PENGARUH DEWAN KOMISARIS, DEWAN DIREKSI
DAN KOMITE AUDIT TERHADAP
GOOD
CORPORATE GOVERNANCE
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun oleh :
Azwar Hanas
NIM. 103082029450
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si
NIP.131 474 891
NIP. 150 377 440
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI & ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009
Hari ini Jum’at Tanggal 11 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Azwar Hanas, NIM: 103082029450 dengan judul Skripsi “Pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance Pada Perusahaan Yang Listed di BEJ”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 Maret 2009
Tim Penguji Ujian Skripsi
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si
Pembimbing I Pembimbing II
Rini SE, Ak, M.Si
Hari ini Jum’at Tanggal 11 Bulan April Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Azwar Hanas, NIM : 103082029450 dengan judul Skripsi “Pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance Pada Perusahaan Yang Listed di
BEJ”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 April 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Afif Sulfa SE, Ak, M.Si Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
Penguji Ahli
ABSTRACT
The purpose of this research is to know and descript influence of board of commissioner, board of directors and audit committee to execution of corporate governance at company which is listed in Jakarta Stock Exchange.
In this research, method analyse data that used is quantitative method, that is data analysed and processed in the form of mathematical numbers and also compare with other data so that can be pulled accurately conclusion. Quantitative data in this research is conducted to know influence of board of commissioner, board of directors and audit committee of the practice of good corporate governance.
Based on the research, writer conclude that do not there are influences among board of commissioner, board of directors and audit committee to execution of corporate governance at company which is listed in Jakarta Stock Exchange.
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendiskripsikan pengaruh dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit terhadap pelaksanaan corporate
governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta.
Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode kuantitatif, yaitu data-data dianalisis dan diolah dalam bentuk angka-angka matematis serta membandingkan antara data yang satu dengan data yang lain agar dapat ditarik kesimpulan yang akurat. Data kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit terhadap praktik corporate governance yang baik.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta.
Kata kunci: Corporate Governance, Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan Syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kasih dan Penyayang. Hanya berkat curahan Rahmat, Taufik, Hidayah dan Inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance Pada Perusahaan Yang Listed
di BEJ”.
Keterbatasan penulis kerap kali menjadi kendala yang menghambat penyusunan skripsi ini. Namun, curahan kasih sayang keluarga dan doa kedua orang tua dan arahan serta motivasi dari dosen pembimbing serta bantuan dari para sahabat, akhirnya keterbatasan itu dapat diatasi dan disempurnakan sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.
Atas kesadaran dan kerendahan hati, perkenankanlah penulis menyampaikan “bingkisan kado” terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Kedua Orang Tua Tercinta, yaitu Ayahanda Malawih dan Ibunda Maryanih yang tak kenal lelah mendidik dan membesarkan dengan penuh rasa tulus dan sabar, yang selalu menyisipkan untaian doa dalam setiap dzikir dan sujudnya, yang tak pernah bosan menengadahkan kedua tangannya ke langit dalam memohon dan meminta setiap kebaikan untuk anaknya. Tetesan keringat dan cucuran air mata adalah saksi betapa tulus dan ikhlasnya mereka dalam menjalankan amanah di dunia ini. Semoga apa yang telah mereka goreskan menjadi penyebab turunnya Rahmat-MU, menjadi sebab gugurnya dosa-dosa mereka dihadapan-MU dan menjadi sebab lindungan-MU dalam menjalankan amanah di jalan-MU.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, Dosen Pembimbing I sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, yang senantiasa ikhlas ditengah kesibukannya untuk meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah mengarahkan penulis selama menggali ilmu di FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Abdul Hamid Cebba selaku Ketua Jurusan Akuntansi yang telah memotivasi penulis selama mengikuti kegiatan belajar di FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Amilin, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi yang telah memotivasi penulis selama mengikuti kegiatan belajar di FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Segenap Dosen di FEIS yang paling berjasa bagi penulis dalam proses mencari ilmu, pengalaman dan proses pembelajaran di bangku perkuliahan, sebagai sumber motivasi dan inspirasi bagi penulis. Pak Abdul Hamid Cebba, MBA (Auditing 1), Pak Amilin, M.Si (Intermediate Accounting dan teori akuntansi), Pak Dudi Agung Somantri, M.Si ( Ilmu Perpajakan 2), Ibu Rosdiana (Manajemen Pemasaran), Ibu Rachmawati, MM (Ilmu Perpajakan1 dan akuntansi pemerintahan), Pak Afif Sulfa, M.Si (Praktek Perpajakan), Pak Zunaidin Zakaria, MM (Macro Economic), Pak Hepi Prayudiawan, MM (Advance 1 dan akuntansi syariah), Pak Teguh Widodo Ak., ST (Advance 2), Pak Yani, MM (SIA), Pa Arif Agus (Accounting Intermediate), Pak Fuad (Auditing 2 dan Internal Audit), Bu Khomsiah (Akuntansi Biaya dan Metodologi Penelitian), Bu Ratna (SPI) segenap dosen yang telah memberikan Ilmu dan pengalamannya kepada penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih banyak untuk semuanya.
8. Segenap staf Tata Usaha FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Bu Lily, Bu Dewi, Bu Siska, Bu Umy dan Pak Bambang yang sering
direpotin oleh penulis dalam pengurusan nilai dan administrasi lainnya.
9. My lovely girl, Septia Handayani, which is support all my life include this mini-thesis. I will always love u and wait me for our wedding!
10. Segenap teman-temanku di Akuntansi D Angkatan 2003 yang selalu membantu dan memberikan motivasi selama perkuliahan; e-One, Nova,
Andika, G8 (Ichi, Yuli, Ntie, Eskal, Izzi, Reni, Orie dan Bariyah), Uwie, Rizkah, Fauzah, Anthie, Andri, Dadun, Syaechu, Eko, Wahid, Deki, Agus, Nadiroh, Oky, Leli, Ulfah, Harum, Yasmin, Subki, Yopi & Sofi, Astari, Jauzi, Uyan, Farid dan Ika. I will always remember our memories in UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Segenap temen-temenku di kelas Audit yang selalu membuat membuat semangat: Lutfi, Fauzan, Kholil, Madoen, Dede, Aria, Topik, Fanani, Feril,Adi, Mira, Aisyah, Endah, Soliyah, Samsiah, Reni dan lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu.
Hanya kepada-MU Ya Allah... penulis memohon balasan yang berlipat bagi semua pihak yang telah membantu. Sungguh merupakan bukti keangkuhan penulis manakala skripsi ini dikatakan sempurna. Kritik konstruktif dari para pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan.
Akhirnya penulis senantiasa memanjatkan doa kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pemurah agar dibukakan pintu rizki yang luas, memperoleh ilmu manfaat dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi sesama khususnya segenap pembaca, Amiin.
Jakarta, Juni 2009
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan Skripsi ... i
Halaman Pengesahan Ujian Komprehensif... ii
Daftar Riwayat Hidup ... iii
Abstract... iv
Abstraksi ... v
Kata Pengantar ... vi
Daftar Isi ... ix
Daftar Tabel ... xiv
Daftar Gambar ... xv
Bab. I. Pendahuluan ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
Bab. II. Kerangka Teoritis ... 12
A. Corporate Governance ... 12
1. Definisi Corporate Governance... 12
2. Peran Aktif Negara, Dunia Usaha dan Masyarakat ... 14
a. Peranan Negara ... 15
b. Peranan Dunia Usaha ... 16
c. Peranan Masyarakat ... 17
3. Elemen Corporate Governance ... 17
4. Prinsip Corporate Governance ... 20
a. Akuntabilitas (accountability)... 21
b. Pertanggungjawaban (responsibility)... 21
c. Keterbukaan (transparancy) ... 22
d. Kewajaran (fairness) ... 22
e. Kemandirian (independency) ... 22
5. Mekanisme Pengendalian Corporate Governance ... 23
6. Manfaat Corporate Governance ... 24
B. Dewan Komisaris ... 25
1. Definisi Dewan Komisaris ... 25
2. Tugas Dewan Komisaris ... 27
3. Fungsi Dewan Komisaris ... 28
4. Komisaris Independen... 32
5. Persyaratan Dewan Komisaris ... 32
6. Dewan Komisaris dan Komite-komite... 35
C. Dewan Direksi ... 36
1. Definisi Dewan Direksi... 36
2. Klasifikasi Dewan Direksi ... 37
3. Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Direksi ... 37
4. Tugas dan Kewenangan Dewan Direksi ... 37
a. Eksternal... 38
a. Internal ... 38
D. Komite Audit... 39
1. Definisi Komite Audit... 39
2. Tanggung Jawab Komite Audit ... 42
a. Laporan Keuangan (Financial Reporting) ... 42
b. Tata kelola perusahaan (corporate governance)... 43
c. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control) ... 44
3. Wewenang Komite Audit... 45
4. Struktur Komite Audit ... 45
E. Kerangka Pemikiran ... 46
Bab. III. Metodologi Penelitian ... 48
A. Ruang Lingkup Penelitian... 48
B. Metode Penentuan Sampel ... 48
C. Metode Pengumpulan Data ... 50
D. Metode Analisis ... 50
1. Pengujian Asumsi Klasik ... 50
a. Pengujian Normalitas ... 50
b. Pengujian Multikolinieritas... 51
c. Pengujian Autokorelasi ... 51
d. Pengujian Heteroskedastisitas... 52
2. Pengujian Hipotesis... 52
a. Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi) ... 53
b. Uji Statistik F ... 54
c. Uji t-statistik... 54
E. Operasional Variabel ... 54
1. Variabel Dependen... 55
2. Variabel Independen ... 55
a. Dewan Komisaris ... 56
b. Dewan Direksi ... 56
c. Komite Audit... 56
Bab. IV. Hasil Dan Pembahasan... 57
A. Objek Penelitian ... 57
B. Deskripsi Variabel Penelitian... 59
1. Statistik Deskriptif ... 59
C. Hasil Uji Asumsi Klasik... 60
1. Hasil Uji Normalitas Data ... 60
2. Hasil Uji Multikolinieritas ... 62
3. Hasil Uji Autokorelasi ... 63
4. Hasil Uji Heterokedastisitas ... 64
D. Pengujian Hipotesis... 65
1. Hasil dari Uji R dan Uji Adjusted R²... 65
2. Hasil Uji F ... 65
3. Hasil Uji Hipotesis ... 66
a. Hasil uji Hipotesis 1 (H1) ... 66
b. Hasil uji Hipotesis 2 (H2) ... 68
c. Hasil uji Hipotesis 3 (H3) ... 70
Bab. V. Kesimpulan Dan Implikasi... 72
A. Kesimpulan ... 72
B. Implikasi ... 72
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Daftar Pemilihan Sampel ...49
Tabel 3.2 Pendahuluan...56
Tabel 4.1 Daftar Sampel Perusahaan ...57
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ...60
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas ...63
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi ...63
Tabel 4.5 Hasil Uji F...65
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap perusahaan memiliki visi dan misi dari keberadaannya. Visi dan misi
tersebut merupakan pernyataan tertulis tentang tujuan-tujuan kegiatan usaha yang
akan dilakukannya. Tentunya kegiatan terencana dan terprogram ini dapat tercapai
dengan keberadaan sistem corporate governance yang baik. Disamping itu, perlu
terbentuk kerjasama tim yang baik dengan berbagai pihak, terutama dari seluruh
karyawan dan top manajemen.
Sistem corporate governance yang baik ini menuntut dibangun dan dijalankannya prinsip-prinsip corporate governance dalam proses manajerial perusahaan. Dengan mengenal prinsip-prinsip yang berlaku secara universal ini, diharapkan perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi para stakeholder-nya (Chandra, 2007).
Isu corporate governance menjadi perhatian para pengamat ekonomi setelah
terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia, yang salah satu penyebabnya
adalah kondisi dunia usaha di Indonesia tidak mendukung terciptanya iklim
perekonomian yang baik. Kondisi-kondisi tersebut, menurut Amirudin (2004), antara
lain:
1. Ketertutupan diri pengusaha, baik pemilik maupun manager;
2. Tidak dipergunakannya kaedah-kaedah usaha dalam bekerja;
3. Kurangnya kesiapan sebagai entrepreneur yang mampu membawanya ke
dunia usaha murni
Sedangkan menurut The Indonesian Institute for Corporate Governance
(2007), kelemahan mendasar pada kondisi dunia usaha di Indonesia terutama di
tingkat mikro, diakibatkan oleh pengelolaan ekonomi dan sektor usaha yang kurang
efisien serta sistem perbankan yang rapuh. Sektor usaha yang kurang efisien tersebut
berkaitan dengan kecenderungan konsentrasi kepemilikan usaha yang monopolistik,
sehingga menyebabkan adanya distorsi pengelolaan dalam pengalokasian sumber
daya, baik yang dilakukan oleh sektor swasta maupun sektor pemerintah.
Penyebab krisis ekonomi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah
mekanisme pengawasan dewan komisaris (board of director) dan komite audit (audit
committee) di perusahaan tak berfungsi efektif dalam melindungi kepentingan
pemegang saham (Sulistyanto dan Wibisono, 2003).
Selain krisis ekonomi, skandal-skandal perusahaan publik juga mendorong
meningkatnya kesadaran para ekonom akan pentingnya penerapan corporate
governance. Skandal-skandal tersebut diantaranya adalah skandal Enron,
WorldComm, Tyco, Marsh & McLennan dan Dick Grasso yang telah merugikan para
stakeholder. Kondisi tersebut seolah mengatakan bahwa struktur perusahaan yang
polos, yang terdiri dari dewan direksi dan dewan komisaris tanpa disertai penjelasan
yang lebih terinci mengenai tugas, tanggung jawab serta apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh dilakukan direksi, tidaklah cukup untuk meyakinkan pemegang saham
bahwa direksi akan bekerja untuk memaksimalkan kepentingan pemegang saham dan
komisaris akan bekerja secara cukup untuk mengawasi direksi. Hal ini didukung oleh
hasil penelitian majalah Fortune yang menyatakan bahwa sebagian besar dewan
komisaris hanya berfungsi sebagai tukang stempel (40%), diikuti oleh komisaris yang
bekerja mengawasi dan mengontrol direksi secara aktif (30%) dan komisaris yang
Berdasarkan prinsip corporate governance, struktur tesebut perlu diperkuat
dengan menempatkan lebih banyak orang-orang yang independen, di mana mereka
bekerja dalam bentuk komite-komite yang bertugas untuk menyeimbangkan energi
kewirausahaan untuk melakukan inovasi yang dimiliki oleh Direksi dengan
kebutuhan suatu bentuk pengawasan terhadap manajemen untuk menjamin bahwa
arah kebijakan manajemen tersebut sejalan dengan kepentingan pemilik perusahaan.
Board (dewan direksi dan dewan komisaris) memang berperan sentral dalam
corporate governance. Hubungannya dengan pihak utama lainnya, khususnya
pemegang saham dan majamen, sangat kritis. Pihak lainnya termasuk karyawan,
pelanggan, pemasok, dan kreditur. Kerangka corporate governance tergantung
hukum, peraturan, lingkungan institusi dan etika komunitas (McRitchie, 1999).
Menurut Sitorus (2006), kepentingan (interest) merupakan kata kunci dalam
permasalahan skandal-skandal di atas. Perbedaan kepentingan antara Direksi dan
pemilik atau pemegang saham merupakan masalah klasik yang selalu timbul dari
struktur perusahaan.
Pemegang saham atau investor berkepentingan agar kekayaannya bertambah
banyak untuk jangka panjang, dalam artian harga per saham yang dimilikinya
meningkat, sementara Direksi memiliki kepentingan tersendiri ketika dia menjabat.
Perbedaan ini dikenal sebagai agency problem (masalah keagenan). Agency problem
ini didasarkan pada dua asumsi, yaitu:
1. Direksi akan bertindak untuk kepentingan dirinya sendiri dengan
menggunakan uang dari pemegang saham atau fasilitas-fasilitas yang
tersedia baginya.
2. Karena direksi memiliki akses informasi yang lebih baik daripada
pemegang saham, maka direksi akan berusaha mengontrol arus informasi
(informasi yang tidak berimbang).
Sebagai akibat dari tindakan direksi yang oportunis, maka pemegang saham
mengalami penurunan kekayaan yang mereka titipkan kepada direksi untuk dikelola
atau yang dikenal sebagai agency cost. Menurut Sulistyanto (2003), prilaku oportunis
yang dapat dilakukan direksi antara lain:
1. Penyalahgunaan dana perusahaan, di mana direksi meminjam dana
dari perusahaan untuk spekulasi atau digunakan suatu kegiatan
investasi untuk kepentingan pribadi. Setelah keuntungan didapatkan,
direksi kemudian mengembalikan dana tersebut.
2. Direksi memiliki atau juga bekerja di perusahaan kompetitor dan pada
saat yang sama, dia bekerja sebagai direksi. Dengan akses informasi
yang dimiliki, dia dapat memenangkan perusahaan kompetitor.
3. Keuntungan berupa bonus yang diterima dari supplier atau pelanggan
(rekanan) yang mendapatkan pekerjaan dari perusahaan atau sebagai
usaha rekanan untuk mendapatkan pekerjaan dari perusahaan.
4. Penyalahgunaan informasi rahasia perusahaan untuk kepentingan
pribadi Direksi.
5. Penghasilan tambahan dalam bentuk tunjangan-tunjangan kepada
direksi selain gaji, tanpa ada persetujuan dari pemegang saham
6. Penghasilan tambahan bagi direksi juga dapat berupa fasilitas kantor
yang dikonsumsi secara berlebihan oleh direksi.
7. Direksi terkadang melebarkan sayap bisnis perusahaan dengan
membangun unit usaha/ pabrik baru sebagai alat untuk menaikkan
prestige yang pada akhirnya akan menuntut kenaikan gaji dan fasilitas-
fasilitas kantor.
8. Penghindaran risiko. Dikarenakan insentif yang kecil bagi direksi
untuk terjun dalam bisnis yang berisiko, maka direksi biasanya
menghindari kesempatan tersebut meskipun itu menawarkan tingkat
pengembalian yang diinginkan oleh pemegang saham.
9. Perbedaan jangka waktu. Pemegang saham berkepentingan pada arus
kas masuk yang terus menerus untuk jangka panjang, dilain pihak
direksi berusaha memaksimalkan keuntungan jangka pendek mereka
terutama ketika kontrak mereka hampir berakhir.
Hampir seluruh prilaku oportunis direksi di atas pada akhirnya akan tercermin
dalam angka-angka akuntansi. Angka akuntansi memainkan peranan penting dalam
memonitor kinerja direksi dan meyakinkan pemegang saham. Karena direksi
memiliki akses lebih terhadap informasi, maka direksi akan berusaha mempengaruhi
angka akuntasi dalam usahanya memaksimalkan prilaku oportunis mereka. Salah satu
usaha direksi mempengaruhi angka akuntansi adalah dengan cara mempengaruhi
hasil pekerjaan eksternal auditor. Kemungkinan ini terbuka, jika yang memilih
eksternal auditor untuk melakukan audit adalah direksi aktif.
Corporate governance menekankan pentingnya pengawasan yang lebih
terhadap keputusan-keputusan Direksi oleh pihak yang independen, sehingga prilaku
oportunis yang disebutkan di atas dapat diantisipasi. Pihak independen yang
dimaksud disini adalah orang-orang yang memiliki posisi tidak di bawah direksi
(yang merupakan agen) dan yang menerima pendapatan dari perusahaan dalam
jumlah tetap atau tidak bergantung pada untung ruginya perusahaan.
Salah satu unsur terpenting dalam corporate governance adalah komite audit.
Tugas komite audit adalah untuk mengawasi proses penyusunan laporan keuangan,
proses audit yang didalamnya termasuk pemilihan eksternal auditor dan
mengkomunikasikannya dengan auditor. Inti tugas komite audit adalah mengurangi
intervensi direksi terhadap angka akuntansi sampai tingkat minimal sehingga laporan
keuangan dapat lebih diandalkan bagi pemegang saham dalam mengambil keputusan.
Secara teoritis diakui bahwa penurunan agency cost akan meningkatkan kinerja
perusahaan dan tanpa pengawasan yang cukup direksi dapat saja menggunakan harta
perusahaan untuk kepentingan yang berlawanan dengan kepentingan pemilik.
Keberadaan komite audit diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pengawasan internal perusahaan, serta mampu mengoptimalkan mekanisme checks
and balances. Dengan demikian, hal ini akan memberikan perlindungan yang
optimum kepada para pemegang saham dan stakeholder lainnya.
Urgensi keberadaan komite audit berkaitan dengan belum optimalnya fungsi
pengawasan yang diemban dewan komisaris di banyak perusahaan di negara-negara
korban krisis yang lalu. Krisis ekonomi di Indonesia, semakin diperparah dengan
kontrol atau pengendalian kepemilikan perusahaan di tangan pihak tertentu saja.
Tugas pokok dari komite audit pada prinsipnya adalah membantu dewan
komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Hal tersebut
berkaitan dengan review sistem pengendalian intern perusahaan, memastikan kualitas
laporan keuangan, dan meningkatkan efektivitas fungsi audit.
Laporan keuangan merupakan produk dari manajemen yang kemudian
diverifikasi oleh eksternal auditor. Dalam pola hubungan tersebut, komite audit
berfungsi sebagai jembatan penghubung antara perusahaan dengan eksternal auditor.
Selain itu, tugas komite audit juga erat kaitannya dengan penelaahan terhadap risiko
yang dihadapi perusahaan serta ketaatan terhadap peraturan. Tugas inilah yang
menjadi salah satu fungsi dari penerapan agency theory. Dari gambaran sederhana
mengenai tugas dan fungsi dari lembaga tersebut, keberadaan komite audit menjadi
sangat penting sebagai salah satu perangkat utama dalam penerapan good corporate
governance.
Untuk mencegah terulangnya kembali krisis ekonomi yang disebabkan oleh
gelombang skandal perusahaan, pengadopsian prinsip-prinsip corporate governance
sekaligus penerapannya di suatu negara menjadi sesuatu yang sangat penting. Salah
satu unsur kelembagaan dalam konsep corporate governance yang diharapkan
mampu memberikan kontribusi tinggi dalam level penerapannya adalah komite audit
dan dewan komisaris independen.
Keberadaan komite audit dan dewan komisaris independen dipertegas dengan
keputusan Bapepam yang dituangkan dalam Surat Edaran BAPEPAM Nomor 03
tahun 2000 mengenai Pembentukan Komite Audit dan Keputusan Direksi BEJ No.
339 tahun 2001 mengenai Peraturan Pencatatan Efek di Bursa Efek Jakarta yang
mencakup komisaris Independen, komite audit, sekretaris perusahaan; keterbukaan;
dan standar laporan keuangan per sektor.
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Darmawati (2006) yang mengukur
pengaruh konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, dan jenis perusahaan BUMN
dan non BUMN terhadap penerapan good corporate governance oleh perusahaan.
Konsentrasi kepemilikan dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap
implementasi good corporate governance, sedangkan jenis perusahaan BUMN dan
non BUMN justru berpengaruh negatif terhadap implementasi good corporate
governance. Implementasi corporate governance di perusahaan BUMN lebih lemah
dibandingkan dengan perusahaan non BUMN.
Sulistyanto (2003) dalam penelitiannya menemukan bahwa Annual Report
Award (ARA) direspon pasar dihari kelima setelah pengumuman. Respon pasar yang
positif mengindikasikan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat meningkat terhadap
penerapan konsep corporate governance oleh perusahaan.
Almilia dan Sifa (2006) menguji pengaruh pengumuman CGPI terhadap
reaksi pasar yang diukur dengan abnormal return dan volume perdagangan. Hasilnya,
adanya pengaruh positif pengumuman CGPI terhadap reaksi pasar.
Amirudin (2004) dalam penelitiannya meneliti peranan dewan komisaris
independen dalam mewujudkan good corporate governance. Hasilnya, untuk
menciptakan perusahaan dengan penerapan good corporate governance, diperlukan
komisaris independen yang duduk dalam jajaran pengurus perseroan.
penyelenggaraan good corporate governance, harus didukung oleh ketersediaan:
1. Jumlah komisaris independen adalah sekurang-kurangnya 30% dari
seluruh jumlah anggota komisaris
2. Perlunya dibentuk komite audit
3. Perlunya dibentuk corporate secretary
Dari berbagai penelitian dan pernyataan Forum for Corporate Governance in
Indonesia di atas, penelitian kali ini dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh
dewan komisaris independen dan komite audit terhadap pelaksanaan corporate
governance yang diukur dengan pemeringkatan CGPI pada perusahaan-perusahaan
yang listed di Bursa Efek Jakarta (BEJ) selama periode 2003-2005. Berdasarkan
uraian di atas, maka penelitian ini mencoba untuk menganalisa faktor-faktor yang
mempengaruhi corporate governance, dengan judul: Pengaruh Dewan Komisaris,
Dewan Direksi, dan Komite Audit Terhadap Pelaksanaan Corporate Governance
Pada Perusahaan Yang Listed Di BEJ”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh dewan komisaris terhadap pelaksanaan
corporate governance pada perusahaan yang listed di BEJ?
2. Apakah terdapat pengaruh dewan direksi terhadap pelaksanaan corporate
governance pada perusahaan yang listed di BEJ?
3. Apakah terdapat pengaruh komite audit terhadap pelaksanaan corporate
governance pada perusahaan yang listed di BEJ?
4. Apakah terdapat pengaruh dewan komisaris, dewan direksi dan komite
audit terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang
listed di BEJ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan pengaruh dewan komisaris,
dewan direksi dan komite audit terhadap pelaksanaan corporate
governance pada perusahaan yang listed di BEJ.
b. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan pengaruh dewan komisaris
terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed
di BEJ.
c. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan pengaruh dewan direksi terhadap
pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di BEJ.
d. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan pengaruh komite audit terhadap
pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di BEJ.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:
a. Bagi Pemerintah
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat diketahui seberapa besar
pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di Bursa
Efek Jakarta. Sehingga dalam menerapkan good corporate governance,
diharapkan pemerintah mengambil kebijakan yang memfokuskan pada
penerapan kedua faktor ini dalam pelaksanaan good corporate
governance.
b. Bagi Pembaca
Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bacaan untuk menambah
wawasan pengetahuan dalam bidang keberhasilan penerapan corporate
governance yang baik pada perusahaan-perusahaan di Indonesia dan dapat
dijadikan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya pada bidang
Akuntansi Keuangan dan Audit serta dalam rangka pengembangan ilmu.
c. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan mampu memperdalam pengetahuan penulis,
terutama mengenai pengaruh dewan komisaris, dewan direksi dan komite
audit terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang
listed di Bursa Efek Jakarta.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Corporate Governance
1. Definisi Corporate Governance
Berikut ini beberapa definisi corporate governance yang dikemukakan oleh para
penulis:
Corporate governance seringkali dipandang sebagai struktur dan
hubungan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan (McRitchie, 1999).
Corporate governance adalah area di dalam ekonomi yang
menginvestigasi bagaimana menjamin/ memotivasi efisiensi manajemen perusahaan dengan menggunakan mekanisme insentif, seperti kontrak, desain organisasi, dan pembuatan peraturan. Hal ini seringkali membatasi pertanyaan dalam meningkatkan kinerja keuangan, misalnya bagaimana pemilik perusahaan dapat menjamin bahwa manajer perusahaan akan menghasilkan pendapatan rata-rata yang kompetitif (Mathiesen dalam Encycogov, 2002).
Corporate governance adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan,
aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Corporate governance juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam corporate governance adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas (Wikipedia, 2007).
Corporate governance adalah sistem di mana perusahaan diarahkan dan
diatur. Hal ini mempegaruhi penyusunan dan hasil yang didapat dari tujuan perusahaan, bagaimana risko dimonitor dan diperkirakan, dan bagaimana kinerjanya menjadi optimis. Pada akhirnya, struktur good
corporate governance mendorong perusahaan menciptakan nilai (melalui
Corporate governance adalah struktur, sistem, sekaligus proses hidup (a
living process) dalam mengelola kepentingan pihak-pihak yang berkaitan
dengan eksistensi perusahaan (Krismatono, 2002)
Corporate governance adalah suatu sistem yang dipakai board untuk
mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan produktif dengan prinsip-prinsip transparan, accountable, responsible, independent, dan
fairness dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Syakhroza, 2002).
Berbagai pengertian di atas mengenai corporate governance, menurut
penulis, pengertian yang dikeluarkan oleh Kantor Meneg BUMN dapat dijadikan
sebuah kesimpulan. Corporate governance dipandang sebagai proses
pengambilan keputusan yang efektif yang bersumber dari budaya perusahaaan,
etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi, yang
kesemuanya bertujuan untuk mendorong dan mendukung pengembangan
perusahaan, pengelolaan sumberdaya dan risiko secara lebih efisien dan efektif
dengan pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan
stakeholder terkait.
Dari berbagai pengertian di atas, semakin jelas bahwa konsep corporate
governance akan membawa manfaat bagi penciptaan pertambahan nilai untuk
berbagai pihak pemegang kepentingan (stakeholders), yang meliputi pemegang
saham, pengurus, kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern. Manfaat ini dapat diperoleh karena adanya
peraturan hubungan antar para stakeholders dan pengawasan oleh dewan
komisaris yang independen (Chandra, 2006).
akademisi dengan tujuan akhir bahwa aplikasi konsep ini di perusahaan dapat
memberikan nilai perusahaan secara berkelanjutan dan sekaligus memberikan
manfaat bagi kepentingan para pemegang saham dan stakeholders yang terkait. Di
negara kitapun keinginan untuk menerapkan prinsip-prinsip corporate
governance dilakukan oleh berbagai pihak baik secara paksa maupun sukarela.
Pada akhir tahun 2004, pemerintah mendirikan Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG). Kantor Menteri BUMN telah mengeluarkan pedoman
untuk perusahaan-perusahaan BUMN dalam menjalankan corporate governance
di perusahaan masing-masing. Demikian juga lembaga pengawas bursa dan bursa
efek di Jakarta, meminta pada para perusahaan emiten untuk membentuk berbagai
komite pengawasan yang sejalan dengan tertib pengelolaan perusahaan yang
transparan dan bertanggung jawab. Pada beberapa perusahaan swasta, aplikasi
corporate governance telah dilakukan secara alamiah, karena mereka melihat dan
merasakan manfaat penerapan corporate governance tersebut.
Keberadaan good corporate governance menjadi sangat dibutuhkan
karena cepatnya perubahan lingkungan yang berdampak pada peta persaingan
global dan semakin banyak dan kompleksitas stakeholders termasuk struktur
kepemilikan bisnis. Good corporate governance tercipta apabila terjadi
keseimbangan kepentingan antara semua pihak yang berkepentingan dengan
bisnis kita (Mulyana, 2006).
2. Peran Aktif Negara, Dunia Usaha dan Masyarakat
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (2004), dalam menegakkan
corporate governance yang baik, harus didukung oleh peran aktif negara, dunia
usaha, dan masyarakat. Peran aktif tersebut tercermin dalam tindakan berikut ini:
a. Peranan Negara
1) Melakukan koordinasi secara efektif antar penyelenggara negara
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan berdasarkan
sistem hukum nasional dengan memprioritaskan kebijakan yang
sesuai dengan kepentingan dunia usaha dan masyarakat. Untuk itu
regulator harus memahami perkembangan bisnis yang terjadi untuk
dapat melakukan penyempurnaan atas peraturan perundang-
undangan secara berkelanjutan.
2) Mengikutsertakan dunia usaha dan masyarakat secara
bertanggungjawab dalam penyusunan peraturan perundang-
undangan (rule-making rules).
3) Menciptakan sistem politik yang sehat dengan penyelenggara
negara yang memiliki integritas dan profesionalitas yang tinggi.
4) Melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan
hukum secara konsisten (consistent law enforcement).
5) Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
6) Mengatur kewenangan dan koordinasi antar-instansi yang jelas
untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dengan integritas yang
tinggi dan mata rantai yang singkat serta akurat dalam rangka
mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat, efisien dan
transparan.
saksi dan pelapor (whistleblower) yang memberikan informasi
mengenai suatu kasus yang terjadi pada perusahaan. Pemberi
informasi dapat berasal dari manajemen, karyawan perusahaan
atau pihak lain.
8) Mengeluarkan peraturan untuk menunjang pelaksanaan GCG
dalam bentuk ketentuan yang dapat menciptakan iklim usaha yang
sehat, efisien dan transparan.
9) Melaksanakan hak dan kewajiban yang sama dengan pemegang
saham lainnya dalam hal Negara juga sebagai pemegang saham
perusahaan.
b. Peranan Dunia Usaha
1) Menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud
iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
2) Bersikap dan berperilaku yang memperlihatkan kepatuhan dunia
usaha dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan.
3) Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
4) Meningkatkan kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja
perusahaan yang didasarkan pada asas GCG secara
berkesinambungan.
5) Melaksanakan fungsi ombudsman untuk dapat menampung
informasi tentang penyimpangan yang terjadi pada perusahaan.
Fungsi ombudsman dapat dilaksanakan bersama pada suatu
kelompok usaha atau sektor ekonomi tertentu.
c. Peranan Masyarakat
1) Melakukan kontrol sosial dengan memberikan perhatian dan
kepedulian terhadap pelayanan masyarakat yang dilakukan
penyelenggara negara serta terhadap kegiatan dan produk atau jasa
yang dihasilkan oleh dunia usaha, melalui penyampaian pendapat
secara objektif dan bertanggung jawab.
2) Melakukan komunikasi dengan penyelenggara negara dan dunia
usaha dalam mengekspresikan pendapat dan keberatan masyarakat.
3) Mematuhi peraturan perundang-undangan dengan penuh kesadaran
dan tanggung jawab.
3. Elemen Corporate Governance
Menurut Syakhroza (2004), corporate governance terdiri dari 6 (enam)
elemen, yaitu:
a. Fokus kepada Board
Beberapa pihak mengatakan bahwa corporate governance
berfokus pada pembahasan mengenai board (McRitchie, 1999). Board
adalah pucuk pimpinan suatu organisasi yang bertanggungjawab untuk
mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi pemakaian sumber
daya agar selaras dengan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Dalam
konteks perusahaan Indonesia, maka yang dimaksud dengan board adalah
dewan komisaris dan dewan direksi. Hal ini sebagai konsekuensi Negara
Indonesia telah mengadopsi dan menggunakan undang-undang persero
Pemerintah, misalnya Pemerintahan Indonesia, yang dimaksud dengan
board adalah Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Corporate governance berfokus pada pembahasan mengenai board
karena dewan komisaris dan dewan direksi adalah pihak yang bertanggung
jawab dan memiliki otoritas penuh dalam membuat keputusan tentang
bagaimana melakukan pengarahan, pengendalian dan pengawasan atas
pengelolaan sumber daya sesuai dengan tujuan perusahaan. Dalam
melakukan pengelolaan sumber daya ini, tentu saja harus memenuhi
kaidah-kaidah efisien, efektif, ekonomis, dan produktif dengan selalu
berorientasi kepada tujuan perusahaan.
b. Hukum dan Peraturan sebagai alat untuk mengarahkan dan pengendalikan.
Suatu organisasi membutuhkan suatu perangkat hukum dan
peraturan yang ditujukan kepada board untuk melindungi dan memagari
agar keputusan yang dibuat oleh board bisa independen (Maassen dan Van
den Bosch dalam Wikipedia, 2007). Pengertian hukum di sini tidak hanya
perangkat hukum yang berasal dari luar perusahaan saja seperti Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan Pidana, Undang-Undang Perseroan,
Undang-Undang Perbankan, Standar Akuntansi, Peraturan Bapepam dan
Pasar Modal, tetapi juga produk hukum internal perusahaan seperti
Kebijakan Perusahaan, dan Prosedur Standar Operasi. Produk hukum
dalam membangun corporate governance harus ditaati tanpa mengganggu
Board dan Manajemen Perusahaan dalam upaya mencapai tujuan
organisasi.
c. Pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan
produktif
Jika kita membicarakan penegakkan corporate governance, maka
perhatian kita bagaimana Board mengelola sumber daya perusahaan?
Apakah Board telah mengalokasikan sumber daya ini secara efisien,
efektif, ekonomis, dan produktif? Adanya perangkat hukum dan peraturan
adalah sebagai upaya untuk memberikan pedoman yang berisi petunjuk
dan batasan kepada Board untuk bertindak lebih independen. Board
Governance yang baik tentu saja akan berupaya secara terus menerus
bagaimana mengalokasikan sumber daya secara maksimal dalam kerangka
pencapaian tujuan perusahaan.
d. Transparan, accountable, responsible, independent, dan fairness.
Kelima unsur ini merupakan prinsip corporate governance yang
diterima di seluruh dunia. Dengan demikian, dalam upaya menegakkan
corporate governance, harus menjalankan kelima prinsip tersebut.
e. Tujuan organisasi.
Pentingnya penegakkan corporate governance merupakan
cerminan keseriusan board dalam memberikan komitmen kepada
pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Keterkaitan antara
corporate governance dan tujuan organisasi sangat erat, bahkan beberapa
f. Strategic control
Dari penjelasan elemen corporate governance sebelumnya maka
dapat disimpulkan bahwa corporate governance merupakan salah satu
instrumen strategic control perusahaan. Fokus kepada Board dan
berorientasi kepada tujuan perusahaan adalah menunjukkan bahwa
corporate governance merupakan alat pengendalian strategis perusahaan.
4. Prinsip Corporate Governance
Menurut Sudarmadi (2004), ada dua prinsip utama yang perlu
diperhatikan. Pertama, kejelasan hak pemegang saham untuk memperoleh
informasi dengan benar (akurat) dan tepat waktu. Kedua, itikad perusahaan untuk
melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu dan transparan
terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholders
Prinsip-prinsip Corporate Governance menurut OECD dalam FCGI
(2003) menyangkut hal-hal sebagai berikut:
a. Jaminan atas kerangka corporate governance yang efektif;
b. Hak-hak para Pemegang Saham;
c. Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham;
d. Peranan stekeholders dalam corporate governance;
e. Transparansi dan Penjelasan;
f. Peranan dewan komisaris.
Menurut OECD dalam Chandra (2007), prinsip-prinsip corporate
governance berikut ini telah dijadikan acuan oleh negara-negara di dunia
termasuk Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut disusun seuniversal mungkin
sehingga dapat berlaku bagi semua negara atau perusahaan dan diselaraskan
dengan sistem hukum, aturan atau tata nilai yang berlaku di negara masing-
masing. Prinsip-prinsip corporate governance yang baik ini antara lain:
a. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh
dewan komisaris dan direksi beserta kewajiban-kewajibannya kepada
pemegang saham dan stakeholders lainnya. Dewan direksi bertanggung jawab
atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas
keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas
pengelolaan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang
saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka
pengelolaan perusahaan.
b. Pertanggungjawaban (responsibility)
Prinsip ini menuntut perusahaan maupun pimpinan dan manajer
perusahaan melakukan kegiatannya secara bertanggung jawab. Sebagai
pengelola perusahaan hendaknya dihindari segala biaya transaksi yang
berpotensi merugikan pihak ketiga maupun pihak lain di luar ketentuan yang
telah disepakati, seperti tersirat pada undang-undang, regulasi, kontrak
maupun pedoman operasional bisnis perusahaan.
Dalam prinsip ini, informasi harus diungkapkan secara tepat waktu dan
akurat. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja
keuangan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Audit yang dilakukan
atas informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar
pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga
nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.
d. Kewajaran (fairness)
Seluruh pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk
mendapatkan perlakuan yang adil dari perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini
di perusahaan akan melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh
orang dalam yang merugikan pihak lain. Setiap anggota direksi harus
melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang
mengandung benturan kepentingan.
e. Kemandirian (independency)
Prinsip ini menuntut para pengelola perusahaan agar dapat bertindak
secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada tekanan-
tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan sistem operasional
perusahaan yang berlaku. Tersirat dengan prinsip ini bahwa pengelola
perusahaan harus tetap memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders
yang ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan perusahaan.
Dalam praktiknya, prinsip-prinsip corporate governance yang baik ini
perlu dibangun dan dikembangkan secara bertahap. Perusahaan harus
membangun sistem dan pedoman tata kelola perusahaan yang akan
dikembangkannya. Demikian juga dengan para karyawan, mereka perlu
memahami dan diberikan bekal pengetahuan tentang prinsip-prinsip tata
kelola perusahaan yang baik yang akan dijalankan perusahaan.
5. Mekanisme Pengendalian Corporate Governance
Mekanisme pengendali corporate governance dibagi menjadi 2, eksternal
dan internal. Komponen yang termasuk dalam kategori internal adalah komponen-
komponen yang berhubungan langsung dengan proses pengambilan keputusan
perusahaan. Mereka terdiri dari manajemen yang berhubungan dengan
pengambilan keputusan operasional perusahaan, dan dewan direksi serta lainnya
(pemegang saham dan dewan komisaris) yang berhubungan dengan keputusan-
keputusan perusahaan yang sifatnya lebih strategis. Mekanisme pengendalian
internal tidak hanya dewan komisaris saja, tetapi juga komite-komite dibawahnya,
dewan direksi, sekretaris perusahaan, dan manajemennya.
Sedangkan, komponen yang termasuk dalam kategori eksternal adalah
komponen-komponen yang tidak berhubungan langsung dengan proses
pengambilan keputusan perusahaan. Mekanisme pengendalian eksternal tidak
lagi berupa pasar modal saja, tetapi juga perbankan yang memberi suntikan dana,
masyarakat selaku konsumen, supplier, tenaga kerja, komunitas lokal, pemerintah
selaku regulator, serta stakeholder lainnya.
Dengan demikian, pasar sebagai suatu mekanisme tersendiri yang dapat
melakukan fungsi pengendali corporate governance termasuk dalam mekanisme
pengendali eksternal. Sementara itu, pemegang saham, meskipun ia adalah bagian
Gambar. 2.1
Mekanisme pengendalian corporate governance
Sumber: Syakhroza (2002)
6. Manfaat Corporate Governance
Dengan melaksanakan corporate governance, ada beberapa manfaat yang
bisa dipetik antara lain:
a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi dan terciptanya budaya
kerja yang sehat.
b. Meminimalkan kerugian akibat penyalahgunaan wewenang oleh Direksi
(agency cost) dan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan.
c. Meningkatkan kepercayaan investor dan pada akhirnya meningkatkan pula
value saham perusahaan.
d. Dengan adanya peningkatan kinerja perusahaan akan meningkatkan pula
shareholders’s value dan dividen.
e. Praktik good corporate governance menempatkan karyawan sebagai salah
satu stakeholder yang harus dikelola dengan baik sehingga akan
meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja karyawan dan pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas perusahaan.
f. Meningkatkan citra positif perusahaan sekaligus meminimalkan biaya akibat
tuntutan stakeholder kepada perusahaan.
B. Dewan Komisaris
1. Definisi Dewan Komisaris
Indonesia mengadopsi sistem hukum kontinental Eropa yang mempunyai
Sistem Dua Tingkat (Two Tiers System ) untuk struktur dewan dalam perusahaan.
Dengan demikian, perusahaan di Indonesia memiliki badan (board) yang terpisah,
yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi).
Menurut UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dewan
komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara
umun dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat
kepada direksi.
Dewan komisaris mengarahkan dan mengawasi dewan direksi dalam
diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh dewan komisaris. Sedangkan
anggota dewan komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS).
Gambar 2.2
Mekanisme pengendalian corporate governance
Sumber: Forum for Corporate Governance in Indonesia (2003)
Dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi tugas-tugas
manajemen. Dengan demikian, dewan direksi juga harus memberikan informasi
kepada dewan komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan oleh dewan
komisaris. Dalam hal ini dewan komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam
tugas-tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi-
transaksi dengan pihak ketiga.
Dewan komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam
perusahaan, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance.
Menurut Egon Zehnder International dalam Forum for Corporate Governance in
Indonesia (2007) dan Syakhroza (2002), dewan komisaris merupakan inti dari
corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi
perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta
mewajibkan terlaksananya akuntabilitas.
Pada intinya, dewan komisaris merupakan suatu mekanisme
mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada
pengelola perusahaan. Dengan demikian, dewan komisaris merupakan pusat
ketahanan dan kesuksesan perusahaan. (Egon Zehnder International dalam Forum
for Corporate Governance in Indonesia, 2007).
2. Tugas Dewan Komisaris
Tugas-tugas utama dewan komisaris menurut OECD (2004) meliputi:
a. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana
kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana
usaha; menetapkan sasaran kerja; mengawasi pelaksanaan dan kinerja
perusahaan; serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan
penjualan aset;
b. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan
penggajian anggota dewan direksi, serta menjamin suatu proses
pencalonan anggota dewan direksi yang transparan dan adil;
c. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat
termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi
perusahaan;
d. Memonitor pelaksanaan governance, dan mengadakan perubahan jika
perlu;
e. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam
perusahaan
Lingkup tugas dan wewenang serta tanggung jawab anggota komisaris
secara umum telah diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas No1 tahun
1995, khususnya Pasal 94 sd Pasal 101. Dalam Undang-Undang tersebut tidak
dipisahkan peran khusus dari Komisaris Independen. Dalam Undang-Undang
tersebut diberi keleluasaan masing-masing perusahaan mengatur lebih lanjut
mengenai ketentuan syarat-syarat dan tanggung jawab keanggotaan dewan
komisaris secara lebih rinci sesuai dengan rujukan Anggaran Dasar atau Anggaran
Rumah Tangga Perusahaan. Untuk beberapa perusahaan, ketentuan persyaratan
keanggotaan Dewan Komisaris dapat diatur lebih lanjut dalam Manual GCG.
3. Fungsi Dewan Komisaris
Fungsi dewan komisaris termasuk anggota komisaris independen menurut
Forum for Corporate Governance in Indonesia (2007) mencakup dua peran
sebagai berikut:
a. Mengawasi Direksi perusahaan dalam mencapai kinerja dalam business
plan dan memberikan nasehat kepada direksi mengenai penyimpangan
pengelolaan usaha yang tidak sesuai dengan arah yang ingin dituju oleh
perusahaan.
b. Memantau penerapan dan efektivitas dari praktik GCG.
Agar fungsi dan tugas dewan komisaris ini dapat berjalan dengan
baik, maka perlu dipastikan bahwa setiap kebijakan dan keputusan dewan
komisaris yang dikeluarkan tidak memihak kepentingan dewan direksi
sebagai agen atau bias dengan kepentingan pemilik. Dalam hal ini
komisaris independen dapat berperan dalam untuk mewakili kepentingan
pemegang saham minoritas.
Dalam kaitannya dengan upaya menjalankan good corporate
governance di perusahaan, seluruh anggota komisaris atau komisaris
independen perlu mengerti dan menjalankan tugasnya dengan mengacu
pada prinsip-prinsip good corporate governance berikut ini:
1). Transparansi, yang menunjukan kemampuan dari berbagai pihak
pemegang kepentingan terkait untuk melihat dan memahami
proses dan acuan yang digunakan dalam pengambilan keputusan
dalam mengelola perusahaan. Disini perlu dibangun berbagai
sistem prosedur yang baku untuk ditaati dalam proses pengambilan
keputusan. Berkaitan dengan proses pengambilan keputusan
penting yang berkaitan dengan azas ini mencakup antara lain
penunjukan komisaris dan direksi, remunerasi komisaris dan
direksi, kinerja komisaris dan direksi, hubungan dengan pihak
eksternal, trasaksi dengan pihak ketiga, dan penunjukan auditor.
2). Disclosure, yang merupakan penyajian informasi kepada berbagai
berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan dan risiko usaha
perusahaan.
Pada tahap awal menerima tugas pekerjaannya, dewan
komisaris dan dewan direksi perlu memastikan bahwa eksternal
auditor, internal auditor dan komite audit mempunyai akses
terhadap informasi yang dimiliki perusahaan, dengan syarat
kerahasiaan informasi perusahaan ini tetap dijaga. Kemudian, pada
tahap berikutnya, dewan direksi perlu menyampaikan laporan
keuangan audited dan kinerja usaha kepada publik secara rutin
(RUPS, lembaga bursa, public expose, berita surat kabar). Dewan
komisaris dan dewan direksi perlu memberikan laporan corporate
governance kepada pihak pemerintah atau badan pengawas
eksternal (Bank Indonesia, Bapepam, Kantor Meneg BUMN).
Perusahaan perlu juga menyampaikan pada publik sejauh
mana tingkat kepatuhan telah mereka jalankan, yang meliputi
ketaatan pada peraturan dan Undang-undang yang berlaku, arahan
pemerintah, peraturan perpajakan, prosedur standar akuntasi serta
standar operasional lainnya.
3). Akuntanbilitas, yang berkaitan dengan pertanggungan jawab
dewan komisaris dan dewan direksi atas keputusan manajerial dan
hasil kinerja usaha yang dicapai, sesuai dengan wewenang yang
dilimpahkan dalam pelaksanaan tanggung jawab dalam mengelola
perusahaan.
Dewan komisaris dan dewan direksi perlu menyampaikan
laporan realisasi pencapaian kinerja usahanya dikaitkan dengan
pencapaian target-target usaha yang ditetapkan dalam business
plan dan menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit
secara rutin dan tepat waktu kepada publik. Bahkan untuk
beberapa perusahaan laporan keuangan dan kegiatan operasional
disampaikan oleh dewan direksi kepada dewan komisaris secara
rutin dalam laporan semesteran, triwulanan, atau bulanan.
4). Kemandirian, yang menuntut pemilik perusahaan, dewan komisaris
dan dewan direksi dalam menjalankan kegiatan usaha melepaskan
diri dari berbagai pengaruh atau tekanan yang berasal dari pihak
tertentu yang dapat menggangu, merugikan, atau mengurangi
obyektifitas pengambilan keputusan.
Praktik-praktik kemandirian dapat meliputi kriteria seleksi
anggota komisaris dan anggota direksi, akses terhadap pendapat
konsultan independen, proses alokasi kredit, proses lelang, dan
proses audit.
5). Keadilan, yang menjamin terselengaranya perlakuan adil pada para
pihak pemegang kepentingan, termasuk pemegang saham
minoritas dan asing. Di samping perlakuan adil ini diberikan
kepada pihak tersebut diatas, maka perlu dijamin hal serupa akan
diberikan pada karyawan dan pegawai perusahaan serta kelompok
perusahaan besar seperti halnya Citibank, Kelompok Sampoerna,
Coca-Cola dan Unilever bahkan telah menjalankan berbagai
bentuk social resposibility programs atau community development
yang dirasakan manfaatnya oleh kalangan eksternal di luar
perusahaan.
4. Komisaris Independen
Komisaris independen adalah komisaris yang berasal dari luar perusahaan
yang tidak memiliki kepentingan (independen) dari para stakeholder perusahaan.
Komisaris yang berasal dari luar perusahaan cenderung akan bertindak lebih
independen, sehingga dapat memonitor dan mengontrol manajemen (Tidano,
2007).
Istilah dan keberadaan komisaris independen muncul setelah terbitnya
Surat edaran Bapepam Nomor: SE03/PM/2000 dan Peraturan Pencatatan Efek
Nomor 339/BEJ/07-2001 tanggal 21 Juli 2001. Menurut ketentuan tersebut,
perusahaan publik yang tercatat di Bursa wajib memiliki beberapa anggota dewan
komisaris yang memenuhi kualifikasi sebagai komisaris independen.
5. Persyaratan Dewan Komisaris
Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), yaitu Pasal 97
UUPT, komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan
perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi. Lebih lanjut Pasal 98 UUPT
menegaskan, bahwa komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung
jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan.
Disamping itu UUPT juga menetapkan, bahwa orang yang dapat diangkat
sebagai anggota dewan komisaris adalah orang perseorangan yang mampu
melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit, atau orang
yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan
keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya
sebagai anggota dewan komisaris.
Persyaratan menjadi anggota komisaris pada perusahaan BUMN telah
ditentukan oleh Pemerintah dalam hal ini Kantor Menteri Negara BUMN. Untuk
industri perbankan, biasanya lembaga perbankan mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia, melalui suatu proses uji kelayakan (fit and proper test). Hanya mereka
yang lulus uji kelayakan ini dapat ditetapkan di RUPS untuk menjadi anggota
komisaris. Akhmad Syakhroza (2004) menyarankan agar dalam tes tersebut
dilakukan tes yang meliputi kelayakan karakter dari kandidat anggota komisaris
dalam hal uji pengetahuan tranparansi, akuntabilitas, responsibilitas, kemandirian
dan fairness.
Kriteria komisaris independen menurut Peraturan Bursa Efek Jakarta
adalah sebagai berikut:
a. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang
saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling
shareholders) perusahaan tercatat yang bersangkutan;
b. Komisaris independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau
komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan;
c. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada
bersangkutan;
d. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal;
e. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham
minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/ 12/ DNDP, untuk menjadi
komisaris independen/ pihak independen pada sebuah bank umum, harus tidak
memiliki:
a. Hubungan keuangan, yakni apabila memperoleh penghasilan, bantuan
keuangan atau pinjaman dari anggota dewan komisaris lainnya dan/
atau direksi (pengurus) Bank, dari perusahaan yang Pemegang Saham
Pengendalinya pengurus Bank, dan dari Pemegang Saham Pengendali
Bank.
b. Hubungan kepengurusan, yakni apabila menjadi pengurus pada
perusahaan dimana dewan komisaris Bank lainnya menjadi pengurus,
menjadi pengurus pada perusahaan yang Pemegang Saham Pengendalinya
pengurus Bank, dan menjadi pengurus atau Pejabat Eksekutif pada
perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank.
c. Hubungan kepemilikan saham yakni apabila menjadi pemegang saham
pada perusahaan yang Pemegang Saham Pengendalinya adalah
pengurus dan atau Pemegang Saham Pengendali Bank, dan atau
menjadi pemegang saham pada perusahaan PSP Bank.
d. Hubungan dengan Bank apabila:
1). memiliki saham Bank lebih dari 5% (lima perseratus) dari modal
disetor Bank;
2). menerima/memberi penghasilan, bantuan
keuangan atau pinjaman dari/kepada
Bank yang menyebabkan pihak yang
memberi bantuan, memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
pihak yang menerima bantuan, seperti pihak terafiliasi dan/atau
pihak yang melakukan transaksi keuangan dengan bank.
6. Dewan Komisaris dan Komite-komite
Dalam corporate governance, dewan komisaris dapat membentuk
berbagai komite yang membantu fungsi dewan komisaris agar berjalan secara
lebih efektif. Komite-komite tersebut menurut FCGI (2003) adalah:
a. Komite audit yang memastikan terselenggaranya efektifitas dari
pengendalian intern, pelaksanaan tugas external auditor dan internal
auditor.
b. Komite nominasi yang menyusun kriteria seleksi dan prosedur nominasi
anggota komisaris dan direksi dan eksektutif lainnya, merancang sistem
penilaian, dan memberikan rekomendasi tentang jumlah direksi dan
komisaris.
c. Komite remunerasi yang menetapkan arahan dalam pennyusunan sistem
penggajian dan pemberian tunjangan serta rekomendasi atas penilaian
sistem remunerasi, pemberian saham, sistem pensiun dan kompensasi