• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Polimorfisme Protein Darah Domba UP3J dengan Menggunakan Teknik PAGE (Polyacrilamide Gel Electropheresis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Polimorfisme Protein Darah Domba UP3J dengan Menggunakan Teknik PAGE (Polyacrilamide Gel Electropheresis)"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POLIMORFISME PROTEIN DARAH DOMBA

UP3J DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PAGE

(POLYACRILAMIDE GEL ELECTROPHORESIS)

SKRIPSI

ASEP PRIATNA KUSUMA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

ASEP PRIATNA KUSUMA. D14051399. 2012. Analisis Polimerfisme Protein Darah Domba UP3J dengan Menggunakan Teknik PAGE (Polyacrilamide Gel Electrophoresis). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing utama : Dr. Jakaria, S. Pt, M. Si

Pembimbing anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc

Sejumlah perbedaan-perbedaan yang diatur secara genetik telah diketemukan dalam globulin, albumin dan enzim-enzim darah serta hemoglobin. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat diketahui dengan menggunakan prosedur biokemis, terutama elektroforesis. Polimorfisme darah diatur secara genetis oleh pasangan alel. Polimorfisme protein merupakan ekspresi dari gen dapat dideteksi dengan teknik elektroforesis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui polimorfisme protein darah domba lokal Jonggol menggunakan metode Polyacrilamide Gel Electrophoresis

(PAGE).

Penelitian ini dilakukan selama sebulan yang dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Total sampel plasma yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 84 sampel yang berasal dari populasi domba Jonggol. Analisis data yang digunakan adalah frekuensi alel, nilai heterozigositas dan rataan heterozigisitas.

Hasil penelitian diperoleh Albumin (Alb) dengan alel A, Post albumin (Pa) dengan alel S, Transferrin (Tf) dengan alel A, B dan C, Post transferrin-1 (Ptf-1) dengan alel A dan Post transferrin-2 (Ptf-2) dengan alel A. Metode yang digunakan adalah metode elektroforesis gel poliakrilamida (PAGE). Protein Transferrin bersifat polimorfik ditandai dengan adanya dua variasi jumlah pita. Protein Albumin, Post albumin, Post transferrin-1 dan Post transferrin-2 bersifat monomorfik. Berdasarkan frekuensi alel lokus Transferrin menunjukkan angka keragaman yang rendah, dengan angka = 0,0700, sedangkan pada Albumin, Post albumin, Post transferrin-1 dan

Post transferrin-2 ditemukan angka homozigositas maksimum dengan heterozigositas = 0. Hasil analisis polimorfisme lima lokus yang ada pada domba jonggol didapatkan angka rata-rata heterozigositas sebesar = 0,0140.

(3)

ABSTRACT

Blood Protein Polymorphism Analysis in Jonggol Sheep by Using PAGE (Polyacrilamide Gel Electrophoresis) Techniques

Kusuma, A. P., Jakaria and C. Sumantri

The purpose of this research is to know blood protein polymorphism of Jonggol sheep using Polyacrilamide Gel Electrophoresis (PAGE) procedure. Samples were conducted on July 2010 at Animal Genetic and Moleculler Laboratory, Department of Animal Production and Science Technology, Faculty of Animal Husbandry, Bogor Agricultural University. Individual variation can be identified genetically by studying plasma protein polymorphism. The plasma used in this research was collected from local sheep of Jonggol. There are five kinds of plasma protein which were studied in this research. There are Albumin (Alb), Post albumin

(Pa), Transferrin (Tf), Post transferrin-1 (Ptf-1) and Post transferrin-2 (Ptf-2). The metode used in this research is polyacrilamide gel electrophoresis (PAGE).

Transferrin protein reveals polymorphism. Two allels were identified. Albumin, Post albumin, Post transferrin-1 and Post transferrin-2 proteins were monomorph.

(4)

ANALISIS POLIMORFISME PROTEIN DARAH DOMBA

UP3J DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PAGE

(POLYACRILAMIDE GEL ELECTROPHORESIS)

ASEP PRIATNA KUSUMA D14051399

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul : Analisis Polimorfisme Protein Darah Domba UP3J dengan Menggunakan Teknik PAGE (Polyacrilamide Gel Electropheresis)

Nama : Asep Priatna Kusuma NIM : D14051399

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Dr. Jakaria, S.Pt, M.Si) NIP. 19660105 199303 1 001

Pembimbing Anggota,

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP. 19591212 198603 1 004

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi Dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP. 19591212 198603 1 004

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 03 Agustus 1987 di Sumedang, sebagai anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Tatang dan almarhumah Ibu Rd. Teti Kurnia Saleh. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SDN Gudangkopi 1, sedangkan pendidikan menengah tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1 Sumedang. Pendidikan menengah tingkat atas berhasil diselesaikan pada tahun 2005 di SMAN 3 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2006.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Skripsi yang berjudul

“Analisis polimerfisme Protein Darah Domba UP3J dengan menggunakan Teknik PAGE (Polyacrilamide Gel Electrophoresis)” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Domba merupakan hewan ternak yang mempunyai peranan penting untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sumber protein dan gizi masyarakat. Komoditas ternak domba meliputi daging, wol dan kulit. Komoditas-komoditas tersebut berpotensi memberikan peluang usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat karena mempunyai beberapa kelebihan. Perbedaan-perbedaan pada kondisi lingkungan dan latar belakang genetik dapat menyebabkan fenotipe yang berbeda-beda. Hal ini dapat mempermudah proses pengembangan ternak domba. Pengembangan ternak domba dapat dilakukan dengan seleksi dan pemurnian. Seleksi bertujuan untuk meningkatkan mutu genetik, sedangkan pemurnian bertujuan untuk melestarikan plasma nutfah yang dapat memberikan info dasar asal-usul domba lokal.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca. Selain itu karya kecil ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap kemajuan dunia peternakan di Indonesia.

Bogor, Februari 2012

(8)

DAFTAR ISI

Polimorfisme Protein Darah. ... 6

Elektroforesis ... 17

Keragaman Genetik ... 19

MATERI DAN METODE ... 21

Lokasi dan Waktu ... 21

Materi ... 21

Bahan Penyiapan Campuran Kimia ... 21

Prosedur ... 22

Pembuatan Gel Elektroforesis ... 22

Penetesan Contoh dan Proses Pemisahan Protein (running) 24 Teknik Pewarnaan dan Pencucian ... 24

Teknik Pembacaan Hasil Elektroforesis….. ... 24

Analisis Data ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

Keragaman Alel Protein Darah ... 26

Frekuensi Alel pada Lokus Protein Darah ... 29

Nilai Heterozigositas ... 29

(9)

viii

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

UCAPAN TERIMA KASIH ... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Data Frequensi Transferrin biakan Doba Lokal Asia ... 9 2. Data Frequensi Easterase dan Heoglobin beta biakan Domba Lokal

Asia ... 9 3. Frekuensi Alel Pada Lokus Pa dan Tf Domba Lokal Maroko…….. 12 4. Rataan Heterozigositas dari Enam Biakan Domba Lokal Maroko … 14 5. Jumlah Domba dan Frekuensi Pita PTf 2 Elektroforesis 1992…….... 15 6. Jumlah Domba dan Frekuensi Pita PTf 1 Elektroforesis 1992…….... 16 7. Jumlah Domba dan Frekuensi Pita Tf Elektroforesis 1992……... 16 8. Jumlah Domba dan Frekuensi Pita Pa dan Alb Elektroforesis 1992... 17 9. Distribusi Protein Darah Domba Bangsa Afrika Barat... 20 10. Jumlah Domba Hasil Elektroforesis Macam Genotipe dan Frekuensi

Genotip Domba UP3J...………... 27 11. Frekuensi Alel pada Lokus Protein Plasma Darah Domba UP3J... 29 12. Nilai Heterozigositas pada Lokus Protein Plasma Darah Domba

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Profil Domba Ekor Tipis (DET) Jantan dan Betina ... 5 2. Profil Domba Ekor Gemuk (DEG) Jantan dan Betina ... 5 3. Migrasi Protein Post Albumin dan Transferrin pada Gel Elektroforesis 13 4. Tipe Pola Pita Darah Domba Jonggol ... 14 5. Bagan Alir Metode Kerja Menurut Ogita dan Markert (1979) ... 23 6. Hasil PAGE Domba UP3J dan Zymogram dari PAGE Domba

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan dan sangat populer di kalangan peternak di Indonesia. Populasi ternak domba di Indonesia berjumlah 10.471.991 ekor pada tahun 2009, antara lain populasi domba di Jawa barat sebanyak 5.524.209 ekor, Jawa Tengah sebanyak 2.661.731 ekor, Jawa Timur sebanyak 740.667 ekor, Banten sebanyak 637.072 ekor, Sumatera Utara 268.479 ekor, DI Nangroe Aceh Darusalam sebanyak 184.757 ekor dan DI Yogyakarta sebanyak 134.056 ekor (Direktorat Jenderal Peternakan, 2009).

Domba merupakan hewan ternak yang mempunyai peranan penting untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi, sumber protein dan gizi masyarakat. Komoditas ternak domba meliputi daging, wol dan kulit. Komoditas-komoditas tersebut berpotensi memberikan peluang usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat karena mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan tersebut diantaranya mudah dirawat, tidak banyak modal dikeluarkan, berkembangbiak dengan tingkat kesuburan tinggi dan mudah beradaptasi.

Perbedaan kondisi lingkungan dan latar belakang genetik dapat menyebabkan keragaman fenotipe. Hal ini dapat mempermudah proses pengembangan ternak domba. Pengembangan ternak domba dapat dilakukan dengan seleksi. Seleksi bertujuan untuk meningkatkan mutu genetik.

Informasi lengkap mencakup ciri morfologi dan genetik diperlukan untuk mengetahui variasi sifat-sifat pada domba lokal Jonggol. Ciri morfologi dianalisis melalui sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Sifat kualitatif diperoleh melalui pengamatan sifat-sifat yang tampak dari luar sedangkan sifat kuantitatif diperoleh melalui pengukuran bagian-bagian tubuh (morfometri). Ciri genetik diperoleh melalui analisis polimorfisme protein darah menggunakan teknik elektroforesis.

(13)

2 dideteksi dengan teknik elektroforesis. Keadaan genetik domba Jonggol dapat dianalisis dari polimorfisme protein.

Tujuan

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Domba (Ovis aries)

Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal ternak. Domba diklasifikasikan menurut Blakely dan Bade (1992) sebagai berikut:

Spesies : Ovis aries (domba yang didomestikasi)

Jenis domba yang terdapat di Indonesia menurut Iniguez et al. (1991) yaitu domba ekor tipis dan domba ekor gemuk. Inounu dan Dwiyanto (1996) mengemukakan bahwa terdapat dua tipe domba yang paling menonjol di Indonesia yaitu domba ekor tipis dan domba ekor gemuk dengan perbandingan galur dan masing-masing tipe.

Domba Lokal

Ternak domba yang tersebar masih sangat beragam, demikian pula asal-usulnya sedikit sekali diketahui. Umumnya domba-domba di Indonesia (tropis) tidak mengenal adanya musim pembiakan (nonseasonable inbreeding), berbeda dengan domba yang berada di daerah iklim sedang. Di Jawa terdapat tiga kelompok domba yaitu domba ekor tipis (local Javanese thin-tailed) atau domba lokal, domba ekor gemuk (local Javanese fat-tailed) dan domba priangan (Priangan of west Java) atau dikenal sebagai domba ekor sedang (Mason, 1980).

Jenis domba yang terdapat di Indonesia menurut Iniguez et al. (1991) adalah domba Jawa ekor tipis, domba Jawa ekor gemuk, dan domba Sumatra ekor tipis.

(15)

4 Jawa Timur (Devendra dan Mcleroy, 1982). Domba ini tidak jelas asal-usulnya dan dijumpai di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah (Devendra dan McLeroy, 1989).

Karakteristik domba lokal diantaranya bertubuh kecil, lambat dewasa, tidak seragam, berbulu kasar, dan hasil daging relatif sedikit, dengan rata-rata bobot potong 20 kg (Edey, 1983). Panjang tulang pundak domba dewasa 57 cm dan bobot potong 19 kg (Mason, 1980). Pendapat lain menyatakan bobot badan dewasa dapat mencapai 30-40 kg untuk jantan dan 20-25 kg untuk betina, dengan persentase karkas berkisar antara 44-49 % (Triesnamurti, 1992).

Sifat lain domba lokal tampak dari warna bulu umumnya putih dengan bercak hitam di sekitar mata, hidung atau bagian lainnya (Mason, 1980). Pola warna sangat beragam dan bercak putih, coklat, hitam, atau warna polos putih dan hitam (Triesnamurti, 1992). Kualitas wol sangat rendah dan termasuk wol kasar (Mason, 1980) dan biasanya wol ini dibuang, tidak dimanfaatkan. Profil muka biasanya lurus atau agak melengkung. Profil muka agak melengkung dijumpai pada domba jantan. Pada domba lokal Jawa dijumpai tidak melengkung, dan biasanya tidak bertanduk (Edey, 1983).

(16)

5 (a) (b)

Gambar 1. Profil Domba Ekor Tipis (a) Jantan dan (b) Betina Sumber : Erlangga (2009)

Domba Ekor Gemuk. Domba ini banyak terdapat di Jawa Timur dan Madura, serta

pulau-pulau di nusa tenggara, sedangkan di Sulawesi Selatan dikenal sebagai domba Donggala. Bobot badan jantan dewasa mencapai 31 kg dan betina dewasa mencapai 27 kg. Domba ini umumnya memiliki bulu putih dan bertanduk kecil pada jantan sedangkan betinanya tidak bertanduk, berwol kasar dan telinga sedang. Profil domba ekor gemuk disajikan Gambar 2.

(a) (b)

Gambar 2. Profil Domba Ekor Gemuk (a) Jantan dan (b) Betina Sumber : Erlangga (2009)

Protein Darah

(17)

6 Darah adalah jaringan yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup. Darah terdiri dari unsur-unsur sel darah merah, sel darah putih dan trombosit yang terdapat dalam medium cair yang disebut plasma. Plasma terdiri dari air elektrolit, metabolit, zat makanan, protein dan hormon. Protein plasma total kira-kira 7-7,5 kg/detik, merupakan bagian utama zat padat plasma, dan campuran yang sangat kompleks yang tidak hanya terdiri dari protein sederhana tetapi juga protein campuran (conjugated protein) seperti glikoprotein dan berbagai jenis lipoprotein. Protein plasma dibagi dalam tiga golongan yakni fibrinogen, albumin dan globulin, bahwa albumin merupakan bahan yang paling tinggi konsentrasinya dan mempunyai berat molekul yang paling rendah dibanding dengan molekul protein utama plasma (Martin, 1983).

Perbedaan bentuk setiap protein darah dapat dideteksi dengan membedakan kecepatan geraknya dalam gel elektroforesis. Molekul yang lebih besar akan bergerak lebih cepat dan lebih jauh dalam satuan waktu yang sama. Banyaknya kelompok keragaman bentuk protein darah menunjukkan karakteristik protein tertentu, dan setiap kelompok protein darah akan diwariskan dari generasi ke generasi. Protein tersebut ditunjukkan oleh pita (band), jika satu pita pada gel elektroforesis berarti individu tersebut homozigot, dan individu yang memiliki dua pita berarti heterozigot. Cara tersebut dapat digunakan untuk mengetahui genotip setiap individu. Cara tersebut sering pul digunakan untuk menelusuri hubungan kekerabatan antara individu dengan melihat persamaan dan perbedaan protein darah yang dimilikinya (Nicholas, 1987).

Polimorfisme Protein Darah

(18)

7 terbentuk dapat diduga protein atau enzim yang dibawa oleh alel gen dalam lokus yang sama atau lokus yang berbeda (non-alel gen) (Selander, 1969).

Lebih dari satu dekade silam sejumlah protein dari darah dan susu dari biakan domba telah dianalisis untuk polimorfisme, supaya dapat menjawab pertanyaan besar untuk menutupi subjek keseluruhan. Beberapa pengamat, di lain pihak, dengan data dan informasi yang detail dapat ditemukan seperti literatur. Lokus untuk polimorfisme biokemis pada sistem plasma anatara lain Albumin (Alb) dengan alel F, S, W, (D), (T) dan (V); Arylesterase (Es) dengan alel A dan O; dan Transferrin (Tf) dengan alel A, B, C, D, E, G, P, U, V, H, K , (M), (N), (L) dan X (Piper dan Ruvinsky, 1997).

Albumin adalah yang paling umum pada semua biakan yang diuji dari tiga alel yang diakui secara internasional. Lokus terhubung ke lokus vitamin-D binding protein. Penggunaan starch gel electrophoresis diikuti prosedur pewarnaan yang spesifik (dengan Naphthyl acetate alpha dan fast blue BB), dua fenotip dengan intensitas pewarnaan berbeda. Aktivitas Arylesterase muncul selama beberapa minggu pertama setelah kelahiran. Analisis genetik menunjukkan bahwa fenotip negatip diatur oleh alel resesif, secara umum predominan pada biakan yang diselidiki. Penggunaan substrat lain, tiap dua fenotip lebih lanjut lagi dapat dibagi pada tiga fenotip, tapi penentuan genetiknya hanya diterima sebagai dalil (Piper dan Ruvinsky, 1997).

Sistem Transferrin menunjukkan variabilitas yang tertinggi, dengan varian-varian yang ditunjukkan: sebelas telah diakui secara internasional, sedang yang lainnya sedang menunggu konfirmasi, lima varian umum yang pertama kali ditetapkan, yaitu A, B, C, D, dan E, kemudian varian lainnya: jarang atau terbatas pada satu biakan, yang diteliti, misalnya, Tf H dan Tf K telah ditemukan pada biakan

Cze choslovakian tertentu, dan Tf L pada silangan Scothish blackface x Wels mountain. Polimorfisme Tf diatur dengan alel-alel kodominan. Polimorfisme juga telah dilaporkan untuk Alkaline phospathase, 2-Macroglobulin alpha, Haemopexin,

(19)

8 Mwacharo et al. (2002) melaporkan variasi pada lima protein darah dari lima populasi pada domba yang ditemukan di Kenya. Sampel darah dikumpulkan dari total 309 domba dewasa dari kedua jenis kelamin di distrik Kwale, Makweni dan Kahamega untuk domba ekor gemuk, dan di distrik Isiolo untuk fat rumped sheep. Domba Merino penghasil wool yang bagus digunakan di penelitiannya sebagai populasi referensi. Transferrin, Esterase-A dan Esterase-C bersifat polimorfik pada semua populasi yang diselidiki, sementara Albumin bersifat monomorfik untuk alel S pada domba ekor gemuk dan Hemoglobin ditetapkan untuk alel B pada populasi Kwale, Makueni dan Isiolo.

Mwacharo et al. (2005) menyatakan pengetahuan perbedaan genetik penting untuk merancang program pemuliaan dan membuat keputusan pada pemanfaatan penopangan dari sumber genetik ternak. Penelitian ini dirancang untuk menilai perbedaan genetik, menggunakan tujuh protein darah (Transferrin, Albumin,

Haemoglobin, Esterase-A, Esterase-C, Carbonic anhydrase dan X-protein) dari 457 domba pribumi, ekor gemuk (351) dan fat rumped sheep (106), di Kenya dari tujuh populasi, dengan empat puluh Merino sebagai control. Transferrin dianalisis menggunakan polyacrilamide gel electrophoresis dan starch gel elctroforesis

digunakan untuk menganalisis enam lokus lainnya. Lokus yang dianalisis terdapat tujuh macam, dan dua lokus, yakni Carbonic anhydrase dan X-protein, tidak dapat diinterprestasikan. Lima marker yang mampu diinterprestasikan, bagaimanapun, menunjukkan tingkat rendah dari polimorfisme pada jumlah alel dan heterozigositas. Polimorfisme protein darah dapat digunakan sebagai alat cepat untuk menilai perbedaan genetik karena tuntutan peralatan berharga dan sederhana, dan prioritas pemuliaan untuk dianalisis dengan marker mikrosatelit DNA.

(20)

9 Tabel 1. Data Frekuensi Transferrin Biakan Domba Lokal Asia

Populasi N Lokus

Keterangan:Bay=Bayanbulak, Kha=Khalkhas, Bhy=Bhyangung, Bar=Baruwal, Jak=Jakar, Sak=Sakten, Sip=Sipsu, Han=Han, Tan=Tan, Hu=Hu, Ton=Tong, Wad=Wadi, Mya=Myanmar (Tsunoda et al,,2010)

Tabel 2. Data Frekuensi Esterrase dan Hemoglobin beta Biakan Domba Lokal Asia

Populasi N Lokus

(21)

10 Tsunoda et al. (2010) menyatakan tidak ada perbedaan frekuensi alel pada lokus Tf dilihat antara domba Bayanbulak dan banyak dari biakan lokal bagian utara lainnya, khusus untuk domba Baruwal, Jakar, Sakten dan Sipsu. Frekuensi alel tertinggi ada pada alel D pada semua domba, dibanding alel lainnya. Mengingat semua lokus yang diuji, domba Bayanbulak lebih beragam dibanding domba Myanmar, pada domba Sipsu, kemiripan pada domba Baruwal paling menyolok pada lokus Tf dan Es. Frekuensi alel pada lokus polimorfik dari domba Bayanbulak dan Sipsu, termasuk biakan domba lokal lain, di Asia bagian utara dan Myanmar (representatif dari biakan domba lokal bagian selatan) diestimasikan dan disajikan pada Tabel 1.

Dominasi frekuensi alel D pun terlihat pada biakan domba Djallonke menurut laporan Missouhou et al. (1999) yang melaporkan distribusi dari protein darah pada biakan domba Afrika Barat. Begitupun pada domba Touabire dengan frekuensi alel D sebesar 0,3940%. Domba Fulani mempunyai frekuensi alel A tertinggi sebesar 0,4280%.

Nie et al. (1999) menyatakan variasi genetik dari 31 lokus protein darah pada 236 sapi dari delapan populasi di China Selatan (termasuk Mithar, Bos frontalis) dan populasi Holstein diinvestigasi dengan rataan dari horizontal starch gel electrophoresis. Tiga belas lokus (Alb, CAR, Hb-b, Np, PGM, Amy-I, PEP-B, AKP, GPGD, CP, Pa, EsD dan TF) ditemukan merupakan polimorfik. Perbandingan dari heterozigositas rataan (H) menunjukkan bahwa semua sapi asli mencakup perbedaan yang kaya genetik. Hasil pada polimorfisme protein memberi kesan bahwa sapi di Cina sebagian besar dari Bos indicus dan Bos taurus; sapi Xuwen, Hainan, Wenshan dan Dehong, serta Zebu Dehong dekat pada sapi Zebu. Sapi Diqing dan Zhaotong dekat pada Turine. Mithar sangat berbeda dari sapi lokal lainnya, dan dinilai bahwa asalnya sangat rumit dan kemungkinan dipengaruhi oleh spesies sapi yang lain.

(22)

11 antar populasi utara pada biakan Khalkar, Bhyanglung, Baruwal, Jakar, Sakten dan Isima China, dan populasi di selatan pada biakan Bengal, Kagi, Lampuchrre, Myanmar dan Sipsu. Dua grup populasi dibagi dengan batas dari Himalaya, dan dibedakan kembali menjadi tiga subgroup; subgrup Mongolia, Tibetan dan Himalayan di utara, dan subgroup india I, II dan III di selatan. Hal yang perlu dicatat bahwa perbedaan genetik pada populasi terlihat jelas pada grup yang di utara. Penemuan tersebut secara nyata memberi kesan keberadaan dari setidaknya dua besar dari kelompok gen berbeda secara filogenetik pada domba di Asia Timur.

Tsunoda dan Sato (2001) menyatakan polimorfisme X-protein eritrosit non-Hemoglobin terdiri dari dua fenotip dinamai X-positif [X(c)] dan X-negatif [X(i)] ditentukan pada 576 domba lokal sehat tak berelasi dari Asia Timur, menggunakan

starch gel electrophoresis satu dimensi dan horizontal. Perbedaan yang terhitung pada frekuensi mengkodekan alel X secara dominan untuk tipe X(c) antara populasi utara dan selatan dari domba Asia Timur lokal yang dibagi dengan dataran pegunungan Himalaya terlihat frekuensi alel X berjarak dari 0 hingga 0,0438 dengan rata-rata 0,0323 di populasi utara yang diuji, terdiri dari domba Bhyanglung, Baruwal, Yunnan dan Khalkar termasuk grup domba Tibetan dan Mongolian. Bedanya, frekuensi dari alel yang sama pada rentang 0,2037 – 0,4655 dan frekuensi rataannya 0,2998 pada populasi selatan yang diuji, terdiri dari domba Bengal, Kagi, Lampuchrre, Vietnamese dan Myanmar, dan termasuk grup domba Indian. Penemuan ini memberi kesan bahwa alel X muncul menjadi marker domba Indian dan kemungkinan besar penting pada pembelajaran filogenetik pada populasi domba lokal, khususnya Asia Timur.

Analisis perbandingan polimorfisme protein darah pada satwa langka dan dilindungi di Indonesia pernah dilakukan pada rusa Jawa/timor (Cervus timorenses), rusa sambar (C. unicolor) dan rusa bawean (Axis kuhli). Hasil analisis elektroforesis gel akrilamida dari keenam lokus menunjukkan adanya variabilitas jumlah dan pola pita yang ditampilkan diantara ketiga jenis rusa tersebut. Lokus yang dapat digunakan sebagai pembeda atau penciri genetik untuk mengidentifikasi dan/atau membedakan genotip diantara ketiga jenis rusa tersebut adalah Post albumin dan

(23)

12 Polimorfisme biokimia darah dari enam biakan domba lokal Maroko, yang dilaporkan Boujenane et al. (2008), dipelajari menggunakan sistem elektroforesis

Post-albumin dan Transferrin. Keseluruhan 1263 contoh darah dari Timahdite, Béni Guil, Sardi, D’man, Béni Ahsen dan Boujaâd diuji. Semua contoh lokus ditemukan polimorfik. Lokus Post-albumin menunjukkan tiga alel dan lokus Transferrin

menunjukkan enam sampai sembilan alel. Nilai tengah heterozigositas yang diharapkan bervariasi dari 0,3310 hingga 0,4910. Biakan D’man, Sardi dan Béni Guil bisa memainkan peran penting untuk pengaturan sumber genetik domba. Hal ini disimpulkan berdasarkan rataan heterozigositas. Lokus jenis Post albumin dan

(24)

13 kisaran dari empat pada biakan Timahdite, Béni Guil dan Boujaâd ke lima pada biakan Sardi. Semua enam biakan mempunyai alel F, S dan V pada lokus Post albumin. Alel S terdapat pada frekuensi tertinggi pada lokus tersebut. Enam alel ditemukan pada lokus Transferrin pada biakan Timahdite, Béni Guil dan Boujaâd, tujuh alel pada biakan D’man dan Béni Ahsen dan sembilan alel pada biakan Sardi. Alel A, G, B–E disajikan pada semua biakan. Alel M hanya ditemukan pada biakan Sardi and D’man, dan alel P hanya disajikan pada biakan Sardi dan Béni Ahsen yang ditemukan pada masing-masing individu biakan. Varian baru yang dinamai B* ditemukan pada biakan Sardi dengan frekuensi terendah hal ini disajikan pada Gambar 3. Varian ini migrasi diantara G dan B dan tidak dapat dicampur dengan varian yang telah dideskripsikan. Alel C sering muncul pada biakan Boujaâd dan Béni Ahsen dan alel D pada biakan sisanya.

Gambar 3. Migrasi Protein Post Albumin dan Transferrin pada Gel Elektroforesis Sumber : Boujenane et al. (2008)

(25)

14 tertinggi (0,4910), dan Timahdite menunjukkan heterozigositas terendah (0,3310). Biakan lain menunjukkan heterozigositas menengah. Lokus Transferrin

menunjukkan heterozigositas tertingi pada domba lokal Maroko, seperti yang diharapkan dari jumlah tinggi alel. Rataan heterozigositas dari enam biakan domba lokal Maroko ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Heterozigositas dari Enam Biakan Domba Lokal Maroko

Lokus Timahdite Béni Guil Sardi Boujaâd D’man Béni Ahsen

Pal 0,1820 0,2070 0,2130 0,0940 0,2860 0,1900

Tf 0,7270 0,7700 0,8000 0,7850 0,7520 0,7340 Hbβ 0,0830 0,1580 0,1280 0,1390 0,3040 0,1840 Ĥ 0,3310 0,3780 0,4280 0,3390 0,4910 0,3690 Sumber : Boujenane et al. (2008)

Analisis perbandingan polimorfisme protein darah pada domba Jonggol di Indonesia telah dilakukan Rahardjo (1992) dan Zulkarnaen (1992). Lokus yang ditemukan berjumlah lima, yaitu Albumin (Alb), Post albumin (Pa), Transferrin (Tf),

Post transferrin 1 (PTf1) dan Post transferrin 2 (PTf2). Tipe pita darah domba terdapat pada Gambar 4.

(26)

15 Rahardjo (1992) melaporkan terdapat PTf-2 dengan frekuensi pola pita tipe A hanya 0,0800 pada jantan dan 0,0000 pada betina. Domba betina Jonggol relatif lebih beragam dibandingkan domba jantan dengan tipe dominan AB baik pada jantan maupun pada betina. Zulkarnaen (1992) melaporkan pola pita domba lokal-Jonggol didominasi oleh pola pita tipe B (0,5000) sedangkan frekuensi pola pita A dan C hanya 0,1000. Jumlah domba dan frekuensi pita PTf-2 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Domba dan Frekuensi Pita PTf 2 Elektroforesis 1992

Lokus Tipe Jumlah Domba Frekuensi Pita

1992a 1992b 1992a 1992b

Jantan Betina Jantan Betina

A 1,0000 0,0000 2,0000 0,0800 0,0000 0,1000 Sumber: a = Rahardjo (1992), b = Zulkarnaen (1992)

Rahardjo (1992) melaporkan pola pita PTf-1 domba jantan Jonggol mempunyai keragaman tinggi, dengan tipe AB lebih dominan (0,5000) sedangkan tipe A hanya 0,2500. Domba betina Jonggol mempunyai keragaman rendah dengan dominan pola pita tipe A (0,9300). Zulkarnaen (1992) melaporkan pola pita domba lokal-Jonggol tipe B, G, AB dan AC mempunyai frekuensi 0,2000 sedangkan pola pita tipe A dan F hanya 0,1000. Jumlah domba dan frekuensi pita PTf-1 disajikan pada Tabel 6.

(27)

16 (0,8000) sedangkan pola pita H hanya 0,0500. Jumlah domba dan frekuensi pita Tf

disajikan pada Tabel 7.

Tabel 6. Jumlah Domba dan Frekuensi Pita PTf 1 Elektroforesis 1992

Lokus Tipe Jumlah Domba Frekuensi Pita

1992a 1992b 1992a 1992b

Jantan Betina Jantan Betina

A 3,0000 30,0000 2,0000 0,2500 0,9300 0,1000 Sumber: a = Rahardjo (1992), b = Zulkarnaen (1992)

Tabel 7. Jumlah Domba dan Frekuensi Pita Tf Elektroforesis 1992

Lokus Tipe Jumlah Domba Frekuensi Pita

1992a 1992b 1992a 1992b

Jantan Betina Jantan Betina

A 11,0000 30,0000 14,0000 0,9200 0,9300 0,7000 B 1,0000 2,0000 0,0000 0,0800 0,0700 0,0000 Tf C 0,0000 0,0000 2,0000 0,0000 0,0000 0,1000 D 0,0000 0,0000 2,0000 0,0000 0,0000 0,1000 AB 0,0000 0,0000 2,0000 0,0000 0,0000 0,1000 Sumber: a = Rahardjo (1992), b = Zulkarnaen (1992)

(28)

17 Tabel 8. Jumlah Domba dan Frekuensi Pita Pa dan Alb Elektroforesis 1992

Lokus Tipe Jumlah Domba Frekuensi Pita

1992a 1992b 1992a 1992b

Jantan Betina Jantan Betina

A 12,0000 32,0000 0,0000 1,0000 1,0000 0,0000 Sumber : a. Rahardjo (1992) , b. Zulkarnaen (1992)

Elektroforesis

Elektroforesis adalah suatu teknik untuk memisahkan berbagai molekul kimia dengan menggunakan arus listrik. Pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan ukuran, berat molekul dan muatan listrik yang dikandung oleh makro molekul (Stennesh, 1984). Elektroforesis tidak hanya digunakan untuk mendeteksi variasi alel gen dari suatu individu tetapi dapat juga digunakan untuk menduga variasi genetik dalam suatu populasi. Teknik elektroforesis pada dasarnya digunakan untuk mengetahui pita dari protein yang dianalisis, mengarah ke kutub positif (anoda) atau ke kutub negatif (katoda). Jenis protein tersebut antara lain adalah Amilase, Albumin, Alkalin posfatase dan Esterase serta Transferin (Maeda et al., 1980).

(29)

18 Protein-protein yang tidak didenaturasi pada teknik elektroforesis bergerak melalui gel yang dapat terbuat dari agarose, akrilamid atau bahan lain yang memiliki kecepatan berbeda saat diberi muatan listrik. Tehnik elektroforesis pada dasarnya digunakan untuk mengetahui pita dari protein yang dianalisis, mengarah ke kutub positif (anoda) atau ke kutub negatif (katoda). Sebagian besar protein bergerak dari katoda ke anoda, dipengaruhi oleh muatan, bentuk dan ukuran yang dimilikinya. Elektroforesis tidak hanya digunakan untuk mendeteksi variasi alel gen dari suatu individu tetapi dapat juga digunakan untuk menduga variasi genetik dalam suatu populasi. Hasil elektroforesis terhadap protein dapat digunakan untuk memperkirakan hubungan dalam filogeni. Hasilnya juga dapat digunakan untuk menyatakan tingkat heterozigositas pada suatu populasi dan tingkat in-breeding

(Feldhamer et al., 1999)

Teknik elektroforesis dapat dibedakan menjadi elektroforesis larutan (moving boundary electrophoresis) dan elektroforesis daerah (zone elektroforesis). Larutan penyangga yang mengandung makro molekul ditempatkan di dalam suatu gel tertutup dan dialiri arus listrik untuk elektroforesis larutan. Kecepatan migrasi dari makromolekul diukur berdasarkan hasil pemisahan molekul yang dilihat dalam bentuk pita di dalam media pelarut. Elektroforesis daerah menggunakan suatu bahan padat yang berfungsi sebagai media penunjang dan berisi larutan penyangga. Contoh yang akan dianalisis diletakkan pada media penyangga. Perpindahan molekul dipengaruhi oleh medan listrik dan kepadatan dari media penunjang, dengan melihat kemurnian dan menentukan ukuran dari biomolekulnya. Media penunjang yang biasa digunakan antara lain gel pati, gel agarose, kertas selulosa poliasetat dan gel poliakrilamida (Stenesh, 1983).

Gel poliakrilamid adalah gel yang terbentuk dari polimer vynil antara monomer acryilamide (CH2CH-CO-NH2) dengan penghubung N,N’-Methylene-bis

Acrylamide (CH2=CH-CO-NH2-NH-CO-CH=CH2). Konsentrasi dari Akrilamid

(30)

19 Keragaman Genetik

Menurut Warwick et al. (1990), sejumlah besar perbedaan-perbedaan yang diatur secara genetis telah diketemukan dalam Globulin, Albumin dan enzim-enzim darah serta Hemoglobin. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat diketahui dengan menggunakan prosedur biokemis, terutama elektroforesis. Polimorfisme darah diatur secara genetis oleh pasangan alel.

Dinyatakan oleh Warwick et al. (1990) bahwa polimorfisme protein adalah perbedaan-perbedaan sifat biokimia (biochemical variants) yang diatur secara genetik dan banyak diketemukan dalam cairan tubuh dan sel-sel ternak. Polimorfisme merupakan ekspresi dari gen dan dapat dideteksi dengan teknik elektroforesis.

(31)

20 Tabel 9. Distribusi Protein Darah Domba Bangsa Afrika Barat

Sistem Alel Frekuensi Alel

Djalonke Fulani Touabire

Transferrin A 0,2160 0,4280 0,3080

G 0,0000 0,0410 0,0300

B 0,0500 0,0720 0,1420

C 0,1100 0,1390 0,1260

D 0,6090 0,3200 0,3940

Hemoglobin A 0,0000 0,0000 0,1500

B 1,0000 1,0000 0,9850

Carbonic anhydrase M 0,2320 0,0800 0,0500

S 0,7680 0,9200 0,9500

Protein X X 0,1120 0,0940 0,0890

(32)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Contoh darah diambil dari koleksi contoh yang tersedia di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian untuk penganalisaan protein darah dilakukan pada bulan Juli 2010 di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Materi

Bahan-bahan penelitian yang digunakan meliputi 84 sampel plasma darah dari domba lokal UP3J (Unit Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jonggol) betina. Peralatan yang digunakan meliputi perangkat elektroforesis terdiri dari sumber tenaga listrik model P-300 yang bertegangan maksimum 500 volt dan berkekuatan 250 mili Amphere, dua lempeng kaca pencetak gel, penjepit, sisir pembuat 13 sumur gel, 5 buah pipet Mohr 10 ml, microsyinge Hamilton, micro tip, 2 buah gelas piala 100 ml, gelas ukur 1000 ml, bola pipet, baskom, sarung tangan plastik, plastik crap dan label.

Bahan Elektroforesis

Gel elektroforesis terdiri dari gel pemisah dan gel penggertak. Gel pemisah merupakan gel yang dicampurkan dari beberapa bahan di antaranya bahan IA, IB, IC, dan ID. Masing-masing bahan terdiri dari:

Bahan IA : Acrylamide 39,0 gram; Bis Acrylamide 1,0 gram; Glycerol 20,0 ml, dan H2O sampai 100ml.

Bahan IB : Tris 9,15 gram; HCl 3ml, dan H2O sampai 100ml.

Bahan IC : ammonium persulfat dan 0,2 gram H2O sampai 100ml.

Bahan ID : TEMED 400µl/100 ml H2O

Gel penggertak merupakan gel yang dicampurkan dari beberapa bahan di antaranya bahan IIA, IIB, IIC, dan IID. Masing-masing bahan terdiri dari:

(33)

22 Bahan IIB : Tris 1,5 gram, 1 ml HCl, dan H2O hingga 100 ml.

Bahan IIC : Ammonium persulfat 0,4 gram dan H2O sampai 100 ml.

Bahan IID : TEMED 200µl/100 ml H2O ditambah H2O 225 ml untuk penentuan protein albumin dan transferin,.

Bahan Pencuci

H2O 850 ml, methanol 100 ml dan asam asetat 50 ml.

Prosedur

Pola polimorfisme protein darah domba lokal Jonggol diidentifikasi dengan menggunakan metode elektroforesis gel akrilamid/PAGE (Polyacrilamide Gel Electrophoresis). Tahapan pekerjaan yang dilakukan dalam proses elektroforesis meliputi: pembuatan bahan analisis kimia, pembuatan gel elektroforesis, penetesan sampel darah dan running (proses pemisahan protein), pewarnaan dan pencucian. Teknik elektroforesis vertikal dengan gel poliakrilamid dilakukan berdasarkan metode yang disarankan oleh Ogita dan Markert (1979) yang dimodifikasi. Flow chart metode kerja disajikan pada Gambar 5.

Pembuatan Gel Elektroforesis

Gel elektroforesis terdiri dari dua larutan, yaitu gel pemisah (running gel atau

(34)

23 gel pemisah tersebut dimasukkan ke dalam cetakan gel yang terdiri dari dua lempengan kaca spacer dan penjepit. Larutan dimasukan dengan pipet sampai ketinggian tertentu untuk menyisakan ruang gel penggertak.

Gambar 5. Bagan Alir Metode Kerja Menurut Ogita dan Markert (1979) Larutan gel penggertak untuk analisis plasma darah merupakan larutan dengan persentase gel 3 % yang dibuat dengan cara mencampurkan 1.5 ml larutan IIA, 5 ml larutan IIB (HCl 1N), 2.5 ml larutan IIC, 2.5 ml larutan IID dan 8.5 ml H2O. Dosis larutan gel penggertak dibagi dua. Larutan penggertak dimasukkan ke

dalam cetakan gel setelah gel pemisah terbentuk sampai ujung bagian atas kaca yang berbentuk lengkungan dan dimasukkan sisir sebagai pencetak tempat contoh sebelum gel membeku. Slab atau cetakan contoh yang telah jadi disimpan di dalam lemari pendingin dengan ditutupi aluminium foil pada bagian atasnya.

Pembacaan hasil Pencucian methanol &

asetat Pewarnaan CBB Running elektroforesis

Persiapan sampel Pembuatan gel pemisah

(35)

24 Penetesan Contoh dan Proses Pemisahan Protein (running)

Alat elektroforesis disiapkan. Slab dipasang pada bak yang telah diberi larutan penyangga elektroda cetakan sisir dibuka setelah larutan penyangga elektroda diisi pada bak bagian atas. Contoh darah yang sudah siap dibiarkan mencair terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam tempat contoh dalam gel dengan menggunakan pipet Hamilton yang sebelumnya dicampur dengan larutan indikator contoh pada coke microtiter. Contoh plasma darah sebanyak 2 l dicampur merata dengan larutan indikator 2 l, selanjutnya diambil 2 l dari campuran tersebut. Alat elektroforesis dihubungkan dengan tegangan tetap (constant voltage) regulator 150 volt. Lama running selama satu jam empat puluh lima menit untuk menganalisis plasma darah.

Teknik Pewarnaan dan Pencucian

Slab dibuka salah satu kacanya dan gel yang masih melekat pada salah satu lempeng kaca lainnya disentuhkan ujungnya hingga terlepas seluruhnya pada pewarna Commassie Brilliant Blue untuk plasma darah pada baki plastik tertutup. Gel dioven selam dua puluh menit. Gel dipisahkan dari pewarna dan diganti dengan pencuci dan larutan pencuci diganti beberapa kali sampai jernih dan terlihat pita-pita protein plasma darah. Pencucian dilakukan dengan pendiaman selama satu malam. Teknik Pembacaan Hasil Elektroforesis

Pita-pita protein yang terlihat setelah proses pencucian dibaca bedanya dengan menggunakan contoh standar yang diketahui mempunyai beberapa pita yang berbeda-beda. Perbedaan letak pita digambar dengan menggunakan perbandingan antara jarak per pita dengan panjang lintasan yang disamakan.

Analisis Data

Lima lokus protein, yaitu Albumin (Alb), Post albumin (Pa), Transferrin (Tf).

(36)

25 Frekuensi Genotip

Dimana : x = frekuensi genotip Xi = jumlah genotip

N = jumlah contoh yang diamati Frekuensi Alel

Dimana : xi = frekuensi alel ke-i

xii = alel homozigot

xij = alel heterozigot

N = jumlah contoh yang diamati Heterozigositas Per Lokus

Dimana : = heterozigositas per lokus xi = frekuensi alel ke-i

i = alel ke-1, 2, 3, … n

N = jumlah contoh yang diamati Rerata Heterozigot Seluruh Lokus

Keterangan : Ĥ = rerata heterozigositas seluruh lokus = nilai heterozigositas lokus ke-j r = jumlah lokus

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaman Alel Protein Darah

Hasil penelitian terhadap protein plasma darah didapatkan hasil elektroforesis pita protein muncul ada lima lokus, yaitu Albumin (Alb), Post albumin (Pa),

Transferrin (Tf), Post transferrin 1 (PTf1) dan Post transferrin 2 (PTf2). Hasil elektroforesis dapat dilihat dari masing-masing pita lokus yang ditampilkan oleh semua individu contoh yang dianalisis. Berdasarkan jumlah pita yang ditampilkan pada lokus Alb, Pa, PTf1 dan PTf2 terdapat keragaman. Dilihat secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa lokus Albumin diinterpretasikan dengan satu pita tebal dan agak sedikit lonjong. Hasil analisis terhadap plasma darah (lokus PAlb, Alb, Tf, PTf -1, dan PTf-2) didapatkan gambar hasil elektroforesis pada Gambar 6, sedangkan zymogram pola pita protein disajikan pada Gambar 7.

(a) (b)

Gambar 6. (a) Hasil PAGE Domba Jonggol dan (b) Zymogram dari PAGE Domba Jonggol

Bentuk pita Albumin yang ditampilkan pada hasil analisis berbeda dengan bentuk pita Transferrin, yaitu agak lonjong, sedangkan pada lokus Transferrin

berbentuk garis. Bentuk pita Albumin yang lonjong juga ditemukan pada beberapa bangsa domba (Zulkarnaen, 1992). Selanjutnya Thohari et al. (1993) menyatakan bahwa lokus Albumin yang ditampilkan dengan satu pita merupakan lokus Albumin

(38)

27 Lokus Post albumin dan Post transferrin 2 diinterpretasikan dengan satu pita tipis, sedangkan lokus Post transferrin 2 diinterpretasikan dengan 2 pita tipis. Dari segi jumlah pita berupa garis terdapat perbedaan pada sedikit individu contoh. Perbedaan jumlah pita tersebut terdapat pada lokus Transferrin. Pita Transferrin

pada hasil elektroforesis plasma darah domba Jonggol diinterprestasikan dengan pita garis tebal dimetri, berjumlah dua. Ada sebagian individu yang memiliki tiga dan empat garis pada lokus Transferrin.

Dari gambar dapat dikatakan bahwa pada contoh domba Jonggol ditemukan adanya individu yang homozigot pada kedua lokus yang dianalisis, namun secara keseluruhan menunjukkan adanya keragaman pada lokus Tf yang diidentifikasi. Lokus Alb, Pa, PTf1 dan PTf2 berjumlah satu pita dan lokus Tf berjumlah dua sampai empat pita (rata-rata dua pita). Berdasarkan pola pita protein, lokus Tf

memiliki tingkat keragaman yang rendah sedangkan lokus Alb, Pa, PTf1 dan PTf2

tidak tidak ada keragaman. Jika dilihat dari frekuensi pola proteinnya, domba Jongggol memiliki pola pita protein dengan keragaman rendah pada kelima protein yang diamati. Jumlah domba hasil elektroforesis terdapat pada Tabel 9. Hasil macam genotip dan frekuensi genotipe pada plasma darah ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah Domba Hasil Elektroforesis

Lokus

P-Tf2 P-Tf1 Tf Pa Alb

Genotip AA AA AA AB AC SS AA

Jumlah Domba 84 84 78 2 4 84 84

Frekuensi Genotip 1,0000 1,0000 0,9268 0,0238 0,0476 1,0000 1,0000 Frekuensi PTf-2 seperti ditunjukkan pada Tabel 10 menunjukkan bahwa domba Jonggol mempunyai keragaman yang sama dan didominasi oleh genotip AA. Pada Tabel 10 ditampilkan pola pita PTf-1 domba Jonggol bersifat seragam dengan genotip AA. Genotip AA mempunyai keragaman yang rendah pada pita Transferrin

yaitu genotip AA mempunyai frekuensi 0,93 sedangkan genotipe AB mempunyai 0,05 dan genotipe AC 0,02.

(39)

28 berbentuk garis. Bentuk pita Albumin yang lonjong juga ditemukan pada beberapa domba (Zulkarnaen, 1992). Selanjutnya Thohari et al. (1993) menyatakan bahwa lokus Albumin yang ditampilkan dengan satu pita merupakan lokus Albumin

homozigot.

Hasil tersebut di atas juga menunjukkan bahwa pada domba Jonggol memiliki keragaman genetik yang rendah, diantaranya yang ditunjukkan oleh genotip mereka, yaitu semua individu homozigot untuk lokus Alb, Pa, PTf1 dan PTf2 yang diamati dan lokus protein yang yang memiliki keragaman rendah. Rendahnya tingkat keragaman tersebut disebabkan oleh sistem perkawinan di UP3J yang cenderung ke arah silang dalam (inbreeding). Menurut Warwick et al. (1990) pengaruh genetik utama dari silang dalam adalah menaikkan homozigositas.

Untuk memperjelas adanya keragaman dari tipe-tipe lokus kedua pita protein yang diidentifikasi, pada Gambar 4 disajikan keragaman masing-masing tipe pita yang diambil secara acak dari seluruh inidvidu contoh domba yang dianalisis. Frekuensi Tf seperti ditampilkan pada Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan bahwa domba Jonggol relatif lebih beragam dengan tipe dominan AA (dua pita) dan tipe lainnya AB (empat pita) dan AC (tiga pita).

Keragaman tipe protein pada setiap lokus disebabkan oleh adanya sistem perkawinan. Perkawinan domba dalam satu bangsa cenderung meningkatkan gen homozigositas dan perkawinan dengan lain bangsa akan meningkatkan gen heterozigositas yang juga menunjukkan keragaman genetiknya (Warwick et al., 1990).

Domba Jonggol dapat dicirikan oleh keragaman pada pola protein darah. Domba Jonggol yang diamati menunjukkan telah terjadinya persilangan dengan bangsa domba lain terutama dengan domba lokal. Hal ini ditunjukkan oleh keragaman Transferrin. Dari hasil analisis darah diketahui variasi jumlah tipe pita protein pada domba Jonggol, yaitu pada lokus Tf dua variasi dan lokus Alb, Pa, PTf1

(40)

29 Frekuensi Alel pada Lokus Protein Darah

Dari hasil analisis pola pita seluruh individu contoh plasma darah domba Jonggol ditemukan polimorfisme hanya pada lokus Transferrin. Hasil analisis polimorfisme pola pita lokus Transferrin pada individu contoh domba Jonggol di dapatkan dua variasi fenotip Transferrin yaitu dua pita dan empat pita. Berdasarkan frekuensi alel pada lokus Albumin, Post albumin, Post transferrin 1 dan Post transferrin 2 ditemukan 1 sedangkan pada Transferrin ditemukan sebesar 0,9642 untuk alel A sedangkan 1,1190% dan 2,0380% masing-masing untuk alel B dan C. Frekuensi alel disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Frekuensi Alel pada Lokus Protein Plasma Darah Domba UP3J.

Lokus Alel Frekuensi Alel

PostTransferrin2 A 1,0000

PostTransferrin1 A 1,0000

A 0,9642

Transferrin B 0,0119

C 0,0238

PostAlbumin A 1,0000

Albumin A 1,0000

Nilai Heterozigositas

Lokus Transferrin menunjukkan angka keragaman yang rendah, dengan nilai = 0,0582, sedangkan pada Post Transferrin 2, Post transferin 1, PostAlbumin dan

Albumin ditemukan angka homozigositas maksimum dengan heterozigositas =

(41)

30 Tabel 12. Nilai Heterozigositas pada Lokus Protein Plasma Darah Domba UP3J

Lokus Heterozigositas ( )

PostTransferrin2 0,0000

PostTransferrin1 0,0000

Transferrin 0,0700

PostAlbumin 0,0000

Albumin 0,0000

Rataan heterozigositas (Ĥ) 0,0140

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Polimorfisme protein darah domba Jonggol terdapat pada lokus Transferrin, sedangkan lokus Albumin, Post-Albumin, Post-Transferrin 1 dan Post-Transferrin 2

bersifat monomorfik. Angka heterozigositas rata-rata sebesar 0,0140. Saran

(43)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur tidak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Illahi Robbi atas pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada kekasih Nabiyullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat serta umatnya hingga akhir zaman.

Banyak orang yang berperan dalam kehidupan penulis khususnya dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak dan amarhumah ibu tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang dan memberikan dukungan serta selalu berdoa untuk kesuksesan penulis. Kepada kakak tersayang Kak Elis, Dadang dan Dadan serta keponakan Refani, Refan, Gallan, Silmi dan fakhri yang senantiasa memberikan keceriaan, terima kasih atas semuanya, atas motivasi dan kebersamaannya.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Jakaria S.Pt, M.Si sebagai pembimbing skripsi dan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri M.Agr.Sc sebagai pembimbing skripsi yang sangat berjasa besar dalam membimbing penulis dalam penulisan skripsi. Terimakasih kepada Ahmad Yani, S. TP, M. Si. sebagai pembimbing akademik. Terimakasih kepada Ir. Rini H. Mulyono, sebagai pembimbing seminar. Terimakasih kepada Bapak asuh DR. Tjahyo Moehandri, S. TP., M.T. dan Kaka Eryk Andreas, S. Pt, M. Si. Terimakasih atas kesabaran, pengertian, bimbingan serta arahannya akan selalu penulis kenang.

Kepada Tante Siti Jamilla, Ibu Tri Apriyani, Mami Wasis Utami, Nur Hidayah, Dianti, An Nisa, Priskilla, Siti Azizah, dan teman-teman IPTP 42, 43 dan 44 penulis ucapkan banyak terima kasih atas kekeluargaan dan kebersamaan yang telah terbina.

Bogor, Februari 2012

(44)

33 DAFTAR PUSTAKA

Andrews, A. T. 1993. Electrophoresis: Theory, Technique, Biochemical & Clinical Application. 2nd ed. Oxford University Inc., New York.

Blakely, J. & H. Bade. 1992. Ilmu Peternakan. Terjemahan : B. Siyamdino, Gadjah Mada Universuty Press, Yogyakarta.

Boujenane, I., L. Ouragh, S. Benlamlih, B. Aarab, J. Miftah, & H. Oumrhar. 2008. Variation at Post-Albumin, Transferrin & Haemoglobin Proteins in Moroccan Local Sheep. Small Ruminant Research. 79 : 113 – 117.

Devendra, L. & E. B. McLeroy. 1982. Goat & Sheep Production in the Tropics (Intermediate Tropical Agricultur Series). Longman Group Ltd. London and New York.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. http://www.ditjennak.go.id/ . [6 Juli 2010] Edey, T. N. 1983. A Course Manual on Tropical Sheep & Good Reproduction,

AUIDP, Canberra.

Erlangga. 2009. Jenis Domba di Indonesia. Info Ternak. http://www.infoternak.com /category/domba/jenis-domba-yg-diternakkan-di-indonesia. [7 Oktober 2011]. Feldhamer, G. A., L. C. Drickaner, S. H. Vessey, & D. F Merrit. 1999. Mammology ;

Adaptation, Diversity & Ecology. McGraw-Hill Companies, Boston.

Gatenby, R. M. 1991. The Tropical Agriculturalist Sheep. 1st Edition. Mc Millan Education Ltd., London and Basingtone.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Gramedia, Widia Sarana Indonesia, Jakarta.

Inounu, L. & K. Dwiyanto. 1996. Pengembangan Ternak Domba di Indonesia. Jurnal Penelitian & Pengembangan Pertanian. XV (3) : 61 - 68.

Maeda, Y., K. W. Washburn, & H. L. Marks. 1980. Protein polymorphism in Quail population selected for large body. Animal Blood. Biochem. Gen. 11:215-260. Martin, D. W. 1983. Plasma Darah dan Pembekuan Biokimia. Review of

Biochemistry. Edisi 19. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jogjakarta.

(45)

34 Missohou, A., T. C. Nguyen, R. Sow & A. Gueye. 1999. Blood Polymorphism in

West African Breeds of Sheep. Trop. Anim. Health & Prod. 31 : 175-179. Mwacharo, J. M., J. C. Otieno, & M. A. Okeyo. 2005. Suitability of blood protein

polymorphism in assessing genetic diversity in indigenous sheep in Kenya. Aplications of gene-based technologies for improving animal production and health in developing countries. H. P. S. Makhar & G. J. Viljoen edition. 585 – 591.

Mwacharo, J. M., C. J. Otieno, A. M. Okeyo & R. A. Aman. 2002. Characterization of indeginous fat-tailed & fat-rumped hair sheep in Kenya : diversity in blood proteins. Trop. Anim. Helath & Prod. 34 (6), 515 – 524.

Nei, M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. Colombia University press, New York.

Nicholas, F. W. 1987. Veterinary Genetics. Clarendon Press, Oxford.

Nie, L., Y. Yu, X. Zhang, G. Yag, J. Wen, & Y. Zang. 1999. Genetic diversity of cattle in South China. Biochem. Gen. 37 : 20 - 26.

Ogita Z. I. & C. L. Markert. 1979. Aminiaturized system for electrophoresis on polyacrilamide gels. Analythical Bio-chemistry. An International Journal of Analytical & Preparative Methods. 99 : 233 – 241.

Piper, L. & A. Ruvinsky. 1997. The Genetic of Sheep. Cab International, Sydney. Rahardjo, E. S. 1992. Studi keragaman genotip dan fenotip domba di desa Kalaparea

dan Walangsari Kabupaten Sukabumi serta di UP3J. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rodwell, V. W. 1983. Protein Biokimia. Review of Biochemistry. Edisi ke-19. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jogjakarta.

Selander, R. K. 1969. Genetic Variation in Natural Populations. Molecular Evolution. Sinauer Associates Inc. Sunderland.

Stenesh, J. 1984. Experimental Biochemistry. Western Michigan University. Allyn & Bacon Inc. Boston.

Thohari, M., B. Masyud, S. S. Mansjoer, & C. Sumantri. 1993. Analisis perbandingan polimorfisme protein darah dari beberapa jenis rusa di Indonesia denga menggunakan elektroforesis. Laporan hasil penelitian. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Triesnamurti, B. 1992. Alternatip pemilihan jenis ternak ruminansia kecil untuk wilayah Indonesia bagian timur. Potensi Ruminansia Kecil Indonesia Bagian Timur. Prosiding Lokakarya Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Bogor, BPT, Bogor.

(46)

35 Tsunoda, K., C. Hong, G. Chang, W. Sun, T. Dorji, G. Tshering, Y. Yamamoto, & T.

Namikawa. 2010. Phylogeny of local sheep breeds in East Asia, focusing on the Bayanbulak sheep in china and the Sipsu sheep in Bhutan. Biochem. Gen., Vol 48:1-12

Tsunoda, K., C. Hong, S. Wei, M. A. Hasnath, M. M. Nyunt, H. B. Rajbhandary, T. Dorji, H Tumennasan, & K. Sato. 2006. Phylogenetic relationship among indigenous sheep population in East Asia based on five informative blood protein & non-protein polymorphisms. Biochemical Genetics, Vol 44.

Warwick, E. J., J. M. Astuti, & W. Hardjosoebroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(47)
(48)

37 Cara penghitungan frequensi alel dan angka heterozigositas

Penghitungan frequensi alel

Dimana : xi = frequensi alel ke-i

xii = alel homozigot

xij = alel heterozigot

n = jumlah contoh yang diamati Penghitungan frequensi alel pada albumin

Penghitungan frequensi alel pada transferrin

Alel a Alel b Alel c

Penghitungan heterozigositas per lokus

Dimana : = heterozigositas per lokus xi = frequensi alel ke-i

(49)

37 n = jumlah contoh yang diamati

heterozigoasitas pada Albumin, Post Albumin, Post Transferrin 1 dan Post Transferrin 2

heterozigositas pada transferrin

Rataan heterozigot seluruh lokus

Keterangan : Ĥ = rerata heterozigositas seluruh lokus = nilai heterozigositas lokus ke-j r = jumlah lokus

(50)
(51)

ANALISIS POLIMORFISME PROTEIN DARAH DOMBA

UP3J DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PAGE

(POLYACRILAMIDE GEL ELECTROPHORESIS)

SKRIPSI

ASEP PRIATNA KUSUMA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(52)

ABSTRACT

Blood Protein Polymorphism Analysis in Jonggol Sheep by Using PAGE (Polyacrilamide Gel Electrophoresis) Techniques

Kusuma, A. P., Jakaria and C. Sumantri

The purpose of this research is to know blood protein polymorphism of Jonggol sheep using Polyacrilamide Gel Electrophoresis (PAGE) procedure. Samples were conducted on July 2010 at Animal Genetic and Moleculler Laboratory, Department of Animal Production and Science Technology, Faculty of Animal Husbandry, Bogor Agricultural University. Individual variation can be identified genetically by studying plasma protein polymorphism. The plasma used in this research was collected from local sheep of Jonggol. There are five kinds of plasma protein which were studied in this research. There are Albumin (Alb), Post albumin

(Pa), Transferrin (Tf), Post transferrin-1 (Ptf-1) and Post transferrin-2 (Ptf-2). The metode used in this research is polyacrilamide gel electrophoresis (PAGE).

Transferrin protein reveals polymorphism. Two allels were identified. Albumin, Post albumin, Post transferrin-1 and Post transferrin-2 proteins were monomorph.

(53)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan dan sangat populer di kalangan peternak di Indonesia. Populasi ternak domba di Indonesia berjumlah 10.471.991 ekor pada tahun 2009, antara lain populasi domba di Jawa barat sebanyak 5.524.209 ekor, Jawa Tengah sebanyak 2.661.731 ekor, Jawa Timur sebanyak 740.667 ekor, Banten sebanyak 637.072 ekor, Sumatera Utara 268.479 ekor, DI Nangroe Aceh Darusalam sebanyak 184.757 ekor dan DI Yogyakarta sebanyak 134.056 ekor (Direktorat Jenderal Peternakan, 2009).

Domba merupakan hewan ternak yang mempunyai peranan penting untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi, sumber protein dan gizi masyarakat. Komoditas ternak domba meliputi daging, wol dan kulit. Komoditas-komoditas tersebut berpotensi memberikan peluang usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat karena mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan tersebut diantaranya mudah dirawat, tidak banyak modal dikeluarkan, berkembangbiak dengan tingkat kesuburan tinggi dan mudah beradaptasi.

Perbedaan kondisi lingkungan dan latar belakang genetik dapat menyebabkan keragaman fenotipe. Hal ini dapat mempermudah proses pengembangan ternak domba. Pengembangan ternak domba dapat dilakukan dengan seleksi. Seleksi bertujuan untuk meningkatkan mutu genetik.

Informasi lengkap mencakup ciri morfologi dan genetik diperlukan untuk mengetahui variasi sifat-sifat pada domba lokal Jonggol. Ciri morfologi dianalisis melalui sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Sifat kualitatif diperoleh melalui pengamatan sifat-sifat yang tampak dari luar sedangkan sifat kuantitatif diperoleh melalui pengukuran bagian-bagian tubuh (morfometri). Ciri genetik diperoleh melalui analisis polimorfisme protein darah menggunakan teknik elektroforesis.

(54)

2 dideteksi dengan teknik elektroforesis. Keadaan genetik domba Jonggol dapat dianalisis dari polimorfisme protein.

Tujuan

(55)

TINJAUAN PUSTAKA

Domba (Ovis aries)

Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal ternak. Domba diklasifikasikan menurut Blakely dan Bade (1992) sebagai berikut:

Spesies : Ovis aries (domba yang didomestikasi)

Jenis domba yang terdapat di Indonesia menurut Iniguez et al. (1991) yaitu domba ekor tipis dan domba ekor gemuk. Inounu dan Dwiyanto (1996) mengemukakan bahwa terdapat dua tipe domba yang paling menonjol di Indonesia yaitu domba ekor tipis dan domba ekor gemuk dengan perbandingan galur dan masing-masing tipe.

Domba Lokal

Ternak domba yang tersebar masih sangat beragam, demikian pula asal-usulnya sedikit sekali diketahui. Umumnya domba-domba di Indonesia (tropis) tidak mengenal adanya musim pembiakan (nonseasonable inbreeding), berbeda dengan domba yang berada di daerah iklim sedang. Di Jawa terdapat tiga kelompok domba yaitu domba ekor tipis (local Javanese thin-tailed) atau domba lokal, domba ekor gemuk (local Javanese fat-tailed) dan domba priangan (Priangan of west Java) atau dikenal sebagai domba ekor sedang (Mason, 1980).

Jenis domba yang terdapat di Indonesia menurut Iniguez et al. (1991) adalah domba Jawa ekor tipis, domba Jawa ekor gemuk, dan domba Sumatra ekor tipis.

(56)

4 Jawa Timur (Devendra dan Mcleroy, 1982). Domba ini tidak jelas asal-usulnya dan dijumpai di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah (Devendra dan McLeroy, 1989).

Karakteristik domba lokal diantaranya bertubuh kecil, lambat dewasa, tidak seragam, berbulu kasar, dan hasil daging relatif sedikit, dengan rata-rata bobot potong 20 kg (Edey, 1983). Panjang tulang pundak domba dewasa 57 cm dan bobot potong 19 kg (Mason, 1980). Pendapat lain menyatakan bobot badan dewasa dapat mencapai 30-40 kg untuk jantan dan 20-25 kg untuk betina, dengan persentase karkas berkisar antara 44-49 % (Triesnamurti, 1992).

Sifat lain domba lokal tampak dari warna bulu umumnya putih dengan bercak hitam di sekitar mata, hidung atau bagian lainnya (Mason, 1980). Pola warna sangat beragam dan bercak putih, coklat, hitam, atau warna polos putih dan hitam (Triesnamurti, 1992). Kualitas wol sangat rendah dan termasuk wol kasar (Mason, 1980) dan biasanya wol ini dibuang, tidak dimanfaatkan. Profil muka biasanya lurus atau agak melengkung. Profil muka agak melengkung dijumpai pada domba jantan. Pada domba lokal Jawa dijumpai tidak melengkung, dan biasanya tidak bertanduk (Edey, 1983).

(57)

5 (a) (b)

Gambar 1. Profil Domba Ekor Tipis (a) Jantan dan (b) Betina Sumber : Erlangga (2009)

Domba Ekor Gemuk. Domba ini banyak terdapat di Jawa Timur dan Madura, serta

pulau-pulau di nusa tenggara, sedangkan di Sulawesi Selatan dikenal sebagai domba Donggala. Bobot badan jantan dewasa mencapai 31 kg dan betina dewasa mencapai 27 kg. Domba ini umumnya memiliki bulu putih dan bertanduk kecil pada jantan sedangkan betinanya tidak bertanduk, berwol kasar dan telinga sedang. Profil domba ekor gemuk disajikan Gambar 2.

(a) (b)

Gambar 2. Profil Domba Ekor Gemuk (a) Jantan dan (b) Betina Sumber : Erlangga (2009)

Protein Darah

(58)

6 Darah adalah jaringan yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup. Darah terdiri dari unsur-unsur sel darah merah, sel darah putih dan trombosit yang terdapat dalam medium cair yang disebut plasma. Plasma terdiri dari air elektrolit, metabolit, zat makanan, protein dan hormon. Protein plasma total kira-kira 7-7,5 kg/detik, merupakan bagian utama zat padat plasma, dan campuran yang sangat kompleks yang tidak hanya terdiri dari protein sederhana tetapi juga protein campuran (conjugated protein) seperti glikoprotein dan berbagai jenis lipoprotein. Protein plasma dibagi dalam tiga golongan yakni fibrinogen, albumin dan globulin, bahwa albumin merupakan bahan yang paling tinggi konsentrasinya dan mempunyai berat molekul yang paling rendah dibanding dengan molekul protein utama plasma (Martin, 1983).

Perbedaan bentuk setiap protein darah dapat dideteksi dengan membedakan kecepatan geraknya dalam gel elektroforesis. Molekul yang lebih besar akan bergerak lebih cepat dan lebih jauh dalam satuan waktu yang sama. Banyaknya kelompok keragaman bentuk protein darah menunjukkan karakteristik protein tertentu, dan setiap kelompok protein darah akan diwariskan dari generasi ke generasi. Protein tersebut ditunjukkan oleh pita (band), jika satu pita pada gel elektroforesis berarti individu tersebut homozigot, dan individu yang memiliki dua pita berarti heterozigot. Cara tersebut dapat digunakan untuk mengetahui genotip setiap individu. Cara tersebut sering pul digunakan untuk menelusuri hubungan kekerabatan antara individu dengan melihat persamaan dan perbedaan protein darah yang dimilikinya (Nicholas, 1987).

Polimorfisme Protein Darah

(59)

7 terbentuk dapat diduga protein atau enzim yang dibawa oleh alel gen dalam lokus yang sama atau lokus yang berbeda (non-alel gen) (Selander, 1969).

Lebih dari satu dekade silam sejumlah protein dari darah dan susu dari biakan domba telah dianalisis untuk polimorfisme, supaya dapat menjawab pertanyaan besar untuk menutupi subjek keseluruhan. Beberapa pengamat, di lain pihak, dengan data dan informasi yang detail dapat ditemukan seperti literatur. Lokus untuk polimorfisme biokemis pada sistem plasma anatara lain Albumin (Alb) dengan alel F, S, W, (D), (T) dan (V); Arylesterase (Es) dengan alel A dan O; dan Transferrin (Tf) dengan alel A, B, C, D, E, G, P, U, V, H, K , (M), (N), (L) dan X (Piper dan Ruvinsky, 1997).

Albumin adalah yang paling umum pada semua biakan yang diuji dari tiga alel yang diakui secara internasional. Lokus terhubung ke lokus vitamin-D binding protein. Penggunaan starch gel electrophoresis diikuti prosedur pewarnaan yang spesifik (dengan Naphthyl acetate alpha dan fast blue BB), dua fenotip dengan intensitas pewarnaan berbeda. Aktivitas Arylesterase muncul selama beberapa minggu pertama setelah kelahiran. Analisis genetik menunjukkan bahwa fenotip negatip diatur oleh alel resesif, secara umum predominan pada biakan yang diselidiki. Penggunaan substrat lain, tiap dua fenotip lebih lanjut lagi dapat dibagi pada tiga fenotip, tapi penentuan genetiknya hanya diterima sebagai dalil (Piper dan Ruvinsky, 1997).

Sistem Transferrin menunjukkan variabilitas yang tertinggi, dengan varian-varian yang ditunjukkan: sebelas telah diakui secara internasional, sedang yang lainnya sedang menunggu konfirmasi, lima varian umum yang pertama kali ditetapkan, yaitu A, B, C, D, dan E, kemudian varian lainnya: jarang atau terbatas pada satu biakan, yang diteliti, misalnya, Tf H dan Tf K telah ditemukan pada biakan

Cze choslovakian tertentu, dan Tf L pada silangan Scothish blackface x Wels mountain. Polimorfisme Tf diatur dengan alel-alel kodominan. Polimorfisme juga telah dilaporkan untuk Alkaline phospathase, 2-Macroglobulin alpha, Haemopexin,

Gambar

Gambar 2. Profil Domba Ekor Gemuk (a) Jantan dan (b) Betina
Tabel 2. Data Frekuensi Esterrase dan Hemoglobin beta Biakan Domba Lokal Asia
Tabel 3. Frekuensi Alel pada Lokus Pa dan Tf  Domba Lokal Maroko
Gambar 3. Varian ini migrasi diantara G dan B dan tidak dapat dicampur dengan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyebab timbulnya interferensi morfologis pada catatan buku harian siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 8 yakni, kedwibahasaan siswa dalam komunikasi sehari-hari

“Ketika kebijaksanaan dimiliki oleh setiap orang, maka ia akan mampu melihat segala sesuatu apa adanya (Wisdom atau Butha Nyana Dasanam), sehingga ia mampu

Kesimpulan dari penelitian ini adalah cahaya monokromatik warna merah yang dikombinasikan dengan cahaya monokromatik warna hijau dapat memacu pertumbuhan dan umur

KEPALA SUBBAG PENATAUSAHAAN KEUANGAN SEKRETARIS SEKRETARIS SUBBAG KEPEGAWAIAN SUBBAG UMUM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN BIDANG KANTOR KELUARGA BERENCANA KOTA

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis peran KPU dalam pelaksanaan audit internal pada organisasi sektor swasta; (2) untuk menganalisis besarnya

Gula kelapa atau palm sugar merupakan salah satu produk sektor agroindustri dengan potensi pengembangan yang baik dan memiliki potensi ekspor yang cukup

Pada kerja sama penelitian dengan pihak mitra telah dilakukan penebaran benur vaname dengan kepadatan 500 ekor/m2 pada 6 petak tambak berukuran 1.000 m2, sedangkan 2 petak lainnya

Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk