ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT FUNGSI INTERMEDIASI PERBANKAN
DI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
KOKO PRAWIRA BUTAR-BUTAR 057018015/EP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
S
E K O L AH
P A
S C
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT FUNGSI INTERMEDIASI PERBANKAN
DI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
KOKO PRAWIRA BUTAR-BUTAR 057018015/EP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : Analisis Faktor-Faktor Yang Menghambat Fungsi Intermediasi Perbankan di Sumatera Utara
Nama Mahasiswa : Koko Prawira Butar-Butar Nomor Pokok : 057018015
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui : Komisi Pembimbing,
(Dr. Ir. Rahmanta Ginting. M.Si) (Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin SE., M.Ec Ketua
) Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
Tanggal lulus : 30 Nopembert 2011 Telah diuji pada
Tanggal : 30 Nopember 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si
Anggota : 1. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE., M.Ec 2. Dr. Murni Daulay, SE., M.Si
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Koko Prawira Butar-Butar
NIM : 057018015
Program : Magister Ekonomi Pembangunan
Dengan ini Saya menyatakan Tesis yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang
Menghambat Fungsi Intermediasi Perbankan di Sumatera Utara”, adalah benar hasil
kerja Saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, Nopember 2011 Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menghambat fungsi intermediasi perbankan di Sumatera Utara. Dimana faktor yang diamati dalam penelitian ini adalah biaya transaksi kredit, suku bunga kredit, jumlah penyaluran kredit, suku bunga deposito, BI Rate, giro wajib minimum, non performing loan’s, suku bunga kredit periode sebelumnya dan jumlah penyaluran kredit periode sebelumnya.
Untuk tujuan analisis, penelitian ini menggunakan data time series tiga bulanan dari kuartal pertama 2000 sampai kuartal keempat 2010. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model ekonometrik. Teknik analisis akan menggunakan regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk persamaan biaya transaksi kredit sangat dipengaruhi oleh giro wajib minimum. Kemudian untuk persamaan suku bunga kredit sangat dipengaruhi oleh suku bunga kredit periode sebelumnya. Sedangkan untuk persamaan penyaluran kredit sangat dipengaruhi oleh penyaluran kredit periode sebelumnya.
Kata kunci : Penyaluran kredit, suku bunga kredit, suku bunga deposito, BI Rate, giro wajib minimum, non performing loan’s, penyaluran kredit(t-1) dan suku bunga kredit
.
ABSTRACT
This research aim to analysis the influence of factor’s intermediation of Banking in North Sumatera. Where the factors to determine are marginal cost of credit, interest rate of credit, credit, interest rate of deposit, BI Rate, reserve requirment, non performing loan’s, previous interest rate of credit and previous credit.
For the purpose of analysis, this research used data of time series quarterly of year
2000-2010. Econometric’s model is used in this research, where the method used is
multiple regression.
The results show that dominan variable effect for marginal cost of credit fungtion is
reserve requirment, for interest rate of credit fungtion is previous interest rate of
credit and for credit fungtion is previous credit.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan
tesis ini. Selanjutnya tak lupa penulis mengucapkan salawat dan salam kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa risalah-Nya kepada
seluruh umat manusia.
Penulis menyelesaikan tesis ini untuk memperoleh gelar Magister Ekonomi
Pembangunan (S2) pada Sekolah Pascasarjana Program Magister Ilmu-Ilmu Ekonomi
Universitas Sumatera Utara Medan. Tesis ini berisikan hasil penelitian penulis yang
berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Menghambat Fungsi Intermediasi Perbankan
di Sumatera Utara”.
Segala usaha yang penulis lakukan dalam menyelesaikan tesis ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga terutama kepada Ayahanda (Alm. H. Kasmad Sayuti
Butar-Butar) dan Ibunda (Hj. Keumalawati) yang sangat penulis sayangi dan hormati yang
telah membesarkan, mendidik, mendukung dan mendengarkan keluh-kesah penulis
selama ini. Serta kepada istriku tercinta (Noer Dwi Handayani) yang selalu
memberikan semangat dan membuat hidup penulis semakin berwarna.
Pada kesempatan ini penulis juga menyertakan ucapan terima kasih yang
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K).,
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU).
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).
3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin Sembiring, SE., M.Ec., selaku Ketua
Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Anggota Komisi Pembimbing
yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis sehingga
tesis ini semakin lebih baik.
4. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE., M.S., selaku Sekretaris Program Studi Magister
Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Rahmanta. M.Si., selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk dapat
menyempurnakan tesis ini.
6. Ibu Dr. Murni Daulay, SE., M.Si., Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec.,
dan Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya. M.Si., selaku Komisi Pembanding yang
telah banyak memberikan masukan dan saran di dalam penyempurnaan tesis
ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen-Dosen Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan berbagai
8. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Magiser Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
9. Seluruh keluarga besarku yang telah memberikan semangat dan dukungan
kepada penulis untuk dapat terus menimba ilmu setinggi-tingginya.
Penulis menyadari bahwa isi yang terkandung dalam tesis ini belum
sempurna. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang
penulis miliki dalam penyajiannya. Oleh karena itu, dengan hati yang tulus dan ikhlas
penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca yang
nantinya dapat berguna untuk penyempurnaan tesis ini.
Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi semua pihak.
Medan, November 2011
Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Koko Prawira Butar-Butar
Agama : Islam
Tempat/Tanggal Lahir : Sibolga, 29 Juli 1980
Jenis Kelamin : Pria
Warga Negara : Indonesia
Alamat : Kompleks Taman Setia Buudi Indah Blok C 38
No. Handphone : 08126566851
Pekerjaan : Pegawai BUMN
Nama Orang Tua Laki-laki : Alm. H. Kasmad Sayuti Butar-Butar
Nama Orang Tua Perempuan : Hj. Keumalawati
Nama Istri : Noer Dwi Handayani
Nama Anak : Kayla Noer Azzahra Butar-Butar
Riwayat Pendidikan Formal
1. SD Lulus
tahun 1992
2. SMP Lulus
tahun 1995
3. SMA Lulus
tahun 1998
4. S1 Lulus tahun 2002
5. S2 Ilmu Ekonomi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Biaya Intermediasi Perbankan (Transaction Cost) ... 11
2.2 Penawaran Kredit Perbankan ... 12
2.3 Tingkat Bunga Kredit ... 16
2.4 Sertifikat Bank Indonesia ... 18
2.5 Tingkat Bunga Deposito ... 20
2.6 Giro Wajib Minimum ... 23
2.7 Non Performing Loans ... 25
2.8 Proses Fungsi Intermediasi ... 25
2.10 Penelitian Terdahulu ... 28
2.11 Kerangka Konseptual ... 29
2.12 Hipotesis ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 32
3.2 Jenis Dan Sumber Data ... 32
3.3 Pengolahan Data ... 33
3.4 Metode Analisis ... 33
3.5 Uji Kesesuaian Model ... 35
3.6 Uji Asumsi Klasik ... 37
3.5 Defenisi Operasional ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS ... 43
4.1 Hasil Penelitian ... 43
4.1.1 Kredit Perbankan ... 43
4.1.2 Suku Bunga Kredit ... 45
4.1.3 Suku Bunga Deposito ... 48
4.1.4 BI Rate ... 50
4.1.5 Giro Wajib Minimum ... 52
4.1.6 Non Performing Loans ... 55
4.2 Hasil Analisis ... 56
4.2.1 Analisis Persamaan Biaya Transaksi Kredit ... 56
4.2.2 Analisis Persamaan Suku Bunga Kredit ... 57
4.2.3 Analisis Persamaan Penyaluran Kredit ... 59
4.2.4 Pengujian Kesesuaian Model ... 60
4.2.5 Pengujian Asumsi Klasik ... 63
4.3.1 Persamaan Biaya Transaksi Kredit ... 66
4.3.2 Persamaan Suku Bunga Kredit... 68
4.3.3 Persamaan Penyaluran Kredit ... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74
5.1 Kesimpulan ... 74
5.2 Saran ... 75
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Perkembangan Suku Bunga Kredit dan Deposito Perbankan
Sumatera Utara Tahun 2000-2010 ... 3
1.2 Perkembangan Total Kredit, NPL’s dan Giro Wajib Minimum Sumatera Utara Tahun 2000-2010 ... 6
4.1 Perkembangan Kredit Perbankan Umum Periode 2007-2010 ... 43
4.2 Perkembangan Bunga Kredit Perbankan Umum Periode 2007-2010 ... 46
4.3 Perkembangan Bunga Deposito Perbankan Umum Periode 2007-2010 ... 48
4.4 Perkembangan BI Rate Perbankan Umum Periode 2007-2010 ... 50
4.5 Perkembangan Giro Wajib Minimum Perbankan Umum Periode 2007-2010 ... 52
4.6 Perkembangan Non Performing Loans (NPL’s) Perbankan Umum Periode 2007-2010 ... 54
4.7 Koefisien Persamaan Biaya Transaksi Kredit ... 56
4.8 Koefisien Persamaan Suku Bunga Kredit ... 58
4.9 Koefisien Persamaan Penyaluran Kredit ... 59
4.10 Hasil Pengujian Normalitas... 63
4.11 Hasil Pengujian Linieritas ... 64
4.12 Hasil Pengujian Multikolinieritas ... 65
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Perkembangan Suku Bunga Kredit dan Deposito Perbankan
Sumatera Utara Tahun 2000-2010 ... 4
1.2 Perkembangan Total Kredit, NPL’s dan Giro Wajib Minimum Sumatera Utara Tahun 2000-2010 ... 7
2.1 Hipotesis Kurva Penawaran untuk Sertifikat Bank Indonesia ... 20
2.2 Proses Fungsi Intermediasi Perbankan... 26
2.3 Kerangka Konseptual Fungsi Intermediasi Perbankan ... 30
4.1 Perkembangan Kredit Perbankan Umum Periode 2007-2010 ... 44
4.2 Perkembangan Bunga Kredit Perbankan Umum Periode 2007-2010 ... 47
4.3 Perkembangan Bunga Deposito Perbankan Umum Periode 2007-2010 ... 49
4.4 Perkembangan BI Rate Perbankan Umum Periode 2007-2010 ... 51
4.5 Perkembangan Giro Wajib Minimum Perbankan Umum Periode 2007-2010 ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data Penelitian ... 79
2. Hasil Estimasi Persamaan Biaya Transaksi Kredit ... 81
3. Hasil Estimasi Persamaan Suku Bunga Kredit ... 82
4. Hasil Estimasi Persamaan Penyaluran Kredit ... 83
5. Pengujian Normalitas ... 84
6. Pengujian Linieritas ... 85
7. Pengujian Multikolinieritas ... 88
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menghambat fungsi intermediasi perbankan di Sumatera Utara. Dimana faktor yang diamati dalam penelitian ini adalah biaya transaksi kredit, suku bunga kredit, jumlah penyaluran kredit, suku bunga deposito, BI Rate, giro wajib minimum, non performing loan’s, suku bunga kredit periode sebelumnya dan jumlah penyaluran kredit periode sebelumnya.
Untuk tujuan analisis, penelitian ini menggunakan data time series tiga bulanan dari kuartal pertama 2000 sampai kuartal keempat 2010. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model ekonometrik. Teknik analisis akan menggunakan regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk persamaan biaya transaksi kredit sangat dipengaruhi oleh giro wajib minimum. Kemudian untuk persamaan suku bunga kredit sangat dipengaruhi oleh suku bunga kredit periode sebelumnya. Sedangkan untuk persamaan penyaluran kredit sangat dipengaruhi oleh penyaluran kredit periode sebelumnya.
Kata kunci : Penyaluran kredit, suku bunga kredit, suku bunga deposito, BI Rate, giro wajib minimum, non performing loan’s, penyaluran kredit(t-1) dan suku bunga kredit
.
ABSTRACT
This research aim to analysis the influence of factor’s intermediation of Banking in North Sumatera. Where the factors to determine are marginal cost of credit, interest rate of credit, credit, interest rate of deposit, BI Rate, reserve requirment, non performing loan’s, previous interest rate of credit and previous credit.
For the purpose of analysis, this research used data of time series quarterly of year
2000-2010. Econometric’s model is used in this research, where the method used is
multiple regression.
The results show that dominan variable effect for marginal cost of credit fungtion is
reserve requirment, for interest rate of credit fungtion is previous interest rate of
credit and for credit fungtion is previous credit.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi antara lain bertujuan untuk meningkatkan Produk
Domestik Bruto (PDB) dalam jangka panjang. Demikian juga halnya pembangunan
ekonomi Daerah Provinsi Sumatera Utara, juga bertujuan untuk meningkatkan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam jangka panjang. Salah satu cara
meningkatkan PDRB adalah dengan melakukan restrukturisasi sektor keuangan
khususnya dibidang perbankan.
Restrukturisasi sektor keuangan dalam Memorandum of Economic and
Financial Policies tahun 1997 terdiri dalam empat program. Pertama, mengisolasi
bank-bank yang tidak sanggup memenuhi kewajibannya, tetapi untuk bank-bank yang
masih dapat aktif dilaksanakan program rehabilitasi. Kedua, menentukan prosedur
yang tepat dan pelaksanaan program rehabilitasi dengan tepat waktu. Ketiga, program
pemecahan masalah khusus dari bank-bank pemerintah dan pembangunan daerah.
Keempat, program perbaikan aspek kelembagaan, pengaturan kembali sistem operasi
Tiga dari empat program di atas sudah berhasil dilaksanakan oleh pemerintah,
akan tetapi program keempat, yaitu program perbaikan aspek kelembagaan,
pengaturan kembali sistem operasi bank dan efisiensi sistem keuangan, akan secara
kontinu berjalan sesuai dengan aktifitas bank. Salah satu aktifitas bank yang paling
penting adalah perantara keuangan, yaitu agen pembangunan yang mengkhususkan
aktifitas transaksi beli aktiva dan jual hutang pada waktu yang sama dari kontrak
keuangan dan sekuritas.
Lembaga keuangan bank sebagai agen pembangunan menghadapai masalah
dalam perantara keuangan. Agen pembangunan yang mengkhususkan aktifitas
perantara keuangan bank menghadapi tiga kendala utama, yaitu biaya transaksi, skala
disekonomis dan diversifikasi disekonomis. Secara umum perantara keuangan bank
menghadapi kendala biaya transaksi yang besar dalam monitoring dan audit.
Perantara keuangan bank juga menghadapi kendala skala disekonomis, yaitu
peningkatan biaya transaksi per unit akibat peningkatan jumlah transaksi. Perantara
keuangan bank juga menghadapi kendala diversifikasi disekonomis, yaitu
peningkatan biaya transaksi per unit akibat peningkatan diversifikasi produk atau jasa
yang dihasilkan.
Persaingan yang semakin ketat dalam sektor perbankan menuntut optimalisasi
peranan perbankan. Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi keuangan perlu
dicermati kembali sejalan dengan perkembangan ekonomi sektor riil. Perbankan
merupakan salah satu sendi utama dalam perekonomian, namun masih banyak
terutama sebagai lembaga penyalur kredit bagi dunia usaha yang dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Lembaga keuangan bank di Provinsi Sumatera Utara tidak terlepas dari tiga
kendala biaya transaksi, skala disekonomis dan diversivikasi disekonomis. Biaya
transaksi tinggi dari lembaga keuangan bank ditunjukkan oleh selisih tingkat bunga
kredit dengan tingkat bunga deposito masih tinggi, skala disekonomis ditunjukkan
oleh semakin tingginya biaya transaksi bank, dan diversifikasi disekonomis
ditunjukkan oleh peningkatan produk atau jasa bank diikuti oleh semakin tingginya
biaya transaksi bank.
Adapun perkembangan suku bunga kredit dan deposito perbankan di Provinsi
Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.1. Perkembangan Suku Bunga Kredit dan Deposito Perbankan Sumatera Utara Tahun 2000-2010
Tahun
Suku Bunga Kredit
Suku Bunga Deposito
Biaya Transaksi
% % %
2000 16,02 10,90 5,12
2001 15,89 14,26 1,63
2002 16,51 11,03 5,48
2004 12,74 6,03 6,71
2005 14,71 10,63 4,08
2006 14,26 8,56 5,70
2007 11,83 6,91 4,92
2008 13,43 9,93 3,50
2009 12,60 6,65 5,95
2010 11,62 6,29 5,33
Sumber : Kantor Bank Indonesia Medan, 2000-2010.
Pada tabel di atas, pada tahun 2002 suku bunga kredit perbankan di Sumatera
Utara paling tinggi sebesar 16,51% dibandingkan tahun-tahun lainnya, sedangkan
suku bunga kredit perbankan terendah sebesar 11,62% terjadi pada tahun 2010. Untuk
suku bunga deposito, pencapaian tertinggi terjadi pada tahun 2001 dimana suku
bunga deposito perbankan di Sumatera Utara mencapai 14,26%, sedangkan yang
terendah terjadi pada tahun 2003 yang hanya sebesar 5,59%. Kemudian biaya
transaksi yang merupakan selisih antara suku bunga kredit dengan suku bunga
deposito, mencapai kisaran tertinggi pada tahun 2003 dengan biaya transaksi sebesar
8,80%, sedangkan kisaran terendah pada tahun 2001 dengan biaya transaksi sebesar
1,63%.
Adapun trend perkembangan dari suku bunga kredit dan deposito serta biaya
Gambar 1.1. Perkembangan Suku Bunga Kredit dan Deposito Perbankan Sumatera Utara Tahun 2000-2010
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwasannya suku bunga perbankan relatif
mengalami penurunan pada tahun 2010 dibandingkan pada tahun 2000, dimana
fluktuasi suku bunga deposito lebih tinggi dibandingkan suku bunga kredit. Untuk
suku bunga kredit penurunannya menunjukkan trend yang cukup stabil, walaupun
pada tahun 2002, 2005 dan 2008 mengalami peningkatan dibandingkan tahun
sebelumnya, namun hal ini tidak memberikan dampak terhadap peningkatan suku
bunga kredit secara umum. Sedangkan untuk suku bunga deposito dengan tingkat
dan 2008 dibandingkan tahun sebelumnya yang juga disertai penurunan yang cukup
signifikan pada tahun sesudahnya.
Walaupun suku bunga mengalami trend penurunan, tidak serta merta
menyebabkan penurunan dalam biaya transaksi. Dari gambar di atas dapat dilihat
bahwa biaya transaksi secara umum mengalami kecenderungan peningkatan. Hal ini
disebabkan selisih antara suku bunga kredit dengan deposito masih cukup besar,
walaupun kedua suku bunga tersebut menunjukkan trend penurunan.
Sebagaimana diuraikan di atas, kendala fungsi intermediasi kemungkinan
muncul karena 3 (tiga) hal, yaitu: kendala biaya transaksi, kendala skala disekonomis
dan kendala diversifikasi disekonomis. Biaya transaksi terdiri dari biaya monitoring
dan biaya audit dana perbankan. Biaya monitoring dan biaya audit ditunjukkan oleh
peningkatan biaya untuk menekan kredit macet atau nonperforming loans (NPLs)
sesuai dengan regulasi Bank Indonesia, yaitu maksimal 5 persen. Regulasi ini
memaksa lembaga keuangan bank untuk melakukan monitoring dan audit secara
intensif sehingga biaya transaksi meningkat sejalan dengan peningkatan LDR.
Akibatnya tingkat bunga pinjaman naik sejalan dengan peningkatan biaya transaksi.
Kendala skala disekonomis juga menghasilkan peningkatan biaya transaksi sehingga
tingkat bunga pinjaman bank naik. Demikian juga halnya diversifikasi disekonomis
ikut mendorong peningkatan tingkat bunga pinjaman bank.
Lembaga keuangan bank akan lebih efisien jika secara simultan melayani
pembukaan rekening deposito dan kredit atau pinjaman atau economies of scope. Jika
meragukan nilai proyek lembaga keuangan bank maka masalah informasi asimetris
muncul. Hal ini akan mengakibatkan adverse selection dan moral hazard. Masalah
adverse selection muncul sebelum transaksi kredit atau deposito terjadi, yaitu
peningkatan permintaan kredit dari debitur dan peningkatan permintaan deposito dari
lembaga keuangan akibat proyek investasi berisiko tinggi. Proyek berisiko tinggi
mempunyai peluang gagal yang tinggi sehingga pengembalian kredit dari debitur atau
pengembalian deposito dari lembaga keuangan bank gagal, atau masalah moral
hazard muncul. Kedua masalah informasi asimetris ini mengakibatkan NPLs semakin
tinggi.
Adapun perkembangan total kredit, NPL’s dan giro wajib minimun perbankan
di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tahun
Total Kredit NPL's GWM
Triliun Rp. % %
2000 8,55 7,24 19,43
2001 12,43 4,16 11,66
2002 17,97 3,83 7,57
2003 19,78 4,73 6,77
2004 26,25 5,30 4,54
2005 33,65 4,48 7,42
2006 39,82 8,11 6,03
2007 54,20 8,02 4,02
2008 66,72 5,55 3,22
2009 73,58 4,83 3,58
2010 88,55 4,95 3,13
Sumber : Kantor Bank Indonesia Medan, 2000-2010.
Pada tabel di atas, pada tahun 2010 total kredit yang berhasil disalurkan
perbankan di Sumatera Utara sebesar Rp. 88,55 triliun dimana merupakan yang
tertinggi dibandingkan tahun-tahun lainnya, sedangkan total kredit perbankan
terendah terjadi pada tahun 2000 yang hanya mampu menyalurkan kredit sebesar Rp.
8,55 triliun. Untuk NPL’s, pada tahun 2006 merupakan tingkat tertinggi NPL’s
perbankan di Sumatera Utara yang mencapai 8,02%, sedangkan NPL’s terendah
minimum (GWM), mencapai kisaran tertinggi pada tahun 2000 sebesar 19,43%,
sedangkan kisaran terendah pada tahun 2010 dengan tingkat GWM sebesar 3,13%.
Adapun trend perkembangan dari total kredit, NPL’s dan giro wajib minimum
dari data di atas ditunjukkan pada gambar berikut ini :
Gambar 1.2. Perkembangan Total kredit, NPL’s dan Giro Wajib Minimum Perbankan Sumatera Utara Tahun 2000-2010
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwasannya total kredit yang berhasil
disalurkan perbankan mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari tahun ke
tahun, dimana total kredit perbankan tidak pernah mengalami penurunan selama
periode 2000-2010. Untuk tingkat Non Performing Loans (NPL’s) relatif cukup stabil
dengan trend yang sedikit menunjukkan penurunan, dimana pada tahun 2000, 2007
dampak dari krisis ekonomi dan moneter sehingga menyebabkan meningkatnya
jumlah kredit macet di perbankan. Sedangkan giro wajib minimum (GWM)
perbankan menunjukkan trend penurunan walaupun pada tahun 2005 sedikit
mengalami peningkatan. Tingginya GWM perbankan pada tahun 2000 dan 2005
merupakan sebuah antisipasi Bank Indonesia melalui mekanisme kebijakan moneter
untuk dapat meredam tingkat inflasi yang disebabkan adanya berbagai krisis ekonomi
dan moneter.
Menurut Bank Indonesia Medan (2006), lembaga keuangan bank Provinsi
Sumatera Utara menghasilkan rata-rata loan to deposit ratio (LDR) sebesar 68.27
persen. Jika giro wajib minimum (GWM) sebesar 2 persen, hal ini berarti lembaga
keuangan bank hanya mampu menyalurkan kredit sebesar 68.27 persen dari Dana
Pihak Ketiga (DPK), sedangkan sisanya sekitar 29.73 persen merupakan dana
investasi pada aktiva bebas risiko. Besaran LDR ini mengindikasikan bahwa lembaga
keuangan bank Provinsi Sumatera Utara masih menghadapi kendala dalam fungsi
intermediasi atau transformasi aktiva.
Menurut Thakor dan Boot (2008), bentuk lain dari informasi asimetris adalah
skala ekonomis. Pengumpulan informasi sebelum pembukaan rekening deposito dan
kredit akan menekan biaya transaksi dan NPLs. Gorton and Pennacchi (1999)
menekankan kualitas transfromasi aktiva dari bank, pembiayaan investasi berisiko
dengan deposito kurang berisiko akan menekan masalah adverse selection.
Penurunan masalah adverse selection ini akan menghasilkan biaya transaksi dan
monitoring terdiri dari 3 (tiga) kegiatan (Hellwig, 1999), yaitu: menyaring proyek
untuk mencegah adverse selection, mencegah perilaku opportunistik selama realisasi
proyek, dan menghukum debitur yang gagal memenuhi kewajiban. Ketiga aktifitas
monitoring ini akan dapat menekan biaya transaksi dan NPLs.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dan
menuangkannya ke dalam tesis yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang
Menghambat Fungsi Intermediasi Perbankan di Sumatera Utara”.
1.2. Perumusan Masalah
Secara umum perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini ada
tiga, yaitu :
1. Bagaimana pengaruh suku bunga deposito, BI Rate, Giro Wajib Minimum,
dan Non Performing Loan’s terhadap biaya transaksi kredit perbankan umum
di Sumatera Utara ?
2. Bagaimana pengaruh biaya transaksi kredit, Non Performing Loan’s, suku
bunga deposito dan suku bunga kredit periode sebelumnya terhadap suku
bunga kredit perbankan umum di Sumatera Utara ?
3. Bagaimana pengaruh suku bunga deposito, suku bunga kredit, BI rate dan
penyaluran kredit periode sebelumnya terhadap penyaluran kredit perbankan
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis pengaruh suku bunga deposito, BI Rate, Giro Wajib
Minimum, dan Non Performing Loan’s terhadap biaya transaksi kredit
perbankan umum di Sumatera Utara.
2. Untuk menganalisis pengaruh biaya transaksi kredit, Non Performing Loan’s,
suku bunga deposito dan suku bunga kredit periode sebelumnya terhadap suku
bunga kredit perbankan umum di Sumatera Utara.
3. Untuk menganalisis pengaruh suku bunga deposito, suku bunga kredit, BI rate
dan penyaluran kredit periode sebelumnya terhadap penyaluran kredit
perbankan umum di Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan terhadap kajian penelitian ini adalah:
1. Bagi Peneliti : Sebagai media untuk memperdalam pengetahuan khususnya di
bidang intermediasi kredit perbankan
2. Bagi Perbankan di Sumatera Utara : Sebagai informasi dalam membuat
keputusan dalam meningkatkan fungsi intermediasi perbankan di Propinsi
3. Bagi Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara : Sebagai masukan di dalam
meningkatkan dan pengembangan aktivitas ekonomi dan keuangan di
wilayahnya.
4. Bagi Peneliti lainnya : Sebagai bahan masukan/referensi dalam melakukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biaya Intermediasi Perbankan (Transaction Cost)
Istilah transaction cost pertama sekali diperkenalkan oleh Ronald Coase,
dalam paper nya The Nature of the Firm tahun 1937, transaction cost digunakannya
untuk mengembangkan sebuah kerangka teoritis (theoretical framework) untuk
memprediksi ketika tugas tugas ekonomi tertentu akan dilakukan oleh perusahaan,
dan ketika perusahaan tersebut ingin mempraktekkan di pasar. Dalam disiplin ilmu
ekonomi dan ilmu ilmu lain yang berhubungan dengan ekonomi, transaction cost
adalah cost yang timbul dari adanya pertukaran ekonomi.
Sebagai contoh, kebanyakan orang ketika dalam melakukan perdagangan
saham
transaction cost dari adanya perdagangan stock tersebut. Atau contoh lain yang
sederhana ketika kita membeli pisang dari sebuah toko buah, kita tidak hanya
membayar harga untuk pisang tersebut, tetapi kita juga harus mengeluarkan energi
dan usaha untuk menemukan pisang mana yang akan kita beli, dimana membelinya,
berapa harganya, biaya perjalanan dari rumah kita ke toko buah dan kembali
kerumah, waktu antri ketika membayar dikasir toko buah, semua yang kita lakukan
dan biaya yang kita keluarkan diatas untuk memperoleh pisang tersebut adalah
Dalam ilmu ekonomi Cost transaction memiliki berbagai nama lain
(Dahlman, 1999) yaitu:
1.
untuk mencari barang yang mau dibeli dipasar dan harga barang mana yang
paling murah.
2. Bargaining costs adalah biaya yang timbul dari agar terjadi transaksi, atau
agar ditanda tanganinya kontrak antara penjual dengan pembeli
3. Policing and enforcement costs adalah biaya yang dikeluarkan untuk
memastikan bahwa pihak lain yang terlibat dalam transaksi tetap komit
terhadap kontrak yang disetujui.
2.2. Penawaran Kredit Perbankan
Sebagaimana diatur dalam UU No. 10, Tahun 1998 tentang Perbankan, yang
dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana tersebut kembali kepada masyarakat
dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Dengan demikian, bank merupakan bagian dari lembaga
keuangan yang memiliki fungsi intermediasi yang menjembatani kepentingan pihak
yang kelebihan dana (penyimpan dana atau kreditur) dan pihak yang membutuhkan
dana (peminjam dana atau debitur). Pihak-pihak yang kelebihan dana, baik
perseorangan, badan usaha, yayasan, maupun lembaga pemerintah dapat menyimpan
berjangka sesuai dengan kebutuhan dan preferensinya Suseno dan Piter A. (2003).
Sementara itu pihak- pihak yang kekurangan dan membutuhkan dana akan
mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit tersebut dapat berupa kredit
investasi, kredit modal kerja, dan kredit konsumsi.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keputusan bank umum untuk
menyalurkan kredit kepada masyarakat. Lebih lanjut Melitz dan Pardue dalam
Insukindro (1999) merumuskan model penawaran kredit oleh sistem perbankan
sebagai berikut:
SK = g(S, ic, ib, BD) ... (2.1)
Keterangan:
SK = jumlah kredit yang ditawarkan oleh bank
S = kendala-kendala yang dihadapi bank seperti tingkat cadangan bank atau
ketentuan mengenai nisbah cadangan wajib
ic = tingkat suku bunga kredit bank
ib = biaya oportunitas meminjamkan uang
BD = biaya deposito bank
Model di atas selanjutnya disempurnakan oleh Warjiyo (2004), yang
memaparkan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran uang
secara implisit beranggapan bahwa semua dana yang dimobilisasi perbankan dari
masyarakat dalam bentuk uang beredar (M1, M2) digunakan untuk pendanaan
aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit perbankan. Dalam kenyataannya
yang tersedia (DPK), perilaku penawaran kredit perbankan juga dipengaruhi oleh
persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi perbankan itu sendiri,
seperti permodalan (CAR), jumlah kredit macet (NPL), dan Loan to Deposit Ratio
(LDR).
Dengan demikian, dapat dinyatakan dalam suatu bentuk hubungan fungsi
sebagai berikut:
KS = f(DPK, prospek usaha debitur, kondisi perbankan itu sendiri)
= f(DPK, prospek usaha debitur, CAR, NPL, LDR)... (2.2)
Keterangan:
KS = Kredit yang ditawarkan perbankan
DPK = Dana Pihak Ketiga
CAR = Capital Adequacy Ratio
NPL = Non Performing Loan
LDR = Loan to Deposit Ratio
Sementara menurut Suseno dan Piter A. (2003), selain faktor-faktor tersebut
di atas, faktor rentabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin dalam Return on
Assets (ROA) juga berpengaruh terhadap Keputusan bank untuk menyalurkan kredit
Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan
antara lain sebagai berikut :
1. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari uang, dalam arti :
a. Para pemilik uang atau modal dapat secara langsung meminjamkan
uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan untuk meningkatkan
produksi atau usahanya.
b. Para pemilik uang atau modal dapat menyimpan uangnya pada
lembaga-lembaga keuangan, yang kemudian oleh lembaga-lembaga-lembaga-lembaga keuangan
tersebut diusahakan dalam bentuk pemberian kredit.
2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang dalam arti kredit
uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan alat
pembayaran baru seperti cek, bilyet giro dan wesel sehingga apabila
pembayaran-pembayaran dilakukan dengan cek, bilyet giro dan wesel maka
akan dapat meningkatkan peredaran uang giral. Selain itu kredit perbankan
yang ditarik tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal sehingga
arus lalu lintas uang akan berkembang pula.
3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari barang dalam arti dengan
mendapat kredit para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang
jadi sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat.
4. Kredit dapat menjadi salah satu alat stabilisasi ekonomi dalam arti bila
keadaan ekonomi kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usaha-usaha
kebutuhan pokok rakyat dimana untuk menekan laju inflasi pemerintah
melindungi usaha -usaha yang bersifat nonspekulatif.
5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat dalam arti
bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi
kekurangmampuan para pengusaha dibidang permodalan tersebut sehingga
para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya.
6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan dalam arti dengan bantuan
kredit dari bank para pengusaha dapat memperluas usahanya dan mendirikan
proyek-proyek baru. Apabila perluasan usaha serta pendirian proyek-proyek
baru telah selesai maka untuk mengelolanya diperlukan pula tenaga kerja,
maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula.
7. Kredit dapat sebagai alat hubungan ekonomi internasional dalam arti bank
bank besar di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha dapat memberikan
bantuan dalam bentuk kredit baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Bantuan dalam bentuk kredit
ini tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antar negara yang
bersangkutan tetapi juga dapat meningkatkan hubungan internasional.
2.3. Tingkat Bunga Kredit
Seperti halnya Jumlah Uang Beredar, dalam perekonomian Indonesia, Tingkat
Bunga juga memiliki peran yang sangat besar. Jika tingkat bunga tinggi, masyarakat
dalam bentuk deposito dan sebagian mungkin dalam bentuk tabungan, akibatnya,
permintaan terhadap komoditi akan berkurang, dan hal ini dapat menyebabkan harga
turun. Turunnya harga akan mendorong dunia industri untuk mengurangi
produksinya, akibatnya pengangguran dapat terjadi.
Di sisi lain, tingkat bunga yang tinggi akan membuat dunia industri
mengurungkan niatnya untuk berinvestasi dan meningkatkan usahanya, karena biaya
kredit/modal menjadi tinggi. Akibatnya produksi dan pertumbuhan ekonomi dapat
terganggu. Jika tingkat bunga rendah, yang akan terjadi adalah sebaliknya.
Perubahan tingkat bunga dapat terjadi karena faktor dalam negeri dan faktor
luar negeri. Dari dalam negeri, meningkatnya minat masyarakat untuk menabung atau
mendepositokan uangnya akan mendorong tingkat bunga cenderung untuk turun,
begitu pula sebaliknya. Perubahan tingkat pengembalian bentuk investasi lain juga
dapat mempengaruhi tingkat bunga. Jika berinvestasi di surat berharga (saham
misalnya) dapat memberikan keuntungan yang lebih tinggi, maka masyarakat akan
mengalihkan dananya ke surat berharga tersebut, dan mengurangi keinginannya
membuka deposito. Untuk mengembalikan minat masyarakat tentunya perbankan
akan menaikkan tingkat bunga agar deposito kembali menarik masyarakat.
Tingkat bunga juga dapat berubah jika pemerintah menghendakinya.
Pemerintah perlu merubah tingkat bunga, bila pemerintah melihat pertumbuhan
ekonomi terlalu rendah dan perlu ditingkatkan. Untuk mendorong pertumbuhan
melakukan investasi dan ekspansi usahanya dengan kredit yang murah. Begitu pula
sebaliknya.
Dari luar negeri, tingkat bunga dalam negeri juga akan berubah bila tingkat
bunga di luar negeri berubah (Bank sentral Amerika merubah tingkat bunga
misalnya). Perubahan karena faktor luar negeri juga bisa terjadi bila ada keinginan
pemerintah untuk menarik investor asing masuk ke Indonesia. Dengan keinginan
tersebut, tingkat bunga akan naik, agar investor asing tertarik menanamkan modalnya
di Indonesia.
Masyarakat, atau yang sering disebut dengan pelaku ekonomi dari sektor
Rumah Tangga punya kepentingan besar dengan tingkat bunga, paling tidak berkaitan
dengan nilai kekayaannya yang disimpan di Bank.
Dunia industri atau Sektor riil, juka sangat perhatian dengan perubahan
tingkat bunga, terutama berkaitan dengan nilai pengembalian kredit dan bunga yang
harus dibayarkannya kepada pihak Bank. Semakin tinggi tingkat bunga, semakin
berat beban cicilan pinjaman yang harus diserahkan.
Pemerintah juga sangat berkepentingan dengan tingkat bunga. Pemerintah
dapat mencapai tujuan kebijakannya dengan memanfaatkan variabel tingkat bunga
ini. Sebagai contoh, bila dipandang Jumlah Uang yang Beredar terlalu sedikit,
sehingga berdampak pada rendahnya daya beli dan permintaan, maka pemerintah
akan menurunkan tingkat bunga Bank dan juga tingkat bunga diskonto. Pemerintah
juga dapat menggunakan tingkat bunga untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Bila
akan menaikkan tingkat bunga, dengan harapan pihak asing akan menanamkan
Dollarnya ke Indonesia, sehingga Dollar melimpah, sehingga nilainya akan turun,
yang berarti Rupiah akan menguat.
2.4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah
yang diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan
hutangnya. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Untuk pengendalian moneter.
b. Sebagai alternatif penanaman dana bagi lembaga keuangan dalam hal ini adalah
bank.
c. Untuk mengembangkan pasar uang dan pasar sekunder.
Untuk saat ini, industri perbankan cenderung lebih menyukai untuk
mengalokasikan dananya kedalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI), hal ini
dikarenakan tingkat suku bunga yang ditawarkan lebih menarik sehingga tidak ada
satu bank pun yang tidak mengalokasikan dananya kedalam Sertifikat Bank Indonesia
(SBI). Di samping itu Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan instrumen surat
berharga yang paling besar pasarnya karena luasnya tidak dibatasi oleh
permintaannya ataupun kelebihan likuiditas sementara perbankan, tetapi dikaitkan
Begitu pula dengan tingkat diskontonya yang tidak dapat dipengaruhi oleh
satu bank manapun yang ikut lelang. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan
surat berharga yang paling likuid yang setiap saat dapat dijadikan uang tunai tanpa
mengakibatkan kerugian pada bank yang memilikinya. Menurut Sihombing (2000),
kurva penawaran Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah elastis sempurna seperti
dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.
Gambar 2.1. Hipotesis Kurva Penawaran untuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Ada beberapa alasan mengapa portfolio Sertifikat Bank Indonesia (SBI) lebih
disenangi oleh industri perbankan sebagai alternatif investasi dana yang bersifat
sementara, yaitu :
a. Bebas dari default risk.
b. Marketable.
c. Dapat dijaminkan.
d. Merupakan sekuritas utama untuk jaminan memperoleh discount window.
Khusus untuk jual beli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) cara perhitungan
bunganya menggunakan sistem diskonto dengan menganut rumus true discount yaitu
:
) ( 360
360
txi Nx p
+ =
Dimana :
p = nilai tunai
N = nilai nominal
t = tenor, yaitu sisa jangka waktu
i = tingkat diskonto yang disepakati antara pembeli dengan penjual
2.5. Tingkat bunga Deposito
Setifikat deposito atau time deposit, adalah sebuah produk finansial yang
ditawarkan oleh bank kepada konsumen. Sertifikat deposito sama dengan rekening
tabungan karena deposito sudah diasuransikan dan bebas dari resiko. Rekening
tabungan dengan deposito berbeda dalam waktu penarikan, tabungan bisa ditarik
kapan saja sedangkan deposito hanya bisa ditarik dengan waktu tertentu saja (tiga
bulan, enam bulan, satu atau lima tahun), dan juga memiliki fixed interest rate, hal ini
dimaksudkan agar deposito ditarik pada masa jatuh temponya, dan ditambah dengan
Sebagai balasan bagi deposan yang telah mendepositokan uangnya untuk
periode yang disetujui dengan bank, bank biasanya memberikan tingkat bunga yang
lebih tinggi dari pada tabungan, tetapi hal ini terkadang bisa terbalik tergantung pada
situasi perkenomian negara tersebut.
Berikut ini beberapa hal yang dipertimbangkan dalam pemberian bunga
deposito:
a. Semakin besar dana ditanam semakin besar bunga, tetapi tidak selalu.
b. Semakin lama dana di depositokan akan semakin besar bunga, tetapi tidak
selalu.
c. Bank kecil cenderung memberikan bunga yang lebih besar dari bunga
yang lebih besar dari bank yang besar.
d. Deposito pribadi umumnya menerima bunga yang lebih besar dari
Deposito Bisnis.
Ada berbagai variasi terms and conditions dalam deposito:
a. Deposito yang bersifat callable. Terminologi ini berarti bahwa bank dapat
menutup deposito sebelum berakhirnya masa atau jatuh tempo deposito
tersebut.
b. Payment of interest. Interest dibayar bank secara langsung atau
diakumulasikan terhadap jumlah deposito.
c. Interest calculation. Deposito mulai memperoleh bunga dari sejak tanggal
d. Right to delay withdrawals. Bank mempunyai hak untuk menunda
penarikan dana pada periode tertentu yang dapat menggangu operasional
bank.
e. Withdrawal of principal. Penarikan seluruh dana deposito memperoleh
perlakuan yang berbeda bagi setiap bank. Ada bank yang
memperbolehkan penarikan deposito pada jumlah minimum tertentu,
sedangkan bank lain beranggapan penarikan dana deposito dalam jumlah
minimum sama artinya dengan berhenti menjadi deposan di bank tersebut
yang menimbulkan adanya penalty.
f. Withdrawal of interest. Penarikan bunga deposito juga tergantung pada
kebijakan bank, ada bank yang memperbolehkan untuk menarik semua
bunga dari deposito tetapi ada juga bank yang mengharuskan penarikan
bunga boleh dilakukan setelah dana di depositokan untuk sebuah periode
tertentu terlebih dahulu baru bisa dilakukan dengan berbagai tahapan.
g. Penalty for early withdrawal. Penalty bisa diukur dari berapa bulan bunga,
bisa juga diukur dengan berapa besar current cost yang dikeluarkan bank
untuk membayar dana yang ditarik tersebut, atau memakai formula yang
lain.
h. Fees. Fee harus dibayar deposan kepada bank untuk hal hal withdrawal,
closure, ataupun untuk menyediakan check atas deposito tersebut.
i. Automatic renewal. Bank biasanya memberi pemberitahuan terlebih
langsung memperbaharui atau memperpanjang deposito tersebut secara
otomatis.
2.6. Giro Wajib Minimum (Reserve requirement)
Reserve requirement (required reserve ratio) adalah sebuah regulasi dari bank
untuk menetapkan cadangan minimum yang harus dimiliki setiap bank atas semua
deposito dan tabungan nasabah bank tersebut. Reserves ini di disain untuk
memuaskan semua permintaan penarikan, dan biasanya dalam bentuk fiat currency
yang disimpan dalam brankas sebuah bank, atau biasanya pada bank sentral.
Reserve ratio terkadang digunakan sebagai alat dalam kebijakan moneter yang
dapat mempengaruhi ekonomi suatu negara, dari segi peminjaman uang dan suku
bunga.
Bank bank sentral di negara maju jarang yang mewajibkan adanya giro wajib
minimum karena hal ini bisa menyebabkan adanya masalah likuiditas bagi bank bank
yang memiliki cadangan yang sedikit; bank bank sentral di negara maju tersebut lebih
menyukai menggunakan open market operations untuk mengimplementasikan
kebijakan moneter mereka.
Bank sentral China menggunakan perubahan dalam reserve requirements
sebagai alat untuk mengatasi inflasi, dan menaikkan reserve requirement sebanyak
sembilan kali pada tahun 2007. Pada tahun 2006 required reserve ratio di United
States adalah 10% atas transaction deposits (komponen dari money supply "M1"),
Sebuah bank yang memiliki kelebihan cadangan minimumdisebut juga
dengan excess reserves. Excess Reserve dapat mempengaruhi money supply, sebagai
contoh jika reserve requirement adalah 10%, sebuah bank yang menerima deposito
sebesar $100 bisa meminjamkan $90 dari deposito tersebut kepada orang lain,
kemudian peminjam tersebut menuliskan sebuah check kepada orang lain lagi yang
kebetulan juga mempunyai deposito sebesar $90 di bank, bank yang menerima
deposito tersebut dapat meminjamkan uang sebesar $81. Ketika proses ini terus
berlanjut, banking system dapat berkembang menjadi adanya excess reserves dari $90
menjadi maximum $1,000 ($100+$90+81+$72.90+...=$1,000), atau kita ringkas uang
$100 dengan GWM 10% dapat menjadi $1000 ($100/0.10=$1000). Sebaliknya
dengan reserve requirement 20%, banking system akan dapat berkembang dari
deposito $100 hingga maximum ($100+$80+$64+$51.20+...=$500), atau
$100/0.20=$500. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa semakin tinggi reserve
requirements akan menghasilkan berkurangnya money creation dan akibatnya
semakin berkurang economic activity.
2.7. Non-performing loan
Sebuah non-performing loan adalah sebuah loan yang berada dalam keadaan
default atau mendekati default atau sering disebut juga kredit macet. Banyak loans
menjadi non-performing setelah berada dalam posisi default selama 3 bulan, tetapi
Sebuah loan dikatakan non-performing bila pembayaran bunga dan pokok
hutang lewat dari 90 hari atau lebih, atau setidaknya 90 hari pembayaran bunga sudah
di capitalized, refinanced atau di delayed melalui agreement, atau pembayaran
minimum hutang sudah melewati 90 hari, dan adanya kesangsian bank bahwa
nasabah tersebut akan mampu melunasi hutangnya.
2.8. Proses Fungsi Intermediasi
Fungsi intermediasi bank dapat dijelaskan dengan hubungan empat neraca,
yaitu: (1) neraca pemerintah, (2) neraca rumah tangga, (3) neraca perusahaan, dan (4)
neraca bank. Neraca pemerintah dibiayai penerbitan sekuritas dan cadangan kas atau
uang inti. Sekuritas pemerintah dan deposit merupakan aktiva rumahtangga. Deposit
merupakan kewajiban lembaga keuangan bank dan ditransformasi menjadi aktiva
dengan portofolio cadangan kas dan kredit. Cadangan kas merupakan giro wajib
minimum yang dapat digunakan membiayai defisit pemerintah, dan kredit digunakan
untuk membiayai investasi perusahaan. Proses fungsi intermediasi perbankan
Gambar 2.2. Proses Fungsi Intermediasi Perbankan 2.9. Pendekatan Intermediasi Bank
Pendekatan intermediasi didasarkan pada manajemen risiko dan proses
informasi. Pendekatan ini diperkenalkan oleh Mester (2000), yang menemukan fakta
inefisiensi-N dalam tabungan reksa dana dan pinjaman pada tahun 1999 di California
Amerika Serikat. Idenya adalah pemisahan antara pemilik dan manajer yang
dirumuskan dalam dua tahap permainan, dimana bank memutuskan apakah ATMs
akan compatible dan compete dengan tingkat deposit. Misalkan jumlah bank ada tiga,
laba bank pada kasus dimana keputusan ATMs incompatible dan compete
dimana TCS = parameter biaya transportasi. Persamaan (2.17) menjelaskan bahwa
bank compatible selalu mendominasi bank incompatible jika TCS > 0. Deposan akan
menerima manfaat (BTM) dengan adanya ATMs pada waktu penarikan kas. Jika dua
bank compatible dan satu bank lagi incompatible maka laba dua bank compatible
masing-masing adalah
Keseimbangan Nash (1999), dimana bank ke-1 dan bank ke-2 adalah simetris,
masing-masing adalah
Persamaan (2.19A) menjelaskan bahwa bank compatible dengan keputusan
peningkatan jumlah ATMs (BTM) akan meningkatkan perbedaan antara tingkat
bunga bank sentral dengan tingkat bunga deposit, sehingga laba bank compatible naik
peningkatan ATMs akan meningkat perbedaan antara tingkat bunga bank sentral
dengan tingkat bunga deposit, sehingga laba bank incompatible turun dengan
peningkatan jumlah ATMs.
Hasil studi Berger and Young (2006) menunjukkan hubungan kualitas,
efisiensi biaya dan modal bank. Studi ini mendukung hipotesis “bad luck”, bahwa
peningkatan jumlah ATMs akan meningkatkan pengeluaran untuk monitoring.
Mereka juga menemukan bahwa penurunan rasio modal bank secara umum
menghasilkan peningkatan NPLs. Hal ini berarti keputusan peningkatan portofolio
berisiko dari kapitalisasi bank mungkin dapat merespons insentif moral hazard.
2.10. Penelitian Terdahulu
Manurung (2006), menyatakan bahwa regulasi rasio modal bank atas dasar
risiko menghasilkan rentabilitas aset yang lebih baik dibandingkan tanpa regulasi
rasio modal bank atas dasar risiko. Model regulasi rasio modal atas dasar risiko
menjamin eksistensi kepemilikan bank dan stabilitas sistem keuangan dalam jangka
panjang. Regulasi rasio modal bank atas dasar risiko akan menekan aktifitas bank di
luar neraca, sehingga efisiensi perbankan semakin tinggi dan tingkat bunga kredit
semakin rendah. Penurunan tingkat bunga kredit secara kontiniu akan memperlancar
fungsi intermediasi perbankan sehingga jumlah kredit untuk pembiayaan bisnis
Tetty M. Sihotang (2008), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
fungsi intermediasi perbankan di Sumatera Utara (ditinjau dari sisi penerimaan dana)
dimana variabel yang diteliti adalah dana pihak ketiga, PDRB perkapita dan laju
inflasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB perkapita berdampak positif dan
inflasi berdampak negatif terhadap penghimpunan dana pihak ketiga.
Lilik Suhariningsih (2010), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
penghimpunan dana pihak ketiga serta fungsi intermediasi bank di Indonesia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel suku bunga secara tidak signifikan
berpengaruh positif terhadap dana pihak ketiga sedangkan biaya promosi, status
kepemilikan dan jumlah kantor cabang secara signifikan berpengaruh positif terhadap
dana pihak ketiga.
Masitha Akbar dan Ida Mentayani (2010), menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi intermediasi pada bank umum swasta Kalimantan Selatan. Hasil
penelitian menunjukkan SBI berpengaruh negatif terhadap LDR, inflasi tidak
berpengaruh terhadap LDR dan NPL merupakan variabel paling dominan
mempengaruhi LDR.
2.12. Kerangka Konseptual
Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka kerangka konseptual untuk
menciptakan fungsi intermediasi perbankan yang efisien di Sumatera Utara perlu
penurunan biaya intermediasi marginal, tingkat bunga dan NPLs pada sektor
kredit perbankan dan tingkat bunga kredit, serta 4 (empat) variabel bebas, yaitu
tingkat bunga deposit, tingkat bunga bank sentral, biaya intermediasi marginal
transaksi kredit dan NPLs. Asosiasi keenam variabel tersebut ditunjukkan pada
Gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Analisis Faktor-Faktor Yang Menghambat Fungsi Intermediasi Perbankan di Sumatera Utara
2.11. Hipotesis
Proses intermediasi transformasi kewajiban menjadi aktiva atau jumlah kredit
perbankan menghadapi kendala atau penghambat, yaitu tingkat bunga kredit, tingkat
bunga deposit, tingkat bunga bank sentral, biaya intermediasi marginal transaksi
kredit, giro wajib minimum dan NPLs. Secara teoritis, ketujuh variabel ini saling
berinterkasi dalam penentuan jumlah kredit dan tingkat bunga kredit di Sumatera
PENYALURAN KREDIT (CRE) SUKU BUNGA BIAYA TRANSAKSI
KREDIT (TRC)
CRE(-1) RCR(-1) NPL GWM
Utara. Berdasarkan tinjauan pustaka terdahulu maka hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Suku bunga deposito berpengaruh positif dimana BI Rate, Non Performing
Loan’s dan Giro Wajib Minimum berpengaruh negatif terhadap biaya
transaksi kredit, ceteris paribus.
2. Biaya transaksi kredit, Non Performing Loan’s, suku bunga deposito dan suku
bunga kredit periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap suku bunga
kredit, ceteris paribus.
3. Suku bunga deposito, suku bunga kredit dan BI Rate berpengaruh negatif
dimana penyaluran kredit periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini memfokuskan terhadap faktor-faktor yang
menghambat fungsi intermediasi perbankan di Sumatera Utara. Fungsi intermediasi
perbankan merupakan transformasi kewajiban bank menjadi aktiva bank, yaitu
bagaimana transformasi permintaan deposito bank menjadi penawaran kredit bank.
Analisis terhadap faktor-faktor penghambat fungsi intermediasi terdiri dari biaya
transaksi kredit, penentuan suku bunga kredit dan penyaluran kredit. Dimana
faktor-faktor penghambat ketiga fungsi intermediasi tersebut adalah BI Rate, giro wajib
minimum, non performing loan’s, suku bunga deposito, suku bunga kredit periode
sebelumnya dan penyaluran kredit periode sebelumnya.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang sifatnya runtun waktu
atau time series. Jenis data dimaksud adalah total kredit atau pinjaman perbankan, BI
Rate, suku bunga kredit perbankan, suku bunga deposito perbankan, biaya transaksi
Semua jenis data di atas termasuk kategori data skala rasio yang bersifat rasio,
jarak dan natural ordering [Zikmund, 1997]. Data perbankan di Sumatera Utara
bersumber dari Laporan Bulanan dan Laporan Tahunan Bank Indonesia Medan
sebagai sumber resmi tentang data dan informasi perbankan.
Dalam studi ilmiah, keandalan, kesahihan dan signifikansi penelitian sangat
diperlukan. Untuk mencapai tujuan realibilitas, validasi dan signifikansi maka
populasi penelitian merupakan agregasi aktifitas perbankan komersial di Sumatera
Utara. Jumlah sampel atau pengamatan ditentukan sebanyak 44 observasi, yaitu data
per triwulan selama tahun 2000-2010. Penentuan jumlah sampel atau pengamatan
didasarkan pada pertimbangan sesudah krisis perekonomian Indonesia tahun 1998.
Faktor lain sebagai dasar penetuan jumlah sampel atau pengamatan adalah uji
signifikansi, dimana jumlah sampel atau pengamatan yang lebih banyak akan
meningkatkan signifikansi parameter populasi perbankan di Sumatera Utara.
3.3. Pengolahan Data
Penulis menggunakan program komputer Eviews 6 dalam mengolah dan
menganalisis data penelitian di dalam tesis ini.
3.4. Metode Analisis
Model analisis yang akan digunakan merupakan model ekonometrik dengan
menggunakan teknik analisis regresi berganda. Adapun model persamaan penelitian
Biaya transaksi kredit = f (bunga deposito, BI rate, GWM dan NPL’s) (3.1)
Suku bunga kredit = f (biaya transaksi kredit, NPL’s, bunga deposito dan
bunga kredit periode sebelumnya) (3.2)
Penyaluran Kredit = f (bunga deposito, bunga kredit, BI rate dan
penyaluran kredit periode sebelumnya) (3.3)
Adapun model persamaan dari analisis faktor-faktor penghambat fungsi
intermediasi perbankan terdiri dari 3 (tiga) sistem persamaan, yaitu:
t
Variabel TRC diperoleh melalui rumus sebagai berikut :
RDE
= Stochastic term error dari masing-masing persamaan,
0, α0 dan γ0
β
= Konstanta dari masing-masing persamaan,
1, β2, β3, dan β4
α
= Parameter persamaan penyaluran kredit
1, α2, α3 dan α4
RCR = Rata-rata tertimbang suku bunga kredit perbankan di
Sumatera Utara (Persen)
RDE = Rata-rata tertimbang suku bunga deposito perbankan di
Sumatera Utara (Persen)
BIR = Suku bunga Bank Indonesia (Persen),
GWM = Tingkat Giro Wajib Minimum (Persen),
TRC = Biaya marginal dari transaksi kredit (persen)
NPL = Rata-rata tertimbang tingkat NPLs, yaitu persentase
kredit bermasalah dan macet terhadap total nilai kredit
perbankan di Sumatera Utara (Persen).
3.5. Uji Kesesuaian Model
3.5.1. Koefisien Determinan (R Square)
Koefisien determinan dilakukan untuk melihat seberapa besar
variabel-variabel bebas memberikan penjelasan mengenai variabel-variabel terikat. Dimana jika R2 = 0, artinya variabel-variabel bebas tidak dapat menerangkan hubungan terhadap
variabel terikat. Sedangkan jika R2
3.5.2. Uji t
= 1, artinya variabel-variabel bebas mampu
menerangkan hubungan terhadap variabel terikat.
Merupakan suatu pengujian untuk mengetahui apakah masing-masing
koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan
dilakukan pada tingkat kepercayaan 95 %. Nilai t hitung
dapat diperoleh melalui rumus
berikut ini :
Berdasarkan Uji t, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : = Simpangan baku dari variabel bebas ke 1
Ho: βi H
= 0
a : βi
Dengan kriteria sebagai berikut : ≠ 0
Ho diterima jika t hitung < t
Artinya ada variabel bebas yang tidak secara nyata mempengaruhi variabel terikat. tabel
Ho ditolak jika t hitung > t
Artinya ada variabel bebas yang secara nyata mempengaruhi variabel terikat. tabel
3.5.3. Uji F
Merupakan pengujian untuk melihat seberapa besar variabel independen
secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Pengujian ini juga dilakukan
( )
Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :
Ho: β1 = β2= β3= β4 H
= 0
a : β1 = β2 = β3 = β4
Dengan kriteria sebagai berikut :
≠ 0 (paling sedikit satu variabel)
Ho diterima jika F hitung≤ F
Artinya seluruh variabel bebas tidak secara nyata mempengaruhi variabel terikat. tabel
Ho ditolak jika F hitung > F
Artinya seluruh variabel bebas secara nyata mempengaruhi variabel terikat. tabel
3.6. Uji Asumsi Klasik 3.6.1. Uji Normalitas
Pendugaan persamaan dengan menggunakan metode OLS harus memenuhi
sifat kenormalan, karena jika tidak normal dapat menyebabkan varians infinitif
(ragam tidak hingga atau ragam yang sangat besar). Hasil pendugaan yang memiliki
nilai dugaan yang not meaningful (tidak berarti). Hal ini mengindikasikan bahwa uji F
dan t terhadap parameter pendugaan tidak mempunyai nilai. Hasil Penelitian yang
memiliki ragam yang besar membuat hasil pendugaan tidak efektif, namun hasil uji F
dan t terhadap parameter penduga masih memiliki nilai (Verbeek et. al, 2000 dan
Thomas, 1997). Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menguji Normalitas
adalah Jarque-Bera test. Uji statistik ini dapat dihitung dengan rumus berikut:
Jarque-Bera test mempunyai distribusi chi square dengan derajat bebas dua.
Jika hasil Jarque-Bera test lebih besar dari nilai chi square pada α = 5%, maka tolak
hipotesis nul yang berarti tidak berdistribusi normal. Jika hasil Jarque-Bera test lebih
kecil dari nilai chi square pada α = 5%, maka terima hipotesis nul yang berarti error
term berdistribusi normal.
3.6.2. Uji Linieritas
RESET test pertama kali diperkenalkan oleh Ramsey pada 1969 yang berawal
dari ide bahwa jika tidak terdapat nonlinearitas maka berbagai transformasi nonlinear
dari ft =
( )
X~t'θ
ˆ tidak memberikan manfaat untuk menyatakan yt(i) Regresikan y
(Kim, et.al., 2004).
Prosedur uji pada RESET test dapat dijelaskan sebagai berikut :
t '
~
t X
pada sehingga diperoleh model linear
t t
t f e
y = + ˆ , dimana ft = X~t'
θ
ˆ(ii) Tambahkan model linear dalam bentuk
t
sehingga diperoleh model alternatif
t
maka statistik ujinya adalah
Untuk uji ini nilai k ditentukan lebih dahulu. Model pada (7) dapat
menimbulkan kolinearitas pada variabel-variabel independennya sehingga dihindari
dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
(i) Bentuk komponen-komponen utama dari
(
ft2,, ftk)
(ii) Pilih p* < (k-1) yang terbesar, kecuali komponen utama pertama
sedemikian hingga sudah tidak kolinear dengan X~t'
(iii) Regresikan yt '
~
t X
pada dan hasil dari (i) dan (ii) sehingga menghasilkan
residual uˆt. Statistik ujinya adalah
RESET1 =
[
([
( ) ( ))]
]
ditolak jika RESET1 > F(p*,n-k).
Merupakan pengujian untuk mengetahui apakah adanya hubungan linier yang
kuat diantara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi.
Multikolinieritas akan mempengaruhi interpretasi hasil regresi model yang diuji.
Salah satu cara untuk mendeteksi multikolinier adalah dengan cara membandingkan
nilai r2 (nilai R square parsial) dengan nilai R2 (nilai R square awal). Jika nilai r2 > R2, maka model regresi tersebut menunjukkan adanya multikolinier. Sedangkan jika
nilai r2 < R2, maka model regresi tersebut telah terbebas dari masalah
3.6.4. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan hubungan yang terjadi antara variabel-variabel dari
serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu. Dengan kata lain,
autokorelasi akan menunjukkan hubungan antara nilai-nilai yang berurutan dari
variabel-variabel yang sama. Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan
pengganggu suatu periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode
sebelumnya. Adapun alat penguji yang digunakan untuk mendeteksi ada atau
tidaknya autokorelasi adalah :
1. Durbin-Watson test (D-W test)
DW test dapat dirumuskan sebagai berikut :
(
)
Di dalam pengujian autokorelasi ini, maka terlebih dahulu harus ditentukan
besarnya nilai kritis dari dU dan dL
Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :
berdasarkan jumlah pengamatan dan variabel
bebasnya.
H0 H
: ρ = 0, tidak ada gejala autokorelasi
a : ρ
Dengan kriteria sebagai berikut : ≠ 0, ada gejala autokorelasi
Artinya data pengamatan tidak terdapat gejala autokorelasi.
H0 ditolak jika (d < dL) atau (d > 4 – dL
Artinya data pengamatan memiliki gejala autokorelasi. ),
Tidak ada kesimpulan jika (dL ≤ d ≤ dU) atau (4 – dU≤ d ≤ 4 – dL
Artinya Uji Durbin-Watson tidak dapat memberikan kesimpulan yang pasti terhadap
ada atau tidaknya gejala autokorelasi pada data pengamatan.
),
Jika di dalam model penelitian terdapat unsur time lag, maka sebaiknya
pengujian ini tidak dilakukan dan menggunakan pengujian LM Test karena akan
menimbulkan kebiasan terhadap hasil pengujian.
2. Lagrange Multiplier Test (LM Test)
Uji ini dikembangkan oleh Breusch-Godfrey, sehingga dikenal juga dengan
sebutan The Breusch-Godfrey (BG) Test. Perhatikan model persamaan berikut ini :
t
, dengan bentuk sebagai berikut :
Adapun hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :
H0: ρ1= ρ2 = … = ρρ H
= 0
a
Dengan demikian apabila kita tidak memiliki cukup bukti untuk menolak