• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IVA SD NEGERI 1 NUNGGALREJO TAHUN PELAJARAN 2013/2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IVA SD NEGERI 1 NUNGGALREJO TAHUN PELAJARAN 2013/2014"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA

PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IVA SD NEGERI 1 NUNGGALREJO

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

SARAS ROHMAWATI

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo, yakni hanya 10 siswa (45,45%) telah mencapai KKM dan yang mencapai KKM yakni 12 siswa (54,55%) dari nilai KKM 66. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo menggunakan metode guided discovery learning.

Penelitian ini menggunakan metode PTK dengan dua siklus yang setiap siklusnya terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Data dikumpulkan melalui lembar observasi dan instrumen tes pada setiap siklus. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif.

Hasil analisis data menunjukkan, aktivitas siswa siklus I mencapai

kualifikasi “Cukup Aktif” menjadi “Aktif” pada siklus II. Hasil belajar afektif

siswa siklus I berkategori “Cukup Percaya Diri” menjadi “Sangat Percaya Diri” di

siklus II, kategori keterampilan siswa siklus I mencapai “Cukup Terampil” menjadi “Terampil” pada siklus II, dan persentase ketuntasan kognitif siswa siklus

I sebesar 50% menjadi 77,27% pada siklus II. Penerapan metode Guided Discovery Learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

(2)
(3)

viii

DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK

Gambar Halaman

1. Bagan Kerangka Pikir ... 36

2. Tahapan PTK ... 38

3. Grafik Rekapitulasi Peningkatan Kinerja Guru ... 98

4. Grafik Rekapitulasi Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa ... 100

5. Grafik Rekapitulasi Peningkatan Hasil Belajar Afektif... 101

6. Grafik Rekapitulasi Peningkatan Hasil Belajar Psikomotor ... 102

(4)

v

d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Guided Discovery Learning ... 15

e. Langkah-langkah Metode Guided Discovery Learning ... 16

(5)

vi

F. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas... 48

G.Indikator Keberhasilan ... 53

(6)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Penelitian Pendahuluan dari Fakultas ... 112

2. Surat Izin Penelitian dari Fakultas ... 113

3. Surat Keterangan Penelitian dari Fakultas ... 114

4. Surat Izin Penelitian dari Sekolah ... 115

5. Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah ... 116

6. Surat Pernyataan Teman Sejawat ... 117

7. Rencana Perbaikan Pembelajaran Siklus I dan II ... 118

8. Instrumen Penilaian Kinerja Guru ... 160

9. Rekapitulasi Nilai Aktivitas Belajar Siswa ... 163

10. Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Afektif Siswa ... 165

11. Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Psikomotor Siswa ... 167

12. Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 169

13. Lembar Kerja Siswa ... 171

14. Instrumen Tes ... 180

(7)

vii

3.10 Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa dalam % ... 47

4.1 Jadwal Rincian Kegiatan PTK Tiap Siklus ... 56

4.2 Kinerja Guru pada Siklus I... 71

4.3 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Secara Klasikal Siklus I ... 72

4.4 Rekapitulasi Sikap Percaya Diri Siswa Secara Klasikal Siklus I ... 74

4.5 Rekapitulasi Keterampilan Siswa Secara Klasikal Siklus I ... 75

4.6 Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I ... 76

4.7 Kinerja Guru pada Siklus II ... 92

4.8 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Secara Klasikal Siklus II ... 93

4.9 Rekapitulasi Sikap Percaya Diri Siswa Secara Klasikal Siklus II .... 94

4.10 Rekapitulasi Keterampilan Siswa Secara Klasikal Siklus II ... 95

4.11 Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus II ... 96

4.12 Rekapitulasi Peningkatan Kinerja Guru ... 98

4.13 Rekapitulasi Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa ... 100

4.14 Rekapitulasi Peningkatan Hasil Belajar Afektif ... 101

4.15 Rekapitulasi Peningkatan Hasil Belajar Psikomotor ... 102

(8)
(9)
(10)

MOTO

”Tidak penting seberapa lambat anda berjalan, selama anda tidak

berhenti”

(Confucius)

(11)
(12)

i

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur dan kerendahan hati, kuucapkan terimakasih tak bertepi, kepada

Tuhan-ku, Allah S.W.T. Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang selalu ada

disaatku merasa tak ada. Karena dengan Rahmatnyalah skripsi ini dapat

terselesaikan.

Kupersembahkan skripsi ini kepada:

Ayah dan Ibuku tersayang, Subur Winarto dan Siti Aminah yang tak bosan

memberikan nasehat, arahan serta dukungan dan do’anya selama ini.

Saudaraku tersayang, Rully Amruloh dan Galuh Tria Salsabila yang selalu

mendukung, memotivasi, menasehati dan menjaga tanpa rasa bosan.

Nenekku tersayang, Leginem yang selalu memberikan dukungan dan do’anya

selama ini.

Bapak dan Ibu Dosen yang telah membekaliku dengan Ilmu Pengetahuan yang

bermanfaat

Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 serta sahabat-sahabat terdekatku, yang

selalu memotivasi sampai skripsi ini selesai

(13)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Punggur, Lampung Tengah

pada tanggal 31 Mei 1992, sebagai anak pertama dari tiga

bersaudara, dari pasangan Bapak Subur Winarto dan Ibu

Siti Aminah.

Peneliti mengenal pendidikan pertama kali di SD Negeri 2 Sidomulyo,

Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2004. Peneliti melanjutkan

pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Punggur,

Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2007, dilanjutkan Sekolah

Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Punggur, Lampung Tengah yang

diselesaikan pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, peneliti langsung mendaftarkan diri sebagai mahasiswa

dan melanjutkan pendidikan kejenjang perkuliahan pada Program Studi S-1

(14)

ii

SANWACANA

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penerapan Metode Guided Discovery Learning untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Tematik

Kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo Tahun Pelajaran 2013/2014”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Hariyanto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung yang telah banyak berjasa dalam kemajuan Universitas Lampung dan membawa nama Universitas Lampung terus menjadi yang terbaik di lingkup nasional.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan semangat kemajuan serta dorongan untuk memajukan program studi PGSD dan membantu peneliti dalam menyelesaikan surat guna syarat skripsi.

3. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan program studi PGSD dan juga membantu peneliti dalam menyelesaikan surat guna syarat skripsi.

(15)

iii bantuan untuk kelancaran penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Alben Ambarita, M.Pd., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan banyak sekali masukan dan saran-saran yang membangun pada saat seminar.

7. Bapak Drs. Muncarno, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan memberikan saran yang sangat bermanfaat yang telah membimbing dan mengarahkan dengan bijaksana. 8. Bapak Drs. Mugiadi, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Dosen

Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran.

9. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Karyawan PGSD UPP Metro yang turut andil dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.

10.Ibu Rumyati, S.Pd., selaku Kepala SD Negeri 1 Nunggalrejo, serta Dewan Guru dan Staf Administrasi yang telah banyak membantu peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

11.Ibu Herawati Eka.WS, S.Pd., selaku teman sejawat yang banyak membantu peneliti dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.

12.Kedua orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan doa, dukungan, motivasi dan bantuan sehingga peneliti dapat menyelesaikan studi.

13.Sahabat-sahabatku tercinta Faridhatul Khasanah, Diah Nuraini, Risty Meilani, Ami Yustitia S, Fatih Istiqomah, Devy Larasati S, Reni Utami, Feri Kusnun C, serta Joni Saputra yang setia mendukung dan setia mendengar keluh kesah peneliti.

14.Seluruh rekan-rekan PGSD angkatan 2010, khususnya kelas B terimakasih atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan selama ini.

15.Siswa-siswi Kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo yang telah berpartisipasi aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

(16)

iv penulisan skripsi ini sehingga peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini pada masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi peneliti maupun pembaca.

(17)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan menjadi salah satu sarana untuk membantu manusia menjadi

insan yang lebih baik. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 Pasal 31 ayat 3 mengamanatkan bahwa Pemerintah mengusahakan

dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan Nasional yang meningkatkan

keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Selain itu Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

(18)

Sejalan dengan arahan undang-undang tersebut, telah ditetapkan visi

pendidikan tahun 2025 yaitu menciptakan insan Indonesia yang cerdas dan

kompetitif. Wahyudin (2007: 1.1) menyatakan bahwa pendidikan adalah

humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia atau upaya membantu

manusia agar mampu mewujudkan diri sesuai dengan martabat

kemanusiaannya.

Menurut Rusman (2012: 93) pendidikan adalah keahlian dasar yang akan mendukung kemampuan seorang guru dalam menjalankan tugasnya, artinya tinggi rendahnya motivasi seorang guru akan terlihat dari upaya yang dilakukan dalam mengembangkan pendidikannya. Pengertian tersebut dapatlah dimengerti bahwa pendidikan merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspeknya baik intelektual, sosial, emosional maupun spiritual, terampil serta berkepribadian dan dapat berperilaku dengan dihiasi akhlak mulia. Ini berarti bahwa dengan pendidikan diharapkan dapat terwujud suatu kualitas manusia yang baik dalam seluruh dimensinya, baik dimensi intelektual, emosional, maupun spiritual yang nantinya mampu mengisi kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya dan masyarakat.

Fakta menunjukkan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki

seseorang jika tidak diimbangi dengan sikap ibarat kapal tanpa nahkoda,

karena sikap dan perilaku seseorang sangat berpengaruh terhadap tindakannya

dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya tersebut ataukah

sesuai dengan yang diharapkan di masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat

Sani (2013: vii) yang menyatakan bahwa pengetahuan dan keterampilan harus

diikuti dengan pembentukan sikap dan perilaku yang mencerminkan orang

yang terpelajar. Orang pintar yang tidak bermoral akan menjadi orang yang

berbahaya dan merugikan bagi orang lain.

Untuk mengatasi hal tersebut, Kemendikbud merealisasikannya dalam

(19)

Kurikulum adalah instrumen pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.

Sesuai dengan Permendikbud no 67 tahun 2013, yang menyatakan bahwa

tujuan Kurikulum adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar

memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,

produktif, kreatif, inovatif, dan afektif/berkarakter serta mampu berkontribusi

pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

Selain itu, kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern

dalam pembelajaran yaitu pendekatan ilmiah (Scientific Approach). Proses

pembelajaran menggunaan pendekatan scientific menurut Kemendikbud (2013:

216), dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam

mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah,

bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada

informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang

diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari

tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. Selain itu, hal ini

karena proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap,

pengetahuan, dan keterampilan.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas IVA SD

Negeri 1 Nunggalrejo pada hari Jumat, 10 Januari 2014, diketahui bahwa

rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa yang disebabkan oleh pelaksanaan

Kurikulum 2013 yang masih terdapat beberapa kendala dan masalah. Masalah

yang pertama, guru masih mengalami kesulitan mengimplementasikan

pembelajaran tematik. Di samping itu pembelajaran yang berlangsung masih

(20)

metode pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan scientific dalam

pembelajaran tematik. Siswa kurang mengoptimalkan peran teman dalam

kelompoknya untuk berdiskusi. Aktivitas siswa dalam pembelajaran tematik

masih cenderung pasif. Guru belum optimal mengatasi permasalahan siswa

yang kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapat, gagasan maupun

jawabannya. Guru belum optimal membangun komunikasi antar siswa

sehingga komunikasi dalam pembelajaran kurang efektif, dan guru belum

optimal memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan

yang belum dipahami pada saat pembelajaran.

Keadaan aktivitas di kelas IVA yang dijabarkan di atas berpengaruh pada

hasil belajar siswa. Hasil belajar kognitif siswa kelas IVA masih tergolong

rendah, yakni hanya 10 siswa (45,45%) yang telah mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) dan yang belum mencapai KKM yakni 12 siswa

(54,55%) dari nilai KKM yang ditentukan untuk pembelajaran tematik yaitu 66

(data nilai ulangan semester 1 tahun pelajaran 2013/2014).

Sehubungan dengan masalah tersebut, sesungguhnya suasana belajar

mengajar yang diharapkan adalah agar siswa termotivasi untuk dapat lebih

aktif dan berpikir kreatif dalam menggali pengetahuannya sendiri dan

memecahkan masalah sesuai dengan konsep yang dipelajari. Penggunaan

strategi, model, metode, atau pendekatan yang sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Sehingga siswa akan

terlibat aktif dalam pembelajaran dan memahami konsep yang disampaikan

(21)

Rusman (2012: 111) menyatakan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan

pembelajaran sangat tergantung dari pemanfaatan potensi yang dimiliki siswa

itu sendiri. Oleh karena itu, keaktifan siswa dalam menjalani proses belajar

mengajar merupakan salah satu kunci keberhasilan pencapaian tujuan

pembelajaran.

Metode sangat penting dipilih sesuai dengan konsep yang akan dipelajari

siswa. Dalam pelaksanaannya, metode dapat mempermudah siswa menyerap

materi ajar dan juga dapat membantu guru memudahkan penyajian materi

kepada siswa. Penggunaan metode juga diharapkan dapat mengembangkan

ketiga aspek perkembangan siswa, tidak hanya kognitifnya saja, tetapi afektif

dan psikomotornya

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka sebaiknya metode yang lebih

banyak digunakan pada pembelajaran adalah metode yang mampu membuat

siswa berperan aktif dan mampu mengajak siswa ke arah proses pemahaman

konsep secara keseluruhan melalui pengalaman langsung yang sesuai dengan

pendekatan scientific yang dianjurkan dalam Kurikulum 2013. Salah satu

metode pembelajaran yang diharapkan mampu mengaktifkan siswa adalah

metode guided discovery learning.

Selain itu, menurut Bruner (dalam Winataputra, 2008: 3.18) belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan (discovery learning). Agar belajar menjadi bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat, siswa harus aktif mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci yang ditemukannya sendiri, bukan hanya sekadar menerima penjelasan dari guru saja.

Sani (2013: 221) menyatakan bahwa guided discovery merupakan

metode yang digunakan untuk membangun konsep di bawah pengawasan guru.

(22)

dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran serta meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik.

Berkaitan dengan uraian di atas, maka peneliti pada penelitian tindakan

kelas ini mengambil judul: Penerapan Metode Guided Discovery Learning

untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran

Tematik Kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo Tahun Pelajaran 2013/2014.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa identifikasi

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Guru masih mengalami kesulitan mengimplementasikan pembelajaran

tematik.

2. Pembelajaran yang berlangsung masih berpusat pada guru (teacher

centered).

3. Guru belum optimal menggunakan metode pembelajaran yang sesuai

dengan pendekatan scientific dalam pembelajaran tematik.

4. Siswa kurang mengoptimalkan peran teman dalam kelompoknya untuk

berdiskusi.

5. Siswa belum terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga

menyebabkan aktivitas siswa masih cenderung pasif.

6. Guru belum optimal mengatasi permasalahan siswa yang kurang percaya

diri dalam menyampaikan pendapat, gagasan maupun jawabannya

7. Guru belum optimal membangun komunikasi antar siswa sehingga

(23)

8. Guru belum optimal memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengajukan pertanyaan yang belum dipahami pada saat pembelajaran.

9. Hasil belajar siswa masih tergolong rendah, yakni hanya 10 siswa (45,45%)

dari 22 siswa yang telah mencapai KKM yaitu 66.

C.Batasan Masalah

Untuk memperjelas ruang lingkup masalah yang akan diteliti, maka perlu

dijelaskan batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Aktivitas siswa dalam pembelajaran tematik menggunakan metode guided

discovery learning.

2. Hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penggunaan metode guided discovery learning dapat

meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran tematik kelas IVA

SD Negeri 1 Nunggalrejo tahun pelajaran 2013/2014?

2. Bagaimanakah penggunaan metode guided discovery learning dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik kelas IVA SD

(24)

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Meningkatkan aktivitas belajar melalui pembelajaran tematik menggunakan

metode guided discovery learning pada siswa kelas IVA SD Negeri 1

Nunggalrejo tahun pelajaran 2013/2014.

2. Meningkatkan hasil belajar melalui pembelajaran tematik menggunakan

metode guided discovery learning siswa kelas IVA SD Negeri 1

Nunggalrejo tahun pelajaran 2013/2014.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas IV A SD

Negeri 1 Nunggalrejo diharapkan memiliki beberapa manfaat, antara lain

untuk:

1. Manfaat teoritis

Menambah khasanah pustaka kependidikan dan diharapkan dapat

memberikan konstribusi dalam rangka memperbaiki pendidikan.

2. Manfaat praktis

1) Siswa

Dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan aktivitas dan

minat agar mampu dalam menemukan sendiri informasi maupun

pengetahuan pada pembelajaran tematik sehingga hasil belajarnya juga

dapat meningkat.

2) Guru

(25)

menggunakan metode yang tepat digunakan dalam pembelajaran tematik

sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan

profesional guru.

3) Sekolah

Dapat memberikan sumbangan yang berguna dalam upaya

meningkatkan mutu pembelajaran di SD Negeri 1 Nunggalrejo sehingga

menghasilkan output yang optimal.

4) Peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman tentang penelitian

tindakan kelas dengan menggunakan metode guided discovery learning,

(26)

II. KAJIAN PUSTAKA

A.Metode Guided Discovery Learning

1. Pengertian Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran merupakan salah satu komponen yang sangat

penting dalam proses pembelajaran, guna mencapai tujuan pembelajaran

yang diinginkan. Selain itu metode sendiri merupakan salah satu komponen

yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Metode

pembelajaran yang digunakan diharapkan sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang hendak dicapai.

Hasan (dalam Supriatna, dkk., 2007: 126) memaparkan bahwa metode

pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan untuk memberikan

kesempatan seluas-luasnya kepada siswa dalam belajar. Menurut Hernawan,

dkk. (2007: 90), metode adalah upaya untuk mengimplementasikan rencana

yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun

tercapai secara optimal.

Trianto (2010: 132) menjelaskan bahwa metode pembelajaran

merupakan bagian dari strategi pembelajaran, metode pembelajaran

berfungsi sebagai cara untuk menyajikan, menguraikan, memberi contoh,

dan memberi latihan kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi

(27)

pembelajaran tertentu. Sementara itu, Prastowo (2013: 69) menyatakan

bahwa:

Metode pembelajaran adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan pembelajaran. Metode pembelajaran adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan pembelajaran, sehingga kompetensi dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu, metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

metode pembelajaran adalah cara yang digunakan dengan tujuan untuk

membantu siswa ataupun guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang

telah direncanakan sebelumnya.

2. Metode Discovery Learning

a. Pengertian Metode Discovery Learning

Metode discovery merupakan komponen dari praktik pendidikan

yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif,

berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan

reflektif.

Suryosubroto (2009: 178) menyatakan bahwa metode discovery

diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan

pengajaran, perseorangan, manipulasi objek dan lain-lain percobaan,

sebelum sampai pada generalisasi. Sebelum siswa sadar akan pengertian,

guru tidak menjelaskan dengan kata-kata. Penggunaan metode discovery

(28)

menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan

atau diceramahkan saja.

Sementara itu, Sani (2013: 220) menyatakan bahwa,

discovery adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan. Pembelajaran discovery merupakan metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru untuk lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri.

Menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006: 203) metode discovery

adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa

sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum

diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan; sebagian atau seluruhnya

ditemukan sendiri.

Selain itu, menurut Bruner (dalam Winataputra, 2008: 3.18) belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan (discovery learning). Agar belajar menjadi bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat, siswa harus aktif mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci yang ditemukannya sendiri, bukan hanya sekedar menerima penjelasan dari guru saja. Bruner yakin bahwa belajar penemuan (discovery learning) adalah proses belajar di mana guru harus menciptakan situasi belajar yang problematik, menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari jawaban sendiri, dan melakukan eksperimen. Bentuk lain dari belajar penemuan (discovery learning) adalah guru menyajikan contoh-contoh dan siswa bekerja dengan contoh tersebut sampai dapat menemukan sendiri hubungan antarkonsep.

J. Richard (dalam Roestiyah, 2008: 20) berpendapat bahwa

discovery learning ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa

dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi,

seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar

(29)

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan

bahwa metode discovery merupakan proses belajar dimana siswa

berperan aktif untuk menemukan informasi dan memperoleh

pengetahuannya sendiri dengan pengamatan atau diskusi dalam rangka

mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna.

b. Jenis-jenis Metode Discovery Learning

Proses pembelajaran atau proses belajar mengajar menggunakan

metode discovery dapat melibatkan bimbingan guru secara penuh

maupun tidak.

Menurut Sapriati (2009: 1.28) ada dua macam atau jenis

pembelajaran penemuan, yaitu pembelajaran penemuan murni (free

discovery) dan pembelajaran penemuan terarah atau penemuan

terbimbing (guided discovery). Pembelajaran penemuan murni (free

discovery) merupakan pembelajaran penemuan tanpa adanya petunjuk

atau arahan. Sedangkan pembelajaran penemuan terarah/terbimbing

(guided discovery) merupakan pembelajaran yang membutuhkan peran

guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajarannya.

Demikian juga menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006: 204-205),

metode penemuan atau pengajaran penemuan dibagi menjadi dua jenis,

yaitu: (1) penemuan murni, pada pembelajaran dengan penemuan murni

pembelajaran terpusat pada siswa dan tidak terpusat pada guru, kegiatan

penemuan ini hampir tidak mendapatkan bimbingan guru; dan (2)

penemuan terbimbing, pada pengajaran dengan penemuan terbimbing

(30)

pertanyaan atau dialog, sehingga diharapkan siswa dapat menyimpulkan

(menggeneralisasikan) sesuai dengan rancangan guru.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

terdapat dua jenis metode discovery yaitu: metode penemuan murni (free

discovery) dan metode penemuan terbimbing (guided discovery).

c. Metode Guided Discovery Learning

Metode guided discovery atau penemuan terbimbing merupakan

metode pembelajaran yang menciptakan situasi belajar yang melibatkan

siswa belajar secara aktif dan mandiri dalam menemukan suatu konsep

atau teori, pemahaman, dan pemecahan masalah. Proses penemuan

tersebut membutuhkan guru sebagai fasilitator dan pembimbing.

Banyaknya bantuan yang diberikan guru tidak mempengaruhi siswa

untuk melakukan penemuan sendiri.

Sejalan dengan uraian di atas, Soejadi dalam Sukmana (2009)

mengungkapkan guided discovery merupakan pembelajaran yang

mengajak para siswa atau didorong untuk melakukan kegiatan

sedemikian rupa sehingga pada akhirnya siswa menemukan sesuatu yang

diharapkan.

Selanjutnya, Hamalik (2005: 188) mengungkapkan bahwa guided

discovery melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan

guru. Siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka

kearah yang benar/tepat. Sejalan dengan uraian di atas, Hanafiah dan

Cucu Suhana (2010: 77) mengungkapkan bahwa guided discovery yaitu

(31)

Pembelajarannya dimulai dari guru mengajukan berbagai pertanyaan

yang melacak, dengan tujuan untuk mengarahkan peserta didik kepada

titik kesimpulan kemudian siswa melakukan percobaan untuk

membuktikan pendapat yang dikemukakan.

Bertolak pada pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan

bahwa metode guided discovery merupakan metode pembelajaran yang

melibatkan siswa secara aktif untuk mencoba menemukan sendiri

informasi maupun pengetahuan yang diharapkan dengan bimbingan dan

petunjuk yang diberikan guru.

d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Guided Discovery Learning

Metode guided discovery mempunyai beberapa kelebihan dan

kelemahan sehingga perlu adanya pemahaman dalam melaksanakan

metode tersebut. Suryosubroto (2009: 185) memaparkan beberapa

kelebihan metode penemuansebagai berikut:

a. Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa.

b. Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh; dalam arti pendalaman dari pengertian; retensi, dan transfer. c. Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya

siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan.

d. Metode ini memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.

e. Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar.

(32)

g. Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan kepada mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide.

h. Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak.

Selain itu Suryosubroto (2009: 186) juga memaparkan beberapa

kelemahan metode penemuan sebagai berikut:

a. Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini.

b. Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar.

c. Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.

d. Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan.

e. Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada.

f. Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berfikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti.

Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa

metode guided discovery tidak hanya memiliki banyak kelebihan, tetapi

juga beberapa kelemahan. Oleh karena itu perlu adanya pemahaman yang

mendalam mengenai metode ini supaya dalam penerapannya dapat

terlaksana dengan efektif.

e. Langkah-langkah Metode Guided Discovery Learning

Saat proses pembelajaran, diperlukan adanya langkah-langkah yang

tepat agar pembelajaran dapat berjalan secara optimal. Langkah-langkah

pembelajaran yang tepat juga sangat menentukan keberhasilan suatu

(33)

Suryosubroto (2009: 184-185) mengemukakan langkah-langkah metode penemuan sebagai berikut:

1. Identifikasi kebutuhan siswa.

2. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi yang akan dipelajari.

3. Seleksi bahan, dan problema/tugas-tugas. 4. Membantu memperjelas

a. tugas/problema yang akan dipelajari. b. peranan masing-masing siswa.

5. Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan. 6. Mencek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan

dipecahkan dan tugas-tugas siswa.

7. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan. 8. Membantu siswa dengan informasi/data, jika diperlukan oleh

siswa.

9. Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses.

10. Merangsang terjadinya interaksi antarsiswa dengan siswa. 11. Memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses

penemuan.

12. Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.

Menurut Bruner (dalam Winataputra, 2008: 3.19), tahap-tahap

penerapan belajar penemuan, yaitu; (1) stimulus (pemberian

perangsang/stimuli), (2) problem statement (mengidentifikasi masalah),

(3) data collection (pengumpulan data), (4) data processing (pengolahan

data), (5) verifikasi, dan (6) generalisasi.

Berdasarkan kajian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

metode guided discovery learning dilaksanakan dengan langkah-langkah

pembelajaran sebagai berikut: (1) stimulus (memberikan pertanyaan atau

menganjurkan siswa untuk mengamati gambar maupun membaca buku

mengenai materi), (2) problem statement (memberikan kesempatan

kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang

relevan dengan bahan pelajaran, kemudian memilih dan merumuskannya

(34)

kepada siswa mengumpulkan informasi), (4) data processing (mengolah

data yang telah diperoleh oleh siswa), (5) verifikasi (mengadakan

pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya

hipotesis), dan (6) generalisasi (mengadakan penarikan kesimpulan).

B.Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah sebuah proses yang akan terus dialami oleh manusia

sepanjang hidupnya. Perubahan seseorang yang asalnya tidak tahu menjadi

tahu merupakan hasil dari proses belajar. Hamalik (2005: 154)

mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif

mantap berkat latihan dan pengalaman.

Dilihat dari segi pendidikan, apabila seseorang telah belajar sesuatu,

maka ia akan berubah kesiapannya dalam menghadapi lingkungannya.

Menurut Winkel (dalam Kurnia, 2007: 1.3) mendefinisikan belajar sebagai

suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam

interaksi aktif individu dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan

perubahan yang relatif menetap/bertahan dalam kemampuan ranah kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Susanto (2013: 4) menyatakan bahwa belajar

adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam

keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau

pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan

perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam

(35)

Sanjaya (dalam Prastowo, 2013: 49), belajar adalah suatu proses

aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya,

sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat posifit, baik

perubahan dalam aspek pengetahuan, afektif, maupun psikomotorik.

Rusman (2012: 134) belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu

sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Belajar bukan hanya sekadar menghapal, melainkan suatu proses mental

yang terjadi dalam diri seseorang.

Berdasarkan pengertian tentang belajar yang telah dikemukakan di

atas, peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah segala kegiatan yang

dilakukan siswa secara sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh

perubahan tingkah laku yang lebih baik dari yang sederhana ke yang

kompleks, perubahan tingkah laku tersebut merupakan akibat dari adanya

aktivitas, pengalaman dan latihan yang meliputi tiga aspek, yaitu: kognitif,

afektif dan psikomotor.

2. Teori Belajar

Pengertian belajar telah banyak mengalami perkembangan, sejalan

dengan perkembangan cara pandang dan pengalaman para ilmuwan.

Menurut teori belajar behavioristik dari Skiner (dalam Budiningsih, 2005:

20), belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya

interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan

(36)

bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara

stimulus dan respon.

Sedangkan menurut teori belajar kognitif dari Bruner (dalam

Budiningsih, 2005: 51) berpandangan bahwa belajar merupakan perubahan

dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat

diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah

memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk

struktur kognitif yang dimilikinya.

Dalam teori kognitif, proses belajar akan berjalan dengan baik jika

materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif

yang telah dimiliki seseorang. Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa

teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik, teori belajar

kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya.

Menurut teori belajar konstruktivistik Vigotsky (dalam Budiningsih,

2005: 58), belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan.

Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan

kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang

hal-hal yang sedang dipelajari.

Berdasarkan pendapat di atas terlihat bahwa teori tersebut memiliki

perbedaan. Namun secara umum, peneliti menyimpulkan bahwa belajar

adalah kegiatan yang dilakukan seseorang yang diiringi dengan perubahan

(37)

3. Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang

untuk menghasilkan perubahan mengenai pengetahuan, nilai sikap, dan

keterampilan sehingga menjadi manusia yang mandiri dalam aspek

kehidupan.

Hanafiah dan Cucu Suhana (2010: 23) menjelaskan bahwa proses

aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek psikofisis peserta

didik, baik jasmani maupun rohani sehingga akselerasi perubahan

perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar, baik

berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.

Selain itu Hanafiah dan Cucu Suhana (2010: 24) menyatakan bahwa aktivitas dalam belajar dapat memberikan nilai tambah (added value) bagi peserta didik, berupa hal-hal berikut:

1. Peserta didik memiliki kesadaran (awareness) untuk belajar sebagai wujud adanya motivasi internal (driving force) untuk belajar sejati.

2. Peserta didik mencari pengalaman dan langsung mengalami sendiri, yang dapat memberikan dampak terhadap pembentukan pribadi yang integral.

3. Peserta didik belajar dengan menurut minat dan kemampuannya. 4. Menumbuhkembangkan sikap disiplin dan suasana belajar yang

demokratis di kalangan peserta didik.

5. Pembelajaran dilaksanakan secara kongkret sehingga dapat menumbuhkembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme.

6. Menumbuhkembangkan sikap kooperatif di kalangan peserta didik sehingga sekolah menjadi hidup, sejalan, dan serasi dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Menurut Dierich (dalam Hanafiah dan Cucu Suhana, 2010: 24)

menyatakan, aktivitas belajar dibagi ke dalam delapan kelompok, yaitu; (1)

kegiatan visual, (2) kegiatan lisan (oral), (3)

(38)

kegiatan-kegiatan menggambar, (6) kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan metrik, (7) kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan

mental, dan (8) kegiatan-kegiatan emosional.

Proses pembelajaran dikatakan sedang berlangsung, apabila ada

aktivitas di dalamnya. Aktivitas belajar merupakan faktor yang menentukan

keberhasilan proses belajar siswa. Setiap orang yang belajar harus

beraktivitas, tanpa ada aktivitas maka proses belajar tidak akan terjadi

secara maksimal.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dave Meier (dalam Rusman,

2012: 389) yang mengemukakan bahwa belajar harus dilakukan dengan

aktivitas, yaitu menggerakkan fisik ketika belajar, dan memanfaatkan indera

siswa sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh/pikiran terlibat dalam

proses belajar.

Aktivitas siswa sendiri harus sudah dilibatkan mulai dari perumusan

tujuan pembelajaran yang hendak dicapai serta kegiatan yang harus

dilakukan dalam mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Kunandar (2011:

277), aktivitas belajar siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap,

pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna

menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dalam memperoleh

manfaat dari kegiatan tersebut.

Berdasarkan definisi dari para ahli di atas, peneliti menyimpulkan

bahwa aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan individu

untuk memperoleh perubahan perilaku yang relatif menetap dalam seluruh

aspek (kognitif, afektif, dan psikomotor) yang diperoleh melalui interaksi

(39)

Adapun indikator aktivitas yang akan dikembangkan dalam penelitian

ini adalah (1) berperan aktif meresume teks bacaan, (2) ikut serta dalam

pengajuan soal, (3) antusias dalam menjawab soal yang diberikan temannya,

(4) menyampaikan pendapat di depan teman-temannya, (5) mengikuti

semua tahapan pembelajaran menggunakan metode guided discovery

learning, (6) bekerja sama dalam diskusi, (7) tidak mengganggu teman, dan

(8) menyimpulkan pembelajaran.

4. Hasil Belajar

Kegiatan akhir dalam pembelajaran adalah proses evaluasi yang

bertujuan untuk mengetahui hasil belajar yang telah dilakukan. Hasil belajar

adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,

apresiasi dan keterampilan. Hasil belajar merupakan output yang dihasilkan

setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran.

Susanto (2013: 5) hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang

terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Secara sederhana, yang

dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh

anak setelah melalui kegiatan belajar.

Nashar (2004: 77) hasil belajar merupakan kemampuan yang

diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Lebih lanjut, menurut c

Kemendikbud (2013: 33) tentang Kompetensi Inti (KI) di sekolah

(40)

1) Ranah kognitif yaitu memahami pengetahuan faktual dengan cara

mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya,

makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang

dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain. Berdasarkan

metode guided discovey learning, hasil belajar siswa diperoleh dari hasil

nilai tes tertulis siswa.

2) Ranah afektif yaitu memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,

santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga,

teman, guru dan tetangganya.

Dari beberapa sikap yang telah disebutkan di atas, peneliti akan

menilai hasil belajar ranah afektif pada sikap percaya diri. Sikap percaya

diri yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sikap dalam

menyampaikan pendapat, gagasan maupun jawabannya.

Kemendikbud (2013) indikator sikap percaya diri ditandai dengan

(1) berani menjelaskan di depan kelas, (2) berani berpendapat, bertanya

atau menjawab pertanyaan, (3) menjawab pertanyaan guru tanpa

ragu-ragu, (4) mampu menjawab pertanyaan guru dengan cepat, dan (5) tidak

mudah putus asa/pantang menyerah.

3) Ranah psikomotor siswa menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa

yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan

yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan

perilaku anak beriman dan berakhlak mulia. Sudjana (2012: 32)

menyatakan bahwa aspek psikomotor ditunjukkan dengan mencatat

(41)

saat mengomentari pendapat dan menyampaikan ide, mencari tahu dalam

menemukan jawaban atas soal yang diberikan, dan melakukan

komunikasi antara siswa dan guru.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan

bahwa hasil belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi pada siswa

setelah melalui proses belajar. Hasil belajar mengarah pada tiga ranah,

yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapun indikator hasil belajar

pada ranah kognitif dalam penelitian ini diperoleh dari hasil nilai tes

tertulis siswa. Indikator ranah afektif pada sikap percaya diri adalah (1)

berani menjelaskan di depan kelas, (2) berani berpendapat, bertanya atau

menjawab pertanyaan, (3) menjawab pertanyaan guru tanpa ragu-ragu,

(4) mampu menjawab pertanyaan guru dengan cepat, dan (5) tidak

mudah putus asa/pantang menyerah. Sedangkan, indikator hasil belajar

pada ranah psikomotor adalah (1) menulis dengan tulisan yang jelas dan

rapih, (2) mengangkat tangan sebelum mengomentari pendapat dan

menyampaikan ide/gagasan, (3) mencari fakta-fakta untuk menemukan

jawaban dari pengamatan gambar yang disediakan, dan (4)

berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia antar siswa untuk

mengkomunikasikan hasil temuan.

C.Pembelajaran Tematik

1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses belajar dan mengajar yang terjadi

(42)

merupakan bagian penting dari pembelajaran. Undang-undang RI Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang secara legal formal

memberi pengertian tentang pembelajaran. Dalam Pasal 1 butir 20

pembelajaran diartikan sebagai “... proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran

sebagai suatu konsep pedagogik secara teknis dapat diartikan sebagai upaya

sistematik untuk menciptakan lingkungan belajar yang potensial

menghasilkan proses belajar yang bermuara pada berkembangnya potensi

individu sebagai peserta didik.

Prastowo (2013: 65) berpendapat bahwa, pembelajaran adalah suatu kegiatan untuk membuat siswa belajar dengan melibatkan beberapa unsur, baik ekstrinsik maupun instrinsik yang melekat dalam diri siswa dan guru, termasuk lingkungan, guna tercapainya tujuan belajar-mengajar yang telah ditentukan. Pembelajaran adalah kegiatan mengajar yang berpusat pada siswa sebagai subjek belajar. Jadi, guru hanya berperan sebagai fasilitator, bukan diktator dan sumber belajar satu-satunya.

Winataputra (2008: 1.18) menyatakan bahwa pembelajaran

merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan

meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik.

Selanjutnya Rusman (2012: 3), mengemukakan bahwa pembelajaran adalah

proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan,

dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien.

Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks, karena dalam

kegiatan pembelajaran senantiasa mengintegrasikan berbagai komponen dan

(43)

perubahan perilaku (hasil belajar) sesuai dengan tujuan (kompetensi) yang

diharapkan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

pembelajaran adalah suatu proses interaksi (belajar mengajar) antar guru

dan siswa pada lingkungan belajar guna mencapai tujuan belajar mengajar

itu sendiri.

2. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran penuh makna yang

akan memberikan pengalaman bagi siswa terhadap kegiatan pembelajaran.

Trianto (2009: 78) menyatakan bahwa pembelajaran tematik dimaknai

sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu yang

ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Suryosubroto (2009: 133)

pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran yang

mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik

pembahasan.

Menurut Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (dalam Suryosubroto, 2009:

133) menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan satu usaha untuk

mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai atau sikap pembelajar,

serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema.

Dalam menerapkan dan melaksanakan pembelajaran tematik, ada

beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) bersifat

terintegrasi dengan lingkungan, (2) bentuk belajar dirancang agar siswa

(44)

tematik dapat berasal dari guru dan siswa. Pada umumnya guru memilih

tema dasar dan siswa menentukan unit temanya. Tema juga dapat dipilih

berdasarkan pertimbangan konsesus antar siswa.

Implementasi pembelajaran tematik dalam proses pembelajaran

berorientasi pada yaitu:

a. Pendekatan Scientific (Pendekatan Ilmiah)

Perubahan cara pandang terhadap siswa sebagai objek menjadi

subjek dalam proses pembelajaran menjadi titik tolak banyak

ditemukannya berbagai pendekatan pembelajaran yang inovatif.

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam

pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan scientific (ilmiah).

Penjelasan Sudarwan (dalam Kemendikbud, 2013: 201) tentang

pendekatan scientific bahwa pendekatan ini bercirikan penonjolan

dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan

tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus

dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria

ilmiah.

Kondisi pembelajaran pada saat ini diharapkan diarahkan agar

peserta didik mampu merumuskan masalah (dengan banyak menanya),

bukan hanya menyelesaikan masalah dengan menjawab saja.

Pembelajaran diharapkan diarahkan untuk melatih berpikir analitis

(peserta didik diajarkan bagaimana mengambil keputusan) bukan berpikir

mekanistis (rutin dengan hanya mendengarkan dan menghapal semata).

(45)

proses pembelajaran tersebut siswa terlibat secara aktif, untuk mencari, dan menemukan sendiri pemecahan masalah serta menemukan sendiri pengetahuan melalui pengalaman langsung. Untuk itu pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).

Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta

diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari

berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. Hal ini dimaksudkan untuk

memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal dan

memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa

informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada

informasi searah dari guru (Kemendikbud, 2013: 201).

Kemendikbud (2013: 9) menyatakan bahwa pendekatan scientific

adalah pembelajaran yang mendorong anak untuk melakukan

keterampilan-keterampilan ilmiah yang diantaranya adalah mengamati,

menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan/mengolah

informasi, dan mengkomunikasikan.

b. Penilaian Autentik

Penilaian merupakan salah satu komponen penting dalam

pembelajaran. Diberlakukannya Kurikulum 2013 yang menekankan pada

pembelajaran berbasis aktivitas, maka penilaiannya lebih menekankan

pada penilaian proses baik pada aspek sikap, pengetahuan, dan

keterampilan. Penilaian seperti inilah yang disebut penilaian

(46)

Menurut Komalasari (2011: 148) penilaian autentik adalah suatu

penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks dunia nyata,

yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan

masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa

mempunyai lebih dari satu macam pemecahan. Sedangkan menurut

Mueller (dalam Nurgiyantoro, 2011: 23) menyatakan bahwa penilaian

autentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pembelajar

untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang

merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan. Sejalan

dengan kedua pendapat di atas, Husamah (2013: 126) mengemukakan

bahwa asesmen autentik adalah asesmen yang melibatkan siswa di dalam

tugas-tugas otentik yang bermanfaat, penting dan bermakna.

Menurut Kunandar (2013: 35-36) penilaian autentik adalah

kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang

seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen

penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di

Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi

Dasar (KD).

Asesmen autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan

ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.

Karena, asesmen semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil

belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar,

(47)

Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah dan Cucu Suhana (2010:

76) bahwa penilaian yang sebenarnya (Autentic Assesment) adalah

penilaian yang menekankan pada proses pembelajaran, serta data yang

dikumpulkan berasal dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat

melakukan kegiatan pembelajaran. Kemajuan peserta didik dinilai dari

proses, tidak semata dari hasil belajarnya.

Kemendikbud (2013: 88), dalam pembelajaran autentik peserta

didik diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan scientific,

memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain

secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia

nyata luar sekolah.

Dalam rangka melaksanakan asesmen autentik yang baik, guru

harus memahami secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru

harus bertanya pada diri sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) sikap,

keterampilan, dan pengetahuan apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian

akan dilakukan, misalnya; berkaitan dengan sikap, keterampilan, dan

pengetahuan; dan (3) tingkat pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti

penalaran, memori, atau proses.

Depdiknas dalam Nurgiyantoro (2011: 34) menunjukkan sejumlah

penilaian otentik yang dapat dilakukan, yaitu penilaian kinerja, observasi

(48)

Beberapa jenis asesmen autentik disajikan berikut ini menurut

Kemendikbud (2013: 90-95).

1) Penilaian Sikap

Penilaian aspek sikap dilakukan melalui observasi, penilaian

diri, penilaian antar teman, dan jurnal.

a) Observasi

Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara

berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara

langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan format

observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.

b) Penilain diri

Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara

meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan

kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi.

c) Penilaian antar teman

Merupakan penilaian dengan cara meminta peserta didik

untuk saling menilai terkait dengan sikap dan perilaku keseharian

peserta didik.

d) Jurnal catatan guru

Merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang

berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan

peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.

2) Penilaian Pengetahuan

(49)

a) Tes tertulis

Tes tertulis terdiri dari memilih atau mensuplai jawaban dan

uraian. Memilih jawaban dan mensuplai jawaban. Memilih

jawaban terdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-salah, ya-tidak,

menjodohkan, dan sebab-akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari

isian atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek, dan uraian.

Tes tertulis dalam bantuk apapun sebisa mungkin bersifat

komprehensif, sehingga mampu mengambarkan ranah sikap,

keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.

b) Tes lisan

Tes lisan berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru

secara ucap (oral) sehingga peserta didik merespon pertanyaan

tersebut secara ucap juga, sehingga menimbulkan keberanian

peserta didik.

c) Tes penugasan

Penugasan adalah penilaian yang dilakukan oleh pendidik

yang dapat berupa pekerjaan rumah baik secara individu maupun

kelompok sesuai dengan karakteristik tugasnya.

3) Penilaian Keterampilan

Aspek keterampilan dapat diniali dengan cara berikut ini.

a) Penilaian kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu penilaian yang meminta siswa

untuk melakukan suatu tugas pada situasi yang sesungguhnya yang

(50)

b) Penilaian proyek

Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan

penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik

menurut periode/waktu tertentu.

c) Penilaian portofolio

Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan

artefak yang menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil

kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil

kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara

berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi

berdasarkan beberapa dimensi.

Bertolak dari penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dalam pelaksanaannya

mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik

pembahasan pemersatu kegiatan pembelajarannya. Dalam proses

pembelajaran tematik berorientasi pada pendekatan scientific dan penilaian

autentik. Adapun indikator pada pembelajaran tematik adalah menyajikan

pembelajaran sesuai tema, menyajikan berbagai mata pelajaran yang terkait

secara harmonis dalam teks bacaan, menyajikan pembelajaran dengan

merujuk kepada tema pembelajaran, dan menyajikan pembelajaran yang

aktif dan menyenangkan dengan memanfaatkan lingkungan yang ada

(51)

D.Penelitian yang Relevan

1) Dona Alina Oktivani Khoiriah, 2014. Jurnal Nasional Tahun 2014. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ketuntasan klasikal

siswa. Dari hasil pembahasan dapat dinyatakan bahwa ketuntasan klasikal

pada siklus II lebih tinggi dari siklus I, baik dilihat dari aktifitas (77% >

60%) maupun hasil (80% > 60%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah

dengan menggunakan metode pembelajaran Guided Discovery Learning

teruji dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V semester 1

SD 4 Golantepus Majobo Kudus.

2) Fira Mujiastuti, 2012. Jurnal Nasional Tahun 2012. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada mata

pelajaran IPA. Dari hasil pembahasan dapat dinyatakan bahwa hasil belajar

pada siklus II lebih tinggi dari siklus I, baik dilihat dari ranah kognitif

(83,33% > 41,57%), ranah afektif dari kategori cukup menjadi baik sekali,

maupun ranah psikomotor dari kategori kurang menjadi baik sekali.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan menggunakan metode guided

discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IVA

SDN Ngentakrejo

E.Kerangka Pikir

Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang mewajibkan kegiatan

pembelajaran menggunakan pendekatan scientific. Untuk itu, banyak faktor

yang menentukan keberhasilan belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran.

(52)

dalam mengoptimalkan tujuan belajar yang diharapkan. Dalam penerapan

metode guided discovery learning dengan pendekatan scientific pada

pembelajaran tematik, maka aktivitas dan hasil belajar siswa akan meningkat.

Secara sederhana, kerangka pikir dalam penelitian tindakan kelas ini

adalah:

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian kajian pustaka di atas, dapat dirumuskan hipotesis

penelitian tindakan kelas yaitu “Apabila dalam pembelajaran tematik

menggunakan metode pembelajaran guided discovery learning dengan

langkah-langkah yang tepat maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar siswa kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo”.

1. Aktivitas belajar siswa masih randah. 2. Hasil belajar siswa rendah.

Metode guided discovery learning dengan pendekatan saintifik yaitu dengan mengamati, mengidentifikasi hasil temuan dari kegiatan pengamatan, mengolah dan

mengkomunikasikan jawaban sementara siswa,

mengumpulkan informasi dari jawaban sementara siswa lain (yang relevan) atas arahan guru, menguatkan jawaban siswa dengan meminta siswa untuk berdiskusi kelompok, mempresentasikan hasil diskusi, membuktikan benar tidaknya hasil diskusi dengan bimbingan guru, dan membuat kesimpulan.

1. Aktivitas siswa dalam pembelajaran meningkat

sehingga siswa yang aktif mencapai ≥75% dari

jumlah siswa.

2. Hasil belajar pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor meningkat sehingga siswa yang tuntas

mencapai ≥75% dari jumlah siswa yaitu 22 siswa dari KKM yang ditetapkan ≥ 66.

Input

(53)

III. METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

difokuskan pada situasi kelas, atau yang dikenal dengan classroom action

research. Menurut Arikunto, dkk., (2006: 3) PTK adalah suatu pencermatan

terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan

dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan. Tindakan tersebut diberikan

oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa.

Guru melakukan penelitian tindakan karena telah menyadari adanya

kekurangan pada dirinya, artinya pada kinerja yang dilakukan dan sesudah itu

tentunya ingin melakukan perbaikan. Pemberian tindakan yang dilakukan oleh

guru menyangkut penyajian strategi, pendekatan, metode atau cara untuk

memperoleh hasil melalui sebuah tindakan. Tindakan ini dilakukan secara

berulang-ulang sampai memperoleh informasi yang mantap tentang

pelaksanaan metode tersebut.

Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus, dimana siklus ini

tidak hanya berlangsung satu kali, tetapi beberapa kali hingga tujuan

pembelajaran di kelas tercapai. Menurut Arikunto (2006: 16) secara garis besar

(54)

(3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun siklus penelitian tindakan kelas

sebagai berikut:

Gambar 2. Tahapan PTK (Adopsi dari Arikunto, 2006: 16)

B.Setting Penelitian

1. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan secara kolaboratif partisipatif antara

peneliti dengan guru. Subjek penelitian tindakan kelas adalah guru dan

siswa kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo dengan jumlah 22 orang siswa

yang terdiri 9 laki-laki dan 13 perempuan.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo,

Kecamatan Punggur, Lampung Tengah. Perencanaan

Siklus I

Pengamatan

Pelaksanaan Refleksi

Perencanaan

Siklus II

Pengamatan

Pelaksanaan Refleksi

(55)

3. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2013/

2014 selama kurang lebih 6 bulan. Kegiatan penelitian dimulai dari

perencanaan sampai penulisan laporan hasil penelitian (bulan Januari

sampai Juni 2014).

C.Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan keseluruhan data yang diperoleh

berdasarkan instrument penelitian yaitu dengan teknik tes dan non tes.

1. Teknik tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang

digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi,

kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok

(Arikunto, 2006: 150). Teknik tes ini akan menghasilkan data yang bersifat

kuantitatif berupa nilai-nilai siswa untuk mengetahui hasil belajar kognitif

atau pengetahuan siswa dalam pembelajaran tematik dengan menggunakan

metode guided discovery.

2. Teknik nontes digunakan untuk memperoleh data yang bersifat kualitatif,

dalam teknik ini data diambil dengan menggunakan observasi. Observasi

digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengembangan kinerja guru,

aktivitas belajar siswa, hasil belajar afektif dan psikomotor terhadap

pembelajaran tematik dengan metode guided discovery.

3. Dokumentasi, berupa pengumpulan data nilai ulangan semester satu tahun

Gambar

Tabel
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
Gambar 2. Tahapan PTK (Adopsi dari Arikunto, 2006: 16)
Tabel 3.1. Instrumen Penilaian Kinerja Guru.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data penelitian ten- tang Berdasarkan hasil analisis data penelitian tentang pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TAI pada sub kompetensi

bertujuan memberikan gambaran khususnya anak dan perempuan.Pembayaran Sejumlah Restitusi dikaitkan dengan Undang-Undang .. Pidana Perdagangan Orang, upaya yang

Berdasarkan analisis data, pembahasan hasil penelitian, khususnya analisis data seperti yang telah diuraikan dalam pembahasan mengenai pengaruh intensitas komunikasi dalam

Hal ini tentu menjadi salah satu titik terang dalam upaya memajukan kawasan danau toba baik dari segi kekayaan alam, budaya dan menjadikan danau toba sebagai

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Pengendalian kegiatan penangkapan ikan tetap dilakukan di area yang sudah mengalami padat tangkap dan mengembangkan kegiatan penangkapan ikan di wilayah–wilayah

Hasil penelitian mengenai pemanfaatan buah sukun (Artocarpus altilis) dengan penambahan susu Ultra High Temperature (UHT) dalam pembuatan yoghurt dapat digunakan sebagai

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam perlu membentuk Peraturan Daerah a Ruang Wilayah Kabupaten Sumba Tengah bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di