• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar, Pati Jagung, Tepung Kedelai dan Xanthan Gum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar, Pati Jagung, Tepung Kedelai dan Xanthan Gum"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

KOMPOSIT BERBAHAN DASAR TEPUNG UBI JALAR, PATI JAGUNG,

TEPUNG KEDELAI DAN XANTHAN GUM

SKRIPSI

Oleh:

IMAN GINTING

070305045/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

KOMPOSIT BERBAHAN DASAR TEPUNG UBI JALAR, PATI JAGUNG,

TEPUNG KEDELAI DAN XANTHAN GUM

SKRIPSI

Oleh

IMAN GINTING

070305045/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

IMAN GINTING : Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar, Pati Jagung, Tepung Kedelai dan Xanthan Gum, dibimbing oleh Elisa Julianti dan Rona J. Naingolan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat fisik, kimia, fungsional, dan pasta tepung komposit berbahan dasar tepung ubi jalar, pati jagung, dan xanthan gum. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan faktor tunggal yaitu perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum (T) terdiri dari 7 taraf yaitu 60%:20%:19,5%:0,5%, 50%:30%:19,5%:0,5%, 40%:40%:19,5%:0,5%, 50%:20%:29,5%:0,5%, 40%:30%:29,5%:0,5%, 30%:40%:29,5%:0,5% dan kontrol berupa 100% tepung terigu. Parameter mutu tepung komposit yang diamati meliputi karakteristik fisik (nilai warna dengan sisem Hunter meliputi nilai L, a, dan b), karakteristik kimia (komposisi proksimat dan serat kasar), karakteristik fungsional (daya serap air, daya serap minyak, swelling power dan

baking expansion) serta karakteristik pasta (viskositas breakdown, akhir, setback, puncak, high paste viscosity, stability ratio, setback ratio, dan suhu gelatinisasi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap semua parameter mutu tepung komposit kecuali terhadap daya serap minyak dan swelling power. Berdasarkan karakteristik nilai kecerahan (nilai L warna), kadar protein, stability ratio, dan setback ratio maka tepung komposit dengan komposisi tepung ubi jalar 30%, pati jagung 40%, tepung kedelai 29,5% dan xanthan gum 0,5% hampir mendekati karakteristik tepung terigu, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti terigu pada bahan pangan.

Kata Kunci: Tepung komposit, ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, xanthan gum

ABSTRACT

IMAN GINTING: Physicochemical and Functional Characterization of Composite Flour from Sweet Potato Flour, Corn Starch, Soybean Flour and Xanthan Gum, supervised by Elisa Julianti and Rona J. Naingolan.

This research aims at evaluating the physic, chemical, functional, and paste properties of composite flour produced from sweet potato flour, corn starch, soybean flour, and xanthan gum. . The research had been performed using factorial completely randomized design, with one factor i.e ratio of sweet potato flour : corn starch : soybean flour : xanthan gum : 60%:20%:19,5%:0,5%, 50%:30%:19,5%:0,5%, 40%:40%:19,5%:0,5%, 50%:20%:29,5%:0,5%, 40%:30%:29,5%:0,5%, 30%:40%:29,5%:0,5% and 100% wheat flour as control. The composite flour produces were subjected to physical observation (L,a,b value of color by Hunter system), chemical analysis (proximate and crude fiber), functional properties analysis (water and oil absorption index, swelling power, and baking expansion), and paste properties analysis (breakdown, final, setback, and high paste viscosity, stability ratio, setback ratio and pasting temperature). The results showed that ratio of sweet potato flour, corn starch, soybean flour, and xanthan gum gave the high significant differences (P<0,01) on all of parameter observed except on oil absorption index and swelling power. Based on lightness value (L value of color by chromameter), protein content, stability and setback ratio, the composite flour with the proportion of sweet potato 30%, corn starch 40%, soybean flour 29,5% and xanthan gum 0,5% can be considered similar to wheat flour for making wheatless products.

(4)

IMAN GINTING, lahir di Tigalingga, Dairi pada tanggal 03 Desember 1988. Anak pertama dari empat bersaudara dari ayahanda Marjuan Ginting dan ibunda Berta

br. Tarigan, beragama Islam.

Tahun 2001 penulis lulus dari SD inpres 064006 Medan, tahun 2004 lulus dari

SLTP N 20 Medan, dan tahun 2007 lulus dari SMA Swasta Dharmawangsa Medan. Pada

tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur

SPMB. Penulis lulus di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Departemen Teknologi

Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjabat sebagai pengurus IM-THP

(Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian) dan juga aktif sebagai anggota IMKA

(Ikatan Mahasiswa Karo) Mbuah Page. Penulis telah melaksanakan Praktek Kerja

(5)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Tepung

Ubi Jalar, Pati Jagung, Tepung Kedelai dan Xanthan Gum”.

Ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada orang tua tersayang Bapak M. Ginting dan Ibu B br Tarigan, kepada saudara-saudara saya tercinta yang telah memberikan doa, motivasi, kasih sayang, nasehat dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada komisi pembimbing Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si dan Ir. Rona J Nainggolan, SU, selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada tahap skripsi.

Terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Departemen Teknologi Ilmu dan Teknologi Pangan, teman-teman stambuk 2007 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Februari 2014

(6)

Halaman

ABSTRAK i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN ...

Latar Belakang ... Tujuan Penelitian ... Kegunaan Penelitian ... Hipotesa Penelitian ...

1 1

3

3

4

TINJAUAN PUSTAKA. ... Ubi Jalar ... Tepung Ubi Jalar...

Kedelai ...

Xanthan Gum... ...

Pati jagung... ...

Tepung Komposit... ...

Karakteristik Fungsional dan Pasta Pati... ...

Studi Pendahuluan Yang Telah Dilaksanakan...

5 5

7

8

10

13

14

16

(7)

Bahan Penelitian ... Alat Penelitian ... Metoda Penelitian ... Model Rancangan ... Pelaksanaan Penelitian ... Pembuatan tepung ubi jalar ...

Pembuatan tepung kedelai ...

Pembuatan tepung komposit ...

Pengamatan dan Pengukuran Data ...

Kadar air ...

Kadar abu ...

Kadar lemak ...

Kadar serat kasar ...

Kadar protein ...

Karakteristik pasta tepung ...

Warna... Daya serap air dan minyak ...

Swelling power...

Uji baking expansion...

(8)

Pati Jagung, Tepung Kedelai dan Xanthan Gum ... Warna (nilai L) tepung komposit ...

Warna (nilai a) tepung komposit ...

Warna (nilai b) tepung komposit ...

Karakteristik Kimia Tepung Komposit Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar, Pati Jagung, Tepung Kedelai dan Xanthan Gum ...

Kadar air ...

Kadar abu ...

Kadar protein ...

Kadar lemak ...

Kadar serat kasar ...

Karakteristik Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar, Pati Jagung, Tepung Kedelai dan Xanthan Gum ...

Daya serap air dan Daya Serap Minyak ...

Swelling power dan Baking expansion ...

Karakteristik Pasta Tepung Komposit Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar, Pati Jagung, Tepung Kedelai dan Xanthan Gum ...

(9)

63

(10)

No. Halaman

1. Kandungan gizi ubi jalar ... 6

2. Standar mutu tepung gaplek ubi kayu dan tepung ubi jalar ... 8

3. Kandungan gizi kedelai ... 9

4. Sifat fisikokimiawi tepung kedelai ... 10

5. Hasil analisis proksimat pati jagung ... 13

6. Sifat fisik dan amilografi tepung komposit terigu-ubi jalar pada berbagai konsentrasi ... 16

7. Komposisi kimia tepung komposit terigu-ubi jalar pada berbagai konsentrasi ... 16

8. Karakteristik kimia tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan terigu ... 34

9. Karakteristik pasta tepung ubi jalar, pati jagung dan terigu ... 34

10. Nilai L, a dan b dari tepung komposit berbahan dasar tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum ... 36

11. Karakteristik kimia tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan ...

40

12. Karakteristik fungsional tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan ...

47

13. Karakteristik pasta tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan ...

(11)

1. Struktur dasar xanthan gum 12

2. Struktur rantai linier dari molekul amilosa 14

3. Struktur molekul amilopektin 14

4. Skema pembuatan tepung ubi jalar 31

5. Skema pembuatan tepung kedelai 32

6. Skema pembuata tepung komposit 33

7. Warna (nilai L) tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung,

tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan 37

8. Warna (nilai a) tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung,

tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan 38

9. Warna (nilai b) tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung,

tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan 39

10. Kadar air tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung

kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan 40

11. Kadar abu tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung,

tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan 42

12. Kadar protein tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung,

tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan 43

13. Kadar lemak tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung,

tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan 44

14. Kadar serat kasar tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung,

tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan 46

15. Daya serap air tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan (T1 -T6 = tepung komposit, T7 = terigu)

48

16. Baking expansion tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan

49

17. Viskositas break down tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan

52

No. Halaman

18. Viskositas akhir tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung,

(12)

20. Viskositas puncak tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung,

tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan 56

21. Viskositas high paste viscosity tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan

57

22 Stability ratio tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung,

tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan 59

23. Setback ratio tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung,

tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan 60

24. Suhu gelatinisasi tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung,

(13)

1. Data pengamatan dan analisis ragam warna (nilai L) tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap warna (nilai L) tepung komposit

70

2. Data pengamatan dan analisis ragam warna (nilai a) tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap warna (nilai a) tepung komposit

71

3. Data pengamatan analisis ragam warna (nilai b) tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap warna (nilai b) tepung komposit

72

4. Data pengamatan dan analisis ragam kadar air tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap kadar air tepung komposit

73

5. Data pengamatan dan analisis ragam kadar abu tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap kadar abu tepung komposit

74

6. Data pengamatan dan analisis ragam kadar protein tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap kadar protein tepung komposit

75

7. Data pengamatan dan analisis ragam kadar lemak tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap kadar lemak tepung komposit

76

8. Data pengamatan dan analisis ragam kadar serat kasar tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap kadar serat kasar tepung komposit

77

9. Data pengamatan dan analisis ragam daya serap air tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap daya serap air tepung komposit

78

10. Data pengamatan dan analisis ragam daya serap minyak tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap daya serap minyak tepung komposit

(14)

komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap

swelling power tepung komposit

80

12. Data pengamatan dan analisis ragam nilai baking expansion tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap

baking expansion r tepung komposit

81

13. Data pengamatan dan analisis ragam viskositas breakdown tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap viskositas breakdown tepung komposit

82

14. Data pengamatan dan analisis ragam viskositas akhir tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap viskositas akhir tepung komposit

83

15. Data pengamatan dan analisis ragam viskositas setback tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap viskostas setback tepung komposit

84

16. Data pengamatan dan analisis ragam viskositas puncak tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap viskositas puncak tepung komposit

85

17. Data pengamatan dan analisis ragam high paste viscosity tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap high paste viscosity tepung komposit

86

18. Data pengamatan dan analisis ragam stability ratio tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap stability ratio

tepung komposit

87

19. Data pengamatan dan analisis ragam setback ratio tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap setback ratio

tepung komposit

88

20. Data pengamatan dan analisis ragam suhu gelatinisasi tepung komposit serta uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum terhadap suhu gelatinisasi tepung komposit

(15)

IMAN GINTING : Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar, Pati Jagung, Tepung Kedelai dan Xanthan Gum, dibimbing oleh Elisa Julianti dan Rona J. Naingolan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat fisik, kimia, fungsional, dan pasta tepung komposit berbahan dasar tepung ubi jalar, pati jagung, dan xanthan gum. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan faktor tunggal yaitu perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum (T) terdiri dari 7 taraf yaitu 60%:20%:19,5%:0,5%, 50%:30%:19,5%:0,5%, 40%:40%:19,5%:0,5%, 50%:20%:29,5%:0,5%, 40%:30%:29,5%:0,5%, 30%:40%:29,5%:0,5% dan kontrol berupa 100% tepung terigu. Parameter mutu tepung komposit yang diamati meliputi karakteristik fisik (nilai warna dengan sisem Hunter meliputi nilai L, a, dan b), karakteristik kimia (komposisi proksimat dan serat kasar), karakteristik fungsional (daya serap air, daya serap minyak, swelling power dan

baking expansion) serta karakteristik pasta (viskositas breakdown, akhir, setback, puncak, high paste viscosity, stability ratio, setback ratio, dan suhu gelatinisasi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap semua parameter mutu tepung komposit kecuali terhadap daya serap minyak dan swelling power. Berdasarkan karakteristik nilai kecerahan (nilai L warna), kadar protein, stability ratio, dan setback ratio maka tepung komposit dengan komposisi tepung ubi jalar 30%, pati jagung 40%, tepung kedelai 29,5% dan xanthan gum 0,5% hampir mendekati karakteristik tepung terigu, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti terigu pada bahan pangan.

Kata Kunci: Tepung komposit, ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, xanthan gum

ABSTRACT

IMAN GINTING: Physicochemical and Functional Characterization of Composite Flour from Sweet Potato Flour, Corn Starch, Soybean Flour and Xanthan Gum, supervised by Elisa Julianti and Rona J. Naingolan.

This research aims at evaluating the physic, chemical, functional, and paste properties of composite flour produced from sweet potato flour, corn starch, soybean flour, and xanthan gum. . The research had been performed using factorial completely randomized design, with one factor i.e ratio of sweet potato flour : corn starch : soybean flour : xanthan gum : 60%:20%:19,5%:0,5%, 50%:30%:19,5%:0,5%, 40%:40%:19,5%:0,5%, 50%:20%:29,5%:0,5%, 40%:30%:29,5%:0,5%, 30%:40%:29,5%:0,5% and 100% wheat flour as control. The composite flour produces were subjected to physical observation (L,a,b value of color by Hunter system), chemical analysis (proximate and crude fiber), functional properties analysis (water and oil absorption index, swelling power, and baking expansion), and paste properties analysis (breakdown, final, setback, and high paste viscosity, stability ratio, setback ratio and pasting temperature). The results showed that ratio of sweet potato flour, corn starch, soybean flour, and xanthan gum gave the high significant differences (P<0,01) on all of parameter observed except on oil absorption index and swelling power. Based on lightness value (L value of color by chromameter), protein content, stability and setback ratio, the composite flour with the proportion of sweet potato 30%, corn starch 40%, soybean flour 29,5% and xanthan gum 0,5% can be considered similar to wheat flour for making wheatless products.

(16)

Latar Belakang

Konsumsi pangan yang beragam dan berimbang melalui diversifikasi pangan akan meningkatkan kualitas hidup manusia. Manusia memerlukan lebih 40 jenis zat gizi yang diperoleh dari berbagai jenis produk pangan untuk dapat hidup aktif dan sehat (Martianto, 2005). Diversifikasi pangan akan memungkinkan manusia untuk memperoleh lebih banyak komponen-komponen gizi maupun bahan bioaktif yang dibutuhkan untuk kesehatan, dibandingkan jika hanya mengonsumsi beberapa jenis makanan saja.

Meningkatnya tingkat kehidupan masyarakat telah merubah pola makan, dari pola mkakan yang didominasi oleh nasi sebagai makanan utama menjadi diversifikasi pangan pokok yang lebih beragam. Pada masyarakat dengan pendapatan yang tinggi sudah terjadi penurunan konsumsi beras tetapi ternyata terjadi peningkatan konsumsi pangan yang berbahan dasar seperti roti dan kue-kue. Peningkatan konsumsi terigu juga terjadi pada masyarakat dengan pendapatan yang lebih rendah, karena terjadinya kenaikan harga beras, sehingga masyarakat mengurangi makan nasi dan beralih ke mie instan yang terbuat dari terigu.

(17)

Peningkatan kebutuhan terigu ini, akan mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Oleh karena itu, pemanfaatan tepung berbahan baku lokal perlu dikembangkan.

Terigu mengandung komponen gluten yang membedakannya dari tepung-tepungan lain. Gluten adalah protein yang bersifat lengket dan elastis. Dalam pembuatan roti, gluten bermanfaat untuk mengikat dan membuat adonan menjadi elastik sehingga mudah dibentuk. Karakteristik gluten yang demikian menyebabkan terigu menjadi bahan utama dalam pembuatan roti dan mie. Tetapi adanya kandungan gluten pada terigu, membuat sebagian orang penderita autis dan penyakit seliak (celiac disease) menjadi alergi jika mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung terigu. Penyakit seliak adalah orang yang sepanjang hidupnya tidak toleran terhadap kandungan prolamin pada gandum (gliadin), rye (secalin) dan barley (hordein). Oleh karena itu, untuk penderita autis dan penyakit seliak dibutuhkan produk pangan yang tidak mengandung gluten.

(18)

monostearat sebagai bahan pengikat dan juga meningkatakan volume adonan agar dihasilkan adonan yang elastis dan roti dengan tekstur lembut (Edema et al., 2005).

Indonesia memiliki keanekaragaman bahan baku pangan yang tersebar diseluruh nusantara, yang sebenarnya dapat menghasilkan makanan yang banyak jenis dengan kualitas dan cita rasa ynga tidak kalah dengan makanan yang banyak berasal dari terigu. Beras, jagung, ubi jalar, garut dan ubi kayu merupakan bahan yang banyak dan mudah ditanam di Indonesia, namun pemanfaatannya masih sangat terbatas. Pengolahan bahan-bahan ini menjadi tepung atau pati kemudian diformulasikan dengan komposisi tertentu serta penambahan bahan tambahan berupa hidrokoloid seperti xanthan gum akan dapat menghasilkan tepung komposit dengan karakteristik fisik kimia dan viskositas yang mirip tepung terigu agar dapat dimanfaatkan sebagai pengganti terigu.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik fisikokimia dan fungsional tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xhantan gum.

Kegunaan Penelitian

(19)

kedelai yang lebih bervariasi serta dapat meningkatkan nilai jual masing-masing komoditas tersebut dan dapat meningkatkan pendapatan para petaninya.

Hipotesis Penelitian

(20)

Ubi Jalar

Varietas ubi jalar cukup banyak, namun baru 142 jenis yang sudah diidentifikasi oleh para peneliti (Yufdy et al., 2006). Berdasarkan tekstur daging umbi, ubi jalar dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu umbi berdaging lunak karena banyak mengandung air dan umbi berdaging keras karena banyak mengandung pati. Ubi jalar juga dibedakan satu sama lain berdasarkan warna kulit, warna daging, bentuk daun dan warna batang (Sarwono, 2005).

Komponen utama pada ubi jalar adalah karbohidrat dalam bentuk pati. Komponen lain adalah serat pangan dan beberapa jenis gula yang bersifat larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa dan glukosa. Sukrosa merupakan gula yang banyak terdapat dalam ubi jalar. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 5,64% hingga 38% (bb). Kandungan gula dalam ubi jalar yang telah dimasak jumlahnya meningkat bila dibandingkan dengan jumlah gula pada ubi jalar mentah (Sulistiyo, 2006).

Keistimewaan ubi jalar dalam hal kandungan gizi terletak pada kandungan beta karoten yang cukup tinggi dibanding dengan jenis tanaman pangan lainnya. Kandungan beta karoten ubi jalar mencapai 7100 IU, sehingga sangat baik untuk mengatasi dan mencegah penyakit mata. Ubi jalar yang mengandung beta karoten tinggi hanya varietas ubi jalar yang warna daging ubinya jingga kemerah-merahan, sedangkan varietas ubi jalar yang daging ubinya berwarna kuning atau putih memiliki kandungan beta karoten lebih rendah (Simanjuntak, 2006). Kandungan gizi ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi ubi jalar

Jenis Zat Jenis Kandungan

Air (g)

Serat kasar (g) Kalori (kal) Protein (mg) Fe (mg)

(21)

Ca (mg)

Ubi jalar memiliki kandungan air yang cukup tinggi, sehingga bahan kering yang terkandung relatif rendah. Kandungan rata-rata bahan kering ubi jalar sebesar 30%. Ubi jalar memiliki keistimewaan sebagai bahan pangan ditinjau dari nilai gizinya. Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga berfungsi sebagai sumber vitamin A dan C serta mineral kalium, besi dan fosfor. Namun kadar protein dan lemaknya relatif rendah, sehingga konsumsinya perlu didampingi oleh bahan pangan lain yang berprotein tinggi (Widodo dan Ginting, 2004).

Kandungan protein kasar ubi jalar berkisar dari 3 sampai dengan 7% (berat kering). Protein pada ubi jalar terdistribusi secara merata pada umbinya. Asam amino yang terkandung dalam ubi jalar belum diketahui secara pasti, tetapi secara umum asam amino aromatik mempunyai jumlah yang cukup banyak. Asam amino essensial ubi jalar yang merupakan asam amino pembatas adalah lisin, metionin, sistin dan treonin (Sulistiyo, 2006).

Lipid merupakan komponen minor dalam ubi jalar dengan kandungan sebesar 0,29-2,7 % (berat kering). Asam linoleat merupakan asam lemak terbanyak diikuti dengan asam palmitat, linolenat, dan stearat (Kadarisman dan Sulaeman, 1993).

Tepung Ubi Jalar

(22)

sampai menjadi tepung yang kering, tepung memliki sifat tidak larut air, sehingga akan mengendap jika dicampur dalam air, akan tetapi jika tepung dicampur dengan air panas sambil diaduk tepung akan mengalami pengembangan dan kemudian mengental, kejadian ini disebut dengan gelatinisasi. Tepung akan mengental pada suhu 64-72°C. Jika tepung tapioka, tepung kentang, tepung jagung dimasak dengan air maka tepung-tepung ini akan menjadi kental dan bening, dan lebih jernih dari bubur dan tepung beras atau tepung terigu (Tarwotjo, 1998).

Penggunaan tepung ubi jalar dapat dicampur dengan tepung lain (tepung campuran/composite flour) sebagai bahan substitusi terigu. Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku produk cake dan cookies dapat dilakukan sampai 100% pengganti terigu (Suismono, 2001). Menurut Honestin (2007) di dalam Damayanthi (2011), granula pati tepung ubi jalar memiliki bentuk poligonal, bulat, hingga lonjong dengan ukuran granula tidak seragam. Ukuran granula pati ubi jalar yang belum tergelatinisasi berkisar antara 2-10 μm, sedangkan granula pati ubi jalar dengan perlakuan pemasakan berkisar antara 20-60 μm. Menurut Iwansyah (2005) di dalam Damayanthi (2011), tepung ubi jalar memiliki suhu gelatinisasi awal 76,5oC dan suhu gelatinisasi maksimum 106,5oC. Suhu gelatinisasi tepung ubi jalar lebih tinggi jika dibandingkan dengan tapioka dan terigu.

Keunikan tepung ubi jalar adalah warna produk yang beranekaragam, mengikuti warna daging umbi bahan bakunya. Proses yang tepat dapat menghasilkan tepung dengan warna sesuai warna umbi bahan. Sebaliknya, proses yang kurang tepat akan menurunkan mutu tepung, dimana tepung yang dihasilkan akan berwarna kusam, gelap, atau kecokelatan. Untuk menghindari hal tersebut disarankan untuk merendam hasil irisan atau hasil penyawutan dalam sodium bisulfit 0.3% selama kurang lebih satu jam. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya kontak antara bahan dengan udara, yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan (Widowati, et al., 2002). Standar mutu tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar mutu tepung ubi jalar

(23)

Kadar air (maks)

Sumber: * Antarlina, 1994 dalam Antarlina, 1998.

Kedelai

Kedelai merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang banyak mengandung protein dan lemak. Kandungan protein kedelai lebih dari 40% sedangkan kandungan lemaknya 10-15%. Jumlah protein kedelai ini mendekati protein daging yaitu 38% (Jayadi, et al., 2012). Sampai saat ini, kedelai masih merupakan bahan pangan sumber protein nabati yang paling murah. Di Indonesia kebutuhan kedelai untuk pangan mencapai 95% dari total kebutuhan kedelai (Adisarwanto, 2005).

Kedelai mempunyai kandungan serat larut yang mampu untuk menurunkan kadar kolesterol, kandungan β-karoten yang dapat diubah tubuh menjadi vitamin A. Vitamin E dan lesitin kedelai merupakan sumber antioksidan yang mampu menghancurkan timbunan lemak dan kolesterol dalam pembuluh darah. Konsumsi kedelai 31-47 g/hari mampu menekan kolesterol (Suyanti, 2009). Kandungan gizi kedelai dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan gizi kedelai (Wachid, 2006)

Komponen Kadar (%)

(24)

mengandung asam amino essensial yang lebih lengkap (Syarief dan Irawati, 1988).

Tepung kedelai dapat dibuat dengan menyortasi biji, dilanjutkan dengan pencucian, perebusan pada suhu 90°C selama 15 menit, pengeringan dengan oven suhu 55oC selama 24 jam, pengupasan kulit, penggilngan, dan pengayakan pada ayakan 50 mesh. Tepung kedelai biasa digunakan sebagi campuran pada pembuatan makanan bayi, roti, dan industri bahan makanan campuran. Tepung kedelai dapat dicampur dengan sembarang tepung seperti tepung beras, tepung tapioka, dan tepung umbi-umbian (Ginting, 1999). Karakteristik fisikokimia kimia tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat fisikokimiawi tepung kedelai

Parameter Jumlah (%)

Daya serap air Kadar air Kadar abu Serat kasar Kadar lemak Kadar protein Karbohidrat Gula

242,4 6,6 1,3 3,2 27,1 41,7 23,3 0,7

Sumber :Widaningrum, et al., 2005.

Xanthan Gum

(25)

Xanthan gum juga resisten terhadap degradasi enzim. Xanthan gum sendiri tidak membentuk gel, tetapi jika dikombinasikan dengan guar gum, carob gum atau

konjak gum, maka xanthan gum akan bersinergi dan membentuk gel pada

konsentrasi yang rendah. Pada konsentrasi xanthan gum yang tinggi, maka yang berperan dalam pembentukan gel yang lunak, elastis dan reversible terhadap suhu adalah carob dan konjak gum (Arocas et al., 2009).

Struktur xanthan gum (Gambar 1) adalah linier dengan rantai utama β-D

glukosa dan rantai sakarida pada setiap atom C-3 dari gukosa, mengandung asam glukoronat yang terikat pada unit manosa. Xanthan gum banyak digunakan sebagai emulsifier untuk pengembangan roti non gluten, pengisi produk bakery, cake, menstabilkan emulsi (terutama emulsi minyak dalam air) dan untuk meningkatkan kestabilan adonan. Konsentrasi penggunaannya adalah 0.1-0.25% (Guarda et al., 2004; Arocas et al., 2009; Makri dan Doxastakis, 2006). Xanthan gum juga dapat meningkatkan umur simpan produk roti karena menghambat ikatan gluten-pati dan mengurangi kehilangan air (Barrera et al., 2002; Sim et al., 2009; Matuda et al., 2008; Shittu et al., 2009).

(26)

crumb yang baik dan mempertahankan kelembaban (Whistler dan Be Miller, 1993).

Gambar 1. Struktur dasar xanthan gum (Zamora, 2005)

Lopez et al. (2004) menggunakan xanthan gum sebanyak 0,5% dalam pembuatan roti tawar non gluten yang dibuat dari satu macam tepung saja, yaitu tepung beras, maizena, atau tapioka. Namun demikian, konsentrasi penambahan xanthan gum yang sesuai sangat ditentukan oleh formula roti tawar yang digunakan.

(27)

Pati Jagung

Pati ditemukan dalam banyak tanaman dan merupakan komponen karbohidrat terbesar kedua setelah selulosa. Pati tersimpan dalam organ tanaman dalam bentuk granula. Karena sifat fungsionalnya, pati banyak digunakan untuk memberikan karakteristik produk pangan misalnya sebagai pengental (thickening agent), penstabil (stabilizing agent), pembentuk gel (gelling agent), dan pembentuk film (film forming) (Kusnandar, 2010).

Setiap jenis pati mempunyai sifat yang berbeda tergantung dari panjang rantai C-nya, bentuk rantai molekulnya apakah lurus atau bercabang. Pati termasuk homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati mempunyai dua

fraksi yaitu fraksi yang larut dalam air panas namanya amilosa dan fraksi yang tidak larut dalam air panas namanya amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total (Kusnandar,

2010). Struktur kimia amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Hasil analisis proksimat pati jagung dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis proksimat pati jagung

Komponen Jumlah (%)

Pati 11,830

Abu 0,003

Protein 0,685

Lemak 0,060

Karbohidrat 87,42

Sumber: Erika, 2010.

(28)

O

dalam membuat larutan gel adalah 20%. Semakin tinggi konsentrasi gel yang terbentuk maka gel yang terbentuk semakin kurang kental dan beberapa waktu kemudian viskositas akan menurun (Winarno, 2008).

Gambar 2. Struktur rantai linier dari molekul amilosa (Kusnandar, 2010).

Gambar 3. Struktur molekul amilopektin (Kusnandar, 2010).

Tepung komposit

(29)

beberapa jenis tepung menjadi tepung komposit juga dilakukan sebagai cara untuk meningkatkan nilai gizi tepung (fortifikasi).

Fortifikasi tepung dengan menggunakan protein dapat dilakukan dengan penambahan protein kedelai atau konsentrat protein ikan seperti yang sering dilakukan di Amerika Selatan. Protein-protein ini dari segi gizi bukan hanya karena meningkatkan kandungan protein, tetapi juga karena protein-protein ini menaikkan kadar asam-asam amino, terutama lisin dalam protein. Protein-protein ini bila ditambahkan sampai sekitar 12% dari berat tepung, dapat merusak sifat-sifat rheologis tepung gandum, misalnya volume roti kecil dan roti yang dibuat dari campuran tepung dan protein semacam itu mempunyai struktur remah (Buckle, et al., 1987).

Setiap tepung mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat beragam. Ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia patinya. Sifat-sifat ini juga akan mempengaruhi produk makanan yang dihasilkan, mencampur atau mengkombinasikan satu macam tepung dengan tepung lain diharapkan akan menghasilkan produk makanan dengan mutu yang baik, ditinjau dari komposisi maupun penampilan produknya (Haryadi, 1989). Sifat fisik dan amilograf tepung komposit terigu-ubi jalar pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 6 dan komposisi kimia tepung komposit terigu-ubi jalar pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 7.

(30)

Sampai saat ini roti telah banyak dibuat dari tepung-tepung selain terigu tersebut. Selain untuk bahan baku dalam pembuatan roti dan biskuit, tepung juga banyak digunakan sebagai pengental dalam proses masak-memasak, seperti dalam pembuatan saus yang menggunakan tepung didalamnya untuk pengentalnya (Moehyi, 1992).

Tabel 6. Sifat fisik dan amilografi tepung komposit terigu-ubi jalar pada berbagai konsentrasi

Gelatinisasi Granula Pecah Viskositas

Waktu

Tabel 7. Komposisi kimia tepung komposit terigu-ubi jalar pada berbagai konsentrasi

Konsentrasi terigu : ubi jalar

Komposisi (% basis basah)

Air Lemak Protein Abu Karbohidrat Serat

Karakteristik Fungsional dan Pasta Pati

(31)

amilopektin (Perez, et al., 2002). Semakin banyak komponen-komponen non pati maka waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu gelatinisasi semakin lama.

Kandungan lemak dan protein dapat membentuk lapisan pada permukaan granula pati sehingga menghambat adsorpsi air oleh granula pati. Kandungan protein suatu bahan pangan mempengaruhi daya penyerapan air oleh bahan karena protein memiliki gugus yang bersifat hidrofilik dan bermuatan sehingga dapat mengikat air. Lemak memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa non lipid lain sehingga dapat mempengaruhi sifat fungsionalnya dalam produk pangan (Kusnandar, 2010). Semakin tinggi kadar lemak akan menurunkan viskositas pasta dikarenakan terjadinya pembentukan amilosa dengan lemak (Dautan et al., 2007)

Struktur amilosa yang linier lebih mudah berikatan dengan sesama amilosa melalui ikatan hidrogen dan ikatan hidrogen yang dibentuk lebih kuat dibandingkan amilopektin (Kusnandar, 2010). Semakin banyak jumlah amilosa yang keluar dari pati akan meningkatkan retrogradasi. Ikatan amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin, dan amilosa-lemak akan menyatu kembali bila pasta didinginkan (Winarno, 2008). Pati memiliki daya ikat terhadap air yang tinggi. Pembentukan kompleks amilosa-lemak sebagai pati restrukturisasi dapat menyebabkan nilai viskositas puncak yang rendah. Amilosa akan membentuk ikatan kompleks dengan lemak sehingga pembengkakan granula pati terhambat (Kigozi, et al., 2013).

(32)

power merupakan proses pembengkakan yang terjadi ketika tepung atau pati dipanaskan dalam air sehingga terjadi pelemahan granula pati yang menyebabkan penyerapan air, pembengkakan granula pati dan peningkatan volume (Zhou, et al., 2004). Ukuran granula memberikan pengaruh pada bentuk, kekerasan, interaksi dan volume yang dihasilkan hal ini dikarenakan adanya amilosa dan amilopektin yang menyusun granula (Mandala dan Bayas, 2004).

Beberapa faktor yang mempengaruhi sifat gelatinisasi pati yaitu sumber pati, ukuran granula pati, asam, gula, lemak dan protein, enzim, suhu pemasakan dan pengadukan. Granula pati akan mengembang dalam air panas setelah melewati suhu tertentu. Pengembangan granula pati bersifat bolak-balik (reversible) jika belum mencapai suhu gelatinisasi dan bersifat bolak-balik (irreversible) jika telah mencapai suhu gelatinisasi. Granula pati juga akan mempengaruhi viskositas puncak dari tepung. Semakin besar granula pati maka viskositas puncak yang dihasilkan semakin tinggi sedangkan suhu gelatinisasi relatif rendah. Komponen-komponen non pati juga akan mempengaruhi suhu gelatinisasi. Semakin banyak komponen-komponen non pati maka waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu gelatinisasi semakin lama.

(33)

Viskositas breakdown menunjukkan tingkat kestabilan pasta tepung komposit terhadap proses pemanasan. Nilai Viskositas breakdown diperoleh dari selisih antara viskositas maksimum dengan viskositas pasta tepung komposit setelah mencapai suhu 950C pada saat pemanasan. Viskositas setback menunjukkan kemampuan retrogradasi molekul tepung pada proses pendinginan sedangkan viskositas puncak menunjukkan viskositas pada saat tepung mengembang maksimum selama pemasakan.

(34)

Studi Pendahuluan Yang Telah Dilaksanakan

Banyak penelitian yang telah dilakukan tentang pembuatan tepung komposit dari serealia, umbi-umbian, dan leguminosa dan pemanfaatannya untuk berbagai jenis produk (Akubor dan Ukwuru, 2005; Oladunmoye et al., 2010; Kadam et al., 2012). Berdasarkan hasi-hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mutu produk sangat tergantung pada komposisi dan karakteristik tepung yang digunakan sebagai bahan dasar tepung komposit (Oladunmoye et al., 2010). Hasil uji amilograf pada tepung komposit berbahan dasar tepung beras, maizena, tapioka, tepung kentang, tepung ketan dan xanthan gum menunjukkan suhu gelatinisasi tepung komposit sebesar 73,4oC yang termasuk ke dalam intermediate gelatinization temperature. Viskositas puncak 1900,80 Cp dan 93,4oC, viskositas breakdown 1932,80 cP pada suhu 49,9 oC, viskositas setback 30 cP (Hasnelly dan Sumartini, 2011).

(35)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 – November 2013 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan dan di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Dalam penelitian ini alat-alat penelitian dan analisis dilakukan di laboratorium tersebut, namun untuk pengujian dengan alat Kromameter dilakukan di CV Chemix Pratama, Yogyakarta dan Rapid Viscoanalyzer dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia, Laboratorium PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar berdaging umbi orange, pati jagung (maizena) komersial (Mamata Brand produksi Moon & Star Indonesia), kedelai lokal varietas anjasmoro, tepung terigu (cakra kembar, produksi PT.Indofood Sukses Makmur Tbl.Indonesia), yang dibeli dari pasar lokal di Medan serta dan xanthan gum (G1253, Sigma-Aldrich USA).

Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis sifat fisik-kimia pada tepung berupa hexan, akuades, NaOH 0,313 N, H2SO4 0,255 N, K2SO4 10%,

(36)

Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung ubi jalar dan tepung kedelai ialah blender (mesin giling), kain saring, oven, ayakan 80 mesh dan 60 mesh. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung komposit ialah food processor (mixer). Peralatan yang digunakan untuk analisa karakteristik sifat fisik-kimia tepung ubi jalar, tepung kedelai, pati jagung, dan tepung terigu ialah neraca analitik, cawan aluminium, cawan porselin, oven, tanur pengabuan, soxhlet, desikator, labu kjedhal, erlenmeyer, corong, hot plate, dan rapid viscoanalyzer. Untuk analisa karakteristik fisik, kimia, dan fungsional dari tepung komposit selain alat yang telah disebutkan sebelumnya ialah kromameter, waterbath, oven, dan sentrifuge

Metode Penelitian

Kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu :

a. Tahap 1 : Penyediaan pati jagung komersial serta pembuatan tepung ubi jalar dan tepung kedelai. Semua perlakuan dibuat dalam 3 kali ulangan. Parameter mutu tepung ubi jalar, pati jagung dan tepung kedelai yang diamati meliputi kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (SNI-01-3451-1994), kadar lemak dengan metode Soxhlet (AOAC, 1995), kadar protein dengan metode Mikro-Kjeldhal (AOAC, 1995), kadar serat kasar (AOAC, 1995).

(37)

tepung komposit yang terdiri dari 7 taraf perbandingan tepung ubi jalar : pati jagung : tepung kedelai : xanthan gum sebagai berikut :

T1 = 60% : 20% : 19,5% : 0,5%

T2 = 50% : 30% : 19,5% : 0,5%

T3 = 40% : 40% : 19,5% : 0,5%

T4 = 50% : 20% : 29,5% : 0,5%

T5 = 40% : 30% : 29,5% : 0,5%

T6 = 30% : 40% : 29,5% : 0,5%

T7 = tepung terigu 100% (kontrol).

Semua perlakuan dibuat dalam 3 kali ulangan. Tepung komposit yang dihasilkan kemudian dilakukan pengujian karakteristik fisiko kimia dan fungsional meliputi analisis proksimat yaitu yaitu kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (AOAC, 1005), kadar lemak dengan metode Soxhlet (AOAC, 1995), kadar protein dengan metode Mikro-Kjeldhal (AOAC, 1995), kadar serat kasar (Apriyantono, et al., 1989), warna (Kromameter), karakteristik pasta tepung dengan Rapid viscoanalyzer (RVA), daya serap air dan minyak (Sathe dan Salunkhe, 1981), swelling power (Leach, et al., 1959), dan baking expansion (Demiate et al., 2000).

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan model sebagai berikut:

Ŷij= µ + αi+ εij

dimana:

Ŷij : Hasil pengamatan dari faktor A pada taraf ke-i dalam ulangan ke-j

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor A pada taraf ke-i

εij : Efek galat dari faktor A pada taraf ke-i dalam ulangan ke-j

(38)

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan tepung ubi jalar (Metode Yusianti dan Hariyadi, 2003)

Ubi jalar dikupas dan dicuci kemudian diiris tipis-tipis. Setelah itu, irisan bahan direndam dalam larutan sodium metabisulfit 0,3% selama 5 menit (untuk mencegah terjadinya pencoklatan). Kemudian irisan ubi jalar disusun pada loyang untuk dikeringkan dalam oven pengeringan pada suhu 60oC selama 10 jam (sampai kering), lalu didinginkan pada suhu ruang dan digiling, kemudian diayak dengan ayakan 80 mesh. Dihasilkan tepung ubi jalar dan dikemas di dalam plastik dalam keadaan tertutup rapat.Tahap pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 4.

Pembuatan tepung kedelai

Biji kedelai disortasi dan dibersihkan, kemudian direndam dalam air selama 6 jam.Setelah itu, biji kedelai direbus dengan menggunakan pressure cooker selama 5 menit. Kemudian kulit yang terdapat pada biji kedelai dikupas dan kedelai dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3-4 hari hingga kadarairnya mencapai 6-8%. Setelah itu, biji kedelai kering digiling menggunakan blender dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Dihasilkan tepung kedelai dan dikemas di dalam plastik dalam keadaan tertutup rapat.Tahap pembuatan tepung kedelai dapat dilihat pada Gambar 5.

Pembuatan tepung komposit

(39)

dalam kantung plastik polietilen yang kedap udara sebelum dianalisa. Tahap pembuatan tepung komposit dapat dilihat pada Gambar 6.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa. Pada tepung ubi jalar, pati jagung, dan tepung kedelai dievaluasi karakteristik kimia meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat, dan kadar protein, serta karakteristik pasta tepung. Pada tepung komposit juga dilakukan evaluasi karakteristik kimia meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat, dan kadar protein. Evaluasi karakteristik fisik pada warna evaluasi fungsional meliputi daya serap air, daya serap minyak, swelling power, dan baking expansion serta Evaluasi karakteristik pasta tepung.

Kadar air (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama satu jam pada suhu 105oC dan telah diketahui beratnya. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 105oC selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan.

Kadar air (%) =

Kadar abu (AOAC, 1995)

Penentuan kadar abu dilakukan dengan menggunakan tanur pengabuan. Bahan ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dikeringkan dalam oven terlebih dahulu selama 5 jam dengan suhu 105oC. Didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Bahan yang sudah kering dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 100oC selama 1 jam, setelah itu suhu dinaikkan menjadi 300oC selama 2 jam.

(40)

Setelah 2 jam, suhu kembali dinaikkan menjadi 600oC selama 2 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang beratnya. Kadar abu dihitung dengan rumus :

Kadar abu (%) =

Analisa lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak dibawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang.

Kadar serat (Apriyantono, et al., 1989)

Sampel sebanyak 2 g bahan kering dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 600 ml kemudian ditambahkan 200 ml H2SO4 0,255 N mendidih dan ditutup

(41)

lakmus). residu secara kuantitatif dipindahkan dari kertas saring ke dalam erlenmeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH 0,313 N sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer. Sampel didihkan dengan pendingin balik sambil kadang kala digoyang-goyangkan selama 30 menit. Sampel disaring melalui kertas saring yang telah diketahui beratnya, sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Residu dicuci lagi dengan

akuades mendidih dan kemudian dengan ± 15 ml alkohol 95%. Residu dikeringkan kertas saring dengan isinya pada suhu 70oC selama 1-2 jam, pengeringan dilanjutkan sampai berat konstan. Kadar serat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Serat kasar (%) =

Berat sampel awal (g)

(Berat kertas saring + serat)(g) - Berat kertas saring (g)

Kadar protein (metode Kjeldahl, AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 0,1 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu kjedhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 3 ml H2SO4 pekat, dan 2 g katalis.

Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam atau sampai cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 40%. Kemudian dibilas dengan air suling. Labu erlenmeyer berisi HCl 0,02 N diletakkan di bawah kondensor, sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan HCl, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 125 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan ditampung dalam

(42)

erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna ungu menjadi hijau. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama.

Kadar protein =

Keterangan : A = ml NaOH untuk titrasi blanko B = ml NaOH untuk titrasi sampel N = Normalitas NaOH

Karakteristik pasta tepung dengan rapid viscoanalyzer (RVA)

Karakteristik pasta diukur dengan menggunakan Rapid viscoanalyzer. Sebanyak ± 3 g tepung komposit dilarutkan secara langsung pada akuades sebanyak ± 25 ml pada canister. Pada pengukurannya digunakan standar dua, dimana sampel akan diatur suhu awalnya 50oC dalam 1 menit pertama kemudian dipanaskan sampai suhu 95oC dalam waktu 7,5 menit dan ditahan pada suhu tersebut selama 5 menit. Setelah itu, suhu sampel didinginkan kembali pada suhu awal 50oC selama 7,5 menit dan ditahan selama 2 menit kecepatan rotasi diatur pada 160 rpm selama proses berlangsung. Parameter yang dapat diukur antara lain suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak (VP), hot-paste viscosity (HPV),

viskositas akhir (FV) pada akhir pendinginan, viskositas breakdown (BD = VP-HPV), viskositas setback (SB = FV-VPP), suhu pada saat viskositas

puncak. Stability ratio (SR = HPV/ VP), dan setback ratio (SB = FV/HPV). Viskositas dinyatakan dalam cP (centiPoise).

Warna (metode Hunter)

Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan kromameter Minolta (tipe CR 200, Jepang). Sejumlah sampel ditempatkan pada wadah yang datar. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b, dan oH. L menyatakan parameter

(43)

kecerahan. Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a. Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b.

Daya serap air dan minyak (Sathe dan Salunkhe, 1981)

Sebanyak 1 g sampel dilarutkan ke dalam 10 ml air atau minyak selama 30 detik dan dibiarkan pada suhu kamar (21oC). Lalu dilakukan sentrifugasi pada 3000 rpm selama 50 menit. Supernatan dipisahkan dan berat pasta ditimbang. Daya serap air dan daya serap minyak dihitung dengan rumus sebagai berikut : DSA/DSM (g/g) =

Berat sampel(g) Berat pasta (g)

Keterangan : DSA : daya serap air DSM : daya serap minyak Swelling power (Leach, et al., 1959)

Ditimbang bahan sebanyak 0,1 g dan dimasukkan ke dalam tabung gelas, kemudian ditambahkan 10 ml air dan dipanaskan pada suhu 60oC selama 30 menit sambil diaduk. Selanjutnya, campuran disentrifuse selama 15 menit pada 1000 rpm untuk memisahkan antara padatan dengan cairannya. Pasta pati yang diperoleh ditimbang beratnya dan swelling power dihitung dengan rumus :

Swelling power =

Baking expansion (Demiate, et al., 2000)

Ditimbang sampel sebanyak 24 g dan ditambah 30 ml akuades, kemudian digelatinisasi selama 5 menit sampai tercapai suhu awal gelatinisasi. Dibentuk adonan, lalu dioven pada suhu 200oC selama 25 menit. Hasil panggangan kemudian didinginkan, ditimbang, dan dilapisi permukaannya dengan pencelupan dalam parafin. Volume hasil panggangan ditentukan dengan mencelupkan sampel dalam gelas ukur berisi air, hingga seluruh bagian terendam dan peningkatan volume tercatat. Sifat baking expansion dinyatakan dalam volume spesifik, dengan membagi volume dengan massa hasil panggangan (ml/g).

(44)

Gambar 4. Skema pembuatan tepung ubi jalar Pengemasan

Pengayakan Penghalusan Pendinginan Pengeringan

Perendaman dalam natrium metabisulfit 0,3 % Pengirisan

Analisa : - Kadar air - Kadar abu - Kadar lemak - Kadar protein - Kadar serat - Sifat amilograf Sortasi, Pencucian, Pengupasan

5 menit

50oC selama 14 jam

80 mesh Penimbangan

Penyusunan di atas loyang

(45)

Gambar 5. Skema pembuatan tepung kedelai Perendaman

Sortasi

Perebusan 10 menit

Pengupasan

Penghalusan

Pengemasan

50oC selama 24 jam

Analisa : - Kadar air - Kadar lemak - Kadar abu - Kadar serat - Kadar protein Kedelai

6 jam

Pengeringan

Pengayakan 60 mesh

(46)

Gambar 6. Skema pembuatan komposit Tepung

Ubi Jalar (TU)

Pati Jagung

(PJ)

Tepung Kedelai

(TK)

Xanthan Gum (XG)

Pencampuran TU : PJ : TK : XG T

1 = 60% : 20% : 19,5% : 0,5%

T2 = 50% : 30% : 19,5% : 0,5%

T3 = 40% : 40% : 19,5% : 0,5%

T4 = 50% : 20% : 29,5% : 0,5%

T5 = 40% : 30% : 29,5% : 0,5%

T6 = 30% : 40% : 29,5% : 0,5%

Tepung Komposit

Analisa : - Kadar air - Kadar lemak - Kadar abu - Kadar serat - Kadar protein - Karakteristik pasta - Warna

- Daya serap air dan minyak - Swelling power

(47)

Karakteristik Fisik, Kimia, dan Fungsional Bahan Baku Tepung Komposit

Setiap tepung mempunyai karakteristik fisik dan kimia yang sangat beragam. Karakteristik tepung komposit dari campuran beberapa jenis tepung dan patidipengaruhi oleh karakteristik tepung dan pati dari bahan bakunya. Pada penelitian ini, pembuatan tepung komposit bertujuan untuk mendapatkan karakteristik tepung komposit yang dapat menyerupai terigu. Karakteristik kimia tepung ubi jalar, pati jagung dan tepung kedelai dibandingkan dengan terigu dapat dilihat pada Tabel 8. Karakteristik pasta tepung ubi jalar dan pati jagung dibandingkan dengan terigu dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 8. Karakteristik kimia tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan terigu

Parameter Tepung Ubi

Jalar Pati Jagung

Tepung

Kedelai Terigu Kadar Air (%) 6.13±0.32 12.58±0.31 5.99±0.71 13.32±0.15 Kadar Abu (%) 1.95±0.08 0.09 ±0.02 4.61±0.06 0,75 ±0,12 Kadar Lemak (%) 0.96±0.02 0.14±0.05 19.42±3.98 2,12 ±0,04 Kadar Protein (%) 5.32±1.60 1.13 ±0.82 14.46±0.58 7,52 ±0,39 Kadar Serat (%) 2.69±0.38 1.13 ±0.82 2.21±0.58 1,31 ±0,10

Tabel 9. Karakteristik pasta tepung ubi jalar, pati jagung dan terigu

Parameter Tepung Ubi Jalar Pati Jagung Terigu Viskositas

breakdown (cP) 829,00 ± 34,12 1884,33 ± 29,09 1151,33±28,38

Viskositas puncak

(cP) 1831,33 ± 38,42 3669,33 ± 33,83 2433,00±49,29 Viskositas akhir

(cP) 1565,67 ± 11,56 3379,00 ± 31,76 2593,00±39,00 Viskositas setback

(cP) 563,33 ± 9,87 1594,00 ± 26,85 1311,33±18,50 Suhu gelatinisasi

(48)

Tabel 8 menunjukan bahwa tepung kedelai kaya akan lemak dan protein, sehingga dapat digunakan sebagai sumber protein pada tepung komposit dari tepung ubi jalar dan pati kentang yang memiliki kandungan protein rendah. Pada Tabel 9 dapat dilihat tepung ubi jalar memiliki viskositas dan suhu gelatinisasi yang lebih rendah daripada pati jagung dan terigu, sedangkan pati jagung memiliki viskositas yang lebih tinggi daripada terigu dan suhu gelatinisasi yang lebih rendah daripada terigu. Hal ini menunjukkan bahwa pencampuran pati jagung dan tepung ubi jalar akan dapat memperbaiki karakteristik pasta dari tepung komposit.

Karakteristik Fisik Tepung Komposit Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar, Pati Jagung, Tepung Kedelai dan Xanthan Gum

(49)

Tabel 10. Nilai L, a dan b dari tepung komposit berbahan dasar tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum

Perlakuan Nilai warna

L a b

T1 91,11 ± 0,24 dD -0,143 ± 0,14 aAB 15.15 ± 0,38bcBC

T2 91,45 ± 0,09 cC -0,053 ± 0,03 aA 14,71 ± 0,37cCD

T3 91,79 ± 0,01 bB -0,157 ± 0,03 aAB 13,90 ± 0,26dD

T4 90,64 ± 0,15 eE -0,280 ± 0,04 bB 16,32 ± 0,48aA

T5 91,16 ± 0,11 dCD -0,407 ± 0,06 cBc 15,82 ± 0,45abAB

T6 91,84 ± 0,06 bB -0,490 ± 0,01 dD 15,38 ± 0,26bAB

T7 95,02 ± 0,01 aA -0,90 ± 0,02 dD 10,01 ± 0,05eE

Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR.

T1-T6 = tepung komposit, T7 = terigu

Warna (nilai L) tepung komposit

Hasil analisis ragam warna pada Lampiran 1 dan Tabel 8 menunjukkan bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai L (kecerahan) tepung komposit yang dihasilkan. Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap nilai L dapat dilihat pada Gambar 7. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa warna tepung komposit memiliki nilai L > lebih besar dari 90 yang menunjukkan warna putih (Andarwulan et al., 2011).

(50)

juga menunjukkan bahwa nilai kecerahan (nilai L) dari tepung komposit masih lebih rendah daripada terigu.

Gambar 7. Warna (nilai L) tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan (T1

-T6 = tepung komposit, T7 = terigu)

Warna (nilai a) tepung komposit

Hasil analisis ragam warna pada Lampiran 2 dan Tabel 8 menunjukkan bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap nilai a warna tepung komposit yang dihasilkan. Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap nilai a dapat dilihat pada Gambar 8. Tabel 8 menunjukkan nilai a tepung komposit adalah negatif yang menunjukkan warna kehijauan (Andarwulan et al., 2011). Peningkatan jumlah pati jagung dan tepung kedelai akan meningkatkan nilai -a (Gambar 8) sehingga warna tepung komposit cenderung lebih hijau.

(51)

Gambar 8. Warna (nilai a) tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan (T1

-T6 = tepung komposit, T7 = terigu)

Warna (nilai b) tepung komposit

Hasil analisis ragam warna pada Lampiran 3 dan Tabel 8 dapat dilihat bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai a warna tepung komposit yang dihasilkan. Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap nilai b dapat dilihat pada Gambar 9. Nilai b tepung komposit berkisar antara (+ 13.897) – (+ 16.317) yang menunjukkan warna kekuningan (Andarwulan et al., 2011). Dari Gambar 9 dapat dapat peningkatan jumlah pati jagung akan menurunkan nilai b tetapi penambahan jumlah tepung kedelai akan meningkatkan nilai b.

(52)

Gambar 9. Warna (nilai a) tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan (T1

-T6 = tepung komposit, T7 = terigu)

Karakteristik Kimia Tepung Komposit

Karakteristik kimia tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, dan tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 11. Perbedaan komposisi tepung komposit menghasilkan tepung komposit dengan karakteristik kimia yang berbeda. Secara umum peningkatan jumlah tepung kedelai akan meningkatkan kadar protein tepung komposit.

Kadar air

(53)

Tabel 11. Karakteristik kimia tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan.

Perlakuan Karakteristik Kimia

Kadar Air

cdCD 2,15±0,15 dCD 3,45±0,82 cC

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) atau berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan Uji LSR

T1-T6 = tepung komposit, T7 = terigu

Gambar 10. Kadar air tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan (T1-T6 =

(54)

Gambar 10 menunjukkan bahwa penggunaan pati jagung pada tepung komposit dapat meningkatkan kadar air dan semakin banyak jumlah tepung kedelai yang digunakan maka kadar air tepung komposit semakin menurun. Dari hasil penelitian yang diperoleh pati jagung memiliki kadar air 12,58% dan tepung kedelai memiliki kadar air 5,99% (Tabel 8). Di antara perlakuan tepung komposit, perlakuan T6 memiliki kadar air paling tinggi yaitu 10,99% dimana pati

jagung yang digunakan 40% dan tepung kedelai 29,5%. T4 memiliki kadar air

paling rendah yaitu 9,57% dimana pati jagung yang ditambahkan berjumlah 20% dan tepung kedelai sebanyak 29,5% sedangkan tepung ubi jalar 50%. Menurut Kusnandar (2010), sifat molekul air dapat berikatan dengan molekul polar lain yaitu karbohidrat dan protein. Perlakuan T7 yang merupakan terigu 100%

memiliki kadar air paling tinggi yaitu 13,32%. Syarat kadar air berdasarkan standar mutu terigu adalah 14% (Astawan, 2004). Semakin rendah kadar air maka semakin bagus mutunya karena kadar air yang rendah tidak mempercepat kerusakan tepung (Kusnandar, 2010).

Kadar abu

(55)

Gambar 11. Kadar abu tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan (T1

-T6 = tepung komposit, T7 = terigu)

Dari hasil penelitian yang diperoleh tepung kedelai dan pati jagung memiliki kadar abu masing-masing 4,61% dan 0,09% (Tabel 11). Peningkatan jumlah tepung kedelai yang ditambahkan akan meningkatkan kadar abu tepung komposit sebaliknya, jumlah pati jagung yang semakin banyak akan menurunkan kadar abu. Kadar abu yang rendah pada pati menunjukkan bahwa pati relatif bebas dari serat halus terhidrasi yang berasal dari dinding sel granula pati (Zhou, et. al., 2004). Perlakuan T4 memiliki kadar abu paling tinggi dengan nilai 3,08%

diantara tepung komposit sedangkan T3 memiliki kadar abu paling rendah yaitu

1,97%.

Kadar abu ialah komponen yang tidak mudah menguap, tetap tinggal dalam pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Kadar abu terdiri atas kandungan mineral. Perlakuan T7 memiliki kadar abu paling tinggi yaitu 6,30%.

(56)

Kadar protein

Hasil analisis ragam kadar protein pada Lampiran 6 dan Tabel 11 menunjukkan bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap kadar protein tepung komposit yang dihasilkan. Pengaruh perbandingan tepung terigu, tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap kadar protein dapat dilihat pada Gambar 12. Dari Gambar 12 semakin banyak jumlah tepung ubi jalar dan tepung kedelai yang digunakan maka akan meningkatkan kadar protein. Hal ini dikarenakan kadar protein tepung ubi jalar sebesar 4,98% (Tabel 8) dan tepung kedelai 13,70% (Tabel 10). Perlakuan T7

(terigu 100%) memiliki kadar protein yang lebih tinggi dari tepung komposit yaitu 7,52%. Perlakuan T4 memiliki kadar protein tertinggi diantara tepung komposit

lainnya dikarenakan terdiri atas tepung kedelai 29,5% dan tepung ubi jalar 50%.

Gambar 12. Kadar protein tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan (T1

-T6 = tepung komposit, T7 = terigu)

Menurut Widaningrum (2005), kedelai memiliki kandungan asam aminoyang tinggi. Asam amino yang terkandung dalam kedelai ialah isoleusin,

(57)

leusin, lisin, fenilalanin, tirosin, sistin, treonin, triptofan, valin, dan metionin (Koswara, 1992). Dan perlakuan T3 memiliki kadar protein terendah karena

menggunakan tepung kedelai hanya 19,5%. Penelitian ini menunjukkan bahwa hingga penambahan tepung kedelai sebesar 29,5% di dalam tepung komposit ternyata masih belum menghasilkan tepung dengan kadar protein yang lebih tinggi daripada terigu.

Kadar lemak

Hasil analisis ragam kadar lemak pada Lampiran 7 dan Tabel 11 dapat dilihat bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak tepung komposit yang dihasilkan. Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap kadar lemak dapat dilihat pada Gambar 13. Secara umum kadar lemak tepung komposit lebih tinggi daripada terigu.

Gambar 13. Kadar lemak tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan (T1

(58)

Gambar 13 menunjukkan bahwa perbandingan tepung komposit menghasilkan kadar lemak yang berbeda-beda. Semakin banyak jumlah tepung kedelai yang digunakan dalam tepung komposit akan meningkatkan kadar lemak. Sebaliknya semakin rendah tepung kedelai dan banyaknya jumlah pati jagung dan tepung ubi jalar dapat menurunkan kadar lemak tepung komposit. Dari hasil penelitian didapat kadar lemak tepung kedelai 19,42%, tepung ubi jalar 0,96% dan pati jagung 0,14% (Tabel 8). Perlakuan T4 memiliki kadar lemak tertinggi

(9,52%) dikarenakan jumlah tepung kedelai yang digunakan 29,5%, tepung ubi jalar 50% dan pati jagung 20%. Perlakuan T3 memiliki kadar lemak terendah

(7,6%) dikarenakan jumlah tepung kedelai yang digunakan 19,5%, tepung ubi jalar 40% dan pati jagung 40%. Kadar lemak yang terdapat pada kedelai merupakan asam lemak tidak jenuh yang bebas kolesterol (Koswara, 1992).

Kadar Serat Kasar

Hasil analisis ragam kadar serat kasar pada Lampiran 8 dan Tabel 11 dapat dilihat bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar tepung komposit yang dihasilkan. Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum terhadap kadar serat kasar dapat dilihat pada Gambar 14. Secara umum tepung komposit memiliki kadar serat yang lebih tinggi daripada terigu.

(59)

dan 1,13% (Tabel 8), sedangkan kadar serat tepung ubi jalar sebesar 2,69%. Komposisi kimia tepung komposit sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan dasarnya (Haryadi, 1989).

Gambar 14. Kadar serat kasar tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan (T1

-T6 = tepung komposit, T7 = terigu)

Karakteristik Fungsional Tepung Komposit

Karakteristik fungsional tepung komposit merupakan karakteristik intrinsik yang dapat mempengaruhi aplikasinya terhadap bahan pangan (Adeleke dan Odedeji, 2010) Karakteristik fungsional tepung komposit yang diamati meliputi daya serap air, daya serap minyak, swelling power, suhu gelatinisasi, dan baking expansion dapat dilihat pada Tabel 12. Perbedaan komposisi tepung komposit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap daya serap air dan baking expansion, memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap daya serap minyak dan Swelling power. Secara umum meskipun terdapat perbedaan nilai nilai daya serap air dan baking expansion, namun nilai yang diperoleh hampir sama untuk keenam perbandingan tepung komposit, dan hanya berbeda terhadap tepung terigu.

Gambar

Tabel 1. Kandungan gizi ubi jalar
Tabel 3. Kandungan gizi kedelai (Wachid, 2006)
Gambar 1.  Struktur dasar xanthan gum (Zamora, 2005)
Gambar 3. Struktur molekul amilopektin (Kusnandar, 2010).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ilmu Keguruan.Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Siti Asdiqoh M.SI. Kata kunci: kinerja guru, sertifikasi, mutu pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Sedangkan VJirjono Prodjodikoro dalam pasal itu menulis : Kejahatan yang dilakukan setelah selesai melakukan suatu perbuatan pidana terhadap kekayaan yaitu menge- nai barang

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang mengalami insomnia di Posyandu Lansia Desa Ngudirejo Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang sejumlah 40 lansia,

Therefore, this study aimed to analyze and explain how trust influences social capital to encourage collective action in agroforestry development in forest area managed

Berdasarkan hasil uji statistik yang telah di lakukan dengan menggunakan uji statistic Kendall Tau diketahui bahwa nilai signifikasi 0,039 ( p&gt;0,05) maka Ha

Setelah dilakukan pengujian secara keseluruhan terhadap variabel prediktor nilai rapor, nilai UN, jalur masuk, pilihan jurusan, tempat tinggal, metode belajar,

[r]

Secara umum perilaku kegiatan berbahasa disuatu kelompok remaja menimbulkan sebuah perilaku dan makna yang berbeda, salah satunya dalam sekelompok siswa kelas X SMK Muhammadiyah