ABSTRAK
PENERAPAN METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IVA SD NEGERI 1 NUNGGALREJO
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh
SARAS ROHMAWATI
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo, yakni hanya 10 siswa (45,45%) telah mencapai KKM dan yang mencapai KKM yakni 12 siswa (54,55%) dari nilai KKM 66. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo menggunakan metode guided discovery learning.
Penelitian ini menggunakan metode PTK dengan dua siklus yang setiap siklusnya terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Data dikumpulkan melalui lembar observasi dan instrumen tes pada setiap siklus. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif.
Hasil analisis data menunjukkan, aktivitas siswa siklus I mencapai
kualifikasi “Cukup Aktif” menjadi “Aktif” pada siklus II. Hasil belajar afektif
siswa siklus I berkategori “Cukup Percaya Diri” menjadi “Sangat Percaya Diri” di
siklus II, kategori keterampilan siswa siklus I mencapai “Cukup Terampil” menjadi “Terampil” pada siklus II, dan persentase ketuntasan kognitif siswa siklus
I sebesar 50% menjadi 77,27% pada siklus II. Penerapan metode Guided Discovery Learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
viii
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
Gambar Halaman
1. Bagan Kerangka Pikir ... 36
2. Tahapan PTK ... 38
3. Grafik Rekapitulasi Peningkatan Kinerja Guru ... 98
4. Grafik Rekapitulasi Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa ... 100
5. Grafik Rekapitulasi Peningkatan Hasil Belajar Afektif... 101
6. Grafik Rekapitulasi Peningkatan Hasil Belajar Psikomotor ... 102
v
d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Guided Discovery Learning ... 15
e. Langkah-langkah Metode Guided Discovery Learning ... 16
vi
F. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas... 48
G.Indikator Keberhasilan ... 53
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Penelitian Pendahuluan dari Fakultas ... 112
2. Surat Izin Penelitian dari Fakultas ... 113
3. Surat Keterangan Penelitian dari Fakultas ... 114
4. Surat Izin Penelitian dari Sekolah ... 115
5. Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah ... 116
6. Surat Pernyataan Teman Sejawat ... 117
7. Rencana Perbaikan Pembelajaran Siklus I dan II ... 118
8. Instrumen Penilaian Kinerja Guru ... 160
9. Rekapitulasi Nilai Aktivitas Belajar Siswa ... 163
10. Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Afektif Siswa ... 165
11. Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Psikomotor Siswa ... 167
12. Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 169
13. Lembar Kerja Siswa ... 171
14. Instrumen Tes ... 180
vii
3.10 Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa dalam % ... 47
4.1 Jadwal Rincian Kegiatan PTK Tiap Siklus ... 56
4.2 Kinerja Guru pada Siklus I... 71
4.3 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Secara Klasikal Siklus I ... 72
4.4 Rekapitulasi Sikap Percaya Diri Siswa Secara Klasikal Siklus I ... 74
4.5 Rekapitulasi Keterampilan Siswa Secara Klasikal Siklus I ... 75
4.6 Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I ... 76
4.7 Kinerja Guru pada Siklus II ... 92
4.8 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Secara Klasikal Siklus II ... 93
4.9 Rekapitulasi Sikap Percaya Diri Siswa Secara Klasikal Siklus II .... 94
4.10 Rekapitulasi Keterampilan Siswa Secara Klasikal Siklus II ... 95
4.11 Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus II ... 96
4.12 Rekapitulasi Peningkatan Kinerja Guru ... 98
4.13 Rekapitulasi Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa ... 100
4.14 Rekapitulasi Peningkatan Hasil Belajar Afektif ... 101
4.15 Rekapitulasi Peningkatan Hasil Belajar Psikomotor ... 102
MOTO
”Tidak penting seberapa lambat anda berjalan, selama anda tidak
berhenti”
(Confucius)
i
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur dan kerendahan hati, kuucapkan terimakasih tak bertepi, kepada
Tuhan-ku, Allah S.W.T. Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang selalu ada
disaatku merasa tak ada. Karena dengan Rahmatnyalah skripsi ini dapat
terselesaikan.
Kupersembahkan skripsi ini kepada:
Ayah dan Ibuku tersayang, Subur Winarto dan Siti Aminah yang tak bosan
memberikan nasehat, arahan serta dukungan dan do’anya selama ini.
Saudaraku tersayang, Rully Amruloh dan Galuh Tria Salsabila yang selalu
mendukung, memotivasi, menasehati dan menjaga tanpa rasa bosan.
Nenekku tersayang, Leginem yang selalu memberikan dukungan dan do’anya
selama ini.
Bapak dan Ibu Dosen yang telah membekaliku dengan Ilmu Pengetahuan yang
bermanfaat
Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 serta sahabat-sahabat terdekatku, yang
selalu memotivasi sampai skripsi ini selesai
RIWAYAT HIDUP
Peneliti dilahirkan di Punggur, Lampung Tengah
pada tanggal 31 Mei 1992, sebagai anak pertama dari tiga
bersaudara, dari pasangan Bapak Subur Winarto dan Ibu
Siti Aminah.
Peneliti mengenal pendidikan pertama kali di SD Negeri 2 Sidomulyo,
Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2004. Peneliti melanjutkan
pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Punggur,
Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2007, dilanjutkan Sekolah
Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Punggur, Lampung Tengah yang
diselesaikan pada tahun 2010.
Pada tahun 2010, peneliti langsung mendaftarkan diri sebagai mahasiswa
dan melanjutkan pendidikan kejenjang perkuliahan pada Program Studi S-1
ii
SANWACANA
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penerapan Metode Guided Discovery Learning untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Tematik
Kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo Tahun Pelajaran 2013/2014”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Lampung.
Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Hariyanto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung yang telah banyak berjasa dalam kemajuan Universitas Lampung dan membawa nama Universitas Lampung terus menjadi yang terbaik di lingkup nasional.
2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan semangat kemajuan serta dorongan untuk memajukan program studi PGSD dan membantu peneliti dalam menyelesaikan surat guna syarat skripsi.
3. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan program studi PGSD dan juga membantu peneliti dalam menyelesaikan surat guna syarat skripsi.
iii bantuan untuk kelancaran penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Alben Ambarita, M.Pd., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan banyak sekali masukan dan saran-saran yang membangun pada saat seminar.
7. Bapak Drs. Muncarno, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan memberikan saran yang sangat bermanfaat yang telah membimbing dan mengarahkan dengan bijaksana. 8. Bapak Drs. Mugiadi, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Dosen
Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran.
9. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Karyawan PGSD UPP Metro yang turut andil dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.
10.Ibu Rumyati, S.Pd., selaku Kepala SD Negeri 1 Nunggalrejo, serta Dewan Guru dan Staf Administrasi yang telah banyak membantu peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
11.Ibu Herawati Eka.WS, S.Pd., selaku teman sejawat yang banyak membantu peneliti dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.
12.Kedua orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan doa, dukungan, motivasi dan bantuan sehingga peneliti dapat menyelesaikan studi.
13.Sahabat-sahabatku tercinta Faridhatul Khasanah, Diah Nuraini, Risty Meilani, Ami Yustitia S, Fatih Istiqomah, Devy Larasati S, Reni Utami, Feri Kusnun C, serta Joni Saputra yang setia mendukung dan setia mendengar keluh kesah peneliti.
14.Seluruh rekan-rekan PGSD angkatan 2010, khususnya kelas B terimakasih atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan selama ini.
15.Siswa-siswi Kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo yang telah berpartisipasi aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
iv penulisan skripsi ini sehingga peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini pada masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi peneliti maupun pembaca.
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan menjadi salah satu sarana untuk membantu manusia menjadi
insan yang lebih baik. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Pasal 31 ayat 3 mengamanatkan bahwa Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan Nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Selain itu Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sejalan dengan arahan undang-undang tersebut, telah ditetapkan visi
pendidikan tahun 2025 yaitu menciptakan insan Indonesia yang cerdas dan
kompetitif. Wahyudin (2007: 1.1) menyatakan bahwa pendidikan adalah
humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia atau upaya membantu
manusia agar mampu mewujudkan diri sesuai dengan martabat
kemanusiaannya.
Menurut Rusman (2012: 93) pendidikan adalah keahlian dasar yang akan mendukung kemampuan seorang guru dalam menjalankan tugasnya, artinya tinggi rendahnya motivasi seorang guru akan terlihat dari upaya yang dilakukan dalam mengembangkan pendidikannya. Pengertian tersebut dapatlah dimengerti bahwa pendidikan merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspeknya baik intelektual, sosial, emosional maupun spiritual, terampil serta berkepribadian dan dapat berperilaku dengan dihiasi akhlak mulia. Ini berarti bahwa dengan pendidikan diharapkan dapat terwujud suatu kualitas manusia yang baik dalam seluruh dimensinya, baik dimensi intelektual, emosional, maupun spiritual yang nantinya mampu mengisi kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya dan masyarakat.
Fakta menunjukkan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
seseorang jika tidak diimbangi dengan sikap ibarat kapal tanpa nahkoda,
karena sikap dan perilaku seseorang sangat berpengaruh terhadap tindakannya
dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya tersebut ataukah
sesuai dengan yang diharapkan di masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sani (2013: vii) yang menyatakan bahwa pengetahuan dan keterampilan harus
diikuti dengan pembentukan sikap dan perilaku yang mencerminkan orang
yang terpelajar. Orang pintar yang tidak bermoral akan menjadi orang yang
berbahaya dan merugikan bagi orang lain.
Untuk mengatasi hal tersebut, Kemendikbud merealisasikannya dalam
Kurikulum adalah instrumen pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sesuai dengan Permendikbud no 67 tahun 2013, yang menyatakan bahwa
tujuan Kurikulum adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif/berkarakter serta mampu berkontribusi
pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Selain itu, kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern
dalam pembelajaran yaitu pendekatan ilmiah (Scientific Approach). Proses
pembelajaran menggunaan pendekatan scientific menurut Kemendikbud (2013:
216), dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam
mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah,
bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada
informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang
diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari
tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. Selain itu, hal ini
karena proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas IVA SD
Negeri 1 Nunggalrejo pada hari Jumat, 10 Januari 2014, diketahui bahwa
rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa yang disebabkan oleh pelaksanaan
Kurikulum 2013 yang masih terdapat beberapa kendala dan masalah. Masalah
yang pertama, guru masih mengalami kesulitan mengimplementasikan
pembelajaran tematik. Di samping itu pembelajaran yang berlangsung masih
metode pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan scientific dalam
pembelajaran tematik. Siswa kurang mengoptimalkan peran teman dalam
kelompoknya untuk berdiskusi. Aktivitas siswa dalam pembelajaran tematik
masih cenderung pasif. Guru belum optimal mengatasi permasalahan siswa
yang kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapat, gagasan maupun
jawabannya. Guru belum optimal membangun komunikasi antar siswa
sehingga komunikasi dalam pembelajaran kurang efektif, dan guru belum
optimal memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan
yang belum dipahami pada saat pembelajaran.
Keadaan aktivitas di kelas IVA yang dijabarkan di atas berpengaruh pada
hasil belajar siswa. Hasil belajar kognitif siswa kelas IVA masih tergolong
rendah, yakni hanya 10 siswa (45,45%) yang telah mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) dan yang belum mencapai KKM yakni 12 siswa
(54,55%) dari nilai KKM yang ditentukan untuk pembelajaran tematik yaitu 66
(data nilai ulangan semester 1 tahun pelajaran 2013/2014).
Sehubungan dengan masalah tersebut, sesungguhnya suasana belajar
mengajar yang diharapkan adalah agar siswa termotivasi untuk dapat lebih
aktif dan berpikir kreatif dalam menggali pengetahuannya sendiri dan
memecahkan masalah sesuai dengan konsep yang dipelajari. Penggunaan
strategi, model, metode, atau pendekatan yang sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Sehingga siswa akan
terlibat aktif dalam pembelajaran dan memahami konsep yang disampaikan
Rusman (2012: 111) menyatakan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran sangat tergantung dari pemanfaatan potensi yang dimiliki siswa
itu sendiri. Oleh karena itu, keaktifan siswa dalam menjalani proses belajar
mengajar merupakan salah satu kunci keberhasilan pencapaian tujuan
pembelajaran.
Metode sangat penting dipilih sesuai dengan konsep yang akan dipelajari
siswa. Dalam pelaksanaannya, metode dapat mempermudah siswa menyerap
materi ajar dan juga dapat membantu guru memudahkan penyajian materi
kepada siswa. Penggunaan metode juga diharapkan dapat mengembangkan
ketiga aspek perkembangan siswa, tidak hanya kognitifnya saja, tetapi afektif
dan psikomotornya
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka sebaiknya metode yang lebih
banyak digunakan pada pembelajaran adalah metode yang mampu membuat
siswa berperan aktif dan mampu mengajak siswa ke arah proses pemahaman
konsep secara keseluruhan melalui pengalaman langsung yang sesuai dengan
pendekatan scientific yang dianjurkan dalam Kurikulum 2013. Salah satu
metode pembelajaran yang diharapkan mampu mengaktifkan siswa adalah
metode guided discovery learning.
Selain itu, menurut Bruner (dalam Winataputra, 2008: 3.18) belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan (discovery learning). Agar belajar menjadi bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat, siswa harus aktif mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci yang ditemukannya sendiri, bukan hanya sekadar menerima penjelasan dari guru saja.
Sani (2013: 221) menyatakan bahwa guided discovery merupakan
metode yang digunakan untuk membangun konsep di bawah pengawasan guru.
dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran serta meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik.
Berkaitan dengan uraian di atas, maka peneliti pada penelitian tindakan
kelas ini mengambil judul: Penerapan Metode Guided Discovery Learning
untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran
Tematik Kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo Tahun Pelajaran 2013/2014.
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa identifikasi
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Guru masih mengalami kesulitan mengimplementasikan pembelajaran
tematik.
2. Pembelajaran yang berlangsung masih berpusat pada guru (teacher
centered).
3. Guru belum optimal menggunakan metode pembelajaran yang sesuai
dengan pendekatan scientific dalam pembelajaran tematik.
4. Siswa kurang mengoptimalkan peran teman dalam kelompoknya untuk
berdiskusi.
5. Siswa belum terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga
menyebabkan aktivitas siswa masih cenderung pasif.
6. Guru belum optimal mengatasi permasalahan siswa yang kurang percaya
diri dalam menyampaikan pendapat, gagasan maupun jawabannya
7. Guru belum optimal membangun komunikasi antar siswa sehingga
8. Guru belum optimal memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengajukan pertanyaan yang belum dipahami pada saat pembelajaran.
9. Hasil belajar siswa masih tergolong rendah, yakni hanya 10 siswa (45,45%)
dari 22 siswa yang telah mencapai KKM yaitu 66.
C.Batasan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup masalah yang akan diteliti, maka perlu
dijelaskan batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Aktivitas siswa dalam pembelajaran tematik menggunakan metode guided
discovery learning.
2. Hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik.
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penggunaan metode guided discovery learning dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran tematik kelas IVA
SD Negeri 1 Nunggalrejo tahun pelajaran 2013/2014?
2. Bagaimanakah penggunaan metode guided discovery learning dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik kelas IVA SD
E.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Meningkatkan aktivitas belajar melalui pembelajaran tematik menggunakan
metode guided discovery learning pada siswa kelas IVA SD Negeri 1
Nunggalrejo tahun pelajaran 2013/2014.
2. Meningkatkan hasil belajar melalui pembelajaran tematik menggunakan
metode guided discovery learning siswa kelas IVA SD Negeri 1
Nunggalrejo tahun pelajaran 2013/2014.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas IV A SD
Negeri 1 Nunggalrejo diharapkan memiliki beberapa manfaat, antara lain
untuk:
1. Manfaat teoritis
Menambah khasanah pustaka kependidikan dan diharapkan dapat
memberikan konstribusi dalam rangka memperbaiki pendidikan.
2. Manfaat praktis
1) Siswa
Dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan aktivitas dan
minat agar mampu dalam menemukan sendiri informasi maupun
pengetahuan pada pembelajaran tematik sehingga hasil belajarnya juga
dapat meningkat.
2) Guru
menggunakan metode yang tepat digunakan dalam pembelajaran tematik
sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan
profesional guru.
3) Sekolah
Dapat memberikan sumbangan yang berguna dalam upaya
meningkatkan mutu pembelajaran di SD Negeri 1 Nunggalrejo sehingga
menghasilkan output yang optimal.
4) Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman tentang penelitian
tindakan kelas dengan menggunakan metode guided discovery learning,
II. KAJIAN PUSTAKA
A.Metode Guided Discovery Learning
1. Pengertian Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan salah satu komponen yang sangat
penting dalam proses pembelajaran, guna mencapai tujuan pembelajaran
yang diinginkan. Selain itu metode sendiri merupakan salah satu komponen
yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Metode
pembelajaran yang digunakan diharapkan sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai.
Hasan (dalam Supriatna, dkk., 2007: 126) memaparkan bahwa metode
pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan untuk memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa dalam belajar. Menurut Hernawan,
dkk. (2007: 90), metode adalah upaya untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun
tercapai secara optimal.
Trianto (2010: 132) menjelaskan bahwa metode pembelajaran
merupakan bagian dari strategi pembelajaran, metode pembelajaran
berfungsi sebagai cara untuk menyajikan, menguraikan, memberi contoh,
dan memberi latihan kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi
pembelajaran tertentu. Sementara itu, Prastowo (2013: 69) menyatakan
bahwa:
Metode pembelajaran adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan pembelajaran. Metode pembelajaran adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan pembelajaran, sehingga kompetensi dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu, metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
metode pembelajaran adalah cara yang digunakan dengan tujuan untuk
membantu siswa ataupun guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang
telah direncanakan sebelumnya.
2. Metode Discovery Learning
a. Pengertian Metode Discovery Learning
Metode discovery merupakan komponen dari praktik pendidikan
yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif,
berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan
reflektif.
Suryosubroto (2009: 178) menyatakan bahwa metode discovery
diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan
pengajaran, perseorangan, manipulasi objek dan lain-lain percobaan,
sebelum sampai pada generalisasi. Sebelum siswa sadar akan pengertian,
guru tidak menjelaskan dengan kata-kata. Penggunaan metode discovery
menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan
atau diceramahkan saja.
Sementara itu, Sani (2013: 220) menyatakan bahwa,
discovery adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan. Pembelajaran discovery merupakan metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru untuk lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri.
Menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006: 203) metode discovery
adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa
sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum
diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan; sebagian atau seluruhnya
ditemukan sendiri.
Selain itu, menurut Bruner (dalam Winataputra, 2008: 3.18) belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan (discovery learning). Agar belajar menjadi bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat, siswa harus aktif mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci yang ditemukannya sendiri, bukan hanya sekedar menerima penjelasan dari guru saja. Bruner yakin bahwa belajar penemuan (discovery learning) adalah proses belajar di mana guru harus menciptakan situasi belajar yang problematik, menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari jawaban sendiri, dan melakukan eksperimen. Bentuk lain dari belajar penemuan (discovery learning) adalah guru menyajikan contoh-contoh dan siswa bekerja dengan contoh tersebut sampai dapat menemukan sendiri hubungan antarkonsep.
J. Richard (dalam Roestiyah, 2008: 20) berpendapat bahwa
discovery learning ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa
dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi,
seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan
bahwa metode discovery merupakan proses belajar dimana siswa
berperan aktif untuk menemukan informasi dan memperoleh
pengetahuannya sendiri dengan pengamatan atau diskusi dalam rangka
mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna.
b. Jenis-jenis Metode Discovery Learning
Proses pembelajaran atau proses belajar mengajar menggunakan
metode discovery dapat melibatkan bimbingan guru secara penuh
maupun tidak.
Menurut Sapriati (2009: 1.28) ada dua macam atau jenis
pembelajaran penemuan, yaitu pembelajaran penemuan murni (free
discovery) dan pembelajaran penemuan terarah atau penemuan
terbimbing (guided discovery). Pembelajaran penemuan murni (free
discovery) merupakan pembelajaran penemuan tanpa adanya petunjuk
atau arahan. Sedangkan pembelajaran penemuan terarah/terbimbing
(guided discovery) merupakan pembelajaran yang membutuhkan peran
guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajarannya.
Demikian juga menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006: 204-205),
metode penemuan atau pengajaran penemuan dibagi menjadi dua jenis,
yaitu: (1) penemuan murni, pada pembelajaran dengan penemuan murni
pembelajaran terpusat pada siswa dan tidak terpusat pada guru, kegiatan
penemuan ini hampir tidak mendapatkan bimbingan guru; dan (2)
penemuan terbimbing, pada pengajaran dengan penemuan terbimbing
pertanyaan atau dialog, sehingga diharapkan siswa dapat menyimpulkan
(menggeneralisasikan) sesuai dengan rancangan guru.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
terdapat dua jenis metode discovery yaitu: metode penemuan murni (free
discovery) dan metode penemuan terbimbing (guided discovery).
c. Metode Guided Discovery Learning
Metode guided discovery atau penemuan terbimbing merupakan
metode pembelajaran yang menciptakan situasi belajar yang melibatkan
siswa belajar secara aktif dan mandiri dalam menemukan suatu konsep
atau teori, pemahaman, dan pemecahan masalah. Proses penemuan
tersebut membutuhkan guru sebagai fasilitator dan pembimbing.
Banyaknya bantuan yang diberikan guru tidak mempengaruhi siswa
untuk melakukan penemuan sendiri.
Sejalan dengan uraian di atas, Soejadi dalam Sukmana (2009)
mengungkapkan guided discovery merupakan pembelajaran yang
mengajak para siswa atau didorong untuk melakukan kegiatan
sedemikian rupa sehingga pada akhirnya siswa menemukan sesuatu yang
diharapkan.
Selanjutnya, Hamalik (2005: 188) mengungkapkan bahwa guided
discovery melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan
guru. Siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka
kearah yang benar/tepat. Sejalan dengan uraian di atas, Hanafiah dan
Cucu Suhana (2010: 77) mengungkapkan bahwa guided discovery yaitu
Pembelajarannya dimulai dari guru mengajukan berbagai pertanyaan
yang melacak, dengan tujuan untuk mengarahkan peserta didik kepada
titik kesimpulan kemudian siswa melakukan percobaan untuk
membuktikan pendapat yang dikemukakan.
Bertolak pada pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa metode guided discovery merupakan metode pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif untuk mencoba menemukan sendiri
informasi maupun pengetahuan yang diharapkan dengan bimbingan dan
petunjuk yang diberikan guru.
d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Guided Discovery Learning
Metode guided discovery mempunyai beberapa kelebihan dan
kelemahan sehingga perlu adanya pemahaman dalam melaksanakan
metode tersebut. Suryosubroto (2009: 185) memaparkan beberapa
kelebihan metode penemuansebagai berikut:
a. Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa.
b. Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh; dalam arti pendalaman dari pengertian; retensi, dan transfer. c. Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya
siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan.
d. Metode ini memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.
e. Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar.
g. Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan kepada mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide.
h. Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak.
Selain itu Suryosubroto (2009: 186) juga memaparkan beberapa
kelemahan metode penemuan sebagai berikut:
a. Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini.
b. Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar.
c. Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.
d. Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan.
e. Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada.
f. Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berfikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
metode guided discovery tidak hanya memiliki banyak kelebihan, tetapi
juga beberapa kelemahan. Oleh karena itu perlu adanya pemahaman yang
mendalam mengenai metode ini supaya dalam penerapannya dapat
terlaksana dengan efektif.
e. Langkah-langkah Metode Guided Discovery Learning
Saat proses pembelajaran, diperlukan adanya langkah-langkah yang
tepat agar pembelajaran dapat berjalan secara optimal. Langkah-langkah
pembelajaran yang tepat juga sangat menentukan keberhasilan suatu
Suryosubroto (2009: 184-185) mengemukakan langkah-langkah metode penemuan sebagai berikut:
1. Identifikasi kebutuhan siswa.
2. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi yang akan dipelajari.
3. Seleksi bahan, dan problema/tugas-tugas. 4. Membantu memperjelas
a. tugas/problema yang akan dipelajari. b. peranan masing-masing siswa.
5. Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan. 6. Mencek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan
dipecahkan dan tugas-tugas siswa.
7. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan. 8. Membantu siswa dengan informasi/data, jika diperlukan oleh
siswa.
9. Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses.
10. Merangsang terjadinya interaksi antarsiswa dengan siswa. 11. Memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses
penemuan.
12. Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.
Menurut Bruner (dalam Winataputra, 2008: 3.19), tahap-tahap
penerapan belajar penemuan, yaitu; (1) stimulus (pemberian
perangsang/stimuli), (2) problem statement (mengidentifikasi masalah),
(3) data collection (pengumpulan data), (4) data processing (pengolahan
data), (5) verifikasi, dan (6) generalisasi.
Berdasarkan kajian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
metode guided discovery learning dilaksanakan dengan langkah-langkah
pembelajaran sebagai berikut: (1) stimulus (memberikan pertanyaan atau
menganjurkan siswa untuk mengamati gambar maupun membaca buku
mengenai materi), (2) problem statement (memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran, kemudian memilih dan merumuskannya
kepada siswa mengumpulkan informasi), (4) data processing (mengolah
data yang telah diperoleh oleh siswa), (5) verifikasi (mengadakan
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya
hipotesis), dan (6) generalisasi (mengadakan penarikan kesimpulan).
B.Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah sebuah proses yang akan terus dialami oleh manusia
sepanjang hidupnya. Perubahan seseorang yang asalnya tidak tahu menjadi
tahu merupakan hasil dari proses belajar. Hamalik (2005: 154)
mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif
mantap berkat latihan dan pengalaman.
Dilihat dari segi pendidikan, apabila seseorang telah belajar sesuatu,
maka ia akan berubah kesiapannya dalam menghadapi lingkungannya.
Menurut Winkel (dalam Kurnia, 2007: 1.3) mendefinisikan belajar sebagai
suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam
interaksi aktif individu dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan
perubahan yang relatif menetap/bertahan dalam kemampuan ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Susanto (2013: 4) menyatakan bahwa belajar
adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam
keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau
pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan
perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam
Sanjaya (dalam Prastowo, 2013: 49), belajar adalah suatu proses
aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya,
sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat posifit, baik
perubahan dalam aspek pengetahuan, afektif, maupun psikomotorik.
Rusman (2012: 134) belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu
sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Belajar bukan hanya sekadar menghapal, melainkan suatu proses mental
yang terjadi dalam diri seseorang.
Berdasarkan pengertian tentang belajar yang telah dikemukakan di
atas, peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah segala kegiatan yang
dilakukan siswa secara sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh
perubahan tingkah laku yang lebih baik dari yang sederhana ke yang
kompleks, perubahan tingkah laku tersebut merupakan akibat dari adanya
aktivitas, pengalaman dan latihan yang meliputi tiga aspek, yaitu: kognitif,
afektif dan psikomotor.
2. Teori Belajar
Pengertian belajar telah banyak mengalami perkembangan, sejalan
dengan perkembangan cara pandang dan pengalaman para ilmuwan.
Menurut teori belajar behavioristik dari Skiner (dalam Budiningsih, 2005:
20), belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon.
Sedangkan menurut teori belajar kognitif dari Bruner (dalam
Budiningsih, 2005: 51) berpandangan bahwa belajar merupakan perubahan
dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk
struktur kognitif yang dimilikinya.
Dalam teori kognitif, proses belajar akan berjalan dengan baik jika
materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki seseorang. Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa
teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik, teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya.
Menurut teori belajar konstruktivistik Vigotsky (dalam Budiningsih,
2005: 58), belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan.
Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan
kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang
hal-hal yang sedang dipelajari.
Berdasarkan pendapat di atas terlihat bahwa teori tersebut memiliki
perbedaan. Namun secara umum, peneliti menyimpulkan bahwa belajar
adalah kegiatan yang dilakukan seseorang yang diiringi dengan perubahan
3. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang
untuk menghasilkan perubahan mengenai pengetahuan, nilai sikap, dan
keterampilan sehingga menjadi manusia yang mandiri dalam aspek
kehidupan.
Hanafiah dan Cucu Suhana (2010: 23) menjelaskan bahwa proses
aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek psikofisis peserta
didik, baik jasmani maupun rohani sehingga akselerasi perubahan
perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar, baik
berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Selain itu Hanafiah dan Cucu Suhana (2010: 24) menyatakan bahwa aktivitas dalam belajar dapat memberikan nilai tambah (added value) bagi peserta didik, berupa hal-hal berikut:
1. Peserta didik memiliki kesadaran (awareness) untuk belajar sebagai wujud adanya motivasi internal (driving force) untuk belajar sejati.
2. Peserta didik mencari pengalaman dan langsung mengalami sendiri, yang dapat memberikan dampak terhadap pembentukan pribadi yang integral.
3. Peserta didik belajar dengan menurut minat dan kemampuannya. 4. Menumbuhkembangkan sikap disiplin dan suasana belajar yang
demokratis di kalangan peserta didik.
5. Pembelajaran dilaksanakan secara kongkret sehingga dapat menumbuhkembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme.
6. Menumbuhkembangkan sikap kooperatif di kalangan peserta didik sehingga sekolah menjadi hidup, sejalan, dan serasi dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Menurut Dierich (dalam Hanafiah dan Cucu Suhana, 2010: 24)
menyatakan, aktivitas belajar dibagi ke dalam delapan kelompok, yaitu; (1)
kegiatan visual, (2) kegiatan lisan (oral), (3)
kegiatan-kegiatan menggambar, (6) kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan metrik, (7) kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan
mental, dan (8) kegiatan-kegiatan emosional.
Proses pembelajaran dikatakan sedang berlangsung, apabila ada
aktivitas di dalamnya. Aktivitas belajar merupakan faktor yang menentukan
keberhasilan proses belajar siswa. Setiap orang yang belajar harus
beraktivitas, tanpa ada aktivitas maka proses belajar tidak akan terjadi
secara maksimal.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dave Meier (dalam Rusman,
2012: 389) yang mengemukakan bahwa belajar harus dilakukan dengan
aktivitas, yaitu menggerakkan fisik ketika belajar, dan memanfaatkan indera
siswa sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh/pikiran terlibat dalam
proses belajar.
Aktivitas siswa sendiri harus sudah dilibatkan mulai dari perumusan
tujuan pembelajaran yang hendak dicapai serta kegiatan yang harus
dilakukan dalam mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Kunandar (2011:
277), aktivitas belajar siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap,
pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna
menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dalam memperoleh
manfaat dari kegiatan tersebut.
Berdasarkan definisi dari para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan individu
untuk memperoleh perubahan perilaku yang relatif menetap dalam seluruh
aspek (kognitif, afektif, dan psikomotor) yang diperoleh melalui interaksi
Adapun indikator aktivitas yang akan dikembangkan dalam penelitian
ini adalah (1) berperan aktif meresume teks bacaan, (2) ikut serta dalam
pengajuan soal, (3) antusias dalam menjawab soal yang diberikan temannya,
(4) menyampaikan pendapat di depan teman-temannya, (5) mengikuti
semua tahapan pembelajaran menggunakan metode guided discovery
learning, (6) bekerja sama dalam diskusi, (7) tidak mengganggu teman, dan
(8) menyimpulkan pembelajaran.
4. Hasil Belajar
Kegiatan akhir dalam pembelajaran adalah proses evaluasi yang
bertujuan untuk mengetahui hasil belajar yang telah dilakukan. Hasil belajar
adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi dan keterampilan. Hasil belajar merupakan output yang dihasilkan
setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran.
Susanto (2013: 5) hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang
terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Secara sederhana, yang
dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh
anak setelah melalui kegiatan belajar.
Nashar (2004: 77) hasil belajar merupakan kemampuan yang
diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Lebih lanjut, menurut c
Kemendikbud (2013: 33) tentang Kompetensi Inti (KI) di sekolah
1) Ranah kognitif yaitu memahami pengetahuan faktual dengan cara
mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya,
makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang
dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain. Berdasarkan
metode guided discovey learning, hasil belajar siswa diperoleh dari hasil
nilai tes tertulis siswa.
2) Ranah afektif yaitu memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga,
teman, guru dan tetangganya.
Dari beberapa sikap yang telah disebutkan di atas, peneliti akan
menilai hasil belajar ranah afektif pada sikap percaya diri. Sikap percaya
diri yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sikap dalam
menyampaikan pendapat, gagasan maupun jawabannya.
Kemendikbud (2013) indikator sikap percaya diri ditandai dengan
(1) berani menjelaskan di depan kelas, (2) berani berpendapat, bertanya
atau menjawab pertanyaan, (3) menjawab pertanyaan guru tanpa
ragu-ragu, (4) mampu menjawab pertanyaan guru dengan cepat, dan (5) tidak
mudah putus asa/pantang menyerah.
3) Ranah psikomotor siswa menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa
yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan
yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan
perilaku anak beriman dan berakhlak mulia. Sudjana (2012: 32)
menyatakan bahwa aspek psikomotor ditunjukkan dengan mencatat
saat mengomentari pendapat dan menyampaikan ide, mencari tahu dalam
menemukan jawaban atas soal yang diberikan, dan melakukan
komunikasi antara siswa dan guru.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa hasil belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi pada siswa
setelah melalui proses belajar. Hasil belajar mengarah pada tiga ranah,
yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapun indikator hasil belajar
pada ranah kognitif dalam penelitian ini diperoleh dari hasil nilai tes
tertulis siswa. Indikator ranah afektif pada sikap percaya diri adalah (1)
berani menjelaskan di depan kelas, (2) berani berpendapat, bertanya atau
menjawab pertanyaan, (3) menjawab pertanyaan guru tanpa ragu-ragu,
(4) mampu menjawab pertanyaan guru dengan cepat, dan (5) tidak
mudah putus asa/pantang menyerah. Sedangkan, indikator hasil belajar
pada ranah psikomotor adalah (1) menulis dengan tulisan yang jelas dan
rapih, (2) mengangkat tangan sebelum mengomentari pendapat dan
menyampaikan ide/gagasan, (3) mencari fakta-fakta untuk menemukan
jawaban dari pengamatan gambar yang disediakan, dan (4)
berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia antar siswa untuk
mengkomunikasikan hasil temuan.
C.Pembelajaran Tematik
1. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses belajar dan mengajar yang terjadi
merupakan bagian penting dari pembelajaran. Undang-undang RI Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang secara legal formal
memberi pengertian tentang pembelajaran. Dalam Pasal 1 butir 20
pembelajaran diartikan sebagai “... proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran
sebagai suatu konsep pedagogik secara teknis dapat diartikan sebagai upaya
sistematik untuk menciptakan lingkungan belajar yang potensial
menghasilkan proses belajar yang bermuara pada berkembangnya potensi
individu sebagai peserta didik.
Prastowo (2013: 65) berpendapat bahwa, pembelajaran adalah suatu kegiatan untuk membuat siswa belajar dengan melibatkan beberapa unsur, baik ekstrinsik maupun instrinsik yang melekat dalam diri siswa dan guru, termasuk lingkungan, guna tercapainya tujuan belajar-mengajar yang telah ditentukan. Pembelajaran adalah kegiatan mengajar yang berpusat pada siswa sebagai subjek belajar. Jadi, guru hanya berperan sebagai fasilitator, bukan diktator dan sumber belajar satu-satunya.
Winataputra (2008: 1.18) menyatakan bahwa pembelajaran
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan
meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik.
Selanjutnya Rusman (2012: 3), mengemukakan bahwa pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan,
dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks, karena dalam
kegiatan pembelajaran senantiasa mengintegrasikan berbagai komponen dan
perubahan perilaku (hasil belajar) sesuai dengan tujuan (kompetensi) yang
diharapkan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu proses interaksi (belajar mengajar) antar guru
dan siswa pada lingkungan belajar guna mencapai tujuan belajar mengajar
itu sendiri.
2. Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran penuh makna yang
akan memberikan pengalaman bagi siswa terhadap kegiatan pembelajaran.
Trianto (2009: 78) menyatakan bahwa pembelajaran tematik dimaknai
sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu yang
ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Suryosubroto (2009: 133)
pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran yang
mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik
pembahasan.
Menurut Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (dalam Suryosubroto, 2009:
133) menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan satu usaha untuk
mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai atau sikap pembelajar,
serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema.
Dalam menerapkan dan melaksanakan pembelajaran tematik, ada
beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) bersifat
terintegrasi dengan lingkungan, (2) bentuk belajar dirancang agar siswa
tematik dapat berasal dari guru dan siswa. Pada umumnya guru memilih
tema dasar dan siswa menentukan unit temanya. Tema juga dapat dipilih
berdasarkan pertimbangan konsesus antar siswa.
Implementasi pembelajaran tematik dalam proses pembelajaran
berorientasi pada yaitu:
a. Pendekatan Scientific (Pendekatan Ilmiah)
Perubahan cara pandang terhadap siswa sebagai objek menjadi
subjek dalam proses pembelajaran menjadi titik tolak banyak
ditemukannya berbagai pendekatan pembelajaran yang inovatif.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan scientific (ilmiah).
Penjelasan Sudarwan (dalam Kemendikbud, 2013: 201) tentang
pendekatan scientific bahwa pendekatan ini bercirikan penonjolan
dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan
tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus
dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria
ilmiah.
Kondisi pembelajaran pada saat ini diharapkan diarahkan agar
peserta didik mampu merumuskan masalah (dengan banyak menanya),
bukan hanya menyelesaikan masalah dengan menjawab saja.
Pembelajaran diharapkan diarahkan untuk melatih berpikir analitis
(peserta didik diajarkan bagaimana mengambil keputusan) bukan berpikir
mekanistis (rutin dengan hanya mendengarkan dan menghapal semata).
proses pembelajaran tersebut siswa terlibat secara aktif, untuk mencari, dan menemukan sendiri pemecahan masalah serta menemukan sendiri pengetahuan melalui pengalaman langsung. Untuk itu pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).
Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta
diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari
berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal dan
memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa
informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada
informasi searah dari guru (Kemendikbud, 2013: 201).
Kemendikbud (2013: 9) menyatakan bahwa pendekatan scientific
adalah pembelajaran yang mendorong anak untuk melakukan
keterampilan-keterampilan ilmiah yang diantaranya adalah mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan/mengolah
informasi, dan mengkomunikasikan.
b. Penilaian Autentik
Penilaian merupakan salah satu komponen penting dalam
pembelajaran. Diberlakukannya Kurikulum 2013 yang menekankan pada
pembelajaran berbasis aktivitas, maka penilaiannya lebih menekankan
pada penilaian proses baik pada aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Penilaian seperti inilah yang disebut penilaian
Menurut Komalasari (2011: 148) penilaian autentik adalah suatu
penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks dunia nyata,
yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan
masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa
mempunyai lebih dari satu macam pemecahan. Sedangkan menurut
Mueller (dalam Nurgiyantoro, 2011: 23) menyatakan bahwa penilaian
autentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pembelajar
untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang
merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan. Sejalan
dengan kedua pendapat di atas, Husamah (2013: 126) mengemukakan
bahwa asesmen autentik adalah asesmen yang melibatkan siswa di dalam
tugas-tugas otentik yang bermanfaat, penting dan bermakna.
Menurut Kunandar (2013: 35-36) penilaian autentik adalah
kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang
seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen
penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di
Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi
Dasar (KD).
Asesmen autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan
ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
Karena, asesmen semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil
belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar,
Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah dan Cucu Suhana (2010:
76) bahwa penilaian yang sebenarnya (Autentic Assesment) adalah
penilaian yang menekankan pada proses pembelajaran, serta data yang
dikumpulkan berasal dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat
melakukan kegiatan pembelajaran. Kemajuan peserta didik dinilai dari
proses, tidak semata dari hasil belajarnya.
Kemendikbud (2013: 88), dalam pembelajaran autentik peserta
didik diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan scientific,
memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain
secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia
nyata luar sekolah.
Dalam rangka melaksanakan asesmen autentik yang baik, guru
harus memahami secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru
harus bertanya pada diri sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) sikap,
keterampilan, dan pengetahuan apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian
akan dilakukan, misalnya; berkaitan dengan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan; dan (3) tingkat pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti
penalaran, memori, atau proses.
Depdiknas dalam Nurgiyantoro (2011: 34) menunjukkan sejumlah
penilaian otentik yang dapat dilakukan, yaitu penilaian kinerja, observasi
Beberapa jenis asesmen autentik disajikan berikut ini menurut
Kemendikbud (2013: 90-95).
1) Penilaian Sikap
Penilaian aspek sikap dilakukan melalui observasi, penilaian
diri, penilaian antar teman, dan jurnal.
a) Observasi
Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara
berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan format
observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.
b) Penilain diri
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara
meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan
kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi.
c) Penilaian antar teman
Merupakan penilaian dengan cara meminta peserta didik
untuk saling menilai terkait dengan sikap dan perilaku keseharian
peserta didik.
d) Jurnal catatan guru
Merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang
berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan
peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
2) Penilaian Pengetahuan
a) Tes tertulis
Tes tertulis terdiri dari memilih atau mensuplai jawaban dan
uraian. Memilih jawaban dan mensuplai jawaban. Memilih
jawaban terdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-salah, ya-tidak,
menjodohkan, dan sebab-akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari
isian atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek, dan uraian.
Tes tertulis dalam bantuk apapun sebisa mungkin bersifat
komprehensif, sehingga mampu mengambarkan ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
b) Tes lisan
Tes lisan berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru
secara ucap (oral) sehingga peserta didik merespon pertanyaan
tersebut secara ucap juga, sehingga menimbulkan keberanian
peserta didik.
c) Tes penugasan
Penugasan adalah penilaian yang dilakukan oleh pendidik
yang dapat berupa pekerjaan rumah baik secara individu maupun
kelompok sesuai dengan karakteristik tugasnya.
3) Penilaian Keterampilan
Aspek keterampilan dapat diniali dengan cara berikut ini.
a) Penilaian kinerja
Penilaian kinerja adalah suatu penilaian yang meminta siswa
untuk melakukan suatu tugas pada situasi yang sesungguhnya yang
b) Penilaian proyek
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan
penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik
menurut periode/waktu tertentu.
c) Penilaian portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan
artefak yang menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil
kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil
kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara
berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi
berdasarkan beberapa dimensi.
Bertolak dari penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dalam pelaksanaannya
mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik
pembahasan pemersatu kegiatan pembelajarannya. Dalam proses
pembelajaran tematik berorientasi pada pendekatan scientific dan penilaian
autentik. Adapun indikator pada pembelajaran tematik adalah menyajikan
pembelajaran sesuai tema, menyajikan berbagai mata pelajaran yang terkait
secara harmonis dalam teks bacaan, menyajikan pembelajaran dengan
merujuk kepada tema pembelajaran, dan menyajikan pembelajaran yang
aktif dan menyenangkan dengan memanfaatkan lingkungan yang ada
D.Penelitian yang Relevan
1) Dona Alina Oktivani Khoiriah, 2014. Jurnal Nasional Tahun 2014. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ketuntasan klasikal
siswa. Dari hasil pembahasan dapat dinyatakan bahwa ketuntasan klasikal
pada siklus II lebih tinggi dari siklus I, baik dilihat dari aktifitas (77% >
60%) maupun hasil (80% > 60%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode pembelajaran Guided Discovery Learning
teruji dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V semester 1
SD 4 Golantepus Majobo Kudus.
2) Fira Mujiastuti, 2012. Jurnal Nasional Tahun 2012. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA. Dari hasil pembahasan dapat dinyatakan bahwa hasil belajar
pada siklus II lebih tinggi dari siklus I, baik dilihat dari ranah kognitif
(83,33% > 41,57%), ranah afektif dari kategori cukup menjadi baik sekali,
maupun ranah psikomotor dari kategori kurang menjadi baik sekali.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan menggunakan metode guided
discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IVA
SDN Ngentakrejo
E.Kerangka Pikir
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang mewajibkan kegiatan
pembelajaran menggunakan pendekatan scientific. Untuk itu, banyak faktor
yang menentukan keberhasilan belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran.
dalam mengoptimalkan tujuan belajar yang diharapkan. Dalam penerapan
metode guided discovery learning dengan pendekatan scientific pada
pembelajaran tematik, maka aktivitas dan hasil belajar siswa akan meningkat.
Secara sederhana, kerangka pikir dalam penelitian tindakan kelas ini
adalah:
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian kajian pustaka di atas, dapat dirumuskan hipotesis
penelitian tindakan kelas yaitu “Apabila dalam pembelajaran tematik
menggunakan metode pembelajaran guided discovery learning dengan
langkah-langkah yang tepat maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo”.
1. Aktivitas belajar siswa masih randah. 2. Hasil belajar siswa rendah.
Metode guided discovery learning dengan pendekatan saintifik yaitu dengan mengamati, mengidentifikasi hasil temuan dari kegiatan pengamatan, mengolah dan
mengkomunikasikan jawaban sementara siswa,
mengumpulkan informasi dari jawaban sementara siswa lain (yang relevan) atas arahan guru, menguatkan jawaban siswa dengan meminta siswa untuk berdiskusi kelompok, mempresentasikan hasil diskusi, membuktikan benar tidaknya hasil diskusi dengan bimbingan guru, dan membuat kesimpulan.
1. Aktivitas siswa dalam pembelajaran meningkat
sehingga siswa yang aktif mencapai ≥75% dari
jumlah siswa.
2. Hasil belajar pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor meningkat sehingga siswa yang tuntas
mencapai ≥75% dari jumlah siswa yaitu 22 siswa dari KKM yang ditetapkan ≥ 66.
Input
III. METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
difokuskan pada situasi kelas, atau yang dikenal dengan classroom action
research. Menurut Arikunto, dkk., (2006: 3) PTK adalah suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan
dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan. Tindakan tersebut diberikan
oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa.
Guru melakukan penelitian tindakan karena telah menyadari adanya
kekurangan pada dirinya, artinya pada kinerja yang dilakukan dan sesudah itu
tentunya ingin melakukan perbaikan. Pemberian tindakan yang dilakukan oleh
guru menyangkut penyajian strategi, pendekatan, metode atau cara untuk
memperoleh hasil melalui sebuah tindakan. Tindakan ini dilakukan secara
berulang-ulang sampai memperoleh informasi yang mantap tentang
pelaksanaan metode tersebut.
Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus, dimana siklus ini
tidak hanya berlangsung satu kali, tetapi beberapa kali hingga tujuan
pembelajaran di kelas tercapai. Menurut Arikunto (2006: 16) secara garis besar
(3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun siklus penelitian tindakan kelas
sebagai berikut:
Gambar 2. Tahapan PTK (Adopsi dari Arikunto, 2006: 16)
B.Setting Penelitian
1. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara kolaboratif partisipatif antara
peneliti dengan guru. Subjek penelitian tindakan kelas adalah guru dan
siswa kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo dengan jumlah 22 orang siswa
yang terdiri 9 laki-laki dan 13 perempuan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas IVA SD Negeri 1 Nunggalrejo,
Kecamatan Punggur, Lampung Tengah. Perencanaan
Siklus I
Pengamatan
Pelaksanaan Refleksi
Perencanaan
Siklus II
Pengamatan
Pelaksanaan Refleksi
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2013/
2014 selama kurang lebih 6 bulan. Kegiatan penelitian dimulai dari
perencanaan sampai penulisan laporan hasil penelitian (bulan Januari
sampai Juni 2014).
C.Teknik Pengumpulan Data
Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan keseluruhan data yang diperoleh
berdasarkan instrument penelitian yaitu dengan teknik tes dan non tes.
1. Teknik tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok
(Arikunto, 2006: 150). Teknik tes ini akan menghasilkan data yang bersifat
kuantitatif berupa nilai-nilai siswa untuk mengetahui hasil belajar kognitif
atau pengetahuan siswa dalam pembelajaran tematik dengan menggunakan
metode guided discovery.
2. Teknik nontes digunakan untuk memperoleh data yang bersifat kualitatif,
dalam teknik ini data diambil dengan menggunakan observasi. Observasi
digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengembangan kinerja guru,
aktivitas belajar siswa, hasil belajar afektif dan psikomotor terhadap
pembelajaran tematik dengan metode guided discovery.
3. Dokumentasi, berupa pengumpulan data nilai ulangan semester satu tahun