• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pra- Rancangan Pabrik Pembuatan Biodiesel Dari Mikroalga dengan Kapasitas 2.400.000 Ton/Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pra- Rancangan Pabrik Pembuatan Biodiesel Dari Mikroalga dengan Kapasitas 2.400.000 Ton/Tahun"

Copied!
487
0
0

Teks penuh

(1)

PRA RANCANGAN PABRIK

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

DENGAN KAPASITAS 2.400.000 TON / TAHUN

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Teknik Kimia

OLEH :

YULIANTI BUNGA RIA

NIM: 040405054

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul

Pra-Rancangan Pabrik Pembuatan Biodiesel Dari Mikroalga dengan Kapasitas 2.400.000 Ton/Tahun. Tugas Akhir ini dilakukan sebagai syarat untuk kelulusan

dalam sidang sarjana di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Selama mengerjakan Tugas Akhir ini penulis begitu banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. M. Yusuf Ritonga, MT sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Ibu Maulida, ST, MSc sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan selama menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Ibu Ir. Renita Manurung, MT sebagai Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Ir. Irvan, MSi sebagai Koordinator Tugas Akhir Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Dosen Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Teknik Kimia FT USU.

6. Para pegawai administrasi Departemen Teknik Kimia yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama mengenyam pendidikan di Departemen Teknik Kimia FT USU.

7. Dan yang paling istimewa Orangtua Penulis yaitu Ibunda tersayang T. Sinaga dan Ayahanda tersayang A. Simangunsong, yang telah banyak mencurahkan kasih sayang yang berlimpah kepada penulis, selalu memberikan motivasi, dukungan, semangat serta tak henti – hentinya mendoakan penulis.

8. Abang Penulis yaitu Andreas P. dan adik Penulis M. Carlos yang selalu memberikan dukungan, semangat dan motivasi serta selalu setia mendampingi

(4)

9. Teman seperjuangan Paslin Adriyanto Situmorang sebagai partner penulis dalam

penyelesaian Tugas Akhir ini.

10.Teman-teman stambuk ‘04 tanpa terkecuali yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

11.Adik-adik junior stambuk ’05, ‘06, ’07, ’08, dan ’09.

12.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya yang juga turut memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan pada penulisan berikutnya. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2010 Penulis,

(5)

INTI SARI

Biodiesel merupakan pengolahan minyak nabati yang berasal dari mikroalga. Biodiesel digunakan sebagai salah satu bahan bakar alternatif pengganti BBM dari bahan bakar fosil minyak bumi. Reaksi embentukan biodiesel dari mikroalga melalui dua tahap yaitu tahap hidrolisis dan tahap esterifikasi. Kemudian, biodiesel yang terbentuk dibersihkan dari komponen lainnya sebelum dipasarkan.

Pabrik biodiesel direncanakan akan berproduksi dengan kapasitas 2.400.000 ton/tahun dan beroperasi selama 330 hari dalam setahun. Pabrik ini direncanakan berlokasi di daerah Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau yang merupakan hilir Sungai Rokan, dengan luas tanah yang dibutuhkan adalah 39.023 m2. Tenaga kerja yang dibutuhkan berjumlah 120 orang dengan bentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT) yang dipimpin oleh seorang direktur utama dengan struktur organisasi sistem garis dan staf.

Hasil analisa terhadap aspek ekonomi pabrik pembuatan Biodiesel dengan bahan baku Mikroalga adalah:

 Modal Investasi : Rp 20.070.057.242.577

 Biaya Produksi : Rp 9.437.963.446.883

 Hasil Penjualan : Rp 16.400.911.161.731

 Laba Bersih : Rp 6.962.947.714.848

Profit Margin : 42,67 %

Break Event Point : 52,19 %

Return of Investment : 19,41 %

Pay Out Time : 5,2603 tahun

Return on Network : 33,68 %

Internal Rate of Return : 37,0351 

Dari hasil analisa ekonomi dapat disimpulkan bahwa Pabrik Pembuatan Biodiesel

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

INTISARI ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix BAB I PENDAHULUAN ... I-1 1.1 Latar Belakang ... I-1

1.2 Perumusan Masalah ... I-2 1.3 Tujuan Pra Perancangan Pabrik ... I-3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... II-1 2.1 Biodiesel ... II-1

2.2 Perkembangan Biodiesel ... II-2 2.3 Potensi Alga Menjadi Biodiesel ... II-4 2.4 Pengembangbiakan Alga Untuk Biodiesel ... II-6 2.5 Proses Pembuatan Biodiesel ... II-8 2.5.1 Esterifikasi... II-8 2.6 Seleksi Proses ... II-9 2.7 Deskripsi Proses ... II-10 2.7.1 Tahap Hidrolisis ... II-10 2.7.2 Tahap Esterifikasi I... II-10 2.7.3 Tahap Esterifikasi II ... II-10 2.8 Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk ... II-11 2.8.1 Slurry MIkroalga... II-11 2.8.2 Metanol (CH333OH)... II-11

2.8.3 Air (H2O) ... II-12

2.8.4 Biodiesel (Metil Ester) ... II-12 2.8.5 Gliserol ... II-13 2.8.6 Asam Sulfat ... II-13

(7)

2.9.1 Angka Cetane ... II-15

2.9.2 Viskositas ... II-16 2.9.3 Cloud Point dan Pour Point ... II-16 2.9.4 Penyimpanan dan Stabilitas ... II-18 2.9.5 Angka Iodine... II-19 2.9.6 Efek Pelumasan Mesin ... II-19 2.10 Pengaruh Komposisi Fatty Acid Metil Ester terhadap Kualitas

Biodiesel ... II-21 2.10.1 Hubungan Fatty Acid Metil EsterVs Angka Cetan... II-21 2.10.2 Hubungan Fatty Acid Metil Ester Vs Kinematik

Viscosity ... II-22

2.10.3 Hubungan Fatty Acid Metil Vs Oxidative Stability ... II-23 2.10.4 Cold Flow ... II-24 2.10.5 Angka Iodine ... II-25 BAB III NERACA MASSA ... III-1 3.1 Mixer (M-101) ... III-1 3.2 Reaktor Hidrolisa (R-100) ... III-1

3.3 Reaktor Esterifikasi I (R-101) ... III-2 3.4 Sentrifugal (C-100) ... III-2 3.5 Dekanter I (D-100)... III-3 3.6 Reaktor Final Esterifikasi (R-102) ... III-3 3.7 Tangki-Tangki Pencuci (D-100) ... III-4

(8)

4.5 Heater (E-102) ... IV-2

4.6 Reaktor Esterifikasi 2 (R-102)... IV-3 4.7 Heater (E-103) ... IV-3 4.8 Cooler (E-201) ... IV-3 4.9 Kondensor (E-200) ... IV-3 4.10 Reboiler (E-104) ... IV-4 BAB V SPESIFIKASI PERALATAN ... V-1 5.1 Tangki Penyimpanan CH3OH (TT-100) ... V-1

5.2 Tangki Penyimpanan Slurry Mikroalga (TT-101 ... V-1 5.3 Tangki Penyimpanan Air (TT-103) ... V-2 5.4 Tangki Penyimpanan Asam Sulfat (TT-103) ... V-2 5.5 Tangki Penyimpanan Biodiesel (TT-201) ... V-3 5.6 Tangki Mixer 1(M-100) ... V-3 5.7 Tangki Mixer 2 (M-101) ... V-4 5.8 Tangki Mixer 3 (M-102) ... V-5 5.9 Heater 1 (E-100) ... V-5 5.10 Heater 2 (E-101) ... V-6

5.11 Heater 3 (E-102) ... V-6 5.12 Heater 4 (E-103) ... V-7 5.13 Cooler 1 (E-201) ... V-7 5.14 Kondensor (E-200)... V-7 5.15 Reboiler (E-104) ... V-8

(9)

5.26 Pompa 1 (P-100) ... V-14

5.27 Pompa 2 (P-101) ... V-14 5.28 Pompa 3 (P-102) ... V-15 5.29 Pompa 4 (P-103) ... V-15 5.30 Pompa 5 (P-104) ... V-15 5.31 Pompa 6 (P-105) ... V-16 5.32 Pompa 7 (P-106) ... V-16 5.33 Pompa 8 (P-107) ... V-16 5.34 Pompa 9 (P-108) ... V-17 5.35 Pompa 10 (P-109) ... V-17 5.36 Pompa 11 (P-110) ... V-17 5.37 Pompa 12 (P-111) ... V-18 5.38 Pompa 13 (P-112) ... V-18 5.39 Pompa 14 (P-113) ... V-18 5.40 Pompa 15 (P-114) ... V-18 5.41 Centrifugal (C-100) ... V-19 5.42 Tangki Pencuci (M-103) ... V-19

BAB VI INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA ... VI-1 6.1 Instrumentasi ... VI-1 6.2 Keselamatan Kerja ... VI-9 6.3 Keselamatan Kerja pada Pabrik Pembuatan Biodiesel ... VI-10 6.3.1 Pencegahan Terhadap Kebakaran dan Peledakan ... VI-10

(10)

7.2.4 Filtrasi ... VII-7

7.2.5 Demineralisasi ... VII-8 7.2.6 Deaerator ... VII-12 7.3 Kebutuhan Bahan Kimia ... VII-12 7.4 Kebutuhan Listrik ... VII-12 7.5 Kebutuhan Bahan Bakar ... VII-13 7.6 Unit Pengolahan Limbah ... VII-14 BAB VIII LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK ... VIII-1 8.1 Lokasi Pabrik ... VIII-1 8.1.1 Faktor Primer/Utama ... VIII-1 8.1.2 Faktor Sekunder ... VIII-2 8.2 Tata Letak Pabrik ... VIII-6 8.3 Perincian Luas Tanah ... VIII-7 BAB IX ORGANISASI DAN MANAJEMEN PERUSAHAAN... IX-1 9.1 Organisasi Perusahaan ... IX-1 9.1.1 Bentuk Organisasi Garis ... IX-2 9.1.2 Bentuk Organisasi Fungsionil... IX-2

9.1.3 Bentuk Organiasi Garis dan Staf... IX-3 9.1.4 Bentuk Organisasi Fungsionil dan Staf ... IX-3 9.2 Manajemen Perusahaan ... IX-3 9.3 Bentuk Hukum Badan Usaha ... IX-4 9.4 Uraian Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab ... IX-6

(11)

9.7 JAMSOSTEK dan Fasilitas Tenaga Kerja ... IX-11

9.8 Sistem Penggajian ... IX-13 BAB X ANALISIS EKONOMI ... X-1 10.1 Modal Investasi ... X-1 10.1.1 Modal Investasi Tetap (MIT)/ FixCapital Investmen(FCI) X-1 10.1.2 Modal Kerja / Working Capital (WC) ... X-3 10.1.3 Biaya Produksi Total (BPT) / Total Cost (TC) ... X-4 10.1.3.1 Biaya Tetap / Fixed Cost (FC)... X-4 10.1.3.2 Biaya Variabel / Variable Cost (VC) ... X-5 10.1.4 Biaya Variabel (Variabel Cost) ... X-5 10.2 Total Penjualan ... X-5 10.3 Bonus Perusahaan ... X-5 10.4 Perkiraan Rugi/Laba Usaha ... X-5 10.5 Analisa Aspek Ekonomi ... X-6 10.5.1 Profit Margin (PM)... X-6 10.5.2 Break Even Point (BEP) ... X-6 10.5.3 Return on Investment (ROI) ... X-7

10.5.4 Pay Out Time (POT) ... X-7 10.5.5 Return on Network (RON) ... X-8 10.5.6 Internal Rate of Return (IRR) ... X-8 BAB XI KESIMPULAN ... XI-1 DAFTAR PUSTAKA ... DP-1

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Reaksi Esterifikasi Dengan Katalis Asam ... II-8 Gambar 2.2 Struktur Konjugasi Asam Lemak Bebas ... II-8 Gambar 2.3 Asam Lemak Bebas Beresonasi Hibrid ... II-9 Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Esterifikasi ... II-9

Gambar 2.5 Grafik Hubungan Fatty Acid Metil Ester VS Angka Cetana II-21

Gambar 2.6 Grafik Hubungan Fatty Acid Metil Esster VS Kinematika

Viscosity ... II-22 Gambar 2.7 Grafik Hubungan Fatty Acid Metil Ester VS Oxidative

Stability ... II-23 Gambar 2.8 Grafik Hubungan Fatty Acid Metil Ester VS Melting Point . II-24 Gambar 2.9 Grafik Distribusi Fatty acid pada sampel Bahan Bakar

Nabati ... II-26 Gambar 2.10 Grafik Distribusi Angka Iodin pada Sampel Bahan Bakar

Nabati ... II-27

Gambar 6.1 Diagram Balok Sistem Pengendali Feed Back ... VI-4 Gambar 6.2 Sebuah Loop Pengendalian ... VI-6 Gambar 6.3 Instrumentasi pada alat... VI-8 Gambar 8.1 Tata Letak Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biodisel ... VI-9 Gambar 9.1 Bagan Struktur Organisasi Perusahaan Pabrik Pembuatan

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kebutuhan Tiap Tahun dan Proyeksi Kebutuhan Biodiesel ... I-2 Tabel 2.1 Produksi Biodiesel di Beberapa Negara Eropa (dalam 1.000

ton) ... II-3 Tabel 2.2 Komposisi Kimia Alga dalam Zat Kering ... II-5 Tabel 2.3 Spesifikasi Standard Biodiesel ... II-4 Tabel 2.4 Properties Sampel Bahan Bakar Nabati ... II-26 Tabel 3.1 Neraca Massa Mixer (M-101) ... III-1 Tabel 3.2 Neraca Massa Reaktor Hidrolisa (R-100) ... III-1 Tabel 3.3 Neraca Massa Reaktor Esterifikasi I (R-101) ... III-2 Tabel 3.4 Neraca Massa Sentrifugal (C-100) ... III-2 Tabel 3.5 Neraca Massa Dekanter I (FL-100) ... III-3 Tabel 3.6 Neraca Massa Reaktor Final Esterifikasi (R-102) ... III-3 Tabel 3.7 Neraca MassaTangki Pencuci (M-103) ... III-4 Tabel 3.8 Neraca Massa Dekanter II (FL-101) ... III-4 Tabel 3.9 Neraca Massa Flash Drum (F-100)... III-5

Tabel 3.10 Neraca Unit Distilasi (T-100) ... III-5 Tabel 3.11 Neraca Massa Mixer (M-102) ... III-6 Tabel 3.12 Neraca Massa Mixer (M-100) ... III-6 Tabel 4.1 Neraca Panas Heater 2 (E-101) ... IV-1 Tabel 4.2 Neraca Panas Heater Hidrolisis (R-100) ... IV-1

Tabel 4.3 Neraca Panas Heater 1 (E-100) ... IV-2 Tabel 4.4 Neraca Panas Reaktor Esterifikasi I (R-101) ... IV-2 Tabel 4.5 Neraca Panas Heater 3 (E-102) ... IV-2 Tabel 4.6 Neraca Panas Reaktor Esterifikasi 2 (R-102) ... IV-3 Tabel 4.7 Neraca Panas Heater 4 (E-103) ... IV-3 Tabel 4.8 Neraca Panas Cooler (E-201) ... IV-3 Tabel 4.8 Neraca Panas Kondensor (E-200) ... IV-3 Tabel 4.9 Neraca Panas Reboiler (E-104) ... IV-4 Tabel 6.1 Daftar Instrumentasi Pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan

Biodisel ... VI-8

(14)

Tabel 6.2 Metode Pencegahan dan Pertama Jika Terkena Bahan Kimia ... VI-14

(15)

INTI SARI

Biodiesel merupakan pengolahan minyak nabati yang berasal dari mikroalga. Biodiesel digunakan sebagai salah satu bahan bakar alternatif pengganti BBM dari bahan bakar fosil minyak bumi. Reaksi embentukan biodiesel dari mikroalga melalui dua tahap yaitu tahap hidrolisis dan tahap esterifikasi. Kemudian, biodiesel yang terbentuk dibersihkan dari komponen lainnya sebelum dipasarkan.

Pabrik biodiesel direncanakan akan berproduksi dengan kapasitas 2.400.000 ton/tahun dan beroperasi selama 330 hari dalam setahun. Pabrik ini direncanakan berlokasi di daerah Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau yang merupakan hilir Sungai Rokan, dengan luas tanah yang dibutuhkan adalah 39.023 m2. Tenaga kerja yang dibutuhkan berjumlah 120 orang dengan bentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT) yang dipimpin oleh seorang direktur utama dengan struktur organisasi sistem garis dan staf.

Hasil analisa terhadap aspek ekonomi pabrik pembuatan Biodiesel dengan bahan baku Mikroalga adalah:

 Modal Investasi : Rp 20.070.057.242.577

 Biaya Produksi : Rp 9.437.963.446.883

 Hasil Penjualan : Rp 16.400.911.161.731

 Laba Bersih : Rp 6.962.947.714.848

Profit Margin : 42,67 %

Break Event Point : 52,19 %

Return of Investment : 19,41 %

Pay Out Time : 5,2603 tahun

Return on Network : 33,68 %

Internal Rate of Return : 37,0351 

Dari hasil analisa ekonomi dapat disimpulkan bahwa Pabrik Pembuatan Biodiesel

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hingga saat ini Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar berbasis fosil sebagai sumber energi. Data yang didapat dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa dengan persediaan minyak mentah di Indonesia yaitu sekitar 9 milyar barrel dan dengan laju produksi rata-rata 500 juta barrel per tahun, persediaan tersebut akan habis dalam 18 tahun. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi dan memenuhi persyaratan lingkungan global,

satu-satunya cara adalah dengan pengembangan bahan bakar alternatif ramah lingkungan.

Pemilihan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif berbasis pada ketersediaan bahan baku. Minyak rapeseed adalah bahan baku untuk biodiesel di Jerman dan

kedelai adalah bahan baku biodiesel di Amerika. Sedangkan bahan baku yang digunakan di Indonesia adalah minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Bahan baku biodiesel diatas belum kompetitif dan efisien bila di diproduksi menjadi biodiesel.

Mikroalga sebagai bahan baku biodiesel lebih kompetitif dan efisien dibandingkan dengan bahan baku lainnya diatas. Sebagai perbandingan, mikroalga (mengandung 30 persen minyak) seluas 1 hektar dapat menghasilkan biodiesel 58.700 liter per tahun sedangkan kelapa sawit menghasilkan 5.900 liter biodiesel per tahun. Mikroalga juga bukan merupakan bahan konsumsi pokok harian dan budidayanya tidak memerlukan waktu yang lama. Selain itu, Indonesia berpotensi menjadi produsen terbesar alga di dunia.

(Sumber : Potensi Pengembangan Biodiesel Di Indonesia, Majari Magazine)

(17)

Tabel 1.1 Kebutuhan Tiap Tahun dan Proyeksi Kebutuhan Biodiesel

No. Tahun Kebutuhan Biodiesel (juta kiloliter)

1 2005 0

2 2006 0,22

3 2007 0,88

4 2008 1,06

5 2009 1,25

6 2010 1,44

7 2011 1,63

8 2012 1,82

9 201 2,01

10 2014 2,20

(Sumber : Handbook Of Energy and Economic Statistis Of Indonesia, ESDM, 2007, diolah)

Oleh karena itu, pembangunan industri biodiesel berbahan baku mikroalga sangat cocok dan ideal bila didirikan di Indonesia dalam memenuhi permintaan dalam negeri dan permintaan dunia akan biodiesel.

1.2 Perumusan Masalah

Industri biodiesel dari dalam negeri diperkirakan tidak bisa berkembang

karena harga bahan baku yaitu CPO dipasar internasional meningkat drastis sehingga

produksi biodiesel berbahan baku CPO tidak ekonomis. Sehingga Indonesia tidak

mampu memenuhi permintaan biodiesel dalam negeri dan permintaan dunia yang

terus meningkat. Akibatnya, biodiesel yang merupakan bahan baku alternatif yang

ramah lingkungan tidak berkembang sehingga Indonesia dan dunia masih harus

bergantung pada bahan bakar bumi sebagai penghasil energi. Maka salah satu cara

untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mendirikan pabrik biodiesel di Indonesia

(18)

1.3 Tujuan Pra Rancangan Pabrik

Tujuan dari Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biodiesel dari mikroalga adalah :

1. Untuk menerapkan pengetahuan ilmu teknik kimia yang telah diterima di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, khususnya dimensi alat, desain proses, dan kelayakan ekonomi

2. Untuk membuat biodiesel dari mikroalga sehingga diharapkan dengan

dibangunnya pabrik biodiesel dari mikroalga ini akan dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan meningkatkan ekspor biodiesel sehingga dapat meningkatkan devisa negara.

3. Untuk menciptakan lapangan kerja baru sehingga dapat meningkatkan

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel

Salah satu hasil pengolahan minyak nabati yang merupakan bahan bakar alternatif adalah biodiesel. Biodiesel digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk motor diesel. Biodiesel dapat diaplikasikan baik jumlah 100% (B100) atau campuran dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (Bxx), seperti 10% biodiesel dicampur dengan 90% solar yang dikenal dengan nama B10. Dibandingkan dengan solar, biodiesel memiliki kelebihan diantaranya (Hambali,

2007) :

1. Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number rendah)

2. Cetane number lebih tinggi sehingga efisiensi pembakaran lebih baik

dibandingkan dengan minyak kasar

3. Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin 4. Dapat terurai (biodegradable)

5. Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui

6. Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal

Menurut Syah (2006), karakteristik emisi pembakaran biodiesel dibandingkan dengan solar adalah sebagai berikut :

1. Emisi karbon dioksida (CO2) netto berkurang 100%

2. Emisi sulfur dioksida berkurang 100% 3. Emisi debu berkurang 40-60%

4. Emisi karbon monoksida (CO) berkurang 10-50% 5. Emisi hidrokarbon berkurang 10-50%

6. Hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH = polycyclic aromatic hydrocarbon) berkurang, terutama PAH beracun seperti : phenanthren berkurang 98%, benzofloroanthen berkurang 56%, benzapyren berkurang 71%, serta aldehida

(20)

2.2 Perkembangan Biodiesel

Pembuatan biodiesel pertama kali dilakukan di Austria pada tahun 1981 dalam skala uji coba menggunakan bahan baku biji rapeseed (Brassica napus). Uji coba kemudian dilanjutkan selama 7 tahun, yaitu sampai tahun 1988. Setelah itu, dibuat pabrik skala pilot dengan kapasitas 1000 ton per tahun dengan luas areal 1000 hektar. Selanjutnya langkah Austria diikuti oleh negara-negara tetangganya yaitu Jerman, Prancis, Italia, dan Norwegia yang menggunakan bahan baku rapeseed (Sudradjat, 2006).

Pada tahun 2006, telah ada sekitar 85 pabrik biodiesel dengan kapasitas 500-120.000 ton per tahun. Dalam dekade 7 tahun terakhir, 28 negara telah melakukan uji coba pengolahan biodiesel dan 21 negara kemudian memproduksinya. Pada tahun 1998, produksi biodiesel di seluruh dunia mencapai 741.000 ton per tahun. Kemudian pada tahun 2005 biodiesel telah merebut 5% pangsa pasar ADO (Automotive Diesel Oil) di Eropa, sedangkan target Uni Eropa adalah merebut pangsa pasar 12% pada tahun 2010 (Susilo, 2006).

Adapun beberapa nama dagang biodiesel umumnya disesuaikan dengan nama bahan bakunya, yaitu (Sudradjat, 2006) :

1. SME (Soybean Methyl Ester) adalah biodiesel produk Amerika dari kacang kedelai atau FAME (Fatty Acid Methyl Ester) yaitu biodiesel dari minyak goreng bekas.

2. RME (Rapeceed Methyl Ester) adalah biodiesel produk Eropa dari minyak Canola.

3. CME (Coco Methyl Ester) adalah biodiesel produk Filipina dari minyak kelapa.

4. POME (Palm Oil Methyl Ester) adalah biodiesel produk Malaysia dari minyak kelapa sawit.

(21)

Tabel 2.1 Produksi Biodiesel di Beberapa Negara Eropa (dalam 1.000 ton)

Negara Tahun

2002 2003 2004 2005

Jerman Prancis Italia Austria Spanyol Denmark

Inggris

450 366 210 25

- 10

3

715 357 273 32

9 41

9

1.088 502 419 100 70 44 15

1.900-2.100 600-800 500-550

150 70-80 30-40 250

(Sumber : Harian Kompas, 2005 dalam Susilo, 2006)

Di Indonesia sendiri, PT Pertamina (Persero) sejak 20 Mei 2006 telah menjual biodiesel dengan nama produk Biosolar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Awalnya, biosolar hanya tersedia di tempat SPBU di Jakarta dengan volume 10.000 liter per SPBU. Hingga September 2006, adapun industri biodiesel yang telah ada di Indonesia yaitu (PT Rekayasa Industri, 2006) :

1. ITB membuat unit pembuatan biodiesel dengan kapasitas 500 liter/hari 2. PT Trancon Industri mem uat unit dengan kapasitas 500 liter/hari 3. PT Pindad membuat unit dengan kapasitas 500 liter/hari

4. PT Energi Alternatif Indonesia membuat unit dengan kapasitas 1500 liter/hari

5. BPPT membuat pabrik dengan kapasitas 3 ton/hari

6. PT Ganesha Energy memproduksi biodiesl dengan kapasitas 6000 ton/tahun di Adolina, Medan

7. PT Eterindo Wahanatama Tbk memproduksi biodiesel dengan kapasitas 100.000 ton/tahun dari 2 pabrik di Gresik dan Cikupa

8. PT Sumi Asih memproduksi biodiesel dengan kapasitas 36.000 ton/tahun di Bekasi, Jawa Barat

(22)

Alga adalah salah satu organisme yang dapat tumbuh pada rentang kondisi

yang luas di permukaan bumi. Alga biasanya ditemukan pada tempat-tempat yang lembab atau benda-benda yang sering terkena air dan banyak hidup pada lingkungan berair di permukaan bumi. Alga dapat hidup hampir di

semua tempat yang memiliki cukup sinar matahari, air dan

karbon-dioksida.

Secara teoritis, produksi biodiesel dari alga dapat menjadi solusi yang realistik untuk mengganti solar. Hal ini karena tidak ada feedstock lain yang cukup memiliki banyak minyak sehingga mampu digunakan untuk memproduksi minyak dalam volume yang besar. Tumbuhan seperti kelapa sawit dan kacang-kacangan membutuhkan lahan yang sangat luas untuk dapat menghasilkan minyak supaya dapat mengganti kebutuhan solar dalam suatu negara. Hal ini tidak realistik dan akan mengalami kendala apabila diimplementasikan pada negara dengan luas wilayah yang kecil.

Berdasarkan perhitungan, pengolahan alga pada lahan seluas 10 juta acre (1 acre = 0.4646 ha) mampu menghasilkan biodiesel yang akan dapat

mengganti seluruh kebutuhan solar di Amerika Serikat (Oilgae.com,

26/12/2006). Luas lahan ini hanya 1% dari total lahan yang sekarang digunakan untuk lahan pertanian dan padang rumput (sekitar 1 milliar acre). Diperkirakan alga mampu menghasilkan minyak 200 kali lebih banyak dibandingkan dengan tumbuhan penghasil minyak (kelapa sawit, jarak pagar, dll) pada kondisi terbaiknya.

Semua jenis alga memiliki komposisi kimia sel yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak (fatty acids) dan nucleic acids. Presentase keempat komponen tersebut bervariasi tergantung jenis alga. Ada jenis alga yang memiliki komponen

fatty acids lebih dari 40%. Dari komponen fatty acids

inilah yang akan diekstraksi dan diubah menjadi biodiesel. Dapat

dilihat pada Tabel 2.2. Komposisi Kimia Sel pada Beberapa Jenis Alga.

(23)

Komposisi Kimia Protein Karbohidrat Lemak Nucleic Acid

Scenedesmus obliquus 50-56 10-17 12-14 3-6

Scenedesmus quadricauda 47 - 1.9 -

Scenedesmus dimorphus 8-18 21-52 16-40 -

Chlamydomonas rheinhardii 48 17 21 -

Chlorella vulgaris 51-58 12-17 14-22 4-5

Chlorella pyrenoidosa 57 26 2 -

Spirogyra sp. 6-20 33-64 11-21 -

Dunaliella bioculata 49 4 8 -

Dunaliella salina 57 32 6 -

Euglena gracilis 39-61 14-18 14-20 -

Prymnesium parvum 28-45 25-33 22-38 1-2

Tetraselmis maculata 52 15 3 -

Porphyridium cruentum 28-39 40-57 9-14 -

Spirulina platensis 46-63 8-14 4–9 2-5

Spirulina maxima 60-71 13-16 6-7 3-4.5

Synechoccus sp. 63 15 11 5

Anabaena cylindrica 43-56 25-30 4-7 - (Sumber: Becker, 1994)

Biodiesel dari alga hampir mirip dengan biodiesel

yang diproduksi dari tumbuhan penghasil minyak (jarak pagar, sawit, dll) sebab semua biodiesel diproduksi menggunakan triglycerides (biasa disebut lemak) dari minyak nabati/alga. Alga memproduksi banyak polyunsaturates, dimana semakin tinggi kandungan lemak asam polyunsaturates akan mengurangi kestabilan biodiesel yang dihasilkan. Di lain pihak, polyunsaturates memiliki titik cair yang lebih rendah dibandingkan monounsaturates sehingga biodiesel alga akan lebih baik

pada cuaca dingin dibandingkan jenis bio-feedstock

(24)

temperatur yang dingin sehingga biodiesel alga mungkin akan dapat

mengatasi masalah ini.

2.4 Pengembangbiakan Alga Untuk Biodiesel

Sama seperti tumbuhan lainnya, alga juga memerlukan tiga komponen penting untuk tumbuh, yaitu sinar matahari, karbon dioksida dan air. Alga menggunakan sinar matahari untuk menjalankan proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses biokimia penting pada tumbuhan, alga, dan

beberapa bakteri untuk mengubah energi matahari menjadi energi kimia.

Energi kimia ini akan digunakan untuk menjalankan reaksi kimia,

misalnya pembentukan senyawa gula, fiksasi nitrogen menjadi asam amino,

dll. Alga menangkap energi dari sinar matahari selama proses

fotosintesis dan menggunakaannya untuk mengubah substansi inorganik

menjadi senyawa gula sederhana.

Penanaman alga untuk menghasilkan biodiesel mungkin akan sedikit lebih sulit karena alga membutuhkan perawatan yang sangat baik dan mudah terkontaminasi oleh spesies lain yang tidak diinginkan.

Alga dapat ditanam di kolam terbuka dan danau. Penggunaan sistem terbuka ini dapat membuat alga mudah diserang oleh kontaminasi spesies

alga lain dan bakteri. Akan tetapi, saat ini telah berhasil

dikembangkan beberapa spesies alga yang mampu ditanam pada lahan

terbuka dan meminimalisir adanya kontaminasi spesies lain. Misalnya

penanaman spirulina

(salah satu jenis alga) pada suatu kolam terbuka dapat menghilangkan

kemungkinan kontaminasi spesies lain secara luas karena spirulina

bersifat agresif dan tumbuh pada lingkungan dengan pH yang sangat

tinggi. Sistem terbuka juga memiliki sistem kontrol yang lemah,

misalnya dalam mengatur temperatur air, konsentrasi karbon dioksida

& kondisi pencahayaan. Sedangkan keuntungan penggunaan sistem

(25)

Kolam tempat pembudidayaan alga biasanya disebut “kolam sirkuit”. Dalam

kolam ini, alga, air dan nutrisi disebarkan dalam kolam yang berbentuk seperti sirkuit. Aliran air dalam kolam sirkuit dibuat dengan pompa air. Kolam biasanya dibuat dangkal supaya alga tetap dapat memperoleh sinar matahari karena sinar matahari hanya dapat masuk pada kedalaman air yang terbatas.

Alternatif lain cara pembudidayaan alga adalah dengan menanamnya pada struktur tertutup yang disebut photobioreactor, dimana kondisi lingkungan akan lebih terkontrol dibandingkan kolam terbuka. Sebuah photobioreactor adalah sebuah

bioreactor dengan beberapa tipe sumber cahaya, seperti sinar matahari, lampu fluorescent, led. Quasi-closed systems (sebuah kolam yang ditutupi dengan bahan

transparan (greenhouse) di semua bagian) dapat digolongkan sebagai

photobioreactor. Photobioreactor

juga memungkinkan dilakukannya peningkatan konsentrasi karbon dioksida di dalam sistem sehingga akan mempercepat pertumbuhan alga. Meskipun biaya investasi awal dan biaya operasional dari sebuah photobioreactor akan lebih tinggi dibandingkan kolam terbuka, akan tetapi efisiensi dan kemampuan

menghasilkan minyak dari photobioreactor

akan lebih tinggi dibandingkan dengan kolam terbuka. Hal ini akan membuat pengembalian biaya modal dan biaya operasional dengan cepat.

(Thomas, membuat biodiesel dari tumbuhan alga, www.kamase.com)

(26)

2.2.1 Esterifikasi

Esterifikasi dalam pengertian sederhana berarti pembentukan ester dari asam organik. Ester merupakan senyawa hidrokarbon yang tersusun atas dua molekul alkil yang terikat pada gugus karboksil. Ester dapat dibentuk dari reaksi antara asam lemak bebas dengan metanol, namun reaksinya akan berjalan sangat lambat sehingga diperlukan suatu katalis untuk mempercepat reaksinya. Katalis yang biasa dipakai adalah suatu asam anorganik seperti HCl atau H2SO4.

Reaksi kimia yang terjadi adalah:

Asam Lemak Bebas + Metanol Ester + Air Gambar 2.1 Reaksi Esterifikasi Dengan Katalis Asam

Hasil dari ester ini dapat bertambah dengan cara menggunakan salah satu pereaksi secara berlebih. Pertambahan hasil juga dipengaruhi oleh dehidrasi artinya menarik air yang terbentuk sebagai hasil samping reaksi. Air dapat dipisahkan dengan cara menambahkan pelarut yang bersifat non polar seperti misalnya benzene dan kloroform sehingga ester yang terbentuk akan segera terikat pada pelarut yang digunakan. Asam an organik yang digunakan sebagai katalis akan menyebabkan asam lemak bebas mengalami konyugasi sehingga asam konyugat dari asam lemak

bebas tersebutlah yang akan berperan sebagai substrat. Struktur konyugasi asam lemak bebas adalah sebagai berikut:

O

R – C – O+ - H H

+

OH R – C – O - H

Gambar 2.2 Struktur Konjugasi Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas akan beresonasi hibrid:

O O- OH

R – C – O - H R – C O+ – H R – C O+ – H (HCl/H2SO4)

(27)

Gambar 2.3 Asam Lemak Bebas Beresonasi Hibrid

Dengan demikian mekanisme reaksi esterifikasi antara asam lemak bebas dengan alkohol adalah sebagai berikut:

O O HO+R’

R – C – O – H + H+ R – C O+ – H R – C O+ – H2

O-

O H – O+-R’ R-C-OR’ R – C O

Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Esterifikasi (Sumber: Juliati, 2005)

2.6 Seleksi Proses

Kondisi proses yang digunakan dalam pra-rancangan pabrik ini adalah dengan proses Esterifikasi. Untuk proses Esterifikasi (T = 100oC, P = 2 atm), baja

tahan karat yang umum (common stainless steel) dapat digunakan dan cukup kuat untuk bejana reaksi. Minyak yang digunakan adalah Minyak yang berasal dari mikroalga. Alasan digunakannya mikroalga adalah karena mikroalga belum banyak dimanfaatkan dan mudah dikembangbiakkan.. Alkohol yang digunakan adalah metanol (CH3OH).

Dibandingkan dengan proses pembuatan biodiesel yang dilakukan pada tekanan atmosfer, proses ini memiliki kelebihan diantaranya :

1. Tidak terbentuk sabun seperti halnya pada proses transesterifikasi dengan katalis basa sehingga mengurangi biaya pengolahan limbah

2. Menghasilkan yield yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses pembuatan biodiesel berkatalis basa

3. Memiliki toleransi kandungan asam lemak bebas dan air yang tinggi pada bahan baku

2.7 Deskripsi Proses

cepat R’-OH

lambat

cepat -H2O

H+

(28)

2.7.1 Tahap Hidrolisis

Bahan baku yang digunakan pada tahap hidrolisis adalah slurry mikroalga (trigliserida dan air) dan asam sulfat. Slurry mikroalga dan asam sulfat dialirkan ke mixer (M-101). Tujuan dimasukkannya slurry mikroalga dan asam sulfat ke mixer adalah untuk menghomogenisasi keduanya. Lalu dinaikkan tekanan dan temperature dengan pump (P-101) dan heater (E-101) sebelum dialirkan ke reaktor hidrolisis (R-100). Kemudian, campuran tersebut dialirkan kedalam reaktor hidrolisis yang beroperasi pada temperatur 100oC dan tekanan 2 atm. Reaktor hidroslisis mereaksikan trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol. Perbandingan molar air : trigliserida adalah 1:10.

2.7.2 Tahap Esterifikasi I

Reaktan pada reaktor esterifikasi adalah asam lemak dan trigliserida sisa keluaran dari reaktor hidrolisis R-100 serta metanol dari heater (E-100). Perbandingan FFA : metanol adalah 1 : 10. Reaksi dilakukan pada temperatur 100oC. Hasil keluaran kemudian dialirkan ke sentrifugal (C-100). sentrifugal berfungsi untuk membuang biomassa pada reaksi. Lalu campuran tersebut dialirkan ke dekanter FL-100 untuk memisahkan biodiesel dan asam lemak sisa dari asam sulfat, metanol, air dan gliserol. Pada dekanter FL-100, fasa atas merupakan biodiesel dan asam lemak sisa, sementara fasa bawah merupakan campuran air, metanol, asam sulfat dan gliserol.

2.7.3 Tahap Esterifikasi II

Reaktan pada reaktor esterifikasi adalah biodiesel dan asam lemak sisa dari dekanter FL-100 serta metanol dan asam sulfat dari heater (E-102). Perbandingan FFA : metanol adalah 1 : 10. Reaksi dilakukan pada temperatur 100oC. Hasil keluaran kemudian dialirkan ke tangki pencuci (D-100). Tangki pencuci berfungsi untuk mencuci biodiesel. Lalu campuran biodiesel dialirkan ke dekanter FL-101 untuk memisahkan biodiesel dari asam sulfat, metanol, air dan gliserol. Pada dekanter FL-100, fasa atas merupakan biodiesel sementara fasa bawah merupakan campuran air, metanol, asam sulfat dan gliserol. campuran air, metanol, asam sulfat dan gliserol direcyle untuk mengambil metanolnya kembali.

2.8 Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk 2.8.1 Slurry Mikroalga

Adapun komposisi dari Slurry mikroalga : Slurry Alga (Minyak 22,50%, Biomassa 52,50%, dan Air 25,00%)

Minyak (Asam Lemak Bebas dan Trigliserida) terdiri dari:

- Asam Miristat (14:0) : 1,62%

- Asam palmitat (16:0) : 16,46%

- Asam palmilinoleat (16:2) : 7,41%

(29)

- Asam oleat (18:1) : 14,64%

- Asam linoleat (18:2) : 20,61%

- Asam linolenat (18:3) : 15,35%

- Trigliserida (sebagai asam oleat) : 20,64% Sumber : (Pratoomyot dkk, 2005)

2.8.2 Metanol (CH3OH)

1. Berat molekul : 32,04 gr/mol

2. Densitas : 0,7918 gr/cm3

3. Titik lebur : -970C

4. Titik didih : 64,70C

5. Titik nyala : 110C

6. Keasaman (pKa) : 15,5

7. Viskositas pada 250C : 0,59 mPa.s

8. Bentuk molekul : tetrahedral

9. Momen dipol (gas) : 1,69 D

(www.engineeringtoolbox.com ; www.wikipedia.com ; Perry, 1997)

2.8.3 Air (H2O)

1. Berat molekul : 18 gr/mol

2. Titik beku : 00C

3. Titik didih : 1000C

4. Densitas pada 250C : 0,99707 gr/cm3

5. Viskositas pada 200C : 0,01002 cP

6. Viskositas pada 250C : 0,8937 cP

7. Indeks bias : 1,33

8. Tekanan uap pada 1000C : 760 mmHg

9. Tidak berbau dan tidak berasa

10. Pelarut yang baik untuk senyawa organik 11. Larut dalam alkohol

12. Konstanta ionisasinya kecil

(www.wikipedia.com ; Geankoplis, 2003 ; Kirk Othmer, 1967 ; Perry, 1997)

2.8.4 Biodiesel (Metil Ester)

1. Densitas (150C) : 0,8793 gr/cm3

2. Viskositas (400C) : 4,865 mm2/s

3. Angka asam : 0,33 mg KOH/g

4. Titik nyala : 1810C

5. Residu karbon : 0,07 %b/b

6. Kadar abu : 0,07 %b/b

7. Kadar air : 0,03 %b/b

8. Kadar ester : 99,48 %b/b

9. Temperatur destilasi 95% : 3350C

(30)

11. Digliserida : 0,058 %b/b

12. Monogliserida : 0,462 %b/b

(Chongkhong, 2007)

2.8.5 Gliserol

1. Berat molekul : 92,09 gr/mol

2. Densitas : 1,261 gr/cm3

3. Viskositas : 1,5 Pa.s

4. Titik lebur : 18oC

5. Titik didih : 290oC

6. Larut dalam air 7. Tidak berwarna 8. Bersifat higroskopis

(www.wikipedia.com)

2.8.6 Asam Sulfat

1. Berat molekul : 116,11 gr/mol

2. Spesifik Gravity : 1,650/4

3. Titik lebur : –38,9 0C

4. Titik didih : 167 0C

5. Tidak berwarna

(Perry dan Green, 1997)

2.9 Kualitas Biodiesel (Metil Ester)

Ada beberapa parameter penting yang seringkali dipergunakan sebagai tolok ukur kualitas bahan bakar biodiesel. Beberapa parameter tersebut adalah: angka

(31)

Specification

Standard

ASTM D6751 (United States) EN 14214 (Europe)

Test method Limit Test

method Limit

Cetane number ASTM

D613/D6890 47 minimum

EN ISO

5165 51 minimum

Kinematic

viscosity ASTM D445 1.9–6.0 mm

2

s−1 EN ISO

3104 3.5–5.0 mm

2

s−1

Oxidative

stability EN 14112 3 h minimum

EN

14112 6 h minimum

Cloud point ASTM D2500 Report — —

Cold filter

plugging point — — EN 116

Depending on time of year and location

Cold soak Annex to

D6751

Filtration time (s)

to be reported — —

a

ASTM = American Society for Testing and Materials; ISO = International

Standards Organization.

2.9.1 Angka Cetane

(32)

oktan menunjukkan kemampuan campuran bensin-udara menunggu rambatan api

dari busi (spark ignition).

Semakin cepat suatu bahan bakar mesin diesel terbakar setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar, semakin baik (tinggi) angka cetane bahan bakar tersebut. Cara pengukuran angka cetane yang umum digunakan, seperti standard dari ASTM D613 atau ISO 5165, adalah menggunakan hexadecane (C16H34, yang memiliki nama lain

cetane) sebagai patokan tertinggi (angka cetane, CN=100), dan 2,2,4,4,6,8,8 heptamethylnonane (HMN yang juga memiliki komposisi C16H34) sebagai patokan

terendah (CN=15) (Knothe, 2005). Dari standard tersebut bisa dillihat bahwa hidrokarbon dengan rantai lurus (straight chain) lebih mudah terbakar dibandingkan dengan hidrokarbon yang memiliki banyak cabang (branch). Angka cetane berkorelasi dengan tingkat kemudahan penyalaan pada temperatur rendah (cold start) dan rendahnya kebisingan pada kondisi idle (Environment Canada, 2006). Angka cetane yang tinggi juga diketahui berhubungan dengan rendahnya polutan NOx (Knothe, 2005).

Secara umum, biodiesel memiliki angka cetane yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Biodiesel pada umumnya memiliki rentang angka cetane dari 46 - 70,

sedangkan (bahan bakar) Diesel No. 2 memiliki angka cetane 47 - 55 (Bozbas, 2005). Panjangnya rantai hidrokarbon yang terdapat pada ester (asam lemak alkyl ester, misalnya) menyebabkan tingginya angka cetane biodiesel dibandingkan dengan solar (Knothe, 2005). Azam dkk.

2.9.2 Viskositas

(33)

tinggi lebih sulit untuk dialirkan dibandingkan dengan fluida dengan viskositas

rendah. Bila energi pengaliran yang tersedia tetap, maka fluida dengan viskositas tinggi akan mengalir dengan kecepatan lebih rendah.

Tingginya harga viskositas SVO (straight vegetable oil) atau refined fatty oil mendasari perlu dilakukannya proses kimia, transesterifikasi, untuk menurunkan harga viskositas minyak tumbuhan sehingga mendekati viskositas solar. Perbedaan viskositas antara minyak mentah/refined fatty oil dengan biodiesel juga bisa digunakan sebagai salah satu indikator dalam proses produksi biodiesel (Knothe, 2005).

Kecepatan alir bahan bakar melalui injektor akan mempengaruhi derajad atomisasi bahan bakar di dalam ruang bakar. Selain itu, viskositas bahan bakar juga berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan bahan bakar tersebut bercampur dengan udara. Dengan demikian, viskositas bahan bakar yang tinggi, seperti yang terdapat pada SVO, tidak diharapkan pada bahan bakar mesin diesel. Oleh karena itulah penggunaan SVO secara langsung pada mesin diesel menuntut digunakannya mekanisme pemanas bahan bakar sebelum memasuki sistem pompa dan injeksi bahan bakar (Bernardo, 2003).

2.9.3 Cloud point dan Pour point

Cloud point adalah temperatur pada saat bahan bakar mulai tampak "berawan" (cloudy). Hal ini timbul karena munculnya kristal-kristal (padatan) di dalam bahan bakar. Meski bahan bakar masih bisa mengalir pada titik ini,

keberadaan kristal di dalam bahan bakar bisa mempengaruhi kelancaran aliran bahan bakar di dalam filter, pompa, dan injektor. Sedangkan pour point adalah temperatur terendah yang masih memungkinkan terjadinya aliran bahan bakar; di bawah pour point bahan bakar tidak lagi bisa mengalir karena terbentuknya kristal/gel yang menyumbat aliran bahan bakar. Dilihat dari definisinya, cloud point terjadi pada temperatur yang lebih tinggi dibandingkan dengan pour point.

(34)

Plugging Point (CFPP) di negara-negara Eropa (standard EN 116) dan

Low-Temperature Flow Test (LTFT) di Amerika Utara (standard ASTM D4539) (Knothe, 2005).

Pada umumnya, cloud dan pour point biodiesel lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Hal ini bisa menimbulkan masalah pada penggunaan biodiesel, terutama, di negara-negara yang mengalami musim dingin. Untuk mengatasi hal ini, biasanya ditambahkan aditif tertentu pada biodiesel untuk mencegah aglomerasi kristal-kristal yang terbentuk dalam biodiesel pada temperatur rendah. Selain menggunakan aditif, bisa juga dilakukan pencampuran antara biodiesel dan solar. Pencampuran (blending) antara biodiesel dan solar terbukti dapat menurunkan cloud dan pour point bahan bakar (Environment Canada, 2006).

Teknik lain yang bisa digunakan untuk menurunkan cloud dan pour point bahan bakar adalah dengan melakukan "winterization" (Knothe, 2005). Pada metode ini, dilakukan pendinginan pada bahan bakar hingga terbentuk kristal-kristal yang selanjutnya disaring dan dipisahkan dari bahan bakar. Proses kristalisasi parsial ini terjadi karena asam lemak tak jenuh memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Maka proses winterization sejatinya

merupakan proses pengurangan asam lemak jenuh pada biodiesel. Di sisi lain, asam lemak jenuh berkaitan dengan angka cetane. Maka proses winterization bisa menurunkan angka cetane bahan bakar.

Namun demikian, karakteristik biodiesel pada temperatur rendah ini tidak terlalu menjadi masalah untuk negara dengan temperatur tinggi sepanjang tahun,

seperti India (Azzam dkk., 2005).

2.9.4 Penyimpanan dan Stabilitas

(35)

bahwa temperatur tinggi (40oC) yang disertai dengan keberadaan udara terbuka

menyebabkan degradasi yang sangat signifikan pada penyimpanan biodiesel hingga 50 minggu. Konsentrasi asam meningkat pada biodiesel yang telah terdegradasi; hal ini disebabkan oleh putusnya rantai asam lemak metil ester menjadi asam-asam lemak. Mereka menemukan bahwa faktor keberadaan air tidak terlalu signifikan mempengaruhi proses degradasi. Namun demikian, keberadaan air (yang terpisah dari biodiesel) bisa membantu pertumbuhan mikroorganisme (Environment Canada, 2006). Temperatur tinggi (40oC) yang tidak disertai dengan keberadaan udara terbuka; dan sebaliknya udara terbuka tanpa keberadaan temperatur tinggi, tidak menyebabkan degradasi yang signifikan pada biodiesel yang disimpan dalam waktu lama (hingga 50 minggu). Dalam penelitiannya, Leung dkk. (2006) menggunakan rapeseed oil sebagai bahan baku biodiesel.

Kontak antara biodiesel dengan logam dan elastomer selama proses penyimpanan juga bisa mempengaruhi stabilitas biodiesel (Environment Canada, 2006). Ditemukan bahwa logam tembaga (copper) memiliki efek katalis oksidasi yang paling kuat untuk biodiesel (Knothe, 2005). Oksidasi pada biodiesel bisa menyebabkan terbentuknya hidroperoksida yang selanjutnya terpolimerisasi dan

membentuk gum; hal ini bisa menyebabkan penyumbatan pada filter atau saluran bahan bakar mesin diesel (Environment Canada, 2006). Standard Eropa, EN 14214, mengatur uji stabilitas biodiesel terhadap oksidasi, yakni dengan cara memanaskan biodiesel pada 110oC selama tak kurang dari 6 jam (menggunakan metode Rancimat) (Knothe, 2005).

Harga viskositas biodiesel juga bisa dijadikan sebagai ukuran terjadi-tidaknya proses degradasi pada biodiesel. Conceicao (2005) menemukan bahwa biodiesel minyak Castor yang digunakannya bisa mengalami degradasi, dicirikan dengan kenaikan viskositas yang sangat tinggi, bila dikenai temperatur yang sangat tinggi (210oC) dalam jangka waktu lebih dari 10 jam. Degradasi ini terjadi diduga karena terjadinya proses oksidasi dan polimerisasi pada biodiesel.

2.9.5 Angka Iodine

(36)

performansi biodiesel pada temperatur rendah, karena senyawa ini memiliki titik

leleh (melting point) yang lebih rendah (Knothe, 2005) sehingga berkorelasi pada cloud dan pour point yang juga rendah. Namun di sisi lain, banyaknya senyawa lemak tak jenuh di dalam biodiesel memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfer dan bisa terpolimerisasi membentuk material serupa plastik (Azam dkk., 2005). Oleh karena itu, terdapat batasan maksimal harga angka iodine yang diperbolehkan untuk biodiesel, yakni 115 berdasar standard Eropa (EN 14214). Di samping itu, konsentrasi asam linolenic dan asam yang memiliki 4 ikatan ganda masing-masing tidak boleh melebihi 12 dan 1% (Azzam dkk., 2005).

Sebuah penelitian yang dilakukan di Mercedez-Benz (Environment Canada, 2006) menunjukkan bahwa biodiesel dengan angka iodine lebih dari 115 tidak bisa digunakan pada kendaraan diesel karena menyebabkan deposit karbon yang berlebihan. Meski demikian, terdapat studi lain yang menghasilkan kesimpulan bahwa angka iodine tidak berkorelasi secara signifikan terhadap kebersihan dan pembentukan deposit di dalam ruang bakar (Environment Canada, 2006).

2.9.6 Efek Pelumasan Mesin

Sifat pelumasan yang inheren pada solar menjadi berkurang manakala dilakukan desulfurisasi (pengurangan kandungan solar) akibat tuntutan standard solar di berbagai negara. Berkurangnya sifat pelumasan bahan bakar bisa menimbulkan permasalahan pada sistem penyaluran bahan bakar, seperti pompa bahan bakar dan injektor (Knothe, 2005). Meski berkurangnya sifat pelumasan tersebut muncul akibat

proses desulfurisasi, terdapat hasil penelitian yang menunjukkan bahwa berkurangnya sifat pelumasan tersebut bukan akibat berkurangnya konsentrasi sulfur itu sendiri, namun karena berkurangnya komponen-komponen non-polar yang terikut dalam proses desulfurisasi (Knothe, 2005).

(37)

menemukan bahwa unrefined biodiesel memiliki sifat pelumasan yang lebih baik

dibandingkan dengan refined biodiesel. Dari analisis efek senyawa penyusun biodiesel terhadap sifat pelumasan bahan bakar, Hu dkk. (2005) menyimpulkan bahwa ester metil dan monodigliserida adalah dua komponen yang paling berpengaruh terhadap sifat pelumasan biodiesel secara signifikan.

Karena memiliki sifat pelumasan yang baik, biodiesel dapat digunakan sebagai aditif untuk meningkatkan sifat pelumasan solar berkadar sulfur rendah (low-sulfur petrodiesel fuel). Penambahan 1 - 2% biodiesel bisa mengembalikan sifat pelumasan solar berkadar sulfur rendah ke tingkat semula (yakni setara dengan solar berkadar sulfur normal) (Knothe, 2005). Penggunaan biodiesel sebagai aditif pelumasan pada solar berkadar sulfur rendah memiliki keuntungan dibandingkan dengan aditif lain, karena biodiesel sekaligus merupakan bahan bakar mesin diesel.

(Sumber : Fatty Acid Composition in six Tryglycerides & Iodine Number, 1998, Yuli Setyo Indartono, http://www.indeni.org/)

2.10 Pengaruh Komposisi Fatty Acid Metil Ester terhadap Kualitas Biodiesel

2.10.1 Hubungan Fatty Acid Metil Ester Vs Angka Cetana

(38)

Angka cetana meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat kejenuhan ikatan dan peningkatan panjang ikatan.

Peningkatan angka cetana sekitar 60, akan mengurangi emisi dari NOx. Ini berarti bahwa komposisi ester saturate yang tinggi akan mengurangi emisi NOx. Emis hidrokarbon dan CO akan berkurang dengan peningkatan panjang rantai karbon.

Grafik Hubungan Fatty Acid Metil Ester Vs Cetane Number

Fatty Acid Metil Ester

C

Gambar 2.5 Grafik Hubungan Fatty Acid Metil Ester Vs Angka Cetana (Sumber : Energy & Environmental Science Improving Biodiesel Fuel Properties By Modifying

Fatty Ester Composition, The Royal Society Of Chemistry 2009)

Berdasarkan grafik diatas, angka cetana dipengaruhi oleh panjang karbon dan kejenuhan ikatan. Semakin panjang ikatan karbon maka semakin meningkat angka cetana, hal ini dapat dilihat dari grafik yaitu nilai C8:0 sampai C18:0. sedangkan untuk kejenuhan ikatan, semakin tidak jenuh ikatan maka semakin menurun angka cetana. Hal ini dapat dilihat dari nilai angka cetana C18:0 sampai C18:3.

Berdasarkan ASTM, angka cetana untuk biodiesel adalah 47. Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa hanya asam lemak C8:0, C18:2 dan C18:1;12-OH yang tidak memenuhi syarat ASTM. sedangkan asam lemak yang lain memenuhi standar ASTM. Hal ini mengindikasikan bahwa jika menginginkan kualitas biodiesel yang baik dalam hal angka cetana, maka kita harus meminimunkan kandungan asam lemak C8:0, C18:2 dan C18:1;12-OH.

2.10.2 Hubungan Fatty Acid Metil Ester Vs Kinematik Viscosity

(39)

Grafik Hubungan Fatty Acid Metil Ester Vs

Fatty Acid Metil Ester

K

Gambar 2.6 Grafik Hubungan Fatty Acid Metil Ester Vs Kinematika Viscosity (Sumber : Energy & Environmental Science Improving Biodiesel Fuel Properties By

Modifying Fatty Ester Composition, The Royal Society Of Chemistry 2009)

Berdasarkan grafik diatas, viskositas kinematika dipengaruhi oleh panjang karbon dan kejenuhan ikatan. Semakin panjang ikatan karbon maka semakin

meningkat viskositasnya, hal ini dapat dilihat dari grafik yaitu nilai C8:0 sampai C18:0. sedangkan untuk kejenuhan ikatan, semakin tidak jenuh ikatan maka semakin menurun viskositasnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai viskositas C18:0 sampai C18:3.

Berdasarkan ASTM, viskositas kinematika untuk biodiesel adalah 1,9 – 6 mm2/s. Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa hanya asam lemak C8:0 dan C10:0 yang tidak memenuhi syarat ASTM. sedangkan asam lemak yang lain memenuhi standar ASTM. Hal ini mengindikasikan bahwa jika menginginkan kualitas biodiesel yang baik dalam hal kinematika viscosity, maka kita harus meminimunkan kandungan asam lemak C8:0 dan C10:0.

2.10.3 Hubungan Fatty Acid Metil Ester Vs Oxidative Stability

(40)

Grafik Hubungan Fatty Acid Metil Ester Vs Oxidative Stability

24

2.79

0.94 0 0

5 10 15 20 25 30

C18:0 C18:1 C18:2 C18:3

Fatty Acid Metil Ester

O

x

id

a

ti

v

e

S

ta

b

il

it

y

Gambar 2.7 Grafik Hubungan Fatty Acid Metil Ester Vs Oxidative Stability (Sumber : Energy & Environmental Science Improving Biodiesel Fuel Properties By

Modifying Fatty Ester Composition, The Royal Society Of Chemistry 2009)

Berdasarkan grafik diatas, stabilitas oksidasi dipengaruhi oleh kejenuhan ikatan. Makin tidak jenuh ikatan maka makin rendah nilai stabilitas oksidasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai viskositas ikatan asam lemak C18:0 sampai C18:3. viskositas asam lemak C18:0 adalah 24, viskositas asam lemak C18:1 adalah 2,79, viskositas asam lemak C18:2 adalah 0,94 dan viskositas asam lemak C18:3 adalah nol. Ini mengindikasikan bahwa asam lemak yang bagus adalah ikatan jenuh.

Berdasarkan ASTM, stabilitas oksidasi untuk biodiesel minimum adalah 3 jam. Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa hanya asam lemak yang melewati ambang batas ASTM adalah asam lemak C8:0 sampai C18:0. sedangkan asam lemak yang tidak melewati ambang batas adalah semua asam lemak tidak jenuh. Hal ini mengindikasikan bahwa jika menginginkan kualitas biodiesel yang baik dalam hal

stabilitas oksidasi, maka kita harus memilih asam lemak yang dominan dalam biodiesel adalah asam lemak jenuh.

2.10.4 Cold Flow

(41)

Grafik Hubungan Fatty Acid Metil Ester Vs

Fatty Acid Metil Es ter

M

Gambar 2.8 Grafik Hubungan Fatty Acid Metil Ester Vs Melting Point (Sumber : Energy & Environmental Science Improving Biodiesel Fuel Properties By Modifying

Fatty Ester Composition, The Royal Society Of Chemistry 2009)

Berdasarkan grafik diatas, melting point dipengaruhi oleh panjang karbon dan kejenuhan ikatan. Semakin panjang ikatan karbon maka semakin meningkat melting point, hal ini dapat dilihat dari grafik yaitu nilai C8:0 sampai C18:0. sedangkan untuk

kejenuhan ikatan, semakin tidak jenuh ikatan maka semakin menurun melting point. Hal ini dapat dilihat dari nilai angka cetana C18:0 sampai C18:3. Berdasarkan ASTM, melting point untuk biodiesel tidak dibatasi. Hal ini mengindikasikan bahwa jika menginginkan kualitas biodiesel yang baik dalam hal melting point, maka asam

lemak apa saja tidak terlalu mempengaruhinya.

2.5. Angka Iodine

Dalam pengembangan ekonomi produksi bahan bakar nabati, harus mempunyai basis yang luas tentang bahan baku. Tantangan dari penggunaan biodiesel adalah batasan iodine number. Dalam melihat pengaruh iodine number, telah dilakukan tes pada engine silinder dengan 5 tes dengan iodine number dari 100 sampai 180. engine dijalankan selama 250 jam dengan tiap tes. Minyak engine telah dicampur sebelumnya dengan 10% dari tes bahan bakar nabati. Selama tes dijalankan, kandungan metil ester dianalisa.

(42)

engine telah ditukar dengan interval setengah. Kandungan fatty acid metil ester

berkurang dari 10% sampai 2 % pada akhir tes. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pembersihan dan pembentukan kerak pada silider, ruang pembakaran, katup dan injector yang dapat diamati. Peningkatan kerak dengan peningkatan iodine number ditemukan pada cincin piston.

Dalam penggunaan biodiesel, ada batasan dalam iodine number (maksimun 115) yang disesuaikan dengan standar minyak tumbuhan metil ester di jerman (DIN V 51606 – PME) dan pada proposal European Regulation for Biodiesel pada motor. Ini berarti bahwa minyak matahari dengan iodine number 130 tidak bisa digunakan dalam produksi biodiesel.

Penggunaan metil ester pada mesin diesel bisa menyebabkan permasalahan pada engine. Kandungan yang tinggi dari fatty acid unsaturated pada ester ( digambarkan dengan iodine number yang tinggi) meningkatkan bahay dari polimerisasi pada minyak engine.

Dalam melihat pengaruh iodine number terhadap unjuk kerja mesin, dilakukan tes pada bahan bakar dengan distribusi fatty acid yang berbeda. Tes dilakukan pada l-cylinder engine HATZ. Sampel Bahan bakar dilakukan dengan

mencampurkan minyak matahari( iodine number 100) dengan minyak biji rami ( iodine number 182).

Berikut ini adalah tabel dari properties penting dari tes yang dilakukan dan gambar yang menggambarkan distribusi fatty acid pada tes.

Tabel 2.4 Properties Sampel Bahan Bakar Nabati

Parameter (Tes Bahan Bakar) VK1 VK2 VK3 VK4 VK5 satuan

Minyak Metil Ester Matahari Minyak Metil Ester Biji Rami Angka Iodin

Kandungan C18:3 Densitas

Viskositas 400C Angka Calorific Angka Cetana

(43)

Grafik Kandungan Fatty Acid Tiap Sampel Bahan Bakar

0 10 20 30 40 50 60 70

1 2 3 4 5

Sampel Bahan Bakar Nabati

K

a

n

d

u

n

g

a

n

F

a

tt

y

A

ci

d

(%

b

er

a

t)

C16:0

C18:0

C18:1

C18:2

C18:3

Gambar 2.9 Grafik Distribusi Fatty acid pada Sampel Bahan Bakar Nabati (Sumber : Energy & Environmental Science Improving Biodiesel Fuel Properties By

Modifying Fatty Ester Composition, The Royal Society Of Chemistry 2009)

Grafik Kenaikan Angka Iodin Pada Sampel

100

121

141

161

182

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

1 2 3 4 5

Sampel Bahan Bakar Nabati

A

n

g

k

a

I

o

d

in

e

Gambar 2.10 Grafik Distribusi Angka Iodine pada Sampel Bahan Bakar Nabati (Sumber : Energy & Environmental Science Improving Biodiesel Fuel Properties By

Modifying Fatty Ester Composition, The Royal Society Of Chemistry 2009)

(44)

maka kandungan yang diperbanyak fatty acid C18:0, C18:1 dan C18:2 dan

(45)
(46)
(47)

BAB III

NERACA MASSA

Hasil perhitungan neraca massa pada pra-rancangan pabrik biodiesel (metil ester) dari mikroalga (chlorella sp.) dengan proses esterifikasi adalah:

Kapasitas produksi : 2.400.000 ton/tahun atau 303030,3030 kg/jam

Waktu bekerja / tahun : 330 hari

Satuan operasi : kg/jam

3.1 Mixer (M-101)

Tabel 3.1 Neraca Massa Mixer (M-101)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 3 Alur 4 Alur 8

Asam Lemak Bebas 230848,4248 - 230848,4248

Trigliserida 60039,2073 - 60039,2073

Air 323208,4801 - 323208,4801

Biomassa 678737,8081 - 678737,8081

Asam Sulfat - 67,2249 67,2249

Total 1292901,1452 1292901,1452

3.2 Reaktor Hidrolisa (R-100)

Tabel 3.2 Neraca Massa Reaktor Hidrolisa (R-100)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 9 Alur 10

Asam Lemak Bebas 230848,4248 287732,1778

Trigliserida 60039,2073 600,3921

Air 323208,4801 319577,6022

Biomassa 678737,8081 678737,8081

Asam Sulfat 67,2249 67,2249

Gliserol - 6185,9400

(48)

3.3 Reaktor Esterifikasi I (R-101)

Tabel 3.3 Neraca Massa Reaktor Esterifikasi I (R-101)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 10 Alur 7 Alur 11

Asam Lemak Bebas 287732,1778 - 43159,8267

Trigliserida 600,3921 - 600,3921

Air 319577,6022 20818,0211 356482,2759

Biomassa 678737,8081 - 678737,8081

Asam Sulfat 67,2249 - 67,2249

Gliserol 6185,9400 - 6185,9400

Metanol - 336452,8659 307854,3723

Metil Ester - - 257084,1921

Total 1650172,0321 1650172,0321

3.4 Centrifugal (C-100)

Tabel 3.4 Neraca Massa Centrifugal (C-100)

Komponen

Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 11 Alur 12 Alur 13

Asam Lemak Bebas 43159,8267 - 43159,8267

Trigliserida 600,3921 - 600,3921

Air 356482,2759 - 356482,2759

Biomassa 678737,8081 678737,8081 -

Asam Sulfat 67,2249 - 67,2249

Gliserol 6185,9400 - 6185,9400

Metanol 307854,3723 - 307854,3723

Metil Ester 257084,1921 - 257084,1921

(49)

3.5 Dekanter I (FL-100)

Tabel 3.5 Neraca Massa Dekanter I (FL-100)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 13 Alur 15 Alur 14

Asam Lemak Bebas 43159,8267 43159,8267 -

Trigliserida 600,3921 600,3921 -

Air 356482,2759 356,4823 356125,7937

Biomassa - - -

Asam Sulfat 67,2249 0,0672 67,1577

Gliserol 6185,9400 6,1859 6179,7541

Metanol 307854,3723 307,8544 307546,5179

Metil Ester 257084,1921 257084,1921 -

Total 971434,2240 971434,2240

3.6 Reaktor Final Esterifikasi (R-102)

Tabel 3.6 Neraca Massa Reaktor Final Esterifikasi (R-102)

Komponen

Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 15 Alur 17 Alur 18

Asam Lemak Bebas 43159,8267 - 431,5983

Trigliserida 600,3921 - 600,3921

Air 356,4823 3103,6547 6270,5698

Biomassa - - -

Asam Sulfat 0,0672 1551,513836 1551,5811

Gliserol 6,1859 - 6,1859

Metanol 307,8544 50160,0755 45471,6048

Metil Ester 257084,1921 - 301998,3127

(50)

3.7 Tangki Pencuci (M-103)

Tabel 3.7 Neraca Massa Tangki Pencuci (M-103)

Komponen

Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam) Alur 18 Alur 19 Alur 21

Asam Lemak Bebas 431,5983 - 431,5983

Trigliserida 600,3921 - 600,3921

Air 6270,5698 178165,1223 184435,6921

Biomassa - - -

Asam Sulfat 1551,5811 - 1551,5811

Gliserol 6,1859 - 6,1859

Metanol 45471,6048 - 45471,6048

Metil Ester 301998,3127 - 301998,3127

Total 534495,3670 534495,3670

3.8 Dekanter II (FL-101)

Tabel 3.8 Neraca Massa Dekanter II (FL-101)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 21 Alur 24 Alur 25

Asam Lemak Bebas 431,5983 431,5983 -

Trigliserida 600,3921 600,3921 -

Air 184435,6921 184,4357 184251,2564

Biomassa - - -

Asam Sulfat 1551,5811 1,5516 1550,0295

Gliserol 6,1859 0,0062 6,1798

Metanol 45471,6048 45,4716 45426,1332

Metil Ester 301998,3127 301998,3127 -

(51)

3.9 Flash Drum (F-100)

Tabel 3.9 Neraca Massa Flash Drum (F-100)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 20 Alur 34 Alur 22

Asam Lemak Bebas - - -

Trigliserida - - -

Air 540377,0501 461848,1385 78528,9116

Biomassa - - -

Asam Sulfat 1617,1872 1617,1872 -

Gliserol 6185,9339 6185,9339 -

Metanol 352972,6511 229314,2968 123658,3543

Metil Ester - - -

Total 901152,8222 901152,8222

3.10 Unit Distilasi I (T-101)

Tabel 3.10 Neraca Unit Distilasi (T-101)

Komponen

Masuk

(kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 22 Alur 32 Alur 33

Asam Lemak Bebas - - -

Trigliserida - - -

Air 78528,9116 4324,0585 74204,8532

Biomassa - - -

Asam Sulfat - -

Gliserol - -

Metanol 123658,3543 122995,4411 662,9133

Metil Ester - - -

(52)

3.11 Mixer (M-102)

Tabel 3.11 Neraca Massa Mixer (M-102)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 2 Alur 5 Alur 16

Metanol 50467,9299 - 50467,9299

Air 3122,7032 - 3122,7032

Asam Sulfat - 154,7126 154,7126

Total 53745,3456 53745,3456

3.12 Mixer (M-100)

Tabel 3.12 Neraca Massa Mixer (M-100)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 32 Alur 1 Alur 6

Metanol 122995.4411 213457,4248 336452,8659

Air 4324,0585 16493,9626 20818,0211

(53)

BAB IV

NERACA PANAS

Basis perhitungan : 1 jam operasi

Satuan operasi : kJ/jam

Temperatur basis : 25oC

4.1 Heater 2 (E-101)

Tabel 4.1 Neraca Panas Heater 2 (E-101)

Alur masuk (kJ/jam) Alur keluar (kJ/jam)

Umpan 14151485,3565 -

Produk - 156158636,8170

Steam 142007151,4605 -

Total 156158636,8170 156158636,8170

4.2 Reaktor Hidrolisis (R-100)

Tabel 4.2 Neraca Panas Reaktor Hidrolisis (R-100)

Alur masuk (kJ/jam) Alur keluar (kJ/jam)

Umpan 156158636,8170 -

Produk - 212634816,0395

ΔHr1 156250,6709 -

Steam 56632429,8934 -

Total 212634816,0395 212634816,0395

(54)

4.3 Heater 1 (E-100)

Tabel 4.1 Neraca Panas Heater 1 (E-100)

Alur masuk (kJ/jam) Alur keluar (kJ/jam)

Umpan 4703351,38997 -

Produk - 55033172,43604

Steam 50329821,04607 -

Total 55033172,43604 55033172,43604

4.4 Reaktor Esterifikasi (R-101)

Tabel 4.13 Neraca Panas Reaktor Esterifikasi I (R-101)

Alur masuk (kJ/jam) Alur keluar (kJ/jam)

Umpan 267667988,4756 -

Produk - 585109531,9876

ΔHr2 38091339,67 -

Steam 279350203,8458 -

Total 585109531,9876 585109531,9876

4.5 Heater (E-102)

Tabel 4.1 Neraca Panas Heater 3 (E-102)

Alur masuk (kJ/jam) Alur keluar (kJ/jam)

Umpan 705509,12662 -

Produk - 8255046,45998

Steam 7549537,3334 -

Gambar

Grafik Hubungan Fatty Acid Metil Ester Vs Cetane Number
Grafik Kenaikan Angka Iodin Pada Sampel
Tabel 3.1  Neraca Massa Mixer (M-101)
Tabel 3.3  Neraca Massa Reaktor Esterifikasi I (R-101)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyedian bahan baku dan penjualan produk dapat dilakukan melalui jalan darat maupun laut. Lokasi yang dipilih dalam rencana pendirian pabrik ini merupakan

Selain jumlah cangkang kerang yang dihasilkan Indonesia cukup banyak juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan beton, sebagai katalis pada pembuatan biodiesel, dan

Selain jumlah cangkang kerang yang dihasilkan Indonesia cukup banyak juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan beton, sebagai katalis pada pembuatan biodiesel,

Nilai viskositas yang tinggi akan menyulitkan pemompaan bahan bakar dari tangki ke ruang bahan bakar mesin dan menyebabkan pembakaran kurang sempurna dan

Belerang atau sulfur adalah bahan mineral yang terdapat dalam keadaan. bebas dan dalam

Penentuan lokasi suatu pabrik merupakan menjadi hal yang harus diperhatikan, dimana lokasi yang ditentukan untuk membangun perusahaan harus memiliki standar dan

Berikut penggunaan asumsi dan pendekatan pada perhitungan neraca massa untuk setiap unit: 3.1.1 Reaktor Desulfurisasi R-101 Pada unit ini terjadi proses penghilangan sulfur yang

Reaksi akan dilakukan pada suhu 63oC dan tekanan 1 atm menggunakan reaktor alir tangki berpengaduk, hingga menghasilkan minyak jelantah dengan kandungan asam lemak bebas yang rendah