LAPORAN TUGAS AKHIR TENTANG
PROSEDUR PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA
MEDAN POLONIA
O L E H
NAMA : DESMAN D SIMANJUNTAK NIM : 062600129
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada Program Diploma III
Administrasi Perpajakan
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, serta kesehatan dan pengetahuan yang
diberikan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi syarat kelulussan pada program studi
diploma-III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara, yang disusun
setelah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
Dalam menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul “Prosedur
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia”. Penulis banyak menemui kesalahan dan hambatan. Namun berkat dukungan serta bantuan moril maupun materil dari
berbagai pihak, maka laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dan pada
kesempatan ini pula penulis ingin menghaturkan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Husni Thamrin Nasution, M.Si, selaku Ketua Program studi D-III
Administrasi Perpajakan Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Elita Dewi, selaku Sekretaris Program Studi D-III Administrasi
4. Bapak Drs. Rasudyn Ginting, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan berupa bantuan masukan guna kelancaran dalam
penyelesaian Laporan Praktik kerja Lapangan Mandri (PKLM) ini.
5. Seluruh Dosen/staf pengajar, serta para pegawai Fisip Universitas Sumatera
Utara.
6. Bapak Drs. Korpen Damanik sebagai Kepala Sub Bagian Umum Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
7. Bapak Gerrits Parlaungan Tampubolon, S.H., M.Intl.Tax Sebagai Kepala Seksi
Pengawasan dan Konsultasi III Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Polonia yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan Tugas akhir
penulis
8. Segenap Staf dan karyawan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
yang telah membimbing penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.
9. Teristimewa rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada orang tua penulis, juga abang dan adik-adikku, semoga
sehat selalu.
10. Teman-teman penulis mahasiswa/mahasiswi Program Studi D-III Administrasi
Perpajakan, khususnya anak-anak pajak stambuk 2006 kelas c terimakasih
untuk doa dan kebersamaannya. SEMANGAT!!!!
11. Juga buat Riris Perawati Saragih yang sudah banyak membantu penulis dalam
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis menyadari bahwa dalam
penyajian dan penulisannnya belum sesempurna yang diharapkan. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas
akhir ini.
Akhirnya tak bosan-bosannya penulis mengucapkan terimakasih kepada
orang-orang yang telah membantu dalam menyelesaikan tulisan ini. Semoga
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 3
C. Ruang Lingkup Dari Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 6
D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 6
E. Metode Pengumpulan Data ... 8
F. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 9
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Umum Berdirinya KPP Pratama Medan Polonia ... 11
B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Polonia ... 13
C. Bidang-Bidang Kerja KPP Pratama Medan Polonia ... 14
1. Kepala Kantor ... 14
2. Sub Bagian Umum ... 14
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi ... 14
5. Seksi Penagihan ... 15
6. Seksi Pemeriksaan ... 15
7. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan ... 15
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi ... 16
9. Kelompok Jabatan Fungsional ... 17
BAB III URAIAN TEORITIS DAN GAMBARAN DATA PPh PASAL 21 A. Ketentuan ... 18
1. PengertianPajak ... 18
2. Fungsi Pajak ... 18
3. Jenis Pajak ... 19
B. Surat Pemberitahuan (SPT) ... 20
1. Pengertian ... 20
2. Pengisian dan Penyampaian SPT ... 21
3. Fungsi SPT ... 21
4. Tempat PEngambilan SPT... 22
5. Ketentuan Tentang Pengisian SPT ... 22
C. Pajak Penghasilan (PPh) ... 23
1. Pengertian ... 23
D. Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 29
1. Dasar Hukum Pajak Penghasilan ... 29
2. Pengertian Pajak Penghasilan ... 30
3. Pemotongan Pajak Penghasilan ... 30
4. Subjek Pajak Penghasilan ... 31
5. Objek Pajak Penghasilan ... 32
6. Tarif dan Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 35
E. Data Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 49
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI A. Prosedur Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 51
B. Prosedur Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 52
C. Prosedur Pelaporan Atas Pemotongan PPh Pasal 21 ... 53
D. Analisis dan Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Prosedur Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 Pada KPP Pratama Medan Polonia ... 55
1. Faktor Eksternal dan Internal Dalam Upaya Memberikan Penyuluhan Mengenai Prosedur Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 ... 55
3. Hal-Hal Yang Menghambat Dalam Pelaksanaan Prosedur Pemotongan,
Penyetoran, Dan pelaporan PPh Pasal 21 ... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Sejak tahun 1980-an gerak dunia bisnis telah berkembang di Negara kita ini
hal ini dapat dilihat dari maraknya kegiatan usaha di semua sektor ekonomi yang satu
sama lain saling menunjang, Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan dan didominasi
pengusaha nasional saja, melainkan juga oleh pengusaha asing dengan berbagai
bentuk usaha. Dalam aktivitas bisnis, Pengusaha sebagai badan maupun pribadi dan
masyarakat akan selalu bersentuhan dengan pajak
Dalam menghadapi situasi bangsa yang dilanda keterpurukan ekonomi,
perekonomian harus dibangun kembali dengan daya kemampuan penghimpunan
pajak yang efektif dan efisien. Hal ini dapat dilakukan dengan cara peningkatan
pelayanan kepada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan dan mekanisme
pengawasan, baik kepada pemungut pajak maupun wajib pajak serta memberi
penjelasan kepada masyarakat bahwa kontribusi pajak pada pembangunan nasional
sangat besar. Wajib pajak kurang menyadari bahwa hasil penerimaan pajak yang
dipungut oleh pemerintah digunakan bagi pembangunan nasional, hal ini disebabkan
karena rendahnya pengetahuan perpajakan dalam masyarakat. Dalam hal ini tidak
terlihat adanya unsur kesengajaan dari wajib pajak untuk menghindari pembayaran
Wajib pajak hanya tidak tahu untuk apa, bagaimana, kapan, dan kepada siapa
pajak harus dibayarkan. Pemerintah melakukan penyuluhan pajak yang dilaksanakan
oleh aparat perpajakan khususnya untuk meningkatkan kesadaran warga agar
membayar pajak sehingga penerimaan negara meningkat dan pembangunan terus
berjalan.
Di antara pajak yang dipungut pemerintah salah satunya adalah Pajak
Penghasilan (PPh). Pajak Penghasilan berlaku sejak 1 januari 1984. Undang-Undang
ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Undang-udang Pajak Penghasilan (PPh)
mengatur pajak atas penghasilan (laba) yang diterima atau diperoleh orang pribadi
maupun badan. Undang-Undang PPh mengatur subjek pajak, objek pajak, serta cara
menghitung pajak yang terutang. Undang-Undang PPh juga lebih memberikan
fasilitas kemudahan dan keringanan bagi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan. Undang-Undang PPh menganut asas materiil, artinya penentuan
mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur tentang
pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan.
Salah satu materi penyuluhan yang diberikan oleh aparat perpajakan adalah
penyetoran pajak penghasilan wajib pajak. Hal ini dapat dilihat dalam pengisian Surat
Pemberitahuan (SPT) PPh Pasal 21 dimana wajib pajak memperhitungkan,
menghitung, membayar dan melaporkan jumlah pajak terutangnya seringkali
ditemukan kesalahan dalam memperhitungkan jumlah pajak yang harus dipotong
sehingga akan mempengaruhi jumlah pajak yang akan dibayarkan serta dilaporkan.
Dari uraian di atas maka pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
(PKLM) yang merupakan intrakurikuler bagi mahasiswa dapat mengimplementasikan
teori-teori yang diperoleh selama dibangku perkuliahan dan mengembangkan
wawasan agar dapat memiliki keahlian dan ketrampilan pada dunia kerja. Dengan
dasar inilah penulis memilih Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
sebagai tempat penelitian yang hasilnya akan dituangkan dalam laporan tugas akhir
yang diberi judul “Prosedur Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia”.
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan salah satu syarat yang
wajib dilaksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan pada
PRODIP-III Administrasi Perpajakan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah :
1. Untuk mengetahui Prosedur Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia,
2. Untuk mengetahui kendala atau hambatan yang terjadi dalam Prosedur
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21.
Disini juga disebutkan manfaat dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
Mandiri (PKLM) adalah :
a. Bagi Mahasiswa
1. Menambah pengetahuan penulis di bidang Perpajakan khususnya Prosedur
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Di Kantor
Pelayanan Pajak.
2. Mengaplikasikan teori dan ilmu yang didapatkan di bangku kuliah melalui
PKLM.
3. Mempersiapkan mahasiswa untuk menjadi tenaga kerja yang memiliki
kemampuan di bidang Perpajakan.
4. Mengetahui perkembangan dunia usaha khususnya dunia Perpajakan dan Dapat
meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan sarana peningkatan rasa percaya
b. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia
1. Mempromosikan image (pandangan) yang baru tentang Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Polonia,
2. Mendapat masukan berupa ide dan saran dari perguruan tinggi menyangkut
penanganan masalah Perpajakan.
3. Membantu pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dalam hal
Sosialisasi Perpajakan kepada masyarakat wajib pajak melalui mahasiswa peserta
PKLM yang akhirnya akan mengabdikan ilmu perpajakan kepada masyarakat.
c. Bagi Universtas Sumatera Utara
1. Membuka interaksi antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FISIP USU dengan instansi pemerintah,
2. Mendapatkan masukan berupa ide, saran, dan gagasan untuk evaluasi
kurikulum Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan bagi
penyempurnaan revisi kurikulum.
3. Mempromosikan sumber daya manusia yang dimiliki Universaitas Sumatera
Utara khusunya PRODIP III Administrasi Perpajakan yang mengetahui tentang
Perpajakan.
4. Memberikan uji nyata atas disiplin ilmu yang diperoleh mahasiswa selama masa
C. Ruang Lingkup Dari Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Di dalam PKLM penulis membatasi ruang lingkup kegiatan yang akan
dilakukan dalam Prosedur Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan
Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia antara lain :
1. Prosedur Pemotongan PPh Pasal 21, Penyetoran PPh pasal 21, dan Pelaporan SPT
(Surat Pemberitahuan) PPh Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Polonia
2. Data terbaru tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Medan
Polonia.
D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Adapun langkah-langkah atau metode yang diperlukan penulis untuk
mendukung pembuatan laporan ini adalah:
1. Tahap Persiapan
Di dalam tahap ini penulis melakukan persiapan dimulai dari penentuan tempat
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) mencari dan mengumpulkan bahan
untuk membuat proposal, konsultasi dengan dosen, proses administrasi untuk
melakukan PKLM, dan lain-lain.
2. Studi Literature
Pada tahap ini Penulis mengumpulkan data dan mengumpulkan informasi yang
Pajak Pratama Medan Polonia melalui buku-buku Perpajakan, majalah,
Undang-Undang Perpajakan, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan
Direktorat Jenderal Pajak, dan bahan- bahan lainnya yang berhubungan dengan
objek pembahasan.
3. Pengamatan (Observation) Lapangan
Pengamatan yang dilakukan sesuai dengan data yang ada pada Kantor
Pelayanan Pajak yang bersangkutan mengenai objek studi yaitu prosedur
pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21.
4. Pengumpulan Data
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data primer dan sekunder yang
berhubungan dengan apa yang dikerjakan pada PKLM nanti yang diperlukan
dalam penyusunan laporan akhir dari kegiatan PKLM. Data primer adalah data
yang diperoleh dari orang yang berkompeten memberikan masukan data dan
informasi untuk penyusunan laporan ini, sedangkan data sekunder adalah data
yang diperoleh dari pihak pendukung seperti laporan, atau dokumen-dokumen.
5. Analisis Data dan Evaluasi
Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan, maka penulis melakukan
analisis dan evaluasi terhadap data atau keterangan yang diperoleh selama
E. Metode Pengumpulan Data
Metode yang dipergunakan penulis dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri
adalah sebagi berikut:
1. Metode Wawancara (Interview)
Dengan metode interview ini, penulis mengajukan beberapa pertanyaan
langsung kepada para pegawai dan instansi yang bersangkutan untuk
menambah objektifitas yang berkaitan dengan kebutuhan penulis untuk
melengkapi laporan ini.
2. Metode Pengamatan (observation)
Dalam metode ini, penulis langsung terjun ke lapangan untuk melaksanakan
peninjauan dengan pengamatan dan pancatatan yang berkaitan dengan Praktik
Kerja Lapangan Mandiri.
3. Metode Dokumentasi
Dalam metode ini, Penulis mengumpulkan dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dokumen tersebut
dapat berupa Struktur Organisasi, Keputusan Menteri Keuangan,
F. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Untuk lebih mempermudah pemahaman materi yang disajikan, maka penulis
membuat sistematika pembahasan ke dalam 5 (lima) Bab sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini dikemukakan tentang latar belakang penulisan,
tujuan penulisan, ruang lingkup penelitian, metode penelitian
dan sisitematika penyajian laporan Praktik Kerja Lapangan
Mandiri ini.
BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM
Bab ini menguraikan Sejarah Singkat KPP Polonia, Struktur
Organisasi KPP Pratama Medan Polonia, serta Bidang-bidang
kerja KPP Pratama Medan Polonia.
BAB III : URAIAN TEORITIS DAN GAMBARAN DATA PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21
Bab ini menjelaskan Pajak Penghasilan Pasal 21, mulai dari
pengertian pajak, Surat Pemberitahuan (SPT), Pajak
Penghasilan, Pajak Penghasilan Pasal 21, Dasar Hukum Pajak
Penghasilan Pasal 21 serta cara menghitung Pajak Penghasilan
BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI
Bab ini menjelaskan Prosedur Pemotongan dan Pemungutan
PPh Pasal 21, Tatacara penyetoran PPh Pasal 21 serta Tatacara
Pelaporan PPh Pasal 21, Analisis Kasus.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini mengemukakan kesimpulan dari laporan kegiatan
PKLM ini. Selain itu penulis juga akan memberikan saran
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam Prosedur
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan pajak Penghasilan
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
A. Sejarah Umum Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
Di zaman masa penjajahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
dinamakan Kantor Belasting dan kemudian berubah menjadi Kantor Inspeksi
Keuangan (setelah merdeka), kemudian berubah menjadi Kantor Inspeksi Pajak yang
induk organisasinya Direktorat Jendral Pajak, Departemen Keuangan Republik
Indonesia. Tahun 1976 di Sumatera Utara berdiri 3 (tiga) Kantor Inspeksi Pajak,
yaitu:
a. Kantor Inspeksi Medan Selatan
b. Kantor Inspeksi Medan Utara
c. Kantor Inspeksi Pajak Siantar
Pada tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi 2
(dua), yaitu Kantor Inspeksi Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran.
Dengan perkembangan ekonomi yang semakin cepat, maka dirasakan perlu adanya
tambahan kantor untuk melayani masyarakat di dalam membayar pajak. Oleh sebab
itu di dirikan Kantor Inspeksi Medan Barat selanjutnya untuk lebih menetapkan nilai
pelayanan kepada masyarakat, maka berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
perubahan yang menyeluruh pada Direktorat Jendral Pajak yang mencakup organisasi
Kantor Inspeksi Pajak (KIP) diganti namanya dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP),
dan juga di bentuk Kantor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Polonia berdiri pada tahun 2002 yang
mana merupakan pencaran dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Barat yang
terletak di jalan Suka Mulia Medan
Dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
443/KMK.01/2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Wilayah Direktorat Jendral
Pajak kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pajak Bumi dan Bangunan, kantor
Pemerikasaan dan Penyidikan Pajak, dan Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi
Perpajakan.
Berdasarkan keputusan tersebut maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Medan Polonia memiliki Kedudukan, tugas, dan fungsi yang sama dengan
Kantor Pelayanan Pajak yang lainnya.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Polonia mencakup wilayah kerja :
1. Kecamatan Medan Maimun
2. Kecamatan Medan Polonia
3. Kecamatan Medan Baru
4. Kecamatan Medan Selayang
B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Polonia
Yang dimaksud dengan struktur organisasi adalah suatu rangkaian yang
mewujudkan pola tetap dari hubungan-hubungan diantara bidang kerja, namun orang
mewujudakan kedudukan, wewenag dan tanggung jawab dalam sisitem kerja sama.
KPP Pratama Medan Polonia dikepalai oleh seorang Kepala Kantor
Pelayanan Pajak yang terdiri atas sub bagian Tata Usaha dan Beberapa seksi yang
dipimpin oleh masing-masing kepala seksi.
Namun setelah adanya modernisasi perpajakan tahun 2006 s.d 2008 Kantor
Pelayanan Pajak Pratama yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan maka
Kantor Pelayanan Pajak Pratama terbagi menjadi beberapa seksi yaitu :
1. Sub Bagian Umum
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
3. Seksi Pelayanan
4. Seksi Penagihan
5. Seksi Pemeriksaan
6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
C. Bidang-Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia 1. Kepala Kantor
Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPBB, dan
Karikpa maka Kepala Kantor KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasikan
pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak
Penghasilan, Pajak Tidak Langsung Lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Sub Bagian Umum
Sub Bagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan Tata Usaha,
Kepegawaian, Keuangan dan Rumah Tangga.
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (Seksi PDI)
Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan, urusan
pengolahan data dan informasi, pembuatan monografi pajak, penggalian potensi
perpajakan serta ekstensifikasi Wajib Pajak.
4. Seksi Pelayanan
Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan
produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan,
penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya,
penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak, serta melakukan kerja
5. Seksi Penagihan
Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang
pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan
penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
6. Seksi Pemeriksaan
Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana
pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan
penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan
perpajakan lainnya.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 426/PM.1/2007 tentang Uraian Jabatan
Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak mengatur : “Uraian tugas dan kegiatan
Kepala Seksi Pemeriksaan antara lain menyususn Daftar Nominatif dan atau Lembar
Pemeriksaan Wajib Pajak yang akan diperiksa, membuat usulan pembatalan Daftar
Nominatif dan atau Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) wajib pajak yang akan
diperiksa, dan menerbitkan dan menyalurkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak
(SP3), Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak dan Surat Pemanggilan Pemeriksaan
Pajak”.
7. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan
potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, pembentukan dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 426/PM.1/2007 tentang Uraian Jabatan
Instansi Vertikal Direktoral Jenderal Pajak mengatur : “Uraian tugas dan kegiatan
Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan antara lain melaksanakan penerbitan dan
penatausahaan Surat Himbauan NPWP dan atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(PKP), menyusun Daftar Nominatif Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan
untuk tujuan lain dalam rangka pemberian NPWP dan atau pengukuhan PKP secara
jabatan, dan membimbing pelaksanaan dan penatausahaan pemeriksaan untuk tujuan
lain dalam rangka pemberian NPWP dan atau pengukuhan PKP secara jabatan”.
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, Seksi Pengawasan dan Konsultasi II,
Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, Seksi Pengawasan Dan Konsultasi IV,
masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak, bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis
perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak, melakukan
rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, usulan
pembetulan ketetapan pajak, usulan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta
9. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah jabatan Fungsional
masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan. Setiap kelompok
tersebut dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Wilayah dan Kepala KPP Pratama yang bersangkutan. Adapun jumlah
Jabatan Fungsional tersebut ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenis
BAB III
URAIAN TEORITIS DAN GAMBARAN DATA PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21
A. Ketentuan 1. Pengertian Pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 mengenai Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Fungsi pajak
Ada dua fungsi pajak, yaitu :
a. Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pemerintah
untuk membiyai pengelaran-pengeluaran umum. Contoh : Dimasukkannya pajak
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai penerimaan dalam
negeri.
b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Contoh :
1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi
minuman keras.
2. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi
gaya hidup yang konsumtif
3. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0 % untuk mendorong ekspor produk Indonesia
di pasaran dunia.
3. Jenis Pajak
a. Menurut Golongannya
1. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak
dapat dibebankan atau dilimpahkan pada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan
2. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
b. Menurut Sifatnya
1. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan
2. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri wajib pajak.
c. Menurut Lembaga Pemungutannya
1. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga Negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah itu sendiri.
Pajak Daerah terdiri atas : a. Pajak Provinsi
Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor
b. Pajak Kabupaten / Kota
Contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.
B. Surat Pemberitahuan (SPT) 1. Pengertian
Yang dimaksud dengan SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP)
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak
dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan
a. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
b. SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian
Tahun Pajak.
2. Pengisian dan Penyampaian SPT
a. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan
menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.
b. Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang
selain Rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan mata uang
selain Rupiah yang diizinkan.
3. Fungsi SPT a. Wajib Pajak PPh
Sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang :
1. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian
Tahun Pajak;
2. penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
4. pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak.
b. Pengusaha Kena Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang:
1. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
2. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan
atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c. Pemotong/ Pemungut Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang
dipotong atau dipungut dan disetorkan.
4. Tempat pengambilan SPT
Setiap WP harus mengambil sendiri formulir SPT di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor
Wilayah DJP, Kantor Pusat DJP, atau melalui website DJP atau mencetak/
menggandakan/ fotokopi dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya.
5. Ketentuan Tentang Pengisian SPT
SPT wajib diisi secara benar, lengkap, jelas dan harus ditandatangani. Dalam
hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan oleh WP, harus dilampiri surat
C. Pajak Penghasilan (PPh) 1. Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan,
berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak.
2. Subjek Pajak Penghasilan
Subjek PPh adalah orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan, menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk usaha tetap (BUT).
Subjek Pajak terdiri dari :
a. Subjek Pajak Dalam Negeri adalah :
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia
dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi
Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha
Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk
usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
b. Subjek Pajak Luar Negeri adalah :
1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia;
2. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat
menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan
usaha atau;
3. Melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Yang tidak termasuk Subjek Pajak adalah :
1. Badan perwakilan negara asing;
2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara
asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
a. Bukan warga Negara Indonesia; dan
b. Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan
atau pekerjaannya tersebut; serta
3. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan dengan syarat :
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya
berasal dari iuran para anggota;
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
a. Bukan warga negara Indonesia; dan
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
3. Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan
nama dan dalam bentuk apapun termasuk :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan
lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambil alihan usaha;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial
atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan antara pihak pihak yang bersangkutan;
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
6. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak
Yang Tidak Termasuk Objek Pajak adalah :
1. a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah
dan para penerima zakat yang berhak.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau
badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah;
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan
asuransi beasiswa;
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat :
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus
mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai;
bidang-9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma dan kongsi;
10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5
(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
Objek Pajak yang dikenakan PPh final atas penghasilan berupa: 1. Bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;
2. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;
3. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
4. Penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
D. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 1. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21
Setiap pemungutan atau pemotongan yang dilakukan oleh negara tentunya
harus mempunyai dasar hukum. Begitu juga dengan pemungutan pajak, yang dasar
hukumnya termuat dalam pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang
menyatakan bahwa “Segala pajak untuk keperluan negara haruslah berdasarkan
Undang-undang”.
Demikian juga halnya dengan pemotongan pajak penghasilan pasal 21.
Dalam melaksanakan pemotongan tersebut di PPh pemotongan/pemungutan
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang penetapan
Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang
perubahan ke empat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 mengenai Ketentuan Umum Perpajakan
4. Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor : Per- 31/PJ/2009 tentang Pedoman
Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal
21dan / atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan
kegiatan orang pribadi
2. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)
Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan
dengan pekerjaan/ jabatan, jasa, dan kegiatan.
3. Pemotongan Pajak Penghasilan pasal 21
Yang dimaksud dengan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh Undang-Undang pajak
Berikut ini yang bertindak sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 21
yang selanjutnya disingkat “Pemotong Pajak” adalah :
a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
b. Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah
c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek),
PT Taspen, PT ASABRI.
d. Perusahaan dan bentuk usaha tetap.
e. Yayasan, lembaga, kepanitia-an, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa,
organisasi sosial politik dan organisasi lainnya serta organisasi internasional yang
telah ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
f. Penyelenggara kegiatan.
4. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21
Yang menjadi Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah penerima
penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, terdiri dari :
a. Pegawai tetap.
b. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola
proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct
selling dan kegiatan sejenis.
c. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya
yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
d. Penerima honorarium.
f. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai,
dan Aktuaris).
Sedangkan Penerima Penghasilan yang tidak dipotong Pajak Penghasilan
Pasal 21 adalah :
a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing,
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:
1. Bukan warga negara Indonesia dan
2. Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan
atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan
Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia.
5. Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Yang menjadi Objek Pajak penghasilan Pasal 21 adalah penghasilan yang
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah :
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara
teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk
isteri, tunjangan anak, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot,
tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa,
premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya
dengan nama apapun;
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan
pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan
cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan
penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;
c. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau
diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau
mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang
merupakan calon pegawai;
d. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang
pesangon dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan
kerja;
e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri, terdiri dari :
1. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris,
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/
peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3. Olahragawan;
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;
7. Agen iklan;
8. Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat;
9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;
10. Peserta perlombaan;
11. Petugas penjaja barang dagangan;
12. Petugas dinas luar asuransi;
13. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan
sebagai calon pegawai;
14. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya.
f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan
yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk
janda atau duda dan atau anak-anaknya.
Sedangkan yang tidak termasuk penghasilan yang dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21 adalah
a. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib
Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan
yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma
penghitungan khusus (deemed profit).
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan
penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
6. Tarif dan Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 21
1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan
calon pegawai serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan
tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak
a. Pegawai Tetap; Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari
penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,- setahun atau Rp 500.000,-
(sebulan); dikurangi iuran pensiun. Iuran jaminan hari tua, dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
b. Penerima Pensiun Bulanan; Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5%
dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,- setahun atau Rp 200.000,-
sebulan); dikurangi PTKP. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai:
Penghasilan bruto dikurangi PTKP. (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
250/PMK.03/2008 tanggal 31 desember 2008)
c. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai : Penghasilan bruto dikurangi
PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan.
d. Distributor Multi Level Marketing/direct selling dan kegiatan sejenis;
penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP perbulan.
2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan
pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung
tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau
kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi,
bonus; peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun;
dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan
3. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif PPh 15% dari perkiraan
penghasilan neto
4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai
tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp.150.000 sehari tetapi
dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.320.000,- dan atau tidak
di bayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah
dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp. 150.000.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp.1.320.000,- sebulan, maka
besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan
jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi
360.
5. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua
yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut:
a. 5% dari penghasilan bruto diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp. 50.000.000.
b. 10% dari penghasilan bruto diatas Rp. 50.000.000 s.d. Rp. 100.000.000.
c. 15% dari penghasilan bruto diatas Rp. 100.000.000 s.d.Rp. 200.000.000.
d. 25% dari penghasilan bruto diatas Rp. 200.000.000.
Penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000,- dikecualikan dari pemotongan
6. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium dan
imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan
Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat
final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. II/d kebawah, anggota
TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I Kebawah.
7. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah sejumlah biaya tertentu dari
penghasilan netto wajib pajak orang pribadi yang tidak dikenakan PPh berdasarkan
Undang-Undang PPh. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak orang pribadi tidak
sama atau berbeda, Hal ini dipengaruhi :
a. Status wajib pajak, sudah kawin atau belum kawin,
b. Keadaan isteri, menerima penghasilan atau tidak menerima penghasilan,
c. Banyaknya tanggungan keluarga, maksimal 3(tiga) orang.
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak menurut Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan Pasal 7 ayat 1 adalah sebagai berikut :
a. Rp. 15.840.000,- (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk
diri wajib pajak orang pibadi,
b. Rp. 1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk
wajib pajak yang kawin,
c. Rp. 15.840.000,- (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah)
d. Rp. 1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta
anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 (tiga) orang
untuk setiap keluarga.
Saat yang menentukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) adalah awal Tahun Pajak saat mulainya menjadi subjek pajak dalam
negeri dalam satu tahun pajak.
Atau dapat dilihat pada tabel berikut ini
No. Keterangan Setahun
1 Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Rp. 15.840.000,-
2 Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.320.000,-
3 Tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami.
Rp. 15.840.000,-
4 Tambahan untuk setiap anggota keturunan
sedarah semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya,
maksimal 3 orang untuk setiap keluarga
8. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai PPh Pasal 17 Tarif Pajak
Penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi adalah sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,- 15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- 25%
Contoh Penghitungan Pemotongan PPh PasaL 21
1. Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima bulanan Contoh :
Ferdinan adalah pegawai tetap di PT Jaya 1 Januari 2009. Ia memperoleh gaji sebulan
sebesar Rp. 5.000.000,- dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000,- sebulan.
Ferdinan menikah dan mempunyai anak/tanggungan 2 orang (status K/2).
Jawab :
Penghitungan PPh Pasal. 21 terutang
Gaji Sebulan Rp 5.000.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan 5%x Rp 5.000.000 = Rp 250.000
Iuran pensiun Rp 50.000 -
Total Pengurangan Rp 300.000 -
Pengh netto sebulan RP 4.700.000
Pengh. Netto setahun 12 x RP 4.700.000 = Rp 56.400.000
PTKP setahun :
WP sendiri Rp 15.840.000
Tambahan WP kawin Rp 1.320.000
Tanggungan 2 orang Rp 2.640.000 -
Total PTKP Rp 19.800.000 -
PPh Pasal 21 terutang setahun
5% x Rp 36.600.000 = Rp 1.830.000
PPh pasal 21 terutang sebulan
Rp 36.600.000 : 12 = Rp 152.500
2. Penerima Pensiun yang dibayarkan secara bulanan Contoh :
Alfonso status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Serba guna, pensiun tahun 2009.
Tahun 2009 Alfonso menerima pensiun sebulan Rp. 3.000.000,-
Jawab :
Penghitungan PPh Ps. 21 :
Pensiun sebulan Rp 3.000.000
Pengurangan
Biaya Pensiun 5% x 3.000.000 Rp 150.000 -
Penghasilan Netto sebulan Rp 2.850.000
Penghasilan Netto setahun Rp. 2.850.000 x 12 Rp 34.200.000
PTKP(K/1) Rp 18.480.000 -
PKP Rp 15.720.000
PPh Pasal 21 setahun 5% x Rp 15.720.000 = Rp 786.000
3. Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem,Tunjangan Hari Raya atau tahun baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja atau sekali setahun.
Contoh :
David adalah pegawai tetap di PT Cempaka Putih. la memperoleh gaji bulan
Desember Tahun 2009 sebesar Rp. 2.200.000,00 menerima THR sebesar Rp.
600.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,00 sebulan. David
menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0)
Jawab :
PPh Pasal 21 atas gaji dan THR
Penghasilan Bruto setahun 12 x Rp 2.200.000 = Rp 26.400.000
THR Rp 600.000 -
Jumlah Penghasilan Bruto Rp 27.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 27.000.000 = Rp 1.350.000
Iuran pensiun 12 x Rp 25.000 = Rp 300.000 -
Total Pengurangan Rp 1.650.000 -
Penghasilan netto setahun Rp 25.350.000
PTKP (K/0) setahun Rp 17.160.000 -
PKP setahun Rp 8.190.000
PPh Pasal 21 terutang:
PPh Pasal 21 atas gaji
Penghasilan Bruto setahun 12 x Rp 2.200.000 = Rp 26.400.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 26.400.000 = Rp 1350.000
Iuran pensiun 12 x Rp 25.000 = Rp 300.000 -
Total Pengurangan Rp 1.650.000 -
Penghasilan netto setahun Rp 24.750.000
PTKP (K/0) setahun Rp 17.160.000 -
PKP setahun Rp 7.590.000
PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp 7.590.000 = Rp 379.500
Maka PPh Pasal 21 atas THR :
PPh Pasal 21 atas gaji dan THR - PPh Pasal 21 atas gaji
= Rp 409.500 - Rp 379.500
4. Penerima Honorarium atau Pembayaran lain. Contoh :
Erwan seorang penceramah memberikan ceramah pada Peserta Seminar dan
menerima honorarium Rp. 2.000.000,00 pada bulan mei 2009. Penghitungan PPh
Pasal 21 yang dipotong (tarif Pasal 17) Adalah :
Jawab
Dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan
penghasilan bruto
5 % x Rp 2.000.000,00 = Rp 100.000
5. Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas luar asuransi.
Contoh :
Erwin seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Cahaya, dalam bulan April
2009 menerima komisi sebesar Rp. 750.000,00 Pada september 2009.
Jawab :
Dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan
penghasilan bruto
6. Penerima Hadiah atau Penghargaan sehubungan dengan Perlombaan. Contoh:
Rouli pemain tenis yang tinggal di Jakarta, menjadi juara dalam suatu turnamen dan
mendapat hadiah Rp. 40.000.000,00 pada tahun 2009 PPh Pasal 21 yang terutang
atas hadiah turnamen adalah :
Jawab :
Dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan
penghasilan bruto
5 % x Rp 40.000.000,- = Rp 2.000.000,-
7. Honorarium yang diterima tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
Contoh :
Laura seorang arsitek, bulan Maret 2009 menerima honorarium Rp.20.000.000,00
dari PT.Murni sebagai imbalan atas jasa teknik.
Jawab :
Penghitungan PPh Pasal 21 :
Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif PPh 15% dari perkiraan
penghasilan neto
8. Penghasilan atas Upah Harian. Contoh :
Novita pada bulan Agustus 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Seni Karya. la
bekerja sehari sebesar Rp. 500.000
Jawab :
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Upah sehari Rp 500.000
Batas Upah harian yang Tidak di potong PPh Rp 150.000 -
Penghasilan Netto Rp 350.000
PTKP (TK/0) setahun 15.840.000
PTKP (TK/0) sehari 15.840.000 : 360 = Rp 4.400 –
PKP Sehari Rp 345.600
PPh Pasal 21 Sehari
9. Penghasilan berupa uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), dan uang pesangon yang dibayarkan sekaligus oleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan.
Contoh :
Martin bulan Maret 2009 menerima tebusan pensiun dari Dana Pensiun “ X”
Rp90.000.000.
Jawab :
Penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000,- dikecualikan dari pemotongan
pajak.
Penghasilan dikenakan pajak RP 90.000.000 - Rp 25.000.000 = Rp 65.000.000,
PPh Pasal 21 terutang:
5% x Rp. 65.000.000,00 = Rp. 3.250.000,-
E. Data Pajak Penghasilan Pasal 21
Untuk mengetahui besarnya realisasi dari penerimaan PPh Pasal 21 dari tahun
ke tahun dapat dilihat pada tabel dibawah ini (dari tahun 2005-2008)
Tabel
Realisasi peenerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Kantor Pelayanan Pajak medan polonia
(dalam Rupiah)
Tahun Anggaran Terget Realisasi Penerimaan
PPh Pasal 21
2005 66.770.400.000 82.613.598.201
2006 112.713.443.410 91.411.720.000
2007 73.629.000.000 133.922.651.976
2008 96.715.140.000 87.516.976.648
Berdasrkan pada tabel di atas, realisasi penerimaan dalam tahun anggaran
2005 yaitu Rp 82.613.598.201 dimana target yang telah ditetapkan semula adalah
sebesar Rp 66.770.400.000. target yang telah ditetapkan tersebut tercapai melebihi
[image:57.595.112.511.329.554.2]Untuk tahun 2006, target penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar
Rp 112.713.443.410 dan realisasi penerimaannya hanya mencapai Rp 91.411.720.000
atau dengan kata lain realisasi penerimaannya tidak mencapai target akan tetapi
realisasi penerimaannya meningkat dari tahun sebelumnya.
Untuk tahun 2007 realisasi penerimaan PPh Pasal 21 yaitu sebesar
Rp.133.922.651.976 dimana target yang telah ditetapkan semula adalah sebesar
Rp.73.629.000.000. target yang telah ditetapkan tersebut tercapai melebihi target
yang telah ditetapkan.
Untuk tahun 2008, target penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp
96.715.140.000 dan realisasi penerimaannya hanya mencapai Rp 87.516.976.648 atau
dengan kata lain realisasi penerimaannya tidak mencapai target hal itu dikarenakan
pembedaan sistem dan struktur organisaasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Polonia. Dimana Wajib Pajak Besar dan atau Pengusaha Kena Pajak yang
sebelumnya berada di wilayah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI
A. Prosedur Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan
penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan
dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh
pegawai dipotong oleh perusahaan dimana dia bekerja).
Prosedur pemotongan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut :
1. Pemotong PPh Pasal 21 dan Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2. Pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai wajib membuat surat
pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender
atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan
PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong Pajak pada saat mulai
bekerja atau mulai pensiun.
3. Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga pegawai, penerima pensiun
berkala dan bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan baru dan
menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai
4. Pemotong PPh Pasal 21 wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan
melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan kalender.
5. Pemotong PPh Pasal 21 dan wajib membuat catatan atau kertas kerja
perhitungan PPh Pasal 21 dan untuk masing‐masing penerima penghasilan, yang
menjadi dasar pelaporan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak dan
wajib menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
6. Pemotong PPh Pasal 21 wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21
memberikan bukti pemotongan tersebut kepada penerima penghasilan yang
dipotong pajak.
7. Bentuk formulir pemotongan PPh Pasal 21 ditetapkan dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh Direktur Jendral Pajak
untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan
kenaikan 100% dari pajak yang terutang.
B. Prosedur Penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
1. Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos, Bank Badan Usaha
Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau bank-bank lain yang
ditunjuk oleh Direktur Jendral Anggaran,
2. Pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral
Pajak,
3. Pajak penghasilan Pasal 21 harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan takwim
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir,
4. Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran bertepatan dengan hari
libur maka pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
5. Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh Pasal
21 dan yang terutang, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan
dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya melalui Surat
Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21.
C. Prosedur Pelaporan Atas Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
Adapun pelaksanaan prosedur pelaporan atas pemotongan pajak penghasilan
pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia adalah sebagai berikut :
1. Wajib pajak datang ke Kantor Pelayanan Pajak ke bagian Tempat Pelayanan
Terpadu (TPT) dengan membawa Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak
2. Petugas dibagian TPT menerima Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 21
dari wajib pajak,
3. Petugas membuat tanda terima SPT Masa Pasal 21 yang diterima wajib pajak
dalam bentuk Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD),
4. Petugas dibagian TPT membuat pengantar pengiriman SPT Masa Pajak
Penghasilan Pasal 21 ke seksi pemotongan dan pemungutan,
5. Petugas menerima berkas SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterima dari
petugas TPT dengan memaraf tanda terima pengiriman berkas yang diberikan
petugas TPT.
6. Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21
untuk setiap bulan kalender tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong
pada bulan yang bersangkutan nihil.
Batas waktu pelaporan SPT Masa Pajak penghasilan Pasal 21 paling lambat
tanggal 20 bulan berikut sedangkan batas waktu pelaporan SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Pasal 21 yaitu tanggal 31 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau
D. Analisis dan Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Prosedur Pemotongan, Penyetoran
dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Polonia
1. Faktor Eksternal dan Internal Dalam Upaya Memberikan Penyuluhan Mengenai
Prosedur Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia selalu berusaha untuk
meningkatkan kinerja penyelenggaraan dan penyuluhan mengenai Prosedur
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 termasuk
penyempurnaan sarana dan prasarana, Tata Usaha Perpajakan maupun urusan
perpajakan lainnya sehingga dengan demikian diharapkan akan dapat berjalan dengan
baik.
Dalam usaha untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan dan penyuluhan
mengenai Prosedur Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal
21 ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Polonia yang dapat dikelompokkan dalam dua faktor yaitu faktor eksternal
dan internal.
A. Faktor Eksternal
Faktor eksternal organisasi mempunyai berbagai peluang yang ada untuk
mencapai tujuan organisasi yang diharapkan, yaitu :
a. Adanya Undang‐Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
kali dengan Undang‐Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan
b. Adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 yang merupakan suatu landasan hukum yang harus dipedomani dalam
pengelolaan Pajak Penghasilan
c. Tersedianya program kerja yang memadai merupakan suatu sasaran kegiatan yang
sudah terencana untuk dijadikan acuan bagi pelaksanaan tugas secara optimal
d. Pertumbuhan ekonomi wilayah yang stabil
e. Pemanfaatan teknologi dan sistem informasi
2. Ancaman (threaths)
Dari faktor eksternal selain adanya peluang juga terdapat ancaman yang
dapat merugikan organisasi yaitu :
a. Kesadaran sebagian wajib pajak masih rendah dalam membayar pajak dan
seolah‐olah tidak mau tahu akan besarnya pajak terutang yang