PENGETAHUAN MASYARAKAT DALAM
PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM)
(Kasus Di Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah,
Kecamatan Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat)
MARIA ULFA
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
PENGETAHUAN MASYARAKAT DALAM
PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM)
(Kasus Di Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah,
Kecamatan Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat)
MARIA ULFA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk
Memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
RINGKASAN
MARIA ULFA. Pengetahuan Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) (Kasus Di Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh DIDIK SUHARJITO
PHBM adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Penelitian ini difokuskan pada tujuan, hak, dan kewajiban dalam PHBM dan pengetahuan masyarakat dalam kegiatan budi daya hutan. Pengetahuan masyarakat dan Perum Perhutani dibandingkan dengan pedoman PHBM dan surat perjanjian kerjasama.
Penelitian dilaksanakan di Desa Bojong Koneng dan Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai November 2010. Responden yang diwawancarai sebanyak 60 orang yang berasal dari Desa Bojong Koneng dan Desa Karang Tengah. Data berupa data primer dan data sekunder dengan teknik wawancara, observasi dan pencatatan data sekunder. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif.
Masyarakat Desa Bojong Koneng dan Desa Karang Tengah memiliki pengetahuan yang tidak berbeda dengan Perum Perhutani dalam kegiatan budi daya hutan. Kegiatan budi daya hutan yang lazim dilakukan masyarakat terdiri dari kegiatan persiapan lahan, pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Kegiatan persiapan lahan terdiri dari pembersihan lahan, pembuatan jalur tanam dan pengolahan tanah. Kegiatan pengadaan bibit terdiri dari pengunduhan dan penyemaian serta pembelian bibit siap tanam. Kegiatan penanaman terdiri dari penentuan jarak tanam, pemasangan ajir, pembuatan lubang tanam dan penanaman. Kegiatan pemeliharaan terdiri dari pembersihan gulma, penyulaman dan pemupukan. Kegiatan pemanenan dilakukan masyarakat sesuai dengan musim panen.
Tingkat pengetahuan masyarakat dan Perum Perhutani terhadap tujuan, hak dan kewajiban dalam PHBM masuk kategori rendah. Tingkat pengetahuan masyarakat rendah dikarenakan sedikitnya sosialisasi PHBM yang dilakukan serta dikarenakan pasifnya masyarakat dalam mencari tahu.
SUMMARY
MARIA ULFA. Society Knowledge In Joint Forest Management Society (CBFM) (A Case in Bojong Koneng and Karang Tengah villages, Babakan Madang District, Bogor, West Java).Under supervision of DIDIK SUHARJITO
CBFM is a system of forest resource management carried out jointly by Perum Perhutani and rural communities or by Perum Perhutani, rural communitiy and other stakeholders with the spirit of sharing so their common interest to achieve sustainability of the functions and benefits of forest resources can be realized in an optimal and proportionate.This study focused on the goals, rights and obligations among barties at CBFM and community knowledge in forest cultivation activities. Knowledge society and Perum Perhutani compared with CBFM guidelines and letter agreements.
This reaseach was held in October to November 2010 at Bojong Koneng and Karang Tengah villages, Sub district of Babakan Madang. It took 60 respondents from Bojong Koneng and Karang Tengah villages. The data were collected by interviewing responden, observation and secondary data recording. The Data processed using descriptively analyzed.
Society of Bojong Koneng and Karang Tengah Villages has knowledge not unlike Perum Perhutani in forest cultivation activities. Forest cultivation activities are prevalent in the community consists of the activities of land preparation, seedling, planting, maintenance, and harvesting. Land preparation activities consist of land clearing, planting and processing lines making the soil. Activities seedling consists of downloading and seeding as well as purchase of seeds ready to plant. Planting activities consist of the determination of spacing, mounting stake, making the planting hole and planting. Maintenance activities consist of cleaning weeds, stitching and fertilization. Harvesting activities in the community in accordance with the harvest season.
The level of society knowledge and Perhutani against objectives, rights and obligations in system is very low. Low level of society knowledge due to socialization CBFM performed at least as well also caused by passive community in the effort to figure out.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengetahuan Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) (Kasus Di Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing
dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau
lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
Maria Ulfa
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pengetahuan Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) (Kasus Di Desa Bojong Koneng dan
Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Bogor, Jawa
Barat)
Nama Mahasiswa : Maria Ulfa
NRP : E14061510
Menyetujui: Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Hutan
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta
salam juga penulis haturkan kepada teladan terbaik umat manusia, Nabi
Muhammad SAW. Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang telah
membantu penyelesaian tulisan ini, antara lain kepada:
1. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS selaku dosen pembimbing atas semua bimbingan
dan saran yang telah diberikan.
2. Keluarga besar KPH Bogor, Bapak ADM dan Waka ADM KPH Bogor,
bagian PHBM yaitu Bapak TB. Dedi, Ibu Ir. Juju juhana, Bapak Popi
Supriatno, Bapak Denih Sutisna dan Bapak Bagja serta Bapak Usep
Mahfuddin.
3. Pengurus dan anggota LMDH Bojong Koneng dan LMDH Wana Sejahtera
Desa Karang Tengah. Bapak Ace Hermawan beserta keluarga dan Bapak Adi
Ahmad Supendi beserta keluarga.
4. Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si selaku Dosen penguji dari Departemen Hasil
Hutan.
5. Resti Meilani, S.Hut, M.Si selaku Dosen penguji dari Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
6. Dr. Ir. Cahyo Wibowo, MSc.F.Trop selaku Dosen penguji dari Departemen
Silvikultur.
7. Ayah Drs. Abu Bakar dan Ibu Zaimah, kakak-kakak (Edwis Fahmi, S.P;
Arief Rahman, S.Sos.i; Ahmad Ridwan, S.Thi) serta kakak ipar (Ika Irawati,
S.TE; Susi Andriani, S.Thi; Mistery Tiara) dan ponakan-ponakan tersayang
(Annisa Arum Deviska, Bunga Azka Aulia dan Satria Fathir Al Habsyi) atas
doa, semangat, perhatian, masukan, kesabaran, serta kasih sayangnya.
8. Saudara/i di ‘waktu’ atas semua hal yang telah diberikan.
9. Saudariku dalam lingkaran keluarga kecilku.
10. Keluarga Wisma Ayu Depan (Nurul Diasmarani, Tri Sundari, Henty Sylvia
Nuri, Endang Wijayanti, Puspasari, Siti Khalimah, Nunu Ainul Qitri, Eka
Damayanti, Meyta Dwi Ariyani, Sarah Nur Amalia) atas semangat yang telah
kalian berikan.
11. Teman-teman Manajemen Hutan 43 atas kebersamaan, kekeluargaan dan
segala hal yang telah dilewati bersama.
12. Kakak-kakak Manajemen Hutan 42 (K’ Ragil, K’ Budi, K’ Faqih, mbak
Febriany, mbak Septi, mbak Demy dan lainnya) serta K’ Arizia dan mbak
Dewi.
13. Keluarga LDK DKM Alhuriyyah, keluarga DKM Ibaadurrahmaan, Keluarga
DPM Fakultas Kehutanan dan Keluarga asistensi Pendidikan Agama Islam
atas semua pembelajaran yang telah saya dapatkan.
14. Keluarga besar di Bimbingan Belajar Kharisma Prestasi atas kekeluargaan
yang telah dirasakan.
Serta semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan dan penyelesaian
penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Kungkai, Jambi pada tanggal 15 Januari 1989
sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Drs. Abu Bakar dan
Zaimah. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bangko, Merangin,
Jambi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian
Seleksi Masuk IPB. Tahun kedua pendidikan, penulis memilih mayor Manajemen
Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan yakni sebagai staf divisi MoCI LDK DKM Alhurriyyah
(2006/2007), staf divisi PSDM LDK DKM Alhurriyyah (2007/2008), anggota
komisi eksternal DPM Fakultas Kehutanan (2007/2008), pengurus divisi Syiar
LDF Ibaadurrahmaan (2007/2008), pengurus divisi PSDM LDF Ibaadurrahmaan
(2008/2009), pengurus asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam (2008/2009)
serta menjadi Asistensi Pendidikan Agama Islam selama 4 semester. Selain itu,
penulis juga aktif menjadi panitia dari beberapa kegiatan yang dilakukan baik
lingkup Fakultas, Kampus, maupun di luar Kampus.
Penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) jalur
Baturraden-Cilacap, Praktek Pengolahan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan
Gunung Walat dan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Inhutani I Unit Tepian
Buah (Labanan II) Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Pengetahuan Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) (Kasus Di Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah,
Kecamatan Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat) di bawah bimbingan Dr. Ir.
DAFTAR ISI
2.3 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) ... 4
BAB III METODE PENELITIAN
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 10
3.6 Pengolahan Data ... 11
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Biofisik ... 13
4.1.1 Letak dan Luas ... 13
4.1.2 Tanah, Topografi, dan Iklim ... 13
4.2 Keadaan Sosial Ekonomi ... 14
4.2.1 Demografi Desa ... 14
4.2.2 Pendidikan ... 15
4.2.3 Angkatan Kerja, Mata Pencaharian dan Perekonomian Masyarakat ... 17
4.3 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) ... 18
4.3.1 Sejarah LMDH Bojong Koneng ... 18
4.3.2 Kegiatan LMDH Bojong Koneng ... 19
4.3.3 Sejarah LMDH Wana Sejahtera ... 20
4.3.4 Kegiatan LMDH Wana Sejahtera ... 21
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kegiatan Budidaya Hutan ... . 22
5.1.1 Persiapan Lahan ... . 22
5.1.2 Pengadaan Benih ... . 24
5.1.3 Penanaman ... . 26
5.2 Pengetahuan Tentang PHBM ... 33
5.2.1 Pengetahuan Masyarakat Tentang Tujuan PHBM ... 33
5.2.2 Pengetahuan Masyarakat Tentang Hak dalam PHBM... 34
5.2.3 Pengetahuan Masyarakat Tentang Kewajiban dalam PHBM . 36 5.2.4 Pengetahuan Perum Perhutani Tentang Tujuan PHBM ... 38
5.2.5 Pengetahuan Perum Perhutani Tentang Hak dalam PHBM ... 39
5.2.6 Pengetahuan Perum Perhutani Tentang Kewajiban Dalam PHBM ... 40
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... . 43
6.2 Saran ... . 43
DAFTAR PUSTAKA ... . 44
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Daftar kepadatan penduduk Bojong Koneng dan Karang Tengah... 14 2. Jumlah penduduk Bojong Koneng dan Karang Tengah
Berdasarkan kelompok umur ... 15 3. Jumlah penduduk Bojong Koneng dan Karang Tengah
Berdasarkan tingkat pendidikan ... 16 4. Jumlah tenaga kerja Di Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah
menurut jenis pekerjaan ... 17 5. Kegiatan persiapan lahan menurut responden Desa Bojong Koneng
dan Karang Tengah ... 23 6. Jenis-jenis bahan tanam yang lazim digunakan responden
Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah ... 25 7. Kegiatan penanaman menurut responden Desa Bojong Koneng
dan Karang Tengah ... 27 8. Kegiatan pemeliharaan menurut responden Desa Bojong Koneng
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Papan nama LMDH Bojong Koneng ... 18
2. Struktur organisasi LMDH Bojong Koneng ... 19
3. Struktur organisasi LMDH Wana Sejahtera Desa Karang Tengah ... 21
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Hasil wawancara responden Bojong Koneng ... 48
2. Hasil wawancara responden Karang Tengah ... 51
3. Batas petak tanam Pohon LMDH Bojong Koneng ... 54
4. Tanaman masyarakat LMDH Bojong Koneng ... 54
5. Tanaman mahoni masyarakat LMDH Bojong Koneng ... 54
6. Kolam budidaya Ikan Lele Sangkuriang ... 55
7. Tanaman singkong masyarakat Desa Bojong Koneng... 55
8. Hasil tanaman singkong ... 55
9. Areal tanam pohon PHBM LMDH Wana Sejahtera ... 56
10. Tanaman kopi masyarakat LMDH Wana Sejahtera ... 56
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan terobosan
Perum Perhutani yang dituangkan dalam SK Direksi Perum Perhutani No.
136/KPTS/Dir/2001. Penelitian mengenai Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) sudah cukup banyak dilakukan, diantaranya tentang
motivasi masyarakat (Puspita, 2006), dinamika kelompok (Theresia, 2008),
efektifitas kolaborasi antara Perum Perhutani dengan masyarakat (Kurniawan,
2006). Dari penelitian yang ada, belum ada peneliti yang mengangkat mengenai
pengetahuan masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Berlatar belakang hal ini, maka peneliti mengangkat judul penelitian Pengetahuan Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) (Kasus Di Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat).
Penelitian mengenai pengetahuan masyarakat dalam Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM) penting dilakukan untuk dapat mengetahui tingkat
pengetahuan pihak yang terkait dalam PHBM sehingga dapat dijadikan bahan
evaluasi pelaksanaan PHBM. Mengingat yang perlu diperhatikan dalam program
PHBM adalah kesesuaian program dengan kemampuan masyarakat untuk
melaksanakan program tersebut (Sutrisno, 2010). Selain itu, pengetahuan
masyarakat dapat membantu masyarakat dalam menentukan cara yang harus
dilakukan agar pengelolaan hutan dapat berjalan dengan baik serta memperoleh
hasil yang optimal dan lestari tanpa merusak lingkungan. Penelitian ini
difokuskan terhadap tujuan program PHBM, hak dan kewajiban para pihak dalam
PHBM dan pada pengetahuan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan budidaya
hutan yang akan dibandingkan dengan pedoman PHBM dan perjanjian kerjasama
1.2Perumusan Masalah
Penelitian ini akan mendeskripsikan pengetahuan masyarakat dan Perum
Perhutani dalam program PHBM. Pengetahuan yang akan dideskripsikan adalah
pengetahuan tentang tujuan, hak dan kewajiban dalam PHBM. Pengetahuan
masyarakat dan Perum Perhutani dibandingkan dengan pedoman PHBM dan surat
perjanjian kerjasama. Pengetahuan masyarakat tentang kewajiban diperinci
menurut kegiatan-kegiatan budidaya secara teknis yaitu kegiatan persiapan lahan,
pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan pengetahuan masyarakat mengenai kegiatan-kegiatan dalam
budidaya hutan.
2. Mendeskripsikan tingkat kesesuaian pengetahuan masyarakat dan Perum
Perhutani tentang tujuan, hak dan kewajiban dalam PHBM dengan pedoman
dan surat perjanjian kerjasama.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai pengetahuan masyarakat tentang program PHBM sehingga dapat
dijadikan bahan evaluasi dalam pembuatan pedoman dan PKS.
2. Bagi instansi pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
dokumentasi ilmiah yang bermanfaat untuk kepentingan akademik maupun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
Koentjaraningrat (1990) menyebutkan bahwa pengetahuan adalah
unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seseorang manusia yang sadar, secara
nyata terkandung dalam otaknya. Artinya bahwa pengetahuan berhubungan
dengan jumlah informasi yang diterima seseorang.
Menurut Arafah (2002), pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui
dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk menggali benda atau
kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.
Selanjutnya menurut Soekanto (2001), pegetahuan adalah kesan di dalam pikiran
seseorang sebagai hasil penggunaan panca indera. Hal ini selaras dengan yang
dikemukakan oleh Suriasumantri (1993) dalam Garnadi (2004), bahwa pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau
tidak langsung turut memperkaya kehidupan manusia. Totalitas pengetahuan
manusia berasal dari kegiatan manusia berpikir, merasa dan mengindera.
Beberapa pengertian yang berhubungan dengan pengetahuan sebagaimana
yang disebutkan Ban & Hawkins (Terjemahan Herdiasti, 1999) dalam Siahaan (2002):
1. Pengetahuan dianggap keterangan dari dunia yang dihuni, relatif dalam
pengertian bahwa pandangan bisa berbeda antar orang karena berbeda
pengalaman.
2. Pengetahuan khas setempat yang dimiliki oleh masyarakat pedesaan,
berdasarkan pengalaman, meliputi keanekaragaman dan kompleksitas
lokal daripada pengetahuan yang didapat secara ilmiah.
3. Pengetahuan sebagai suatu sistem dan informasi pertanian. Terjadi
pemanfaatan pengetahuan dan informasi untuk meningkatkan
kesesuaian antara pengetahuan, lingkungan, dan teknologi pertanian.
4. Tingkat pengetahuan adalah pengetahuan seseorang mengenai suatu
2.2 Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan
istilah ilmiah saling berinteraksi (Koentjaraningrat, 1990). Selanjutnya menurut
Suharto (2005), masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki perasaan
sama atau menyatu satu sama lain karena mereka saling berbagi identitas,
kepentingan-kepentingan yang sama, perasaan memiliki, dan biasanya satu tempat
yang sama. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan oleh Soekanto dalam Syani (1995) dalam Siahaan (2002), masyarakat memiliki ciri-ciri pokok, yaitu: 1) manusia yang hidup bersama, 2) bercampur/bergaul dalam jangka waktu cukup
lama, 3) adanya kesadaran sebagai satu kesatuan.
Departemen Kehutanan (1999), menyebutkan bahwa masyarakat sekitar
hutan adalah kelompok-kelompok orang warga negara yang bermukim di dalam
maupun di sekitar hutan dan memiliki ciri-ciri sebagai suatu komunitas, baik oleh
kekerabatan, kesamaan mata pencaharian yang berkaitan dengan hutan,
kesejahteraan, keterkaitan tempat tinggal bersama, maupun oleh faktor komunitas
lainnya. Menurut Perum Perhutani (2002), masyarakat desa hutan adalah
kelompok orang yang bertempat tinggal di desa sekitar hutan dan melakukan
kegiatan yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung
kehidupannya.
Soejarwo (1998), menyebutkan bahwa masyarakat sekitar hutan adalah
masyarakat yang pada umumnya merupakan suatu masyarakat zona sosial
ekonomi yang berada di dalam dan sekitar hutan. Awang (2008) menyebutkan,
masyarakat desa hutan adalah masyarakat yang mendiami wilayah yang berada di
sekitar atau di dalam hutan dan mata pencaharian/pekerjaan masyarakatnya
tergantung pada interaksi terhadap hutan.
2.3 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
Berdasarkan SK Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani selaku Pengurus
Perusahaan No: 136/Kpts/Dir/2001 tahun 2001, PHBM adalah suatu usaha untuk
menyelamatkan sumberdaya hutan dan lingkungan yang sekaligus meningkatkan
Sementara berdasarkan Keputusan Direksi Perum Perhutani No:
268/KPTS/DIR/2007, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah sistem
pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara
Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau para pihak yang berkepentingan
dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang
optimal dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang bersifat
fleksibel, partisipatif dan akomodatif.
Menurut lembaga penelitian CIFOR (2007) yang masih berdasarkan
Keputusan Direksi Perum Perhutani No: 268/KPTS/DIR/2007, maksud PHBM
untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek
ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional dan profesional. Sedangkan
tujuan PHBM menurut Awang (2004) yaitu:
1. Meningkatkan tanggung jawab Perhutani, masyarakat desa hutan, dan
pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat
sumberdaya hutan
2. Meningkatkan peran Perhutani, masyarakat desa hutan, dan pihak yang
berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan
3. Menyelaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan
kegiatan pembangunan wilayah sesuai dengan kondisi dan dinamika
sosial masyarakat desa hutan
4. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan sesuai dengan karakteristik
wilayah; dan
5. Meningkatkan pendapatan Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak
yang berkepentingan secara simultan.
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat merupakan sebuah sistem yang
melibatkan beberapa pihak. Menurut Kuncoro (2007), maka apapun tujuannya,
keberhasilan sebuah sistem sangat tergantung pada peran kita sebagai komponen
aktif yang menggerakkan sistem. Peran itu sebenarnya sangat sederhana yaitu
bersedia bekerjasama dengan komponen lain di dalam sistem. Sistem apa pun
akan gagal kalau kita hanya mementingkan diri sendiri, hanya ingin menang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional 3.1.1 Budidaya Hutan
1. Persiapan lahan ialah suatu upaya yang dilakukan oleh petani hutan
dalam rangka mempersiapkan lahan yang akan ditanami, agar lahan
tersebut terhindar dari berbagai hama dan penyakit serta terjamin
kesuburan tanahnya. Kegiatan yang dilakukan dalam persiapan lahan
berupa pembersihan lahan dan pengolahan tanah. Pengolahan lahan
dilakukan pada saat musim kemarau.
a. Pembersihan lahan ialah suatu tindakan yang dilakukan agar tanah
siap untuk ditanami, kesuburannya cukup dan menghindarkan
tanaman dari gangguan gulma yang akan menghambat tumbuhan
pokok. Pembersihan lahan dilakukan dengan berbagai tindakan
antara lain membakar dan membersihkan lahan.
b. Pengolahan tanah ialah suatu tindakan yang dilakukan untuk
memudahkan dalam proses penanaman. Pengolahan tanah dilakukan
dengan ukuran kedalaman 0,5 cm dan tidak boleh terlalu dangkal
ataupun terlalu dalam.
2. Persiapan bibit yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh bibit
yang berkualitas bagus untuk memperoleh hasil yang menguntungkan
secara ekonomi dan ekologis. Kegiatan persiapan bibit terdiri dari
berbagai kegiatan yaitu pengadaan benih dan pembuatan persemaian.
a. Pengadaan benih ialah suatu tindakan yang dilakukan untuk
memperoleh benih yang berkualitas yaitu yang hasilnya banyak dan
tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Pengadaan benih
dilakukan dengan membeli benih dari areal produksi benih dan
pengunduhan.
b. Persemaian ialah suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh
bibit yang berkualitas baik dan masa panen yang lebih cepat.
membuat parit, mencampur top soil dan kompos untuk membantu
menyuburkan lahan, pembuatan bedengan pada daerah miring
ditimbun dengan tanah dan diratakan, pengaturan tata ruang dengan
berpedoman pada denah persemaian yang telah dibuat.
3. Penanaman yaitu kegiatan menanam tanaman ke lahan yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Kegiatan penanaman terdiri dari berbegai
kegiatan pembuatan lubang tanam dan pemasukan bibit ke lubang
tanam.
a. Pembuatan lubang tanam ialah suatu tindakan yang bertujuan agar
tanaman lebih baik pertumbuhannya. Lubang tanam dibuat dengan
jarak tanam tertentu sehingga pertumbuhannya lurus. Pembuatan
lubang tanam dilakukan dengan membuat jarak tanam dan
mencangkul tanah.
b. Pemasukan bibit ke lubang tanam ialah suatu tindakan memasukkan
bibit ke dalam lubang tanam agar aman dari gangguan hewan dan
dapat tumbuh dengan baik. Pemasukan bibit dilakukan dengan
memasukkan bibit ke dalam tanah sesui dengan lubang yang telah
dibuat.
4. Pemeliharaan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menjaga dan
memelihara tanaman agar tidak mudah terserang hama dan penyakit
sehingga pertumbuhannya baik. Pemeliharaan terdiri dari berbagai
kegiatan berupa penyulaman, penanggulangan hama dan penyakit serta
perlindungan lahan dan tanaman.
a. Penyulaman ialah suatu tindakan yang bertujuan untuk
mengantisipasi tanaman yang mati mempersiapkan tanaman
pengganti. Penyulaman dilakukan dengan mempersiapkan bibit
cadangan dilahan lainnya untuk mengantisipasi ketidakberhasilan
tanaman yang ditanam sebelumnya.
b. Penanggulan hama dan penyakit ialah suatu tindakan yang bertujuan
untuk mendapatkan tanaman yang baik pertumbuhannya dan
lingkungan sekitar tanaman dapat mendukung pertumbuhan
mengumpulkan berbagai bahan untuk dibuat ramuan obat pembasmi
hama dan penyakit, menyemprotkan pestisida ataupun obat kimia
lainnya, memberikan musuh alami bagi hama dan penyakit dengan
melakukan penjagaan agar musuh alami tidak menyebar ke lokasi
lainnya.
c. Perlindungan lahan dan tanaman ialah suatu tindakan yang bertujuan
untuk mencegah longsor, menghambat laju api apabila terjadi
kebakaran dan menjaga lahan dari serangan hama dan hewan
pengganggu. Perlindungan lahan dan tanaman dilakukan dengan
mencangkul tanah dan membuat tangga-tangga, penanaman tanaman
secang, pembuatan jadwal ronda.
5. Pemanenan yaitu kegiatan pengambilan hasil dari tanaman yang
diusahakan baik berupa kayu, getah, buah dan daun. Pemanenan terdiri
dari berbagai kegiatan berupa penebangan dan penyaradan.
a. Penebangan ialah suatu tindakan yang dilakukan untuk mendapatkan
hasil dari tanaman dengan meminimalisir dampak yang akan
ditimbulkan sesudahnya, arah rebah dibuat dengan pertimbangan
ekonomi, ekologi dan keselamatan kerja. Penebangan dilakukan
dengan memotong batang sesuai tanda yang telah dibuat
sebelumnya, mengukur batang dengan menggunakan meteran dan
menguliti kayu yang sudah ditebang.
b. Penyaradan ialah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengangkut
kayu hasil tebangan menuju alat pengangkut dengan mana dan tidak
merusak kayu dan lingkungan sekitarnya dan tidak melewati situs
kebudayaan, tempat keramat maupun kuburan. Penyadaran
dilakukan dengan memperhatikan peta lokasi yang dibuat (Arafah,
2002).
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kegiatan budidaya hutan menurut
3.1.2 Pengetahuan Tentang PHBM
Ada tiga hal yang akan dikaji untuk menentukan tingkat pengetahuan
masyarakat dan Perum Perhutani. Ketiga hal tersebut, yaitu:
1. Tujuan
Tujuan adalah sasaran yang secara rasional dapat dicapai menurut hasil
penilaian kita atas kemampuan kita, bukan menurut hasil penilaian
orang lain dan lingkungan (Ubaedy & Ratrioso, 2005).
2. Hak
Hak adalah klaim yang sah atau yang dapat dibenarkan yang dibuat
oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang lain atau terhadap
masyarakat (Bertens, 2007). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
hak adalah kewenangan untuk melakukan sesuatu.
3. Kewajiban
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan.
3.2 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan di Desa Bojong Koneng dan Desa Karang Tengah,
Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian
dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan Oktober sampai November 2010.
3.3 Alat dan Obyek Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kuisioner dan kamera digital.
Obyek dalam penelitian yaitu anggota Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)
yang terlibat dalam program PHBM serta perwakilan dari pihak Perum Perhutani
yang terkait dengan pelaksanaan program PHBM.
3.4 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survai. Penelitian ini bersifat eksploratif
yaitu penelitian sosial yang bertujuan untuk mendapatkan data dasar, yang
diperlukan sebagai dasar penelitian lebih lanjut, atau dasar membuat suatu
Dalam penelitian ini dilakukan dua pemilihan contoh yaitu:
1. Pemilihan lokasi penelitian
Lokasi dipilih secara sengaja, yaitu Kesatuan Pemangkuan Hutan
(KPH) dan desa yang menerapkan program PHBM dan sedang berjalan.
2. Pemilihan responden
Responden dipilih secara acak sebanyak 30 orang dari 102 anggota
LMDH Bojong Koneng dan 30 orang dari 666 anggota LMDH Wana
Sejahtera yang terlibat dalam PHBM. Sedangkan pemilihan responden
dari Perum Perhutani dilakukan secara sengaja berdasarkan jabatan
responden yaitu Kepala Sub Seksi (KSS) PHBM, fasilitator PHBM, staf
PHBM, dan mandor tanam.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer
didapatkan melalui wawancara langsung oleh peneliti dengan menggunakan
kuisioner serta dengan melakukan observasi langsung di lapangan. Data primer
terdiri dari data tentang pengetahuan responden terhadap tujuan, hak, dan
kewajiban dalam PHBM sedangkan data sekunder didapatkan dengan menelusuri
dokumen terkait pelaksanaan program PHBM dari instansi terkait. Data sekunder
terdiri dari:
1. Sejarah PHBM di Kecamatan Babakan Madang.
2. Kondisi umum lokasi penelitian program PHBM meliputi : letak dan
keadaan fisik lingkungan.
3. Data umum masyarakat di lokasi penelitian meliputi : monografi
masing-masing desa, jumlah penduduk, struktur umur, tingkat
pendidikan masyarakat dan mata pencaharian.
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan beberapa teknik yang
disesuaikan dengan data yang diperlukan. Adapun teknik pengumpulan data yang
dilakukan yaitu:
1. Teknik wawancara, dilakukan untuk mendapatkan berbagai informasi
terkait masalah yang diajukan dalam penelitian. Wawancara dilakukan
pertanyaan-pertanyaan. Wawancara dilakukan oleh peneliti yang kemudian akan
mendapatkan tanggapan dan respon dari responden yang berupa
penjelasan atau jawaban dari pertanyaan yang dilakukan.
2. Teknik observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap areal
PHBM serta terhadap obyek penelitian. Dengan metode ini diharapkan
peneliti mampu melihat, merasakan dan memaknai gejala sosial yang
diteliti dan bersama-sama membentuk dan mendapatkan pengetahuan
dari objek penelitian peneliti.
3. Pencatatan data sekunder, yaitu mengumpulkan data-data yang
mendukung penelitian dilakukan dengan pencatatan data atau laporan
dari desa dan dari kantor KPH Bogor.
3.6 Pengolahan Data
Data yang terkumpul dimanfaatkan untuk menjawab persoalan-persoalan
yang diajukan dalam penelitian. Data pengetahuan masyarakat dan Perum
Perhutani tentang PHBM kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa kategori.
Adapun kategori yang dipakai adalah:
Pengetahuan masyarakat tentang PHBM dikategorikan sebagai berikut:
1. Responden dikatakan memiliki pengetahuan tinggi apabila responden
dapat menjelaskan secara tepat sama atau secara maksud sama semua
tujuan, hak serta kewajiban dalam program PHBM berdasarkan
pedoman PHBM tahun 2009 dan PKS.
2. Responden dikatakan memiliki pengetahuan sedang apabila responden
hanya dapat menjelaskan secara tepat sama secara maksud sama 4 dari
7 aspek tujuan, 2 dari 3aspek hak serta 3 dari 4 aspek kewajiban dalam
program PHBM berdasarkan pedoman PHBM tahun 2009 dan PKS.
3. Responden dikatakan memiliki pengetahuan rendah apabila responden
hanya dapat menjelaskan secara tepat sama kurang secara maksud sama
dari setengah aspek tujuan, hak serta kewajiban dalam program PHBM
Pengetahuan Perum Perhutani tentang PHBM dikategorikan sebagai berikut:
1. Responden dikatakan memiliki pengetahuan tinggi apabila responden
dapat menjelaskan secara tepat sama secara maksud sama semua tujuan,
hak serta kewajiban dalam program PHBM berdasarkan pedoman
PHBM tahun 2009 dan PKS.
2. Responden dikatakan memiliki pengetahuan sedang apabila responden
hanya dapat menjelaskan secara tepat sama secara maksud sama 4 dari
7 aspek tujuan, 2 dari 3aspek hak serta 3 dari 5 aspek kewajiban dalam
program PHBM berdasarkan pedoman PHBM tahun 2009 dan PKS.
3. Responden dikatakan memiliki pengetahuan rendah apabila responden
hanya dapat menjelaskan secara tepat sama secara maksud sama kurang
dari setengah aspek tujuan, hak serta kewajiban dalam program PHBM
berdasarkan pedoman PHBM tahun 2009 dan PKS.
Tingkat kesesuaian pengetahuan masyarakat dan Perum Perhutani terhadap
pedoman dan PKS dapat diketahui dengan menggunakan tiga kriteria di atas.
Selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif dengan merujuk pada
literatur-literatur. Hasil kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan uraian penjelasan dan
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Kondisi Biofisik 4.1.1 Letak dan Luas
Menurut data isian potensi desa tahun 2009, Desa Bojong Koneng dan Desa
Karang Tengah merupakan desa yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan
Babakan Madang, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Desa Bojong Koneng
memiliki luas wilayah 935,350 Ha sedangkan Desa Karang Tengah memiliki luas
wilayah 1.442,1 Ha. Desa Bojong Koneng secara administratif berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Desa Sumur Batu, Kecamatan Babakan Madang
Sebelah Selatan : Desa Gunung Geulis, Kecamatan Suka Raja
Sebelah Timur : Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang
Sebelah Barat : Desa Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang
Sedangkan Desa Karang Tengah secara administratif berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Kelurahan Hambalang, Kecamatan Citeurup
Sebelah Selatan : Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang
Sebelah Timur : Desa Cibadak, Kecamatan Sukamakmur
Sebelah Barat : Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Babakan Madang
4.1.2 Tanah, Topografi, dan Iklim
Kecamatan Babakan Madang memiliki kondisi topografi yang bervariasi
dari datar, bergelombang dan berbukit-bukit. Berdasarkan data isian potensi desa
tahun 2009, Desa Bojong Koneng dan Desa Karang Tengah merupakan desa
dengan topografi berbukit-bukit. Jenis tanah di Kecamatan Babakan Madang
adalah jenis andosol. Tanah di Desa Bojong Koneng dan Desa Karang Tengah
berwarna merah dengan tekstur lempungan.
Menurut data isian potensi desa tahun 2009, Desa Bojong Koneng memiliki
curah hujan 122 mm/tahun dengan jumlah bulan hujan 6 bulan, sedangkan Desa
Karang Tengah memiliki curah hujan 1.200 mm/tahun dengan jumlah bulan hujan
6 bulan. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, dari hasil perhitungan
Desa Karang Tengah masuk kategori agak basah (Q = 33,3 - 60%) di mana
diperoleh persentase 50%. Desa Bojong Koneng terletak pada ketinggian 300 s.d
800 mdpl dengan suhu rata-rata harian 28 s.d 30 oC dan. Desa Karang Tengah
terletak pada ketinggian 529 mdpl dengan suhu rata-rata harian 32˚C dan curah
hujan 1200 mm/tahun dengan jumlah bulan hujan 6 bulan.
4.2 Keadaan Sosial Ekonomi 4.2.1 Demografi Desa
Jumlah penduduk Desa Bojong Koneng yang tercatat di buku daftar isian
potensi desa pada akhir tahun 2009 sebanyak 12.664 jiwa yang terdiri dari 6.521
jiwa laki-laki (51,49%) dan 6.143 jiwa perempuan (48,51%). Luas lahan Desa
Bojong Koneng sebesar 935,35 Ha, maka kepadatan penduduk sebesar 14
jiwa/Ha. Jumlah penduduk Desa Karang Tengah yang tercatat di buku daftar isian
potensi desa pada akhir tahun 2009 sebanyak 14.920 jiwa yang terdiri dari 7.689
jiwa laki-laki (51,53%) dan 7.231 jiwa perempuan (48,47%). Luas lahan Desa
Karang Tengah sebesar 1.422,10 Ha, maka kepadatan penduduk sebesar 10
jiwa/Ha. Penjabaran kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Daftar kepadatan penduduk Bojong Koneng dan Karang Tengah
No Desa
Luas Jumlah Penduduk (orang) Kepadatan Daerah
Laki-laki Perempuan Total Penduduk
(Ha) (Orang/Ha)
1 Bojong Koneng 935,35 6.521 6.143 12.664 14
2 Karang Tengah 1.422,10 7.689 7.231 14.920 10
Sumber : Daftar Isian Potensi Desa Bojong Koneng dan Desa Karang Tengah (2009)
Pembagian umur masyarakat terbagi kedalam beberapa kategori. Umur 0-4
tahun digolongkan kedalam kriteria bayi dan balita, yaitu anak-anak yang masih
kecil dan memerlukan perawatan dari orangtuanya. Umur 6-14 yaitu anak-anak
dan usia sekolah. Umur 15-55 tahun yaitu umur produktif manusia yaitu yang
termasuk angkatan kerja dan umur 56 keatas ialah umur para lansia, dimana
mereka sudah tidak produktif lagi untuk bekerja. Terdapat 5.721 jiwa penduduk
yang tidak produktif dan 6.943 jiwa penduduk yang produktif di Desa Bojong
tidak produktif dan 9.062 jiwa penduduk yang produktif. Penjabaran masyarakat
berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah penduduk Bojong Koneng dan Karang Tengah berdasarkan
Desa Bojong Koneng Desa Karang Tengah Jumlah
Sumber : Daftar Isian Potensi Desa Bojong Koneng dan Desa Karang Tengah (2009)
4.2.2 Pendidikan
Berdasarkan data yang diperoleh, mayoritas penduduk Desa Bojong
Koneng dan Desa Karang Tengah berpendidikan rendah yaitu tidak tamat SD dan
tamat SD. Tingkat ekonomi sebagian besar masyarakat yang hanya mencukupi
untuk kebutuhan sehari-hari berpengaruh terhadap jumlah masyarakat yang
mampu mengenyam pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Selain
disebabkan oleh faktor biaya, rendahnya tingkat pendidikan di Desa Bojong
Koneng dan Desa Karang Tengah disebabkan juga oleh jauhnya jarak antara
tempat tinggal masyarakat dengan gedung sekolah sementara akses kendaraan
masih cukup sulit. Khusus di Desa Bojong Koneng, angkutan umum tidak sampai
ke desa. Untuk menuju kecamatan harus menggunakan kendaraan bermotor
karena tidak memungkinkan untuk menempuh jarak yang cukup jauh dengan
Tabel 3 Jumlah penduduk Bojong Koneng dan Karang Tengah menurut tingkat pendidikan
No Tingkat Pendidikan
Desa Bojong Koneng Desa Karang Tengah Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(Orang) (%) (Orang) (%)
Sumber : Daftar Isian Potensi Desa Bojong Koneng dan Desa Karang Tengah (2009)
Dari Tabel 3 dapat dilihat jumlah penduduk di Desa Bojong Koneng yang
belum sekolah sebesar 1.622 orang (12,81%). Penduduk Desa Bojong Koneng
yang mampu menamatkan pendidikannya di tingkat SD sebanyak 1.251 orang
(9,88%), tingkat SLTP sebanyak 401 orang (3,17%), tingkat SLTA sebanyak 700
orang (5,53%), adapun penduduk yang mampu menyelesaikan pendidikan hingga
ke perguruan tinggi atau sederajat dengan jenjang diploma 1, 2, dan 3 sebanyak
25 orang (0,20%) dan tidak ada (0%) masyarakat Desa Bojong Koneng yang
melanjutkan ke jenjang strata 1, 2 dan 3.
Jumlah penduduk di Desa Karang Tengah yang belum sekolah sebanyak
2.283 orang (15,30%). Penduduk yang mampu menamatkan pendidikannya di
tingkat SD sebanyak 2.554 orang (17,12%), tingkat SLTP sebanyak 1.226 orang
(8,22%), tingkat SLTA sebanyak 500 orang (3,35%), adapun penduduk yang
mampu menyelesaikan pendidikan hingga ke perguruan tinggi atau sederajat
dengan jenjang diploma 1, 2, dan 3 sebanyak 32 orang (0,21%) dan yang berhasil
4.2.3 Angkatan Kerja, Mata Pencaharian dan Perekonomian Masyarakat
Berdasarkan daftar isian potensi Desa Karang Tengah tahun 2009, jumlah
penduduk yang berusia 15-55 tahun yang merupakan usia produktif bekerja
sebanyak 7.837 orang. Namun yang bekerja hanya 3.433 orang sedangkan 4.404
orang lainnya tidak memiliki pekerjaan. Di Desa Bojong Koneng penduduk yang
berusia 15-55 tahun sebanyak 2.500 orang. Namun hanya 1.820 orang yang
bekerja sedangkan 680 orang lainnya tidak memiliki pekerjaan. Tenaga kerja di
Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah sebagian besar bekerja sebagai petani.
Tabel 4 Jumlah tenaga kerja Bojong Koneng dan Karang Tengah menurut jenis pekerjaan
Pengrajin Industri RumahTangga 45 1,19 - 0,00
Pedagang keliling 31 0,82 65 1,44
Sumber : Daftar Isian Potensi Desa Bojong Koneng dan Desa Karang Tengah (2009)
Dari Tabel 4 diketahui bahwa masyarakat Desa Bojong Koneng sebagian
besar bermata pencaharian sebagai buruh tani yaitu sebesar 73,74%. Sedangkan
petani yaitu sebesar 42,56%. Sebagian besar penduduk mengandalkan bidang
pertanian sebagai mata pencaharian. Setiap satu orang kepala keluarga memiliki
lahan untuk diolah baik itu lahan milik sendiri maupun lahan garapan bekas
pengelolaan Perhutani. Penduduk yang tidak memiliki lahan baik itu lahan pribadi
maupun garapan dan tidak memiliki keahlian serta pekerjaan lain, maka mereka
akan bekerja menjadi buruh tani di lahan milik orang lain.
4.3 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)
4.3.1 Sejarah LMDH Bojong Koneng
LMDH Bojong Koneng dibentuk pada tanggal 7 Maret 2008 dan disahkan
dihadapan Notaris Wahyudi Budiana, SH dengan Akta Notaris Nomor : 11/2008.
Gambar 1 Papan nama LMDH Bojong Koneng.
Pelaksanaan sistem PHBM disepakati bersama antara pihak Perhutani KPH
Bogor dengan pemerintah desa dan masyarakat Desa Bojong Koneng pada
tanggal 26 November 2008 yang tertulis pada Nota Perjanjian Kerjasama PHBM
Nomor: 23/KPTS/BGR/III/2008. Dalam Nota Perjanjian Kerjasama tercantum
luas hutan pangkuan LMDH Bojong Koneng adalah ± 590,40 Ha. Aturan-aturan
mengenai semua hal yang berkaitan dengan LMDH telah tercantum pada Akta
Notaris dan Nota Perjanjian Kerjasama. Sejak berdiri, jabatan Ketua LMDH
Bojong Koneng dipegang oleh Ace Hermawan, jabatan Wakil Ketua dipegang
oleh H. Ilyas. Pemilihan pengurus LMDH dilakukan oleh anggota LMDH Bojong
Koneng. Saat ini LMDH Bojong Koneng mempunyai 102 anggota.
Gambar 2 Struktur organisasi LMDH Bojong Koneng.
Pekerjaan utama anggota LMDH Bojong Koneng adalah petani. Dari 30
orang responden di LMDH Bojong Koneng, 29 orang memiliki pekerjaan utama
sebagai petani dan hanya 1 orang yang bekerja sebagai wirausaha.
4.3.2 Kegiatan LMDH Bojong Koneng
Adapun kegiatan yang telah dilakukan LMDH Bojong Koneng adalah:
1. Penanaman
Kegiatan penanaman dilakukan di lahan seluas 366,57 Ha. Penanaman
dilakukan dengan sistem tumpang sari dengan jarak tanam 5 m x 5 m untuk
tanaman utama (pinus dan mahoni) dan di antara tanaman utama ditanam tanaman
pengisi (buah-buahan) dengan jarak 2,5 m x 2,5 m.
2. Pembuatan kolam budidaya ikan Lele
Pembuatan kolam bududaya ikan Lele dilaksanakan pada tanggal 6 Juni
2010. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pembuatan kolam budidaya ikan
Lele tersebut adalah pembersihan lahan untuk pembuatan kolam ikan terpal,
Ketua
Wakil Ketua
Bendahara Sekretaris
Seksi-Seksi
Perencanaan Pemasaran Organisasi Keamanan
Usaha
penyiapan alat-alat untuk membuat kolam seperti bambu dan terpal, pembuatan
kolam ikan dengan ukuran 3 m x 4 m sebanyak 4 kolam, pengadaan kotoran sapi
dan kambing.
3. Penaburan benih ikan Lele Sangkuriang
Benih ikan lele telah ditaburkan pada tanggal 13 Juni 2010. Benih ikan yang
ditaburkan sebanyak 1000 ekor. Kegiatan penaburan benih ikan Lele Sangkuriang
dilakukan pada pagi hari pukul 08.30 WIB.
4. Panen ikan Lele Sangkuriang
Ikan Lele Sangkuriang sudah bisa dipanen setelah tiga bulan dibudidaya.
Panen Ikan Lele Sangkuriang dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2010. Dari hasil
panen didapat ikan Lele dengan berat total 110 Kg. Hasil panen Lele kemudian
dijual dan menghasilkan pendapatan Rp 1.100.000,-
4.3.3 Sejarah LMDH Wana Sejahtera
LMDH Wana Sejahtera Desa Karang Tengah dibentuk tanggal 3 Oktober
2007 dan disahkan dihadapan Notaris Wahyudi Budiana, SH dengan akta Notaris
Nomor : 10/2008. Pelaksanaan sistem Pengelolaan PHBM disepakati bersama
antara pihak Perhutani KPH Bogor dengan pemerintah desa dan masyarakat Desa
Karang Tengah pada tanggal 26 November 2008 yang tertulis pada Nota
Perjanjian Kerjasama PHBM Nomor: 05/059.1/PKS-PHBM/BGR/III/2008.
Dalam Nota Perjanjian Kerjasama tercantum luas hutan pangkuan LMDH Wana
Sejahtera adalah ± 1.738,20 Ha. Aturan-aturan mengenai semua hal yang
berkaitan dengan LMDH telah tercantum pada Akta Notaris dan Nota Perjanjian
Kerjasama.
Pemilihan pengurus LMDH dilakukan oleh anggota LMDH Wana
Sejahtera. Saat ini, jabatan Ketua LMDH Wana Sejahtera dipegang oleh Suheri,
jabatan Wakil Ketua dipegang oleh Ajat, sekretaris dipegang oleh Adi Ahmad
Supendi dan jabatan bendahara dipegang oleh Hasan. Saat ini LMDH Wana
Sejahtera mempunyai 666 orang anggota. Pekerjaan utama anggota LMDH Wana
Sejahtera adalah petani. Dari 30 orang responden di LMDH Wana Sejahtera 29
orang memiliki pekerjaan utama sebagai petani dan hanya 1 orang yang memiliki
Gambar 3 Struktur organisasi LMDH Wana Sejahtera.
4.3.4 Kegiatan LMDH Wana Sejahtera
Anggota LMDH Wana Sejahtera telah melakukan kegiatan penanaman.
Tanaman pokok yang ditanam yaitu pinus dan tanaman pengisi adalah tanaman
buah-buahan. Penanaman dilakukan dengan sistem tumpang sari dengan jarak
tanam 5 m x 5 m untuk tanaman utama dan diantara tanaman utama dengan jarak
2,5 m x 2,5 m ditanam tanaman pengisi.
Wakil Ketua
Bendahara Sekretaris
Sie. Perencanaan Sie. Humas Sie. Penanaman
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1Kegiatan Budidaya Hutan 5.1.1 Persiapan lahan
Kegiatan pembersihan lahan di Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah
dilakukan dengan menggunakan parang atau golok. Pembersihan lahan dilakukan
untuk membuka areal yang akan ditanam dengan membersihkan lahan dari
tanaman dan rumput-rumput. Kegiatan pengolahan lahan tidak dilakukan oleh
responden Desa Bojong Koneng. Hal ini dikarenakan lahan sudah sering
digunakan untuk bercocok tanam singkong sehingga lahan sudah dalam keadaan
terbuka dan gembur. Menurut responden, tanah yang gembur ditandai dengan
bentuk tanah yang tidak padat. Tanah yang gembur bermanfaat bagi akar tanaman
yang baru ditanam untuk mampu menyerap zat subur dari tanah. Gambar 4 di
bawah ini menunjukkan lahan terbuka akibat sering ditanami singkong sehingga
tidak dilakukan pengolahan oleh responden.
Gambar 4 Lahan terbuka akibat sering ditanami singkong.
Sementara itu, sebagian besar responden Karang Tengah juga tidak
melakukan pengolahan lahan. Akan tetapi, kegiatan pengolahan lahan akan tetap
dilakukan responden apabila lahan yang akan ditanami belum atau jarang
dilakukan dengan cara membolak-balikkan tanah dengan menggunakan cangkul.
Tanah diolah dengan kedalaman maksimal 20 cm, jika diolah lebih dalam dapat
menyebabkan tanah menjadi lengket. Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan di
Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah dapat dilihat dalam Tabel 5.
Tabel 5 Persiapan lahan menurut responden Bojong Koneng dan Karang Tengah
Nama Kegiatan
Bojong Koneng Karang Tengah
Baik Buruk/Jelek Baik Buruk/Jelek
Pembersihan
Karang Tengah tidak sepenuhnya sama dengan pembersihan lahan dan
pengolahan lahan yang tertera dalam pedoman pembuatan tanaman pinus (Pinus merkusii) untuk Perum Perhutani SK Direksi no.834/Perum/Perhutani/X/1974. Di dalam pedoman dijelaskan bahwa pembersihan lapangan dilakukan dengan cara:
1. Melanjutkan eksploitasi sisa-sisa kayu berharga.
2. Menyediakan kayu bahan sarana pembuatan tanaman, yaitu: patok, acir,
anggelan dan gubug.
3. Mempertahankan pohon-pohon yang dilarang ditebang.
4. Membabat tumbuh-tumbuhan dan membakar sampah.
Dari keempat hal yang tertera dalam pedoman, kegiatan yang tidak
dilakukan masyarakat Bojong Koneng dan Karang Tengah dalam pembersihan
lapangan yaitu menyediakan bahan untuk membuat gubug. Hal ini dikarenakan
pada kenyataannya di lapangan masyarakat tidak membuat gubug. Sementara itu,
berdasarkan pedoman kegiatan pengolahan lahan meliputi:
1. Gebrus pertama dan membalik tanah.
3. Membersihkan dan menghancurkan tanah pada jalur-jalur tanaman
menjadi butiran-butiran halus dan bersih dari segala macam akar.
Dari ketiga hal yang tertera dalam pedoman, ketika akan menanam pinus
dan mahoni hampir semua kegiatan pengolahan lahan tidak dilakukan responden
Bojong Koneng dan Karang Tengah. Hal ini dikarenakan masyarakat telah
menggunakan lahan tersebut sebelumnya sehingga kondisi tanah sudah dalam
keadaan siap tanam.
5.1.2 Pengadaan benih
Bahan tanam yang digunakan responden Bojong Koneng dan Karang
Tengah di lahan PHBM berbentuk bibit. Bibit yang digunakan berasal dari
pemberian Perum Perhutani. Bibit yang diberikan Perum Perhutani adalah bibit
tanaman pinus, mahoni, dan buah-buahan. Untuk tanaman yang lazim digunakan
masyarakat untuk ditanam di lahan sendiri, responden menggunakan bahan tanam
berbentuk benih dan bibit. Responden mendapatkan benih dengan cara mengambil
benih dari buah yang sudah dipanen. Buah yang dijadikan sumber benih adalah
buah yang manis dan berukuran besar. Responden mendapatkan bibit dengan
membeli di pedagang bibit. Bibit yang dibeli memiliki ciri-ciri tinggi bibit lebih
dari ½ meter, berbatang lurus dan daun tidak berlubang-lubang.
Benih yang didapatkan kemudian disemai. Penyemaian dilakukan tanpa
membuat lokasi pesemaian khusus. Akan tetapi dikarenakan alasan biaya dan
waktu, benih yang didapat langsung ditanam di lapangan. Jika benih yang ditanam
tidak tumbuh, maka akan digantikan dengan benih yang baru. Kegiatan ini tidak
sesuai dengan pedoman Pembuatan tanaman Pinus untuk Perum Perhutani (1974);
dan menurut Indriyanto (2008) yang mengungkapkan bahwa penanaman benih
tanpa penyemaian terlalu banyak mengandung resiko, karena tidak terjamin
tumbuhnya secara kontinyu baik dalam jumlah maupun persyaratan kualitas yang
harus dipenuhi. Adapun jenis-jenis bahan tanam dan ciri-cirinya yang biasa
digunakan responden Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah dapat dilihat
Tabel 6 Jenis-jenis bahan tanam yang lazim digunakan responden Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah
Nama Tanaman
Bojong Koneng Karang Tengah
Baik Buruk/Jelek Baik Buruk/Jelek
Nangka Biji berasal dari buah berwarna kuning dan berukuran besar
Biji berasal dari berdaging tipis dan berukuran kecil
Biji berukuran kecil Biji berukuran besar dan berwarna merah
5.1.3 Penanaman
Responden Bojong Koneng dan Karang Tengah melakukan penanaman di
bulan penghujan. Hal ini sesuai dengan pedoman pembuatan tanaman pinus untuk
Perum Perhutani (1974) dalam bab VI tentang jenis tanaman lain-lain. Penanaman
dilakukan pada waktu telah banyak hujan dan merata, yaitu dari bulan November,
selambat-lambatnya Januari, menurut keadaan iklim setempat.
Jalur tanam dibuat dengan tujuan agar tanaman yang akan ditanam tersusun
rapi. Jalur tanam di Desa Bojong Koneng berukuran ± 1,5 meter sedangkan jalur
tanam di Desa Karang Tengah berukuran ± 2 meter. Perbedaan tersebut tidak
didasarkan alasan khusus, hal ini dikarenakan ukuran jalur tanam dibuat hanya
sebatas perkiraan tanpa menggunakan alat ukur.
Di Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah, pinus (Pinus merkusii) ditanam dengan jarak 3 m x 3 m. Jarak tanam tersebut dianggap baik untuk
pertumbuhan pinus karena pinus berbatang lurus dan tidak memiliki banyak
cabang sedangkan mahoni (Swietenia macrophylla) ditanam dengan jarak 5 m x 5 m. Jarak tanam tersebut dianggap baik oleh responden Bojong Koneng. Menurut
responden, jarak tanam 5 m x 5 m membuat cahaya matahari tidak terhalang
dahan untuk menembus tanah. Menurut responden Desa Karang Tengah, mahoni
sebaiknya ditanam dengan jarak 5 m x 6 m. Hal ini dikarenakan jika tanaman
sudah besar, maka akan dahan mahoni yang rimbun dapat menghambat cahaya
matahari untuk menembus tanah.
Tanaman buah-buahan ditanam diantara tanaman pokok dengan jarak 2,5 m
x 2,5 m. Jarak tanam ini sudah baik untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini
dikarenakan tanaman buah-buah yang ditanam tidak memiliki dahan yang terlalu
rimbun jika pohon telah tumbuh besar.
Kegiatan penanaman yang dilakukan masyarakat Bojong Koneng dan
Tabel 7 Kegiatan penanaman yang dilakukan responden Desa Bojong Koneng dan Karang Tengah
Nama Kegiatan
Bojong Koneng Karang Tengah
Baik Buruk/Jelek Baik Buruk/Jelek
Pembuatan Jalur Tanam
Jalur tanam rapi dengan lebar 1,5 m
Jalur tanam tidak rapi Jalur tanam rapi dengan lebar 2 m
Berdasarkan pedoman pembuatan tanaman pinus untuk Perum Perhutani
(1974), tanaman pinus ditanam dengan jarak 3 m x 3 m atau 3 m x 2 m. Jarak
tanam 3 m x 3 m diterapkan dengan penjelasan:
1. Antara larikan dengan larikan 3 meter.
2. Antara tanaman pokok dalam larikan 3 meter.
3. Tanaman pengisi ditanam di antara tanaman pokok dalam larikan.
4. Di antara larikan tanaman pokok ditanam tanaman sela.
Jarak tanam 3 m x 2 m diterapkan dengan penjelasan:
1. Keadaan konfigurasi lapangan adalah sedemikian, sehingga bidang
tanaman yang produktif untuk penanaman pinus menjadi terlalu sempit.
2. Pengadaan biji/bibit pohon pengisi sangat sukar.
Berdasarkan pedoman di atas, diketahui jarak tanam pinus yang digunakan
responden Bojong Koneng dan Karang Tengah telah sesuai dengan pedoman dan
telah sesuai dengan pengetahuan masyarakat sedangkan untuk jarak tanaman
mahoni, ditemukan perbedaan jarak tanam yang sebaiknya digunakan. Responden
Bojong Koneng mengungkapkan bahwa jarak tanam 5 m x 5 m sudah cukup baik
untuk tanaman mahoni sedangkan responden Karang Tengah mengungkapkan
bahwa jarak tanam 5 m x 6 m yang lebih baik untuk tanaman mahoni. Tanaman
mahoni sendiri sebaiknya ditanam dengan jarak 2 m x 1 m panah tanah kurang
subur dan ditanam dengan jarak 3 m x 1 m atau 3 m x 2 m pada tanah yang subur.
Tanaman mahoni dapat tumbuh dengan subur di pasir payau dekat dengan pantai.
Tanaman ini menyukai tempat yang cukup sinar matahari langsung (tidak
ternaungi) sehingga sebaiknya jarak tanam mahoni disesuaikan dengan kondisi
lokasi penanaman.
Berdasarkan pedoman pembuatan tanaman pinus dan mahoni untuk Perum
Perhutani (1974), pengangkutan bibit ke area tanam harus dilakukan dengan
hati-hati dan seaman mungkin. Apabila pengangkutan tidak hati-hati-hati-hati maka kerusakan
bibit membawa kerugian yang cukup besar. Oleh karena itu, jumlah bibit yang
diangkut disesuaikan dengan jarak yang ditempuh untuk mengangkut bibit ke area
tanam dan kemampuan menanam regu tanam. Hal ini untuk menghindari
penumpukan bibit di lapangan. Bibit pinus yang tiba di lapangan harus segera di
1. Dikerjakan pada sore hari.
2. Lubang tanam dengan ukuran 30 cm.
3. Menempatkan bibit pada tanah asal dan ditutup secara baik.
4. Akar jangan sampai membengkok.
Ukuran lubang tanam yang dibuat di Desa Bojong Koneng dan Karang
Tengah tidak sama dengan ukuran lubang tanam yang tertera dalam pedoman.
Menurut pedoman, ukuran lubang tanam adalah 30 cm x 30 cm dengan
kedalaman ± 30 cm. Lubang tanam yang dibuat responden berukuran 20 cm x 20
cm dengan kedalaman ± 20 cm serta dengan ukuran 40 cm x 40 cm dengan
kedalaman ± 40 cm atau disesuaikan dengan ukuran bibit yang akan ditanam.
Akan tetapi, ukuran lubang tanam yang dibuat responden sesuai dengan ukuran
lubang tanam yang diungkapkan oleh Indriyanto (2008), di mana lubang tanam
dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 x cm x 40 x cm (panjang 40 cm, lebar 40 cm,
dan dalam 40 cm) atau bergantung pada cara penanamannya. Lubang tanam
jangan terlalu dalam dan jangan terlalu dangkal.
5.1.4 Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan responden adalah kegiatan
pembersihan gulma, penyulaman, dan pemupukan. Kegiatan pembersihan gulma
di sekitar tanaman dilakukan dalam waktu 3 bulan 1 kali. Responden
membersihkan semua gulma yang ada. Pembersihan gulma bertujuan untuk
membuat tanaman inti dapat tumbuh dengan baik tanpa diganggu oleh tanaman
pengganggu dalam mendapatkan cahaya dan unsur hara dari dalam tanah.
Responden Karang Tengah membersihkan gulma di sekitar tanaman dengan
diameter ± 0,5 meter jika tanaman masih kecil. Akan tetapi jika tanaman sudah
agak besar, maka gulma dibersihkan di sekitar tanaman dengan diameter 1 m.
Ukuran diameter yang berbeda dalam pembersihan gulma dikarenakan ukuran
tumbuhan yang juga telah berbeda. Tanaman yang masih kecil memiliki akar
tanaman belum terlalu jauh menjalar sehingga cukup membersihkan gulma
dengan diameter yang tidak terlalu besar. Sedangkan tanaman yang sudah agak
besar memiliki akar yang sudah cukup menjalar dan membutuhkan nutrisi yang
Mengacu pada kegiatan pemeliharaan menurut Baker dkk., (1979) dalam Indriyanto (2008), cukup banyak yang kegiatan pemeliharaan yang tidak
dilakukan responden Bojong Koneng dan Karang Tengah diantaranya adalah
kegiatan pendangiran, pemangkasan cabang, dan penjarangan tanaman. Selain
tidak semua kegiatan pemeliharaan dilakukan responden, ditemukan beberapa
perbedaan pelaksanaan kegiatan pemeliharaan oleh responden.
Kegiatan penyulaman dilakukan oleh responden setelah melakukan
pemeriksaan setiap 3 bulan 1 kali dimulai sejak penanaman sedangkan menurut
Pedoman Pembuatan tanaman Pinus untuk Perum Perhutani (1974) dan Teknik
Pembuatan Tanaman Pinus merkusii. Direktorat Hutan Tanaman Industri. Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan.
Maret (1990), waktu pelaksanaan penyulaman dilakukan apabila dijumpai adanya
kematian bibit setelah satu bulan selesai penanaman. Penyulaman terus dilakukan
sampai jumlah tanaman muda cukup sesuai dengan kerapatan tegakan yang
dipersyaratkan. Penyulaman ini sebaiknya dilaksanakan pada pertengahan musim
penghujan. Perbedaan waktu kegiatan penyulaman ini dikarenakan menurut
masyarakat setelah 3 bulan penanaman maka pertumbuhan bibit yang ditanam
akan terlihat sangat jelas karena sudah cukup besar.
Kegiatan pemupukan pada kenyataannya di lapangan hanya dilakukan oleh
responden Karang Tengah. Responden Bojong Koneng tidak melakukan kegiatan
pemupukan dikarenakan keterbatasan biaya. Pupuk yang biasa digunakan dalam
kegiatan pemupukan adalah pupuk kandang dan pupuk urea. Adapun cara
pemberian pupuk yang dilakukan responden, yaitu:
a. Pupuk kandang : diberikan dengan cara memasukkan ke dalam
lubang tanam serta ada yang memberikan pupuk kandang dengan cara
menyiram di pinggir tanaman.
b. Pupuk urea : diberikan dengan cara menyiram atau menaburkan pupuk
di sekeliling tanaman tapi jaraknya tidak terlalu dekat dengan batang.
Cara pemberian pupuk yang dilakukan di Desa Karang Tengah telah sesuai
dengan cara pemberian pupuk menurut Indriyanto (2008). Di mana jika akan
kandang dan dimasukkan ke dalam lubang tanam lebih kurang 1/3 bagian volume
lubang tanam.
Kegiatan pendangiran tidak dilakukan responden. Menurut responden, tanah
tidak berada dalam keadaan padat. Menurut pedoman pembuatan tanaman pinus
untuk Perum Perhutani (1974) dalam bab VI tentang jenis tanaman lain-lain,
kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan masyarakat terhadap tanaman rimba
secara kontinyu adalah kegiatan menggemburkan tanah dan membersihkan
tanaman dari rumput-rumput. Sehingga kegiatan pendangiran ini menjadi kegiatan
yang tidak seharusnya ditinggalkan.
Sama seperti kegiatan pendangiran, kegiatan pemangkasan cabang dan
penjarangan tanaman juga tidak dilakukan. Kegiatan pemangkasan cabang tidak
dilakukan dikarenakan penanaman yang dilakukan bukan di hutan tanaman yang
diperuntukkan sebagai hasil kayu pertukangan. Di mana tujuan pemangkasan
cabang adalah untuk membuang cabang bagian bawah untuk memperoleh batang
bebas cabang yang panjang dan bebas dari mata kayu (Kosasih dkk., 2002 dalam Indriyanto, 2008). Kegiatan penjarangan juga tidak dilakukan oleh responden. Hal
ini disebabkan tanaman ditanam sesuai jarak tanam yang telah ditentukan
sehingga tidak diperlukan pengaturan ruang tumbuh. Untuk tanaman yang
pertumbuhannya sudah mencapai ketinggian 2-3 meter, maka kegiatan
pemeliharaan tidak lagi dilakukan. Hal ini dikarenakan tanaman telah dapat
bertahan dan tumbuh dengan baik.
Adapun kegiatan pemeliharaan yang dilakukan responden Desa Bojong
Tabel 8 Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan responden Bojong Koneng dan Karang Tengah
Nama Kegiatan
Bojong Koneng Karang Tengah
Baik Buruk/Jelek Baik Buruk/Jelek
Pembersihan Gulma
Semua gulma dibersihkan Gulma tidak dibersihkan semua
Semua gulma dibersihkan Gulma tidak dibersihkan semua
Pemupukan Pupuk diberikan dengan cara
5.2 Pengetahuan Tentang PHBM
5.2.1 Pengetahuan Masyarakat Tentang Tujuan PHBM
Berdasarkan pedoman PHBM tahun 2009, tujuan pelaksanaan PHBM yaitu:
1. Meningkatkan tanggung jawab Perusahaan, masyarakat desa hutan, dan
pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat
sumberdaya hutan
2. Meningkatkan peran Perusahaan, masyarakat desa hutan, dan pihak
yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan
3. Memperluas akses masyarakat desa hutan dalam pengelolaan sumber
daya hutan.
4. Menselaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan
kegiatan pembangunan wilayah sesuai kondisi dan dinamika sosial
masyarakat desa hutan.
5. Meningkatkan sinergitas dengan Pemerintah Daerah dan stakeholder.
6. Meningkatkan usaha-usaha produktif menuju masyarakat desa hutan
mandiri yang mendukung terciptanya hutan lestari.
7. Mendukung keberhasilan pembangunan daerah yang diukur dengan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui 3 (tiga) indikator utama,
yaitu tingkat daya beli, tingkat pendidikan, dan tingkat kesehatan.
Berdasarkan PKS antara Perhutani dengan LMDH Bojong Koneng No.
23/KPTS/BGR/III/2008 dan LMDH Wana Sejahtera Desa Karang Tengah No.
05/059.1/PKS-PHBM/BGR/III/2008 yaitu mewujudkan usaha bersama jasa
lingkungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, kelestarian hutan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta kelestarian hutan.
Sebanyak 5 responden (16,67%) Bojong Koneng dapat menyebutkan 3
point tujuan PHBM, 8 responden (26,67%) dapat menyebutkan 2 point tujuan
PHBM, dan 17 responden (56,66%) hanya mampu menyebutkan 1 tujuan PHBM
secara sama ataupun mendekati sama dengan tujuan dalam pedoman PHBM.
Berdasarkan pedoman PHBM, responden Desa Bojong Koneng hanya mampu
menyebutkan tujuan PHBM nomor 2,3 dan 7 dan berdasarkan PKS responden
hanya dapat menyebutkan tujuan PHBM point meningkatkan kesejahteraan