.
commit to user
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penyusunan anggaran dan
alokasi anggaran belanja daerah di Kabupaten Karanganyar. Penelitian ini
dilakukan dengan cara membandingkan peraturan-peraturan yang berlaku dengan
praktek-praktek penyusunan anggaran yang ada di Kabupaten Karanganyar,
sehingga akan diketahui sejauh mana penyimpangan atau ketidaksesuaian dengan
peraturan.
Beberapa tahun terakhir ini bangsa Indonesia menghadapi berbagai
masalah yang terjadi secara bersamaan, baik sosial, dan politik di berbagai daerah.
Permasalahan tersebut antara lain meningkatnya jumlah penduduk miskin dan
pengangguran, melemahnya kegiatan produksi dan produktivitas masyarakat dan
dunia usaha, menurunnya pelayanan prasarana dan sarana umum akibat
mengecilnya penerimaan pemerintah daerah termasuk PAD, menurunnya
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, serta menurunnya ketentraman
masyarakat terhadap birokrasi dalam rangka pelayanan kepada masyarakat
(Mansyur 2004). Berbagai upaya ditempuh untuk menyelesaikan berbagai
masalah tersebut diantaranya adalah dengan menganalisa sistem keuangan daerah
termasuk didalamnya sistem penganggarannya (budgertary)
Menurut Nordiawan (2006: 48), anggaran adalah sebuah proses yang
dimilikinya ke dalam kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas. Pengertian
tersebut mengungkapkan peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan
sebuah organisasi publik. Organisasi sektor publik tentunya berkeinginan
memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, tetapi sering kali keinginan
tersebut terkendala oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki. Disinilah fungsi
penting anggaran.
Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah
alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses
penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan
perencanaan strategi telah selesai dilaksanakan. Tahap penganggaran menjadi
sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada
kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun (Arniati et al.
2010).
Berbicara mengenai kebijakan pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas
dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang dilakukan dengan
menekankan pada konsekuensi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Terbitnya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah sebagai pengganti Undang-undang No. 22 Tahun 1999
memberikan warna baru landasan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Pengelolaan keuangan daerah berdasarkan pada Undang-undang No. 32 Tahun
Hal yang sama juga terjadi perubahan paradigma dalam pengelolaan
keuangan daerah. Kondisi ini ditandai dengan keluarnya Undang-undang No 25
Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-undang No 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah.
Secara operasional, asas umum dan pendekatan kinerja dalam perencanaan
dan penganggran daerah dituangkan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang kemudian mengalami revisi
menjadi Permendagri No. 59 tahun 2007 tentang Perubahan Permendagri No. 13
tahun 2006. Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 tahun
2007.
Sementara itu, pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar semenjak
tahun anggaran 2007 telah menerapkan anggaran dengan pendekatan kinerja. Di
dalam proses penyusunan anggarannya, Pemerintah Daerah Kabupaten
Karanganyar secara operasional mendasarkan pada Permendagri No. 13 Tahun
2006 dan Permendagri No. 59 tahun 2007. Proses penyusunan anggaran
merupakan suatu proses krusial, dimana dalam proses tersebut menyangkut proses
penentuan jumlah alokasi dana bagi tiap-tiap program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk satu tahun yang akan datang. Karena
proses penyusunan anggaran merupakan proses yang krusial, maka proses tersebut
seharusnya selalu dilakukan evaluasi sehingga kedepannya akan semakin baik.
Apalagi sampai saat ini masih banyak dikeluhkan masyarakat Kabupaten
Karanganyar bahwa anggaran daerah, khususnya yang berkaitan dengan belanja
pembangunan daerah (Lampiran 8). Masyarakat juga mengeluhkan tingginya
harga-harga bahan kebutuhan pokok karena tingginya inflasi yang ada di
Kabupaten Karanganyar (Lampiran 9), kemudian meningkatnya pengangguran
dari tahun ke tahun juga semakin menguatkan bahwa Pemerintah Daerah
Kabupaten Karanganyar gagal dalam menjalankan roda pemerintahan (Lampiran
7). Disamping itu, masih banyak pula masyarakat di Kabupaten Karanganyar yang
mempertanyaakan mengenai pengalokasian anggaran yang belum sesuai dengan
kebutuhan dan skala prioritas masyarakat. Jika Pemerintah Daerah Kabupaten
Karanganyar memiliki governance yang bagus, seharusnya juga menghasilkan
outcome yang bagus.
Namun pada kenyataannya, kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten
Karanganyar termasuk dalam kategori sangat efektif menurut Kepmendagri No.
690.900.327 Tahun 1996. Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996 mengatur
tentang rasio efektivitas. Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan
pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan dibandingkan dengan target
yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin tinggi rasio efektivitas
berarti kinerja pemerintah daerah semakin efektif.
Tabel 1.1
Rasio Efektivitas Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar Tahun 2007 – 2009
Realisasi PAD Target PAD Efektivitas
2007
56.923.919.078
53.050.726.320 107,30%
Dengan melihat perbandingan rasio efisiensi dengan pandangan
masyarakat Kabupaten Karanganyar mengenai kinerja Kabupaten Karanganyar,
dapat kita simpulkan bahwa telah terjadi manipulasi dalam penyusunan anggaran,
sehingga membuat program-program yang dibuat tidak bisa mengenai sasaran dan
tidak memenuhi harapan masyarakat Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan
ketidakpuasan terhadap kinerja Pemerintah Daerah yang berkembang
ditengah-tengah masyarakat, diperlukan suatu penelitian untuk mengevaluasi penyusunan
anggaran dan alokasi anggaran belanja pada Kabupaten Karanganyar, agar
diperoleh gambaran yang komprehensif mengenai pencapaian kinerja yang sangat
efisien tersebut dikarenakan tata kelola pemerintah daerah yang baik atau karena
adanya manipulasi dalam penyusunan anggaran.
B. Perumusan Masalah
Organisasi sektor publik berkeinginan untuk memberikan pelayanan
maksimal kepada masyarakat, tetapi sering kali keinginan tersebut terkendala oleh
terbatasnya sumber daya yang dimiliki. Oleh karena itu diperlukan adanya
penganggaran yang baik. Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar memiliki
kinerja anggaran yang baik berdasarkan rasio efektivitas, akan tetapi masih
terdapat ketidakpuasan masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya di
Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang
dikaji dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Pemerintah Daerah Kabupaten
Daerah sehingga memiliki kinerja yang sangat efektif ditengah kendala-kendala
yang sedang dihadapi?”
C. Tujuan Penelitian
Hasil wawancara dan hasil statistik menunjukan bahwa kehidupan
masyarakat di Kabupaten Karanganyar masih jauh dari kesejahteraan. Adapun
menurut Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996 menyatakan bahwa kinerja
Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar termasuk dalam kategori sangat
efektif. Mengacu pada permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengevaluasi proses penyusunan APBD di Pemerintah Daerah
Kabupaten Karanganyar.
b. Untuk mengevaluasi pengalokasian anggaran belanja menurut organisasi pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam hal peningkatan perencanaan penganggaran APBD untuk
periode mendatang agar lebih mendekati kesesuaian dengan potensi yang dimiliki
oleh daerah. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah bahan bacaan bagi
yang berminat mempelajari permasalahan yang berkaitan dengan laporan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan suatu rencana
keuangan tahunan bagi suatu daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Anggaran merupakan dokumen kebijakan ekonomi pemerintah yang sangat
penting dan merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak
dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial.
Mardiasmo (2005) menyatakan bahwa anggaran berisi rencana kegiatan yang
direpresentasikan dalam bentuk rencana pendapatan dan belanja dalam satuan
moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana anggaran merupakan suatu
dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari organisasi yang meliputi
informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi
mengani apa yang akan dilakukan organisasi dimasa yang akan datang.
Pengertian anggaran menurut Mulyadi (1993) adalah suatu rencana kerja
yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan
satuan lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Sedangkan menurut Anthony
dan Young (2003) anggaran merupakan suatu rencana yang disajikan secara
kuantitatif, biasanya dinyatakan dalam satuan uang yang di susun untuk periode
waktu tertentu, biasanya satu tahun. Anggaran secara jelas mengekspresikan apa
yang akan dilakukan selama satu tahun kedepan dan menyatakan juga otoritas
Anggaran merupakan suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang
meliputi seluruh kegiatan organisasi yang dinyatakan dalam unit (satuan) moneter
dan berlaku untuk jangka waktu tertentu (Bastian 2006). Menurut Hansen et al.
(2005) menyatakan bahwa anggaran merupakan komponen utama didalam suatu
perencanaan, yaitu rencana keuangan untuk masa depan. Rencana tersebut
mengidentifikasi tujuan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapainya.
Anggaran mengekspresikan sejumlah rencana tindakan oleh manajemen untuk
periode tertentu dan membantu mengordinasikan apa yang perlu dilakukan dalam
mengimplementasikan perencanaan.
Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa anggaran
merupakan rencana-rencana manajerial untuk mengekspresikan tindakan dalam
bantuk uang dengan batasan waktu tertentu. Pengertian tersebut di atas juga
memberikan makna bahwa anggaran senantiasa beriksikan rencana-rencana yang
berkaitan dengan aktivitas organisasi dengan menggunakan dan memanfaatkan
berbagai sumber daya ekonomi yang dimiliki organisasi.
Dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 dan juga dalam penjelasan
Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 dijelaskan pula bahwa APBD
mempunyai beberapa fungsi, yaitu meliputi:
1. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar
untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
2. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan.
3. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah
daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan
untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dsan efektivitas
perekonomian.
5. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan.
6. Fungsi stabilitsasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah
menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian daerah.
Berdasarkan Permendagri No. 13 tahun 2006, disebutkan bahwa struktur
APBD terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
Pendapatan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu pendapatan asli daerah (PAD),
dana perimbangan, dan lain-lain pedapatan yang sah. Untuk belanja
dikelompokan menjadi lima, yaitu Belanja Administrasi Umum, belanja operasi
dan pemeliharaan, belanja modal, belanja bagi hail dan bantuan keuangan, serta
Belanja Tidak Terduga. Sedangkan pembiayaan dibagi menjadi dua kelompok,
B. Anggaran Berbasis Kinerja
Konsep Anggaran Berbasis Kinerja mulai diperkenalkan oleh Komisi
Hoover dimana reformasi penganggaran berusaha untuk merubah penekanan
anggaran dari pengendalian belanja line item kepada alokasi sumber daya
berdasarkan tujuan program dan hasil terukur (GAO, 1993). Dalam
mengalokasikan sumber daya, penganggaran berbasis kinerja didasarkan pada
pencapaian outcome yang dapat diukur secara spesifik.
Robinson dan Brumby (2005) menjelaskan anggaran berbasis kinerja
sebagai prosedur atau mekanisme yang dimaksudkan untuk memperkuat
kaitan antara dana yang diberikan kepada entitas sektor publik dengan
outcome dan atau outcome mereka melalui penggunaan informasi kinerja
formal dalam pengambilan keputusan alokasi sumber daya. Dimana anggaran
tersebut berfokus pada aktivitas atau fungsi yang memproduksi hasil dan
sumber daya yang digunakan serta memperkenalkan proses penganggaran
yang berusaha untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan sumber daya.
Pada dasarnya tujuan utama anggaran berbasis kinerja ini adalah menigkatkan
efisiensi dan efektivitas belanja publik.
C. Penyusunan Anggaran
Hansen (2005) menyatakan bahwa sebelum anggaran disiapkan, suatu
dimasa yang akan datang. Organsiasi dapat menerjemahkan strategi umum
kedalam tujuan jangka panjang dan jangka pendek.
Selama ini yang terjadi didalam proses penyusunan anggaran adalah masih
menggunakan pendekatan anggaran tradisional. Pendekatan trandisional ini
yang menjadi cirinya adalah cara penyusunan anggaran yang didasarkan pada
pendekatan incrementalialism dan menampilkan anggaran dalam perspektif
sifat dasar (nature) dari sebuah pengeluaran atau belanja (Nordiawan 2006) .
Menurut Bastian (2006) masalah utama anggaran tradisonal adalah terkait
dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money (ekonomi,
efektif, dan efisien). Konsep ekonomi, efisiensi dan efektif seringkali
dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran secara tradisional.
Dalam proses penyusunan anggaran berdasarkan paradigma baru,
memerlukan peran serta dan partisipasi dari berbagai pihak secara lebih
proaktif. Ketentuan tersebut seperti telah disebutkan dalam pasal 21 PP No.
105 tahun 2000 yang menyatakan bahwa dalam rangka menyiapkan
rancangan APBD, pemerintah daerah bersama DPRD menyusun arah dan
kebijakan umum APBD. Hal ini berarti bahwa penyusunan APBD
berdasarkan peraturan pemerintah tersebut harus melibatkan partisipasi
masyarakat sejak awal.
Berdasarkan pasal 8 PP No. 105 tahun 2000 disebutkan bahwa APBD
disusun dengan pendekatan kinerja. Dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan
yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari
perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan.
Untuk menjamin agar APBD disususn dan dilaksanaakan dengan baik dan
benar serta terdapat disiplin anggaran maka penyusunan anggaran baik
pendapatan mupun belanja harus mengacu pada aturan atau pedoman yang
melandasinya apakah itu Undang-undang, Peraturan pemerintah, Keputusan
menteri, Peraturan Daerah atau keputusan kepala daerah.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000 disebutkan bahwa ada
beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan anggaran daerah antara lain bahwa 1) pendapatan yang
direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat
dicapai untuk setiap sumber pendapatan, seangkan belanja yang dianggarkan
merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja, 2) penganggaran pengeluaran
harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum
tersedia atau tidak mencukupi anggarannya dalam APBD atau perubahan.
D. Alokasi Anggaran Belanja Daerah
Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun 2007
menyatakan bahwa belanja daerah meluputi semua pengeluaran yang
dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan yang
direncanakan. Belanja Tidak Langsung yaitu belanja yang tidak dipengaruhi
secara langsung oleh adanya program atau kegiatan. Belanja daerah
merupakan semua pengeluaran yang merupakan kewajiban daerah dalam satu
tahun anggaran yang akan menjadi pengeluaran kas daerah. Pengeluaran
berperan untuk mempertemukan permintaan masyarakat dengan penyediaan
sarana prasarana yang tidak dapat dipenuhi oleh masyarakat sendiri, sehingga
pengeluaran ini harus dikelola pemerintah dengan baik agar bisa ekonomis,
efektif dan efisien (value for money) dalam penggunaan sumber daya yang
dimiliki.
E. Teori Agensi dan Hubungannya dengan Penganggaran
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan
sebagai sebuah kontrak di mana satu atau lebih pihak principal menyewa
pihak lain (agent) untuk melakukan beberapa jasa. Fozard dalam Taufiq dan
Iskandar (2010) menyatakan bahwa penganggaran dapat dilihat sebagai
transaksi berupa kontrak mandat yang diberikan kepada agen (eksekutif)
dalam kerangka struktur institusional dengan berbagai tingkatan yang berbeda.
Sesuai dengan apa yang dinyatakan pada teori keagenan, bahwa pihak
principal dan agent memiliki kepentingan masing-masing, sehingga benturan
atas kepentingan ini memiliki potensi terjadi setiap saat. Pihak agent
berkemampuan untuk lebih menonjolkan kepentingannya karena memiliki
pihak agenlah yang memegang kendali operasional di lapangan. Sehingga
pihak agen lebih memilih alternatif yang menguntungkannya, dengan
mengelabuhi dan membebankan kerugian pada pihak principal.
F. Teori Pilihan Publik dan Kekuasaan
Teori pilihan publik memandang bahwa inti dari analisis adalah
pelaku-pelaku individu, baik yang bertindak sebagai anggota dari partai
politik, kelompok kepentingan, atau birokrasi, baik ketika individu itu
bertindak sebagai pejabat yang diankat lewat pemilu atau sebagai warga biasa
atau sebagai pemimpin perusahaan. Di arena politik para politisi dan birokrat
bertindak semata-mata untuk memperbesar kekuasaan yang dimiliki.
Perspektif ini bagi teori pilihan publik adalah hasil dari interaksi politik di
antara para pelaku rasional yang ingin memaksimalkan keuntungan bagi
dirinya sendiri (Caparasso dalam Taufiq dan Iskandar 2010).
Kekuasaan merupakan bentuk pengungkapan dari ide bahwa ide
seseorang dapat mencapai tujuan maka ia harus melakukan sesuatu untuk
mempengaruhi dan mengubah lingkungan sekitarnya. Menurut Caparaso
dalam Taufiq dan Iskandar (2010), semua konsep kekuasaan didasarkan pada
ide tentang tujuan atau kepentingan. Ketika kepentingan ini didasari oleh
pelaku yang membuat keputusan (yaitu ketika pelaku secara sadar berusaha
tentang pentingnya berbagai dampak tertentu bagi dirinya, maka kita dapat
menyebutnya sebagai kepentingan (interest).
G. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian mengenai evaluasi penyusunan anggaran berbasis
kinerja diantaranya adalah penelitian Crain dan O’Roack (2004) menemukan
kehadiran anggaran berbasis kinerja baru dapat menurunkan belanja total dari
negara bagian setidaknya sebesar 1,3% dari pendapatan di negara bagian, dan
2% per kapita. Hasil temuan ini sejalan dengan hasil survey yang dilakukan
oleh Willougby dan Melkers (2000) terhadap penganggar di 49 negara bagian,
baik eksekutif maupun legislatif. Tanggapan para responden dalam survey
tersebut belum mengindikasikan adanya kemajuan implementasi dalam
mempengaruhi aprosiasi yang dapat dikaitkan langsung dengan outcome
dalam implementasi anggaran berbasis kinerja, hanya mendapat sedikit respon
yaitu sepertiga dari eksekutif dan 43% dari legislatif yang berpendapat setuju
dan sangat setuju. Demikian juga atas pertanyaan efektivitas anggaran
berbasis kinerja merubah tingkat apropriasi, rata-rata tanggapan sampel hanya
menunjukan 1,54 dari skala likert 1 sampai 4.
Penelitian lain tentang anggaran berbasis kinerja yang
mengindikasikan adanya kemajuan diantaranya dari survey yang sama
dilakukan oleh Willougby dan Melkers (2001), menemukan bahwa secara
keseluruhan implementasi anggaran berbasis kinerja telah memberikan
keputusan dalam pemerintah. Sementara Jordan dan Hackbart (1999) dalam
penelitiannya atas status anggaran berbasis kinerja diimplementasikan, maka
pencapaian standar kinerja akan mempengaruhi rekomendasi dalam angaran
gubernur (eksekutif) dan kinerja dapat mempengaruhi pendanaan tahun
berjalan setelah aproriasi awal.
Broom (1995) menyimpulkan bahwa pemberian informasi kinerja
dalam proses penganggaran, walaupun tidak mentransformasikan proses
keputusan, namun memberikan nilai tambah pada pertimbangan. Konsisten
dengan hal tersebut, Wang (2000) menemukan bahwa penggunaan
pengukuran kinerja dalam penganggaran dipandang memiliki dampak positif
pada kinerja organisasi. Penggunaan pengukuran kinerja dalam penganggaran
disimpulkan dapat berdampak pada pemerintah, menentukan tujuan
organisasi, memonitor praktik manajemen, dan dalam beberapa kasus
membuat alokasi anggaran. Sedangkan penelitian Cavaluzo dan Ittner (2004)
menunjukan pengukuran kinerja merupakan kepatuhan terhadap akuntabilitas
laporan keuangan publik.
Terkait implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap terciptanya
pengambilan keputusan pada dasarnya mendukung untuk terciptanya
pengambilan keputusan yang lebih rasional (secara rasional). Penelitian
Goodman dan Clynch (2004) atas pengambilan keputusan anggaran oleh
Di Indoensia, Asmadewa (2006) melakukan penelitian tetang
faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi anggaran berbasis kinerja
menunjukan bahwa yang meneliti faktor sumber daya dan informasi terhadap
implementasi anggaran berbasis kinerja pemerintah pusat. Hasil dari
penelitian ini menunjukan adanya pengaruh yang signifikan pada faktor
sumber daya dan informasi terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja
di pemerintahan pusat.
Isbanianto (2007) melakukan penelitian mengenai evaluasi APBD di
Pemerintah Kota Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa tahap-tahap
proses penyusunan anggaran pada Pemerintah Kota Yogyakarta sudah sesuai
dengan ketentuan dalam Kepemendagri No. 29 Tahun 2002. Adapun setiap
tahapan telah dilaksanakan namun Pemerintah Kota Yogyakarta belum
melaksanakan aturan-aturan dalam Kepemendagri No. 29 Tahun 2002 dengan
konsisten. Hal ini dapat dilihat dengan belum sesuainya dalam jadwal waktu
dan indikator kinerja, serta belum dibuatnya Standar Analisis Belanja (SAB)
sebagai sebuah ketentuan dalam penyusunan anggaran kinerja.
Taufiq dan Iskandar (2010) mengevaluasi mengenai kemungkinan
incumbent memanfaatkan APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja,
untuk mencalonkan kembali dalam pemilihan umum kepala daerah
(pemilukada). Peneliti menggunakan Proporsi Belanja Bantuan Sosial dan
Proporsi Belanja Hibah sebagai indikator penggunaan anggaran oleh Kepala
Daerah. Penelitian tersebut berhasil menunjukan bahwa incumbent
Ariesta dan Taufiq (2010) mengevaluasi faktor-faktor yang
menyebabkan keterlambatan dalam penyusunan APBD. Penelitian tersebut
telah mengidentifikasi terdapat 5 faktor yang merupakan faktor penyebab
terjadinya keterlambatan dalam penyusunan APBD. Kelima faktor tersebut
terdiri dari faktor hubungan eksekutif dan legislatif, faktor latar belakang
pendidikan, faktor indikator kinerja, faktor komitmen, dan faktor penyusunan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan evaluasi tahap-tahap
dalam proses penyusunan anggaran pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Karanganyar antara TA 2007 s/d 2009. Desain penelitian dilakukan sejalan
dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai peneliti. Menurut Neuman dalam
Isbanianto (2007), tujuan penelitian sosial digolongkan dalam tiga kelompok
berdasarkan apa yang coba diselesaikan oleh penelti, seperti: menyelidiki
topik baru, menggambarkan fenomena sosial, atau menjelaskan mengapa
sesuatu terjadi. Tujuan tersebut dapat digolongkan kedalam tiga golongan
yaitu eksploratori, deskripsi, dan eksplanatori. Dalam suatu penelitian dapat
mempunyai lebih dari satu tujuan, namun satu tujuan biasanya bersifat
dominan. Sebagaimana telah dijelaskan dimuka bahwa tujuan penelitian ini
adalah untuk menginvestigasi proses penyusunan APBD di Pemerintah
Daerah Kabupaten Karanganyar dan untuk mengevaluasi pengalokasian
anggaran belanja menurut organisasi pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Karanganyar, maka tujuan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah termasuk jenis deskriptif.
Jenis penelitian deskriptif mempunyai tujuan untuk memberikan
gambaran atau mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap
melalui suatu penjelasan argumentatif yang memuat proses penalaran dan
penafsiran yang logis.
Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat
terhadap fenomena sosial tertentu, dimana peneliti mengembangkan konsep
dan menghimpun fakta yang ada. Menurut Nawawi (1998), metode deskriptif
diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan keadaan obyek pada saat sekarang dan berdasarkan
fakta-fakta sebagaimana adanya.
Sementara menurut Neuman dalam Isbanianto (2007) meyatakan
bahwa penelitian deskripsi memiliki ide yang lebih berkembang tentang
fenomena sosial dan menghadirkan gambaran rinci tentang situasi, keadaan
ataupun hubungan sosial.
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan studi kasus (case study).
Menurut Neuman dalam Isbanianto (2007) menyatakan bahwa studi kasus
merupakan penelitian, dimana peneliti menguji secara mendalam banyak
ciri-ciri dari sedikit kasus lebih dari satu durasi waktu. Kasus yang diteliti dapat
berupa kasus perorangan, kelompok, organisasi, pergerakan, even-even atau
unit-unit geografi. Data tersebut biasanya lebih detail, terinci, bervariasi dan
ekstensif. Kebanyakan data kualitatif yang didapat berupa kasus-kasus kecil.
Pada sebuah studi kasus, seorang peneliti secara intensif menginvestigasi satu
perorangan dengan tingkat makro atau struktur skala sosial yang lebih besar
beserta proses sosial itu sendiri.
Data dalam penelitian studi kasus dapat dikumpulkan dalam bilangan
bulan, tahun, atau lintas zaman. Data dalam studi kasus dapat diperoleh
termasuk melalui observasi langsung, invterview atau wawancara formal dan
tidak formal, sensus statistik, pemetaan, foto-foto dan koran-koran lama,
berbagai macam dokumen yang bernilai sejarah, catatan resmi dan lain-lain
(Neuman dalam Isbaniatnto 2007).
Ada keuntungan dan kelemahan dalam penggunaan metode studi kasus
untuk tujuan penelitian. Keuntungan metode ini adalah bahwa penelitian dapat
dilakukan dengan mendalam serta kesempatan untuk memperoleh wawasan
mengenai konsep-konsep dasar. Pelaksanaan penelitian secara mendalam
mengakibatkan kajian kurang luas sehingga penemuan-penemuan dari
penelitian sulit untuk digeneralisasi terhadap keadaan yang berlaku umum,
karena hasil penemuan hanya diperoleh dari satu keadaan tertentu. Kelemahan
lain dari metode ini berkaitan dengan sifat subyektif atau prasangka peneliti
dalam studi kasus, sehingga kemungkinan dapat mempengaruhi proses dan
hasil penelitian atau menimbulkan bias di dalamnya.
B. Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data sebagai bahan baku penelitian mutlak diperlukan. Menurut Umar
(2003) menyatakan bahwa data merupakan suatu fakta dan angka yang secara
harus ditransformasikan terlebih dahulu menjadi suatu informasi yang dapat
berguna bagi pemakainya.
Dalam penelitian ini, data yang diperlukan berupa data primer maupun
data sekunder. Data primer meliputi informasi langsung yang diperoleh dari
para pelaku yang terlibat dalam penyusunan anggaran Pemerintah Daerah
Kabupaten Karanganyar. Data sekunder terdiri dari dokumen-dokumen
penyusunan anggaran serta instrumen hukum yang terkait dengan penyusunan
anggaran. Data sekunder umumnya berasal dari pemerintah daerah.
Keterbatasan umum yang melekat pada setiap data sekunder dan berasal dari
dokumen pemerintah daerah adalah terkadang informasi yang diperoleh tidak
lengkap, atapun terkadang terjadi duplikasi peraturan yang justru
menimbulkan penafsiran yang bias.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi
kasus. Dalam melakukan penelitian, peneliti mengumpulkan data secara
ekstensif tentang program atau peristiwa yang menjadi fokus penelitian yang
dapat diperoleh melalui interview atau wawancara formal dan tidak formal
serta berbagai macam dokumen yang berkaitan dengan materi perkuliahan,
catatan resmi, dan lain lain. Secara garis besar, metode yang digunakan dalam
pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dibedakan dalam dua golongan,
yaitu:
Wawancara dalam studi kasus berbeda dengan wawancara dalam survey.
Dalam penelitian ini, pertanyaan-pertanyaan selama wawancara terarah
berdasarkan topik percakapan dan tidak terstruktur seperti kuesioner.
Dengan demikian pertanyaan lebih bersifat mengalir, terbuka dan tidak
baku. Oleh karena itu untuk proses penelitian ini, tidak disusun daftar
pertanyaan atau kuesioner. Wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak
yang terkait dan terlibat dalam proses penyusunan anggaran dari berbagai
instansi, diantaranya yaitu dari DP2KAD, badan perencanaan
pembangunan daerah, bagian pengendalian pembangunan, kepala-kepala
SKPD dalam lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, dan
masyarakat Kabupaten Karanganyar.
2. Studi dokumen. Data penelitian juga akan diperoleh melalui studi dari
berbagai dokumen, baik dokumen yang dipublikasikan secara umum
maupun dari berbagai arsip yang ada. Dari dokumen-dokumen yang
dikumpulkan, akan diperoleh informasi yang dibutuhkan diantaranya yaitu
mengenai gambaran umum Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar,
proses penyusunan anggaran, data keuangan, maupun informasi
pendukung lainnya berkenaan dengan obyek penelitian.
3. Observasi. Observasi adalah perilaku mencatat atau merekam suatu
fenomena, dengan suatu instrumen tertentu. Observasi sering digunakan
dalam penelitian studi kasus. Observasi menyediakan jawaban pada
Data sekunder yang diperlukan sesuai dengan topik penelitian ini
meliputi data sebagai berikut:
a. Dokumen Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah
Daerah Kabupaten Karanganyar, tahun anggaran 2007 sampai Tahun
Anggaran 2009.
b. Dokumen Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, Tahun Anggaran 2007
sampai dengn Tahun Anggaran 2009.
c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Karanganyar tahun 2007-2009.
d. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Karanganyar
tahun 2007-2009
e. Dokumen-dokumen tentang proses penyusunan anggaran pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar.
f. Instrumen hukum atau peraturan perundangan yang berkaitan dengan
proses penyusunan anggaran.
C. Pengolahan data dan teknik analisis data
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, langkah selanjutnya adalah
melakukan pengelolaan data agar data yang masih terkesan bertebaran dapat
dokumen dan lain-lain, termasuk juga dalam bentuk angka-angka. Agar data
mentah tersebut dapat bermanfaat sebagai suatu informasi maka harus
dilakukan pengolahan terhadap data-data yang berhasil dikumpulkan dan
untuk tahap selanjutnya dilakukan suatu analisis terhadap data-data tersebut.
Pengolahan data didasarkan pada data yang dihimpun, baik berupa data primer
maupun data sekunder. Pengolahan data sekunder yang berupa
dokumen-dokumen berkaitan dengan anggaran yang berbentuk angka-angka,
dikelompokan atau disusun dan disederhanakan dalam tampilan tabel, tanpa
mengubah angka-angka seperti yang ada dalam dokumen. Sementara
pengolahan data primer berupa hasil wawancara akan menghasilkan suatu
uraian yang menggambarkan mengenai praktek penyusunan anggaran yang
sudah dilakukan, kendala-kendala dalam penyusunan anggaran, dan lain-lain.
Dalam tahap analisis data, tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi terhadap organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten
Karanganyar. Dalam tahap ini akan diketahui lebih jauh mengenai
berbagai informasi secara rinci mengenai Pemerintah Daerah Kabupaten
Karanganyar.
2. Untuk mengetahui tingkat kesesuaian praktek-praktek yang dilakukan
dalam penyusunan angaran kinerja dengan peraturan-peraturan yang ada,
maka dilakukan suatu evaluasi terhadap praktek-praktek penyusunan
anggaran pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, yang
sehingga akan diketahui sejauh mana penyimpangan atau ketidaksesuaian
dengan peraturan.
3. Untuk mengetahui dasar yang digunakan dalam pengalokasi belanja
khususnya alokasi belanja menurut fungsi belanja dan organisasi, maka
dilakukan suatu evaluasi yang datanya berasal dari data APBD Kabupten
Karanganyar, terutama APBD setelah perubahan dari tahun 2007 hingga
tahun 2009. Dari evaluasi tersebut akan diketahui dasar-dasar yang
digunakan Pemerintah Daerah dalam pengalokasian belanja kepada
masing-masing urusan dan unit kerja mulai dari tahun anggaran 2007
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
I. Gambaran Umum dan Kondisi Daerah Kabupaten Karanganyar
a. Pemerintahan Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Karanganyar dipimpin oleh seorang Bupati dan
didampingi oleh seorang Wakil Bupati. Bupati dan Wakil Bupati dipilih
langsung oleh masyarakat Kabupaten Karanganyar. Dalam menjalankan
tugasnya, Bupati dibantu oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
yang disesuaikan dengan fungsi dari SKPD masing-masing. Pada tahun
2009, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar melakukan perubahan
pada struktur organisasi untuk meningkatkan kinerja dan potensi
pendapatan pada masing-masing unit kerja baru. Daftar Organisasi
Pemerintahan yang ada di Kabupaten Karanganyar tahun 2007-2009 ada
di lampiran 1.
b. Kondisi Geografi, Luas Wilayah dan Sumber Daya Alam
1. Kondisi Geografi
Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di
antara 35 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah. Wilayah di
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sragen dan Kabupaten
Kabupaten Boyolali; disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten G;
serta di sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan perhitungan garis bujur dan garis lintang,
Kabupaten Karanganyar terletak antara 1100 40’’ – 1100 70’’ Bujur
Timur dan 70 28’’ – 70 46’’ Lintang Selatan. Ketinggian rata-rata
mencapai 511 meter dpl (diatas permukaan laut) serta beriklim tropis
dengan temperatur antara 220 – 310 C.
2. Luas Wilayah
Pada tahun 2007, dari luas wilayah Kabupaten Karanganyar
yang sebesar 77. 378, 64 Ha (atau sekitar 773, 78 km2), terdapat Tanah
Sawah seluas 22. 478 Ha (atau sekitar 29,05% dari total) dan Tanah
Kering seluas 54.899,08 Ha (atau sekitar 70,95% dari total). Luas
tanah sawah di Kabupaten Karanganyar itu sendiri dari tahun ke tahun
mengalami penurunan atau dengan kata lain telah terjadi pergeseran
pemanfaatan lahan untuk sawah ke penggunaan lainnya.
c. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006, Tim Anggaran
Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD adalah tim yang
dibentuk dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris
kebutuhan. TAPD juga berperan dalam membahas KUA dan PPA bersama
dengan panitia anggaran DPRD.
d. Struktur Organisasi Pengelolaan Keuangan Daerah
Menurut Pasal 32 UU Nomor 25/2004, Kepala Daerah
menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas perencanaan pembangunan
daerah di daerahnya. Dalam menyelenggarakan perencanaan
pembangunan daerah, Kepala Daerah dibantu oleh Kepala Bappeda.
Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah menyelenggarakan perencanaan
pembangunan daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Gubernur
menyelenggarakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi
perencanaan pembangunan antar kabupaten/kota. Bagan struktur
organisasi Pemerintah Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada
Lampiran 3.
II. Proses Penganggaran di Kabupaten Karangnyar
Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar telah menerapkan
anggaran dengan pendekatan kinerja sejak tahun anggaran 2007. Secara
operasional, penyusunan anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Karanganyar mendasarkan pada Permendagri No. 13 Tahun 2006
dan Peremendagri No. 59 Tahun 2007. Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan
Peremendagri No. 59 Tahun 2007 menyatakan bahwa dalam proses
dimulai dari penyusunan Kebijakan Umum APBD sampai dengan
ditetapkannya Rancangan APBD menjadi APBD, terdiri dari beberapa
tahapan proses kegiatan yang saling terkait.
Gambar IV.1
Siklus Penganggaran Daerah di Kabupaten Karanganyar
Serangkaian tahap proses penyusunan anggaran berdasarkan jadwal
sesuai Permendagri No 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun 2007
sebagai revisi atas Permendagri No 13 Tahun 2006 dapat disusun dalam
bentuk tabel (Lampiran 4).
Dengan telah disosialisasikannya Permendagri No. 13 Tahun 2006
pada kuartalan ketiga tahun 2006 lalu oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah Kabupaten Karanganyar merespon positif dengan segera
menggunakan bentuk anggaran baru yaitu anggaran surplus atau defisit yang
menekankan pada pendekatan kinerja dengan menggunakan aturan-aturan
yang telah ada yang dikeluarkan pemerintah pusat. Proses penganggaran
tersebut di awali dengan menjaring aspirasi dari masyarakat atau yang dikenal
dengan istilah Musrenbang.
Proses penyusunan anggaran selanjutnya adalah membuat Kebijakan
Umum APBD. Kebijakan Umum APBD Kabupaten Karanganyar disusun oleh
Pemerintah Daerah, kemudian dibahas bersama dengan DPRD Kabupaten
Karanganyar. Setelah penyusunan Kebijakan Umum APBD Kabupaten
Karanganyar selesai dilakukan dan telah ada kesepakatan dengan DPRD
Kabupaten Karanganyar yang dituangkan dalam nota kesepakatan, tahap
selanjutnya adalah menentukan prioritas APBD. Prioritas APBD diperlukan
guna mengatasi berbagai kendala, tantangan dan masalah yang timbul serta
untuk dapat memperlancar pencapaian Kebijakan Umum APBD.
Dengan telah selesainnya penyusunan Kebijakan Umum APBD
Kabupaten Karanganyar dan prioritas APBD Kabupaten Karanganyar, Bupati
atau Kepala Daerah menertibkan surat edaran (SE Bupati) untuk kepala unit
kerja agar menyiapkan rancangan anggarannya. SE Bupati tersebut memuat
antara lain Kebijakan Umum APBD, prioritas APBD, dan formulir
RKA-SKPD (Rencana Kerja Anggran-Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Setelah unit kerja selesai melakukan penyusunan RKA-SKPD,
selanjutnya RKA-SKPD tersebut disampaikan kepada Tim Anggaran
Daerah (TAPD) terdiri dari: Sekretaris Daerah, Kepala Bappeda, Kepala
DP2KAD, Asisten Pemerintahan dan Pembangunan, Asisten Hukum dan
Organisasi, Asisten administrasi, Inspektorat, Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, dan Kepala Bagian pengendalian Pembangunan, serta
dibantu oleh tim teknis TAPD.
RKA-SKPD dapat dikembalikan kepada unit kerja jika menurut Tim
Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) perlu dilakukan revisi, perubahan atau
penyempurnaan. Selanjutnya hasil evaluasi rancangan yang diusulkan oleh
setiap unit kerja dalm RKA-SKPD oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD) digunakan sebagai dasar untuk menyusun rancangan ABPD.
Rancangan APBD pada dasarnya merupakan gabungan dari RKA-SKPD.
Rancangan APBD selanjutnya diajukan oleh Pemerintah Daerah kepada
DPRD untuk dilakukan pembahasan kemudian menjadi RAPBD. RAPBD
disampaikan ke Provinsi untuk dievaluasi. Jika ada perbaikan atau revisi atas
RAPBD tersebut maka akan dikembalikan dan diperbaiki oleh TAPD.
Setelah dilakukan perbaikan atau revisi atas evaluasi oleh provinsi
terhadap RAPBD Kabupaten Karanganyar, maka dokumen akan disahkan atau
disetujui oleh DPRD. Pengesahan dari DPRD Kabupaten Karanganyar
menandakan bahwa RAPBD berubah menjadi dokumen APBD, sehingga
APBD dapat dicairkan atau direalisasikan sesuai dengan kebutuhan
III. Analisis Proses Penganggaran dan Alokasi Anggaran Belanja Kabupaten
Karanganyar
a. Analisis Proses Penganggaran Kabupaten Karanganyar
Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar setelah mendapatkan
sosialisasi Permendagri No. 13 tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun
2007 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat. Adapun Pemerintah
Daerah Kabupaten Karanganyar telah melakukan serangkaian persiapan
dalam penerapan anggaran kinerja yang berdampak pada semakin baik dan
lancarnya proses penyusunan anggaran, akan tetapi proses tersebut
seharusnya selalu dievaluasi dan dilakukan perbaikan guna mencapai suatu
hasil yang lebih baik dari praktek-praktek sebelumnya.
Berikut ini akan disampaikan uraian dan gambaran mengenai
tahap-tahap dalam praktek penyusunan anggaran dengan pendekatan
kinerja beserta evaluasinya pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Karanganyar. Data-data diperoleh diantaranya melalui teknik wawancara
dengan pelaku penyusun anggaran yang masuk dalam Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD), Bappeda, SKPD-SKPD, dan juga dari
dokumen-dokumen pendukungnya. Evaluasi akan dibagi dalam beberapa
bagian sebagai berikut:
1. Evaluasi terhadap jadwal penyusunan anggaran.
2. Evaluasi proses penyusunan Kebijakan Umum APBD.
3. Evaluasi proses penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara.
5. Evaluasi proses verifikasi RKA-SKPD.
6. Evaluasi proses penetapan APBD.
1. Evaluasi terhadap jadwal penyusunan anggaran
Jadwal proses penyusunan anggaran Pemerintah Daerah
Kabupaten Karanganyar, disusun oleh Bappeda dengan berpedoman
pada Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun
2007. Jadwal tersebut berisi serangkaian kegiatan dan waktu mengenai
kapan suatu tahap kegiatan akan dilaksanakan. Permendagri No. 13
tahun 2006 dan Permendagri No. 59 tahun 2007 telah mengatur
tahap-tahap kegiatan yang akan dilaksanakan beserta jadwal waktu mengenai
kapan tahap kegiatan harus dilaksanakan dalam suatu proses
penyusunan APBD. Kepatuhan terhadap jadwal yang ditentukan akan
mempengaruhi kualitas APBD yang dihasilkan. Hal ini terkait dengan
jumlah waktu minimal yang dibutuhkan dalam melakukan suatu tahap
kegiatan dalam proses penyusunan anggaran. Semakin pendek atau
sedikit waktu yang diberikan dalam suatu tahapan kegiatan akan
mengakibatkan pada pelaksanaan tahapan kegiatan yang tergesa-gesa
sehinga akan menghasilkan suatu output yang kurang baik. Disamping
itu, karena proses penyusunan anggaran merupakan suatu rangkaian
2006 dan Permendagri No. 59 tahun 2007 dengan jadwal yang dibuat
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, besarta realisasinya.
Pada Lampiran 5 dapat dilihat bagaimana realisasi pelaksanaan
kegiatan-kegiatan dalam proses penyusunan anggaran,
diperbandingkan dengan jadwal yang telah ditentukan. Secara umum,
realisasi jadwal maupun jumlah waktu minimal yang dibutuhkan
belum sesuai dengan aturan yang telah ditentukan, baik menurut
Permendagri No. 13 tahun 2006 dan Permendagri No. 59 tahun 2007
maupun menurut jadwal yang dibuat oleh Bappeda. Apabila
diperbandingkan antara realisasi dengan jadwal yang dibuat oleh
TAPD, pelaksanaan kegiatan juga banyak mengalami keterlambatan.
Kegiatan penyusunan kebijakan APBD yang seharusnya dilaksanakan
pada bulan Juli mundur sampai bulan September, November. Bahkan
penyusunan Kebijakan Umum APBD untuk TA 2009 justru
dilaksanakan pada bulan Februari 2009, dimana APBD untuk TA 2009
juga ditetapkan pada tahun tersebut. Ini berarti bahwa penyusunan
RKA-SKPD telah dilaksanakan dengan tidak menggunakan dasar
Kebijakan Umum APBD. Namun demikian, keterlambatan proses
penyusunan Kebijakan Umum APBD TA 2009 bisa dimaklumi, karena
terdapat Pemilu Legislatif pada TA 2009. Sehingga membuat
perumusan Kebijakan Umum APBD menjadi terhambat karena baik
Bupati maupun DPRD berfokus pada jalannya Pemilu Legislatif di
Selanjutnya proses penyusunan Prioritas APBD juga
mengalami penundaan dari jadwal yang ditentukan. Penysusunan
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara Sementara untuk TA 2007
disusun bersamaan dengan penyusunan Kebijakan Umum APBD, dan
mengalami keterlambatan 4 bulan dari jadwal yang ditetapkan.
Sementara penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
untuk TA 2008 dilakukan kurang lebih tiga bulan setelah penyusunan
Kebijakan Umum APBD yaitu disusun masing masing pada bulan
Desember atau terlambat sekitar 5 bulan dari batas waktu yang telah
ditentukan. Untuk TA 2009 dilakukan bersamaan dengan penyusunan
Kebijakan Umum APBD, yaitu pada bulan Februari 2009.
Dengan tertundanya penyusunan Kebijakan Umum APBD serta
penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara, berakibat pada
tahap penyusunan usulan RKA-SKPD. Unit kerja seharusnya
melakukan penyusunan usulan RKA-SKPD pada bulan September
mundur menjadi bulan Desember. Waktu penyusunan RKA-SKPD
yang seharusnya kurang lebih satu bulan, menjadi hanya sekitar dua
minggu saja. Terbatasnya waktu penyusunan RKA-SKPD berakibat
pada penyusunan RKA-SKPD dikerjakan dengan tergesa-gesa dan
kurang teliti baik menyangkut indikator kinerja maupun jumlah
diajukan mengakibatkan proses verifikasi oleh TAPD harus
mengalami banyak revisi dan perbaikan yang terkadang dilakukan
sampai berulang kali. Hal ini menyebabkan pekerjaan yang dilakukan,
baik oleh unit kerja maupun oleh TAPD tidak efektif dan efisien.
Pengajuan Rancangan APBD kepada DPRD oleh pihak
eksekutif seharusnya dilaksanakan pada bulan Oktober. Akan tetapi
pengajuan Rancangan APBD mengalami keterlambatan. Sebagai
hasilnya, realisasi penetapan RAPBD menjadi APBD untuk APBD TA
2007, APBD TA 2008, dan APBD TA 2009 mengalami
keterlambatan. APBD TA 2007 baru ditetapkan pada bulan Januari
terlambat tiga bulan dari jadwal yang ditentukan, sementara APBD TA
2009 baru ditetapkan bulan Februari terlambat empat bulan dari jadwal
yang ditentukan. Berdasarkan hasil wawancara, keterlambatan
penetapan APBD tersebut dikarenakan berbagai macam sebab. Pada
tahun 2007 dan 2008, penetapan terlambat karena membutuhkan
waktu yang lama untuk menemukan persepsi yang sama antara DPRD
dan unit kerja. Pada tahun 2009, penetapan APBD terlambat karena
pada tahun 2009, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar sedang
melaksanakan Pemilu Legislatif.
Sebagai akibat dari mundurnya penetapan APBD dari jadwal
yang ditentukan berakibat pada pelaksanaan kegiatan pada tingkat unit
kerja. Setelah APBD ditetapkan, masih dilakukan penjabaran APBD,
Perangkat Daerah (DPA-SKPD) oleh unit kerja dengan mendasarkan
pada RKA-SKPD yang sebelumnya sudah dibuat. Pembuatan
DPA-SKPD oleh unit kerja sampai menjadi penjabaran APBD yang
ditetapkan dengan SK Bupati, juga masih membutuhkan waktu paling
tidak satu bulan semenjak penetapan APBD. Dengan penetapan APBD
yang terlambat, akan berdampak bagi unit kerja didalam melaksanakan
kegiatan-kegiatannya. Kegiatan yang paling merasakan dampaknya
adalah terutama untuk kegiatan-kegiatan pengadaan barang dan jasa
yang memerlukan proses pelelangan, dimana proses pelelangan
biasanya memakan waktu yang lebih lama dibanding dengan proses
pengadaan barang atau jasa melalui penunjukan atau pemilihan secara
langsung.
Sebagai konsekuensi mundurnya pelaksanaan kegiatan yang
mendekati akhir tahun anggaran adalah sering dijumpai otuput dari
suatu kegiatan mempunyai kualitas rendah karena hanya dikerjakan
dengan asal-asalan, untuk mengejar batas waktu pelaksanaan kegiatan
yang sangat terbatas. Disamping itu, dengan keterbatasan waktu akan
membuka peluang adanya manipulasi yang dilakukan bersama oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
(KUA) berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang
ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Didalam menyusun
Kebijakan Umum APBD, diawali dengan penjaringan aspirasi
masyarakat yang biasa dikenal dengan istilah Musrenbang.
Penyusunan Kebijakan Umum APBD merupakan proses awal
dalam tahap penyusunan APBD, karena dokumen ini akan dijadikan
dasar bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam menyusun
anggarannya yang tertuang dalam Rencana Kerja Anggaran Satuan
Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) yang diajukan kepada Tim
Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sebagai bahan penyusunan
Raperda APBD. Sebagai langkah awal dalam penyusunan Kebijakan
Umum APBD, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar melakukan
penjaringan aspirasi masyarakat hanya melalui satu mekanisme, yaitu
melalui mekanisme formal. Mekanisme secara formal yang ada saat ini
yaitu melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang)
dan melalui survey terhadap masyarakat. Sementara pihak-pihak yang
terlibat dalam proses penjaringan aspirasi masyarakat diantaranya
yaitu masyarakat, LSM, ormas, asosiasi profesi, Perguruan tinggi,
DPRD, Pemda Kabupaten Karanganyar dan masyarakat pemerhati, dll.
Jika dibandingkan dengan daerah lain, penjaringan aspirasi masyarakat
di Kabupaten Karanganyar masih kurang sempurna. Seharusnya
penjaringan aspirasi masyarakat tidak hanya melalui mekanisme
Mekanisme informal dapat dilakukan diantaranya melalui kotak saran,
kotak pos, telepon, short message service (sms), web site, public
hearing. “Ketika membuat KUA, eksekutif menjaring aspirasi hanya
melalui Musrenbang.” (Pujiyanto, Kasi Pengendalian Anggaran
DP2KAD Kabupaten Karanganyar).
Menurut pendapat penulis, dalam tata cara musrenbang inipun
masih terdapat beberapa kelemahan. Misalnya, diberbagai daerah
terutama wilayah perdesaan, masalah keterwakilan peserta masih
menjadi kendala dalam proses implementasi Musrenbang. Para
pemangku kepentingan yang diundang masih didominasi oleh kaum
elit di wilayah tersebut. Untuk itu, notulen berita acara Musrenbang
yang harus dihasilkan penyelenggara Musrenbang perlu ditambahkan
dengan sebuah kontrol administrasi berupa formulir yang harus
dilengkapi penyelenggara musrenbang sebagai indikator terpenuhinya
keterwakilan peserta Musrenbang. Selain itu, seharusnya apa pun yang
terjadi dalam proses Musrenbang tersebut dapat
dipertanggungjawabkan secara vertikal (pemerintah diatasnya)
maupun horizontal (peserta musrenbang dan masyarakat luas). Karena
dalam prakteknya, banyak aspirasi dalam musrenbang tidak
diakomodasi dalam KUA dan PPA. Musrenbang lebih tepat disebut
penyusunan KUA dan PPA tidak menggunakan hasil Musrenbang saja,
melainkan RKPD, Pokok-pokok pikiran DPRD, dll. Sebagai
akibatnya, hasil Musrenbang diabaikan.
Jika kondisi ini terus berulang, bisa berdampak fatal bagi peran
serta masyarakat dalam pembangunan kabupaten. Masyarakat
Kabupaten Karanganyar akan apatis. Mereka kemudian enggan
menginventarisasi persoalan di daerah mereka dan kemudian
merumuskannya menjadi usulan program pembangunan. Mereka akan
beranggapan untuk apa repot merumuskan usulan program
pembangunan jika kemudian ditolak, dicoret dengan dalih bukan
sebagai prioritas.
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Musrenbang hanya
digunakan sebagai alat untuk melegitimasi proses penyusunan
anggaran. Penyusunan anggaran dengan paradigma bottom-up juga
masih jauh dari realisasi, karena program-program ditentukan oleh
eksekutif tanpa atau hanya sedikit memperdulikan hasil Musrenbang.
Setelah rancangan Kebijakan Umum APBD selesai dibuat oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, lalu diajukan ke DPRD
untuk dibahas bersama dan mendapatkan kesepakatan. Dalam
kesempatan tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar
melakukan presentasi terhadap rancangan Kebijakan Umum APBD
yang telah dibuatnya, sementara DPRD hanya mendengarkan dan atau
bagus jika DPRD juga membuat rancangan Kebijakan Umum ABPD.
Sehingga dengan adanya dua versi rancangan Kebijakan Umum APBD
yaitu rancangan versi Pemerintah Daerah dan rancangan versi DPRD
yang masing-masing dipresentasikan, akan diketahui
kebijakan-kebijakan yang terbaik dari kedua versi kebijakan-kebijakan tersebut, yang dapat
diterima oleh kedua belah pihak. Sehingga dengan demikian akan
terjadi suatu kesepakatan antara Pemerintah Daerah Kabupaten
Karanganyar dan DPRD Kabupaten Karanganyar mengenai Kebijakan
Umum APBD yang memuat komponen-komponen pelayanan dan
tingkat pencapaian yang diharapkan dari setiap bidang kewenangan
Pemerintah Daerah yang lebih baik. “DPRD tidak membuat draft KUA
versi DPRD, karena anggota DPRD terdiri dari berbagai macam partai
politik yang memiliki konstituen yang berbeda-beda. Dalam
penyusunan KUA, DPRD lebih bersifat mengkoreksi.” (Suparmi,
Anggota DPRD Kabupaten Karanganyar Komisi II).
Apabila dilihat dari jadwal waktu yang telah disampaikan pada
pembahasan sebelumnya, terlihat bahwa penyusunan Kebijakan
Umum APBD untuk TA 2007 s/d TA 2009 selalu mengalami
keterlambatan dari jadwal yang telah ditentukan. Kondisi paling buruk
terjadi pada penyusunan Kebijakan Umum APBD untuk TA 2009
Kabupaten Karanganyar. Sehingga sulit bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten Karanganyar untuk menyusun Kebijakan Umum APBD
sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Sementara itu, penyusunan Kebijakan Umum APBD untuk TA
2007 dan TA 2008 juga mengalami keterlambatan dari jadwal yang
ditentukan. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh keterangan bahwa
keterlambatan penyusunan Kebijakan Umum APBD ini disebabkan
karena terdapat beberapa faktor yang menghambat kesepakatan dalam
penyusunan Kebijakan Umum APBD. Menurut salah seorang
responden yang berasal dari Bappeda, hal tersebut dikarenakan
Bappeda menunggu informasi terkumpul terlebih dahulu, sehingga
anggaran yang dibuat akan dapat dipakai. “Kami (Bappeda) selaku
penanggung jawab penyusun KUA, ingin membuat KUA yang
mendekati implementasi. Oleh karena itu, dalam penyusunan KUA,
kami (Bappeda) mengumpulkan informasi sebanyak mungkin,
sehingga membuat penyusunan KUA melampaui waktu yang telah
dijadwalkan. Kami (Bappeda) berargumen bahwa lebih baik terlambat
dalam penetapan KUA daripada ditengah jalan harus melakukan
perubahan-perubahan terhadap APBD. Kami (Bappeda) menganggap
bahwa ketidakpatuhan terhadap jadwal penyusunan APBD bukanlah
suatu tidakan yang melanggar hukum.” (Catharina Nina Anggraeni,
Pembahasan KUA di DPRD juga memakan waktu yang lama,
sehingga menyebabkan proses penyusunan anggaran selanjutnya
mengalami kemunduran dari waktu yang telah ditetapkan. “Untuk
tahun anggaran 2009, penetapan KUA mengalami kemunduran dari
jadwal dikarenakan tahun 2008 Kabupaten Karanganyar sedang
melaksanakan Pemilu Legislatif. Sedangkan pada tahun 2007 dan
2008, penetapan KUA mengalami kemunduran karena banyaknya hal
yang perlu disinkronkan antara eksekutif dan legislatif.” (Suparmi,
Anggota DPRD Kabupaten Karangnyar Komisi II.)
3. Evaluasi Proses Penyusunan PPAS APBD
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara merupakan kategori
perumusan kebijakan anggaran yang disusun dengan mendasarkan
pada Kebijakan Umum APBD (KUA). Setelah penyusunan Kebijakan
Umum APBD Kabupaten Karanganyar selesai dilakukan dan telah ada
kesepakatan dengan DPRD Kabupaten Karanganyar yang dituangkan
dalam Nota Kesepakatan, tahap selanjutnya adalah menentukan
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara.
Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, dilakukan oleh TAPD