• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja Dengan Etos Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja Dengan Etos Kerja"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Hubungan Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja

Dengan Etos Kerja

ABSTRAK

Pegawai Negeri Sipil sebagai motor dalam pembangunan nasional di dalam bidang pemerintahan merupakan roda penggerak kegiatan terkait dengan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat. Secara langsung, kualitas kinerja yang ditampilkan oleh Pegawai Negeri Sipil akan menunjukkan seberapa baik etos kerja dari pegawai di dalam institusi tersebut.

Kualitas kinerja dari individu umumnya ditentukan oleh banyak hal, mulai dari kompensasi yang diterimanya sampai kondisi lingkungan tempat individu tersebut bekerja. Secara umum, kondisi-kondisi ini sering disebut dengan Persepsi Terhadap Kehidupan Kerja. Secara sedehana dapat dijelaskan bahwa ketika kondisi-kondisi ini terpenuhi maka akan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan etos kerja dari individu tersebut.

Penelitian ini berusaha melihat apakah ada hubungan antara etos kerja yang dimiliki seorang PNS sebagai salah satu motor pembangunan nasional dengan persepsi yang dimilikinya terhadap kehidupan kerja. Etos kerja PNS diukur dengan menggunakan skala etos kerja yang dikonstrak dengan menggunakan teori etos kerja yang dikemukakan oleh Petty (1993). Sementara itu persepsi PNS terhadap kualitas kehidupan bekerjanya diukur dengan menggunakan skala kualitas kehidupan bekerja yang dikonstrak dengan menggunakan teori Walton (dalam Kossen, 1986). Penyusunan skala ini menggunakan metode Likert.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ialah PNS di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi NAD yang berjumlah 100 orang subjek. Teknik pengambilan sampel yang digunakan ialah simple random sampling dan diolah dengan menggunakan analisis korelasi Pearson Product Moment guna melihat apakah ada hubungan antara variabel-variabel tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara kedua variabel tersebut sebesar r= 0.509 dengan p= 0.000. artinya terdapat hubungan yang cukup signifikan antara persepsi PNS terhadap kualitas kehidupan kerjanya dengan etos kerja.

(3)

Perceptions of Life Quality of Working Relationships civil servants With Work Ethic

ABSTRACT

Civil Servants as a motor in national development in the field of government activity is a drive wheel associated with public services provided by governments that are directly in contact with the public By default, the quality of performance displayed by the Civil Service will show how well the work ethic of employees within the institution.

The quality of individual performance is generally determined by many things, ranging from the receipt of compensation until the environmental conditions where the individual is working. In general, these conditions are often referred to by Perception on Working Life. It can be explained that when these conditions are fulfilled, it will have a significant effect on improving the work ethic of the individual.

The research is to see if there is a correlation between work ethic held a civil servant as one of the motor of national development with the perception that it has on the working life. Etos kerja PNS diukur dengan menggunakan skala etos kerja yang dikonstrak dengan menggunakan teori etos kerja yang dikemukakan oleh Petty (1993). Work ethic of civil servants was measured using ethic work scale constructed using the work ethic theory proposed by Petty (1993). Meanwhile, perceptions of civil servants on the quality of working life was measured using a scale of quality of working life dikonstrak constructed using Walton's theory (Kossen, 1986). The preparation of this scale using Likert method.

The sample used in this study is the civil servants in the Ministry of Religious Affairs Regional Office of Aceh Province, amounting to 100 persons subject. The sampling technique used is simple random sampling and processed using Pearson Product Moment correlation analysis to see if there is a relationship between these variables.

The results showed that the correlation coefficient between the two variables of r = 0509 with p = 0.000. Means there is a significant relationship between perception of civil servants on the quality of work life with work ethic.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan

dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara dengan judul : “Hubungan Persepsi Kualitas

Kehidupan Bekerja Dengan Etos Kerja”.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari

berbagai pihak. Bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terima kasih

penulis sampaikan kepada Bapak Ferry Novliadi, M. Si selaku dosen pembimbing

skripsi yang telah sabar memberikan ilmunya, arahannya, dan kerelaannya untuk

meluangkan waktunya membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh sebab

itu penulis mengharapkan saran dan bimbingan dari berbagai pihak untuk

menyempurnakan tulisan ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas

dukungan dan doa dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

Medan, Desember 2010

(5)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... Daftar Tabel ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Etos Kerja... 10

1. Pengertian Etos kerja ... 10

2. Aspek-aspek Etos Kerja ... 12

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Etos Kerja ... 14

B. Persepsi Kualitas KehidupanBekerja... 16

1. Pengertian Kualitas Kehidupan Bekerja ... 16

(6)

C. Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Etos Kerja... 19

D. Hipotesa Penelitian ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 23

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 23

1. Etos Kerja ... 23

2. Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja ... 24

C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel ... 25

1. Populasi dan Sampel ... 25

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 26

3.Jumlah Sampel Penelitian………. 27

D. Instrumen atau Alat ukur ... 27

1. Skala Etos Kerja ... 27

2. Skala Kualitas Kehidupan Bekerja ... 29

E. Uji Coba Alat Ukur ... 30

1. Validitas Alat Ukur ... 30

2. Uji Daya Beda Aitem ... 31

(7)

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 32

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 35

1. Tahap Persiapan ... 35

2. Tahap Pelaksanaan ... 38

3. Tahap Pengolahan Data ... 39

G. Metode Analisa Data ... 39

1. Uji Normalitas ... 39

2. Uji Linieritas ... 39

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Gambaran Subjek Penelitian ... 41

1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 41

2. Pendidikan Terakhir Subjek Penelitian ... 42

B. Hasil Penelitian ... 42

1. Hasil Uji Asumsi Penelitian... 42

2. Hasil Utama Penelitian ... 45

C. Hasil Tambahan Penelitian ... 47

1. Kategorisasi Skor Penelitian ... 47

a. Kategorisasi skor Etos Kerja ... 47

b. Kategorisasi skor Kualitas Kehidupan Bekerja... 49

(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 54

1. Saran praktis ... 54

2. Saran Metodologis ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Etos Kerja Sebelum Uji Coba... 27

Tabel 2. Blue Print Skala Kualitas Kehidupan Bekerja Sebelum Uji Coba.. 28

Tabel 3. Blue Print Skala Etos Kerja Setelah Uji Coba ... 31

Tabel 4. Blue Print Skala Etos Kerja Setelah Uji Coba Untuk Penelitian .... 31

Tabel 5. Blue Print Skala Kualitas Kehidupan Bekerja Setelah Uji Coba.... 32

Tabel 6. Blue Print Skala Kualitas Kehidupan Bekerja Setelah Uji Coba Untuk Penelitian ... 32

Tabel 7. Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin... 38

Tabel 8. Penyebaran subjek berdasarkan Pendidikan Terakhir... 39

Tabel 9. Hasil Uji Normalitas ... 40

Tabel 10. Hasil Uji Linearitas ... 41

Tabel 11. Korelasi antara kualitas kehidupan bekerja dengan etos kerja ... 43

Tabel 12. Hasil analisis regresi... 44

Tabel 13. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Etos kerja ... 45

Tabel 14. Kategori data variabel etos kerja... 46

Tabel 15. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik kualitas kehidupan bekerja ... 46

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

Hubungan Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja

Dengan Etos Kerja

ABSTRAK

Pegawai Negeri Sipil sebagai motor dalam pembangunan nasional di dalam bidang pemerintahan merupakan roda penggerak kegiatan terkait dengan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat. Secara langsung, kualitas kinerja yang ditampilkan oleh Pegawai Negeri Sipil akan menunjukkan seberapa baik etos kerja dari pegawai di dalam institusi tersebut.

Kualitas kinerja dari individu umumnya ditentukan oleh banyak hal, mulai dari kompensasi yang diterimanya sampai kondisi lingkungan tempat individu tersebut bekerja. Secara umum, kondisi-kondisi ini sering disebut dengan Persepsi Terhadap Kehidupan Kerja. Secara sedehana dapat dijelaskan bahwa ketika kondisi-kondisi ini terpenuhi maka akan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan etos kerja dari individu tersebut.

Penelitian ini berusaha melihat apakah ada hubungan antara etos kerja yang dimiliki seorang PNS sebagai salah satu motor pembangunan nasional dengan persepsi yang dimilikinya terhadap kehidupan kerja. Etos kerja PNS diukur dengan menggunakan skala etos kerja yang dikonstrak dengan menggunakan teori etos kerja yang dikemukakan oleh Petty (1993). Sementara itu persepsi PNS terhadap kualitas kehidupan bekerjanya diukur dengan menggunakan skala kualitas kehidupan bekerja yang dikonstrak dengan menggunakan teori Walton (dalam Kossen, 1986). Penyusunan skala ini menggunakan metode Likert.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ialah PNS di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi NAD yang berjumlah 100 orang subjek. Teknik pengambilan sampel yang digunakan ialah simple random sampling dan diolah dengan menggunakan analisis korelasi Pearson Product Moment guna melihat apakah ada hubungan antara variabel-variabel tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara kedua variabel tersebut sebesar r= 0.509 dengan p= 0.000. artinya terdapat hubungan yang cukup signifikan antara persepsi PNS terhadap kualitas kehidupan kerjanya dengan etos kerja.

(12)

Perceptions of Life Quality of Working Relationships civil servants With Work Ethic

ABSTRACT

Civil Servants as a motor in national development in the field of government activity is a drive wheel associated with public services provided by governments that are directly in contact with the public By default, the quality of performance displayed by the Civil Service will show how well the work ethic of employees within the institution.

The quality of individual performance is generally determined by many things, ranging from the receipt of compensation until the environmental conditions where the individual is working. In general, these conditions are often referred to by Perception on Working Life. It can be explained that when these conditions are fulfilled, it will have a significant effect on improving the work ethic of the individual.

The research is to see if there is a correlation between work ethic held a civil servant as one of the motor of national development with the perception that it has on the working life. Etos kerja PNS diukur dengan menggunakan skala etos kerja yang dikonstrak dengan menggunakan teori etos kerja yang dikemukakan oleh Petty (1993). Work ethic of civil servants was measured using ethic work scale constructed using the work ethic theory proposed by Petty (1993). Meanwhile, perceptions of civil servants on the quality of working life was measured using a scale of quality of working life dikonstrak constructed using Walton's theory (Kossen, 1986). The preparation of this scale using Likert method.

The sample used in this study is the civil servants in the Ministry of Religious Affairs Regional Office of Aceh Province, amounting to 100 persons subject. The sampling technique used is simple random sampling and processed using Pearson Product Moment correlation analysis to see if there is a relationship between these variables.

The results showed that the correlation coefficient between the two variables of r = 0509 with p = 0.000. Means there is a significant relationship between perception of civil servants on the quality of work life with work ethic.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan

masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan

kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global (GBHN, 1999).

Tujuannya yaitu mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban

modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi (Undang-Undang Republik

Indonesia No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik

Indonesia No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian).

Salah satu faktor yang penting dalam pengembangan pembangunan nasional

adalah sumberdaya manusia (Prawirosentono, 1994). Hal ini dikarenakan sumber

daya manusialah yang menjadi alat aktif dalam pengelolaan sumber daya alam.

Meskipun sumber daya alam melimpah, tidak menjamin dapat terjadinya

pembangunan yang baik jika diolah oleh pihak-pihak yang tidak memiliki sumber

daya manusia yang baik pula (Prawirosentono, 1994).

Sumber daya manusia dalam hal ini harus siap, mau dan mampu memberikan

(14)

ini tidak hanya organisasi dalam industri atau perusahaan saja, tetapi juga organisasi

dalam berbagai bidang lain seperti politik, pemerintahan, hukum, sosial, budaya,

lingkungan, dan sebagainya (Ndraha, 1999). Negara, ditinjau dari defenisi ini juga

dapat dikategorikan sebagai sebuah organisasi, karena ada suatu usaha yang

dilakukan oleh penduduk untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Sebagai sebuah organisasi, negara memerlukan pelaku-pelaku organisasi

untuk menjalankan organisasinya. Salah satu pelaku organisasi ini adalah Pegawai

Negeri Sipil. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 43 tahun 1999

tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1974

tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri adalah setiap warga negara

Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh

pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi

tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Pegawai Negeri terdiri dari; Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara

Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pegawai

Negeri Sipil terdiri dari; Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil

Daerah.

Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu unsur aparatur negara yang

mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menyelenggarakan tugas-tugas

(15)

Pegawai Negeri yang penuh dedikasi, berkualitas, sadar akan tanggung jawabnya

sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang setia kepada

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Irmayani, 1996).

Menurut Batubara (dalam Yoana, 2004), salah satu kunci kemajuan dan

keberhasilan pembangunan nasional adalah etos kerja. Etos kerja merupakan

komponen primer yang harus dimiliki oleh sumber daya manusia yang berkualitas

(Sinamo, 2002). Jadi, jika Indonesia ingin mencapai pembangunan nasional yang

baik maka etos kerja manusianya perlu dibenahi.

Terdapat banyak definisi tentang etos kerja, salah satunya dikemukakan oleh

Hill (1999) yang mendefinisikan etos kerja sebagai suatu norma budaya yang

mendukung seseorang untuk melakukan dan bertanggung jawab terhadap

pekerjaannya berdasarkan keyakinan bahwa pekerjaan tersebut memiliki nilai

instrinsik. Selanjutnya Harsono dan Santoso (2006) mendefinisikan etos kerja

sebagai semangat kerja yang didasari oleh nilai-nilai atau norma-norma tertentu.

Petty (1993) menyatakan etos kerja adalah karakteristik yang harus dimiliki

pekerja untuk dapat menghasilkan pekerjaan yang maksimal, terdiri dari keahlian

interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan. Keahlian interpersonal berkaitan

dengan bagaimana pekerja berhubungan dengan pekerja lain di lingkungan kerjanya.

Inisiatif merupakan karakteristik yang dapat memfasilitasi seseorang agar terdorong

(16)

yang biasa. Sedangkan dapat diandalkan adalah aspek yang berhubungan dengan

adanya harapan terhadap hasil kerja seorang pekerja dan merupakan suatu perjanjian

implisit pekerja untuk melakukan beberapa fungsi dalam kerja.

Secara umum etos kerja bangsa Indonesia masih cenderung rendah. Hal ini

dapat dilihat dalam hal ketidaktepatan waktu. Seringkali terjadi keterlambatan

memulai suatu acara, keterlambatan jam masuk kerja, keterlambatan jadwal

pemberangkatan alat transportasi atau keterlambatan-keterlambatan lain yang

disebabkan ketidakdisiplinan akan waktu. Disiplin kerja luntur, berakibat pula pada

hal lain, yaitu adanya penyalahgunaan wewenang dan penyelewengan uang negara

(korupsi) (Fitri, 2006).

Hal senada juga dikemukakan oleh Anoraga (2001), namun lebih

dispesifikkan kepada Pegawai Negeri Sipil. Anoraga (2001) menyatakan etos kerja

Pegawai Negeri Sipil di Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dalam

penentuan dan pelaksanaan jam kerja untuk instansi pemerintah. Secara resmi

badan-badan pemerintah, kecuali beberapa bank dan BUMN, mempunyai jam kerja untuk

hari Senin hingga hari Kamis dari pukul 07.00 hingga pukul 14.00, untuk hari Jum’at

mulai pukul 07.00 hingga pukul 11.00, sedangkan untuk hari Sabtu dari pukul 07.00

hingga pukul 13.00. Seluruhnya ada 38 jam per minggu. Namun dalam prakteknya

38 jam itu tidak tercapai. Hal ini dikarenakan banyak Pegawai Negeri Sipil(PNS)

(17)

mulai bekerja pada pukul 07.30 dan sudah meninggalkan tempat bekerjanya sekitar

pukul 13.30, dan pada hari Sabtu bahkan sudah tidak ada di tempat pada pukul 12.30.

Maka dalam praktek kantor-kantor pemerintah, jam kerja yang harusnya 54 jam

hanya berfungsi sekitar 33 jam dalam seminggu. Bentuk-bentuk jam kerja yang

dijadwalkan di atas merupakan gambaran yang menjelaskan karyawan seharusnya

dapat bekerja secara maksimal terhadap organisasi. Sifat kerja keras juga merupakan

salah satu karakteristik etos kerja yang dikemukakan oleh Petty (1993).

Etos kerja juga merupakan semangat kerja yang didasari oleh nilai-nilai atau

norma-norma tertentu (Harsono dan Santoso, 2006). Hal ini sesuai dengan pendapat

Sukriyanto (2000) yang menyatakan bahwa etos kerja adalah suatu semangat kerja

yang dimiliki oleh masyarakat untuk mampu bekerja lebih baik guna memperoleh

nilai hidup mereka. Etos kerja menentukan penilaian manusia yang diwujudkan

dalam suatu pekerjaan.

Menurut Jansen (1992), salah satu karakteristik etos kerja adalah bekerja

dengan penuh tanggung jawab. Bentuk ini merupakan refleksi dari komitmen

organisasi seorang pekerja terhadap organisasi tempat ia bekerja. Komitmen

karyawan memegang peranan penting dalam hal kelangsungan organisasi, dan

sebaliknya ketiadaan komitmen karyawan memang menjadi sumber petaka bagi

(18)

tercermin dalam kinerja karyawan, semakin tinggi komitmen karyawan, maka

kinerjanya akan semakin baik (Steers dan Porter, 1983).

Chiu dan Chen (dalam Hasanbasri, 2007) mengemukakan faktor-faktor

penentu komitmen karyawan terhadap organisasi, antara lain: kepuasan akan imbalan

yang layak, pekerjaan mental yang menantang, kondisi kerja yang mendukung, dan

rekan kerja yang mendukung. Keempat faktor ini penting untuk membentuk kualitas

kehidupan bekerja yang kondusif bagi karyawan (Schermelon, dalam Alwi 2001).

Kualitas kehidupan bekerja merupakan pesepsi seorang pekerja, yaitu

bagaimana pekerja melihat kesejahteraannya, suasana dan pengalamannya dimana ia

bekerja, yang mengacu kepada bagaimana efektifnya lingkungan pekerjaan

memenuhi keperluan-keperluan pribadi pekerja sendiri.

Kualitas kehidupan bekerja didefinisikan oleh Lau & May (1998) sebagai

strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan

tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan

untuk pemberi kerja. Kualitas kehidupan bekerja juga telah dikenal sebagai suatu

konstruk yang bersifat multi dimensi. Beberapa konsep dan perbincangan mengenai

kualitas kehidupan bekerja meliputi keselamatan kerja, sistem penggajian yang baik,

(19)

peningkatan produktivitas organisasi (Havlovic, Straw & Heckscher, Scobel, dalam

Lau & May, 1998).

Konsep mengenai kualitas kehidupan bekerja menurut Cole dkk (2005) telah

digunakan dalam berbagai cara termasuk pendekatan dalam hubungan industri, yang

merupakan suatu metode kerja yang melibatkan pihak pengambil keputusan dan

mengarah pada peningkatan keberhasilan organisasi. Jewell & Siegall (1998) juga

menambahkan bahwa kualitas kehidupan bekerja mengacu pada pengaruh situasi

kerja keseluruhan terhadap seorang individu sehingga tebentuknya etos kerja pada

setiap individu.

Chiu dan Chen (dalam Hasanbasri, 2007) yang mengemukakan faktor-faktor

penentu kualitas kehidupan kerja karyawan terhadap organisasi, antara lain: 1)

kepuasan akan imbalan yang layak, hal ini sesuai dengan hasil survey Work

Indonesia (dalam Human Capital, 2007) bahwa 51 % karyawan di Indonesia tidak

puas dengan gaji yang diberikan perusahaan di tempat mereka bekerja sehingga

karyawan tersebut pindah ke perusahaan lain dengan tawaran gaji yang lebih baik, 2)

pekerjaan mental yang menantang, 3) kondisi kerja yang mendukung, dan 4) rekan

kerja yang mendukung. Knights dan Kennedy (2005) juga menambahkan

faktor-faktor penentu komitmen karyawan terhadap organisasi, yaitu: 5) kepuasan akan

(20)

Human Capital, 2007) bahwa pendorong komitmen karyawan terhadap perusahaan

tempatnya bekerja adalah komunikasi dengan manajemen, 7) kenyamanan bekerja

dan 8) kepuasan akan promosi, hal ini juga sesuai dengan hasil survey Work

Indonesia (dalam Human Capital, 2007) bahwa alasan tertinggi karyawan pindah ke

perusahaan lain adalah kesempatan karir yang kurang baik di perusahaan tempatnya

bekerja. Hal-hal diatas menggambarkan bagaimana persepsi karyawan terhadap

kualitas kehidupan kerjanya di tempat ia bekerja.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu,

apakah ada hubungan antara Persepsi Kualitas kehidupan bekerja dengan etos kerja.

C. TUJUAN PENELITIAN

Sehubungan dengan uraian pada latar belakang dan permasalahan yang

dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

(21)

D. MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi dua manfaat, yaitu: manfaat

secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

pengembagan ilmu Psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan

Organisasi, terutama mengenai kualitas kehidupan bekerja dan etos kerja.

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

instansi-instansi pemerintah supaya lebih memperhatikan kualitas

kehidupan bekerja dan etos kerja Pegawai Negeri Sipil khususnya kantor

Wilayah Departemen Agama Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

b. Diharapkan dapat menjadi acuan bagi pegawai untuk meningkatkan etos

kerja jika etos kerjanya masih rendah.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Proposal penelitian ini disusun dalam sistematika sebagai berikut:

(22)

Bab ini akan menyajikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika

penulisan.

Bab II Landasan Teori

Bab ini menyajikan tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan

masalah. Adapun teori-teori yang dimuat adalah definisi etos kerja,

aspek-aspek etos kerja, faktor-faktor yang mempengaruhi etos kerja, definisi

kualitas kehidupan bekerja, kriteria kualitas kehidupan bekerja, aspek kualitas

kehidupan bekerja dan Hipotesis penelitian.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini akan menjelaskan metode penelitian yang digunakan oleh peneliti

dalam hal ini adalah metode penelitian kuantitatif, identifikasi variabel

penelitian, definisi operasional, populasi, sampel, metode pengambilan

sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item dan reliabilitas alat

ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data

penelitian.

Bab IV Analisa data dan pembahasan

Dalam analisa data akan dipaparkan mengenai hasil deskripsi data penelitian,

(23)

data-data masukan atau data-data-data-data tambahan dari statistik, serta pembahasan

mengenai hasil penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Dalam kesimpulan terdapat jawaban atas masalah yang diajukan. Kesimpulan

dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data, dan saran dibuat dengan

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. ETOS KERJA

1. Pengertian Etos Kerja

Berdasarkan kamus Webster (2007), “etos” didefinisikan sebagai keyakinan

yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok, atau

institusi. Jadi, etos kerja dapat diartikan sebagai doktrin tentang kerja yang diyakini

oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang mewujud nyata

secara khas dalam perilaku kerja mereka (Sinamo, 2002).

Banyak tokoh lain yang menyatakan defenisi dari etos kerja. Salah satunya

ialah Harsono dan Santoso (2006) yang menyatakan etos kerja sebagai semangat

kerja yang didasari oleh nilai-nilai atau norma-norma tertentu. Hal ini sesuai dengan

pendapat Sukriyanto (2000) yang menyatakan bahwa etos kerja adalah suatu

semangat kerja yang dimiliki oleh masyarakat untuk mampu bekerja lebih baik guna

memperoleh nilai hidup mereka. Etos kerja menentukan penilaian manusia yang

diwujudkan dalam suatu pekerjaan.

Selanjutnya, Hill (1999) menyatakan etos kerja adalah suatu norma budaya

(25)

pekerjaannya berdasarkan keyakinan bahwa pekerjaan tersebut memiliki nilai

instrinsik. Berdasarkan pendapat tokoh diatas, dapat dilihat bahwa etos kerja erat

kaitannya dengan nilai-nilai yang dihayati secara intrinsik oleh seseorang. Hal ini

diperkuat oleh Hitt (dalam Boatwright & Slate, 2000) yang menyamakan etos kerja

sebagai suatu nilai dan menyatakan bahwa gambaran etos kerja seseorang merupakan

gambaran dari nilai-nilai yang dimilikinya yang berfungsi sebagai panduan dalam

tingkah lakunya.

Cherrington (dalam Boatwright & Slate, 2000) menyimpulkan etos kerja

dengan lebih sederhana yaitu etos kerja mengarah kepada sikap positif terhadap

pekerjaan. Ini berarti bahwa seseorang yang menikmati pekerjaannya memiliki etos

kerja yang lebih besar dari pada seseorang yang tidak menikmati pekerjaannya.

Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Anoraga (2001) yang menyatakan etos

kerja adalah suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau suatu umat terhadap kerja.

Jika pandangan dan sikap itu melihat kerja sebagai suatu hal yang luhur untuk

eksistensi manusia, maka etos kerja akan tinggi. Sebaliknya, jika melihat kerja

sebagai suatu hal yang tidak berarti untuk kehidupan manusia, apalagi kalau sama

sekali tidak ada pandangan dan sikap terhadap kerja, maka etos kerja itu dengan

(26)

Subekti (dalam Kusnan, 2004) menambahkan, suatu individu atau kelompok

masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila menunjukkan

tanda-tanda sebagai berikut:

a. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia.

b. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi

eksistensi manusia.

c. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia.

d. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus

sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita.

e. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.

Selanjutnya Petty (1993) menyatakan etos kerja sebagai karakteristik yang

harus dimiliki pekerja untuk dapat menghasilkan pekerjaan yang maksimal yang

terdiri dari keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan.

Defenisi etos kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah defenisi etos

kerja yang dikemukakan oleh Petty (1993), yang menyatakan etos kerja sebagai

karakteristik yang harus dimiliki pekerja untuk dapat menghasilkan pekerjaan yang

maksimal yang terdiri dari keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan.

(27)

Menurut Petty (1993), etos kerja memiliki tiga aspek atau karakteristik, yaitu

keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan.

a. Keahlian interpersonal

Keahlian interpersonal adalah aspek yang berkaitan dengan hubungan kerja

dengan orang lain atau bagaimana pekerja berhubungan dengan pekerja lain di

lingkungan kerjanya. Keahlian interpersonal meliputi kebiasaan, sikap, cara,

penampilan dan perilaku yang digunakan individu pada saat berada di sekitar orang

lain serta mempengaruhi bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain.

Indikator yang digunakan untuk mengetahui keahlian interpersonal seorang

pekerja adalah meliputi karakteristik pribadi yang dapat memfasilitasi terbentuknya

hubungan interpersonal yang baik dan dapat memberikan kontribusi dalam

performansi kerja seseorang, dimana kerjasama merupakan suatu hal yang sangat

penting.

Terdapat 17 sifat yang dapat menggambarkan keahlian interpersonal seorang

pekerja (Petty, 1993), yaitu: sopan, bersahabat, gembira, perhatian, menyenangkan,

kerjasama, menolong, disenangi, tekun, loyal, rapi, sabar, apresiatif, kerja keras,

rendah hati, emosi yang stabil, dan keras kemauan.

b. Inisiatif

Inisiatif merupakan karakteristik yang dapat memfasilitasi seseorang agar

(28)

dengan kinerja yang biasa. Aspek ini sering dihubungkan dengan situasi di tempat

kerja yang tidak lancar. Hal-hal seperti penundaan pekerjaan, hasil kerja yang buruk,

kehilangan kesempatan karena tidak dimanfaatkan dengan baik dan kehilangan

pekerjaan, dapat muncul jika individu tidak memiliki inisiatif dalam bekerja (Petty,

1993).

Terdapat 16 sifat yang dapat menggambarkan inisiatif seorang pekerja (Petty,

1993) yaitu: cerdik, produktif, banyak ide, berinisiatif, ambisius, efisien, efektif,

antusias, dedikasi, daya tahan kerja, akurat, teliti, mandiri, mampu beradaptasi, gigih,

dan teratur.

c. Dapat diandalkan

Dapat diandalkan adalah aspek yang berhubungan dengan adanya harapan

terhadap hasil kerja seorang pekerja dan merupakan suatu perjanjian implisit pekerja

untuk melakukan beberapa fungsi dalam kerja. Seorang pekerja diharapkan dapat

memuaskan harapan minimum perusahaan, tanpa perlu terlalu berlebihan sehingga

melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya. Aspek ini merupakan salah satu hal yang

sangat diinginkan oleh pihak perusahaan terhadap pekerjanya.

Terdapat 7 sifat yang dapat menggambarkan seorang pekerja yang dapat

diandalkan (Petty, 1993), yaitu: mengikuti petunjuk, mematuhi peraturan, dapat

(29)

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan terdapat tiga aspek etos

kerja yaitu keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja

Terdapat beberapa faktor internal yang mempengaruhi etos kerja, yaitu:

a. Usia

Menurut hasil penelitian Buchholz’s dan Gooding’s, pekerja yang berusia di

bawah 30 tahun memiliki etos kerja lebih tinggi daripada pekerja yang berusia diatas

30 tahun (dalam Boatwright & Slate, 2000).

b. Jenis kelamin

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Boatwright dan Slate (2000), wanita

memiliki etos kerja yang lebih tinggi dari pada pria.

c. Latar belakang pendidikan

Hasil penelitian Boatwright dan Slate (2000) menyatakan bahwa etos kerja

tertinggi dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan S1 dan terendah

dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan SMU.

d. Lama bekerja

Menurut penelitian Boatwright dan Slate (2000) mengungkapkan bahwa

(30)

daripada yang bekerja dibawah 1 tahun. Semakin lama individu bekerja, semakin

tinggilah kemungkinan individu untuk memperoleh kesempatan untuk

mengembangkan dan menggunakan kapasitasnya dan memperoleh peluang untuk

pertumbuhan dan mendapatkan jaminan. Kedua hal diatas akan membentuk persepsi

seseorang terhadap kualitas kehidupan bekerjanya (Walton, dalam Kossen 1986).

Selain faktor-faktor internal di atas, terdapat pula faktor eksternal yang

mempengaruhi etos kerja karyawan yaitu :

a. Budaya

Masyarakat yang memiliki system budaya maju akan memiliki etos kerja

yang lebih tinggi daripada masyarakat yang memiliki system budaya yang tidak maju

(Rosmiani, 1996).

b. Sosial Politik

Etos kerja yang dimiliki suatu masyarakat sangat tergantung kepada ada

tidaknya sturktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat

menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh (Soewarso, Subagyo dan Utomo,

dalam Rosmiani 1996).

c. Kondisi Lingkungan Geografis

Lingkungan alam yang mendukung, mempengaruhi manusia yang ada di

dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan

(31)

lingkungan tersebut (Suryawati, Dharmika, Namiarthi, Putri dan Weda, dalam

Rosmiani, 1996). Kondisi lingkungan inilah yang akan mempengaruhi bagaimana

persepsi seseorang terhadap kualitas kehidupan bekerjanya. (Walton, dalam Kossen

1986).

d. Struktur Ekonomi

Tinggi rendahnya etos kerja yang dimiliki masyarakat, dipengaruhi oleh ada

atau tidaknya stuktur ekonomi yang mampu memberikan insentif bagi anggota

masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan

penuh (Soewarso, Subagyo dan Utomo, dalam Rosmiani,1996).

B. Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja

1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja

Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang meliputi

beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan dan karier

peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam pengambilan-keputusan (Lau & Bruce

dalam Considine & Callus, 2001).

Jewell dan Siegall (1998) mengemukakan bahwa berbagai macam komponen

dari kesejahteraan karyawan secara umum yang lebih penting adalah lingkungan

kerja yang aman dan sehat, hubungan yang baik dengan supervisor, dukungan dan

(32)

individu, derajat kepuasan dengan situasi kerja, dan kesempatan untuk bertumbuh

dan pengembangan pribadi jika diperlukan. Istilah yang digunakan untuk

menjelaskan hasil interaksi individu, pekerjaan, organisasi global dan multidimensi

ini adalah kualitas kehidupan bekerja.

Menurut Lau dan May (1998) kualitas kehidupan bekerja didefinisikan

sebagai strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan

dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta

keuntungan untuk pemberi kerja. Sedangkan Walton (dalam Kossen, 1986)

mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja terhadap

suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka.

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa

kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan, suasana

dan pengalaman pekerja di tempat mereka bekerja, yang mengacu kepada bagaimana

efektifnya lingkungan pekerjaan memenuhi keperluan-keperluan pribadi pekerja.

2. Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja

Walton (dalam Kossen, 1986) mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja

adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja

mereka. Suasana pekerjaan yang dimaksudkan adalah berdasarkan kepada delapan

(33)

a. Kompensasi yang mencukupi dan adil

Gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang

diterima umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan

mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain

dalam posisi yang sama.

b. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat

Individu tidak ditempatkan kepada keadaan yang dapat membahayakan fisik dan

kesehatan mereka, waktu kerja mereka juga sesuai dengan jadwal yang telah

ditetapkan. Begitu juga umur adalah sesuai dengan tugas yang

dipertanggungjawabkan kepada mereka.

c. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia

Pekerja diberi autonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan berbagai

kemahiran, mereka juga diberi tujuan dan perspektif yang diperlukan tentang tugas

yang akan mereka lakukan. Pekerja juga diberikan kebebasan bertindak dalam

menjalankan tugas yang diberikan, dan pekerja juga terlibat dalam membuat

perencanaan.

d. Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan

Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan

mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu dapat

(34)

peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan serta mendapatkan

jaminan terhadap pendapatan.

e. Integrasi sosial dalam organisasi pekerjaan

Individu tidak dilayani dengan sikap curiga, mengutamakan konsep egalitarianism,

adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, merasa bagian dari suatu tim, mendapat

dukungan dari kelompok-kelompok primer dan terdapat rasa hubungan

kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan.

f. Hak-hak karyawan.

Hak peribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan kebebasan

bersuara dan terwujudnya pelayanan yang adil.

g. Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan

Kerja juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan

seseorang. Selain berperan di lingkungan kerja, individu juga mempunyai peranan

di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau bapak dan ibu atau isteri

yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.

h. Tanggung jawab sosial organisasi

Organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi haruslah mementingkan

pengguna dan masyarakat secara keseluruhan semasa menjalankan aktivitasnya.

Organisasi yang mengabaikan peranan dan tanggung jawab sosialnya akan

(35)

C. Hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan etos kerja.

Etos kerja merupakan semangat kerja yang didasari oleh nilai-nilai atau

norma-norma tertentu yang mendatangkan semangat kerja lebih baik guna

memperoleh nilai dalam pekerjaan (Harsono dan Santoso ,2006 dan Sukriyanto

(2000). Etos kerja menentukan penilaian manusia yang diwujudkan dalam suatu

pekerjaan apakah bernilai baik atau tidak.

Etos kerja juga merupakan suatu norma budaya yang mendukung seseorang

untuk melakukan dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya berdasarkan

keyakinan bahwa pekerjaan tersebut memiliki nilai instrinsik (Hill, 1999).

Berdasarkan pendapat tokoh diatas, dapat dilihat bahwa etos kerja erat kaitannya

dengan nilai-nilai yang dihayati secara intrinsik oleh seseorang. Hal ini diperkuat

oleh Hitt (dalam Boatwright & Slate, 2000) yang menyamakan etos kerja sebagai

suatu nilai dan menyatakan bahwa gambaran etos kerja seseorang merupakan

gambaran dari nilai-nilai yang dimilikinya yang berfungsi sebagai panduan dalam

tingkah lakunya.

Menurut jansen (1992), salah satu karakteristik etos kerja adalah bekerja

dengan penuh tanggung jawab. Bentuk ini merupakan refleksi dari komitmen

(36)

karyawan memegang peranan penting dalam hal kelangsungan organisasi, dan

sebaliknya ketiadaan komitmen karyawan memang menjadi sumber petaka bagi

kelangsungan organisasi (Gross, 1996). Komitmen karyawan terhadap perusahaan

tercermin dalam kinerja karyawan, semakin tinggi komitmen karyawan, maka

kinerjanya akan semakin baik (Steers dan Porter, 1983).

Menurut Boatwright dan Slate (2000), semakin lama individu bekerja,

semakin tinggilah etos kerja yang ia miliki. Semakin lama individu bekerja, maka

semakin tinggilah kemungkinan individu untuk memperoleh kesempatan untuk

mengembangkan dan menggunakan kapasitasnya dan memperoleh peluang untuk

pertumbuhan dan mendapatkan jaminan. Kedua hal diatas akan membentuk persepsi

seseorang terhadap kualitas kehidupan bekerjanya (Walton, dalam Kossen 1986).

Faktor-faktor penentu komitmen karyawan terhadap organisasi, antara lain:

kepuasan akan imbalan yang layak, pekerjaan mental yang menantang, kondisi kerja

yang mendukung, dan rekan kerja yang mendukung (Chiu dan Chen, dalam

Hasanbasri, 2007). Ketiga faktor ini penting untuk membentuk kualitas kehidupan

bekerja yang kondusif bagi karyawan (Schermelon, dalam Alwi 2001).

Kualitas kehidupan bekerja merupakan pesepsi seorang pekerja, yaitu

(37)

bekerja, yang mengacu kepada bagaimana efektifnya lingkungan pekerjaan

memenuhi keperluan-keperluan pribadi pekerja sendiri.

Kualitas kehidupan bekerja didefinisikan oleh Lau & May (1998) sebagai

strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan

tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan

untuk pemberi kerja. Kualitas kehidupan bekerja juga telah dikenal sebagai suatu

konstruk yang bersifat multi dimensi. Beberapa konsep dan perbincangan mengenai

kualitas kehidupan bekerja meliputi keselamatan kerja, sistem penggajian yang baik,

upah yang tinggi, kesempatan untuk berkembang, keterlibatan para pekerja, dan

peningkatan produktivitas organisasi (Havlovic, Straw & Heckscher, Scobel, dalam

Lau & May, 1998). Konsep-konsep di ataslah yang akan mempengaruhi etos kerja

karyawan terhadap pekerjaan yang ia lakukan.

Dalam penelitian ini akan dilihat sejauh mana hubungan antara kualitas

kehidupan bekerja dengan etos kerja yang dimiliki pekerja.

D. Hipotesa Penelitian

Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian, terlebih dahulu perlu

diidentifikasikan variabel-variabel penelitian. Variabel yang dipakai dalam penelitian

ini adalah :

Variabel Tergantung : Etos kerja

Variabel Bebas : Persepsi Kualitas kehidupan bekerja

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

1. Etos Kerja

Etos kerja adalah karakteristik yang harus dimiliki pekerja untuk dapat

menghasilkan pekerjaan yang maksimal yang terdiri dari keahlian interpersonal,

inisiatif, dan dapat diandalkan. Etos kerja ini diukur dengan menggunakan skala yang

disusun berdasarkan teori etos kerja oleh Petty (1993) yang akan mengukur

aspek-aspek etos kerja yang terdiri dari aspek-aspek kehlian interpersonal, Inisiatif, dan dapat

diandalkan.

(39)

Keahlian interpersonal berkaitan dengan kemampuan pekerja berhubungan

dengan pekerja lain di lingkungan kerjanya. Terdapat 17 sifat yang dapat

menggambarkan keahlian interpersonal seorang pekerja yaitu: sopan, bersahabat,

gembira, perhatian, menyenangkan, kerjasama, menolong, disenangi, tekun,

loyal, rapi, sabar, apresiatif, kerja keras, rendah hati, emosi yang stabil, dan

keras kemauan.

b. Inisiatif

Inisiatif merupakan karakteristik pekerja yang tidak merasa puas dengan

kinerja yang biasa. Terdapat 16 sifat yang dapat menggambarkan inisiatif seorang

pekerja, yaitu: cerdik, produktif, banyak ide, berinisiatif, ambisius, efisien,

efektif, antusias, dedikasi, daya tahan kerja, akurat, teliti, mandiri, mampu

beradaptasi, gigih, dan teratur.

c. Dapat diandalkan

Dapat diandalkan merupakan suatu perjanjian implisit pekerja untuk

melakukan beberapa fungsi dalam kerja. Terdapat 7 hal yang dapat

menggambarkan seorang pekerja yang dapat diandalkan, yaitu: mengikuti

petunjuk, mematuhi peraturan, dapat diandalkan, dapat dipercaya, berhati-hati,

(40)

Total skor pada skala ini menunjukkan tingkat etos kerja individu. Total skor

yang tinggi menunjukkan etos kerja yang tinggi pada individu dan sebaliknya total

skor yang rendah pada skala ini menunjukkan etos kerja yang rendah pada individu.

2. Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja

Kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan,

suasana dan pengalaman mereka di tempat kerja, yang mengacu kepada bagaimana

efektifnya perusahaan dapat memenuhi keperluan-keperluan pribadi pekerja.

Kualitas kehidupan bekerja diukur dengan menggunakan skala yang disusun

berdasarkan delapan kriteria kualitas kehidupan bekerja dari Walton (dalam Kossen,

1986), yaitu: kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi-kondisi kerja yang aman

dan sehat, kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia,

peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, integrasi social dalam

organisasi pekerjaan, hak-hak karyawan, pekerja dan ruang hidup secara

keseluruhan, dan tanggung jawab sosial organisasi. Semakin tinggi nilai skala

kualitas kehidupan bekerja maka semakin tinggi kualitas kehidupan bekerja individu.

Demikian sebaliknya, semakin rendah nilai skala kualitas kehidupan bekerja yang

diperoleh maka semakin rendah kualitas kehidupan bekerja individu tersebut.

(41)

Masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah

satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah objek, gejala atau

kejadian yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan

yang diperoleh dari sampel penelitian itu akan digeneralisasikan (Hadi, 2002).

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi

dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat

yang sama. Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang

jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu

sifat yang sama (Hadi, 2000).

Populasi pada penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil Kantor Wilayah

Departemen Agama Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sampel yang digunakan

pada penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil Kantor Wilayah Departemen Agama

Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Menurut Hadi (2000) syarat utama agar hasil penelitian dapat

digeneralisasikan maka sebaiknya sampel penelitian harus benar-benar

mencerminkan keadaan populasinya atau dengan kata lain harus benar-benar

(42)

2. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel atau sampling berarti mengambil suatu bagian dari

populasi sebagai wakil (representasi) dari populasi itu. Sedangkan teknik sampling

adalah teknik yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan

menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai dan dengan

memperhatikan sifat-sifat serta penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang

benar-benar mewakili populasi (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah simple random sampling, yaitu dengan mengambil secara acak

sejumlah subjek dari populasi yang ingin diteliti (Hadi, 2000).

3. Jumlah Sampel Penelitian

Mengenai jumlah sampel tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal

sampel penelitian, seperti yang dikatakan Siegel (1997) bahwa kekuatan tes statistik

meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Jumlah total dalam

penelitian 100 orang dan diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat-sifat

populasinya.

(43)

Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian

dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2002). Data penelitian ini

diperoleh dengan menggunakan metode skala.

Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat

ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang

menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2000).

Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert. Penskalaan ini

merupakan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons

sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar, 2000).

1. Skala Etos Kerja

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan skala psikologi yang berbentuk skala Likert dengan beberapa

pilihan, yaitu dengan cara menyebarkan skala yang berisi daftar pertanyaan yang

telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga subjek penelitian dapat

mengisi dengan mudah (Azwar, 2000).

Hadi (2000) mengemukakan bahwa skala psikologis mendasarkan diri pada

laporan-laporan pribadi (self report). Selain itu skala psikologis memiliki kelebihan

dengan asumsi sebagai berikut :

(44)

2. Apa yang dikatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya

3. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sama dengan apa

yang dimaksud peneliti.

Skala sikap yang digunakan dalam mengukur etos kerja ini menggunakan

model skala Likert yang berjumlah 42 aitem yang terdiri dari aitem favorable dan

unfavorable, dengan menggunakan lima pilihan jawaban yaitu : Sangat Tidak Sesuai

(STS), Tidak Sesuai (TS), Netral (N), Sesuai (S) Sangat Sesuai (SS), Pemberian skor

untuk skala ini bergerak dari 1 sampai 5 untuk aitem favorable, sedangkan untuk

aitem unfavorable bergerak dari 5 sampai 1.

Tabel 1.

Blue Print Skala Etos Kerja Sebelum Uji Coba

No Aspek Etos kerja Aitem Total

3. Dapat diandalkan 4,8,17,20,26,32, 34 1,12,21,30 11

Total 25 17 42

2. Skala Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja

Skala ini digunakan untuk mengungkap Persepsi kualitas kehidupan bekerja

(45)

kriteria kualitas kehidupan bekerja dari Walton (dalam Kossen, 1986), yaitu:

kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat,

kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia, peluang

untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, integrasi social dalam organisasi

pekerjaan, hak-hak karyawan, pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan, dan

tanggung jawab sosial organisasi.

Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan

mendukung dan tidak mendukung, dimana subjek diberikan lima alternatif pilihan

yaitu: Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Netral (N), Sesuai (S) Sangat

Sesuai (SS), Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari 1 sampai 5 untuk aitem

favorable, sedangkan untuk aitem unfavorable bergerak dari 5 sampai 1. Skor skala

ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka semakin tinggi Persepsi

kualitas kehidupan bekerja.

Tabel 2.

Blue Print Skala Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja Sebelum Uji Coba

No Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja Aitem Total

Favourable Unfavourable

1. Kompensasi yang mencukupi dan adil 3,12,28 2,20,40 6

2. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan

sehat

(46)

3. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia

14,26,38 19,34 5

4 Peluang untuk pertumbuhan dan

mendapatkan jaminan

1,8 6,32 4

5 Integrasi social dalam organisasi

pekerjaan

8 Tanggung jawab social organisasi 11,27,36 5,22 5

Total 22 18 40

E. UJI COBA ALAT UKUR

Tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat

ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat

ukur menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2006). Uji coba skala dilakukan

dengan menyebarkan skala kepada responden uji coba yang memiliki karakteristik

hampir sama dengan karakteristik subjek penelitian. Berdasarkan daya beda item

dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment yang diperoleh

melalui analisa data dengan menggunakan SPSS version 17.0 for windows. Item yang

memiliki daya beda cukup tinggi akan dihitung reliabilitasnya dengan menggunakan

(47)

daya beda cukup tinggi dan reliabel akan digunakan untuk mengukur etos kerja dan

kualitas kehidupan kerja.

1. Validitas Alat Ukur

Azwar (2000) mendefinisikan validitas tes atau validitas alat ukur adalah

sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudkannya untuk diukur, artinya

derajat fungsi mengukurnya suatu tes atau derajat kecermatan suatu tes. Untuk

mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur

berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content validity).

Validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item yang dilihat dari isinya

dapat mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Validitas isi alat ukur

ditentukan melalui pendapat professional (professional judgement) dalam proses

telaah soal sehingga aitem-aitem yang telah dikembangkan memang mengukur

(representatif bagi) apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2000).

2. Uji Daya Beda Aitem

Setelah melakukan validitas isi kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji

daya beda item. Uji daya beda item dilakukan untuk melihat sejauh mana item

mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut

dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur (Azwar, 2000). Komputasi ini

(48)

menggunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2000).

Uji daya beda item ini akan dilakukan pada alat ukur yang dalam penelitian ini

adalah skala etos kerja dan kualitas kehidupan bekerja.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Pengujian reliabilitas terhadap hasil skala dilakukan bila item-item yang

terpilih lewat prosedur analisis item telah dikompilasi menjadi satu. Reliabilitas

mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna

kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal

(Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu

kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan

untuk melihat konsistensi antar item atau antar bagian dalam skala. Teknik ini

dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 2000). Penghitungan koefisien reliabilitas

dalam uji coba dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 17.0 For

Windows.

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba skala etos kerja dan skala persepsi kualitas kehidupan bekerja

dilakukan terhadap 100 Pegawai Negeri Sipil Kantor Wilayah Departemen Agama

(49)

a. Hasil uji coba skala etos kerja.

Untuk melihat daya diskriminasi item, dilakukan analisa uji coba dengan

menggunakan aplikasi komputer SPSS versi 17.0 for windows, kemudian nilai

corrected item total correlation yang diperoleh dari análisis reliability yang memiliki

harga kritik 0.30. Karena menurut Azwar (1996), semua item yang mencapai

koefisien korelasi minimal 0.30, daya pembedanya dianggap baik. Jumlah item yang

diuji cobakan adalah 42 item dan dari 42 item diperoleh 31 item yang sahih dan 11

item yang gugur, 31 item yang sahih tersebut kemudian di analisa lagi, dan diperoleh

30 item yang memiliki harga kritik diatas 0.30 dan 1 item memiliki harga kritik

dibawah 0.30. kemudian 30 item yang sahih tersebut kemudian di analisa lagi, dan

hasilnya 30 item tersebut memiliki harga kritik di atas 0.30, selanjutnya 30 item

inilah yang akan digunakan dalam penelitian, dengan kisaran koefisien korelasi rxx=

0.318 sampai dengan rxx= 0.616 dan reliabilitas sebesar 0.883. Distribusi item yang

sahih dari skala etos kerja dapat dilihat pada tabel 3 berikut:

Tabel 3

Blue Print skala etos kerja setelah uji coba

No Aspek Etos kerja Aitem Total

Favourable Unfavourable

1. Keahlian Interpersonal 14,24,27,35,42 13,19,28,36,39,41 11

(50)

3. Dapat diandalkan 4,20,32, 34 1,12,21,30 8

Total 16 14 30

Sebelum skala digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu item disusun kembali.

Tabel 4

Blue Print skala etos kerja setelah uji coba untuk penelitian

No Aspek Etos kerja Aitem Total

Favourable Unfavourable

1. Keahlian Interpersonal 1,7,13,22,29 6,11,16,21,25,27 11

2. Inisiatif 4,8,18,20,24,28,30 2,10,15,26 11

3. Dapat diandalkan 3,9,14,23 12,17,5,9 8

Total 16 14 30

b. Hasil uji coba skala kualitas kehidupan bekerja

Untuk melihat daya diskriminasi item, dilakukan analisa uji coba dengan

menggunakan aplikasi komputer SPSS versi 17.0 for windows, kemudian nilai

corrected item total correlation yang diperoleh dari análisis reliability yang memiliki

harga kritik 0.30. Karena menurut Azwar (1996), semua item yang mencapai

koefisien korelasi minimal 0.30, daya pembedanya dianggap baik. Jumlah item yang

(51)

item yang gugur. 27 item inilah yang akan digunakan dalam penelitian, dengan

kisaran koefisien korelasi rxx = 0.310 sampai dengan rxx = 0.686 dan reliabilitas

sebesar 0.891. Distribusi item yang sahih dari skala kualitas kehidupan bekerja dapat

dilihat pada tabel 5 berikut ini:

Tabel 5

Blue Print skala kualitas kehidupan bekerja setelah uji coba

No Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja Aitem Total

Favourable Unfavourable

1. Kompensasi yang mencukupi dan adil 28,12 40 2

2. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan

sehat

39,13 21 2

3. Kesempatan untuk mengembangkan dan

menggunakan kapasitas manusia

14,26 19,34 5

4 Peluang untuk pertumbuhan dan

mendapatkan jaminan

1 32,6 2

5 Integrasi social dalam organisasi

pekerjaan

8 Tanggung jawab social organisasi 11,27 22 3

Total 15 12 27

Sebelum skala digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu item disusun kembali.

Tabel 6

(52)

No Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja Aitem Total

Favourable Unfavourable

1. Kompensasi yang mencukupi dan adil 12,26 2 3

2. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan

sehat

1,21 5 3

3. Kesempatan untuk mengembangkan dan

menggunakan kapasitas manusia

7,17, 11,20 4

4 Peluang untuk pertumbuhan dan

mendapatkan jaminan

13 6,27 3

5 Integrasi social dalam organisasi

pekerjaan

8 Tanggung jawab social organisasi 8,18 3 3

Total 15 12 27

E. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap. Ketiga tahap tersebut

adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, peneliti memiliki langkah-langkah yang dilakukan, yaitu:

a. Pembuatan alat ukur

(53)

1) Membuat alat ukur yang terdiri dari skala etos kerja dan persepsi skala

kualitas kehidupan bekerja yang dibuat berdasarkan teori yang telah

diuraikan.

2) Untuk skala etos kerja peneliti membuat 42 aitem dan untuk persepsi

skala kualitas kehidupan bekerja sebanyak 40 aitem.

3) Skala etos kerja dan skala persepsi kualitas kehidupan bekerja dibuat

dalam bentuk buku yang terdiri dari lima alternatif pilihan jawaban,

disamping pernyataan telah disediakan tempat untuk menjawab sehingga

memudahkan subjek dalam memberikan jawaban.

4) Setelah kedua skala selesai dibuat, maka aitem-aitem yang telah dibuat

akan ditelaah dengan analisis rasional dari profesional judgement.

b. Mencari informasi

Pada tahap ini peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Mengurus surat izin dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

Utara.

2) Mencari informasi tentang perusahaan atau instansi yang akan

dijadikan tempat pengambilan data saat peneliti mengadakan

penelitian. Dalam proses penentuan instansi tempat penelitian, peneliti

mendapatkan satu instansi di Aceh yaitu Kantor Wilayah Departemen

(54)

3) Peneliti mendatangi Instansi tersebut dan meminta izin dengan

membawa surat keterangan dari Fakultas Psikologi untuk mengadakan

penelitian di instansi tersebut. Pada saat mendatangi Instansi tersebut

peneliti juga meminta informasi dari Instansi tersebut mengenai jumlah

karyawan yang akan dijadikan populasi penelitian.

c. Uji Coba Alat Ukur

Pada tahap ini peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Sebelum melakukan penelitian yang sebenarnya, maka peneliti

melakukan uji coba alat ukur yang sudah disusun, uji coba ini tidak

hanya di Instansi tempat penelitian, tetapi peneliti lebih memfokuskan

kepada karyawan yang di luar Instansi tersebut.

2) Pada tahap uji coba alat ukur ini, peneliti tidak mendatangi satu

instansi tetapi membagikan alat ukur kepada karyawan dari Instansi

mana saja tetapi sesuai dengan karakteristik populasi penelitian.

3) Uji coba alat ukur ini dilakukan dari tanggal 11 November sampai 27

November 2010.

4) Peneliti membagikan alat ukur kepada 125 orang, tetapi yang kembali

kepada peneliti hanya 100 orang.

d. Revisi Alat Ukur

(55)

1) Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur, peneliti menguji reliabilitas

skala etos kerja dan skala kualitas kehidupan bekerja dengan

menggunakan bantuan aplikasi komputer SPSS versi 17 for windows.

2) Setelah diketahui aitem-aitem mana saja yang memenuhi validitas dan

reliabilitasnya, peneliti mengambil aitem-aitem tersebut untuk dijadikan

skala etos kerja dan skala kualitas kehidupan bekerja yang disusun dalam

bentuk buku. Skala inilah yang digunakan peneliti dalam mengambil data

untuk penelitian.

e. Memilih sampel penelitian

Setelah itu, peneliti memilih karyawan yang akan dijadikan sampel

penelitian dari jumlah populasi yang telah diberitahu oleh pihak Instansi

dengan menggunakan teknik sampling acak sederhana dengan metode acak.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah peneliti melakukan uji coba, merevisi alat ukur dan telah menyusun

kembali aitem-aitem yang diterima pada saat uji coba, maka peneliti mengambil data

penelitian dengan menyebarkan skala etos kerja dan skala kualitas kehidupan bekerja

yang telah direvisi kepada karyawan Kantor Wilayah Departemen Agama Nanggroe

(56)

sebanyak 100 orang. Tahap pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada tanggal 6

Desember- 12 Desember 2010.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh data dari masing-masing subyek penelitian, maka untuk

pengolahan data selanjutnya, diolah dengan menggunakan paket SPSS for windows

17.0 version.

G. METODE ANALISA DATA

Azwar (2005) menyatakan bahwa pengolahan data penelitian yang sudah

diperoleh dimaksudkan sebagai suatu cara mengorganisasikan data sedemikian rupa

sehingga dapat dibaca dan dapat diinterpretasikan.

Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

mengunakan teknik statistik yang disebut dengan pearson product momment.

Seluruh analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows versi 17.0

(57)

Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, terlebih dahulu dilakukan uji

asumsi yang meliputi:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua

variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan

uji one-sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS for Windows versi 17.0.

Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai p > 0,05.

2. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel. Asumsi

ini menyatakan bahwa hubungan antar variabel yang hendak dianalisis itu mengikuti

garis lurus. Jadi peningkatan atau penurunan kuantitas di satu variabel, akan diikuti

secara linear oleh peningkatan atau penurunan kuantitas di variabel lainnya. Uji

Gambar

Tabel 1. Skala Etos Kerja Sebelum Uji Coba
Tabel 2. Skala Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja Sebelum Uji Coba
Tabel 3 skala etos kerja setelah uji coba
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi problem focused coping dalam organisasi.. Hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja

Penelitian ini merupakan penelitian regresi linear berganda, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan motivasi berprestasi pada

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi kualitas pengajaran guru matematika berdasarkan teori Samana dalam Kusumaningrum, 2006) yang terdiri dari

Persepsi terhadap kualitas kehidupan kerja adalah penilaian individu sebagai karyawan terhadap suatu proses memanajemen dalam sebuah lingkungan kerja sebagai suatu

Rekomendasi dari penelitian ini adalah agar pihak Rumah Sakit Umum Tanjung Pura dapat meningkatkan kualitas kehidupan kerja dengan cara mengikutsertakan perawat

Selain variabel kualitas kehidupan kerja, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel persepsi peluang kerja juga memiliki peran terhadap intensi pindah kerja pada

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Komitmen

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang kualitas kehidupan kerja, harga diri berbasis organisasi dan keterikatan kerja pada PNS Pemerintah kota Palangka