TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DALAM PELAKSANAAN BONGKAR MUAT BARANG( STUDI PADA PT.LIBRA BHAKTI NUSANTARA
TANJONG PRIOK JAKARTA ) SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh:
Karonya Tamsei P
NIM: 070200056
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DALAM PELAKSANAAN BONGKAR MUAT BARANG( STUDI PADA PT.LIBRA BHAKTI NUSANTARA
TANJONG PRIOK JAKARTA )
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
Karonya Tamsei P NIM: 070200056
Disetujui oleh:
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum NIP. 196603031985081001
Pembimbing I
Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum NIP. 196603031985081001
Pembimbing II
Aflah, SH, M.Hum NIP. 197005192002122002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
KATA PENGANTAR
Pertama tama Penulis ingin memanjatkan puji dan syukur kepada Allah
SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan baik dan tepat waktu.
Adapun tujaun dari penulisan skripsi uang berjudul “Tanggung Jawab
Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pelaksanaan Bongkar Muat Barang ( Studi Pada
PT. Libra Bhakti Nusantara Tanjung Priok Jakarta )” adalah untuk memenuhi
persyaratan kelulusan dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk meraih
gelar sarjana hukum.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena masih
terdapat kekurangan dan kelemahan dalam penulisan. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis memohon kemurahan pembaca kiranya memberikan
masukan dan kritik membangun bagi penyempurnaan karya ilmiah ini.
Dalam prosespenulisan ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari
berbagia pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum. sebagai Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara serta para Pembantu Dekan.
2. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum sebagai Dosen Pembimbing I yang
telah memberikan masukan, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
3. Ibu Aflah, SH, M.Hum sebagai Dosen Pmbimbing II yang telah memberikan
masukan, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skipsi ini.
4. Seluruh staf pengajar di Fakultas Hukum USU yang telah mendidik dan
membina penulis selama masa perkuliahan
5. Seluruh staf Departemen Hukum Keperdataan Dagang pada khususnya dan
seluruh staf Administrasi Fakultas Hukum Usu dimana penulis menimba ilmu
selama ini.
6. Kedua orang tua penulis tercinta ( alm. H. Abdul Fattah Nazariah dan Hj.
Fadlina ) kepada Ayah yang menjadi motivasi dan menjadi penyemangat
penulis selama ini serta kepada Mami yang selalu mendoakan dan
memberikan dukungannya serta memotivasi penulis dalam menyelasaikan
penulisan skripsi ini.
7. Saudara saudara ku tersayang ( Kak Opi, Bang Idos serta alm. Adik Aga)
yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam
penulisan skripsi dari pengajuan judul hingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Kepada adik yang menjadi penyemangat penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Kak Sarma Marpaung yang telah membantu dan menyemangati penulis dalam
menyesaikan skripsi ini.
9. Bunda lala yang telah membantu penulis dalam memberikan data data yang
diperlukan penulis dalam pengerjaan penelitian ini.
10. Kepada teman teman penulis selama berada di Fakultas Hukum USU
membantu dan memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
11. Kak Siti Zubaidah dan Kak Eva Susanti Deborah serta Nadia Maulida yang
selalu menyemangati penulis dari awal penulisan skripsi ini.
12. Kepada semua orang yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dan tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, Penulis mohon maaf yang sebesar besarnya apabila terdapat
kesalahan, baik itu kata kata maupun perbuatan. Semoga yang penulis sajikan dalam
skripsi ini dapat membawa manfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2011
Penulis ,
TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DALAM PELAKSANAAN BONGKAR MUAT BARANG( STUDI PADA PT.LIBRA BHAKTI NUSANTARA
TANJONG PRIOK JAKARTA ) Dr. H. Hasim Purba, SH.M.Hum1
Aflah, SH.M.Hum2 Karonya Tamsei P3
Dari hasil bahwa dalam proses penyelanggaraan pengangkutan barang melalui laut menurut Undang Undang No.17 tahun 2008 terdapat pihak jasa usaha terkait yang berperan sebagai penunjang kelancaran kegiatan pengangkutan dilaut dan memuat juga pengaturan mengenai asas cabotage. Kegiatan Perusahaan bongkar muat sebagai bagian dari subjek hukum pengangkutan, melihat dari fungsi perusahaan bongkar muat sendiri yang merupakan perusahaan khusus yang melakukan kegiatan usaha bongkar muat di pelabuhan. kegiatan Perusahaan bongkar muat meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring, receiving /delivery. PT. Libra Bhakti Nusantara dalam pelaksanaan Perusahaan bongkar Muat memiliki sejumlah tanggung jawab seperti: terhadap kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian dari pihaknya dengan batasan tertentu. Serta bertanggung jawab terhadap pemeliharaan fasilitas
ABSTRAK
Sejalan dengan pelaksanaan pembangunan ekonomi di Indonesia, kegiatan perdagangan merupakan salah satu sektor pembangunan ekonomi yang perkembangannya memerlukan sarana pengangkutan yang memadai, baik pengangkutan laut, darat maupun udara. Berdasarkan Sistem Transportasi Nasional ( SISTRANAS ), diperlukan pengembangan pada transportasi laut serta segala kegiatan usaha pendukung kegiatannya. Hal tersebut ikut mempengaruhi pengembangan kegiatan usaha bongkar muat yang kegiatannya bergerak dalam dalam bidang bongkar dan muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan. Dalam menjalankan kegiatannya, Perusahaan bongkar muat memiliki resiko terhadap keselamatan dan keamanan barang dalam setiap melakukan kegitannya sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi penggunan jasa terhadap kerugian barang . Maka perluhlah adanya kejelasan mengenai tanggung jawab yang dimiliki dari perusahaan bongkar muat dalam pelaksanaan bongkar muat barang dipelabuhan . yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana proses penyelenggaraan pengangkutan barang melalui laut menurut Undang Undang Pelayaran No.17 tahun 2008, bagaimana kegiatan perusahaan bongkar muat sebagai bagian dari subjek hukum pengangkutan serta bagaimana tanggung jawab PT. Libra Bhakti Nusantara dalam pelaksanaan bongkar muat.
Bentuk penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan ( library research )yaitu dengan melakukan penelitian data tentang literature dan penelitian lapangan (field research) yaitu dengan memperoleh data dari lokasi dan objek penelitian dan melakukan wawancara langsung via telefon dengan narasumber dari PT. Libra Bhakti Nusantara.
1
Dosen Pembimbing I
2
Dosen Pembimbing II
3
pelabuhan serta menjamin keselamatan dan keamanan TKBM selama menjalankan kegiatan bongkar muat di pelabuhan.
Kata kunci : Tanggung jawab, Perusahaan Bongkar Muat
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ………. i
Abstak ………. iv
Daftar isi ………. v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1
B. Rumusan Masalah ………..……….. 6
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan ……….... 6
D. Keaslian Penulisan ……….…….. 7
E. Tinjauan Pustaka ………..…………... 8
F. Metode Penelitian ………... 10
G. Sistematika Penulisan ………..………. 11
BAB II PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI LAUT A. Pihak Pihak Yang Terkait Dalam Hukum Pengangkutan Barang Melalui Laut ………. 13
C. Hubungan Perusahaan Bongkar Muat Dalam Pengangkutan Barang
Melalui Laut ……… 31
D. Penyelanggaraan Kegiatan Pengangkutan Barang Melalui Laut ……… 37
BAB III RUANG LINGKUP KEGIATAN PERUSAHAAN BONGKAR MUAT SEBAGAI BAGIAN DARI SUBJEK HUKUM PENGANGKUTAN A. Fungsi Perusahaan Bongkar Muat ……….... 47
B. Tarif Bongkar Muat Barang ………..………. 49
C. Peralatan Bongkar Muat Barang ………..……….. 51
D. Ketentuan Hukum Tentang Perusahaaan Bongkar Muat ... 56
BAB IV TANGGUNG JAWAB PT. LIBRA BHAKTI NUSANTARA DALAM PELAKSANAAN BONGKAR MUAT BARANG A. Gambaran Umum PT. Libra Bhakti Nusantara …….…... 60
B. Proses Pelaksanaan Bongkar Muat Barang Oleh Perusahaan Bongkar Muat ………... 63
C. Hambatan Hambatan Yang Dihadapi Dalam Proses Bongkar Muat Serta Usaha Untuk Mengatasinya……… 69
D. Tanggung Jawab PT. Libra Bhakti Nusantara Terhadap Kerugian Yang Timbul Dalam Proses Bongkar Muat .…... 71
B. Saran ……….. 78
TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR MUAT DALAM PELAKSANAAN BONGKAR MUAT BARANG( STUDI PADA PT.LIBRA BHAKTI NUSANTARA
TANJONG PRIOK JAKARTA ) Dr. H. Hasim Purba, SH.M.Hum1
Aflah, SH.M.Hum2 Karonya Tamsei P3
Dari hasil bahwa dalam proses penyelanggaraan pengangkutan barang melalui laut menurut Undang Undang No.17 tahun 2008 terdapat pihak jasa usaha terkait yang berperan sebagai penunjang kelancaran kegiatan pengangkutan dilaut dan memuat juga pengaturan mengenai asas cabotage. Kegiatan Perusahaan bongkar muat sebagai bagian dari subjek hukum pengangkutan, melihat dari fungsi perusahaan bongkar muat sendiri yang merupakan perusahaan khusus yang melakukan kegiatan usaha bongkar muat di pelabuhan. kegiatan Perusahaan bongkar muat meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring, receiving /delivery. PT. Libra Bhakti Nusantara dalam pelaksanaan Perusahaan bongkar Muat memiliki sejumlah tanggung jawab seperti: terhadap kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian dari pihaknya dengan batasan tertentu. Serta bertanggung jawab terhadap pemeliharaan fasilitas
ABSTRAK
Sejalan dengan pelaksanaan pembangunan ekonomi di Indonesia, kegiatan perdagangan merupakan salah satu sektor pembangunan ekonomi yang perkembangannya memerlukan sarana pengangkutan yang memadai, baik pengangkutan laut, darat maupun udara. Berdasarkan Sistem Transportasi Nasional ( SISTRANAS ), diperlukan pengembangan pada transportasi laut serta segala kegiatan usaha pendukung kegiatannya. Hal tersebut ikut mempengaruhi pengembangan kegiatan usaha bongkar muat yang kegiatannya bergerak dalam dalam bidang bongkar dan muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan. Dalam menjalankan kegiatannya, Perusahaan bongkar muat memiliki resiko terhadap keselamatan dan keamanan barang dalam setiap melakukan kegitannya sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi penggunan jasa terhadap kerugian barang . Maka perluhlah adanya kejelasan mengenai tanggung jawab yang dimiliki dari perusahaan bongkar muat dalam pelaksanaan bongkar muat barang dipelabuhan . yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana proses penyelenggaraan pengangkutan barang melalui laut menurut Undang Undang Pelayaran No.17 tahun 2008, bagaimana kegiatan perusahaan bongkar muat sebagai bagian dari subjek hukum pengangkutan serta bagaimana tanggung jawab PT. Libra Bhakti Nusantara dalam pelaksanaan bongkar muat.
Bentuk penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan ( library research )yaitu dengan melakukan penelitian data tentang literature dan penelitian lapangan (field research) yaitu dengan memperoleh data dari lokasi dan objek penelitian dan melakukan wawancara langsung via telefon dengan narasumber dari PT. Libra Bhakti Nusantara.
1
Dosen Pembimbing I
2
Dosen Pembimbing II
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan pelaksanaan pembangunan di Indonesia yang sasaran
utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan
salah satu sektor pembangunan ekonomi, senantiasa ditumbuh kembangkan
peranannya. Untuk memperlancar arus barang dan jasa guna menjunjung kegiatan
perdagangan tersebut, diperlukan adanya sarana pengangkutan yang memadai, baik
pengangkutan melalui darat, laut maupun udara.
Pengangkutan menjadi bidang yang sangat vital dalam perkembangan
perekonomian suatu bangsa, dan menjadi sarana dan suatu penunjang penting dalam
maju mundurnya perekonomian Negara. Peran dan fungsi pengangkutan adalah
sangat vital dalam dunia perdangangan karena sarani ini merukapan penghubung dari
produsen ke konsumen4
Vitalnya bidang pengangkutan dalam perkembangan perekonomian Negara
Indonesia didasari oleh berbagi faktor seperti ;
. Kenyataan ini dapat dilihat pada lalu lintas perdagangan,
pengangkutan menjadi suatu sarana yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini lah yang
membuat bahwa pengangkutan menjadi sangat vital dalam perkembangan
perekonomian suatu bangsa.
4
a. Keadaan geografis Indonesia
Keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau pulau besar dan
kecil yang sebagian besar lautan.dengna keadaan wilayah yang luas ini,
diperlukan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan dan udara yang
dapat menjangkau seluruh wilayah Negara Indonesia bahkan ke negara negara
lain.
b. Menunjang pembangunan berbagai sektor
Kemajuan dan kelancaran pengangkutan akan menunjang pelaksanaa
pembangunan, penyebaran kebutuhan pembangunan dan distribusi hasil
pembangunan di berbagai sektor keseluruh pelosok wilayah Indonesia.
Pelaksanaan pembangunan dan penyebaran kebutuhan pembangunan yang
merata akan mencegah kegiatan pembangunan yang menumpuk pada wilayah
tertentu.
c. Mendekatkan jarak antara desa dan kota
Lancarnya pengangkutan, mendekatkan jarak antara desa dan kota dan hal ini
memberi dampak bahwa untuk bekerja tidak harus pindah ke kota sehingga
kesejahteraan kehidupan dikota juga dapat dinikmati oleh kehidupan di desa.
Pola hidup di daerah pedesaan cenderung mengikuti pola hidup di daerah
perkotaan. Tingkat berpikir dan ingin maju warga desa dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan tingkat berpikir warga kota.
d. Perkembangan ilmu bidang teknologi
Pembangunan di sektor pegangkutan mendorong perkembangan pendidikan
pengangkutan modern serta sumber daya manusia dan infastuktur dibidang
pengangkutan.5
Melihat keadaaan wilayah Indonesia sebagai Negara kepulauan nusatara yang
kesatuan wilayahnya yang terdiri dari pulau pulau besar dan kecil yang mempunyai
wilayah perairan yang lebih besar dibandingkan dengan daratannya merupakan faktor
yang menentukan pentingnya peranan jasa transportasi angkutan laut dalam rangka
menghubungkan setiap daerah. Pengembangan transportsi laut haruslah mampu
menggerakkan pembangunan nasional dan pembangunan daerah agar dapat
menggairahakan tumbuhnya perdagangan dan kegiatan pembangunan umumnya .6
“Sistem Transportasi Nasional ( SISTRANAS ) ialah tatanan pelayanan transportasi yang terorganisasi yang terdiri dari transportasi darat (jalan, kereta api, sungai dan penyebrangan), transportasi laut (pelayaran) dan transportsi udara dan pipa masing masing terdiri dari sarana dan prasarana yang saling berinteraksi membentuk satu pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien dalam jaringan transportasi yang terpadu secara serasi dan harmonis diseluruh wilayah tanah air dalam hubungan dengan luar negeri yang dikembangkan berpedoman pada tata ruang nasional.”
Mengenai pembangunan transportasi nasional tercantum dalam buku Sistem
Tranportasi Nasional yang disusun oleh Departemen Perhubungan RI yang
menyebutkan :
7 Berdasarkan Sistem Transportasi Nasional ( SISTRANAS ) tersebut, untuk
pengembangan tranportsi laut nasional, mutlak diperlukan pengembangan secara
teknis dan permodalan serta aspek yuridis dan pengembangan kegiatan usaha
5
Abdulkadir Muhammad. Hukum pengangkutan Niaga, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, halaman 34-36
6
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut Perspektif Toeri Dan Praktek, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, halaman 1
7
transportasi laut maupun pengembangan pada segala kegiatan usaha pendukung
kegiatan pengangkutan dilaut.8
Dengan adanya pengembangan pada kegiatan usaha transportasi laut dan
pengembangan pada usaha pendukung kegiatan pengangkutan dilaut tersebut,
mempengaruhi pengembangnya kegiatan usaha jasa terkait yang salah satunya adalah
kegiatan usaha bongkar muat barang. Kegiatan usaha bongkar muat barang adalah
kegiatan yang mendukung kelancaran angkutan dari dan ke kapal ke suatu pelabuhan
sehingga kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal mempunyai kedudukan
yang penting serta berkaitan erat dengan keselamatan dan keamanan barang.9
Menurut Surat Keputusan Mentri Perhubungan No. Al/ 300 No. 88
menyatakan bahwa Perusahaan bongkar muat barang adalah perusahaan yang secara
khusus berusaha dibidang bongkar muat dari dan ke kapal, baik dari gudang Lini 1
maupun langsung ke alat angkutan.
Kegiatan bongkar muat barang sangat mempengaruhi dalam tercapainya kelancaran
dan keselamatan pengangkutan barang melalui laut.
Menurut Pasal 1 ayat 14 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan , kegiatan bongkar muat barang adalah merupakan kegiatan
usaha yang bergerak dalam bidang bongkar dan muat barang dari dan ke kapal di
pelabuhan yang meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring, dan receiving/delivery.
10
Shinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Multimoda Transport Angkutan Laut Angkutan Darat Dan Angkutan Udara, Penerbit USU Press, Medan, 2006, Halaman 26
Dari hal tersebut di atas, dalam setiap kegiatan bongkar muat barang yang
meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring dan receiving/delivery dari kapal ke kapal,
dari gudang Lini I maupun langsung ke alat angkutan, kegiatan bongkar muat
memiliki resiko terhadap keselamatan dan keamanan barang dalam menjalankan
kegitannya.
Dengan banyaknya resiko yang muncul dari kegiatan bongkar muat di
pelabuhan, meminbulkan kekhawatiran bagi pihak pihak penguna jasa dalam hal
timbulnya kerugian terhadap barang . oleh sebab itu, perluhlah adanya kejelasan
mengenai tanggung jawab yang dimiliki dari perusahaan bongkar muat dalam
pelaksanaan bongkar muat barang dipelabuhan .
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui tanggung jawab PT.
Libra Bhakti Nusantara terhadap kerugian yang ditimbul atas barang dalam proses
bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, maka dalam penulisan skripsi ini
penulis memilih judul : “TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BONGKAR
MUAT DALAM PELAKSANAAN BONGKAR MUAT BARANG ( STUDY PADA
PT. LIBRA BHAKTI NUSANTARA TANJUNG PRIOK JAKARTA ) “.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi latar rumusan masalah dalam skripsi ini antara lain
1. Bagaimana proses penyelenggaraan pengangkutan barang melalui laut
menurut Undang Undang Pelayaran No.17 tahun 2008?
2. Bagaimana ruang lingkup kegiatan perusahaan bongkar muat sebagai bagian
dari subjek hukum pengangkutan ?
3. Bagaimana tanggung jawab PT. Libra Bhakti Nusantara dalam pelaksanaan
bongkar muat?
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan
1. tujuan penulisan
Sehubungan dengan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini,
maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang berbagai
hal yang berkaitan dengan tanggung jawab dalam pelaksanaan bongkar muat barang
sehubungan dengan aktifitas perusahaan.
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :
1. mengetahui penyelenggaraan pengangkutan barang melalui laut.
2. mengetahui ruang lingkup kegiatan perusahaan bongkar muat sebagai bagian
dari subjek hukum pengangkutan.
3. mengetahui tanggung jawab PT. Libra Bhakti Nusantara dalam pelaksanaan
bongkar muat barang .
2. Mafaat Penelitian
Dari hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat yang jelas,terutama :
a. Secara teoritis
Dari penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberikan masukan
hukum pengangkutan di laut khususnya mengenai kegiatan bongkar muat
barang di laut.
b. Secara praktis
Dari penulisan ini dapat bermanfaat bagi masayarakat luas, pemerintah, para
pengusaha bongkar muat, serta praktisi pelabuhan maupun bagi rekan rekan
yang ingin memperdalam pengetahuannya terhadap hukum pengangkutan
melalui laut yang pada khususnya mengenai kegiatan bongkar muat barang
dilaut.
D. Keaslian Penulisan
Sepengetahuan penulis, telah terdapat beberapa judul skripsi dengan materi
kegiatan bongkar muat barang. diantaranya :
Judul : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Bongkar Muat Dalam
Pengangkutan Barang Di Laut
Nama : Mutia Handayani
NIM : 050200302
Skripsi ini mengangkat rumusan masalah mengenai dasar hukum kegiatan
bongkar muat, kewajiban perusahaan bongkar muat barang dan dokumen
pengangkutan barang melalui laut serta mengenai hubungan perusahaan bongkar
muat dengan pihak lain juga mengenai peran dan tanggung jawab perusahaan bongkar
muat barang dilaut.
Dengan rumusan masalah yang yang diangkat penulis dalam penulisan ini,
masukan sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan , khusus dalam bongkar
muat barang dalam pengangkutan laut.
Namun dalam hal ini dapat dikatakan materi penulisan ini masih asli terutama
untuk penelitian pada PT. Libra Bhakti Nusantara.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian tanggung jawab
Tanggung jawab dalam arti umum bahasa Indonesia adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya ( kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut,
dipersalahkan, diperkirakan dan sebagainya ).11
2. Pengertian barang
Barang adalah benda umum, segala sesuatu yang berwujud dan berjasad.12
3. Bongkar muat barang
Sedangkan menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 14 tahun 2002
tentang Penyelenggaran Perusahaan Bongkar Muat Barang Dari dan Ke Kapal,
barang adalah semua jenis akomodoti termasuk hewan dan peti kemas yang
dibongkar/dimuat dari dan ke kapal.
Pengertian mengenai bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan
merupakan suatu kegiatan usaha jasa yang yang sangat penting dalam
lancarnya pelaksanaan pengangkutan melalui laut. Kegiatan bongkar muat
barang menurut Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di
11
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, balai pustaka, Jakarta, 2007, hal 1139
12
Perairan adalah merupakan kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang
bongkar dan muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan yang meliputi
kegiatan stevedoring, cargodoring, dan receiving/delivery.
Kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal terdiri dari ;
• stevedoring adalah pekerjaan membongkar barang dari kapal ke
dermaga/ tongkang/truk atau memuat barang dari dermaga/
tongkang/truk ke dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka
kapal dengan menggunakan derek kapal atau derek darat.
• Cargodoring adalah pekerjaan melepaskan barang dari tali atau
jala-jala (ex tackle) di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/
lapangan penumpukan barang atau sebaliknya.
• Recaeiving /delivery adalah pekerjaan memindahkan barang dari
timbunan/tempat penumpukan di gudang/lapangan penumpukan dan
menyerahkan sampai tersusun di atas kendaraan di pintu gudang/
lapangan penumpukan atau sebaliknya.
Menurut Surat Keputusan Mentri Perhubungan No. Al/ 300 No. 88
menyatakan bahwa Perusahaan bongkar muat barang adalah perusahaan yang
secara khusus berusaha dibidang bongkar muat dari dan ke kapal, baik dari
gudang Lini 1 maupun langsung ke alat angkutan.13
F. Metode Penelitian
Bentuk penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode yang sebagai berikut;
13
1. penelitian kepustakaan (library research)
Yaitu dengan melakukan penelitian tentang literatur yang telah diseleksi
terlebih dahulu guna mendapatkan bahan bahan yang sifatnya teoritis ilmiah yang
digunakan sebagai rujuakan dalam penulisan skripsi ini untuk memperkuat dalil dan
fakta penelitian. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini meliputi terdiri
dari peraturan perundang undangan dan produk hukum lainnya, diantaranya seperti
Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri. Sedangkan bahan hukum sekunder adalah
semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi yang dapat
berupa buku buku teks, makalah, kamus, maupun artikel artikel ilmiah tentang hukum
yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas.
2. penelitian lapangang (field research)
Yaitu penelitian yang penulis lakukan untuk memperoleh data dari lokasi dan
objek penelitian, dengan cara mengumpulkan data yang dikirimkan melalui faks,
surat elektronik (email) serta media media lainnya, serta melakukan wawancara
langsung via telefon dengan narasumber pada PT Libra Bhakti Nusantara.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yang masing masing bab
mempunyai isi dan uraian yang berbeda, namun antara bab yang satu dengan bab
yang lain msih ada hubungannya dan saling mendukung. Untuk memudahkan
pemahaman terhadap penelitian ini, maka penulis menyusunya dengan sistematika
sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan bab ini dimaksudkan sebagi langkah awal untuk mengantarkan
bab terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan
sisitematika penulisan.
Bab II penyelenggaraan pengangkutan barang melalui laut, dalam bab ini dimuat
pembahasan pihak pihak yang terkait dalam pengangkutan barang melalui
laut, dokumen dokumen dalam pengangkutan dan hubungan perusahaan
bongkar muat dalam penyelenggaraan pengangkutan barang melalui laut serta
penyelenggaraan pengangkutan barang melalui laut menurut Undang undang
Pelayaran.
Bab III ruang lingkup kegiatan perusahaan bongkar muat sebagai bagian dari subjek
hukum pengangkutan, bab ini dimuat pembahasan mengenai fungsi
perusahaan bongkar muat, tarif bongkar muat barang, dan peralatan bongkar
muat barang serta ketentuan hukum tentang perusahaan bongkar muat.
Bab IV tanggung jawab PT.Libra Bhakti Nusantara dalam pelaksanaan bongkar muat,
dalam bab ini dimuat pembahasan mengenai hasil penelitian yang dilakukan
penulis. Hasil penelitian ini berpedoman pada perumusan masalah yang
selanjutnya dibahas dengan menggunakan landasan teori dan yuridis.
Bab V Penutup, bab ini memuat tentang kesimpulan dari penelitian yang dilakukan
oleh penulis serta saran yang akan diberikan kepada perusahaan yang
diharapkan dapat berguna bagi siapa saja terutama pihak pihak yang terkait
dengan kegiatan bongkar muat agar dapat dijadikan bahan masukan dalam
meningkatkan pelayanannya bagi para pemakai jasa pekerjaan bongkar muat
BAB II
PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI LAUT
MENURUT UNDANG UNDANG PELAYARAN NOMOR 17 TAHUN 2008
A. Pihak Pihak Yang
Terkait Dalam Hukum Pengangkutan Barang
Yang dimaksud dengan pihak pihak dalam pengangkutan adalah merupakan
para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum
pengangkutan.14
1. Wiwoho soedjono menjelaskan bahwa dalam pengangkutan dilaut terutama
mengenai pengangkutan barang , maka perlu diperhatikan adanya tiga unsur ,
yaitu pengirim barang, pihak penerima barang, dan barang itu sendiri.
yang menjadi pihak pihak dalam pengangkutan ada beberapa
pendapat yang dikemukakan para ahli antara lain :
15
2. HMN Purwosutjipto : pihak pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan pengirim. pengangkutan adalah orang yang mengikatkan diri untuk
14
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut Prespektif Teori Dan Praktek,Pustaka Bangsa Press, Medan,2005, halaman 11
15
menyelenggarakan pengangkutan barng dan atau orang lain dari suatu tempat ke tempat tujua tertentu dengan selamat. Lawan dari pihak pengangkutan ialah pengirim yaitu pihak pengangkut ialah pengirim yang mengikat diri untuk membayar uang angkutan dimaksudkan juga ia memberikan muatan.16
3. Abulkadir Muhammad : pihak pihak dalam perjanjian pengangkutan niaga adalah mereka yang langsung terkait memenuhi kewajiabn dan memperoleh hak dalam perjanjaian pengangkutan niaga. Mereka adalah pertama pengangkut yang berkewajiban pokok menyelenggarakan pengangkutan dan berhak atas biaya angkutan. Kedua pengirim yang berkewajiban pokok membayar biaya angkutan dan berhak atas penyelenggaraan pengangkutan barangnnya. Ketiga penumpang yang berkewajiban pokok membayar biaya angkut dan berhak atas penyelenggaraan pengggangkutan.17
Dari pendapat para ahli tersebut diatas, pihak pihak yang terkait dalam
pengangkutan barang melalui laut terdiri dari :
1. pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan), yakni merupakan pihak yang
berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan barang dan berhak atas
penerimaan pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan.
2. Pihak pengirim barang (pengguna jasa angkutan) yakni merupakan pihak yang
berkewajiban untuk membayar tarif angkutan sesuai yang telah disepakati
untuk memperoleh pelayanan jasa angkutan atas barang yang dikirimkannya.
3. Pihak penerima barang (pengguna jasa angkutan) yakni sama dengan pihak
pengirim dalam hal pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subjek
yang berbeda. Namun ada kalanya pihak pengirim barang juga merupakan
pihak penerima barang yang diangkut.18
Pihak pihak yang disebutkan diatas merupakan pihak yang harus ada dalam
pengangkutan barang melalui laut. Selain pihak pihak tersebut, dalam suatu
pengangkutan barang melalui laut terdapat suatu perjanjian pengangkutan.
16
Ibid, halaman 12
17
Ibid, halaman 12
18
Menurut R. Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.19
Jadi perjanjian pengangkutan dapat dirumuskan sebagai suatu peristiwa yang
telah mengikat seseorang untuk melaksanakan pengangkutan menyeberang laut
karena orang tersebut telah berjanji untuk melaksanakannya , sedang orang lain telah
pula berjanji untuk melaksanakan suatu hal berupa memberikan sesuatu berupa
pemberian imbalan(upah).
Dan menurut pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih.
20
Perjanjian Pengangkutan adalah persetujuan dengan
mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan
penumpang dan atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan
selamat, dan penumpang atau pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya
pengangkutan.21
Dari pengertian dari perjanjian pengangkutan tersebut dapat dilihat bahwa
perjanjian pengangkutan adalah hukum secara timbal balik antara pengangkut
(penyedia jasa angkuatan) dengan penumpang dan /atau pengirim barang (pengguna
jasa angkutan) dimana masing masing pihak mempunyai kewajiban dan hak.22
Dengan adanya perjanjian pengangkutan maka akan menimbulkan hak dan
kewajiban bagi pihak pengangkut maupun pihak pengirim barang. Sesuai dengan
19
R. Subekti. Hukum perjanjian. Catatan ke-6. Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1979, halaman 1
20
Op-cit, halaman 99
21
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, halaman 46
22
hukum perikatan maka masing masing pihak mempunyai kewajiban untuk melakukan
prestasi. 23 Kewajiban pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan dan
menjaga keselamatan barang atau orang yang diangkut mulai diterimanya dari
pengirim sampai diserahkan kepada penerima.24
1. Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang atau
barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian
pengangkutan.
Dalam Undang undang No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, mengenai
kewajiban pengangkut diatur dalam pasal 38 yaitu;
2. Perjanjian pengangkutan dibuktikan dengan karcis penumpang dan
dokumen muatan.
3. Dalam keadaan tertentu, Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional.
Berdasarkan penjelasan Pasal 38 Undang undang pelayaran, menyatakan bahwa
ketentuan dalam pasal ini agar perusahaan angkutan tidak membedakan perlakuan
terhadap pihak pengguna jasa angkutan sepanjang yang telah disepakati dalam
perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan juga harus disertai dengan
dokumen yaitu konosemen atau bill of lading dan manifest kapal. Yang dimaksud
dengan keadaan memaksa adalah seperti bencana alam, atau keadaan yang
membahayakan yang telah dinyatakan oleh pemerintah.
23
Ibid, halaman 101
24
Dengan adanya kewajiban terhadap pihak pengangkut, maka akan
menimbulkan tanggung jawab.25
Menurut ketentuan tersebut, dapat dilihat tenggang waktu tanggung
jawabpengangkut dimulai sejak barang diterima untuk diangkut sampai
penyerahannya kepada penerima disamping itu pengangkut juga mempunyai
kewajiban untuk menjaga keselamatan barang selama periode tersebut.
Mengenai pertanggung jawaban pengangkut, dalam
Pasal 468 KUHD menyebutkan bahwa “persetujuan pengangkutan mewajibkan si
pengangkut untuk menjaga akan keselamatan barang yang harus diangkut, mulai saat
diterimanya hingga sat diserahkannya barng tersebut.”
26
Sedangkan menurut The Hamburg Rules, pertanggung jawaban pengangkut adalah
pada saat barang barang ada dibawah pengawasannya, yaitu dipelabuhan Selanjutnya pada ayat 2 Pasal 468 KUHD disebutkan bahwa “ si pengangkut
diwajibkan mengganti segala kerugian, yang disebabkan karena barang tersebut
seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkannya, atau kerena terjadi kerusakan
pada barang itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak diserahkananya barang
atau kerusakan tadi , disebabkan oleh suatu melapetaka yang selayaknya tidak dapat
dicegah maupun dihindarkanya, atau cacat dan pada barang tersebut, atau oleh
kesalahan dari si yang mengirimkan.
Menurut The Huges Rules, pertanggung jawaban pengangkut itu adalah sejak
saat barang itu dimuat sampai barang dibongkar. Sehingga dengan demikian
pertanggung jawaban pengangkut itu berakhir pada saat barang dibongkar dari kapal.
25
Hasim Purba, op-cit, halaman 102
26
pembongkaran .atau pertanggung jawaban pengangkut adalah pada saat barang ada di
bawah pengawasan pengankut pada saat barang barang diserahkan kepada
penerima.27
1. Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan
dan keamanan penumpang atau barang yang diangkut.
Dalam Undang Undang No.17 tahun 2008 tentang pelayaran , mengenai
tanggung jawab pengangkut terdapat dalam Pasal 40 yaitu:
2. Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan
kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen
muatan atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.
Pada Pasal 41 ayat 1 Undang Undang Pelayaran, memuat hal hal yang dapat
menimbulkan tanggung jawab bagi pengangkut yaitu:
a. Kematian atau luannnya penumpang yang diangkut.
b. Musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut.
c. Keterlambatan angkutan penumpang atau barang yang diangkut.
d. Kerugian pihak ketiga.
Pada ayat 2 Pasal 41 ini, dijelaskan bahwa pengangkut dapat dibebaskan dari seluruh
atau sebagian tanggungjawabnya apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa
kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kesalahannya.
Pada pasal 42 Undang Undang No.17 tahun 2008 tentang pelayaran juga
memuat tanggungjawab pengangkut sebagai Perusahaan angkutan di perairan wajib
27
memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil,
anak dibawah umur 5 tahun (balita), orang sakit, dan orang tua lanjut usia dan tidak
semua hal tersebut tidak dipungut biaya tambahan.
Selain pengangkut, pengirim dan penerima, terdapat pihak pihak yang
merupakan sebagai pihak terkait yang menawarkan jasa dalam usahanya demi
kelancaran pengangkutan barang melalui laut, pihak ini disebut dengan usaha jasa
terkait.
Berdasarkan Undang Undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
menyatakan bahwa usaha jasa terkait adalah kegiatan usaha yang bersifat
memperlancar proses kegiatan di bidang pelayaran.
Pada Pasal 31 disebutkan bahwa usaha jasa terkait dengan angkutan perairan
dapat berupa :
a. usaha bongkar muat barang
b. usaha jasa pengurusan transportasi
c. usaha angkutan perairan pelabuhan
d. usaha penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan
angkutan laut
e. usaha tally mandiri
f. usaha depo peti kemas
g. usaha pengelolaan kapal (ship management)
h. usaha perantara jual beli dan/atau sewa kapal (ship broker)
i. usaha keagenan awak kapal (ship maning agency)
j. usaha keagenan kapal
Mengenai penjelasan tetang usaha jasa terkait yang disebut dalam Pasal 31
Undang Undang No. 17 tahun 2008 tersebut diatas,antara lain:
a. Usaha Bongkar Muat
Usaha bongkar muat adalah kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang
bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan yang meliputi kegiatan
stevedoring, cargodoring, dan receiving/delivery.
Menurut Inpres No. 4 tahun 1985 jo Inpres No.3 tahun 1991, untuk
mengurangi biaya bongkar muat barang yang meliputi stevedoring,
cargodoring,dan delivery diambil langkah langkah sebagai berikut :
(1) kegiatan bongkar muat dilakukan oleh perusahaan perusahan yang
didirikan untuk tujuan tersebut.
(2) dalam masa satu tahun setelah berlakunya Inpres ini bongkar muat
barang tidak dilakukan lagi oleh perusahaan pelayaran.
(3) Pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dilakukan dalam tiga
giliran kerja (shift) yaitu :
- Gilir kerja I 08.00 - 16.00
- Gilir kerja II 16.00 - 24.00
- Gilir kerja III 24.00 - 08.00
b. Usaha Jasa Pengurusan Trasportasi ( UJPT)
Usaha jasa pengurusan transportasi atau freight forwarding adalah
pelaksanaan pengiriman barang, dengan melalui suatu penyelesaian dokumen
di pelabuhan bongkar/muat, dengan menggunakan alat angkut dari atau
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan menyatakan dalam Pasal 1ayat 18 bahwa UJPT atau
freight forwarding adalah kegiatan usaha yang ditujuakan untuk semua
kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan
barang dan/atau hewan melalui angkutan darat, laut dan/atau udara.
c. Usaha Angkutan Perairan Pelabuhan
Usaha angkutan perairan adalah merupakan kegiatan usaha untuk
memindahkan penumpang dan/atau barang dari dermaga ke kapal atau
sebaliknya, dan dari kapal ke kapal di perairan pelabuhan.
Kegiatan usaha ini dimaksudkan untuk mendukung kegiatan angkutan
laut di pelabuhan pelabuhan yang tidak dapat disandari langsung oleh kapal
yang berbobot besar sehingga untuk mendukung kelancaran pemindahan
penumpang dan atau barang dari kapal ke dermaga atau sebaliknya diperlukan
angkutan di perairan pelabuhan yang biasanya dilakukan dengan
mengoperasikan kapal kapal motor berukuran kecil.
d. Usaha Penyewaan Peralatan Angkutan Laut Atau Peralatan Jasa Terkait
Dengan Angkutan Laut
Usaha Penyewaan Peralatan Angkutan Laut atau Peralatan Jasa Terkait
dengan Angkutan Laut adalah kegiatan usaha untuk menyediakan dan
menyewakan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan
angkutan laut dan/atau alat apung untuk pelayanan kapal.
Usaha Tally Mandiri adalah kegiatan usaha jasa menghitung,
mengukur, menimbang, dan membuat catatan mengenai muatan untuk
kepentingan pemilik muatan dan/atau pengangkut.
f. Usaha Depo Peti Kemas
Usaha Depo Peti Kemas adalah kegiatan usaha yang meliputi
penyimpanan, penumpukan, pembersihan, dan perbaikan peti kemas.
g. Usaha Pengelolaan Kapal (Ship Management)
Usaha Pengelolaan Kapal (ship management) adalah kegiatan jasa
pengelolaan kapal di bidang teknis kapal meliputi perawatan, persiapan
docking, penyediaan suku cadang, perbekalan, pengawakan, asuransi, dan
sertifikasi kelaiklautan kapal.
h. Usaha Perantara Jual Beli Dan/Atau Sewa Kapal (Ship Broker)
Usaha Perantara Jual Beli dan/atau Sewa Kapal (ship broker) adalah
kegiatan usaha perantara jual beli kapal (sale and purchase) dan/atau sewa
menyewa kapal(chartering).
i. Keagenan Awak Kapal (Ship Maning Agency)
Usaha Keagenan Awak Kapal (ship manning agency) adalah usaha
jasa keagenan awak kapal yang meliputi rekruitmen dan penempatan di kapal
sesuai kualifikasi.
j. Usaha Keagenan Kapal
Usaha Keagenan Kapal adalah kegiatan usaha jasa untuk mengurus
kepentingan kapal perusahaan angkutan laut asing dan/atau kapal perusahaan
angkutan laut nasional selama berada di Indonesia.
Usaha Perawatan dan Perbaikan Kapal (ship repairing and
maintenance) adalah usaha jasa perawatan dan perbaikan kapal yang
dilaksanakan di kapal dalam kondisimengapung.
B. Dokumen Dokumen Dalam Pengangkutan Barang Melalui Laut
Dokumen angkutan laut merupakan surat surat yang diperlakukan
sebagai prasyarat untuk menjamin kelancaran dan keamaan pengangkutan
barang dan atau penumpang dilaut.28
1. Manifest kapal
Terdapat dokumen dokumen angkutan laut yang diperlukan dalam
pengangkutan barang , antara lain :
Manifest merupakan suatu dokumen penting dalam pengangkutan
barang maupun pengangkutan penumpang dengan kapal laut. Manifest
sendiri adalah suatu dokumen kapal yang menerangkan seluruh jumlah dan
jenis jenis barang yang diangkut di dalam kapal tersebut. demikian juga
dengan pengangkutan penumpang. Manifest juga memuat daftar daftar
nama dan jenis kelamin dari seluruh penumpang yang diangkut dalam
kapal tersebut.
Sebelum kapal (berlayar) dari pelabuhan asal, manifest harus sudah
selesai dan telah memuat data data yang sebenarnya tentang jumlah dan
jenis barang maupun jumlah dan jenis kelamin penumpang yang
berangkat.
2. Bill of lading (konosemen)
28
Sebagai bukti adanya perjanjian pengangkutan laut ada sebuah
dokumen angkutan yang dikenal dengan Bill of lading atau konosemen
dapat disebut juga sebagai surat muatan. Surat muat atau bill of lading
merupakan tanda terima barang-barang yang diberikan oleh pengangkut
kepada pengirim barang.29
29
Radiks Purba, Angkutan Muatan Laut 2, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1997, Halaman 39
Dalam pasal 504 KUHD disebutkan bahwa” si pengirim boleh
meminta supaya dengan mencabut kembali tanda penerimaan yang kiranya
telah diberikan oleh si pengangkut, oleh si pengangkut ini diberikan suatu
konosemen tentang barang yang diterimanya untuk angkutan”
Menurut pasal tersebut, si pengirim barang dapat meminta kepada
pengangkut untuk mengeluarkan konosemen dan untuk keperluan itu si
pengirim harus memberikan segala keterangan secara lengkap mengenai
barang yang akan dikirimkan.
Berdasarkan pasal 506 KUHD dinyatakan bahwa “bill of lading
(konosemen) adalah suatu surat bertanggal, dimana si pengangkut
menerangkan bahwa ia telah menerima barang barang tersebut untuk
diangkutnya kesuatu tempat, tujuan tertentu dan menyerahakannya disitu
kepada seseorang tertentu begitu pula menerangkan dengan syarat syarat
apakah barang barang itu akan diserahkan.”
Sebagai dokumen induk dalam pengangkutan laut, bill of lading atau
konosemen mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
Suatu bill of lading menunjukan jumlah barang barang yang
berada diatas kapal, jenis dan berat suatu ukuran barang barang yang
diangkut. Jika barang barang yang sudah dimuat diatas kapal, maka
dikeluarkanlah bill of lading.
Bagi pengangkut, bill of lading adalah merupakan bukti tanda
penerimaan dari pengirim barang keesuatu tempat tujuan dan
selanjutnya menyerahkan barang barang tersebut kepada penerima.
b. sebagai bukti pemilikan atas barang
Bill of lading tidak hanya merupakan bukti dari penerimaan barang
barang akan tetapi juga sebagai bukti kepemilikan barang. Dalam pasal
510 KUHD menyatakan bahwa “setiap pemegang konosemen berhak
menuntut penyerahan barang yang tersebut didalamnya ditempat
tujuan, kecuali jika konomen itu diperolehnya berlawanan dengan
hukum.”
Berdasarkan pasal tersebut, bahwa orang yang memegang bill of
lading merupakan pemilik barang yang tercantum dalam bill of lading,
akibatnya, pemilikan atas suatu bill of lading ditentukan oleh petunjuk
kepada siapa bill of lading tersebut diterbitkan.
Menurut United Nations Convertion on the Carrige of Goods by
Sea, 1978, “ bill of lading merupakan dokumen yang membuktikan
adanya penyerahan barang barang kepada orang tertentu yang ditunjuk,
atau kepada pengganti atau kepada pembawanya.”
Setelah barang barang dimuat di atas kapal, kemudian pengangkut
menerbitkan bill of lading yang juga merupakan bukti bagi
kepentingan si pengirim dan pengangkut tentang adanya perjanjian
pengangkutan antara mereka. Dalam United Nations Convertion on
the Carriage of Goods by Sea tahun 1978, bill of lading adalah
dokumen yang membuktikan adanya kontrak pengangkutan laut
(contract of carriage by sea). Selanjutnya dalam pasal 468 KUHD
disebutkan bahwa “persetujuan pengangkutan mewajibkan si
pengangkut untuk menjaga akan keselamatan barang barang yang
harus diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya
barang tersebut.” Bil of lading atau konosemen , biasanya dikeluarkan
dalam set lengkap yang lazimnya terdiri dari rangkap 3(full set B/L)
yang penggunaannya adalah sebagai berikut :
1. satu lembar untuk shipper/ pengirim
2. dua lembar untuk consignee/ penerima barang30
Pada orisinil bill of lading berlaku hukum “one for all and all for
one” yang berarti bila salah satu dari lembar lembar orisinal itu telah
ditukarkan dengan delivery order (D.O) maka lembar lembar yang lain
dengan sendirinya menjadi batal.31
30
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut Prespektif Teori Dan Praktek,Pustaka Bangsa Press, Medan,2005, halaman149
31
Ibid, halaman 149
Dilihat dari dapat atau tidak diperalihkan konosemen dengan cara
endosemen, maka konosemen atau bill of lading dapat dibedakan
1. konoseme atas nama atau recta bill of lading
2. konosemen order
Pada konosemen atas nama (op naam) nama penerima barang
harus dicantumkan secara jelas didalam konosemen dalam bagian
kolom yang disediakan untuk itu. ini berarti bahwa barang yang
disebut dalam konosemen tersebut hanya boleh diterima oleh mereka
yang namanya disebutkan dalam konosemen.
Pada konosemen dengan klausa order dikenal beberapa bentuk:
a. penempatan klausa order saja
b. order of shipper
c. order of bank 32
32
Ibid, halaman 151
dalam praktek pelayaran niaga dikenal dua macam bill of lading,
yaitu:
a. received for shipment bill of lading
received for shipment bill of lading dilakukan untuk barang yang
akan dimuat ke atas kapal atau disebut juga dengan konosemen to
be shipped. Dalam hal ini, barang barang dari pengirim belum
dimuat datas kapal. Pada jenis konosemen ini ,pengangkut telah
menerima barang barang dari pengirim untuk diangkut dengan
kapal tertentu dan waktu tertentu , namun belum terjadi pengapalan
barang barang.
shipped on board bill of lading sering disebut juga konosemen
to shipped. Konosemen ini di keluarkan apabila barang barang
telah dimuat di kapal tertentu.
Melihat dari keadaan barang yang dimuat di atas kapal, terdapat dua
jenis konosemen/bill of lading, yaitu :
1. Clean Bill of Lading
Barang yang dimuat dalam kapal dianggap dalam keadaan baik.
2. Unclean Bill of Lading
Barang yang dimuat, pengepakannya tidak sempurna dalam
proses cargo handling sehingga terdapat catatan-catatan ,
celaan-celaan.33
33
Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang, Penerbit Rineka Cipta, 1995, Halaman 176
c. certificate of insurance
certificate of inisurance atau disebut juga insurance polis merupakan
polis asuransi untuk melindungi barang barang yang dikirim melalui laut
terhadap resiko laut yang mungkin terjadi akan tetapi tidak dikehendaki.
d. commercial invoice
commercial invoice atau faktur perdagangan yaitu merupakan
dokumen utama yang dimuat dari formulir eksportir, akan tetapi isinnya tidak
boleh menyimpang dari peraturan peraturan Negara Eksportir. Formulir ini
berisikan jumlah, jenis, kualitas dan harga barang disertai pula dengan syarat
syarat penjualan.
certificate of origine adalah surat keterangan asal barang yang
merupakan dokumen yang menyebutkan asal dari barang yang diangkut.
Tujuan utuama dari dokumen ini adalah untuk mendapatkan hak untuk
kelonggaran bea bagi suatu produk di negara importer atau mungkin juga
untuk membuktikan bahwa produk tersebut diproduksi oleh Negara eksportir.
Selain itu, certificate of origine ini juga diperlukan dalam instansi
pabean (bea dan cukai) dinegara pengimpor untuk memudahkan pelaksanaan
tugasnya memberikan pelayanan pebean dan pemungutan bea masuk.
Dokumen ini juga diperlukan dalam keperluan statistic. Dokumen ini harus
memuat tentang uraian uraian lengkap mengenai barang yang di ekspor.
f. weight and meansurement list
weight and mensurement list merupakan daftar berat dan ukuran
barang. Daftar ini harus ditulis agar tidak menimbulkan salah pengertian dan
penafsiran pada barang. Maka dari itu daftar berat dan daftar ukuran biasanya
dibuat oleh perusahaan pelayaran.
g. packing list
packing list umunya digunakan untuk barang barang ekspor yang
dipakai dalam peti peti atau karton karton yang menyebutkan isi masing
masing peti atau karton. Dokumen ini dibuat oleh eksportir yang menerangkan
uarian dari barang barang yang dipak, dibungkus atau diikat dalampeti atau
sebagainya dan untuk memudahkan pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat
bea cukai.34
34
Packing list walapun tidak selalu diperlukan, namun bagi pengangkut
penting untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kondisi pengepakan barang
yang diangkut.
h. certificate of analysis (inspection)
certificate ini diperlukan untuk produk produk yang sulit diketahui
kompesisi persenyawaan kimia yang terdapat dalam produk tersebut. misalnya
untuk minyak esteris atau untuk mengetahui kadar sesuatu zat yang
terkandung dalam produk yang diekspor.
Certificate of analysis biasanya diterbitkan oleh badan yyang
insependen yang dipergunakan untuk analisis pihak pihak tertentu.
Certificate of health biasanya diperlukan utnuk mengekspor ataupun
mengimpor hewan atua produksi dari laut, tulang hewan dan tanaman.
Certificate semacam ini diperlikan untuk menerangkan bahwa
produksi ekspor atau impor yang diangkut ini tidak mengandung penyakit atau
hama penyakit yang berbahaya. Certificate ini dapat diperoleh dari pihak
karantina pertanian yaitu karantina hewan dan karantina tumbuhan.
Sanitary certificate diperlukan untuk ekspor bahan baku yang memuat
keterangan bahwa bahan baku itu bebas dari hama penyakit. Ada kalanya ada
beberapa Negara tertentu mengenai sanitary regulation tersebut dilaksanakan
dengan sangat ketat sekali.
C. Hubungan Perusahaan Bongkar Muat Dalam Penyelenggaraan
Dalam pelaksanaan pengangkutan barang melalui laut khususnya
dalam kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal yang dilakukan
perusahan bongkar muat, hampir seluruh kegiatannya dilakukan di pelabuhan.
Menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI)
Bambang K. Rahwardi menyatakan bahwa kegiatan usaha bongkar muat
merupakan sebagai bagian dari kegiatan jasa kepelabuhanan.35
Ada beberapa hal terkait mengenai pengertian tentang pelabuhan,
yaitu berasal dari kata Port dan Harbour. Harbor mempunyait arti sebagian
perairan yang terlindung badai, aman, dan baik atau cocok bagi akomodasi
kapal kapl terlindung,mengisi bahan bakar, persediaan, perbaikan dan bongkar
muat barang, sedangkan Port adalah Harbour yang terlindung dimana tersedia
fasilitas terminal laut, yang terdiri dari tambatan atau dermaga untuk bongkar
muat barang dari kapal, gudang transit, dan penumpukan lainya untuk
menyimpang barang dalam jangka pendek atau jangka panjang.
Pelabuhan mempunyai peranan yang amat penting dalam tercapainya
kelancaran dan keselamatan dalam pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang
dari dan ke kapal.
36
Pengertian pelabuhan menurut Pasal 1ayat (1) Peraturan Pemerintah
No. 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan adalah tempat yang terdiri atas
daratan dan/atau perairan dengan batas batas tertentu sebagai tempat kegiatan Kedua hal di atas mempunyai arti yang berbeda dari sudut
penekanannya, namun tujuannya sama.
35
bataviase.co.id/detailberita-10405135.html, Kadin Pastikan PP Atur Bongkar Muat
36
pemerintah dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat
kapal bersandar, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang, berupa
terminal dan dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang serta sebagai
tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
Di dalam pelabuhan, terdapat terminal sebagai suatu sarana tempat
pemberhentian pada akhir suatu trayek. Terminal terbagi atas terminal
pelayaran niaga (shipping terminal) yang disebut juga terminal laut serta
terminal pelabuhan(port terminal). Kegiatan pemuatan dan pembongkaran
barang barang ke atau ke kapal berlangsung didalam lingkungan terminal laut.
Sedangkan kegiatan pergudangan,yaitu barang barang dari luar pelabuhan
dimasukan ke dalam gudang serta pengeluaran barang barang dari gudang
berlangsung di terminal pelabuhan.37
Fasilitas pelabuhan dapat dibagi dalam beberapa macam, yaitu sebagia
berikut :
Untuk memenuhi kebutuhan kapal di pelabuhan, suatu pelabuhan yang
baik harus mempunyai beberapa fasilitas untuk menunjang kegiatan oprasional
yang diperlukan kapal untuk memasuki pelabuhan untuk melakukan
kepentingan tertentu. Salah satu fasilitas pelabuhan yang diperlukan kapal
tersebut adalah tersedianya fasilitas alat alat pelabuhan yang ditujan untuk
melancarkan kegiatan usaha dipelabuhan.
38
a. Fasilitas untuk kapal
37
Radiks Purba. Angkutan Muatan Laut 1, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1997, Halaman 324
38
Fasilitas yang dimaksud adalah seperti alur pelayaran, break waters, turning
basin:pintu air(loks) kolam pelabuhan dan dermaga. Fasilitas ini disebut
infrastuktur.
b. Fasilitas untuk barang dan penumpang
Fasilitas yang dimaksud antara lain terminal sesuai dengan jenis barang dan
kemasan barang (barang curah kering atau peti kemas) yang dilengkapi
dengan gudang transit sebagai gudang lini I dan lapangan penumpukan;
terminal penumpang dilengkapi fasilitas embarkasi dan debarkasi ; gudang lini
II; tankfarms dan jaringan pipa untuk berbagai macam barang curah cair;
lapangan terbuka untuk penumpukan barang curah kering makanan (grain) ;
dan kran dengan berbagai jenis, ukuran atau kapasitas. Fasilitas ini disebut
dengan suprastuktur.
Disamping itu masih terdapat fasilitas tambahan lain yang berfungsi
juga sebagai pelayanan untuk kapal termasuk pelayanan untuk umum, antara
lain: sarana bantu navigasi, informasi tentang navigasi, palayaran radio dan
telepon, fasilitas perbaikan kapal termasuk floating repairs, fasilitas
penampung limbah, pengadaan air bersih dan pemakanan, bunkering bahan
baket, penerangan listrik, pemadam kebakaran, sanitasi, fasilitas untuk
buruh.39
39
Ibid, halaman 70
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan menyebutkan adanya beberapa macam pelabuhan laut, yaitu
1. Pelabuhan utama, yaitu pelabuhan yang fungsi pokonya melayani
kegiatan angkutan dalam negeri dan intiernasional, alih muat angkutan
laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai
tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan
penyebrangan dengan jangkauan antar provinsi.
2. Pelabuhan pengumpul, yaitu pelabuhan yang fungsi pokoknya
melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut
dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyebrangan dengan
jangkauan pelayanan antarprovinsi.
3. Pelabuhan pengumpan, yaitu pelabuhan yang fungsi pokoknya
melayani kegiatan angkutan dalam negeri, alih muat angkutan laut
dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakn pengumpan bagi
pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal
tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyebangan
dengan jangkauan dalam provinsi.
Selain pelabuhan yang mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan
kegiatan bongkar muat barang , terdapat pihak lain yang juga mempengaruhi
kelancaran dan keselamatan pengangkutan barang melalui laut yaitu Tenaga Kerja
Bongkar Muat. Keberadaan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) juga sering disebut
dengan Buruh Pelabuhan adalah sangat strategis dalam proses kegiatan bongkar muat
barang.
Untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal
pengelola TKBM di pelabuhan. Pembinaan dan pengawasan Koperasi TKBM
dilakukan oleh Adpel, dengan demikian maka koperasi TKBM wajib mematuhi
petunujuk petunjuk operasional yang digariskan oleh Adpel.
Tugas dari Koperasi TKBM meliputi beberapa bidang lain sebagai berikut :
40
a. Bidang operasional
Bidang ini bertanggung jawab pada Adpel selaku wakil Pemerintah di
Pelabuhan
b. Bidang usaha ekonomi
Bidang usaha ekonomi dipertanggungjawabkan pada Rapat Anggota Tahunan
yang dipimpin oleh Dinas Koperasi Kota sebgai Pembina
c. Bidang operasional
Bidang operasional meliputi antaranya :
a) Mengelompokkan regu regu kerja yang dikepalai oleh seorang kepala
pekerja
b) Mengatur gilir kerja , diputar dengan sisitem roling dari urutan ke atas
sampai dengan ke bawah
c) Mengadakan pembinaan baik pengawas kerja dan mengadajan
pendidikan dan pelatihan kerja meliputi pendididkan operator dan
kepala regukerja yang disesuaikan dengna anggaran yang ada.
Prosedur permintaan TKBM adalah sebagai berikut : 41
a. Perusahaan Bongkar Muat mengajukan permohonan kepada TKBM untuk
terminal yang akan melakukan bongkar muat
40
Ibid, halaman 144
41
b. Perusahaan Bongkar Muat mengajukan perminataan pada Koperasi TKBM
dengan menyebutkan jumlah permintaan TKBM, nama kapal, tanggal
pengguna, shift kerja yang dibutuhkan, dan jumlah TKBM yang dibutuhkan.
c. Koperasi mengeluarkan Surat Permintaan Kerja (SKP) pada regu kerja yang
isinya member perintah kepada regu kerja bongkar muat untuk melakukan
pekerjaannya.
d. Sampai dilokasi kerja operasional pindah tugas ke Perusahaan Bongkar Muat,
yang menugaskan supervise Perusahaan Bongkar Muat.
D. Penyelanggaraan Kegiatan Pengangkutan Barang Melalui Laut
Dengan adanya perjanjian pengangkutan yang dibuat dan mengikat para pihak
dan tercipta hubungan hak dan kewajiban antara para pihak yang harus direalisasikan
melalui proses penyelengggaraan pengangkutan dan pembayaran biaya pengangkutan.
Proses penyelenggaraan pengangkutan adalah rangkaian perbuatan pemuatan
penumpang atau barang ke dalam alat pengangkut, pemindahan penumpang atau
barang ke tempat tujuan yang telah disepakati, dan penurunan penumpang atau
pembongkaran barang ditempat tujuan.42
Penyelenggaraan Pengangkutan pada umumnya meliputi lima tahap kegiatan
yaitu : 43
a. Tahap persiapan
Pada tahap ini, penumpang atau pengirim mengurus penyelesaian biaya
pengangkutan dan dokumen pengangkutan serta dokumen doumen lain yang
42
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, Halaman 197
43
diperlukan. Pengangkut menyediakan alat pengangkutan pada hari, tanggal
dan waktu yang telah disepakati berdasarkan dokumen pengangkutan yang
diterbitkan.
b. Tahap Muatan
Pada tahap ini, penumpang yang sudah meiliki tiket dapat naik dan masuk kea
lat pengangkut yang telah disediakan atau pengirim menyerahkan barang
kepada perusahaan bongkar muat untuk dimuat kedalam alat pengangkut.
c. Tahap Pengangkutan
Pada tahap ini pengangkut menyelenggarakan pengangkutan, yaitu kegiatan
memindahkan penumpang atau barang dari tempat pemberangkatan ke tempat
tujuan dengan mengguankan alat pengangkut yaitu sesuai dengan perjanjian
pengangkutan.
d. Tahap penurunan / pembongkaran
Pada tahap penurunan/pembongkaran ini, pada penumpang diturunka dari alat
pengangkutan dan pada pengangkutan barang, pengangkut menyerahkan
barang kepada penerima dan kemudian penerima menyerahkan pembongkaran
barangnya kepadaperusahaan bongkar muat dan meletakan barang pada
tempat yang telah disepakati.
e. Tahap penyelasaian
pada tahap ini, pihak pihak menyelesaikan persoalan yang terjadi selama atau
sebagai akibat dari pengangkutan. Pengangkut menerima biya pengangkutan
dan biaya biaya lainnya dari penerima barang apabila belum dibayar oleh
pengirim. Pengangkut menyelesaikan semua klaim ganti kerugian yang
Dalam penyelenggaraan pengangkutan barang melalui laut, setelah terjadi
kesepakatan antara pengirim untuk melakukan pengangkutan, hal yang dilakukan
selanjutnya adalah melakukan pembayaran biaya pengangkutan. Kemudian
pengangkut menyediakan kapal di Pelabuhan pemberangkatan sesuai dengan jadwal
yang ditetapkan. Kapal sebagai alat pengangkutan yang disediakan oleh pengangkut
harus memenuhi syarat keselamatan agar dapat sampai di tempat tujuan dengan
selamat.44
Kemudian, pengirim yang telah menyerahkan barang kepada pengangkut ke
atas kapal menerima surat tanda terima (mate’s receipt) yang merupakan tanda bukti
bahwa barang telah dimuat dalam kapal. Jika pengirim menghendaki konosemen,
pengirim dapat menukarkan surat tanda terima tersebut dengan konosemen yang
diterbitkan pengangkut.
Menurut Pasal 126 Undang undang no. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran,
keselamatan kapal ditentukan dengan melalui pemeriksaan dan pengujian, dan diberi
sertifikat keselamatan kapal.
45
Setelah proses pemuatan selesai, pengangkut atau nakhoda yang mewakilinya
menyiapkan keberangkatan kapal sesuai dengan jadwal yang disepakati. Untuk
keberangkatan kapal, nakhoda harus mengurus dan memperoleh izin berlayar dari
Syahbandar pelabuhan. Berdasarkan Pasal 219 Undang Undang No.17 tahun 2008
tentang Pelayaran, bahwa setiap kapal yang hendak berlayar harus memiliki Surat
Persetujuan Berlayat yang dikeluarkan oleh Syahbandar pelabuhan setempat dan
44
Ibid, halaman 210
45
persetujuan ini tidak berlaku apabila lebih dari 24 jam dari persetujuan kapal tidak
bertolak dari pelabuhan.
Untuk kelancaran dan keselamatan pengangkutan melalui laut, Menurut
Undang Undang No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran menyatakan bahwa nakhoda
adalah merupakan pimpinan diatas kapal yang mewakili wewenang penegakan hukum
dan bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan dan ketertiban kapal, pelayaran
dan barang muatan. nakhoda wajib memenuhi persyaratan pelatihan, pendidikan,
kemampuan dan keterampilan serta kesehatan. Nakhoda juga demi melakukan
tindakan penyelamatan berhak untuk menyimpang dari rute yang telah ditetapkan dan
nakhoda berhak untuk melakukan tindakan yang diperlukan
Selama dalam pelayaran, nakhoda sebagai pemimpin kapal wajib berada
dikapal kecuali keadaaan yang sangat memaksa yaitu situasi darurat yang mengancam
jiwa dan keselamatan nahkoda. Dalam kecelakaan kapal, nakhoda sebagai pemimpin
kapal merupakan orang terakhir yang meninggalkan kapal.46
Tanggung jawab pengangkut atau nakhoda yang mewakilinya berlangsung
sejak barang diterima oleh pengangkut dan berakhir pada saat penyerahan kepada
penerima.Berdasarkan Pasal 1 huruf (e) The Huges Rules 1924 menyatakan bahwa
pengangkutan barang dimulai dalam jangka waktu sejak saat barang dimuat di atas
kapal sampai dengan saat barang dibongkar dari kapal.47
46
Abdulkadir Muhammad, op-cit, halaman 211-212
47
Ibid.
Dengan demikian, tanggung
jawab pengangkut dalam pengangkutan barang dimulai dari proses pemuatan barang
yang dilakukan di pelabuhan muat hingga barang dbongkar dari kapal di pelabuhan
Apabila dalam pelaksanaan pengangkutan barang melalui laut timbul
kerugian akibat pengoperasian kapal berupa:
a. Kematian atau lukanya penumpang
b. Musnah, hilang atau rusaknya barang muatan
c. Keterlambatan pengangkutan penumpang dan atau barang
d. Kerugian pihak ketiga
Perusahaan pengangkutan bertanggung jawab atas semua kerugian tersebut,namun
apabila perusahaan pengangkutan dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan
disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan pengangkutan dapat dibebaskan sebagian
atau seluruh dari tanggung jawabnya.48
Setelah kapal tiba di pelabuhan tujuan, pengangkut menyerahkan barang
kepada penerima. Penerima disini adalah pemegang terakhir konosemen. Setiap
penerima yang sudah menerrima barang wajib menyerahkan kembali konosemen
yang dipegangnya kepada pengangkut sebagai bukti bahwa pengangkut sudah
memenuhi penyerahan barang. Setelah barang diterima oleh penerima di pelabuhan
tujuan, penerima wajib membayar biaya pengangkutan serta biaya yang wajib
dibayar. kewajiban membayar biaya pengangkutan timbul setelah barang diterima
dipelabuhan tujuan. Namun pengangkut tidak memiliki hak retensi terhadap barang
muatan yang diangkut. Dengan demikian, setelah penyarahan barang kepada
penerima, serta penyelasaian segala hak dan kewajiban dan hak para pihak,
berakhirlah perjanjian pengangkutan barang melalui laut.49
48
Ibid, halaman 213
49