• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFIKASI HERBISIDA METIL METSULFURON UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) MENGHASILKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFIKASI HERBISIDA METIL METSULFURON UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) MENGHASILKAN"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

EFIKASI HERBISIDA METIL METSULFURON UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.) MENGHASILKAN

Oleh Virgio Koriyando

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit adalah faktor lingkungan terutama masalah keberadaan gulma yang dapat menekan pertumbuhan dan hasil. Aplikasi herbisida merupakan

pengendalian gulma secara kimiawi dan herbisida metil metsulfuron berpotensi efektif mengendalikan gulma pada piringan tanaman kelapa sawit.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap gulma total dan gulma dominan pada lahan tanaman kelapa sawit menghasilkan; (2) Dosis herbisida metil metsulfuron yang efektif untuk

mengendalikan gulma total dan gulma dominan pada lahan tanaman kelapa sawit menghasilkan; (3) Perubahan komunitas gulma akibat perlakuan herbisida metil metsulfuron pada lahan tanaman kelapa sawit menghasilkan.

(2)

Penelitian menggunakan rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS) yang terdiri atas 7 perlakuan yaitu dosis metil metsulfuron 15,75, 21,00, 26,25, dan 31,50 g/ha, metil metsulfuron pembanding (20,00 g/ha), penyiangan mekanis, dan tanpa pengendalian (kontrol). Penelitian diulang 4 kali dan setiap satuan percobaan terdiri atas 3 piringan tanaman kelapa sawit. Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlet dan aditivitas data diuji dengan uji Tukey. Data dianalisis ragam dan perbedaan nilai tengah diuji dengan Uji BNT pada taraf nyata 5%.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Aplikasi herbisida metil metsulfuron dosis 15,75 – 31,50 g/ha efektif mengendalikan gulma total pada 4, 8, dan 12 MSA; (2) Herbisida metil metsulfuron dosis 15,75 – 31,50 g/ha efektif

mengendalikan Ageratum conyzoides dan Synedrella nodiflora pada 8 dan 12 MSA, Axonopus compressus pada 12 MSA, dan Cyperus kyllingia pada 8 MSA; (3) Terjadi perubahan komunitas gulma akibat aplikasi herbisida metil

metsulfuron pada lahan tanaman kelapa sawit.

(3)

EFIKASI HERBISIDA METIL METSULFURON UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.) MENGHASILKAN

Oleh

Virgio Koriyando

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Agronomi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(4)

EFIKASI HERBISIDA METIL METSULFURON UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.) MENGHASILKAN (skripsi)

Oleh

VIRGIO KORIYANDO

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi Lampung Utara sebagai anak pertama dari 4 bersaudara pasangan Bapak Gufta, S.PKP. dan Ibu Cik Qoimah Sari, S.Pd.,M.M. Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Aisyah pada tahun 1994, Sekolah Dasar Negeri 4 Tanjung Aman Kotabumi pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Kotabumi pada tahun 2003, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kotabumi pada tahun 2006. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2006 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Tematik Universitas Lampung pada tahun 2009 di Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran, Lampung. Dalam bidang organisasi, penulis juga aktif sebagai : 1. Ketua Divisi Pengabdian Lingkungan dan Masyarakat Agronomi Pecinta

Alam (Agropala) Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2007—2008 2. Anggota BEM Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2007—2008 3. Anggota Himadita Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2007—2009 4. Sekretaris Umum Agronomi Pecinta Alam (Agropala) Fakultas Pertanian

Universitas Lampung 2008 – 2009

(8)

“Jika Anda membuat seseorang bahagia hari ini, Anda juga membuat dia berbahagia dua puluh tahun lagi, saat ia mengenang peristiwa itu”

(Sydney Smith)

(9)

Kupersembahkan karya ini untuk

Keluargaku tercinta.

(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat, anugrah, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dengan diselesaikannya skripsi ini maka penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Herry Susanto, M.P. sebagai Komisi Pembimbing atas saran, bimbingan, nasihat, kritik, dan perhatian yang diberikan selama penulis melakukan penelitian dan dalam rangka penyelesaian skripsi

2. Ir. Sugiatno, M.S. sebagai Komisi Pembimbing atas saran, bimbingan, nasihat, kritik, dan perhatian yang diberikan selama penulis melakukan penelitian dan dalam rangka penyelesaian skripsi

3. Ir. Dad R.J. Sembodo, M.S. sebagai Penguji dan Pembimbing Akademik atas saran, bimbingan, nasihat, kritik, dan perhatian yang diberikan selama penulis melakukan penelitian dan dalam rangka penyelesaian skripsi serta motivasi selama penulis menjadi mahasiswa di Universitas Lampung. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc. selaku Ketua Bidang Budidaya

(11)

5. Bapak Dr.Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P. selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas saran dan koreksi kepada penulis.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Seluruh dosen Budidaya Pertanian yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama penulis kuliah di Universitas Lampung.

8. Kedua orang tua, Bapak Gufta, S.PKP. dan Ibu Cik Qoimah Sari, S.Pd.,M.M. Minan, Lita, serta seluruh keluarga penulis yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan perhatiannya kepada penulis.

9. Anesia Yunita Harviyanti atas dukungan, semangat, dan perhatiannya kepada penulis.

10. Para sahabat Novalim, Ari Dwinara J, Ramadian BS, Gustiawan, Adi Cahyadi, Roosaria, Reisha, Onny, Sigit, Widiw, Rio Panjinata, Deva, Devi, Soni Permana, Keiko Bahabia dan seluruh sahabat yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk orang lain dan bagi penulis sendiri.

Bandar Lampung, Mei 2014

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah .. ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Landasan Teori ... 4

1.4 Kerangka Pemikiran ... 7

1.5 Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Botani Tanaman Kelapa Sawit... 10

2.1.1 Akar ... 10

2.1.2 Batang ... 11

2.2.3 Daun ... 11

2.2 Ekologi Kelapa Sawit ... 12

2.2.1 Iklim ... 12

2.2.2 Tanah ... 13

2.3 Persaingan Gulma dengan Tanaman Kelapa Sawit ... 13

2.4 Pengendalian Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit ... 15

2.5 Herbisida ... 16

III. BAHAN DAN METODE ... 19

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

3.2 Alat dan Bahan ... 19

3.3 Metode Penelitian ... 19

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 20

3.4.1 Pemilihan lokasi ... 20

3.4.2 Pembuatan petak percobaan ... 20

3.4.3 Aplikasi herbisida ... 21

(13)

ii

3.5 Pengamatan ... 23

3.5.1 Persentase keracunan gulma ... 23

3.5.2 Persentase penutupan gulma ... 23

3.5.3 Bobot kering gulma ... 23

3.5.4 Summed dominance ratio (SDR) ... 23

3.5.5 Koefisien komunitas (C)... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Persentase Keracunan Gulma Total ... 26

4.2 Persentase Penutupan Gulma Total ... 28

4.3 Bobot Kering Gulma Total ... 30

4.4 Bobot Kering Gulma Daun Lebar ... 31

4.4.1 Bobot kering Ageratum conyzoides ………… 32

4.4.2 Bobot kering Lantana camara ………... 33

4.4.3 Bobot kering Synedrella nodiflora ...………... 34

4.5 Bobot Kering Gulma Rumput …………..……….……… 35

4.6 Bobot Kering Gulma Teki ……… 36

4.7 Koefisien Komunitas (C) ... 37

4.8 Penutup ……….. 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA . ... 40

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perlakuan herbisida yang diuji ... 20 2. Pengaruh dosis metil metsulfuron dan penyiangan mekanis

pada persentase keracunan gulma total ... 26 3. Pengaruh dosis metil metsulfuron dan penyiangan mekanis

pada persentase penutupan gulma ... 29 4. Pengaruh dosis metil metsulfuron dan penyiangan mekanis

pada persentase bobot kering gulma total ... 31 5. Pengaruh dosis metil metsulfuron dan penyiangan mekanis

pada persentase bobot kering gulma daun lebar total ... 32 6. Pengaruh dosis metil metsulfuron dan penyiangan mekanis

pada persentase bobot kering gulma Ageratum conyzoides ... 33 7. Pengaruh dosis metil metsulfuron dan penyiangan mekanis

pada persentase bobot kering gulma Lantana camara ... 34 8. Pengaruh dosis metil metsulfuron dan penyiangan mekanis

pada persentase bobot kering gulma Synedrella nodiflora ... 35 9. Pengaruh dosis metil metsulfuron dan penyiangan mekanis

pada persentase bobot kering gulma Axonopus compreccus ... 36 10.Pengaruh dosis metil metsulfuron dan penyiangan mekanis

pada persentase bobot kering gulma Cyperus kyllingia ... 37 11.Nilai koefisien komunitas gulma ... 38 12.Persentase tingkat keracunan gulma total pada 2 MSA …………. 42 13.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

(15)

v

Tabel Halaman

15.Persentase tingkat keracunan gulma total pada 4 MSA ………….. 43 16.Uji tuckey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tingkat keracunan gulma total pada 4 MSA ……… 43 17.Analisis ragam keracunan gulma total pada 4 MSA ………... 43 18.Persentase tingkat keracunan gulma total pada 6 MSA ………….. 44 19.Uji tuckey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tingkat keracunan gulma total pada 6 MSA ……….…... 44 20.Analisis ragam keracunan gulma total pada 6 MSA ………... 44 21.Persentase tingkat keracunan gulma total pada 8 MSA ………….... 45 22.Uji tuckey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tingkat keracunan gulma total pada 8 MSA ……….. 45 23.Analisis ragam keracunan gulma total pada 8 MSA ………... 45 24.Persentase tingkat penutupan gulma total pada 4 MSA ………….. 46 25.Uji tuckey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tingkat penutupan gulma total pada 4 MSA ………... 46 26.Analisis ragam penutupan gulma total pada 4 MSA ………... 46 27.Persentase tingkat penutupan gulma total pada 6 MSA ………….. 47 28.Uji tuckey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tingkat penutupan gulma total pada 6 MSA ………. 47 29.Analisis ragam penutupan gulma total pada 6 MSA ………... 47 30.Persentase tingkat penutupan gulma total pada 8 MSA …………... 48 31.Uji tuckey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tingkat penutupan gulma total pada 8 MSA ………. 48 32.Analisis ragam penutupan gulma total pada 8 MSA ………. 48 33.Persentase tingkat penutupan gulma total pada 12 MSA ………….. 49 34.Uji tuckey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

(16)

vi

Tabel Halaman

35.Analisis ragam penutupan gulma total pada 12 MSA ………. 49 36.Data bobot kering gulma total pada 4 MSA ………... 50 37.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma total pada 4 MSA ………... 50 38.Analisis ragam bobot kering gulma total pada 4 MSA ………... 50 39.Data bobot kering gulma total pada 8 MSA ………... 51 40.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma total pada 8 MSA ………... 51 41.Analisis ragam bobot kering gulma total pada 8 MSA ………... 51 42.Data bobot kering gulma total pada 12 MSA ………. 52 43.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma total pada 12 MSA ……….. 52 44.Analisis ragam bobot kering gulma total pada 12 MSA …………... 52 45.Data bobot kering gulma daun lebar pada 4 MSA ………... 53 46.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma daun lebar pada 4 MSA ……… 53 47.Analisis ragam bobot kering gulma daun lebar pada 4 MSA ………... 53 48.Data bobot kering gulma daun lebar pada 8 MSA ……… 54 49.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma daun lebar pada 8 MSA ………... 54 50.Analisis ragam bobot kering gulma daun lebar pada 8 MSA ………... 54 51.Data bobot kering gulma daun lebar pada 12 MSA ……….. 55 52.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

(17)

vii

Tabel Halaman

55.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat bobot kering gulma Ageratum conyzoides pada 4 MSA ………. 56 56.Analisis ragam bobot kering gulma Ageratum conyzoides

pada 4 MSA ……… 56

57.Data bobot kering gulma Ageratum conyzoides pada 8 MSA ……… 57 58.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma Ageratum conyzoides pada 8 MSA ……….. 57 59.Analisis ragam bobot kering gulma Ageratum conyzoides

pada 8 MSA ………... 57

60.Data bobot kering gulma Ageratum conyzoides pada 12 MSA ……. 58 61.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma Ageratum conyzoides pada 12 MSA …………... 58 62.Analisis ragam bobot kering gulma Ageratum conyzoides

pada 4 MSA ……….. 58

63.Data bobot kering gulma Lantana cCamara pada 4 MSA ………… 59 64.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma Lantana camara pada 4 MSA ………... 59 65.Analisis ragam bobot kering gulma Lantana Camara pada 4 MSA ... 59 66.Data bobot kering gulma Lantana camara pada 8 MSA ……….. 60 67.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma Lantana camara pada 8 MSA ……….... 60 68.Analisis ragam bobot kering gulma Lantana camara pada 8 MSA. 60 69.Data bobot kering gulma Lantana camara pada 12 MSA ………….. 61 70.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

(18)

viii

Tabel Halaman

73.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat bobot kering gulma Synedrella nodiflora pada 4 MSA ……..…….. 62 74.Analisis ragam bobot kering gulma Synedrella nodiflora

pada 4 MSA ……….. 62

75.Data bobot kering gulma Synedrella nodiflora pada 8 MSA ……….. 63 76.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma Synedrella nodiflora pada 8 MSA ……….. 63 77.Analisis ragam bobot kering gulma Synedrella nodiflora pada 8

MSA ………. 63

78.Data bobot kering gulma Synedrella nodiflora pada 12 MSA ……… 64 79.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma Synedrella nodiflora pada 12 MSA ………... 64 80.Analisis ragam bobot kering gulma Synedrella nodiflora

pada 12 MSA ………... 64

81.Bobot kering gulma rumput pada 4 MSA ……….. 65 82.Uji tuckey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah bobot

kering gulma rumput pada 4 MSA ……….……... 65 83.Analisis ragam bobot kering gulma rumput pada 4 MSA ………. 65 84.Bobot kering gulma rumput pada 8 MSA ……….. 66 85.Uji tuckey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma rumput pada 8 MSA ……….. 66 86.Analisis ragam bobot kering gulma rumput pada 8 MSA ………. 66 87.Bobot kering gulma rumput pada 12 MSA ……….... 67 88.uji tuckey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah bobot

(19)

ix

Tabel Halaman

91.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat bobot kering gulma Axonopus compreccus pada 4 MSA. ………….. 68 92.Analisis ragam bobot kering gulma Axonopus compreccus

pada 4 MSA ………... 68

93.Data bobot kering gulma Axonopus compreccus pada 8 MSA ……… 69 94.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma Axonopus compreccus pada 8 MSA ……… 69 95.Analisis ragam bobot kering gulma Axonopus compreccus

pada 8 MSA ………... 69

96.Data bobot kering gulma Axonopus compreccus pada 12 MSA …….. 70 97.Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma Axonopus compreccus pada 12 MSA ………….. 70 98. Analisis ragam bobot kering gulma Axonopus compreccus

pada 12 MSA ……….. 70

99. Data bobot kering gulma Cyperus kyllingia pada 4 MSA ………….. 71 100. Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma Cyperus kyillingia pada 4 MSA ………. 71 101. Analisis ragam bobot kering gulma Cyperus kyillingia pada 4 MSA .. 71

102. Data bobot kering gulma Cyperus kyillingia pada 8 MSA ………….. 72 103. Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma Cyperus kyillingia pada 8 MSA ………. 72 104. Analisis ragam bobot kering gulma Cyperus kyillingia pada 8 MSA .. 72

105. Data bobot kering gulma Cyperus kyillingia pada 12 MSA …………. 73 106. Uji Tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat

bobot kering gulma Cyperus kyillingia pada 12 MSA …………..…. 73 107. Analisis ragam bobot kering gulma Cyperus kyillingia pada 12 MSA .. 73

(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rumus bangun herbisida metil metsulfuron ... 18 2. Tata letak percobaan di tanaman kelapa sawit ... 21 3. Bagan pengambilan contoh gulma dan pengamatan fitotoksisitas

(21)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang dan Masalah

Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting bagi kehidupan manusia yang dapat memenuhi kebutuhan akan minyak nabati. Tanaman lain yang dapat digunakan sebagai sumber minyak nabati adalah kelapa dan kacang kedelai. Namun demikian kelapa sawit merupakan penyumbang minyak nabati terbesar di dunia. Manfaat buah kelapa sawit sangat beragam. Banyak industri yang menggunakan kelapa sawit sebagai bahan bakunya, misalnya industri makanan, kosmetik, dan lain-lain (Syamsulbahri, 1996).

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit adalah faktor lingkungan terutama masalah keberadaan gulma. Gulma pada perkebunan kelapa sawit bermasalah mulai dari areal pembibitan, tanaman belum menghasilkan , sampai tanaman menghasilkan (Tim Penulis PS, 1999). Beberapa kerugian yang diakibatkan oleh gulma seperti menurunkan kemampuan produksi kelapa sawit, mengganggu manajemen kebun,

(22)

2 Selain terjadi penurunan produksi akibat gulma pada tanaman kelapa sawit juga dapat mengganggu kegiatan budidaya tanaman seperti pemupukan, panen, dan pemungutan buah jatuh (Risza, 1994).

Gulma yang tumbuh di areal tanaman kelapa sawit umumnya sangat beragam baik jenis maupun spesiesnya. Gulma yang tumbuh ditanaman menghasilkan tidak sebanyak gulma yang tumbuh pada tanaman belum menghasilkan karena semakin sedikitnya intensitas cahaya matahari yang diteruskan kepermukaan tanah 1,32% (Purwasih, 2013).

Pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan dengan berbagai macam cara baik secara mekanis/manual, kimiawi, maupun biologis. Untuk meningkatkan keberhasilan pengendalian gulma biasanya dengan menggunakan kombinasi ketiga cara tersebut. Mengingat kondisi tanaman kelapa sawit dalam areal yang luas maka pengandalian gulma secara kimiawi dengan herbisida banyak dilakukan (Satyawibawa dan Widyastuti, 1999).

Menurut Moenandir (1993), herbisida adalah bahan kimia yang dapat mengandalikan pertumbuhan gulma secara sementara atau seterusnya jika diberikan pada ukuran yang tepat. Menurut Tjitrosoedirjo (1984), penggunaan herbisida dalam mengendalikan gulma di areal perkebunan mempunyai

keuntungan lebih ekonomis dan menghemat tenaga kerja dibandingkan dengan penyiangan manual. Penyiangan manual sering tidak efektif dalam

(23)

3

Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya saing tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman pokok harus menjadi sedemikian rupa sehingga gulma tidak mampu mengembangkan pertumbuhannya secara berdampingan atau pada waktu bersamaan dengan tanaman pokok (Jumin, 1991). Herbisida yang berbahan aktif metil metsulfuron merupakan herbisida sistemik. Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma pratumbuh dan awal purnatumbuh. Beberapa gulma yang mampu dikendalikan oleh herbisida ini antara lain: Eichhornia crassipes (eceng gondok), Cyperus kyillingia (teki), Echinochloa crusgalli (jajagoan), serta gulma lain yang tergolong pakis-pakisan (Tjitrosoedirjo, et al., 1984).

Percobaan ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana efektivitas herbisida metil metsulfuron dalam mengendalikan gulma pada piringan tanaman kelapa sawit?

2. Berapa dosis herbisida metil metsulfuron yang efektif mengendalikan gulma pada piringan tanaman kelapa sawit menghasilkan?

3. Apakah terdapat perubahan komunitas jenis gulma setelah aplikasi herbisida metil metsulfuron pada piringan tanaman kelapa sawit menghasilkan?

1.2Tujuan Penelitian

(24)

4 1. Untuk mengetahui efektivitas herbisida metil metsulfuron terhadap

pengendalian pertumbuhan gulma total dan gulma dominan pada piringan tanaman kelapa sawit menghasilkan.

2. Untuk menentukan dosis herbisida metil metsulfuron yang efektif untuk mengendalikan gulma total dan gulma dominan pada piringan tanaman kelapa sawit menghasilkan.

3. Untuk mempelajari perubahan komunitas jenis gulma setelah aplikasi herbisida metil metsulfuron pada piringan tanaman kelapa sawit menghasilkan.

1.3Landasan Teori

Gulma merupakan tumbuhan yang dapat merugikan atau mengganggu kepentingan manusia sehingga manusia berusaha untuk mengendalikannya (Sembodo, 2007). Dampak negatif yang ditimbulkan oleh keberadaan gulma antara lain: menurunkan produksi akibat persaingan dalam mengambil unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh; menurunkan kualitas hasil akibat kontaminasi dari bagian-bagian gulma; adanya zat allelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman; merupakan inang hama dan penyakit; mengganggu perairan, dan

meningkatkan biaya usaha tani (Jumin, 1991).

(25)

5 lebih banyak digunakan daripada penyiangan manual. Herbisida adalah bahan kimia yang dapat menghentikan pertumbuhan gulma sementara atau seterusnya bila dipergunakan pada ukuran yang tepat (Moenandir, 1993). Kematian

tumbuhan pada umumnya terjadi akibat aplikasi herbisida apabila jumlah molekul

yang sampai ke “site of action” dalam jumlah yang cukup mematikan (Kishimoto,1981 dalam Moenandir, 1993).

Keuntungan pengendalian gulma dengan herbisida menurut Sukman dan Yakup (1995) antara lain dapat mengendalikan gulma sebelum mengganggu, dapat mengendalikan gulma pada larikan tanaman pokok, dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman pokok, lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar, dan dapat meningkatkan hasil panen tanaman pokok dibandingkan dengan penyiangan manual.

Herbisida yang berbahan aktif metil metsulfuron merupakan herbisida sistemik. Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma pratumbuh dan awal purnatumbuh. Beberapa gulma yang mampu dikendalikan oleh herbisida ini antara lain Eichhornia crassipes (eceng gondok), Cyperus diformis (teki), Echinocloa crusgalli (jajagoan), dan gulma lain yang tergolong pakis-pakisan

(Tomlin, 2004)

(26)

6 berulang-ulang terdapat dugaan bahwa pada akhirnya spesies gulma yang toleran akan mengganti spesies yang peka terhadap herbisida.

Menurut Sukman dan Yakup (1995), respons yang ditimbulkan pada tanah, tumbuhan, dan jasad sasaran lain akibat perlakuan herbisida disebut toksisitas. Penampilan suatu tumbuhan yang teracuni merupakan perpaduan faktor

lingkungan dan sifat bahan aktif herbisida. Oleh karena itu, toksisitas sangat berkaitan dengan dosis herbisida maupun sifat fisik dan kimia herbisida yang diaplikasikan.

Salah satu pertimbangan penting dalam pemakaian herbisida adalah untuk mendapatkan pengendalian yang selektif, yaitu mematikan gulma tetapi tidak merusak tanaman budidaya. Beberapa kondisi seperti karakteristik tumbuhan, lingkungan, dan jenis herbisida sangat menentukan selektivitas ini. Selektivitas juga sangat erat hubungannya dengan dosis. Pada dosis tertentu suatu herbisida selektif, akan tetapi berubah tidak selektif bila dosis dinaikkan atau diturunkan (Sukman dan Yakup, 1995).

Sifat herbisida metil metsulfuron adalah sistemik dan efektif jika diaplikasikan pada gulma yang sudah tumbuh atau masih berhijau daun (post emergence) (Yasin, 1996). Hal ini disebabkan karena translokasinya dalam tumbuhan

(27)

7 1.4Kerangka Pemikiran

Tumbuhan yang merugikan dan mengganggu kepentingan manusia disebut gulma. Gulma pada areal tanaman kelapa sawit dapat mengganggu pertumbuhan tanaman terutama dalam penyerapan unsur hara dan air. Pada tanaman yang belum

menghasilkan, gulma dapat menghambat pertumbuhan tunas atau daun baru karena unsur hara yang diperlukan diserap pula oleh gulma di sekitarnya terutama di daerah perakaran tanaman, sehingga unsur hara yang diberikan tidak

sepenuhnya diserap oleh tanaman. Pada tanaman menghasilkan, gulma yang ada di sekitar tanaman akan mengganggu dalam pemeliharaan tanaman seperti pemupukan, penunasan, dan pemanenan.

Untuk mengurangi dampak negatif gulma, perlu dilakukan tindakan pengendalian gulma. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya secara manual dan kimiawi. Pengendalian gulma secara kimiawi dengan

menggunakan herbisida merupakan cara pengendalian yang paling banyak

digunakan untuk mengendalikan gulma dibandingkan dengan penyiangan manual.

Penggunaan herbisida mempunyai beberapa keuntungan, antara lain mudah dilakukan, hemat biaya dan tenaga, serta dapat diperoleh hasil yang lebih luas. Penyiangan manual memerlukan banyak tenaga kerja sehingga alokasi biaya menjadi sangat besar. Selain itu, penyiangan manual dikhawatirkan tidak efektif dalam mengendalikan gulma karena hanya memotong gulma tepat di atas

(28)

8

Sebelum melakukan aplikasi herbisida, terlebih dahulu diamati kondisi pertanaman, kondisi gulma, serta waktu dan banyaknya aplikasi herbisida. Efektifitas dan selektivitas gulma dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sifat herbisida (daya kerja, mekanisme kerja, serta formulasinya), cara pemberian, sifat gulma, dan lingkungan. Dosis herbisida juga perlu diperhatikan, ketika dosis yang diberikan dikurangi dari dosis efektif maka dapat dikatakan herbisida

tersebut akan menjadi tidak efektif dalam mengendalikan gulma karena herbisida tidak dapat mencapai organ bawah tanah tumbuhan (akar, umbi, dan rimpang) serta titik tumbuhnya.

Perlakuan herbisida dapat mempengaruhi komunitas jenis gulma yang ada. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan komunitas jenis gulma dan jenis gulma dominan baik dari golongan rumput, daun lebar, dan teki. Perubahan yang terjadi dapat disebabkan adanya perbedaan jenis gulma dan resistensi gulma terhadap herbisida yang diaplikasikan. Gulma yang resisten akan menunjukkan gejala keracunan awal, lalu akan pulih kembali karena biji gulma yang ada dalam tanah tidak teracuni. Hal lain yang menyebabkan perubahan komunitas jenis gulma adalah perbedaan kecepatan pertumbuhan gulma, intensitas cahaya matahari yang tinggi, dan tingginya curah hujan sehingga mengakibatkan persentase penutupan gulma dan bobot kering gulma yang tinggi pula dengan berbagai tingkat

keracunannya. Namun, semakin rendah bobot kering suatu gulma, maka dapat diketahui bahwa gulma tersebut dapat dikendalikan oleh herbisida yang

(29)

9 1.5Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Herbisida metil metsulfuron efektif untuk mengendalikan gulma pada piringan tanaman kelapa sawit menghasilkan.

2. Terdapat dosis metil metsulfuron yang efektif mengendalikan gulma pada areal tanaman kelapa sawit menghasilkan.

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diklasifikasikan ke dalam kelas

Angiospermae, subkelas Monocotyledonae, ordo Palmales, famili Palmae, genus Elaeis, dan species Elaeis guineensis Jacq. (Effendi, 2011).

Varietas kelapa sawit cukup banyak, yang dibedakan berdasarkan bentuk luar, tebal cangkang, dan warna kulit buah. Berdasarkan ketebalan cangkang tanaman kelapa sawit dibedakan: (1) Dura, yaitu kelapa sawit dengan buah bercangkang tebal; (2) Pisifera, yaitu buah bercangkang tipis; (3) Tenera, yaitu buah memiliki ketebalan cangkang diantara dura dan psifera (PTPN III, 2003).

Tanaman kelapa sawit tumbuh tegak dengan ketinggian tanaman dapat mencapai 15—20 meter. Tanaman kelapa sawit terdiri atas bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif meliputi akar, batang, dan daun, sedangkan bagian generatif yaitu bunga, buah, dan biji.

2.1.1 Akar

(31)

11 tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tersier dan kuarter

menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung unsur hara. Seperti akar tanaman lain, akar kelapa sawit berfungsi menyangga bagian atas tanaman dan menyerap zat hara (Tim Penulis PS, 1999).

2.1.2 Batang

Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dan pelepah menempel membalut batang. Pada tanaman dewasa, diameter batang berkisar 45—60 cm. Bagian bawah batang lebih besar dan disebut sebagai bongkol bawah atau bowl. Pada batang kelapa sawit kecepatan tumbuhnya berkisar 35—75 cm/tahun. Batang kelapa sawit belum begitu terlihat sampai tanaman berumur 3 tahun karena masih terbungkus oleh pelepah - pelepah yang belum di potong. Hal ini tergantung dari varietas dan tipe pertumbuhan tanaman kelapa sawit karena pada setiap varietas dan tipe kelapa sawit memiliki kecepatan tumbuh yang berbeda-beda. Dengan sifatnya yang phototropi dan heliotropi (menuju cahaya dan arah matahari), jika dalam keadaan terlindung, tanaman kelapa sawit tumbuh akan lebih cepat tetapi diameter (tebal) batang akan lebih kecil.

2.1.3 Daun

Daun kelapa sawit bersirip genap, bertulang sejajar, dan panjangnya dapat mencapai 3—5 m. Tanaman kelapa sawit yang sudah dewasa mempunyai anak daun yang jumlahnya dapat mencapai 100—600 pasang. Daun kelapa sawit tumbuh pada batang, sifatnya bergerombol dan roset. Daun yang telah tua

(32)

12 pada batang (Syamsulbahri, 1996), sedangkan daun tanaman kelapa sawit yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Daun kelapa sawit yang sehat dan segar akan terlihat berwarna hijau tua. Tanaman kelapa sawit yang tumbuh normal pelepah daunnya berjumlah 40—60 buah (Tim Penulis PS, 1999).

2.2 Ekologi Kelapa Sawit

Produktivitas tanaman pada dasarnya merupakan hasil interaksi antara faktor internal tanaman (genetik) dengan faktor lingkungan. Dalam budidaya tanaman,

faktor lingkungan dibagi menjadi dua bagian. Kondisi iklim dan cuaca merupakan faktor produksi yang sulit dikelola, sedangkan kondisi tanah dan pengelolaan tanaman merupakan faktor produksi yang mudah dikelola. Dalam penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit, faktor iklim dan tanah mutlak harus diperhitungkan.

2.2.1 Iklim

Kelapa sawit termasuk tanaman tropis yang dapat tumbuh di daerah antara 12˚

lintang utara dan 12˚ lintang selatan. Curah hujan yang optimal untuk kelapa sawit adalah 2.000―2.500 mm per tahun dengan penyebaran yang merata

sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 5―7 jam per

(33)

13

Defisit air yang tinggi menyebabkan produksi turun drastis dan baru normal pada tahun ketiga dan keempat karena merusak perkembangan bunga sebelum anthesis dan pada bunga yang telah anthesis kegagalan matang tandan. Hal seperti ini misalnya sering terjadi di daerah Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan beberapa lokasi lainnya dimana hampir setiap 5―6 tahun sekali timbul musim kering yang panjang. Gangguan terberat dapat menyebabkan patah pucuk dan

mati. Kecepatan angin 5―6 km/jam sangat baik untuk membantu proses

penyerbukan. Angin yang terlalu kencang akan menyebabkan tanaman baru doyong atau miring (PTPN III, 2003).

2.2.2 Tanah

Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Jenis tanah yang baik adalah latosol, podsolik merah kuning (PMK) dan alluvial yang kadang-kadang meliputi pula tanah gambut, dataran pantai, muara sungai. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit yang optimal adalah drainase baik, permukaan air tanah yang cukup dalam, solum

cukup dalam, tidak berbatu, dan pH tanah antara 4―6, sedangkan pH

optimumnya adalah 5―5,5 (Tim Penulis PS, 1999).

2.3 Persaingan Gulma dengan Tanaman Kelapa Sawit

(34)

14 pertumbuhannya secara berdampingan atau pada waktu bersamaan dengan

tanaman pokok. (Jumin, 1991).

Adapun dampak positif yang diberikan gulma yaitu digunakan sebagai bahan penutup tanah (Crotalaria sp), bahan industri kertas (Imperata cylindrica), bahan obat tradisional (Mimosa invisa, Amaranthus spinosus), dapat memperbaiki dan menambah kesuburan tanah (Amaranthus spinosus, Crotalaria sp.)

(Haryanto, 2002).

Persaingan gulma pada awal pertumbuhan akan mengurangi kuantitas hasil, sedangkan persaingan dan gangguan yang ditimbulkan oleh gulma menjelang panen akan berpengaruh besar terhadap kualitas hasil (Sukman dan Yakup, 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi persaingan gulma dengan tanaman budidaya yaitu spesies gulma, kerapatan gulma, cara budidaya yang diterapkan, varietas yang ditanam, dan kesuburan tanah.

Baik gulma maupun tanaman mempunyai kebutuhan dasar yang sama untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Kebutuhan tersebut berupa unsur hara, air, cahaya, ruang tumbuh, dan CO2. Persaingan akan terjadi jika unsur-unsur yang dibutuhkan tersebut tersedia dalam jumlah yang terbatas. Hal ini akan mengakibatkan kebutuhan tanaman tidak terpenuhi secara optimal sehingga dapat menurunkan produksi tanaman budidaya (Moenandir, 1993).

(35)

15 pertumbuhannya menjadi terhambat. Intersepsi cahaya dapat berlangsung bila tanaman mengembangkan luas daunnya. Pertumbuhan luas penutupan tajuk tanaman berpengaruh terhadap populasi dan luas penutupan tajuk gulma. Hal ini mengakibatkan jumlah cahaya matahari yang sampai ke permukaan tanah

berkurang sehingga gulma yang tidak mampu beradaptasi dengan naungan akan mengalami pertumbuhan terhambat dan akhirnya mati. Selain itu, hal tersebut juga dipengaruhi oleh jumlah daun, posisi daun, sudut daun, dan distribusi daun. Daun yang mempunyai posisi yang menguntungkan untuk menyerap cahaya lebih banyak berhasil dalam persaingan.

Pada dasarnya kemampuan tanaman untuk bersaing ditentukan oleh kemampuan mengasimilasi CO2. Tumbuhan yang mampu mengikat CO2 dengan kecepatan tinggi maka kemampuan kompetitifnya akan tinggi pula. Peran CO2 dalam tanaman adalah untuk proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat, selanjutnya karbohidrat ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup tanaman (Moenandir, 1993).

2.4 Pengendalian Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit

(36)

16 Pengendalian gulma yang umum dilakukan di perkebunan kelapa sawit, yaitu secara kimiawi dan manual. Penyiangan piringan tanaman kelapa sawit secara manual dengan memotong rumputan di piringan tanaman dengan radius 2—2,5 meter. Pengendalian gulma diperkebunan kelapa sawit dilakuka pada dua tempat, yaitu dipiringan dan gawangan. Ada tiga golongan gulma yang perlu

dikendalikan, yaitu daun lebar, rumput dan teki (Pahan, 2006).

Pengendalian gulma pada piringan bertujuan untuk mengurangi persaingan antara tanaman utama dan gulma serta mampermudah pekerjaan panen, pemupukan dan pekerjaan pengawasan lainnya. Biasanya pengendalian gulma umum dilakukan jika kondisi penutupan gulma telah mencapai 30% sampai 50% pada piringan kelapa sawit (Barus, 2003).

Pemilihan jenis herbisida yang tepat sangat menentukan keberhasilan dalam pengendalian gulma. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain, adalah sifat herbisida (daya kerja, mekanisme kerja, serta formulasinya), cara pemberian, sifat gulma, dan lingkungan. Beberapa jenis gulma yang tumbuh dominan di areal tanaman kelapa sawit antara lain: Imperata cylindrica, Mikania micrantha,

Paspalum conjugatum, Ottochloa nodosa, Ageratum conyzoides, Borreria laevis,

Axonopus comprecus, dan Cynodon dactylon (Tim Penulis PS, 1999).

2.5 Herbisida

(37)

17

Keuntungan menggunakan herbisida antara lain (1) dapat mengendalikan gulma sebelum mengganggu, (2) mengendalikan gulma pada larikan tanaman pokok, (3) mencegah kerusakan perakaran tanaman pokok, (4) lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar, dan (5) meningkatkan hasil panen tanaman pokok dibandingkan dengan penyiangan biasa (Sukman dan Yakup, 1995). Sedangkan kekurangan dari penggunaan herbisida biasanya dikarenakan faktor pemilihan jenis herbisida yang tidak sesuai, dosis dan waktu aplikasi, investasi alat aplikasi, dan kelestarian lingkungan. Herbisida mengendalikan gulma dengan berbagai cara yaitu dengan mempengaruhi respirasi gulma, mempengaruhi proses fotosintesis gulma, menghambat perkecambahan gulma, memiliki efek terhadap sintesis asam amino, mempengaruhi metabolisme lipida, serta bekerja sebagai hormon (Djojosumarto, 2008).

Herbisida ini bersifat sistemik, diabsorbsi oleh akar dan daun, serta

ditranslokasikan secara akropetal dan basipetal. Gulma yang peka akan berhenti tumbuh hampir segera setelah aplikasi post-emergance dan akan mati dalam beberapa hari. Herbisida metil metsulfuron bersifat sistemik untuk mengendalikan gulma daun lebar. Herbisida sistemik (sering disebut sebagai translocated

(38)

18 Cara kerja herbisida ini menghambat sintesis asam amino yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan sel serta pertumbuhan gulma terhenti. Metil metsulfuron tergolong dalam sulfonil urea. Metil metsulfuron mempunyai rumus kimia 2-(4-methoxy-6-methyl-1,3,4-triasin-2-ylcarbamoysulfamoyl) benzoid acid dan rumus molekul C14H15N506S berbentuk granular berwarna putih

[image:38.595.112.490.282.373.2]

(Tomlin, 2004).

Gambar 1. Rumus bangun herbisida metil metsulfuron. SO2NHCOH

N

N

N

(39)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit Desa Mujimulyo, Kecamatan Natar, Lampung Selatan dan di Laboratorium Gulma, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Maret sampai dengan Mei 2010.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah knapsack sprayer semi automatic Matabi Super 16, nozel T-jet berwarna merah, gelas ukur, ember, kuadran, meteran, kantung plastik, amplop kertas, oven, dan timbangan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain areal tanaman kelapa sawit yang telah menghasilkan,

herbisida metil metsulfuron (Juru 21 WG dan Ally 20 WDG) dan air sebagai pelarut.

3.3 Metode Penelitian

(40)

20 Bartlet dan aditivitas data diuji dengan uji Tukey. Data dianalisis ragam dan

[image:40.612.114.540.150.405.2]

perbedaan nilai tengah diuji dengan Uji BNT pada taraf nyata 5%.

Tabel 1. Perlakuan herbisida yang diuji.

No Perlakuan Nama

Bahan Aktif Dosis Formulasi (g/0,5m²) Dosis Bahan Aktif (g/0,5m²) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Metil metsufuron 15,75 g/ha (A) Metil metsufuron 21,00 g/ha (A) Metil metsufuron 26,25 g/ha (A) Metil metsufuron 31,50 g/ha (A) Metil metsufuron 20,00 g/ha (B) Penyiangan mekanis

Tanpa pengendalaian (kontrol)

metil metsulfuron metil metsulfuron metil metsulfuron metil metsulfuron metil metsulfuron - - 75 100 125 150 100 - - 15,75 21,00 26,25 31,50 20,00 - -

Keterangan : (A) : Juru 21 WG (B) : Ally 20 WDG 3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pemilihan lokasi

Lokasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah areal perkebunan kelapa sawit milik petani dengan persentase penutupan gulma pada piringan tanaman kelapa sawit lebih dari 75%.

3.4.2 Penentuan petak percobaan

(41)

21 tanaman kelapa sawit berdiameter 3 meter. Jarak antarsatuan percobaan adalah satu tanaman kelapa sawit. Jarak tanam kelapa sawit adalah 9 m X 9 m X 9 m (sistem segitiga sama sisi). Tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 1.

Ulangan

I P1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 7 P 6

II P 1 P 4 P 6 P 3 P 2 P 7 P 5

III P 2 P 3 P 6 P 5 P 1 P 4 P 7

[image:41.612.111.537.162.274.2]

IV P 3 P 1 P 6 P 4 P 2 P 5 P 7

Gambar 1. Tata letak percobaan Keterangan:

P1 = metil metsulfuron 15,75 g/ha (Juru 21 WG) P2 = metil metsulfuron 21,00 g/ha (Juru 21 WG) P3 = metil metsulfuron 26,25 g/ha (Juru 21 WG) P4 = metil metsulfuron 31,50 g/ha (Juru 21 WG) P5 = metil metsulfuron 20,00 g/ha (Ally 20 WDG) P6 = Penyiangan mekanis

P7 = Tanpa pengendalian (kontrol)

3.4.3 Aplikasi herbisida

Sebelum aplikasi herbisida, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi dengan metode luas untuk menentukan volume semprot. Berdasarkan hasil kalibrasi diperoleh volume semprot 480 liter/ha. Dosis yang telah ditentukan untuk masing-masing petak perlakuan dilarutkan ke dalam air sebanyak hasil kalibrasi kemudian disemprotkan secara merata pada piringan tanaman kelapa sawit.

3.4.4 Pengambilan sampel gulma

(42)
[image:42.612.131.323.237.588.2]

22 kuadran dengan kuadran berukuran 0,5 m x 0,5 m pada dua titik pengambilan yang berbeda untuk setiap petak percobaan dan setiap waktu pengambilan sampel. Gulma yang berada di dalam petak kuadran dipotong tepat setinggi permukaan tanah. Letak petak kuadran ditetapkan secara sistematis. Selanjutnya, gulma dikelompokkan berdasarkan spesiesnya dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 80˚C selama 2 x 24 jam, kemudian ditimbang.

Gambar 3. Bagan pengambilan sampel gulma Keterangan Gambar:

1 : Petak kuadrat pengambilan contoh gulma 1 bulan setelah aplikasi 2 : Petak kuadrat pengambilan contoh gulma 2 bulan setelah aplikasi 3 : Petak kuadrat pengambilan contoh gulma 3 bulan setelah aplikasi

Tanaman 1

Tanaman 2

Tanaman 3 1

1

2

2

3

3

Diameter = 3 m

(43)

23 3.5 Pengamatan

3.5.1 Persentase keracunan gulma

Pengamatan persentase keracunan gulma dilakukan pada 2, 4, 6, dan 8 MSA secara visual pada setiap perlakuan. Pengamatan dilakukan dengan melihat apakah terjadi gejala-gejala keracunan gulma seperti perubahan warna atau bentuk yang disebabkan oleh daya racun herbisida.

3.5.2 Persentase penutupan gulma

Persentase penutupan gulma adalah luas permukaan tanah pada diameter piringan kelapa sawit yang ditutupi oleh gulma di perkebunan kelapa sawit. Pengamatan persentase penutupan gulma dilakukan dengan menaksir secara visual berapa luas permukaan tanah pada diameter piringan kelapa sawit yang ditutupi gulma dan dilakukan pada 0, 4, 6, 8, dan 12 MSA.

3.5.3 Bobot kering gulma

(1) Sebelum aplikasi

(44)

24 (2) Setelah aplikasi

Bobot kering gulma total diamati setiap 4, 8, dan 12 MSA. Gulma yang telah dipotong dipilah menurut jenis spesiesnya dan dikeringkan menggunakan oven pada

suhu 80˚C selama 2 x 24 jam, kemudian ditimbang untuk mengetahui bobot keringnya.

3.5.4 Summed dominance ratio (SDR)

Data bobot kering dan kemunculan gulma dalam setiap ulangan digunakan untuk menghitung jumlah nisbah dominansi atau Summed Dominance Ratio (SDR) masing-masing gulma, dengan menggunakan rumus:

a. Dominan Mutlak (DM):

Bobot kering jenis gulma tertentu dari setiap pengamatan b. Dominan Nisbi (DN):

Dominansi Nisbi = x 100%

Jenis Semua Mutlak Dominansi Total Tertentu Jenis Mutlak Dominansi

c. Frekuensi Mutlak (FM):

Jumlah ulangan yang memuat jenis gulma tertentu d. Frekuensi Nisbi (FN):

Frekuensi Nisbi = x 100%

Jenis Semua Mutlak Frekuensi Total Tertentu Jenis Mutlak Frekuensi

e. Nilai Penting (NP):

Nilai Penting = Dominansi Nisbi + Frekuensi Nisbi f. SDR:

SDR =

(45)

25

3.5.5 Koefisien komunitas (C)

Dalam menilai koefisien komunitas untuk menentukan perubahan antarkomunitas akibat perlakuan yang diuji dihitung dengan menggunakan SDR dua komunitas (perlakuan) yang dibandingkan. Koefisien komunitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

C = x 100% b

a x W 2

Keterangan:

C = Koefisien komunitas

W = Jumlah nilai terendah dari pasangan SDR pada dua komunitas yang dibandingkan

(46)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Herbisida metil metsulfuron dosis 15,75 – 31,50 g/ha efektif mengendalikan pertumbuhan gulma total pada 4, 6, 8, dan 12 minggu setelah aplikasi (MSA) 2. Herbisida metil metsulfuron dosis 15,75 – 31,50 g/ha efektif mengendalikan

gulma Ageratum conyzoides dan Synedrella nodiflora pada 8 dan 12 MSA, Axonopus compressus pada 12 MSA, dan Cyperus kyllingia pada 8 MSA.

3. Herbisida metil metsulfuron mengakibatkan terjadinya perubahan komunitas gulma di piringan tanaman kelapa swit.

5.2 Saran

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Alfredo, N . 2012. Efikasi Herbisida Pratumbuh Metil Metsulfuron Tunggal dan Kombinasi dengan 2,4-D, Ametrin, atau Diuron terhadap Gulma Pada Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering.

Agrotek Tropika. 17(1): 29– 34

Barus. 2003. Pengendalian Gulma Di Perkebunan, Efektifitas dan Efisiensi Aplikasi Herbisida. Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta 101 hlm Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan aplikasinya. PT Agromedia Pustaka.

Tanggerang . 340 hlm

Effendi, R. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan. 296 hlm

Harper, J. L. 1995. Ecological aspects of weed control. Prosiding Seminar Pengembangan Aplikasi Kombinasi Herbisida. 28 Agustus 1995. Jakarta. 20—22 hlm.

Haryanto. 2002. Efikasi herbisida isopropilamina glifosat terhadap gulma pada budidaya kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) belum menghasilkan. Skripsi Sarjana. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 74 hlm. Jumin, H. B. 1991. Dasar-Dasar Agronomi. Rajawali Press. Jakarta. Moenandir, J. 1993. Persaingan Gulma dengan Tanaman Budidaya. Ilmu

Gulma Buku III. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 101 hlm.

Pahan. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Niaga Swadaya. Bogor. 404 hlm

PTPN III, 2003. Vademicum Budidaya Sawit. Medan. 126 hlm.

Purwasih, S. 2013. Struktur Komunitas Gulma Pada Kebun Peremajaan Kelapa Sawit Di Lahan Gambut PT. Bumi Pratama Khatulistiwa (BPK) Kebun Raya. Pontianak. Sains Mahasiswa Pertanian Tanjungpura.

(48)

41 Risza, S. 1994. Kelapa Sawit Upaya Peningkatan Produktivitas. Kanisius.

Jakarta. 186 hlm.

Ross, M. A. dan C. A. Lembi. 1985. Applied Weeds Science. WSSA. 340 p. Satyawibawa, I. dan Y. E. Widyastuti. 1999. Kelapa Sawit Usaha Budidaya,

Pemanfaatan Hasil, dan Aspek pemasaran. PS. Jakarta. 218 hlm. Sukman, Y. dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. CV

Rajawali Press. Jakarta. 157 hlm.

Syamsulbahri.1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gaejah Mada University Pres. Yogyakarta. 177 hlm.

Tim Penulis PS.1999. Kelapa Sawit Usaha Budidaya, Pemanfaatan, Hasil, dan Aspek Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. 218 hlm.

Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 210 hlm.

Tomlin, C. D. S. 2004. The Pesticide Manual volume 3.0. British Crop Protection Council. Inggris. 1606 p.

Gambar

Gambar 1. Rumus bangun herbisida metil metsulfuron.
Tabel 1.  Perlakuan herbisida yang diuji.
Gambar 1.  Tata letak percobaan
Gambar 3.  Bagan pengambilan sampel gulma

Referensi

Dokumen terkait

maksimal dan masih dianggap kurang yaitu dalam hal tanya jawab dengan siswa tentang materi yang telah dipelajari bersama-sama. Sehingga pada siklus I hanya

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner dan pengujian hipotesis yang dilakukan, didapatkan hasil perhitungan persentase sebesar 97,5% sehingga dapat disimpulkan bahwa

memperoleh hasil belajar yang optimal.. Berdasarkan latar belakang masalah, penelitian tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “KONTRIBUSI KREATIFITAS BELAJAR

adalah melihat kesesuaian isi dengan indikator dan tujuan pembuatan skala. Berdasarkan penilaian tiap kriteria tersebut, skala self- efficacy telah memenuhi kriteria baik

p. Guru menutup pelajaran dengan berdoa. Menerapkan metode Cooperative Script pada pembelajaran IPA materi perubahan pada makhluk hidup, diharapkan siswa dapat

Beberapa saran untuk pemanfaatan, dise- minasi dan pengembangan produk lebih lanjut yaitu: (1) perangkat pembelajaran matematika siswa SMK yang dihasilkan terdiri

Tim Penyusun mendata dan memilah rencana program dan kegiatan pembangunan kabupaten/kota yang akan masuk ke desa dengan cara mengelompokkan menjadi bidang penyelenggaraan

4.4 Mengklasifikasikan berbagai model pemasaran Model-model pemasaran  Agraris  Ekstaktif  Industri  Perdagangan  Jasa Mengamat : Membaca langkah-langkah