• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PEMASANGAN PHOTOVOLTAIC PADA DINDING BANGUNAN TERHADAP TEMPERATUR RUANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PEMASANGAN PHOTOVOLTAIC PADA DINDING BANGUNAN TERHADAP TEMPERATUR RUANGAN"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PEMASANGAN PHOTOVOLTAIC PADA DINDING

BANGUNAN TERHADAP TEMPERATUR RUANGAN Oleh

MEI HARTANTO

Pada daerah perkotaan terdapat banyak sekali gedung bertingkat baik untuk perkantoran maupun pusat bisnis, dengan model dinding beton maupun kaca. Bagian bangunan secara umum mendapat sinar matahari baik secara bergiliran maupun terus menerus sepanjang siang hari. Penyinaran tanpa hambatan ini akan meningkatkan kalor yang masuk ke dalam ruangan dan beban pendingin ruangan akan meningkat, sehingga konsumsi energi listrik juga akan bertambah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas cahaya lampu dan pemasangan photovoltaic (PV) pada dinding bangunan terhadap temperatur ruangan.

Penelitian ini dilakukan pada model bangunan, dimana PV dipasang pada dinding dengan sudut pemasangan 150 dan posisi lampu penyinaran dengan sudut 00, 300, dan 600. Parameter yang diuji adalah temperatur PV, temperatur luar dan dalam dinding serta temperatur ruangan. Hasil pengujian ini akan dibandingkan dengan variasi intensitas cahaya lampu yakni 500 watt dan 1000 watt.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemasangan PV pada dinding bangunan dapat memperlambat kenaikan temperatur ruangan. Pemasangan PV dengan posisi miring, memberikan pengaruh positif terhadap pengurangan laju pemanasan ruangan.

(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF PHOTOVOLTAICS INSTALLATION ON BUILDING WALL SOFROOM TEMPERATURE

By

MEI HARTANTO

In urban areas there are a lot of buildings that used for offices or business centre, with glass or concrete wall model. In general, the parts of building illuminated by the sunlight periodically or continuously throughout the day. The shines without a hitch will increase the heat that enter the room and the air conditioner loads will increase, so that the consumption of electrical energy will increase too. This research purpose is knowing the influence of light intensity and light installation of photovoltaic (PV) on the wall of the building to the room temperature.

This research was conducted on the model of the building, where PV is mounted on the wall with the mounting angle and position of the lights shines 150 with a 00, 300, and 600. The parameters tested was the temperature of the PV, temperature of the outer and inner walls, and room temperature. The test results will be compared with the variation of the light intensity output of 500 Watts and 1000 Watts.

The research results showed that installation of PV on building walls can make the rising of room temperature increases slowly. PV installation with oblique position, providing a positive influence on the reduction of the rate of heating room.

(3)

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PEMASANGAN

PHOTOVOLTAIC PADA DINDING BANGUNAN TERHADAP

TEMPERATUR RUANGAN

Oleh

MEI HARTANTO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA TEKNIK

pada

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 03 Mei tahun 1991, sebagai anak tunggal dari pasangan Sodikin dan Suhartini. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 02 Pujodadi Kecamatan Trimurjo Lampung Tengah pada tahun 2003, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Trimurjo Kecamatan Trimurjo Lampung Tengah pada tahun 2006, Pendidikan Sekolah Menengah Akhir di SMK Muhammadiyah 2 Metro pada tahun 2009, dan pada tahun 2009 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

(8)
(9)

“Positif Thinking”

“Kebahagiaan yang Sesunguhnya adalah

Ketika Kita Bisa Mensyukuri Apa yang

Kita Miliki Saat ini”

“Sebaik-baik Perhiasan Dunia Adalah Istri

Sholehah”

(HR.Muslim, Nasa’I, Ibnu Majah)

(10)

KARYA INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK:

Kedua Orang Tua dan Keluargaku Tercinta

Rekan-rekan seperjuangan

Almamater Tercinta

(11)

SAN WACANA

Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT yang dengan rahmat dan

pertolongan-Nya sematalah tugas akhir ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam

selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sahabatnya, serta para

pengikutnya yang selalu istiqomah di atas kebenaran agama Islam hingga hari ajal

menjemput.

Dalam penyusunan skripsi ini Penulis banyak mendapat bantuan baik moral

maupun material dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, Penulis

ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Prof.Dr. Suharno, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

3. Bapak Harmen Burhanuddin, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin

Universitas Lampung

4. Bapak M. Dyan Susila E.S., S.T., M.Eng. selaku pembimbing pertama tugas

akhir ini, yang banyak memberikan nasihat dan motivasi bagi penulis.

5. Bapak A. Yudi Eka Risano, S.T., M.Eng. selaku pembimbing kedua tugas

akhir ini, yang telah banyak mencurahkan waktu dan fikirannya bagi Penulis.

6. Bapak Dr. Amrizal selaku pembahas tugas akhir ini, yang telah banyak

(12)

ii 7. Bapak Muhammad Irsyad, S.T., M.T. yang telah banyak memberikan ide,

waktu, nasehat dan motivasi bagi penulis.

8. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

9. Kedua Orang Tua, saudara-saudaraku dan calon pendamping hidupku, serta

Seluruh rekan-rekan teknik mesin khususnya angkatan 2009.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

akan tetapi sedikit harapan semoga yang sederhana ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Oktober 2014

Penulis

(13)
(14)

iv

(15)

v

B. Perhitungan Laju Perpindahan Panas ... 53

1. PV 150, Lampu 00 500 watt ... 53

2. PV 150, Lampu 00 500 watt + PCM ... 58

C. Analisis Data dan Pembahasan ... 63

1. Hubungan Intensitas Cahaya Lampu Dengan Temperatur Ruangan 64

2. Hubungan Intensitas Cahaya Lampu Dengan Laju Perpindahan Panas ... 66

3. Pengaruh Penggunaa PCM Terhadap Temperatur Ruangan ... 67

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA

(16)
(17)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Data Pengujian PV 150, Lampu 00 500 watt

2. Data Pengujian PV 150, Lampu 00 500 watt + PCM

3. Data Pengujian PV 150, Lampu 300 500 watt

4. Data Pengujian PV 150, Lampu 300 500 watt + PCM

5. Data Pengujian PV 150, Lampu 600 500 watt

6. Data Pengujian PV 150, Lampu 600 500 watt + PCM

7. Data Pengujian PV 150, Lampu 00 1000 watt

8. Data Pengujian PV 150, Lampu 00 1000 watt + PCM

9. Data Pengujian PV 150, Lampu 300 1000 watt

10. Data Pengujian PV 150, Lampu 300 1000 watt + PCM

11. Data Pengujian PV 150, Lampu 600 1000 watt

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1.Konduksi Pada Bidang Datar ... 11

Gambar 2.2. Konduksi pada Dinding Berlapis (Lebih Dari Satu Bahan) ... 12

Gambar 2.3. Analogi Perpindahan Panas Dalam Aliran Listrik ... 12

Gambar 2.4. Diagram dari Sebuah Potongan Sel Surya ... 22

Gambar 2.5. Aliran Panas Sel Surya ... 23

Gambar 2.6. Efek Dari Temperatur Sel Terhadap Tegangan (V) ... 24

Gambar 2.7. Efek Intensitas Cahaya Terhadap Kuat Arus ... 25

Gambar 2.8. Ekstra Luasan Panel PV dalam Posisi Datar ... 26

Gambar 3.8. Posisi Penempatan Panel Surya dan Sumber Cahaya ... 37

Gambar 4.1. Posisi pemasangan PV dan Lampu ... 63

(19)

viii

Gambar 4.3. Diagram Hubungan antara Intensitas Cahaya Lampu dengan Laju

Perpindahan Panas ... 66

Gambar 4.4. Diagram Hubungan antara Penggunaan PCM dengan Temperatur

(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menanggapi isu penggunaan clean energy yang sangat santer saat ini, pemanfaatan energi terbarukan menjadi meningkat. Hal ini juga di dukung oleh kebijakan dunia dan negara tentang mengembangkan energi baru dan terbarukan. PBB menetapkan tahun 2012 sebagai Tahun Internasional Energi Terbarukan dengan target pada 2030, semua orang di dunia sudah menggunakan energi dari sumber-sumber terbarukan. (Anonymous, 2013)

Prospek pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sangat besar dan beragam. Berdasarkan Data Cadangan dan Produksi Energi Terbarukan Indonesia 2007, pemanfaatan EBT baru mencapai 5,921 MW (3,64 persen) dari total potensi sebesar 162,770 MW. Energi surya merupakan salah satu energi baru dan terbarukan yang masih sedikit dimanfaatkan. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, memiliki potensi yang sangat besar. Intensitas Radiasi Matahari di Indonesia mencapai 4,8 kWh/m2/hari dengan waktu efektif

(21)

2

Selain ketersedian energi listrik, persoalan yang perlu dicermati adalah pemakaian energi listrik. Dilihat dari penggunaan energi listrik Indonesia, untuk bangunan komersil dan bisnis lebih dari 65% kebutuhan listrik adalah untuk sistem pendingin dan pengkondisian udara. Untuk tidak terjadi pemborosan listrik, pemerintah mengeluarkan kebijakan penghematan pemakaian listrik yang tertuang dalam Instruksi Presiden No.13 tahun 2011 tentang penghematan energi dan air. (DESDM,1997)

Daerah perkotaan banyak sekali gedung bertingkat baik untuk perkantoran maupun pusat bisnis, dengan model dinding beton maupun kaca. Bagian bangunan secara umum mendapat sinar matahari baik secara bergiliran maupun terus menerus sepanjang siang hari. Penyinaran tanpa hambatan ini akan meningkatkan kalor yang masuk ke dalam ruangan dan beban pendingin ruangan akan meningkat, sehingga konsumsi energi listrik juga akan bertambah.

(22)

3

bangunan dapat dikurangi, sehingga beban pendingin akan berkurang dan akan berdampak pada menurunnya konsumsi energi bangunan tersebut.

Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian tentang pengaruh pemasangan photovoltaic pada dinding bangunan terhadap temperatur ruangan. Penelitian ini masih dilakukan dengan skala laboratorium agar selanjutnya bisa diterapkan di lapangan.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh intensitas cahaya lampu terhadap perubahan temperatur ruangan.

2. Mengetahui laju perpindahan panas yang masuk ke ruangan.

3. Mengetahui pengaruh penggunaan material perubah fasa (PCM) pada photovoltaic terhadap temperatur ruangan

C. Batasan Masalah

Sebagai batasan dalam pembahasan agar fokus dari permasalahan maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi sebagai berikut :

1. Penelitian ini dilakukan menggunakan model bangunan dengan dimensi 41cm x 43cm x 43cm.

(23)

4

3. Material perubah fasa yang digunakan adalah minyak mentah kelapa sawit (CPO).

D. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang, tujuan, ruang batasan masalah, hipotesa dan sistematika penulisan dari penelitian ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi kumpulan pustaka-pustaka yang mendukung dalam penelitian dan penulisan laporan ini.

III. METODOLOGI

Bab ini berisi tentang tempat dan waktu pelaksanaan, alat dan bahan, komponen, prosedur pembuatan, dan diagram alir pelaksannan penelitian.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi data-data yang didapat dalam penelitian dan pembahasan masalah dari hasil pengamatan dan melakukan beberapa analisa dari hasil pengamatan.

V. PENUTUP

(24)

5

DAFTAR PUSTAKA

Berisikan sumber-sumber yang menjadi referensi penulis dalam menyusun penelitian ini.

LAMPIRAN

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perpindahan Kalor

Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan

energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Dari termodinamika telah kita ketahui bahwa energi yang pindah itu dinamakan

kalor atau panas (heat). Ilmu perpindahan kalor tidak hanya mencoba

menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari suatu benda ke benda lain,

tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi

tertentu. Kenyataan di sini yang menjadi sasaran analisis ialah masalah laju

perpindahan, inilah yang membedakan ilmu perpindahan kalor dari ilmu

termodinamika. Termodinamika membahas sistem dalam keseimbangan, ilmu ini

dapat digunakan untuk meramal energi yang diperlukan untuk mengubah sistem

dari suatu keadaan seimbang ke keadaan seimbang lain, tetapi tidak dapat

meramalkan kecepatan perpindahan itu. Hal ini disebabkan karena pada waktu

proses perpindahan itu berlangsung, sistem tidak berada dalam keadaan seimbang.

Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika,

yaitu dengan memberikan beberapa kaidah percobaan yang dapat dimanfaatkan

(26)

7

termodinamika, kaidah-kaidah percobaan yang digunakan dalam masalah

perpindahan kalor cukup sederhana, dan dapat dengan mudah dikembangkan

sehingga mencakup berbagai ragam situasi praktis. (Holman,1983)

1. Perpindahan Kalor Konduksi

Perpindahan kalor konduksi adalah perpindahan tenaga sebagai kalor melalui

sebuah proses medium stasioner , seperti tembaga, air, atau udara. Di dalam

benda-benda padat maka perpindahan tenaga timbul karena atom-atom pada

temperatur yang lebih tinggi bergetar dengan lebih bergairah, sehingga

atom-atom tersebut dapat memindahkan tenaga kepada atom-atom-atom-atom yang lebih lesu

yang berada di dekatnya dengan kerja mikroskopik, yakni kalor. Di dalam

logam-logam, elektron-elektron bebas juga membuat kontribusi kepada proses

hantaran kalor. Di dalam sebuah cairan atau gas, molekul-molekul juga giat

(mudah bergerak), dan tenaga juga dihantar oleh tumbukan-tumbukan

molekul. (Reynold dan Perkins, 1983)

Perpindahan kalor konduksi satu dimensi melalui padatan diatur oleh hukum

Fourier, yang dalam bentuk satu dimensi dapat dinyatakan sebagai,

= − (2.1)

di mana q adalah arus panas, k konduktivitas termal medium, A itu

penampang luas untuk aliran panas, dan dT / dx gradien suhu, membutuhkan

(27)

8

aliran q. Perbedaan suhu yang dihasilkan dari difusi steady-state panas dengan

demikian berkaitan dengan konduktivitas termal dari material, luas

penampang A, dan panjang jalur L, menjadi,

( − ) = q (2.2)

Bentuk persamaan (2.2), dimana k dan A diduga konstan, menunjukkan

bahwa dengan cara yang analog dengan hukum Ohm mengatur aliran arus

listrik melalui hambatan,adalah mungkin untuk menentukan hambatan

konduksivitas termal.

= (2.3)

Persamaan (2.1) merupakan persamaan dasar tentang konduktivitas termal.

Berdasarkan rumusan itu maka dapatlah dilaksanakan pengukuran dalam

percobaan untuk menentukan konduktivitas termal berbagai bahan. Untuk

gas-gas pada suhu agak rendah, pengolahan analitis teori kinetik gas dapat

dipergunakan untuk meramalkan secara teliti nilai-nilai yang diamati dalam

percobaan. (Bejan dan Kraus, 1948)

Mekanisme konduksi termal pada gas cukup sederhana. Energi kinetik

molekul dutunjukkan oleh suhunya, jadi pada bagian bersuhu tinggi

molekul-molekul mempunyai kecepatan yang lebih tinggi daripada yang berada pada

bagian bersuhu rendah. Molekul-molekul itu selalu berada dalam gerakan

(28)

9

pertukaran energi dan momentum. Jika suatu molekul bergerak dari daerah

bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah, maka molekul itu mengangkut

energi kinetik ke bagian sistem yang suhunya lebih rendah, dan di sini

menyerahkan energinya pada waktu bertumbukkan dengan molekul yang

energinya lebih rendah. Jika aliran kalor dinyatakan dalam watt, satuan untuk

konduktivitas termal itu ialah watt per meter per derajat Celsius. Nilai

konduktivitas termal itu menunjukkan berapa cepat kalor mengalir dalam

bahan tertentu.

Energi termal dihantarkan dalam zat padat menurut salah satu dari dua modus

berikut : melalui getaran kisi ( lattice vibration) atau dengan angkutan melalui

elektron bebas. Dalam konduktor listrik yang baik, dimana terdapat elektron

bebas yang bergerak di dalam struktur kisi bahan-bahan, maka elektron, di

samping dapat mengangkut muatan listrik, dapat pula membawa energi termal

dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah, sebagaimana halnya

dalam gas. Energi dapat pula berpindah sebagai energi getaran dalam struktur

kisi bahan. Namun, pada umumnya perpindahan energi melalui getaran ini

tidaklah sebanyak dengan cara angkutan elektron. Karena itu penghantar

listrik yang baik selalu merupakan penghantar kalor yang baik pula, seperti

halnya tembaga, aluminium dan perak. Sebaliknya isolator listrik yang baik

merupakan isolator kalor. (Holman,1983)

Nilai kondukitivitas thermal suatu bahan menunjukkan laju perpindahan panas

(29)

10

merupakan fungsi suhu, dan bertambah sedikit kalau suhu naik, akan tetapi

variasinya kecil dan sering kali diabaikan. Jika nilai konduktivitas thermal

suatu bahan makin besar, maka makin besar juga panas yang mengalir melalui

benda tersebut. Karena itu, bahan yang harga k-nya besar adalah penghantar

panas yang baik, sedangkan bila k-nya kecil bahan itu kurang menghantar atau

merupakan isolator.

(30)

11

Perpindahan panas pada suatu dinding datar seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.1, dapat diturunkan dengan menerapkan Persamaan 2.1.

Gambar 2.1. Konduksi pada Bidang Datar

Jika Persamaan 2.1 diintegrasikan :

∫ = − ∫

Maka akan diperoleh :

∆ = − ∆

= − ( − ) (2.4)

Dimana : T1 = Suhu Dinding Sebelah Kiri (0C)

T2 = Suhu Dinding Sebelah Kanan (0C)

Δx = Tebal Dinding (m)

Apabila pada suatu sistem terdapat lebih dari satu macam bahan, misalnya

dinding berlapis-lapis (gambar 2.5), maka aliran kalor dapat digambarkan

(31)

12

= − ( − ) = − ( − ) = − ( − ) (2.5)

Gambar 2.2. Konduksi pada Dinding Berlapis (Lebih Dari Satu Bahan)

Persamaan 2.5 mirip dengan Hukum Ohm dalam aliran listrik. Dengan

demikian perpindahan panas dapat dianalogikan dengan aliran arus listrik

seperti pada gambar 2.3.

Q

RA RB RC

T1 ∆ T2 ∆ T3 ∆ T4

Gambar 2.3. Analogi Perpindahan Panas Dalam Aliran Listrik

Menurut analogi di atas perpindahan panas sama dengan :

= ∆ (2.6)

Jadi persamaan 2.5 dipecahkan serentak, maka aliran panas adalah :

= ( − )

(32)

13

Sehingga persamaan Fourier dapat dituliskan sebagai berikut.

=

Harga tahanan termal total Rth tergantung pada susunan dinding

penyusunnya, apakah bersusun seri atau paralel atau gabungan.

2. Perpindahan Kalor Radiasi

Perpindahan kalor radiasi adalah perpindahan tenaga oleh penjalaran

(rambatan) foton yang tak terorganisir. Setiap benda yang terus memancarkan

foton-foton secara serampangan di dalam arah dan waktu, dan tenaga netto

yang dipindahkan oleh foton-foton ini diperhitungkan sebagai kalor. Bila

foton-foton ini berada di dalam jangkauan panjang gelombang 0,38 sampai

0,76 µm, maka foton-foton tersebut mempengaruhi mata kita sebagai sinar

cahaya yang tampak (dapat dilihat). Bertentangan dengan itu, maka setiap

tenaga foton yang terorganisir, seperti transmissi radio, dapat diidentifikasikan

secara mikroskopik dan tak dipandang sebagai kalor. (Reynold dan Perkins,

1983)

Bila foton yang diradiasikan mencapai permukaan lain, maka

foton-foton tersebut baik diserap, direfleksikan, maupun diteruskan melalui

permukaan tersebut. Tiga sifat-sifat permukaan yang mengukur

kuantitas-kuantitas ini adalah:

a. α absorptivitas, bagian radiasi yang masuk yang diserap

(33)

14

c. ᴛ transmittivitas, bagian radiasi yang masuk yang ditransmisikan

Dari pertimbangan-pertimbangan tenaga maka,

+ ρ + τ = 0

Tenaga yang direfleksikan tersebut dapat merupakan difusi (diffuse), dimana

refleksi tak bergantung dari sudut radiasi yang masuk, maupun merupakan

spekular (specular), di mana sudut refleksi menyamai sudut masuk.

Kebanyakan permukaan teknik menunjukkan kombinasi kedua jenis refleksi

tersebut.

Fluks radiasi tenaga [ Btu/(h.kaki2) ] dari sebuah permukaan didefinisikan

sebagai daya pancar (emissive power) E. Pertimbangan termodinamika

memperlihatkan bahwa E adalah sebanding dengan pangkat 4 dari

temperature absolute.

Untuk sebuah benda dengan α = 1, ρ = ᴛ = 0 ( sebuah benda hitam),

= (2.8)

Di mana adalah konstanta Stefan Boltzmann,

= 5,669 × 10 W/m . K = 0,1714 × 10 Btu /(h. kaki . R )

Oleh karena itu benda nyata tidak berwarna “hitam”, benda tersebut

(34)

15

hitam pada suhu yang sama. Perbandingan antara daya pancar nyata terhadap

daya pancar benda hitam dinyatakan dengan emisivitas ϵ, di mana

∈= (2.9)

dengan E = Daya pancar benda nyata Eb = Daya pancar benda hitam

Pada banyak bahan, emisivitas dan absorbtivitas dapat dianggap sama. Bahan

ini dikelompokkan ke dalam benda kelabu (gray bodies), dan

∈ =

Ciri khas pertukaran enegi radiasi yang penting lagi adalah sifatnya yang

menyebar secara merata ke segala arah. Karena itu hubungan geometric antara

kedua permukaan akan mempengaruhi pertukaran energi radiasinya.

Hubungan geometri dapat diterangkan dan dihitung dengan memperhatikan

faktor bentuk FA. (Reynold dan Perkins, 1983)

untuk perbedaan temperatur, persamaan (2.8) dapat ditulis dalam bentuk,

= ℎ ( − ) (2.10)

di mana hr (W/m2.K) adalah koefisien perpindahan panas radiasi.(Bejan dan

(35)

16

3. Perpindahan Kalor Konveksi

Bila sebuah fluida lewat di atas sebuah permukaan padat panas, maka tenaga

dipindahkan kepada fluida dari dinding oleh panas hantaran. Tenaga ini

kemudian diangkut atau dikonveksikan (convected), ke hilir oleh fluida, dan

didifusikan melalui fluida oleh hantaran di dalam fluida tersebut. Jenis proses

perpindahan tenaga ini dinamakan perpindahan tenaga konveksi (convection

heat transfer). (Stoecker dan Jones, 1982)

Jika proses aliran fluida tersebut diinduksikan oleh sebuah pompa atau sistem

pengedar (circulating system) yang lain, maka digunakan istilah konveksi

yang dipaksakan (forced convection). Bertentangan dengan itu, jika aliran

fluida timbul karena daya apung fluida yang disebabkan oleh pemanasan,

maka proses tersebut dinamakan konveksi bebas (free) atau konveksi alami

(natural). Persamaan dasar untuk menghitung laju perpindahan panas

(36)

17

Banyak parameter yang mempengaruhi perpindahan kalor konveksi di dalam

sebuah geometri khusus. Parameter-parameter ini termasuk skala panjang

sistem (L), konduktivitas termal fluida (k), biasanya kecepatan fluida (V),

kerapatan ( ), viskositas ( ), panas jenis (Cp), dan kadang-kadang faktor lain

yang berhubungan dengan cara-cara pemanasan (temperatur dinding uniform

atau temperatur dinding berubah-ubah). Fluks kalor dari permukaan padat

akan bergantung juga pada temperatur permukaan (Ts) dan temperatur fluida

(Tf), tetapi biasanya dianggap bahwa (ΔT = Ts – Tf) yang penting. Akan tetapi,

jika sifat-sifat fluida berubah dengan nyata pada daerah pengkonveksi

(convection region), maka temperatur-temperatur absolute Ts dan Tf dapat

juga merupakan faktor-faktor penting didalam korelasi. Jelaslah bahwa

dengan sedemikian banyak variable-variabel penting,maka korelasi spesifik

akan sulit dipakai, dan sebagai konsekuensinya maka korelasi-korelasi

biasanya disajikan dalam pengelompokkan-pengelompokkan tak berdimensi

(dimensionless groupings) yang mengizinkan representasi-representasi yang

jauh lebih sederhana. Juga faktor-faktor dengan pengaruh yang kurang

penting, seperti variasi sifat fluida dan distribusi temperatur dinding,

seringkali diabaikan untuk menyederhanakan korelasi-korelasi tersebut.

(Stoecker dan Jones, 1982)

B. Energi Matahari (Surya)

Pemanfaatan energi matahari sudah berusia setua kehidupan itu sendiri, karena

(37)

18

matahari. Matahari telah digunakan untuk mengeringkan buah-buahan dan pangan

lain serta pangan lain serta menguapkan air laut untuk mendapatkan garam. Pada

awal abad dua puluh kolektor sinar matahari telah digunakan untuk memanaskan

air. Karena harga bahan bakar fosil membumbung tinggi, pada pertengahan

decade 70-an dan kemungkinan akan terus naik di waktu-waktu mendatang,energi

matahari menjadi pusat perhatian sebagai salah satu sumber energi yang dapat

diperbaharui (renewable). (Vries DKK, 2011)

Beberapa bidang studi dan pemanfaatan energi matahari yaitu antara lain;

konversi langsung energi matahari menjadi energi listrik, kolektor energi matahari

suhu tinggi yang cocok untuk menggerakkan pembangkit daya, kolektor energi

matahari plat datar suhu rendah, dan rancang bangunan yang menggunakan energi

matahari secara pasif. Karena dalam waktu sehari energi matahari yang tersedia

barangkali tidak mencukupi kebutuhan energi secara sempurna, maka tempat

menyimpan kalor merupakan komponen yang tak terpisahkan dari suatu rancang

bangun sistem energi matahari. (Reynold dan Perkins, 1983)

Pancaran matahari merupakan radiasi elektromagnetik yang luar biasa banyak.

Dalam kaitannya dengan sel surya yaitu perangkat pengkonversi radiasi matahari

menjadi listrik, terdapat dua parameter penting dalam energi surya: pertama

intensitas radiasi, yaitu jumlah daya matahari yang datang kepada permukaan per

(38)

19

Energi thermal dari cahaya matahari adalah jenis energi yang terbarukan. Panjang

gelombang radiasi matahari yang diterima di permukaan bumi berada pada daerah

0,29 sampai 2,5 µm. Emisi radiasi dari matahari ke bumi menghasilkan intensitas

radiasi surya yang hampir tetap di luar atsmosfer bumi. Solar Constant (konstanta

surya) Gsc = 1367 W/m2 (World Radiation Center (WRC)) merupakan energi dari

matahari setiap satuan waktu yang diterima suatu satuan area permukaan tegak

lurus dengan arah perambatan radiasi pada jarak rata-rata bumi-matahari, di luar

atmosfer.

Matahari bisa menjadi sumber energi yang sempurna untuk menyediakan tenaga

listrik yang diperlukan di seluruh dunia. Sayangnya energi yang berasal dari

matahari tidak bersifat homogen. Nilai segeranya tidak saja bergantung kepada

cuaca setiap hari, namun berubah-ubah sepanjang tahun. Artinya, energi yang

tersedia untuk mengoperasikan peralatan listrik juga akan berubah-ubah.

Setiap hari matahari terbit di timur dan ketika semakin meninggi di langit, maka

volume energinya meningkat hingga mencapai puncaknya pada tengah hari

(setengah rotasi antara terbit dan terbenam). Setelah itu (pada saat matahari

bergerak ke arah barat), energi yang tersedia berkurang. Efek lain yang kita perlu

ingat adalah bahwa bumi mengitari matahari sepanjang tahun. Hal ini berada di

belahan bumi selatan (dan tidak berada di garis katulistiwa), maka anda akan

mengalami musim dingin, oleh karena jalur matahari akan rendah di ufuk utara.

Sebaliknya pada saat musim panas, matahari akan berada pada jalur tinggi di ufuk

(39)

20

mengikuti jalur yang sama tetapi di ufuk selatan. Hal ini terjadi karena bumi

mengitari matahari, maka dampaknya pada bumi adalah matahari mengikuti

jalurnya. (Vries DKK, 2011)

1. Sel Surya (Photovoltaics)

Tujuan utama suatu sistem energi matahari adalah mengumpulkan energi

radiasi matahari dan mengubahnya menjadi energi panas yang bermanfaat.

Prestasi sistem bergantung pada banyak faktor, antara lain ketersediaan energi

matahari, suhu udara lingkungan sekitar, karakteristik kebutuhan energi, dan

terutama sekali karakteristik kalor sistem energi matahari sendiri. (Bejan dan

Kraus, 1948)

Ada beberapa jenis energi matahari, sedangkan pemilihan terhadap salah satu

atau lainnya tergantung rencana pemakaiannya. Sel surya yang ada

digolongkan menjadi dua, yaitu tetap dan penjejak (fixed or tracking). Sel

surya jenis penjejak dikendalikan oleh suatu alat pengatur supaya dapat

mengikuti matahari sepanjang hari. Sistem ini agak rumit dan pada umumnya

hanya digunakan untuk pemakaian suhu tinggi saja. Sel surya jenis tetap jauh

lebih sederhana. Walaupun kedudukan dan arahnya dapat pula diatur

berdasarkan musim, namun kolektor jenis ini kurang efisien dibandingkan

dengan jenis penjejak, walaupun biasanya lebih disukai karena lebih murah

(40)

21

Sel surya dapat juga dibagi menjadi plat datar dan memfokus. Jenis terakhir

menggunakan permukaan-permukaan berkaca atau lensa-lensa berkaca untuk

memfokuskan energi matahari agar terkumpulkan pada area yang lebih kecil

untuk mendapatkan suhu kerja yang lebih tinggi.

Sel surya jenis plat datar terdiri dari plat penyerap, kaca penutup, isolasi, dan

blok (badan). Plat penyerap biasanya terbuat dari tembaga dan diberi lapisan

untuk meningkatkan penyerapan energi radiasi sinar matahari. Kaca penutup

digunakan untuk memperkecil konveksi dan reradiasi yang hilang dari

penyerap. Penyerap (terisolasi pada sisi-sisinya), dan plat penutup bertumpu

pada rumah (badan) kolektor. Besarnya irradiasi yang mencapai bagian atas

kaca bergantung pada lokasi, arah, dan kemiringan kolektor. Banyaknya

energi berguna yang terkumpulkan juga tergantung pada sifat-sifat optik

(transmisivitas dan refleksivitas), sifat-sifat plat penyerap (absorptivitas dan

emisivitas), dan rugi kalor (kehilangan kalor) karena konduksi, konveksi, dan

radiasi kembali. (Stoecker dan Jones, 1982)

Sel surya (PV panel) adalah sumber listrik pada sistem pembangkit listrik

tenaga surya, material semikonduktor yang mengubah secara langsung energi

sinar matahari menjadi energi listrik. Daya listrik yang dihasilkan PV berupa

daya DC. Pengembangan sel surya semakin banyak menggunakan bahan

semikonduktor yang bervariasi dan Silikon yang secara individu (chip)

(41)

22

1. Mono-crystalline (Si), dibuat dari silikon kristal tunggal yang didapat dari

peleburan silikon dalam bentukan bujur. Sekarang Mono-crystalline dapat

dibuat setebal 200 mikron, dengan nilai effisiensi sekitar 24%.

2. Polycrystalline/Multi-crystalline (Si), dibuat dari peleburan silikon dalam

tungku keramik, kemudian pendinginan perlahan untuk mendapatkan

bahan campuran silikon yang akan timbul diatas lapisan silikon. Sel ini

kurang efektif dibanding dengan sel Polycrystalline ( efektivitas 18% ),

tetapi biaya lebih murah.

3. Gallium Arsenide (GaAs). Galium Arsenide pada unsur periodik III-V

berbahan semikonduktor ini sangat efisien dan efektif dalam

menghasilkan energi listrik sekitar 25%. Banyak digunakan pada aplikasi

pemakaian Sel Surya.

Gambar 2.4. Diagram dari Sebuah Potongan Sel Surya

Tidak semua sinar matahari yang datang akan diserap oleh sel surya,

(42)

23

dipantulkan lagi ke angkasa, sebagian panasnya diserap oleh plat penyerap

sel surya.

Gambar 2.5. Aliran Panas Sel Surya. (Huang, Earmes, dan Norton, 2004)

Sebuah Sel Surya dalam menghasilkan energi listrik (energi sinar matahari

menjadi photon) tidak tergantung pada besaran luas bidang Silikon, dan

secara konstan akan menghasilkan energi berkisar ± 0.5 volt — max. 600

mV pada 2 amp, dengan kekuatan radiasi solar matahari 1000 W/m2 = ”1

Sun” akan menghasilkan arus listrik (I) sekitar 30 mA/cm2 per sel surya.

a. Faktor Pengoperasian Sel Surya

Pengoperasian sel surya agar didapatkan nilai yang maksimum sangat

tergantung pada faktor berikut:

1. Ambient Air Temperature

Sebuah sel surya dapat beroperasi secara maksimum jika temperatur

sel tetap normal (pada 25 0C). Kenaikan temperatur lebih tinggi dari

(43)

24

Pada gambar 3, setiap kenaikan temperatur sel surya 10 0C (dari 25

0C) akan berkurang sekitar 0.4 % pada total tenaga yang dihasilkan

atau akan melemah dua kali (2x) lipat untuk kenaikan temperatur sel

per 10 0C.

Gambar 2.6. Efek Dari Temperatur Sel Terhadap Tegangan (V)

2. Radiasi Matahari.

Radiasi matahari di bumi dan berbagai lokasi bervariable, dan sangat

tergantung keadaan spektrum solar ke bumi. Insolation solar matahari

akan banyak berpengaruh pada current (I) sedikit pada tegangan (V).

(44)

25

3. Kecepatan Angin Bertiup.

Kecepatan tiup angin disekitar lokasi larik sel surya dapat membantu

mendinginkan permukaan temperatur kaca-kaca larik sel surya.

4. Keadaan Atmosfir Bumi.

Keadaan atmosfir bumi berawan, mendung, jenis partikel debu udara,

asap, uap air udara (Rh), kabut dan polusi sangat menentukan hasil

maximum arus listrik dari deretan sel surya.

5. Orientasi panel atau larik sel surya.

Orientasi dari rangkaian sel surya (larik) ke arah matahari secara

optimum adalah penting agar panel surya dapat menghasilkan energi

maksimum. Sudut orientasi (tilt angle) dari panel surya juga sangat

mempengaruhi hasil energi maksimum. Sebagai guidline: untuk lokasi

yang terletak di belahan Utara latitude, maka panel surya sebaiknya

diorientasikan ke Selatan, orientasi ke Timur Barat walaupun juga

dapat menghasilkan sejumlah energi, tetapi tidak akan mendapatkan

energi matahari optimum.

6. Posisi letak sel surya (larik) terhadap matahari (tilt angle).

Mempertahankan sinar matahari jatuh ke sebuah permukaan panel sel

surya secara tegak lurus akan mendapatkan energi maksimum ± 1000

W/m2 atau 1 kW/m2. Kalau tidak dapat mempertahankan ketegak

lurusan antara sinar matahari dengan bidang PV, maka ekstra luasan

bidang panel sel surya dibutuhkan (bidang panel sel surya terhadap

(45)

26

Gambar 2.8. Ekstra Luasan Panel PV dalam Posisi Datar

Komponen utama sistem surya photovoltaic adalah modul yang merupakan

unit rakitan beberapa sel surya photovoltaic. Untuk membuat modul

photovoltaic secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin

film. Modul photovoltaic dapat dibuat dengan teknologi yang relative

sderhana, sedangkan untuk membuat sel photovoltaic diperlukan teknologi

tinggi.

Modul photovoltaic tersusun dari beberapa sel photovoltaic mempunyai

ukuran 10 cm x 10 cm yang dihubungkan secara seri atau pararel. Biaya yang

dikeluarkan untuk membuat modul sel surya sekitar 60% dari biaya total. Jadi,

bila modul sel surya bisa dibuat didalam negeri berarti akan bisa menghemat

biaya. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di Indonesia tahap pertama

adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat laminasi dengan sel-sel

(46)

27

Gambar 2.9. Contoh modul photovoltaic

http://www.azetsurya.com/info.php

Untuk memperoleh besar tegangan dan daya yang sesuai dengan kebutuhan,

sel-sel photovoltaic tersebut harus dikombinasikan secara seri dan parallel,

dengan aturan sebagai berikut:

a. Untuk memperoleh tegangan keluaran yang dua kali lebih besar dari

tegangan keluaran sel photovoltaic, maka dua buah sel photovoltaic harus

dihubungkan secara seri.

b. Untuk memperoleh arus keluaran yang dua kali lebih besar dari arus

keluaran sel photovoltaic, maka dua buah sel photovoltaic harus

dihubungkan secara parallel.

c. Untuk memperoleh daya keluaran yang dua kali lebih besar dari daya

keluaran

d. Sel photovoltaic dengan tegangan yang konstan maka dua buah sel

photovoltaic harus dihubungkan secara seri dan parallel. (Bejan dan

(47)

28

2. Radiasi Matahari (Surya)

Jumlah tenaga surya tersedia per satuan luas disebut radiasi. Jika ini terjadi

selama periode waktu tertentu maka disebut iradiasi atau "insolation". Satuan

ukuran untuk irradiasi adalah watt per meter persegi (W/m2). Radiasi matahari

adalah integrasi atau penjumlahan penyinaran matahari selama periode waktu.

Radiasi surya (solar radiation) merupakan satu bentuk radiasi termal yang

mempunyai distribusi panjang gelombang khusus. Intensitasnya sangat

tergantung dari kondisi atmosfer, saat dalam tahun, dan sudut timpa (angle of

incidence) sinar matahari dipermukaan bumi. Pada batas luar atmosfer,

iradiasi total adalah 1395 W/m2 bilamana bumi berada pada jarak rata-ratanya

dari matahari. Angka ini disebut konstanta surya (solar constant), dan

mungkin akan berubah bila data eksperimental yang lebih teliti sudah ada.

Tidak seluruh energi yang disebutkan dalam konstanta surya mencapai

permukaan bumi, karena terdapat absorpsi yang kuat dari karbon dioksida dan

uap air di atmosfer. Radiasi surya yang menimpa permukaan bumi juga

bergantung dari kadar debu dan zat pencemar lainnya dalam atmosfer. Energi

surya yang maksimum akan mencapai permukaan bumi bilamana berkas sinar

itu langsung menimpa permukaan bumi karena terdapat bidang pandang yang

lebih luas terhadap fluks surya yang dating dan berkas sinar surya menempuh

jarak yang lebih pendek di atmosfer, sehingga mengalami absorpsi lebih

sedikit dari pada jika sudut timpanya miring terhadap normal.

(48)

29

1. Radiasi sorotan (beam radiation), yaitu radiasi matahari yang diterima suatu

benda dari matahari tanpa disebarkan oleh atmosfer terlebih dahulu.

2. Radiasi sebaran (diffuse radiation), yaitu radiasi matahari yang diterima suatu

benda setelah radiasi tersebut diubah arahnya karena disebarkan oleh

atsmosfer.

3. Radiasi pantulan, yaitu radiasi matahari yang diterima suatu benda dari radiasi

matahari yang dipantulkan dari permukaan yang berdekatan dengan benda

tersebut.(Bejan dan Kraus, 1948)

C. Phasa Change Material (PCM)

Bahan perubah fasa (Phase Change Material/ PCM) merupakan bahan yang sering

digunakan sebagai passive cooling untuk menyerap kalor dengan memanfaatkan

panas laten. Bahan yang akan digunakan sebagai PCMs untuk PV/PCM sistem

harus memiliki kualitas tertentu atau memenuhi persyaratan, yaitu:

1. Bahan harus memiliki panas laten yang tinggi besar dan konduktivitas termal

yang tinggi.

2. Bahan seharusnya mencair suhu dalam jangkauan operasi, dapat mencair

secara sejalan dan secara kimia stabil.

3. Biaya rendah, tidak beracun, dan tidak korosi. (Huang, Earmes, dan Norton,

2004)

(49)

30

Pemanfaatan energi terbarukan sebagai penyedia energi ditujukan untuk

mengurangi biaya awal dan mengurangi dampak lingkungan yang diakibatkan

oleh pengggunaan bahan bakar fosil (Sharma et al, 2009). Salah satu

pemanfaatan energi terbarukan yang paling banyak digunakan adalah

pemanfaatan energi surya untuk penghasil energi listrik atau sebagai pemanas air

(Buddhi D, 1977). Namun, masalah utama pada pemanfaatan energi surya adalah

sifat radiasi surya yang intermiten, dan besarnya radiasi yang tersedia

dipengaruhi oleh waktu, kondisi cuaca dan posisi lintang. Untuk pemecahan

permasalahan tersebut, teknologi yang dianggap sangat cocok adalah

penyimpanan energi termal (Thermal Energy Storage,TES) (Sharma et al, 2009).

Sistem ini terdiri dari material dengan massa tertentu yang mampu menyimpan

energi termal dalam bentuk panas atau dingin.

Pada dasarnya penyimpan energi termal dapat diklasifikasikan sebagai

penyimpan energi dalam bentuk panas laten, panas sensibel dan termokimia.

Diantara jenis penyimpanan energi tersebut, yang paling menarik adalah

penyimpan energi dalam bentuk panas laten menggunakan materi perubahan fasa

(phase change material, PCM). Keuntungan menggunakan material perubah fasa

adalah mampu menyimpan kalor dalam kapasitas besar dengan volume material

yang kecil dan proses penyerapan dan pengeluaran energi panas terjadi pada

temperatur yang hampir konstan (Buddhi D, 1977).

Dalam sistem penyimpanan energi panas laten, salah satu elemen penting adalah

(50)

31

material penyimpan panas dari hidrat garam, parafin, dan senyawa organic

(Abhat,1981). Namun, material tersebut memiliki konduktivitas termal yang

rendah dan sehingga membutuhkan waktu yang cukup untuk proses peleburan

dan pemadatan, yang mengurangi daya keseluruhan dari perangkat penyimpanan

(51)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Prosedur Penelitian

Penelitian tentang pengaruh pemasangan photovoltaic pada dinding bangunan

terhadap temperatur ruangan ini dilakukan melalui beberapa prosedur, yaitu:

1. Membuat Model Banguan

Model bangunan dibuat dua buah dengan ukuran yang sama yaitu 41 cm × 43

cm × 43 cm . Dinding depan terbuat dari bata merah yang diplester dan diaci.

Dinding ini dibuat seperti dinding bangunan dengan ketebalan yang sama.

Untuk dinding bagian yang lain terbuat dari tripleks pada sisi luar dan dalam.

Daerah antara kedua dinding tripleks ini diisi dengan glass wool sebagai

insulator. Dinding beton bagian dalam dan luar di cat.

(52)

33

Untuk pembuatan model bangunan maka dilakukan pembelian bahan berupa;

batubata, pasir, semen, kayu balok, tripleks, paku, glass wool dan cat.

2. Persiapan Alat Ukur

Pemilihan dan pembelian alat ukur dilalukan sesuai dengan kebutuhan

pengujian. Intensitas matahari diukur dengan menggunakan solar power meter

merk Lutron seperti terlihat pada gambar 3.2. Untuk mengukur temperatur di

beberapa titik di model bangunan digunakan thermometer merk Lutron

sekaligus berfungsi sebagai data logger, sehingga dapat menyimpan data

temperatur keempat titik secara bersamaan setiap periode waktu tertentu,

seperti terlihat pada gambar 3.3. Termometer ini didukung oleh termokopel

sebagai sensor temperatur, seperti terlihat pada gambar 3.4.

(53)

34

Gambar 3.3. Termometer Digital dan Kabel Data

Gambar 3.4. Termokopel

Membeli dua buah photovoltaic dengan daya masing-masing 20 Wp seperti

terlihat pada gambar 3.5. Salah satu dari PV ini akan dilapisi bahan berubah

fasa pada dinding bagian dalamnya. Bahan perubah fasa yang digunakan

(54)

35

Gambar 3.5. Photovoltaic

Selain pengadaan alat ukur juga dilakukan pengadaan wadah untuk bahan

berubah fasa, lampu penerangan dan bahan untuk membuat model bangunan.

Untuk pengujian menggunakan bahan perubah fasa pada sisi belakan

photovoltaic maka dibuat wadah penyimpanannya. Wadah dibuat dari plat

seng dengan cara dipatri, seperti terlihat pada gambar 3.6.

(55)

36

3. Pengujian

Pengujian skala laboratorium ini dilaksanakan di laboratorium Mekanika

Fluida Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Lampung. Adapun

langkah – langkah yang dilakukan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan

1. Mempersiapkan model bangunan (ruang simulator).

2. Memasang PV dan mengkalibrasi termokopel. Termokopel dipasang

pada empat titik yaitu: permukaan PV, permukaan tembok bagian luar,

permukaan tembok bagian dalam, dan di dalam ruang simulator.

3. Menyiapkan lampu sebagai solar simulator.

4. Mensetting termometer untuk merekam data pengujian per 5 menit

selama 5 jam.

b. Tahap Pengujian

Pengujian dilakukan pada sudut PV 150. Setiap model PV diuji dengan

memvariasikan intensitas cahaya, dan waktu penyinaran selama 5 jam.

Variasi intensitas cahaya dilakukan dengan cara mengubah sudut

penyinaran lampu disetiap model pengujian dan menggunakan lampu

yang berbeda yaitu 500 watt dan 1000 watt. Sudut lampu yang digunakan

adalah 00, 300, 600. Parameter yang diuji adalah:

1. Temperatur ruangan bangunan uji (simulator)

2. Temperatur permukaan atas PV

(56)

37

4. Temperatur dinding bagian dalam bangunan uji

5. Intensitas cahaya

Gambar 3.7. Skema Pengujian

Gambar 3.8. Posisi penempatan panel surya dan sumber cahaya

(57)

38

Pengukuran dilakukan secara real time. Semua alat ukur terhubung dengan

komputer. Alat ukur yang digunakan adalah :

1. Phyranometer/ Solarimeter untuk mengukur intensitas cahaya matahari.

Dipasang sejajar dengan PV

(58)
(59)

D. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan analisis pembahasan, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Perubahan temperatur ruangan dipengaruhi oleh intensitas cahaya lampu.

Semakin besar intensitasnya maka semakin besar pula panas yang masuk ke

ruangan.

2. Intensitas cahaya lampu terbesar dihasilkan pada sudut lampu 00. Pada lampu

500 Watt Ir = 311.2 W/m2 dan lampu 1000 Watt Ir = 600 W/m2. Hal ini

disebabkan karena posisi penyinaran lampu ke PV tegak lurus, dimana

intensitas cahaya maksimal dihasilkan apabila posisi penyinaran lampu tegak

lurus terhadap PV.

3. Laju perpindahan panas juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya lampu.

Semakin besar intensitasnya maka semakin besar pula laju perpindahan panas

yang terjadi. Pada lampu 500 Watt dengan Ir = 311.2 W/m2 dihasilkan q =

0.0132 W/m2, sedangkan pada lampu 1000 Watt dengan I = 600 W/m2

dihasilkan q = 0.0341 W/m2. Hasil ini lebih besar dibandingkan dengan sudut

(60)

70

4. Penggunaan PCM menyebabkan panas yang masuk ke ruangan lebih kecil.

Perbedaan itu dapat dilihat pada lampu 1000 Watt dengan sudut lampu 00,

300, dan 600.

B. Saran

Dari hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, untuk pengembangan

penelitian selanjutnya, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Pengujian bisa dilakukan di luar ruangan yaitu dengan penyinaran langsung

oleh matahari sebelum diaplikasikan ke bangunan gedung.

2. Menggunakan material dengan konduktivitas termal rendah untuk

penempatan PCM.

3. Melapisi wadah PCM yang menghadap ke dinding dengan bahan isolator

(61)

AFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2013. http://www.un.org/en/events/sustainableenergyforall/. Diakses

16 Desember 2013.

Anonymous, 2103. http://www.azetsurya.com/info.php. Diakses 16 Desember 2013.

Anonymous, 2103.

http://www.engineeringtoolbox.com/thermal-conductivity-d_429.html. Diakses 27 Mei 2014

Anonymous, 2103. http://www.chempro.in/palmoilproperties.htm. Diakses

27 Mei 2014

Bejan, Adrian dan Kraus, Alan D. 1948. Heat Transfer Hadbook. John Wiley &

sons. Newyork.

Buddi D. Thermal Perfomanceof shell and tube PCM storage heat exchanger of

industrial waste heat recovery. Presented at solar world congress, Taejon,

Korea, August 24-30, 1997.

DESDM, 1997. Master Plan for Development of New and Renewable Energy,

Directorate of Electricity and Energy Development.

(62)

72

Huang. M.J, Eames. E.C., Norton. B., Thermal regulation of building-integrated

Photovoltaics using phase change materials, International Journal of Heat

and Mass Transfer 47 (2004) 2715–2733.

Mohammed M Farid, Amar M Khudhair, Siddique Ali Razack, Said Al-Hallaj.

A review on phase change energy storage:materials and applications.

Energy Conversion Management 45 2004: 1597-1615.

Reynolds, William C dan Perkins, Henry C. 1983. Engineering Thermodinamics.

McGraw Hill. New York.

Sharma A, V.V. Tyagi, C.R. Chen D. Buddhi., Review on thermal energy storage

with phase change materials and aplications. Renewable and Sustainable

Energy Reviews 13 (2009) 318-345

Stoecker, Wilbert F dan Jones, Jerold W.1982. Refrigeration and Air

Conditioning. New York.

Gambar

Tabel 2.1. Nilai Konduktivitas Bahan
Gambar 2.1. Konduksi pada Bidang Datar
Gambar 2.2. Konduksi pada Dinding Berlapis (Lebih Dari Satu Bahan)
Gambar 2.4. Diagram dari Sebuah Potongan Sel Surya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data yang dibutuhkan penelitian ini ialah data tentang karakteristik warga sembilan desa di kawasan pemangkuan hutan Parung Panjang, kabupaten Bogor termasuk

“Dengan menyebut nama Allah, segala puji bagi Allah, {Maha Suci (Rabb kami) yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu

Menurut Hopkins ( dalam Kunandar, 2008 : 43 ) Penelitian tindakan kelas adalah ( action research ) yang dilakukan guru yang sekaligus sebagai peneliti

Kontribusi pada penelitian ini adalah melakukan perbaikan kinerja penyisipan audio data hiding pada metode Jung dan Yoo dengan mengembangkan fungsi baru nonliniear

Tanggapan mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin terhadap tayangan Ini Talkshow menyatakan sesuai, baik secara keseluruhan maupun kategorisasi

Barang yang menjadi sampel penelitian adalah aluminium jenis casement (jendela), yaitu daun casement putih, ceplokan casement putih, kusen tanduk sakura putih dan

- Meningkatkan kegiatan deteksi dini dan menyebarluaskan informasi dari hasil deteksi dini berupa hotspot (titik panas) ke Kabupaten agar dapat di ambil tindakan yang cepat

Sebuah ikatan peptida (amida peptida atau linkage) adalah ikatan kovalen terbentuk antara Sebuah ikatan peptida (amida peptida atau linkage) adalah ikatan kovalen