PEMBENTUKAN SELULOSA BAKTERI DENGAN
MENGGUNAKAN ACETOBACTER XYLINUM
DISERTASI
Oleh
YUNIARTI YUSAK NIM 068103006
PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Disertasi : Inkorporasi Asam Askorbat pada Pembentukan
Selulosa Bakteri Dengan Menggunakan
Acetobacter xylinum
Nama : Yuniarti Yusak
Nomor Induk Mahasiswa : 068103006
Program Studi : Ilmu Kimia.
Menyetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Harlem Marpaung Promotor
Prof.Basuki Wirjosentono,MS,PhD Prof.Dr.Jansen Slalahi,M.App.Sc.Apt.
Co Promotor Co Promotor
:
Ketua Program Studi Dekan
Prof.Dr.Harlem Marpaung Guru Besar Tetap Ilmu Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
CO PROMOTOR
Prof.Basuki Wirjosentono,MS.PhD. Guru Besar Tetap Ilmu Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
CO PROMOTOR
Prof.Dr.Jansen Silalahi ,M App,Sc.Apt Guru Besar Tetap Farmasi
Telah diuji pada
Tanggal 1 Maret 2010
Panitia Penguji Disertasi
Ketua Prof.Dr. Harlem Marpaung
Anggota Prof.Basuki Wirjosentono,MS.PhD.
Prof.Dr.Jansen Silalahi,M.App.Sc.Apt
Prof.Dr. Harry Agusnar MSc,M Pill
Nama : Yuniarti Yusak
Tempat/tgl Lahir : Medan/27 Januari 1949
Nip : 130809726
Pangkat/golongan : Pembina Utam Madya Tk I / IV c
Alamat : Jln,Gelatik 7 No. 137 P.Mandala Medan
No teleponemail : 060 8221412/ yuni
I.Riwayat Pendidikan
No Pendidikan Tahun Lulus Bidang Studi
1 SD Muhammadiyah Medan 1962 -
2 SMP Kesatria Medan 1965 -
3 SMA Kesatria Medan 1068 Paspal
4 S 1 FMIPA USU Medan 1979 Kimia
5 S 2 ITB Bandung 1987 Kimia
II.Pengalaman Jabatan
No Tahun Bertugas Jabatan
1 1980- sekarang Staf Pengajar Kimia FMIPA USU
2 1996 – 2006 Kepala Laboratorium Kimia Dasar FMIPA USU
IV. Pengalaman Penelitian
No Judul Penelitian Tahun
1 Kontruksi Mutan E 831 Glutamat Menjadi Glutamin pada Gene Pengkode DNA Polimerase Termostabil Isolat Lokal
2004
2 Pembuatan Nata de Coco dari Limbah Kulit Pisang Kepok dengan Menggunakan bakteri Acetobacter xylinum
2007
V. Pengalaman Mengajar
Mata Kuliah Jenjang Program Studi
Biokimia Industri S 1 Kimia FMIPA
Biokimia Hormon S 1 Kimia FMIPA
Pengantar Biokimia D 3 Kimia Analis USU
Bioteknologi D 3 Kimia Industri USU
iv
No Judul Karya ilmiah Tahun Nama Jurnal
1 Perbandingan Kadar Gula Reduksi Hasil Hidrolisa Serat Kasar Tebu dengan Enzim Selulase dan HCl
2003 Jurnal Sains Kimia
2 Pengaruh Variasi pH Bufer asetat terhadap Kadar Gula Reduksi Hasil Hidrolisa Seat Kasar wortel oleh ekstrak jamur Trichoderma Koningi
Air kelapa sebagai bahan dasar, digunakan untuk pembuatan selulosa bakteri,
melalui jalur pentosa fosfat dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum dan bakteri ini, mula-mula digunakan untuk pembuatan starter. Starter air kelapa inilah yang
kemudian, digunakan untuk mensintesis selulosa bakteri. Pembuatan selulosa bakteri
dengan menvariasikan asam askorbat dari 0,0,5, 1,0, 1,5 dan 2,0 g ,membentuk
selulosa bakteri selama 14 hari.Produk yang dihasilkan kemudian dianalisa secara
kualitatif dan kuantitatif. Pada penambahan asam askorbat 1 g , didapat hasil yang
optimum dimana didapat ketebalan sebesar 0,935 cm, kadar abu 1,57 %, kadar air
86,73 % dan kadar serat 3,55 %, dan kadar vitamin C makin bertambah jumlah vitamin
C, kadar vitamin C makin meningkat.Analisa dilanjutkan dengan spektrofotometri
inframerah untuk mengetahui terjadinya inkorporasi dengan adanya pergeseran
gugus karbnilnya, .Kemudian dianalisa dengan SEM untuk mengetahui partikel-partikel
permukaan dari selulosa bakteri tersebut.Hasil penelitian ini, diharapkan dapat
menghasilkan produk yang murah,sehat dan alami untuk digunakan sebagai tambahan
makanan .
v
ABSTRACT
Incorporation of ascorbic acid at forming bacterial cellulose by using
Acetobacter xylinum. Coconut water as a substance, use for making bacterial cellulose thrugh phosphate pentose pathway with juice Acetobacter xylinum bacteria and it was used for making starter. And starter of coconut water used to synthesize bacterial
cellulose . Making of bacterial cellulose by ascorbic acid various 0, 0,5, 1,0 ,1,5 and
2,0 gram from cellulose for fourteen days. The product was produced and then
analyzed with qualitative and quantitative. The optimum result can be obtained by
the addition of 1 g ascorbic acid which the thickness was 0,935 cm, ash concentration
resut 1,57 %, water concentration 86,73 %,fiber concentration 3,55 %. Analysis of
vitamin ( ascorbic acid) by iodometry method and the result got increasingly ascorbic
acid concentration and reached vitamin C with high concentration. The analysis to be
continued with infrared spectrophotometric to analysis absorption peak of carbonyl
group and the surface of particle of bacterial cellulose was analyzed by scanning
electrone microscopy(SEM). From the result of research can produce a sheap product,
natural, and healthy used for a supplement food.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi saya yang
berjudul Inkorporasi Asam Askorbat Pada Pembentukan Selulosa Bakteri Dengan
Menggunakan Acetobacter xylinum. Yang dilaksanakandi Laboratorium Biokimia, Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Penelitian FMIPA USU, Laboratorium Bea
Cukai Belawan
Sebagai insan yang senantiasa mengenang budi baik sesama,perkenankanlah
saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara ,Prof.Dr Chairuddin.P..Lubis,DTM
&H.Sp.A(K), yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengikuti program pendidikan Doktor dalam bidang Kimia pada Fakultas
Matematika Sumatera Utara Medan dan berkenan memberikan bantuan
pendidikan ,
2. Dekan Fakultas Ilmu Pengtahuan Alam USU, Prof Dr. Eddy Marlianto,MSc,
atas bantuan dan proses administrasi yang baik di Fakultas MIPA USU.
3. Ketua Program Studi Ilmu Kimia, Prof.Basuki Wirjosentono,MS,PhD dan
sekertaris Program Studi Ilmu Kimia Prof.Dr.Harry Agusnar, MSc,M.Phil,
yang telah memberikan dorongan dan bantuan yang sedemikian besar
4. Promotor, Prof.Dr.Harlem Marpaung, Co promotor Prof. Basuki
Wirjosentono,MS,PhD dan Co promotor Prof .Dr.Jansen
Silalahi.M.App,Sc,Apt, yang dengan kesabaran dan tanpa bosan-bosannya
telah banyak memberikan bimbingan dan pemikiran serta memacu saya
dalam menyelesaikan disertasi ini.
5. Tim penguji Prof.Dr.Harlem.Marpaung,Prof.Basuki Wirjosenton.MS .PhD
,Prof..Dr..Jansen..Silalahi.M.App,Sc.Apt,Prof..Dr..Harry.Agusnar..MSc,M,P
hill,Prof.Dr.Yunazar Manjang dan Dr.Pandapotan Nasution,MPS, diucapkan
terima kasih atas kesediaannya mengikhlaskan waktu untuk memberikan
penilaian maupun saran-saran untuk perbaikan disertasi ini.
6. Rekan-rekan di Program Doktor Ilmu Kimia USU, untuk kerjasama yang
saling menguatkan selama menuntut ilmu di Program Ilmu Kimia USU.
Akhir kata terima kasih kepada keluarga atas bantuan dan perhatiannya,
semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rakhmatnya
Medan ,1 Maret 2010
DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Lampiran xi
BAB I. Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 5
1.3 Hipotesa Penelitian 6
1.4 Tujuan Penelitian 6
1.5 Manfaat Penelitian 6
1.6 Lokasi Penelitian 7
BAB II. Tinjauan Pustaka 8
2.1 Air Kelapa 8
2.2 Selulosa 10
2.3 Selulosa Bakteri 12
2.3.1 Aplikasi Selulosa Bakteri 17
2.3.2 Syarat Mutu Selulosa Bakteri 19
2.4 Acetobacter xylinum 20
2.4.1 Jenis-jenis Acetobacter 25
2.4.2 Media Pertumbuhan Mikroorganisme 25
2.5 Vitamin 25
2.5.1 Asam Askorbat 27
2.6.1 Fermentasi Selulosa Bakteri 31
2.7 Teknik Spektroskopi 32
2.7.1 Analisa Secara FTIR 32
2.8 Scanning electron Microscope (SEM) 35
BAB III.Metodologi Penelitian 38
3.1 Bahan dan Alat 38
3.1.1 Peralatan 38
3.1.2 Bahan-bahan 38
3.2 Pembuatan Larutan Pereaksi 39
3.2.1 Pembuatan Larutan sam sulfat 1,25 % 39
3.2.2 Pembuatan Bufer Asetat 0,2 M 39
3.2.3 Pembuatan Larutan Yodin 0,1 N 39
3.2.4 Pembuatan Larutan Amilum 1 % 39
3.2.5 Pembuatan Larutan Asam Asetat 25 % 40
3.2.6 Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida 40
3.2.7 Pembuatan Larutan Kalium Sulfat 10 % 40
3.2.8 Pembakuan Larutan Yodin 40
3.2.9 Sterilisasi Alat 41
3.3 Prosedur Penelitian 41
3.3.1 Pembuatan Biakan Acetobacter xylinum Pada media nutrient agar 41
3.3.2 Pembuatan Starter Air Kelapa 42
3.3.3 Pembuatan Selulosa Bakteri 42
3.3.4 Pembuatan Selulosa Bakteri -Asam Askorbat 43
3.4 Parameter Yang Diamati 43
3.4.1 Pengukuran Ketebalan Selulosa Bakteri 43
3.4.2 Penentuan Kadar Air 43
3.4.5 Penentuan Kadar Asam Askorbat( vitamin C) 45
3.4.6 Analisa Secara FTIR 46
3.4.7 Analisa Permukaan Partikel Secara SEM 46
BAB IV Hasil dan Pembahasan 47
4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan 47
4.1.1 Karakterisasi Selulosa Bakteri yang Di hasilkan secara FTIR 47
4.1.2 Karakterisasi Selulosa Bakteri yang Di hasilkan secara SEM 53
4.2 Uji Statistik Anava dengan Metode Rancang Acak Lengkap 55
4.2.1 Ketebalan Selulosa Bakteri dengan Penambahan Vitamin C 56
4.2.2 Kadar Air Selulosa Bakteri dengan Penambahan Vitamin C 58
4.2.3 Kadar Abu Selulosa Bakteri dengan Penambahan Vitamin C 61
4.2.4 Kadar Serat Selulosa Bakteri dengan Penambahan Vitamin C 64
4.3 Pembahasan dari Parameter Diatas 67
4.3.1 Ketebalan dari Pembentukan Selulosa Bakteri 67
4.3.2 Kadar Abu 69
4.3.3 Kadar Air 70
4.3.4 Kadar Serat 71
4.3.5 Pengaruh Temperatur Terhadap Kadar Vitamin C
Pada Media Fermentasi 72
4.3.6 Pengaruh Temperatur terhadap kadar vitamin C
pada selulosa bakteri 73
4.3.7 Pengaruh Kadar Asam Askorbat terhadap media fermentasi 74
4.3.8 Pengaruh Asam Askorbat terhadap S. bakteri yang dihasilkan 74
Bab V. Kesimpulan dan Saran 76
5.1. Kesimpulan 76
5.2. Saran 76
Daftar Pustaka 77
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Komposisi Air Buah Kelapa 9
2.2 Syarat Mutu Selulosa Bakteri 19
2.3. Absorbsi Karakteristik Inframerah dari Gugus-
Molekul 34
2.4 Absorbsi Karakteristik gugus karbonil 35
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Skema Penelitian 81
Skema 1. Biakan A.Xylinum Pada Media Agar 81
Skema 2. Pembuatan Stater Air Kelapa 82
Skema 3.Pembuatan Selulosa Bakteri dengan
Penambahan Asam Askorbat. 83
Skema 4. Penentuan Kadar Air Selulosa Bakteri dengan
Metode Thermalgravimetri 84
Skema 5. Penentuan Kadar Abu Selulosa Bakteri dengan
Metode Gravimetri 85
Skema 6. Penentuan Kadar Serat dari Selulosa bakteri 86
Skema 7. Penetuan Kadar Vitamin C Selulosa Bakteri 87
2 Hasil analisa ketebalan dari selulosa bakteri 88
8 Hasil analisa Vitamin C dari Media Fermentasi dengan
Penambahan 1,0 g Vitamin C 93
9 Hail analisa Vitamin C dri Media Fermentasi dengan
Penambahan 1,5 g Vitamin C 93
10 Hasil analisa Vitamin C dari Media Fermentasi dengan
xi
11 Hasil analisa vitamin C dari Selulosa Bakteri dengan
Penambahan 0 g Vitamin C 94
12 Hasil analisa vitamin C dari Selulosa Bakteri dengan
Penambahan 0,5 g Vitamin C 95
13 Hasil analisa Vitamin C dari Selulosa Bakteri dengan
Penambahan 1,0 g Vitamin C 95
14 Hasil analisa Vitamin C dari Selulosa Bakteri dengan
Penambahan 1,5 g Vitamin C 96
15 Hasil analisa Vitamin C dari Selulosa Bakteri
` xii
DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR
Halaman
Gambar spektrum FTIR 98
Gambar 1.Spektrum FTIR asam askorbat padat 98
Gambar 2.Spektrum FTIR selulosa bakteri 0 g 98
Gambar 3.Spektrum FTIR selulosa bakteri 0,5 g 99
Gambar 4.Spektrum FTIR selulosa bakteri1 g 99
Gambar 5.Spektrum FTIR selulosa bakteri1,5 g 100
Gambar 6.Spektrum FTIR selulosa bakteri 2 g 100
Gambar SEM dari selulosa bakteri 101
Gambar 1 Selulosa bakteri 0 g asam askorbat 101
Gambar 2 Selulosa bakteri 1 g asam askorbat 101
Air kelapa sebagai bahan dasar, digunakan untuk pembuatan selulosa bakteri,
melalui jalur pentosa fosfat dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum dan bakteri ini, mula-mula digunakan untuk pembuatan starter. Starter air kelapa inilah yang
kemudian, digunakan untuk mensintesis selulosa bakteri. Pembuatan selulosa bakteri
dengan menvariasikan asam askorbat dari 0,0,5, 1,0, 1,5 dan 2,0 g ,membentuk
selulosa bakteri selama 14 hari.Produk yang dihasilkan kemudian dianalisa secara
kualitatif dan kuantitatif. Pada penambahan asam askorbat 1 g , didapat hasil yang
optimum dimana didapat ketebalan sebesar 0,935 cm, kadar abu 1,57 %, kadar air
86,73 % dan kadar serat 3,55 %, dan kadar vitamin C makin bertambah jumlah vitamin
C, kadar vitamin C makin meningkat.Analisa dilanjutkan dengan spektrofotometri
inframerah untuk mengetahui terjadinya inkorporasi dengan adanya pergeseran
gugus karbnilnya, .Kemudian dianalisa dengan SEM untuk mengetahui partikel-partikel
permukaan dari selulosa bakteri tersebut.Hasil penelitian ini, diharapkan dapat
menghasilkan produk yang murah,sehat dan alami untuk digunakan sebagai tambahan
makanan .
v
ABSTRACT
Incorporation of ascorbic acid at forming bacterial cellulose by using
Acetobacter xylinum. Coconut water as a substance, use for making bacterial cellulose thrugh phosphate pentose pathway with juice Acetobacter xylinum bacteria and it was used for making starter. And starter of coconut water used to synthesize bacterial
cellulose . Making of bacterial cellulose by ascorbic acid various 0, 0,5, 1,0 ,1,5 and
2,0 gram from cellulose for fourteen days. The product was produced and then
analyzed with qualitative and quantitative. The optimum result can be obtained by
the addition of 1 g ascorbic acid which the thickness was 0,935 cm, ash concentration
resut 1,57 %, water concentration 86,73 %,fiber concentration 3,55 %. Analysis of
vitamin ( ascorbic acid) by iodometry method and the result got increasingly ascorbic
acid concentration and reached vitamin C with high concentration. The analysis to be
continued with infrared spectrophotometric to analysis absorption peak of carbonyl
group and the surface of particle of bacterial cellulose was analyzed by scanning
electrone microscopy(SEM). From the result of research can produce a sheap product,
natural, and healthy used for a supplement food.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di
Indonesia banyak ditumbuhi pohon kelapa. Kelapa memberikan banyak hasil misalnya
kopra yang dihasilkan selanjutnya dapat diolah menjadi minyak, sedangkan air kelapa
banyak terbuang sebagai limbah yang belum dimanfaatkan. Dilaporkan bahwa air
kelapa yang dihasilkan di Indonesia mencapai lebih dari 900 juta /tahun. (Atih, 1979).
Air kelapa mengandung air sebanyak 91,2 %, protein 0,29 %, lemak 0,15%,
karbohidrat 7,27 %, abu 1,06 %. Selain itu air kelapa mengandung nutrisi, seperti
sukrosa, dekstrosa, fruktosa dan vitamin B kompleks (Onifade, 2003). Kandungan
nutrisi diatas sangat mendukung pertumbuhan maupun aktivitas Acetobacter xylinum
pada saat berlangsungnya fermentasi (Rindit, 2004) Pada kondisi yang sesuai bakteri
Acetobacter xylinum, dapat mensintesis larutan monosakarida, disakarida dalam
substrat menjadi suatu polisakarida. Serat ini berupa selulosa, yang memiliki sifat kimia
yang hampir sama dengan selulosa yang di hasilkan oleh tumbuh-tumbuhan
(Dimaguilla, 1967).
Selulosa merupakan polimer glukosa yang paling banyak terdapat di alam dan
dihasilkan sekitar 10 ton/tahun. Selulosa terdapat pada dinding sel tumbuhan yang
(Malcoln,1990 ; Astley et al, 2003). Disamping selulosa alami, selulosa juga dapat
diperoleh dari hasil sintesis secara enzimatis, dengan menggunakan Acetobacter xylinum
dan selulosa ini disebut dengan selulosa bakteri. (Yoshihiro et al, 1996)
Karena sifatnya yang unik dan keunggulannya, selulosa bakteri diproduksi secara
besar-besaran(Fontana,J.D,1990).Mempunyai kemurnian yang tinggi bentuk selulosa dalam
kultur atau media berada pada permukaan media berupa slime yang mempunyai serat
yang lebih kecil dari pada selulosa alami, Awal tahun 1980 an Weyerhauser
mengemukakan suatu perubahan secara genetik dengan memodifikasi Acetobacter
xylinum, untuk memaksimalkan produk selulosa (Johnson,D.C et al 1990).
Pembuatan selulosa bakteri dengan mensintesis substrat sukrosa melalui jalur
pentosa fosfat adalah suatu reaksi enzimatis (Johny, 2005). Selulosa ini didapat dari
sintesis secara ekstraselular oleh Acetobacter xylinum, yang termasuk bakteri gram
negatip, dan enzim dari bakteri ini bekerja secara aerobik (Astley et al, 2003). Selulosa
bakteri yang dihasilkan berupa benang-benang halus yang menyatu dan membentuk
slime (gel), yang berada pada permukaan media kultur. Bakteri yang ada dalam starter
air kelapa, akan berkembang dalam kondisi terkontrol, yang akan menghasilkan enzim
ekstraselular, dimana enzim ini akan mensintesis substrat menjadi serat – serat. Makin
banyak bakteri yang tumbuh makin banyak serat yang terbentuk, dan akhirnya tampak
berupa padatan putih yang transparan (Tailor, 1999).
Jalur (mekanisme) terbentuknya selulosa adalah melalui jalur pentosa fosfat
hidrolisis oleh enzim heksokinase membentuk glukosa, kemudian glukosa masuk ke
jalur dengan tahapan sebagai berikut.
GHK glukokinase UGP Glukosa Glukosa 6 fosfat Glukosa 1 fosfat
UDP
UDP – Glukosa Selulosa bakteri (Tailor, 1999).
GHK : Glukosa Heksokinase
UGP : UDP Glukosa pirofosfatase
UDP : Uridine difosfatase
Struktur selulosa bakteri sama seperti selulosa alami, tetapi kenggulannya
mempunyai diameter sekitar 2 – 4 nm (Yoshihiro et al, 1996). Selulosa bakteri ini
mempunyai kemurnian yang tinggi, derajat kristalisasi tinggi, mempunyai kekuatan tarik
tinggi, elastisitas dan terbiodegradasi (Sangok Bae, 2004 ; Yoshihiro et al, 1996).
Dilihat dari sudut gizinya, selulosa bakteri adalah produk yang rendah nilai
gizinya, karena tidak dicerna dan tidak diabsorpsi. Oleh karena itu produk ini aman
untuk dimakan oleh siapa saja. Produk ini tidak akan menyebabkan kegemukan,
sehingga dianjurkan bagi mereka yang sedang diet rendah kalori untuk menurunkan
berat badan. Keunggulan lain dari selulosa bakteri adalah kandungan seratnya cukup
tinggi. (http ://www.inaco food,word press.com,2008).
kegemukan, penyakit diabetes, penyakit jantung koroner, dan kadar kolesterol tinggi
(Almatsier, 2001)
Disamping penggunaan diatas selulosa bakteri dapat juga digunakan sebagai
material yang bernilai tinggi, untuk berbagai keperluan dan sudah banyak dilakukan
diantaranya sebagai bahan transduser, bahan pencampur dalam industri pembuatan
kertas, sebagai membran dialysis (Malcoln, 1990 ; Sherif, 2005).
Sumber karbon yang dapat digunakan untuk pembuatan selulosa bakteri adalah
senyawa golongan karbohidrat, antara lain disakarida dan monosakarida, dalam hal ini
sukrosa adalah senyawa yang lebih ekonomis dan mudah didapat. Disamping itu
sukrosa merupakan media yang baik, untuk pertumbuhan bakteri, karena sukrosa juga
dapat berpengaruh untuk menetralisir keasaman, sehingga dapat memperbesar
terbentuknya slime (Sherif, 2005).
Asam askorbat mempunyai peranan yang sangat penting dalam metabolisme dan
daya tahan tubuh. Asam askorbat ini, mudah terdegradasi oleh pengaruh suhu yang
tinggi, pH, adanya oksigen, sehingga dengan adanya polimer – polimer selulosa bakteri,
asam askorbat akan lebih stabil, karena asam askorbat terperangkap didalam selulosa
bakteri, sehingga asam askorbat dapat bertahan lebih lama. (Counsell, 1981). Karena
peranannya sebagai antioksidan, yang dapat menghambat akibat – akibat buruk dari
pengaruh senyawa oksigen dan nitrogen yang reaktif dalam fungsi fisiologis normal
pada manusia, sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol yang dapat berpengaruh
terhadap LDL dan HDL, berarti hal ini dapat mencegah penyakit jantung koroner
Dari penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa, selulosa bakteri dapat dibuat
dari limbah – limbah organik, dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum, seperti
pembuatan selulosa bakteri dari limbah tahu, limbah kulit pisang, limbah padi (dedak).
Whitney,et al 1999, telah memodifikasi glucomanan dalam pembentukan selulosa
bakteri, dan glukomanan berinteraksi dan masuk kedalam selulosa bakteri. Oleh karena
itu peneliti tertarik untuk memodifikasi selulosa bakteri dari limbah air kelapa dengan
penambahan variasi jumlah vitamin C, dengan menggunakan bakteri Acetobacter
xylinum untuk mensintesis selulosa bakteri yang nantinya dapat digunakan sebagai
makanan tambahan yang berserat tinggi dan rendah kalori serta aman dikonsumsi.
(Cienhanska, 2004). Berdasarkan uraian diatas, kami ingin mencoba menggunakan asam
askorbat atau vitamin C, karena asam askobat mempunyai struktur yang mirip dengan
glukosa, sehingga asam askorbat dapat bereaksi dengan monomer glukosa dari selulosa
bakteri dan masuk kedalam selulosa bakteri yang dihasilkan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan peranan asam askorbat didalam metabolisme tubuh sebagai
antioksidan, yang dapat mempengaruhi dan memperbaiki metabolisme tubuh
maka permasalahan yang timbul adalah :
1. Bagaimana pengaruh asam askorbat (vitamin C) pada pembentukan selulosa
bakteri dari limbah air kelapa
1.3. Hipotesa Penelitian
1. Diharapkan ada pengaruh penambahan konsentrasi asam askorbat terhadap
pembentukan selulosa bakteri
2. Diharapkan asam askorbat dapat berikatan dan masuk kedalam selulosa
bakteri yang dihasilkan.
1.4. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain adalah :
1. Ingin mengetahui konsentrasi optimum asam askorbat dalam pembentukan
selulosa bakteri.
2. Ingin mengetahui terjadinya inkorporasi asam askorbat ke dalam molekul
selulosa bakteri yang dihasilkan.
1.5. Manfaat Penelitian.
Dari hasil penelitian diharapkan dapat :
1 Memanfaatkan limbah air kelapa sebagai produk pangan yang potensial,
dengan harga relatif murah bagi masyarakat kecil
2 Diharapkan selulosa bakteri-asam askorbat yang terbentuk sebagai bahan
1.6. Lokasi Penelitian.
Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia FMIPA USU,
Laboratorium Sentral Fak.Pertanian USU, Laboratorium Penelitian FMIPA USU.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air Kelapa
Produksi air kelapa cukup berlimpah di Indonesia yaitu mencapai lebih dari 1
sampai 900 juta liter per tahun. Namun pemanfaatannya dalam industri pangan belum
menonjol, sehingga masih banyak air kelapa terbuang percuma, selain mubazir, buangan
air kelapa dapat menimbulkan polusi asam asetat, akibat proses fermentasi dari limbah
air kelapa tersebut (Onifade,2003 ; Warisno,2004). Air kelapa mempunyai potensi yang
baik untuk dibuat menjadi minuman fermentasi, karena kandungan zat gizinya, kaya
akan nutrisi yaitu gula, protein, lemak dan relatif lengkap sehingga sangat baik untuk
pertumbuhan bakteri penghasil produk pangan. Air kelapa mengandung sejumlah zat
gizi, yaitu protein 0,2 %, lemak 0,15%, karbohidrat 7,27 %, gula, vitamin, elektrolit
dan hormon pertumbuhan. Kandungan gula maksimun 3 gram per 100 ml air kelapa.
Jenis gula yang terkandung adalah sukrosa, glukosa, fruktosa dan sorbitol. Gula-gula
inilah yang menyebabkan air kelapa muda lebih manis dari air kelapa yang lebih tua.
(Warisno, 2004). Disamping itu air kelapa juga mengandung mineral seperti kalium dan
natrium. Mineral-mineral itu diperlukan dalam poses metabolisme, juga dibutuhkan
dan pembentukan kofaktor enzim-enzim ekstraseluler oleh bakteri pembentuk selulosa.
Selain mengandung mineral, air kelapa juga mengandung vitamin-vitamin seperti
riboflavin, tiamin, biotin. Vitamin-vitamin tersebut sangat dibutuhkan untuk
sehingga menghasilkan selulosa bakteri. Oleh karena itulah air kelapa dapat dijadikan
sebagai bahan baku untuk pembuatan selulosa bakteri atau nata de coco, disamping
untuk memanfaatkan limbah air kelapa sehingga dapat mengurangi dampak negatip
yang di akibatkan limbah air kelapa tersebut. (Pambayun, 2002 ; Ulrike, 2005).
Buah kelapa yang terlalu muda belum memiliki daging buah, dan air kelapa
muda rasanya lebih manis, mengandung mineral 4 %, gula 2%. Perbandingan komposisi
air kelapa muda dengan air kelapa tua dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi Air Buah Kelapa.
Sumber air kelapa
Bagian yang dapat dimakan
17,0 kal
Sumber Palungkun 1992
Sekitar tahun 1960- an penduduk asli Filipina penghasil kopra, memanfaatkan
limbah air kelapa menjadi produk makanan segar yang disebut dengan nata de coco atau
Selulosa bakteri merupakan hasil fermentasi dari air kelapa oleh bantuan bakteri
Acetobacter xylinum dan asam asetat. Gula dari air kelapa di ubah menjadi asam asetat
dan benang - benang selulosa, yang lama kelamaan akan membentuk suatu massa yang
mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Dengan demikian selulosa bakteri yang
berbentuk padat, berwarna putih transparan, bertekstur kenyal seperti kolang – kaling
dan umumnya dikonsumsi sebagai makanan ringan. (Tailor,1999 ; Pambayun, 2002).
2.2 Selulosa
Selulosa merupakan material yang secara alamiah terdapat pada kayu, kapas,
rami serta tumbuhan lainnya. Selulosa pertama kali diisolasi dari kayu tahun 1885 oleh
Charles F.Cross dan Edward Beva di Kew, London. Selanjutnya oleh para ahli kimia
berkebangsaan Inggris menemukan film selulosa dari bubur. Yang kemudian oleh Dr
Jacques Brandenberger, mengembangkan film tipis selulosa yang transparan sebagai
produk komersial di pabrik” La Cellophane SA Bezons, Prancis (Hoenich, 2006).
Umumnya selulosa didapat dari tumbuhan,pohon, kapas, rami dan lain-lain.Sumber
lainnya selulosa diperoleh dari bakteri dan bakteri yang digunakan adalah Acetobacter
xylinum .Bakteri akan mengkonversi monosakarida dan disakarida menjadi selulosa
secara metabolisme. (Byrom,D, 1991). Manfaat selulosa yang dihasilkan dari bakteri
adalah kemurniannya tinggi dan tidak mengandung lignin dan produk-produk
lainnya, ini merupakan keuntungan dari selulosa bakteri hasil fermentasi (Geyer,U,1994)
Selulosa membentuk komponen serat dari dinding sel-sel tumbuhan, molekul
yang terdapat berupa berkas-berkas terpuntir mirip tali yang terikat satu sama lain
melalui ikatan glikosidik. Selulosa merupakan polimer dari β-glukosa dengan ikatan β
-1-4 antara unit-unit glukosa. Selulosa merupakan material penyusun jaringan
tumbuhan, dalam bentuk campuran polimer homolog dan biasanya terdapat
bersama-sama dengan polisakarida lainnya serta lignin dalam jumlah yang bervariasi (Skinner et
al, 2000).
Pemeriksaan selulosa dengan sinar X menunjukkan bahwa, selulosa terdiri dari
rantai linier dari unit selebiosa yang oksigen cincinnya berselang seling dengan posisi
ke depan dan ke belakang. Molekul lineir ini mengandung rata-rata sekitar 5000 unit
glukosa, beragregasi menghasilkan fibril yang terikat bersama oleh ikatan hidrogen
diantara hidroksil-hidroksil pada rantai yang bersebelahan. Selulosa memiliki ikatan
hidrogen yang kuat, hal ini menyebabkan tidak dapat larut dalam air, meskipun
memiliki banyak gugus hidroksil. Manusia dan hewan vetebrata tidak dapat mencerna
selulosa, karena tidak ada enzim selulase yang di keluarkan oleh manusia dan hewan
vetebrata, berbeda dengan pati (amilum), karena pati mengandung ikatan α 1 - 4
glikosidik, sedangkan selulosa mengandung ikatan β 1 -4 glikosidik. (Hart,2003).
Struktur kimia di tunjukkan dalam gambar 2.1dibawah ini, dari gambar ini
terlihat residu-residu glukosa berorientasi 180o, sedangkan amilum merupakan polimer
α glukosa dengan ikatan α 1 - 4 glikosida. Polimer - polimer yang dihasilkan ini
Gambar 2.1. Struktur selulosa (Deman, 1980)
2.3 Selulosa Bakteri
Selulosa yang dihasilkan dari proses fermentasi, merupakan sejenis polisakarida
mikrobial, yang tersusun oleh serat – serat selulosa yang dihasilkan oleh Acetobacter
xylinum, subspesies dari Acetobacter aceti, bakteri non pangan, yang dinamakan
sebagai bakteri selulosa , atau selulosa yang didapat dari fermentasi bakteri. Selulosa
bakteri mempunyai struktur kimia yang sama seperti selulosa yang berasal dari
tumbuhan dan merupakan polisakarida berantai lurus yang tersusun oleh
sifat fisik dan kimia sama seperti selulosa alami. Polisakarida ini dibentuk dari molekul
– molekul glukosa dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum, berupa lapisan tipis
berbentuk gel atau benang-benang halus. Benang – benang halus berupa serat – serat
yang di bentuk oleh sel bakteri, mempunyai diameter serat yang jauh lebih kecil dari
serat selulosa tumbuhan, dan serat – serat ini terikat oleh mikrofibril – mikrofibril yang
memunyai diameter 2 – 4 nm (Stephen, 1990).
Selulosa bakteri yang didapat dari hasil fermentasi, mempunyai sifat fisik yang
lebih unggul dari selulosa alami (kapas), seperti: polifungsional, multi kiral, hidrofilisiti
dan biokompatibel (Bae et al, 2004,Geyer,U 1994). Sifat ini sangat penting digunakan
dalam industri. Keuntungan lain dari selulosa bakteri ini mempunyai aplikasi yang
banyak diantaranya; dapat untuk makanan ringan, dapat digunakan untuk meningkatkan
stabilitas makanan (Kouda,T et al,1998). Disamping itu dapat digunakan dalam bidang
medis, termasuk pengganti kulit yang luka habis operasi (Fontana,J.D, et al, 1990,
Fontana,J.D, et al, 1991, Geyer,U,1994) dan dapat sebagai pengisi untuk kertas
(Yamanaka,K et al,1989). Bakteri Acetobacter xylinum dapat mengubah glukosa
membentuk selulosa melaluijalur pentosa fosfat gambar 2.2. (Lehninger, 1975 ; Tailor,
Glukosa
Glukosa heksokinase
Glukosa -6- fosfat
Glukokinase
Glukosa -1- fosfat
UDP Glukosa pirofosfatase
UDP –Glukosa
UDP(Uridin di fosfatase)
Selulosa
Gambar 2.2. Biosintesis Selulosa (Lehninger, 1975 ; Tailor, 1999)
Dari jalur diagram di atas, dapat dilihat bahwa glukosa dimetabolisme oleh
melalui jalur pentosa fosfat, UDP glukosa pirofosfatase merupakan prekusor sintesis
selulosa. Dan polimerisasi glukosa dilaporkan terjadi dalam media ekstraseluler oleh
sintesis selulosa. (Astley et al, 2003).
Pada proses sintesis ini, selulosa di keluarkan ke luar media sel oleh selulosa
sintase. Selulosa sintase adalah merupakan protein membran kompleks, berisi empat
protein. Protein – protein ini diberi label bcs A, bcs B, bcs C dan bcs D.Inaktifasi dari
apapun gen ini mendorong hilangnya produktivitas selulosa. Dalam kasus ini, inaktifasi
dari bcs A, bcs B dan bcs C , adanya inaktifasi diatas membuat produktivitas selulosa
menurun. Tetapi protein bcs D mempunyai aktifitas tinggi sehingga sangat berperan
dalam biosintesis selulosa dan dapat memproduksi selulosa bakteri yang diharapkan
(Yoshinaga,et al,1997). Gambar 2.3 adalah satu mekanisme yang diusulkan bagaimana
bakteri Acetobacter xylinum membentuk serat-serat selulosa.
Pada pembentukan selulosa bakteri oleh sel Acetobacter xylinum, yang akan
mengubah glukosa dari larutan gula dan air kelapa yang mengandung asam lemak
membentuk prekursor (bahan untuk pembentuk selulosa bakteri), Enzim ekstraseluler
pada membran sel, prekursor ini selanjutnya dieksresikan bersama-sama dengan enzim
untuk mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel. (Weimer et al, 2000).
Selulosa yang dibentuk, diduga berasal dari pelepasan lendir bakteri Acetobacter
xylinum, yang merupakan hasil ekskresi proses metabolism glukosa. Selulosa bakteri
lebih di kenal dengan nama nata de coco, yang merupakan salah satu jenis minuman
segar dan lezat yang banyak disukai oleh masyarakat. Minuman ini mempunyai nilai
kalori yang rendah yang dibutuhkan tubuh dalam proses fisiologis. (Piluharto, 2003)
Selulosa dapat mengikat lipase garam empedu, fosfolipida dan kolesterol. Selulosa,
lignin dan hemiselulosa mempunyai efek dapat menurunkan waktu transit isi usus, yang
dapat menyebabkan semakin singkat dan rendahnya penyerapan nutrien, termasuk lemak
dan glukosa. Dengan demikian serat yang terdapat di dalam selulosa bakteri sangat
berpengaruh terhadap keadaan hiperglisemia. (Iguchi,2000).
Serat yang kaya akan selulosa merangsang pemindahan bahan makanan yang
terdapat dalam saluran cerna, korelasi langsung antara kadar serat diet (selulosa dan
hemiselulosa) gerak laju makanan melalui saluran cerna. Diet yang mengandung serat
tinggi akan lebih cepat melaju dalam saluran cerna, karena meningkatnya volume isi
usus. Meningkatnya serat kasar selulosa juga mengurangi penyerapan jenis karbohidrat
lainnya seperti pati atau amilum, yang dapat sebagai penyebab diabetes, terutama
ke usus kecil atau melawan peningkatan konsentrasi glukosa darah yang cepat setelah
memakan gula. (Almatsier, 2001). Selulosa bakteri mempunyai beberapa keunggulan
antara lain; kemurnian yang tinggi, derajat polimerisasinya tinggi, mempunyai kerapatan
antara 300 dan 500 kg/m3
Suatu penelitian yang didasarkan pada studi difraksi sinar X, menyatakan bahwa
struktur dari selulosa bakteri memiliki kesamaan dengan struktur selulosa dari kapas.
Selulosa asetat adalah suatu produk esterifikasi dari selulosa kapas, yang di gunakan
secara luas sebagai membran. Membran filter misalnya di gunakan pada tahapan
preparasi sampel dalam analisa SEM, dan sebagai membran milipore. Dengan demikian
selulosa bakteri berpeluang untuk di kembangkan sebagai biomembran. (Ngundi et al,
2006)
, kekuatan tarik yang tinggi, elastis dan terbiodegradasi
(Yoshihiro et al, 1996).
2.3.1. Aplikasi selulosa bakteri.
Selulosa bakteri yang dihasilkan dari sintesis bakteri Acetobacter xylinum, sangat
bermanfaat dalam bidang medis. Selulosa bakteri mempunyai kerangka jaringan yang
baik dan hidrofilisitas yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai pembuluh darah
buatan yang sesuai untuk pembedahan mikro ( Hoenich, 2006). Disamping itu selulosa
bakteri juga dapat digunakan sebagai bahan makanan yang baik untuk proses
pencernaan, dan aplikasi lainnya dapat digunakan sebagai pengganti polimer lain yaitu
adalah sebagai bahan diafragma transduser, bahan pencampur dalam industri kertas,
karakterisasi sifat listrik dan magnitnya sebagai support untuk sensor dan sebagai
membran dialisis ( Udhardt et al, 2005).
Selulosa bakteri merupakan polimer glukosa yang sifatnya menyerupai hidrogel,
yang diperoleh dari polimer bukan alami yaitu hasil metabolisme glukosa dan starter air
kelapa dengan bakteri Acetobacter xylinum, menghasilkan selulosa yang mengandung:
kadar air tinggi ( 98 – 99%), daya serap yang baik terhadap cairan,
bersifat non allergenik dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik. Karena
karakteristiknya mirip kulit manusia, selulosa bakteri ini dapat di gunakan, sebagai
pengganti kulit untuk merawat luka bakar dan sebagai benang jahit untuk operasi
(Ceinhaska, 2004). Disamping itu selulosa bakteri dapat juga di gunakan sebagai
makanan tambahan yang mempunyai kalori rendah, baik untuk pencernaan, dan
kemungkinan sangat baik untuk makanan diet bagi penderita diabetes. (Hoenich,2006)
Mikrokristal selulosa digunakan dalam pembuatan tablet, karena mempunyai
daya ikat tablet yang sangat baik dan waktu hancur tablet relatif singkat, Mikrokristal
yang diperoleh di pasaran adalah dari produk impor sehingga mengakibatkan harganya
mahal. Untuk menghasilkan mikrokristal selulosa dengan murah, maka dapat dihasilkan
dari proses fermentasi dengan bakteri Acetobacter xylinum dengan menggunakan bahan
baku glukosa dari air kelapa (Atih,S.H, 1979). Selulosa yang dimodifikasi dengan asam
serat-serat selulosa sehingga akan tertahan di dalamnya dan pelepasannya
tertunda.
2.3.2 Syarat Mutu.
Syarat mutu merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas selulosa
bakteri atau nata. Adapun syarat mutu dari selulosa bakteri menurut SNI adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.2 Syarat Mutu Seulosa Bakteri (Sumber SNI 01-2881-1992)
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
6 Bahan makanan tambahan
6.1 Pemanis buatan. Sakararin Tidak boleh ada
Siklamat Tidak boleh ada
6.2 Pewarna tambahan Sesuai SNI 01-0 222-1995 6.3 Pengawet / Sodium benzoate Sesuai SNI 01-0 222-1995
Dari tabel 2.2. diatas ternyata kualitas dari produk yang dihasilkan mempunyai
bau yang tidak merangsang, rasanya tidak asam, warnanya transparan dan memiliki
tekstur yang halus serta tidak mengandung bahan – bahan yang berbahaya walaupun
mengandung mineral – mineral masih dibawah standar sehingga tidak layak untuk
dikonsumsi. Bakteri – bakteri pengganggu seperti Coliform, Kapang dan Khamir harus
di bawah standar dan tidak boleh menggunakan pemanis buatan. (Darwis, 1990)
2.4. Acetobacter xylinum
Acetobacter xylinum adalah satu anggota dari Acetobacteraceae yang dikenal dengan
bakteri penghasil cuka, dalam industri cuka dengan mengkonversi etanol menjadi cuka.
Bakteri ini merupakan gram negatif yang berbentuk elips atau tongkat
melengkung(Bergey,s 1984).Acetobacter xylinum pertama kali diisolasi pada tahun1886
oleh Coklat.. Acetobacter xylinum merupakan bakteri aerobik, yang memerlukan
oksigen untuk respirasi dalam metabolisme. Acetobacter xylinum dapat
mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, juga dapat mengoksidasi asetat dan laktat
menjadi CO2 dan H2O. ( Dubey et all, 2005). Berbagai spesies Acetobacter dapat
ditemukan pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Bakteri inilah yang menyebabkan
pengasaman jus buah-buahan dan minuman beralkohol (bir, anggur) (Banwart, 1981 ;
Dubey, 2005). Spesies Acetobacter yang telah di kenal antara lain: A.aceti,
A.arleanensis, A.liquefasiensis, A.xylinum. Meskipun ciri-ciri yang dimiliki hampir
sama dengan spesies lainnya, A xylinum dapat di bedakan dengan spesies yang lainnya,
mengandung gula, bakteri ini dapat mensintesis selulosa dari glukosa. Dalam medium
cair Acetobacter xylinum, mampu membentuk suatu lapisan tipis, yang dapat mencapai
ketebalan beberapa sentimeter. Bakteri ini terperangkap dalam massa benang-benang
yang dibuatnya, sehingga menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal dan transparan
(tembus pandang). (Ceinhaska, 2004 ). Acetobacter xylinum merupakan bakteri
berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar 0,6 mikron,
dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk rantai
pendek dengan satuan 6 – 8 sel, bersifat nonmtil dengan pewarnaan Gram
menunjukkan Gram negatif ( Mosa, 1995)
Taksonomi Acetobacter xylinum sebagai berikut.
Domain : Bacteria.
Phylum : Protobacteria.
Kelas : Alphaprotobacteria.
Ordo : Rhodospirillales.
Famili : Acetobacteraceae
Genus : .Acetobacter
Spesies :Acetobacter xylinum (Mosa.M.O, 1999
http/waluhhangit.blogspot.com/2009)
Bakteri Acetobacter xylinum tumbuh baik dalam media yang memiliki pH 3 –
dapat berjalan optimum. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum
adalah pada suhu kamar (suhu 26 – 28o
Bakteri Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel ini
didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup C). (Pambayun, 2002)
Bakteri Acetobacter xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase
adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan
lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian dan fase kematian. Apabila
bakteri dipindah ke media baru, maka bakteri tidak langsung tumbuh, melainkan
beradaptasi terlebih dahulu. Pada fase ini terjadi akstifitas metabolisme dan
pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi
dicapai pada 0 – 24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal di mulai dengan
pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja dan
fase eksponensial di capai antara 1 – 5 hari. Pada fase ini bakteri mengeluarkan enzim
ekstraseluler polimerase sebanyak – banyaknya untuk menyusun polimer glukosa
menjadi selulosa. Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu strain Acetobacter
xylinum dalam membentuk selulosa. Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi
telah berkurang, terdapat metabolik yang bersifat racun yang menghambat
pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua. Pada fase ini pertumbuhan tidak stabil,
tetapi jumlah sel yang tumbuh masih banyak dibanding jumlah sel yang mati. Fase
pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh dan mati. Matrik
selulosa lebih banyak diproduksi pada fase ini. Fase menuju kematian terjadi akibat
mengalami fase kematian.Sejak 1920 berbegai penelitian telah dilakukan untuk
menentukan bagaimana Acetobacter xylinum mengkonversi gula menjadi selulosa
(Brown, J.R.1976). Melalui jalur biosintesis Brown mengemukanan untuk pertumbuhan
yang tepat untuk memproduksi selulosa salam kultur agitasi (Tsuchida,T)et al 1997 Pada
fase kematian sel dengan cepat mati.
Gambar dibawah ini merupakan diagram aliran dari sintesis yang
diusulkan(Tailor,1999, http/www, laporan hasil penelitian .com.24 Januari 2009)
Gambar 2.4. Kurva pertumbuhan sel.(Tailor,1999)
2.4.1. Jenis – Jenis Acetobacter
Dari kelompok Acetobacter yang ditemukan ada beberapa spesifikasi yang karakteristik
berperan mensistesis selulosa dari glukosa dimana produk yang dihasilkan berada pada
permukaan media, berupa benang- benang halus yang akhirnya berbentuk padatan dan
transparan. Sedangkan Acetobacter suboxydans, dimana bakteri ini berfungsi
mengubah glukosa menjadi asam askorbat (vitamin C), dan Acetobacter orleanesis,
yaitu bakteri yang dapat mengubah etanol menjadi cuka (Robinson, 1976). Pembentukan
selulosa dengan bantuan bakteri ini, dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen dan
glukosa. Pada ruangan gelap pembentukan struktur nata (selulosa bakteri) relatif lebih
cepat dan diperoleh lapisan yang lebih tebal.
Fungsi bakteri(mikroba) polisakarida digunakan untuk memproduksi suatu
makanan yang berkalori rendah, seperti produksi susu asam atau yourgut dengan
menggunakan bakteri asam laktat, bakteri ini akan melepaskan polisakarida
ekstraseluler (EPSe), bakteri ini mengandung polisakarida didalam sel yang dapat
menginhibisi anti tumor,kekebalan tubuh dan alin-lain. Bakteri asam laktat merupakan
salah satu bakteri yang digunakan untuk memproduksi makanan atau minuman ,seperti
fermentasi susu .Oleh karena itu fungsi bakteri polisakarida banyak digunakan dalam
industri komersial seperti pembuatan biopolymer.Bakteri ini berada dalam bentuk
kapsul ekstraseluler yang dikembangkan ke membrane sel . Juga bakteri polisakarida
2.4.2 Media Pertumbuhan Mikroorganisme
Media pertumbuhan Acetobacter xylinum dipengaruhi oleh senyawa Karbon.
Dalam hal ini senyawa karbon yang digunakan adalah senyawa golongan karbohidrat
disakarida dan monosakarida. Karena senyawa ini merupakan nutrient bagi pertumbuhan
bakteri. Disamping itu urea juga merupakan nuterien dari Acetobacter xylinum.
Sehingga dapat meningkatkan produk. Faktor pH juga sangat berpengaruh
terhadap pembentukan produk karena bakteri ini mampu bekerja pada suasana asam
yaitu pada pH 3 – 4. Karena Acetobacter xylinum merupakan bakteri aerobik maka pada
pertumbuhan dan perkembangannya bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Sehingga
jika proses berjalan tanpa adanya oksigen bakteri akan mengalami kematian. Disamping
pH, temperatur juga sangat mempengaruhinya dimana suhu optimal untuk pertumbuhan
Acetobacter xylinum berada pada 27 – 28 0C. Kualitas starter sangat mempengaruhi
pertumbuhan bakteri karena pada starter mengandung bakteri Acetobacter xylinum yang
berperan untuk mensintesis selulosa jadi starter yang digunakan harus dalam keadaan
baik. ( Pambayun, 2002).
2.5. Vitamin
Vitamin adalah senyawa organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat
kecil dan umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu harus di konsumsi
dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemelihara
pengolahan (Almatsier .2001). Hampir semua vitamin yang kita kenal telah berhasil
diidentifikasi sejak tahun 1930. Dalam hal ini Vitamin pada umumnya dikelompokkan
kedalam 2 golongan utama antara lain, Vitamin yang larut dalam lemak yaitu
meliputi vitamin A,D,E dan K. dan vitamin yang larut dalam air yaitu meliputi
vitamin B dan C (Winarno, 1995). Disamping kelompok di atas vitamin berperan
dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan dan pemeliharaan
tubuh, pada umumnya sebagai ko enzim (Almatsier , 2001). Peranan vitamin dalam
tubuh dapat dipengaruhi oleh berbagai zat yang ada di dalam pangan yang mempunyai
struktur hampir sama dengan vitamin. Zat tersebut adalah antivitamin atau vitamin
antagonis. Vitamin tidak dapat di produksi didalam tubuh oleh karena itu harus kita
konsumsi. (Almatsier 2001).
Beberapa vitamin seperti asam askorbat (vitamin C), asam nikotinat, asam
pantetonat, biotin, asam folat, tiamin dan pirioksin, yang terkandung dalam air kelapa,
meskipun dalam konsentasi yang rendah tetapi sangat mendukung pertumbuhan
maupun aktivitas bakteri pada saat fermentasi atau sintesa berlangsung, dan akan
2.5.1. Asam Askorbat (Vitamin C)
Struktur Vitamin C terlihat pada gambar 2.6. dibawah ini
Gambar 2.5. Struktur asam askorbat ( vitamin C) (Hickey et al, 2004)
Vitamin C adalah berbentuk kristal putih, mudah larut dalam air. Dalam keadaan
kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larutan vitamin C mudah rusak,
karena bersentuhan dengan udara (terokosidasi), terutama bila terkena panas. Oksidasi
dipercepat dengan adanya tembaga dan besi. Asam askorbat tidak stabil dalam larutan
alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam. Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu
turunan heksosa dan diklasfikasikan sebagai karbohidrat, yang erat berkaitan dengan
monosakarida. Vitamin C (asam askorbat dapat disintesis dari glukosa dan
D-galaktosa yang banyak terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan dan sebahagian dalam
hewan. Asam askorbat terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-asam askorbat
(bentuk tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk teroksidasi (Counsel 1981).
Asam askorbat mudah diabsorpsi dengan cepat dan mungkin secara difusi pada bagian
dikonsumsi diantara 20 sampai 120 mg sehari. Konsumsi tinggi sampai 12 gram
(sebagai pil), hanya di absorpsi sebanyak 16%. Asam askorbat (vitamin C), kemudian
di bawa ke semua jaringan. Konsentrasi tertinggi adalah dikelenjar, ginjal, pituitari dan
retina. (Almatsier, 2001 ; Ceinhaska, 2001 ). Peranan dari vitamin C ada 3 kelompok
yaitu, dapat berperan untuk mensintesis kolagen, dimana kolagen merupakan protein
yang berpengaruh terhadap integritas struktur sel. Seperti pada tulang rawan, kulit,
sehingga dengan demikian vitamin C berperan pada penyembuhan luka. Disamping itu
vitamin C dapat mengabsorbsi kalsium dimana kalsium sangat diperlukan tubuh sebagai
kofaktor untuk aktivitas enzim dan pertumbuhan tulang. (Hickey et al, 2004). Disamping
itu vitamin C juga berperan sebagai antioksidan dan dapat mempertahankan daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Sehingga vitamin C dapat mencegah senyawa – senyawa
karsinogenik, dan dapat berperan untuk pencegahan penyakit jantung koroner dan
juga dapat menurunkan kadar glukosa darah bagi penderita diabetes melitus (Almatsier,
2001 ; Ceinhaska, 2001 ). Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada
biomolekul, akan berlangsung sepanjang hidup, dan inilah penyebab utama proses
penuaan dan berbagai penyakit degeratif. Radikal bebas yang penting dalam makhluk
hidup, dan sangat berbahaya adalah radikal bebas oksigen (RBO), yaitu hidroksil (OH*),
superoksida (O2 *), nitrogen monoksida (NO *), dan peroksil (RO2*). Banyak
enzim-enzim penting yang sangat berperan, di dalam metabolisme tubuh di rusak oleh
superoksida-superoksida diatas, sehingga enzim-enzim tersebut tidak dapat bekerja
sesuai dengan aktifitasnya masing-masing. Akan tetapi kebanyakan kerusakan oksidatif
Proses oksidasi ini berperan dalam perkembangan penyakit jantung koroner (PJK), serta
stroke. Hubungan antara oksidasi dan PJK adalah melalui oksidasi LDL. Lipoprotein ini
merupakan alat pengangkut utama kolesterol, dari hati ke seluruh sel jaringan di dalam
tubuh yang membutuhkannya. Bentuk utama LDL yang teroksidasi, tidak dapat di
kenali oleh reseptornya, tetapi lebih mudah di ikat oleh makrofag, dan kemudian
merangsang pembentukan penyakit jantung koroner (PJK). (Silalahi, 2006).
Antioksidan pangan adalah suatu zat dalam makanan, yang dapat menghambat
akibat buruk dari efek senyawa oksigen yang reaktif (SOR), senyawa nitrogen yang
reaktif (SNR), atau keduanya dalam fungsi fisiologis normal pada manusia. Antioksidan
dalam makanan dapat berperan dalam pencegahan berbagai penyakit yang berkaitan
dengan proses penuaan dan sebagian kanker. Asam askorbat (vitamin C) secara efektif
akan menangkap radikal-radikal oksigen singlet, OH, peroksil dan O2, dan juga
berperan dalam regenerasi vitamin E. Dengan mengikat radikal peroksil dalam fase
berair, dari plasma atau sitosol, vitamin C dapat melindungi membran biologis dari
kerusakan peroksidatif. Konsentrasi vitamin C yang tinggi dalam plasma akan
menurunkan kadar LDL, menurunkan kadar trigliserida, dan mengurangi agresi
platelet, serta meningkatkan high density lipoprotein (HDL), yang dapat mencegah PJK.
(Almatsier, 2001 ; Silalahi, 2006). Vitamin C juga dapat mencegah kanker,
dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi dan virus.
Sebenarnya ada radikal bebas dan produk oksidatif yang di keluarkan oleh sistem
keseimbangan antara pembentukan radikal bebas dan proteksi antioksidan. (Counsel,
1981).
2.6. Fermentasi
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi
pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini menyebabkan perubahan
sifat pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan pangan tersebut.
Hasil-hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan (substrat), jenis mikroba
dan kondisi sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metaboisme mikroba
tersebut (Winarno, dkk,1997). Tujuan fermentasi (sintesa) ini adalah memproduksi
produk seoptimal mungkin, berupa biomassa sel atau metabolit. Proses ini di lakukan
dalam fermentor yang berisi medium dengan kandungan gizi yang cukup dan kondisi
medium misalnya suhu, pH, nutrient, medium dan homogenitas yang optimal.
Proses fermentasi itu digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dengan bakteri
yang spesifik yaitu fermentasi yang menghasilkan sel, enzim, pelarut, dan fermentasi
yang menghasilkan suatu produk. (Aziz, 1990). Fermentasi dapat berhasil dengan baik
dengan menggunakan media yang mengandung nutrisi untuk pertumbuhan bakteri,
disamping itu nutrient seperti karbohidrat sangat dibutuhkan untuk mengaktivasi bakteri
yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk yang diharapkan. Walaupun media
dan nutrien sudah terpenuhi tetapi temperatur dan pH juga sangat mempengaruhi
optimum 26 – 28 0C, jika suhu selama fermentasi berlangsung dibawah atau diatas
kisaran diatas bakteri tidak akan tumbuh sempurna sehingga tidak dapat mensintesis
selulosa dengan sempurna. Hal yang sama juga berlaku pada suasana pH. Disini pH
Acetobacter xylinum adalah sekitar 3 – 4 .( Azis, 1990)
2.6.1. Fermentasi Selulosa Bakteri
Selulosa bakteri disintesa melalui proses fermentasi dimana pada fermentasi
ini diperlukan pada pembuatan starter, mikroba akan tumbuh dengan cepat pada
permukaan starter dan membentuk suatu lapisan tipis. Untuk proses selanjutnya starter
ini diperlukan untuk mensintesis selulosa. Fermentasi selulosa bakteri berlangsung pada
kondisi aerob (membutuhkan oksigen). Mikroba tumbuh terutama pada permukaan
media. Fermentasi dilangsungkan sampai selulosa yang terbentuk mempunyai ketebalan
1,0 – 1,5 cm. Biasanya ukuran tersebut tecapai setelah 10 hari (sejak diinokulasi
dengan starter ), dan fermentasi diakhiri pada hari ke 15. Jika fermentasi tetap
diteruskan, kemungkinan pemukaan selulosa mengalami kerusakan oleh mikroba
pencemar. Lapisan selulosa mengandung sisa media yang sangat masam. Rasa dan bau
masan tersebut dapat dihilangkan dengan perendaman dan perebusan dengan air bersih.
2.7. Teknik Spektroskopi
Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisa kimia-fisika yang
mengamati tentang interaksi suatu molekul dengan radiasi elektomagnetik. Untuk
pelaksanaan teknik analisa spektorkopi, dipakai instrument untuk mengukur dan
merekam sinyal interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam
instrumen pada teknik spektroskopi, yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen
yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai
spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat
fotoelektrik, maka disebut spektrofotometer (Pavia, 1979). Informasi spektroskopi
Inframerah menunjukkan tipe - tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul,
resonansi magnet inti, yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari
atom hydrogen. Ini juga memberikan informasi menyatakan tentang alam serta
lingkungan dari setiap tipe dari atom hydrogen. Kombinasinya dan data yang ada
kadang-kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui
(Pavia,1977 ; Williams, 1973)
2.7.1. Spektrofotometri Inframerah ( FTIR)
Bila sinar inframerah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka
sejumlah frekuensi diserap sedangkan frekuensi yang lain diteruskan atau ditransmisikan
tanpa diserap. Jika kita menggambar antara persen absorbansi atau persen transmitansi
menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak ,maka di dalam molekul itu terjadi
perubahan enegi eletronik ,tingkat energi vibrasi dan tingkat energy rotasi.Energi yang
diperlukan untuk menimbulkan terjadinya perpindahan ketiga energy tersebut reatif
tinggi. Maka di dalam molekul itu terjadi perubahan energy vibrasi dan perubahan
energirotasi. Frekuensi vibrasi suatu ikatan diharapkan nail jika kekuatan ikatan naik
dan juga jika massa tereduksi dari sistem. Ulur C=C dan C=O diharapkan mempunyai
frekuensi lebih tinggi daripada ulur C-C dan C-O. Ulur C-H dan O-H menyerap pada
frekuensi lebih tinggi daripada ulur C-C dan C-O. Ikatan-ikatan yang berbeda ( C-C,
C=C, C-O,C=O,O-H,N-H) mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda dan kita dapat
mendeteksi adanya ikatan-ikatan tersebut dalam molekul organik dengan
mengidentifikasi frekuensi-frekuensi karakteristiknya sebagai pita serapan dalam
spektrun infra merah. Spektrum infra merah alkohol pada konsentrasi yang rendah,
menunjukkan sebuah pita yang tajam pada 3650 cm-1, disamping adanya pita lebar
tambahan pada 3350 cm-1
Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua gologan yaitu vibrasi regang (
stretching vibrations) dan vibrasi lentur (bending vibrations). .(Sastroamijoyo, 2001).
1. Vibrasi regang, terjadi perubahan jarak antara dua atom dalam suatu molekul
secara dan tak simetris.
2. Vibrasi lentur terjadi perubahan sudut antara dua ikatan. Ada dua macam
Jelaslah sekarang bahwa spektrofotometer infra merah ditujukan untuk penentuan gugus
fungs molekul. Radiasi IR dapat dibagi ke dalam dua daerah yaitu :
1. Daerah gugus fungsi pada rentang vibrasi antara 4000 hingga 1600 cm-1
2. Daerah sidik jari rentang vibrasi antara 1600 hingga 670 cm
.
-1
Radiasi IR yang dipakai harus berada pada rentang frekuensi yang sesuai dengan
rentang getaran alamiah dari molekul, agar diperoleh informasi gugus-gugus dari zat
yang dianalisa. Seperti pada tabel 2.3.
.
Tabel 2.3. Absorbsi karakteristik Infra merah dari gugus-gugus molekul
Gugus fungsi Jenis vibrasi Frekuensi (cm -) Intensitas
CH
grafik dari panjang gelombang secara berkesinambungan , berubah sepanjang suatau
daerah sempit dari spectra elektromagnetik. Pita-pita inframerah didalam suatu
spectra dapat dikelompokkan menurut intensitas; kuat(strong), medium (medium),
lemah (weak). Suatu pita lemah yang bertumpang tindih dengan suatu pita kuat
disebut baku(shoulder). Banyak gugus identik dalam sebuah molekul, mengubah kuat
relative absorbsinya dalam suatu spectrum, misalnya suatu gugus tunggal dalam
gugus tunggal relatif lemah. Tetapi jika suatu senyawaan mempunyai banyak ikatan
CH, maka efek gabung dari absorbsi CH akan menghasilkan suatu puncak yang
bersifat medium atau kuat Spektra lazim ditemukan dengan panjang gelombang 2,5 –
15 mikrometer dengan bilangan gelombang 4000 – 667 cm
Vibrasi uluran untuk beberapa senyawa karbonil ditunjukkan pada tabel 2.4 dibawah
ini.
-1
Tabel 2.4 Vibrasi uluran untuk beberapa senyawa karbonil
Tipe senyawaan Posisi absorbs Absorbsi
Aldehida R C = O
Sumber.Silverstein et al 1981.
Dari tabel diatas terbaca bahwa :
• Pita uluran OH dan NH terdapat antara 3000 – 3700 cm-1. Bila terdapat dua
• Absorbsi uluran dari ikatan CX suatu haloalkana atuh dalam daerah. Sidik
jari spectrum inframerah yakni 500 – 1430 cm-1
• Untuk karbon, CC 1450 -1600 cm
.
-1
, C= C 1600 – 1700 cm-1, C=C 2100, -
2250 cm-1.Resapan yang disebabkan oleh uluran CH tampak pada kira-kira 2800
– 3300 cm-1.
2.8. Scanning Electron Microscope (SEM)
Struktur permukaan suatu sampel dapat dipelajari dengan mengunakan
Scannning Electron Microscope, karena jauh lebih mudah untuk mempelajari struktur
permukaan itu secara langsung. Dengan berkas sinar elektron yang difokuskan ke suatu
titik dengan diameter sekitar 100 Angstrom dan di gunakan untuk melihat permukaan
dalam suatu layar, elektron-elektron dari sampel yang diuji, di fokuskan dengan suatu
elektroda elektronik pada suatu alat pemantul yang dimiringkan. Sinar yang di hasilkan,
diteruskan melalui suatu pipa sinar pantulan ke suatu alat pembesar foto dan sinyal yang
dapat di gunakan untuk memodulasi terangnya suatu titik osiloskop yang melalui suatu
layar dengan adanya persesuaian dengan berkas sinar elektron pada permukaan sampel
yang diuji. Karena elektron – elektron sekunder energi yang rendah, maka elektron –
elektron tersebut dapat di belokkan membentuk sudut dan menimbulkan bayangan
topografi. Intensitas dari hamburan balik elektron-elektron sebanding dengan jumlah
energi yang lebih tinggi, maka tidak mudah untuk dikumpulkan oleh sistem kolektor
normal (Smallman, 1999).
Analisa secara SEM ini dilakukan untuk mengetahui adanya interaksi antar
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat. 3.1.1 Peralatan
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain , Alat-alat gelas, Buret, Cawan petri
dari Pyrex, Neraca Analitis Ohaus, Oven Gallenkamp, Inkubator Fieser Scientific, Hot
Plate Thermolyne, Termometer, Autoklaf Webecco, Jangka sorong, Jarum ose ,
Indikator Universal Fisher, Bunsen, Statif dan Klem, Tanur Gallen Kamp
3.1.2. Bahan-bahan.
Bahan – bahan yang digunakan terdiri dari Air kelapa sedang tua, Asam askorbat,
NaOH, Asam sulfat, Bufer asetat 0,2 M, Iodin, KI, Amilum, Alkohol 96 % , K2SO4,
n.Heksan, Petroleum eter pa.Merck, Bibit Acetobacter xylinum, Glukosa, Urea, Media
agar (pepton 0,5 g,KHSO4 1 %, ekstrak yeast 0,1 g, agar 5 g,Ammonium fosfat 0,2 % ,
Akuades, Asam khlorida 25 %, Natrium karbonat , Arsenik trioksida, larutan kanji 1 %,
3.2. Pembuatan Larutan Pereaksi. 3.2.1. Pembuatan larutan H2SO4
Kedalam labu ukur 250 ml dimasukkan 100 ml akuades kemudian
ditambahkan 3,22 ml larutan asam sulfat pekat dengan menggunakan pipet
volum, diencerkan dengan akuades sampai garis tanda. 1,25 %
3.2.2. Pembuatan Bufer Asetat 0,2 M pH 4.
Sebanyak 2,427 g Na asetat p.a dan 10,232 g asam asetat glasial
dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 ml dan diencerkan dengan akuades sampai
garis tanda.
3.2.3 Pembuatan larutan Iodin 0,1 N.
Sebanyak 14 g Iodium dan 36 g kalium Iodida dilarutkan dalam 100 ml
akuades,tambahkan 3 tetes asam kloida dan encerkan dengan akuades hingga
1000 ml.
3.2.4. Pembuatan Larutan Amilum 1 %
1 g Amilum ditimbang, larutkan kedalam 100 ml akuades, panaskan
3.2.5. Pembuatan CH3COOH
Sebanyak 25 ml asam asetat glacial, dimasukkan ke dalam labu takar
1000 ml dan tambahkan akuades sampai garis tanda. 25%.
3.2.6 Pembuatan Larutan NaOH 1,2 %.
Ditimbang 12,5 g NaOH pekat ,masukkan ke dalam labu takar 1000 ml,
dilarutkan dengan akuades sampai garis tanda., lalu dihomogenkan
3.2.7 Pembuatan Larutan K2SO4.
Sejumlah 10 g K
10%
2SO4 dimasukkan ke dalam labu takar 100
ml,dilarutkan dengan akuades sampai garis tanda
3.2.8. Pembakuan Iodium
Ditimbang sebanyak lebih kurang 150 g arsenil trioksida yang
sebelumnya telah dikeringkan pada suhu 105 oC selama 1 jam, masukkan ke
dalam gelas Erlenmeyer , kemudian larutkan dengan 20 ml Na OH 1 N, jika
perlu hangatkan .Encerkan dengan 40 ml akuades tambahkan 2 tetes metil
orange , kemudian HCl 25 %, hingga warna kuning berubah menjadi merah
muda.Tambahkan 2 g Na2CO3 dan encerkan dengan 50 ml akuades,
tambahkan 3 ml larutan kanji .Secara perlahan titrasi dengan larutan Iodium
1 ml Iodium setara dengan 4,946 mg arsen trioksida.
Rumus pembakuan
mg arsenik trioksida x 0,1 N/ volume titran x 4,946 mg.
mg arsenik trioksida = 150,79 mg
volume titran = 30,65 ml
150,79 mg x 0,1 N /30,65 ml x 4,946 mg = 0,09947 N.
3.2.9. Sterilisasi Alat.
Alat-alat yang akan digunakan dicuci sampai bersih, kemudian
dikeringkan dan di tutup rapat dengan kapas, kemudian dengan kertas. Setelah
itu masukkan ke dalam autoklaf, dan ditutup rapat,disterilisasi sampai suhu 121
o
C selama 15 menit.
3.3 Prosedur Penelitian.
3.3.1. Pembuatan Biakan Acetobacter xylinum. Pada Media Nutrien Agar.
Nutrien agar ditimbang sebanyak 2.3 gram, kemudian diencerkan dengan
100 ml akuades. Dipanaskan hingga larut, disterilkan dalam autoklaf hingga
mencapai suhu 121o C, dan tekanan 2 bar selama 15 - 20 menit, selanjutnya
media dituangkan ke dalam tabung reaksi yang telah disterilkan untuk membuat
xylinum dan dibiarkan selama 1 minggu didalam ruangan yang steril (Warisno
2004).
3.3.2. Pembuatan Starter Air Kelapa.
Sebanyak 500 ml air kelapa yang telah di saring dengan kain kasa,di
tambahkan 20 % glukosa, 0,5 % urea dan bufer asetat p H 4 ke dalam air kelapa.
Dipanaskan hingga suhu 70 - 80o C.Kemudian di masukkan kedalam botol kaca
yang telah disterilkan, dinginkan sampai suhu kamar,kemudian di inokulasi
dengan bakteri A xylinum, dan di fermentasikan selama 10 hari sampai terbentuk
lapisan nata putih di atasnya (Warisno 2004,Pambayun2002)
3.3.3. Pembuatan Selulosa Bakteri
Sebanyak 50 ml air kelapa yang telah disaring, ,dituangkan ke dalam
gelas beaker, ditambahkan 5 g glukosa,0,25 g urea dan dipanaskan sampai
mendidih sambil diaduk hingga larut. Kemudian diasamkan dengan asam asetat
25 % sampai pH 4 dan ditambahkan bufer asetat0,2 M sebanyak 1 ml,untuk
mempertahankan pH 4., dinginkan sampai suhu kamar, setelah dingin kemudian
di tambahkan 10 ml starter air kelapa yang mengandung bakteri A xylinum,