MENDIAGNOSIS TB DI RSU KOTA TANGERANG
SELATAN PADA TAHUN 2013
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Oleh:
Karmila Karim
NIM: 1110103000051
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya serta shalawat dan salam Kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini
yang berjudul “Hubungan Manifestasi Klinis dan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks dalam Mendiagnosis TB di RSU Kota Tangerang Selatan pada Tahun 2013” dengan lancar dan tepat pada waktunya. Laporan penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tak lupa Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. dr. Hadianti, SpPD, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan, arahan, dan petunjuk kepada Penulis selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini. 4. dr. Marita Fadhillah, PhD, selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia
disibukkan untuk memberikan petunjuk, bimbingan, masukan dan arahan, serta memotivasi Penulis selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.
vi
6. Hj. Neng Ulfah, S.sos.M.si, selaku direktur RSU Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian 7. Lebba S.Ag.,M.si atas segala bantuan dalam pengurusan beasiswa untuk
penulis
8. Seluruh Dosen dan Staff Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas segala bantuan yang telah diberikan kepada Penulis
9. Pemerintah Daerah Luwu Timur yang memberikan beasiswa kepada penulis sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Bapak, ibu dan adik-adikku tersayang, atas seluruh bantuan dan dorongan yang selalu diberikan baik secara moral, material, maupun spiritual kepada penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini. 11. Kadir Niki dan Siti Suryani sebagai orang tua angkat angkat penulis yang
tidak hentinya mengingatkan dan mendoakan penulis, serta memberikan bantuan moral, material, maupun spiritual kepada penulis.
12. Teman-teman PSPD angkatan 2010 khususnya para teman seperjuangan kelompok 6, Fitria Luluk M, Khoirul Ahmada Putra, Ali Alatas, dan Abdullah Zidqul Azmi, yang telah saling mengingatkan dan mendo’akan, memberi motivasi dan semangat, serta membantu Penulis selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.
13. Sahabat-sahabat tersayang Yuni S, Chyndy Lestari, Isabella, dan Abdul Khafid Masnur yang telah mengingatkan dan mendoakan, memberi motivasi dan semangat kepada penulis selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Penulis selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.
vii
Penulis juga berharap semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan bagi semua pihak, khususnya bagi dunia pendidikan kedokteran di Indonesia.
Ciputat, September 2013
viii
ABSTRAK
Karmila Karim. Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Hubungan Manifestasi Klinis dan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks dalam Mendiagnosis TB di RSU Kota Tangerang Selatan pada Tahun 2013
Latar Belakang. Tuberkulosis paru merupakan masalah besar dalam dunia kesehatan. Diagnosis dini sangat penting untuk pencegahan penyakit kronis dan pembentukan sekuel. Di Indonesia diagnosis Tuberkuosis paru masih banyak berdasarkan manifestasi klinis yang khas dan pemeriksaan foto toraks oleh karena mudah dan cepat untuk mendiagnosis Tuberkulosis paru. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan foto toraks pada penderita tuberkulosis. Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif tidak berpasangan, dengan pendekatan potong lintang. Jumlah sampel sebanyak 82 orang, menggunakan consecutive sampling dan analisis data menggunakan Kolmogorov-Smirnov test. Hasil: dari data yang diperoleh, manifestasi klinis yang paling banyak ditemukan adalah batuk berdahak (73,2%), dan dari hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran radiologi yang paling banyak adalah bayangan awan dan bercak (72%). Sedangkan menurut klasifikasi American Tuberculosis Association yang paling banyak ditemukan adalah lesi sedang (64,9%). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara batuk berdahak dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran radiologi dengan nilai (p =0,047) dan klasifikasi American Tuberculosis Association dengan nilai (p<0,000)
ix
ABSTRACT
Karmila Karim. Medical Education Study Program, Islamic State University of Syarif Hidayatullah Jakarta. The Relationship of Clinical Manifestation and Result of Chest X-ray Examination in Patients with Pulmonary Tuberculosis in RSU Tangerang Selatan City in 2013.
Background: Pumonary tuberculosis remains a big health problem. Early diagnosis is very important for prevention of the chronic form the disease and sequel formation. In Indonesia diagnosis of pulmonary tuberculosis is still a lot according to typical of clinical manifestation and chest x-ray examination because is an easy and quick tool for diagnosis of pulmonary tuberculosis. Aim: to determinate the relationship of clinical manifestation and result of chest x-ray examination in patients with pulmonary tuberculosis. Methods: This research uses unpaired categorical analytic method, with cross sectional approach. Number of samples taken was 82 people, using consecutive sampling technique and data were analysed with Kolmogorov-Smirnov test. Result: from the data it was found that cough with sputum is the most manifestasion in patients and from chest x-ray examination according to image of radiograph it was found that patchy and nodular (72%) is the most founded in patients. Meanwhile, according to classification of American Tuberculosis Association moderately advanced (64,9%) is the most founded in patients. Conclusion: For the statistical analysis showed there significant relationship between cough with sputum with result of x-ray examination according to image of radiograph with p value = 0,047 (p<0,05) and classification American Tuberculosis Association with p value = 0,000 (p<0,05).
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
2.1.1.1 EpidemiologiTuberkulosisParu ... 5
2.1.1.2 Etiologi TuberkulosisParu... 6
2.1.1.3 PatogenesisTuberkulosisParu ... 6
2.1.1.4 KlasifikasiTuberkulosisParu ... 8
2.1.1.5 ManifestasiKlinisTuberkulosisParu ... 10
2.1.1.6 Diagnosis TuberkulosisParu ... 13
2.1.2 PemeriksaanFotoToraks ... 15
2.2 Kerangka Teori ... 21
2.3 Kerangka Konsep... 22
2.4 Definisi Operasional ... 23
xi
3.1 Desain Penelitian ... 24
3.2 Waktu dan TempatPenelitian ... 24
3.3 Populasi dan Sampel ... 24
3.3.1 Populasi Target ... 24
3.3.2 PopulasiTerjangkau ... 24
3.4 Kriteria Sampel ... 24
3.4.1 Kriteria Inklusi ... 24
3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 24
3.5 EstimasiBesar Sampling ... 26
3.6 Cara PengambilanSampel ... 26
3.7 Cara KerjaPenelitian ... 26
3.8 Managemen Data ... 26
3.8.1 Pengumpulan Data ... 26
3.8.2 Pengolahan Data... 27
3.8.3 Analisis Data ... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
4.1 HasilPenelitiandanPembahasan ... 29
4.1.1 Analisis Univariat ... 29
4.1.1.1 Gambaran Karakteristik Responden ... 29
4.1.1.2 Gambaran Variabel Penelitian ... 31
4.1.2 Analisis Bivariat ... 35
4.2 Keterbatasan Penelitian ... 44
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 45
5.1 Simpulan ... 45
5.2 Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Presentasi Manifestasi Klinis pada Penderita TB Paru Berdasarkan
Usia ... 12
Tabel 2.2 Presentasi Manifestasi Klinis pada Penderita TB Paru Berdasarkan Usia ... 12
Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan Foto Toraks pada Penderita TB Paru Berdasarkan Usia ... 17
Tabel 2.4 Hasil Pemeriksaan Foto Toraks dan Laboratorium pada Penderita TB Paru Berdasarkan Usia ... 18
Tabel 2.5 Hasil Pemeriksaan Foto Toraks pada Penderita TB paru Berdasarkan Jenis Kelamin ... 19
Tabel 2.6 Definisi Operasional. ... 23
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 29
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 30
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Manifestasi Klinis pada Penderita TB Paru ... 31
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks ... 32
Tabel 4.5 Hubungan Batuk Berdahak dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Berdasarkan Gambaran Radiologi ... 35
Tabel 4.6 Hubungan Batuk Berdahak dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Berdasarkan Klasifikasi ATA ... 37
Tabel 4.7 Hubungan Sesak Napas dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Berdasarkan Gambaran Radiologi ... 38
Tabel 4.8 Hubungan Sesak Napas dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Berdasarkan Klasifikasi ATA ... 39
Tabel 4.9 Hubungan Batuk Darah dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Berdasarkan Gambaran Radiologi ... 41
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR BAGAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Acquired ImmSunodeficiency Syndrome
ARDS : Acute Respiratory Distress Syndrome
ARTI : Annual Risk Tuberculosis Infection
ATA : American Tuberculosis Association
BACTEC : Becton Dickinson Diagnostic Instrument System
BTA : Basil Tahan Asam
ELISA : Enzyme Linked Immunosorbent Assay
IgG : Imunoglobulin G
HIV : Human Immunodeficiency Syndrome
LED : Laju Endap Darah
PA : Posterior Anterior
PAP : Peroxidase anti Peroxidase
PCR : Polymerase Chain Reaction
SPS : Sewaktu, Pagi, Sewaktu
TB : Tuberkulosis
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang masih sulit dipecahkan. Pada bulan Maret 1993 World Health
Organization (WHO) mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Menurut laporan WHO 1,6 juta orang meninggal karena TB pada tahun 2005 dan pada tahun 2007 TB menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia.1,2
Pada tahun 2009, WHO menetapkan Asia Tenggara sebagai daerah dengan kasus TB baru tertinggi yaitu 35 % dari insidensi global. Indonesia adalah negara dengan prevalensi infeksi TB ketiga tertinggi di dunia setelah Cina dan India. Estimasi Insidensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 430.000 kasus dengan mortalitas sebesar 61.000.3 Sementara itu, insidensi TB di Jakarta Selatan pada tahun 2011 adalah 5.291 kasus dan Insidensi TB di Tangerang Selatan pada tahun 2011 adalah 39,9% dari insidensi penyakit TB di Jakarta Selatan.4
Tuberkulosis merupakan penyakit dengan mortalitas ketiga di Indonesia yang sampai sekarang belum dapat disembuhkan secara sempurna bahkan sebaliknya jumlah penderita baru dari hari ke hari semakin meningkat. Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti sosioekonomi, masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan seperti alkoholisme, resistensi obat, tingkat kepatuhan minum obat, tingginya infeksi HIV/AIDS, dimana peningkatan insiden lebih nyata pada negara-negara berkembang.5,6,7
Diagnosis TB paru dapat dilakukan selain dari manifestasi klinis seperti batuk berdahak, batuk darah dan sesak napas, diagnosis TB paru juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang. Salah satu pemeriksaan penunjang yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis adalah pemeriksaan foto toraks.9 Menurut data dari evidence based guide book, hanya 5% pasien TB paru reaktif yang mempunyai foto toraks normal, sisanya abnormal. Sensitivitas dan spesifisitas foto toraks dalam mendiagnosis TB paru yaitu 86% dan 83% apabila ditemukan lesi apikal, kavitas, dan gambaran retikulonodular.10
Tidak ada cara lain yang sebanding pentingnya dengan pemeriksaan foto toraks untuk dokumentasi dan pemeriksaan berkala (follow-up) yang obyektif. Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan pemeriksaan foto toraks. Hasil pemeriksaan BTA positif di bawah mikroskop memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan kuman positif pada kultur sputum yang merupakan diagnosis pasti dibutuhkan sekitar 50-100 kuman/ml sputum. Pulasan BTA sputum mempunyai sensitivitas yang rendah, terutama tuberkulosis non kavitas, dan akan memberikan kepositivan 10% pada pasien dengan gambaran tuberkulosis, dan 40 % penderita TB paru dewasa mempunyai hasil negatif pada pulasan sputumnya. Pemeriksaan mikrobiologi dari dahak ini mempunyai keterbatasan antara lain sulit untuk mendapatkan dahak dalam jumlah yang cukup.11
1.1 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah manifestasi klinis TB paru berhubungan dengan hasil pemeriksaan foto toraks di RSU Kota
Tangerang Selatan tahun 2013?”
1.2Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara manifestasi klinis TB paru dengan hasil pemeriksaan foto toraks.
1.3Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara manifestasi klinis TB paru terhadap hasil pemeriksaan foto toraks.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan mendapatkan manifestasi klinis TB paru yang paling berhubungan dengan pemeriksaan foto toraks.
2. Mengetahui dan mendapatkan manifestasi klinis TB paru.
1.4Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Penulis
1. Sebagai persyaratan untuk gelar sarjana Program Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Menambah wawasan dan pemahaman tentang manifestasi klinis TB paru yang berhubungan dengan hasil pemeriksaan foto toraks.
1.5.2 Bagi Masyarakat
1.5.3 Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setelah penelitian ini telah selesai diharapkan dapat menjadi landasan dasar untuk penelitian selanjutnya yang berkenaan dengan perbandingan diagnosis TB dengan hasil pemeriksaan radiologi.
1.5.4 Bagi Rumah Sakit
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.13
2.1.1.1 Epidemiologi
Pada tahun 2009 WHO (World Health Organization) melaporkan lebih dari 5,8 juta kasus baru TB (semua jenis,TB paru dan ekstraparu) berasal dari negara-negara berkembang.WHO memperkirakan bahwa kasus baru 9,4 juta terjadi di seluruh dunia pada tahun 2009, diantaranya 95 % berasal dari negara-negara berkembang di Asia (5,2 juta), Afrika (2,8 juta), Timur Tengah (0,7 juta), dan Amerika Latin (0,3 juta).8 Lebih lanjut diperkirakan bahwa 1,7 juta kematian diakibatkan oleh TB, termasuk 0,4 juta orang yang menderita TB dengan infeksi HIV yang berasal dari negara-negara berkembang.14,15
2.1.1.2 Etiologi
Penyebab infeksi tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman batang aerobik dan tahan asam dan merupakan organisme patogen yang penting bagi manusia.14,16
2.1.1.3 Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Tempat masuk kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat berhari-hari sampai berbulan-bulan Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atas atau jaringan paru.14,17
TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit(biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas selular.17,18
tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia akut. Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membetuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi limfosit.Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.17,18
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju yang disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri sel epiteoid dan fibroblas menimbulkan respons berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi14,19:
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,kalsifikasi di hilus,keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan ± 10 % diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang bersifat laten.
Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis sekunder)
Kuman yang laten pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = tuberkulosis pasca primer = tuberkulosis sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti pada keadaan malnutrisi, alkohol, penyakit keganasan, diabetes, AIDS, gagal ginjal.14,20
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada usia lebih tua reaktivasi TB umumnya terjadi di paru-paru. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan imunitas lokal di paru-paru pada orang tua hal ini terkait dengan gaya hidup (merokok) atau kondisi komorbiditas yang bisa menyebabkan rentan terhadap reaktivasi di paru-paru. Sebuah studi terbaru di Inggris telah melaporkan bahwa kondisi komorbiditas seperti emfisema dan bronkitis merupakan faktor risiko independen TB.21
Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah kedaerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.14,19,20
2.1.1.4 Klasifikasi Tuberkulosis
Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinisi, ahli radiologi, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifikasi tuberkulosis. Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti14:
1. Pembagian secara patologis:
Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
Tuberkulosis post primer (adult tuberculosis)
2. Pembagian secara aktivitas radiologis :
Tuberkulosis paru (Koch Pulmonum) aktif
non aktif
quiescent
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi):
Tuberculosis minimal
Moderately Advanced Tuberculosis
Far Advanced Tuberculosis
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah14:
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberkulosis paru
3. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
a. Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain positif.
2.1.1.5Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang terbanyak adalah14,18,22:
1. Demam
Penelitian Vauthey tahun 1998 di India menunjukkan bahwa demam terjadi sekitar 60-85% pada penderita TB. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41ºC. Serangan demam pertama dapat sembuh kembali. Bagitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga penderita merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.23
2. Batuk
Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk mulai dari kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Batuk yang bersifat akut merupakan penyebab yang paling sering dikeluhkah oleh pasien ketika berkonsultasi ke dokter. Sedangkan batuk yang bersifat kronik didefinisikan sebagai batuk yang durasinya lebih dari 8 minggu.24
3. Batuk Darah
4. Sesak napas
Sesak napas merupakan ungkapan rasa/sensasi yang dialami individu dengan keluhan tidak enak/tidak nyaman bernapas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.29
5. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.14
6. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa: anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gajala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.14,18
Tabel 2.1 Presentasi manifestasi klinis pada penderita TB paru berdasarkan usia30
Clinical features Young ( n = 33) Elderly(n = 40) P value * Number (%) Number (%)
* p<0.05 was considered as significant
Sementara itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lee dkk menyatakan bahwa Hemoptisis dan demam lebih sering terjadi pada pasien yang lebih muda, sedangkan kelemahan, dispnea, anoreksia, dan perubahan mental lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua.31
Tabel 2.2 Presentasi manifestasi klinis penderita TB paru berdasarkan usia31
2.1.1.6Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis TB paru perlu dilakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan laboratorium.
1. Pemeriksaan Klinis dibagi atas pemeriksaan manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik11:
a) Pemeriksaan Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis TB paru dibagi menjadi dua golongan yaitu: manifestasi klinis respiratorik seperti batuk, batuk darah, sesak napas, dan nyeri dada. Golongan yang kedua adalah manifestasi klinis sistemik seperti demam, keringat malam, anoreksia, malaise, berat badan menurun serta nafsu makan menurun.
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada luas lesi dan kelainan struktural paru yang terinfeksi. Pada permulaan penyakit sulit didapatkan kelainan pada pemeriksaan fisik. Suara atau bising napas abnormal dapat berupa suara bronkial, amforik, ronki basah, suara napas melemah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
2. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)14 3. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang
diagnosis TB yaitu11,14:
Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah.
Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular).
Adanya kavitas, tunggal, atau ganda.
Adanya kalsifikasi.
Bayangn menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
Bayangan milier.
4. Pemeriksaan Sputum BTA
Pemeriksaan mikroskopik ini dapat melihat adanya basil tahan asam, dimana dibutuhkan paling sedikit 5000 batang kuman per mil sputum untuk mendapatkan kepositifan. Pewarnaan yang umum dipakai adalah pewarnaan Zielh Nielsen dan pewarnaan Kinyoun Gabbet11.
5. Peroksidase anti peroksidase ( PAP)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB11.
6. Tes Mantoux/Tuberkulin
Sampai saat ini, tes kulit tuberkulin adalah satu-satunya tes untuk mendeteksi infeksi laten TB yang menggunakan campuran antigen dari Mycobacterium tuberculosis.18,32
7. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada1 mikroorganisme dalam specimen. Selain itu teknik PCR ini juga dapat mendeteksi adanya resistensi11,18.
8.Becton Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC)
Gambar 2.1 Alur Diagnosis TB Paru13
2.1.1.7 Pemeriksaan Foto Toraks
Pada saat ini pemeriksaan foto toraks merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Diagnosis dini sangat penting untuk pencegahan bentuk penyakit kronis dan pembentukan sekuel 11,14. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tapi dapat memberikan keuntungan yaitu pada pemeriksaan tuberkulosis pada anak dan tuberkulosis milier. Pada kedua hal ini diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan foto toraks karena pemeriksaan sputum hampir selalu negatif. Pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan adanya TB, tetapi hampir semua manifestasi TB dapat menyerupai penyakit-penyakit lainnya.14,33
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya didaerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah) yang terlihat homogen dengan densitas yang lebih pekat. Akan tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).8,21,34,35,36,37,38
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang – sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak – bercak seperti awan dan dengan batas – batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma.14
Pada aktivitas bayangannya berupa cincin yang mula – mula berdinding tipis. Lama lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris – garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak- bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis tampak terliahat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberkulosis milier berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.14
paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema),bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura (pneumotoraks). Pada suatu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.14
Adanya bayangan lesi pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya aktivitas penyakit,kecuali infiltrat betul-betul nyata. Lesi penyakit yang sudah non-aktif, sering menetap selama pasien masih hidup. Lesi yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas, schwarte, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua.14
Gambaran radiologi pada pasien usia lanjut memiliki penampilan atipikal dan pasien cenderung kurang memiliki infiltrasi pada lobus atas dan lebih sering infiltrasi terlihat lebih luas dari kedua bidang paru dan infiltrasi pada lobus bawah.30
Tabel 2.3 Hasil pemeriksaan radiologi pada penderita TB paru berdasarkan usia30
* p<0.05 was considered as significant
Tabel 2.4 Hasil pemeriksaan radiologi dan laboratorium pada penderita TB
Location of TB lesion
Upper* 185 (89.4) 92 (77.3) 0.003
Leukocyte count (/ L) 8,413±3,435 8,180±3,085 0.545
ESR (mm/hr) 45.0±31.6 55.8±32.0 0.010
Leukocytosis 48 (23.2) 31 (26.1) 0.569
*: Lesion on the upper lobe only or upper lobe plus other lobe. : Fibrous nodular and/or cavity. : Erythrocyte sedimentation rate. : White bloodcell >104/ L
Sementara itu studi lain memperlihatkan hasil radiologi menurut jenis kelamin yaitu, efusi pleura terlihat pada 33% kasus dan lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama pada kelompok usia 20-40-tahun yang mirip dengan fibrosis dan bronkiektasis. Namun, konsolidasi-infiltrasi dan lesi kavitas terlihat lebih sering pada wanita yang berusia 20-40 tahun dibandingkan dengan laki-laki dalam kelompok usia yang sama, tetapi perbedaannya tidak signifikan.5
Tabel 2.5 Hasil pemeriksaan radiologi pada penderita TB paru berdasarkan jenis kelamin8
Radiological Findings Men (percent) Women (percent) Overall
Consolidation-Klasifikasi gambaran tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association33 :
1. Tuberkulosis minimal (minimal tuberculosis): yaitu luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan; sarang-sarang soliter dapat berada dimana saja, tidak harus berada di atas. Tidak ditemukan adanya lubang (kavitas). 2. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced tuberculosis): yaitu luas
sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu paru, sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau sifat bayangan sarang-sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi luas satu lobus
atas, atau bila ada lubang- lubang, maka diameter keseluruhan semua lubang melebihi 4 cm.
2.3 Kerangka Teori
Invasi basil tuberkel di apeks paru atau dekat pleura pada lobus bawah
Infeksi oleh M. Tuberculosis
secara inhalasi
Membentuk nekrosis kaseosa
Lesi primer bergabung dengan kelenjar getah bening membentuk kompleks Ghon
Membangkitkan reaksi peradangan
2.4 Kerangka Konsep
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
Keterangan:
: Variabel bebas
: Variabel terikat
Gejala Klinis Pemeriksaan
Radiologi
Tabel 2.7 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur
Hasil Ukur Skala
1 Tuberkulosis Penderita TB yang
24 BAB III
METODE PENELITIAN 3.1Desain Penelitian
Rancangan penelitian menggunakan studi cross sectional.
3.2Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Juni 2013 bertempat di RSU Kota Tangerang Selatan
3.3Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah pasien TB yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit di Indonesia
3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien TB yang menjalani rawat jalan di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013
3.4Kriteria Sampel 3.4.1 Kriteria Inklusi
Pasien rawat jalan yang menderita TB di RSU Kota Tangerang Selatan dengan BTA positif
Berumur >14 tahun
3.4.2 Kriteria Eksklusi
TB ekstra pulmonal
3.5 Estimasi Besar Sampling
Ukuran sampel ditentukan menurut rumus analitik kategorik tidak berpasangan:39
Keterangan:
Zα : deviat baku alpha
Zβ : deviat baku beta
P2 : proporsi pada kelompok standar, tidak berisiko, tidak terpajan atau kontrol
Q2 : 1-P2
P1 : proporsi pada kelompok uji, berisiko, terpajan atau kasus,
Q1 : 1-P1
P1-P2 : selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna
P : proporsi total = 2
2
1 P
P
Q : 1-P
Jika Zα sebesar 5 % dan Z β 20 %, nilai P2 sebesar 0,18%, sedangkan selisih proporsi yang dianggap bermakna, ditetapkan sebesar 0,2%
Maka :
3.6 Cara Pengambilan Sampel
Subyek penelitian ditentukan dengan menggunakan metode consecutive sampling yang diperoleh melalui rekam medik. Kriteria subyek adalah pasien TB di RSU Kota Tangerang Selatan yang termasuk kriteria inklusi dan tidak didapati kriteria eksklusi.
3.7Cara Kerja Penelitian
Bagan 3.1 Cara Kerja Penelitian
3.8Managemen Data 3.8.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder berupa manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan foto toraks pada penderita TB di Poli Paru RSU Kota Tangerang Selatan.
Persiapan penelitian
Menyaring rekam medis pasien TB di RSU Kota Tangerang Selatan
Rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi
Manifestasi Klinis
Rekam medis yang tidak memenuhi kriteria inklusi
Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
3.8.2 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut40: 1) Menyunting data (data editing)
Editing dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian
2) Mengkode data (data coding)
Proses pemberian kode pada pada setiap variable yang telah dikumpulkan, dilakukan untuk memudahkan dalam memasukkan data.
3) Memasukkan data (data entry)
Memasukkan data yang telah diberikan kode ke dalam program software computer
4) Membersihkan data (data cleaning)
Setelah data dimasukkan, dilakukan pengecekan kembali untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah
3.8.3 Analisa Data
Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden yang meliputi usia dan jenis kelamin. Selain itu, analisis univariat juga digunakan untuk memperoleh gambaran manifestasi klinis, serta gambaran hasil pemeriksaan foto toraks pada penderita TB di RSU Kota Tangerang Selatan.
0,005 maka Ho ditolak dan Ha diterima, dengan kata lain terdapat hubungan yang bermakna antara dua variabel yang diuji. Sedangkan jika nilai p > 0,005 maka Ho diterima dan Ha ditolak, dengan kata lain tidak terdapat hubungan antara dua variabel yang diuji. 40
29 4.1Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1.1 Analisis Univariat
4.1.1.1Gambaran Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini berjumlah 82 orang yang secara keseluruhan merupakan penderita TB paru dengan gejala klinis tuberkulosis yaitu gejala respiratorik yang memiliki hasil pemeriksaan sputum BTA positif. Hasil pengumpulan data didapatkan gambaran karakteristik responden yang meliputi usia dan jenis kelamin.
1) Usia Responden
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Kelompok Usia Jumlah (Orang) Persentase (%)
15-35 Tahun 16 19
36-55 Tahun 53 64
> 56 Tahun 13 15,9
Total 82 100,0
Berdasarkan umur, pada penelitian ini umur yang terbanyak pada kelompok usia 36-55 tahun sebanyak 53 orang (64,6%), dimana penderita termuda umur 16 tahun dan tertua umur 78 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Louisiana di Amerika pada tahun 2010 menunjukkan bahwa penderita TB paru pada umumnya berusia < 55 tahun.41Hal ini juga sesuai dengan laporan WHO pada tahun 2004 yaitu penderita TB paru rata-rata berusia 35-54 tahun untuk kawasan Asia Tenggara. Hal ini diduga karena pada usia produktif akan lebih mudah terpajan dengan dunia luar dan lebih banyak memiliki kecenderungan terjadi perburukan penyakit karena mempunyai faktor komorbid seperti diabetes mellitus, keganasan, penyakit paru obstruktif, dan penggunaan obat kortikosteroid .30,42,43
segera dieliminasi oleh pejamu setelah inhalasi. Kemungkinan kedua dan kelompok terbesar ialah bertahannya infeksi melalui keberhasilan pembentukan granuloma, sebuah fungsi respon imun alamiah dan adaptif yang kuat oleh pejamu dan menghasilkan infeksi laten. Pada kemungkinan kedua, reaktivasi dari infeksi dapat terjadi akibat beberapa faktor yang disebutkan di atas.44
Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis pasca primer yang umunya terjadi pada usia produktif terjadi bertahun-tahun setelah tuberkulosis primer. Baik imunitas alamiah maupun imunitas adaptif mengalami penurunan fungsi dalam mekanisme defensi terhadap Mycobacterium Tuberculosis. Pada sebagian orang respon imun yang mengalami penurunan fungsi akan menimbulkan destruksi jaringan yang signifikan, artinya infeksi bersifat progresif destruksi jaringan melalui nekrosis kaseosa dan kavitas.44
2)Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)
Laki-laki 54 65,8
Perempuan 28 34,1
Total 82 100,0
Pada penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin penderita terdiri atas 54 (65,8%) penderita laki-laki dan 28 (34,1%) penderita perempuan. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu Long dkk melaporkan laki-laki dua pertiga lebih sering terkena TB paru daripada perempuan, sedangkan Nagakawa dkk melaporkan bahwa pada perempuan sering terjadi keterlambatan diagnosis TB paru karena berkurangnya minat untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.11,42Masniari dkk. Dalam penelitian yang dilakukan di RS Persahabatan Jakarta menemukan hasil 61,7% penderita laki-laki dan wanita 38,3%. Yeung dkk. Melakukan penelitian di Hongkong menemukan prevalensi TB paru pada laki-laki 4 kali lebih besar dibanding perempuan.11
penurunan sistem imun seperti rokok, alkohol dan migrasi pada beberapa kasus.38 Walaupun hasilnya demikian tetapi pada beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan perempuan memiliki rasio progresivitas dan case fatality rate lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini diduga akibat perbedaan perilaku dalam mencari perawatan kesehatan antara laki-laki dan perempuan sehingga lebih banyak kasus TB paru yang dilaporkan.11,42
4.1.1.2 Gambaran Variabel Penelitian
1) Manifestasi Klinis
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Manifestasi Klinis pada Penderita TB Paru
Manifestasi Klinis Jumlah (Orang) Persentase (%)
Batuk berdahak akut 24 29,3
Batuk berdahak kronik 36 43,9
Sesak napas akut 6 7,3
Sesak napas kronik 7 8,5
Batuk darah masif 2 2,4
Batuk darah tidak masif 7 8,5
Total 82 100,0
Data dari 82 responden menunjukkan, keluhan yang paling banyak timbul sebagai alasan penderita datang berobat ke rumah sakit adalah batuk berdahak sebanyak 60 orang (73,2%), sesak napas 13 orang (15,8%), Batuk darah 9 orang (10,9%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tjandra Yoga di Jakarta tahun 1988, mendapatkan bahwa keluhan yang membawa penderita TB paru berobat adalah batuk berdahak sebanyak 65%. Berdasarkan teori, gejala respiratorik berupa batuk berdahak atau batuk produktif merupakan gejala yang paling sering terjadi dan merupakan indikator yang sensitif untuk penyakit TB paru.11
penderita TB yang batuk lebih dari 48kali/malam akan menginfeksi 48% dari orang yang kontak dengan penderita. Ketika fokus sudah terbentuk fokus akan menyebar melalui jalur yang paling sering yaitu saluran napas.11,24
Di Indonesia risiko penularan setiap tahun atau Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Dalam konteks penularan penyakit TB, perilaku adalah kebiasaan yang dilakukan oleh penderita yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit TB paru dari penderita kepada orang yang belum menderita, antara lain disebabkan kebiasaan membuang ludah sembarangan sehingga bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang terdapat pada ludah dapat menyebar kepada orang lain, demikian juga perilaku saat batuk apabila tidak mentup mulut dapat menyebarkan Mycobacterium Tuberculosis10. Demikian pula Rasulullah SAW mengajarkan, bahwa ketika bersin meletakkan tangan atau kain dimulutnya dan merendahkannya. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
2) Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Jumlah (Orang) Persentase (%) Gambaran Radiologi
sebanyak 50% pada sebuah penelitian retrospektif.36 Berdasarkan teori lesi awal yang ditampilkan pada penderita TB adalah lesi yang berbentuk patchy dan nodular hal ini menunjukkan proses penyakit yang sedang aktif setelah 10 minggu terjadi infeksi.14
Sedangkan menurut kriteria ATA, pasien dengan kelainan radiologi berupa lesi minimal sebanyak 16 orang (19,5%) lesi sedang sebanyak 54 orang (64,9%), dan lesi lanjut sebanyak 12 orang (14,6%). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu Ozsahin dkk menunjukkan bahwa berdasarkan klasifikasi ATA kelainan radiologi yang paling banyak pada tingkat lesi sedang.34 Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian Nurjihad dkk terhadap pasien baru di RS Persahabatan yaitu diperoleh lesi sedang sebanyak 36 penderita (39,5%).11Hal ini diduga karena pada umumnya tuberkulosis sekunder bersifat kronis pada orang dewasa yang memiliki tanda radiologi khusus dan spesifik TB paru sekunder yaitu ditemukannya kavitas pada tingkat sedang biasanya ditandai dengan adanya kavitas yang artinya proses aktif. Tetapi pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat keparahan lesi biasanya juga berhubungan dengan usia dan jenis kelamin.34
Keterlambatan diagnosis juga diduga mempunyai pengaruh terhadap tingkat keparahan lesi.10,45 Terlihat hanya 1/3 kasus TB paru yang mampu ditemukan, keterlambatan dapat berasal dari penderita (patient’s delay), secara definisi diartikan sebagai fase antara timbulnya gejala sampai penderita datang ke fasilitas pengobatan, keterlambatan yang berasal dari dokter yang mengobati (doctor’s delay), secara definisi diartikan sebagai fase sejak datang ke dokter sampai tegaknya diagnosis. 11
Dari penelitian yang dilakukan oleh Situmorang menunjukkan bahwa angka rerata keterlambatan dokter hanya berbeda sedikit dengan angka rerata keterlambatan penderita. Hal ini menunjukkan pentingnya peran dokter dalam penanggulangan TB paru dengan kegiatan deteksi pasien TB paru. Seorang dokter harus memiliki kemampuan dalam deteksi pasien TB paru, diagnosis, penatalaksanaan, serta pemantauan keberhasilan pengobatan serta menetapkan hasil akhir pengobatan.11
Pada umumnya penderita datang ke pusat-pusat pelayanan masyarakat primer, dimana peran dokter umum sangat penting untuk mencegah keterlambatan dalam penegakan diagnosis TB paru yaitu dengan pengambilan keputusan untuk melakukan pemeriksaan penunjang. Foto toraks masih merupakan pilihan terbaik untuk skrining TB paru oleh karena pemeriksaan ini cepat dan mudah dilakukan. Maka diharapkan dokter umum untuk tidak menambah angka rerata keterlambatan diagnosis yang disebabkan oleh dokter yaitu dengan melakukan pemeriksaan penunjang yaitu foto toraks yang akan dilakukan oleh spesialis radiologi. Hal ini juga diperintahkan Allah SWT dalam firmanNya:
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (QS An Nahl/16 : 43).
terjadi karena kurangnya pengetahuan. Demikian pula Rasulullah SAW mengajarkan, bahwa obat kebodohan yaitu dengan bertanya, sebagaimana tercantum dalam sabdanya:
Tidakkah mereka bertanya, ketika mereka tidak tahu? Sesungguhnya obat ketidak mengertian mereka adalah bertanya. (Riwayat Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad dan Darimi dan dishahihkan Syeikh Salim Al Hilali dalam Tanqihul Ifadah Al
Muntaqa Min Miftah Daris Sa’adah, hal. 174).
4.1.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan foto toraks yang merupakan variabel bebas dengan variabel terikatnya yang berupa tuberkulosis, dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi-Square.
Tabel 4.5 Hubungan Batuk Berdahak dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Berdasarkan Gambaran Radiologi
Kategori
Bayangan
awan dan
bercak
Kavitas Fibrotik Total
P
toraks berdasarkan gambaran radiologi terdapat 4 sel (66,7%) yang memiliki nilai expected < 5, dimana syarat uji Chi-Square adalah maksimal hanya ada 20% sel yang memiliki expected count < 5. Untuk tabel 2xk tersebut, alternatif uji Chi-Square yang dapat diambil adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Berdasarkan tabel 4.5 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 24 responden dengan batuk berdahak akut, 23 di antaranya memiliki gambaran radiologi berupa bayangan awan dan bercak dan 1 gambaran fibrotik . Dua puluh empat responden dari 36 responden dengan batuk berdahak kronik memiliki gambaran radiologi bayangan awan dan bercak, 7 gambaran kavitas dan 5 gambaran fibrotik.
Berdasarkan data dari 82 pasien TB diatas, dan pada uji kemaknaan statistik dengan Kolmogorov-Smirnov untuk kategori batuk berdahak yang telah dibobotkan dengan kategori hasil pemeriksaan foto toraks didapatkan nilai P = 0,047 (P < 0,05), maka diperoleh kesimpulan secara statistik bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara batuk berdahak dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran radiologi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anna dkk yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara batuk berdahak dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran radiologi yaitu dengan nilai (p = 0,04).48
pembuluh-pembuluh darah besar di kedua hili ke atas. Keadaaan ini disebut dengan tuberkulosis fibrosis densa33.
Tabel 4.6 Hubungan Batuk Berdahak dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Berdasarkan Klasifikasi ATA
Kategori
Lesi
minimal
Lesi Sedang Lesi lanjut Total
P
Pada uji kemaknaan statistik dengan Chi-Square untuk kategori batuk berdahak dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi ATA, setelah dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square, ternyata diperoleh hasil bahwa syarat untuk dapat digunakannya uji Chi-Square pada tabel 2xk tidak terpenuhi. Hal ini karena pada kategori batuk berdahak dan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi ATA terdapat 2 sel (33,3%) yang memiliki nilai expected < 5, dimana syarat uji Chi-Square adalah maksimal hanya ada 20% sel yang memiliki expected count < 5. Untuk tabel 2xk tersebut, alternatif uji Chi-Square yang dapat diambil adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Berdasarkan tabel 4.6 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 24 responden dengan batuk berdahak akut, 16 di antaranya memiliki hasil foto toraks dengan lesi minimal dan 8 lesi sedang. Dua puluh sembilan responden dari 36 responden dengan batuk berdahak kronik memiliki hasil foto toraks dengan lesi sedang dan 7 lesi lanjut.
hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi American Tuberculosis Association. Sesuai teori batuk berdahak merupakan manifestasi klinis yang paling sering ditemukan pada penderita TB paru hal ini akibat keterlibatan saluran pernapasan dalam penyebaran fokus yang sudah terbentuk . Hal ini juga didukung dengan temuan awal pada lesi parenkimal adalah bercak lunak biasanya di segmen apikal dan posterior dari lobus superior dan biasanya belum terdapat kavitas (lesi minimal).11,33
Pada kebanyakan kasus lebih dari satu segmen yang terlibat dan TB yang bilateral (lesi sedang) terdapat pada sepertiga sampai dua pertiga kasus. Ketika luas daerah yang dihinggapi oleh sarang –sarang lebih luas lagi, atau jika ditemukan kavitas yang diameter keseluruhan semua lubang melebihi 4 cm maka sudah dikategorikan lesi tingkat sangat lanjut.11,33Berdasarkan teori apabila dijumpai batuk berdahak yang bersifat kronik dan hasil pemeriksaan BTA positif seharusnya gambaran radiologi juga semakin luas.10
Tabel 4.7 Hubungan Sesak Napas dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Kavitas Fibrotik Total
P
yang memiliki expected count < 5. Untuk tabel 2xk tersebut, alternatif uji Chi-Square yang dapat diambil adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Berdasarkan tabel 4.7 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 6 responden dengan sesak napas akut yang memiliki gambaran radiologi berupa bayangan awan dan bercak. Tiga responden dari 7 responden dengan sesak napas kronik memiliki gambaran radiologi bayangan awan dan bercak, 2 gambaran kavitas dan 2 gambaran fibrotik.
Berdasarkan data dari 82 pasien TB diatas, dan pada uji kemaknaan statistik dengan Kolmogorov-Smirnov untuk kategori sesak napas yang telah dibobotkan dengan kategori hasil pemeriksaan foto toraks didapatkan nilai P = 0,593 (P > 0,05), maka diperoleh kesimpulan secara statistik bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara sesak napas dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anna dkk yang menunjukkan bahwa sesak napas lebih sering menunjukkan gambaran berupa pleuritis.46
Secara radiologi pleuritis menunjukkan gambaran penebalan pleura yaitu berupa garis-garis densitas tinggi yang tidak teratur atau kalsifikasi, selain itu sinus kostofrenikus menjadi tumpul, biasanya terjadi di lapangan paru bagian bawah, tetapi dapat juga puncak paru33. Berdasarkan teori gejala sesak napas timbul jika terjadi pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan bronkus, atau terjadi efusi pleura, ekstensi radang parenkim atau miliar.14
Tabel 4.8 Hubungan Sesak Napas dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Berdasarkan Klasifikasi ATA
Kategori
Lesi
minimal
Lesi Sedang Lesi lanjut Total
Pada uji kemaknaan statistik dengan Chi-Square untuk kategori sesak dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi ATA, setelah dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square, ternyata diperoleh hasil bahwa syarat untuk dapat digunakannya uji Chi-Square pada tabel 2xk tidak terpenuhi. Hal ini karena pada kategori sesak napas dan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi ATA terdapat 2 sel (50%) yang memiliki nilai expected < 5, dimana syarat uji Chi-Square adalah maksimal hanya ada 20% sel yang memiliki expected count < 5. Untuk tabel 2xk tersebut, alternatif uji Chi-Square yang dapat diambil adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Berdasarkan tabel 4.8 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 6 responden dengan sesak napas akut yang memiliki hasil foto toraks dengan lesi sedang. Lima responden dari 7 responden dengan batuk berdahak kronik memiliki hasil foto toraks dengan lesi sedang dan 2 lesi lanjut.
Tabel 4.9 Hubungan Batuk Darah dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Kavitas Fibrotik Total
P
Pada uji kemaknaan statistik dengan Chi-Square untuk kategori batuk darah dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran radiologi, setelah dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square, ternyata diperoleh hasil bahwa syarat untuk dapat digunakannya uji Chi-Square pada tabel 2xk tidak terpenuhi. Hal ini karena pada kategori batuk darah dan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran radiologi terdapat 6 sel (100%) yang memiliki nilai expected < 5, dimana syarat uji Chi-Square adalah maksimal hanya ada 20% sel yang memiliki expected count < 5. Untuk tabel 2xk tersebut, alternatif uji Chi-Square yang dapat diambil adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Berdasarkan tabel 4.9 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 2 responden dengan batuk darah masif, 1 di antaranya memiliki gambaran radiologi berupa gambaran kavitas dan 1 gambaran fibrotik . Tiga responden dari 7 responden dengan batuk darah tidak masif memiliki gambaran radiologi bayangan awan dan bercak, 2 gambaran kavitas dan 2 gambaran fibrotik.
batuk darah dapat menunjukkan gambaran yang tidak spesifik seperti kavitas, pleuritis, dan bayangan milier.46 Berdasarkan teori pada TB paru batuk darah terjadi akibat robekan atau ruptur aneurisma arteri pulmoner (dinding kaviti
“aneurisma Rassmussen”) atau akibat pecahnya anastomosis bronkopulmoner
atau proses erosif pada arteri bronkialis. Pada kelainan radiologi sering menunjukkan gambaran berupa kavitas yang berarti proses spesifik lama yang sudah tenang.28
Lesi Sedang Lesi lanjut Total
P
Pada uji kemaknaan statistik dengan Chi-Square untuk kategori batuk darah dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran radiologi, setelah dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square, ternyata diperoleh hasil bahwa syarat untuk dapat digunakannya uji Chi-Square pada tabel 2xk tidak terpenuhi. Hal ini karena pada kategori batuk berdahak dan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran radiologi terdapat 4 sel (100%) yang memiliki nilai expected < 5, dimana syarat uji Chi-Square adalah maksimal hanya ada 20% sel yang memiliki expected count < 5. Untuk tabel 2xk tersebut, alternatif uji Chi-Square yang dapat diambil adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Berdasarkan tabel 4.10 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 2 responden dengan batuk darah masif yang memiliki hasil foto toraks dengan lesi sedang. Empat responden dari 7 responden dengan batuk darah tidak masif memiliki hasil foto toraks dengan lesi sedang dan 3 lesi lanjut.
dibobotkan dengan kategori hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi ATA didapatkan nilai P = 0,690 (P > 0,05), maka diperoleh kesimpulan secara statistik bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara batuk darah dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi American Tuberculosis Association. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Marleen dkk melaporkan bahwa sekitar 17-81% pasien dengan batuk darah memperlihatkan gambaran radiologis yang normal.25 Hasil berbeda dilaporkan oleh Corder pada tahun 2003 di Amerika Serikat yaitu kelainan radiologi yang ditemukan pada pasien dengan batuk darah antara lain kavitas, infiltrat, dan atelektasis.27
Kavitas tuberkulosis dalam posisi apapun tetap berupa bayangan bulat, tetapi superposisi lingkaran-lingkaran belum pasti melibatkan pembuluh darah. Sebagai dasar gambaran radiologi pada atelektasis adalah pengurangan volum bagian paru baik lobaris, segmental, atau seluruh paru, dengan akibat kurangnya aerasi sehingga memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi) dengan penarikan mediastinum kearah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga menyempit.33
4.2 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, antara lain : 1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang meneliti variabel terikat dan variabel bebas pada waktu yang sama. Hal ini dikarenakan oleh ketidakmungkinan peneliti untuk mengikuti jangka waktu penelitian jika peneliti melakukan studi prospektif cohort maupun case-control seperti halnya yang sering digunakan pada penelitian jurnal-jurnal internasional.
2. Asal Populasi
terjadinya bias saat pemilihan, informasi yang didapatkan, dan faktor perancu.
3. Tidak dapat meneliti faktor lain
45 5.1Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhaadap hasil penelitian yang diperoleh, didapatkan simpulan sebagai berikut :
1. Dari 82 pasien TB, didapatkan pasien dengan manifestasi klinis tertinggi yaitu batuk berdahak sebanyak 60 orang (73,2%).
2. Data dari 82 pasien TB menunjukan, pasien dengan kelainan radiologi berdasarkan gambaran radiologi berupa bayangan awan dan bercak sebanyak 59 orang (72%), kavitas sebanyak 12 orang (14,6%), dan fibrotik masing-masing 11 orang (13,4%). Sedangkan menurut klasifikasi American Tuberculosis Association (ATA ) diperoleh, lesi minimal sebanyak 16 orang (19,5%), lesi sedang sebanyak 54 orang (64,9%), dan lesi lanjut sebanyak 12 orang (14,6%).
5.2Saran
Untuk mencegah keterlambatan dalam penegakan diagnosis TB paru dan mengurangi risiko penularan setiap tahun dengan mengenali tanda dan gejala khas pada TB paru disertai pemeriksaan radiologi dan pemanfaatan pemeriksaan penunjang yang lain sebagai gold standard selain pemeriksaan sputum BTA di pusat-pusat pelayanan kesehatan masyarakat sebagai penunjang diagnostik dalam pemberantasan TB paru.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Julie M, Marleen B, Joseph S et al. Accuracy of Clinical Signs in the Diagnosis of Pulmonary Tuberculosis:Comparison of Three Reference Standards Using Data from a Tertiary Care Centre in Rwanda. The Open Tropical Medicine Journal, 2008; 1:1-7.
2. Gholamali G, Gholamhossain A, Esfahan A. Comparison of Clinical Manifestation and Radiology of Pulmonary Tuberculosis in Younger and Elderly Patients. J Med Sci 2007;7 (5):888-891.
3. Ristaniah. Gambaran TB Paru Klasik dan Atipikal pada Foto Toraks dan Tomografi Komputer. UNPAD, 2012. Hal 1-37.
4. SUDINKES Jakarta Selatan tahun 2011. [Diakses tanggal 9 September 2013]. Diunduh dari: http://foursquare.com
5. Burrill J, Williams CJ, Bain G et al.Tuberculosis:A Radiologic Review. RadioGraphics 2007; 27:1255–1273.
6. Harisinghani MG, McLoud TC, Shepard JAO et al. Tuberculosis from Head to Toe. RadioGraphics 2000; 20:449-470 .
7. Chow L, Stark P. Miliary tuberculosis:Radiographic features. Applied Radiology 2000 :25-28.
8. Jamzad A, Shahnazi M, Khatami A et al. Radiographic Findings of Pulmonary Tuberculosis in Tehran in Comparison with Other Institutional Studies. Iran J Radiol 2009 ; 6 (3): 131-136.
9. Gomes M, Saad R, Stirbulow R. Pulmonary Tuberculosis: Relationship Between Sputum Bacilloscopy and Radiological Lesions. Rev. Ins. Med. trop. S. Paulo, 2003;45(5):275-281.
10. Mulyadi, Mudatsir, Nurlina. Hubungan Tingkat Kepositivan Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dengan Gambaran Luas Lesi Radiologi Toraks pada Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat di SMF Pulmonologi RSUDZA Banda Aceh. J Respir Indo. 2011;31: 133-137. [Diakses tanggal 27 Agustus 2013]. Diunduh dari: http://jurnalrespirologi.org
12. Pusat Data dan Informasi RSU Kota Tangerang Selatan.Data Pasien RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2011-2013.Tangerang Selatan: RSU Kota Tangerang Selatan. 2013.
13. Aditama, Yoga et al. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Ed 2. Jakarta: DEPKES RI. 2007. [Diakses 28 September 2012]. Diunduh dari :http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN2007.pdf 2009
14. Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal. 2230-2248.
15. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 18th ed. USA; McGraw Hill Company.2012.
16. Jawetz dkk. Mikrobiologi Kedokteran. Edisis 23. Jakarta : EGC.2008. Hal 453-460.
17. Price,S et al. M. Patofisiologi. EGC: Jakarta. 2006. Hal 852-862
18. American Thoracic Society: Diagnostic standards and classification of tuberculosis in adults and children. Am J Respir Crit Care Med 2000, 161:1376-1395.
19. Kumar et al. Pathologic Basis of Disease. 7th edition. USA: Elsevier Saunders. 2005. Page 426-430.
20. Semedo LC, Teixera L, Alves FC. Tuberculosis of the Chest. European Journal of Radiology 2005;55:158-172.
21. Sreeramareddy CT, Panduru KV, Sharat C et al. Comparison of pulmonary and extrapulmonary tuberculosis in Nepal- a hospital-based retrospective study. BMC Infectious Diseases2008; 8 (8):1-7.
22. Wu JY, Ku SC, Shu CC et al. The role of chest radiography in the suspicion for and diagnosis of pulmonary tuberculosis in intensive care units. Int J Tuberc Lung Dis2009 ; 13 (11): 1–7.
23. Rosha D. Prolonged Fever Occuring During Treatment of Pulmonary Tuberculosis-An Investigation of 40 Cases. Ind J. Tub. 2001;48:147-149.
24. Fontana GA, Pistolesi M, Chung KF et al. The Diagnosis and Management of Chronic Cough. Eur Respir J. 2004; 24: 481-492.
25. Bhatta DR, Singh TSK, Gokhale. Hemoptysis: is it tuberculosis. Int J Infect Microbiol 2012;1(2):63-67.
27. Corder R. Hemoptysis. Emerg Med Clin N Am 2003;21:421-435.
28. Sudoyo AW et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal. 294-296.
29. American Thoracic Society: Dyspnea. Am J Respir Crit Care Med 1999,
35. Geng E, Kreiswirth B, Burzynki J et al. Clinical and Radiographic Correlates of Primary and Reactivation Tuberculosis. JAMA. 2005;293:2740-2745.
36. Koh JW, Jeong YJ, Kwon OJ et al. Chest Radiographic Findings in Primary Pulmonary Tuberculosis: Observations from High School Outbreaks. Korean J Radiol. 2010;11:612-617.
37. Leung Ann. Pulmonary Tuberculosis: The Essential1. Radiology 1999;210:307-322.
38. Jeong YJ, Lee KS. Pulmonary Tuberculosis: Up-to-Date Imaging and Management. AJR 2008; 191:834-844.
39. Dahlan Sopiyudin M. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. 2nd ed. Jakarta: Salemba Medika; 2009. Hal 43-56.
40. Dahlan Sopiyudin M. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto;Salemba Medika; 2009. Hal 1-134.
41. Louisiana Office of Public Health. Infectious Disease Epidemiology: Tuberculosis. Tuberculosis Annual Report.2010. Page 1-21.
43. Rajagopalan S. Tuberculosis and Aging: A Global Health Problem. Clinical Infectious Diseases. 2001;33:1034-1039
44. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Mellitus. J Indon Med Assoc, 2011;61:173-178. [Diakses tanggal 16 September 2012]. Diunduh dari: http://indonesia.digitaljournals.org
45. Storla DG, Yimer S, Bjune GA, A Systematic review of Delay in the Diagnosis and Treatment of Tuberculosis. BMC Public Health. 2008;8:1-9.
51
LAMPIRAN 1 HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI
No. Foto : 13-xxx Tanggal Pemeriksaan: 13/03/ 2013 Nama Pasien : Tn J Usia/Jenis Kelamin : 68 Th/Lk Alamat : DokterPengirim : dr X Asal Pasien : Jenis Pemeriksaan : Thorax
Klinis : Batuk berdahak
Pada Foto Thorax
- Cor tidak membesar
- Sinus dan diafragma kanan terselubung; kiri normal - Pulmo
o Tampak perbercakan lunak di kedua paru
Kesan : TB Paru
Salam sejawat