• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang Periode Tahun 2008-2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang Periode Tahun 2008-2011"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SITUASI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI

KOTA TANGERANG PERIODE TAHUN 2008-2011

ANGGRISYA KRISTIANI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang Periode Tahun 2008-2011 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

ANGGRISYA KRISTIANI. Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang Periode Tahun 2008-2011. Dibimbing oleh DRAJAT MARTIANTO dan YAYUK FARIDA BALIWATI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis situasi ketahanan pangan dan gizi, mencakup ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan, serta status gizi Kota Tangerang periode 2008-2011. Ketersediaan pangan energi di Kota Tangerang periode 2008-2011 secara umum sudah setara dengan rekomendasi angka kecukupan gizi WNPG, meskipun cenderung menurun. Kota Tangerang belum memiliki cadangan pangan daerah yang dikelola sendiri ditahun terakhir namun sudah memiliki cadangan pangan yang dikuasai dan dikelola Perum BULOG SubDivre Tangerang. Distribusi pangan cukup baik yang diindikasikan oleh harga yang stabil dengan variasi harga yang relatif rendah. Tingkat konsumsi energi adalah 97.70% dengan skor pola keragaman konsumsi pangan (PPH) 77.3 pada tahun 2011 mengindikasikan konsumsi masyarakat belum memiliki mutu yang baik karena masih belum beragam dan seimbang. Masih terdapat bahan makanan yang beredar mengandung bahan tambahan yang tidak boleh digunakan pada pangan seperti boraks, formalin, dan pewarna tekstil dengan tingkat tidak memenuhi syarat (TMS) 33.3 % dan memenuhi syarat (MS) 66.6 % tahun 2011. Prevalensi status gizi kurang dan buruk 12.6% lebih rendah dibandingkan dengan MDG’s sebesar 18.5% di tahun 2015, meski terdapat beberapa kecamatan yang prevalensinya melebihi target MDG’s.

Kata kunci: Distribusi pangan, ketahanan pangan, ketersediaan pangan, konsumsi pangan, dan status gizi

ABSTRACT

ANGGRISYA KRISTIANI. Situation analysis food security and nutrition Tangerang City on 2008-2011 period. Supervised by DRAJAT MARTIANTO and YAYUK FARIDA BALIWATI.

(6)

Under nutrition prevalence reach 12.6% which was lower than MDG’s target of 18.5% in 2015, but in some villages under nutrition are still prevalent an the prevalence was higher than MDG’s target.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

ANALISIS SITUASI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI

KOTA TANGERANG PERIODE TAHUN 2008-2011

ANGGRISYA KRISTIANI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang Periode Tahun 2008-2011

Nama : Anggrisya Kristiani NIM : I14104041

Disetujui oleh

Dr Ir Drajat Martianto, MSi Pembimbing I

Dr Ir Yayuk Farida Baliwati, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang periode 2008 - 2011. Terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian laporan ini :

1. Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si dan Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penyusunan skipsi.

2. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. PEMDA Kota Tangerang yang telah banyak membantu dalam penyediaan data dan informasi untuk penelitian ini.

4. Komisi Pendidikan Departemen Gizi masyarakat IPB yang telah banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan S1.

5. Kedua orang tua Bapak H.Kristanto Zainan Abidin dan Ibu Dyah Mahanani Triastuti tercinta, adik saya Karina Indah Medika tersayang dan keluarga besarku karena tanpa dorongan semangat, pertolongan, doa dan kasih sayang mereka laporan ini tidak akan pernah terselesaikan.

6. Teman-teman program gizi masyarakat alih jenis 04 yang telah banyak membantu.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, namun demikian penulis tetap berharap semoga penelitian bermanfaat bagi penulis serta pembaca lainnya, khususnya bagi PEMDA Kota Tangerang.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 4

Desain, Tempat, dan Waktu 4

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

DEFINISI OPERASIONAL 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Gambaran Umum Kota Tangerang 10 Keadaan Geografis dan Administratif 10 Kependudukan 10 Tenaga Kerja 11

Kondisi Perekonomian 12

Gambaran Situasi Ketahanan Pangan Kota Tangerang 12

Ketersediaan Pangan 12

Distribusi Pangan 16

Konsumsi Pangan 18

Status Gizi 23

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

1. Jenis , tahun, dan sumber data 5

2. Kontribusi kelompok pangan terhadap skor PPH 7

3. Susunan PPH untuk konsumsi pangan 8

4. Pemanfaatan lahan di Kota Tangerang 10

5. Perkembangan ketersediaan energi per kapita di Kota Tangerang

tahun 2008-2011 13

6. Perkembangan ketersediaan protein per kapita di Kota Tangerang

tahun 2008-2011 14

7. Ketersediaan energi, protein, dan lemak per kapita/hari di Kota

Tangerang tahun 2008-2011 14

8. Hasil produksi pangan strategis tahun 2011 Kota Tangerang 15 9. Perkembangan persentase harga beberapa kelompok pangan di Kota

Tangerang tahun 2008-2011 16

10. Perkembangan harga pangan di Kota Tangerang tahun 2010-2011 17 11. Pola Pangan Harapan (PPH) Tingkat Konsumsi Kota Tangerang

Tahun 2011 19

12. Hasil uji keamanan pangan di Kota Tangerang selama tahun 2011 22

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran analisis situasi ketahanan pangan dan gizi

Kota Tangerang periode 2008-2011 4

2. Perkembangan jumlah penduduk Kota Tangerang 11

3. Perubahan stok beras Kota Tangerang tahun 2008-2010 16 4. Hasil operasi pasar Kota Tangerang, diselenggarakan tanggal

25 s/d 27 Juli 2011 20

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, diantaranya ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.

Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Pangan mencakup segala jenis makanan dan minuman baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan. Mengingat pentingnya memenuhi kecukupan pangan, setiap negara akan mendahulukan pembangunan ketahanan pangannya sebagai fondasi bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Oleh karena itu tujuan dari pembangunan ketahanan pangan adalah unuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah hingga rumah tangga. Ketahanan pangan harus diwujudkan secara merata di seluruh wilayah sepanjang waktu, dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal.

Ketahanan pangan yang dibangun di Indonesia, di samping sebagai prasyarat untuk memenuhi hak azazi pangan masyarakat juga merupakan pilar bagi eksistensi dan kedaulatan suatu bangsa (DKP 2006). Pembangunan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan diarahkan untuk menopang kekuatan ekonomi domestik sehingga mampu menyediakan pangan yang cukup secara berkelanjutan bagi seluruh penduduk terutama dari produksi dalam negeri, dalam jumlah dan keragaman yang cukup, aman dan terjangkau dari waktu ke waktu.

Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Kerangka sistem ketahanan pangan pada hakekatnya mencakup empat aspek penting, yaitu: (1) Ketersediaan, yaitu pangan tersedia untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk baik jumlah maupun mutunya secara aman; (2) Distribusi, dimana pasokan pangan dapat menjangkau ke seluruh wilayah sehingga harga pangan stabil dan terjangkau oleh rumah tangga; (3) Konsumsi yang berfungsi mengarahkan rumah tangga agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi dan kehalalan dan (4) Utilisasi makanan (FAO 1996).

(18)

2

Permasalahan utama dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini terkait dengan adanya fakta bahwa pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaannya. Permintaan yang meningkat cepat tersebut merupakan resultante dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat dan perubahan selera (Rahardjo 2011). Sementara itu kapasitas produksi pangan nasional pertumbuhannya lambat bahkan stagnan disebabkan oleh adanya kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dan air serta stagnannya pertumbuhan produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian (Suryana 2001).

Perencanaan pangan dan gizi merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam upaya membangun ketahanan pangan suatu wilayah. Kota Tangerang dengan potensi ekonomi yang besar, ternyata memiliki pula segudang permasalahan ketahanan pangan yang kompleks. Kota Tangerang membawa beban dan tanggung jawab pembangunan daerah yang cukup berat karena berperan sebagai wilayah penyangga (buffer) terhadap perkembangan dan pembangunan DKI Jakarta dan pusat-pusat pertumbuhan yang terdapat di sekelilingnya. Akibatnya, berbagai permasalahan terkait dengan pembangunan dan kependudukan wilayah di sekitar Kota Tangerang berimbas dan menjadi permasalahan serius di wilayah Kota Tangerang. Secara umum, dampak dari permasalahan pembangunan berakibat pada munculnya permasalahan lingkungan hidup di wilayah Kota Tangerang, diantaranya peningkatan jumlah penduduk.

Pada tahun 2001 tercatat jumlah penduduk Kota Tangerang sebanyak 1 354 208 jiwa dan pada tahun 2007 jumlah penduduk Kota Tangerang tercatat sebanyak 1 575 140 jiwa (BPS Kota Tangerang 2007), dan diperkirakan sekitar 2 003 568 jiwa pada tahun 2016. Tingkat pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi akibat urbanisasi berdampak pada pemenuhan pangan dan gizi di daerah tersebut. Hal ini diperbesar dengan masalah kemiskinan penduduk serta ketidakmampuan memproduksi pangan akibat keterbatasan lahan. Jumlah yang meningkat ditambah dengan persoalan kependudukan yang dihadapi oleh Kota Tangerang juga unik karena adanya masyarakat komuter yang tinggal di wilayah seperti Bekasi, DKI Jakarta, Depok, dan Bogor yang hanya berada di Tangerang pada waktu siang hari, namun tidak ada di waktu malam hari ataupun di hari libur. Hal ini membawa konsekuensi pada sulitnya mengetahui jumlah pasti kebutuhan pangan bagi masyarakat Kota Tangerang.

(19)

3 Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis situasi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang selama periode empat tahun terakhir, tahun 2008-2011. Tujuan Khusus

1. Menganalisis ketersediaan pangan Kota Tangerang periode 2008-2011. 2. Menganalisis distribusi pangan Kota Tangerang periode 2008-2011. 3. Menganalisis konsumsi pangan Kota Tangerang periode 2011. 4. Menganalisis status gizi Kota Tangerang periode 2011.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai situasi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang selama periode empat tahun terakhir ini, yaitu tahun 2008 sampai dengan tahun 2011. Informasi yang dihasilkan diharapkan menjadi salah satu pertimbangan dalam perumusan rekomendasi program ketahanan pangan dan gizi di Kota Tangerang di masa mendatang. Bagi masyarakat dan pembaca diharapkan penelitian ini dapat memberikan wawasan dan menambah pengetahuan yang berkaitan dengan bidang pembangunan ketahanan pangan wilayah.

KERANGKA PEMIKIRAN

Ketahanan pangan dapat menjadi suatu indikator atas ketahanan nasional dan kesejahteraan suatu bangsa, apakah menuju ke arah yang menurun atau lebih baik. Ketahanan pangan disuatu negara atau wilayah dikatakan baik apabila mampu menyelenggarakan pasokan pangan yang stabil dan berkelanjutan bagi seluruh penduduknya, dan masing-masing rumah tangga hingga individu mampu memperoleh pangan sesuai kebutuhannya. Status gizi masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Ditingkat rumah tangga, keadaan gizi salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga dalam menyediakan pangan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya. Maka, dengan ketahanan pangan yang baik, terdapat suatu jaminan bagi seluruh penduduk untuk memperoleh pangan dan gizi yang cukup untuk menghasilkan generasi yang sehat, cerdas, dan berkualitas.

(20)

4

namun dalam pelaksanaannya sering kali menemui hambatan yang sangat besar untuk bisa mewujudkan ketahanan pangan.

Keterangan:

: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti : hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka pemikiran analisis ketahanan pangan dan status gizi Kota Tangerang selama periode 2008-2011

METODE

Desain, Tempat dan Waktu

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Pengumpulan data dilaksanakan di Kota Tangerang, pada bulan November hingga Desember 2012 dan analisis dilakukan pada bulan Januari hingga April 2013 di Kota Bogor.

Ketersediaan Pangan

STATUS GIZI

Distribusi Pangan

Konsumsi Pangan KEBIJAKAN DAN

PROGRAM KETAHANAN

PANGAN NASIONAL DAN

KOTA TANGERANG Faktor Eksternal :

(21)

5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan untuk menganalisis situasi ketahanan pangan di Kota Tangerang berupa data sekunder. Data dan dokumen diperoleh dari berbagai instansi terkait di Kota Tangerang yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis, Tahun, dan Sumber Data

(22)

6

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan program komputer untuk penghitungan indikator – indikator ketersediaan, distribusi, konsumsi, dan status gizi Kota Tangerang.

Situasi ketahanan pangan dianalisis secara deskriptif menggunakan indikator-indikator Ketahanan pangan Kota dan beberapa aspek pelayanan antara lain ketersediaan, distribusi, konsumsi, dan status gizi dan menggunakan target Millennium Development Goals (MDG’s) sebagai acuan target ideal.

Rincian evaluasi ketahanan pangan Kota Tangerang adalah sebagai berikut : 1. Analisis Ketersediaan Pangan

Analisis situasi ketersediaan pangan menggunakan data NBM (Neraca Bahan Makanan) Kota Tangerang, yang menunjukkan penyediaan pangan (jenis, jumlah, dan sumber) dan pemakaian pangan (jenis dan jumlah). Penyediaan pangan mencakup jenis bahan makanan, jumlah yang diproduksi, jumlah yang diimpor, dan perubahan stok. Pemakaian pangan mencakup jenis bahan makanan, jumlah yang diekspor, pemakaian bahan makanan untuk bibit, pakan, tercecer, industri makanan, dan non makanan serta jumlah pangan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk dalam satuan ton/tahun, kg/kap/hari serta jumlah kandungan energi (kkal) dan protein (g) setiap bahan makanan dalam satuan kap/hari. Analisis situasi ketersediaan pangan aktual yang diteliti dalam penelitian ini adalah dari segi kuantitas (jumlah) yang menggambarkan jumlah ketersediaan energi dan zat gizi berupa protein per orang per hari. Pangan tersedia dalam jumlah yang cukup apabila memenuhi 10 % lebih banyak dari kebutuhan energi yang harus dikonsumsi. Standar AKE dan AKP (untuk ketersediaan) yang digunakan mengacu pada hasil Widyakarya Nasioanal Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004 energi sebesar 2 200 kkal/kapita/hari dan protein sebesar 57 g/kapita/hari.

2. Analisis Distribusi Pangan

Sistem distribusi yang efisisen menjadi prasyarat untuk menjamin agar setiap rumah tangga dapat menjangkau kebutuhan pangannnya dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau (Supariasa et al. 2001).

Stabilitas harga pangan merupakan salah satu indikator untuk melihat distribusi pangan dalam suatu masyarakat yang disesuaikan dengan harga rill menggunakan acuan nilai dari IHK (Indeks Harga Konsumen) dan pendekatan perkembangan harga (persentase laju harga) serta keragaman harga (persentase koefisien keragaman/coefficient of varians), dengan rumus sebagai berikut:

Hasil ini diharapkan dapat melihat laju perubahan persentase harga dari suatu komoditi kelompok pangan setiap tahunnya. Apakah harga tersebut stabil atau meningkat atau justru menurun dapat dilihat dari perbandingan persentase harga per tahunnya. Ada tidaknya gejolak harga pada waktu-waktu tertentu dilihat dari harga yang dinyatakan stabil jika gejolak harga pangan di suatu wilayah kurang dari 25 % dari kondisi normal.

(23)

7 3. Analisis Konsumsi pangan

Analisis konsumsi pangan dilakukan dengan 2 cara yaitu kuantitatif dan kualitatif. Analisis konsumsi pangan secara kuantitatif dilakukan dengan cara membandingkan kuantitas pangan yang dikonsumsi dengan yang dibutuhkan atau diharapkan (AKE) dari masing-masing kelompok pangan yang dikonsumsi, kemudian dihitung berapa persen angka konsumsi energi dan zat gizi yang diperoleh dari survei terhadap angka kecukupan yang dianjurkan tersebut (TKE). Standar AKE (untuk dikonsumsi) yang digunakan mengacu pada hasil Widyakarya Nasioanal Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004 sebesar 2 000 kkal/kapita/hari, maka dengan demikian kita dapat melihat cukup tidaknya konsumsi pangan masyarakat Kota Tangerang. Berdasarkan pada Depkkes (1996) Klasifikasi TKE yaitu sebagai berikut :

1).Defisit berat bila TKE < 70%

2).Defisit tingkat sedang bila TKE 70-79% 3).Defisit tingkat ringan bila TKE 80-90% 4).Normal bila 90-119% (Tahan Pangan)

5).Kelebihan / diatas AKE bila TKE > 120% (tahan pangan)

Analisis konsumsi pangan secara kualitatif dilakukan dengan mengevaluasi mutu gizi konsumsi pangan dari data konsumsi pangan melalui penilaian skor mutu pangan (Skor PPH aktual). Skor PPH ideal adalah 100. Berdasarkan Renstra Pusat Pengembangan konsumsi pangan, diharapkan secara nasional, Indonesia mampu mencapai skor PPH 100 pada tahun 2020. Bagi daerah yang belum mempunyai target skor PPH, sebaiknya terlebih dahulu merumuskan skor PPH 100 dan menetapkan tahun (kapan) akan dicapai. Menurut Deptan (2001) kontribusi kelompok pangan agar skor PPH 100 yaitu seperti disajikan pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 2 Kontribusi Kelompok Pangan terhadap Skor PPH

Kelompok % AKE Kontribusi Skor PPH

(24)

8

Tabel 3 Susunan PPH untuk Konsumsi Pangan

Perhitungan Pola Skor Harapan (PPH) sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan utilisasi zat gizi makanan, dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik atau tidak. Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk menilai statius gizi. Status gizi dalam penelitian ini menggunakan cara pengukuran antropometri dengan melihat perbandingan berat badan per umur yang dikhususkan hanya pada kelompok usia balita (0-5 tahun). Penentuan status gizi ini mengacu pada target MDGs tahun 2015 yaitu mengurangi masalah gizi menjadi 18.5 % secara merata. Data atas pengukuran status gizi balita ini dikumpulkan oleh Dinas Kesehatan Kota tangerang dengan melakukan pencatatan data dan pelaksanaaan penimbangan balita disemua posyandu yang ada di Kota Tangerang, lalu dianalisis antara jumlah keseluruhan balita, balita yang hadir ke posyandu, balita yang melakukan penimbangan di posyandu tersebut, dan balita yang mengalami peningkatan berat badan, serta dari data ini dilihat terhadap BB/U balita untuk menentukan status gizinya. Data yang telah terkumpul ini selanjutnya akan direkapitulasikan kembali terhadap balita yang mengalami gizi buruk, apakah baru ditemukan ataukah sedang dilakukan proses perbaikan, jumlah yang membaik atau bahkan meninggal dunia.

Klasifikasi status gizi buruk yang digunakan pada analisis ini mengacu pada standar Tabel Baku WHO Antropometri (BB/U), sebagai berikut :

> = + 2 SD : Gizi lebih

(25)

9

DEFINISI OPERASIONAL

Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi Kota Tangerang sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Ketersediaan Pangan adalah kondisi tersedianya pangan untuk dikonsumsi yang berasal dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan serta impor yang sudah disesuaikan/dicek sebelumnya dan ketersediaan pangan ini diukur dari ketersediaan energi dan protein.

Distribusi Pangan merupakan tindakan yang bertalian dengan pergerakan bahan pangan dari produsen ke tangan konsumen, dalam penelitian ini kelancaran distribusi pangan didekati dari situasi stabilitas harga pangan strategis.

Pangan Stategis adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati, baik yang diolah maupun tidak diolah antara lain beras, gula, minyak goreng, daging, telur, kacang kedelai, cabe merah, dan jagung.

Konsumsi Pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan atau zat gizi, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis secara cukup dan memenuhi syarat mengenai keamanan pangan. Konsumsi pangan dalam penelitian ini diukur dengan konsumsi energi, protein, dan skor PPH Kota Tangerang tahun 2011.

Skor PPH adalah nilai yang menunjukkan tingkat mutu pangan (beragam) yang dikonsumsi oleh penduduk suatu wilayah, dimana skor maksimalnya adalah 100 dengan komposisi skor padi-padian 25, umbi-umbian 2.5, pangan hewani 24, minyak dan lemam 5, buah biji berminyak 1, kacang-kacangan 10, gula 2.5, sayur dan buah 3, serta lain-lain 0.

Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.

(26)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kota Tangerang

Keadaan Geografis dan Administratif

Kota Tangerang terletak antara 606’ – 6013’ Lintang Selatan dan 106036’ – 106042’ Bujur Timur. Batas administratif Kota Tangerang adalah sebagai berikut :

Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan.

Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.

Berdasarkan klasifikasi jalan, di Kota Tangerang terdapat tiga jalan yang berstatus jalan nasional, yaitu : jalan Merdeka, Daan Mogot, dan Gatot Subroto. Jalan yang berstatus jalan provinsi ada tujuh, diantaranya : jalan KH.Hasyim Asyhari dan MH.Thamrin. Jalan tersebut merupakan jalur penting yang cukup memadai untuk menjadi jalur distribusi, khususnya antara Kota Tangerang dengan Kota Jakarta.

Secara umum wilayah Kota Tangerang berada 14 m di atas permukaan laut, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April sebanyak 235 mm. Kelembaban udara rata-rata 78.7 % dan temperatur udara 27.70C.

Kota Tangerang merupakan salah satu kota di Botabek dengan luas wilayah 17 729.746 Ha. Pertumbuhan fisik kota ditunjukkan oleh besarnya kawasan terbangun seluas 10 127.231 Ha (57.12 % dari luas seluruh kota), sehingga sisanya sangat strategis untuk dapat dikonsolidasi dengan baik ke dalam wilayah terbangun kota melalui perencanaan tata kota yang sesuai (BPS Kota Tangerang 2011). Data terakhir menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan di Kota Tangerang seperti digambarkan oleh Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Pemanfaatan Lahan di Kota Tangerang

Peruntukkan Luas (Ha) %

Pemukiman 5 988 39.1

Industri 1 367 8.9

Perdagangan dan Jasa 608 4.0

Pertanian 4 468 29.0

Lain-lain 819 5.3

Belum terpakai 2 66 1.7

Bandara Soekarno – Hatta 1 816 12.0

Sumber : Kota Tangerang dalam angka (BPS 2012) Kependudukan

(27)

11 per tahun. Adapun gambaran peningkatan jumlah penduduk Kota Tangerang dari tahun 2008-2011 disajikan pada Gambar 2.

Jumlah penduduk Kota Tangerang menurut Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk untuk tahun 2011 berjumlah 1 847 341 dengan rasio jenis kelamin sebesar 104.98 artinya setiap 100 penduduk laki-laki terdapat 104.98 penduduk perempuan, sedangkan komposisinya masih sama seperti tahun sebelumnya didominasi oleh penduduk usia produktif dengan rasio beban ketergantungan sebesar 40.28 atau setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung 40.28 penduduk usia non produktif (BPS Kota Tangerang 2012).

Sebagai daerah penyangga Ibu Kota Negara, Kota Tangerang adalah daerah cukup padat yang dihuni oleh 11 227 jiwa/km2, di mana kecamatan Larangan merupakan kecamatan terpadat dengan penghuni 17 966 jiwa/km2 . Tingginya kepadatan jumlah penduduk disebabkan terutama karena kedudukan dan peranan Kota Tangerang sebagai daerah penyangga DKI Jakarta (hinterland city). Sebagai konsekuensinya, Kota Administratif Tangerang menjadi konsentrasi wilayah pemukiman penduduk dan menjadi tempat kegiatan perdagangan terutama pada sektor industri. Perkembangan sektor perdagangan dan industri di kawasan ini memancing derasnya arus imigrasi sirkuler penduduk.

Gambar 2 Perkembangan jumlah penduduk Kota Tangerang Sumber : Kota Tangerang dalam Angka (BPS 2012), Diolah Tenaga Kerja

(28)

12

Kondisi Perekonomian

Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat tercermin dari total produksi barang dan jasa yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi yang tergambar dalam besaran nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dihitung dalam dua cara, yaitu Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun dasar 2000.

Besarnya PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Tangerang tahun 2010 adalah sebesar 56.96 triliun rupiah, atau meningkat 15.47% dari tahun 2009. Pada tahun 2009 PDRB Kota Tangerang sebesar 49.33 triliun rupiah meningkat 10.39% dari tahun 2008. Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000, besarnya nilai tersebut pada tahun 2010 adalah 29.40 triliun rupiah. Perkembangan nilai PDRB ADH Konstan 2000, tahun 2010 terhadap tahun 2009, yang merupakan indikator laju pertumbuhan ekonomi, adalah sebesar 6.68% yang berarti secara riil produksi barang dan jasa final yang diproduksi di wilayah Kota Tangerang pada tahun 2010 meningkat sebesar 6.68% dari tahun 2009 (BPS Kota Tangerang 2012).

Adapun bahan pangan di Kota Tangerang berasal dari produksi Kota Tangerang dan didistribusikan dari daerah lain. Salah satu bahan pangan yang menjadi potensi di Kota Tangerang adalah jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Pasokan bahan pangan Kota Tangerang didatangkan dari berbagai daerah disekitar Kota Tangerang seperti beberapa daerah di Jawa Barat.

Gambaran Situasi Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu produksi dalam wilayah sendiri, pasokan dari luar (impor pangan), dan pengelolaan cadangan pangan. Sumber yang kedua yaitu pasokan pangan merupakan pilihan akhir apabila suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya. Indikator yang digunakan untuk mengukur pencapaian ketersediaan pangan yang digunakan adalah ketersediaan energi dan protein perkapita (Martianto 2003).

(29)

13 Widyakarya Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004 merekomendasikan angka kecukupan energi ditingkat ketersediaan sebesar 2 200 kkal/kapita/hari dan protein 57 g/kapita/hari. Angka tersebut merupakan standar kebutuhan energi bagi setiap individu agar mampu menjalankan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan hasil analisis Neraca Bahan Makanan (NBM), dapat diketahui perkembangan ketersediaan pangan per kapita per hari dalam bentuk energi dan protein. Ketersediaan energi per kapita selama empat tahun terakhir (2008-2011) memperlihatkan perubahan yang berfluktuatif, seperti disajikan pada Tabel 5 di bawah ini selama periode 2008 hingga 2010 lebih besar dari 100% dan periode 2011 kurang dari 100%.

Tabel 5 Perkembangan Ketersediaan Energi per Kapita di Kota Tangerang Tahun 2008-2011

Sumber : Neraca Bahan Makanan Kota Tangerang 2008-2011 (Diolah) Keterangan:

*Angka Kecukupan Energi (AKE) WNPG VIII Tahun 2004 = 2 200 kkal/kapita/hari

Secara umum segi kuantitas rata-rata ketersediaan energi per kapita sudah memenuhi angka rekomendasi hasil WNPG, walaupun untuk tahun 2011 hanya sebesar 2 149 kkal/kap/hari karena adanya penurunan pasokan bahan pangan di Kota Tangerang tersebut, dimana angka ini masih kurang dari angka kecukupan energi yaitu sebesar 2 200 kkal. Ketersediaan protein per kapita selama empat tahun terakhir (2008-2011) memperlihatkan perubahan yang sama dengan ketersediaan energi yang mengalami kenaikan dan penurunan jumlah, namun secara umum kuantitasnya telah mencukupi dari angka rekomendasi hasil WNPG sebesar 57 g. Hal tersebut disajikan pada Tabel 6.

(30)

14

Tabel 6 Perkembangan Ketersediaan Protein per Kapita di Kota Tangerang Tahun 2008-2011

Sumber : Neraca Bahan Makanan Kota Tangerang 2008-2011 (Diolah) Keterangan :

**Angka Kecukupan Protein (AKP) WNPG VIII Tahun 2004 = 57 g/kapita/hari

Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas, dan tersebar antar wilayah, volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya, serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu (Suryana 2001). Adapun secara lengkap perkembangan ketersediaan energi dan protein selama kurun waktu 2008-2011 disajikan pada tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Ketersediaan Energi, Protein perkapita/hari di Kota Tangerang Tahun 2008-2011

Tahun Sumber Zat Gizi Energi (kkal) Protein (g)

2008

Sumber : NBM Kota Tangerang tahun 2008-2011(Diolah)

(31)

15 bahwa kedua jenis zat gizi tersebut didominasi oleh pangan nabati. Sebagai gambaran ketersediaan pangan nabati tersebut adalah sebagai berikut : energi didominasi oleh pangan nabati sekitar 84.49-86.80 % dan protein terdiri dari 60.95-64.67% yang berasal dari pangan nabati.

Ketersediaan energi dan protein secara total mengalami fluktuaktif. Jika dilihat dari tabel di atas dapat dikatakan rata-rata penurunan tiap tahun sebesar 6.09% untuk kalori dan 6.58% untuk protein. Begitu pula dengan ketersediaan energi dan protein hewani cenderung menurun. Penurunan cukup signifikan terutama terjadi pada lemak hewani dan kalori hewani dengan rata-rata penurunan setiap tahun sebesar 7.25 % dan 6.86 %. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan mutu pangan yang ditunjukkan dengan menurunnya ketersediaan zat gizi hewani, terutama pangan kelompok daging.

Tabel 8 Hasil Produksi Pangan Strategis Tahun 2011 Kota Tangerang

No Jenis Pangan Produksi (Ton) Pasokan Luar (Ton)

1 Beras 4 096 224 923

2 Kedelai 0 10 137

3 Daging sapi 332 1 007

4 Daging ayam 576 17 298

5 Telur 1 065 22 584

6 Minyak goreng 0 16 915

7 Sayuran 16 531 106 571

8 Buah-buahan 1 231 53 259

Sumber : BPS Kota Tangerang tahun 2011 (Diolah)

Hasil produksi pangan Kota Tangerang yang tidak begitu besar secara merata untuk setiap bahan pangan membuat pemerintah perlu melakukan alternatif lain untuk dapat memenuhi kebutuhan penduduk. Salah satunya melalui pengelolaan pasokan pangan, untuk mengantisipasi terjadinya kelangkaan pangan, namun hal ini dapat ditunjang pula dengan melakukan impor pangan bagi pemerintah apabila keadaannya terlalu mendesak atau tidak memungkinkan. Contoh hasil produksi pangan strategis periode tahu 2011 disajikan pada Tabel 8 di atas. Data dari tabel diatas bila dilihat kebanyakan bahan pangan diproduksi dari luar (impor), contohnya seperti komoditas berupa beras.

(32)

16

Gambar 3 Perubahan stok beras Kota Tangerang tahun 2008-2010 Sumber: Perum BULOG Kota Tangerang (Diolah)

Hasil grafik cadangan beras di atas menunjukkan terjadinya penurunan stok setiap tahunnya. Pengeluaran terbesar terjadi pada tahun 2009 sebesar 10 820 ton beras. Perubahan stok yang tinggi ini diakibatkan karena terjadi peningkatan penyaluran beras baik untuk keluarga miskin maupun untuk mengatasi terjadinya gangguan produksi dan distribusi pangan di pasar.

Distribusi Pangan

Subsistem distribusi pangan mencakup aksesibilitas fisik, ekonomi, dan sosial. Aspek fisik berupa infrastruktur jalan dan pasar, dan aspek ekonomi berupa daya beli yang masih rendah karena kemiskinan dan pengangguran, serta aspek sosial berupa tingkat pendidikan yang rendah. Perkembangan harga komoditi pangan di Kota Tangerang diwakilkan oleh beberapa pangan strategis, antara lain tertera pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9 Perkembangan persentase harga beberapa kelompok pangan di Kota Tangerang tahun 2008-2011

Bahan Makanan Persentase Harga (%)

2008 2009 2010 2011

Padi-Padian 100 95.75 111.07 115.63

Umbi-umbian 100 95.75 111.07 115.63

Daging dan hasil-hasilnya 100 103.37 108.39 100.21

Ikan Diawetkan 100 91.69 107.67 108.33

Telur, Susu, dan Hasil-hasilnya 100 99.46 102.07 100.18

Sayur-sayuran 100 98.85 103.58 134.59

Kacang-Kacangan 100 141.28 104.42 112.62

Bumbu-Bumbuan 100 93.45 161.38 81.42

Lemak dan Minyak 100 83.89 96.89 107.96

Sumber : Bappeda Kota Tangerang 2008-2011 (Diolah)

(33)

17 dalam mewujudkan ketahanan pangan yang baik agar pangan terakses oleh masyarakat. Distribusi yang baik memungkinkan rumah tangga untuk memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Maka diperlukan sebuah sistem pengelolaan distribusi yang baik dengan memperhatikan kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim yang berbeda-beda (Nurdin 2011).

Tabel 10 Perkembangan Harga Pangan di Kota Tangerang Tahun 2010-2011 Nama bahan pokok dan Sumber: Dinas Perdagangan Kota Tangerang (Diolah)

Keterangan : CV  Koefisien Variasi

(34)

18

Stabilitas harga di pasar antara lain dipengaruhi oleh distribusi pangan. Adanya perubahan harga pangan yang berfluktuasi dapat berpengaruh terhadap arus pendistribusian pangan dari produsen kepada konsumen pada nilai normal.

Terjadinya fluktuasi harga dapat juga berpengaruh terhadap kerugian produsen atau konsumen, sehingga diperlukan adanya suatu upaya untuk dapat menjaga stabilitas harga pangan. Umumnya, harga bahan pangan mengalami peningkatan yang terlihat dari kenaikan harga rata-rata dan koefisien variasinya. Koefisien variasi menunjukkan fluktuasi harga bahan pangan. Semakin besar nilai koefisien variasi maka harga pangan tersebut lebih fluktuatif atau dinamis. Jika diamati dari dua tabel diatas. Untuk kelompok padi-padian yang diwakilkan oleh beras terlihat nilai IHK naik sekitar 10% setiap tahunnya, namun masih tergolong pangan yang stabil harganya karena setelah dicek atau dibandingkan dengan nilai CV memang mengalami kenaikan persentase dari tahun sebelumnya namun tidak melebihi dari angka 25% sebagai acuan standar yang digunakan. Begitu pula dengan jenis-jeis kelompok lainnya yaitu kelompok daging yang diwakili oleh daging sapi dan daging ayam, kelompok telur yang diwakilkan oleh telur ayam, kelompok kacang-kacangan yang diwakilkan oleh kacang kedelai, kelompok lemak dan minyak yang diwakilkan oleh minyak goreng. Namun tidak untuk kelompok sayur-sayuran yang diwakilkan oleh cabe merah karena jika dilihat dari tabel IHK, persentase harga kelompok sayur-sayuran kenaikan harganya melebihi dari jenis-jenis kelompok pangan lainnya yang rata-rata hanya mengalami kenaikan 10% per tahunnya dan setelah dibandingkan dengan table CV juga mendapatkan hal yang sama, yaitu harga pangan berupa cabe merah baik dari jenis cabe merah keriting dan cabe merah biasa, nilai CV nya melebihi dari angka 25% yaitu sebesar 40.8% meningkat menjadi 60.6% untuk cabe merah keriting dan 35.9% meningkat menjadi 57.3% untuk cabe merah biasa ditahun 2010 dan 2011.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan secara riil dapat menunjukkan kemampuan rumah tangga dalam mengakses dan menggambarkan tingkat kecukupan pangan dalam rumah tangga (Bustaman 2007). Perkembangan tingkat konsumsi pangan tersebut secara implisit juga merefleksikan tingkat pendapatan atau daya beli masyarakat terhadap pangan.

Pola konsumsi pangan berfungsi untuk mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keanekaragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan, di samping juga efisiensi untuk mencegah pemborosan. Pola konsumsi pangan juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh (food utility) dapat optimal, dengan peningkatan kesadaran atas pentingnya pola konsumsi beragam dengan gizi seimbang mencakup energi, protein, vitamin, dan mineral serta aman. Untuk mengukur Angka Kecukupan Gizi (AKG) digunakan Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP).

(35)

19 (untuk energi) dan 52 g/kapita/hari untuk protein (WNPG VIII, 2004), sedangkan acuan untuk menilai tingkat keragaman konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH) dengan skor 100 sebagai pola yang ideal.

Skor PPH digunakan sebagai acuan kualitatif untuk menilai tingkat keragaman konsumsi pangan masyarakat secara keseluruhan. Skor PPH mencerminkan mutu gizi dengan memperhatikan keseimbangan gizi yang ideal dikonsumsi oleh masyarakat.

Hasil perhitungan keragaman ketersediaan energi dan skor PPH menurut kelompok pangan di Kota Tangerang pada tahun 2011 dan ketersediaan energi yang dianjurkan menurut hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII Tahun 2004, didapat skor PPH Kota Tangerang sebesar 77.3, masih di bawah target yang harus dicapai. Ini mengindakasikan bahwa masyarakat kota Tangerang belum mementingkan kualitas gizi namun masih mementingkan gaya hidup. Dibandingkan dengan skor PPH nasional yang sebesar 78.7 Kota Tangerang masih dibawah skor tersebut, sehingga perlu ditingkatkan lagi ketersediaan dan sosialisasi tentang pentingnya keseragaman dan keseimbangan gizi pangan sehingga skor PPH bisa mencapai target yang telah ditentukan, dari hasil perhitunganpun sedikit mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumsi pangan aktual masih berada di bawah konsumsi harapan, kecuali untuk kelompok padi – padian. Hasil skor PPH tersebut disajikan pada Tabel 11 di bawah ini.

Tabel 11 Pola Pangan Harapan (PPH) Tingkat Konsumsi Kota Tangerang Tahun 2011

Kelompok (kkal/kapita/hari) Jumlah Energi % AKE Skor PPH

Padi-Padian 1121 56.0 25

(36)

20

lokal seperti sagu, jagung dan umbi-umbian cenderung menurun. Konsumsi pangan sumber protein, vitamin, dan mineral berupa pangan hewani, sayuran, dan buah masih rendah (Martianto et.al 2009).

Pengawasan dan Pembinaan Keamanan Pangan

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi (UU Pangan no 18 th 2012). Parameter utama yang paling mudah dilihat untuk menunjukkan tingkat keamanan pangan di suatu negara adalah jumlah kasus keracunan yang terjadi akibat pangan (Bappenas 2007).

Perkembangan sosial ekonomi dan kemajuan teknologi menyebabkan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap keamanan pangan baik nabati maupun hewani. Salah satu cara untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah dengan melakukan pengawasan dan pengujian mutu terhadap bahan dan produk pangan yang masuk dan diperjualbelikan di Kota Tangerang. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka pengawasan mutu dan keamanan pangan adalah dengan melakukan operasi pasar keamanan pangan pada beberapa bahan/produk pangan dibeberapa pasar tradisional dan modern di Kota Tangerang. Hasil uji operasi pasar keamanan pangan di Kota tangerang yang didapat dari Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian untuk tahun 2011 yang dilakukan pada tanggal 25 s.d. 27 Juli tahun 2011 disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil operasi pasar Kota Tangerang, diselenggarakan tanggal 25 s/d 27 Juli 2011

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang

(37)

21 dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Mutu dan keamanan pangan tidak hanya berpengaruh langsung terhadap kesehatan manusia, tetapi juga terhadap produktivitas ekonomi dan perkembangan sosial, baik individu, masyarakat, maupun negara. Selain itu persaingan internasional yang semakin ketat dibidang perdagangan makanan menuntut produk-produk makanan lebih bermutu dan aman. Mutu dan keamanan pangan terkait erat dengan kualitas pangan yang dikonsumsi sehingga berpengaruh kepada kualitas kesehatan serta pertumbuhan fisik dan intelegensi manusia. Pada akhir tahun 2010 lalu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan melakukan penyelidikan bahwa dari 2.984 sampel jajanan anak sekolah, 45 % di antaranya mengandung zat berbahaya yang tidak baik untuk dikonsumsi. Zat berbahaya tersebut diantaranya adalah rhodamin, methanil yellow, benzoat, siklamat, dan lainnya yang tentu saja jika dikonsumsi secara terus-menerus dapat merusak kesehatan bagi yang mengkonsumsi. Tidak heran masih banyak jajanan terutama di pinggir jalan yang menjajakan dagangannya yang memukau mata para pembeli dengan warna yang mencolok, mengkilat, dan awet untuk disimpan. Ciri-ciri dari makanan tersebut itulah yang sebagian besar justru mengandung zat berbahaya.

Penentuan mutu dari produk umumnya meliputi faktor-faktor seperti cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya, tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan sering kali sangat menentukan. Peraturan Menteri Kesehatan No.722 tahun 1985 tentang tambahan makanan/minuman menyebutkan bahwa untuk tujuan kesehatan maka zat tambahan makanan perlu diatur penggunaannya, dimana yang tergolong kepada zat tambahan salah satunya adalah zat warna.

Warna merupakan salah satu daya tarik makanan. Cahyadi (2006) menyatakan bahwa pada saat ini sudah banyak digunakan zat warna sintetis karena murah dan praktis. Keunggulan warna sintetis adalah lebih stabil dari pada zat warna alami. Penggunaan zat warna di Indonesia diatur dalam SK Menteri Kesehatan RI no.722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Dalam surat keputusan tersebut dinyatakan bahwa Rhodamin B dan Methanil Yellow dilarang untuk digunakan sebagai bahan tambahan pangan.

Berdasarkan hasil operasi pasar yang dilakukan untuk tahun 2011, tiga bahan kimia berbahaya diujikan dalam pemeriksaan tersebut, yaitu berupa boraks, rhodamin B dan formalin. Penggunaan bahan kimia tersebut dimaksudkan agar bahan makanan menjadi lebih tahan lama dan menarik perhatian konsumen.

Rhodamin B tergolong zat warna yang dilarang penggunaanya pada makanan, artinya Rhodamin B tidak bileh digunakan sebagai zat tambahan makanan walaupun dalam jumlah sedikit apapun karena zat warna Rhodamin B adalah zat warna yang berfungsi sebagai zat warna tekstil tentunya akan sangat berbahaya bagi kesehatan jika digunakan sebagai zat warna makanan. Walaupun penggunaan zat tambahan makanan telah diatur dengan peraturan menteri tetapi masih saja ada produsen yang menggunakan Rhodamin B sebagai zat warna makanan dengan berbagai alasan. Alasan yang paling mudah adalah dari segi ekonomi karena Rhodamin B disamping harga jauh lebih murah juga dapat memberikan efek warna yang cemerlang serta tahan lebih lama (Yola et.al 2007).

(38)

22

lambung pada tikus serta konsumsi dengan kadar lebih besar dan waktu lebih lama akan menyebabkan kanker. Hal ini disebabkan Rhodamin B yang dikonsumsi di dalam tubuh molekul-molekulnya tidak dapat diurai oleh tubuh sehingga terjadi penumpukan dalam tubuh yang lama-kelamaan akan menyebabkan pertumbuhan sel kanker (Yola et.al 2007).

Penggunaan bahan kimia berbahaya paling banyak ditemukan dalam tahu, kerupuk dan mie. Penggunaan boraks, formalin dan rhodamin B menyebabkan berbagai penyakit bagi kesehatan bila dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Penggunaan boraks dalam jumlah besar menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian. Konsumsi boraks terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal.

Sedangkan formalin apabila dikonsumsi dalam jangka waktu pendek dapat menyebabkan gangguan pernapasan, batuk dan jika terhirup akan terjadi iritasi dan rasa terbakar pada organ penciuman serta tenggorokan. Jika tertelan, formalin akan menyebabkan mulut, tenggorokan, dan perut akan terasa terbakar, sakit ketika menelan, mual, muntah, diare, kemungkinan terjadi perdarahan, dan sakit perut yang hebat. Konsumsi formalin dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, ginjal, serta sistem susunan saraf pusat (Desrosier 1988).

Jenis sampel yang paling banyak diuji adalah tahu, yaitu 8 sampel. Hasil uji menunjukkan 50% dari sampel tahu tergolong tidak memenuhi syarat. Sebanyak 4 dari 8 sampel tahu yang diuji terbukti positif mengandung formalin. Sampel tahu yang terbukti positif formalin berasal dari pasar tradisional, yaitu Pasar Ciledug dan Pasar Malabar. Selain tahu, sebagian dari sampel kerupuk dan mie yang diuji terbukti tidak memenuhi syarat. Hasil uji menunjukkan 60% dari sampel kerupuk dan 50% dari sampel mie tergolong tidak memenuhi syarat. Sebanyak 3 dari 5 sampel kerupuk yang diuji terbukti positif mengandung Rodamin B, sedangkan sebanyak 2 dari 4 sampel mie yang diuji terbukti mengandung Formalin. Bahan pangan berupa otak-otak ikan, bakso, teri medan, kerang hijau, dan kikil tidak terbukti mengunakan bahan tambahan yang tidak diperbolehkan, sehingga memenuhi syarat sebesar 100 %, namun untuk berondong beras masih tidak memenuhi syarat. Seperti halnya sampel tahu, sampel kerupuk dan mie yang tidak memenuhi syarat berasal dari pasar tradisional. Hasil operasi keamanan pangan Kota Tangerang tahun 2011 yang dilakukan terhadap beberapa sampel jenis makanan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil Uji Keamanan Pangan di Kota Tangerang selama Tahun 2011

Sampel

(39)

23 Untuk jajanan sekolah dari 336 sampel yang diuji terdapat 324 sampel atau 96.43% ditemukan aman, sedangkan untuk hasil olahan industri rumah tangga dari 137 sampel yang diuji terdapat 130 sampel ditemukan aman atau 94.9%.

Secara keseluruhan target sampel bahan pangan yang diuji sebanyak 473 sampel dan berhasil dilakukan pengujian terhadap seluruh target. Setelah dilakukan uji terhadap sampel, sampel yang aman untuk dikonsumsi sebanayak 454 sampel. Kategori sampel aman adalah sampel yang tidak kadaluarsa dan tidak mengandung bahan kimia berbahaya. Sehingga didapat persentase sampel aman untuk dikonsumsi adalah 96%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi keamanan pangan Kota Tangerang untuk keamanan pangan yang sudah diuji pasar sudah memenuhi target. Namun demikian untuk pengendalian, pengawasan dan monitoring peredaran bahan kimia non pangan pada pasar tradisional dan toko-toko makanan/bahan makanan harus mulai diadakan monitoring sehingga peredaran bahan berbahaya tersebut dapat diminimalisir. Himbauan juga untuk dinas pertanian agar melakukan pengawasan juga terhadap bahan makanan/pangan segar pasar untuk tahun-tahun kedepan.

Status Gizi

Pembangunan dibidang kesehatan sangat terkait dan dipengaruhi oleh berbagai aspek, seperti pendidikan, sosial budaya, demografi dan geografis, perkembangan lingkungan fisik dan biologis, maupun aspek-aspek yang lain. Hingga saat ini sudah banyak program pembangunan kesehatan yang ditujukan pada penanggulangan masalah-masalah kesehatan ibu dan anak. Pada dasarnya program tersebut lebih menitikberatkan pada upaya penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar dan angka kematian ibu.

Status gizi merupakan satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Selain itu, status gizi juga akan mempengaruhi produktivitas manusia, sehingga dengan status gizi yang baik akan didapatkan kualitas hidup manusia yang baik dan produktivitas manusia yang tinggi. Upaya mencapai status gizi penduduk yang baik diperlukan dalam perbaikan konsumsi pangan penduduk dan pencegahan timbulnya infeksi penyakit. Perbaikan konsumsi pangan berarti meningkatkan jumlah pangan dan zat gizi atau mutu makanan yang dikonsumsi (Handayani et.al 2008).

Status gizi masyarakat, yang dicerminkan dari status gizi anak balita, sangat dipengaruhi oleh distribusi dan konsumsi pangan selain kondisi kesehatan. Konsumsi dan distribusi pangan sebagai akhir dari sistem pangan erat hubungannya dengan penyajian pangan yang akhirnya akan menentukan kebiasaan makan yang diadopsi masyarakat. Kebiasaan makan mencakup pemilihan, konsumsi dan penggunaaan makanan yang tersedia di sekitar masyarakat. Kebiasaan makan yang ada di masyarakat biasanya dibentuk dari hasil hubungan sosial, budaya, ekonomi, dan tekanan ekologi kondisi setempat (Sukandar & Mudjajanto 2009).

(40)

24

dan nilai yang berbeda pula terhadap makanan. Satu budaya melarang makanan tertentu, tetapi budaya lain memberi nilai yang tinggi terhadap makanan yang sama. Terdapat berbagai pembatasan, takhayul, dan larangan dalam budaya dan tempat yang berbeda di dunia. Jika pembatasan makanan hanya diterapkan pada kelompok tertentu dalam masyarakat, dan kelompok tersebut memiliki risiko kekurangan gizi (karena berbagai hal), maka pembatasan makanan dapat menyebabkan defisiensi gizi (Sukandar & Mudjajanto 2009). Status gizi dipengaruhi pula oleh pengetahuan gizi yang merupakan prasyarat penting untuk terjadinya perubahan sikap dan perilaku gizi, maka dengan demikian, pengetahuan gizi akan berperan untuk mewujudkan status gizi yang baik untuk seluruh anggota keluarga.

Ketidakcukupan dalam memenuhi kebutuhan pangan akan mengakibatkan kebutuhan akan gizi keluarga kurang terpenuhi secara maksimal, yang seringkali membawa dampak lebih buruk bagi balita dan ibu. Status gizi dapat diartikan sebagai keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis, seperti : pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan dan lainnya.

Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pada masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh pemberian gizi yang baik pada usia balita saat ini, dan sebagai salah satu pemegang peranan penting dalam siklus hidup manusia, status gizi ibu juga perlu mendapat perhatian khusus agar memperkecil risiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR).

Kondisi status gizi dapat dilihat pada golongan umur 0-5 tahun (balita), karena balita merupakan golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi terutama gizi makro dalam bentuk gizi buruk, gizi kurang dan gizi lebih. Dari total 86 084 balita yang ditimbang pada tahun 2011 di Kota Tangerang, sekitar 17% diantaranya menderita gangguan masalah gizi antara lain gizi buruk, gizi kurang, dan gizi lebih. Adapun gambaran masalah gizi pada balita yang terjadi di masing-masing kecamatan di Kota Tangerang dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

Gambar 5 Sebaran prevalensi masalah gizi pada balita di Kota Tangerang tahun 2011

(41)

25 Prevalensi balita yang menderita gizi kurang terbesar terdapat di Kecamatan Benda sebesar 17.52% atau sebanyak 723 balita. Masalah gizi kurang ini kurang mendapat perhatian masyarakat karena manifestasinya tidak terlihat, tidak seperti halnya pada balita yang menderita gizi buruk. Selain gizi kurang, Kecamatan Benda juga mempunyai balita gizi buruk terbesar dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Hal ini disebabkan oleh minimnya kesadaran masyarakat akan konsumsi gizi yang baik. Masalah gizi kurang ini apabila tidak segera ditangani maka akan berlanjut pada gizi buruk. Masalah gizi buruk ini dapat menjadi salah satu pemicu munculnya masalah kesehatan lainnya.

Kecamatan Benda merupakan salah satu dari 13 kecamatan yang ada di Kota Tangerang. Jumlah penduduk di wilayah ini umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan wilayah lainnya, namun kecepatan laju pertumbuhannya menduduki peringkat ke-4 teratas yaitu sebesar 3.7 % setiap tahunnya. Penyebaran penduduk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap status gizi balita di suatu wilayah, dimana pada kecamatan Benda rata-rata penduduk adalah berumur produktif namun pendidikannya masih tergolong rendah.

Di samping itu, masih terdapat masalah gizi lebih yang tidak kalah pentingnya dengan permasalahan gizi kurang. Wilayah dengan balita gizi lebih terbesar adalah Kecamatan Periuk sebesar 8.07% atau sebanyak 539 balita, dan terendah adalah Kecamatan Jati Uwung sebesar 0.99% atau sebanyak 69 balita. Berikut perkembangan status gizi balita di Kota Tangerang pada tahun 2008-2011 disajikan pada Gambar 5.

Gambar 6 Prevalensi masalah gizi makro pada balita di Kota Tangerang tahun 2008-2011

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang

(42)

26

menjadi 4.05% pada tahun 2009. Pada tahun 2010, prevalensi gizi buruk, gizi kurang, dan gizi lebih mulai memperlihatkan kecenderungan yang menurun, kecuali gizi lebih yang mengalami peningkatan dari tahun 2010 ke tahun 2011. Peningkatan prevalensi gizi lebih pada balita ini menunjukkan adanya kecenderungan munculnya masalah gizi ganda, yaitu gizi kurang dan gizi lebih.

Prevalensi balita gizi buruk dan kurang di Kota Tangerang tahun 2011 sebesar 12.55%. Jika merujuk pada target Millennium Development Goals (MDG’s) tahun 2015 mendatang maka target penurunan prevalensi status gizi buruk dan gizi kurang di Kota Tangerang sudah terlampaui (target MDG’s sebesar 18.5%). Akan tetapi, belum merata di semua kecamatan di Kota Tangerang. Prevalensi kekurangan gizi (buruk+kurang) di Kecamatan Benda belum mencapai target MDG’s, yaitu masih sebesar 20.33%.

Namun demikian jika merujuk pada kriteria WHO, seluruh kecamatan di Kota Tangerang masih memiliki prevalensi underweight (gizi kurang+buruk) di atas batas “non-public health problem” menurut WHO, yaitu 10%, kecuali untuk Kecamatan Larangan (9.9%) dan Jati Uwung (3.09%) tidak masuk dalam kategori prevalensi underweight karena masih di bawah 10 %. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani masalah gizi buruk adalah dengan perawatan intensif balita gizi buruk di Puskesmas setiap kecamatan.

Peningkatan arus tenaga kerja di Kota Tangerang sebagai dampak dari pembangunan industri dan perdagangan menyebabkan kepadatan penduduk di

Kota Tangerang terus meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut berdampak pada penyebaran penduduk yang tidak merata, tingginya komposisi penduduk usia muda, dan penyebaran sumberdaya yang tidak merata. Masalah-masalah tersebut membutuhkan penanganan yang komprehensif dari pemerintah sehingga tidak menimbulkan kemiskinan di Kota Tangerang. Kelompok penduduk miskin merupakan fokus perhatian dalam pembangunan ketahanan pangan sesuai dengan komitmen nasional maupun internasional. Hal ini menyangkut kemampuan aksesibilitas dan konsumsi pangannya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(43)

27 TMS. Prevalensi status gizi kurang dan buruk di Kota Tangerang melampaui target MDGs, namun masih ada kecamatan yang mempunyai permasalahan gizi yang cukup tinggi dibanding wilayah lain yang memerlukan penanganan khusus. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa Kota Tangerang yang dinilai dari empat aspek, yaitu ketersediaan, distribusi, konsumsi, dan status gizi masih belum tahan dan memerlukan perbaikan sehingga menghasilkan peningkatan mutu ketahanan pangan yang lebih baik.

Saran

Diperlukan strategi peningkatan ketersediaan salah satunya dengan cara mensosialisasikan upaya budidaya tanaman pangan di lahan yang masih ada (lahan tidur) atau bisa memanfaatkan lahan di sekitar pemukiman agar penghasilan komoditas produksi dari pertanian dapat meningkat. Peningkatan nilai PPH yang rendah dengan mensosialisakan produksi pangan lokal seperti dari komoditas umbi-umbian dan juga sayur serta buah lokal yang dapat diolah lebih elegan dan meningkatkan daya jual serta nilai gizi.

DAFTAR PUSTAKA

Atmanti H. 2010. Kajian ketahanan pangan Indonesia.Jurnal Ekonomi dan manajeman,Vol 21-no.1.

Baliwati 2007. Ekologi Pangan. Departemen Gizi Masyarakat. Bogor (ID) : IPB. Baliwati 2010. Perencanaan Pangan dan Gizi. Departemen Gizi Masyarakat.

Bogor (ID) : IPB.

[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI. 2007. Rencana Aksi Pangan dan Gizi 2006-2010. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Kota Tangerang Dalam Angka 2007. Pemerintah Kota Tangerang

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kota Tangerang Dalam Angka 2011. Pemerintah Kota Tangerang

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kota Tangerang Dalam Angka 2012. Pemerintah Kota Tangerang

Bustaman S, Susanto A. 2007. Prospek dan strategi pengembangan sagu untuk mendukung ketahanan pangan local di provinsi Maluku. Jurnal ekonomi dan pembangunan,Vol XV (2).

Depkes RI. 1996. Pedoman pengaturan makan. Jakarta: Departemen Kesehatan. Deptan. 2001. Kontribusi kelompok pangan dalam PPH. www.deptan.go.id. [25

Desember 2012].

Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta : UI-Press. Dewan Ketahanan Pangan [DKP]. 2006. Penguatan Ketahanan Pangan Daerah

(44)

28

________________. 2011. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014. Jakarta : Dewan Ketahanan pangan, Departemen Pertanian.

Effendi. Supli. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Bandung (ID) : Alfabeta.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 1996. World Food Summit, 13-17 November 1996. Volume 1, 2 dan 3. Rome: FAO.

Fathonah TY dan Prasodjo NW.2011. Tingkat Ketahanan Pangan pada Rumah Tangga yang Dikepalai Pria dan Rumah Tangga yang Dikepalai Wanita. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia| Agustus 2011, hlm. 197-216.

Handayani et al. 2008. Konversi Satuan Ukuran Rumah Tangga ke Dalam Satuan Berat (Gram) pada Beberapa Jenis Pangan Sumber Protein. Jurnal Gizi dan Pangan, Maret 2008 3(1): 49-60.

Hardinsyah, Martianto D. (1992). Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Penilaian Mutu Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari.

Harper et al.1986 dalam Konsumsi pangan dan kecukupan gizi [Artikel]. http://www.damandiri.or.id. [10 Nov 2012]

Hasrawati 2011. Analisis perencanaan penyediaan pangan berdasarkan pola pangan harapan (PPH) di kabupaten Sinjai provinsi Sulawesi Selatan .[tesis]. Bogor (ID) : IPB.

Khotimah et al. 2012. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dan Pola Makan Balita dengan Status Gizi Balita (12-59 bulan) di Wilayah Kerja Puskesmas Gandus Kecamatan Gandus-Palembang Tahun 2010. Jurnal Pembangunan Manusia Vol.6 No.2.

Khudori.2009. Mewujudkan kedaulatan pangan melalui diversifikasi pangan [Artikel], edisi No.56/XVIII/Oktober-Desember/2009. Majalah pangan IPB : Bogor.

Lanita et al. 2010. Konsumsi makanan dan minuman jajanan yang mengandung Rhodamin B dan Methanyl Yellow pada murid SDN 11 Pagi Cipete Utara kelas 1 dan 5. Jurnal Sanitas Vol.1 No.2 2007 : 127-132.

Machfoedz M.2011. Mewujudkan ketahanan pangan berdaulatan : reorientasi kebijakan politik pangan.Jurnal dialog ketahanan pangan. Edisi 04 November, 9-20.

Mahfi T. 2009. Analisis situasi pangan dan gizi untuk perumusan kebijakan operasional ketahanan pangan dan gizi Kabupaten Lampung Barat [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Marsetio, Abdullah I & Suryo D. 2011. Ketahanan pangan berbasis maritim. Jurnal dialog ketahanan pangan.Edisi 04 November,43-48.

Martianto D. 2003. Food and Nutrition Security Situation in Indonesia and Its Implication for the Development of Food, Agriculture and nutrition Education and Research at Bogor Agricultural University [Journal], Journal of Development in Sustainable Agriculture 5 : 64-81 (2010).

Martianto et al.2009. Percepatan diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan lokal :perspektif pejabat daerah dan strategi pencapaiannya. Jurnal Gizi dan Pangan, Nopember 2009 4(3) : 125-132.

(45)

29 Nurdin.2011.Antisipasi perubahan iklim untuk keberlanjutan ketahanan pangan.

Jurnal dialog ketahanan pangan.Edisi 04 November,21-31.

Puslitbangkes. 2010. Riset Kesehatan dasar 2010. http://www.riskesdas. litbang. depkes.go.id. [25 Desember 2012].

Putri. Nesyi. 2011. Perkembangan sumberdaya dan kecukupan pangan di Indonesia dalam tiga dekade terakhir.[skripsi]. Bogor (ID) : IPB.

Rachman HPS dan Ariani M.2008. Penganekaragaman konsumsi pangan di Indonesia :permasalahan dan implikasi untuk kebijakan dan program. Analisis Kebijakan Pertanian Volume 6(2), 140-154.

Rahardjo. 2011.Ketahanan pangan yang berkedaulatan. Jurnal dialog ketahanan pangan.Edisi 04 November,33-42.

Saliem et al. 2005 dalam Tinjauan pustaka ketahanan pangan [Artikel].http://repository.ipb.ac.id. [15 Okt 2012].

Sedioetama 1996 dalam Konsumsi pangan dan kecukupan gizi [Artikel]. http://www.damandiri.or.id. [22 Okt 2012].

Simatupang 1999 dalam Sofiati 2009 dalam Tinjauan pustaka ketahanan pangan [Artikel].http://repository.ipb.ac.id . [22 Okt 2012].

Sukandar D dan Mudjajanto E.2009. Kebiasaan dan Konsumsi Pangan Suku Baduy. Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2009 4(2): 51-63.

Sulaeman et al. 2012. Pemberdayaan Masyarakat Dan Keluarga, Bekal Mahasiswa Kuliah kerja profesi.2012. Bogor : IPB-Press.

Supariasa et al. 2001. Penilaian Status Gzi. Jakarta: Buku Kedokteran, EGC. Suryana A. 2001. Critical Review on Food Security in Indonesia. Makalah pada

Seminar Nasional Ketahnan Pangan : Pemberdayaan Masyarakat untuk Mencapai Ketahanan Pangan dan Pemulihan Ekonomi. Jakarta, 29 Maret 2001.

Suryana A. 2001. Harmonisasi kebijakan ketahanan pangan nasional dan daerah. Makalah dalam Dialog dan Lokakarya Kebijakan dan Program Ketahanan Pangan di Era Otonomi. Jakarta : Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi IPB, Agrindo Aneka Consult, Patnership of Economic Growth USAID, dan Badan Bimas Ketahanan Pangan, dalam Shandy. Devi. 2011. Evaluasi pemenuhan hak atas pangan dan gizi di Indonesia dalam tiga decade terakhir.[skripsi]. Bogor (ID) : IPB.

Suryana A. 2003. Ketahanan Pangan dan pembangunan pertanian kota. http://www.suarapembaruan.com.html. (27 Desember 2009), dalam Hasrawati 2011. Analisis perencanaan penyediaan pangan berdasarkan pola pangan harapan (PPH) di kabupaten Sinjai provinsi Sulawesi Selatan .[tesis]. Bogor (ID) : IPB.

Suryana A. 2011. Upaya mewujudkan pangan beragam,bergizi,seimbang.Jurnal dialog ketahanan pangan.Edisi 04 November,1-7.

Tanjung Dahuri. 2009. Kebijakan sistemik menuju pemantapan ketahanan pangan nasional [Artikel], edisi No.53/XVIII/Januari-Maret/2009. Majalah pangan IPB : Bogor.

[WNPG] Widyakarya Pangan dan Gizi VIII. (2004). Ketahanan pangan dan gizi di era otonomi daerah dan globalisasi. Jakarta, 17-19 Mei 2004.

(46)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 11 Agustus 1989 di Jakarta, anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak H.Kristanto Zainal Abidin dan Ibu Dyah Mahanani Triastuti. Penulis lulus sekolah dasar di SD Angkasa XII Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur, setelah itu penulis melanjutkan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 272 Jakarta Timur dan menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Angkasa 2 Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur jurusan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun 2007.

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran analisis ketahanan pangan dan status gizi
Tabel 1 Jenis, Tahun, dan Sumber Data
Tabel 3 Susunan PPH untuk Konsumsi Pangan
Gambar 2  Perkembangan jumlah penduduk Kota Tangerang Sumber : Kota Tangerang dalam Angka (BPS 2012), Diolah
+6

Referensi

Dokumen terkait

• Makromolekul sistem biologis yg bekerja sbg komponen reseptor mempunyai gugus protein atau asam amino yg dapat membentuk komplek melalui transfer muatan, yaitu : • a. sebagai

Prakarsa (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Sawah Di Kabupaten Deli Serdang” menunjukkan hasil bahwa alih fungsi padi sawah

1) Normal probability plot of the studentized residuals to check for normality of residuals. 2) Studentized residuals versus predicted values to check for constant error. 3)

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan skor ankle-brachial index dan intensitas intermittent claudication pada kondisi pre dan

Kos sewaan lori termasuk pemandu tidak termasuk bayaran tol pergi dan balik serta tiada perkhidmatan mengangkat barang... Sewaan lori bergantung kepada

Puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan ridho-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Status Ekonomi

Bagi Tenaga Kesehatanhendaknya dapat menjalin hubungan yang baik dengan petugas kesehatan, pasien dan keluarga sehingga terjalin kepercayaan dalam

Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi mahasiswa Program D3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja untuk menambah