• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Sifat Fisik Tepung Ikan Serta Tepung Daging dan Tulang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Sifat Fisik Tepung Ikan Serta Tepung Daging dan Tulang"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN

SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG

SKRIPSI FAUZAN LATIEF

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

FAUZAN LATIEF. D24102029. 2006. Karakteristik Sifat Fisik Tepung Ikan serta Tepung Daging dan Tulang. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Erika B. Laconi, MS. Pembimbing Anggota : Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS.

Bahan pakan sumber protein hewani sangat penting bagi ternak, karena kandungan protein dan asam aminonya tinggi, tetapi harganya lebih mahal dibandingkan sumber energi dan sumber protein nabati, maka diperlukan perhatian khusus terhadap pengawasan mutu dan penyimpanan agar kualitas bahan pakan sumber protein hewani tidak menurun. Sifat fisik merupakan salah satu pengujian secara cepat untuk menentukan bahan baku pakan diterima atau tidak dalam proses quality control, maka penelitian tentang sifat fisik bahan baku pakan perlu dilakukan. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2005 di Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk tepung daging dan tulang dengan 2 perlakuan dan 4 ulangan. dan tepung ikan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial 2×2×4, dua untuk asal pemasok dari industri besar dan kecil, 2 asal tepung ikan dari lokal dan impor dengan 4 kali ulangan. Peubah yang diamati adalah kadar air (%), berat jenis (g/ml), kerapatan tumpukan (g/ml), kerapatan pemadatan tumpukan (g/ml), sudut tumpukan (0), dan daya ambang (m/det).

Hasil penelitian ini adalah setiap bahan baku pakan mempunyai sifat fisik pakan yang berbeda, sifat fisik kadar air, berat jenis tepung daging dan tulang dari industri besar sangat nyata lebih kecil dibandingkan tepung daging dan tulang dari industri kecil, untuk sifat fisik kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan tepung daging dan tulang dari industri kecil sangat nyata lebih besar dibandingkan tepung daging dan tulang dari industri besar. Sifat fisik sudut tumpukan tepung daging dan tulang dari industri besar nyata lebih besar dibandingkan tepung daging dan tulang dari industri kecil. Untuk sifat fisik daya ambang tepung daging dan tulang tidak berbeda nyata.

Tepung ikan memiliki sifat fisik yang berbeda sangat nyata untuk kadar air, kerapatan pemadatan tumpukan dan sudut tumpukan, sedangkan sifat fisik berat jenis, kerapatan tumpukan dan daya ambang tidak berbeda nyata.

Tepung ikan dari industri besar yang diimport mempunyai nilai rataan sifat fisik kadar air berbeda sangat nyata lebih kecil dibandingkan tepung ikan dari industri kecil lokal, sedangkan untuk rataan sifat fisik kerapatan pemadatan tumpukan dan sudut tumpukan tepung ikan dari industri besar yang diimport berbeda sangat nyata lebih besar dibandingkan tepung ikan dari industri kecil lokal.

(3)

ABSTRACT

Physical Properties Characteristic of Fish Meal and Meat Bone Meal F. Latief, E. B. Laconi, and A. D. Hasjmy

Protein is very important for animal and protein raw material more expensive than another feedstuff, so we must have more attention and quality control for this feedstuff. One of the quality control test is physical characteristic, which is used to get information about physical properties of the raw material on protein sources. The research was conducted to get standard of physical characteristics of fish meal and meat bone meal that can be used to identify and evaluate quality.

The experiment was carried out to measure six physical properties, there are specific density, compacted specific density, specific weight, angle of response, floating rate and hygroscopic factor. There were local and import feedstuff from the two different sources. Statistically analyzed by using completely randomized design for meat bone meal and factorial design for fish meal, the mean value were compared by using last significant different.

The result showed that all feedstuffs have a different physical properties, depends on particle size and moisture, physical properties characteristic for meat bone meal have the very significant different between meat bone meal from big industries and small industries. Fish meal have the physical properties characteristic significant different for characteristic angle of respose, water soluble and compacted specific density.

Import fish meal from big industry have result for water soluble characteristic very significant different lower than local fish meal from small industries, compacted specific density and angle of respose import fish meal from big industries have very significant different more bigger than local fish meal from small industries.

Key words: physical properties, specific density, compacted specific density, specific weight, angle of respose, floating rate and hygroscopic factor. .

(4)

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN

SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG

FAUZAN LATIEF D24102029

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN

SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG

Oleh

FAUZAN LATIEF D24102029

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 30 Juni 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Erika B. Laconi, MS. Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS. NIP. 131 671 591 NIP. 130 516 996

Mengetahui,

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bantul, Yogyakarta pada tanggal 16 Mei 1984 sebagai anak tunggal, dari pasangan suami istri bapak M Jumhan Dw dan ibu Nanik Iriyani Puji Utami.

Pendidikan dasar diselesaikan penulis pada tahun 1996 di SDN Sarimulya IV Cikampek, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTPN 1 Purwakarta dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 1 Purwakarta.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas nikmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “ Karakteristik Sifat Fisik Tepung Ikan serta Tepung Daging dan Tulangini disusun dalam rangka menyelesaikan studi pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan Agustus 2005 di Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Kebutuhan akan bahan baku pakan dari luar negeri untuk industri pakan dalam negeri meningkat sampai dengan 80%, hal ini membutuhkan penanganan yang lebih baik dari kita yang bergerak dalam bidang peternakan. Pakan sumber protein hewani sangat penting dalam industri pakan, karena kandungan protein dan asam aminonya tinggi, tetapi harganya lebih mahal dibandingkan sumber energi dan sumber protein nabati, maka diperlukan perhatian khusus terhadap pengawasan mutu dan penyimpanan agar kualitas bahan pakan sumber protein hewani tidak menurun. Sifat fisik merupakan salah satu pengujian secara cepat untuk menentukan bahan baku pakan diterima atau tidak dalam proses quality control, maka penelitian tentang sifat fisik bahan baku pakan perlu dilakukan.

Bahan baku pakan yang paling banyak diimpor salah satunya adalah sumber protein hewani, tepung ikan dan tepung daging dan tulang menjadi primadona, hal ini dilakukan untuk memenuhi sumber protein dari ransum yang akan dibuat, untuk itu kita perlu membandingkan antara sumber protein hewani lokal maupun impor dengan acuan bahan bakunya didapat dari industri besar dimana produksi pakannya sudah berskala besar yang ada di kota Bekasi dan industri kecil dengan produksi pakan sedikit yang ada di kota Bogor.

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Juni 2006

(8)
(9)

Sudut Tumpukan ... 15

Daya Ambang ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Sifat Fisik ... 17

Tepung Daging dan Tulang ... 21

Pengukuran Kadar Air ... 21

Pengukuran Sifat Fisik ... 22

Berat Jenis ... 22

Kerapatan Tumpukan ... 22

Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 23

Sudut Tumpukan ... 24

Daya Ambang ... 25

Tepung Ikan ... 25

Pengukuran Kadar Air ... 25

Pengukuran Sifat Fisik ... 26

Berat Jenis ... 26

Kerapatan Tumpukan ... 27

Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 27

Sudut Tumpukan ... 28

Daya Ambang ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

Kesimpulan ... 30

Saran ... 30

UCAPAN TERIMA KASIH ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Matriks Teoritis Daya Ambang ... 8

2. Kandungan Asam Amino Tepung Daging dan Tulang ... 10 3. Variasi Nutrisi dan Kecernaan in vitro dari

94 sampel MBM asal New Zealand ... 11 4. Karakteristik Sifat Fisik Tepung Daging dan Tulang ... 17 5. Karakteristik Sifat Fisik Tepung Ikan ... 19 6. Perbandingan Karakteristik Sifat Fisik

Tepung Ikan Industri Besar dengan Industri Kecil ... 20 7. Perbandingan Karakteristik Sifat Fisik

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema Proses Pembuatan Tepung Ikan lokal ... 10

2. Prosedur Pengukuran Sudut Tumpukan ... 15

3. Metode Pengukuran Daya Ambang ... 16

4. Bentuk Fisik Bahan Pakan Tepung Daging dan Tulang ... 18

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sidik Ragam (ANOVA) Kadar Air Tepung Daging dan Tulang ... 36

2. Sidik Ragam (ANOVA) Berat Jenis Tepung Daging dan Tulang ... 36

3. Sidik Ragam (ANOVA) Kerapatan Tumpukan Tepung Daging dan Tulang ... 36

4. Sidik Ragam (ANOVA) Kerapatan Pemadatan Tumpukan Tepung Daging dan Tulang ... 36

5. Sidik Ragam (ANOVA) Sudut Tumpukan Tepung Daging dan Tulang ... 36

6. Sidik Ragam (ANOVA) Daya Ambang Tepung Daging dan Tulang ... 37

7. Sidik Ragam (ANOVA) Sudut Tumpukan Tepung Ikan ... 37

8. Sidik Ragam (ANOVA) Kadar Air Tepung Ikan ... 37

9. Sidik Ragam (ANOVA) Berat Jenis Tepung Ikan ... 37

10. Sidik Ragam (ANOVA) Kerapatan Tumpukan Tepung Ikan ... 38

11. Sidik Ragam (ANOVA) Kerapatan Pemadatan Tumpukan Tepung Ikan . 38

12. Sidik Ragam (ANOVA) Daya Ambang Tepung Ikan ... 38

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketersediaan bahan pakan sumber protein hewani secara kualitas dan

kuantitas masih menjadi kendala bagi industri pakan ternak. Harga yang mahal,

banyaknya pemalsuan atau pencampuran dengan bahan lain dan penyimpanan

menimbulkan berbagai permasalahan untuk bahan pakan sumber protein hewani,

sehingga perlu dilakukan pengujian secara cepat dan ekonomis untuk bahan baku

sumber protein hewani seperti tepung ikan dan tepung daging dan tulang.

Pengujian kualitas bahan baku pakan yang biasa dilakukan adalah uji fisik

secara organoleptik, analisis kimia dan pengamatan biologi. Uji fisik secara

organoleptik biasanya digunakan sebagai uji secara cepat (rapid test) di industri pakan ternak. Uji fisik secara organoleptik ini bersifat subjektif dan belum dapat

mendeteksi adanya pemalsuan bahan pakan tersebut. Analisis kimia dilakukan

dengan menggunakan analisis proksimat dan van soest, kedua analisa ini hanya dapat mengetahui komposisi zat makanan yang terkandung dalam bahan pakan tersebut,

namun tidak dapat mengetahui nilai manfaat bagi ternak. Uji secara biologi biasanya

menggunakan uji kecernaan terhadap ternak secara langsung (in vivo) atau secara tidak langsung (in vitro), uji ini dapat mengetahui nilai manfaat bagi ternak namun tidak dapat mengetahui komposisi kimia dari suatu bahan.

Selain itu terdapat pula uji secara mikroskopis, namun karakteristik

mikroskopis bahan pakan khususnya pakan sumber protein hewani belum banyak

diketahui. Pengukuran sifat fisik dari bahan baku pakan dapat digunakan untuk

menentukan efisien atau tidaknya bahan tersebut dari segi kualitas bahan baku dalam

pemrosesan di industri pakan.

Secara umum sifat fisik bahan tergantung kepada varietas, ukuran partikel

serta kadar air bahan pakan, untuk itu dilakukan penelitian tentang karakteristik sifat

fisik bahan pakan seperti berat jenis, kerapatan tumpukan, sudut tumpukan, daya

(14)

Perumusan Masalah

Pakan sumber protein hewani sangat penting dalam industri pakan, karena

kandungan protein dan asam aminonya tinggi, tetapi harganya lebih mahal

dibandingkan sumber energi dan sumber protein nabati, maka diperlukan perhatian

khusus terhadap pengawasan mutu dan penyimpanan agar kualitas bahan pakan

sumber protein hewani tidak menurun. Sifat fisik merupakan salah satu pengujian

secara cepat untuk menentukan bahan baku pakan diterima atau tidak dalam proses

quality control, maka penelitian tentang sifat fisik bahan baku pakan perlu dilakukan. Hal itu dapat dilakukan dengan cara pengukuran berat jenis, kerapatan tumpukan,

kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan dan daya ambang. Sehingga kita

dapat mengetahui karakteristik masing-masing bahan pakan sumber protein hewani

khususnya untuk tepung ikan serta tepung daging dan tulang.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan karakteristik sifat fisik

tepung ikan dan tepung daging dan tulang yang meliputi berat jenis, kerapatan

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Kadar Air

Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat

dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering. Kadar air berdasarkan berat

basah adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan berat total

bahan, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering adalah perbandingan antara

berat air dalam suatu bahan dengan berat kering bahan tersebut (Syarif dan Halid,

1993).

Pada umumnya keawetan bahan pangan mempunyai hubungan erat dengan

kadar air yang terkandung. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan

acceptability dan daya tahan bahan. Air yang terdapat dalam suatu bahan menurut derajat keterikatannya terbagi menjadi empat tipe, yaitu: 1) tipe 1 adalah molekul air

yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi

besar. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air

ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa, 2) tipe 2 adalah

molekul-molekul air yang memebetuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul air lain. Air tipe ini

lebih sulit dihilangkan, dan apabila dihilangkan akan mengakibatkan penurunan

aktivitas air (Aw).

Jika air ini dihilangkan sebagian maka pertumbuhan mikroba, reaksi

browning, dan hidrolisis atau oksidasi lemak dapat dikurangi, sedangkan apabila air ini dihilangkan semuanya, akan menurunkan kadar air bahan menjadi 3-7% dan

kestabilan produk suatu bahan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang dapat

mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh, 3) tipe 3 adalah air

yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan. Air tipe ini mudah diuapkan

dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi

kimiawi. Apabila air ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar 12-25%

dengan aw kira- kira 0,8 tergantung dari jenis bahan dan suhu.

Air tipe ini disebut dengan air bebas, 4) tipe 4 adalah air yang tidak terikat

dalam jaringan suatu bahan atau air murni (Winarno, 1997). Aktivitas air bahan

pakan adalah air bebas yang terkandung dalam bahan pakan yang dapat digunakan

(16)

dengan baik, misalnya bakteri tumbuh pada aw 0,90, khamir pada aw 0,80-0,90, dan

kapang pada aw 0,60-0,70.

Suatu bahan yang akan disimpan sebaiknya memiliki aktivitas air dibawah

70% atau pada kelembaban relatif dibawah 70%( Winarno et al., 1980). Suatu bahan dengan kadar air dan aktivitas air yang rendah dapat lebih awet dalam proses

penyimpanan dibanding dengan bahan dengan kadar air dan aktivitas air yang lebih

tinggi (Syarief dan Halid, 1993).

Sifat Fisik Pakan

Sifat fisik dan tekstur bahan menentukan parameter yang penting untuk

merancang alat proses (pengolahan), memenuhi syarat pengepakan (kemasan) serta

kondisi penyimpanan (Wirakartakusumah et al., 1992).

Menurut Kling dan Wohlbier (1983) dalam Khalil (1999a), sekurang – kurangnya ada enam sifat fisik bahan pakan yang penting, yaitu berat, sudut

tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, daya ambang dan

factor higroskopis. Pathak (1997) mengatakan uji kualitas bahan pakan dapat

dilakukan dengan beberapa teknik pemeriksaan dan pengujian yaitu uji fisik

organoleptik, analisis kimia dan pengamatan mikroskopis.

Sifat fisik merupakan sifat dasar dari suatu bahan. Sifat fisik bahan mencakup

aspek yang sangat luas, akan tetapi informasi hasil penelitian mengenai sifat fisik

bahan pakan masih sangat terbatas. Salah satu faktor yang paling kritis dalam

penanganan bahan adalah sifat mengalir bahan (flowability) yang ditangani. Faktor lain seperti kandungan air, kerapuhan bahan, sudut tumpukan, sifat penggumpalan,

abrasiveness dan densitas adalah elemen utama dalam penentuan penanganan yang tepat.

Berat Jenis

Berat jenis disebut berat spesifik, merupakan perbandingan antara masa

bahan terhadap volume bahan satuannya adalah kg/m3. Khalil (1999b) menjelaskan

bahwa berat jenis akan berhubungan erat dengan porositas ransum. Porositas adalah

rasio antara kerapatan tumpukan dengan berat jenis ransum. Porositas ini memegang

peranan penting, misalnya dalam mencapai efisiensi pengeringan bahan, karena

(17)

berpengaruh pada daya ambang partikel, yang berhubungan dengan proses

pemindahan atau pengangkutan bahan dengan conveyor atau pada proses pengisian

silo yang tinggi dengan menggunakan gaya gravitasi. Berat jenis bersama dengan ukuran partikel juga berpengaruh terhadap homogenitas penyebaran partikel dan

stabilitasnya dalam suatu campuran pakan.

Ransum yang terdiri atas partikel yang perbedaan berat jenisnya cukup besar,

maka campuran ini tidak stabil dan cenderung mudah terpisah kembali, oleh karena

itu keadaan ini tidak diinginkan dalam proses pembuatan pakan campuran (ransum).

Berat jenis sangat menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara

otomatis yang umum diterapkan pada pabrik pakan, seperti dalam proses

pengemasan pengeluaran bahan dari dalam silo untuk dicampur atau digiling (Chung dan Lee, 1985 dalam Khalil, 1999b)

Variasi dalam nilai berat jenis dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan,

distribusi ukuran partikel dan karakteristik permukaan partikel, hal ini didukung oleh

pernyataan Nurcahaya (1999) bahwa perbedaan nilai berat jenis selain dipengaruhi

oleh perbedaan karakteristik permukaan partikel juga dipengaruhi oleh kandungan

nutrisi bahan.

Kerapatan Tumpukan (Bulk Density)

Kerapatan tumpukan (Bulk Density) merupakan perbandingan antara berat

bahan dengan volume ruang yang ditempatinya, satuannya adalah kg/m3 (Khalil,

1999b). Kerapatan tumpukan berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian

penakaran secara otomatis sebagaimana halnya berat jenis. Sifat ini juga memegang

peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu

bahan dengan berat jenis tertentu seperti pada pengisian alat pencampur, elevator dan

silo.

Sifat ini memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang

yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat jenis tertentu seperti pada pengisian alat

pencampur, elevator dan silo (Qomariyah, 2004).

Penggunaan bahan sorghum dan jagung memperlihatkan hasil kerapatan

tumpukan tumpukan yang lebih rendah daripada penggunaan bahan ubi kayu

(18)

yaitu 790,2 kg/m3, kenyataan tersebut diduga erat hubungannya dengan derajat

kehalusan partikel dari ubi kayu yang relatif lebih kasar (Prambudi, 2001).

Menurut Chung dan Lee (1985), kerapatan tumpukan lebih penting daripada

berat jenis bahan dalam pengeringan dan penyimpanan secara praktis. Menurut

Ruttloff (1981) dalam Khalil (1998), pencampuran bahan pakan dengan ukuran

partikel yang sama tetapi terdapat perbedaan besar dalam kerapatan tumpukan

(perbedaan >500 kg/m3) akan sulit dicampur dan campuran seperti ini akan mudah

terpisah kembali. Bahan dengan kerapatan tumpukan rendah (<450 kg/m3)

membutuhkan waktu jatuh atau waktu mengalir lebih lama dan dapat ditimbang lebih

teliti dengan alat penakar otomatis, baik volumetris maupun gravimetris, sedangkan

bahan dengan kerapatan tumpukan tinggi (>1000 kg/m3) bersifat kebalikannya,

berdasarkan hal tersebut dengan mengetahui nilai kerapatan tumpukan khususnya

dalam bahan bungkil inti sawit dapat diduga susunan formula ransum yang tepat,

sehingga kesalahan dalam pemilihan bahan dapat dihindari (Nurcahaya,1999).

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Compacted Bulk Density)

Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan

dengan volume ruang setelah melalui proses pemadatan (seperti penggoyangan),

satuannya adalah kg/m3. Kapasitas silo, kontainer dan kemasan tergantung pada

kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan. Perbedaan cara pemadatan

akan berpengaruh pada nilai kerapatan pemadatan tumpukannya. Menurut Hoffman

(1997), tingkat pemadatan serta densitas bahan sangat menentukan kapasitas dan

akurasi pengisian tempat penyimpanan seperti silo, kontainer dan kemasan.

Nilai kerapatan pemadatan tumpukan dari makanan berbentuk bubuk

umumnya antara 0,3-0,8 g/cm3 (Wirakartakusumah et al., 1992). Dengan mengetahui nilai kerapatan pemadatan tumpukan bermanfaat pada saat pengisian bahan ke dalam

wadah yang diam tetapi bergetar. Kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh

bentuk dan ukuran partikel bahan pakan (Gautama, 1998). Kerapatan pemadatan

tumpukan yang tinggi berarti bahan memiliki kemampuan memadat yang tinggi

dibandingkan dengan bahan yang lain. Distribusi ukuran partikel lebih banyak

berpengaruh terhadap nilai kerapatan pemadatan tumpukan dibandingkan sifat kimia

(19)

Semakin rendah kerapatan pemadatan tumpukan yang dihasilkan maka laju

alir akan semakin menurun (Rikmawati, 2005).

Sudut Tumpukan (Angle of Repose)

Menurut (Soesarsono, 1998), sifat fisik ini perlu diketahui misalnya untuk

mendesain corong pemasukan ataupun corong pengeluaran, misal pada silo atau pada

mesin pengolah. Kesalahan desain corong karena kurang pengetahuan tentang sudut

tumpukan komoditas dapat mengakibatkan kemacetan karena corong tersumbat oleh

komoditas yang tidak dapat lewat dengan lancar.

Sudut tumpukan merupakan sudut yang terbentuk jika bahan dicurahkan pada

bidang datar melalui sebuah corong. Sudut tumpukan menunjukkan kriteria

kebebasan bergerak partikel dari suatu tumpukan bahan. Menurut Williams (1991)

dan Ruttloff (1981) dalam Khalil (1999a), laju aliran bahan akan sangat

mempengaruhi proses penanganan dan distribusi, antara lain :

1. Kecepatan dan keefisienan pada proses pengisian silo vertikal, pemindahan

bahan menuju unit penimbangan atau pencampuran sangat ditentukan oleh

sifat mengalir bahan.

2. Pengangkutan atau pemindahan bahan secara mekanik dengan menggunakan

alat mekanik seperti traktor, sekop atau conveyor. Kemudahan dan

kecepatannya mengangkut bahan ditentukan oleh sudut tumpukan bahan.

3. Sudut tumpukan berpengaruh pada proses penakaran. Bahan yang

mempunyai sudut tumpukan kecil lebih mudah dan lebih akurat ditakar baik

secara volumetris dan gravimetris.

Bahan yang memiliki tingkat kebebasan bergerak rendah maka sudut

tumpukannya besar. Sudut tumpukan merupakan metode cepat pengukuran laju

aliran/daya luncur suatu bahan (Carr, 1976).

Daya Ambang (Floating Rate)

Keefisienan pengangkutan behan dengan alat conveyor ditetukan oleh daya ambang bahan tersebut. Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel

bahan jika dijatuhkan dari atas ke bawah selama jangka waktu tertentu, dengan

satuan m/dtk. Daya ambang suatu partikel bahan dikatakan besar apabila semakin

(20)

1999a). Partikel yang lebih kecil ukurannya dengan berat lebih ringan mempunyai

daya ambang lebih besar akan lebih dahulu terhisap. Pada pengisian silo vertical, bahan dengan daya ambang kecil akan jatuh lebih cepat dan cenderung bertumpuk di

bagian bawah karena lebih besar gaya gravitasinya hal ini dapat menyebabkan

penyimpangan komposisi nutrisi pakan secara keseluruhan (Khalil, 1999a).

Penjelasan tentang daya ambang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Matriks Teoritis Daya Ambang

Daya Ambang Jarak tempuh Partikel Waktu tempuh

Besar Pendek Kecil/Ringan Lama

Kecil Panjang Basar/Berat Cepat

Sumber : Khalil, 1999a

Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan ikan utuh dan potongannya atau keduanya yang

digiling dan dikeringkan dengan atau tanpa ekstraksi sebagian minyak ikan.

Kandungan protein kasarnya mencapai 60% (Pfost, 1976). Tepung ikan merupakan

jaringan dasar yang kering dan bersih, berasal dari daging ikan penuh atau sisa

potongan ikan, dengan atau tanpa ekstraksi bagian minyaknya. Kandungan protein

kasarnya sangat tinggi, mencapai 55-72% tergantung cara pengolahannya,

masalahnya adalah harga yang relatif mahal sehingga sering disubstitusi dengan

Meat and Bone Meal (MBM) (Indartono, 2003).

Tepung ikan adalah produk padat yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan

sebagian air dan sebagian lemak atau seluruhnya dalam ikan atau sisa ikan.

Kegunaan tepung ikan adalah sebagai bahan campuran pakan ternak unggas dan

berfungsi sebagai sumber protein (Amrullah, 2003).

Biasanya tepung ikan berasal dari sisa-sisa olahan (sisa kepala atau perut ikan

pada pengalengan ikan dan pengolahan fillet ikan) maupun hasil penangkapan waktu

musim ikan sangat banyak sehingga orang tidak mampu untuk mengolahnya lagi

(Moeljanto, 1982). Amrullah (2003) menjelaskan bahwa pemakaian tepung ikan

dalam ransum ayam ras oleh para ahli unggas negara barat selalu dibatasi di bawah

10%, dikhawatirkan banyaknya akan mempengaruhi aroma daging atau telurnya

(21)

Tepung ikan adalah sumber protein yang sangat baik untuk unggas, karena

mengandung asam-asam amino essensial yang cukup untuk kebutuhan ayam dan

sumber utama dari lisin dan methionin. Tepung ikan dianggap sebagai protein bahan

pakan yang mempunyai nutrisi lengkap dan berasal dari ikan, juga sebagai sumber

asam amino dan energi yang baik, dan mempunyai palatabilitas yang tinggi

(Thompson et al., 2004). Level pemberian tepung ikan dalam ransum unggas untuk periode starter 10%, finisher 8%, dan ayam petelur 5-6% (eFeedGrain, 2004).

Tepung ikan merupakan limbah ikan yang dihasilkan dari kegiatan industri

pengalengan ikan, dapat dimanfaatkan untuk campuran makanan ternak seperti

unggas, babi, dan makanan ikan. Tepung ikan mengandung protein, mineral, dan

vitamin B, tepung ikan yang berkualitas tinggi mengandung air 6 10%, lemak 5

-12%, protein 60 -75%, dan abu 10 -20% (LIPI, 2000).

Proses Pembuatan Tepung Ikan

Proses pembuatan tepung ikan menurut LIPI (2005) dimulai dengan

memotong-motong bahan limbah ikan dengan cara memasukkan bahan ke dalam

keranjang plastik yang berlubang di bawahnya, kemudian dicuci bersih dalam bak

pencucian. Bahan yang telah bersih diaduk dan dibiarkan selama 30 menit di dalam

bak. Ikan yang mengandung banyak lemak dimasukkan ke dalam panci masak,

ditambahkan air hingga terendam, dan dimasak selama 1 jam, sedangkan ikan yang

sedikit mengandung lemak dimasak dalam dandang selama 30 menit. Selanjutnya

ikan yang sudah masak dipres dan dihancurkan dengan alat penggiling (penggilingan

basah), kemudian dikeringkan pada suhu 60-650C selama 6 jam di dalam alat

pengering atau di bawah sinar matahari. Setelah kering, digiling kembali sampai

menjadi tepung (penggilingan kering) dan selanjutnya dihasilkan produk berupa

(22)

Skema proses pembuatan tepung ikan lokal dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema Proses Pembuatan Tepung Ikan Lokal (LIPI, 2000)

Tepung Daging dan Tulang (Meat and Bone Meal)

Kandungan asam amino tepung daging dan tulang dapat dilihat pada Tabel. 2.

Tabel 2. Kandungan Asam Amino Tepung Daging dan Tulang

(23)

Produk yang dihasilkan dari pengolahan MBM ini sangat bervariasi meskipun

bahan baku yang digunakan bagus dan metode metode pengolahannya berteknologi

tinggi. Variasi dari kandungan nutrisi dan kualitas protein dari MBM merupakan hal

yang selalu diperhatikan oleh industri pakan (Parson et al., 1997).

Menurut Hendriks et al (2002) menyatakan bahwa tepung daging dan tulang

atau yang dikenal dengan meat and bone meal (MBM) dalam ransum babi dan

unggas dapat digunakan sebagai sumber protein dan memberikan kontribusi sebesar

30% protein pakan. Disamping sebagai sumber protein MBM juga berpotensi

sebagai sumber energi dan sumber yang baik untuk mineral Ca, P dan trace mineral

lainnya.

Tabel 3. Variasi Nutrisi dan Kecernaan in vitro dari 94 Sampel MBM asal New Zealand

Komponen Selang Rata-rata Standar Deviasi Koefisien Variasi

(24)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,

mulai bulan Juni- Agustus 2005.

Materi

Bahan pakan

Penelitian ini menggunakan bahan pakan sumber protein hewani yang sering

digunakan, yaitu tepung ikan dan tepung daging dan tulang dari dua industri yang

berbeda, yaitu industri pakan besar dan industri pakan kecil. Bahan pakan yang

digunakan masing-masing sebanyak 15 kg.

Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain oven, mistar, segitiga

siku-siku, corong plastik, gelas ukur 100 ml dan 1000 ml, kertas karton, alumunium

foil, kantong plastik, jangka, stopwatch, pengaduk, pemanas air, kaca pembesar,

suntikan, sendok makan, sendok teh dan alat penjepit.

Rancangan

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 3 jenis bahan pakan sumber protein hewani yaitu

tepung ikan lokal, tepung ikan impor dan MBM (tepung daging dan tulang) yang

berasal dari 2 industri yang berbeda sebagai perlakuan dan masing-masing perlakuan

(25)

Model

Model matematik yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap)

2×4, 2 untuk asal industri dan 4 kali ulangan yang dilakukan dalam pengukuran meat bone meal (tepung daging dan tulang) sebagai berikut :

Yij = µ + τi + εij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i ulangan ke-j

µ = nilai rata-rata umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = galat perlakuan ke-i ulangan ke-j

Rancangan yang digunakan untuk tepung ikan adalah RAL (Rancangan Acak

Lengkap) pola faktorial 2×2×4, dua untuk asal dari industri besar dan kecil, 2 asal

tepung ikan dari lokal atau import dan 4 kali ulangan sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan faktor A taraf ke-I faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k

µ = komponen aditif dari rataan,

αi = pengaruh utama faktor A

βj = pengaruh utama faktor B

Αβij = komponen interaksi faktor A dan faktor B

Εijk = pengaruh acak yang menyebar normal

Peubah

Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi :

Kadar air dan sebagai sifat karakteristik bahan mencakup : berat jenis,

kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan dan daya

ambang.

Analisis Data

Data diolah dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan jika berbeda

(26)

Prosedur

Persiapan Bahan

Sampel yang diambil secara acak sebanyak 3 kg untuk pengukuran.

Pengukuran Kadar Air

Setiap sampel yang diperoleh diukur kadar airnya untuk mengetahui kadar air

awal. Kadar air diukur dengan cara menimbang sampel sebanyak 3 gram kemudian

dimasukkan ke dalam oven 1050 C selama 24 jam kemudian ditimbang kembali.

Kadar air didapat dari pengurangan bobot awal dengan bobot akhir bahan.

Pengukuran Sifat Fisik

Berat Jenis. Bahan dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml dengan

menggunakan sendok teh (± 5 ml) melalui corong yang diameter lubang

pengeluarannya 2,5 cm dengan ketinggian sama (ditempatkan pada stand, sehingga

jarak jatuhnya sama) untuk meminimumkan perbedaan akibat daya tekan sampai

volume 50 ml. Gelas ukur yang telah berisi sampel ditimbang untuk mengetahui

beratnya, setelah itu dimasukkan aquades sebanyak 50 ml. Pembacaan volume akhir

dilakukan setelah volume tidak berubah lagi. Perubahan volume aquades merupakan

volume bahan yang sesungguhnya.

Bobot bahan (gram)

Berat jenis = --- Perubahan volume aquades (ml)

Kerapatan Tumpukan. Metode pengukuran kerapatan tumpukan dengan

mencurahkan bahan ke dalam gelas ukur 100 ml, kemudian ditimbang untuk

mengetahu beratnya. Pemasukan bahan diusahakan untuk setiap pengamatan baik

cara maupun ketinggian kecurahan untuk meminimumkan perbedaan kepadatan

akibat gaya tekan. Pencurahan bahan melalui corong yang diameter lubang

pengeluarannya 2,5 cm dan menggunakan sendok teh (± 5 ml) untuk mencurahkan

sample pada posisi yang sama. Setiap pengamatan hindari terjadi goncangan selama

pengukuran dan menggunakan volume pengukuran yang sama (100 ml).

(27)

Kerapatan Pemadatan Tumpukan. Besarnya kerapatan pemadatan

tumpukan ditentukan dengan cara yang sama seperti penentuan kerapatan tumpukan,

tetapi volume dibaca setelah dilakukan pemadatan dengan cara

mengoyang-goyangkan gelas ukur dengan tangan sampai volumenya tidak berubah. Jadi volume

yang dibaca merupakan volume terkecil yang diperoleh selama pengoyangan dalam

waktu tidak lebih dari 10 menit, satuannya adalah g/ml.

Sudut Tumpukan. Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan

menjatuhkan bahan pada ketinggian 15 cm melalui corong yang sama terhadap suatu

bidang datar dengan menggunakan kertas karton manila berwarna putih yang telah

diberi tanda untuk mengukur diameter, dilakukan didalam ruangan.

Diameter tumpukan maksimal dua kali tinggi jatuhnya bahan. Sedangkan

untuk megukur tinggi dilakukan dengan bantuan mistar dan segitiga siku-siku.

Volume bahan yang digunakan sebesar 100 ml. Sudut tumpukan bahan ditentukan

dengan mengukur diameter dasar (d) dan tinggi tumpukan (t).

Besarnya sudut tumpukan dihitung dengan rumus :

tg  = t / 0,5 d

Prosedur pengukuran sudut tumpukan dapat dilihat pada Gambar. 2.

Gambar 2. Prosedur Pengukuran Sudut Tumpukan.

Daya Ambang. Daya ambang bahan diukur dengan menjatuhkan sampel

pada ketinggian 3 m dari lantai kemudian diukur lama waktu (detik) yang dibutuhkan

untuk mencapai lantai dengan menggunakan stopwatch. Lantai tepat jatuh bahan

diberi alas alumunium foil untuk meminimumkan kesalahan diusahakan bahan jatuh

(28)

pengaruh angin semua lubang yang memungkinkan angin masuk selama pengukuran

daya ambang ditutup dengan kertas karton.

Jarak jatuh (m)

Daya ambang = --- Waktu(detik)

Metode pengukuran daya ambang dapat dilihat pada Gambar. 3.

3m

Gambar 3. Metode Pengukuran Daya Ambang

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisik

Sifat fisik pakan sangat bergantung kepada jenis dan tekstur bahan pakan,

sehingga dapat digunakan dalam merancang peralatan yang sesuai dengan keadaan

pakan, hal itu akan mengefisienkan biaya produksi dan modal usaha dari sebuah

industri pakan.

Tabel 4. Karakteristik Sifat Fisik Tepung Daging dan Tulang

Sifat Fisik Sumber Rataan

Industri Besar Industri Kecil

Kadar Air (%) 6,01±0,23A 8,78±0,52B 7,39±1,96

Berat Jenis (g/ml) 0,25±0,00A 0,31±0,00B 0,28±0,04

Kerapatan Tumpukan (g/ml) 0,55±0,01A 0,64±0,03B 0,60±0,07

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (g/ml) 0,76±0,01A 0,85±0,02B 0,80±0,06

Sudut Tumpukan (0) 45,37±1,30b 41,47±1,91a 43,42±0,04

Daya Ambang (m/det) 5,39±1,04 5,46±0,92 5,43±0,04

Superscript huruf besar yang tidak sama pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata

(P<0,01). Superscript huruf kecil yang tidak sama pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,05)

Tepung daging dan tulang dari industri pakan skala besar dan industri pakan

skala kecil mempunyai karakteristik sifat fisik yang berbeda sangat nyata (P<0,01)

untuk kadar air, berat jenis, kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan,

untuk sudut tumpukan berbeda nyata (P<0,05). Nilai kadar air, berat jenis, kerapatan

tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan sudut tumpukan industri besar nyata

lebih kecil jika dibandingkan dengan tepung daging dan tulang dari industri kecil,

untuk sifat fisik kadar air dan berat jenis jika nilainya lebih kecil maka lebih

ekonomis. Daya ambang tepung daging dan tulang dari industri besar tidak berbeda

nyata dengan tepung daging dan tulang dari industri kecil, hal ini diduga karena

ukuran partikel bahan sama dengan ukuran fine atau halus.

Bentuk, ukuran, volume, luas permukaan, densitas, porositas, warna dan

penampakan adalah beberapa jenis karakteristik fisik yang penting dalam berbagai

masalah yang terkait dalam rancangan suatu alat khusus atau analisis perilaku produk

(30)

akan menentukan perancangan suatu alat sehingga dapat mengurangi biaya produksi

dari pakan.

Sifat warna adalah faktor pertama yang dapat terlihat jelas perbedaannya,

umumnya warna tepung daging dan tulang coklat, tepung daging dan tulang dari

industri besar berwarna coklat tua sedangkan tepung daging dan tulang dari industri

kecil coklat terang, perbedaan warna ini dapat terlihat pada Gambar 4. Sedangkan

bau dari setiap tepung daging dan tulang mempunyai bau yang khas, bau tepung

daging dan tulang dari industri kecil lebih menyengat.

MBM Industri Besar MBM Industri Kecil

Gambar 4. Bentuk Fisik Bahan Pakan Tepung Daging dan Tulang.

Menurut Nurcahaya, (1999), bau merupakan indikator rusak atau tidaknya

bahan baku pakan, sehingga jika bahan baku pakan tengik maka kemungkinan besar

bahan baku tersebut sudah rusak.

Karakteristik sifat fisik tepung ikan sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel.

Karakteristik sifat fisik tepung ikan dapat bermanfaat bagi pengolahan dan

pemanfaatan bahan baku tersebut. Karakteristik sifat fisik tepung ikan dapat dilihat

(31)

Tabel 5. Karakteristik Sifat Fisik Tepung Ikan

Sifat Fisik Sumber

Industri Besar Industri Kecil

Lokal Import Lokal Impor

Kadar Air (%) 11,33±0,26B 8,30±0,18A 13,08±0,22C 12,90±0,39C

Berat Jenis (g/ml) 0,24±0,02 0,25±0,01 0,22±0,01 0,24±0,01

Kerapatan Tumpukan (g/ml) 0,51±0,01 0,50±0,00 0,48±0,04 0,51±0,01

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (g/ml) 0,73±0,01B 0,73±0,02B 0,63±0,02A 0,71±0,01B

Sudut Tumpukan (0) 45,25±0,47C 44,99±2,93C 36,07±1,13A 41,88±1,12B

Daya Ambang (m/det) 5,24±0,95 4,61±0,84 5,77±0,66 4,26±0,34

Superscript huruf besar yang tidak sama pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata

(P<0,01).

Karakteristik sifat fisik tepung ikan dari industri besar lokal mempunyai

perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dengan tepung ikan dari industri besar import

pada jenis sifat fisik kadar air, kerapatan pemadatan tumpukan dan sudut tumpukan,

sedangkan untuk berat jenis, kerapatan tumpukan dan daya ambang tidak berbeda

nyata, hal ini diduga karena ukuran partikel tepung ikan hampir sama, yaitu

berukuran fine atau halus.

Keuntungan dari pengendalian bahan sifat fisik bahan baku dan pengemasan

adalah :

1. Mengurangi biaya investasi dan biaya operasional.

2. Konsumen tidak dirugikan dan tidak ada prasangka buruk terhadap produk,

baik dari pengemasan yang salah, kendaraan pengantar maupun karakteristik

produk yang dihasilkan.

Perbandingan karakteristik sifat fisik tepung ikan industri besar dengan

(32)

Tabel 6. Perbandingan Karakteristik Sifat Fisik Tepung Ikan Industri Besar

Kerapatan Tumpukan (gr/ml) 0,50 0,49

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

(gr/ml)

0,73 0,67

Sudut Tumpukan (0) 45,12 38,97

Daya Ambang (m/det) 4,92 5,01

Rata-rata kadar air, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan,

berat jenis dan daya ambang tepung ikan industri besar lebih kecil dibandingkan

tepung ikan industri kecil, sedangkan sudut tumpukan tepung ikan industri besar

lebih besar dibandingkan tepung ikan industri kecil.

Bahan pakan dengan kadar air lebih kecil, lebih baik dibandingkan bahan

baku yang berkadar air tinggi, hal ini berhubungan dengan daya simpan bahan pakan,

sedangkan sudut tumpukan yang tinggi akan mempengaruhi laju alir dari bahan

pakan. Semakin tinggi sudut tumpukan maka laju alir bahan akan semakin kecil,

sehingga dapat menyumbat silo.Perbandingan karakteristik sifat fisik tepung ikan

local dan import dapat dilihat pada Tabel. 7.

Tabel 7. Perbandingan Karakteristik Sifat Fisik Tepung Ikan Lokal Dan Import

Sifat Fisik Sumber

Lokal Import

Kadar Air (%) 12,20 10,60

Berat Jenis (gr/ml) 0,23 0,24

Kerapatan Tumpukan (gr/ml) 0,49 0,50

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (gr/ml) 0,68 0,72

Sudut Tumpukan (0) 40,66 43,43

(33)

Bentuk fisik bahan pakan tepung ikan dapat dilihat pada Gambar. 5.

T. Ikan Impor Industri Besar T. Ikan Lokal Industri Besar

T. Ikan Impor Industri Kecil T. Ikan Lokal Industri Kecil

Gambar 5. Bentuk Fisik Bahan Pakan Tepung Ikan.

Tepung ikan mempunyai warna coklat pada umumnya, tepung ikan yang

berasal dari industri besar memiliki warna coklat tua, sedangkan untuk tepung ikan

dari industri kecil memiliki warna coklat yang lebih muda, dan untuk tepung ikan

lokal dari industri kecil masih terdapat campuran bahan lain. Bau yang paling tengik

adalah tepung ikan lokal dari industri kecil.

MBM (Tepung Daging dan Tulang)

Pengukuran Kadar Air

MBM (tepung daging dan tulang) dari industri besar mempunyai kadar air

rata-rata 6,01% yang berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih kecil dari industri kecil

yang mempunyai rataan 8,78% (Tabel 4). Menurut data kadar air MBM yang baik

adalah 6,6%, kenaikan kadar air bahan tersebut dapat dikarenakan perbedaan RH

atau kelembaban tempat asal bahan sehingga berpengaruh terhadap kadar air bahan.

Bahan pakan dari industri kecil berasal dari kota yang mempuyai kelembaban tinggi

sehingga suhunya rendah, hal itu dapat mengakibatkan kadar air tinggi dan akan

(34)

Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat

dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering. Kadar air berdasarkan berat

basah adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan berat total

bahan, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering adalah perbandingan antara

berat air dalam suatu bahan dengan berat kering bahan tersebut (Syarif dan Halid,

1993). Kadar air tinggi juga dapat mengakibatkan bahan cepat rusak, hal itu

dikarenakan pertumbuhan bakteri akan lebih cepat.

Kadar air bahan juga dapat mempengaruhi kualitas dari bahan pakan tersebut,

hal ini dikarenakan bahan pakan yang mempunyai kadar air tinggi akan lebih cepat

untuk ditumbuhi bakteri, sehingga akan mudah tengik.

Pengukuran Sifat Fisik

Berat Jenis

Tepung daging dan tulang dari industri besar mempunyai nilai 0,25 g/ml

berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih kecil daripada tepung daging dan tulang dari

industri kecil 0,31 g/ml (Tabel 4), hal ini berpengaruh terhadap porositas dari bahan

pakan tersebut. Porositas adalah rasio antara kerapatan tumpukan dengan berat jenis

bahan. Semakin tinggi berat jenis, maka porositasnya semakin kecil dan gaya tarik

menarik antar partikelnya semakin kuat.

Tepung daging dan tulang dari industri besar lebih ekonomis jika dilihat dari

berat jenisnya, karena berat jenis berbanding lurus dengan kadar air maka jika nilai

berat jenisnya kecil kadar airpun demikian.

Berat jenis berpengaruh pada daya ambang partikel, yang berhubungan

dengan proses pemindahan atau pengangkutan bahan dengan conveyor atau pada

proses pengisian silo yang tinggi dengan menggunakan gaya gravitasi. Berat jenis

bersama dengan ukuran partikel juga berpengaruh terhadap homogenitas penyebaran

partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan.

Kerapatan Tumpukan

Sifat ini memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang

yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat jenis tertentu seperti pada pengisian alat

(35)

Tepung daging dan tulang dari industri besar mempunyai kerapatan

tumpukan 0,55 g/ml berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih kecil dibandingkan tepung

daging dan tulang yang berasal dari industri kecil dengan nilai 0,64 g/ml (Tabel 4),

hal ini disebabkan oleh penyerapan kadar air yang tinggi akan menyebabkan

peningkatan sifat kohesive, atau gaya tarik menarik antar partikel semakin besar,

sehingga semakin tinggi kadar air maka akan semakin tinggi pula kerapatan

tumpukannya (Wirakartakusumah et al., 1992).

Kerapatan tumpukan ini sangat berguna untuk memodelkan suatu wadah atau

silo sebagai tempat penyimpanan bahan baku pakan sebelum diproses, jadi kita bisa

memodelkan antara bahan baku yang mempunyai ukuran partikel kecil dengan bahan

baku yang mempunyai ukuran partikel yang lebih besar, hal ini akan lebih

menguntungkan karena dapat mengetahui bahan yang lebih ekonomis untuk

digunakan, jika bahan baku pakan mempunyai kerapatan tumpukan yang besar maka

akan lebih besar membutuhkan tempat atau ruang yang akan digunakan.

Kerapatan tumpukan dari industri besar lebih kecil jika dibandingkan dengan

industri kecil hal ini menunjukkan bahwa bahan baku pakan dari industri kecil tidak

membutuhkan wadah yang besar untuk menampungnya dalam satuan tertentu,

sehingga jika dibandingkan dengan tepung daging dan tulang dari industri besar lebih

ekonomis. Menurut Wijayanti (2000) nilai kerapatan tumpukan rendah dapat

disebabkan karena rendahnya kadar air dalam tepung yang diukur.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Tepung daging dan tulang dari industri besar mempunyai nilai kerapatan

pemadatan tumpukan 0,76 g/ml yang berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih kecil

dibandingkan industri kecil yang mempunyai nilai 0,85 g/ml (Tabel 4), nilai

kerapatan pemadatan tumpukan makanan yang berbentuk umumnya antara 0,3-0,8

gr/cm3 (Wirakartakusumah et al., 1992). Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempati bahan

setelah melalui proses pemadatan seperti penggoyangan (Khalil, 1999b).

Kapasitas silo, kontainer dan kemasan seperti karung terletak antara

kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan (Khalil, 1999b), sehingga

dengan mengetahui berapa nilai kerapatan pemadatan tumpukan maka akan dapat

(36)

ekonomis dan lebih efisien, jika kerapatan pemadatan tumpukannya rendah maka

luasan tempat yang digunakan akan semakin sempit atau lebih ekonomis. Bahan

yang bersifat bubuk merupakan bahan yang compressible maka densitas bulk-nya diberi sifat-sifat tambahan seperti compact density (kerapatan pemadatan tumpukan) (Wirakartakusumah et al., 1992).

Bahan baku pakan yang bentuknya tepung mempunyai sifat dapat dicampur

menjadi pellet maupun crumble, hal itu dapat ditentukan oleh kerapatan pemadatan tumpukannya. Kerapatan pemadatan tumpukan dari tepung daging dan tulang dari

industri besar lebih ekonomis karena tidak memerlukan wadah yang besar untuk

menampung bahan tersebut.

Kerapatan pemadatan tumpukan juga dapat menentukan luasan dari wadah

atau silo yang digunakan untuk menampung bahan tersebut, dalam Perry et all

(1973) kapasitas per unit waktu dari peralatan yang dapat menyebabkan benda

bergerak dalam pemrosesan harus diketahui secara pasti kapasitas seperti kilogram

per jamnya, sehingga kita bisa mengetahui kapasitas produksinya.

Tepung daging dan tulang dari industri besar sangat nyata lebih kecil

kerapatan pemadatan tumpukannya dibandingkan dengan tepung daging dan tulang

dari industri kecil, nilai kerapatan pemadatan tumpukan yang besar menunjukkan

bahwa dalam wadah dengan satuan tertentu dapat ditempati oleh partikel bahan lebih

banyak, sehingga dapat dilihat dari hasil bahwa tepung daging dan tulang dari

industri kecil lebih ekonomis sifatnya karena dapat menempati wadah lebih banyak

dibandingkan tepung daging dan tulang dari industri besar.

Sudut Tumpukan

Tepung daging dan tulang dari industri besar mempunyai nilai sudut

tumpukan 45,370 berbeda nyata (P<0,05) lebih besar dibandingkan tepung daging

dan tulang dari industri kecil yang mempunyai sudut tumpukan 41,470 (Tabel 4), hal

ini dipengaruhi oleh kadar air bahan, semakin tinggi kadar air suatu bahan, maka

akan semakin kecil sudut tumpukannya. Pada bahan yang halus biasanya memiliki

sudut tumpukan yang tinggi, daripada bahan dengan ukuran partikel kasar pada jenis

bahan yang sama (Qomariyah, 2004).

Semakin tinggi sudut tumpukan maka bahan akan mempunyai laju alir yang

(37)

bahan baku tersebut akan lebih sulit atau terdapat bahan baku yang tertinggal pada

sisi kemiringan silo.

Sudut tumpukan tepung daging dan tulang dari industri kecil lebih ekonomis

jika dilihat dari sudut tumpukannya karena semakin kecil sudut tumpukan akan

mengurangi jumlah bahan yang tertinggal pada bidang miring wadah. Sudut

tumpukan yang kecil akan memudahkan bahan untuk jatuh.

Daya Ambang

Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika

dijatuhkan dari atas ke bawah selama jangka waktu tertentu, dengan satuan m/dtk.

Daya ambang suatu partikel bahan dikatakan besar apabila semakin lama waktu yang

diperlukan menuju bidang datar dari ketinggian tertentu. Daya ambang tepung

daging dan tulang dari industri besar tidak berbeda nyata dengan tepung daging dan

tulang dari industri kecil.

Keefisienan pengangkutan bahan dengan alat penghisap (pneumatic

conveyor) ditentukan oleh daya ambang bahan tersebut, daya ambang yang lebih besar yaitu dengan partikel bahan kecil dan bobot bahan lebih kecil maka akan

semakin cepat untuk dihisap. Hal itu akan memudahkan dalam pemindahan bahan

dari bawah ke silo maupun wadah yang lain.

Bahan baku pakan yang mempunyai sifat daya ambang yang kecil akan

mudah untuk didistribusikan maupun untuk diproses, sehingga bahan yang

mempunyai daya ambang yang kecil lebih ekonomis.

Tepung Ikan

Pengukuran Kadar Air

Kadar air industribesar mempunyai nilai rataan 9,82% sangat nyata (P<0,01)

lebih kecil jika dibandingkan dengan industri kecil dengan nilai rataan kadar air

12,99% (Tabel 6) hal itu menunjukkan jika tepung ikan dari industri besar akan lebih

mudah untuk dibuat menjadi bentuk pellet karena semakin sedikit jumlah kandungan air bahan akan lebih mudah jika diproses menjadi bentuk pellet dan akan lebih mudah dalam penyimpanannya, dan rataan kadar air tepung ikan lokal dengan nilai

(38)

tepung ikan import yang mempunyai rataan kadar air 10,6% (Tabel 7), tepung ikan

import lebih baik daripada tepung ikan lokal untuk kandungan kadar airnya.

Kadar air berpengaruh besar terhadap kualitas bahan pakan, semakin kecil

kadar air yang terdapat pada bahan maka daya tahan penyimpanannya semakin lama.

Selain itu kadar air berpengaruh kepada pengolahan pakan, misalnya bahan yang

mempunyai kadar air tinggi akan lebih susah untuk di buat bentuk pellet.

Laju aliran sangat dipengaruhi oleh kadar air, besarnya partikel, suhu, lama

bahan baku, minyak yang terkandung didalam bahan. Kadar air dapat mempengaruhi

laju alir dari bahan sehingga jika kadar air tinggi maka akan menurunkan laju alir

bahan.

Bahan baku dengan kadar air tinggi dapat menyumbat silo maupun tempat

pakan yang mempunyai kemiringan tertentu. Rata-rata nilai kadar air tepung ikan

industri besar lebih kecil dibandingkan kadar air tepung ikan industri kecil dan antara

tepung ikan impor lebih kecil kadar airnya dibandingkan tepung ikan lokal.

Pengukuran Sifat Fisik

Berat Jenis

Berat jenis tepung ikan dari sumber industri besar dan industri kecil tidak

berbeda nyata, hal ini kemungkinan terjadi dari ukuran partikel bahan yang hampir

sama yaitu berjenis fine atau halus. Berat jenis, juga disebut berat spesifik,

merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya, satuannya adalah

kg/m3. Berat jenis bersama dengan bersama dengan ukuran partikel sangat

berpengaruh kepada homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu

campuran pakan.

Pakan yang terdiri dari partikel atau bahan yang mempunyai perbedaan berat

jenis cukup besar maka akan sulit untuk dicampur dan akan cenderung terpisah

kembali.

Berat jenis ini sangat erat hubungannya dengan kadar air, jika kadar air tinggi

maka nilai berat jenis juga akan semakin tinggi. Kadar air dan berat jenis sangat

(39)

Kerapatan Tumpukan

Kerapatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan dengan

volume ruang yang ditempatinya (Khalil, 1999b). Dalam hasil perhitungan

menunjukkan bahwa kerapatan tumpukan dari tepung ikan dari sumber industri besar

dan industri kecil tidak berbeda nyata, demikian pula untuk sumber dari lokal dan

impor, hal ini dikarenakan ukuran partikel dari tepung ikan baik dari industri besar

maupun industri kecil dan tepung ikan lokal maupun tepung ikan impor hampir

sama.

Sifat ini sangat dibutuhkan untuk memperhitungkan volume ruang yang

dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu, semakin besar nilai sudut tumpukan

maka akan semakin besar volume ruang yang dibutuhkan oleh suatu bahan sehingga

akan tidak ekonomis.

Penggunaan bahan sorghum dan jagung memperlihatkan hasil kerapatan

tumpukan tumpukan yang lebih rendah daripada penggunaan bahan ubi kayu

(P<0,01). Rataan nilai kerapatan tumpukan ubi kayu menunjukkan hasil tertinggi

yaitu 790,2 kg/m3, kenyataan tersebut diduga erat hubungannya dengan derajat

kehalusan partikel dari ubi kayu yang relatif lebih kasar (Prambudi, 2001). Kerapatan

tumpukan sangat erat hubungannya dengan derajat kehalusan atau ukuran partikel

bahan.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Kerapatan pemadatan tumpukan tepung ikan industri besar mempunyai nilai

rataan 0,73 g/ml sangat nyata (P<0,01) lebih besar jika dibandingkan dengan industri

kecil yang mempunyai rataan kerapatan pemadatan tumpukan 0,67g/ml (Tabel 6) dan

tepung ikan lokal mempunyai rataan kerapatan pemadatan tumpukan 0,68 g/ml

sangat nyata (P<0,01) lebih kecil dibandingkan tepung ikan impor yang mempunyai

nilai rataan kerapatan pemadatan tumpukan 0,72 g/ml (Tabel 7), kerapatan

pemadatan tumpukan yang rendah akan berpengaruh kepada flowabilitas bahan

tersebut. Semakin rendah kerapatan pemadatan tumpukan yang dihasilkan maka laju

alir akan semakin menurun (Rikmawati, 2005). Selain itu nilai kerapatan pemadatan

tumpukan yang besar akan mengakibatkan wadah yang digunakan dapat ditempati

(40)

digunakan. Wadah yang akan digunakan lebih kecil maka luasan bangunan yang

digunakan bisa lebih kecil dan dapat menghemat modal.

Nilai rataan terlihat bahwa tepung ikan dari indutri besar mempunyai

kerapatan pemadatan tumpukan yang lebih besar jika dibandingkan dengan tepung

ikan dari industri kecil, sedangkan tepung ikan lokal mempunyai kerapatan

pemadatan tumpukan yang lebih kecil dibandingkan tepung ikan import. Tepung

ikan dari industri besar dan tepung ikan import lebih ekonomis dalam pemrosesan

jika dibandingkan dengan tepung ikan dari industri kecil dan tepung ikan lokal

Sudut Tumpukan

Sudut tumpukan Tepung ikan industri besar mempunyai nilai rataan 45,120

sangat nyata (P<0,01) lebih besar jika dibandingkan dengan industri kecil yang

mempunyai nilai rataan 38,970 (Tabel 6) dan tepung ikan lokal mempunyai nilai

rataan sudut tumpukan 40,660 sangat nyata (P<0,01) lebih kecil jika dibandingkan

dengan nilai rataan sudut tumpukan tepung ikan import 43,430 (Tabel 7). Sudut

tumpukan besar maka kohesivitas tinggi. Bahan yang memiliki tingkat kebebasan

bergerak rendah maka sudut tumpukannya besar. Sudut tumpukan merupakan

metode cepat pengukuran laju aliran/daya luncur suatu bahan (Carr, 1976).

Tepung ikan import dari industri besar ini mempunyai sudut tumpukan yang

paling besar maka bahan tersebut mempunyai tingkat kebebasan bergerak yang

rendah sehingga jika dimasukkan ke dalam silo seringkali menyumbat karena laju

alirannya lambat. Sudut tumpukan juga sangat dipengaruhi oleh kadar air suatu

bahan, jika kadar air meningkat maka sudut tumpukan akan semakin kecil.

Sudut tumpukan yang kecil akan mengakibatkan laju alir menjadi lebih cepat,

sehingga akan mengurangi kemungkinan kerugian yang ditimbulkan oleh bahan yang

tertinggal pada bidang miring wadah juga tidak akan menyumbat wadah, dari sisi

pemrosesan hal itu lebih ekonomis, selain cepat untuk diproses bahan baku yang

mempunyai sudut tumpukan yang rendah akan lebih mudah diproses.

Tepung ikan dari industri kecil dan tepung ikan lokal lebih ekonomis jika

(41)

Daya Ambang

Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika

dijatuhkan dari atas ke bawah selama jangka waktu tertentu, dengan satuan m/dtk.

Daya ambang suatu partikel bahan dikatakan besar apabila semakin lama waktu yang

diperlukan menuju bidang datar dari ketinggian tertentu (Khalil, 1999a).

Tepung ikan mempunyai nilai yang tidak berbeda nyata untuk karakteristik

daya ambang bahan. Jika bahan mempunyai nilai daya ambang yang tinggi maka

bahan akan lebih mudah dihisap oleh pneumatic conveyor.

Daya ambang yang tidak berbeda nyata disebabkan oleh ukuran partikel

bahan yang hampir sama, sehingga kecepatan jatuh dari tepung ikan tersebut

cenderung sama. Selain ketinggian berat bahan juga menentukan kecepatan jatuh

bahan tersebut disamping gravitasi.

Bahan baku yang mempunyai nilai daya ambang yang kecil akan lebih

memudahkan untuk didistribusikan sehingga lebih mudah untuk diproses. Selain

(42)

KESIMPULAN

Sifat fisik kadar air, berat jenis tepung daging dan tulang dari industri besar

sangat nyata lebih kecil dibandingkan tepung daging dan tulang dari industri kecil,

untuk sifat fisik kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan tepung

daging dan tulang dari industri kecil sangat nyata lebih besar dibandingkan tepung

daging dan tulang dari industri besar. Sifat fisik sudut tumpukan tepung daging dan

tulang dari industri besar nyata lebih besar dibandingkan tepung daging dan tulang

industri kecil. Untuk sifat fisik daya ambang tepung daging dan tulang tidak berbeda

nyata.

Tepung ikan memiliki sifat fisik yang berbeda sangat nyata untuk kadar air,

kerapatan pemadatan tumpukan dan sudut tumpukan, sedangkan sifat fisik berat

jenis, kerapatan tumpukan dan daya ambang tidak berbeda nyata.

Tepung ikan dari industri besar yang diimpor mempunyai nilai rataan sifat

fisik kadar air berbeda sangat nyata lebih kecil dibandingkan tepung ikan dari

industri kecil lokal, sedangkan untuk rataan sifat fisik kerapatan pemadatan

tumpukan dan sudut tumpukan tepung ikan dari industri besar berbeda sangat nyata

lebih besar dibandingkan tepung ikan dari industri kecil.

Karakteristik sifat fisik bahan baku pakan lokal khususnya tepung ikan masih

dapat bersaing dengan tepung ikan impor, untuk itu harus dibuat bahan baku lokal

khususnya tepung ikan dengan kandungan nutrien yang sama juga dengan tepung

ikan impor, agar bahan baku lokal khususnya tepung ikan akan banyak digunakan

oleh industri pakan.

SARAN

Untuk mengetahui kualitas sifat fisik bahan pakan sumber protein hewani

secara tepat sebaiknya sumber sampel bahan baku diperbanyak dan juga harus

(43)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis kehadirat Allah SWT, atas berkah dan

hidayahnya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak. Maka penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih banyak

kepada Dr. Ir. Erika B. Laconi, MS selaku Dosen Pembimbing Utama dan kepada Ir.

Abdul Djamil Hasjmy, MS sebagai Dosen Pembimbing Anggota atas segala

kesabaran, bimbingan, saran dan bersedia membagi ilmu dan kemudahan fasilitas

kepada penulis selama penelitian hingga akhir penulisan skripsi ini. Ucapan terima

kasih penulis kepada Ibu Ir. Dwi Margi Suci, MS sebagai Dosen Pembimbing

Akademik. Terima kasih atas kritik dan sarannya kepada Bapak Ir. Kukuh Budi

Satoto, MS selaku Dosen penguji seminar. Ucapan terima kasih penulis kepada Ibu

Ir. Lidy Herawati, MS dan Ibu Ir. B. N. Polii, SU yang telah bersedia sebagai penguji

sidang. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor atas pendidikan dan bimbingannya yang telah diberikan kepada

penulis.

Sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kapada bapak dan

ibu tercinta yang selalu memanjatkan doa kepada Allah SWT, dan memberikan

nasehat serta semangat kepada penulis. Terima kasih kepada Siti Herlina S.pi atas

semangat dan dukungan yang telah diberikan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Pak Opik, Pak Sofyan, Ibu

Welly, Ibu Eneh dan Mas Dadang atas bantuannya selama penelitian di Bagian Ilmu

dan Teknologi Pakan. Terima kasih kepada teman-teman sepenelitian: Afa dan

Haries atas kerja samanya. Terimakasih kepada sahabat-sahabat penulis yang telah

membantu dalam penyusunan skripsi ini: Kuro, Hamdi, Meta, Ucup, Gilang, Supra,

Herlan, Boenk, Nandar, Agus, Panji, Gunadi, Ria, Erisya, Ijom, Titi, dan seluruh

angkatan 39, Mamet, Bambang, Binyo, Tisna.

Akhir kata, kesempurnaan semata-mata hanya milik Allah SWT, penulis

menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, semoga skripsi ini bermanfaat bagi

kita semua.

Bogor, Juni 2006

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, I. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.

Carr, R.L. 1976. Powder and granule properties and mechanics. In: Marchelo, J. M and Gomezplata (Eds). Gas-solid Handling in The Processing Industries: Marcel Dekker Inc, New York.

Cheeke, P. R. 1999. Applied Animal Nutrition. Feeds and Feeding. 2nd Ed. Prentice Hall, New Jersey.

Chung, D.S. and C.H. Lee. 1985. Grain physical and thermal properties related to drying and aeration. ACIAR Proceeding No. 71 Australian Centre for International Agricultural Research. Australia.

E Feed Grain. 2004. Tentang tepung ikan. http://www.efeedgrain.com/repotitem. Asplng=18<pro=08cls=158got=952hal=18<i. (15 Juni 2006).

Farfield, D. 1994. Pelleting Cost Center in Feed Manufacturing Technology IV. American Feed Industry Association Inc., Arlington.

Gautama, P. 1998. Sifat fisik pakan lokal sumber energi, sumber mineral serta hijauan pada kadar air dan ukuran partikel yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gohl, B. 1981. Tropical Feeds Food and Agricultural Organization of United Nations, Rome.

Hartadi, H. , S. Reksohadiprojo, dan A.D Tilman. 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. UGM Press, Yogyakarta.

Hendriks, W.H., C.A. Butts., D.V. Thomas., K.A.C. James., P.C.A. Morel and M.W.A. Verstegen. 2002. Nutritional quality and variation of meat and bone meal. Asian-Australian J. of. Anim. Sci. 15 (10): 1371-1522.

Indartono, S. A. 2003b. Prinsip-prinsip nutrisi bahan baku. Poultry Indonesia. Edisi Desember (284) : 19-20.

Khalil. 1998. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan perilaku fisik pakan lokal. Seminar Hasil-hasil Penelitian LP-IPB Rayon Fakultas Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Khalil. 1999a. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik pakan lokal: kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis. Media Peternakan, 22 (1) : 1 – 11.

Khalil. 1999b. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik pakan lokal: Sudut Tumpukan, Daya Ambang dan Faktor Higroskopis. Media Peternakan, 22 (1) : 33 – 42.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2000. Pembuatan tepung ikan. http:// www. warintek. net/ tepung_ikan. Htm 22k. (5 Juni 2005).

(45)

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. P. T. Penebar Swadaya, Jakarta.

Nurcahaya, D.A.E. 1999. Karakteristik fisik bungkil inti sawit. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Parakkasi, A. 1990. Ilmu Nutrisi Ternak Monogastrik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Parson, C. M. , F. Castanon and Y. Han. 1997. Protein and amino acid quality of meat and bone meal. Poultry Sci. 76:361-368.

Perry, R. H., and C. H. Chilton. 1973. Chemical Engineers’ Handbook. 5th Ed. McGraw-Hill Book Company., New York.

Pfost, H. B. 1976. Feed Manufacturing Technology. American Feed Manufacturing Association. Inc. Arlington.

Pond, W. G., D. C. Church and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th Ed. John Wiley and Sons, Canada.

Pathak, N. 1997. Textbook of Feed Processing Technology. Vicas Publishing House PVY Ltd., New Delhi.

Qomariyah, N. 2004. Uji kualitas derajat keasaman (pH), kelarutan, kerapatan, dan sudut tumpukan untuk mengetahui kualitas bahan pakan sumber protein. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rikmawati, W. 2005. Pengaruh subtitusi tepung ikan impor dengan corn gluten meal

terhadap laju alir pakan pelet broiler finisher pada system produksi

continuous. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sodiq, A. Dan Z. Abidin. 2002. Penggemukan Domba. Agro Media Pustaka,

Jakarta.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sutardi T. 1981. Sapi perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Istitut Pertanian Bogor. Bogor.

Syarif, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta.

Thomas, M. And A. F. B. van der Poel. 1996. Physical quality of pelleted animal feed. 1. Criteria for pellet quality. J. Anim. Feed Sci and Tech. 61: 89-112.

Thomas, M., D. J. Van Zuilichem and A. F. B. Van der Poel. 1997. Physical quality of pelleted animal feed 2. Contribution of process and its conditions. J. Anim. Feed Sci and Tech. 64 (2) :173-192.

(46)

Thompson, K. R., L. A. Muzinic, L. S. Engler, and C. D. Webster. 2004. Evaluation of practical diets containing different protein levels, with or without fish meal, for juvenile Australian red claw crayfish (Cherax quadricarinatus). Aquaculture 244 (2005): 241-249.

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit P. T Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winugroho, M. dan C. Hendratno. 1983. Pengaruh suplemen dengan berbagai rasio hidrogen-karbohidrat pada konsumsi jerami padi dan sintesa protein mikroba ruminansia besar. Buletin BPPT.

(47)

Gambar

Tabel 1. Matriks Teoritis Daya Ambang
Tabel 2. Kandungan Asam Amino Tepung Daging dan Tulang
Tabel 3. Variasi Nutrisi dan Kecernaan in vitro dari 94 Sampel MBM asal New Zealand
Gambar 2. Prosedur Pengukuran Sudut Tumpukan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh tingkat penggunaan tepung agar rumput laut terhadap sifat fisik sosis daging sapi serta mendapatkan konsentrasi penggunaan

Karakterisasi Standar Milcroskopis Bahan Palcan Sumber Protein (Tepung Ikan, Bungkil Kedelai, dan Tepung Daging dan Tulang) sebagai Metode Alternatif Pengujian

Berdasarkan hasil penelitian Rukmiasih dan Tjakradidjaja (2006), penambahan tepung daun beluntas sampai taraf 2% dalam pakan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein

konsentrasi pelarut dan lama perendaman pada pembuatan gelatin dari kuli dan tulang ikan cucut serta karakterisasi terhadap sifat fisik gelatin kulii dan tulang ikan cucut

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fortifikasi tepung tulang ikan berpengaruh menurunkan karakteristik fisik yaitu uji lipat dan karakteristik kimia

Analisis statistik pemberian TDT sebagai bahan substitusi tepung ikan dalam pakan tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan berat harian patin.Pakan uji B

pada pakan ikan dari tepung tulang ayam dan tepung azolla menunjukkan bahwa A1M2 ( tepung tulang ayam 20 g dan tepung azolla 25 g) merupakan perlakuan yang paling

Analisis statistik pemberian TDT sebagai bahan substitusi tepung ikan dalam pakan tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan berat harian patin.Pakan uji B