• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang"

Copied!
322
0
0

Teks penuh

(1)

i

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK

SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI

KABUPATEN SUMEDANG

SKRIPSI

ARIS ALPIAN H34076026

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

RINGKASAN

ARIS ALPIAN. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan ANNA FARIYANTI).

Pengembangan peternakan saat ini menunjukkan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Peternakan mempunyai peran dalam pemenuhan kebutuhan gizi bangsa Indonesia akan pangan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan penduduk. Salah satu komoditas peternakan yang dapat diusahakan adalah sapi perah. Sapi perah adalah ternak yang menghasilkan bahan pangan kaya protein yaitu berupa susu. Industri persusuan di Indonesia memiliki prospek yang cukup cerah mengingat adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Produksi susu segar nasional mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,79 persen dari tahun 2003 sampai 2008. Sementara pertumbuhan rata-rata konsumsi nasional dari tahun 2003 sampai 2008 mencapai 13,80 persen.

Kecamatan Tanjungsari adalah salah satu daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pengalengan. Rata-rata kepemilikan sapi perah laktasi di Kecamatan Tanjungsari adalah empat ekor per peternak. Sapi perah yang dipelihara di Kecamatan Tanjungsari tingkat produktivitas masih relatif rendah. Produktivitas susu sapi perah yang berumur lima tahun rata-rata sebesar 8-9 liter/ekor/hari, padahal produktivitas ideal 12 sampai 15 liter/ekor/hari. Saat ini budidaya sapi perah di Kecamatan Tanjungsari masih menghadapi kendala dalam produktivitas. Produktivitas susu sangat tergantung dari penggunaan input yang digunakan dalam budidaya sapi perah. Selain produktivitas masalah yang dihadapi peternak adalah kenyataan bahwa harga input meningkat lebih tinggi dari pada harga output. Sebagai contoh, harga pakan konsentrat dari Rp 1.100 per kilogram naik menjadi Rp 1.425 per kilogram dan ampas tahu dari harga Rp 400 per kilogram naik menjadi Rp 600 per kilogram, sedangkan kenaikan harga susu dari Rp 2.866 per liter hanya naik menjadi Rp 2.896 per liter atau hanya naik sebesar Rp 30 saja per liter. Dengan demikian biaya operasional yang dikeluarkan oleh peternak lebih besar dibandingkan dengan penerimaan dari hasil penjualan susu sapi. Ketidakseimbangan ini berakibat pada semakin berkurangnya pendapatan yang diterima peternak dari usaha ternaknya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas susu sapi dan 2) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi perah.

(3)

iii gambaran tentang usahaternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan, R/C ratio, dan fungsi Cobb Douglas.

Kegiatan budidaya sapi perah di Kecamatan Tanjungsari meliputi pengadaan dan pemilihan bakalan sapi, persiapan kandang, penggunaan peralatan, tenaga kerja, pakan, kesehatan hewan dan reproduksi, pemanenan dan pasca panen. Rata-rata kepemilikan sapi perah responden sebanyak empat ekor. Berdasarkan hasil analisis penerimaan usahaternak sapi perah rata-rata responden sebesar Rp 42.611.062,68, sedangkan untuk analisis pendapatan usahaternak sapi perah responden menguntungkan untuk diusahakan karena mempunyai pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 18.269.904,24 dan pendapatan atas biaya total Rp 10.602.237,74. Nilai R/C rasio atas biaya tunai yaitu 1,80 dan R/C rasio atas biaya total sebesar 1,34, artinya bahwa usahaternak sapi perah ini menguntungkan untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio lebih dari satu.

Hasil pendugaan model nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 74,9 persen. Nilai determinasi (R2) sebesar 74,9 persen tersebut, menunjukkan variasi produktivitas dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor hijauan, konsentrat, ampas tahu, vaselin dan tenaga kerja, sedangkan 25,1 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa hijauan mempunyai nilai koefisien yaitu 0,6761, konsentrat sebesar 0,31289 dan ampas tahu sebesar 0,08651 artinya dengan meningkatkan pemakaian sebesar satu persen ketiga input tersebut akan meningkatkan produktivitas sebesar nilai koefisiennya. Selain itu ketiga faktor ini masing-masing mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas susu. Sementara untuk tenaga kerja mempunyai nilai koefisien yang negatif yaitu -0,55327 artinya dengan meningkatkan penggunaan input tersebut justru akan menurunkan produktivitas sebesar 0,55327. Selain itu faktor tenaga kerja mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas susu.

Hasil pendugaan model nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 76,8 persen. Nilai determinasi (R2) sebesar 76,8 persen tersebut, menunjukan variasi pendapatan dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor harga hijauan, harga konsentrat, harga ampas tahu, harga vaselin, biaya kesehatan hewan, upah tenaga kerja dan harga jual susu, sedangkan 23,2 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh nyata terhadap pendapatan peternak sapi perah yaitu harga hijauan, harga konsentrat harga ampas tahu, harga vaselin, biaya kesehatan hewan, upah tenaga kerja dan penjualan susu. Harga hijauan mempunyai nilai koefisien regresi negatif yaitu -3,3363, harga konsentrat yaitu 6,304, harga ampas tahu yaitu 2,2560, harga vaselin yaitu -4,580, dan upah tenaga kerja yaitu -5,467 artinya setiap peningkatan kelima harga tersebut sebesar satu persen maka akan menurunkan pendapatan sebesar nilai koefisiennya. Sementara untuk biaya kesehatan hewan dan harga jual susu mempunyai nilai koefisien yang positif yaitu 0,7736 dan 72,90 artinya dengan meningkatkan harga sebesar satu persen kedua input tersebut akan meningkatkan pendapatan peternak sebesar nilai koefisiennya.

(4)
(5)

v

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK

SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI

KABUPATEN SUMEDANG

SKRIPSI

ARIS ALPIAN H34076026

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

vi Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang.

Nama : Aris Alpian NIM : H34076026

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi. NIP. 19640921 199003 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(7)

vii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2010

(8)

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 25 Nopember 1983 dari pasangan Bapak Syarip Hidayat dan Ibu Teti Krisnawati. Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 1 Dayehmanggung, Garut dan lulus tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Cikajang, Garut dan lulus tahun 2000. Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan penulis pada tahun 2003 di SMA Negeri 1 Cisurupan, Garut.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak

Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang”. Skripsi ini

merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas susu dan pendapatan peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang dalam melakukan kegiatan usaha ternaknya. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran pemikiran dalam mencari alternatif pemecahan masalah melalui pendekatan teori produksi dan pendapatan usahatani, sehingga dapat berguna sebagai bahan informasi bagi peternak sapi perah .

Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat diselesaikan oleh penulis, sehingga penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menambah pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2010

(10)

x

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, memberikan masukan, arahan, serta motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Dwi Rachmina, MS atas kesediaannya menjadi dosen evaluator dalam seminar proposal penelitian.

3. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama, yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini. 4. Dra. Yusalina, MS atas kesediaanya menjadi dosen penguji wakil dari komdik

dalam sidang skripsi yang telah memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini. 5. Dosen, staf dan pengurus Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan

Khusus IPB yang telah banyak membantu penulis.

6. Kedua Orang tua, paman, kakak, adik dan tunangan yang senantiasa memberikan dukungan doa, moril maupun materil.

7. Seluruh karyawan Koperasi Serba Usaha (KSU) Tandangsari dan para peternak sapi perah responden yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Elim Sasmita dan Bapak Daing selaku Ketua Kelompok Ternak Wibawa Mekar dan Mekar Asih, peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang yang telah memberikan arahan dan informasi kepada penulis pada saat melakukan penelitian.

9. Dini Bayu Subagio, selaku pembahas pada seminar dan memberikan banyak masukan dan saran dalam seminar hasil penelitian ini.

10.Bangun Tri Hermanto terimakasih atas diskusi yang telah diberikan serta bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan sekripsi ini.

11.Devi Septian selaku teman satu bimbingan atas semangat, dukungan, dan bantuannya selama ini.

(11)

xi 13.Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu, semoga Allah SWT membalas dan memberikan rahmat hidayah-Nya.

Bogor, Oktober 2010

(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah ... 9

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi ... 10

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 17

3.1.1. Teori Produksi ... 17

3.1.2. Teori Biaya ... 19

3.1.3. Pendapatan ... 20

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 22

IV. METODE PENELITIAN ... 24

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 24

4.3 Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data ... 25

4.4 Metode Analisis Data ... 25

4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani ... 26

4.4.2. Analisis R/C ratio ... 27

4.4.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu ... 27

4.4.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak ... 30

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 35

5.1 Keadaan Wilayah Penelitian ... 35

5.2 Kependudukan dan Mata Pencaharian ... 36

5.3 Karakteristik Responden ... 37

5.3.1. Setatus Usaha ... 38

5.3.2. Umur ... 39

5.3.3. Pendidikan ... 39

5.3.4. Pengalaman Beternak Sapi Perah ... 40

5.3.5. Lama Menjadi Anggota Koperasi ... 41

5.3.6. Kepemilikan Ternak ... 41

(13)

xiii

5.4.1. Pengadaan dan Pemilihan Bakalan Sapi Perah ... 42

5.4.2. Kandang ... 43

5.4.3. Peralatan ... 44

5.4.4. Tenaga Kerja ... 45

5.4.5. Pakan ... 46

5.4.6. Kesehatan Hewan dan Reproduksi... 48

5.4.7. Pemerahan ... 50

5.4.8. Produktivitas Susu ... 51

5.4.9. Pemasaran ... 51

5.5 Penerimaan Usahatani ... 52

5.6 Biaya Usahatani ... 52

5.1. Biaya Tunai ... 53

5.2. Biaya Diperhitungkan ... 54

5.7 Pendapatan Usahatani ... 56

VI. ANALISIS FUNGSI PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI ... 58

6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi ... 58

6.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sapi Perah ... 64

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

7.1 Kesimpulan ... 71

7.2 Saran ... 71

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Perkembangan Populasi Ternak (Ribuan Ekor) di Indonesia

Tahun 2004-2008... 1 2. Perkembangan Tingkat Konsumsi Susu di Indonesia

Tahun 2003-2008... ... 2 3. Perkembangan Impor Bahan Baku Susu Periode 2003-2008 .... 3 4. Perkembangan Produksi Susu Sapi di Indonesia

Tahun 2005-2009 ... . 3 5. Perkembangan Produksi Susu Segar Di Provinsi Jawa Barat

Tahun 2000-2008 ... . 4 6. Perkembangan Produksi Susu Segar di Kabupaten Sumedang

Tahun 2003-2008 ... 5 7. Populasi Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 ... 24 8. Potensi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian (KK)

di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 ... 37 9. Karakteristik Responden di Kecamatan Tanjungsari

Tahun 2009 .. ... 38 10. Harga Rata-Rata Peralatan Responden Sapi Perah

di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009.. ... 45 11. Rata-rata Pemberian Pakan Sapi Perah Responden

di Kecamatan Tanjungsari 2009... ... 48

12. Rata-rata Penerimaan Responden Selama Satu Tahun

di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009... ... 52 13. Rata-rata Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan

Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009.... ... 56

14. Rata-rata Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Rasio Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan

Tanjungsari Tahun 2009 ... 57 15. Hasil Pendugaan Fungsi Produktivitas Susu Sapi Perah di

(15)

xv 16. Hasil Pendugaan Fungsi Pendapatan Peternak Sapi Perah

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kurva Total Produk dan Hubungannya dengan

Produk Marjinal dan Produk Rata-Rata ... 18

2 Kurva Biaya Total Dalam Jangka Pendek ... 20

3 Kurva Pendapatan dan Kurva Biaya Total Jangka Pendek ... 21

4 Kerangka Pemikiran Operasional ... 23

5 Pemberian Pakan Hijauan Pada Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010 ... 47

6 Pakan Tambahan Berupa Konsentrat Pada Peternakan Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010 ... 48

7 Pelayanan IB Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010 ... 49

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Pendapatan Responden Sapi Perah Selama Satu Tahun di

Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 ... 76

2 Penyusutan Peralatan Responden di Kecamatan Tanjungsari

Tahun 2009... 78 3 Penggunaan Faktor-faktor Produktivitas Susu Sapi Peternak

Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari

Tahun 2009... 79 4 Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi Perah Selama

Satu Tahun ... 81

5 Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi Selama Satu

Tahun ... 82 6 Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sapi Perah ... 83 7 Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor

(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan di Indonesia memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam mendukung kebutuhan akan protein hewani. Usaha peternakan juga sangat berperan dalam meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja, maupun menopang sektor industri (Sudono, 1999).

Menurut Susilorini et al. (2008), faktor yang mendukung dunia peternakan untuk selalu berkelanjutan adalah kebutuhan pangan yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi manusia, serta produk pangan dari ternak mempunyai nilai gizi yang berkualitas. Pengembangan peternakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ternak dapat dicapai dengan peningkatan mutu genetik yang baik, pemberian pakan yang cukup dan berkualitas serta ditunjang oleh sistem manajemen yang baik. Peningkatan populasi ternak dapat dilakukan dengan usaha pemeliharaan ternak-ternak yang telah ada dan ditunjang juga dengan ternak-ternak yang didatangkan dari luar negeri yang memiliki kualitas yang baik. Perkembangan populasi ternak di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Populasi Ternak (Ribuan Ekor) di Indonesia Tahun 2005-2009.

Ternak 2005 2006 2007 2008 2009 Trend(%)

Sapi perah 361 369 374 408 486 31,77

Sapi potong 10.569 10.875 11.515 11.869 12.603 18,03

Kuda 387 398 401 411 398 2,92

Kambing 13.409 13.970 14.470 15.806 15.655 16,04

Domba 8.327 8.980 9.514 10.392 10.471 56,63

Kerbau 2.128 2.167 2.086 2.192 2.045 -3,52

Total 35.181 16.104 25.337 41.078 41.658 121,87

(19)

2 Berdasarkan Tabel 1, dapat dijelaskan bahwa perkembangan populasi ternak di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hal ini disebabkan oleh kebutuhan manusia akan pemenuhan protein ternak yang terus meningkat. Jumlah populasi ternak sapi perah paling sedikit dibandingkan ternak yang lain. Pertumbuhan sapi perah dari tahun 2005 sampai 2009 mencapai 31,77 persen.

Sapi perah adalah ternak yang menghasilkan bahan pangan kaya protein yaitu berupa susu. Industri persusuan di Indonesia memiliki prospek yang cukup cerah mengingat adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Produksi susu segar nasional mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,79 persen dari tahun 2003 sampai 2008. Sementara pertumbuhan rata-rata konsumsi nasional dari tahun 2003 sampai 2008 mencapai 13,80 persen. Untuk lebih jelasnya perkembangan tingkat konsumsi susu dibandingkan dengan produksi susu nasional dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Tingkat Konsumsi Susu di Indonesia Tahun 2003-2008.

Tahun Produksi Susu Tingkat Konsumsi

(Ton) (%) (Ton) (%)

2003 553.442 - 1.021.802 -

2004 549.945 -0,63 1.237.986 21,15

2005 535.962 -2,54 1.291.294 4,30

2006 616.549 15,03 1.354.235 4,87

2007 636.859 3,29 1.430.258 29,83

2008* 646.953 1,58 2.156.510 22,65

Rata-rata 589.951,6 2.79 1.470.011,6 13,80

Keterangan :* Angka Sementara

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2009

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui adanya ketimpangan antara produksi susu sapi yang dihasilkan dengan permintaan susu sapi. Saat ini susu sapi segar dalam negeri baru mencapai 26 persen kebutuhan nasional, sedangkan 74 persen berasal dari impor1. Berdasarkan potensi yang dimiliki maka peluang peternakan dalam negeri masih sangat terbuka untuk mengembangkan produksi susu. Untuk lebih jelasnya perkembangan impor bahan baku susu dapat dilihat pada Tabel 3.

1

Khomsan, Ali. 2005. Rendah, Konsumsi Susu Cair. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak

(20)

3 Tabel 3. Perkembangan Impor Bahan Baku Susu Periode 2004-2008

Tahun Jumlah Impor

(Ton) Trend (%)

2004 165.415,5 -

2005 173.084,5 4,63

2006 188.128,4 8,69

2007 198.216,8 5,36

2008 214.345 8,13

Rata-rata

187.838 5,36

Sumber : BPS (2009)

Besarnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia memungkinkan pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru perekonomian Indonesia2. Kondisi geografis, ekologi dan kesuburan lahan di beberapa wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan usaha ternak sapi perah, seperti pada wilayah pulau Jawa. Hal tersebut menyebabkan pulau Jawa terus menjadi wilayah utama peternakan sapi perah di Indonesia. Untuk lebih jelasnya perkembangan produksi susu sapi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun 2005-2009

No Provinsi Tahun (ton)

2005 2006 2007 2008 2009 (%)

1 Pulau Irian Jaya 0 96 69 54 46 -64

2 Pulau Kalimantan 159 216 360 186 228 76,7

3 Pulau Sulawesi 900 1.184 1.849 2.882 2.979 15,5 4 Pulau Sumatra 9.273 10.444 6.356 3.069 2.316 -102 5 Pulau Jawa 526.360 362.656 558.916 359.658 672.399 14,86

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2009

2

(21)

4 Menurut Heriyatno (2009), Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki karakteristik yang cocok untuk usaha sapi perah. Salah satu karakteristik yang menjadi dukungan pengembangan usaha ternak sapi perah adalah sumber bahan pakan yang melimpah berasal dari limbah pertanian, ketersediaan air dan iklim yang cocok untuk sapi perah dalam berproduksi. Pertumbuhan produksi susu sapi perah di Jawa Barat dari tahun 2000 sampai tahun 2008 rata-rata sebesar 3,58 persen. Untuk lebih jelasnya perkembangan produksi susu di Jawa Barat bisa dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan Produksi Susu Segar di Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2008.

Tahun Produksi

000 (ton) Trend (%)

2000 184,52 -

2001 184,83 0,17

2002 18,51 7,40

2003 207,86 4,71

2004 215,33 3,59

2005 201,86 -6,26

2006 211,89 4,97

2007 233,55 5,50

2008 242,12 8,57

Rata-rata 188,94 3,58

Sumber : BPS (2009).

(22)

5 Tabel 6. Perkembangan Produksi Susu Segar di Kabupaten Sumedang Tahun

2003-2008

Tahun Produksi susu

(ton) Trend (%)

2003 10.739,52 -

2004 11.814,56 10,01

2005 12.719,85 7,66

2006 14.301,95 12,44

2007 18.981,23 32,72

2008 21.240,83 11,9

Rata-rata 14.966,32 12,45

Sumber : BPS (2009).

Kecamatan Tanjungsari merupakan salah satu sentra pengembangan sapi perah yang cukup besar di Kabupaten Sumedang. Koperasi Serba Usaha Tandangsari merupakan salah satu koperasi yang berperan penting dalam pengembangan usaha ternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari, serta merupakan salah satu lembaga usaha yang didirikan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi kecil, termasuk peternak sapi perah rumahan. Selain menyediakan input dan menjamin pemasaran susu, koperasi juga menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung seperti pelayanan kesehatan, kawin suntik atau inseminasi buatan (IB), penyediaan pakan, peralatan dan lain-lain.

1.2.Perumusan Masalah

Kecamatan Tanjungsari adalah salah satu daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pengalengan. Rata-rata kepemilikan sapi perah laktasi di Kecamatan Tanjungsari adalah empat ekor per peternak. Jenis sapi yang diusahakan di daerah tersebut adalah sapi perah peranakan Fries Holand..

(23)

6 budidaya sapi perah di Kecamatan Tanjungsari masih menghadapi kendala dalam produktivitas. Produktivitas susu sangat tergantung dari penggunaan input yang digunakan dalam budidaya sapi perah. Faktor-faktor produktivitas tersebut sangat menentukan terkait dengan kemampuan peternak dalam mengelola kegiatan usaha ternak sapi perahnya.

Peningkatan produktivitas susu di Kecamatan Tanjungsari dapat diupayakan melalui penambahan penggunaan input seperti penambahan pakan konsentrat dan ampas tahu. Peningkatan produktivitas susu melalui penambahan input menghadapi kendala keterbatasan sumberdaya terutama modal untuk membeli pakan konsentrat dan ampas tahu. Pengeluaran biaya input yang tinggi akan mempengaruhi pendapatan peternak sapi perah.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden, harga input meningkat lebih tinggi dari pada harga output. Sebagai contoh, harga pakan konsentrat dari Rp 1.100 per kilogram naik menjadi Rp 1.425 per kilogram dan ampas tahu dari harga Rp 400 per kilogram naik menjadi Rp 600 per kilogram, sedangkan kenaikan harga susu dari Rp 2.866 per liter hanya naik menjadi Rp 2.896 per liter atau hanya naik sebesar Rp 30 saja per liter. Dengan demikian biaya operasional yang dikeluarkan oleh peternak lebih besar dibandingkan dengan penerimaan dari hasil penjualan susu sapi. Ketidakseimbangan ini berakibat pada semakin berkurangnya pendapatan yang diterima peternak dari usaha ternaknya.

(24)

7 Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produktivitas susu sapi ?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap pendapatan peternak sapi perah ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas susu sapi 2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan peternak

sapi perah.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak antara lain : 1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman

khususnya yang berkaitan dengan kajian sosial ekonomi dengan mencoba membandingkan keadaan di lapangan dengan ilmu yang sudah diperoleh penulis.

2. Bagi peternak, sebagai pertimbangan dalam upaya untuk mengembangkan budidaya sapi perah dan meningkatkan pendapatan dari usahaternak sapi perah.

3. Bagi koperasi, sebagai bahan informasi usaha sehingga dapat menentukan pengambilan keputusan untuk kebijakan selanjutnya.

4. Bagi pemerintah, sebagai bahan informasi untuk pengambilan keputusan dan kebijaksanaan pembangunan ekonomi pedesaan khususnya koperasi.

5. Bagi kalangan akademis, sebagai bahan informasi dan bahan pustaka untuk keperluan melengkapi hasil penelitian sebelumnya atau sebagai dasar untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

(25)
(26)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah disekitar Sumatra Utara, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tahun 1977 Indonesia mulai mengembangkan agribisnis sapi perah rakyat yang ditandai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri. SKB ini merumuskan kebijakan dan program pengembangan agribisnis sapi perah di Indonesia. Industri peternakan sapi perah di Indonesia mempunyai struktur yang relatif lengkap yakni peternak, pabrik pakan dan pabrik pengolahan susu yang relatif maju dan kapasitas yang cukup tinggi serta tersedia kelembagaan peternak yakni Gabungan Koprasi Susu Indonesia (GKSI). Struktur usaha ternak terdiri dari usaha skala besar (>100 ekor), usaha skala menengah (30-100), usaha skala kecil (10-30ekor) dan usaha skala kecil (10-30) dan usaha ternak rakyat (1-9 ekor). Peternak sapi perah rakyat, pada umumnya adalah anggota koperasi.

Peternakan sapi perah telah dimulai sejak abad ke-19 yaitu dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking Shorthorn dari Australia. Pada permulaan abad ke-20 dilanjutkan dengan pengimporan sapi Fries Holland

(FH) dari belanda. Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi Fries Holland yang memiliki kemampuan produksi susu tertinggi (Sudono, 1999). Di Indonesia populasi bangsa sapi Fries Holland

merupakan yang terbesar diantara jumlah populasi bangsa-bangsa sapi perah yang lain. Jenis sapi Fries Holland (FH) memiliki sifat-sifat sebagai berikut : tenang, jinak dan mudah dikuasai, sapi tidak tahan panas namun mudah beradaptasi, produksi susu mencapai 4500-5500 liter per satu masa laktasi dan berat badan sapi jantan mencapai 1000 kg dan sapi betina mencapai 650 kg (Girisonta, 1995).

Menurut Mubyarto (1989), berdasarkan pola pemeliharaan usaha ternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu : peternakan rakyat, peternakan semi komersial dan peternakan komersial.

(27)

10 dalam jumlah dan mutu terbatas. Tujuan utama pemeliharaan sebagian hewan kerja sebagai pembajak sawah atau tegalan.

2) Peternakan rakyat semi komersial dengan keterampilan berternak dapat dikatakan cukup. Penggunaan bibit unggul, obat-obatan, dan makanan penguat cenderung meningkat. Tujuan utama pemeliharaan untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri.

3) Peternakan komersial dijalankan oleh peternak yang mempunyai kemampuan dalam segi modal, sarana produksi dengan teknologi yang cukup modern. Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak dibeli dari luar dalam jumlah besar.

Usaha ternak sapi perah merupakan usaha yang menguntungkan dibandingkan dengan usaha ternak yang lain. Beberapa keuntungan usaha ternak sapi perah adalah peternakan sapi perah termasuk usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, memiliki jaminan pendapatan yang tetap, penggunaan tenaga kerja yang tetap dan tidak musiman, pakan yang relatif murah dan mudah didapat karena sapi perah dapat menggunakan berbagai jenis hijuan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian, kesuburan tanah dapat dipertahankan dengan memanfaatkan kotoran sapi perah sebagai pupuk kandang dan pedet yang dihasilkan jika jantan bisa dijual untuk sapi potong, sedangkan jika pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu (Sudono et al, 2003).

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi

Sapi Fries Holland (FH) adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan bangsa-bangsa sapi perah lainya, dengan kadar lemak susu yang rendah (Sudono, 1999). Penyediaan bahan pakan yang terbatas akan membatasi peningkatan jumlah dan mutu produksi sapi Fries Holland (Girisonta, 1995).

(28)

11 adalah 8, 58 liter per ekor dan kepemilikan sapi laktasi masih di bawah 60 persen dari total sapi yang dimiliki.

Menurut penelitian Kadarini (2005), puncak produksi susu sapi perah peternak di KUD Cipanas terjadi pada bulan ketiga setelah beranak kemudian turun secara bertahap. Pada bulan keempat produksi susu mengalami penurunan yang sangat jelas dari 10 liter/ekor/hari. Hal ini kemungkinan disebabkan sapi pada usia ini mulai bunting kembali. Pada bulan kesembilan rataan produksi susu kembali meningkat, disebabkan pada populasi yang diamati terdapat dua ekor sapi yang berusia enam tahun dan satu ekor berusia lima tahun.

Menurut Siregar (1992), usaha untuk meningkatkan produksi susu dapat dilakukan dengan menambahkan pakan atau perbaikan sistem pemberian pakan tanpa penambahan biaya pakan. Sapi perah hendaknya diberi pakan yang berkualitas tinggi sehingga dapat berproduksi sesuai dengan kemampuannya. Kesalahan dalam manajemen pemeliharaan dapat dijadikan indikasi untuk mengetahui tingkat produksi yang rendah atau tidak sesuai dengan kemampuan potensial sapi.

Menurut Sudono et al. (2003), bibit sapi perah yang akan dipelihara menentukan keberhasilan dalam berproduksi. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah yaitu, keturunan, bentuk ambing, penampilan dan umur bibit. Selain bibit hal yang menunjang dalam keberhasilan berproduksi adalah pakan. Pakan memiliki pengaruh yang dominan dalam produksi. Pengaruh ini mencakup pada volume dan kualitas susu serta kesehatan. Pakan yang diberikan untuk ternak sapi perah terdiri dari pakan konsentrat dan hijuan. Dalam penelitian Mandaka dan Hutagaol (2005), di Kelurahan Kebon Pedes Kabupaten Bogor diketahui skala ekonomi peternakan sapi perah rakyat berada pada kondisi

Decreasing Return of Scale dimana penambahan faktor produksi tetap (jumlah induk produktif dan pengalaman beternak) menyebabkan penurunan keuntungan usaha ternak dalam jangka panjang.

(29)

12 Menurut Heriyatno (2009), Faktor faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah adalah jumlah pakan konsentrat, jumlah pakan hijauan dan masa laktasi sapi. Sedangkan menurut Sudono (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi adalah masa laktasi, umur sapi, selang beranak (Calving Interval), tenaga kerja, makanan dan tatalaksana. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi antara lain :

1. Masa Laktasi

Masa laktasi adalah masa sapi itu sedang menghasilkan susu antara waktu beranak dengan masa kering. Produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi dua bulan (Sudono, 1999). Sedangkan menurut Girisonta (1995), masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi setelah melahirkan anak kira-kira setengah jam setelah sapi itu melahirkan, produksi susu sudah keluar. Periode laktasi mempengaruhi selang beranak pada sapi Fries Holland

(FH). Selang beranak paling lama ditemukan pada sapi laktasi pertama dan kedua, dan selang beranak paling singkat ditemukan pada sapi laktasi kelima dan keenam.

2. Umur Sapi

(30)

13 3. Tenaga Kerja Dalam Budidaya Sapi Perah

Menurut Sudono (1999), tenaga kerja merupakan hal yang penting dalam usaha peternakan sapi perah. Tenaga kerja yang diperlukan harus terampil dan berpengalaman dalam bidangnya agar penggunaan tenaga kerja jadi efisien, untuk mencapai penggunaan tenaga kerja yang efisien pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia sebaiknya seorang tenaga kerja dapat menangani enam sampai tujuh ekor sapi dewasa. Sedangkan menurut Mubyarto (1989), dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri dari suami sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Kebutuhan dan pencurahan tenaga kerja sangat tergantung pada jenis pekerjaan dan komoditi yang diusahakan (Hernanto, 1996).

4. Makanan dan Tatalaksana

Pakan ternak terbagi dalam dua kelompok, yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat. Pakan konsentrat merupakan pakan yang diformulasikan atas beberapa bahan pakan seperti pollar, bungkil kedelai, dan jagung. Standar nilai koefisien teknis pada konsentrat adalah satu persen dari berat badan sapi yaitu antara 8-10 kg konsentrat per hari untuk setiap satuan ternak (Susilorini et al. 2009). Sementara itu, pakan hijauan berasal dari hasil budidaya atau berasal dari rumput alam yang dicari di lahan terbuka. Selain itu, pakan hijauan dapat juga berasal dari limbah pertanian, seperti jerami padi, jerami jagung dan kelopak kol yang sudah rusak (Swastika et al. 2009). Standar nilai koefisien teknis pakan hijauan adalah sepuluh persen dari berat badan sapi untuk setiap satuan ternak (Susilorini et al.

2009).

(31)

14 Penggunaan faktor produksi yang akan dipakai dalam analisis selain tergantung dari penting tidaknya pengaruh penggunaannya terhadap produksi juga dibatasi pada faktor produksi yang dapat dikontrol (Soekartawi et al.1986).

Penelitian Heriyatno (2009) dengan judul ”Analisis Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah di Tingkat Peternak (Kasus: Anggota Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan)” menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu di tingkat peternak menunjukan jumlah pemberian pakan konsentrat, jumlah pemberian pakan hijauan dan masa laktasi berpengaruh nyata terhadap produktivitas sapi perah peternak sedangkan faktor besarnya biaya usaha tidak berpengaruh nyata. Fungsi produksi yang digunakan untuk mengnganalisis usaha ternak sapi perah menunjukan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 40,2 persen. Nilai tersebut artinya 40,2 persen hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produksi susu dapat dijelaskan oleh produksi tersebut dan sebesar 59,8 persen hubungan tersebut dijelaskan oleh faktor-faktoe lain.

Penelitian Pratiwi (2009) dalam mengidentifikasi faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usaha peternakan sapi perah terdapat beberapa variabel yang diukur yaitu jumlah produksi susu sebagai variabel dependen, jumlah makanan hijauan, konsentrat, vaselin, tenaga kerja dan dummy setelah kredit dan sebelum kredit pada taraf nyata satu persen yang mempengaruhi produksi susu secara signifikan yaitu hijauan konsentrat dan dummy setelah kredit dan sebelum kredit sedangkan vaselin dan tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen.

(32)

15 tetap (jumlah induk produktif dan pengalaman beternak) menyebabkan penurunan keuntungan usaha ternak dalam jangka panjang.

Skema kredit yang sesuai dengan kondisi aktual dan keinginan peternak di Kelurahan Kebon Pedes adalah :

1) Ternak sapi merupakan jenis agunan yang paling memungkinkan untuk dijadikan sebagai jaminan kredit utama.

2) Jangka waktu pengembalian kredit yang relevan pada usaha ternak sapi perah adalah 7 tahun dengan tingkat suku bunga kredit antara 0-1 persen per bulan.

3) Nilai pinjaman yang paling sesuai bagi pengembangan usaha ternak skala kecil sebesar Rp 6.000.000-Rp 12.000.000 atau setara dengan 1-2 ekor induk produktif.

Penelitian Sihite (1998), dalam mengidentifikasi faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usaha peternakan sapi perah terdapat beberapa variabel yang diukur yaitu jumlah produksi susu sebagai variabel dependen, jumlah makanan penguat, jumlah makanan hijauan, jumlah tenaga kerja dan jumlah sapi laktasi. Pada taraf nyata 0,05 hanya jumlah pakan hijauan yang mempengaruhi produksi susu secara signifikan sedangkan jumlah makanan penguat dan persentase sapi laktasi berpengaruh nyata pada taraf nyata 0,10. Jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap peroduksi susu.

(33)

16 berpengaruh nyata adalah curah jam kerja, umur peternak, pengalaman beternak dan persentase pembagian hasil yang diterima peternak penggaduh.

(34)

17

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi

Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson, 1999). Sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi output ini disebut faktor-faktor produksi. Pada umumnya faktor-faktor produksi terdiri dari tanah, modal, tenaga kerja, input-input lain seperti bahan mentah (Soekartawi et al. 1986).

Menurut Lipsey (1995), fungsi produksi adalah hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan. Sedangkan Soekartawi (2003) menjelaskan fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel dependen (Y) dan variabel independen (X). Variabel dependen biasanya berupa output dan variabel independen biasanya berupa input. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3,..., Xn) Keterangan:

Y = Hasil produksi (output)

X1, X2, X3,...Xn = Faktor produksi/input

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi (Soekartawi, 1986), yaitu :

1. Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi.

2. Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dan parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut.

3. Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik.

(35)

18 PM =

Tambahan Output Tambahan Input

= ∆Y

∆X =

dY dX

= f „(X)

PR =

Output Input

= Y X

[image:35.595.84.476.69.778.2]

Pada Gambar 1, dapat dilihat hubungan antara Total Produk (TP), Produk Rata-rata (PR) dan Produk Marjinal (PM) sebagai berikut (Doll and Orazem, 1978):

Gambar 1. Kurva Total Produk dan Hubungannya dengan Produk Marjinal dan Produk Rata-Rata

Sumber : Doll dan Orazem (1978)

Keterangan Kurva: TP : Total produk PM : Produk Marjinal PR : Produk Rata-Rata Y : Produksi

X : Faktor Produksi

Y=f(x)

III Ep<0 II

0<Ep<1 I

Ep>1

0 PM/PR

X3

X2

X1

PM

PR TP

X

(36)

19 1) Daerah I

Daerah I menunjukkan Produk Marjinal (PM) lebih besar dari Produk Rata-Rata (PR). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat rata-rata variabel input (X) ditransformasikan ke dalam produk (Y) meningkat hingga PR mencapai maksimal pada akhir daerah I. Daerah I mempunyai nilai Ep > 1, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan otput yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini belum mencapai produksi optimal dengan pendapatan yang layak sehingga daerah ini tidak rasional (irrasional).

2. Daerah II

Daerah II terjadi ketika PM menurun dan lebih rendah dari PR. Pada keadaan ini PM sama atau lebih rendah dari PR. Daerah II berada diantara X2 dan X3.

Daerah ini memiliki nilai Ep antara 1 dan 0 (0<Ep<1), artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional dalam berproduksi.

3. Daerah III

Daerah ini memiliki nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0). Pada daerah ini produksi total mengalami penurunan yang ditunjukan oleh produk marjinal yang bernilai negatif yang berarti setiap penambahan faktor produksi akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan dan mengurangi pendapatan, karena itulah daerah ini dinamakan sebagai daerah tidak rasional (irrasional).

3.1.2. Teori Biaya

(37)

20 Menurut Lipsey (1995), biaya total dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya tetap total dan biaya variabel total. Untuk lebih jelasnya kurva biaya total dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva Biaya Total Dalam Jangka Pendek

Sumber : (Lipsey, 1995).

Keterangan Kurva:

TC : Biaya Total (Fixed Cost)

TVC : Biaya Variabel Total (Total Variabel Cost) TFC : Biaya Tetap Total (TotalFixed Cost)

Biaya tetap total (TFC) adalah biaya yang tidak berubah meskipun produksi berubah sedangkan biaya variabel total (TVC) adalah biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi. Biaya total (TC) adalah mewakili penjumlahan dari biaya variabel dan biaya tetap.

3.1.3. Pendapatan

Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk

TC

TFC TVC Biaya

(38)

21 bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan pada akhir tahun (Soekartawi et al. 1986). Pendapatan kotor disebut juga penerimaan. Pada Gambar 3, dapat dilihat hubungan antara pendapatan kotor (TR) dan biaya total (TC) sebagai berikut (Nicholson, 1999) :

[image:38.595.113.475.84.447.2]

Gambar 3. Kurva Pendapatan (TR) dan Kurva Biaya Total (TC) Jangka Pendek

Sumber : (Nicholson, 1999).

Kurva biaya total (TC) jangka pendek dalam Gambar 3. menjelaskan bahwa ketika output 0, biaya total sama dengan biaya tetap (TFC). Karena input tetap, biaya tersebut tidak berubah sementara output berubah. Untuk output yang rendah, biaya (TC) melebihi penerimaan (TR) maka akan mengalami kerugian. Sedangkan penerimaan (TR) melebihi biaya total (TC), maka hal ini menguntungkan.

Menurut Soekartawi, et.al. (1986), Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua macam yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani. Penilayan besarnya penerimaan yang dihasilkan dari setiap uang yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usahatani dapat digunakan perhitungan rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio). Menurut Soekartawi (2002) analisis R/C rasio terbagi dua yaitu R/C rasio atas biaya tunai, dan R/C rasio atas biaya total. Hasil Perhitungan R/C > 1 memiliki arti bahwa

TC TR Pendapatan

biaya

Keluaran

Q1 Q2

(39)

22 usahatani tersebut menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan, sedangkan nilai R/C < 1 maka usahatani tersebut tidak menguntungkan, dan jika nilai R/C =1 maka usahatani tersebut berada pada keuntungan normal.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan Tanjungsari adalah salah satu daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pengalengan. Sapi yang dipelihara di Kecamatan Tanjungsari tingkat produktivitas masih relatif rendah. Informasi yang diperoleh dari petugas kesehatan hewan (KESWAN) di Kecamatan Tanjungsari menyatakan bahwa produktivitas susu sapi perah yang berumur lima tahun rata-rata sebesar 8-9 liter/ekor/hari, padahal produktivitas ideal 12 sampai 15 liter/ekor/hari (Girisonta, 1995). Saat ini budidaya sapi perah di Kecamatan Tanjungsari masih menghadapi kendala dalam produktivitas.

Peningkatan produktivitas susu di Kecamatan Tanjungsari dapat diupayakan melalui penambahan penggunaan input seperti penambahan pakan konsentrat dan ampas tahu. Peningkatan produktivitas susu melalui penambahan input menghadapi kendala keterbatasan sumberdaya terutama modal untuk membeli pakan konsentrat dan ampas tahu. Pengeluaran biaya input yang tinggi akan mempengaruhi pendapatan peternak sapi perah.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden, harga input meningkat lebih tinggi dari pada harga output. Sebagai contoh, harga pakan konsentrat dari Rp 1.100 per kilogram naik menjadi Rp 1.425 per kilogram dan ampas tahu dari harga Rp 400 per kilogram naik menjadi Rp 600 per kilogram, sedangkan kenaikan harga susu dari Rp 2.866 per liter hanya naik menjadi Rp 2.896 per liter atau hanya naik sebesar Rp 30 saja per liter. Dengan demikian biaya operasional yang dikeluarkan oleh peternak lebih besar dibandingkan dengan penerimaan dari hasil penjualan susu sapi. Ketidakseimbangan ini berakibat pada semakin berkurangnya pendapatan yang diterima peternak dari usaha ternaknya.

(40)

23 ampas tahu, vaselin dan tenaga kerja. Sedangkan yang mempengaruhi pendapatan adalah harga hijauan, harga konsentrat, harga ampas tahu, harga vaselin, biaya kesehatan hewan, upah tenaga kerja dan harga jual susu sapi. Untuk melihat pengaruh input tersebut terhadap produktivitas susu sapi, maka perlu dilakukan analisis fungsi produktivitas menggunakan model fungsi Cobb Douglas. Analisis ini berguna untuk melihat tingkat signifikansi input tersebut, berpengaruh nyata atau tidak terhadap produktivitas dan pendapatan peternak. Kerangka penelitian operasional produktivitas susu dan pendapatan peternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kerangka Operasional Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari.

Analisis Fungsi Pendapatan Cobb Douglas Kombinasi faktor pendapatan - Harga hijauan

- Harga konsentrat - Harga Ampas tahu - Harga Vaselin

- Biaya kesehatan hewan - Upah tenaga kerja - Harga penjualan susu

Analisis Fungsi Produktivitas Cobb Douglas

Kombinasi faktor produktivitas - Hijauan

- Konsentrat - Ampas Tahu - Vaselin

- Jumlah tenaga kerja Analisis Usahatani

Masalah Usaha Ternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari 1. Kemampuan produktivitas rendah

2. Pendapatan usaha ternak rendah

[image:40.595.102.514.101.830.2]
(41)

24

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Margajaya dan Desa Raharja Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra penghasil susu sapi perah di Kabupaten Sumedang. Alasan pemilihan dua Desa tersebut sebagai lokasi penelitian adalah populasi ternaknya paling banyak dengan proporsi masing-masing adalah 20,89 persen dan 20,40 persen (Tabel 7). Waktu pengumpulan dan pengolahan data dilakukan pada bulan Maret hingga April 2010.

Tabel 7. Populasi Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009

No Desa/Kelurahan

Sapi Perah

Total (ekor) Persentase (%) Jantan Betina

1 Jatisari 15 92 107 3,30

2 Kadakajaya 11 32 43 1,32

3 Cinanjung 49 520 569 17,56

4 Kutamandiri 1 7 8 0,24

5 Cijambu 63 405 468 14,44

6 Gudang - - - -

7 Margajaya 84 593 677 20,89

8 Margaluyu 10 50 60 1,85

9 Pasigaran 1 72 73 2,25

10 Raharja 46 615 661 20,40

11 Tanjungsari - - - -

12 Gunungmanik 32 542 574 17,71

Total 312 2.928 3.240 100

Sumbar : Kecamatan Tanjungsari, 2009 (Diolah)

4.2. Jenis dan Sumber Data

(42)

25 instansi terkait seperti Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang, Kecamatan Tanjungsari, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) Institut Pertanian Bogor, bahan pustaka lain seperti internet, hasil-hasil penelitian terdahulu serta berbagai literatur lainnya.

4.3. Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data

Pemilihan responden untuk peternak sebagai sumber data dilaksanakan dengan metode purposive sampling. Metode ini dipilih dengan mempertimbangkan informasi yang telah dimiliki oleh peneliti mengenai sifat peternak dan populasi ternak yang akan dijadikan objek penelitian.

Responden dalam penelitian ini adalah peternak-peternak anggota dari Kelompok Ternak Mekar Asih dan Kelompok Ternak Wibawa Mekar. Pengambilan sampel dilakukan dengan mencatat anggota dan populasi di dua kelompok peternak tersebut, dan mengambil responden dengan jumlah sesuai dengan yang diinginkan. Total anggota kelompok peternak ini adalah 119 peternak yang menyebar di dua desa di Kecamatan Tanjungsari, dari 119 anggota tersebut dipilih 36 peternak untuk menjadi responden. Proporsi jumlah 36 responden dari Kecamatan Tanjungsari tersebut adalah 20 peternak di Desa Raharja dan 16 peternak di Desa Margajaya. Pertimbangan pemilihan jumlah responden didua Desa di Kecamatan Tanjungsari adalah pada saat turun lapangan peternak yang dapat ditemui secara langsung di Desa Raharja (20 orang) dan Desa Margajaya (16 orang).

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung terhadap peternak responden dengan bantuan kuisioner. Kuisioner yang telah dibuat berisi pertanyaan-pertanyaan tentang karakteristik responden, sumberdaya yang tersedia, biaya, faktor produktivitas dan pendapatan peternak responden di Kecamatan Tanjungsari.

4.4. Metode Analisis Data

(43)

26 Usahatani dan R/C rasio serta fungsi Cobb Douglas untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dan pendapatan peternak. Perhitungan analisis data kuantitatif menggunakan komputer dengan menggunakan software Microsoft Office Excel dan Minitab 14.

4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani

Penerimaan (revenue) usahatani adalah semua nilai produk yang dihasilkan dari suatu usahatani dalam periode tertentu, satu musim tanam, atau dalam satuan tahun kegiatan usaha. Penghitungan penerimaan usahatani dapat dilakukan menggunakan rumus:

TR = Q x P

Keterangan: TR = Penerimaan Usahatani Q = Produksi

P = Harga produk

Menurut Soekartawi, et.al. (1986) biaya adalah semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode produksi tertentu yang dinyatakan dengan nilai uang tertentu. Biaya usahatani dibedakan menjadi dua macam, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai meliputi jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Sedangkan biaya diperhitungkan meliputi pengeluaran tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani seperti opportunity cost lahan milik pribadi, tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan dari sarana produksi. Biaya penyusutan merupakan nilai beli suatu benda investasi/peralatan yang dikurangi dengan nilai sisa jika dibagi dengan lamanya peralatan/benda investasi dipakai (umur ekonomis). Biaya penyusutan dalam penelitian ini diperhitungkan dengan metode garis lurus, yaitu diasumsikan nilai sisa dianggap nol. Rumus yang digunakan adalah:

Biaya Penyusutan

Keterangan : Nb = Nilai beli Ns = Nilai sisa N = Lama pakai

=

(Nb – Ns)

(44)

27 Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani. Dalam usahatani, pendapatan dibagi menjadi dua macam yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini.

Pendapatan atas biaya tunai = TR – BT

Pendapatan atas biaya total = TR – (BT – BD) Keterangan: TR = Pendapatan kotor/penerimaan

BT = Biaya tunai

BD = Biaya diperhitungkan 4.4.2. Analisis R/C ratio

Analisis R/C rasio merupakan salah satu cara untuk mengetahui perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Selain itu R/C rasio ini juga dilakukan untuk mengetahui efisiensi usahatani, yang dapat diketahui dari perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya pada masing-masing usahatani.

Analisis ini dibedakan menjadi dua, yaitu R/C rasio terhadap biaya tunai dan R/C rasio terhadap biaya total dengan perhitungan seperti:

R/C Atas Biaya Tunai

R/C Atas Biaya Total

4.4.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu Sapi Analisis faktor-faktor produktivitas ini dilakukan untuk menjelaskan hubungan output dengan input. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah model fungsi Cobb Douglas. Menurut Soekartawi (2002), fungsi Cobb Douglas

merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel; variabel yang satu disebut dengan variabel bebas, yang menjelaskan (X), dan yang lain disebut variabel tidak bebas, yang dijelaskan (Y). Penyelesaian hubungan

=

Total Penerimaan (TR)

Total Biaya Total Penerimaan (TR)

(45)

28 antara X dan Y biasanya dilakukan dengan cara regresi. Persamaan medel fungsi

Cobb Douglas, dirumuskan sebagai berikut :

Y = β0X1β1, X2β2... Xiβi... Xnβn e

Untuk menduga parameter dalam persamaan fungsi Cobb Douglas maka harus diubah terlebih dahulu kedalam bentuk double logaritme natural (ln), bentuk persamaannya menjadi :

Ln Y= Ln β0 + β1 LnX1 + β2 LnX2+β3 Ln X3 +β4 Ln X4 + β5 Ln X5+ e Keterangan :

Y = Produktivitas (Liter)

β0 = Konstanta

β1-β5 = Nilai koefisien regresi masing-masing variabel X1 = Hijauan (Kg)

X2 = Konsentrat (Kg) X3 = Ampas Tahu (Kg) X4 = Vaselin (Gram) X5 = Tenaga kerja (HKP) Gambaran dari variabel-variabel tersebut adalah :

1. Variabel yang menjadi variabel tidak bebasadalah produktivitas. Produktivitas susu adalah jumlah susu yang dihasilkan oleh sapi laktasi per ekor selama satu tahun. Produktivitas susu dinyatakan dalam satuan liter.

2. Variabel yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini meliputi: a. Hijauan (X1)

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usahaternak sapi perah adalah pemberian pakan. Pakan hijauan adalah bahan pakan berserat seperti rumput gajah, rumput raja dan lain-lain. Jumlah pakan hijauan dinyatakan dalam kilogram yang diberikan selama satu tahun pada sapi laktasi per ekor.

b. Konsentrat (X2)

(46)

29 pakan konsentrat dinyatakan dalam kilogram yang diberikan selama satu tahun pada sapi laktasi per ekor.

c. Ampas Tahu (X3)

Ampas tahu adalah limbah dari pabrik tahu yang dijadikan pakan tambahan untuk sapi perah agar produktivitas susunya meningkat. Jumlah pemberian ampas tahu dinyatakan dalam kilogram yang diberikan salama satu tahun pada sapi laktasi per ekor.

d. Vaselin (X4)

Vaselin digunakan dalam proses pemerahan susu. Penggunaan vaselin akan mempengaruhi kinerja pemerahan yaitu memperlancar keluarnya susu yang dilakukan pada saat proses pemerahan. Jumlah vaselin dinyatakan dalam gram yang diberikan selama satu tahun pada sapi laktasi per ekor.

e. Jumlah Tenaga Kerja (X5)

Tenaga kerja adalah tenaga manusia yang digunakan untuk menangani sapi laktasi dengan kegiatan antara lain memerah, memberi makan dan minum, memandikan sapi, membersihkan kandang, mencari rumput, mengantar susu, dan mengurus peralatan. Jumlah tenaga kerja diukur dalam jam kerja selama satu tahun yang selanjutnya dinilai dalam satuan hari kerja pria (HKP).

Hipotesis yang digunakan dalam menganalisis faktor penduga ini adalah bahwa input akan berpengaruh positif terhadap produktivitas susu sapi. Kondisi ini dikarenakan seluruh komponen input tersebut merupakan kebutuhan dalam kegiatan produktivitas susu sapi. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hijauan (X1)

b1 > 0 artinya semakin banyak hijauan yang diberikan untuk budidaya sapi perah maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas susu.

2. Konsentrat (X2)

(47)

30 3. Ampas Tahu (X3)

b3 > 0 artinya semakin banyak ampas tahu yang digunakan dalam budidaya sapi perah, maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas susu yang dihasilkan.

4. Vaselin (X4)

b4 > 0 artinya semakin banyak vaselin yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas susu yang dihasilkan.

5. Tenaga Kerja (X5)

b5 > 0 artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas susu yang dihasilkan. Namun tidak menutup kemungkinan banyaknya tenaga kerja dapat mengakibatkan kegiatan produktivitas menjadi tidak efektif.

4.4.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Faktor-faktor yang akan dianalisis pengaruhnya terhadap tingkat pendapatan atau keuntungan peternak sapi perah dalam penelitian ini dilakukan dengan model fungsi Cobb Douglas. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pendapatan adalah harga-harga dari penggunaan input dan output. Menurut Soekartawi (2002), fungsi Cobb Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel; variabel yang satu disebut dengan variabel bebas, yang menjelaskan (X), dan yang lain disebut variabel tidak bebas, yang dijelaskan (Y). Persamaan medel fungsi Cobb Douglas, dirumuskan sebagai berikut :

Y = β0P1β1, P2β2... Piβi... Pnβn e

Untuk menduga parameter dalam persamaan fungsi Cobb Douglas maka harus diubah terlebih dahulu kedalam bentuk double logaritme natural (ln), bentuk persamaannya menjadi :

(48)

31 Keterangan : π = Keuntungan usaha (Rp)

β0 = Konstanta

β1-β5 = Nilai koefisien regresi masing-masing variabel P1 = Harga Hijauan (Rp/Kg)

P2 = Harga Konsentrat (Rp/Kg) P3 = Harga Ampas Tahu (Rp/Kg) P4 = Harga Vaselin (Rp/Kg)

P5 = Biaya Kesehatan Hewan (Rp/hari) P6 = Upah Tenaga Kerja (Rp/HKP) P7 = Harga Penjualan Susu (Rp/Liter) e = Unsur galat

Hipotesis yang digunakan dalam menganalisis faktor penduga ini adalah bahwa harga output akan berpengaruh positif terhadap tingkat pendapatan peternak sapi perah. Kondisi ini dikarenakan faktor harga output dapat mempengaruhi jumlah keuntungan, sedangkan faktor harga input yang akan digunakan memerlukan korbanan untuk memperolehnya dalam kegiatan produktivitas. Adapun penjelasan dari hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Harga Hijauan(P1)

b1 < 0 artinya semakin tinggi harga input hijauan yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah.

2. Harga Konsentrat(P2)

b1 < 0 artinya semakin tinggi harga input konsentrat yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah.

3. Harga Ampas Tahu (P3)

b1 < 0 artinya semakin tinggi harga input ampas tahu yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah.

4. Harga Vaselin (P4)

(49)

32 5. Biaya Kesehatan Hewan (P5)

b3 < 0 artinya semakin tinggi biaya input kesehatan hewan yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah.

6. Upah Tenaga Kerja (PX6)

b4 < 0 artinya semakin tinggi upah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produktivitas, maka akan semakin mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh peternak.

7. Harga Jual Susu (P7)

b5 > 0 artinya semakin tinggi harga jual susu segar, maka akan semakin meningkatkan pendapatan yang diperoleh peternak. Harga jual menjadi salah satu komponen dalam usahaternak sapi perah yang memiliki dampak positif terhadap tingkat pendapatan peternak.

Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam pengujian terhadap parameter regresi antara lain :

a. Pengujian parameter secara keseluruhan

Tujuan pengujian ini adalah untuk melihat apakah variabel bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata pada variabel tidak bebas atau apakah signifikan atau tidak model dugaan yang digunakan (Siagian, 2002). Hipotesis:

H0 : b1= b2=…= bi = 0 H1 : salah satu dari b ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji F : Fhitung =

) /( ) 1 (

) 1 /(

2 2

k n R

k R

Keterangan:

k = jumlah variabel termasuk intersept n = Jumlah pengamatan atau responden Kriteria uji :

(50)

33 Koefisien determinasi (R2) adalah besaran yang dipakai untuk menunjukan sampai sejauh mana keragaman variabel tidak bebas (Y), dapat diterangkan oleh model dugaan. Koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut:

R2 =

R2 = 1 -

[

2 2

t t

Y e

]

b. Pengujian untuk masing-masing parameter

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.

Hipotesis: H0 : bi = 0 H1: bi ≠ 0

Uji setatistik yang digunakan adalah uji t : Thitung =

) (

0

bi S bi

Kriteria uji : Thitung > Ttable (a/2,n-v) pada taraf ntyata α : tolak H0 Kriteria uji : Thitung < Ttable (a/2,n-v) pada taraf ntyata α: terima H0 Keterangan :

v = jumlah variabel bebas

n = Jumlah pengamatan atau responden

Jika tolak H0 artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dalam model.

c. Pengujian Multikolinieritas

Pengujian multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara variable-variabel bebas satu dengan yang lainnya didalam fungsi produksi. Suatu model yang baik adalah jika tidak ditemukan adanya gejala multikolinieritas. Adanya gejala multikolinieritas dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF). Nilai VIF dapat diperoleh melalui persamaan :

(51)

34 VIF (Xj) =

) R -(1

1

2 j

Dimana :

Rj = Koefisien determinasi dari model regresi dengan variabel tidak bebas Xi dan variable bebas adalah variable X lainnya.

(52)

35 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Keadaan Wilayah Penelitian

Kabupaten Sumedang adalah sebuah Kabupaten di Jawa Barat dengan ibu kotanya yaitu Sumedang. Kabupaten Sumedang berada di sebelah Timur Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak pada posisi 1070 14‟-1080 21‟ Bujur Timur dan 600 40‟-700 83‟ Lintang Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Subang di sebelah Utara, Kabupaten Majalengka di sebelah Timur dan Kabupaten Garut di sebelah Tenggara serta Kabupaten Bandung di sebelah Barat dan Selatan. Wilayah Kabupaten Sumedang memiliki areal yang cukup luas yaitu + 15.222.000 Ha. Kondisi wilayah Kabupaten Sumedang mempunyai potensi wilayah lahan basah yang luas, saat ini sebagian besar merupakan wilayah perkebunan, tegalan dan hutan. Kabupaten Sumedang mempunyai iklim tropis dengan curah hujan rata-rata 2.242 mm per tahun, suhu udara 150-260 dan kelembaban sebesar 500 sampai 7003.

Wilayah Kabupaten Sumedang mempunyai bentuk permukaan yang sangat variatif dari permukaan yang datar sampai bergunung. Sedangkan ketinggian secara keseluruhan terletak antara 20 sampai dengan lebih dari 1.000 meter diatas permukaan laut (dpl). Pusat-pusat kecamatan di wilayah ini terletak pada kisaran ketinggian 40-800 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan rata-rata 43,73 persen dari keseluruhan wilayah Kabupaten Sumedang terletak pada ketinggian 501 sampai 1000 meter di atas permukaan laut (Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang).

Kabupaten Sumedang pada tahun 2005 mempunyai jumlah penduduk 1.045.826 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk pada tahun 2008 sebanyak 1.091.674 jiwa, yang terdiri dari 545.740 jiwa adalah laki-laki dan 545.934 jiwa perempuan, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 4,38 persen dengan membandingkan data tersebut diatas maka terjadi kenaikan jumlah penduduk dari tahun 2005 sampai 2008 sebanyak 45.848 jiwa. Mata pencaharian penduduk Kabupaten Sumedang sebagian besar terkonsentrasi dibidang pertanian sebanyak 199.664 atau 43.85 persen diikuti oleh sektor perdagangan besar atau kecil

3

Kabupaten Sumedang. 2010. Profil Kabupaten Sumedang.

(53)

36 sebanyak 89.718. sektor industri sebanyak 57.876 atau 17,10 persen (Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang).

Kecamatan Tanjungsari merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Jatinangor di Barat daya, Kecamatan Cimanggu di Selatan, Kecamatan Pamulihan di Timur, Kecamatan Sukasari di barat laut serta wilayah Kabupaten Subang disebelah utara. Kecamatan Tanjungsari memiliki luas wilayah + 3462 Ha, yang terdiri dari 12 Desa. Desa tersebut meliputi Cinanjung, Raharja, Gunung Manik, Marga Jaya, Tanjungsari, Jatisari, Kuotamandiri, Margaluyu, Gudang, Pasigaran, Kadaka Jaya, dan Cijambu (Kecamatan Tanjungsari).

Kecamatan Tanjungsari memiliki beberapa produk andalan. Salah satunya adalah sebagai daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pangalengan. Selai

Gambar

Tabel 2. Perkembangan Tingkat Konsumsi Susu di Indonesia Tahun 2003-2008.
Tabel 6. Perkembangan Produksi Susu Segar di Kabupaten Sumedang Tahun 2003-2008
Gambar 1.   Kurva Total Produk dan Hubungannya dengan Produk Marjinal dan
Gambar 3. Kurva Pendapatan (TR) dan Kurva Biaya Total (TC) Jangka Pendek
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang [skripsi].. Fakultas Ekonomi dan

13. Bagaimana manajemen mutasi MTs Darul Amin Kota Palangka Raya?.. Observasi pengamatan penulis pada saat pelaksanaan penelitian di MTs Darul Amin mengenai model manajemen

Pembelajaran problem based learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk

yang tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan satuan kerja perangkat daerah yang kontribusinya terhadap pencapaian prestasi kerja dapat diukur

Selain target kontrak baru, perusahaan juga merevisi turun target penjualan tahun 2019 menjadi Rp7 triliun dari awalnya Rp7,9triliun.. Note: *:

Berdasarkan pendapat diatas, analisis kesalahan sangat bermanfaat bagi para pengajar untuk membuat suatu kesimpulan tentang kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para

Panitia Pembangunan Gedung IMPA mengucapkan terimakasih kepada Korsek Galatia-Nazaret, Pelkat PKB, PKP, GP, PA, Pembawa Acara (Bapak Robert Kalalo, Bapak Sigit Dibyanto dan Ibu