• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu Sosis Ikan Patin (Pangasius pangasius)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu Sosis Ikan Patin (Pangasius pangasius)"

Copied!
222
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOLOGI PENANGANAN BAHAN BAKU

TERHADAP MUTU SOSIS IKAN PATIN

(

Pangasius pangasius

)

ERDIANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu Sosis Ikan Patin (Pangasius pangasius) adalahkarya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir.

Bogor, Maret 2006

(3)

ABSTRAK

ERDIANSYAH. Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu Sosis Ikan

Patin (Pangasius pangasius). Dibimbing oleh MADE ASTAWAN dan JOKO

HERMANIANTO.

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh cara penanganan daging ikan patin terhadap perubahan mutu bahan baku selama penyimpanan beku serta hubungannya dengan sifat fisik dan organoleptik sosis yang dihasilkan. Daging ikan patin terlebih dahulu dibuat fillet, daging lumat, dan surimi lalu dikemas dengan plastik polypropilen kemudian disimpan di freezer pada suhu -180C selama 0, 20, 40, dan 60 hari. Pembuatan sosis dilakukan setiap hari ke-i dari lama penyimpanan bahan baku. Sosis terbaik hasil uji organoleptik digunakan untuk perlakuan pada penyimpanan pada berbagai suhu (100C, 50C, dan -50C).

Penanganan bahan baku ikan patin menjadi surimi menunjukkan nilai pH dan WHC relatif lebih tinggi pada awal penyimpanan (hari ke-0) tetapi nilai total protein terlarut lebih rendah. Selama penyimpanan surimi memperlihatkan adanya jaminan perlindungan terhadap penurunan mutu, sehingga sosis yang dihasilkan mempunyai nilai cooking loss, kekerasan, dan kekenyalan lebih baik hingga hari ke-60 penyimpanan. Hasil uji organoleptik panelis lebih menyukai sosis dari surimi yang disimpan pada hari ke-60.

Penyimpanan sosis pada suhu -5oC, 5oC, dan 10oC menyebabkan terjadinya peningkatan nilai TVB, TPC, Sineresis, dan pH. Hingga akhir pengamatan (minggu ke-4) sosis pada suhu penyimpanan -5oC dan 5oC menunjukkan mutu masih dalam batas ketentuan dibandingkan suhu 10oC .

(4)

TEKNOLOGI PENANGANAN BAHAN BAKU

TERHADAP MUTU SOSIS IKAN PATIN

(

Pangasius pangasius

)

ERDI AN SYAH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Pasca Panen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Tesis : Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu Sosis Ikan Patin (Pangasius pangasius)

Nama Mahasiswa : Erdiansyah

NIM : F051030061

Diketahui,

Tanggal Ujian : 8 Maret 2006 Tanggal Lulus :

Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS. Ketua

Dr. Ir. Joko Hermanianto Anggota

Dr. Ir. Wayan Budiastra, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Disetujui,

Komisi Pembimbing,

Dekan Sekolah Pascasarjana Ketua Program Studi

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kuasa-Nya jualah penulisan tesis ini dapat diselesaikan, salam serta sholawat atas nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umat manusia ke jalan ya ng benar dan diridhoi Allaw SWT.

Ikan patin adalah salah satu jenis ikan air tawar yang sudah banyak dibudidayakan. Ukurannya yang relatif besar sehingga cocok untuk digunakan sebagai bahan baku produk olahan. Sosis adalah salah satu produk olahan ya ng banyak dikenal dan disukai, namun kebanyakan yang beredar di pasaran adalah berbahan baku sapi dan ayam. Pembuatan sosis ikan patin mempunyai peluang yang cukup luas untuk bersaing dengan produk yang sudah ada. Untuk menghasilkan sosis dengan mutu yang baik diperlukan bahan baku yang bermutu, sehingga diperlukan penanganan pascapanen yang benar untuk menjaga kualitas bahan baku.

Berdasarkan pemikiran diatas, penulis melakukan penelitian sejak bulan April hingga Nopember 2005 mengenai cara penanganan bahan baku pra-olahan dan lama penyimpanan beku terhadap mutu bahan baku serta hubungannya dengan mutu sosis. Mudah- mudahan hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan ilmiah dan menjadi acuan, untuk memperhatikan mutu bahan baku sebelum digunakan untuk proses selanjutnya.

Untuk istriku tercinta Devi Riani dan ananda Viriyan Ilmi, ayahanda Burniat, ibunda Asmah, Ayahanda mertua (alm) Be rmawi Djakvar, ibunda mertua Bayudah Balik, ayunda yati dan adik-adik serta keluarga besar, terima kasih atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. Alex Noerdin, SH selaku Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin yang telah memberikan fasilitas Tugas Belajar, Ibu Ir. Suratinah Hamzah (mantan Kepala Dinas), Bapak Ir. Hanafi Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan atas izin serta restunya.

Selanjutnya terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Joko Hermanianto sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas segala saran dan bimbingan yang diberikan selama penulisan tesis ini, semoga menjadi amal yang baik di sisi Allah SWT.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman sejawat Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Musi Banyuasin serta teman- teman Program Studi Teknologi Pasca Panen khususnya angkatan 2003 (Pak Theis, Pak Hidayat, Pak Khaidir, Fahrul, Muhdarsyah, Desy, Dian, Ira, Cut, Atik, Meilan, Mbak Endang, dan Mbak Ana), angkatan 2002 ( Mbak Hani, Pak Munawar, Pak Enrico), angkatan 2004 (Pak Ismail, Adnan, Asri, Yani, Mala, Mbak Rina).

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang - Sumatera Selatan pada tanggal 8 Januari 1971, putra kedua dari tujuh bersaudara dari ayah Burniat dan ibu Asmah.

Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Wathoniyah Islamiyah Karanganyar – Kebumen Jawa Tengah dan pada tahun yang sama diterima di Universitas Muhammadiyah Palembang. Penulis memilih jurusan Budidaya Perairan sebagai angkatan pertama pada Fakultas Pertanian dan menyelesaikan studi pada tahun 1996.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL………..

DAFTAR GAMBAR……….

DAFTAR LAMPIRAN………..

PENDAHULUAN ………...……….

Latar Belakang ... ……….

Tujuan ……….

Hipotesis ………. ….

TINJAUAN PUSTAKA ……….………

Struktur Daging Ikan ...……….………..

Komposisi Kimia Daging Ikan ……….

Sifat Fungsional Protein ……….……….. Ikan Patin……….. Penyimpanan Beku……….. ………. Bentuk Pra-olahan………. Sosis……….. Bahan-bahan Penyusun Sosis …..……….

METODE PENELITIAN …..……….

Tempat dan Waktu .……….. Bahan..………... Peralatan……….. ………. Proses Pembuatan Sosis……… Tahapan Penelitian……… Pengamatan ……….. Rancangan Percobaan………... Metode Analisis………

HASIL DAN PEMBAHASAN ………. Pengamatan Perubahan Mutu Bahan Baku Selama Penyimpanan ………. Pengamatan Perubahan Sifat Fisik Dan Organoleptik Sosis ……….. Perubahan Mutu Sosis Selama Penyimpanan...

(9)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi kimia rata-rata daging ikan………... 5

2 Penggolongan protein daging ikan berdasarkan kelarutan………. 6

3 Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemaknya …. 8

4 Sifat fungsional protein yang dibutuhkan dalam sistim pangan. ……. 9

5 Komposisi kimia ikan patin. ……… 11

6 Formulasi adonan sosis ikan patin……… 24

7 Rataan analisa mutu bahan baku fillet, lumat, dan surimi pengaruh lama penyimpanan beku………. ... 33

8 Rataan sifat fisik sosis yang dihasilkan……… 40

9 Rataan hasil uji organoleptik sosis yang dihasilkan………. 45

10 Rataan perubahan mutu sosis selama penyimpanan……… 51

(10)

GAFTAR GAMBAR

1 Tipe daging merah dalam berbagai jenis ikan ………...… 3

2 Daging ikan dan komponen penyusunnya ………...…….. 4

3 Ikan patin (Pangasius pangasius) ………...…… 11

4 Proses pembuatan sosis ikan patin……....………...… 22

5 Proses pembuatan bahan baku..………...……... 23

6 Perubahan Total protein terlarut bahan baku selama penyimpanan beku... 34

7 Perubahan pH bahan baku selama penyimpanan beku... 37

8 Perubahan WHC bahan baku selama penyimpanan beku... 39

9 Cooking loss sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku... 41

10 Kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku... 42

11 Kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan ... 43

12 Nilai TVB Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ....…...… 52

13 Reaksi kimia degradasi histidin menjadi histamin ………...…… 53

14 Log Total Mikroba Sosis Patin pada berbagai suhu penyimpanan ... 54

. 15 pH Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ..………...… 56

(11)

TEKNOLOGI PENANGANAN BAHAN BAKU

TERHADAP MUTU SOSIS IKAN PATIN

(

Pangasius pangasius

)

ERDIANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu Sosis Ikan Patin (Pangasius pangasius) adalahkarya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir.

Bogor, Maret 2006

(13)

ABSTRAK

ERDIANSYAH. Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu Sosis Ikan

Patin (Pangasius pangasius). Dibimbing oleh MADE ASTAWAN dan JOKO

HERMANIANTO.

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh cara penanganan daging ikan patin terhadap perubahan mutu bahan baku selama penyimpanan beku serta hubungannya dengan sifat fisik dan organoleptik sosis yang dihasilkan. Daging ikan patin terlebih dahulu dibuat fillet, daging lumat, dan surimi lalu dikemas dengan plastik polypropilen kemudian disimpan di freezer pada suhu -180C selama 0, 20, 40, dan 60 hari. Pembuatan sosis dilakukan setiap hari ke-i dari lama penyimpanan bahan baku. Sosis terbaik hasil uji organoleptik digunakan untuk perlakuan pada penyimpanan pada berbagai suhu (100C, 50C, dan -50C).

Penanganan bahan baku ikan patin menjadi surimi menunjukkan nilai pH dan WHC relatif lebih tinggi pada awal penyimpanan (hari ke-0) tetapi nilai total protein terlarut lebih rendah. Selama penyimpanan surimi memperlihatkan adanya jaminan perlindungan terhadap penurunan mutu, sehingga sosis yang dihasilkan mempunyai nilai cooking loss, kekerasan, dan kekenyalan lebih baik hingga hari ke-60 penyimpanan. Hasil uji organoleptik panelis lebih menyukai sosis dari surimi yang disimpan pada hari ke-60.

Penyimpanan sosis pada suhu -5oC, 5oC, dan 10oC menyebabkan terjadinya peningkatan nilai TVB, TPC, Sineresis, dan pH. Hingga akhir pengamatan (minggu ke-4) sosis pada suhu penyimpanan -5oC dan 5oC menunjukkan mutu masih dalam batas ketentuan dibandingkan suhu 10oC .

(14)

TEKNOLOGI PENANGANAN BAHAN BAKU

TERHADAP MUTU SOSIS IKAN PATIN

(

Pangasius pangasius

)

ERDI AN SYAH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Pasca Panen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul Tesis : Teknologi Penanganan Bahan Baku terhadap Mutu Sosis Ikan Patin (Pangasius pangasius)

Nama Mahasiswa : Erdiansyah

NIM : F051030061

Diketahui,

Tanggal Ujian : 8 Maret 2006 Tanggal Lulus :

Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS. Ketua

Dr. Ir. Joko Hermanianto Anggota

Dr. Ir. Wayan Budiastra, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Disetujui,

Komisi Pembimbing,

Dekan Sekolah Pascasarjana Ketua Program Studi

(16)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kuasa-Nya jualah penulisan tesis ini dapat diselesaikan, salam serta sholawat atas nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umat manusia ke jalan ya ng benar dan diridhoi Allaw SWT.

Ikan patin adalah salah satu jenis ikan air tawar yang sudah banyak dibudidayakan. Ukurannya yang relatif besar sehingga cocok untuk digunakan sebagai bahan baku produk olahan. Sosis adalah salah satu produk olahan ya ng banyak dikenal dan disukai, namun kebanyakan yang beredar di pasaran adalah berbahan baku sapi dan ayam. Pembuatan sosis ikan patin mempunyai peluang yang cukup luas untuk bersaing dengan produk yang sudah ada. Untuk menghasilkan sosis dengan mutu yang baik diperlukan bahan baku yang bermutu, sehingga diperlukan penanganan pascapanen yang benar untuk menjaga kualitas bahan baku.

Berdasarkan pemikiran diatas, penulis melakukan penelitian sejak bulan April hingga Nopember 2005 mengenai cara penanganan bahan baku pra-olahan dan lama penyimpanan beku terhadap mutu bahan baku serta hubungannya dengan mutu sosis. Mudah- mudahan hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan ilmiah dan menjadi acuan, untuk memperhatikan mutu bahan baku sebelum digunakan untuk proses selanjutnya.

Untuk istriku tercinta Devi Riani dan ananda Viriyan Ilmi, ayahanda Burniat, ibunda Asmah, Ayahanda mertua (alm) Be rmawi Djakvar, ibunda mertua Bayudah Balik, ayunda yati dan adik-adik serta keluarga besar, terima kasih atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. Alex Noerdin, SH selaku Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin yang telah memberikan fasilitas Tugas Belajar, Ibu Ir. Suratinah Hamzah (mantan Kepala Dinas), Bapak Ir. Hanafi Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan atas izin serta restunya.

Selanjutnya terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Joko Hermanianto sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas segala saran dan bimbingan yang diberikan selama penulisan tesis ini, semoga menjadi amal yang baik di sisi Allah SWT.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman sejawat Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Musi Banyuasin serta teman- teman Program Studi Teknologi Pasca Panen khususnya angkatan 2003 (Pak Theis, Pak Hidayat, Pak Khaidir, Fahrul, Muhdarsyah, Desy, Dian, Ira, Cut, Atik, Meilan, Mbak Endang, dan Mbak Ana), angkatan 2002 ( Mbak Hani, Pak Munawar, Pak Enrico), angkatan 2004 (Pak Ismail, Adnan, Asri, Yani, Mala, Mbak Rina).

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2006

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang - Sumatera Selatan pada tanggal 8 Januari 1971, putra kedua dari tujuh bersaudara dari ayah Burniat dan ibu Asmah.

Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Wathoniyah Islamiyah Karanganyar – Kebumen Jawa Tengah dan pada tahun yang sama diterima di Universitas Muhammadiyah Palembang. Penulis memilih jurusan Budidaya Perairan sebagai angkatan pertama pada Fakultas Pertanian dan menyelesaikan studi pada tahun 1996.

(18)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL………..

DAFTAR GAMBAR……….

DAFTAR LAMPIRAN………..

PENDAHULUAN ………...……….

Latar Belakang ... ……….

Tujuan ……….

Hipotesis ………. ….

TINJAUAN PUSTAKA ……….………

Struktur Daging Ikan ...……….………..

Komposisi Kimia Daging Ikan ……….

Sifat Fungsional Protein ……….……….. Ikan Patin……….. Penyimpanan Beku……….. ………. Bentuk Pra-olahan………. Sosis……….. Bahan-bahan Penyusun Sosis …..……….

METODE PENELITIAN …..……….

Tempat dan Waktu .……….. Bahan..………... Peralatan……….. ………. Proses Pembuatan Sosis……… Tahapan Penelitian……… Pengamatan ……….. Rancangan Percobaan………... Metode Analisis………

HASIL DAN PEMBAHASAN ………. Pengamatan Perubahan Mutu Bahan Baku Selama Penyimpanan ………. Pengamatan Perubahan Sifat Fisik Dan Organoleptik Sosis ……….. Perubahan Mutu Sosis Selama Penyimpanan...

(19)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi kimia rata-rata daging ikan………... 5

2 Penggolongan protein daging ikan berdasarkan kelarutan………. 6

3 Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemaknya …. 8

4 Sifat fungsional protein yang dibutuhkan dalam sistim pangan. ……. 9

5 Komposisi kimia ikan patin. ……… 11

6 Formulasi adonan sosis ikan patin……… 24

7 Rataan analisa mutu bahan baku fillet, lumat, dan surimi pengaruh lama penyimpanan beku………. ... 33

8 Rataan sifat fisik sosis yang dihasilkan……… 40

9 Rataan hasil uji organoleptik sosis yang dihasilkan………. 45

10 Rataan perubahan mutu sosis selama penyimpanan……… 51

(20)

GAFTAR GAMBAR

1 Tipe daging merah dalam berbagai jenis ikan ………...… 3

2 Daging ikan dan komponen penyusunnya ………...…….. 4

3 Ikan patin (Pangasius pangasius) ………...…… 11

4 Proses pembuatan sosis ikan patin……....………...… 22

5 Proses pembuatan bahan baku..………...……... 23

6 Perubahan Total protein terlarut bahan baku selama penyimpanan beku... 34

7 Perubahan pH bahan baku selama penyimpanan beku... 37

8 Perubahan WHC bahan baku selama penyimpanan beku... 39

9 Cooking loss sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku... 41

10 Kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku... 42

11 Kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan ... 43

12 Nilai TVB Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ....…...… 52

13 Reaksi kimia degradasi histidin menjadi histamin ………...…… 53

14 Log Total Mikroba Sosis Patin pada berbagai suhu penyimpanan ... 54

. 15 pH Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ..………...… 56

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengukuran protein terlarut bahan baku sela ma penyimpanan…… 68

2 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap total protein terlarut bahan baku ……… 68

3 Uji Wilayah Berganda Duncan total protein terlarut bahan baku... 68

4 Hasil pengukuran pH bahan baku selama penyimpanan ………….……... . 69

5 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap pH bahan baku ………. ... 69

6 Uji Wilayah Berganda Duncan pH bahan baku………... 69

7 Hasil pengukuran WHC bahan baku selama penyimpanan…………... . 70

8 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan

beku terhadap WHC bahan baku…...………... 70

9 Uji Wilayah Berganda Duncan WHC bahan baku………... 70

10 Hasil pengukuran cooking loss sosis pengaruh jenis baha n baku dan lama penyimpanan beku……… 71

11 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan

beku terhadap cooking loss sosis …….……… 71

12 Uji Wilayah Berganda Duncan cooking loss sosis……….... 71

13 Hasil pengukuran kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan

baku dan lama penyimpanan beku………...………. 72

14 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekerasan (obyektif) sosis …..…...………... 72

15 Uji Wilayah Berganda Duncan kekerasan sosis……….… 72

16 Hasil pengukuran kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku……….…… 73

17 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekenyalan (obyektif) sosis ………..…………... 73

(22)

19 Hasil uji hedonik penampakan irisan sosis pengaruh jenis bahan baku

dan lama penyimpanan beku ………. 74

20 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap penampakan irisan sosis ....……… 75

21 Uji Wilayah Berganda Duncan penampakan irisan sosis………. 75

22 Hasil uji hedonik kekerasan sosis pengaruh jenis bahan baku

dan lama penyimpanan beku ……… 76

23 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekerasan sosis ………...……… 77

24 Uji Wilayah Berganda Duncan kekerasan sosis……….. 77

25 Hasil uji hedonik kekenyalan sosis pengaruh jenis bahan baku

dan lama penyimpanan beku ………... .. 78

26. Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekenyalan sosis …..……….. 79

27 Uji Wilayah Berganda Duncan kekenyalan sosis……….. 79

28 Hasil uji hedonik aroma sosis pengaruh jenis bahan baku

dan lama penyimpanan beku ……….. 80

29 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap aroma sosis ...……… 81

30 Uji Wilayah Berganda Duncan aroma sosis……….. 81

31 Hasil uji hedonik juicines sosis pengaruh jenis bahan baku

dan lama penyimpanan beku ……… 82

32 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan

beku terhadap juicines sosis ...……… 83

33 Uji Wilayah Berganda Duncan juiciness sosis……… 83

34 Hasil uji hedonik rasa sosis pengaruh jenis bahan baku

dan lama penyimpanan beku ……….. 84

35 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap rasa sosis ...……… 85

(23)

37 Hasil uji hedonik penerimaan umum sosis pengaruh jenis bahan baku

dan lama penyimpana n beku ……… 86

38 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap penerimaan umum sosis ……… 87

39 Uji Wilayah Berganda Duncan penerimaan umum sosis……… 87

40 Analisis sidik ragam nilai TVB sosis pada berbagai suhu penyimpanan.... 88

41 Uji Wilayah Berganda Duncan TVB sosis pada berbagai suhu

penyimpanan... 88

42 Analisis sidik ragam nilai TPC sosis pada berbagai suhu penyimpanan... 88

43 Uji Wilayah Berganda Duncan TPC sosis pada berbagai suhu

penyimpanan... 88

44 Analisis sidik ragam pH sosis pada berbagai suhu penyimpanan... 89

45 Uji Wilayah Berganda Duncan pH sosis pada berbagai suhu

penyimpanan... 89

46 Analisis sidik ragam sineresis sosis pada berbagai suhu penyimpanan... 89

47 Uji Wilayah Berganda Duncan sineresis sosis pada berbagai suhu

penyimpanan... 89

48 Jenis bahan baku fillet, lumat, dan surimi daging ikan patin ………… 90

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah yang perlu mendapatkan perhatian sungguh-sungguh

sehubungan dengan meningkatnya jumlah penduduk adalah penyediaan

protein. Ikan patin adalah salah satu sumber protein hewani yang mudah

didapat dan harganya terjangkau. Menurut data statistik Departemen

Kelautan dan Perikanan (2004) produksi ikan patin mencapai 23.962

ton/tahun dari total produksi budidaya ikan air tawar sebesar 346.453

ton/tahun, dengan harga jual pada tingkat konsumen Rp.8.000 sampai

dengan Rp.12.000 per kilogram.

Pembuatan sosis dengan menggunakan daging ikan patin merupakan

upaya penganekaragaman pengolahan ikan, sehingga diharapkan dapat

diterima secara umum karena penampakan dan rasanya telah mengalami

modifikasi menjadi lebih menarik dengan citarasa yang disukai. Pengolahan

ikan patin menjadi sosis memiliki beberapa keuntungan antara lain

memudahkan pengangkutan, memperluas areal pemasaran, memperpanjang

daya simpan, menambah variasi produk perikanan menjadi produk siap saji,

dan secara tidak langsung merangsang peningkatan produk hasil perikanan.

Agustini dan Swastawati (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan hasil

perikanan melalui penganekaragaman produk-produk value-added memiliki

prospek yang bagus di masa mendatang dan dapat mendukung suksesnya

pelaksanaan Program Ketahanan Pangan Nasional .

Untuk menghasilkan sosis dengan mutu yang baik, diperlukan bahan

baku dengan kualitas yang baik, sehingga penanganan pra-olahannya perlu

dilakukan untuk menjaga kualitas yang maksimal. Penyimpanan beku

adalah suatu cara untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang daya

simpan bahan baku, dengan menghambat reaksi metabolisme dan mencegah

pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan. Sedangkan penanganan

bentuk pra-olahan daging ikan sebelum diolah menjadi sosis adalah fillet,

daging lumat, dan surimi yang bertujuan untuk mempermudah pengolahan

(25)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menguji perubahan mutu (total protein terlarut, water holding

capacity, dan pH) bahan baku dalam bentuk fillet, daging lumat, dan

surimi selama penyimpanan beku.

2. Menerangkan pengaruh perubahan mutu bahan baku fillet, daging

lumat, dan surimi selama penyimpanan beku terhadap sifat fisik

(cooking loss, kekerasan, kekenyalan) dan penerimaan konsumen

terhadap sosis yang dihasilkan (organoleptik).

3. Mengukur perubahan mutu sosis (TPC, TVB, pH, sineresis, dan

proksimat) selama penyimpanan pada suhu -5oC, 5oC, dan 10oC.

Hipotesis

Penyimpanan bahan baku pra-olahan (fillet, daging lumat, dan surimi)

pada suhu beku dapat mempertahankan mutu daging ikan dan menghasilkan

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Daging Ikan

Berdasarkan warna daging, ikan dapat dibedakan atas daging putih dan

daging merah. Perbedaan warna ini disebabkan oleh protein mioglobin pada

daging merah (Dyer dan Dingle, 1961). Hadiwiyoto (1993) menyatakan,

daging ikan warna merah mempunyai kandungan mioglobin tinggi dan

diimbangi jaringan pengikat dan pembuluh darah, sedangkan daging putih

mempunyai kandungan protein tinggi.

Menurut Suzuki (1981), daging merah terdapat hampir di sepanjang

tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat di

hampir seluruh bagian tubuh ikan. Berdasarkan proporsi daging merah

terdapat tiga jenis ikan, yaitu cod dengan proporsi daging merah terkecil,

mackarel dengan proporsi daging merah sedang, dan frigate mackarel

dengan proporsi terbanyak.

Gambar 1 Tipe daging merah dalam berbagai jenis ikan; (A) cod,

(B) mackerel, dan (C) frigate mackerel (Suzuki, 1981).

Badan ikan umumnya mempunyai bentuk dan ukuran yang simetris

dan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, kepala, badan (tubuh), dan ekor.

Bagian kepala adalah bagian muka yang dimulai dari ujung mulut sampai

akhir insang. Bagian badan dimulai dari akhir tutup insang sampai sirip

belakang, sedangkan bagian ekor dimulai dari sirip ekor sampai dengan

ujung ekor. Di dalam badan ikan terdapat kerangka ikan, daging/otot dan

(27)

Gambar 2 Daging ikan dan komponen penyusunnya (Hadiwiyoto,

1993)

Menurut Hadiwiyoto (1993), daging yang terletak di bagian punggung

dan perut merupakan jaringan pengikat yang terbanyak dan tersusun oleh

segmen-segmen yang disebut miomer dan miomata yang tampak seperti

garis-garis zigzag. Potongan melintang badan ikan akan menampakkan

garis-garis konsentris miotoma sehingga jelas sekali lokasi mioseptanya.

Miotoma sebenarnya adalah jaringan pengikat sedangkan miosepta adalah

jaringan pengikat yang lebih besar dan tersusun oleh miotoma- miotoma.

(28)

endomisium yang merupakan sel daging ikan. Satu sel daging tersusun oleh

benang-benang halus yang disebut miofibril.

Badan ikan terdiri atas tulang dan daging/otot. Daging atau otot

kebanyakan terdapat pada bagian tubuhnya dan merupakan jaringan-jaringan

pengikat yang meliputi bagian punggung, perut, pangkal sirip punggung,

pangkal sirip ekor, pangkal sirip belakang, pangkal sirip dada, pangkal sirip

depan, dan bagian kepala (Hadiwiyoto, 1993).

deMan (1997) menambahkan, jaringan ikat otot ikan jumlahnya lebih

rendah daripada dalam otot mamalia, mengakibatkan tekstur daging ikan

lebih empuk jika dibandingkan dengan daging mamalia.

Komposisi Kimia Daging Ikan

Sifat kimia dari daging ikan meliputi komponen-komponen kimia

penyusun daging ikan. Daging ikan merupakan bahan biologik yang secara

kimiawi sebagian besar tersusun oleh unsur-unsur organik ya itu, oksigen

(75%), hidrogen (10%), karbon (9.5%), dan nitrogen (2.5%). Unsur-unsur

tersebut merupakan penyusun senyawa-senyawa protein, karbohidrat, lipida,

vitamin, enzim dan sebagainya (Irawan, 1995). Komposisi kimia rata-rata

daging ikan dapat di lihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia rata-rata daging ikan

Komponen Kimia Komposisi (%)

Air 66 – 84

Protein 16 – 22

Karbohidrat 1 – 3

Lemak 0.1 – 22

Bahan Anorganik 0.8 - 2

*Sumber : Suzuki (1981)

Protein

Protein ikan merupakan bagian yang pent ing untuk dipelajari dalam

dasar-dasar ilmu dan teknologi ikan terutama dari segi-segi kimianya. Hal

ini disebabkan, protein ikan yang mencapai 11 – 27% merupakan komponen

terbesar kedua jumlahnya setelah air (Hadiwiyoto, 1993). Berdasarkan

lokasinya dalam daging, protein ikan dapat digolongkan menjadi 3 macam,

(29)

2000). Berdasarkan sifat kelarutan protein daging ikan deMan (1997)

memilahnya menjadi tiga golongan yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Penggolongan protein daging ikan berdasarkan kelarutan

N o

Kekuatan ion pada saat pelarutan

Nama golongan lokasi

1 Sama dengan atau lebih

besar dari nol

“myogen” mudah larut

Terutama sarkoplasma, cairan sel otot

2 Lebih besar dari, sekitar

0.3

“Struktur” kurang larut

Terutama

myofibril, unsur kontraktil

3 Tidak larut “Stroma”

Terutama

jaringan ikat, dinding sel dsb

*Sumber : deMan (1997)

Protein miofibrillar

Protein miofibril adalah protein-protein yang terdapat pada

benang-benang daging (miofibril dan miofilamen). Yang termasuk golongan protein

ini adalah tipe golongan protein globulin, misalnya myosin, aktin, dan

tropomyosin (Xiong, 2000).

Suzuki (1981) menyatakan, protein miofibrillar bersifat sedikit larut

dalam air pada pH netral tetapi larut dalam larutan garam kuat. Protein

miofibrillar adalah protein yang membentuk miofibril, yang terdiri dari

protein struktural (aktin, miosin, dan aktomiosin) dan protein regulasi

(troponin, tropomiosin, dan aktinin). Protein miofibrillar merupakan bagian

terbesar dari protein ikan yaitu sekitar 66 – 77% dari total protein ikan, dan

bila dibandingkan dengan daging mamalia dan unggas daging ikan

mengandung protein miofibril yang terbanyak. Miofibril sangat berperan

dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada daging ikan yang diolah.

Protein sarkoplasma

Suzuki (1981) menyatakan, protein sarkoplasma mengandung protein

yang dapat larut dalam air, disebut miogen. Kandungan protein sarkoplasma

dalam daging ikan tergantung pada jenis ikan, biasanya terdapat dalam

(30)

bahwa protein yang tergolong protein sarkoplasma adalah protein albumin,

mioalbumin, mioprotein.

Sarkoplasma mengandung bermacam- macam protein yang larut dalam

air (miogen). Pada pembuatan surimi, protein sarkoplasma harus

dihilangkan dulu karena dapat menghambat pembentukan gel.

Protein stroma

Protein stroma (jaringan pengikat) kebanyakan terdapat dalam

miosepta dan endomisium, tetapi ada juga yang terdapat pada sarkolemma

atau bagian tubuh yang lain tetapi jumlahnya tidak banyak sekitar 6% dari

seluruh protein ikan.

Kolagen adalah salah satu jenis protein jaringan pengikat yang

dominan baik dalam jumlahnya maupun peranannya, struktur kolagen

menyerupai benang-benang jala. Kolagen tidak larut dalam air maupun

larutan garam tetapi larut dalam larutan alkali dan jika dipanaskan maka

strukturnya akan berubah menjadi peptida-peptida dengan berat moekul

yang lebih rendah.(Hadiwiyoto, 1993).

Lemak

Winarno (1993), menyatakan bahwa berdasarkan kandungan

lemaknya, ikan terbagi menjadi 3 golongan yaitu, ikan dengan kandungan

lemak rendah (kurang dari 2%) seperti kerang, cod, lobster, bawal, gabus;

ikan dengan kandungan lemak medium (2 – 5%) seperti rajungan, oyster,

udang, ikan mas, lemuru, salmon; dan ikan dengan kandungan lemak tinggi

(5 – 20%) seperti herring, mackarel, salmon, tuna, sepat, tawas, nila.

Menurut Junianto (2003), Kandungan lemak daging merah ikan lebih

tinggi dibandingkan daging putih ikan. Namun kandungan protein daging

merah ikan lebih rendah dibandingkan daging putih ikan. Berdasarkan

kandungan lemak dan protein, ikan digolongkan seperti Tabel 3.

Kandungan lemak ikan bermacam- macam tergantung pada jenis ikan,

umur, jumlah daging merah, dan kondisi makanan (Suzuki, 1981). Irawan

(31)

kandungan protein dan kandungan air. Pada ikan yang kandungan lemaknya

[image:31.596.136.519.146.276.2]

rendah, umumnya mengandung protein dalam jumlah yang cukup besar.

Tabel 3 Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemak

Tipe Prot (%) Lemak (%) Jenis Ikan

A. Protein tinggi, lemak rendah 15 – 20 < 5 Cod

B. Protein tinggi, lemak sedang 15 – 20 5 – 15 Salmon

C. Protein rendah, lemak tinggi < 5 > 15 Trout

D.Protein sangat tinggi, lemak rendah > 20 < 5 Tuna

E. Protein rendah, lemak rendah < 15 < 5 Oyster

*Sumber : Junianto (2003)

Air

Air adalah komponen terbesar penyusun daging ikan sebesar 66 – 84%

dan menurut Suzuki (1981), kadar air pada daging ikan mempunyai

hubungan yang berlawanan dengan kadar lemak. Makin tinggi kadar air

maka makin rendah kadar lemaknya.

Ilyas (1983) mengatakan bahwa air dalam jaringan daging ikan diikat

sangat erat oleh senyawa koloidal dan kimiawi sehingga ia tidak mudah

bebas oleh tekanan berat. Kekuatan penahan air pada daging ikan segar

adalah maksimum, sedangkan pada ikan yang mulai membusuk kekuatan itu

jauh berkurang sehingga cairan itu mudah bebas.

Karbohidrat

Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida, yaitu glikogen

yang terdapat dalam sarkoplasma di antara miofibril- miofibril. Glikogen

dalam daging sifatnya tidak stabil, mudah berubah menjadi asam laktat

melalui proses glikolisis sehingga menyebabkan pH daging ikan turun

(32)

Sifat Fungsional Protein.

Protein adalah salah satu komponen penyusun bahan pangan yang

mempunyai peranan sangat besar dalam menentukan mutu produk pangan.

Protein mampu berinteraksi dengan senyawa-senyawa lain sehingga

berpengaruh pada aplikasi proses, mutu dan penerimaan produk. Sifat-sifat

seperti inilah yang disebut sifat fungsional protein seperti: water binding,

kelarutan, viscositas, pembentukan gel, flavour binding dan aktivitas

permukaan (Kinsella, et al. 1979). Zayas (1997) menambahkan, sifat

fungsional protein adalah sifat fisiko-kimia protein yang mempengaruhi

tingkah laku di dalam sistim bahan pangan selama persiapan, pengolahan,

penyimpanan dan konsumsi yang berperan pada mutu dan sensorik sistem

bahan pangan tersebut.

Menurut Cheftel et al. (1985) sifat fungsional protein dapat

dikelompokkan menjadi tiga bagian utama yaitu:

1. Sifat fungsional protein yang berhubungan dengan reaksi protein dalam

air, misalnya: penyerapan air, penahanan air, dan viskositas.

2. Sifat fungsional protein yang berhubungan dengan reaksi protein dengan

protein atau protein dengan lemak, misalnya: pembentukan gel, adonan

dan tekstur.

3. Sifat fungsional yang berhubungan dengan sifat permukaan protein,

misalnya: emulsifikasi dan daya buih.

Masing- masing sifat fungsional tersebut tidak berdiri sendiri, namun

saling berkaitan satu dengan lainnya. Keberadaan sifat-sifat tersebut

selanjutnya akan memberikan karakteristik tersendiri dalam suatu sistim

(33)
[image:33.596.138.515.102.344.2]

Tabel 4 Sifat fungsional protein yang dibutuhkan dalam sistim pangan.

Sifat Fungsional Bentuk aktivitas Sistim Pangan

Kelarutan Pelarut protein,

bergantung pada pH

Minuman

Daya serap/ikat air Pengikatan hidrogen HOH

Daging, sosis, roti, kue

Pembentukan gel Pembentukan matrik

protein

Daging, keju, dadih

Daya lekat Pengikatan bahan oleh

protein

Daging, sosis, pasta

Elastisitas Ikatan hidrofobik pada

gluten, ikatan sulfida pada gel

Daging, roti

Emulsifikasi Pembentukan dan

stabilitas emulsi lemak

Sosis, sup, bologna

Daya serap lemak Pengikatan lemak bebas Sosis daging

*Sumber : Kinsella (1979)

Sifat kelarutan protein sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, dan pelarut

yang digunakan. Pengaruh pH didasarkan pada adanya perbedaan muatan

antara asam-asam amino yang menyusun protein. Pada pH tertentu

perbedaan muatan tersebut dapat mencapai nol (net charge=0) atau

terjadinya kesetimbangan yang dikenal sebagai titik isoelektrik. Pada pH

tersebut protein memiliki daya tarik menarik yang paling kuat antara

sesamanya dan mulai terurai. Pada pH di atas dan di bawah titik isoelektrik

dan lebih besarnya muatan negatif pada pH diatas titik isoelektrik.

Perubahan muatan ini menyebabkan menurunnya daya tarik menarik antara

molekul protein, sehingga molekul protein lebih mudah terurai dan kelarutan

protein akan semakin meningkat (Lehninger, 1982).

Ikan Patin (Pangasius pangasius)

Famili Pangasidae adalah ikan berkumis air tawar yang terdapat di

seluruh Asia Selatan dan Asia Tenggara. Mempunyai ciri kulit halus,

memiliki dua pasang sungut yang relatif pendek, jari-jari sirip punggung dan

sirip dada sempurna dengan tujuh jari-jari bercabang, sebuah sirip lemak

berpangkal sempit, sirip dubur panjang dan bersambung dengan sirip ekor.

(34)

Hidup diperairan berarus lambat dan aktif di malam hari, memakan detritus

dan invertebrate lainnya dari dasar sungai (Whitten, 1996). Susanto dan

Amri (1996) menyatakan ikan patin memiliki badan memanjang berwarna

putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan (Gambar 3).

Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu ukuran yang cukup besar

untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala relatif kecil dengan mulut

terletak diujung kepala agak sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas

golongan cat fish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek

yang berfungsi sebagai peraba.

Gambar 3 Ikan patin (Pangasius pangasius)

Klasifikasi dan identifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) sebagai

berikut :

Phyllum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub ordo : Siluroidae

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius pangasius

Komposisi kimia ikan patin per 100 gr daging ikan dapat dilihat pada

(35)

5.7 %, ikan patin termasuk golongan ikan yang berprotein tinggi dan

berlemak sedang.

Tabel 5 Komposisi kimia ikan patin.

Komposisi Kimia % bb

Air

Protein

Lemak

Abu

75.7

16.1

5.7

1.0

*Sumber : BPMHP (1998)

Penyimpanan Beku

Kerusakan bahan-bahan bio logik seperti hasil- hasil perikanan terutama

disebabkan oleh terjadinya otolisa dan karena pertumbuhan mikroba. Pada

kondisi suhu tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada konsisi lain

aktifitasnya menurun. Penggunaan suhu rendah dapat digunakan untuk

mempertahankan kesegaran serta mempertahankan sifat-sifat asli dari ikan

(Hadiwiyoto, 1993). Masa simpan dari daging ikan berbeda-beda

tergantung dari jenis ikan, komposisi daging ikan, iklim, lingkungan hidup

(habitat) dan perlakuan yang diberikan terhadap ikan setelah ditangkap

(Potter, 1973).

Selama penyimpanan beku, protein akan mengalami denaturasi dimana

akan terjadi perubahan protein ikan ke arah menjauhi sifat-sifat alami

protein (Ilyas, 1983). Perubahan protein otot akan mempengaruhi jumlah

drip, yaitu (1) besarnya cairan yang keluar dari daging, dan (2) faktor yang

berhubungan dengan daya ikat air oleh protein daging (Soeparno, 1994).

Denaturasi protein selama penyimpanan beku menghasilkan agregasi yang

disebabkan karena meningkatnya ikatan silang (cross- linking) miosin di

(36)

Bentuk Pra-olahan

Bentuk pra-olahan bahan baku daging ikan yang sering digunakan

dalam proses pengolahan biasanya berupa fillet, daging lumat dan surimi.

Selain mempermudah dalam proses pengolahan menjadi bentuk produk

lainnya, juga lebih efisien dalam penyimpanan terutama penyimpanan beku

dibandingkan menyimpan ikan secara utuh.

Fillet

Fillet dibuat dengan menyayat tubuh ikan patin sejajar dengan tulang

punggung, dimulai dari bagian ekor hingga ke bagian kepala, isi perut, sirip

maupun tulang. Selanjutnya lembaran daging tersebut disayat sedemikian

rupa untuk menghilangkan bagian kulitnya (Afrianto, 1995). Menurut Ilyas

(1983), terdapat beberapa tipe fillet, yaitu fillet berkulit (skin-on fillet), fillet

tidak berkulit (skinless fillet), fillet tunggal (single fillet) yakni lempengan

daging ikan yang disayat memanjang tulang belakang, kuduk biasanya

dipotong, dan fillet kupu-kupu (butterfly fillet) yakni dua fillet tunggal

seekor ikan yang dihubungkan sesamanya oleh bagian yang tidak dipotong.

Hasil fillet biasanya didapat dari 30 sampai 35% berat ikan.

Daging lumat

Daging lumat didapat dengan melakukan penggilingan terhadap daging

ikan yang telah difillet yang bertujuan menghaluskan atau melembutkan

daging hingga mempermudah proses selanjutnya. Selain memperkecil

ukuran menurut Acton (1972), protein daging lebih mudah terekstrak jika

dalam ukuran kecil. Forrest et al. (1975) menambahkan, penggilingan

bertujuan untuk memecah dan meningkatkan keseragaman ukuran serabut

otot dan jaringan ikat sehingga distribusinya merata dan yang terbentuk

lebih stabil.

Surimi

Surimi merupakan produk olahan yang terbuat dari daging ikan lumat

(37)

dibekukan. Biasanya surimi digunakan sebagai bahan baku pembuatan

kamaboko, sosis, dan ham ikan (Suzuki, 1981).

Muchtadi (1988) menyatakan, ada dua tipe yang biasa dibuat, yaitu

surimi yang dibuat tanpa penambahan garam (mu-en surimi) dan surimi

yang dibuat dengan penambahan garam (ka-en surimi).

Dalam pembuatan surimi, ada empat prinsip tahapan dalam proses

yang dilakukan, yaitu pencucian daging ikan, penggilingan, pengemasan dan

pembekuan. Pencucian daging ikan dilakukan tiga sampai lima kali.

Biasanya air pencuci terakhir mengandung NaCl sebanyak 0.01 sampai 0.3

persen untuk memudahkan pembuangan air, karena umumnya pencucian

yang berulang- ulang akan meningkatkan sifat hidrofilik daging ikan

(Suzuki, 1981). Banyaknya air yang digunakan biasanya berkisar antara

lima sampai sepuluh kali dari berat ikan (Fardiaz, 1985).

Menurut Suzuki (1981), air yang digunakan untuk pencucian adalah air

dingin dengan suhu 5 – 100C. Pencucian dengan air kran (suhu kamar)

dapat merusak tekstur dan mempercepat degradasi lemak, sedangkan

pencucian dengan air laut dapat meningkatkan kehilangan protein

(Grantham, 1981).

Penambahan sukrosa dan sorbitol sudah dapat mencegah terjadinya

denaturasi protein. Pemberian polifosfat dapat berfungsi mengurangi drip,

mengurangi penyusutan pemasakan, dan menstabilkan emulsi. Menurut

Suzuki (1981), untuk membuat ka-en surimi komposisi krioprotektan yang

digunakan sebesar 5 persen sukrosa, 5 persen sorbitol, dan 2.5 persen garam.

Sosis

Sosis atau “sausage” berasal dari bahasa latin “salsus” yang berarti

digarami atau secara harfiah adalah daging yang disiapkan melalui

penggaraman (Kramlich, 1971). Menurut Price dan Schweigert (1987) sosis

merupakan makanan yang terbuat dari daging yang dihaluskan, digiling,

dibumbui lalu dibungkus dengan casing berbentuk simetris dan mempunyai

(38)

dan daging babi. Ketiga jenis bahan mentah ini mendominasi pasaran sosis

di Indonesia (Haq et al. 1994).

Schmidt (1988) menyatakan bahwa di Jerman dan banyak negara

lainnya, dikembangkan suatu sistem pengklasifikasian sosis didasarkan pada

perlakuan temperatur dari bahan baku dan produk akhir ada tiga jenis sosis:

raw sausage /rohwurst (sosis tanpa perlakuan pemasakan), bruhwurst

(dimasak setelah diformulasi) dan koehwurst (dimasak sebelum

diformulasi).

Soeparno (1992) membagi sosis menjadi beberapa jenis, sosis segar

dibuat dari daging segar, tidak dikuring (tidak dilakukan penggaraman),

dicacah, dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu,

dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong serta harus dimasak

sebelum dimakan. Sosis masak dibuat dari daging segar, bisa dikuring atau tidak, dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong, tidak diasap dan

setelah dibuat harus segera dimakan. Sosis spesialis daging masak adalah produk daging khusus yang dikuring atau tidak dikuring, dimasak dan jarang

diasap, sering dibuat dalam bentuk batangan atau daging loaf serta biasa

dijual dalam bentuk irisan-irisan yang dipak atau dibungkus yang dapat

dikonsumsi dalam keadaan dingin. Sosis kering dan agak kering dibuat dari daging yang dikuring dan dikeringkan udara, dapat diasap sebelum

pengeringan serta dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setelah

masak.

Taylor (2002) menyatakan bahwa sosis ikan dibuat menyerupai

pembuatan sosis yang terbuat dari daging. Pada dasarnya pencampuran

daging ikan ,yang didapat dari lembaran fillet ikan, ditambahkan bumbu dan

bahan-bahan aditif ke dalam casingnya.

Bahan-bahan penyusun sosis ikan

Bahan baku sosis terdiri dari daging ikan patin, es batu, garam, lemak,

bahan pengikat (isolat protein kedelai), bahan pengisi (tepung tapioka),

(39)

Daging ikan patin

Bahan baku dalam pembuatan sosis adalah daging ikan yang telah

dipisahkan atau dibersihkan dari kepala, kotoran, sirip, tulang, serta

dilakukan pencucian. Daging ikan yang digunakan biasanya berbentuk

lempengan atau lembaran yang biasa disebut fillet, daging lumat, dan

surimi.

Daging ikan adalah bahan komponen utama dalam pembuatan sosis,

sehingga peranannya akan sangat menentukan produk sosis yang dihasilkan.

Protein daging ikan yang larut dalam larutan garam lebih berperan

pembentukan emulsi dibandingkan dengan protein larut dalam air murni.

Es batu

Air merupakan salah satu komponen dalam pembuatan sosis, dengan

kandungan diperkirakan 45 – 55% dari berat total, tergantung jumlah cairan

yang ditambahkan dan macam daging (Soeparno, 1994). Penambahan air

pada produk berfungsi 1) untuk meningkatkan keempukan dan jus daging, 2)

menggantikan sebagian air yang hilang selama proses seperti pemanasan, 3)

melarutkan protein yang mudah larut dalam air, 4) membentuk larutan

garam yang diperlukan untuk melarutkan protein yang larut dalam larutan

garam, 5) melayani fase kontinyu dari emulsi daging, 6) menjaga temperatur

selama proses penggilingan. Air biasanya ditambahkan ke dalam adonan

sosis dalam bentuk serpihan es atau air es untuk membentuk adonan yang

baik dan mempertahankan selama proses penggilingan (Forrest et al., 1975).

Garam

Garam merupakan faktor kritis yang harus diperhatikan, tanpa

penambahan garam tidak akan terbentuk emulsi sosis dan biasanya sosis

mengandung garam 1- 5% atau 3 % (Kramlich, 1971). Garam dalam

pembuatan sosis mempunyai fungsi 1) mengektraksi protein myofibril dari

serabut daging selama penggilingan, 2) membentuk tekstur produk, 3)

memberi cita rasa asin pada produk dan 4) sebagai antimikroba (Nakai dan

(40)

memberikan flavor, mengawetkan dan terutama untuk melarutkan protein

myosin sebagai emulsifier utama dan mempertinggi daya ikat air partikel .

Nitrit

Fungsi utama nitrit dalam pembuatan sosis adalah untuk memperbaiki

warna daging. Perbaikan warna daging dicapai ketika pigmen otot

(myoglobin) berikatan dengan natrium oksida (NO) yang berasal dari nitrit

membentuk NO-myoglobin, sehingga terbentuk warna daging yang khas.

Reaksinya dipengaruhi oleh temperatur. Selain itu nitrit berfungsi pula

sebagai penambah cita rasa, mencegah pertumbuhan bakteri dan sebagai anti

oksidan. Untuk sosis masak dianjurkan penggunaanya sebanyak 3 – 50 ppm

(Ockerman, 1983). Dirjen POM Depkes mensyaratkan penambahan nitrit

dalam bahan makanan maksimum sebanyak 170 ppm dan nitrit tersisa pada

produk akhir adalah 200 ppm (Winarno, 1997).

Lemak

Penambahan lemak dalam pembuatan sosis bertujuan untuk

membentuk sosis yang kompak, empuk dan kelezatan sosis, lemak hewani

ataupun minyak nabati dapat ditambahkan dalam pembuatan sosis.

Perbedaan utama minyak nabati dan lemak hewani adalah pada kandungan

sterolnya, dimana minyak nabati mengandung sitosterol, sedangkan lemak

hewani mengandung kolesterol. Minyak nabati lebih banyak mengandung

asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat) daripada lemak hewani (Ketaren,

1986).

Jumlah penambahan lemak dalam pembuatan sosis dibatasi untuk

mempertahankan tekstur selama pengolahan dan penanganannya, lemak

yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30% bobot daging (Romans et al.

1994). Dari hasil penelitian uji organoleptik Hapsari (2002), ternyata

penggunaan kadar minyak nabati (10%, 15%, 20%) pada sosis ikan patin

berpengaruh nyata terhadap warna dan rasa sosis tetapi tidak berpengaruh

nyata terhadap tekstur dan aroma. Sosis patin terbaik menurut penilaian

(41)

Phosphat

Penambahan polyphosphat pada gel ikan mentah bertujuan untuk

memperbaiki kekenyalan pada produk akhir. Konsentrasi polyphosphat

sebesar 0.2% sampai 0.5% dari berat daging ikan cukup efektif dalam

memberikan efek terhadap tekstur sosis ikan (Amano, 1965). Polyphosphat,

jika ditambahkan pada produk sosis akan meningkatkan daya ikat air dan

daya ikat lemak dari gel yang terbentuk (Schmidt, 1988)

Bahan pengikat (isolat protein kedelai) dan bahan pengisi (tepung tapioka)

Maksud penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi dalam

pembuatan sosis menurut Kramlich (1971) dan Forrest et al. (1975) adalah

1) untuk meningkatkan stabilitas emulsi, 2) Meningkatkan daya ikat air, 3)

meningkatkan flavor, 4) mengurangi pengerutan selama pemasakan, 5)

meningkatkan karakteristik irisan produk dan, 6) mengurangi biaya

produksi.

Bahan pengikat dan bahan pengisi dibedakan berdasarkan kandungan

protein dan karbohidrat yang dikandungnya. Bahan pengikat mengandung

protein yang lebih tinggi, dapat meningkatkan emulsifikasi lemak

dibandingkan dengan bahan pengisi, dan bahan pengisi umumnya terdiri

dari karbohidrat saja serta mempunyai pengaruh kecil terhadap emulsifikasi.

Pada produk komersial, penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi

tidak boleh lebih dari 3,5% bobot emulsi sesuai dengan standar oleh Meat

Inspection Division of The USDA (Kramlich, 1971).

Selanjutnya Kramlich (1971) menambahkan bahan pengikat dapat

diklasifikasikan menurut asalnya yaitu dari hewan serta tumbuhan.

Produk-produk susu seperti susu bubuk tanpa lemak, susu bubuk tanpa lemak tapi

kalsiumnya dikurangi, sodium caseinat, tepung darah, berasal dari hewan.

Tepung Kedelai dan tepung isolat protein kedelai berasal dari

tumbuh-tumbuhan.

Isolat protein kedelai merupakan fraksi protein utama dari kedelai.

Salah satu penggunaan isolat protein kedelai adalah pada produk emulsi

(42)

karena kemampuannya sebagai pengikat dan penstabil adonan, tetapi juga

karena flavor dan kandungan gizinya (Wilcke, 1979). Dari hasil penelitian

Rompis (1998) diketahui bahwa perlakuan kombinasi isolat protein kedelai

dan susu skim menghasilkan sosis sapi yang secara umum diterima

konsumen, didukung oleh sifat fisik dan kimia.

Sedangkan bahan pengisi pada dasarnya ditambahkan dalam

pembuatan sosis terdiri dari tepung-tepungan yang mempunyai kandungan

pati tinggi, namun rendah protein. Walaupun demikian bahan pengisi

tersebut mempunyai kemampuan mengikat sejumlah besar air tetapi rendah

kapasitas emulsifikasinya . Maksimum penambahan bahan pengisi dalam

pembuatan sosis 3.5% dari berat produk akhir dan bila melebihi dari batas

harus mencantumkan kata imitasi pada label (Forrest et al., 1975).

Tepung tapioka adalah tepung yang diperoleh dari ubi kayu atau

singkong segar, setelah melalui beberapa proses seperti pemarutan,

pengendapan tepung dan pengeringan. Selain itu dimungkinkan digunakan

dalam industri makanan karena memiliki daya penahan air yang tinggi dan

tidak mengganggu citarasa makanan. Tapioka sering digunakan dalam

pembuatan sosis karena disamping harganya yang murah juga memberikan

citarasa netral serta warna terang pada produk sosis (Redley, 1976).

Bumbu-bumbu

Menurut Rust (1987), bumbu adalah suatu substansi tumbuhan

aromatik yang dikeringkan. Tumbuhan aromatik yang dikeringkan

diaplikasikan pada semua produk tanaman kering termasuk bumbu asli,

herba, biji-bijian aromatik dan buah-buahan yang dikeringkan. Bumbu asli

seperti jahe, biji pala, lada, bawang putih dan lain- lain digunakan dalam

bentuk bubuk.

Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam adonan sosis adalah pala,

merica, bawang putih dan jahe. Bumbu-bumbu dan bahan penyedap

ditambahkan untuk meningkatkan flavor. Beberapa bumbu bersifat

antioksidan sehingga dapat menghambat terjadinya ketengikan (Soeparno,

(43)

Selongsong (casing)

Selongsong sosis (casing) dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu

selongsong sosis alami dan selongsong sosis buatan (sintetik). Fungsi utama

dari selongsong sosis yaitu disamping untuk membentuk produk dan

menjaga stabilitas produk juga berfungsi sebagai pelindung dari kerusakan

secara fisik maupun kimiawi seperti kekeringan, mikrobiologis dan oksidasi.

Disamping itu selongsong sosis juga mempunyai fungsi keindahan atau seni,

baik dari segi warna, bentuk, ukuran, dan lain- lain yang berfungsi sebagai

media reklame (Soeparno, 1994).

Sedangkan Kramlich (1971) dan Bacus (1984) menyatakan,

selongsong buatan terdiri dari empat kelompok yaitu 1) sellulosa, 2) kolagen

yang dapat dimakan, 3) kolagen yang tidak dapat dimakan, 4) plastik.

Selongsong buatan mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada

selongsong alami.

(44)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pilot Plant,

Laboratorium Gizi Masyarakat (Pusat Studi Pangan dan Gizi), Bagian

Kimia dan Biokimia Pangan, Bagian Mikrobiologi pangan, dan Bagian

Rekayasa Proses Pangan (Departemen Teknologi Pangan dan Gizi).

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2005 sampai dengan

Nopember 2005.

Bahan

Bahan ikan patin yang digunakan diperoleh dari Superindo Plaza

Jembatan Merah Bogor yang diangkut dalam keadaan hidup menggunakan

kantong plastik. Selain itu sebagai bahan untuk pembuatan formulasi

digunakan bahan seperti lemak (minyak nabati), bumbu-bumbu (bawang

putih, merica, jahe dan gula), es batu, isolat protein kedele, garam dan

selongsong sosis atau casing.

Peralatan

Alat yang digunakan di dalam penelitian ini adalah alat penggiling

daging (grinder), pencacah daging (cutter), stuffer, filler, freezer (case freezer), cooker, timbangan.

Proses Pembuatan Sosis

Pembuatan sosis ikan patin meliputi: penyiangan, pencucian, filleting,

penggilingan, pengadonan bersama bahan pengisi dan bumbu-bumbu,

(45)

Dalam proses pembuatan sosis, ikan yang digunakan terlebih dahulu

disiangi kepala, ekor, sirip, jeroan, dan kulit. Selanjutnya ikan difillet dan

dibagi menjadi tiga bagian. Bagian bahan baku pertama dibiarkan dalam

bentuk fillet, bagian kedua dihaluskan dengan grinder menjadi daging

lumat, bagian ketiga diolah menjadi surimi lalu disimpan dalam freezer suhu -180C. Proses pembuatan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 5.

Masing- masing bahan baku disimpan pada suhu beku terlebih dahulu

sebanyak 0.5 kg/kemasan dengan kemasan plastik jenis Polypropilene

dengan ketebalan 0.8 mm yang kemudian dilakukan pemakuman. Bahan

baku yang telah dikemas tersebut langsung dimasukkan ke dalam freezer

selama 0, 20, 40 dan 60 hari. Penyimpanan beku yang dilakukan adalah tipe

pembekuan lambat.

Sebelum dibuat sosis, masing- masing jenis bahan baku dilelehkan

(thawing) dengan cara menyimpannya dalam lemari es bersuhu 50C selama

semalam. Selanjutnya bahan baku (kecuali fillet terlebih dahulu dilakukan

penggilingan) dimasukkan ke dalam cutter untuk pengadukan lalu

ditambahkan garam poekel sebanyak 2% dan es batu 10% kemudian

ditambahkan isolat protein kedelai 3% dan minyak nabati 15%. Selanjutnya

pemberian bumbu 2% dan terakhir tepung tapioka 6%, untuk

mempertahankan suhu tetap rendah selama pengadonan dilakukan

pemberian es batu masing- masing 5% secara bersama dengan bumbu dan

tepung tapioka.

Pasta daging ikan yang terbentuk dimasukkan ke dalam casing dengan

menggunakan stuffer. Selanjutnya sosis diikat sepanjang 10 cm dan

(46)

[image:46.596.124.503.91.692.2]

Gambar 4 Proses pembuatan sosis ikan patin

Penyiangan dan Pencucian (Kepala, ekor, sirip, kulit dan jeroan dibuang, kemudian dicuci)

Bahan baku Fillet, daging lumat & surimi

dikemas plastik jenis PP 0.8 mm & dilakukan pemakuman.

Pengadonan I, T -4 s/d 4 0C, 10 menit (ditambah es 10%, garam poekel, isolate protein,

minyak nabati)

Pengadonan II, T 8 0C, 5 menit (ditambah es 5%, dan bumbu)

Pengadonan III, T 12 0C, 5 menit (bahan pengisi dan ditambah es 5%)

Casing

Direbus 800C selama 15 menit

Sosis dikemas

Penyimpanan dingin suhu -5oC, 5oC, dan 10oC selama: 0, 1, 2, 3, dan 4 minggu Ikan patin

disimpan pada freezer suhu -180C selama: 0, 20, 40 dan 60 hari Thawing

(47)

[image:47.596.112.533.70.682.2]

Gambar 5 Proses pembuatan bahan baku

Penyiangan

Kepala, ekor, sirip, kulit dan jeroan dibuang

Pemiletan

Pencucian dengan air dingin (100C), dua kali

Pencucian dengan air dingin (100C) ditambah garam 0.3 %, satu kali

Penyaringan / Penirisan air

Pengadukan

Pengemasan dalam kemasan plastik vakum

Penyimpanan pada suhu -180C Ikan patin

Penggilingan dengan menggunakan penggiling daging

• Sukrosa 4%

• Sorbitol 4%

• Polifosfat 0.2%

Fillet

(48)

Formulasi sosis ikan patin yang merupakan modifikasi dari penelitian

Rompis (1998), yaitu:

Tabel 6 Formulasi pembuatan sosis

NO BAHAN JUMLAH (g) Persentase

1 Daging ikan/surimi 1000 52

2 Es 200 20

3 Garam poekel 30 2

4 Bumbu 30 2

5 Minyak nabati 150 15

6 Isolat Protein 30 3

7 Tepung tapioka 60 6

8 STTP 0.3

*Sumber : Rompis (1998).

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu

(1) Tahap pertama, pengamatan hubungan lama penyimpanan beku dan jenis

bahan baku terhadap perubahan mutu bahan baku daging ikan patin.

Perlakuan meliputi, A) Lama penyimpanan beku -180C : 0 hari, 20 hari,

40 hari, dan 60 hari; B) Bentuk pra-olahan : fillet, lumat, dan surimi.

Perlakuan diulang sebanyak 2 ulangan.

(2) Tahap kedua, pengamatan pengaruh penggunaan bahan baku (tahap

pertama) terhadap sifat fisik dan penerimaan konsumen terhadap sosis

yang dihasilkan.

(3) Tahap ketiga, pengamatan pengaruh berbagai suhu penyimpanan

terhadap mutu sosis patin, dengan tiga perlakuan yaitu suhu -5oC, 5oC,

dan 10oC. Pada tahap ini sosis ikan patin yang digunakan adalah hasil

(49)

Pengamatan

Pengamatan parameter yang dilakukan pada tahap pertama (mutu

bahan baku) meliputi:

• Total protein terlarut;

• Water Holding Capacity; dan

• pH.

Pada penelitian tahap kedua (sosis) :

• Cooking loss;

• Kekerasan;

• Kekenyalan;dan

• Organoleptik (penampakan irisan, kekerasan, kekenyalan, aroma,

juiciness, rasa, dan penerimaan umum).

Pengamatan tahap ketiga (sosis) meliputi:

• Total Plate Count;

• Total Volatile Bases;

• pH;

• Sineresis; dan

• Proksimat (kadar air, lemak, protein, karbohidrat, dan abu).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap

pertama dan tahap kedua adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap)

faktorial. Model Linear percobaannya (Hanafiah, 2004) adalah:

Yijk =

µ

+

a

i +

ßj

+ (

)ij +

eijk

Dimana :

Yijk = Respon percobaan karena pengaruh perlakuan faktor A (lama

penyimpanan beku) taraf ke- i, faktor B (bentuk pra-olahan)

taraf ke-j pada ulangan ke-k

µ

= Pengaruh rata-rata

a

i = Pengaruh faktor A (lama penyimpanan beku) taraf ke- i
(50)

ßj

= Pengaruh faktor B (bentuk pra-olahan) taraf ke-j (1,2,3)

(

)ij = Pengaruh interaksi faktor A (lama penyimpanan beku) taraf

ke-i dan pengaruh faktor B (bentuk pra-olahan) taraf ke-j

eijk

= Pengaruh galat pada ulangan ke-k pengaruh Ai , Bj dan (AB)ij

Sedangkan rancangan percobaan untuk tahap ketiga adalah RAL

tunggal dengan tiga perlakuan dan dua ulangan. Model Linear

percobaannya (Hanafiah, 2004) adalah:

Y =

µ

+

t

+

e

Dimana :

Y = Respon percobaan karena pengaruh perlakuan (berbagai suhu

penyimpanan)

µ = Pengaruh rata-rata

t

= Pengaruh faktor perlakuan (berbagai suhu penyimpanan)

e

= Pengaruh galat

Metode Analisis I. Analisis sifat fisik.

Daya mengikat air / water holding capacity (Hamm, 1972)

Dengan menggunakan metode pengepresan dari Hamm (1972)

yaitu dengan menggunakan alat carver press yang membebani 0,3

gram sample daging pada suatu kertas saring (filter) diantara dua plat

dengan beban tekan sebesar 35 kg setiap cm selama 5 menit, daerah

yang tertutup sample daging telah menjadi rata dan luas daerah

sekitarnya ditandai dan diukur. Daerah basah diperoleh dengan

mengurangkan daerah yang tertutup daging dari total (basah + daging)

dan luas daerah yang tertutup daging dengan menggunakan planimeter,

sedangkan kertas saring (filter) yang digunakan adalah Whatman-1 No.

40. Bobot air bebas (air daging yang terlepas karena proses penekanan)

(51)

Luas lingkaran air bebas =Luas lingkaran luar – luas lingkaran dalam

Tekstur (Texture Analyzer)

Pengukuran kekerasan dan kekenyalan obyektif

Pengukuran tekstur meliputi kekerasan dan kekenyalan dengan

menggunakan Texture Analyzer TA-XT2i (Rosenthal, 1999). Untuk

pengukuran kekerasan sampel diletakkan di bawah probe yang

berbentuk pisau dengan kecepatan 1 mm/detik dan jarak 30 mm.

Sedangkan untuk pengukuran kekenyalan probe yang digunakan

berbentuk tumpul, sampel ditekan sebanyak 25% selama 60 detik.

Beban maksimum yang digunakan adalah 25 kg. Pengaturan Texture

Analyzer TA-XT2i adalah sebagai berikut:

TA setting Kekerasan Kekenyalan

Pre test speed 1.5 mm/s 1 mm/s

Test speed 1.5 mm/s 1 mm/s

Post test speed 10 mm/s 10 mm/s

Rupture test dist 1 mm 1 %

Distance 30 mm 25 %

Force 100 gr 100 gr

Time 5 sec 60 sec

Susut masak (Cooking loss)

Pengukuran susut masak dilakukan yaitu masing- masing

kombinasi sosis sebelum dimasak ditimbang terlebih dahulu dan

setelah matang kombinasi tersebut ditimbang kembali, kehilangan Jumlah air bebas (mg) = Luas lingkaran air bebas (cm2) – 8.0

0.0948

DMA/WHC = Jumlah air sampel (mg) – Jumlah air bebas (mg) Jumlah air sampel (mg)

Jumlah air sampel (mg) = % kadar air (bb) x berat sampel = ... gr x 1000

(52)

yang terjadi menunjukan banyaknya air dan lemak yang hilang selama

pemasakan.

Dimana :

a = Bobot contoh sebelum dimasak (gram)

b = Bobot contoh sesudah dimasak (gram)

Sineresis

Pengukuran sineresis dilakukan pada sosis yang disimpan, dengan

cara menimbang berat sosis sebelum disimpan dan setelah

penyimpanan yang telah ditentukan sosis ditimbang kembali. Selisih

penimbangan menunjukan jumlah air yang keluar dari produk selama

penyimpanan.

.

Dimana :

a = Bobot contoh sebelum disimpan (gram)

b = Bobot contoh sesudah disimpan (gram)

II. Analisis kimia

Analisis proksimat (AOAC, 1984)

a. Kadar air

Sampel sosis seberat 3 gr dimasukkan ke dalam cawan logam

yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan berisi sample

dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105o C selama 4 – 6 jam

hingga berat cawan dan sample konstan. Setelah itu dimasukkan ke

dalam desikator dan ditimbang beratnya, lalu dihitung persentase

kadar air sample.

Kadar air dihitung sebagai berik ut : Susut masak = a - b x 100 %

a

Sineresis =

a b a

(53)

b. Kadar Abu

Sampel sosis seberat 5 gram dimasukkan ke dalam cawan

porselin (slica disc) yang telah diketahui beratnya (a) , kemudian

dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan temperature 400 – 600o C

selama 24 jam. Setelah itu dikeluarkan dari tanur dan dimasukkan ke

dalam desikator untuk didinginkan, lalu ditimbang (b)

Selanjutnya kadar abu dapat dihitung dengan rumus :

c. Kadar lemak

Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam selongsong

pengekstrak, kemudian dimasukkan ke dalam labu soxhlet dan

diekstraksi dengan menggunakan petroleum eter selama 6 jam.

Minyak atau lemak yang tertampung dalam labu. Kemudian labu

tersebut dipanaskan di dalam oven 105o C selama 1 jam dan

ditimbang. Persentase kadar lemak dihitung dengan rumus berikut :

d. Kadar protein

Pengukuran kadar protein dilakukan dengan menggunakan

metode mikro-Kjeldahl dengan cara kerja yaitu, sample yang

digunakan sebanyak 0.2 gram dimasukkan kedalam labu Kjeldahl 100

ml lalu ditambahkan 2 gr K2SO4, 40 mg HgO dan 2.5 ml H2SO4.

Selama 30 menit dilakukan destruksi sampai diperoleh cairan hijau Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir

Kadar air (%) = --- x 100 %

Bobot sampel awal

Bobot sampel setelah diabukan

Kadar abu (%) = --- x 100 % Bobot sampel awal

Bobot labu akhir – Bobot labu awal

Kadar lemak (%) = --- x 100 %

(54)

jernih. Di destilasi setelah dingin ditambahkan air destilata sebanyak

35 ml dan NaOH pekat sebanyak 10 ml sampai berwarna coklat

kehitaman lalu ditampung ke dalam Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5

ml H3PO3, kemudian dititrasi dengan HC l 0.02 N menggunakan

indikator. Untuk larutan blanko dilakukan dengan cara yang sama

tetapi tanpa menggunakan sample.

Kadar Nitrogen dihitung dengan rumus :

Selanjutnya kadar protein dihitung sebagai berikut :

e. Kadar karbohi

Gambar

Tabel 3  Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemak
Tabel 4  Sifat fungsional protein yang dibutuhkan dalam sistim pangan.
Gambar 4  Proses pembuatan sosis ikan patin
Gambar 5  Proses pembuatan bahan baku
+7

Referensi

Dokumen terkait

The total project cost includes the construction cost (for building and site work), plus amounts for architect's fees, furniture and equipment, communications, contingency,

Hasil penelitian di perairan Muara Sungai Rokan Kecamatan Bangko dan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir dapat menunjukkan tidak ada perbedaan yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikkan konsentrasi bahan pengikat PGA berpengaruh terhadap sifat fisik tablet ekstrak etanolik daun sambiloto antara lain kekerasan tablet

Hal ini mengindikasikan bahwa tinggi rendahnya dividen yang di bagikan kepada para pemegang saham tidak berpengaruh dalam meningkatkan nilai suatu

Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah status merokok sebagai variabel terikat, smoking media literacy sebagai varia- bel bebas, serta jenis kelamin,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harapan, kenyataan dan komunikasi eksternal mahasiswa terhadap kemelekatan merek (studi kasus pada mahasiswa

[r]

Jenis penelitian ini deskriptif kualitatif, metode purposive sampling, observasi, wawancara, dokumentasi yang kemudian dideskripsikan dengan cara reduksi data,