• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR DAN KOMPOSISI TEGAKAN PADA AREAL

BEKAS TEBANGAN DENGAN SISTEM SILVIKULTUR

TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

(Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

ADIE WICAKSONO

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

STRUKTUR DAN KOMPOSISI TEGAKAN PADA AREAL

BEKAS TEBANGAN DENGAN SISTEM SILVIKULTUR

TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

(Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

ADIE WICAKSONO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ”Struktur dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing yang belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Struktur dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

Nama Mahasiswa : Adie Wicaksono

NIM : E14204071

Menyetujui : Pembimbing,

(Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS) NIP 130 536 674

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

(Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr.) NIP 131 578 788

(5)

Composition and Forest Structure of Logged Over Area using The Selective Cutting and Strip Planting (TPTJ) Silvyculture System in IUPHHK

PT. Erna Djualiwati, Central Kalimantan

By :

Adie Wicaksono and Andry Indrawan

INTRODUCTION. The application of selective cutting and strip planting (TPTJ) as one of silviculture system is predicted to cause a lot of changes in structure and composition stand. This is related to the limit of commercial cut tree diameter which has to be more than 40 cm and with activity in form of the making of 3 meters wide of clear path for planting strip. The research objectives are : to get information about development of forest production area by observing its composition and forest structure using TPTJ system, as well as to get information about the effect of forest yield harvesting by TPTJ silviculture system on gap opening and residual stands.

METHODS. The research conducted at three different forest conditions, were : primary forest, logged over area 0 years after logged (Et+0 forest) and primary forest which is newly done stripped. The method is using line transecht sampling by 100 m x 100 m. In that plot there are sub-plots, sub-plot of tree by 25 m x 20 m (22 m x 20 m after stripping), sub-plot of pole by 10 m x 10 m, sub-plot of sapling by 5 m x 5 m and sub-plot of seedling by 2 m x 2 m.

RESULT AND DISCUSSION. The result showed that species composition at forest after logged lower almost in all vegetation leve (seedling, sapling, pole and tree). Forest after stripped showed that average of all vegetation level was increasing. It becaused of difference observed plot in the forest and also a part of LOA in 2007. The activity harvesting of commercial species at silviculture system of selective cutting and strip planting (TPTJ) causes land openness 30,83 to 46,20%. The effects of the application of selective cutting and strip planting (TPTJ) on soil physical and chemical properties include the increase of bulk density, the decrease of soil permeability, the decrease of the value of water availability from primary forest condition down to the condition of post path-making, the decrease of soil pH and cation exchange capacity (KTK).

The applicatin of selective cutting and strip planting (TPTJ) in IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Central Kalimantan on primary forest instigates changes in the composition and structure of stands as well as in some physical and chemical properties of soil.

(6)

Struktur dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

Oleh :

Adie Wicaksono dan Andry Indrawan

PENDAHULUAN. Penerapan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) diperkirakan dapat menyebabkan perubahan yang cukup besar pada struktur dan komposisi tegakan. Hal ini berkaitan dengan limit diameter pohon komersial yang ditebang dan adanya pembukaan jalur tanam selebar 3 meter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan struktur dan komposisi tegakan pada sistem TPTJ dan untuk mengetahui seberapa besar dampak kegiatan pemanenan hasil hutan kayu dengan Sistem Silvikultur TPTJ terhadap keterbukaan tajuk dan lahan serta tegakan tinggal.

METODOLOGI. Penelitian dilakukan pada tiga kondisi hutan, yaitu hutan primer, hutan setelah penebangan (Et+0) dan hutan setelah penjaluran. Metode yang digunakan adalah metode jalur berpetak dengan ukuran 100 m X 100 m. Dalam plot pengamatan dibuat sub petak, untuk tingkat pohon 25 m X 20 m (22 m X 20 m setelah dilakukan kegiatan penjaluran), tingkat tiang 10 m X 10 m, tingkat pancang 5 m X 5 m dan tingkat semai 2 m X 2 m.

HASIL DAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi jenis pada hutan setelah dilakukan penebangan mengalami penurunan pada semua tingkat vegetasi (semai, pancang, tiang dan pohon). Lain halnya dengan hutan setelah dilakukan penjaluran, rata-rata tingkat vegetasi (semai, pancang, tiang dan pohon) mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena pada hutan setelah penjaluran tidak tetap dan merupakan hutan bekas tebangan tahun 2007. Tingkat keterbukaan lahan dari kegiatan pemanenan jenis-jenis komersial pada sistem (TPTJ) mencapai 30,83 sampai 46,20%. Pengaruh pelaksanaan sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) terhadap sifat fisik dan kimia tanah, antara lain terjadi peningkatan kerapatan limbak, penurunan sifat permeabilitas tanah, penurunan nilai air tersedia dari kondisi hutan primer sampai pada hutan setelah penjaluran, penurunan nilai pH tanah dan kapasitas tukar kation (KTK).

Pelaksanaan sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) pada areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah pada hutan primer menyebabkan perubahan terhadap komposisi dan struktur tegakan serta beberapa perubahan pada sifat fisik dan kimia tanah.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya karena penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Struktur dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati,

Kalimantan Tengah”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Dengan diperolehnya data hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan hutan produksi berkaitan dengan kegiatan pemungutan hasil kayu pada areal Ijin Usaha Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan dapat digunakan dalam mengevaluasi kegiatan pemanenan yang selama ini dilakukan di areal hutan produksi.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan, maka dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Bogor, Maret 2009

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bondowoso, Jawa Timur pada tanggal 15 Februari 1985 dari pasangan Bapak Wahyudi dan Ibu Setiowati, merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri I Sukosari dan lulus tahun 1997 kemudian pada tahun 2000 menyelesaikan pendidikan di SLTP Negeri I Bondowoso dan pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri II Bondowoso.

Pada tahun berikutnya penulis mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2007, penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Banyumas Timur dan Getas. Selain itu penulis aktif menjadi asisten Mata Kuliah Ekologi Hutan. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang dilanjutkan dengan penelitian di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah selama empat bulan dari Februari sampai Juni 2008.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif menjadi anggota Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam Institut Pertanian Bogor (LAWALATA-IPB) dan Tree Grower Comunity Fakultas Kehutanan (TGC-KEHUTANAN), ketua Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam se-Bogor tahun 2007.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul Struktur dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Di Areal IUPHHK PT. Erna

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusun skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah ikut mendukung dan memberi bantuan baik moral, materiil maupun spiritual. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya

2. Papa dan mama yang selalu memberikan doa, kasih sayang dan materi, serta adikku satu-satunya (Hendro) yang telah membantu dalam pencarian literatur. 3. Prof. Dr. Ir Andry Indrawan, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan serta nasehat-nasehat selama penelitian hingga penulisan skripsi.

4. Dosen penguji Dr. Ir. Ervizal A.M Zuhud, MS dan Ir. Jajang Suryana, Msi yang telah memberikan masukkan demi kesempurnaan penyelesaian skripsi ini.

5. Keluarga besar PT. Erna Djuliawati, Bapak Suparto, Bapak Agus, Bapak Indra, Bapak Edward, Bapak Tedy, Bapak Faisol, Bapak Aspin, Bapak Nixon, Bapak Amin, Bapak Dayat, Bapak Efendi, Bapak Fauzi, Mbak Rike, Bapak Royadi, Bapak Kamto, Bang Saroga, Paulus, Ogol, dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

6. My soul (THP ’42) yang telah setia menemani dalam suka dan duka, nasehat, dukungan dan masukkannya hingga skripsi ini selesai.

5. Imeodz, terima kasih banyak ya? Ngak tau nie klo ngak ada kmu apa jadinya. 6. Keluarga Besar Budidaya Hutan 41 atas tawa, canda, kebersamaan dan

kekeluargaannya selama ini tanpa terkecuali mulai dari absen pertama hingga terakhir.

9. Teman-teman LAWALATA-IPB yang telah memberikan semangat.

7. Keluarga besar Laboratorium Ekologi Hutan, Bapak Istomo, Bapak Cecep, Bapak Iwan, Bapak Yadi, Ibu Yani, Bapak Waluyo, Mas Yopi, Bibi Era, teman-teman satu naungan Laboratorium Ekologi Hutan, kakak-kakak kelas Laboratorium Ekologi Hutan.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropika ... 4

2.2 Dinamika Masyarakat Tumbuhan ... 7

2.3 Kerusakan Tegakan Tinggal dan Keterbukaan Lahan ... 11

2.4 Stratifikasi ... 13

2.5 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) ... 15

BAB III KONDISI UMUM PENELITIAN 3.1 Kondisi Fisik dan Administrasi ... 18

3.2 Topografi dan Kelerengan ... 18

3.3 Geologi dan Tanah ... 19

3.4 Hidrologi ... 19

3.5 Iklim dan Intensitas Hujan ... 20

3.6 Flora dan Fauna ... 20

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

4.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 21

4.3 Metode Pengambilan Data ... 22

4.3.1 Analisis Vegetasi... 22

4.3.2 Pengukuran Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Penebangan Satu Pohon ... 24

4.3.3 Pengukuran Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu ... 24

(11)

STRUKTUR DAN KOMPOSISI TEGAKAN PADA AREAL

BEKAS TEBANGAN DENGAN SISTEM SILVIKULTUR

TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

(Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

ADIE WICAKSONO

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

STRUKTUR DAN KOMPOSISI TEGAKAN PADA AREAL

BEKAS TEBANGAN DENGAN SISTEM SILVIKULTUR

TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

(Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

ADIE WICAKSONO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ”Struktur dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing yang belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

(14)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Struktur dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

Nama Mahasiswa : Adie Wicaksono

NIM : E14204071

Menyetujui : Pembimbing,

(Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS) NIP 130 536 674

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

(Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr.) NIP 131 578 788

(15)

Composition and Forest Structure of Logged Over Area using The Selective Cutting and Strip Planting (TPTJ) Silvyculture System in IUPHHK

PT. Erna Djualiwati, Central Kalimantan

By :

Adie Wicaksono and Andry Indrawan

INTRODUCTION. The application of selective cutting and strip planting (TPTJ) as one of silviculture system is predicted to cause a lot of changes in structure and composition stand. This is related to the limit of commercial cut tree diameter which has to be more than 40 cm and with activity in form of the making of 3 meters wide of clear path for planting strip. The research objectives are : to get information about development of forest production area by observing its composition and forest structure using TPTJ system, as well as to get information about the effect of forest yield harvesting by TPTJ silviculture system on gap opening and residual stands.

METHODS. The research conducted at three different forest conditions, were : primary forest, logged over area 0 years after logged (Et+0 forest) and primary forest which is newly done stripped. The method is using line transecht sampling by 100 m x 100 m. In that plot there are sub-plots, sub-plot of tree by 25 m x 20 m (22 m x 20 m after stripping), sub-plot of pole by 10 m x 10 m, sub-plot of sapling by 5 m x 5 m and sub-plot of seedling by 2 m x 2 m.

RESULT AND DISCUSSION. The result showed that species composition at forest after logged lower almost in all vegetation leve (seedling, sapling, pole and tree). Forest after stripped showed that average of all vegetation level was increasing. It becaused of difference observed plot in the forest and also a part of LOA in 2007. The activity harvesting of commercial species at silviculture system of selective cutting and strip planting (TPTJ) causes land openness 30,83 to 46,20%. The effects of the application of selective cutting and strip planting (TPTJ) on soil physical and chemical properties include the increase of bulk density, the decrease of soil permeability, the decrease of the value of water availability from primary forest condition down to the condition of post path-making, the decrease of soil pH and cation exchange capacity (KTK).

The applicatin of selective cutting and strip planting (TPTJ) in IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Central Kalimantan on primary forest instigates changes in the composition and structure of stands as well as in some physical and chemical properties of soil.

(16)

Struktur dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

Oleh :

Adie Wicaksono dan Andry Indrawan

PENDAHULUAN. Penerapan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) diperkirakan dapat menyebabkan perubahan yang cukup besar pada struktur dan komposisi tegakan. Hal ini berkaitan dengan limit diameter pohon komersial yang ditebang dan adanya pembukaan jalur tanam selebar 3 meter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan struktur dan komposisi tegakan pada sistem TPTJ dan untuk mengetahui seberapa besar dampak kegiatan pemanenan hasil hutan kayu dengan Sistem Silvikultur TPTJ terhadap keterbukaan tajuk dan lahan serta tegakan tinggal.

METODOLOGI. Penelitian dilakukan pada tiga kondisi hutan, yaitu hutan primer, hutan setelah penebangan (Et+0) dan hutan setelah penjaluran. Metode yang digunakan adalah metode jalur berpetak dengan ukuran 100 m X 100 m. Dalam plot pengamatan dibuat sub petak, untuk tingkat pohon 25 m X 20 m (22 m X 20 m setelah dilakukan kegiatan penjaluran), tingkat tiang 10 m X 10 m, tingkat pancang 5 m X 5 m dan tingkat semai 2 m X 2 m.

HASIL DAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi jenis pada hutan setelah dilakukan penebangan mengalami penurunan pada semua tingkat vegetasi (semai, pancang, tiang dan pohon). Lain halnya dengan hutan setelah dilakukan penjaluran, rata-rata tingkat vegetasi (semai, pancang, tiang dan pohon) mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena pada hutan setelah penjaluran tidak tetap dan merupakan hutan bekas tebangan tahun 2007. Tingkat keterbukaan lahan dari kegiatan pemanenan jenis-jenis komersial pada sistem (TPTJ) mencapai 30,83 sampai 46,20%. Pengaruh pelaksanaan sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) terhadap sifat fisik dan kimia tanah, antara lain terjadi peningkatan kerapatan limbak, penurunan sifat permeabilitas tanah, penurunan nilai air tersedia dari kondisi hutan primer sampai pada hutan setelah penjaluran, penurunan nilai pH tanah dan kapasitas tukar kation (KTK).

Pelaksanaan sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) pada areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah pada hutan primer menyebabkan perubahan terhadap komposisi dan struktur tegakan serta beberapa perubahan pada sifat fisik dan kimia tanah.

(17)

KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya karena penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Struktur dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati,

Kalimantan Tengah”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Dengan diperolehnya data hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan hutan produksi berkaitan dengan kegiatan pemungutan hasil kayu pada areal Ijin Usaha Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan dapat digunakan dalam mengevaluasi kegiatan pemanenan yang selama ini dilakukan di areal hutan produksi.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan, maka dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Bogor, Maret 2009

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bondowoso, Jawa Timur pada tanggal 15 Februari 1985 dari pasangan Bapak Wahyudi dan Ibu Setiowati, merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri I Sukosari dan lulus tahun 1997 kemudian pada tahun 2000 menyelesaikan pendidikan di SLTP Negeri I Bondowoso dan pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri II Bondowoso.

Pada tahun berikutnya penulis mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2007, penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Banyumas Timur dan Getas. Selain itu penulis aktif menjadi asisten Mata Kuliah Ekologi Hutan. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang dilanjutkan dengan penelitian di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah selama empat bulan dari Februari sampai Juni 2008.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif menjadi anggota Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam Institut Pertanian Bogor (LAWALATA-IPB) dan Tree Grower Comunity Fakultas Kehutanan (TGC-KEHUTANAN), ketua Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam se-Bogor tahun 2007.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul Struktur dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Di Areal IUPHHK PT. Erna

(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusun skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah ikut mendukung dan memberi bantuan baik moral, materiil maupun spiritual. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya

2. Papa dan mama yang selalu memberikan doa, kasih sayang dan materi, serta adikku satu-satunya (Hendro) yang telah membantu dalam pencarian literatur. 3. Prof. Dr. Ir Andry Indrawan, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan serta nasehat-nasehat selama penelitian hingga penulisan skripsi.

4. Dosen penguji Dr. Ir. Ervizal A.M Zuhud, MS dan Ir. Jajang Suryana, Msi yang telah memberikan masukkan demi kesempurnaan penyelesaian skripsi ini.

5. Keluarga besar PT. Erna Djuliawati, Bapak Suparto, Bapak Agus, Bapak Indra, Bapak Edward, Bapak Tedy, Bapak Faisol, Bapak Aspin, Bapak Nixon, Bapak Amin, Bapak Dayat, Bapak Efendi, Bapak Fauzi, Mbak Rike, Bapak Royadi, Bapak Kamto, Bang Saroga, Paulus, Ogol, dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

6. My soul (THP ’42) yang telah setia menemani dalam suka dan duka, nasehat, dukungan dan masukkannya hingga skripsi ini selesai.

5. Imeodz, terima kasih banyak ya? Ngak tau nie klo ngak ada kmu apa jadinya. 6. Keluarga Besar Budidaya Hutan 41 atas tawa, canda, kebersamaan dan

kekeluargaannya selama ini tanpa terkecuali mulai dari absen pertama hingga terakhir.

9. Teman-teman LAWALATA-IPB yang telah memberikan semangat.

7. Keluarga besar Laboratorium Ekologi Hutan, Bapak Istomo, Bapak Cecep, Bapak Iwan, Bapak Yadi, Ibu Yani, Bapak Waluyo, Mas Yopi, Bibi Era, teman-teman satu naungan Laboratorium Ekologi Hutan, kakak-kakak kelas Laboratorium Ekologi Hutan.

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropika ... 4

2.2 Dinamika Masyarakat Tumbuhan ... 7

2.3 Kerusakan Tegakan Tinggal dan Keterbukaan Lahan ... 11

2.4 Stratifikasi ... 13

2.5 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) ... 15

BAB III KONDISI UMUM PENELITIAN 3.1 Kondisi Fisik dan Administrasi ... 18

3.2 Topografi dan Kelerengan ... 18

3.3 Geologi dan Tanah ... 19

3.4 Hidrologi ... 19

3.5 Iklim dan Intensitas Hujan ... 20

3.6 Flora dan Fauna ... 20

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

4.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 21

4.3 Metode Pengambilan Data ... 22

4.3.1 Analisis Vegetasi... 22

4.3.2 Pengukuran Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Penebangan Satu Pohon ... 24

4.3.3 Pengukuran Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu ... 24

(21)

4.3.5 Stratfifikasi Tajuk ... 25

4.3.6 Pengukuran Sifat Fisika dan Kimia Tanah ... 26

4.4 Analisis Data ... 28

4.4.1 Analisis Vegetasi... 28

4.4.2 Analisis Data Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Penebangan Satu Pohon ... 31

4.4.3 Analisis Data Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu ... 31

4.4.4 Analisis Keterbukaan Lahan Bekas Tebangan ... 31

4.4.5 Pengukuran Sifat Fisika Tanah ... 32

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur dan Komposisi Tegakan ... 33

5.1.1 Struktur Tegakan ... 33

5.1.2 Komposisi Jenis ... 34

5.2 Kerusakan Tegakan Tinggal ... 52

5.2.1 Dampak Kerusakan Tegakan Akibat Penebangan Satu Pohon ... 52

5.2.2 Dampak Kerusakan Tegakan Akibat Kegiatan Pemanenan ... 54

5.3 Keterbukaan Lahan Bekas Tebangan ... 56

5.4 Sifat Fisik dan Kimia Tanah ... 57

5.4.1 Sifat Fisik Tanah ... 57

5.4.2 Sifat Kimia Tanah ... 59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 65

6.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(22)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tahapan Kegiatan TPTJ ... 16 2. Perbandingan antara konsep TPTJ dan praktek aktual perusahaan ... 17 3. Kelas lereng dan topografi areal konsesi PT. Erna Djuliawati ... 19 4. Kerapatan pada berbagai kelas kelerengan pada kondisi hutan primer,

hutan setelah penebangan dan hutan setelah penjaluran ... 33 5. Jumlah jenis yang ditemukan pada kondisi hutan primer, hutan setelah

penebangan dan hutan setelah penjaluran ... 34 6. Kerapatan jenis yang ditemukan pada kondisi hutan primer, hutan setelah

penebangan dan hutan setelah penjaluran ... 35 7. Frekuensi jenis yang ditemukan pada kondisi hutan primer, hutan setelah

penebangan dan hutan setelah penjaluran ... 37 8. Daftar jenis dengan INP terbesar pada kondisi hutan primer, hutan setelah

penebangan dan hutan setelah penjaluran ... 40 9. Indeks Nilai Penting (INP) kelompok jenis yang ditemukan pada kondisi

hutan primer, hutan setelah penebangan dan hutan setelah penjaluran ... 44 10. Indeks Keragaman Shannon – Wiener yang ditemukan pada kondisi

hutan primer, hutan setelah penebangan dan hutan setelah penjalurann ... 46 11. Indeks Kekayaan Margallef (R1) yang ditemukan pada kondisi hutan

primer, hutan setelah penebangan dan hutan setelah penjaluran ... 48 12. Indeks Kemerataan (E) jenis yang ditemukan pada kondisi hutan primer,

hutan setelah penebangan dan hutan setelah penjaluran ... 49 13. Indeks Kesamaan Komunitas yang ditemukan pada kondisi hutan primer,

hutan setelah penebangan dan hutan setelah penjaluran ... 50 14. Nilai kerusakan tegakan akibat penebangan satu pohon ... 53 15. Nilai persentase kerusakan tegakan akibat penebangan satu pohon

berdasarkan tingkat kerusakannya ... 54 16. Nilai persentase kerusakan tegakan akibat pemanenan pada berbagai

(23)

17. Keterbukaan lahan akibat kegiatan penebangan, penyaradan dan penjaluran ... 56 18. Pengukuran sifat fisik tanah pada hutan primer, hutan setelah penebangan

dan hutan setelah penjaluran ... 58 19. Pengukuran sifat kimia tanah pada hutan primer, hutan setelah

penebangan dan hutan setelah penjaluran ... 59 20. Analisis kimia unsur hara pada hutan primer, hutan setelah penebangan

(24)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Daftar nama jenis pohon di plot pengamatan ... 71 2. Daftar nama jenis pohon di PT. Erna Djuliawati ... 74 3. Rekapitulasi indeks nilai penting (INP) pada setiap plot pengamatan di

hutan primer dengan kelerengan 0 – 15% ... 77 4. Rekapitulasi indeks nilai penting (INP) pada setiap plot pengamatan di

hutan setelah tebangan dengan kelerengan 0 – 15% ... 80 5. Rekapitulasi indeks nilai penting (INP) pada setiap plot pengamatan di

hutan setelah penjaluran dengan kelerengan 0 – 15% ... 82 6. Rekapitulasi indeks nilai penting (INP) pada setiap plot pengamatan di

hutan primer dengan kelerengan 15 – 25% ... 84 7. Rekapitulasi indeks nilai penting (INP) pada setiap plot pengamatan di

hutan setelah tebangan dengan kelerengan 15 – 25% ... 86

8. Rekapitulasi indeks nilai penting (INP) pada setiap plot pengamatan di hutan setelah penjaluran dengan kelerengan 15 – 25% ... 88 9. Rekapitulasi indeks nilai penting (INP) pada setiap plot pengamatan di

hutan primer dengan kelerengan 25 – 45% ... 91 10. Rekapitulasi indeks nilai penting (INP) pada setiap plot pengamatan di

hutan setelah tebangan dengan kelerengan 25 – 45% ... 93 11. Rekapitulasi indeks nilai penting (INP) pada setiap plot pengamatan di

hutan setelah penjaluran dengan kelerengan 25 – 45% ... 95 12. Gambar kegiatan penebangan dan penyaradan di IUPHHK PT. Erna

Djuliawati, Kalimantan Tengah ... 97 13. Gambar jalur tanam (3 meter) di areal konsesi IUPHHK PT. Erna

(26)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropika yang memiliki kawasan hutan yang cukup luas. Keberadaan kawasan hutan ini merupakan aset nasional yang harus terus dikelola dan dikembangkan ke arah yang lebih baik, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Untuk pengembangan dan pengelolaan ini dilakukan berbagai penelitian dan pengembangan sekaligus penerapan berbagai sistem silvikultur dengan teknik permudaan alam maupun buatan. Sebab dengan vegetasi hutan Indonesia yang beragam tipenya tidak dapat diterapkan satu sistem silvikultur saja untuk seluruh areal.

Untuk memilih sistem silvikultur yang dipakai, khususnya pada hutan tropika basah dataran rendah harus mempertimbangkan berbagai aspek, yaitu keadaan hutan (struktur, komposisi, sifat silvik, produktivitas), pengetahuan profesional rimbawan, keadaan pasar dan kemampuan pembiayaan. Pemanenan kayu merupakan suatu kegiatan produksi dimana kayu bulat dan hasil hutan lainnya sebagai hasilnya. Pemanenan hasil hutan betapapun hati-hatinya dilaksanakan, namun kerusakan terhadap vegetasi dan tanah yang timbul tidak mungkin dapat dihindari sepenuhnya.

Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988) hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan lingkungan di luar hutan.

Indonesia terletak di kawasan tropis, dengan cahaya matahari dan curah hujan tinggi merata sepanjang tahun sehingga menjadi salah satu faktor penyebab tingginya keanekaragaman hayati terutama yang berada di kawasan hutan. Bahkan sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luasannya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo (dulunya Zaire) dan hutan-hutan ini memiliki kekayaan hayati yang unik dan beragam (Forest Watch Indonesia, 2003).

(27)

maupun ekonomisnya telah berangsur-angsur terdegradasi secara mengejutkan selama beberapa dekade belakangan ini. Menurut WALHI (2004) diketahui bahwa fakta menunjukan tiap tahun kita kehilangan tutupan hutan seluas 3,8 juta hektar akibat penebangan destruktif, kehilangan tutupan hutan ini telah terjadi sejak awal tahun 1990-an.

Untuk mendapatkan hasil hutan yang lestari pemerintah terutama Departemen Kehutanan mengeluarkan kebijakan dalam kegiatan pengusahaan hutan yang harus dilakukan oleh para perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yaitu adanya sistem silvikultur dalam kegiatan pembalakan hutan.

Menurut Departemen Kehutanan (1998), Sistem silvikultur adalah rangkaian kegiatan berencana dalam pengelolaan hutan yang meliputi penebangan, permudaan dan pemeliharaan tegakan hutan guna menjamin kelestarian produksi kayu atau hasil hutan lainnya. Beberapa Sistem Silvikultur yang pernah diperkenalkan dan diterapkan di Indonesia antara lain Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA), Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB), Tebang Pilih Indonesia (TPI), Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ).

(28)

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mempelajari struktur dan komposisi tegakan pada areal bekas tebangan dan kegiatan penjaluran dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) yang dilakukan di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati.

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Hujan Tropika 2.1.1 Batasan

Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988) hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan lingkungan di luar hutan.

Hutan hujan tropika menurut Daniel et. al. (1979) adalah bentuk hutan yang paling tinggi perkembangannya dan paling kompleks diantara semua formasi hutan. Hutan ini ialah hutan daun lebar yang selalu hijau dengan proporsi yang besar dengan kerapatan yang tinggi dan relatif sempit penyebarannya dibandingkan dengan perkiraan umum.

Hutan hujan tropika merupakan suatu komunitas tumbuhan yang bersifat selalu hijau, selalu basah dengan tinggi tajuk sekurang-kurangnya 30 m serta mengadung spesies-spesies efifit berkayu dan herba yang bersifat efifit (Schimper, 1903 dalam Mabberley, 1992). Richards (1966) juga menjelaskan bahwa salah satu ciri penting dari hutan hujan tropika adalah adanya tumbuhan berkayu, tumbuhan pemanjat dan efifit berkayu dalam berbagai ukuran.

Hutan hujan tropika merupakan jenis wilayah yang paling subur. Hutan jenis ini terdapat di sekitar wilayah tropika atau di dekat wilayah tropika di bumi ini, yang menerima curah hujan berlimpah sekitar 2000 – 4000 mm setahunnya. Suhunya tinggi (sekitar 25 – 26 oC) dan seragam dengan kelembaban rata-rata sekitar 80 %. Komponen dasar hutan itu adalah pohon tinggi dengan tinggi maksimum rata-rata 30 meter (Ewusie 1980).

(30)

Hutan hujan tropika (tropical rain forest) memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan, 2002) :

1. Iklim selalu basah

2. Tanah kering dan bermacam-macam jenis tanah

3. Di pedalaman, pada tanah rendah rata atau berbukit (< 1000 m dpl) dan pada tinggi (s/d 4000 m dml)

4. Dapat dibedakan menjadi 3 zona menurut ketinggiannya:

 Hutan hujan bawah 2 – 1000 m dpl

 Hutan hujan tengah 1000 – 3000 m dpl

 Hutan hujan atas 3000 – 4000 m dpl

5. - Hutan hujan bawah, jenis kayu yang penting antara lain: dari suku Dipterocarpacea antara lain: Shorea, Hopea, Dipterocarpus, Vatica, dan Dryobalanops. Genus-genus lain antara lain: Agathis, Altingia, Dialium, Duabanga, Dyera, Gossanepinus, Koompassia, Octomeles.

- Hutan hujan tengah, jenis kayu yang umum terdiri dari suku-suku Lauraceae, Fagaceae, Cunoniaceae, Magnoliaceae, Hammamelidaceae, Ericaceae dan lain-lain.

- Hutan hujan atas, jenis kayu utama terdiri dari suku Coniferae, Ericaceae, dan lain-lain.

6. Terdapat terutama di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Irian.

2.1.2 Komponen Penyusun

Berdasarkan komponen penyusunnya hutan hujan tropika meliputi (Ewusie, 1980) :

1. Komponen abiotik yang terdiri dari a. Suhu

(31)

b. Curah hujan

Hutan hujan tropika menerima curah hujan berlimpah sekitar 2000-3000 mm dalam setahunnya.

c. Kelembaban atmosfer

Kelembaban hutan hujan tropika rata-rata sekitar 80 %. Pada tumbuhan teduhan lamanya kelembaban maksimum bertambah dari sekitar 14 jam selama musim kering menjadi 18 jam pada musim hujan.

d. Angin

Di wilayah tropika kecepatan angin biasanya lebih rendah dan angin topan tidak begitu sering. Rataan kecepatan angin tahunan di daerah hutan hujan pada umumnya kurang dari 5 km/jam dan jarang melampaui 12 km/jam.

e. Cahaya

Meskipun jumlah sinar matahari harian tidak pernah kurang dari 10 jam di manapun di wilayah tropika, tetapi jumlah sinar matahari cerah sesungguhnya selalu kurang dari jumlah tersebut di atas, karena derajat keberawanan yang tinggi.

f. Karbondioksida

Karbondioksida dianggap penting dari segi ekologi karena bersama-sama dengan cahaya merupakan faktor pembatas bagi fotosintesis dan perkembangan tumbuhan.

2. Komponen biotik

(32)

2.1.3 Penyebaran Hutan Hujan Tropika di Indonesia

Soerianegara dan Indrawan (1988) membagi formasi hutan Indonesia ke dalam 3 zona vegetasi, yaitu:

a) Zona barat, yang berada dibawah pengaruh vegetasi Asia, meliputi pulau Sumatera dan Kalimantan dengan jenis-jenis kayu yang dominan dari Suku Dipterocarpaceae.

b) Zona timur, berada di bawah pengaruh vegetasi Australia meliputi pulau Maluku, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Jenis dominan adalah dari suku Araucariaceae dan Myrtaceae.

c) Zona peralihan, dimana pengaruh dari kedua benua tersebut bertemu yaitu Pulau Jawa dan Sulawesi, terdiri dari jenis Araucariacea, Myrtaceae, dan Verbenaceae. Sekalipun dapat dikatakan pemisahan demikian tidaklah berarti bahwa batas tersebut merupakan garis tegas dari penyebaran vegetasi.

Selanjutnya dikemukakan bahwa penyebaran hutan hujan tropika di Indonesia terdapat terutama di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Irian.

2.2 Dinamika Masyarakat Tumbuhan 2.2.1 Definisi Suksesi

Mehra dan Khanna (1976) mendefinisikan suksesi sebagai suatu proses universal dari perkembangan komunitas. Suksesi selalu memulai pertumbuhannya pada area yang terbuka. Beberapa area tersebut kemungkinan primer atau sekunder. Area primer adalah suatu tempat dimana sebelumnya tidak terdapat kehidupan suatu jenis tanaman pun (seperti bebatuan, pasir, dan air). Sedangkan area sekunder adalah suatu tempat dimana terdapat kehidupan tanaman tetapi musnah karena satu atau lebih faktor. Menurut Odum (1959), suksesi adalah suatu proses perubahan komunitas yang merupakan urutan pergantian komunitas satu dengan yang lainnya pada satu area yang ada.

(33)

terhadap tempat tumbuh dan stabilisasi. Proses ini disebut suksesi atau sere. Selama suksesi berlangsung hingga tercapai stabilisasi atau keseimbangan dinamis dengan lingkungan terjadi pergantian-pergantian masyarakat tumbuh-tumbuhan hingga terbentuk masyarakat yang disebut vegetasi klimaks. Pada masyarakat yang telah stabil pun selalu terjadi perubahan-perubahan, misalnya karena pohon-pohon tua tumbang dan mati, timbullah anakan-anakan pohon atau pohon-pohon yang selama ini hidup tertekan, setiap ada perubahan, akan ada mekanisme atau proses yang mengembalikan pada keadaan kesetimbangan.

2.2.2 Proses Suksesi

Waktu berlangsungnya suksesi tergantung pada siklus hidup sebagian besar organisme dalam ekosistem. Suksesi terestrial dimulai dengan terbentuknya endapan abu vulkanik baru sampai terbentuknya hutan dalam ukuran dekade sampai abad (McNaughton dan Wolf, 1973).

Menurut Shukla dan Chandel (1977), evolusi komunitas tanaman melibatkan beberapa proses penting, diantaranya adalah :

a. Nudation, yaitu terbukanya vegetasi penutup tanah.

b. Migration including initial colonisation, yaitu cara dimana tumbuh-tumbuhan sampai pada daerah yang terbuka. Biji atau benih tumbuhan tersebut tersebar ke daerah-daerah tersebut terbawa oleh angin, aliran air, hewan-hewan tertentu, manusia, glasier, dan sebagainya.

c. Ecesis, yang merupakan proses perkecambahan, pertumbuhan, berkembang biak dan menetapnya tumbuhan baru tersebut. Sebagai hasil ecesis individu-individu dari spesies tumbuh baik di suatu tempat. Tanaman pertama yang tumbuh pada area yang baru tersebut dinamakan pioner colonisers.

(34)

e. Evolution of community relationship, yaitu suatu proses dimana daerah kosong ditempati spesies yang berkoloni, spesies tersebut akan berhubungan satu sama lainnya.

f. Invation, yaitu dalam proses kolonisasi, biji tumbuhan yang telah beradaptasi dalam waktu yang relatif panjang, pada tempat tersebut biji tumbuh dan menetap.

g. Reaction, yaitu terjadi perubahan habitat yang disebabkan oleh tumbuhan itu sendiri. Kondisi ini sebagai dampak dari interaksi antara vegetasi dan habitat. Reaction merupakan proses yang terus menerus dan menyebabkan kondisi yang kurang cocok bagi tumbuhan yang telah ada dan lebih cocok pada individu yang baru. Dengan demikian, reaction memiliki peranan yang sangat penting didalam pergantian jenis tumbuhan.

h. Stabilization, yaitu suatu proses dimana telah terbentuk individu yang dominan dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur vegetasi yang sudah dapat dikatakan relatif konstan.

i. Klimaks, yaitu tahap akhir perubahan vegetasi, keadaan habitat dan struktur vegetasi konstan, karena pembentukkan jenis dominan telah mencapai batas. Jenis dominan dari komunitas klimaks hampir mendekati harmonis dengan habitat dan lingkungannya

Whitmore (1984) membagi siklus pertumbuhan hutan atas tiga tingkatan, yaitu fase rumpang, fase perkembangan, dan fase pendewasaan, dimana secara bersama-sama membentuk mosaik yang terus menerus mengalami perubahan keadaan dan bentuk.

(35)

2.2.3 Perubahan Masyarakat Tumbuh-tumbuhan dalam Proses Suksesi Menurut Richard (1966), fase pertama dari proses suksesi di hutan hujan tropis adalah didominasi oleh rerumputan, yang biasanya berumur pendek dan tidak lebih dari satu tahun. Fase selanjutnya didominasi oleh semak, tetapi dominansi biasanya terjadi hampir secara langsung dari bentuk tanaman rerumputan ke bentuk pohon. Kemudian lambat laun berkembang sebuah hutan sekunder yang didominasi oleh pohon-pohon berumur pendek, cepat tumbuh dan tersebar melalui angin dan hewan. Lebih lanjut lagi kondisi ini secara perlahan-lahan berubah dan berkembang menjadi suatu komunitas yang klimaks.

Beberapa spesies toleran memiliki kapasitas untuk menginvasi areal hutan pada awal proses suksesi berlangsung. Sementara pohon toleran yang lain karena kemungkinan siklus hidupnya yang pendek ataupun ketidakmampuannya mencapai tingkat overstorey dan bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang ada, kemungkinan tidak pernah menjadi bagian besar dari akhir suatu suksesi hutan (Spurr dan Burton, 1980).

Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988) suatu suksesi primer diawali oleh permukaan ”tanah” telanjang kemudian berkembang vegetasi Cryptogamae, rumput herba dan semak kecil, vegetasi semak belukar, vegetasi perdu pohon dan akhirnya terbentuklah vegetasi klimaks hutan.

Whitten et al. (1984) menyatakan bahwa perubahan dalam komposisi jenis selama suksesi mungkin disebabkan oleh perbedaan persediaan zat hara dari biji, persaingan antara mahkota atau perakaran tumbuhan, ataupun oleh adanya bahan kimia pada satu tumbuhan untuk melemahkan tumbuhan lain (alelopati).

2.2.4 Perubahan Lingkungan Fisik dalam Proses Suksesi

(36)

perkembangannya kemudian menjadi bagian dari komunitas yang ada (Misra, 1980).

Ewusie (1980) menyatakan bahwa pada waktu tutupan hutan dihilangkan, segera terjadilah perubahan dalam intensitas cahaya, suhu, dan kelembaban. Tatanan iklim mikro hutan asli hilang. Berdasarkan kenyataan bahwa tanahnya kemudian terkena hujan dan matahari secara langsung, terjadilah penurunan kualitas tanah, yang mengakibatkan pengikisan dan kehilangan humus dengan cepat.

Indrawan (2000) menyatakan bahwa di daerah tropika yang mempunyai musim kering yang periodik, suksesi lebih cepat terjadi pada musim hujan tetapi proses ini sebagian terjadi juga pada musim kering. Pada setiap sistem ini, beberapa struktur vegetasi hilang selama musim kering selanjutnya. Proses tersebut berlangsung terus sampai strukturnya mempunyai perubahan yang stabil yang dikatakan sebagai keadaan yang mantap. Disamping perbedaan yang disebabkan oleh air, ada suatu jumlah yang nyata dari variabilitas suksesi tropis yang juga disebabkan oleh temperatur menurut ketinggian, karena suhu rata-rata lebih tinggi di daerah tropis maka lebih banyak didapatkan variasi perubahan vegetasinya dibandingkan daerah sedang.

2.3 Kerusakan Tegakan Tinggal dan Keterbukaan Lahan

Pemanenan merupakan serangkaian kegiatan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan dengan biaya yang ekonomis dan kerusakan lingkungan yang minimum (Budiaman, 2003). Sedangkan menurut Suparto (1979) dalam Kurniawan (2003) pemanenan hasil hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon dan biomassa lainnya menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan dan kebudayaan masyarakat.

2.3.1 Kerusakan Tegakan Tinggal

(37)

bagian batang akan menjadi lubang masuknya jamur yang menyebabkan kayu tidak dapat lagi digunakan pada rotasi tebang berikutnya (Sutisna, 2001).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sukendar (1999) kerusakan yang paling banyak terjadi akibat penebangan dan penyaradan adalah pohon roboh sebanyak 75 pohon atau sebesar 29,64 % yang terdiri dari akibat penebangan 24 pohon dan akibat penyaradan 25 pohon.

Mengacu pada sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), pohon digolongkan rusak apabila mengalami salah satu atau lebih keadaan sebagai berikut (Departemen Kehutanan, 1993) :

1) Tajuk pohon rusak lebih dari 30 % atau cabang pohon atau dahan besar patah. 2) Luka batang mencapai kayu berukuran lebih dari 1/4 keliling batang dengan

panjang lebih dari 1,5 m.

3) Perakaran terpotong atau 1/3 banirnya rusak.

Menurut Sukendar (1999) berdasarkan tipe kerusakan yang terjadi pada individu pohon, maka dapat ditetapkan tingkat kerusakan yang terjadi sebagai berikut :

1) Tingkat kerusakan berat : a. Patah batang

b. Pecah batang

c. Roboh, tumbang atau miring membentuk sudut < 45 0 dengan tanah d. Rusak tajuk > 50 %

e. Luka batang atau rusak kulit lebih dari setengah keliling pohon f. Rusak banir atau akar lebih dari setengah banir

2) Tingkat kerusakan sedang a. Rusak tajuk : 30 – 50 %

b. Luka batang atau rusak kulit : ¼ - ½ banir

c. Rusak banir atau akar : 1/3 – 1/2 banir/akar rusak atau terpotong d. Condong atau miring : membentuk sudut > 45 0 dengan tanah 3) Tingkat kerusakan ringan

a. Rusak tajuk < 30 %

(38)

Faktor yang mempengaruhi besarnya kerusakan tegakan tinggal adalah intensitas penebangan, teknik penebangan dan penentuan arah rebah, sebaran pohon tebangan (diameter 40 cm Up) jenis komersial, tanaman perambat yang melilit dan sistem pemanenan (Kurniawan, 2003).

2.3.2 Keterbukaan Lahan

Keterbukaan areal hutan disebabkan oleh akibat penebangan yang merupakan luasan wilayah yang terbuka akibat hempasan pohon roboh dan keterbukaan areal akibat penyaradan yang merupakan luasan wilayah yang terbuka akibat pembuatan jalan sarad (Kurniawan, 2003).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Triyana (1995) di HPH PT. Industries et Forests Asiatiques, Jambi kegiatan pemanenan kayu akan mengakibatkan keterbukaan pada areal hutan. Besarnya keterbukaan lahan akibat penebangan sebesar 5,25 % yang disebabkan dari 13 batang pohon yang ditebang, sedangkan keterbukaan lahan akibat penyaradan sebesar 30,98 % dari seluruh areal penebangan.

2.4 Stratifikasi

Didalam masyarakat tumbuh-tumbuhan, seperti hutan, terjadi persaingan antara individu-individu dari suatu jenis (spesies) atau berbagai jenis, jika mereka mempunyai kebutuhan yang sama, misalnya dalam hal hara mineral, air, cahaya dan ruang.

(39)

adalah lapisan terna yang terdiri dari tumbuhan yang lebih kecil yang merupakan kecambah dari pepohonan yang lebih besar dari bagian atas, atau spesies terna (Ewusie 1990).

Soerianegara dan Indrawan (1988) menyatakan bahwa di dalam masyarakat hutan, sebagai akibat persaingan, jenis-jenis tertentu lebih berkuasa (dominan) daripada yang lain. Pohon-pohon tinggi dari stratum (lapisan) teratas mengalahkan pohon-pohon yang lebih rendah, merupakan pohon yang mencirikan masyarakat hutan yang bersangkutan.

Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan misalnya sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan 1988) :

a. Stratum A : Lapisan teratas, terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya 30 m ke atas. Biasanya tajuknya diskontinyu, batang pohon tinggi dan lurus, batang bebas cabang (clear bole) tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini pada waktu mudanya, tingkat semai hingga sapihan (seedling sampai sapling), perlu naungan sekedarnya, tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak.

b. Stratum B : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30 m, tajuknya kontinyu, batang pohon biasanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak terlalu tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran).

c. Stratum C : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m, tajuknya kontinyu. Pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil, banyak bercabang.

Di samping ketiga strata pohon itu terdapat pula strata perdu-semak dan tumbuh-tumbuhan penutup tanah, yaitu :

a. Stratum D : Lapisan perdu dan semak, tingginya 1-4 meter.

(40)

2.5 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

Departemen Kehutanan (1993) mengatakan bahwa sistem silvikultur adalah proses penanaman, pemeliharaan, penebangan, penggantian suatu tegakan hutan untuk menghasilkan produksi kayu, atau hasil hutan lainnya dalam bentuk tertentu. Sesuai dengan asas kelestarian hasil yang mendasari pengelolaan hutan, maka pemilihan sistem silvikultur memerlukan pertimbangan yang seksama, mencakup keadaan atau tipe hutan, sifat fisik, struktur, komposisi, tanah, topografi, pengetahuan profesional rimbawan, dan kemampuan pembiayaan.

Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur uji coba yang digulirkan sebagai alternatif pembangunan HTI. HTI menggunakan tebang habis, sementara TPTJ menyisakan hutan alam diantara jalur tanam. Pembukaan tutupan hutan terjadi pada jalur bersih selebar 3 meter yang berada di tengah jalur tanam selebar 10 meter yang bebas dari naungan pohon. Di antara jalur tanam disisakan hutan alam selebar 25 meter yang ditebang dengan batas diameter 40 cm ke atas (Departemen Kehutanan, 1998).

Tujuan dari sistem TPTJ adalah agar kegiatan pengelolaan hutan dapat dilaksanakan secara intensif dengan melakukan kegiatan-kegiatan silvikultur melalui sistem jalur sehingga pembinaan dan pengawasan hutan lebih terjamin, sedangkan sasarannya adalah (Departemen Kehutanan, 1998) :

a. Mengatur pemanfaatan kayu yang optimal pada hutan alam produksi.

b. Meningkatkan potensi hutan baik kualitas maupun kuantitas pada areal bekas tebangan dengan cara menanam jenis komersil terutama dari jenis Dipterocarpaceae yang diharapkan dapat menjamin kontinuitas produksi. c. Memudahkan pelaksanaan pemeriksaan, pembinaan, dan pengawasan terhadap kegiatan pembinaan hutan yang dilaksanakan di lapangan.

(41)

erosi, tanah longsor, dll. Bahkan untuk areal-areal HPH dengan karakteristik topografi yang demikian perlu dipertimbangkan layak tidaknya penerapan sistem silvikultur TPTJ, sama halnya dengan kondisi pada hutan rawa (Departemen Kehutanan, 1998).

Untuk mencapai sasaran yang diharapkan, maka ditetapkan tahapan TPTJ beserta tata waktu pelaksanaannya yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tahapan kegiatan TPTJ

No Tahapan Kegiatan TPTI Waktu Pelaksanaan (dalam tahun) 1 Penataan Areal Kerja dan Risalah Et - 2

2 Pembukaan Wilayah Hutan Et - 1

3 Pengadaan bibit Et - 1

4 Penebangan Et

5 Penyiapan Jalur Bersih Et

6 Penanaman Et

7 Pemeliharaan tanaman Et + 1

8 Perlindungan tanaman Terus menerus

Keterangan : Et adalah simbol tahun penebangan Sumber Departemen Kehutanan, 1999

Sebagai sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) menetapkan rotasi penebangan 35 tahun, dengan batas diameter ≥ 40 cm. Jumlah pohon inti yang harus diamankan dan dirawat minimal 25 batang per ha yang harus tersebar merata dan berdiameter 20 - 39 cm. Selain itu, harus dilindungi jenis-jenis pohon yang dilindungi pemerintah (Departemen Kehutanan, 1998).

Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) mulai diterapkan di PT. Erna Djuliawati pada tahun 1998/1999. Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) merupakan modifikasi dari sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Terdapat dua aspek yang sangat mendasar dalam modifikasi sistem silvikultur ini yaitu sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) mengurangi diameter minimum tebangan hingga 40 cm dan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) mensyaratkan penanaman jalur yang sistematis di seluruh areal yang ditebang (Buku SOP PT. Erna Djuliawati, 2007).

(42)

hingga batas diameter 40 cm menyebabkan kerusakan parah pada tegangan tinggal. Laporan LITBANG sendiri meragukan viabilitas sistem TPTJ jika diadopsi begitu saja. Kunjungan lapangan ke areal uji coba tersebut menegaskan derajat kerusakan yang disebabkan oleh pelaksanakan sistem TPTJ. Berdasar hasil ujicoba dan pengamatan mereka sendiri, perusahaan memutuskan untuk memodifikasi sistem TPTJ. Tabel 2 menggambarkan ringkasan modifikasi dibandingkan dengan konsep awal sebagaimana yang diwajibkan dalam dokumen SK mereka (Buku SOP PT. Erna Djuliawati, 2007).

Tabel 2. Perbandingan antara konsep TPTJ dan praktek aktualnya oleh perusahaan

No Konsep Awal TPTJ Modifikasi Perusahaan

1 Dimaksudkan untuk diterapkan pada hutan sekunder (bekas tebangan)

Juga diaplikasikan pada hutan primer

2 TPTJ diterapkan pada kelerengan yang kurang dari 25 % dan elevasi yang kurang dari 500 meter

Perusahaan menunjuk kawasan untuk ditebang dengan menggunakan TPTI dan TPTJ berdasarkan penilaian topografi yang menyeluruh

3 Batas diameter tebangan adalah 40 cm Up

Perusahaan mencoba batas 40 cm Up ini pada tahun pertama

pelaksanaan tetapi

mengabaikannya dan menetapkan batas diameter 55 cm Up, setelah mengevaluasi dampak pada uji coba LITBANG

4 Jalur yang dibuat setiap 25 m dibersihkan hingga lebarnya 3 m dan ditanami dengan jarak tanam 5 m

Dilaksanakan sebagaimana aturan

5 Pembersihan gulma pada jalur tanam selebar 3 m setelah 6 bulan, 1 tahun dan 2 tahun

Sedang dilaksanakan

6 Pembebasan vertikal dalam jalur selebar 5 m yang masuk pada jalur tanam pada tahun ke 4, 6 dan 10

Masih terlalu awal, namun perusahaan menyatakan bahwa mereka tidak bermaksud untuk menjalankan kegiatan ini.

Pemeriksaan lapangan

[image:42.595.114.517.261.684.2]
(43)

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PT. Erna Djuliawati merupakan salah satu perusahaan pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di Kalimantan Tengah, Kabupaten Seruyan, Kecamatan Seruyan Hulu. Menurut ijin pengelolaan hutan terbaru yang diterbitkan pada tahun 1999 (SK HPH Pembaharuan No.15/Kpts-IV/1999), luas total kawasan konsesi adalah 184,206 ha. Perusahaan membagi kawasan ini menjadi dua site yaitu site A di bagian Timur, dan site B di bagian Barat, yang mengikuti arah tangkapan dari sistem sungai yang mengalir melewati areal konsesi. Sejak awal 1999, perusahaan telah menebang kira-kira 24,562 hektar lagi hutan primer hingga akhir tahun 2003 dengan rata-rata tebangannya seluas 4400 ha/tahun. Hingga 1 Januari 2004 ini, berarti masih ada 20 tahun lagi untuk memanfaatkan hutan alam (Sumber : Buku SOP PT. Erna Djuliawati, 2007).

3.1 Kondisi Fisik dan Administrasi

Secara geografis areal kerja PT. Erna Djuliawati terletak pada 00052’30’’ – 01022’30’’ LS dan 111030’00’’ – 112007’30’’ BT dengan luas areal konsesi 184.206 Ha. Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai (DAS) termasuk kelompok hutan S. Salau dan S. Seruyan dan merupakan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Seruyan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Seruyan, Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah. Sedangkan menurut administrasi pemerintahan termasuk ke dalam wilayah kecamatan Seruyan Hulu, Kabupaten Seruyan dan Katingan Propinsi Kalimantan Tengah (Sumber : Buku SOP PT. Erna Djuliawati, 2007).

3.2 Topografi dan Kelerengan

(44)

Bentuk, Pemetaan vegetasi dan Pemeriksaan Areal Kerja PT. Erna Djuliawati yang dilaksanakan oleh APHI / PT. Mapindo Parama bulan November 1997. Hasil penafsiran kelas kelerengan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kelas Lereng dan Topografi Areal Konsesi PT. Erna Djuliawati Kelas

Lereng Kemiringan (%) Topogafi

Luas

Ha (%)

A 0 – 8 Datar 43.247 23,48

B 8 – 15 Landai 60.880 33,05

C 15 – 25 Agak Curam 49.009 26,61

D 25 – 40 Curam 28.998 15,74

E > 40 Sangat Curam 2.072 1,12

Jumlah 184.206 100,00

Sumber : Peta Garis Bentuk Areal Kerja PT. Erna Djuliawati skala 1: 50.000

3.3 Geologi dan Tanah

Berdasarkan Peta Geologi Indonesia Lembar Banjarmasin skala 1 : 1.000.000 dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung tahun 1994, fomasi geologi yang terdapat di areal kerja PT. Erna Djuliawati adalah batuan magmatit benua dengan luas 173.246 Ha (94,05%) dan batuan alas kerak benua dengan luas 10.960 Ha (5,95%).

Berdasarkan Peta Tanah Pulau Kalimantan skala 1 : 1.000.000 dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor Tahun 1993, areal kerja PT. Erna Djuliawati memiliki jenis tanah (berdasarkan SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980) antara lain Latosol (44%) dan Podsolik Merah Kuning (56%) (Sumber : Peta Geologi Indonesia Lembar Banjarmasin skala 1 : 250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, 1994).

3.4 Hidrologi

(45)

3.5 Iklim dan Intensitas Hujan

Berdasarkan Peta Agroklimat Pulau Kalimantan skala 1 : 3.000.000 dari Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1979, keadaan iklim di areal kerja PT. Erna Djuliawati menurut Klasifikasi Schmidt dan Ferguson sebagian besar wilayahnya termasuk tipe A dan sebagian tipe B.

Mengacu pada data curah hujan dari Stasiun Pengamat Curah Hujan Departemen Pembinaan Hutan selama 10 tahun (1997-2007), dapat diperoleh angka curah hujan rata-rata per tahun sebesar 3.303,7 mm dengan rataan jumlah hari hujan 162 hari atau dengan intensitas hujan sekitar 19,9 mm (Sumber : Data Curah Hujan dari Stasiun Pengamatan Departemen Pembinaan Hutan PT. Erna Djuliawati, 2007).

3.6 Flora dan Fauna

Diperkirakan bahwa 7.000 hingga 10.000 spesies tanaman terdapat dalam hutan dataran rendah di Kalimantan, yang membuatnya kaya flora dibanding dengan seluruh Afrika (Mac Kinnon et al 1993). Hutan tersebut memiliki 3 strata dengan kanopi hingga 45 m dan tinggi pohon-pohonnya bisa mencapai 65 m. Sesuai dengan namanya, pohon-pohon keluarga Dipterocarpaceae mendominasi hutan Dipterocarp dataran rendah. Pohon-pohon berkanopi besar ini memiliki kerapatan yang tinggi. Hutan tersebut terdiri dari 10% pohon-pohon dan 80% pohon-pohon tinggi dengan kanopi besar (Mac Kinnon et al 1993).

(46)

IV. METODOLOGI

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai 18 April sampai dengan 18 Juni 2008, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah.

4.2 Bahan dan Alat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan pada keadaan hutan : 1. Hutan primer yang belum dilakukan kegiatan penebangan. 2. Hutan yang baru saja dilakukan kegiatan pemanenan (Et + 0) 3. Hutan setelah penebangan dan pembuatan jalur tanam

Alat alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian adalah :

1. Peta kerja

2. Phiband atau pita diameter 3. Haga hypsometer

4. Kompas brunton 5. Patok

6. Tali rafia atau tambang 7. Buku pengenal vegetasi 8. Golok

9. Milimeter blok 10. Tally sheet 13. Ring tanah 14. Cat

(47)

4.3 Metode Pengambilan Data 4.3.1 Analisa Vegetasi

Untuk mengetahui struktur tegakan dilakukan analisa vegetasi dengan cara nested sampling, yaitu petak besar mengandung petak-petak yang lebih kecil (Soerianegara dan Indrawan, 1988). Analisa vegetasi dilakukan pada tiga keadaan hutan yaitu hutan primer yang akan dilakukan kegiatan penebangan, hutan yang baru saja dilakukan penebangan, dan hutan yang telah dilakukan penebangan dan telah dibuat jalur tanam pada lokasi yang sama dengan berbagai kelerengan yaitu datar (0-15 %), landai (15-25 %), dan sedang (25-45 %). Dengan demikian berdasarkan pengamatan tersebut dapat diketahui komposisi tegakan sebelum dan sesudah dilakukan penebangan menyangkut perubahan dan kerusakannya.

Metode pengambilan data dilakukan untuk kegiatan analisa vegetasi dapat dilihat pada Gambar 1. Data yang diperlukan untuk analisa vegetasi ini adalah nama jenis, jumlah, diameter untuk tingkat tiang dan pohon. Sedangkan untuk tingkat pancang dan semai adalah nama jenis dan jumlah.

Pada masing-masing lokasi penelitian dibuat tiga buah petak pengamatan dengan ukuran petak 100 X 100 m. Pada masing-masing petak pengamatan tersebut dibuat petak contoh dan sub petak contoh dengan ukuran sebagai berikut : 1. Tingkat pohon dengan ukuran petak 25 x 20 m sebelum penanaman dan

setelah penanaman 22 x 20 m.

2. Tingkat tiang dengan ukuran petak 10 x 10 m 3. Tingkat pancang dengan ukuran petak 5 x 5 m 4. Tingkat semai dengan ukuran petak 2 x 2 m

Untuk mengetahui tingkat permudaan pada perkembangan suksesi dipergunakan kriteria sebagai berikut :

1. Tingkat semai (seedling), permudaan mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m. 2. Tingkat pancang (sapling), permudaan yang tingginya lebih dari 1,5 m dan

diameter kurang dari 10 cm.

(48)

100

m

100 m 22 m

Jalur tanam lebar 3 m

20

m

A B C D

Keterangan :

A = Sub petak intensif untuk tingkat semai (2 m x 2 m) B = Sub petak intensif untuk tingkat pancang (5 m x 5 m) C = Sub petak intensif untuk tingkat tiang (10 m x 10 m)

[image:48.595.115.499.91.504.2]

D = Sub petak intensif untuk tingkat pohon sebelum penebangan ukuran sub petak 25 m x 20 m dan setelah penebangan ukuran sub petak 22 m x 20 m

Gambar 1. Bagan petak pengamatan analisis vegetasi

20

m

20

m

(49)

4.3.2 Pengukuran Kerusakan Tegakan Akibat Penebangan Satu pohon Pengambilan data dilakukan pada hutan yang baru ditebang. Metode yang digunakan nested sampling, yaitu petak besar mengandung petak-petak yang lebih kecil (Soerianegara dan Indrawan, 1988).

Pohon yang ditebang yaitu yang berdiameter 40 cm ke atas. Analisa kerusakan tegakan akibat penebangan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan penebangan satu pohon menyebabkan terjadinya kerusakan pada pohon non-target.

Data yang diperlukan di dalam analisa kerusakan akibat penebangan satu pohon adalah:

a. Jumlah pohon yang rusak dirinci menurut kelas diameter (10-19 cm, 20-29 cm, 30-39 cm).

b. Bentuk kerusakan : patah, kulit batang terkelupas, tajuk rusak, perakaran atau banir rusak, roboh dan condong.

c. Persentasi kerusakan, dihitung berdasarkan antara jumlah pohon yang rusak dibagi dengan pengurangan dari jumlah pohon sebelum dilakukan penebangan kayu dikurangi jumlah pohon yang ditebang.

(50)

Data yang diperlukan di dalam analisa kerusakan akibat kegiatan pemanenan kayu adalah :

a. Tajuk pohon rusak lebih dari 30 % atau cabang pohon patah.

b. Luka batang mencapai ukuran lebih dari ¼ keliling batang dengan panjang lebih dari 1,5 m.

c. Perakaran terpotong atau 1/3 banirnya rusak.

4.3.4 Pengukuran Keterbukaan Lahan Bekas Tebangan

Analisa keterbukaan lahan bekas tebangan dilakukan pada keadaan hutan yang baru saja dilakukan pemanenan kayu. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kegiatan pemanenan kayu dapat menimbulkan keterbukaan lahan.

Keterbukaan lahan akibat pembukaan lahan dapat diketahui dengan cara mengukur jumlah areal-areal yang terbuka akibat penebangan pohon dalam luasan satu hektar. Cara pengambilan data keterbukaan lahan ini dengan cara pengamatan dan pengukuran luas areal yang terbuka akibat penebangan pada petak pengamatan ukuran 100 x 100 m.

Keterbukaan jalan sarad dapat ditentukan dengan mengukur panjang dan lebar jalan sarad dalam satu hektar, kemudian ditentukan luas jalan sarad tersebut, yang merupakan keterbukaan lahan akibat jalan sarad. Keterbukaan lahan akibat penebangan ditentukan berdasarkan penjumlahan luas tajuk pohon yang ditebang dan luas tajuk pohon yang tumbang akibat penebangan. Selanjutnya perhitungan luas keterbukaan lahan per hektar dengan cara menjumlahkan keterbukaan lahan akibat penebangan dan penyaradan.

4.3.5 Stratifikasi Tajuk

(51)

dilakukan pemanenan kayu, dan hutan yang sudah dilakukan penebangan dan pembuatan jalur. Kegiatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

10 m

10 m

[image:51.595.120.500.147.224.2]

100 m

Gambar 2. Plot pengamatan stratifikasi tajuk

Data yang diperlukan dari jalur (plot) pengamatan untuk gambaran stratifikasi tajuk secara vertikal ini meliputi pengukuran diameter setinggi dada atau 20 cm di atas banir untuk pohon yang berbanir. Tinggi pohon total, tinggi cabang pertama, tinggi cabang kedua dan seterusnya sampai percabangan masih terlihat jelas, ketinggian tempat dan kelerengan.

Sedangkan untuk proyeksi horizontalnya (tampak atas) dibuat dengan menentukan koordinat pohon pada sumbu jalur dan memproyeksikan lebar tajuk yang diambil dari empat titik terluar dari tajuk dan ditentukan azimuthnya dari pangkal pohon yang diukur, yaitu dengan bantuan orang lain yang berdiri pada titik terluar tajuk tersebut. Kemiringan lereng hutan diukur dengan menggunakan kompas brunton untuk penggambaran tajuk secara vertikal.

4.3.6 Pengukuran Sifat Fisika dan Kimia Tanah

(52)

contoh tanah. Untuk mengetahui tekstur tanah dapat dilakukan dengan pengambilan contoh tanah terusik.

Cara pengambilan tanah utuh adalah sebagai berikut :

a. Lapisan tanah diratakan dan dibersihkan dari serasah serta bahan organik lainnya, kemudian tabung diletakkan tegak lurus dengan permukaan tanah. b. Tanah di sekitar tabung digali dengan sekop.

c. Tanah dikerat dengan pisau sampai hampir mendekati bentuk tabung. d. Tabung ditekan sampai 3/4 bagiannya masuk ke dalam tanah.

e. Tabung lainnya diletakkan tepat diatas tabung pertama, kemudian ditekan kembali sampai bagian bawah dari tabung ini masuk ke dalam tanah kira-kira 1 cm.

f. Tabung kedua dipisahk

Gambar

Tabel 2.  Perbandingan antara konsep TPTJ dan praktek aktualnya oleh
Gambar 1. Bagan petak pengamatan analisis vegetasi
Gambar 2.  Plot pengamatan stratifikasi tajuk
Gambar 3.  Titik pengambilan contoh tanah individu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini menunjukan tidak adanya perubahan kualitas tanah pada areal yang diterapkan sistem silvikultur TPTJ dengan kualitas tanah pada buffer zone yang

Dalam penyusunan struktur tegakan, data yang digunakan ialah data kelompok seluruh jenis pada model famili sebaran Lognormal yang menggunakan sistem silvikultur Tebang

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukan bahwa nilai kualitas tanah pada areal Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma

Lahan hutan yang dikelola dengan teknik silvikultur TPTII pada Et+1 telah meningkatkan jumlah jenis dan jumlah individu/ha dari kondisi setelah penebangan dan penjaluran..

leprosula di sepanjang jalur tanam pada berbagai plot yang berada di setiap tahun tanam yang berbeda pada sistem silvikultur

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemulihan komposisi vegetasi hutan produksi yang dikelola dengan sistem Silvikultur TPTJ dilihat dari struktur tegakan dan

Untuk mengetahui komposisi dan jenis struktur tegakan pada hutan bekas tebangan pada RKL I sampai dengan RKL VII dan hutan primer, dibuat petak- petak pengamatan dimana pada

Dalam penyusunan struktur tegakan, data yang digunakan ialah data kelompok seluruh jenis pada model famili sebaran Lognormal yang menggunakan sistem silvikultur Tebang