Hubungan Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja
Dengan Etos Kerja
ABSTRAK
Pegawai Negeri Sipil sebagai motor dalam pembangunan nasional di dalam bidang pemerintahan merupakan roda penggerak kegiatan terkait dengan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat. Secara langsung, kualitas kinerja yang ditampilkan oleh Pegawai Negeri Sipil akan menunjukkan seberapa baik etos kerja dari pegawai di dalam institusi tersebut.
Kualitas kinerja dari individu umumnya ditentukan oleh banyak hal, mulai dari kompensasi yang diterimanya sampai kondisi lingkungan tempat individu tersebut bekerja. Secara umum, kondisi-kondisi ini sering disebut dengan Persepsi Terhadap Kehidupan Kerja. Secara sedehana dapat dijelaskan bahwa ketika kondisi-kondisi ini terpenuhi maka akan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan etos kerja dari individu tersebut.
Penelitian ini berusaha melihat apakah ada hubungan antara etos kerja yang dimiliki seorang PNS sebagai salah satu motor pembangunan nasional dengan persepsi yang dimilikinya terhadap kehidupan kerja. Etos kerja PNS diukur dengan menggunakan skala etos kerja yang dikonstrak dengan menggunakan teori etos kerja yang dikemukakan oleh Petty (1993). Sementara itu persepsi PNS terhadap kualitas kehidupan bekerjanya diukur dengan menggunakan skala kualitas kehidupan bekerja yang dikonstrak dengan menggunakan teori Walton (dalam Kossen, 1986). Penyusunan skala ini menggunakan metode Likert.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ialah PNS di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi NAD yang berjumlah 100 orang subjek. Teknik pengambilan sampel yang digunakan ialah simple random sampling dan diolah dengan menggunakan analisis korelasi Pearson Product Moment guna melihat apakah ada hubungan antara variabel-variabel tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara kedua variabel tersebut sebesar r= 0.509 dengan p= 0.000. artinya terdapat hubungan yang cukup signifikan antara persepsi PNS terhadap kualitas kehidupan kerjanya dengan etos kerja.
Perceptions of Life Quality of Working Relationships civil servants With Work Ethic
ABSTRACT
Civil Servants as a motor in national development in the field of government activity is a drive wheel associated with public services provided by governments that are directly in contact with the public By default, the quality of performance displayed by the Civil Service will show how well the work ethic of employees within the institution.
The quality of individual performance is generally determined by many things, ranging from the receipt of compensation until the environmental conditions where the individual is working. In general, these conditions are often referred to by Perception on Working Life. It can be explained that when these conditions are fulfilled, it will have a significant effect on improving the work ethic of the individual.
The research is to see if there is a correlation between work ethic held a civil servant as one of the motor of national development with the perception that it has on the working life. Etos kerja PNS diukur dengan menggunakan skala etos kerja yang dikonstrak dengan menggunakan teori etos kerja yang dikemukakan oleh Petty (1993). Work ethic of civil servants was measured using ethic work scale constructed using the work ethic theory proposed by Petty (1993). Meanwhile, perceptions of civil servants on the quality of working life was measured using a scale of quality of working life dikonstrak constructed using Walton's theory (Kossen, 1986). The preparation of this scale using Likert method.
The sample used in this study is the civil servants in the Ministry of Religious Affairs Regional Office of Aceh Province, amounting to 100 persons subject. The sampling technique used is simple random sampling and processed using Pearson Product Moment correlation analysis to see if there is a relationship between these variables.
The results showed that the correlation coefficient between the two variables of r = 0509 with p = 0.000. Means there is a significant relationship between perception of civil servants on the quality of work life with work ethic.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan
dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara dengan judul : “Hubungan Persepsi Kualitas
Kehidupan Bekerja Dengan Etos Kerja”.
Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari
berbagai pihak. Bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada Bapak Ferry Novliadi, M. Si selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah sabar memberikan ilmunya, arahannya, dan kerelaannya untuk
meluangkan waktunya membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh sebab
itu penulis mengharapkan saran dan bimbingan dari berbagai pihak untuk
menyempurnakan tulisan ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
dukungan dan doa dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Medan, Desember 2010
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... Daftar Tabel ... BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A. Etos Kerja... 10
1. Pengertian Etos kerja ... 10
2. Aspek-aspek Etos Kerja ... 12
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Etos Kerja ... 14
B. Persepsi Kualitas KehidupanBekerja... 16
1. Pengertian Kualitas Kehidupan Bekerja ... 16
C. Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Etos Kerja... 19
D. Hipotesa Penelitian ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 23
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 23
1. Etos Kerja ... 23
2. Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja ... 24
C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel ... 25
1. Populasi dan Sampel ... 25
2. Teknik Pengambilan Sampel ... 26
3.Jumlah Sampel Penelitian………. 27
D. Instrumen atau Alat ukur ... 27
1. Skala Etos Kerja ... 27
2. Skala Kualitas Kehidupan Bekerja ... 29
E. Uji Coba Alat Ukur ... 30
1. Validitas Alat Ukur ... 30
2. Uji Daya Beda Aitem ... 31
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 32
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 35
1. Tahap Persiapan ... 35
2. Tahap Pelaksanaan ... 38
3. Tahap Pengolahan Data ... 39
G. Metode Analisa Data ... 39
1. Uji Normalitas ... 39
2. Uji Linieritas ... 39
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Gambaran Subjek Penelitian ... 41
1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 41
2. Pendidikan Terakhir Subjek Penelitian ... 42
B. Hasil Penelitian ... 42
1. Hasil Uji Asumsi Penelitian... 42
2. Hasil Utama Penelitian ... 45
C. Hasil Tambahan Penelitian ... 47
1. Kategorisasi Skor Penelitian ... 47
a. Kategorisasi skor Etos Kerja ... 47
b. Kategorisasi skor Kualitas Kehidupan Bekerja... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
A. Kesimpulan ... 53
B. Saran ... 54
1. Saran praktis ... 54
2. Saran Metodologis ... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 53
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Skala Etos Kerja Sebelum Uji Coba... 27
Tabel 2. Blue Print Skala Kualitas Kehidupan Bekerja Sebelum Uji Coba.. 28
Tabel 3. Blue Print Skala Etos Kerja Setelah Uji Coba ... 31
Tabel 4. Blue Print Skala Etos Kerja Setelah Uji Coba Untuk Penelitian .... 31
Tabel 5. Blue Print Skala Kualitas Kehidupan Bekerja Setelah Uji Coba.... 32
Tabel 6. Blue Print Skala Kualitas Kehidupan Bekerja Setelah Uji Coba Untuk Penelitian ... 32
Tabel 7. Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin... 38
Tabel 8. Penyebaran subjek berdasarkan Pendidikan Terakhir... 39
Tabel 9. Hasil Uji Normalitas ... 40
Tabel 10. Hasil Uji Linearitas ... 41
Tabel 11. Korelasi antara kualitas kehidupan bekerja dengan etos kerja ... 43
Tabel 12. Hasil analisis regresi... 44
Tabel 13. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Etos kerja ... 45
Tabel 14. Kategori data variabel etos kerja... 46
Tabel 15. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik kualitas kehidupan bekerja ... 46
DAFTAR GAMBAR
Hubungan Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja
Dengan Etos Kerja
ABSTRAK
Pegawai Negeri Sipil sebagai motor dalam pembangunan nasional di dalam bidang pemerintahan merupakan roda penggerak kegiatan terkait dengan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat. Secara langsung, kualitas kinerja yang ditampilkan oleh Pegawai Negeri Sipil akan menunjukkan seberapa baik etos kerja dari pegawai di dalam institusi tersebut.
Kualitas kinerja dari individu umumnya ditentukan oleh banyak hal, mulai dari kompensasi yang diterimanya sampai kondisi lingkungan tempat individu tersebut bekerja. Secara umum, kondisi-kondisi ini sering disebut dengan Persepsi Terhadap Kehidupan Kerja. Secara sedehana dapat dijelaskan bahwa ketika kondisi-kondisi ini terpenuhi maka akan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan etos kerja dari individu tersebut.
Penelitian ini berusaha melihat apakah ada hubungan antara etos kerja yang dimiliki seorang PNS sebagai salah satu motor pembangunan nasional dengan persepsi yang dimilikinya terhadap kehidupan kerja. Etos kerja PNS diukur dengan menggunakan skala etos kerja yang dikonstrak dengan menggunakan teori etos kerja yang dikemukakan oleh Petty (1993). Sementara itu persepsi PNS terhadap kualitas kehidupan bekerjanya diukur dengan menggunakan skala kualitas kehidupan bekerja yang dikonstrak dengan menggunakan teori Walton (dalam Kossen, 1986). Penyusunan skala ini menggunakan metode Likert.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ialah PNS di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi NAD yang berjumlah 100 orang subjek. Teknik pengambilan sampel yang digunakan ialah simple random sampling dan diolah dengan menggunakan analisis korelasi Pearson Product Moment guna melihat apakah ada hubungan antara variabel-variabel tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara kedua variabel tersebut sebesar r= 0.509 dengan p= 0.000. artinya terdapat hubungan yang cukup signifikan antara persepsi PNS terhadap kualitas kehidupan kerjanya dengan etos kerja.
Perceptions of Life Quality of Working Relationships civil servants With Work Ethic
ABSTRACT
Civil Servants as a motor in national development in the field of government activity is a drive wheel associated with public services provided by governments that are directly in contact with the public By default, the quality of performance displayed by the Civil Service will show how well the work ethic of employees within the institution.
The quality of individual performance is generally determined by many things, ranging from the receipt of compensation until the environmental conditions where the individual is working. In general, these conditions are often referred to by Perception on Working Life. It can be explained that when these conditions are fulfilled, it will have a significant effect on improving the work ethic of the individual.
The research is to see if there is a correlation between work ethic held a civil servant as one of the motor of national development with the perception that it has on the working life. Etos kerja PNS diukur dengan menggunakan skala etos kerja yang dikonstrak dengan menggunakan teori etos kerja yang dikemukakan oleh Petty (1993). Work ethic of civil servants was measured using ethic work scale constructed using the work ethic theory proposed by Petty (1993). Meanwhile, perceptions of civil servants on the quality of working life was measured using a scale of quality of working life dikonstrak constructed using Walton's theory (Kossen, 1986). The preparation of this scale using Likert method.
The sample used in this study is the civil servants in the Ministry of Religious Affairs Regional Office of Aceh Province, amounting to 100 persons subject. The sampling technique used is simple random sampling and processed using Pearson Product Moment correlation analysis to see if there is a relationship between these variables.
The results showed that the correlation coefficient between the two variables of r = 0509 with p = 0.000. Means there is a significant relationship between perception of civil servants on the quality of work life with work ethic.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan
masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan
kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global (GBHN, 1999).
Tujuannya yaitu mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban
modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi (Undang-Undang Republik
Indonesia No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik
Indonesia No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian).
Salah satu faktor yang penting dalam pengembangan pembangunan nasional
adalah sumberdaya manusia (Prawirosentono, 1994). Hal ini dikarenakan sumber
daya manusialah yang menjadi alat aktif dalam pengelolaan sumber daya alam.
Meskipun sumber daya alam melimpah, tidak menjamin dapat terjadinya
pembangunan yang baik jika diolah oleh pihak-pihak yang tidak memiliki sumber
daya manusia yang baik pula (Prawirosentono, 1994).
Sumber daya manusia dalam hal ini harus siap, mau dan mampu memberikan
ini tidak hanya organisasi dalam industri atau perusahaan saja, tetapi juga organisasi
dalam berbagai bidang lain seperti politik, pemerintahan, hukum, sosial, budaya,
lingkungan, dan sebagainya (Ndraha, 1999). Negara, ditinjau dari defenisi ini juga
dapat dikategorikan sebagai sebuah organisasi, karena ada suatu usaha yang
dilakukan oleh penduduk untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Sebagai sebuah organisasi, negara memerlukan pelaku-pelaku organisasi
untuk menjalankan organisasinya. Salah satu pelaku organisasi ini adalah Pegawai
Negeri Sipil. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 43 tahun 1999
tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri adalah setiap warga negara
Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi
tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pegawai Negeri terdiri dari; Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara
Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pegawai
Negeri Sipil terdiri dari; Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil
Daerah.
Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu unsur aparatur negara yang
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menyelenggarakan tugas-tugas
Pegawai Negeri yang penuh dedikasi, berkualitas, sadar akan tanggung jawabnya
sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang setia kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Irmayani, 1996).
Menurut Batubara (dalam Yoana, 2004), salah satu kunci kemajuan dan
keberhasilan pembangunan nasional adalah etos kerja. Etos kerja merupakan
komponen primer yang harus dimiliki oleh sumber daya manusia yang berkualitas
(Sinamo, 2002). Jadi, jika Indonesia ingin mencapai pembangunan nasional yang
baik maka etos kerja manusianya perlu dibenahi.
Terdapat banyak definisi tentang etos kerja, salah satunya dikemukakan oleh
Hill (1999) yang mendefinisikan etos kerja sebagai suatu norma budaya yang
mendukung seseorang untuk melakukan dan bertanggung jawab terhadap
pekerjaannya berdasarkan keyakinan bahwa pekerjaan tersebut memiliki nilai
instrinsik. Selanjutnya Harsono dan Santoso (2006) mendefinisikan etos kerja
sebagai semangat kerja yang didasari oleh nilai-nilai atau norma-norma tertentu.
Petty (1993) menyatakan etos kerja adalah karakteristik yang harus dimiliki
pekerja untuk dapat menghasilkan pekerjaan yang maksimal, terdiri dari keahlian
interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan. Keahlian interpersonal berkaitan
dengan bagaimana pekerja berhubungan dengan pekerja lain di lingkungan kerjanya.
Inisiatif merupakan karakteristik yang dapat memfasilitasi seseorang agar terdorong
yang biasa. Sedangkan dapat diandalkan adalah aspek yang berhubungan dengan
adanya harapan terhadap hasil kerja seorang pekerja dan merupakan suatu perjanjian
implisit pekerja untuk melakukan beberapa fungsi dalam kerja.
Secara umum etos kerja bangsa Indonesia masih cenderung rendah. Hal ini
dapat dilihat dalam hal ketidaktepatan waktu. Seringkali terjadi keterlambatan
memulai suatu acara, keterlambatan jam masuk kerja, keterlambatan jadwal
pemberangkatan alat transportasi atau keterlambatan-keterlambatan lain yang
disebabkan ketidakdisiplinan akan waktu. Disiplin kerja luntur, berakibat pula pada
hal lain, yaitu adanya penyalahgunaan wewenang dan penyelewengan uang negara
(korupsi) (Fitri, 2006).
Hal senada juga dikemukakan oleh Anoraga (2001), namun lebih
dispesifikkan kepada Pegawai Negeri Sipil. Anoraga (2001) menyatakan etos kerja
Pegawai Negeri Sipil di Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dalam
penentuan dan pelaksanaan jam kerja untuk instansi pemerintah. Secara resmi
badan-badan pemerintah, kecuali beberapa bank dan BUMN, mempunyai jam kerja untuk
hari Senin hingga hari Kamis dari pukul 07.00 hingga pukul 14.00, untuk hari Jum’at
mulai pukul 07.00 hingga pukul 11.00, sedangkan untuk hari Sabtu dari pukul 07.00
hingga pukul 13.00. Seluruhnya ada 38 jam per minggu. Namun dalam prakteknya
38 jam itu tidak tercapai. Hal ini dikarenakan banyak Pegawai Negeri Sipil(PNS)
mulai bekerja pada pukul 07.30 dan sudah meninggalkan tempat bekerjanya sekitar
pukul 13.30, dan pada hari Sabtu bahkan sudah tidak ada di tempat pada pukul 12.30.
Maka dalam praktek kantor-kantor pemerintah, jam kerja yang harusnya 54 jam
hanya berfungsi sekitar 33 jam dalam seminggu. Bentuk-bentuk jam kerja yang
dijadwalkan di atas merupakan gambaran yang menjelaskan karyawan seharusnya
dapat bekerja secara maksimal terhadap organisasi. Sifat kerja keras juga merupakan
salah satu karakteristik etos kerja yang dikemukakan oleh Petty (1993).
Etos kerja juga merupakan semangat kerja yang didasari oleh nilai-nilai atau
norma-norma tertentu (Harsono dan Santoso, 2006). Hal ini sesuai dengan pendapat
Sukriyanto (2000) yang menyatakan bahwa etos kerja adalah suatu semangat kerja
yang dimiliki oleh masyarakat untuk mampu bekerja lebih baik guna memperoleh
nilai hidup mereka. Etos kerja menentukan penilaian manusia yang diwujudkan
dalam suatu pekerjaan.
Menurut Jansen (1992), salah satu karakteristik etos kerja adalah bekerja
dengan penuh tanggung jawab. Bentuk ini merupakan refleksi dari komitmen
organisasi seorang pekerja terhadap organisasi tempat ia bekerja. Komitmen
karyawan memegang peranan penting dalam hal kelangsungan organisasi, dan
sebaliknya ketiadaan komitmen karyawan memang menjadi sumber petaka bagi
tercermin dalam kinerja karyawan, semakin tinggi komitmen karyawan, maka
kinerjanya akan semakin baik (Steers dan Porter, 1983).
Chiu dan Chen (dalam Hasanbasri, 2007) mengemukakan faktor-faktor
penentu komitmen karyawan terhadap organisasi, antara lain: kepuasan akan imbalan
yang layak, pekerjaan mental yang menantang, kondisi kerja yang mendukung, dan
rekan kerja yang mendukung. Keempat faktor ini penting untuk membentuk kualitas
kehidupan bekerja yang kondusif bagi karyawan (Schermelon, dalam Alwi 2001).
Kualitas kehidupan bekerja merupakan pesepsi seorang pekerja, yaitu
bagaimana pekerja melihat kesejahteraannya, suasana dan pengalamannya dimana ia
bekerja, yang mengacu kepada bagaimana efektifnya lingkungan pekerjaan
memenuhi keperluan-keperluan pribadi pekerja sendiri.
Kualitas kehidupan bekerja didefinisikan oleh Lau & May (1998) sebagai
strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan
tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan
untuk pemberi kerja. Kualitas kehidupan bekerja juga telah dikenal sebagai suatu
konstruk yang bersifat multi dimensi. Beberapa konsep dan perbincangan mengenai
kualitas kehidupan bekerja meliputi keselamatan kerja, sistem penggajian yang baik,
peningkatan produktivitas organisasi (Havlovic, Straw & Heckscher, Scobel, dalam
Lau & May, 1998).
Konsep mengenai kualitas kehidupan bekerja menurut Cole dkk (2005) telah
digunakan dalam berbagai cara termasuk pendekatan dalam hubungan industri, yang
merupakan suatu metode kerja yang melibatkan pihak pengambil keputusan dan
mengarah pada peningkatan keberhasilan organisasi. Jewell & Siegall (1998) juga
menambahkan bahwa kualitas kehidupan bekerja mengacu pada pengaruh situasi
kerja keseluruhan terhadap seorang individu sehingga tebentuknya etos kerja pada
setiap individu.
Chiu dan Chen (dalam Hasanbasri, 2007) yang mengemukakan faktor-faktor
penentu kualitas kehidupan kerja karyawan terhadap organisasi, antara lain: 1)
kepuasan akan imbalan yang layak, hal ini sesuai dengan hasil survey Work
Indonesia (dalam Human Capital, 2007) bahwa 51 % karyawan di Indonesia tidak
puas dengan gaji yang diberikan perusahaan di tempat mereka bekerja sehingga
karyawan tersebut pindah ke perusahaan lain dengan tawaran gaji yang lebih baik, 2)
pekerjaan mental yang menantang, 3) kondisi kerja yang mendukung, dan 4) rekan
kerja yang mendukung. Knights dan Kennedy (2005) juga menambahkan
faktor-faktor penentu komitmen karyawan terhadap organisasi, yaitu: 5) kepuasan akan
Human Capital, 2007) bahwa pendorong komitmen karyawan terhadap perusahaan
tempatnya bekerja adalah komunikasi dengan manajemen, 7) kenyamanan bekerja
dan 8) kepuasan akan promosi, hal ini juga sesuai dengan hasil survey Work
Indonesia (dalam Human Capital, 2007) bahwa alasan tertinggi karyawan pindah ke
perusahaan lain adalah kesempatan karir yang kurang baik di perusahaan tempatnya
bekerja. Hal-hal diatas menggambarkan bagaimana persepsi karyawan terhadap
kualitas kehidupan kerjanya di tempat ia bekerja.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu,
apakah ada hubungan antara Persepsi Kualitas kehidupan bekerja dengan etos kerja.
C. TUJUAN PENELITIAN
Sehubungan dengan uraian pada latar belakang dan permasalahan yang
dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
D. MANFAAT PENELITIAN
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi dua manfaat, yaitu: manfaat
secara teoritis dan manfaat secara praktis.
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
pengembagan ilmu Psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan
Organisasi, terutama mengenai kualitas kehidupan bekerja dan etos kerja.
2. Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
instansi-instansi pemerintah supaya lebih memperhatikan kualitas
kehidupan bekerja dan etos kerja Pegawai Negeri Sipil khususnya kantor
Wilayah Departemen Agama Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
b. Diharapkan dapat menjadi acuan bagi pegawai untuk meningkatkan etos
kerja jika etos kerjanya masih rendah.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Proposal penelitian ini disusun dalam sistematika sebagai berikut:
Bab ini akan menyajikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika
penulisan.
Bab II Landasan Teori
Bab ini menyajikan tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan
masalah. Adapun teori-teori yang dimuat adalah definisi etos kerja,
aspek-aspek etos kerja, faktor-faktor yang mempengaruhi etos kerja, definisi
kualitas kehidupan bekerja, kriteria kualitas kehidupan bekerja, aspek kualitas
kehidupan bekerja dan Hipotesis penelitian.
Bab III Metodologi Penelitian
Bab ini akan menjelaskan metode penelitian yang digunakan oleh peneliti
dalam hal ini adalah metode penelitian kuantitatif, identifikasi variabel
penelitian, definisi operasional, populasi, sampel, metode pengambilan
sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item dan reliabilitas alat
ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data
penelitian.
Bab IV Analisa data dan pembahasan
Dalam analisa data akan dipaparkan mengenai hasil deskripsi data penelitian,
data-data masukan atau data-data-data-data tambahan dari statistik, serta pembahasan
mengenai hasil penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Dalam kesimpulan terdapat jawaban atas masalah yang diajukan. Kesimpulan
dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data, dan saran dibuat dengan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. ETOS KERJA
1. Pengertian Etos Kerja
Berdasarkan kamus Webster (2007), “etos” didefinisikan sebagai keyakinan
yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok, atau
institusi. Jadi, etos kerja dapat diartikan sebagai doktrin tentang kerja yang diyakini
oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang mewujud nyata
secara khas dalam perilaku kerja mereka (Sinamo, 2002).
Banyak tokoh lain yang menyatakan defenisi dari etos kerja. Salah satunya
ialah Harsono dan Santoso (2006) yang menyatakan etos kerja sebagai semangat
kerja yang didasari oleh nilai-nilai atau norma-norma tertentu. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sukriyanto (2000) yang menyatakan bahwa etos kerja adalah suatu
semangat kerja yang dimiliki oleh masyarakat untuk mampu bekerja lebih baik guna
memperoleh nilai hidup mereka. Etos kerja menentukan penilaian manusia yang
diwujudkan dalam suatu pekerjaan.
Selanjutnya, Hill (1999) menyatakan etos kerja adalah suatu norma budaya
pekerjaannya berdasarkan keyakinan bahwa pekerjaan tersebut memiliki nilai
instrinsik. Berdasarkan pendapat tokoh diatas, dapat dilihat bahwa etos kerja erat
kaitannya dengan nilai-nilai yang dihayati secara intrinsik oleh seseorang. Hal ini
diperkuat oleh Hitt (dalam Boatwright & Slate, 2000) yang menyamakan etos kerja
sebagai suatu nilai dan menyatakan bahwa gambaran etos kerja seseorang merupakan
gambaran dari nilai-nilai yang dimilikinya yang berfungsi sebagai panduan dalam
tingkah lakunya.
Cherrington (dalam Boatwright & Slate, 2000) menyimpulkan etos kerja
dengan lebih sederhana yaitu etos kerja mengarah kepada sikap positif terhadap
pekerjaan. Ini berarti bahwa seseorang yang menikmati pekerjaannya memiliki etos
kerja yang lebih besar dari pada seseorang yang tidak menikmati pekerjaannya.
Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Anoraga (2001) yang menyatakan etos
kerja adalah suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau suatu umat terhadap kerja.
Jika pandangan dan sikap itu melihat kerja sebagai suatu hal yang luhur untuk
eksistensi manusia, maka etos kerja akan tinggi. Sebaliknya, jika melihat kerja
sebagai suatu hal yang tidak berarti untuk kehidupan manusia, apalagi kalau sama
sekali tidak ada pandangan dan sikap terhadap kerja, maka etos kerja itu dengan
Subekti (dalam Kusnan, 2004) menambahkan, suatu individu atau kelompok
masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila menunjukkan
tanda-tanda sebagai berikut:
a. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia.
b. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi
eksistensi manusia.
c. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia.
d. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus
sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita.
e. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Selanjutnya Petty (1993) menyatakan etos kerja sebagai karakteristik yang
harus dimiliki pekerja untuk dapat menghasilkan pekerjaan yang maksimal yang
terdiri dari keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan.
Defenisi etos kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah defenisi etos
kerja yang dikemukakan oleh Petty (1993), yang menyatakan etos kerja sebagai
karakteristik yang harus dimiliki pekerja untuk dapat menghasilkan pekerjaan yang
maksimal yang terdiri dari keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan.
Menurut Petty (1993), etos kerja memiliki tiga aspek atau karakteristik, yaitu
keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan.
a. Keahlian interpersonal
Keahlian interpersonal adalah aspek yang berkaitan dengan hubungan kerja
dengan orang lain atau bagaimana pekerja berhubungan dengan pekerja lain di
lingkungan kerjanya. Keahlian interpersonal meliputi kebiasaan, sikap, cara,
penampilan dan perilaku yang digunakan individu pada saat berada di sekitar orang
lain serta mempengaruhi bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain.
Indikator yang digunakan untuk mengetahui keahlian interpersonal seorang
pekerja adalah meliputi karakteristik pribadi yang dapat memfasilitasi terbentuknya
hubungan interpersonal yang baik dan dapat memberikan kontribusi dalam
performansi kerja seseorang, dimana kerjasama merupakan suatu hal yang sangat
penting.
Terdapat 17 sifat yang dapat menggambarkan keahlian interpersonal seorang
pekerja (Petty, 1993), yaitu: sopan, bersahabat, gembira, perhatian, menyenangkan,
kerjasama, menolong, disenangi, tekun, loyal, rapi, sabar, apresiatif, kerja keras,
rendah hati, emosi yang stabil, dan keras kemauan.
b. Inisiatif
Inisiatif merupakan karakteristik yang dapat memfasilitasi seseorang agar
dengan kinerja yang biasa. Aspek ini sering dihubungkan dengan situasi di tempat
kerja yang tidak lancar. Hal-hal seperti penundaan pekerjaan, hasil kerja yang buruk,
kehilangan kesempatan karena tidak dimanfaatkan dengan baik dan kehilangan
pekerjaan, dapat muncul jika individu tidak memiliki inisiatif dalam bekerja (Petty,
1993).
Terdapat 16 sifat yang dapat menggambarkan inisiatif seorang pekerja (Petty,
1993) yaitu: cerdik, produktif, banyak ide, berinisiatif, ambisius, efisien, efektif,
antusias, dedikasi, daya tahan kerja, akurat, teliti, mandiri, mampu beradaptasi, gigih,
dan teratur.
c. Dapat diandalkan
Dapat diandalkan adalah aspek yang berhubungan dengan adanya harapan
terhadap hasil kerja seorang pekerja dan merupakan suatu perjanjian implisit pekerja
untuk melakukan beberapa fungsi dalam kerja. Seorang pekerja diharapkan dapat
memuaskan harapan minimum perusahaan, tanpa perlu terlalu berlebihan sehingga
melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya. Aspek ini merupakan salah satu hal yang
sangat diinginkan oleh pihak perusahaan terhadap pekerjanya.
Terdapat 7 sifat yang dapat menggambarkan seorang pekerja yang dapat
diandalkan (Petty, 1993), yaitu: mengikuti petunjuk, mematuhi peraturan, dapat
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan terdapat tiga aspek etos
kerja yaitu keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja
Terdapat beberapa faktor internal yang mempengaruhi etos kerja, yaitu:
a. Usia
Menurut hasil penelitian Buchholz’s dan Gooding’s, pekerja yang berusia di
bawah 30 tahun memiliki etos kerja lebih tinggi daripada pekerja yang berusia diatas
30 tahun (dalam Boatwright & Slate, 2000).
b. Jenis kelamin
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Boatwright dan Slate (2000), wanita
memiliki etos kerja yang lebih tinggi dari pada pria.
c. Latar belakang pendidikan
Hasil penelitian Boatwright dan Slate (2000) menyatakan bahwa etos kerja
tertinggi dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan S1 dan terendah
dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan SMU.
d. Lama bekerja
Menurut penelitian Boatwright dan Slate (2000) mengungkapkan bahwa
daripada yang bekerja dibawah 1 tahun. Semakin lama individu bekerja, semakin
tinggilah kemungkinan individu untuk memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan dan menggunakan kapasitasnya dan memperoleh peluang untuk
pertumbuhan dan mendapatkan jaminan. Kedua hal diatas akan membentuk persepsi
seseorang terhadap kualitas kehidupan bekerjanya (Walton, dalam Kossen 1986).
Selain faktor-faktor internal di atas, terdapat pula faktor eksternal yang
mempengaruhi etos kerja karyawan yaitu :
a. Budaya
Masyarakat yang memiliki system budaya maju akan memiliki etos kerja
yang lebih tinggi daripada masyarakat yang memiliki system budaya yang tidak maju
(Rosmiani, 1996).
b. Sosial Politik
Etos kerja yang dimiliki suatu masyarakat sangat tergantung kepada ada
tidaknya sturktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat
menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh (Soewarso, Subagyo dan Utomo,
dalam Rosmiani 1996).
c. Kondisi Lingkungan Geografis
Lingkungan alam yang mendukung, mempengaruhi manusia yang ada di
dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan
lingkungan tersebut (Suryawati, Dharmika, Namiarthi, Putri dan Weda, dalam
Rosmiani, 1996). Kondisi lingkungan inilah yang akan mempengaruhi bagaimana
persepsi seseorang terhadap kualitas kehidupan bekerjanya. (Walton, dalam Kossen
1986).
d. Struktur Ekonomi
Tinggi rendahnya etos kerja yang dimiliki masyarakat, dipengaruhi oleh ada
atau tidaknya stuktur ekonomi yang mampu memberikan insentif bagi anggota
masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan
penuh (Soewarso, Subagyo dan Utomo, dalam Rosmiani,1996).
B. Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja
1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja
Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang meliputi
beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan dan karier
peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam pengambilan-keputusan (Lau & Bruce
dalam Considine & Callus, 2001).
Jewell dan Siegall (1998) mengemukakan bahwa berbagai macam komponen
dari kesejahteraan karyawan secara umum yang lebih penting adalah lingkungan
kerja yang aman dan sehat, hubungan yang baik dengan supervisor, dukungan dan
individu, derajat kepuasan dengan situasi kerja, dan kesempatan untuk bertumbuh
dan pengembangan pribadi jika diperlukan. Istilah yang digunakan untuk
menjelaskan hasil interaksi individu, pekerjaan, organisasi global dan multidimensi
ini adalah kualitas kehidupan bekerja.
Menurut Lau dan May (1998) kualitas kehidupan bekerja didefinisikan
sebagai strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan
dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta
keuntungan untuk pemberi kerja. Sedangkan Walton (dalam Kossen, 1986)
mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja terhadap
suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka.
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan, suasana
dan pengalaman pekerja di tempat mereka bekerja, yang mengacu kepada bagaimana
efektifnya lingkungan pekerjaan memenuhi keperluan-keperluan pribadi pekerja.
2. Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja
Walton (dalam Kossen, 1986) mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja
adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja
mereka. Suasana pekerjaan yang dimaksudkan adalah berdasarkan kepada delapan
a. Kompensasi yang mencukupi dan adil
Gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang
diterima umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan
mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain
dalam posisi yang sama.
b. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat
Individu tidak ditempatkan kepada keadaan yang dapat membahayakan fisik dan
kesehatan mereka, waktu kerja mereka juga sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan. Begitu juga umur adalah sesuai dengan tugas yang
dipertanggungjawabkan kepada mereka.
c. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia
Pekerja diberi autonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan berbagai
kemahiran, mereka juga diberi tujuan dan perspektif yang diperlukan tentang tugas
yang akan mereka lakukan. Pekerja juga diberikan kebebasan bertindak dalam
menjalankan tugas yang diberikan, dan pekerja juga terlibat dalam membuat
perencanaan.
d. Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan
Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan
mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu dapat
peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan serta mendapatkan
jaminan terhadap pendapatan.
e. Integrasi sosial dalam organisasi pekerjaan
Individu tidak dilayani dengan sikap curiga, mengutamakan konsep egalitarianism,
adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, merasa bagian dari suatu tim, mendapat
dukungan dari kelompok-kelompok primer dan terdapat rasa hubungan
kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan.
f. Hak-hak karyawan.
Hak peribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan kebebasan
bersuara dan terwujudnya pelayanan yang adil.
g. Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan
Kerja juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan
seseorang. Selain berperan di lingkungan kerja, individu juga mempunyai peranan
di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau bapak dan ibu atau isteri
yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.
h. Tanggung jawab sosial organisasi
Organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi haruslah mementingkan
pengguna dan masyarakat secara keseluruhan semasa menjalankan aktivitasnya.
Organisasi yang mengabaikan peranan dan tanggung jawab sosialnya akan
C. Hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan etos kerja.
Etos kerja merupakan semangat kerja yang didasari oleh nilai-nilai atau
norma-norma tertentu yang mendatangkan semangat kerja lebih baik guna
memperoleh nilai dalam pekerjaan (Harsono dan Santoso ,2006 dan Sukriyanto
(2000). Etos kerja menentukan penilaian manusia yang diwujudkan dalam suatu
pekerjaan apakah bernilai baik atau tidak.
Etos kerja juga merupakan suatu norma budaya yang mendukung seseorang
untuk melakukan dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya berdasarkan
keyakinan bahwa pekerjaan tersebut memiliki nilai instrinsik (Hill, 1999).
Berdasarkan pendapat tokoh diatas, dapat dilihat bahwa etos kerja erat kaitannya
dengan nilai-nilai yang dihayati secara intrinsik oleh seseorang. Hal ini diperkuat
oleh Hitt (dalam Boatwright & Slate, 2000) yang menyamakan etos kerja sebagai
suatu nilai dan menyatakan bahwa gambaran etos kerja seseorang merupakan
gambaran dari nilai-nilai yang dimilikinya yang berfungsi sebagai panduan dalam
tingkah lakunya.
Menurut jansen (1992), salah satu karakteristik etos kerja adalah bekerja
dengan penuh tanggung jawab. Bentuk ini merupakan refleksi dari komitmen
karyawan memegang peranan penting dalam hal kelangsungan organisasi, dan
sebaliknya ketiadaan komitmen karyawan memang menjadi sumber petaka bagi
kelangsungan organisasi (Gross, 1996). Komitmen karyawan terhadap perusahaan
tercermin dalam kinerja karyawan, semakin tinggi komitmen karyawan, maka
kinerjanya akan semakin baik (Steers dan Porter, 1983).
Menurut Boatwright dan Slate (2000), semakin lama individu bekerja,
semakin tinggilah etos kerja yang ia miliki. Semakin lama individu bekerja, maka
semakin tinggilah kemungkinan individu untuk memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan dan menggunakan kapasitasnya dan memperoleh peluang untuk
pertumbuhan dan mendapatkan jaminan. Kedua hal diatas akan membentuk persepsi
seseorang terhadap kualitas kehidupan bekerjanya (Walton, dalam Kossen 1986).
Faktor-faktor penentu komitmen karyawan terhadap organisasi, antara lain:
kepuasan akan imbalan yang layak, pekerjaan mental yang menantang, kondisi kerja
yang mendukung, dan rekan kerja yang mendukung (Chiu dan Chen, dalam
Hasanbasri, 2007). Ketiga faktor ini penting untuk membentuk kualitas kehidupan
bekerja yang kondusif bagi karyawan (Schermelon, dalam Alwi 2001).
Kualitas kehidupan bekerja merupakan pesepsi seorang pekerja, yaitu
bekerja, yang mengacu kepada bagaimana efektifnya lingkungan pekerjaan
memenuhi keperluan-keperluan pribadi pekerja sendiri.
Kualitas kehidupan bekerja didefinisikan oleh Lau & May (1998) sebagai
strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan
tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan
untuk pemberi kerja. Kualitas kehidupan bekerja juga telah dikenal sebagai suatu
konstruk yang bersifat multi dimensi. Beberapa konsep dan perbincangan mengenai
kualitas kehidupan bekerja meliputi keselamatan kerja, sistem penggajian yang baik,
upah yang tinggi, kesempatan untuk berkembang, keterlibatan para pekerja, dan
peningkatan produktivitas organisasi (Havlovic, Straw & Heckscher, Scobel, dalam
Lau & May, 1998). Konsep-konsep di ataslah yang akan mempengaruhi etos kerja
karyawan terhadap pekerjaan yang ia lakukan.
Dalam penelitian ini akan dilihat sejauh mana hubungan antara kualitas
kehidupan bekerja dengan etos kerja yang dimiliki pekerja.
D. Hipotesa Penelitian
Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara
BAB III
METODE PENELITIAN
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Untuk dapat menguji hipotesa penelitian, terlebih dahulu perlu
diidentifikasikan variabel-variabel penelitian. Variabel yang dipakai dalam penelitian
ini adalah :
Variabel Tergantung : Etos kerja
Variabel Bebas : Persepsi Kualitas kehidupan bekerja
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
1. Etos Kerja
Etos kerja adalah karakteristik yang harus dimiliki pekerja untuk dapat
menghasilkan pekerjaan yang maksimal yang terdiri dari keahlian interpersonal,
inisiatif, dan dapat diandalkan. Etos kerja ini diukur dengan menggunakan skala yang
disusun berdasarkan teori etos kerja oleh Petty (1993) yang akan mengukur
aspek-aspek etos kerja yang terdiri dari aspek-aspek kehlian interpersonal, Inisiatif, dan dapat
diandalkan.
Keahlian interpersonal berkaitan dengan kemampuan pekerja berhubungan
dengan pekerja lain di lingkungan kerjanya. Terdapat 17 sifat yang dapat
menggambarkan keahlian interpersonal seorang pekerja yaitu: sopan, bersahabat,
gembira, perhatian, menyenangkan, kerjasama, menolong, disenangi, tekun,
loyal, rapi, sabar, apresiatif, kerja keras, rendah hati, emosi yang stabil, dan
keras kemauan.
b. Inisiatif
Inisiatif merupakan karakteristik pekerja yang tidak merasa puas dengan
kinerja yang biasa. Terdapat 16 sifat yang dapat menggambarkan inisiatif seorang
pekerja, yaitu: cerdik, produktif, banyak ide, berinisiatif, ambisius, efisien,
efektif, antusias, dedikasi, daya tahan kerja, akurat, teliti, mandiri, mampu
beradaptasi, gigih, dan teratur.
c. Dapat diandalkan
Dapat diandalkan merupakan suatu perjanjian implisit pekerja untuk
melakukan beberapa fungsi dalam kerja. Terdapat 7 hal yang dapat
menggambarkan seorang pekerja yang dapat diandalkan, yaitu: mengikuti
petunjuk, mematuhi peraturan, dapat diandalkan, dapat dipercaya, berhati-hati,
Total skor pada skala ini menunjukkan tingkat etos kerja individu. Total skor
yang tinggi menunjukkan etos kerja yang tinggi pada individu dan sebaliknya total
skor yang rendah pada skala ini menunjukkan etos kerja yang rendah pada individu.
2. Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja
Kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan,
suasana dan pengalaman mereka di tempat kerja, yang mengacu kepada bagaimana
efektifnya perusahaan dapat memenuhi keperluan-keperluan pribadi pekerja.
Kualitas kehidupan bekerja diukur dengan menggunakan skala yang disusun
berdasarkan delapan kriteria kualitas kehidupan bekerja dari Walton (dalam Kossen,
1986), yaitu: kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi-kondisi kerja yang aman
dan sehat, kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia,
peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, integrasi social dalam
organisasi pekerjaan, hak-hak karyawan, pekerja dan ruang hidup secara
keseluruhan, dan tanggung jawab sosial organisasi. Semakin tinggi nilai skala
kualitas kehidupan bekerja maka semakin tinggi kualitas kehidupan bekerja individu.
Demikian sebaliknya, semakin rendah nilai skala kualitas kehidupan bekerja yang
diperoleh maka semakin rendah kualitas kehidupan bekerja individu tersebut.
Masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah
satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah objek, gejala atau
kejadian yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan
yang diperoleh dari sampel penelitian itu akan digeneralisasikan (Hadi, 2002).
1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi
dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat
yang sama. Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang
jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu
sifat yang sama (Hadi, 2000).
Populasi pada penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil Kantor Wilayah
Departemen Agama Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sampel yang digunakan
pada penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil Kantor Wilayah Departemen Agama
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Menurut Hadi (2000) syarat utama agar hasil penelitian dapat
digeneralisasikan maka sebaiknya sampel penelitian harus benar-benar
mencerminkan keadaan populasinya atau dengan kata lain harus benar-benar
2. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel atau sampling berarti mengambil suatu bagian dari
populasi sebagai wakil (representasi) dari populasi itu. Sedangkan teknik sampling
adalah teknik yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan
menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai dan dengan
memperhatikan sifat-sifat serta penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang
benar-benar mewakili populasi (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah simple random sampling, yaitu dengan mengambil secara acak
sejumlah subjek dari populasi yang ingin diteliti (Hadi, 2000).
3. Jumlah Sampel Penelitian
Mengenai jumlah sampel tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal
sampel penelitian, seperti yang dikatakan Siegel (1997) bahwa kekuatan tes statistik
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Jumlah total dalam
penelitian 100 orang dan diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat-sifat
populasinya.
Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian
dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2002). Data penelitian ini
diperoleh dengan menggunakan metode skala.
Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat
ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang
menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2000).
Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert. Penskalaan ini
merupakan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons
sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar, 2000).
1. Skala Etos Kerja
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan skala psikologi yang berbentuk skala Likert dengan beberapa
pilihan, yaitu dengan cara menyebarkan skala yang berisi daftar pertanyaan yang
telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga subjek penelitian dapat
mengisi dengan mudah (Azwar, 2000).
Hadi (2000) mengemukakan bahwa skala psikologis mendasarkan diri pada
laporan-laporan pribadi (self report). Selain itu skala psikologis memiliki kelebihan
dengan asumsi sebagai berikut :
2. Apa yang dikatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya
3. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sama dengan apa
yang dimaksud peneliti.
Skala sikap yang digunakan dalam mengukur etos kerja ini menggunakan
model skala Likert yang berjumlah 42 aitem yang terdiri dari aitem favorable dan
unfavorable, dengan menggunakan lima pilihan jawaban yaitu : Sangat Tidak Sesuai
(STS), Tidak Sesuai (TS), Netral (N), Sesuai (S) Sangat Sesuai (SS), Pemberian skor
untuk skala ini bergerak dari 1 sampai 5 untuk aitem favorable, sedangkan untuk
aitem unfavorable bergerak dari 5 sampai 1.
Tabel 1.
Blue Print Skala Etos Kerja Sebelum Uji Coba
No Aspek Etos kerja Aitem Total
3. Dapat diandalkan 4,8,17,20,26,32, 34 1,12,21,30 11
Total 25 17 42
2. Skala Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja
Skala ini digunakan untuk mengungkap Persepsi kualitas kehidupan bekerja
kriteria kualitas kehidupan bekerja dari Walton (dalam Kossen, 1986), yaitu:
kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat,
kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia, peluang
untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, integrasi social dalam organisasi
pekerjaan, hak-hak karyawan, pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan, dan
tanggung jawab sosial organisasi.
Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan
mendukung dan tidak mendukung, dimana subjek diberikan lima alternatif pilihan
yaitu: Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Netral (N), Sesuai (S) Sangat
Sesuai (SS), Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari 1 sampai 5 untuk aitem
favorable, sedangkan untuk aitem unfavorable bergerak dari 5 sampai 1. Skor skala
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka semakin tinggi Persepsi
kualitas kehidupan bekerja.
Tabel 2.
Blue Print Skala Persepsi Kualitas Kehidupan Bekerja Sebelum Uji Coba
No Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja Aitem Total
Favourable Unfavourable
1. Kompensasi yang mencukupi dan adil 3,12,28 2,20,40 6
2. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan
sehat
3. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia
14,26,38 19,34 5
4 Peluang untuk pertumbuhan dan
mendapatkan jaminan
1,8 6,32 4
5 Integrasi social dalam organisasi
pekerjaan
8 Tanggung jawab social organisasi 11,27,36 5,22 5
Total 22 18 40
E. UJI COBA ALAT UKUR
Tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat
ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat
ukur menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2006). Uji coba skala dilakukan
dengan menyebarkan skala kepada responden uji coba yang memiliki karakteristik
hampir sama dengan karakteristik subjek penelitian. Berdasarkan daya beda item
dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment yang diperoleh
melalui analisa data dengan menggunakan SPSS version 17.0 for windows. Item yang
memiliki daya beda cukup tinggi akan dihitung reliabilitasnya dengan menggunakan
daya beda cukup tinggi dan reliabel akan digunakan untuk mengukur etos kerja dan
kualitas kehidupan kerja.
1. Validitas Alat Ukur
Azwar (2000) mendefinisikan validitas tes atau validitas alat ukur adalah
sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudkannya untuk diukur, artinya
derajat fungsi mengukurnya suatu tes atau derajat kecermatan suatu tes. Untuk
mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur
berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content validity).
Validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item yang dilihat dari isinya
dapat mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Validitas isi alat ukur
ditentukan melalui pendapat professional (professional judgement) dalam proses
telaah soal sehingga aitem-aitem yang telah dikembangkan memang mengukur
(representatif bagi) apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2000).
2. Uji Daya Beda Aitem
Setelah melakukan validitas isi kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji
daya beda item. Uji daya beda item dilakukan untuk melihat sejauh mana item
mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut
dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur (Azwar, 2000). Komputasi ini
menggunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2000).
Uji daya beda item ini akan dilakukan pada alat ukur yang dalam penelitian ini
adalah skala etos kerja dan kualitas kehidupan bekerja.
3. Reliabilitas Alat Ukur
Pengujian reliabilitas terhadap hasil skala dilakukan bila item-item yang
terpilih lewat prosedur analisis item telah dikompilasi menjadi satu. Reliabilitas
mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna
kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).
Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal
(Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu
kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan
untuk melihat konsistensi antar item atau antar bagian dalam skala. Teknik ini
dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 2000). Penghitungan koefisien reliabilitas
dalam uji coba dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 17.0 For
Windows.
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Uji coba skala etos kerja dan skala persepsi kualitas kehidupan bekerja
dilakukan terhadap 100 Pegawai Negeri Sipil Kantor Wilayah Departemen Agama
a. Hasil uji coba skala etos kerja.
Untuk melihat daya diskriminasi item, dilakukan analisa uji coba dengan
menggunakan aplikasi komputer SPSS versi 17.0 for windows, kemudian nilai
corrected item total correlation yang diperoleh dari análisis reliability yang memiliki
harga kritik 0.30. Karena menurut Azwar (1996), semua item yang mencapai
koefisien korelasi minimal 0.30, daya pembedanya dianggap baik. Jumlah item yang
diuji cobakan adalah 42 item dan dari 42 item diperoleh 31 item yang sahih dan 11
item yang gugur, 31 item yang sahih tersebut kemudian di analisa lagi, dan diperoleh
30 item yang memiliki harga kritik diatas 0.30 dan 1 item memiliki harga kritik
dibawah 0.30. kemudian 30 item yang sahih tersebut kemudian di analisa lagi, dan
hasilnya 30 item tersebut memiliki harga kritik di atas 0.30, selanjutnya 30 item
inilah yang akan digunakan dalam penelitian, dengan kisaran koefisien korelasi rxx=
0.318 sampai dengan rxx= 0.616 dan reliabilitas sebesar 0.883. Distribusi item yang
sahih dari skala etos kerja dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3
Blue Print skala etos kerja setelah uji coba
No Aspek Etos kerja Aitem Total
Favourable Unfavourable
1. Keahlian Interpersonal 14,24,27,35,42 13,19,28,36,39,41 11
3. Dapat diandalkan 4,20,32, 34 1,12,21,30 8
Total 16 14 30
Sebelum skala digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu item disusun kembali.
Tabel 4
Blue Print skala etos kerja setelah uji coba untuk penelitian
No Aspek Etos kerja Aitem Total
Favourable Unfavourable
1. Keahlian Interpersonal 1,7,13,22,29 6,11,16,21,25,27 11
2. Inisiatif 4,8,18,20,24,28,30 2,10,15,26 11
3. Dapat diandalkan 3,9,14,23 12,17,5,9 8
Total 16 14 30
b. Hasil uji coba skala kualitas kehidupan bekerja
Untuk melihat daya diskriminasi item, dilakukan analisa uji coba dengan
menggunakan aplikasi komputer SPSS versi 17.0 for windows, kemudian nilai
corrected item total correlation yang diperoleh dari análisis reliability yang memiliki
harga kritik 0.30. Karena menurut Azwar (1996), semua item yang mencapai
koefisien korelasi minimal 0.30, daya pembedanya dianggap baik. Jumlah item yang
item yang gugur. 27 item inilah yang akan digunakan dalam penelitian, dengan
kisaran koefisien korelasi rxx = 0.310 sampai dengan rxx = 0.686 dan reliabilitas
sebesar 0.891. Distribusi item yang sahih dari skala kualitas kehidupan bekerja dapat
dilihat pada tabel 5 berikut ini:
Tabel 5
Blue Print skala kualitas kehidupan bekerja setelah uji coba
No Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja Aitem Total
Favourable Unfavourable
1. Kompensasi yang mencukupi dan adil 28,12 40 2
2. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan
sehat
39,13 21 2
3. Kesempatan untuk mengembangkan dan
menggunakan kapasitas manusia
14,26 19,34 5
4 Peluang untuk pertumbuhan dan
mendapatkan jaminan
1 32,6 2
5 Integrasi social dalam organisasi
pekerjaan
8 Tanggung jawab social organisasi 11,27 22 3
Total 15 12 27
Sebelum skala digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu item disusun kembali.
Tabel 6
No Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja Aitem Total
Favourable Unfavourable
1. Kompensasi yang mencukupi dan adil 12,26 2 3
2. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan
sehat
1,21 5 3
3. Kesempatan untuk mengembangkan dan
menggunakan kapasitas manusia
7,17, 11,20 4
4 Peluang untuk pertumbuhan dan
mendapatkan jaminan
13 6,27 3
5 Integrasi social dalam organisasi
pekerjaan
8 Tanggung jawab social organisasi 8,18 3 3
Total 15 12 27
E. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap. Ketiga tahap tersebut
adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini, peneliti memiliki langkah-langkah yang dilakukan, yaitu:
a. Pembuatan alat ukur
1) Membuat alat ukur yang terdiri dari skala etos kerja dan persepsi skala
kualitas kehidupan bekerja yang dibuat berdasarkan teori yang telah
diuraikan.
2) Untuk skala etos kerja peneliti membuat 42 aitem dan untuk persepsi
skala kualitas kehidupan bekerja sebanyak 40 aitem.
3) Skala etos kerja dan skala persepsi kualitas kehidupan bekerja dibuat
dalam bentuk buku yang terdiri dari lima alternatif pilihan jawaban,
disamping pernyataan telah disediakan tempat untuk menjawab sehingga
memudahkan subjek dalam memberikan jawaban.
4) Setelah kedua skala selesai dibuat, maka aitem-aitem yang telah dibuat
akan ditelaah dengan analisis rasional dari profesional judgement.
b. Mencari informasi
Pada tahap ini peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengurus surat izin dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara.
2) Mencari informasi tentang perusahaan atau instansi yang akan
dijadikan tempat pengambilan data saat peneliti mengadakan
penelitian. Dalam proses penentuan instansi tempat penelitian, peneliti
mendapatkan satu instansi di Aceh yaitu Kantor Wilayah Departemen
3) Peneliti mendatangi Instansi tersebut dan meminta izin dengan
membawa surat keterangan dari Fakultas Psikologi untuk mengadakan
penelitian di instansi tersebut. Pada saat mendatangi Instansi tersebut
peneliti juga meminta informasi dari Instansi tersebut mengenai jumlah
karyawan yang akan dijadikan populasi penelitian.
c. Uji Coba Alat Ukur
Pada tahap ini peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Sebelum melakukan penelitian yang sebenarnya, maka peneliti
melakukan uji coba alat ukur yang sudah disusun, uji coba ini tidak
hanya di Instansi tempat penelitian, tetapi peneliti lebih memfokuskan
kepada karyawan yang di luar Instansi tersebut.
2) Pada tahap uji coba alat ukur ini, peneliti tidak mendatangi satu
instansi tetapi membagikan alat ukur kepada karyawan dari Instansi
mana saja tetapi sesuai dengan karakteristik populasi penelitian.
3) Uji coba alat ukur ini dilakukan dari tanggal 11 November sampai 27
November 2010.
4) Peneliti membagikan alat ukur kepada 125 orang, tetapi yang kembali
kepada peneliti hanya 100 orang.
d. Revisi Alat Ukur
1) Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur, peneliti menguji reliabilitas
skala etos kerja dan skala kualitas kehidupan bekerja dengan
menggunakan bantuan aplikasi komputer SPSS versi 17 for windows.
2) Setelah diketahui aitem-aitem mana saja yang memenuhi validitas dan
reliabilitasnya, peneliti mengambil aitem-aitem tersebut untuk dijadikan
skala etos kerja dan skala kualitas kehidupan bekerja yang disusun dalam
bentuk buku. Skala inilah yang digunakan peneliti dalam mengambil data
untuk penelitian.
e. Memilih sampel penelitian
Setelah itu, peneliti memilih karyawan yang akan dijadikan sampel
penelitian dari jumlah populasi yang telah diberitahu oleh pihak Instansi
dengan menggunakan teknik sampling acak sederhana dengan metode acak.
2. Tahap Pelaksanaan
Setelah peneliti melakukan uji coba, merevisi alat ukur dan telah menyusun
kembali aitem-aitem yang diterima pada saat uji coba, maka peneliti mengambil data
penelitian dengan menyebarkan skala etos kerja dan skala kualitas kehidupan bekerja
yang telah direvisi kepada karyawan Kantor Wilayah Departemen Agama Nanggroe
sebanyak 100 orang. Tahap pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada tanggal 6
Desember- 12 Desember 2010.
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah diperoleh data dari masing-masing subyek penelitian, maka untuk
pengolahan data selanjutnya, diolah dengan menggunakan paket SPSS for windows
17.0 version.
G. METODE ANALISA DATA
Azwar (2005) menyatakan bahwa pengolahan data penelitian yang sudah
diperoleh dimaksudkan sebagai suatu cara mengorganisasikan data sedemikian rupa
sehingga dapat dibaca dan dapat diinterpretasikan.
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
mengunakan teknik statistik yang disebut dengan pearson product momment.
Seluruh analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows versi 17.0
Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi yang meliputi:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua
variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan
uji one-sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS for Windows versi 17.0.
Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai p > 0,05.
2. Uji Linieritas
Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel. Asumsi
ini menyatakan bahwa hubungan antar variabel yang hendak dianalisis itu mengikuti
garis lurus. Jadi peningkatan atau penurunan kuantitas di satu variabel, akan diikuti
secara linear oleh peningkatan atau penurunan kuantitas di variabel lainnya. Uji