• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Tak Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Daerah PROVSU Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Tak Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Daerah PROVSU Medan"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

oleh

Ledy Gresia Sihotang

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Tahun : 2009/2010

Tanggal Lulus :

Pembimbing Penguji

……… …..………..Penguji 1

(Jenny M. Purba, S.Kp, MNS) (Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS)

NIP. 19740108 200003 2 002 NIP. 19710305 200112 2 001

…..………..Penguji 2

(Farida Linda Sari, S.Kep, M.kep)

NIP. 19780320 200501 2 003

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui skripsi

ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan

Medan, 23 Juni 2010

…...………. (Erniyati, S.Kp, MNS) NIP. 1967208 199903 2 001 Pembantu Dekan 1

(3)

dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi terhadap Kemampuan

Pasien Mengontrol Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah ProvsuMedan.

Teriring terima kasih kepada Ibu Jenny Marlindawani Purba, S.Kp, MNS

selaku dosen pembimbing yang dengan setia meluangkan waktu dan sabar

mengarahkan saya dalam penyelesaian skripsi ini.

Pada kesempatan ini, Penulis juga mengucapkan kepada Bapak Dekan

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dr. Dedi Ardinata, M.Kes serta

Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktur Rumah Sakit

Jiwa Daerah Provsu Medan, yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk

melakukan penelitian di rumah sakit yang Beliau pimpin.

Ucapan terima kasih penulis juga kepada Ibu Siti Zahara Nasution S.Kp,

MNS selaku dosen penguji I, dan Ibu Farida Linda Sari S.Kep, M.kep selaku

dosen penguji II yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua,

Martua Marianus Sihotang dan Yunika Yulia Pasaribu buat curahan cinta, doa dan

(4)

senantiasa memberi semangat kepada penulis dalam pengerjaan skripsi. Buat

Ester dan Yohana yang selalu setia menemani penulis selama penelitian. Buat

“Nine angels” untuk semua canda dan tawanya. Selanjutnya buat teman-teman

Fakultas Keperawatan angkatan 2006 tanpa terkecuali terima kasih banyak buat

diskusi, semangat, dan dukungannya selama dalam pengerjaan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan baik dari materi maupun penulisan. Penulis mengharapkan kritik dan

saran yang konstruktif untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.

Medan, Juni 2010

(5)

Prakata ... iii

Daftar isi... iv

Daftar Tabel ... viii

Daftar Skema... ix

Abstrak ... x

BAB 1. Pendahuluan... 1

1.Latar Belakang ... 1

2.Perumusan masalah... 3

3.Pertanyaan Penelitian... 3

4.Tujuan Penelitian ... 4

5.Manfaat Penelitian ... 4

6.Hipotesa Penelitian ... 4

BAB 2. Tinjauan Pustaka... 5

1. TAK ... 5

1.1 Defenisi... 5

1.2 Manfaat TAK... 5

1.3 Tahapan TAK ... 6

1.4 TAK: Stimulasi Persepsi ... 8

1.5 Tujuan TAK:Stimulasi Persepsi ... 9

1.6 Aktivitas TAK: Stimulasi Persepsi ... 9

2. Kemampuan Mengontrol Halusinasi ... 20

2.1 Defenisi... 21

2.2 Tahapan Halusinasi... 21

(6)

2. Defenisi Konseptual dan Operasional... 28

BAB 4. Metodologi Penelitian... 30

1. Desain Penelitian... 30

2. Populasi dan Sampel ... 30

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4. Pertimbangan Etik... 31

5. Instrumen Penelitian ... 32

6. Pengumpuan Data ... 33

7. Analisa Data ... 34

BAB 5. Hasil dan Pembahasan... 35

1. Hasil penelitian ... 35

1.1 Karakteristik Demografi Responden ... 35

1.2 Kemampuan Responden Mengontrol Halusinasi Pre dan Post TAK Stimulasi Persepsi ... 37

1.3Perbedaan Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pre dan Post TAK Stimulasi Persepsi ... 41

2. Pembahasan ... 44

BAB 6. Kesimpulan dan Saran... 48

1. Kesimpulan ... 48

2. Saran... 49

(7)

4. Instrumen Penelitian ... 55

5. Lembar Observasi ... 56

6. Lembar Wawancara ... 59

7. Panduan TAK Stimulasi Persepsi ... 63

8. Wilcoxon Signed Rank Test... 72

9. Riwayat Hidup ... 77

(8)

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pre dan Post TAK Sesi 2 ... 38

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pre dan Post TAK Sesi 3 ... 39

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pre dan Post TAK Sesi 4 ... 40

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Pre dan Post TAK Sesi 5 ... 41

Tabel 7. Perbedaan Mengontrol Halusinasi Pre dan Post TAK StimulasiPersepsi... 42

(9)

persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi

(10)

Tahun Akademik : 2009/2010

Abstrak

Kemampuan mengontrol halusinasi merupakan kesanggupan (potensi) menguasai persepsi sensori secara langsung, atau merupakan hasil latihan atau praktek. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Salah satu terapi yang digunakan untuk penanganan halusinasi adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.

Penelitian quasi eksperimen jenis one group pretest-posttest ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh TAK stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi. Dalam penelitian ini melibatkan 7 orang responden dengan teknik pemilihan sampel dengan cara purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi TAK stimulasi persepsi. Uji statistik yang digunakan adalah wilcoxon signed rank test dengan α = 0.025. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TAK stimulasi persepsi mempunyai pengaruh yang signifikan dalam mengontrol halusinasi pasien (p1 = 0,016, p2 = 0,016, p3 = 0.017, p4 = 0.016, p5 = 0.011. Perawat di ruangan sebaiknya membuat suatu jadwal dalam mengatur kegiatan pada kelompok pasien dengan masalah keperawatan yang sama serta mempunyai alat ukur untuk menilai keberhasilan dari kegiatan yang dilakukan sehingga dapat diketahui kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi.

Kata kunci: TAK stimulasi persepsi, halusinasi.

(11)

Tahun Akademik : 2009/2010

Abstrak

Kemampuan mengontrol halusinasi merupakan kesanggupan (potensi) menguasai persepsi sensori secara langsung, atau merupakan hasil latihan atau praktek. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Salah satu terapi yang digunakan untuk penanganan halusinasi adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.

Penelitian quasi eksperimen jenis one group pretest-posttest ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh TAK stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi. Dalam penelitian ini melibatkan 7 orang responden dengan teknik pemilihan sampel dengan cara purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi TAK stimulasi persepsi. Uji statistik yang digunakan adalah wilcoxon signed rank test dengan α = 0.025. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TAK stimulasi persepsi mempunyai pengaruh yang signifikan dalam mengontrol halusinasi pasien (p1 = 0,016, p2 = 0,016, p3 = 0.017, p4 = 0.016, p5 = 0.011. Perawat di ruangan sebaiknya membuat suatu jadwal dalam mengatur kegiatan pada kelompok pasien dengan masalah keperawatan yang sama serta mempunyai alat ukur untuk menilai keberhasilan dari kegiatan yang dilakukan sehingga dapat diketahui kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi.

Kata kunci: TAK stimulasi persepsi, halusinasi.

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran (Nasution, 2003).

Sensori dan persepsi yang dialami pasien tidak bersumber dari kehidupan nyata. Pada umumnya pasien mendengar suara-suara yang membicarakan mengenai keadaan pasien atau yang dialamatkan pada pasien itu. (Ilham, 2005).

Jumlah penderita schizophrenia di Indonesia adalah tiga sampai lima per 1000 penduduk. Mayoritas penderita berada di kota besar. Ini terkait dengan tingginya stress yang muncul di daerah perkotaan. Dari hasil survey di rumah sakit di Indonesia, ada 0,5-1,5 perseribu penduduk mengalami gangguan jiwa (Hawari 2009, dikutip dari Chaery 2009). Pada penderita skizophrenia 70% diantaranya adalah penderita halusinasi (Marlindawany dkk., 2008).

(13)

gangguan jiwa dengan kasus Schizoprenia selalu diikuti dengan gangguan persepsi sensori; halusinasi (Nasution 2003).

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana pasien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi yang tepat (Hawari 2009, dikutip dari Chaery 2009).

Pelaksanaan pengenalan dan pengontrolan halusinasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara kelompok dan individu. Secara kelompok selama ini dikenal dengan istilah Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) dan secara individu dengan cara face to face (Gunderson, 1984 dikutip dari Daley & Salloum, 2001).

Ada empat terapi aktifitas kelompok yaitu : terapi aktifitas kelompok sosialisasi, stimulasi persepsi, stimulasi sensori, dan orientasi realita. Menurut Keliat dan Akemat (2005) dikutip dari Hamid (2008), TAK yang sesuai untuk pasien dengan masalah utama perubahan sensori persepsi : halusinasi adalah aktivitas berupa stimulasi dan persepsi.

Terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktifitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004).

(14)

dengan setelah TAK stimulasi persepsi. Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi mampu menurunkan gejala halusinasi pasien jiwa di Rumah Sakit Grhasia Provinsi DIY sebesar= 44,737% (Stikes, 2009).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSJ Daerah Provsu Medan, TAK sudah dilakukan di ruang MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional). TAK sudah dilakukan tetapi belum memberikan pengaruh terhadap perkembangan pasien.

Maka penelitian ini dianggap penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi memberikan pengaruh terhadap kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi.

2. Perumusan Masalah

Sejauhmana terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi memberi pengaruh terhadap kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi.

3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi ?

4. Tujuan Penelitian

(15)

5. Manfaat Penelitian

1. Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi perawat dalam memberikan terapi aktivitas kelompok yang tepat dan benar sesuaidengan kelompok pasien sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan penyakit.

2. Pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai masukan kepada bagian keperawatan jiwa dalam mempersiapkan mahasiswa keperawatan menetapkan jenis terapi yang tepat dan benar, serta dapat memodifikasi kegiatan yang akan dipilih untuk diterapkan pada pasien.

3. Penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai data tambahan bagi penelitian berikutnya yang terkait dengan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.

6. Hipotesa Penelitian

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)

1.1 Defenisi

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia, 2001 dikutip dari Cyber Nurse, 2009).

Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2008).

1.2Manfaat TAK

Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat : a) Umum

1. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.

(17)

3. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.

4. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.

b) Khusus

1. Meningkatkan identitas diri.

2. Menyalurkan emosi secara konstruktif.

3. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari. 4. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan

sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

(Yosep, 2007)

1.3 Tahapan dalam TAK

Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase pra-kelompok; fase awal pra-kelompok; fase kerja pra-kelompok; fase terminasi kelompok (Stuart & Laraia, 2001 dalam Cyber Nurse, 2009).

1. Fase Prakelompok

(18)

dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007).

2. Fase Awal Kelompok

Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan peran baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (1965) dalam Stuart dan Laraia (2001) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming,

storming, dan norming. a) Tahap orientasi

Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota. b)Tahap konflik

Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang tidak produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).

c) Tahap kohesif

(19)

3. Fase Kerja Kelompok

Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian (Yosep, 2007).

4. Fase Terminasi

Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari. Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).

1.4TAK: Stimulasi Persepsi

Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas orientasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2004).

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004).

(20)

1.5Tujuan TAK Stimulasi Persepsi

Adapun tujuan dari TAK stimulasi persepsi adalah pasien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya. Sementara, tujuan khususnya: pasien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat dan menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami (Darsana, 2007).

1.6Aktivitas TAK Stimulasi Persepsi : Halusinasi

Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan, khususnya untuk pasien halusinasi. Aktivitas dibagi dalam lima sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu :

1. Sesi pertama: Mengenal Halusinasi

Tujuan:

1. Pasien dapat mengenal halusinasi.

2. Pasien mengenal waktu terjadinya halusinasi. 3. Pasien mengenal situasi terjadinya halusinasi.

4. Pasien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi. Langkah kegiatan

1 Persiapan

a) Memilih pasien sesuai dengan indikasi yaitu pasien dengan perubahan sensori persepsi: halusinasi.

b)Membuat kontrak dengan pasien

(21)

2. Orientasi

a) Salam terapeutik

1. Salam dari terapis kepada pasien.

2. Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama). 3. Menanyakan nama dan panggilan semua pasien (beri papan nama). b)Evaluasi/ validasi

Menanyakan perasaan pasien saat ini. c) Kontrak

1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar.

2. Terapis menjelaskan aturan main berikut:

• Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.

• Lama kegiatan 45 menit

• Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. 3. Tahap kerja

a) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan pasien pada saat terjadi.

(22)

c) Beri pujian pada pasien yang melakukan dengan baik.

d)Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan pasien dari suara yang biasa didengar.

4. Tahap terminasi a) Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK. 2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok. b)Tindak lanjut

Terapis meminta pasien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaanya jika terjadi halusinasi.

c) Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi 2. Menyepakati waktu dan tempat.

2. Sesi kedua: Mengontrol Halusinasi dengan Menghardik

Tujuan:

1. Pasien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi.

2. Pasien dapat memahami cara menghardik halusinasi. 3. Pasien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi. Langkah kegiatan

1. Persiapan

(23)

2. Orientasi

a) Salam terapeutik

1. Salam dari terapis kepada pasien. 2. Pasien dan terapis pakai papan nama. b) Evaluasi/validasi

1. Terapis menanyakan persaan pasien saat ini.

2. Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi: isi, waktu, situasi, dan perasaan.

c) Kontrak

1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu cara mengontrol halusinasi.

2. Menjelaskan aturan main (sama seperti pada sesi 1) 3. Tahap kerja

a) Terapis meminta pasien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua pasien mendapat giliran.

b) Berikan pujian setiap pasien selesai bercerita.

c) Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi saat halusinasi muncul.

(24)

e) Terapis meminta masing-masing pasien memperagakan cara menghardik halusinasi dimulai dari pasien sebelah kiri terapis, berurutan searah jarum jam sampai semua peserta mendapat giliran.

f) Terapis memberikan pujian dan mengajak semua pasien bertepuk tangan saat setiap pasien selesai memperagakan menghardik halusinasi.

4. Tahap terminasi a) Evaluasi

1. Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK. 2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok. b) Tindak lanjut

1. Terapis menganjurkan pasien untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika halusinasi muncul.

2. Memasukkan kegiatan menghardik dalam jadwal kegiatan harian pasien. c) Kontrak yang akan datang

1. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK yang berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.

2. Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya.

3. Sesi ketiga: Mengontrol Halusinasi dengan Melakukan Kegiatan

Tujuan:

1. Pasien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah munculnya halusinasi.

(25)

Langkah kegiatan 1. Persiapan

a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti Sesi 2. b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi

a) Salam terapeutik

1. Salam dari terapis kepada pasien. 2. Pasien dan terapis pakai papan nama. b) Evaluasi/validasi

1. Terapis menanyakan keadaan pasien saat ini.

2. Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari. 3. Terapis menanyakan pengalaman pasien menerapkan cara menghardik

halusinasi. c) Kontrak

1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi dengan melakukan kegiatan.

2. Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumnya). 3. Tahap kerja

a) Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari. Memberi penjelasan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan mencegah munculnya halusinasi.

(26)

c) Terapis membagikan fomulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis formulir yang sama di whiteboard.

d)Terapis membimbing satu persatu pasien untuk membuat jadwal kegiatan harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Pasien menggunakan formulir, terapis menggunakan whiteboard.

e) Terapis melatih pasien memperagakan kegiatan yang telah disusun.

f) Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada pasien yang sudah selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan.

4. Tahap terminasi a) Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah selesai menyusun jadwal kegiatan dan memperagakannya.

2. Terapis memberikan pujian atas kebehasilan kelompok. b) Tindak lanjut

Terapis menganjurkan pasien melaksanakan dua cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik dan melakukan kegiatan.

c) Kontrak yang akan datang

1. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK berikutnya, yaitu mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.

(27)

4. Sesi keempat: Mencegah Halusinasi dengan Bercakap-Cakap

Tujuan:

1. Pasien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah munculnya halusinsi.

2. Pasien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah halusinasi. Langkah kegiatan

1. Persiapan

a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti sesi 3. b)Terapis membuat kontrak dengan pasien.

c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. 2. Orientasi

a) Salam terapeutik

1. Salam dari terapis kepada pasien.

2. Pasien dan terapis memakai papan nama. b)Evaluasi/validasi

1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.

2. Menanyakan pengalaman pasien setelah menerapkan dua cara yang telah dipelajari (mengahardik dan menyibukkan diri dengan kegiatan yang terarah) untuk mencegah halusinasi.

c) Kontrak

1. Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.

(28)

3. Tahap kerja

a) Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mengontrol dan mencegah halusinasi.

b)Terapis meminta tiap pasien menyebutkan orang yang biasa diajak bercakap-cakap.

c) Terapis meminta tiap pasien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa dan bisa dilakukan.

d)Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul “Suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster” atau “Suster, tentang kapan saya boleh pulang”.

e) Terapis meminta pasien untuk memperagakan percakapan dengan orang di sebelahnya.

f) Berikan pujian atas keberhasilan pasien.

g)Ulangi e s/d f sampai semua pasien mendapat giliran. 4. Tahap terminasi

a) Evaluasi

1. Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.

2. Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah dilatih. 3. Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

b)Tindak lanjut

(29)

c) Kontrak yang akan datang

1. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

2. Terapis menyepakati waktu dan tempat.

5. Sesi kelima: Mengontrol Halusinasi dengan Patuh Minum Obat

Tujuan:

1. Pasien mamahami pentingnya patuh minum obat. 2. Pasien memahami akibat tidak patuh minum obat. 3. Pasien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat. Langkah kegiatan

1. Persiapan

a) Mengingatkan kontrak pada pasien yang telah mengikuti sesi 4. b)Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi

a) Salam terapeutik

1. Salam dari terapis kepada pasien.

2. Terapis dan pasien memakai papan nama. b)Evaluasi/validasi

1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.

(30)

c) Kontrak

1. Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

2. Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumnya). 3. Tahap kerja

a) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh karena obat memberi perasaan tenang, memperlambat kambuh.

b)Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab kambuh.

c) Terapis meminta pasien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu memakannya. Buat daftar di whiteboard.

d)Menjelaskan lima benar minum obat yaitu benar obat, benar waktu minum obat, benar orang yang minum obat,benar cara minum obat, benar dosis obat. e) Minta pasien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran. f) Berikan pujian pada pasien yang benar.

g)Mendiskusikan perasaan pasien sebelum minum obat (catat di whiteboard). h)Mendiskusikan perasaan pasien setelah teratur minum obat (catat di

whiteboard).

i) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu mencegah halusinasi/kambuh.

j) Meminta pasien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan kerugian tidak patuh minum obat.

(31)

4. Tahap terminasi a) Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.

2. Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.

3. Terapis membaerikan pujian atas keberhasilan kelompok. b)Tindak lanjut

Menganjurkan pasien untuk menggunakan empat cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap, dan patuh minum obat.

c) Kontrak yang akan datang

1. Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontrol halusinasi.

2. Buat kesepakatan baru untuk TAK yg lain sesuai dengan indikasi pasien (Keliat, 2004).

2. Kemampuan Mengontrol Halusinasi

2.1 Defenisi

(32)

Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada (Videbeck, 2008). Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau pola ransang yang mendekat (baik yang dimulai secara eksternal maupun internal) disertai dengan respon yang berkurang, dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan rangsang tertentu (Towsend, 1998 dikutip dari Yosep 2008). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya ransangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001 dikutip dari Marlindawany, dkk, 2008).

2.2Tahapan halusinasi

Menurut Janice Clack (1962), pasien yang mengalami gangguan jiwa sebagian besar disertai halusinasi meliputi beberapa tahapan antara lain :

1. Tahap Comforting

Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, pasien biasanya mengkompensasikan stressornya dengan koping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman.

2. Tahap Condeming

(33)

3. Tahap Controling

Timbul kecemasan berat, pasien berusaha memerangi suara yang timbul tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan pasien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang pasien merasa sangat kesepian/sedih.

4. Tahap Conquering

Pasien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti perilaku pasien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide.

(Yosep, 2008)

2.3Jenis halusinasi

Berbagai jenis halusinasi antara lain (Cancro & Lehman, 2000): 1. Halusinasi pendengaran

Mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang, berbicara kepada pasien atau membicarakan pasien. Mungkin ada satu atau banyak suara; dapat berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling sering terjadi. Halusinasi berupa perintah, suara-suara yang menyuruh pasien untuk mengambil tindakan, seringkali membahayakan diri sendiri atau orang lain dan dianggap berbahaya.

2.Halusinasi penglihatan

(34)

3. Halusinasi penciuman

Mencium aroma atau bau padahal tidak ada. Bau tersebut dapat berupa bau tertentu seperti urine atau feses, atau bau yang sifatnya lebih umum , misalnya bau busuk atau bau yang tidak sedap. Jenis halusinasi ini sering ditemukan pada pasien demensia, kejang atau stroke.

4. Halusinasi pengecapan

Mencakup rasa yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut bisa seperti rasa logam atau pahit atau mungkin seperti rasa tertentu.

5. Halusinasi taktil

Mengacu pada sensasi seperti aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuh atau seperti binatang kecil yang merayap di kulit. Paling sering ditemukan pada pasien yang mengalami putus alcohol.

6. Halusinasi kenestetik

Meliputi laporan pasien bahwa ia merasakan fungsi tubuh yang biasanya tidak bisa dideteksi. Contohnya sensasi pembentukan urine atau impuls yang ditransmisikan melalui otak.

7. Halusinasi kinestetik

(35)

7.3Etiologi

Adapun etiologi dari halusinasi terbagi menjadi dua yaitu faktor predisposisi dan presipitasi.

Faktor predisposisi dari halusinasi adalah aspek biologis, psikologis, genetik, sosial dan biokimia. Jika tugas perkembangan terlambat atau hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress atau kecemasan. Beberapa faktor di masyarakat dapat membuat seseorang terisolasi dan kesepian sehingga menyebabkan kurangnya rangsangan dari eksternal. Stress yang menggangggu sistem metabolisme tubuh akan mengeluarkan suatu zat yang bersifat halusinogen (Carson, 2000).

Menurut Cloninger (1989), gangguan jiwa terutama gangguan persepsi sensori: halusinasi dan gangguan psikotik lainnya erat sekali penyebabnya dengan faktor genetik. Individu yang memiliki hubungan sebagai ayah, ibu, saudara atau anak dari pasien yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan 10 %, sedangkan keponakan atau cucu kejadiannya 2-4 %. Individu yang memiliki hubungan sebagai kembar identik dengan pasien yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan 46-48 %, sedangkan kembar dizygot memiliki kecenderungan 14-17 % (Yosep, 2008).

(36)

Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi, dalam penelitian dengan menggunakan CT Scan otak, ditemukan pula perubahan pada anatomi otak pasien, terutama pada penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks bagian depan, dan atrofi otak kecil (Yosep, 2008).

Faktor presipitasi adalah stresor sosial dimana stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadinya penurunan stabilitas, keluarga, perpisahan dari orang yang sangat penting atau diasingkan oleh kelompok/masyarakat; faktor biokimia dapat meyebabkan partisipasi pasien berinteraksi dengan kelompok kurang, suasana yang terisolasi (sepi) sehingga dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang mengeluarkan halusinogenik; faktor psikologis yang juga akan meningkatkan intensitas kecemasan yang berkepanjangan disertai terbatasnya kemampuan dalam memecahkan masalah mungkin akan mulai berkembangnya perubahan sensori persepsi pasien, biasanya hal ini untuk pengembangan koping menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan diganti dengan hayalan yang menyenangkan (Stuart & Sundeen, 1998 dikutip dari Cyber nurse 2009).

7.4Tanda dan gejala

Adapun tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut : a) Berbicara, senyum dan tertawa sendiri.

b)Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasakan sesuatu yang tidak nyata.

(37)

d)Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak mampu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi, berganti pakaian dan berhias yang rapi.

e) Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan, mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan kacau dan tidak masuk akal, banyak keringat.

(38)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi. Penelitian ini adalah quasi eksperimen menggunakan desain pre test-post test pada kelompok intervensi dengan pemberian TAK stimulasi persepsi yang diadopsi dari Budi Anna Keliat keliat, terdiri dari lima sesi.

Kemampuan mengontrol halusinasi digolongkan atas baik, cukup, kurang. Sebelum intervensi, dilakukan pre-test dengan lembar wawancara dan lembar observasi (observation sheet) yang diadopsi dari Budi Anna keliat (2004) dan Purwaningsih (2009) yang berisi aspek yang dinilai pada tiap sesi. Sesi pertama: pengenalan halusinasi; sesi kedua: cara mengatasi halusinasi; sesi ketiga: kegiatan mengontrol halusinasi; sesi keempat: kemampuan bersosialisasi; sesi kelima; pemahaman obat.

(39)

Skema 1 : kerangka penelitian pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di RSJ Daerah Provsu Medan

INPUT PROSES OUTPUT

2. Defenisi Konseptual dan Operasional

TAK Stimulasi Persepsi

™ Defenisi konseptual

TAK stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan /atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004).

Pasien halusinasi

Kontrol halusinasi *baik

kontrol halusinasi * kurang

TAK Stimulasi Persepsi:

- Sesi 1: mengenal halusinasi

- Sesi 2 : mengontrol halusinasi dengan menghardik

(40)

™ Defenisi operasional

TAK stimulasi persepsi dalam penelitian ini didefenisikan sebagai terapi yang diberikan pada sebuah kelompok dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi oleh seorang terapis, menggunakan lima sesi yang dijalankan selama 5 hari dengan lama kegiatan ± 45 menit dimulai dari pengenalan halusinasi, pengontrolan halusinasi dengan cara menghardik, pengontrolan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan, pencegahan halusinasi dengan bercakap-cakap, dan pengontrolan halusinasi dengan patuh minum obat.

Kemampuan Mengontrol Halusinasi

™ Defenisi konseptual

Kemampuan mengontrol halusinasi merupakan kesanggupan (potensi) menguasai persepsi sensori secara langsung, atau merupakan hasil latihan atau praktek (Robbins 2000, dikutip dari Simamora 2002).

™ Defenisi operasional

(41)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen jenis

One group pretest-posttest yang hanya terdiri dari 1 kelompok. Pada rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol), tetapi dilakukan observasi awal (pretest) terlebih dahulu sebelum diberikan intervensi, setelah itu diberikan intervensi kemudian dilakukan observasi akhir (posttest) (Alimul,2007).

2. Populasi dan sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien halusinasi yang ada di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

Besarnya jumlah sampel pada penelitian ini adalah 7 orang. Penentuan jumlah sampel menggunakan tabel “power analysis” untuk “t-test”. Dalam penelitian ini ditetapkan “level of significance” dengan lambang α sebesar 0.025 “power” sebesar 80% (Portney, 2000).

Cara pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi yang sesuai dengan kriteria peneliti (Setiadi, 2007).

(42)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di ruang Kamboja Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Pemilihan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan sebagai tempat penelitian dikerenakan rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit jiwa pendidikan yang memiliki fasilitas dan pelayanan jiwa yang memadai. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 13 Januari – 19 Januari 2010.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian dilakukan setelah peneliti mendapatkan rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya mengirimkan surat permohonan untuk mendapatkan surat ijin dari institusi dan rekomendasi dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Setelah mendapat ijin dari Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan, peneliti memulai pengumpulan data dengan memberikan lembar persetujuan (Informed consent) kepada perawat ruangan sebagai wakil dari responden (pasien halusinasi). Sebelum perawat ruangan mengisi dan menandatangani lembar persetujuan, peneliti menjelaskan maksud, tujuan dan proses penelitian yang akan dilakukan.

(43)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama tetapi hanya mencantumkan nomor responden pada masing-masing lembar observasi. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan sebagai hasil penelitian.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa lembar observasi dan lembar wawancara. Bagian pertama instrument penelitian tentang pengumpulan data demografi pasien yang meliputi: umur, tingkat pendidikan, jenis halusinasi, dan lama hari rawat.

Bagian kedua terdiri dari 2 yaitu: lembar observasi dan lembar wawancara. Lembar observasi berisi beberapa item observasi yang menggambarkan kemampuan pasien mengontrol halusinasi. Konsepnya diadopsi dari Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi oleh Budi Anna Keliat.

(44)

pertanyaan panduan untuk memperoleh data yang ditanyakan pada lembar observasi.

6. Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Mengajukan permohonan ijin pelaksanaan penelitian pada institusi Pendidikan (Fakultas Keperawatan USU).

2. Mengirimkan permohonan ijin yang diperoleh ke tempat penelitian (RSJ Daerah Provsu Medan).

3. Setelah mendapat ijin dari RSJ Daerah Provsu Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian.

4. Menentukan calon responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat peneliti. 5. Menjelaskan kepada perawat ruangan sebagai wakil dari responden (pasien

halusinasi) tentang tujuan, manfaat, dan proses TAK stimulasi persepsi yang akan diberikan.

6. Perawat ruangan yang bersedia, diminta untuk menandatangani informed consent (surat persetujuan).

7. Pada hari pertama, peneliti melakukan pretest kemampuan kontrol halusinasi pasien dengan memakai lembar observasi dan lembar wawancara sebelum diberikan TAK stimulasi persepsi.

(45)

9. Pada hari ketujuh, peneliti melakukan posttest dengan menggunakan lembar observasi dan lembar wawancara yang sama pada saat pretest.

10.Selanjutnya data yang diperoleh dikumpulkan untuk dianalisa.

7. Analisa Data

Setelah data terkumpul, dilakukan analisa data, yang dimulai dari tahap persiapan yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Data yang diperoleh diidentifikasi dengan mentabulasikan data yang terkumpul. Selanjutnya data diolah dengan menggunakan menggunakan teknik komputerisasi.

Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui frekuensi dan persentase data demografi yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Statistik inferensial digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat kontrol halusinasi sebelum dan sesudah diberikan TAK stimulasi persepsi yaitu dengan uji statistik

WilcoxonSigned Ranks Test.

Hasil pengukuran (p) dibandingkan untuk menguji hipotesa penelitian (Ha) sehingga dapat diketahui pengaruh TAK stimulasi persepsi terhadap peningkatan kemampuan pasien mengontrol halusinasi, maka ketentuannya sebagai berikut: ¾ Hipotesis alternatif (Ha) diterima jika hasil perhitungan uji statistik (p) lebih

kecil dari nilai α.

(46)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan responden mengontrol halusinasi di ruangan Kamboja Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.

1. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan dari tanggal 13 Januari 2010 sampai 19 Januari 2010. Penelitian ini melibatkan sejumlah 7 orang responden. Seluruh responden merupakan kelompok intervensi yang diberikan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi selama 45 menit/sesi setiap hari. Dimulai dari pre test pada hari pertama dan dilanjutkan dengan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi yang terdiri dari 5 sesi, dan diakhiri dengan post test. Hasil penelitian ini memaparkan karateristik demografi responden, perbedaan kemampuan responden mengontrol halusinasi pre dan post terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.

1.1 Karakteristik Demografi Responden

(47)

mayoritas yaitu tingkat pendidikan SD berjumlah 3 orang (42,9%), dan tingkat pendidikan SMA berjumlah 3 orang (42,9%). Mayoritas responden (6 orang; 85,7%) memiliki riwayat halusinasi pendengaran. Rata-rata lama hari rawat responden adalah lebih dari 2 minggu (5 orang; 71,4%).

Tabel 1. Distribusi Karakteritik Responden

Karakteristik n %

3. Jenis Halusinasi

(48)

1.2 Kemampuan Responden Mengontrol Halusinasi Pre dan Post TAK

Stimulasi Persepsi

a) Sesi 1: Mengenal Halusinasi

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pre dan Post TAK Stimulasi

Persepsi Sesi 1 di RSJ Daerah Provsu Medan

Pre Test Post Test

Halusinasi

n % n %

Baik 2 28,6 7 100

Cukup 5 71,4 - -

Total 7 100 7 100

(49)

b) Sesi 2: Mengontrol Halusinasi dengan Menghardik

Tabel 3. Distribusi Responden Pre dan Post TAK Stimulasi Persepsi Sesi 2 di

RSJ Daerah Provsu Medan

Pre Test Post Test

Halusinasi

n % n %

Baik - - 7 100

Cukup 3 42,9 - -

Kurang 4 57,1 - -

Total 7 100 7 100

(50)

c) Sesi 3: Mengontrol Halusinasi dengan Melakukan Kegiatan

Tabel 4. Distribusi Responden Pre dan Post TAK Stimulasi Persepsi Sesi 3 di

RSJ Daerah Provsu Medan

Pre Test Post Test

Halusinasi

n % n %

Baik - - 7 100

Cukup 5 71,4 - -

Kurang 2 28,6 - -

Total 7 100 7 100

(51)

d) Sesi 4: Mencegah Halusinasi dengan Bercakap-Cakap

Tabel 5. Distribusi Responden Pre dan Post TAK Stimulasi Persepsi Sesi 4 di

RSJ Daerah Provsu Medan

Pre Test Post Test

Halusinasi

n % n %

Baik - - 7 100

Cukup 6 85,7 - -

Kurang 1 14,3 - -

Total 7 100 7 100

(52)

e) Sesi 5: Mengontrol Halusinasi dengan Patuh Minum Obat

Tabel 6. Distribusi Responden Pre dan Post TAK Stimulasi Persepsi Sesi 5 di

RSJ Daerah Provsu Medan

Pre Test Post Test

Halusinasi

n % n %

Patuh - - 7 100

Tidak Patuh 7 100 - -

Total 7 100 7 100

Tabel 6 memperlihatkan bahwa kemampuan responden mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat sebelum diberi TAK stimulasi persepsi (pre test) berada dalam kategori tidak patuh sebanyak 7 orang (100%). Setelah diberi TAK stimulasi persepsi (post test), kemampuan responden mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat berada dalam kategori patuh sebanyak 7 orang (100%).

1.3 Perbedaan Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pre dan Post TAK

Stimulasi Persepsi

Uji statistik Wilcoxon Signed Ranks Test digunakan untuk membandingkan data pre dan post dan diperoleh perbedaan kemampuan mengontrol halusinasi pre

(53)

Tabel 7. Perbedaan mengontrol halusinasi pre dan post TAK stimulasi

persepsi sesi 1- sesi 5

a. Pre dan Post Sesi 1

post test sesi 1 – pre test sesi 1

Z -2.414a

P .016

Hasil uji wilcoxon pada sesi 1 menunjukkan bahwa ada pengaruh TAK stimulai persepsi terhadap kemampuan responden mengontrol halusinasi. Ditunjukkan dengan nilai p = 0.016 ( p < 0.025).

b. Pre dan Post sesi 2

post test sesi 2 – pre test sesi 2

Z -2.414a

P .016

(54)

c. Pre dan Post Sesi 3

post test sesi 3 – pre test sesi 3

Z -2.392a

P .017

Hasil uji wilcoxon pada sesi 3 menunjukkan bahwa ada pengaruh TAK stimulai persepsi terhadap kemampuan responden mengontrol halusinasi. Ditunjukkan dengan nilai p = 0.017 (p < 0.025).

d. Pre dan Post Sesi 4

post test sesi 3 – pre test sesi 3

Z -2.401a

P .016

Hasil uji wilcoxon pada sesi 4 menunjukkan bahwa ada pengaruh TAK stimulai persepsi terhadap kemampuan responden mengontrol halusinasi. Ditunjukkan dengan nilai p = 0.016 ( p < 0.025).

e. Pre dan Post Sesi 5

post test sesi 5 – pre test sesi 5

Z -2.530a

(55)

Hasil uji wilcoxon pada sesi 5 menunjukkan bahwa ada pengaruh TAK stimulai persepsi terhadap kemampuan responden mengontrol halusinasi. Ditunjukkan dengan nilai p = 0.011( p < 0.025).

2. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sesi 1 (kemampuan mengenal halusinasi) pre test, kemampuan responden mengenal halusinasi dalam kategori cukup sebanyak 5 orang (71,4%). Sementara itu, pada sesi 1 post test seluruh responden (7 orang; 100%) mampu mengenal halusinasi dengan baik. Responden mampu menceritakaan isi halusinasinya, waktu terjadinya halusinasi tersebut, kondisi yang biasanya memunculkan halusinasi, dan menjelaskan bagaimana perasaannya saat berhalusinasi. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan responden mengenal halusinasi pada sesi 1, lebih baik setelah diberikan TAK stimulasi persepsi.

(56)

tangan, sambil menghardikkan kata seperi “pergi..., pergi…, jauh dari saya.., kamu suara palsu.., jangan ganggu saya.” Hal ini menunjukkan TAK stimulasi persepsi memberikan pengaruh terhadap kemampuan responden mengontrol halusinasi.

Pada sesi 3 (kemampuan mencegah halusinasi dengan melakukan kegiatan) pre test, kemampuan responden mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan dalam kategori cukup sebanyak 5 orang (71,4%). Sementara itu, pada sesi 3 post test, seluruh responden (7 orang; 100%) mampu mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan dalam kategori baik. Responden mampu menceritakan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari, mampu memperagakan aktivitas tersebut, mampu menuliskan kegiatan tersebut dalam jadwal kegiatan harian, dan mampu menyebutkan 2 cara mengontrol halusinasi. Hal ini menunjukkan bahwa TAK stimulasi persepsi memberikan pengaruh terhadap responden mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.

(57)

persepsi memberikan pengaruh yang kuat terhadap kemampuan responden mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap.

Pada sesi 5 (kepatuhan minum obat untuk mencegah halusinasi) pre test, seluruh responden (7 orang; 100%) tidak patuh minum obat. Sementara itu, pada post test sesi 5, seluruh responden patuh minum obat (7 orang; 100%). Setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi responden mampu menyebutkan 5 benar cara minum obat, menyebutkan keuntungan minum obat dan bagaimana akibatnya jika tidak minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa TAK stimulasi persepsi memberikan pengaruh yang kuat terhadap tingkat kepatuhan responden minum obat untuk mengontrol halusinasi.

Analisa data secara bivariat dengan menggunakan uji wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan bahwa TAK stimulasi persepsi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan responden mengontrol halusinasi pada setiap sesi. Hal ini terlihat dari sesi 1 – sesi 5, nilai p1 = 0.016; p2 = 0.016; p3 = 0.017; p4 = 0.016; p5 = 0.011 (p < 0.025).

(58)

Daerah Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi terhadap peningkatan kemampuan kognitif klien. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan kognitif pasien setelah diberikan TAK stimulasi persepsi dari 3,53 mean pretest menjadi 18,3 mean posttest.

(59)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 7 orang responden sebelum dan sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan pada bulan Januari 2010 maka disimpulkan bahwa setiap sesi yang dilakukan dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi mempunyai pengaruh terhadap kemampuan responden mengontrol halusinasi. Hal ini terlihat dari uji statistik, pada sesi 1 nilai p = 0,016, pada sesi 2 nilai p = 0,016, pada sesi 3 p = 0.017, pada sesi 4 nilai p = 0.016, pada sesi 5 nilai p = 0.011. Nilai p dari sesi 1- sesi 5 < α (α= 0.025)

(60)

2. Saran

Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah: 2.1Praktek Keperawatan

Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi memang sudah dilakukan di rumah sakit jiwa, tetapi belum optimal dan jarang dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan ini. Untuk meningkatkan program terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi yang berdampak pada pasien yang mengalami halusinasi, sebaiknya perawat membuat jadwal TAK ± 30 menit setiap hari serta mempunyai alat ukur untuk menilai keberhasilan dari kegiatan yang dilakukan.

2.2Penelitian selanjutnya

(61)

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A.H (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika

Carson V.B. (2000). Mental Health Nursing: the nurse-patient journey.(2nd edition). W.B. United States of America: Saunders Company

Chaery I. (2009). TAK: Persepsi Sensori. Dibuka pada website http://www.schizophrenia.com/12 September 2009

Ciber Nurse. (2009). Halusinasi. Dibuka pada website http://www.forum.ciremai.com/12 September 2009

Darsana, W (2007). Pengaruh Tak : Stimulasi Persepsi Terhadap Tingkah Laku Klien Dengan Halusinasi Pendengaran Di Bpk Rsj Propinsi Bali

Penelitian Quasy-Experiment. Dibuka pada website

http://masdanang.co.cc/10 September 2009

Daley, C. D. & Salloum I. M. (2001). Clinican’s Guide to Mental Illness. Mc. Graw Hill Companies, Inc.

Hamid S. Achir Yani. (2007). Buku Ajar Riset Keperawatan: Konsep, Etika, & Instrumentasi. Edisi 2. Jakarta: EGC

Hamid S. Achir Yani. (2008). Bunga Rampai:Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Ilham. (2008). Konsep Dasar Halusinasi. Dibuka pada website http://healthreference-ilham.blogspot.com/12 September 2009

Keliat, Budi Anna. (2004). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC

Marlindawani dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press

(62)

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Dibuka pada website http:/www. etd.eprints.ums.ac.id/ 12 Juni 2010.

Nasution, S. S. (2003). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Perubahan

sensoro Persepsi : Halusinasi. Dibuka pada website

http://www.nersgun.multiply.multiply content.com /10 September 2009.

Purwaningsih W. & Karlina I. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta : NUHA MEDIKA Press

Portney, L.G. (2000). Foundation of Clinical Research Application to Practice.

(2nd edition). New Jersey USA: Printice-Hall

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sheila, L Videbeck. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Simamora. (2002). Ability. Dibuka pada website http://www. digilib.petra.ac.id/31 Oktober 2009

Stikes. (2009). Perubahan Gejala Halusinasi Pasien Jiwa Sebelum dan Setelah Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi di Rumah

Sakit Grhasia Provinsi DIY

.

Dibuka pada website http://skripsistikes.wordpress.com/31 Oktober 2009

Simon. (2005). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi

(Mengontrol Halusinasi) terhadap Kemampuan Mengenal Realita pada Pasien dengan Gangguan Orientasi Realita (Halusinasi). Dibuka pada website http://skripsi.umm.ac.id/19 Mei 2010

Sudden & Stuart. (1998). Keperawatan Jiwa. Ed. 3. Jakarta: EGC

Yosep, I. S.Kp, Msi. (2007). Keperwatan jiwa. Cetakan I. Bandung :Rafika Aditama

(63)

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bernama Ledy Gresia Sihotang adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi tehadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi.” Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Untuk keperluan tersebut, saya mohon kesediaan keluarga/perawat di ruangan sebagai wakil responden dalam penelitian ini. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan keluarga/perawat di ruangan, dan jawaban responden dijamin kerahasiaannya.

Demikian permohonan ini disampaikan atas bantuan dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

(64)

Lampiran 2 JADWAL PENELITIAN

September Oktober November Januari Februari Maret April Mei Juni No Kegiatan

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Mengajukan judul

2 Menetapkan judul penelitian 3 Menyiapkan proposal

penelitian

4 Mengajukan sidang proposal 5 Sidang proposal penelitian 6 Revisi proposal penelitian 7 Mengajukan izin penelitian

8 Pengumpulan data 9 Analisa data

10 Penyusunan laporan/skripsi 11 Pengajuan sidang skripsi

12 Ujian sidang

13 Revisi

14 Mengumpulkan skripsi

Diketahui Oleh, Dosen Pembimbing

(65)

Lampiran 3

ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

PROPOSAL

- Biaya print menyelesaikan proposal Rp 100.000,- - Buku dan fotokopi sumber tinjauan pustaka Rp 50.000,- - Perbanyakan proposal Rp 50.000,- - Biaya internet Rp 50.000,- - Sidang proposal Rp 45.000,-

PENGUMPULAN DATA

- Izin penelitian Rp 60.000,- - Transportasi Rp 50.000,- - Penggandaan lembar observasi

dan persetujuan penelitian Rp 20.000,-

- Spidol Rp. 8.000,-

- Souvenir Rp. 100.000,- ANALISA DATA DAN PENYUSUNAN LAPORAN

- Biaya rental dan print Rp 75.000,-

- Penjilidan Rp 200.000,- - Penggandaan laporan penelitian Rp 200.000,- BIAYA TAK TERDUGA Rp 130.000,-

(66)

Lampiran 4

INSTRUMENT PENELITIAN

A. Data Demografi

1 No. responden :

2 Umur :

3 Jenis kelamin : laki-laki perempuan

4 Pendidikan : SD PTN

SMP Dan lain-lain SMU

(67)

Lampiran 5

LEMBAR OBSERVASI

Pengaruh Terapi Aktivitas kelompok Stimulasi Persepsi terhadap

Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provsu Medan

B.TAK STIMULASI PERSEPSI: Halusinasi

Pre test Post test No Sesi Aspek yang dinilai

Dilakukan Dilakukan 1 1:

Kemampuan mengenal halusinasi

Pasien dapat menyebutkan : isi halusinasi yang selama ini digunakan mengatasi halusinasi

(68)

efektivitas cara yang biasa dilakukan memperagakan

kegiatan yang biasa dilakukan

menyusun jadwal kegiatan harian

menyebutkan dua cara mengontrol halusinasi yang biasa diajak bercakap-cakap

(69)

halusinasi percakapan menyusun jadwal percakapan

menyebutkan tiga cara mengontrol dan mencegah halusinasi

5 5: kemampuan patuh minum obat untuk mencegah haalusinasi

Pasien dapat menyebutkan: lima benar cara minum obat

keuntungan minum obat

akibat tidak minum obat

(70)

Lampiran 6

LEMBAR WAWANCARA

Pengaruh Terapi Aktivitas kelompok Stimulasi Persepsi terhadap

Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provsu Medan

1. Sesi 1: Kemampuan mengenal halusinasi Isi halusinasi

- Apa yang dikatakan suara itu kepada anda? (apabila halusinasi dengar)

- Apa bentuk bayangan yang anda lihat? (apabila halusinasi penglihatan)

Waktu terjadi halusinasi

- Kapan suara atau bayangan itu muncul? - Berapa kali sehari?

situasi terjadi halusinasi

- Pada situasi yang bagaimana suara atau bayangan itu muncul? perasaan saat halusinasi

- Bagaimana perasaan anda ketika suara atau bayangan itu mnucul?

2. Sesi 2: Kemampuan menghardik halusinasi

(71)

- apa cara yang anda lakukan ketika suara atau bayangan itu muncul?

menyebutkan efektivitas cara

- apakah cara yang digunakan tersebut mampu mengatasi halusinasi yang dirasakan?

- Cara yang mana yang lebih baik (mampu) menagatasi halusinasi? (bila pasien mengetahui lebih dari 1 cara).

menyebutkan cara mengatasi halusinasi dengan cara menghardik - apa kata yang diucapkan saat menghardik halusinasi?

memperagakan menghardik halusinasi

- Coba tunjukkan cara mengusir suara atau bayangan yang benar?

3. Sesi 3: Kemampuan mencegah halusinasi dengan melakukan kegiatan menyebutkan kegiatan yang biasa dilakukan

- apa saja yang biasa dilakukan tiap harinya?(dari pagi sampai malam)

- setelah makan pagi apa kegiatannya? memperagakan kegiatan yang biasa dilakukan - bagaimana bentuk kegiatannya?

- Coba peragakan!

menyusun jadwal kegiatan harian

(72)

- Apakah sudah tahu memasukkan kegiatan ke dalam jadwal kegiatan?

menyebutkan dua cara mengontrol halusinasi

- coba sebutkan 2 cara menghilangkan suara-suara/bayangan? 4. Sesi 4: Kemampuan bercakap-cakap untuk mencegah halusinasi

menyebutkan orang yang biasa diajak bercakap-cakap

- siapa orang yang biasa diajak bercakap-cakap/cerita ketika suara atau bayangan itu muncul?

memperagakan percakapan - Bagaimana cara ngobrolnya? - Apa saja yang diobrolkan? - Coba contohkan!

menyusun jadwal percakapan

- Apakah kegiatan bercakap-cakap sudah ada dalam jadwal kegiatan harian?

- Sudah tahu cara memasukkan kegiatan dalam jadwal harian? menyebutkan tiga cara mengontrol dan mencegah halusinasi

- coba sebutkan cara yang biasa dilakukan menghindari halusinasi yang dialami!

- Apa lagi cara yang lain yang dilakukan?

5. Sesi 5: Kemampuan patuh minum obat untuk mencegah haalusinasi lima benar cara minum obat

(73)

- apakah obat diperiksa sebelum dikonsumsi? - berapakali mengkonsumsi obat ini dalam sehari? - Bagaimana cara mengkonsumsi obat ini?

- Kapan saja waktunya obat ini dikonsumsi? keuntungan minum obat

- Apa hal baik yang diperoleh bila meminum obat dengan teratur?

- Apa saja yang dirasakan bila minum obat secara teratur? - Apakah ada perasaan tenang?

- Apakah bayangan/suara-suara masih muncul bila teratur mengkonsumsi obat?

akibat tidak minum obat

- apa yang dirasakan bila tidak mengkonsumsi obat?

(74)

Lampiran 7

PANDUAN

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI:

HALUSINASI

1. Latar Belakang

Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi diberikan dengan memberikan stimulus pada pasien halusinasi sehingga pasien bisa mengontrol halusinasinya.

2. Tujuan

a) Tujuan Umum

Setelah diberikan TAK stimulasi persepsi, pasien dapat meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi secara bertahap sesuai dengan prosedur yang disampaikan di sesi 1, sesi 2, sesi 3, sesi 4, dan sesi 5.

b) Tujuan khusus

a.Pasien mampu mengenal halusinasi

b. Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan menghardik c.Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan d. Pasien mampu mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap e.Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat 3. Setting

a. Terapis dan pasien duduk bersama dalam lingkaran b. Ruangan nyaman dan tenang

4. Tempat

Ruangan Cempaka di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan

5. Media

a. Spidol dan papan tulis/whiteboard/flipchart

b. Jadwal kegiatan pasien c. Pulpen

(75)

6. Metode

a. Diskusi dan tanya jawab

b. Bermain peran/simulasi dan latihan

7. Perilaku yang diharapkan

a. Setiap peserta kooperatif dengan perawat

b. Peserta melakukan arahan yang diberikan dengan benar c. Peserta mematuhi peraturan

8. Langkah kegiatan

a)Sesi pertama: Mengenal Halusinasi

1. Persiapan

a. Memilih pasien sesuai dengan indikasi yaitu pasien dengan perubahan sensori persepsi: halusinasi.

b. Membuat kontrak dengan pasien

c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan 2. Orientasi (waktu 10 menit)

a. Salam terapeutik

1.Salam dari terapis kepada pasien.

2.Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama). 3.Menanyakan nama dan panggilan semua pasien (beri papan nama). b. Evaluasi/ validasi

Menanyakan perasaan pasien saat ini. c. Kontrak

1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar.

2. Terapis menjelaskan aturan main berikut:

• Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.

• Lama kegiatan 45 menit

(76)

3. Tahap kerja (waktu 20 menit)

a) Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan pasien pada saat terjadi.

b) Meminta pasien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi yang membuat terjadi, dan perasaan pasien sat terjadi halusinasi. Mulai dari pasien yang sebelah kanan , secara berurutan sampai semua pasien mendapat giliran. Hasilnya ditulis di whiteboard.

c) Beri pujian pada pasien yang melakukan dengan baik.

d) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan pasien dari suara yang biasa didengar.

4. Tahap terminasi (waktu 15 menit)

a. Evaluasi

1. Menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK. 2. Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok. b. Tindak lanjut

Meminta pasien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaanya jika terjadi halusinasi.

c. Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi dengan menghardik.

2. Menyepakati waktu dan tempat TAK selanjutnya.

b. Sesi kedua: Mengontrol Halusinasi dengan Menghardik

1. Persiapan

a. Mengingatkan kontrak kepada pasien yang telah mengikuti sesi b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi (waktu 10 menit)

a. Salam terapeutik

(77)

b. Evaluasi/validasi

1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.

2. Menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi: isi, waktu, situasi, dan perasaan.

c. Kontrak

1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu cara mengontrol halusinasi.

2. Menjelaskan aturan main (sama seperti pada sesi 1)

3. Tahap kerja (waktu 20 menit)

a. Meminta pasien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua pasien mendapat giliran.

b. Berikan pujian setiap pasien selesai bercerita.

c. Menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi saat halusinasi muncul.

d. Memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu “Pergi jangan ganggu saya”, “saya mau bercakap-cakap dengan …”

e. Meminta masing-masing pasien memperagakan cara menghardik halusinasi dimulai dari pasien sebelah kiri terapis, berurutan searah jarum jam sampai semua peserta mendapat giliran.

f. Memberikan pujian dan mengajak semua pasien bertepuk tangan saat setiap pasien selesai memperagakan menghardik halusinasi.

4. Tahap terminasi (waktu 15 menit)

a.Evaluasi

1. Menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK. 2. Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok. b.Tindak lanjut

1. Menganjurkan pasien untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika halusiasi muncul.

(78)

c. Kontrak yang akan datang

1. Membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK yang berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan. 2. Membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya.

c.Sesi ketiga: Mengontrol Halusinasi dengan Melakukan Kegiatan

1. Persiapan

a. Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti Sesi 2. b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi (waktu 10 menit)

a. Salam terapeutik

1. Salam dari terapis kepada pasien. 2. Pasien dan terapis pakai papan nama. b. Evaluasi/validasi

1. Menanyakan keadaan pasien saat ini.

2. Menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.

3. Menanyakan pengalaman pasien menerapkan cara menghardik halusinasi. c. Kontrak

1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi dengan melakukan kegiatan.

2. Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumya).

3. Tahap kerja (waktu 20 menit)

a. Menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari. Member penjelasan bahwa dengan melakukan kegitan yang teratur akan mencegah munculnya halusinasi.

b. Meminta tiap pasien menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan setiap sehari-hari, daan tulis di whiteboard.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Karakteritik Responden
Tabel 2 memperlihatkan bahwa kemampuan responden mengenal
Tabel 3. Distribusi Responden Pre dan Post TAK Stimulasi Persepsi Sesi 2 di
Tabel 4. Distribusi Responden Pre dan Post TAK Stimulasi Persepsi Sesi 3 di
+3

Referensi

Dokumen terkait

Namun nilai estetika (keindahan) yang terdapat di dalamnya direspon dengan cara yang sama, yaitu kagum dan takjub, dan ini tentu tidak selalu berhubungan dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamban di Pekon Hujung terbagi dalam 5 tipe rumah dengan 14 jenis grid kolom dengan kemungkinan jumlah grid dapat bertambah seiring

Dalam pernyat aan di at as berart i, m engupdat e t abel Buku, dim ana kolom St ok y ang baru m erupakan hasil pengurangan kolom St ok yang lam a dengan kolom Kuant it as pada

Berarti penelitian ini mampu membuktikan hipotesis yang menyatakan profitability (profitabilitas) berpengaruh positif terhadap capital structure (struktur

Setelah selesai, barang-barang yang dibeli ibu ditata dengan rapi oleh tukang becak itu.. Mereka pulang dengan becak itu

Perancangan proses dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan data dan mempelajarinya untuk disusun menjadi struktur data yang teratur

Konflik eksternal yang terdapat dalam novel Taira no Masakado, yaitu konflik antara Masakado dengan ketiga pamannya (Paman Kunika, Paman Yoshikane, Paman

Dapat dipertimbangkan penggunaan pondasi Tiang Pancang dengan kedalaman pondasi yang disesuaikan dengan beban struktur bangunan atau hingga mencapai pondasi yang