PENGARUH TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN KOMPLEKSITAS PEMERINTAH DAERAH
(JUMLAH SKPD) TERHADAP KELEMAHAN PENGENDALIAN INTERN PADA PEMERINTAH DAERAH
(Studi Empiris Pada Pemerintah Daerah di Indonesia)
Oleh:
Titus Puspitasari 109082000121
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Titus Puspitasari
2. Tempat, Tanggal Lahir : Lamongan, 04 April 1991
3. Alamat : Jl. Karangbinangun, RT. 05 / RW. 02 ,
Keputran, Kec. Deket, Kab. Lamongan.
4. No. Ponsel : 085648758408
5. Email : titapuspitha4482@gmail.com
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri Dinoyo II Tahun 1997-2003
2. SMP Negeri 2 lamongan Tahun 2003-2006
3. SMA Negeri 1 Lamongan Tahun 2006-2009
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009-2013
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota BEM Jurusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2010-2011
2. Anggota BEM Fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode
2012-2013
3. Anggota LSO VOC Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta periode 2010-2011.
4. Team Rapai dance SEIS Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Seminar oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta, “Seminar Peningkatan Pemahaman Ketertiban Umum Bagi Pelajar dan Mahasiswa’, 29 November 2010.
7. Seminar oleh Direktorat Jendral Pajak, “Potret Perpajakan Indonesia Menuju Sistem Perpajakan yang Transparan”, 24 November 2011.
8. Seminar oleh PT. Zahir Internasional, “Workshop Komputer Akuntansi dengan menggunakan Zahir Accounting Edisi Standar 5. 1”, 17 Maret 2012.
9. Seminar Nasional oleh Asuransi ACA, “Peran Asuransi dalam Era Globalisasi” 20 Mei 2010.
10.Seminar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, “Talkshow Pemberantasan Korupsi”, 9 September 2009.
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Timan
2. Tempat, Tanggal Lahir : Lamongan, 16 Maret 1968
3. Ibu : Umi Kalsum
4. Tempat, Tanggal Lahir : Lamongan, 17 April 1970
THE INFLUENCE OF ECONOMIC GROWTH RATE, LOCAL OWN SOURCE REVENUE AND COMPLEXITY (NUMBER OF LOCAL GOVERNMENT
WORK UNIT) TO INTERNAL CONTROL WEAKNESS OF LOCAL GOVERNMENT
(Empirical Study on Local Governments in Indonesia)
By: Titus Puspitasari
ABSTRACT
The purposed of the study was to test the influence of economic growth rate, local own source revenue and complexity (number of local government work unit) to internal control weakness of local government. Agency theory assumes that there were many information asymetry between the agents (local government) who had direct acces to information by the principals (the public). The existence of information asymetry allowed the occurence of fraud or corruption by local government.
This study used purposive sampling with 156 data from the financial statements Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) in 2011 and data from Badan Pusat Statistika (BPS). The result indicated that the economic growth rate and local own source revenue had no significant influence on internal control weakness. However, the complexity (the number of local government) had significant influence on internal control weakness.
PENGARUH TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN KOMPLEKSITAS PEMERINTAH DAERAH (JUMLAH SKPD) TERHADAP KELEMAHAN PENGENDALIAN INTERN
PADA PEMERINTAH DAERAH
(Studi Empiris Pada Pemerintah Daerah di Indonesia)
Oleh: Titus Puspitasari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara kausalitas pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), kompleksitas Pemerintah Daerah (jumlah SKPD) terhadap kelemahan pengendalian intern. Teori keagenan beranggapan bahwa banyak terjadi information asymmetry antara pihak agent (pemerintah daerah) yang mempunyai akses langsung terhadap informasi dengan pihak principal (masyarakat). Adanya information asymmetry inilah yang memungkinkan terjadinya penyelewengan atau korupsi oleh pemerintah daerah.
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah data 156 pemerintah daerah yang berasal dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2011 dan data dari Badan Pusat Statistika (BPS). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kelemahan pengendalian intern. Tetapi kompleksitas pemerintah daerah dilihat dari jumlah SKPD memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kelemahan pengendalian intern.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah SWT, Ar-Rahman Ar-Rahim yang memberikan kasih
sayangnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membimbing umatnya menuju jalan kebenaran dengan agama Islam. Skripsi ini
disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, doa dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada:
1. Ayahanda Timan dan Ibunda Umi Kalsum dan Adikku Muhammad Ivan
Kurniawan yang selalu memberikan dukungan, perhatian, cinta dan kasih
sayang, dan doa yang selalu terucap tiada henti kepada penulis.
2. Keluarga besar di Lamongan, Kresek, Telaga Bestari dan Sidoarjo yang selalu
mendoakan dan memberikan dukungan untuk kesuksesan penulis.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Rahmawati, SE., MM selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan pengarahan dan
7. Ibu Putriesti Mandasari, SP, M,Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang
telah meluangkan waktu, mencurahkan perhatian, membimbing dan memberikan
pengarahan kepada penulis. Terima kasih atas semua saran yang Ibu berikan
selama ini.
8. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
9. Achmad Agus Heriyanto, terimakasih selama ini telah memberikan doa dan
dukungan penuh kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi sampai selesai.
10. Sahabatku Galih Ihsan, Adi Nugraha, Erick darmawan, Dini Utami, Imah astinia
dan siti aliyah Nur Khalishah yang selama ini berjuang bersama-sama dan
memberikan pertemanan yang istimewaa kepada penulis selama ini.
11. Sahabat seperjuanganku, Ira Robiah dan Nina Indriani dari awal kita kuliah
sampai saat ini selalu setia berjuang bersama-sama. Thank you so much.
12. Sahabat Accounting C’s Indescribable Democracy (ACID) yang berjuang dari awal dengan suka duka yang tak mungkin terlupakan.
13. Sahabat yang dipertemukan dalam LSO Voice Of Comunication (VOC),
Rufiatun Nufus, Rika Fitrianti yang memberikan dukungan serta menghibur
penulis selama ini. Thanks guys.
14. Sahabat sekaligus teman sehari-hari dikosan kuning tercinta Arum Ganda
Wijayanti, Ifta Aulia, Nur Aprianti, Rosma Aliah, Annisa Nur Kusuma, Erika
yang selalu memberikan semangat, ilmu-ilmu yag bermanfaat dan kasih sayang
selama ini.
15. Sahabat SMA ku yang selama ini berbagi ilmu dan tetap menjaga tali
silaturrahmi Ulva navatilova menes, Dyah Nur Fitriana, Umu Nadziroh, Winda
Eka, Maslahatul Ummah, Mariyanti Nur, Siti Aisyah, Yuni Medya. Terimakasih
sudah menemani dan memberikan keceriaan di hari libur penulis.
16. Sahabat kecilku yang menjadi tempat curahan hati dari kecil sampai sekarang
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, 25 April 2013
DAFTAR ISI
Keterangan Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
ABSTRACT ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
1. Teori Keagenan (Agency Theory) ... 11
2. Undang-undang Pemerintah Daerah ... 13
3. Pengendalian Intern ... 19
4. Tujuan Pengendalian Internal ... 20
5. Komponen Pengendalian Internal ... 22
6. Prosedur Pengendalian Internal ... 24
7. Pemahaman Atas Pengendalian Internal ... 29
8. Kelemahan Pegendalian Internal... 31
9. Opini Audit ... 33
10.Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Daerah ... 36
11.Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 42
12.Kompleksitas Pemerintah Daerah ... 45
13.Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)... 48
B. Penelitian Sebelumnya ... 49
C. Kerangka Berpikir ... 57
D. Hipotesis Penelitian ... 59
1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi PDRB Pemerintah Daerah dengan Pengendalian Intern ... 59
2. Pendapatan Asli daerah (PAD) dengan Pengendalian Intern ... 60
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 64
B. Teknik Penentuan Populasi dan Sampel ... 64
C. Teknik Pengumpulan Data ... 65
D. Teknik Analisis ... 66
1. Uji Statistik Deskriptif ... 67
2. Uji Asumsi Klasik ... 68
a. Uji Normalitas ... 68
b. Uji Multikolinearitas ... 68
c. Uji Heterokendastisitas ... 69
3. Pengujian Hipotesis ... 70
a. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 71
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji f) ... 71
c. Uji Signifikansi Paramater Individual (Uji t) ... 72
d. Analisis Regresi Berganda yang Terbentuk ... 72
E. Operasional Variabel Penelitian ... 74
1. Variabel Dependen (Y) ... 74
2. Variabel Independen (X) ... 75
a. Pertumbuhan PDRB Pemerintah Daerah (X1) ... 75
b. Pendapatan Asli Daerah ... 76
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 78
1. Deskripsi Objek Penelitian ... 78
2. Deskripsi Sampel Penelitian ... 79
B. Hasil Uji analisis Data dan Pembahasan ... 85
1. Hasil Statistik Deskriptif ... 85
2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 87
a. Uji Normalitas ... 87
b. Uji Multikolinearitas ... 90
c. Uji Heterokedastisitas ... 91
3. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 93
a. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 93
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji f) ... 95
c. Uji Signifikansi Paramater Individual (Uji t) ... 96
d. Hasil Uji Hipotesis dan Pembahasan ... 97
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 103
B. Implikasi ... 104
C. Keterbatasan ... 106
D. Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA ... 108
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Kelompok Temuan Akibat Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan
Perundang-undangan atas Pemeriksaan LKPD Semester I Tahun 2012 ... 4
2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 50
3.1 Oprasionalisasi Variabel Penelitian ... 77
4.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria ... 78
4.2 Nama Pemerintah Daerah Hasil Observasi ... 79
4.3 Hasil Statistik Deskriptif ... 86
4.4 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov ... 89
4.5 Hasil Uji Multikoloniearitas ... 90
4.6 Hasil Uji Spearman’s rho ... 92
4.7 Hasil Adj R2 ... 93
4.8 Hasil Uji F ... 95
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Berpikir ... 57
4.1 Hasil Uji Normalitas ... 88
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1. Daftar Nama Pemerintah Daerah yang Terdaftar di Badan Pusat Statistika
(Dalam Juta) ... 113
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengendalian internal dibuat untuk semua tindakan oleh sebuah
organisasi untuk memberikan keamanan terhadap assets dari pemborosan,
kecurangan dan ketidakefisienan penggunaan serta untuk meningkatkan
ketelitian dan tingkat kepercayaan dalam laporan keuangan. Oleh karena itu,
undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi tentang perlunya
sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan untuk
mencapai pengendalian internal yang memadai. Selain itu, pelaksanaan otonomi
daerah tidak hanya dapat dilihat dari seberapa besar daerah akan memperoleh
dana perimbangan, tetapi hal tersebut harus diimbangi dengan sejauh mana
instrumen atau sistem pengelolaan keuangan daerah mampu memberikan nuansa
manajemen keuangan yang lebih adil, rasional, transparan, partisipatif dan
bertanggungjawab untuk mewujudkan good governance.
Tuntutan dan kebutuhan era globalisasi, perwujudan kepemerintahan
yang baik (good governance), upaya pemulihan ekonomi nasional dan daerah
serta pemulihan kepercayaan yang baik secara lokal, nasional maupun
internasional terhadap pemerintah Indonesia, mengharuskan pemerintah untuk
mengambil langkah-langkah strategis dengan adanya pengendalian intern
Sejak reformasi pada tahun 1998 berbagai perubahan terjadi di Indonesia.
Perubahan tersebut tidak hanya dirasakan di pusat pemerintahan, tetapi juga di
daerah. Setelah terjadinya reformasi, sistem pemerintahan yang awalnya bersifat
terpusat mulai mengalami desentralisasi. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Regulasi
tersebut menjadi landasan bagi pemberian otonomi daerah yang semakin besar
kepada daerah (Martani dan Zaelani, 2011).
Perubahan-perubahan mendasar pada awal reformasi pengelolaan
keuangan Negara berkaitan dengan: (a) sistem penganggaran; (b) struktur
anggaran; (c) peristilahan; (d) pengukuran kinerja; (e) konsep pusat-pusat
pertanggungjawaban; (f) desentralisasi; (g) standar an kebijakan akuntansi; dan
(h) perubahan sistem akuntansi keuangan ke sistem ganda (double entry) dengan
dasar pencatatan atas dasar kas yang mengarah pada basis akrual (cash basic
toward accrual). Oleh karena itu pemerintah terus melakukan berbagai upaya
perbaikan untuk meningkatkan pengelolaan keuangan negara/daerah untuk
memperkecil potensi kecurangan. Banyaknya pemerintahan daerah di Indonesia
dengan otonomi yang semakin besar, membuat pengawasan yang baik sangat
dibutuhkan agar tidak terjadi kecurangan (fraud). Kecurangan dalam organisasi
baik di sektor pemerintahan maupun di sektor swasta biasanya disebabkan oleh
lemahnya pengendalian intern.
Adanya peningkatan tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pusat dan pemerintah daerah untuk menerapkan adanya pengendalian intern
dalam pemerintah daerah. Pengendalian intern dalam pemerintah daerah dapat
dilakukan dengan mengadakan pengawasan intern yang berfungsi untuk
melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah. Lingkup pengaturan pengawasan intern mencangkup kelembagaan,
lingkup tugas, kompetensi daya manusia, kode etik, standar audit, dan pelaporan.
Penelitian yang dilakukan Coe dan Curtis (1991) menemukan dari total
127 kasus kelemahan pengendalian intern di Carolina Utara AS sebagian besar
(42%) terjadi di lembaga pemerintah. Menurut Wilopo (2006) pengendalian
intern yang efektif mengurangi kecenderungan kecurangan dalam organisasi. Hal
ini senada dengan survei KPMG tahun 2006 dimana sebagian besar kecurangan
(38%) terdeteksi karena adanya pengendalian intern.
Data yang dikeluarkan Indonesian Corruption Watch (ICW) semester I
(Januari s/d Juli) 2012, ditemukan 285 kasus korupsi yang terjadi baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah yang menyebabkan negara mengalami kerugian
sebesar Rp 1,22 triliun (ICW, Laporan semester I Tahun 2012). Sedangkan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan Semester I Tahun 2012 Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) menemukan 5.036 kasus kelemahan SPI yang terdiri atas tiga
kelompok temuan yaitu kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan,
kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja,
serta kelemahan struktur pengendalian intern. LKPD Semester I Tahun 2012 juga
sebanyak 6.904 kasus senilai Rp 7,011 triliun sebagaimana disajikan dalam tabel
1.1 berikut.
Tabel 1.1
Kelompok Temuan Akibat Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Perundang-undangan atas Pemeriksaan LKPD Semester I Tahun 2012. No Kelompok temuan Jumlah Kasus Nilai (juta Rp)
1. Kerugian Daerah 2.004 1.159.769
2. Potensi Kerugian Daerah 426 3.205.164
3. Kekurangan Penerimaan 1.113 849.463
4. Administrasi 2.702 -
5. Ketidakhematan/Pemborosan 227 281.232
6. Ketidakefisienan 2 537
7. Ketidakefektifan 380 1.505.408
Jumlah 6.904 7.001.576
Sumber: BPK RI (2012)
Hasil pemeriksaan BPK pada Semester I Tahun 2012, mengungkapkan
adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan sebanyak 6.904
kasus senilai Rp 7.001.576 juta. Sub Total 1 menunjukkan ketidakpatuhan yang
menyebabkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan sebanyak
3.543 kasus senilai Rp 5.214.397 juta. Rekomendasi BPK terhadap kasus
tersebut adalah penyetoran sejumlah uang kas Negara/daerah/perusahaan dan
atau penyerahan aset. Temuan BPK pada Semester I tahun 2012 dinyatakan
bahwa terhadap 426 LKPD Tahun 2012 (sekitar 81,30%) dari 524 pemerintah
daerah/provinsi/kabupaten/kota yang diperiksa, BPK hanya memberikan opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas 67 entitas, opini Wajar Dengan
Pengecualian (WDP) atas 316 entitas, opini Tidak Wajar (TW) atas 5 entitas, dan
terdapat kenaikan proporsi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) yang diikuti penurunan proporsi opini Tidak
Memberikan Pendapat (TMP), pemerintah daerah masih perlu meningkatkan
kualitas dalam menyajikan suatu laporan keuangan yang wajar. Penyajian suatu
laporan keuangan yang wajar merupakan gambaran dan hasil dari
pertanggungjawaban keuangan yang lebih baik.
Pengendalian intern memiliki peranan yang sangat penting bagi sebuah
organisasi, termasuk pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus mampu
menjalankan pengendalian intern yang baik agar dapat memperoleh keyakinan
yang memadai dalam mencapai tujuan. Pasal 56 ayat 4 Undang-Undang Nomor 1
tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menjelaskan bahwa pengelolaan
keuangan daerah harus didukung oleh sistem pengendalian intern yang memadai.
Pertumbuhan pemerintah daerah membuat setiap pemerintah daerah memiliki
karakteristik yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi keberhasilan
implementasi sistem pengendalian intern. Oleh karena itu, penting untuk
mengatahui pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dan kompleksitas Pemerintah Daerah terhadap kelemahan pengendalian
intern pada pemerintah daerah di Indonesia.
Petrovits, Shakespeare, dan Shih (2010) dalam penelitiannya menemukan
bahwa pengendalian intern yang lemah biasanya berhubungan dengan komitmen
yang kurang dalam pengendalian akuntansi. Berdasarkan hasil analisis statistik
dan translasi mata uang asing) dan profitabilitas (dilihat dari rasio return on
assets dan nilai cash from operation) berhubungan positif dengan kelemahan
material pengendalian intern.
Penelitian yang dilakukan Doyle, Ge, dan McVay (2007) ingin
memeriksa faktor determinan dari kelemahan pengendalian intern dalam
pelaporan keuangan. Sebanyak 779 perusahaan yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini, peneliti menemukan bahwa perusahaan yang memiliki banyak
kelemahan pengendalian intern cenderung lebih kecil, lebih muda, lemah secara
keuangan, kompleks, sedang tumbuh dan dalam restrukturisasi.
Penelitian lain dilakukan Ashbaugh-Skife, Collins, dan Kinney (2007).
Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa kompleksitas organisasi (jumlah
segmen usaha, penjualan dengan mata uang asing, dan jumlah persediaan)
berpengaruh positif terhadap masalah pengendalian intern. Begitu juga untuk
perubahan organisasi yang dilihat dari data merger dan akuisisi, pertumbuhan
dan restrukturisasi memiliki pengaruh positif.
Penelitian sejenis di Asia dilakukan oleh Zhang, Niu, dan Zheng (2009).
Banyak sekali perusahaan di China membangun sistem pegendalian intern yang
dikenal dengan Enterprise Internal Control Basic Standard (EICBS). Peneliti
menemukan bukti bahwa kualitas pengendalian intern berhubungan positif
dengan ukuran perusahaan, kondisi keuangan, Peneliti juga menemukan kualitas
pengendalian intern berhubungan negatif dengan control power dari pemegang
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian untuk melihat pengendalian intern dalam Pemerintah
Daerah. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Kompleksitas Pemerintah Daerah (Jumlah SKPD) Terhadap Kelemahan Pengendalian Intern Pada Pemerintah Daerah”.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Martani dan Zaelani (2011), yang meneliti mengenai “Pengaruh
ukuran, pertumbuhan, dan kompleksitas Pemerintah Daerah terhadap
pengendalian intern pemerintah daerah”. Adapun perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Tahun pengamatan. Pada penelitian sebelumnya pengamatan dimulai dari
tahun 2008, sedangkan pada penelitian ini dilakukan pada tahun 2011.
2. Terdapat perbedaan variabel independen. Penelitian sebelumnya
menggunakan tiga variabel independen yaitu ukuran Pemerintah Daerah,
pertumbuhan Pemerintah Daerah dan kompleksitas Pemerintah Daerah.
Sedangkan pada penelitian ini terdapat satu variabel independen yang berbeda
yaitu kompleksitas Pemerintah Daerah yang dilihat dari jumlah Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD). Dalam penelitian sebelumnya kompleksitas dapat
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Apakah tingkat pertumbuhan ekonomi Pemerintah Daerah memiliki pengaruh
terhadap kelemahan pengendalian intern Pemerintah Daerah?
2. Apakah PAD memiliki pengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern
Pemerintah Daerah?
3. Apakah kompleksitas Pemerintah Daerah (jumlah SKPD) memiliki pengaruh
terhadap kelemahan pengendalian intern Pemerintah Daerah?
4. Apakah pertumbuhan ekonomi, PAD, kompleksitas Pemerintah Daerah
(jumlah SKPD) memiliki pengaruh terhadap kelemahan pengendalian intern
Pemerintah Daerah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi Pemerintah Daerah terhadap
kelemahan pengendalian intern Pemerintah Daerah.
2. Pengaruh PAD terhadap kelemahan pengendalian intern Pemerintah Daerah.
3. Pengaruh kompleksitas Pemerintah Daerah (jumlah SKPD) terhadap
4. Pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi, PAD dan kompleksitas Pemerintah
Daerah (jumlah SKPD) terhadap kelemahan pengendalian intern Pemerintah
Daerah.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Ilmu pengetahuan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk memperluas
pengetahuan mengenai mata kuliah internal audit dalam program studi
akuntansi di perguruan tinggi, serta untuk memperluas kajian mengenai
pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
kompleksitas pemerintah daerah (jumlah SKPD) terhadap kelemahan
pengendalian intern pada pemerintah daerah;
2. Pemerintah Daerah.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan
pengendalian intern pada pemerintah daerah, dan meningkatkan kesadaran
pemerintah daerah akan pentingnya pengendalian intern, serta sebagai
pertimbangan dalam pembuatan kebijakan untuk lebih meningkatkan
3. Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya jurusan akuntansi.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah studi literatur mengenai pengaruh
tingkat pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
kompleksitas pemerintah daerah (jumlah SKPD) terhadap kelemahan
pengendalian intern pada pemerintah daerah;
4. Penulis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pengaruh
tingkat pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
kompleksitas pemerintah daerah (jumlah SKPD) terhadap kelemahan
pengendalian intern pada pemerintah daerah;
5. Penelitian Selanjutnya.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti, wawasan,
referensi tambahan, dan sebagai literatur untuk penelitian lebih lanjut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Agency theory menyangkut hubungan kontraktual antara dua pihak
yaitu principal dan agent. Agency theory membahas tentang hubungan
keagenan dimana suatu pihak tertentu (principal) mendelegasikan pekerjaan
kepada pihak lain (agent) yang melakukan pekerjaan. Agency theory
memandang bahwa agent tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan
sebaik-baiknya bagi kepentingan principal (Tricker, 1984). Sedangkan
penelitian Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa masalah agensi
dikendalikan oleh sistem pengambilan keputusan yang memisahkan fungsi
manajemen dan fungsi pengawasan. Pemisahan fungsi manajemen yang
melakukan perencanaan dan implementasi terhadap kebijakan perusahaan
serta fungsi pengendalian yang melakukan ratifikasi dan monitoring terhadap
keputusan penting dalam organisasi akan memunculkan konflik kepentingan
diantara pihak-pihak tersebut.
Diakui atau tidak di pemerintahan daerah terdapat hubungan dan
masalah keagenan (Halim dan Abdullah, 2005). Penelitian Lane (2000)
menyatakan bahwa teori keagenan dapat diterapkan dalam organisasi publik
hubungan prinsipal-agen. Teori keagenan memandang bahwa pemerintah
daerah sebagai agent bagi masyarakat (principal) akan bertindak dengan
penuh kesadaran bagi kepentingan mereka sendiri serta memandang bahwa
pemerintah daerah tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan
sebaik-baiknya bagi kepentingan masyarakat. Agency theory beranggapan bahwa
banyak terjadi information asymmetry antara pihak agen (pemerintah) yang
mempunyai akses langsung terhadap informasi dengan pihak prinsipal
(masyarakat). Adanya information asymmetry inilah yang memungkinkan
terjadinya penyelewengan atau korupsi oleh agen. Sebagai konsekuensinya,
pemerintah daerah harus dapat meningkatkan pengendalian internalnya atas
kinerjanya sebagai mekanisme checks and balances agar dapat mengurangi
information asymmetry.
Berdasar agency theory pengelolaan pemerintah daerah harus diawasi
untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan
kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Meningkatnya
akuntabilitas pemerintah daerah informasi yang diterima masyarakat menjadi
lebih berimbang terhadap pemerintah daerah yang itu artinya information
asymmetry yang terjadi dapat berkurang. Kemungkinan untuk melakukan
korupsi menjadi lebih kecil dikarenakan semakin berkurangnya information
2. Undang-Undang Pemerintah Daerah (UU No. 33 Tahun 2004)
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun
2004 tentang pemerintahan daerah menjelaskan bahwa pembentukan
undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah (UU No.33 Tahun 2004) dimaksudkan untuk
mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintahan daerah
yang diatur dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah. Perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah mencakup
pembagian keuangan antara Pemerintah pusat dan Pemerintahan Daerah
secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan
potensi, kondisi dan kebutuhan daerah.
Ada beberapa cakupan yang terdapat dalam UU No.33 Tahun 2004
yaitu antara lain:
a. Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan.
Prinsip kebijakan perimbangan keuangan terdapat dalam pasal 2
dan pasal 3. Pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah tersebut perlu memperhatikan kebutuhan pembiayaan bagi
pelaksanaan kewenangan yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,
antara lain pembiayaan bagi politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, pengelolaan moneter dan fiskal, agama, serta kewajiban
b. Dasar Pendanaan Pemerintah Daerah.
Dasar pendanaan pemerintah daerah terdapat dalam pasal 4.
Pendanaan penyelenggaraan pemerintahan agar terlaksana secara efisien
dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya
pendanaan pada suatu bidang pemerintahan, maka diatur pendanaan
penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah dibiayai dari APBD, sedangkan
penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab
pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan Pusat yang
didekonsentrasikan kepada Gubernur atau ditugaskan kepada pemerintah
daerah dan/atau desa atau sebutan lainnya dalam rangka tugas pembantuan.
c. Sumber Penerimaan Daerah.
Sumber penerimaan daerah terdapat dalam pasal 5, 6, 7, 8, 9.
Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas
pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari: (1)
Pendapatan Asli Daerah (PAD); (2) dana perimbangan; dan (3) lain-lain
pendapatan. Pembiayaan bersumber dari: (1) sisa lebih perhitungan
anggaran Daerah; (2) penerimaan pinjaman daerah; (3) dana cadangan
d. Pendanaan Asli Daerah.
Pendanaan asli daerah terdapat dalam pasal 6,7,8,9. pendapatan asli
daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak
daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan
untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan
dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas
desentralisasi. Pendapatan daerah bersumber dari: (1) pendapatan asli
daerah; (2) dana perimbangan; (3) lain-lain pendapatan.
e. Dana Perimbangan.
Dana perimbangan terdapat dalam pasal 10 sampai dengan pasal 26.
Dana perimbangan merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari
bagian daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, bea perolehan hak atas tanah
dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam, serta dana alokasi
umum dan dana alokasi khusus. Dana perimbangan ini terdiri atas: (1) dana
bagi hasil; (2) dana alokasi umum; (3) dana alokasi khusus.
f. Lain-lain Pendapatan.
Lain-lain pendapatan terdapat dalam pasal 43 sampai dengan pasal
48 dalam lain-lain pendapatan selain hibah, undang-undang ini juga
mengatur pemberian dana darurat kepada daerah karena bencana nasional
dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi dengan dana
mengalami krisis solvabilitas, yaitu daerah yang mengalami krisis
keuangan berkepanjangan.
g. Pinjaman Daerah.
Pinjaman daerah terdapat pada pasal 49 sampai dengan pasal 56.
Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah
menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari
pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar
kembali. Pinjaman daerah adalah salah satu alternatif sumber pembiayaan
daerah dalam pelaksanaan desentralisasi, termasuk untuk menutup
kekurangan arus kas. Pinjaman daerah digunakan untuk membiayai
kegiatan yang merupakan inisiatif dan kewenangan daerah berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
h. Obligasi Daerah.
Obligasi daerah terdapat pada pasal 57 sampai dengan pasal 65.
Obligasi daerah merupakan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah
daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar
modal. Obligasi ini tidak dijamin oleh pemerintah pusat (pemerintah)
sehingga segala resiko yang timbul sebagai akibat dari penerbitan obligasi
daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Penerbitan surat utang
merupakan bukti bahwa pemerintah daerah telah melakukan
pinjaman/utang kepada pemegang surat utang tersebut. Pinjaman akan
disepakati. Pemerintah daerah yang menerbitkan obligasi daerah
berkewajiban membayar bunga secara berkala sesuai dengan jangka waktu
yang telah ditetapkan. Pada saat jatuh tempo pemerintah daerah
berkewajiban mengembalikan pokok pinjaman.
i. Pengelolaan Keuangan Dalam Rangka Desentralisasi.
Pengelolaan keuangan dalam rangka desentralisasi terdapat dalam
pasal 66 sampai dengan pasal 86. Kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal yang telah dilaksanakan sejak tahun 2001 adalah dalam
rangka mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. Seiring
dengan perubahan dinamika sosial politik, Pemerintah telah melakukan
revisi beberapa materi dalam undang-undang otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal dengan ditetapkannya Undang-undang (UU) Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah. Substansi perubahan kedua undang-undang tersebut adalah
semakin besarnya kewenangan Pemerintah Daerah dalam mengelola
pemerintahan dan keuangan daerah. Pembangunan daerah diharapkan dapat
berjalan sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas daerah, sehingga
dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi regional,
j. Dana Dekonsentrasi.
Dekonsentrasi terdapat dalam pasal 87 sampai dengan pasal 95.
Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya
pelimpahan wewenang pemerintah melalui kementerian negara/lembaga
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah didanai oleh
pemerintah yang disesuaikan dengan wewenang yang dilimpahkan.
Kegiatan dekonsentrasi di daerah dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan
oleh gubernur. Dana dekonsentrasi merupakan bagian anggaran
kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja
dan anggaran kementerian negara/lembaga dana dekonsentrasi disalurkan
melalui rekening kas umum negara. Semua barang yang diperoleh dari
dana dekonsentrasi menjadi barang milik negara yang dapat dihibahkan
kepada daerah.
k. Dana Tugas Pembantuan.
Dana tugas pembantuan terdapat dalam pasal 96 sampai dengan
100. Dana tugas pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang
dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Sedangkan
tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah
dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
terpisah dari penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan dekonsentrasi
dan desentralisasi. Semua barang yang diperoleh dari dana tugas
pembantuan menjadi barang milik negara dan dapat dihibahkan kepada
Daerah. Barang milik negara yang dihibahkan kepada daerah dikelola dan
ditatausahakan oleh daerah.
l. Sistem Informasi Keuangan Daerah.
Sistem informasi keuangan daerah terdapat dalam pasal 101 sampai
dengan pasal 104. Informasi keuangan daerah adalah segala informasi yang
berkaitan dengan keuangan daerah yang diperlukan dalam rangka
penyelenggaraan sistem informasi keuangan daerah. Daerah
menyampaikan informasi keuangan daerah yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada pemerintah.
3. Pengendalian Intern
Pengertian pengendalian intern menurut Arens (2012) adalah proses
yang dilaksanakan oleh dewan komisaris, manajemen, pimpinan yang berada
dibawah mereka untuk memberikan kepastian yang layak bahwa tujuan
pengendalian tercapai yaitu: (1) keandalan laporan keuangan; (2) efektifitas
dan efisiensi operasi; dan (3) ketaatan terhadap hukum dan peraturan.
Menurut IAI (2011) mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu
proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain
entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang
keuangan, (b) efektifitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan yang berlaku.
Sedangkan menurut AICPA (2005), pengendalian internal adalah suatu
proses yang dipengaruhi board of directors, manajemen dan pegawai lainnya,
yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang layak dapat dicapainya
tujuan-tujuan yang berkaitan dengan: (a) dapat dipercayainya laporan
keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pengertian-pengertian pengendalian internal diatas, dapat
disimpulkan bahwa pengendalian internal merupakan suatu proses yang terdiri
dari kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk dilaksanakan oleh orang-orang
untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian tujuan-tujuan
tertentu yang saling berkaitan. Penerapan pengendalian intern dalam setiap
kegiatan operasi perusahaan diharapkan tidak akan terjadi tindakan-tindakan
penyelewengan yang dapat merugikan perusahaan, misalanya penggelapan
baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.
4. Tujuan Pengendalian Intern
Demi mencapai pengelolaan keuangan Negara yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel, lembaga atau organisasi wajib melakukan
pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Pengendalian atas
sistem pengendalian intern pemerintah sebagaimana diatur dalam peraturan
pemerintah.
Menurut Arens (2012), tujuan pengendalian intern adalah sebagai
berikut:
a. Keandalan laporan keuangan.
Agar dapat menyelenggarakan operasi usahanya manajemen memerlukan
informasi yang akurat, oleh karena itu dengan adanya pengendalian intern
diharapkan dapat menyediakan data yang dapat dipercaya, sebab dengan
adanya data atau catatan yang handal memungkinkan tersusunnya laporan
keuangan yang dapat diandalkan.
b. Efektifitas dan efisiensi operasi
Tujuan pengendalian intern yang berhubungan dengan efisiensi dan
efektivitas operasi ditunjukkan untuk mencegah duplikasi usaha yang
tidak perlu atau pemborosan dalam segala kegiatan bisnis perusahaan dan
untuk mencegah penggunaan sumber daya yang tidak efisien.
c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Tujuan pengendalian intern adalah memastikan bahwa segala peraturan
dan hukum telah ditetapkan manajemen untuk mencapai tujuan
Sedangkan menurut Mulyadi (2002), tujuan pengendalian intern
terbagi menjadi dua yaitu:
a. Menjaga kekayaan perusahaan
1) Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang
telah ditetapkan.
2) Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan
dengan kekayaan yang sesungguhnya.
b. Melakukan pengecekan atas ketelitian dan keandalan data akuntansi.
1) Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan.
2) Pencatatan transaksi yang terjadi tercatat dengan benar di dalam catatan
akuntansi perusahaan.
5. Komponen Pengendalian Intern
Komponen pengendalian intern menurut PP No. 60 (2008), suatu
perusahaan dapat mencapai tujuan pengendalian internalnya dengan
menerapkan lima komponen:
a. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian suatu perusahaan mencakup seluruh sikap
manajemen dan karyawan mengenai pentingnya pengendalian. Salah satu
faktor yang mempengaruhi lingkungan penegndalian adalah falsafah dan
gaya operasi manajemen. Lingkungan pengendalian adalah “tone at the
top” perusahaan. Hal ini dimulai dengan pemilik dan manajer puncak.
baik kepada para karyawan perusahaan. Pemilik menunjukkan pentingnya
pengendalian internal jika dia mengharapkan para karyawan menjalankan
pengendaliannya secara serius.
Struktur organisasi usaha merupakan kerangka dasar untuk perencanaan
dan pengendalian operasi juga mempengaruhi lingkungan pengendalian,
karena setiap manajer toko bertanggung jawab untuk membentuk
lingkungan pengendalian yang efektif. Kebijakan Personalia juga
mempengaruhi lingkungan pengendalian. Kebijakan personalia meliputi
perekrutan, pelatihan, evaluasi, penetapan gaji, dan promosi karyawan. Di
samping itu uraian pekerjaan, kode etik karyawan, dan kebijakan mengenai
masalah perbedaan kepentingan merupakan bagian dari kebijakan
personalia Kebijakan dan prosedur tersebut dapat memperkokoh
pengendalian internal bila memberikan jaminan yang wajar bahwa hanya
karyawan yang kompeten dan jujurlah yang direkrut dan dipertahankan.
b. Pengendalian Risiko
Manajemen harus memperhitungkan risiko yang mungkin akan dialami
oleh perusahaan dan mengambil langkah penting untuk mengendalikan
risiko ini dan mengambil langkah penting untuk mengendalikannya
sehingga tujuan dari pengendalain internal dapat tercapai. Setelah risiko
diidentifikasi, maka dapat dilakukan analisis untuk memperkirakan
besarnya pengaruh risiko tersebut serta tingkat kemungkinan terjadinya,
c. Prosedur Pengendalian.
Prosedur pengendalian dirancang untuk memastikan bahwa tujuan
perusahaan tercapai. Contoh prosedur tersebut adalah membebankan
tanggung jawab, memisahkan tugas, dan menggunakan alat keamanan
untuk melindungi persediaan dari pencurian.
d. Pemantauan Pengendalian.
Perusahaan memperkerjakan auditor untuk memantau penegndalian intern
dalam perusahaan. Auditor internal akan memonitor pengendalian
perusahaan demi mengamankan aktiva, dan auditor eksternal memonitor
pengendalian untuk memastikan bahwa catatan akuntansi sudah akurat.
e. Sistem Informasi
Sistem informasi merupakan hal penting. Pemilik perusahaan memerlukan
informasi yang akurat untuk menelusuri aktiva dan mengukur laba serta
rugi.
6. Prosedur Pengendalian Intern
Menurut Mulyadi (2002), terdapat beberapa prosedur pengendalian
intern, yaitu sebagai berikut:
a. Karyawan yang kompeten, dapat diandalkan, dan Etis.
Sistem akuntansi yang baik memerlukan prosedur untuk memastikan
bahwa para karyawan mampu melaksanakan tugas yang diemban, Karena
itu karyawan harus kompeten, dapat diandalkan (reliable) dan etis.
Perlunya pelatihan untuk melakukan tugas yang diberikan dan mengawasi
pekerjaan.
b. Pemberian Tanggung Jawab.
Kemungkinan terjadinya ketidakefisienan, kesalahan, dan penggelapan,
dapat dikurangi dengan adanya tanggung jawab operasi yang berkaitan
harus dibagi kepada dua orang atau lebih. Sebuah perusahaan yang
memiliki pengendalian intern yang baik, tidak ada tugas penting yang
terlewatkan dan memiliki karyawan yang bertanggung jawab.
c. Pemisahan Tugas.
Manajemen yang cerdas akan membagi tanggung jawab di antara dua atau
lebih orang. Pemisahan tugas akan membatasi penipuan dan meningkatkan
keakuratan catatan akuntansi. Pemisahan tugas dapat dibagi dua bagian:
1) Pemisahan operasi dari akuntansi.
Akuntansi harus terpisah sepenuhnya dari departemen operasi,
seperti produksi dan penjualan. Apabila karyawan bagian penjualan
mencatat pendapatan perusahaan maka angka penjualan akan
digelembungkan, dan manajer puncak tidak akan mengetahui berapa
yang sebenarnya dijual perusahaan. Inilah sebabnya mengapa harus
2) Memisahkan penjagaan aktiva dan akuntansi
Akuntan tidak boleh menangani kas dan kasir tidak boleh
memiliki akses ke catatan akuntansi. Jika satu karyawan bertanggung
jawab atas kedua tugas itu, orang tersebut dapat mencuri kas dan
menutupi pencurian yang dilakukan. Treasurer perusahaan menangani
kas, dan controler memperhitungkan kas itu. Tidak ada orang yang
memegang kedua tanggung jawab itu.
Apabila terdapat orang yang sama melakukan tugas
pemesanan, pemeriksaan penerimaan barang, dan melakukan
pembayaran kepada pemasok, maka akan terjadi kemungkinan
penyelewengan terjadi, seperti:
(a) Pemesanan bisa dilakukan berdasarkan hubungan pribadi dengan
pemasok, bukan berdasarkan harga, mutu, dan faktor-faktor
objektif lainnya.
(b) Kuantitas dan kualitas barang pesanan yang diterima mungkin
tidak diperiksa, sehingga barang yang diterima atau barang yang
mutun jelek tetap dibayar.
(c) Barang yang dibeli tersebut mungkin akan dicuri oleh karyawan.
(d) Keabsahan dan keakuratan faktur mungkin tidak diperiksa dengan
cermat, sehingga mnyebabkan pembayaran atas faktur yang tidak
d. Audit.
Untuk melakukan validasi catatan akuntansinya, sebagian besar perusahaan
melakukan audit. Audit adalah pemeriksaan laporan keuangan dan sistem
akuntansi perusahaan. Auditor memeriksa pengendalian internal untuk
mengevaluasi sistem. Audit dapat dilakukan secara internal atau eksternal.
Auditor internal adalah karyawan perusahaan yang bertugas memastikan
bahwa karyawan mengikuti kebijakan perusahaan dan operasi berjalan
dengan efisien. Auditor juga menentukan apakah perusahaan mengikuti
persyaratan hukum. Sedangkan auditor eksternal independen sepenuhnya
dari perusahaan. Mereka ditugaskan untuk menentukan apakah laporan
keuangan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum.
Auditor juga menyarankan perbaikan yang akan membantu perusahaan
berjalan dengan mulus.
e. Dokumen.
Dokumen menyediakan rincian tentang tranasaksi bisnis. Dokumen
meliputi faktur dan pesanan melalui faks. Dokumen harus diberi nomor
urut untuk mencegah pencurian dan ketidakefisienan. Kesenjangan dalam
urutan nomor itu akan menarik perhatian.
f. Perangkat Elektronik.
Sistem akuntansi saat ini memiliki kualitas yang semakin menurun
terutama pada kualitas dokumen karena lebih mengandalkan pada
persediaan dengan memegang sensor elektronik pada barang dagang. Kasir
akan menyingkirkan sensor tersebut. Jika seorang pelanggan berusaha
meninggalkan toko dengan sensor masih terpasang, alarm akan berbunyi.
g. Pengendalian Lainnya.
Perusahaan menyimpan dokumen penting dalam brankas tahan api. Alarm
anti pencuri akan melindungi bangunan, dan kamera keamanan akan
melindungi properti lainnya. Para spesialis pencegahan kerugian melatih
karyawan agar waspada dengan aktivitas yang mencurigakan. Karyawan
yang menangani kas sangat rentan terhadap godaan. Banyak perusahaan
membeli fidelity bonds terhadap para kasir. Fidelity bond adalah polis
asuransi yang akan memberi ganti rugi kepada perusahaan atas setiap
kerugian akibat pencurian oleh karyawan. Sebelum menerbitkan fidelity
bond, perusahaan asuransi menyelidiki catatan karyawan. Cuti wajib
(Mandatory Vacations) dan rotasi tugas (job rotation) akan memperbaiki
pengendalian internal. Perusahaan merotasi karyawannya dari satu
pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Hal ini dapat meningkatkan moral dengan
memberikan para karyawan pandangan yang lebih luas mengenai
perusahaan. Selain itu, dengan mengetahui bahwa orang lain akan
menggantikan tugas anda bulan depan juga akan mempertahankan
7. Pemahaman Atas Pengendalian Intern
Mulyadi (2002) menyatakan bahwa pemahaman auditor tentang
pengendalian intern digunakan untuk:
a. Kemungkinan dapat atau tidaknya audit dilaksanakan.
b. Salah saji material yang potensial dapat terjadi.
c. Resiko deteksi.
d. Perancangan pengujian substantif.
Penilaian atas SPI berguna untuk mengidentifikasi prosedur-prosedur
pengelolaan keuangan daerah yang mempunyai resiko untuk terjadinya salah
saji secara material dalam penyusunan laporan keuangan. Penilaian atas SPI
dilakukan oleh pihak yang mempunyai wewenang sebagai pengawas
(inspektorat atau BPKP) atau auditor (BPK) (Warren, 2004).
Permendagri nomor 04 tahun 2008 tentang pedoman pelaksanaan
review atas laporan keuangan pemda memberikan pedoman tentang tata cara
penilaian atas SPI dilakukan dengan proses sebagai berikut:
a. Memahami sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah yang
meliputi: Sistem dan Prosedur Penerimaan Kas; Sistem dan Prosedur
Pengeluaran Kas; Sistem dan Prosedur Akuntansi Satuan Kerja; Sistem dan
Prosedur Akuntansi Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD); Sistem
dan Prosedur Penyusunan Laporan Keuangan.
b. Melakukan observasi dan atau wawancara dengan pihak terkait di setiap
mungkin timbul di setiap sub proses yang ada dan keberadaan sistem
pengendalian dalam rangka mengantisipasi resiko yang bersangkutan.
c. Melakukan analisis atas resiko yang telah diidentifikasi pada sebuah
kesimpulan tentang kemungkinan terjadinya salah saji yang material dalam
penyusunan laporan keuangan.
d. Melakukan analisis atas resiko yang telah diidentifikasi pada sebuah
kesimpulan tentang arah pelaksanaan pengujian SPI.
Sudjono dan Hoesada (2009) menyatakan untuk memperkuat dan
menunjang efektivitas SPI perlu dilakukan:
a. Pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi
pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara. Pengawasan intern
tersebut dilakukan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) melalui
audit, review, evaluasi, pemantau, dan kegiatan pengawasan lainnya.
b. Pembinaan penyelenggaraan SPI pemerintah. Berdasarkan ketentuan
perundang-undangan, organisasi yang diberi kewenangan dalam
pembinaan SPI adalah Badan Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP).
Pembinaan dapat dilakukan dalam bentuk: penyusunan pedoman teknis
penyelenggaraan SPIP, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan,
pembimbingan dan konsultasi SPIP, dan peningkatan kompetensi auditor
8. Kelemahan Pengendalian internal
Susanto (2007) mengemukakan beberapa keterbatasan dari
pengendalian intern, sehingga pengendalian intern tidak dapat berfungsi,
yaitu:
a. Kesalahan (Error), kesalahan muncul ketika karyawan melakukan
pertimbangan yang salah atau perhatiannya selama bekerja terpecah.
b. Kolusi (Collusion), kolusi terjadi ketika dua atau lebih karyawan
berkonspirasi untuk melakukan pencurian (korupsi) di tempat mereka
bekerja.
c. Penyimpangan manajemen, manajemen suatu organisasi memiliki banyak
otorisasi dibandingkan karyawan biasa, proses pengendalian efektif pada
tingkat manajemen bawah dan tidak efektif pada tingkat atas.
d. Manfaat dan biaya, konsep jaminan yang meyakinkan atau masuk akal
mengandung arti bahwa biaya pengendalian intern tidak melebihi manfaat
yang dihasilkan.
Menurut Warren (2004), Kelemahan pengendalian intern tersebut
didapatkan dengan melihat tingkat kesesuaian pengendalian intern terhadap
standar audit yang telah ditetapkan yaitu Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara. Hasil audit tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kelompok utama
sebagai berikut:
a. Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan
2) Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai.
3) Entitas terlambat menyampaikan laporan.
4) Pencatatan tidak atau belum dilakukan atau tidak akurat.
5) Sistem informasi akuntasi dan pelaporan belum didukung sumber daya
manusia yang memadai.
b. Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan APBD Kelemahan Struktur
Pengendalian Intern
1) Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan
penerimaan daerah dan hibah tidak sesuai dengan ketentuan.
2) Penyimpangan terhadap peraturan bidang teknis tertentu atau ketentuan
intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja.
3) Perencanaan kegiatan tidak memadai.
4) Pelaksanaan belanja diluar mekanisme APBN/APBD.
5) Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan
berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan.
6) Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan
berakibat peningkatan biaya/belanja.
c. Kelemahan Struktur Pengendalian Intern
2) Entitas tidak memiliki Standar Operating Procedur formal.
3) Standar Operating Procedur yang ada pada entitas tidak berjalan secara
optimal atau tidak ditaati.
5) Satuan pengawas intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan
optimal.
6) Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai.
9. Opini Audit
Menurut Petronela (2004), auditor sebagai pihak yang independen
dalam pemeriksaan laporan keuangan suatu perusahaan akan memberikan
opini atas laporan keuangan yang diauditnya. Laporan penting sekali dalam
audit karena laporan menginformasikan pemakai informasi mengenai apa
yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya.
Petronela (2004), menyatakan bahwa opini audit diberikan oleh auditor
dalam beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberi kesimpulan atas
opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya. Menurut
Arens (2012) menyebutkan bahwa laporan audit adalah langkah terakhir dari
seluruh proses audit. Ini artinya auditor dalam memberikan opini sudah
didasarkan pada keyakinan profesionalnya.
Menurut IAI dalam Standar Profesional Akuntan Publik (2011) terkait
dengan standar pelaporan, maka opini auditor merupakan tanggung jawab
auditor dalam tahap akhir pekerjaan audit. Tipe opini auditor terdiri dari lima
tipe, yaitu pendapat wajar tanpa pengecualian, pendapat wajar tanpa
pengecualian dengan bahasa penjelas, pendapat wajar dengan pengecualian,
Penjelasan dari kelima tipe auditor adalah sebagai berikut:
a. Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian
Auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara
wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut terpenuhi:
1) Semua laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan
laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan.
2) Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi
oleh auditor.
3) Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah
melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan
untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan.
4) Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berterima umum di Indonesia.
5) Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah
paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.
b. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (unqualified
opinion with explanatory language).
Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf
penjelas atau bahasa penjelas lain dalam laporan audit, meskipun tidak
auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaan
yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas
atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku adalah:
1) Ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum.
Ketidakkonsistenan terjadi apabila ada perubahan prinsip akuntansi atau
metode akuntansi yang mempunyai akibat material terhadap daya
banding laporan keuangan perusahaan.
2) Keraguan besar tentang kelangsungan hidup suatu entitas.
3) Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.
4) Penekanan atas suatu hal.
5) Laporan audit yang melibatkan auditor lain.
c. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion).
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee
menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima secara umum di Indonesia,
kecuali untuk dampak hal yang dikecualikan.
Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan:
1) Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan
terhadap ruang lingkup audit.
2) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari
material dan auditor berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat
tidak wajar.
d. Pendapat tidak wajar (adverse opinion).
Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan
keuangan auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum.
e. Tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion).
Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika auditor tidak
melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan
auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga
diberikan apabila auditor dalam kondisi tidak independen dalam
hubungannya dengan klien.
10. Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Daerah
Tingkat pertumbuhan perusahaan memiliki hubungan positif dengan
kelemahan pengendalian intern. Organisasi yang sedang tumbuh memiliki
masalah kelemahan pengendalian intern yang lebih banyak. Pertumbuhan
yang cepat dari sebuah organisasi menyebabkan banyak terjadi perubahan.
Berbagai perubahan tersebut menuntut penyesuaian dari pengendalian intern
yang dimiliki. Hal tersebut tentu membutuhkan waktu untuk
mengimplementasikan prosedur yang baru. Hal tersebut memungkinkan
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kanaikan GDP/GNP tanpa
memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi yang terjadi
atau tidak (Arsyad, 2004). Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan
sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor yang menentukan kenaikan output
perkapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana
faktor-faktor tersebut sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1999).
Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu
negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari
perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya.
Menurut Sirojuzilam dan Mahalli (2010) pertumbuhan ekonomi merupakan
suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang
dilaksanakan khususnya dalam bidang bidang ekonomi. Menurut penelitian
Supriana (2008), peningkatan taraf hidup masyarakat dalam jangka panjang
melalui pertumbuhan ekonomi adalah tujuan pembangunan ekonomi setiap
negara.
Menurut Jhingan (1995), teori ekonomi pembangunan memiliki enam
karakteristik pertumbuhan ekonomi, yaitu:
a. Terdapatnya laju kenaikan produksi perkapita yang tinggi untuk
mengimbangi laju pertumbuhan penduduk yang cepat;
b. Semakin meningkatnya laju produksi perkapita terutama akibat adanya
c. Adanya perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri
dan jasa;
d. Meningkatnya jumlah penduduk yang berpindah dari pedesaan ke daerah
perkotaan (urbanisasi);
e. Pertumbuhan ekonomi terjadi akibat adanya ekspansi negara maju dan
adanya kekuatan hubungan internasional;
f. Meningkatnya arus barang dan modal dalam perdagangan internasional.
PDRB merupakan indikator ekonomi makro suatu daerah, yang
menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan perekonomian daerah.
Dengan menghitung PDRB secara teliti dan akurat baik atas dasar harga
berlaku maupun atas dasar harga konstan dapat diambil beberapa kesimpulan
mengenai keberhasilan pembangunan di suatu daerah, yang memperlihatkan
laju pertumbuhan ekonomi yang mewakili peningkatan produksi di berbagai
sektor lapangan usaha yang ada (Saggaf, 1999).
Saggaf (1999) juga mengemukakan bahwa dalam konsep regional,
pertumbuhan ekonomi daerah adalah angka yang ditunjukkan oleh besarnya
tingkat pertumbuhan produk domestik regional bruto suatu daerah yang
diukur atas dasar harga konstan. Bagi suatu daerah provinsi, kabupaten/kota
gambaran PDRB yang mencerminkan adanya laju pertumbuhan ekonomi
dapat dilihat dalam data sektor-sektor ekonomi yang meliputi pertanian,
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih,
keuangan persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa lainnya. Pertumbuhan
ekonomi dapat dilihat dari data konsumsi rumah tangga, konsumsi
pemerintah, pembentukan modal bruto, perubahan persediaan, ekspor dan
impor.
Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2002) adalah jumlah
nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dalam suatu
wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.
Untuk menghitung PDRB yang ditimbulkan dari satu daerah, Badan
Pusat Statistik (2002) menyebutkan tiga pendekatan yang digunakan yaitu:
a. Pendekatan Produksi.
Pendekatan produksi yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai tambah
di suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto barang dan jasa
yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian selama satu tahun.
Pendekatan produksi terdiri dari sembilan sektor yaitu: pertanian,
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air
bersih, bangunan/konstruksi, perdagangan, hotel dan restoran,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan, real estate dan jasa