• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keseragaman Benih Dan Pohon Induk Di Kebun Sumber Benih Pala (Myristica Fragans Houtt) Berdasarkan Karakter Morfologi Dan Molekuler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keseragaman Benih Dan Pohon Induk Di Kebun Sumber Benih Pala (Myristica Fragans Houtt) Berdasarkan Karakter Morfologi Dan Molekuler"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

KESERAGAMAN BENIH DAN POHON INDUK DI KEBUN

SUMBER BENIH PALA (

Myristica fragans

Houtt.)

BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI DAN

MOLEKULER

LISTYA PRAMUDITA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Keseragaman Benih dan Pohon Induk di Kebun Sumber Benih Pala (Myristica fragans Houtt.) Berdasarkan Karakter Morfologi dan Molekuler” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

(4)

RINGKASAN

LISTYA PRAMUDITA. Keseragaman Benih dan Pohon Induk di Kebun Sumber Benih Pala (Myristica fragans Houtt.) Berdasarkan Karakter Morfologi dan Molekuler. Dibimbing oleh ENY WIDAJATI, FAIZA C. SUWARNO dan MEMEN SURAHMAN.

Pala merupakan tanaman tropis asli Indonesia penghasil minyak atsiri dan merupakan komoditas ekspor yang penting. Tingkat keseragaman benih pala tergolong rendah dikarenakan pala merupakan tanaman yang menyerbuk silang. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat keseragaman benih, pohon induk dan kebun sumber benih pala di Ambon. Penggunaan karakter morfologi dan molekuler untuk mengukur tingkat keseragaman benih, pohon induk dan antar kebun sumber benih pala.

Penelitian dilakukan bulan Agustus 2014 hingga Agustus 2015 di tiga kebun sumber benih di Ambon, dan Laboratorium Pengujian dan Penyimpanan Benih, Kebun percobaan Leuwikopo, dan Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman 2, IPB. Karakterisasi dilakukan pada 10 pohon induk dari kebun sumber benih Wakal dan Lula serta 8 pohon induk dari kebun sumber benih Toisapu. Sepuluh sampel daun, buah, fuli dan benih diambil dari setiap pohon. Karakterisasi secara kuantitatif dan kualitatif pada karakter vegetatif, buah, fuli dan benih dan dianalisis tingkat keseragaman menggunakan Gower’s similarity test. Analisis molekuler dilakukan pada bibit tanaman dari 5 benih dari 5 pohon induk yang berbeda dari setiap kebun sumber benih. Analisis molekuler menggunakan marka RAPD dengan menggunakan 19 primer yang berbeda. Daun bibit pala diekstraksi menggunakan metode CTAB yang dimodifikasi dan diamplifikasi dengan metode PCR lalu divisualisasi dengan elektroforesis. Analisis tingkat keseragaman dilakukan dengan menggunakan metode Dice’s. Analisis keseragaman gabungan karakter morfologi dan molekuler juga dilakukan dengan metode Dice’s.

Tingkat keseragaman benih secara morfologi menujukkan bahwa benih dari pohon induk kebun sumber benih Lula lebih seragam dengan 6 pohon induk yang menghasilkan benih dengan tingkat keseragaman ≥ 0.80 sedangkan pada Toisapu terdapat 1 pohon induk dan Wakal terdapat 3 pohon induk. Tingkat keseragaman morfologi antar pohon induk, benih secara molekuler dan benih dengan gabungan karakternya menunjukkan bahwa kebun sumber benih Lula dan Toisapu lebih seragam daripada Wakal. Tingkat keseragaman pohon induk pala menunjukkan bahwa kebun sumber benih Lula (0.64–0.81) dan Toisapu (0.64–0.80) lebih seragam dibandingkan kebun Wakal (0.47–0.77). Tingkat keseragaman benih secara molekuler menujukkan bahwa benih kebun sumber Lula (0.93–0.96) dan Toisapu (0.87–0.93) telah seragam daripada kebun Wakal (0.61–0.92). Tingkat keseragaman benih dengan penggabungan karakter menunjukkan bahwa tingkat keseragaman benih kebun sumber Lula (0.91–0.96) dan Toisapu (0.85–0.90) telah seragam daripada kebun Wakal (0.68–0.91). Tingkat keseragaman benih menunjukkan bahwa pohon induk ke-7 dari kebun Wakal menghasilkan benih dengan tingkat keseragaman terendah dengan marka molekuler (0.61) dan penggabungan karakter morfologi dan molekuler (0.68).

(5)

SUMMARY

LISTYA PRAMUDITA. Uniformity of Seed and Mother Plant in Nutmeg (Myristica fragans Houtt.) Seed Source Plantation Based Morphologycal and Molecular Characters. Suvervised by ENY WIDAJATI, FAIZA C. SUWARNO and MEMEN SURAHMAN.

Nutmeg is an Indonesian native tropical plant that produced atsiri oils as an important export comodity. Uniformity level of nutmeg seed included a low seed uniformity because nutmeg was cross-polinated plants. The objective of this research is to evaluated seed, mother plant and seed source plantation uniformity levels at nutmeg seed source plantations in Ambon. Morphological and molecular characterizations are to measure seed, mother plant and between nutmeg seed source plantation uniformity levels.

This research held from August 2014 until August 2015 at three nutmeg seed source plantations, Ambon and Seed Storage and Testing Laboratory, Leuwikopo Research Field, 2nd Plant Molecular Biology Laboratory, IPB. Characterization was doing on ten mother plants from Wakal and Lula seed source plantations and eight mother plants from Toisapu seed source plantation. Ten sampels of leaf, fruit, mace and seed was taken from each plants. Quantitative and qualitative characterizations of vegetative, fruit, mace and seed characters

from every mother plants was analyzed with Gower’s similarity test. Molecular analysis was conducted from seedlings from 5 seeds at 5 different mother palnts in each seed source plantations. Molecular analysis used RAPD marker with 19 different primers. Nutmeg seedling leafs was extracted using modificated CTAB method and amplificated using PCR method then visualized using electrophoresis. Uniformity level analysis was using Dice’s method. Uniformity level of both

morphological and molecular markers were using Dice’s method.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

KESERAGAMAN BENIH DAN POHON INDUK DI KEBUN

SUMBER BENIH PALA (

Myristica fragans

Houtt.)

BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI DAN

MOLEKULER

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

Judul Tesis : Keseragaman Benih dan Pohon Induk di Kebun Sumber Benih Pala (Myristica fragans Houtt.) Berdasarkan Karakter Morfologi dan Molekuler

Nama : Listya Pramudita NIM : A251140166

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Eny Widajati, MS Ketua

Dr Ir Faiza C. Suwarno, MS Anggota

Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr Anggota

Diketahui oleh Ketua Program Studi

Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 sampai Agustus 2015, adalah “Keseragaman Benih dan Pohon Induk di Kebun Sumber Benih Pala (Myristica fragans Houtt.) Berdasarkan Karakter Morfologi dan Molekuler”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Eny Widajati, MS, Ibu Dr Ir Faiza C. Suwarno, MS dan Bapak Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dalam penyusunan tesis ini. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Lembaga DIPA IPB yang telah mendanai penelitian ini pada Program Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi dengan Nomor SPK: 103/IT3.11/LT/2014, tanggal 28 Mei 2014, atas nama Dr Ir Faiza C. Suwarno, MS (Ketua) dan Dr Ir Eny Widajati, MS (Anggota).

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga saya bapak Sukotjo, BSc, ibu Sunarwi, kakak Budi Pramono, SFarm, Apt. dan Ayu Puspitaningrum, SP serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Rasa syukur dan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh civitas akademika Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor angkatan 2012, 2013 dan 2014 serta Program Sarjana Agronomi dan Hortikultura angkatan 2010 atas dukungan dan semangat yang diberikan.

Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan, Ambon dan jajaran staff yang telah memfasilitasi penelitian ini dan kepada Paulus Pessy sebagai petani pemilik kebun sumber benih Toisapu, Ratna Pelu sebagai petani pemilik kebun sumber benih Lula dan Junaidy Meiwar sebagai petani pemilik kebun sumber benih Wakal, Ambon yang telah mendampingi selama pengambilan sampel.

Ungkapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh mahasiswa dan anggota laboratorium Biologi dan Molekuler Tanaman 2. Ucapan terima kasih terkhusus saya sampaikan pada laboran bapak Yudiansah, SSi, Victor M. P. Manalu, SP dan Eka Jan Virgin Haquarsum, SP yang senantiasa membantu dan membimbing selama penelitian dilaksanakan.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan menambah wawasan ilmu pengetahuan kita semua.

Bogor, April 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Tanaman Pala 3

Karakterisasi Morfologi dan Agronomi 4

Karakterisasi Molekuler 4

Keseragaman Morfologi Tanaman 5

Keseragaman Genetik Tanaman dan Marka RAPD 5

Sumber Benih Pala 6

3 METODE PENELITIAN 7

Tempat dan Waktu Penelitian 7

Bahan dan Alat 7

Alur Penelitian 8

Percobaan 1 Karakterisasi Morfologi Pohon Induk dan Benih Pala 9 Percobaan 2 Karakterisasi Molekuler Benih Tanaman Pala dengan Marka

Molekuler RAPD 11

Analisis data 14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Kondisi Umum 14

Percobaan 1 Karakterisasi Morfologi Pohon Induk dan Benih Pala 15 Percobaan 2 Karakterisasi Molekuler Benih Tanaman Pala dengan Marka

Molekuler RAPD 27

Analisis Keseragaman Beradasarkan Gabungan Karakter Morfologi dan

Molekuler 35

5 KESIMPULAN DAN SARAN 40

Kesimpulan 40

Saran 40

6 DAFTAR PUSTAKA 41

7 LAMPIRAN 45

(14)

DAFTAR TABEL

1 Karakter morfologi benih pala dan kategori pengukuran (IPGRI 1980)

yang telah dimodifikasi Pramudita (2014) 10

2 Sekuen DNA primer RAPD untuk karakterisasi molekuler benih dari

tanaman induk pala 13

3 Rekapitulasi 29 karakter morfologi dari pohon induk pala tiga kebun

sumber benih 16

4 Keragaman daun, buah, fuli dan benih antar lokasi kebun sumber benih

pala 17

5 Rekapitulasi tingkat keseragaman antar buah, fuli dan benih dalam 1

pohon induk pala 18

6 Rekapitulasi tingkat keseragaman antar pohon induk pala dalam kebun sumber benih Wakal dengan karakterisasi morfologi 20 7 Rekapitulasi tingkat keseragaman antar pohon induk pala dalam kebun

sumber benih Toisapu dengan karakterisasi morfologi 21 8 Rekapitulasi tingkat keseragaman antar pohon induk pala dalam kebun

sumber benih Lula dengan karakterisasi morfologi 22 9 Rekapitulasi tingkat keseragaman antar kebun sumber benih pala

dengan karakterisasi morfologi 25

10 Variasi analisis RAPD dari 15 primer teramlifikasi 27 11 Rekapitulasi tingkat keseragaman antar benih dari pohon induk pala

dalam kebun sumber benih Wakal dengan karakterisasi molekuler 28 12 Rekapitulasi tingkat keseragaman antar benih dari pohon induk pala

dalam kebun sumber benih Toisapu dengan karakterisasi molekuler 29 13 Rekapitulasi tingkat keseragaman antar benih dari pohon induk pala

dalam kebun sumber benih Lula dengan karakterisasi molekuler 30 14 Rekapitulasi tingkat keseragaman antar benih pohon induk pala dari

setiap kebun sumber benih dengan karakterisasi molekuler 33 15 Rekapitulasi tingkat keseragaman benih pohon induk pala kebun

sumber benih Wakal dengan penggabungan karakterisasi morfologi dan

molekuler 35

16 Rekapitulasi tingkat keseragaman benih pohon induk pala kebun sumber benih Toisapu dengan penggabungan karakterisasi morfologi

dan molekuler 36

17 Rekapitulasi tingkat keseragaman benih pohon induk pala kebun sumber benih Lula dengan penggabungan karakterisasi morfologi dan

molekuler 37

18 Rekapitulasi tingkat keseragaman antara benih pohon induk pala antara kebun sumber benih dengan penggabungan karakterisasi morfologi dan

molekuler 39

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian 8

2 Dendogram tingkat keseragaman pohon induk pala kebun sumber benih

(15)

3 Dendogram tingkat keseragaman pohon induk pala kebun benih

Toisapu dengan karakterisasi morfologi 22

4 Dendogram tingkat keseragaman pohon induk pala kebun sumnber

benih Lula dengan karakterisasi morfologi 23

5 Dendogram tingkat keseragaman seluruh pohon induk dari setiap kebun

sumber benih dengan karakterisasi morfologi 25

6 Dendogram tingkat keseragaman antar kebun sumber benih pala dengan

karakterisasi morfologi 26

7 Profil marka RAPD yang teramplifikasi dan tidak terampilfikasi 28 8 Dendogram tingkat keseragaman antar benih dari pohon induk pala

kebun benih Wakal dengan karakterisasi molekuler 29 9 Dendogram tingkat keseragaman antar benih dari pohon induk kebun

benih Toisapu dengan karakterisasi molekuler 30

10 Dendogram tingkat keseragaman antar benih dari pohon induk kebun

benih Lula dengan karakterisasi molekuler 31

11 Dendogram tingkat keseragaman antar benih pohon induk pala di setiap kebun sumber benih dengan karakterisasi molekuler 34 12 Dendogram tingkat keseragaman benih pohon induk di kebun sumber

benih Wakal dengan karakterisasi morfologi dan molekuler 35 13 Dendogram tingkat keseragaman benih pohon induk di kebun sumber

benih Toisapu dengan karakterisasi morfologi dan molekuler 36 14 Dendogram tingkat keseragaman benih pohon induk di kebun sumber

benih Lula dengan karakterisasi morfologi dan molekuler 37 15 Dendogram tingkat keseragaman antara benih pohon induk di setiap

kebun sumber benih dengan karakterisasi morfologi dan molekuler 38

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komposisi buffer CTAB, PCR Master Mix, buffer TAE dan Loading

dye 45

(16)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pala adalah tanaman tropis asli Indonesia yang berasal dari kepulauan Maluku, khususnya pulau Banda. Daging buah, fuli dan biji pala digunakan sebagai bahan baku industri kosmetik, obat, makanan dan minuman. Biji dan fuli pala dapat menghasilkan minyak atsiri berupa oleoresin, trimiristin dan myristisin sebagai bahan baku dalam industri tersebut. Daging buah pala bisa diolah menjadi manisan, asinan, dodol, selai, anggur dan sari buah pala (Nurdjannah 2007).

Indonesia merupakan pengekspor pala terbesar ke-2 di dunia setelah Guatemala dengan tujuan ekspor terbesar ke negara Vietnam, Belanda, Amerika Serikat, Jerman, India, Italia dan Jepang pada tahun 2014. Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pala dunia sebesar 18.8% dari total nilai volume ekspor pala dunia (ITC 2015). Volume ekspor pala meningkat dari 13 551 ribu ton pada 2013 menjadi 14 771 ribu ton pada tahun 2014. Volume ekspor per Juli 2015 sebesar 9 273 ribu ton (Kementan 2015). Luas areal produksi pala di Indonesia meningkat dari 52.80 ribu ha pada tahun 2000 menjadi 150.19 ribu ha pada tahun 2014 (BPS 2015a). Produksi pala nasional mengalami fluktuasi dari tahun 2000 sampai tahun 2014 namun menunjukkan peningkatan produksi dari 8.1 ribu ton pada tahun 2005 sampai 30.9 ribu ton pada tahun 2014 (BPS 2015b).

Pohon pala terdiri atas 4 jenis tanaman antara lain yaitu pohon jantan dengan bunga jantan yang hanya memiliki stamen, pohon betina dengan bunga betina yang hanya memiliki pistil, pohon monoecious dengan bunga jantan dan bunga betina dalam 1 pohon dan pohon trimonoecious dengan bunga jantan, bunga betina dan bunga hermaprodit dalam 1 pohon. Tanaman pala merupakan tanaman dioecious yang melakukan penyerbukan silang yang akan menyebabkan keragaman tanaman apabila terjadi penyerbukan antar tanaman (Soeroso 2012). Hal ini mengindikasikan penyerbukan silang akan menyebabkan tingkat persilangan antar pohon induk pala dalam satu kebun sumber benih pala dan mengakibatkan benih yang dihasilkan dari pohon induk untuk produksi benih pala akan memiliki tingkat keseragaman rendah.

Hasil persilangan antar jenis tanaman dalam satu spesies (intraspesifik) maupun antar sifat unik dari setiap tetua akan meningkatkan keragaman genetik (Nilasari 2013). Tingkat keseragaman yang rendah pada produksi benih tanaman pala terjadi secara genetik sehingga menyebabkan keragaman pertumbuhan karakter tanaman di lapangan dan mengakibatkan keragaman dalam produktivitas secara kuantitatif dan kualitatif antar pohon induk pala.

(17)

2

Penelitian terkait karakterisasi pohon induk dan benih pala menggunakan karakter morfologi dan molekuler dapat menjadi solusi untuk mengetahui profil kebun sumber benih pala. Profil kebun sumber benih yang dimaksud adalah tingkat keseragaman pohon induk pala yang memproduksi benih pala dan keseragaman benih yang dihasilkan pohon induk pada kebun sumber benih pala. Tingkat keseragaman tinggi secara morfologi dan molekuler pada pohon induk pala dalam suatu kebun sumber benih menunjukkan seragam atau tidaknya pohon betina, monoecious dan trimonoecious dalam satu kebun sumber benih. Tingkat keseragaman tinggi pada pohon induk akan menunjukkan asal usul benih untuk pertanaman kebun sumber benih tersebut telah seragam. Pohon pala merupakan tanaman yang menyerbuk silang sehingga tingkat keseragaman benih sangat ditentukan oleh sumber polen dari pohon jantan yang menyerbuki bunga betina yang berada disekitar tanaman betina, monoecious dan trimonoecious. Benih yang seragam menunjukkan bahwa sumber polen atau pohon jantan disekitar pohon pohon betina, monoesius dan trimonoesius yang menyerbuki telah seragam satu sama lainnya. Hal ini akan menunjukkan asal usul benih yang ditanam untuk tanaman jantan di perkebunan tersebut seragam.

Penggunaan marka molekuler seperti SSR dan RAPD dan marka morfologi bisa digunakan untuk menilai tingkat keseragaman tanaman pala dalam satu lokasi maupun antar lokasi kebun pala di kepulauan Maluku (Marzuki 2007; Soeroso 2012). Hipi et al. (2013) melaporkan bahwa karakter morfologi dan genetik benih dapat mengevaluasi keseragaman dalam pengujian kemurnian benih jagung hibrida Bima–3 dan Bima–4 menggunakan marka morfologi Growing on test dan analisis dengan marka molekuler SSR dengan primer phi96100, phi072, dan phi328175.

Benih dan pohon induk sumber benih pala dapat dikarakterisasi secara morfologi dan dapat dianalisis tingkat keseragamannya. Tingkat keseragaman benih dalam satu pohon dapat ditentukan dan dibandingkan dengan pohon induk lainnya dalam satu kebun. Hal ini mampu membedakan benih yang berasal dari pohon induk yang berbeda. Pramudita (2014) melaporkan bahwa karakter morfologi 5 kelompok benih pala dari kebun sumber benih Wakal, Toisapu dan Liliboy telah seragam dengan tingkat keseragaman benih antara 0.69–0.89.

(18)

3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat keseragaman benih, pohon induk dan kebun sumber benih pala di Ambon. Penggunaan karakter morfologi dan molekuler untuk mengukur tingkat keseragaman benih, pohon induk dan antar kebun sumber benih pala.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Pala

Tanaman pala (Myristica spp.) adalah tanaman tropis tahunan yang berkayu dengan rata-rata tinggi 5 m–8 m. Daun tanaman pala berbentuk lonjong dengan ukuran sekitar 4 cm ×10 cm. Warna daun tanaman pala yaitu hijau dan mengkilap. Produksi bunga pala dilakukan di ketiak daun tanaman dan muncul sepanjang tahun. Buah pala berwarna kuning coklat muda atau kuning coklat kehijauan dengan diameter sekitar 3 cm–9 cm (Suhono et al. 2010).

Pohon pala terdiri atas empat jenis tanaman antara lain yaitu pohon jantan dengan bunga jantan yang hanya memiliki stamen, pohon betina dengan bunga betina yang hanya memiliki pistil, pohon monoecious dengan bunga jantan dan bunga betina dalam 1 pohon dan pohon trimonoecious dengan bunga jantan, bunga betina dan bunga hermaprodit dalam 1 pohon. Tanaman pala memiliki sistem penyerbukan silang yang akan menyebabkan keragaman tanaman apabila terjadi penyerbukan antar tanaman (Soeroso 2012). Hadad dan Firman (2003), merekomendasikan rasio seks tanaman dalam suatu perkebunan pala adalah 1:10 sehingga setiap 10 pohon betina harus terdapat 1 pohon jantan untuk menyerbuki.

Soeroso (2012) melaporkan bahwa tanaman pala dibedakan menjadi pohon betina, jantan, monoecious, trimonoecious. Morfologi seks tanaman betina yaitu habitus lebih piramid, daun lebih besar, bunga 1–3, sedangkan habitus tanaman jantan lebih semi piramid–membola dengan daun lebih kecil dan jumlah bunga lebih dari 3 per tangkai. Morfologi tanaman jenis monoecious, hermaprodit dan trimonoecious tidak menunjukkan perbedaan dengan tanaman betina. Prediksi seks berdasarkan biji yang bertanduk dan berlingir adalah biji jantan sedangkan biji yang tidak bertanduk dan berlingir adalah biji betina. Morfologi bibit bercabang dan akar bercabang adalah tanaman betina sedangkan bibit dan akar tidak bercabang adalah tanaman jantan dengan nisbah ratio prediksi benih yang dihasilkan dari gabungan seks biji, perakaran dan percabangan 2:1, 3:1, 9:6:1 dan 9:3:3:1, dengan tipe seks betina lebih dominan daripada tipe jantan, monoecious dan trimonecious.

(19)

4

Karakterisasi Morfologi dan Agronomi

Karakterisasi adalah salah satu teknik pemuliaan tanaman yang bertujuan untuk menentukan karakter morfologi tanaman agar mudah dibedakan antar aksesi. Hal ini dilakukan dengan melakukan identifikasi karakter morfologi dan agronomi dari suatu tanaman dan mencatatnya sebagai data karakter dari suatu aksesi atau galur (Puslitbangbun 2005). Menurut Acquaah (2007) karakter morfologi terdiri atas karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif merupakan karakter yang mudah diklasifikasikan dan mudah diwariskan (dikontrol satu sampai beberapa gen) dan sesuai dengan kaidah Mendelian. Keragaman karakter ini bisa dibedakan dan bersifat diskret (tidak kontinyu). Karakter ini bisa ditunjukkan misalnya bentuk daun, warna buah dan bentuk polong. Karakter kuantitatif yaitu suatu karakter tanaman yang dapat diukur dan bersifat kontinyu. Karakter ini dikendalikan oleh banyak gen dimana setiap gen memberikan efek yang sedikit pada fenotipe. Karakter ini bisa ditunjukkan misalnya tinggi tanaman, diameter batang dan produktivitas tanaman.

Soeroso et al. (2012) melaporkan pengelompokan dendogram dari 52 aksesi pala dari Maluku Utara terbagi menjadi 3 kelompok. Kelompok I terdiri atas 11 aksesi pala dari Ternate, 11 aksesi dari Tidore, 11 aksesi dari Patani, 9 aksesi Bacan dan 3 aksesi dari Makia yang mengelompok dengan tingkat kemiripan 46%. Kelompok II terdiri atas 4 aksesi pala yang semua aksesi berasal dari Bacan dan mengelompok pada tingkat kemiripan 43%. Kelompok III terdiri atas 2 aksesi dari Bacan dan satu aksesi dari Tidore yang mengelompok dengan tingkat kemiripan 48%.

Karakterisasi Molekuler

Karakterisasi molekuler adalah karakterisasi dengan marka isoenzim dan marka molekuler. Marka isoenzim dapat digunakan dalam analisis keragaman genetik karena dikendalikan oleh gen tunggal dan bersifat kodominan dalam pewarisannya. Kelebihan marka ini yaitu mudah dilakukan dan membutuhkan bahan dalam jumlah sedikit. Metode isoenzim telah dimanfaatkan oleh pemulia tanaman untuk mengidentifikasi varietas (Julisaniah et al. 2008). Marka molekuler digunakan untuk sidik jari DNA dengan mengacu pita polimorfisme dari fragmen DNA. Marka molekuler mempunyai keunggulan antara lain dapat diuji di semua tingkat perkembangan tanaman dan pengujian hama dan penyakit tanaman tidak tergantung pada organisme pengganggu (Mulsanti 2011). Karakterisasi molekuler mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi dan tidak dipengaruhi lingkungan (Julisaniah et al. 2008). Marka molekuler juga digunakan untuk karakterisasi keragaman tanaman dan identifikasi seks tanaman (Soeroso 2012).

(20)

5 Keseragaman Morfologi Tanaman

Penggunaan karakter morfologi dapat dibandingkan untuk menentukan tingkat keseragaman suatu tanaman. Tingkat keseragaman yang dibandingkan bisa antar benih tanaman atau antar tanaman dalam satu spesies atau antar spesies tanaman pala (Marzuki 2007; Soeroso 2012; Pramudita 2014). Penggunaan karakter morfologi dalam pengujian mutu benih antara lain yaitu untuk mengukur kemurnian fisik suatu lot benih. Kemurnian fisik benih menunjukkan komposisi benih dalam suatu lot benih yang bisa diuji dan menetapkan persentase komponen benih dari suatu komposisi contoh yang diuji berdasarkan kesimpulan komposisi lot benih, mengidentifikasi berbagai spesies benih lain dan kotoran benih dalam contoh benih (BBPPMBTPH 2010). Ilyas (2012) menyatakan bahwa peningkatan kemurnian benih dilakukan selama proses pengolahan benih sehingga kemurnian benih meningkat. Proses pengolahan benih akan meningkatkan mutu fisik dan fisiologis benih. Mutu fisik bukan hanya terkait struktur morfologis benih tetapi juga ukuran dan berat benih yang seragam.

Pramudita (2014) melaporkan bahwa karakter morfologi 5 kelompok benih yang berasal dari kebun sumber benih Toisapu, Liliboy dan Wakal telah seragam dengan tingkat keseragaman tanaman antara 0.69–0.89. Karakter bentuk benih, bentuk buah dan pola fuli dapat membedakan setiap kelompok benih. Marzuki et al. (2008) melaporkan bahwa hasil studi morfologi dan ekologi tanaman pala varietas Banda (Myristica fragans Houtt.) di 6 ekotipe berbeda yaitu di daerah Maluku (Ambon, Banda dan Luhu) dan Maluku Utara (Ternate, Tidore dan Bacan) menunjukkan stabilitas 17 karakter morfologi dengan tingkat keseragaman 0.90 dari 21 karakter morfologi yang diamati di 6 ekotipe yang berbeda.

Keseragaman Genetik Tanaman dan Marka RAPD

Keseragaman genetik tanaman dapat diidentifikasi menggunakan marka genetik seperti isoenzim dan marka molekuler. Penggunaan beberapa marka isoenzim seperti peroxydase, aspartate aminotransferase, esterase dan acid phosphatase serta marka DNA seperti RAPD dan SSR pernah dilakukan pada tanaman pala (Marzuki 2007; Soeroso 2012). Penggunaan marka molekuler lebih menguntungkan karena karakter genetik yang ditunjukkan tidak dipengaruhi oleh lingkungan (Kumar dan Gurusubramanian 2011; Robi’ah 2004).

Keseragaman benih juga diukur dengan metode pengujian kemurnian genetik dengan pengamatan karakter morfologi tanaman pada metode Growing on test atau menggunakan marka molekuler SSR pada tanaman menyerbuk silang seperti jagung (Hipi et al. 2013). Menurut BBPPMBTPH (2010), keseragaman genetik tanaman juga dilakukan menggunakan pengujian varietas dengan melakukan pengujian terhadap karakter spesifik, pengujian pada benih, pengujian kecambah, pengujian tanaman di rumah kaca dan pengujian di petak percobaan. Pengujian lainnya menggunakan metode PAGE (Polyacrilamide Gel Elektroforesis) telah dilakukan pada komoditas Triticum, Hordeum, Pisum, Lolium dan Avena sativa.

(21)

6

OPE-11 memperlihatkan hasil indeks keseragaman 0.83–1.00 pada pala dari Maluku dan 0.73–0.86 pala dari Maluku Utara. Penggunaan primer OPE-10 menunjukkan indeks keseragaman 0.95–1.00 pada pala dari Maluku dan 0.78– 0.83 pada pala dari Maluku Utara. Hal ini menunjukkan secara umum pala Banda Maluku dan Maluku Utara memiliki stabilitas yang cukup tinggi dalam sifat genetiknya.

Marka molekuler RAPD merupakan salah satu penanda molekuler yang digunakan untuk menganalisis keragaman genetik (Lengkong dan Runtunuwu 2005) serta dapat mengidentifikasi keragaman antar dan dalam varietas tanaman (Sriyadi et al. 2001). Prinsip kerja marka RAPD yaitu satu primer yang terdiri atas oligonukleotida yang pendek (10 pasang basa) pada berbagai macam lokus yang berbeda digunakan untuk mengamplifikasi sekuen DNA secara acak dari template DNA yang kompleks. Amplifikasi fragmen DNA dilakukan dengan proses PCR yang tergantung dari panjang dan ukuran dari primer atau genom. Sekuen DNA yang teramplifikasi (sekuen komplementer dari primer) yang terdapat pada genom di sisi DNA yang berlawanan sehingga dapat diamplifikasi (Kumar dan Gurusubramanian 2011). Bardakci (2001) menyatakan bahwa marka RAPD memiliki kelebihan dalam kecepatan, biaya dan efisiensi teknik RAPD untuk memunculkan banyak marka dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan metode sebelumnya dan bisa dilakukan pada laboratorium tingkat menengah untuk sebagian besar aplikasinya walaupun reprodusibilitas rendah.

Sumber Benih Pala

(22)

7 induk pala merupakan pohon dengan umur 15–40 tahun dan memproduksi buah ≥ 4500 buah/pohon/tahun. Produksi biji pala dari pohon induk pala yang

disyaratkan adalah ≥ 40 kg/pohon/tahun dengan produksi fuli ≥ 5 kg/pohon/tahun.

Fuli yang dihasilkan memiliki ketebalan sedang sampai tebal dengan rendemen

minyak dari fuli yang disyaratkan ≥ 70%. Rendemen myristisin yang dihasilkan

harus ≥ 5%. Pohon induk pala merupakan pohon yang bebas dari serangan

organisme pengganggu tanaman dan terpelihara sesuai rekomendasi pemeliharaan tanaman pala (Randriani dan Supriadi 2011).

Pohon induk terpilih dalam Blok Penghasil Tinggi adalah tanaman pilihan yang dipergunakan sebagai sumber batang atas (entres), baik itu tanaman kecil ataupun tanaman besar yang sudah produktif dan berasal dari biji atau hasil perbanyakan vegetatif. Pohon induk memiliki syarat yaitu sifat unggul dalam produktivitas dan kualitas buah untuk tanaman buah dan ketahanan terhadap serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Nama varietas pohon induk dan asal-usulnya (nama pemilik dan tempat asal) harus jelas sehingga dimudahkan melacaknya. Tanaman dari biji harus sudah berproduksi minimal lima musim, untuk mengetahui kemantapan sifat yang dibawanya. Pohon induk ditanam dalam kebun yang terpisah dari tanaman lain yang dapat menjadi sumber penularan penyakit atau penyerbukan silang, terutama untuk pohon induk yang akan diperbanyak secara generatif untuk diambil bijinya (Prastowo et al. 2006).

3

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 3 kebun sumber benih pala dimana 2 kebun sumber benih terletak di Desa Wakal pada dusun Wakal dan dusun Lula, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku tengah dan 1 kebun sumber benih terletak di Dusun Toisapu, Desa Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Maluku. Lokasi penelitian lainnya dilaksanakan di Green house kebun percobaan Leuwikopo, Laboratorium Pengujian Mutu dan Penyimpanan Benih dan Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman 2, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai Agustus 2015.

Bahan dan Alat

Bahan penelitian ini adalah pohon induk terpilih pala yang berumur lebih dari 15 tahun. Sepuluh pohon induk dari kebun sumber benih Wakal dan Lula serta delapan pohon induk dari kebun sumber benih Toisapu. Setiap pohon induk terpilih diambil 10 sampel daun, buah, fuli dan benih dari setiap pohon induk. Alat yang digunakan dalam karakterisasi morfologi ini adalah alat ukur (jangka sorong, neraca analitik, mistar dan meteran), label, kaca pembesar, pisau, karung, dan kamera digital.

(23)

8

ammonium bromide), CIA (chloroform : isoamyl alcohol; 24:1), Etanol (100%), PVP (polyviniylpyrrolidone), aquabidest, buffer TAE (tris-acetate-EDTA), Agarose, PCR master mix, primer, tip, tube, EtBr (ethidium bromide), loading dye dan ladder. Alat-alat yang digunakan percobaan ini adalah gunting, timbangan, mortar, pestle, micro pippet, centrifuge, vortex, water bath, vacum desicator, automated thermal cycler, hot plate, electrophoresis chamber dan ultraviolet transilluminator. Daftar komposisi buffer yang digunakan ditunjukkan pada Lampiran 1.

Alur Penelitian

Alur penelitian (Gambar 1) ini dilakukan sesuai cakupan penelitian yang terdiri atas 2 percobaan: (1) karakterisasi morfologi pohon induk dan benih pala dan (2) karakterisasi molekuler benih tanaman pala dengan marka molekuler RAPD.

Gambar 1 Bagan alir penelitian

OUTPUT

Tingkat keseragaman benih yang berasal dari pohon induk terpilih berdasarkan marka RAPD dalam 1 kebun atau antar kebun.

ANALISIS

Analisis klustering dengan menggunakan nilai tingkat keseragaman berdasarkan marka molekuler dan marka morfologi pohon induk pala dan benihnya dalam 1 pohon induk, antar pohon dalam dan seluruh kebun serta antar kebun sumber benih.

Analisis keseragaman dan klustering mengunakan penggabungan karakter morfologi pohon induk pala dan karakter molekuler bibit yang berasal dari pohon induk dalam 1 kebun dan antar kebun sumber benih

OUTPUT

Tingkat keseragaman benih dan pohon induk pada tiga kebun sumber benih pala di Ambon, Maluku

PERCOBAAN 1

1. Karakterisasi morfologi pohon induk terpilih pala dan benihnya di 3 kebun sumber benih pala di Ambon. 2. Analisis tingkat keseragaman benih

pohon induk, antar pohon induk dalam dalam dan seluruh dan antar kebun berdasar karakter morfologi.

PERCOBAAN 2

1. Karakterisasi molekuler bibit pala yang berasal dari benih pohon induk di kebun sumber benih pala dengan marka RAPD

2. Analisis tingkat keseragaman bibit pala yang berasal dari benih pohon induk dalam satu kebun dan antar kebun sumber benih

OUTPUT

1. Keragaman morfologi pohon induk terpilih pala.

2. Keragaman morfologi benih pala melalui buah, fuli dan benih pala. 3. Tingkat keseragaman benih pohon

(24)

9 Percobaan 1 Karakterisasi Morfologi Pohon Induk dan Benih Pala

Percobaan ini dilakukan untuk menilai dan membandingkan keseragaman karakter morfologi pohon induk terpilih pala yang berproduksi tinggi dan karakter morfologi benih dari tiga kebun sumber benih pala di Ambon. Tujuan lainya yaitu untuk mengevaluasi dan membandingkan tingkat keseragaman benih yang berasal dari 1 pohon induk dan antar pohon dalam dan seluruh kebun serta antar kebun berdasarkan karakter morfologinya.

Pemilihan sampel tanaman dan benih

Pelaksanaan percobaan ini dilakukan pada tiga lokasi kebun sumber benih pala di Ambon. Pohon induk yang dipilih telah berumur lebih dari 15 tahun. Sepuluh pohon induk sampel diambil dari populasi pohon induk terpilih pala di kebun benih Wakal dan Lula. Delapan pohon induk sampel diambil dari populasi pohon induk terpilih pala di kebun benih Toisapu. IPGRI (1980) menyatakan bahwa dari setiap pohon sampel yang diamati karakternya diambil sampel sebanyak 10 helai daun dewasa dan 10 buah matang yang diambil secara acak. Pengukuran karakter morfologi dan agronomi

Pengukuran karakter pohon induk terpilih dilakukan pada tanaman menggunakan alat ukur dan metode inventarisasi pengukuran pohon hutan. Pengukuran karakter kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode penilaian kualitatif secara manual. Karakter kuantitatif diukur dengan menggunakan jangka sorong, neraca analitik, meteran dan mistar dengan pengukuran numerik dengan skala ukur pada alat. Pengukuran karakter secara kualitatif menggunakan penilaian skala dengan sistem scoring. Pengukuran karakter morfologi dilakukan berdasarkan deskriptor tanaman buah tropis yang telah dimodifikasi dari IPGRI (1980) pada Tabel 1. Ilustrasi pengukuran karakter kualitatif ditunjukkan pada Lampiran 2.

Karakter vegetatif, buah, fuli dan benih yang diamati antara lain:

1. Vegetatif : bentuk pohon, sudut cabang primer, lingkar batang, kekasaran permukaan batang, bentuk daun, bentuk ujung daun, bentuk pangkal daun, warna daun tua, panjang daun dan lebar daun

2. Buah : warna kulit, bentuk, panjang, diameter, bobot, indeks diameter dan tekstur kulit

3. Fuli : warna, pola depan, pola belakang, dan penutupan bagian belakang 4. Benih : warna benih, permukaan kulit benih, bentuk, panjang, diameter,

indeks diameter dan bobot Pengamatan

(25)

10

Tabel 1 Karakter morfologi benih pala dan kategori pengukuran (IPGRI 1980) yang telah dimodifikasi Pramudita (2014)

Sifat morfologi Skor/Pengukuran Deskripsi Bentuk pohon 1,2,3,4,5,6,7,8 1:kolom; 2:piramida; 3:obovat;

4:persegi; 5:bulat; 6:semi-oval; 7:tak beraturan; 8:lainnya

Sudut cabang primer 1,2,3 1:lancip(< 45 º); 2:sedang(45 º–90 º); 3:tumpul(> 90 º)

Lingkar batang pohon (cm) Kuantitatif Pengukuran dalam centimeter

Tekstur permukaan batang 1,2,3 1: lembut; 2: sedang; 3: kasar Bentuk daun 1,2,3,4,5,6,7 1:ovat; 2:obovat; 3:oval; 4:bulat;

5:lanset; 6:oblong; 7:lainnya Bentuk ujung daun 1,3,5,7,9 1:sangat runcing; 3:runcing;

5:sedang; 7:obtus; 9:sangat obtus Bentuk pangkal daun 1,2,3 1: runcing; 2: tumpul; 3: terpotong

Warna daun tua 1,2,3 1:hijau muda (hijau 141D); 2:hijau (hijau 141A); 3:hijau tua (hijau 139A)

Panjang daun (cm) Kuantitatif Pengukuran dalam centimeter

Lebar daun (cm) Kuantitatif Pengukuran dalam centimeter Warna kulit buah pala 1,2,3,4 1: hijau muda (grup hijau 142A); 2:

gading (grup kuning 4D); 3: kuning (grup hijau-kuning 154A); 4: lainnya Bentuk buah

(ID=Dvertikal/Dhorisontal)

1,2,3,4,5 1: oblat (ID < 1.0); 2: bulat (ID: 1-1.15); 3: oval (ID 1.16-1.25); 4: agak lonjong (ID: 1.26-1.5); 5: lonjong (ID > 1.5)

Tekstur kulit buah 1,2,3 1: halus, 2: sedang, 3: kasar

Panjang buah (mm) Kuantitatif Pengukuran dalam milimeter Diameter buah (mm) Kuantitatif Pengukuran dalam milimeter

Bobot buah (g) Kuantitatif Pengukuran dalam gram

Warna fuli 1,2,3 1:merah; 2:merah muda; 3:gading Pola fuli depan 1,2,3 1:menjari besar di bawah; 2:menjari

agak tertutup; 3: menjari tengah dan tertutup

Pola fuli belakang 1,2,3 1: lurus menyirip; 2: menyirip; 3: melengkung

Penutupan fuli belakang 1,2,3 1:kurang tertutup; 2:agak tertutup; 3:tertutup

Warna benih 1,2,3 1:hitam; 2:coklat; 3:hitam kecoklatan Permukaan kulit benih 1,2,3 1:kusam; 2:sedang; 3:mengkilap

Bentuk benih

Panjang benih pala (mm) Kuantitatif Pengukuran dalam milimeter

(26)

11 Analisis statisitik

Pengujian dilakukan dengan pengukuran nilai tingkat keseragaman karakter kualitatif dan kuantitatif menggunakan tingkat keseragaman Gower’s similarity test. Nilai tingkat keseragaman ditunjukkan pada rumus berikut.

SGD= 1 – DGD ;

Keterangan:

SGD : tingkat keseragaman berdasarkan Gower’s similarity test.

DGD : tingkat ketidakseragaman berdasarkan Gower’s similarity test.

Analisis dilakukan dengan perangkat lunak R-stat versi 3.0.1 sesuai dengan Pramudita (2014). Karakter kualitatif dan kuantitatif benih dan tanaman induk pala diuji tingkat keseragaman benih yang berasal dari pohon induk, karakter morfologi antar pohon induk dalam kebun sumber benih dan antar kebun sumber benih.

Percobaan 2 Karakterisasi Molekuler Benih Tanaman Pala dengan Marka Molekuler RAPD

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan dan membandingkan keseragaman karakter molekuler bibit pala yang berasal dari benih pohon induk terpilih pala dari tiga kebun sumber benih menggunakan marka RAPD. Tujuan lainnya adalah mengidentifikasi tingkat keseragaman benih secara molekuler dan penggabungannya melalui bibit pala yang berasal dari pohon induk terpilih dalam satu kebun sumber benih dan antar kebun sumber benih dan menentukan tingkat keseragaman tinggi secara molekuler.

Pengecambahan benih

Sebanyak 20 sampai 30 buah pala diambil dari setiap sampel pohon induk terpilih pada setiap kebun sumber benih. Metode pengecambahan benih dilakukan sesuai dengan metode Febriyan (2014). Benih diekstraksi dengan memisahkan daging buah dan fuli. Benih dikeringanginkan di dalam ruangan selama 2 hari. Skarifikasi benih dilakukan dengan menipiskan kulit benih bagian belakang pada bagian ujung dan pangkal. Pengecambahan benih dilakukan pada media pasir dalam bak perkecambahan yang telah disiram fungisida berbahan aktif mankozeb 45% (2 g/L). Benih direndam selama 10 menit di dalam larutan fungisida sebelum pengecambahan. Perawatan berupa penyiraman rutin dilakukan setiap dua hari sekali dan penyemprotan fungisida dilakukan 1 minggu sekali. Pengecambahan dilakukan pada tingkat naungan 70% selama 9 minggu.

Pembibitan tanaman pala dan pengambilan sampel daun

(27)

12

rumah plastik yang dinaungi plastik UV dan paranet dengan tingkat naungan 70 % (Pramudita 2014).

Sampel daun bibit pala berasal dari benih pohon induk terpilih dari setiap kebun sumber benih. Sampel daun yang diambil berasal dari daun ketiga yang tumbuh dari tunas pada bibit pala yang berasal dari pohon induk terpilih.

Ekstraksi DNA dari daun

Ekstraksi DNA daun pala dilakukan dengan menggunakan metode Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB) yang dimodifikasi. Daun pala dipotong dan ditimbang sebanyak ±0.1 g menggunakan gunting yang steril kemudian digerus dalam mortar yang telah ditambahkan buffer CTAB sebanyak 700 µ L dan PVP sebanyak 50 mg. Hasil gerusan dipindahkan ke dalam tube yang kemudian diinkubasi pada suhu 60 ºC selama 1 jam dalam water bath. Setelah inkubasi, sampel didinginkan dan ditambahkan CIA sebanyak 700 µ L di ruang asam dan dihomogenisasi 30 detik. Sampel DNA kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 12 000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan pada bagian atas dipindahkan ke tube baru dan ditambahkan CIA sebanyak 700 µ L di ruang asam lalu dihomogenisasi 30 detik kemudian disentrifugasi kecepatan 12 000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan pada bagian atas kemudian dipindahkan ke tube baru kemudian ditambahkan dengan etanol absolut (100%) sebanyak 2 kali volume supernatan. Sentrifugasi dilakukan kembali dengan kecepatan sebesar 7 000 rpm selama 5 menit. Sisa etanol dibuang sehingga tersisa pelet DNA yang kemudian dikeringkan di dalam vacum desicator selama 1 jam. Modifikasi dilakukan sesuai dengan Haquarsum et al. (2015) yaitu pemeberian perlakuan panas dengan inkubasi pada suhu 95 ºC selama 5 menit pada hasil ekstarksi DNA dengan metode CTAB. Ekstrak DNA kemudian diinkubasi pada suhu 65 ºC dan kemudian didinginkan perlahan pada suhu ruang.

Amplifikasi DNA

(28)

13

Elektroforesis dilakukan dengan electrophoresis chamber dan kemudian diwarnai menggunakan EtBr. Bubuk agarose sebanyak 0.6 g dicampur dengan 40 mL buffer TAE dalam erlemeyer dan ditutup dengan aluminium foil. Tabung erlemeyer kemudian dipanaskan dengan hotplate sampai mendidih. Larutan agarose dituangkan pada electrophoresis chamber dan dicetak membentuk balok dengan pencetak lubang diujung yang disebut comb. Gel agarose ditunggu sampai memadat selama 30 menit. Loading dye sebanyak 2.5 µl ditambahkan dalam tube hasil amplifikasi DNA. Sebanyak 5 µl sampel DNA yang telah diamplifikasi diletakkan dalam lubang yang telah dicetak. Elektroforesis kemudian dilakukan pada tegangan 95 V, arus 400 mA selama 80 menit. Hasil gel agarose yang telah dielektroforesis kemudian direndam ke larutan pewarna EtBr selama 10 detik dan direndam aquades selama 10 menit. Pita DNA kemudian divisualisasikan dengan menggunakan UV transimulator.

Scoring pita DNA dan analisis statistik

Analisis data dilakukan berdasarkan hasil scoring pola pita DNA yang dihasilkan. Hasil scoring berupa data biner dengan pemberian nilai 1 untuk munculnya pita dan pemberian nilai 0 untuk tidak munculnya pita. Koefisien keseragaman antar benih dalam 1 kebun sumber benih dan antar kebun sumber benih. Pengukuran koefisien ini dilakuakan dengan metode Dice’s sesuai dengan Uyoh et al. (2014) yang diolah menggunakan perangkat lunak NTSys-pc versi 2.1. Rumus metode Dice’s yang digunakan adalah sebagai berikut:

(29)

14

sij = 1 – dij ;

Keterangan:

sij : tingkat keseragaman diantara tanaman ke- i dan tanaman ke-j;

dij : tingkat ketidakseragaman diantara tanaman ke- i dan tanaman ke-j;

a : jumlah variabel dimana pita xi muncul dan pita xj muncul;

b : jumlah variabel dimana pita xi muncul dan pita xj tidak muncul;

c : jumlah variabel dimana pita xi tidak muncul dan pita xj tidak muncul;

Analisis data

Analisis klustering dilakukan dengan pembuatan dendogram menggunakan metode UPGMA (Unweighted Pair Group with Arithmetic Averages) sesuai dengan Uyoh et al. (2014). Pembuatan dendogram hasil karakterisasi morfologi dibuat berdasarkan tingkat keseragaman Gower’s similarity test. Pembuatan dendogram hasil karakterisasi molekuler menggunakan tingkat keseragaman metode Dice’s. Pembuatan dendogram bertujuan untuk membandingkan kedekatan secara morfologi pada pohon induk dalam dan seluruh kebun sumber benih dan antar kebun sumber benih. Pembuatan dendogram dengan marka molekuler dilakukan pada benih antar pohon dalam kebun sumber benih dan antar kebun sumber benih. Pembuatan dendogram ini dibantu dengan menggunakan perangkat lunak R-stat versi 3.0.1 dan NTSys-pc versi 2.1.

Analisis tingkat keseragaman dan analisis klustering dilakukan berdasarkan penggabungan hasil karakterisasi secara morfologi dan molekuler sesuai Robi’ah (2004) pada pohon induk pala terpilih dan bibit hasil pengecambahannya. Analisis dilakukan untuk menentukan tingkat keseragaman berdasarkan metode Dice’s dan pembuatan dendogram dengan metode UPGMA sesuai Uyoh et al. (2014) dengan membandingkan benih pohon induk dalam 1 kebun sumber benih dan antar kebun sumber benih. Analisis tingkat keseragaman dan klustering dilakukan menggunakan perangkat lunak NTSys-pc versi 2.1.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Kebun sumber benih pala merupakan areal perkebunan rakyat yang dimiliki petani lokal di dusun Lula, Wakal dan Toisapu. Ketinggian lokasi kebun sumber benih di dusun Lula (21 mdpl) dan Wakal (18 mdpl). Ketinggian lokasi kebun sumber benih di dusun Toisapu berkisar 105 mdpl. Kondisi lahan pada kedua kebun sumber benih merupakan lahan yang berbukit.

(30)

15 lebih dari 15 tahun dan berdiameter > 75 cm. Sampel diambil dari daun yang telah dewasa di bagian tengah dahan. Pengambilan sampel buah diambil dari buah yang telah matang fisiologis dan dipanen pada akhir bulan Agustus 2014.

Benih pala dari pohon induk pala pada setiap kebun dikecambahkan dengan media pasir dalam bak perkecambahan. Perkecambahan benih dari sumber benih Lula sebesar 9.26% dan Wakal sebesar 8.80% serta Toisapu sebesar 9.26%. Kecambah benih yang berumur 3 bulan kemudian dipindah tanam dalam polybag dengan media tanah dan pupuk kandang. Persentase kecambah yang bertahan hidup selama pembibitan dari sumber benih Lula sebesar 52%, Wakal sebesar 56% dan Toisapu sebesar 65%. Pembibitan dilakukan selama 3 bulan dan pengambilan sampel daun diambil dari ketiga yang tumbuh dari tunas.

Sampel daun diambil secara acak dari bibit yang berasal dari perkecambahan benih pohon induk pala dari setiap kebun sumber benih. Setiap kebun sumber benih diambil 1 sampel daun dari setiap 5 bibit yang berasal dari 5 pohon induk yang berbeda dalam 1 kebun sumber benih. Pengambilan daun sampel dari bibit yang berasal dari benih kebun sumber benih Wakal dilakukan pada bibit dari pohon induk ke-1, 2, 6, 7 dan 9. Daun sampel dari bibit pada pohon induk dari kebun sumber benih Toisapu diambil dari pohon induk ke-1, 3, 5, 7 dan 8. Pengambilan daun sampel dari bibit pada pohon induk di kebun sumber benih Lula dilakukan pada pohon induk ke-1, 2, 5, 7, dan 10.

Percobaan 1 Karakterisasi Morfologi Pohon Induk dan Benih Pala

Keragaman pohon dan benih setiap kebun sumber benih

Karakterisasi dari 29 karakter pohon induk di setiap kebun sumber benih menunjukkan tingkat keragaman secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil rekapitulasi 29 karakter pohon induk secara kuantitatif dan kualitatif dari setiap kebun sumber benih ditunjukkan pada Tabel 3.

Hasil karakterisasi kualitatif menunjukkan bahwa sebagian besar karakter dari kebun sumber benih di Lula, Wakal, dan Toisapu seragam. Karakter kualitatif lainnya memiliki keseragaman tinggi pada karakter pengukuran fuli, benih dan daun. Keragaman karakter kualitatif ditunjukkan pada karakter bentuk buah, warna buah dan bentuk pohon.

Karakter kualitatif dikendalikan oleh satu sampai dua gen dan tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Karaker kualitatif mudah diamati dan terekspresi disetiap kondisi lingkungan karena genotipe tanaman yang tidak seragam masih bisa menunjukkan fenotipe yang sama (Syukur et al. 2012). Hal ini sesuai dengan penelitian Marzuki et al. (2008) yang menyatakan bahwa hasil studi morfologi-ekologi tanaman pala varietas Banda (Myristica fragans Houtt.) di 6 ekotipe berbeda yaitu di daerah Maluku (Ambon, Banda dan Luhu) dan Maluku Utara (Ternate, Tidore dan Bacan) menunjukkan stabilitas 17 karakter morfologi dengan tingkat keseragaman 0.90 dari 21 karakter morfologi yang diamati di 6 ekotipe yang berbeda.

(31)

16

dibandingkan kebun benih Wakal (p: 50.7±3.5 mm, d: 45.4±2.4 mm dan b: 52.8±6.6 g ) dan Lula (p: 52.6±3.6 mm, d: 45.9±2.6 mm dan b: 54.1±8.3 g). Ukuran dan bobot benih kebun sumber benih Lula berukuran terbesar (p: 28.8±2.2 mm, d: 24.2±1.4 mm dan b: 9.8±1.7 g) dibandingkan benih kebun benih Toisapu (p: 27.8±3.0 mm, d: 23.8±2.5 mm dan b: 8.4±2.0 g ) dan Wakal (p: 27.9±1.7 mm, d: 23.9±1.3 mm dan b: 8.1±1.7 g). Ukuran daun kebun sumber benih Wakal memiliki ukuran terbesar (p: 16.1±1.4 cm dan lebar (l): 6.4±0.7 cm) daripada kebun sumber benih Toisapu (p: 15.8±1.0 cm dan l: 5.9±0.6 cm) dan Lula (p: 14.5±1.5 cm dan l: 5.6±0.6 cm).

Tabel 3 Rekapitulasi 29 karakter morfologi dari pohon induk pala tiga kebun sumber benih

Karakter pengamatan Kebun sumber benih

Wakal Toisapu Lula

Pohon Lingkar batang (cm) 104.6±16.4 88.7±18.3 103.4±29.9

Bentuk tajuk Ovat:Piramid

(6:4)

Ovat:Kolom (4:4)

Kolom

Sudut cabang Sedang Sedang Sedang

Permukaan batang Kasar Kasar Kasar

Daun Bentuk Elips Elips Elips

Pola ujung Meruncing Meruncing Meruncing

Pola pangkal Runcing Runcing Runcing

Panjang (cm) 16.1±1.4 15.8±1.0 14.5±1.5

Lebar (cm) 6.4±0.7 5.9±0.6 5.6±0.6

Warna Hijau Hijau Hijau

Tepi daun Rata Rata Rata

Buah Warna Kuning coklat Kuning gading Kuning coklat

Permukaan kulit Halus Halus Halus

Bobot (g) 52.8±6.6 44.9±6.4 54.1±8.3

Penutupan belakang Agak tertutup Agak tertutup Agak tertutup

Benih Warna Hitam coklat Hitam coklat Hitam coklat

Permukaan kulit Mengkilap Mengkilap Mengkilap

Panjang (mm) 27.9±1.7 27.8±3.0 28.8±2.2

Diameter (mm) 23.9±1.3 23.8±2.5 24.2±1.4

Bobot (g) 8.1±1.7 8.4±2.0 9.8±1.7

ID (panjang : diameter) 1.2±0.05 1.2±0.1 1.2±0.1

Bentuk Oval Oval Oval

(32)

17 pada karakter bobot buah dan bobot biji. Aksesi pala dari Tidore menunjukkan ketidakseragaman dari karakter agronomi yaitu bobot fuli. Pada tanaman lainnya Liang et al. (2014) menyatakan pengujian keragaman genetik secara morfologi menghasilkan tingkat keragaman sampai 0.25 antar kebun tanaman yang membudidayakan tanaman Salvia miltiorrhiza Bge. di Cina.

Berdasarkan hasil karakterisasi menunjukkan bahwa sebagian karakter memiliki keseragaman antar kebun sumber benih bervariasi pada karakter kualitatif tertentu antar kebun sumber benih. Keragaman karakter dari buah, fuli, benih dan daun antar kebun sumber benih ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Keragaman daun, buah, fuli dan benih antar lokasi kebun sumber benih pala

Daun Buah Fuli Benih

Wakal

Toisapu

Lula

(33)

18

Tanaman pala dalam 3 kebun sumber benih ini merupakan tanaman pala varietas Banda. Hal ini sesuai dengan deskriptor pala banda yang dijelaskan oleh Hadad et al. (2006) yaitu tanaman pala varietas Banda memiliki bobot buah 46.98–63.26 g, bentuk buah bulat sampai oval, keseragaman buah tinggi dan berwarna kuning gading, warna fuli merah padam, warna benih hitam kecoklatan, permukaan benih glosi, bobot benih 6.38–7.13 g dan berbentuk oval. Habitus pohon pala didominasi bentuk agak piramidal, kekasaran kulit batang pohon sedang dan sudut cabang utama sedang (45 º–90 º). Bentuk ujung daun pala Banda berbentuk runcing, bentuk pangkal daun berbentuk runcing, tepi daun pala berbentuk rata dan daun tua berwarna hijau.

Umur pohon induk pala varietas Banda ketika berumur 20–50 tahun memiliki lingkar batang pohon sebesar 30–50 cm. Keragaman ukuran lingkar batang pohon induk pala di Ternate dan Tidore sebesar 126–176 cm dengan umur pohon induk berkisar antara 60–167 tahun (Hadad et al. 2006). Rata-rata lingkar batang pohon induk pala pada kebun sumber benih Wakal (104.6±16.4cm), Toisapu (88.7±18.3 cm) dan Lula (103.4±29.9 cm). Hal ini menunjukkan bahwa umur pohon induk pala di ketiga kebun sumber benih tersebut berkisar 50–60 tahun.

Keseragaman benih dalam setiap pohon induk terpilih antar kebun sumber benih

Keseragaman sampel buah dalam 1 pohon dapat ditentukan berdasarkan karakter morfologi buah, fuli dan benih yang diamati secara kuantitatif dan kualitatif sesuai pada Tabel 1. Hasil analisis tingkat keseragaman antar sampel buah, fuli dan benih dalam 1 pohon induk terpilih di setiap kebun sumber benih

Keterangan : nilai keseragaman berdasarakan koefisien Gower’s similiraty test. Nilai berkisar antara 0–1. Nilai 0 menunjukkan tingkat keseragaman terendah, nilai 1 menunjukkan tingkat keseragaman tetinggi.

Hasil analisis keseragaman menunjukkan bahwa setiap pohon induk menghasilkan buah yang tidak seragam. Setiap pohon induk memiliki tingkat keseragaman benih yang berbeda antar pohon lainnya. Tingkat keseragaman benih

(34)

19 induk ke-7 (0.80), ke-8 (0.93) dan ke-10 (0.80) di Wakal; pohon induk ke-2 (0.80) di Toisapu; pohon induk ke-2 (0.82), ke-5 (0.80), ke-6 (0.82), ke- 8 (0.84), ke-9 (0.80) dan ke-10 (0.93) di Lula. Pohon induk ke-1 (0.49) dan ke-5 (0.58) pada kebun sumber benih Toisapu dan pohon induk ke-6 (0.56) pada kebun sumber benih Wakal dinilai tidak seragam yang ditunjukkan pada Tabel 5. Hal ini menunjukkan bahwa karakter morfologi mampu menilai tingkat keseragaman buah, fuli dan benih pala yang dihasilkan dalam satu pohon induk pala terpilih. Manangata dan Liliwu (2014) menyatakan bahwa hasil analisis keragaman genetik buah yang dihasilkan tanaman pala monoecious menunjukkan seluruh karakter buah pala yang diamati memiliki frekuensi heterozigot tinggi sekitar 42.4%–59.0%. Nilai koefisien keragaman genetik berkisar 6.08%–22.56% dengan kriteria keragaman dari sedang (6%–20%) hingga cukup (21%–50%). Karakter berat segar fuli memiliki koefisisen keragaman paling tinggi sebesar 22.02% dengan keragaman cukup.

Benih dari pohon induk pala merupakan hasil dari persilangan pohon induk betina dan pohon induk jantan yang berada disekitar pohon induk betina dimana terjadi pada tanaman pala dioecious. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman pala betina yang memproduksi benih dengan tingkat keseragaman tinggi diserbuki oleh pohon pala jantan disekitarnya yang seragam atau memiliki keseragaman yang dekat secara genetik. Pohon induk pala dengan tingkat keseragaman tinggi bisa terjadi pada tanaman pala monoecious dan trimonoecious sehingga peluang terjadinya penyerbukan sendiri akan lebih tinggi dari pada tanaman menyerbuk silang. Pratama (2011) menyatakan bahwa penyerbukan tanaman dipengaruhi oleh bunga dan polinatornya. Morfologi pembungaan dan polen mempengaruhi penyerbukan terkait ukuran, posisi organ reproduktif, aksesibilitas nektar, struktur dan masa pembungaan sedangkan polinator tanaman terkait ukuran polinator, kemampuan sensorik, perlakuan mencari makan dan sumber makanan yang dicari. Morfologi pembungaan dan polen juga mempengaruhi penyerbukan.

Umur pohon pala yang berkisar antara 50–60 tahun tidak menunjukkan tingkat keseragaman antar tanaman yang tinggi. Hadad et al. (2006) menyatakan perbedaan umur tanaman pala antar pohon induk pala di Ternate dan Tidore menunjukkan bahwa pohon induk dengan umur 60–167 tahun memiliki produksi buah dari setiap pohon tinggi yaitu 5 600–7 300 buah setiap tahun dengan jumlah biji kering kg-1 sebesar 190–225 biji kering kg-1. Pohon pala dengan umur kurang dari 50 tahun menunjukkan produksi lebih rendah yaitu produksi buah per pohon yang tinggi yaitu 3 000–4 100 buah setiap tahun dengan jumlah biji kering per kg sebesar 234–259 biji kering kg-1.

(35)

20

Keseragaman morfologi buah, fuli dan benih dalam 1 pohon induk sumber benih menunjukkan keseragaman benih pada pohon induk di Wakal berkisar antara 0.56–0.93. Keseragaman benih yang dihasilkan pada pohon induk sumber benih di Toisapu berkisar antara 0.49–0.78. Keseragaman benih yang dihasilkan pada pohon induk sumber benih di Lula berkisar antara 0.60–0.93. Hal ini menunjukkan bahwa benih dari pohon induk di kebun sumber benih Lula lebih seragam dari pada kebun sumber benih Toisapu dan Wakal secara morfologi.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pramudita (2014) yang menyatakan terdapat 3 karakter morfologi buah yang diamati untuk membedakan keseragaman buah secara fisik antara lain bentuk benih, bentuk buah dan pola fuli depan dan belakang. Keempat karakter tersebut digunakan untuk mengidentifikasi keseragaman buah, fuli dan benih dari pohon induk tertentu di kebun sumber benih Wakal, Toisapu dan Liliboy.

Keseragaman antar pohon induk terpilih di setiap kebun sumber benih Keseragaman antar pohon induk dalam suatu kebun sumber benih dapat dilakukan dengan menganalisis keseragaman karakter pohon induk dalam kebun sumber benih berdasarkan karakter vegetatif dan daun yang tertera pada Tabel 1. Analisis ini dilakukan berdasarkan hasil rekapitulasi karakterisasi secara kuantitatif dan kualitatif pada karakter pohon induk di setiap kebun sumber benih dengan tidak mengikut sertakan karakter buah, fuli dan benih dalam analisis tingkat keseragaman. Hasil analisis keseragaman antar pohon induk pala di kebun sumber benih Wakal ditunjukkan pada Tabel 6.

Tingkat keseragaman antar pohon induk kebun sumber benih Wakal tergolong rendah (≤ 0.80) dengan nilai 0.46–0.78. Tingkat keseragaman terendah pada kebun sumber benih Wakal bernilai 0.46 pada pohon induk 3 dengan ke-10. Tingkat keseragaman tertinggi pada kebun sumber benih Wakal bernilai 0.78 pada pohon induk ke-6 dan ke-9. Nilai tingkat keseragaman tertinggi antar pohon dalam kebun sumber benih Wakal menunjukkan nilai tertinggi pada pohon induk ke-6 (0.53–0.78), ke-7 (0.53–0.77) dan ke-9 (0.53–0.78).

Tabel 6 Rekapitulasi tingkat keseragaman antar pohon induk pala dalam kebun sumber benih Wakal dengan karakterisasi morfologi

Pohon Induk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Keterangan : nilai keseragaman berdasarakan koefisien Gower’s similiraty test. Nilai berkisar

antara 0–1. Nilai 0 menunjukkan tingkat keseragaman terendah, nilai 1 menunjukkan tingkat keseragaman tetinggi.

(36)

21 ke-3, ke-6, ke-7 dan ke-9 pada tingkat keseragaman 0.66. Kelompok ke-2 yaitu pohon induk ke-4, ke-5 dan ke-10 pada tingkat keseragaman 0.65. Kelompok ke-3 terdiri atas pohon induk ke-8 pada tingkat keseragaman 0.58. Hasil pengujian klustering pohon induk di kebun sumber Wakal ditunjukkan oleh dendogram pada Gambar 2.

Gambar 2 Dendogram tingkat keseragaman pohon induk pala kebun sumber benih Wakal dengan karakterisasi morfologi

Hasil rekapitulasi tingkat keseragaman pohon induk pada kebun sumber benih Toisapu ditunjukkan pada Tabel 7. Tingkat keseragaman antar pohon dalam kebun sumber benih Toisapu berkisar antara 0.56–0.80.

Tabel 7 Rekapitulasi tingkat keseragaman antar pohon induk pala dalam kebun sumber benih Toisapu dengan karakterisasi morfologi

Pohon Induk 1 2 3 4 5 6 7

Keterangan : nilai keseragaman berdasarakan koefisien Gower’s similiraty test. Nilai berkisar antara 0–1. Nilai 0 menunjukkan tingkat keseragaman terendah, nilai 1 menunjukkan tingkat keseragaman tetinggi.

Analisis keseragaman menunjukkan bahwa pohon induk ke-6 dengan ke-8 memiliki tingkat keseragaman terendah yaitu 0.56. Tingkat keseragaman tertinggi terdapat pada pohon induk ke-1 dengan ke-3 dan pohon induk ke-3 dengan ke-4 sebesar 0.80. Pohon dengan tingkat keseragaman tertinggi ditunjukkan pada

(37)

22

pohon induk ke-4 dengan tingkat keseragaman 0.64–0.80. Hasil pengujian klustering pohon induk pala pada kebun Toisapu ditunjukkan pada Gambar 3.

Tingkat keseragaman dendogram pohon induk kebun sumber benih Toisapu berkisar 0.64–0.80. Dendogram terbagi menjadi 2 kelompok berdasarkan tingkat keseragaman 0.65. Kelompok pertama yaitu pohon induk ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5 dan ke-8 pada tingkat keseragaman 0.71. Kelompok ke-2 terdiri atas pohon induk ke-6 dan ke-7 pada tingkat keseragaman 0.72.

Gambar 3 Dendogram tingkat keseragaman pohon induk pala kebun benih Toisapu dengan karakterisasi morfologi

Analisis tingkat keseragaman pada pohon induk di kebun sumber benih Lula ditunjukkan pada Tabel 8. Rekapitulasi tingkat keseragaman dari pohon induk kebun sumber benih Lula menunjukkan tingkat keseragaman berkisar 0.52–0.82. Tabel 8 Rekapitulasi tingkat keseragaman antar pohon induk pala dalam kebun

sumber benih Lula dengan karakterisasi morfologi

Pohon Induk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Keterangan : nilai keseragaman berdasarakan koefisien Gower’s similiraty test. Nilai berkisar

antara 0–1. Nilai 0 menunjukkan tingkat keseragaman terendah, nilai 1 menunjukkan tingkat keseragaman tetinggi.

(38)

23 keseragaman tertinggi ditunjukkan pada pohon induk ke-3 (0.62–0.81), ke-4 (0.62–0.82), ke-5 (0.62–0.82) dan ke-6 (0.61–0.81).

Hasil analisis dendogram digunakan untuk melihat kedekatan tingkat keseragaman morfologi antar pohon induk yang ditunjukkan pada Gambar 4. Tingkat keseragaman pada dendogram bernilai sebesar 0.64–0.81. Dendogram terbagi menjadi 2 kelompok berdasarkan nilai tingkat keseragaman 0.65. Kelompok pertama terdiri atas pohon induk ke-1, ke-7 dan ke-9 pada tingkat keseragaman 0.69. Kelompok kedua terdiri atas pohon induk 2, 3, 4, ke-5, ke-6, ke-8 dan ke-10 pada tingkat keseragaman 0.71.

Gambar 4 Dendogram tingkat keseragaman pohon induk pala kebun sumnber benih Lula dengan karakterisasi morfologi

Hasil pengujian tingkat keseragaman menunjukkan bahwa pohon induk dari kebun sumber benih Lula memiliki tingkat keseragaman tertinggi. Tingkat keseragaman ini ditunjukkan dengan pembagian kelompok dalam dendogram dimana pohon induk dari kebun benih Lula dibagi menjadi 1 kelompok berdasarkan tingkat keseragaman 0.70 dibandingkan dengan kebun sumber benih lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pohon induk sumber benih dari Lula memiliki tingkat keseragaman yang lebih tinggi dari kebun sumber benih lainnya.

Hasil analisis klustering dengan membuat dendogram menunjukkan bahwa pohon induk dari kebun sumber benih Wakal memiliki tingkat keseragaman terendah daripada kebun sumber benih lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat keseragaman antar pohon dalam kebun sumber benih Wakal bernilai sebesar 0.57–0.77 dibandingkan kebun sumber benih Toisapu (0.64–0.80) dan Lula (0.64–0.81).

Pendugaan keragaman genetik tanaman juga dilakukan oleh Kartikaningrum et al. (2003) dimana 22 data fenotipe dari 13 genotipe tanaman anggrek Subtribe sarcanthinae dapat digunakan untuk menduga keragaman genetik tanaman tersebut. Hal ini didukung dengan pernyataan Bendhifi et al. (2014) yang menyatakan keragaman tanaman Opuntia ficus indica di daerah Sidi Bouzid,

(39)

24

Tunisia yang merupakan salah satu lokasi sumber tanaman tersebut memiliki tingkat keragaman mencapai 0.74.

Pembentukan suatu kebun sumber benih untuk tanaman kehutanan sangat tergantung dari keberadaan dan keragaman dari pohon induk unggul di hutan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Leksono (2009) yang menyatakan keberadaan pohon yang berpotensi menjadi sumber benih akan diseleksi untuk penyediaan benih dan pemuliaan tanaman kehutanan jangka pendek yang dibagi menjadi tegakan benih teridentifikasi (TBI), tegakan benih terseleksi (TBS) dan areal produksi benih (APB) untuk meningkatkan mutu benih berdasarkan kondisi lingkungan dan tegakan sumber benih. Keragaman sumber benih di alam ini akan dikembangkan dalam suatu kebun untuk penyediaan benih dan pemuliaan tanaman kehutanan jangka menengah dengan membentuk suatu kebun untuk pengujian provenan dalam dengan membentuk tegakan benih provenan (TBP) dan pengujian keturunan dengan membentuk kebun benih semai (KBS) dan kebun benih klonal (KBK). Hasil seleksi ini kemudian digunakan untuk pembuatan kebun benih jangka panjang yang lebih terjamin tingkat kemurnian genetik, mutu benih dan peningkatan keunggulan tanaman dengan membentuk kebun benih pangkas (KBP).

Keseragaman antar semua pohon induk terpilih dan antar kebun sumber benih

Analisis tingkat keseragaman juga dilakukan untuk menilai tingkat keseragaman antar kebun sumber benih. Analisis tingkat ini dilakukan dengan membandingkan tingkat keseragaman semua pohon induk terpilih dari kebun sumber benih berdasarkan karakter morfologi vegetatif dan daun sesuai pada Tabel 1. Hasil analisis dendogram berdasarkan tingkat keseragaman semua pohon induk terpilih antar kebun sumber benih ditunjukkan pada Gambar 5.

Hasil analisis dendogram berdasarkan tingkat keseragaman antar pohon induk terpilih di seluruh kebun sumber benih berkisar 0.74–0.98. Dendogram terbagi menjadi 3 kelompok berdasarkan tingkat keseragaman 0.80. Kelompok pertama terdiri hampir semua pohon induk di seluruh kebun sumber benih pada tingkat keseragaman 0.82. Kelompok pertama terdiri atas pohon induk ke-1, ke-2, ke-3, ke-6, ke-7 dan ke-9 pada kebun sumber benih Wakal, lalu pohon induk ke-2 sampai pohon induk ke-10 pada kebun sumber benih di Lula dan seluruh pohon induk pada kebun sumber benih Toisapu. Tingkat keseragaman ≥ 0.80 menunjukkan bahwa pohon induk tersebut telah seragam. Kelompok kedua tediri pohon induk ke-4, ke-8 dan ke-10 pada kebun sumber benih Wakal dan pohon induk ke-1 pada kebun sumber benih Lula pada tingkat keseragaman 0.78. Kelompok ketiga terdiri atas pohon induk ke-5 pada kebun sumber benih Wakal.

Gambar

Gambar 1 Bagan alir penelitian
Tabel 1  Karakter morfologi benih pala dan kategori pengukuran (IPGRI 1980) yang telah dimodifikasi Pramudita (2014)
Tabel 3  Rekapitulasi 29 karakter morfologi dari pohon induk pala tiga kebun
Tabel 4  Keragaman daun, buah, fuli dan benih antar lokasi kebun sumber benih
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi getah pepaya betina pada buah cabai secara uji preventif menunjukkan pengaruh signifikan terhadap kejadian penyakit antraknosa. Gambar 6 dan Tabel lampiran 4)

Pemekaran Kabupaten Simalungun tersebut menjadi wajar dengan harapan akan membawa berbagai keuntungan bagi masyarakat, seperti fasilitas sosial, ekonomi dan finansial untuk

Dari pelaksanaan kompetensi tersebut hasil penelitian menunjukan pembentukan soft skill siswa yaitu siswa yang sebelumnya pasif menjadi aktif, yang sebelumnya tidak

Dokumen AMDAL/DPPL/UKL-UPL/RKL-RPL Memenuhi - PT Dasa Intiga memiliki dokumen AMDAL Kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam tahun 2007, dilampiri

Hal tersebut dipicu oleh berbagai faktor seperti gaya hidup dan statusnya sebagai mahasiswa mengarahkannya untuk memutuskan tidak membeli mobile broadband

Pada penelitian yang dilakukan oleh Fekete, Matis, dan Lukacs (2008); Santos, Ponte, dan Maparunga (2013); Raithatha dan Bapat (2014); Naim dan Rachman (2000); dan Fajar (2011)

Sesuai dengan deskripsi data yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat diuraikan kemampuan siswa mengidentifikasi karakter tokoh dalam cuplikan novel remaja yang

 Guru mengucapkan salam dan berdoa bersama.  Guru memeriksa kehadiran, kerapian berpakaian, posisi tempat duduk disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran.  Guru