• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mutasi Induksi Fisik Pada Coleus Spp Dengan Iradiasi Sinar Gamma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mutasi Induksi Fisik Pada Coleus Spp Dengan Iradiasi Sinar Gamma"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

MUTASI INDUKSI FISIK PADA

Coleus

spp.

DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA

ENY ROLENTI TOGATOROP

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Mutasi Induksi Fisik pada Coleus spp. dengan Iradiasi Sinar Gamma adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016

(4)

RINGKASAN

ENY ROLENTI TOGATOROP. Mutasi Induksi Fisik pada Coleus spp. dengan Iradiasi Sinar Gamma. Dibimbing oleh SYARIFAH IIS AISYAH dan MUHAMMAD RIZAL MARTUA DAMANIK.

Tanaman Coleus spp. merupakan tanaman yang dikembangbiakkan secara vegetatif. Mutasi induksi dengan iradiasi sinar gamma merupakan salah satu cara dalam meningkatkan keragaman genetik. Mutasi dapat meningkatkan keragaman genetik karena sifatnya yang spontan dan acak. Pemuliaan mutasi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif telah menghasilkan tanaman-tanaman yang menarik terlebih pada tanaman hias.

Tujuan dari penelitian ini untuk (1) mengidentifikasi respon keragaan vegetatif dan perubahan kualitatif tanaman Coleus spp. hasil iradiasi sinar gamma, (2) mengidentifikasi keragaman genetik tanaman Coleus spp. hasil iradiasi sinar gamma pada generasi MV2 dan MV3, (3) mendapatkan tanaman mutan Coleus spp. hasil iradiasi sinar gamma serta (4) mengetahui pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap aroma, rasa dan kadar total flavonoid tanaman Coleus amboinicus Lour. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktor tunggal dengan tiga ulangan. Iradiasi sinar gamma diberikan terhadap 360 stek pucuk tanaman masing-masing dengan perlakuan iradiasi tunggal dan iradiasi terbagi. Iradiasi dilakukan di BATAN (Badan Tenaga Nuklir) Jakarta, Indonesia. Semua tanaman yang diradiasi di tanam di lapang. Perbanyakan tanaman Coleus spp. di generasi MV1 digunakan untuk generasi MV2 dan perbanyakan tanaman di MV2 digunakan untuk generasi MV3.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian iradiasi sinar gamma terhadap Coleus spp. menghasilkan variasi keragaan karakter vegetatif dan perubahan sifat kualitatif tanaman. Iradiasi sinar gamma dengan dosis tertinggi memperlihatkan rataan terendah pada karakter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, lebar daun dan panjang daun. Pemberian iradiasi sinar gamma pada Coleus spp. menghasilkan keragaman genetik yang tinggi pada karakter jumlah daun dan jumlah cabang. Induksi mutasi fisik dengan iradiasi sinar gamma pada Coleus spp. menghasilkan 16 variasi tanaman mutan berdasarkan perubahan warna dan corak daun. Coleus amboinicus Lour. menghasilkan 2 mutan yaitu pada tanaman A40.6 dan A35.12. Coleus blumei ungu/hijau menghasilkan mutan terbanyak mencapai 11 mutan yaitu pada tanaman A40.1, A40.8, A40.4, A40.12, A45.3, A50.5, T20+20.5, T20+20.7, T25+25.5, T22.5+22.5.8 dan T25+25.8. Coleus blumei merah menghasilkan 3 mutan yaitu pada tanaman A50.6, A50.12 dan T25+25.12. Pemberian iradiasi sinar gamma mempengaruhi perubahan aroma, rasa dan kadar total flavonoid pada tanaman Coleus amboinicus Lour. Kadar total flavonoid yang dihasilkan berkisar antara 0.09-0.29%, kadar total flavonoid tertinggi diperlihatkan pada tanaman A40.6 yaitu sebesar 0.29%.

(5)

SUMMARY

ENY ROLENTI TOGATOROP. Physically Induced Mutation by Gamma Ray Irradiation on Coleus spp. Supervised by SYARIFAH IIS AISYAH and MUHAMMAD RIZAL MARTUA DAMANIK.

Coleus spp. is a vegetatively propagated plants. Induced mutation by gamma ray irradiation is one of method to increase variability in vegetatively crop species. Mutation is able to increase variability because of spontaneous and random mutations. Mutation breeding in vegetatively propagated plants has given rise to some interesting results concerning mainly on ornamental plants.

The aims of this research were (1) to identify information of quantitative and qualitative variance performance of Coleus spp. through gamma ray irradiation, (2) to identify the genetic variability on Coleus spp. in the MV2 and MV3 generation, (3) to obtain solid mutants on Coleus spp. and (4) to observe the aroma, taste and total flavonoid change of Coleus amboinicus Lour. through gamma ray irradiation. The experiment used Randomized Complete Block Design single factor with three replications. The gamma ray irradiation was given to 360 shoot cuttings of Coleus spp. by acute and fractionated irradiation treatments. Irradiation was conducted in National Nuclear Energy of Indonesia. The irradiated shoot cuttings were planted on the field. All the propagated in the MV1 were planted for MV2 generation and all the propagated in the MV2 were planted for MV3 generation.

The results of this research showed the gamma ray irradiation on Coleus spp. obtained variant of quantitative and qualitative charasteristics changes. The highest irradiation dose on Coleus spp. produced the lowest average on plant height, number of leaves, number of node, number of branches, leaf width and leaf length. Induced physically mutation by gamma ray irradiation of Coleus spp. could increase the genetic variability on number of leaves and number of branches. This research found 16 mutants of Coleus spp. based on color and pattern leaf change. C. amboinicus Lour. produced 2 mutants on A40.6 and A35.12. C. blumei (purple/green) produced the highest variant mutants up to 11, namely on A40.1, A40.8, A40.4, A40.12, A45.3, A50.5, T20+20.5, T20+20.7, T25+25.5, T22.5+22.5.8 and T25+25.8. Coleus blumei red produced 3 mutants on A50.6, A50.12 and T25+25.12. Gamma ray irradiation on C. amboinicus Lour. had an effect changes in aroma, taste and total flavonoid content. Total flavonoid content ranging by 0.09-0.29%, the highest total flavonoid content found on A40.6 as much as 0.29%.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

MUTASI INDUKSI FISIK PADA

Coleus

spp. DENGAN

IRADIASI SINAR GAMMA

ENY ROLENTI TOGATOROP

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman.

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan penelitian dan penulisan tesis ini. Tesis yang berjudul “Mutasi Induksi Fisik pada Coleus spp. dengan Iradiasi Sinar Gamma” merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Strata-2 Program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Keberhasilan pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MScAgr dan Prof drh Muhammad Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD selaku pembimbing tugas akhir yang telah meluangkan waktu dan pemikiran untuk memberikan saran dan masukan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Sobir, MSi selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Ir Yudiwanti Wahyu E.K., MSi selaku Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Institust Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak dan Mamak terkasih (B. E Togatorop dan R. Sianturi) terima kasih atas semua doa dan kasih sayang yang selalu membuatku tetap kuat untuk melangkah maju. Terima kasih kepada kakak, abang dan adek-adek ku tercinta Evy Ronauli Togatorop, Donly Avrin Togatorop, Tonny Alvin Togatorop, Elsa Rosana Togatorop dan Faris Meode Togatorop “You All My Soul, My pride, Thanks For All Spirit.

Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi melalui program Beasiswa BPP-DN 2013. Terima kasih juga kepada seluruh staf dan pegawai Pascasarjana khususnya Departemen Agronomi dan Hortikultura atas segala bantuan dan arahannya. Terima kasih kepada teman- teman “Baju Daerah” (Ka Aqlima, Ka Tara, Mami, Ami, Yudia dan Arin), terima kasih juga kepada lil bro Gerland Akhmadi untuk masukannya menjelang sidang tesis, kepada Maduma Natalia Tobing, kepada teman-teman “Ahay” Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman 2013, serta sahabat sejiwaku (Dia Novita Sari dan Umi Salamah) terima kasih untuk kebersamaan selama ini. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat

Bogor, Mei 2016

(11)

DAFTAR ISI

Mutasi Induksi pada Tanaman Berbiak Vegetatif 7

Heritabilitas 7

3 MUTASI FISIK SINAR GAMMA MELALUI IRADIASI TUNGGAL DAN TERBAGI PADA Coleus spp. SERTA EVALUASI

KERAGAMAN GENETIKNYA SAMPAI GENERASI MV3 9

Abstrak 9

4 PENGUJIAN ORGANOLEPTIK DAN KADAR TOTAL FLAVONOID PADA Coleus amboinicus LOUR. HASIL IRADIASI SINAR GAMMA 36

(12)

DAFTAR TABEL

1 Data curah hujan bulanan 14

2 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, lebar daun dan panjang daun tanaman C. amboinicus Lour. generasi MV1, MV2 dan MV3 hasil iradiasi tunggal (A) sinar gamma 15 3 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang,

lebar daun dan panjang daun tanaman C. amboinicus Lour. generasi MV1, MV2 dan MV3 hasil iradiasi terbagi (T) sinar gamma 16 4 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang,

lebar daun dan panjang daun tanaman C. blumei ungu/hijau generasi MV1, MV2 dan MV3 hasil iradiasi tunggal (A) sinar gamma 18 5 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang,

lebar daun dan panjang daun tanaman C. blumei ungu/hijau generasi MV1, MV2 dan MV3 hasil iradiasi terbagi (T) sinar gamma 19 6 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang,

lebar daun dan panjang daun tanaman C. blumei merah generasi MV1, MV2 dan MV3 hasil iradiasi tunggal (A) sinar gamma 20 7 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang,

lebar daun dan panjang daun tanaman C. blumei merah generasi MV1, MV2 dan MV3 hasil iradiasi terbagi (T) sinar gamma 21 8 Perbandingan warna daun mutan C. blumei ungu/hijau hasil iradiasi

tunggal sinar gamma dengan tanaman kontrol pada generasi MV3 25 9 Perbandingan warna daun mutan C. blumei ugu/hijau hasil iradiasi

terbagi sinar gamma dengan tanaman kontrol pada generasi MV3 26 10 Perbandingan warna daun mutan C. blumei merah hasil iradiasi sinar

gamma secara tunggal dan terbagi dengan tanaman kontrol pada

generasi MV3 28

11 Nilai koefisien keragaman fenotipe, koefisien keragaman genotipe dan heritabilitas tanaman C. amboinicus Lour. generasi MV2 29 12 Nilai koefisien keragaman fenotipe, koefisien keragaman genotipe dan

heritabilitas tanaman C. amboinicus Lour. generasi MV3 30 13 Nilai koefisien keragaman fenotipe, koefisien keragaman genotipe dan

heritabilitas tanaman C. blumei ungu/hijau generasi MV2 31 14 Nilai koefisien keragaman fenotipe, koefisien keragaman genotipe dan

heritabilitas tanaman C. blumei ungu/hijau generasi MV3 32 15 Nilai koefisien keragaman fenotipe, koefisien keragaman genotipe dan

heritabilitas tanaman C. blumei merah generasi MV2 33 16 Nilai koefisien keragaman fenotipe, koefisien keragaman genotipe dan

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 3

2 Perubahan kualitatif C. amboinicus Lour. hasil iradiasi sinar gamma

secara tunggal dan terbagi 23

3 Perubahan kualitatif C. blumei ungu/hijau hasil iradiasi tunggal sinar

gamma 24

4 Perubahan kualitatif C. blumei ungu/hijau hasil iradiasi terbagi sinar

gamma 26

5 Perubahan kualitatif C. blumei merah hasil iradiasi sinar gamma secara

tunggal dan terbagi 27

6 Perubahan aroma daun C. amboinicus Lour. hasil iradiasi sinar gamma

secara tunggal dan terbagi sinar gamma 39

7 Uji kesukaan aroma daun C. amboinicus Lour. hasil iradiasi sinar

gamma secara tunggal dan terbagi sinar gamma 39

8 Perubahan rasa getir daun C. amboinicus Lour. hasil iradiasi sinar

gamma secara tunggal dan terbagi sinar gamma 40

9 Perubahan rasa pahit daun C. amboinicus Lour. hasil iradiasi sinar

gamma secara tunggal dan terbagi 41

10 Uji kesukaan rasa getir dan pahit daun C. amboinicus Lour. hasil

iradiasi sinar gamma secara tunggal dan terbagi 41 11 Perubahan tekstur daun C. amboinicus Lour. hasil iradiasi sinar gamma

secara tunggal dan terbagi 42

12 Uji kesukaan tekstur daun C. amboinicus Lour. hasil iradiasi sinar

gamma secara tunggal dan terbagi 42

13 Kadar total flavonoid C. amboinicus hasil iradiasi sinar gamma secara

tunggal dan terbagi 43

DAFTAR LAMPIRAN

1 Borang uji organoleptik 55

2 Pengukuran warna daun mutan Coleus spp. menggunakan RHS Mini

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Coleus merupakan jenis tanaman tahunan famili Lamiaceae yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai tanaman hias daun maupun tanaman obat. Pembudidayaan coleus di seluruh dunia lebih dari 500 varietas yang 120 di antaranya memiliki khasiat sebagai obat (Rout et al. 2012). Salah satu spesies coleus yang tergolong ke dalam tanaman obat adalah Coleus amboinicus Lour. (Rasineni et al. 2008; Malathi et al. 2011; Soni et al. 2012), sedangkan yang tergolong ke dalam tanaman hias daun adalah Coleus blumei (Loutfy et al. 2013). Di Indonesia tanaman hias sudah menjadi industri penting yang diminati dan memiliki dampak komersial. Industri tersebut semakin berkembang seiring dengan perubahan pola perilaku masyarakat yang selalu mengikuti perubahan zaman. Hal ini telah terbukti dengan semakin berkembangnya pemanfaatan tanaman hias yang ditujukan untuk tatanan kota maupun keindahan lingkungan sekitar rumah. Handayati (2013) melaporkan bahwa kebutuhan tanaman hias dalam negeri mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir dengan pelepasan 102 varietas unggul baru yang sebagian besar merupakan tanaman hias mawar dan krisan, namun hasil tersebut belum mampu menggantikan varietas impor. Pengembangan tanaman coleus diharapkan dapat menghasilkan keragaman baru yang dapat menarik konsumen. C. blumei dapat dikembangkan sebagai tanaman hias karena variasi bentuk dan warna daunnya yang beragam (Rumbiak et al. 2009). Pengembangan tanaman hias dengan merakit keragaman baru akan menambah daya tarik bagi konsumen baik dari segi warna, bentuk maupun ukuran.

Sebagai tanaman obat C. amboinicus Lour. lebih dikenal dengan nama torbangun khususnya di kalangan masyarakat Batak di provinsi Sumatera Utara (Damanik et al. 2001; 2004; 2009). C. amboinicus Lour. mengandung senyawa metabolit sekunder seperti senyawa fenol dan flavanoid sebagai antimikroba dan aktivitas antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan (Hole et al. 2009; Zhang & Bjorn 2009; Soni & Singhai 2011; Khattak et al. 2013). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi torbangun mampu meringankan gejala demam, meredakan PMS serta meningkatkan kadar beberapa mineral seperti zat besi, kalium, seng dan magnesium dalam air susu ibu (ASI) yang berdampak pada peningkatan berat badan bayi (Damanik et al. 2006; 2009; Syarief et al. 2014). Tanaman C. amboinicus Lour. belum terlalu komersial dibudidayakan di kalangan masyarakat, kecuali pada masyarakat Batak Sumatera Utara yang sudah terbiasa mengonsumsi torbangun dalam bentuk sayuran atau sop. Hal ini disebabkan karena efek dari daun torbangun yang beraroma khas, berasa pahit, getir dan pedas (Soni & Singhai 2011) yang belum terbiasa untuk dikonsumsi oleh konsumen lain.

(16)

dapat menimbulkan keragaman genetik pada tanaman mawar mini yang diekspresikan pada warna dan jumlah kelopak bunga (Handayati 2006), memberikan perubahan keragaan fenotipe warna daun pada tanaman C. blumei (Aisyah et al., 2015), memperoleh mutan ubi jalar dengan hasil dan kadar pati yang tinggi (Amsal et al. 2011; Shin et al. 2011), serta meningkatkan kadar oleoresin pada klon tanaman jahe (Iwo et al. 2013).

Pengembangan tanaman C. amboinicus Lour. dan C. blumei perlu dirakit keragamannya melalui mutasi induksi fisik dengan iradiasi sinar gamma. Mutasi yang dikehendaki umumnya berada pada kisaran LD50 yaitu dosis yang menyebabkan kematian 50 persen tanaman yang diradiasi. Marthin (2013) melaporkan bahwa melalui induksi iradiasi sinar gamma pada tanaman Coleus spp. telah didapatkan LD50, yaitu 37.62 gy untuk tanaman C. amboinicus Lour. dan 48.66 gy untuk tanaman C. blumei. Berdasarkan LD50 yang telah didapatkan, maka pada penelitian ini akan diuji kembali perlakuan iradiasi sinar gamma dengan dosis 30 gy, 35 gy, 40 gy dan 45 gy untuk tanaman C. amboinicus Lour. serta dosis 40 gy, 45 gy, 50 gy dan 55 gy untuk tanaman C. blumei. Melalui mutasi induksi iradiasi sinar gamma pada Coleus spp. ini diharapkan bisa memperbanyak keragaman genetik, sekaligus mendapatkan sifat-sifat unik yang dapat meningkatkan nilai estetika sebagai tanaman hias. Selanjutnya pada C. amboinicus Lour. diharapkan terjadi perubahan baik dari segi aroma, rasa dan penampilan serta dapat meningkatkan kadar total flavonoid yang bermanfaat bagi kesehatan.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi respon keragaan vegetatif dan perubahan kualitatif tanaman Coleus spp.hasil iradiasi sinar gamma.

2. Mengidentifikasi keragaman genetik tanaman Coleus spp. hasil iradiasi sinar gamma pada generasi MV2 dan MV3.

3. Mendapatkan tanaman mutan Coleus spp. hasil iradiasi sinar gamma.

4. Mengetahui pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap aroma, rasa dan kadar total flavonoid tanaman C. amboinicus Lour.

Hipotesis

1. Terdapat tanaman Coleus spp. hasil iradiasi dengan pertumbuhan dan perkembangan yang baik serta terdapat perubahan kualitatif tanaman Coleus spp.hasil iradiasi sinar gamma.

2. Terdapat keragaman genetik yang tinggi pada tanaman Coleus spp. hasil iradiasi sinar gamma pada generasi MV2 dan MV3.

3. Terdapat mutan Coleus spp. hasil iradiasi sinar gamma.

(17)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan pengaplikasian teknik induksi mutasi fisik iradiasi sinar gamma pada tanaman Coleus spp. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk melihat pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap keragaan tanaman serta menghasilkan bahan genetik baru untuk meningkatkan keragaman tanaman Coleus spp., baik dari segi tanaman hias maupun tanaman obat.

Ruang Lingkup Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama meradiasi stek pucuk tanaman Coleus spp. dengan sinar gamma dan menanam stek pucuk di lapang sampai generasi ketiga. Percobaan kedua melakukan uji organoleptik dan uji kadar total flavonoid pada C. amboinicus Lour. Rangkaian kegiatan penelitian diperlihatkan pada diagram alir (Gambar 1).

Gambar 1 Diagram alir penelitian Induksi mutasi fisik dengan iradiasi sinar gamma pada tanaman Coleus spp.

Iradiasi tunggal (Acute irradiation)

Percobaan I

Informasi keragaan kuantitatif dan kualitatif tanaman Coleus spp. generasi MV1, MV2 dan MV3

Informasi keragaman fenotipe, keragaman genotipe dan heritabilitas Coleus spp. generasi MV2 dan MV3

Iradiasi terbagi (Fractionated irradiation)

Percobaan II

Uji organoleptik dan kadar total flavonoid pada Coleus amboinicus Lour. generasi MV3

(18)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Coleus

Tanaman coleus merupakan tanaman florikultura yang dapat dijumpai di Indonesia. Nama coleus pertama kali adalah “koleos” berasal dari kata Yunani yang berarti selubung yang berada di sekitar tangkai putik (Soni et al. 2012). Tanaman coleus terbagi ke dalam tiga kategori kelompok yaitu, tanaman obat, tanaman hias dan tanaman aromatik (Naghibi et al. 2005). Salah satu species coleus yang tergolong ke dalam tanaman obat adalah Coleus amboinicus Lour. dan yang tergolong ke dalam tanaman hias adalah Coleus blumei. Kedua tanaman tersebut masing-masing lebih dikenal dengan nama daerah Torbangun (Sumatera Utara) dan Jawer Kotok (Jawa Barat). Menurut ITIS (2014) klasifikasi taksonomi lengkap dari ke dua spesies tanaman tersebut adalah sebagai berikut:

Dunia : Plantae

(19)

Choi 2008). Perpaduan dari beragam warna dapat dilihat pada Coleus blumei. Bunga coleus tumbuh di ujung batang utama dengan warna putih dan ungu muda, namun coleus jarang berbunga.

Perbanyakan Tanaman Coleus

Perbanyakan tanaman secara umum terjadi melalui dua cara yaitu generatif dan vegetatif, secara generatif menggunakan biji atau spora dan secara vegetatif menggunakan organ tanaman seperti batang, daun maupun akar. Menurut Reed (2015) perkembangan vegetatif pada tanaman dapat dilakukan dengan cara penyetekan, pencangkokan dan sambung pucuk. Perbanyakan tanaman coleus dapat dilakukan dengan cara penyetekan (Soni & Singhai 2011). Perbanyakan dilakukan dengan stek karena meskipun tanaman ini berbunga namun jarang menghasilkan biji. Tanaman herba seperti coleus akan terus memiliki batang basah selama perkembanganya, sehingga perbanyakannya lebih mudah dan lebih sering melalui stek batang atau stek pucuk batang (Whiting 2015). Perbanyakan tanaman dengan cara penyetekan merupakan cara yang relatif mudah dan cepat (Suyanti et al. 2013). Tanaman yang dihasilkan melalui stek akan memiliki persamaan sifat seperti induknya, selain itu dapat berkembang dalam waktu yang relatif singkat (Sutjahjo et al. 2005).

Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada keberhasilan pertumbuhan stek coleus seperti media perakaran, suhu, kelembaban maupun cahaya matahari. Coleus akan cepat tumbuh pada media perakaran yang tidak terlalu lembab dan tidak terkena matahari secara langsung. Selain itu, kondisi fisiologis juga mempengaruhi pertumbuhan seperti umur bahan stek, adanya daun pada stek serta zat pengatur tumbuh (Darmawan & Baharsjah 2010). Penggunaan zat pengatur tumbuh ke dasar pemotongan stek sangat penting untuk memacu pertumbuhan akar. Rootone-f termasuk zat pengatur tumbuh kelompok auksin yang secara teknis sangat aktif mempercepat keluarnya akar. Pengaplikasiannya pada stek dapat dilakukan dengan cara perendaman atau pencelupan (Sudomo et al. 2013). Coleus dapat tumbuh pada daerah subtropis, tropis, iklim dingin dan di tempat-tempat yang terlindung dari cahaya matahari dengan ketinggian 600-800 m di atas permukaan laut (Grace et al. 2011).

Mutasi Induksi

(20)

enzim yang dapat meningkatkan keragaman tanaman. Mutasi dapat terjadi secara alami maupun buatan (mutasi induksi). Mutasi alami terjadi karena radiasi alami yang berasal dari mineral radioaktif dan sinar kosmik, namun frekuensi kejadiannya sangat kecil yaitu 10-6. Untuk meningkatkan peluang ini, perbaikan genetik tanaman dengan prosedur pemuliaan tanaman dapat dilakukan melalui mutasi induksi. Menurut Broertjes dan Harten (1978) mutasi induksi merupakan mutasi buatan yang dapat meningkatkan frekuensi kejadian mutasi alami dengan menggunakan mutagen.

Mutagen adalah agen yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi berupa pemberian energi yang besar ataupun penambahan zat-zat kimia tertentu. Mutagen dapat dibedakan menjadi mutagen fisik dan mutagen kimia (Mba 2013). Mutagen fisik merupakan radiasi energi nuklir, seperti iradiasi sinar gamma, sinar X, sinar beta, partikel alfa, neutron cepat dan lambat, dan sinar ultra ungu. Mutagen kimia berupa EMS (Ethyl Methanesulfonat), DES (Diethyl Sulphate), dan MNU (Methyl Nitrosa urea). Mutagen fisik dengan radiasi pengion paling sering digunakan karena tingkat energinya yang relatif tinggi dalam melepaskan elektron. Proses ionisasi menghasilkan radikal ion positif dan elektron bebas. Elektron akan terjebak dalam sistem biologi yang banyak mengandung air sehingga mampu bereaksi dengan molekul lain untuk menembus jaringan tanaman. Sel yang teradiasi akan dibebani oleh tenaga kinetik yang tinggi, sehingga dapat mempengaruhi atau mengubah reaksi kimia sel tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya perubahan susunan kromosom tanaman (Romeida 2012). Mba (2013) menjelaskan bahwa kemampuan pengion dalam menyebabkan perubahan di tingkat kromosom maupun molekul biologi lainnya terjadi karena adanya penghilangan ataupun penambahan nukleotida satu dengan nukleotida lainnya melalui proses inversi, duplikasi, delesi dan translokasi. Tanaman yang mengalami perubahan genetik maupun fenotipe setelah diradiasi disebut dengan mutan. Salah satu faktor yang menyebabkan terbentuknya mutan adalah besarnya dosis iradiasi. Tingkat dosis tertentu yang diberikan dapat merangsang maupun menghambat pertumbuhan tanaman (Iwo et al. 2013).

Teknik Iradiasi

Keberhasilan iradiasi dalam meningkatkan keragaman ditentukan oleh radiosensitivitas tanaman (genotipe) yang diradiasi. Secara visual radiosensitivitas dapat diukur berdasarkan nilai LD50 (lethal dose 50), yaitu tingkat dosis yang menyebabkan kematian 50% dari populasi tanaman yang diradiasi. Dosis iradiasi yang digunakan untuk menginduksi keragaman sangat menentukan keberhasilan terbentuknya tanaman mutan. Dosis optimal dalam induksi mutasi yang menimbulkan keragaman dan menghasilkan mutan terbanyak biasanya terjadi di sekitar LD50. Menurut Mba et al. (2012) terdapat beberapa cara pemberian dosis iradiasi dalam pemuliaan mutasi yaitu:

(21)

2. Meradiasi dengan laju dosis yang tinggi dalam waktu yang singkat atau dalam hitungan menit, biasa dilakukan pada bahan tanam berbentuk biji, stek ataupun kalus (acute irradiation)

3. Meradiasi secara berulang bahan tanam yang telah mengalami perlakuan iradiasi tunggal. Radiasi diberikan sekali atau beberapa kali setelah iradiasi tunggal (intermittent irradiation)

4. Meradiasi dalam beberapa kali penyinaran dengan dosis yang terbagi (fractionated irradiation)

Mutasi Induksi pada Tanaman Membiak Vegetatif

Teknik pemuliaan tanaman melalui persilangan untuk merakit keragaman baru sering kali terkendala dengan pembentukan biji karena keterbatasan biologis tanaman seperti fase vegetatif yang panjang, tingkat heterozigositas yang tinggi, poliploidi, apomixis dan sterilitas. Hal ini memungkinkan tanaman untuk diperbanyak secara vegetatif. Mutasi induksi merupakan teknik yang tepat untuk merakit keragaman baru pada tanaman yang berbiak secara vegetatif. Mutasi induksi dengan iradiasi sinar gamma pada tanaman berbiak vegetatif dapat diterapkan pada tanaman hias, tanaman mint, tanaman berkayu maupun tanaman berumbi (Suprasanna & Nakagawa 2013). Shin et al. (2011) melaporkan mutasi dengan iradiasi sinar gamma menghasilkan 25 mutan ubi jalar berdasarkan perbedaan warna dan bentuk umbi.

Peningkatan keragaman genetik melalui iradiasi sinar gamma juga berhasil dilakukan pada kalus tanaman gandum (Sari et al. 2015) dengan perlakuan iradiasi sinar gamma antara LD20 dan LD50 yaitu dosis iradiasi sinar gamma 15-22.5 Gy. Melalui penelitiannya, Maharani (2015) mengaplikasikan iradiasi pada stek batang ubi kayu berhasil mendapatkan 32 mutan putatif potensial yang memiliki rataan bobot umbi yang tinggi. Selanjutnya Purnamaningsih et al. (2010) melaporkan iradiasi sinar gamma berhasil meningkatkan kandungan artemisinin dari tanaman artemisia.

Heritabilitas

(22)
(23)

3 MUTASI FISIK SINAR GAMMA MELALUI IRADIASI

TUNGGAL DAN TERBAGI PADA

Coleus

spp. SERTA

EVALUASI KERAGAMAN GENETIKNYA SAMPAI

GENERASI MV3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan keragaan kuantitatif dan kualitatif pada tanaman Coleus spp., mengetahui keragaman genetik serta mendapatkan mutan stabil hasil iradiasi sinar gamma. Penelitian ini menggunakan rancangan Acak Kelompok Lengkap faktor tunggal dengan tiga ulangan. Iradiasi sinar gamma diberikan terhadap 360 stek pucuk Coleus spp. dengan perlakuan iradiasi tunggal dan terbagi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma pada Coleus spp. menghasilkan variasi keragaan karakter vegetatif dan perubahan kualitatif. Pemberian dosis tertinggi pada Coleus spp. menghasilkan rata-rata terendah pada karakter vegetatif tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, luas daun dan panjang daun generasi. Induksi mutasi fisik dengan iradiasi sinar gamma mampu meningkatkan keragaman genetik Coleus spp. pada karakter jumlah daun dan jumlah cabang. Terdapat 16 mutan tanaman Coleus spp. berdasarkan perubahan warna dan corak daun yang diperoleh pada C. amboinicus Lour (2 mutan), C. blumei ungu/hijau (11 mutan) dan C. blumei merah (3 mutan).

Kata kunci: Coleus amboinicus Lour., Coleus blumei, keragaan, mutan.

Abstract

The objectives of this research was to obtain information of quantitative and qualitative variance performance of Coleus spp., genetic variability and also to obtain solid mutants of Coleus spp. The experiment used Randomized Complete blocks design single factor with three replications. The gamma ray irradiation was given to 360 shoot cuttings of Coleus spp. by acute and fractionated irradiation treatments. The result of this research showed that gamma ray irradiation on Coleus spp. produced variant of quantitative and qualitative changes. The highest irradiation dose on Coleus spp produced the lowest average vegetative charasteristics on plant height, number of leaves, number of node, number of branches, leaf width and leaf length. Induced physically mutation by gamma ray irradiation of Coleus spp. could increase the genetic variability on number of leaves and number of branches. This research found 16 mutants of Coleus spp. based on color and pattern leaf change, there were identified in C. amboinicus Lour. (2 mutants), C. blumei purple/green (11 mutants) and C. blumei red (3 mutants).

(24)

Pendahuluan

Pemuliaan mutasi merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat genetik suatu tanaman dalam menghasilkan keragaman. Secara konvensional perbaikan sifat dapat dilakukan melalui teknik persilangan pada tanaman berbiji, berbunga dan berbuah, namun pada tanaman coleus yang sulit menghasilkan biji lebih tepat dilakukan dengan teknik mutasi. Mutasi merupakan metode yang paling mudah untuk mendapatkan keragaman genetik dibandingkan dengan metode pemuliaan yang lain karena kemampuannya dalam mengubah beberapa karakter. Selain itu, mampu mendapatkan sifat-sifat baru dan memiliki sifat unggul yang tidak dimiliki oleh tanaman induknya dengan hasil yang tak terduga (Parry et al. 2009; Sharma & Singh 2013). Oleh sebab itu, keragaman genetik sangat diperlukan untuk memperoleh varietas baru yang diharapkan (Helyanto et al. 2000).

Mutasi dapat diinduksi secara buatan melalui mutagen fisik dengan pemberian iradiasi sinar gamma (Djajanegara et al. 2007). Teknik mutasi dengan iradiasi sinar gamma telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan variabilitas spesies tanaman yang berdampak pada produktivitas dan nilai ekonomi dari beberapa tanaman (Bodele 2013). Apabila suatu karakter tanaman memiliki keragaman genetik tinggi, maka setiap individu dalam populasi hasilnya akan beragam (Broertjes & Harten 1978). Perlu dilakukan perbaikan sifat genetik melalui teknik pemuliaan untuk merakit keragaman baru pada tanaman Coleus spp., agar bisa mendapatkan karakter-karakter baru yang berbeda dari tetuanya. Hal ini merupakan tujuan tak terbatas bagi para pemulia.

Pemberian iradiasi sinar gamma pada tanaman dapat dilakukan dengan penyinaran sekaligus dalam satu kali tembakan (acute irradiation) maupun penyinaran secara terbagi dengan membagi dosis iradiasi tunggalnya (fractionated irradiation). Perlakuan radiasi dengan dosis tinggi maupun rendah dapat berpengaruh terhadap perubahan fisiologi tanaman. Perubahan yang terjadi bisa mengarah pada perubahan positif maupun negatif. Perubahan negatif berdampak pada perkembangan morfologi yang abnormal serta kematian tanaman. Menurut Iwo et al. (2013) radiasi dapat merusak susunan gen dan kromosom. Perubahan yang diharapkan pemulia adalah perubahan positif sesuai dengan tujuan yang inginkan yaitu perubahan genetik dengan sifat unggul yang mewaris ke generasi selanjutnya.

(25)

Bahan dan Metode

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat. Tanaman diradiasi di IRPASENA (Iradiator Panorama Serba Guna) BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) Pasar Jumat, Jakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2014 hingga Juli 2015.

Alat dan Bahan Penelitian

Bahan tanam menggunakan stek pucuk Coleus spp. yang terdiri atas C. amboinicus Lour., C. blumei ungu/hijau dan C. blumei merah. Bahan lain yang digunakan yaitu media persemaian (kompos), air, pupuk kandang ayam, pupuk daun, pestisida dan rooton-f. Peralatan yang digunakan adalah gembor air, hand sprayer, tray semai, polybag, gunting, meteran, bambu, cangkul, sabit, label, alat tulis, kamera dan RHS Mini Colour Chart.

Prosedur Percobaan Persiapan Stek Pucuk

Stek pucuk yang digunakan berasal dari populasi tanaman awal yang disebut MV0. Penyetekan dilakukan dengan cara memotong bagian pucuk tanaman yang memiliki 4 hingga 5 pasang daun, kemudian bagian bawah digunting meruncing membentuk sudut 450. Stek yang telah dipotong dicelupkan ke dalam larutan rooton-f untuk menginduksi perakaran agar lebih cepat tumbuh dan kemudian segera ditanam pada tray persemaian. Selama masa perakaran tanaman diletakkan pada tempat yang lembab terlindung dari sinar matahari dan air hujan selama 4 minggu sebelum dilakukan iradiasi. Cara penyetekan yang sama dilakukan untuk generasi lanjut baik pada generasi MV2 maupun MV3. Mutasi Stek Pucuk dengan Iradiasi Tunggal (Acute Irradiation)

Populasi awal yang siap untuk diradiasi (MV0) merupakan stek pucuk yang telah berakar dan telah mempunyai dua pasang daun. Dosis iradiasi tunggal yang diberikan pada C. amboinicus Lour. yaitu 0 gy (kontrol), 30 gy, 35 gy, 40 gy dan 45 gy, pada C. blumei ungu/hijau dan C. blumei merah yaitu 0 gy (kontrol), 40 gy, 45 gy, 50 gy dan 55 gy. Jumlah stek yang digunakan untuk diradiasi adalah 5 tanaman untuk masing-masing dosis perlakuan. 45 tanaman kontrol yang tidak mendapat perlakuan iradiasi juga dibawa ke BATAN. Masing-masing jumlah coleus yang diradiasi untuk ketiga jenis coleus adalah 60 tanaman, sehingga jumlah stek pucuk pada perlakuan iradiasi tunggal sebanyak 180 tanaman. Populasi pertama hasil perbanyakan MV0 yang ditanam setelah tanaman diradiasi disebut populasi MV1 (M=Mutan; V1=Vegetatif pertama).

Mutasi Stek Pucuk dengan Iradiasi Terbagi (Fractionated Irradiation)

(26)

dosis yang diterima sama dengan iradiasi tunggalnya. Dosis iradiasi terbagi pada C. amboinicus Lour. yaitu 0 gy (kontrol), (15+15) gy, (17.5+17.5) gy, (20+20) gy dan (22.5+22.5) gy, pada C. blumei ungu/hijau dan C. blumei merah yaitu 0 gy (kontrol), (20+20) gy, (22.5+22.5) gy, (25+25) gy dan (27.5+27.5) gy. Penyinaran kedua diberikan setelah satu jam penyinaran iradiasi pertama. Jumlah stek yang digunakan untuk diradiasi adalah 5 tanaman untuk masing-masing dosis perlakuan. Masing-masing jumlah coleus yang diradiasi untuk ketiga jenis coleus adalah 60 tanaman, sehingga jumlah stek pucuk pada perlakuan iradiasi terbagi sebanyak 180 tanaman.

Penanaman dan Pemeliharaan

Setelah perlakuan iradiasi tanaman tidak langsung di tanam ke lahan percobaan, tetapi ditanam terlebih dahulu dalam polybag untuk pengadaptasian setelah iradiasi. Penanaman ke lahan dilakukan setelah dua minggu pengadaptasian. Seluruh tanaman ditanam dengan jarak 30 cm x 20 cm. Penanaman untuk generasi MV2 dilakukan setelah tanaman berumur 3 bulan dengan melakukan stek pucuk kembali dari populasi MV1. Selanjutnya penanaman untuk generasi MV3 berasal dari stek pucuk populasi MV2. Sama seperti percobaan di generasi MV1, penanaman stek pucuk pada generasi MV2 dan MV3 terlebih dahulu ditanam di polybag selama dua minggu. Setelah tanaman menghasilkan perakaran yang kuat segera ditanam di lapang. Pemeliharaan yang dilakukan meliputi pembumbunan tanah, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit serta penyiangan gulma. Pengendalian hama dilakukan secara manual dan pengendalian penyakit dilakukan jika muncul gejala. Pemberian pupuk daun cair dilakukan sebanyak 2 kali selama tanaman berada di polybag.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap karakter vegetatif dan perubahan kualitatif tanaman.

Karakter vegetatif meliputi:

1. Tinggi tanaman (cm); diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh yang terletak di ujung batang utama, dilakukan dua minggu sekali selama 2 bulan.

2. Jumlah daun (helai); dihitung jumlah daun yang telah membuka sempurna, dilakukan dua minggu sekali selama 2 bulan.

3. Jumlah ruas; dihitung jumlah ruas yang terbentuk setiap dua minggu sekali selama 2 bulan.

4. Lebar daun (cm); diukur pada daun terlebar dan dilakukan pada akhir percobaan.

5. Panjang daun (cm); diukur pada daun terpanjang dan dilakukan pada akhir percobaan.

Karakter kualitatif meliputi :

(27)

karton RHS Mini Colour Chart, maka kode warna tersebut dicatat sebagai warna daun.

2. Keragaan fenotipik khususnya pada perubahan penampilan tanaman yang teramati setelah diberi perlakuan iradiasi.

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktor tunggal yaitu perlakuan dosis iradiasi dengan 5 taraf dosis dan tiga ulangan. Setiap satuan percobaan untuk masing-masing jenis tanaman menggunakan 5 tanaman. Secara keseluruhan terdapat 405 stek pucuk tanaman coleus. Model umum RAKL (Mattjik & Sumertajaya 2013) adalah:

Yij = µ +αi + βj + εij keterangan:

Yij = nilai pengamatan perlakuan dosis iradiasi ke-i, ulangan ke-j µ = nilai rataan umum

αi = pengaruh dosis iradiasi ke-i βj = pengaruh kelompok ke-j

εij = pengaruh galat percobaan pada dosis iradiasi ke-i, dan kelompok ke-j

Data hasil pengamatan vegetatif yang diperoleh dari generasi MV1 sampai MV3 dianalisis menggunakan perangkat lunak SAS 9.0 dengan analisis uji F. Uji lanjut menggunakan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. Evaluasi keragaman genetik pada generasi MV2 dan MV3 dilakukan dengan pendugaan nilai parameter genetik meliputi koefisien keragaman fenotipe (KKF), koefisien keragaman genotipe (KKG) dan heritabilitas arti luas (h2bs).

Nilai parameter genetik dihitung dengan rumus sebagai berikut :

̅ σ √ ̅ σ

σσ

keterangan:

KKF = koefisien keragaman fenotipe KKG = koefisien keragaman genotipe σf = ragam fenotipe

σg = ragam genotipe

(28)

Hasil dan Pembahasan Kondisi Umum

Secara umum kondisi Coleus spp. yang telah diradiasi mengalami pertumbuhan yang baik pada awal pengadaptasian di polybag. Pada saat tanaman berumur 1 minggu setelah iradiasi beberapa tanaman ada yang layu bahkan mati. Diduga tanaman mengalami stres fisiologi akibat iradiasi sinar gamma. Memasuki umur 3 minggu setelah iradiasi tanaman C. amboinicus Lour. terserang hama ulat daun yang terlihat dari bekas keratan pada helai daun. Pengendalian hama ulat ini dilakukan dengan cara membunuh langsung ulat yang ditemukan pada tanaman. Pada C. blumei ungu/hijau maupun merah tidak terdapat serangan hama maupun penyakit. Secara visual pengaruh iradiasi terlihat ketika tanaman sudah dipindahkan ke lapang. Kondisi pertumbuhan tanaman pada generasi MV2 terlihat lebih baik dibandingkan generasi MV1 dan MV3. Hal tersebut terjadi karena curah hujan di lapang pada generasi MV2 (Desember 2014-Maret 2015) lebih tinggi dibandingkan curah hujan pada generasi MV1 (Juli-Oktober 2014) dan MV3 (April-Juli 2015). Data curah hujan selama percobaan diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Data curah hujan bulanan

Data diambil dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor khusus wilayah Mulya Harja, Bogor (2015)

Keragaan Karakter Vegetatif

(29)

generasi selanjutnya. Pada generasi MV2 perubahan tanaman yang termutasi dapat diwariskan pada generasi MV3, karena kerusakan fisiologis pada sel-sel tanaman diduga telah mengalami recovery, sehingga gen yang termutasi dapat diwariskan.

Coleus amboinicus Lour.

Hasil pengamatan keragaan karakter vegetatif C. amboinicus Lour. perlakuan iradiasi tunggal dan iradiasi terbagi generasi MV1, MV2 dan MV3 terdapat pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, lebar daun dan panjang daun tanaman C. amboinicus Lour. generasi MV1, MV2 dan MV3 hasil iradiasi tunggal (A) sinar gamma

(30)

Pada generasi MV1 perlakuan iradiasi tunggal memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, lebar daun dan panjang daun C. amboinicus Lour. (Tabel 2). Sama seperti perlakuan iradiasi tunggal, pada generasi MV1 perlakuan iradiasi terbagi memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, lebar daun dan panjang daun C. amboinicus Lour. (Tabel 3).

Tabel 3 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, lebar daun dan panjang daun tanaman C. amboinicus Lour. generasi MV1, MV2 dan MV3 hasil iradiasi terbagi (T) sinar gamma

(31)

Pada generasi MV2 perlakuan iradiasi tunggal memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua karakter yang diamati kecuali pada karakter jumlah daun. Sama seperti pengamatan pada generasi MV1, jumlah daun tertinggi diperlihatkan pada dosis 30 gy dan jumlah daun terendah diperlihatkan pada dosis 40 dan 45 gy (Tabel 2). Hasil ini sejalan dengan penelitian Kadir et al. (2007) bahwa iradiasi sinar gamma pada planlet nilam menurunkan jumlah daun seiring dengan peningkatan dosis iradiasi. Peningkatan dosis iradiasi juga telah diteliti menghambat pertumbuhan tinggi tanaman kunyit (Anshori et al. 2014). Selanjutnya pada perlakuan dosis iradiasi terbagi semua karakter tidak menunjukkan pengaruh yang nyata kecuali pada karakter lebar daun dan panjang daun (Tabel 3).

Secara umum perlakuan iradiasi tunggal dan terbagi pada C. amboinicus Lour dosis 30 gy memberikan rata-rata pertumbuhan tertinggi pada semua karakter yang diamati kecuali pada karakter jumlah ruas. Selanjutnya perlakuan dosis iradiasi 40 dan 45 gy memperlihatkan rata-rata pertumbuhan yang rendah pada semua karakter yang diamati. Hal ini bisa terjadi karena perlakuan dosis iradiasi yang tinggi mampu merusak bagian sel, sehingga sel tanaman tidak mengalami perkembangan. Apabila pengaruh iradiasi merusak sel di bagian pucuk tanaman, maka tanaman tidak bertambah tinggi. Selain itu juga berhubungan dengan energi iradiasi yang terserap oleh jaringan tanaman sehingga sintesis aktivitas hormon pertumbuhan menjadi terhambat (Broertjes & Ballego 1967). Menurut Royani et al. (2012) pengaruh iradiasi sinar gamma berdampak pada perubahan karakter tanaman yang meliputi perubahan proliferasi sel, pertumbuhan sel, ketahanan terhadap cekaman lingkungan, peningkatan hasil, ukuran tanaman sampai dengan peningkatan senyawa aktif yang terkandung di dalam tanaman. Abdullah et al. (2009) melaporkan bahwa dosis iradiasi yang semakin meningkat menghambat perkembangan tinggi tanaman Curcuma alismatifolia. Pada generasi MV3 perlakuan iradiasi tunggal memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata jumlah ruas, lebar daun dan panjang daun, sedangkan perlakuan iradiasi terbagi memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata jumlah daun dan jumlah cabang.

Coleus blumei Ungu/Hijau

(32)

pada tanaman krisan (Dwimahyani & Widiarsih 2010) dan kembang sepatu (Dewi & Dwimahyani 2013).

Tabel 4 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, lebar daun dan panjang daun tanaman C. blumei ungu/hijau generasi MV1, MV2 dan MV3 hasil iradiasi tunggal (A) sinar gamma

Karakter nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 %

(33)

rata-rata pertumbuhan tanaman C. blumei ungu/hijau yang lebih tinggi dari tanaman kontrol.

Tabel 5 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, lebar daun dan panjang daun tanaman C. blumei ungu/hijau generasi MV1, MV2 dan MV3 hasil iradiasi terbagi (T) sinar gamma

Karakter nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 %

(34)

terjadi walaupun sudah di generasi MV2 dan MV3. Hasil yang sama dilaporkan oleh Aisyah (2006) bahwa tanaman anyelir hasil iradiasi yang telah disubkultur sebanyak lima kali masih menunjukkan perbedaan tinggi planlet.

Coleus blumei Merah

Hasil pengamatan keragaan karakter vegetatif C. blumei merah perlakuan iradiasi tunggal dan iradiasi terbagi generasi MV1, MV2 dan MV3 terdapat pada Tabel 6 dan 7.

Tabel 6 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, lebar daun dan panjang daun tanaman C. blumei merah generasi MV1, MV2 dan MV3 hasil iradiasi tunggal (A) sinar gamma

(35)

Sama seperti tanaman C. amboinicus Lour. dan C. blumei ungu/hijau bahwa pada generasi MV1 perlakuan iradiasi tunggal dan terbagi pada C. blumei merah memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua karakter vegetatif yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sinar gamma berdampak pada keragaan tanaman karena sifatnya yang mengubah DNA pada individu tanaman secara acak.

Tabel 7 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, lebar daun dan panjang daun tanaman C. blumei merah generasi MV1, MV2 dan MV3 hasil iradiasi terbagi (T) sinar gamma

Karakter nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 %

(36)

tanaman kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa efek mutasi tidak selalu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Menurut Iwo et al. (2013) radiasi memiliki efek kerusakan fisiologis yang dapat mengurangi kemampuan tumbuh, kemampuan bertahan hidup serta mengurangi jumlah organ tanaman. Pada perlakuan iradiasi tunggal dan iradiasi terbagi dosis tinggi 50 gy yang tidak berpengaruh nyata terhadap dosis 55 gy menurunkan rata-rata pertumbuhan semua karakter yang diamati (Tabel 6 dan 7). Hasil penelitian Sawangmee et al. (2011) menunjukkan bahwa dosis yang lebih tinggi dari 50 gy menyebabkan berkurangnya jumlah percabangan pada tanaman Torenia fournieri dan Torenia baillonii. Jala (2011) melaporkan bahwa peningkatan dosis iradiasi yang diberikan pada tanaman Torenia fournieri menyebabkan penurunan tinggi tanaman, jumlah akar, jumlah daun, panjang daun, panjang tangkai daun dan lebar daun.

Pada generasi MV2 perlakuan iradiasi tunggal tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata lebar dan panjang daun, sedangkan perlakuan iradiasi terbagi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap semua karakter yang diamati kecuali pada karakter jumlah ruas. Selanjutnya pada generasi MV3 perlakuan iradiasi tunggal tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap semua karakter yang diamati (Tabel 6), sedangkan perlakuan iradiasi terbagi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata tinggi tanaman dan jumlah daun (Tabel 7). Karakter vegetatif yang tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata pada generasi MV2 dan MV3 diduga karena sel yang mengalami gangguan akibat iradiasi sudah menjadi sel normal sehingga pada saat diperbanyak tanaman kembali tumbuh normal seperti tanaman kontrol.

Keragaan Karakter Kualitatif

Dalam penelitian ini, perubahan tanaman pada generasi MV1 dan MV2 belum bisa dikatakan sebagai mutan stabil karena perubahannya masih bersifat sementara (mutan putatif). Kestabilan mutan dihasilkan pada generasi MV3. Perubahan yang terjadi akibat mutasi tidak diarahkan pada tujuan tertentu, karena aplikasinya pada tanaman hias berpengaruh pada nilai estetika. Dengan demikian perubahan apapun yang terjadi pada tanaman hasil iradiasi dapat dikatakan sebagai mutan selama dapat meningkatkan nilai estetika tanaman.

Coleus amboinicus Lour.

(37)

Adanya variegata yang belum stabil diduga karena mengalami fenomena diplontic selection. Diplontic selection merupakan perubahan fenotipik yang terjadi pada tanaman yang teradiasi namun tidak bertahan lama karena sel-sel mutannya saling berkompetisi dengan sel-sel normal (Aisyah et al. 2009). Jika sel yang termutasi dapat bertahan maka sel normal akan menghilang dan sel mutan akan terus berkembang menghasilkan penampilan baru pada tanaman, namun apabila sel mutan tidak mampu bertahan maka penampilan tanaman akan normal kembali karena sel normal mampu bertahan dan bisa berkembang dengan baik. Dalam penelitian ini sel-sel mutan pada tanaman variegate kalah bersaing dengan sel-sel normalnya. Fenomena tanaman variegata akibat iradiasi sinar gamma telah dilaporkan oleh Aisyah et al. (2009) bahwa terdapat tunas albino tanaman anyelir pada genotipe 24.14 dengan dosis 30 gy. Selain itu, pada anggrek Spathoglottis plicata ditemukan daun variegata yang belum stabil bentuk dan warnanya setelah diradiasi dengan dosis 30 gy (Romeida 2012).

Gambar 2 Perubahan kualitatif C. amboinicus Lour. hasil iradiasi sinar gamma secara tunggal dan terbagi

Pada generasi MV2 dihasilkan satu tanaman mutan C. amboinicus Lour. perlakuan iradiasi tunggal dosis 40 gy tanaman ke 6 (A40.6, MV2). Mutan ini stabil sampai generasi MV3. Notasi A menunjukkan perlakuan dosis iradiasi tunggal, MV2 menunjukkan bahwa mutan muncul pada generasi kedua. Selanjutnya pada generasi MV3 muncul satu mutan baru pada tanaman A30.12. Dengan demikian pada tanaman C. amboinicus Lour. dihasilkan dua mutan berbeda, yaitu mutan 1 (A40.6) memperlihatkan bentuk daun mengkerut dan mutan 2 (A30.12) menghasilkan bentuk daun yang mengecil dan keriting, namun warna daun masih terlihat sama seperti tanaman kontrol (Gambar 2) yang berwarna hijau (Green RHS 137C).

Kontrol T15+15.1, MV1

A40.6 , MV2 A40.6, MV3

(38)

Coleus blumei Ungu/Hijau

Pengaruh perlakuan iradiasi pada C. blumei ungu/hijau menunjukkan perubahan fenotipik yang dapat dilihat dari perubahan corak warna dan bentuk daun (Gambar 3). Pada generasi MV1 sampai MV3 perlakuan iradiasi tunggal maupun iradiasi terbagi menghasilkan individu tanaman yang berbeda dari tanaman kontrol walaupun perpaduan warna daun yang dihasilkan masih sama yaitu warna ungu kemerahan, ungu kecoklatan dan hijau, hanya saja perubahan warna yang terjadi lebih tua ataupun muda. Pada generasi MV1 perlakuan iradiasi tunggal menghasilkan 3 mutan yaitu pada tanaman A40.8, A40.12, dan A45.3. Ketiga tanaman mutan yang dihasilkan stabil sampai generasi MV3. Selanjutnya pada generasi MV2 dihasilkan kembali 3 tanaman mutan baru yang berbeda dari mutan generasi MV1, yaitu pada tanaman A40.1, A40.4 dan A50.5. Ketiga tanaman mutan tersebut juga stabil sampai generasi MV3. Dengan demikian pada generasi MV3 dihasilkan 6 tanaman mutan C. blumei ungu/hijau perlakuan iradiasi tunggal berdasarkan corak warna daun, untuk tepi daun masih sama seperti tanaman kontrol yaitu bergelombang (Gambar 3).

Gambar 3 Perubahan kualitatif C. blumei ungu/hijau hasil iradiasi tunggal sinar gamma

Masing-masing tanaman mutan yang dihasilkan memiliki keunikan tersendiri. Mutan 1 (A40.1) memiliki batang yang lebih pendek dan daun yang

A40.1, MV2 A40.4, MV2

Kontrol A40.8, MV1 A40.12, MV1 A45.3, MV1

A50.5, MV2 A40.1, MV3

A40.8 , MV3 A40.4 , MV3

A45.3, MV3 A50.5, MV3

(39)

lebih kecil dari tanaman kontrol, mutan 2 (A40.8) menghasilkan bercak hijau muda pada tepi daun, mutan 3 (A40.4) menghasilkan warna ungu yang lebih dominan pada bagian tengah daun, mutan 4 (A40.12) menghasilkan warna ungu yang merata pada semua permukaan daun, mutan 5 (A45.3) menghasilkan warna hijau kekuningan pada semua permukaan daun dengan warna hijau tepi daun yang terlihat lebih tua dan mutan 6 (A50.5) menghasilkan ciri yang sama seperti mutan 1 yaitu batang yang lebih pendek dan daun yang lebih kecil, namun menghasilkan warna ungu daun yang lebih muda. Keenam tanaman mutan tersebut memiliki tepi daun yang sama seperti tanaman kontrol yaitu bergelombang (Gambar 3). Warna daun mutan C. blumei ungu/hijau hasil iradiasi tunggal sinar gamma diperlihatkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Perbandingan warna daun mutan C. blumei ungu/hijau hasil iradiasi tunggal sinar gamma dengan tanaman kontrol pada generasi MV3

C. blumei

Mutan 2 A40.8 Purple red RHS 58B, green RHS 137C, yellow green

RHS 2C

Mutan 3 A40.4 Purple red RHS N57A, dark green RHS 137A, dark

purple brown RHS N77A

Mutan 4 A40.12 Purple red RHS 58B, purple red RHS N57A

Mutan 5 A45.3 Green RHS 137C, light yellow RHS green 2D

Mutan 6 A50.5 Purple pink RHS 73A, dark green RHS 144A

(40)

menghasilkan tepi daun yang berigi dengan warna ungu gelap yang lebih dominan pada permukaan daun (Gambar 4).

Gambar 4 Perubahan kualitatif C. blumei ungu/hijau hasil iradiasi terbagi sinar gamma

Tabel 9 Perbandingan warna daun mutan C. blumei ungu/hijau hasil iradiasi terbagi sinar gamma dengan tanaman kontrol pada generasi MV3

C. blumei

ungu/hijau Notasi

Warna daun

Kontrol Kontrol Purple red RHS N57A, dark green RHS 137A,

dark purple brown RHS N77A

Mutan 1 T20+20.5 Dark purple brown RHS 187A, green RHS 137C,

purple red RHS 58B

Mutan 2 T20+20.7 Purple pink RHS 73A, dark green RHS 144A

Mutan 3 T25+25.5 Dark purple brown RHS N77A, green RHS 144A

Mutan 4 T22.5+22.5.8 Dark purple brown RHS N77A, green RHS 144A,

purple red RHS 55A

Mutan 5 T25+25.8 Purple brown RHS 166A, green RHS 144A,

purple red RHS 55A

T20+20.1, MV1

Kontrol T22.5+22.5.8, MV1 T25+25.5, MV1

T22.5+22.5.8, MV3 T25+25.8, MV3

T20+20.7, MV2 T25+25.10, MV2 T20+20.5, MV3 T20+20.7, MV3

T25+25.5, MV3

T25+25.8, MV1 T20+20.5, MV2

(41)

Romeida (2012) dari hasil penelitiannya dengan iradiasi sinar gamma mendapatkan 9 mutan anggrek S. plicata potensial berdasarkan perbedaan bentuk dan warna daun serta bentuk dan warna bunga. Selain itu, diperoleh keragaman bentuk dan warna plb dan planlet anggrek dengan kisaran dosis 30-70 gy. Warna daun mutan C. blumei ungu/hijau hasil iradiasi terbagi sinar gamma diperlihatkan pada Tabel 9.

Coleus blumei Merah

Pada generasi MV1, pengaruh iradiasi terbagi pada tanaman C. blumei merah menghasilkan perubahan yang sama seperti C. amboinicus Lour. Terdapat variegata yang tidak stabil pada tanaman T25+25.12 (Gambar 5). Variegata muncul pada saat tanaman berumur 2 MST di lapang dan hanya bertahan selama 2 minggu, sehingga tanaman mengalami mutasi balik pada generasi MV1 dan kembali tumbuh normal seperti tanaman kontrol. Terjadinya perubahan warna daun hasil iradiasi disebabkan oleh gangguan fisiologi pada sintesis klorofil. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mubarok et al. (2011), bahwa pemberian dosis iradiasi yang lebih dari 50 gy menyebabkan perubahan warna daun menjadi lebih pucat pada tanaman sedap malam. Selanjutnya terdapat tanaman yang kerdil pada T27.5+27.5.15, tanaman lama-kelamaan menjadi hitam seperti terbakar dan akhirnya mati (Gambar 5).

Gambar 5 Perubahan kualitatif C. blumei merah hasil iradiasi sinar gamma secara tunggal dan terbagi

Pada generasi MV2 dihasilkan 3 tanaman mutan C. blumei merah, yaitu pada tanaman A50.6, A50.12 dan T25+25.12. Ketiga mutan tersebut stabil sampai generasi MV3. Dengan demikian pada generasi MV3 dihasilkan 3 tanaman mutan

Kontrol T25+25.12, MV1

T27.5+27.5.15, MV1 A50.6, MV2 T25+25.12, MV2

(42)

C. blumei merah (Gambar 5). Mutan 1 (A50.6) memperlihatkan warna daun yang berubah menjadi merah kecoklatan, tepi daun berubah menjadi warna hijau kekuningan, sedangkan tanaman kontrol berwarna merah kecoklatan tanpa ada kombinasi warna pada tepi daun, mutan 2 (A50.12) memperlihatkan bentuk daun yang membulat dan warna daun menjadi kecoklatan serta menghasilkan tepi daun berwarna hijau dan mutan 3 (T25+25.12) memperlihatkan perubahan warna daun menjadi kecoklatan. Berbagai penelitian telah menghasilkan perubahan kualitatif pada tanaman hasil iradiasi diantaranya dilaporkan oleh Hasbullah et al. (2012) bahwa iradiasi sinar gamma mempengaruhi perubahan warna kalus pada tanaman hias Gerbera jamesonii dari putih menjadi coklat tua dan perubahan warna daun dari hijau tua menjadi hijau muda. Singh dan Anjana (2015) menghasilkan mutan gladiol warna kuning muda pada generasi MV3. Penelitian Purnamanigsih et al. (2010) pada tanaman artemisia hasil iradiasi sinar gamma menghasilkan variasi warna daun dari hijau muda, hijau, hijau tua hingga hijau sangat tua. Warna daun mutan C. blumei merah hasil iradiasi sinar gamma secara tunggal dan terbagi diperlihatkan pada Tabel 10. Cara pengukuran warna daun mutan Coleus spp. diperlihatkan pada Lampiran 2.

Tabel 10 Perbandingan warna daun mutan C. blumei merah hasil iradiasi sinar gamma secara tunggal dan terbagi pada generasi MV3

C. blumei merah Notasi Warna daun

Kontrol Kontrol Dark red brown RHS 59A

Mutan 1 A50.6 Dark purple brown RHS N77A, dark green RHS

144A

Mutan 2 A50.12 Dark brown RHS 200A, dark green RHS 144A

Mutan 3 T25+25.12 Dark brown RHS 200 B

Evaluasi Keragaman Mutan Coleus spp. Hasil Iradiasi Sinar Gamma pada

Generasi MV2 dan MV3

(43)

Coleus amboinicus Lour.

Nilai koefisien keragaman fenotipe (KKF), koefisien keragaman genotipe (KKG) dan heritabilitas dalam arti luas (h2bs) tanaman C. amboinicus Lour. generasi MV2 dan MV3 diperlihatkan pada Tabel 11 dan 12. Pada generasi MV2 nilai KKF dan KKG C. amboinicus Lour. perlakuan iradiasi tunggal berkisar antara 6.01%-50.88% dan 2.44%-49.28%. Nilai KKF dan KKG tersebut masih tergolong dalam keragaman rendah sampai sedang yang berarti sifat keragaman genetik pada semua karakter yang diamati masih sempit. Selanjutnya nilai heritabilitas perlakuan iradiasi tunggal berkisar antara 0%-99.66%. Secara umum nilai heritabilitas tertinggi pada semua perlakuan iradiasi tunggal diperlihatkan pada karakter jumlah daun. Nilai heritabilitas yang tinggi juga diperlihatkan pada karakter tinggi tanaman A30 dan A35, jumlah ruas A30, A35 dan A45, jumlah cabang A30 dan A35, lebar daun A35 dan A40 serta karakter panjang daun A35, A40 dan A45 (Tabel 11). Notasi A menunjukkan perlakuan iradiasi tunggal dan angka di belakang notasi menunjukkan dosis iradiasi.

Tabel 11 Nilai koefisien keragaman fenotipe, koefisien keragaman genotipe dan heritabilitas tanaman C. amboinicus Lour. generasi MV2

Karakter/ PD= panjang daun, KKF= koefisien keragaman fenotipe, KKG= koefisien keragaman genotipe, h2bs= heritabilitas arti luas, A= perlakuan iradiasi tunggal, T= perlakuan iradiasi terbagi

(44)

yang tinggi pada semua perlakuan iradiasi terbagi diperlihatkan pada karakter tinggi tanaman dan jumlah daun. Nilai heritabilitas yang tinggi juga diperlihatkan pada karakter jumlah ruas T17.5+17.5, T20+20 dan T22.5+22.5, jumlah cabang T17.5+17.5 dan T20+20, lebar daun T17.5+17.5 serta karakter panjang daun T15+15, T17.5+17.5 dan T22.5+22. Notasi T menunjukkan perlakuan iradiasi terbagi dan angka di belakang notasi menunjukkan dosis iradiasi. Berdasarkan Tabel 11 diperlihatkan bahwa kedua perlakuan iradiasi menunjukkan nilai heritabilitas yang berkisar dari rendah sampai tinggi pada semua karakter tanaman.

Pada generasi MV3 nilai KKF dan KKG C. amboinicus Lour. perlakuan iradiasi tunggal berkisar antara 9.14%-95.09 % dan 0%-92.02%. Nilai KKF dan KKG tertinggi diperlihatkan pada karakter jumlah cabang A30. Nilai heritabilitas perlakuan iradiasi tunggal berkisar antara 0%-96.89%. Secara umum nilai heritabilitas yang tinggi pada semua perlakuan iradiasi tunggal diperlihatkan pada karakter tinggi tanaman. Nilai heritabilitas yang tinggi juga diperlihatkan pada karakter jumlah ruas A40, jumlah daun dan jumlah cabang A30, A35 dan A40, lebar daun A35 serta karakter panjang daun A35 dan A45 (Tabel 12).

Tabel 12 Nilai koefisien keragaman fenotipe, koefisien keragaman genotipe dan heritabilitas tanaman C. amboinicus Lour. generasi MV3

Karakter/ PD= panjang daun, KKF= koefisien keragaman fenotipe, KKG= koefisien keragaman genotipe, h2bs= heritabilitas arti luas, A= perlakuan iradiasi tunggal, T= perlakuan iradiasi terbagi

(45)

tinggi juga diperlihatkan pada T17.5+17.5. Nilai heritabilitas perlakuan dosis iradiasi terbagi berkisar antara 0%-96.89%. Secara umum nilai heritabilitas yang tinggi pada semua perlakuan iradiasi terbagi diperlihatkan pada karakter tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang. Nilai heritabilitas yang tinggi juga diperlihatkan pada karakter jumlah ruas T17.5+17.5, lebar daun T15+15 dan karakter panjang daun T15+15 dan T20+20 (Tabel 12). Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa nilai KKG yang tinggi menandakan karakter yang diamati memiliki keragaman genetik yang luas (Herawati et al. 2009). Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa penampilan fenotipe pada karakter yang diamati lebih dipengaruhi oleh faktor genetik dibandingkan faktor lingkungan.

Coleus blumei Ungu/Hijau

Nilai koefisien keragaman fenotipe (KKF), koefisien keragaman genotipe (KKG) dan heritabilitas dalam arti luas (h2bs) tanaman C. blumei ungu/hijau generasi MV2 dan MV3 diperlihatkan pada Tabel 13 dan 14.

Tabel 13 Nilai koefisien keragaman fenotipe, koefisien keragaman genotipe dan heritabilitas tanaman C. blumei ungu/hijau generasi MV2

Karakter/ PD= panjang daun, KKF= koefisien keragaman fenotipe, KKG= koefisien keragaman genotipe, h2bs= heritabilitas arti luas, A= perlakuan iradiasi tunggal, T= perlakuan iradiasi terbagi

(46)

A40, A45 dan A55, jumlah daun A40 dan A45, jumlah cabang A40, A45 dan A55, lebar daun A40, A45 dan A55 serta karakter panjang daun A40, A45 dan A55. Pada perlakuan iradiasi terbagi nilai KKF dan KKG tertinggi diperlihatkan pada karakter jumlah cabang T25+25 dengan nilai 66.57% dan 59.16%. Hasil ini menunjukkan nilai keragaman yang cukup tinggi. Nilai heritabilitas perlakuan iradiasi terbagi berkisar antara 0%-90.18% (Tabel 13). Nilai heritabilitas yang tinggi diperlihatkan pada karakter tinggi tanaman T20+20, T22.5+22.5, dan T25+25, jumlah daun T20+20 dan T22.5+22.5, jumlah ruas T22.5+22.5 jumlah cabang T20+20, T22.5+22.5 dan T25+25, serta karakter lebar dan panjang daun T22.5+22.5, T25+25 dan T27.5+27.5.

Pada generasi MV3 nilai KKF dan KKG C. blumei ungu/hijau perlakuan iradiasi tunggal berkisar antara 8.35%-58.35% dan 0%-46.42%. Nilai tersebut tergolong dalam keragaman yang rendah sampai sedang. Nilai heritabilitas yang tinggi pada perlakuan iradiasi tunggal diperlihatkan pada karakter tinggi tanaman, jumlah daun, lebar daun, panjang daun A40, A45 dan A50 serta karakter jumlah ruas dan jumlah cabang A40 dan A45 (Tabel 14).

Tabel 14 Nilai koefisien keragaman fenotipe, koefisien keragaman genotipe dan heritabilitas tanaman C. blumei ungu/hijau generasi MV3

Karakter/ PD= panjang daun, KKF= koefisien keragaman fenotipe, KKG= koefisien keragaman genotipe, h2bs= heritabilitas arti luas, A= perlakuan iradiasi tunggal, T= perlakuan iradiasi terbagi

(47)

tinggi juga diperlihatkan pada karakter jumlah daun dan jumlah cabang T20+20, T22.5+22.5 dan T25+25 serta karakter jumlah ruas T22.5+22.5, T25+25 dan T27.5+27.5 (Tabel 14). Berdasarkan Tabel 13 dan 14 diperlihatkan bahwa seluruh karakter yang diamati memiliki nilai heritabilitas antara rendah-tinggi. Karakter dengan nilai heritabilitas tinggi menunjukkan faktor genetik lebih dominan atau faktor genetik memberi sumbangan yang lebih besar dari pada faktor lingkungan. Sebaliknya, karakter dengan nilai heritabilitas yang rendah menunjukkan faktor lingkungan yang lebih mempengaruhi penampilan tanaman.

Coleus blumei Merah

Nilai koefisien keragaman fenotipe (KKF), koefisien keragaman genotipe (KKG) dan heritabilitas dalam arti luas (h2bs) tanaman C. blumei merah generasi MV2 dan MV3 diperlihatkan pada Tabel 15 dan 16.

Tabel 15 Nilai koefisien keragaman fenotipe, koefisien keragaman genotipe dan heritabilitas tanaman C. blumei merah generasi MV2

Karakter/ PD= panjang daun, KKF= koefisien keragaman fenotipe, KKG= koefisien keragaman genotipe, h2bs= heritabilitas arti luas, A= perlakuan iradiasi tunggal, T= perlakuan iradiasi terbagi

Gambar

Gambar 1  Diagram alir penelitian
Tabel 2 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, lebar
Tabel 3 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, lebar
Tabel 4 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang, lebar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka untuk dapat mengetahui media apa yang digunakan Masjid Agung Trans Studio Mall Bandung dalam publikasi kegiatan-kegiatan masjidnya dan bagaimana media yang dipilih

Pemilu dilaksanakan dengan perangkat peraturan yang mendukung kebebasan dan kejujuran, sehingga dengan adanya undang-undang yang lebih memberi kesempatan kebebasan

Dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku yang positif terhadap menopause akan berdampak pada kesiapan wanita dalam menghadapi menopause dengan segala permasalahannya.Oleh

Dilihat dari jumlah lahan yang berubah, CA deterministik menunjukan nilai yang berubahdari lahan terbangun menjadi lahan terbangun sebesar 145.350 piksel sedangkan CA

Kepercayaan Merek (Brand Trust) memiliki pengaruh signifikan terhadap Loyalitas Merek (Brand Loyalty), sehingga Geprek Bensu Malang berhasil menstimulus konsumen

Kepuasan yang di dapat dari komunikasi interpersonal yang baik dan mutu pelayanan yang di jalankan sesuai dengan aturan yang di tetapkan akan membuat para

transaksi, Fee potongan khusus berdasarkan jumlah volume traksaksi, dianggap memiliki pengaruhi signifikan terhadap kepuasan pelanggan online trading PT. Sucorinvest