• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MEDIA AUDIO VISUAL DALAM PROGRAM PROMOSI KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENCEGAHAN DIABETES MELITUS PADA WARGA PEDUKUHAN KASIHAN BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MEDIA AUDIO VISUAL DALAM PROGRAM PROMOSI KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENCEGAHAN DIABETES MELITUS PADA WARGA PEDUKUHAN KASIHAN BANTUL"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

i

PROMOSI KESEHATAN TERHADAP TINGKAT

PENGETAHUAN DAN SIKAP PENCEGAHAN DIABETES

MELITUS PADA WARGA PEDUKUHAN KASIHAN BANTUL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan

pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universits Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

NURDINA WAHYU HIDAYATI

20120320142

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

iii

NIM : 20120320142

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumberi nformasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan karya tulis ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 20 Juni 2016

Yang membuat pernyataan,

(3)

iv

tercinta yang telah mendukung skripsi ini terselesaikan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan bahagia penulis haturkan rasa syukur dan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, karena hanya atas izin dan karuniaNyalah maka skripsi ini dapat dibuat dan selesai pada waktunya. Puji syukur yang tak terhingga pada Tuhan penguasa alam yang meridhoi dan mengabulkan segala do’a.

2. Bapak dan Ibu, Ir. Moh. Rifai Ja’far dan Dra. Fatmawati yang telah memberikan dukungan moril maupun materi serta do’a yang tiada henti untuk

kesuksesan penulis, karena tiada kata seindah lantunan do’a dan tiada do’a yang paling khusuk selain do’a yang terucap dari orang tua. Ucapan

terimakasih saja takkan pernah cukup untuk membalas kebaikan orang tua, karena itu terimalah persembahan bakti dan cinta untuk kalian bapak ibuku. 3. Ibu Dosen pembimbing, Ibu Yanuar Primanda, S.Kep., Ns., MNS., HNC yang

selama ini telah tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan mengarahkan saya, memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai harganya, agar saya menjadi lebih baik. Terimakasih banyak Ibu dosen atas jasa yang akan selalu terpatri di hati.

(4)

v yang menggebu.

6. Sahabat dan Teman Tersayang yaitu kelompok SL 6B (Endah, Yati, Yani, Kiki, Lala, Anto), sahabat kos Tomodachi terutama Tika Indriani, sahabat masa SMA Ria Rizki Ekasari & Bq. Halimatussa’diah, sahabat satu bimbingan Upik Mei, tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian semua tak akan mungkin penulis sampai disini, terimakasih untuk canda tawa, tangis, dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terimakasih untuk kenangan manis yang telah mengukir selama ini.

(5)

vi

(QS. Ar-rahman ayat 13)

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia

(HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni)

Barang siapa yang memudah kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan

-kesulitan dunia, Allah akan memudahkan -kesulitan--kesulitannya pada hari

kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang dalam kesulitan niscaya

(6)

vii

hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul “Pengaruh Media Audio Visual dalam Program Promosi Kesehatan terhadap

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pencegahan Diabetes Melitus pada Warga Pedukuhan Kasihan Bantul”. Proposal penelitian ini disusun untuk memenuhi

syarat memperoleh sarjana keperawatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam penyusunan tugas makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Akan tetapi, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini banyak mempunyai kekurangan, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 20 Juni 2016

(7)

viii

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRACT ... xvi

INTISARI ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus (DM) ... 13

(8)

ix

5. Patofisiologi ... 22

6. Kriteria Diagnosis ... 24

7. Tes Diagnostik ... 25

8. Komplikasi ... 27

9. Pengelolaan dan Pencegahan ... 29

B. Program Promosi Kesehatan ... 36

1. Definisi ... 36

2. Sasaran ... 36

3. Strategi ... 37

4. Pelaksana ... 38

5. Langkah-langkah ... 38

C. Tingkat Pengetahuan dan Sikap ... 39

1. Pengetahuan ... 39

2. Sikap ... 43

D. Media Audio Visual ... 45

E. Kerangka Konsep ... 48

F. Hipotesis dan Keterangan Empiric ... 49

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 50

(9)

x

F. Instrumen Penelitian ... 58

G. Cara Pengumpulan Data ... 61

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 65

I. Analisis Data ... 67

J. Etika Penelitian ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 71

B. Pembahasan ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA

(10)

xi

Tabel 2. Menu makanan 1700 kalori ... 32

Tabel 3. Jadwal makan pencegahan DM ... 33

Tabel 4. Jenis makanan pencegahan DM ... 33

Tabel 5. Definisi operasional ... 56

Tabel 6. Kuesioner tingkat pengetahuan ... 58

Tabel 7. Kuesioner Sikap ... 60

Tabel 8. Hasil uji normalitas tingkat pengetahuan dan sikap kelompok kontrol dan eksperimen sebelum dan setelah intervensi ... 67 Tabel 9. Uji statistik tingkat pengetahuan dan sikap sebelum dan setelah intervensi pada masing-masing kelompok dan antara kelompok kontrol maupun eksperimen ... 68 Tabel 10. Distribusi usia responden DM di Pedukuhan Kasihan Bantul .. 72 Tabel 11. Distribusi frekuensi karakteristik responden DM di Pedukuhan

Kasihan Bantul ... 73

Tabel 12. Hasil analisa perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap kelompok kontrol sebelum dan setelah intervensi dengan uji

wilcoxon ... 75

Tabel 13. Hasil analisa perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap kelompok eksperimen sebelum dan setelah intervensi dengan uji

(11)
(12)

xiii

A1C Hemoglobin A1C (hemoglobi yang menyediakan informasi glukosa seseorang selama 3 bulan terakhir)

ADA American Diabetes Association

BM Boehringer Mannheim

BPS Badan Pusat Statistik

CD Compact Disc

CDA Canadian Diabetes Association

DIY Daerah Istimewa Yogyakarta DM Diabetes Melitus/Diabetes Mellitus

DRWF Diabetes Research & Wellness Foundation

FPG Fasting Plasma Glucose

GDM Gestational Diabetes Mellitus

GDP Gula Darah Puasa

GDPP Gula Darah Post Prandial

HHNS Hyperosmolar Hyperglikemic Sindrom Nonketotic

HNF Hepatocyte Nuclear Factors

IDF International Diabetes Federation

IGT Impaired Glucose Tolerance

ILO Internasional Labour Organization

(13)

xiv

LCD Liquid Crystal Display

LDL Low Density Lipoprotein

NICE National Institute for Health and Care Excellence

NIDDK National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases

OGTT Oral Glucose Tolerance Test

RCT Randomized Controlled Trial

RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar UMR Upah Minimum Regional

VCD Video Compact Disc

(14)

xv

Penelitian), Pedukuhan Geblagan Kasihan, Puskesmas Kasihan I, Pemerintah Kabupaten Bantul, dan Dinas Kesehatan Bantul Lampiran 2. Lembar evaluasi content validity untuk video Lampiran 3. Lembar penjelasan kepada calon subjek

Lampiran 4. Lembar persetujuan keikutsertaan dalam penelitian

Lampiran 5. Lembar kuesioner data demografi, tingkat pengetahuan, dan Sikap

Lampiran 6. Lembar Satuan Acara Penyuluhan Lampiran 7. Leaflet

Lampiran 8. Lembar evaluasi video Lampiran 9. Uji validitas dan reliabilitas Lampiran 10. Uji normalitas

(15)

xvi

was to know the effect health promotion program by audio visual media on knowledge level and attitude of diabetes mellitus prevention in Pedukuhan Kasihan Bantul Yogyakarta.

This research was a quasi-experimental design with nonequivalent control group pretest and posttest design. Samples were fifty healthy people which were selected through purposive sampling and divided into control group (given leaflet) and the experimental (given video). Data were analyzed with descriptive analysis (demographics of respondents) and inferential analysis (wilcoxon test, paired t-test, mann whitney, pearson chi-square, kolmogorov-smirnov, fisher's exact, linear regression) and showed a significant difference if the level of significance p=<0,05.

There was an increased knowledge after given intervention in control and experimental group (respectively p=0,00) and there was no difference in knowledge and attitude between control and experimental group after given the intervention (respectively p=0,39 and p=0,62).

(16)

xvii

langkah pencegahan awal untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap penyakit DM. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian program promosi kesehatan pencegahan diabetes melalui media audio visual terhadap peningkatan tingkat pengetahuan dan sikap pada warga Pedukuhan Kasihan Bantul.

Penelitian ini termasuk jenis kuasi eksperimen dengan rancangan

nonequivalent control group pretest and posttest design. Sampel penelitian ini adalah 50 orang warga sehat yang dibagi menjadi kelompok kontrol yang diberi intervensi leaflet dan kelompok eksperimen yang diberi intervensi video dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data dianalisis dengan analisis deskriptif (demografi responden) dan analisis inferensial (uji wilcoxon, paired t-test, mann whitney, pearson chi-square, kolmogorov-smirnov, fisher's exact, regresi linier) serta menunjukkan beda yang signifikan jika taraf signifikansinya p=<0,05.

Hasil penelitian yaitu terdapat peningkatan pengetahuan setelah diberikan intervensi pada kelompok kontrol dan eksperimen (masing-masing p=0,00) serta tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap antara kelompok kontrol dan eksperimen setelah intervensi (masing-masing p=0,39 dan p=0,62).

Edukasi leaflet maupun video sama-sama efektif meningkatkan pengetahuan responden, tetapi tidak mempengaruhi sikap. Perawat dapat menggunaan leaflet atau video untuk meningkatkan pengetahuan tentang perilaku pencegahan DM. Penelitian selanjutnya dapat mengontrol variabel pengganggu yang mempengaruhi pengetahuan dan sikap serta memberikan intervensi untuk meningkatkan sikap terhadap pencegahan DM.

(17)
(18)

by audio visual media on knowledge level and attitude of diabetes mellitus prevention in Pedukuhan Kasihan Bantul Yogyakarta.

This research was a quasi-experimental design with nonequivalent control group pretest and posttest design. Samples were fifty healthy people which were selected through purposive sampling and divided into control group (given leaflet) and the experimental (given video). Data were analyzed with descriptive analysis (demographics of respondents) and inferential analysis (wilcoxon test, paired t-test, mann whitney, pearson chi-square, kolmogorov-smirnov, fisher's exact, linear regression) and showed a significant difference if the level of significance p=<0,05. There was an increased knowledge after given intervention in control and experimental group (respectively p=0,00) and there was no difference in knowledge and attitude between control and experimental group after given the intervention (respectively p=0,39 and p=0,62).

Educational leaflets and video were equally effective increased respondents' knowledge, but those did not affect the attitude. Nurses can use any leaflets or video to increase knowledge about prevention of DM. Further research can control the confounding variables that influence the knowledge and attitudes and provide interventions to improve attitudes toward the prevention of DM.

(19)

pengetahuan dan sikap terhadap penyakit DM. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian program promosi kesehatan pencegahan diabetes melalui media audio visual terhadap peningkatan tingkat pengetahuan dan sikap pada warga Pedukuhan Kasihan Bantul.

Penelitian ini termasuk jenis kuasi eksperimen dengan rancangan nonequivalent control group pretest and posttest design. Sampel penelitian ini adalah 50 orang warga sehat yang dibagi menjadi kelompok kontrol yang diberi intervensi leaflet dan kelompok eksperimen yang diberi intervensi video dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data dianalisis dengan analisis deskriptif (demografi responden) dan analisis inferensial (uji wilcoxon, paired t-test, mann whitney, pearson chi-square, kolmogorov-smirnov, fisher's exact, regresi linier) serta menunjukkan beda yang signifikan jika taraf signifikansinya p=<0,05.

Hasil penelitian yaitu terdapat peningkatan pengetahuan setelah diberikan intervensi pada kelompok kontrol dan eksperimen (masing-masing p=0,00) serta tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap antara kelompok kontrol dan eksperimen setelah intervensi (masing-masing p=0,39 dan p=0,62).

Edukasi leaflet maupun video sama-sama efektif meningkatkan pengetahuan responden, tetapi tidak mempengaruhi sikap. Perawat dapat menggunaan leaflet atau video untuk meningkatkan pengetahuan tentang perilaku pencegahan DM. Penelitian selanjutnya dapat mengontrol variabel pengganggu yang mempengaruhi pengetahuan dan sikap serta memberikan intervensi untuk meningkatkan sikap terhadap pencegahan DM.

(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang

ditandai dengan hiperglikemia (kadar gula darah melebihi normal) akibat

kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin yang tidak adekuat, atau

keduanya (American Diabetic Association [ADA], 2014). DM yang dikenal

dengan penyakit gula di Indonesia ini ternyata menduduki urutan keempat

jumlah penyandang diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan

India. Insidensi di dunia akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2025 dari

jumlah 150 juta orang pada tahun 2012 (WHO, 2015).

World Health Organisation (WHO) memprediksi kenaikan jumlah

penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar

21,3 juta pada tahun 2030 (Kasim, dkk., 2013) dan hasil riset kesehatan dasar

(RISKESDAS) tahun 2013, DI Yogyakarta menjadi peringkat pertama

diagnosis tertinggi DM di Indonesia (KEMENKES RI, 2013). Sebuah survei

nasional pada tahun 2007 menyatakan bahwa ada sekitar 70% kasus DM yang

tidak terdiagnosa (Soewandono, dkk., 2013) dan kini DM masih menjadi

penyakit yang menyebabkan kematian dini (Beigi, 2012).

Tingginya insidensi DM tidak lepas dari masih tingginya pula faktor

risiko DM di Indonesia. Adapun faktor-faktor risiko DM yaitu virus, riwayat

keluarga terkena DM, diet yang tidak sehat, kurang aktifitas fisik,

(21)

toleransi glukosa atau impaired glucose tolerance (IGT), riwayat diabetes

gestasional, dan buruknya nutrisi selama kehamilan (International Diabetes

Federation [IDF], 2014). Obesitas dan riwayat keluarga diabetes adalah faktor

risiko yang diukur dan diketahui dengan mudah. Akan tetapi, dari keseluruhan

faktor risiko DM tersebut, ternyata akan meningkatkan risiko absolut menjadi

DM sebesar 2-10 kali lipat (Setiawan, 2011). Adanya peningkatan insidensi

risiko DM menjadi DM, menandakan masih kurangnya pencegahan dini

(National Institute for Health and Care Excellence [NICE], 2011).

Pencegahan DM dapat dilakukan dengan promosi kesehatan tentang

pengubahan gaya hidup (NICE, 2011). Pencegahan DM sangat penting untuk

mengurangi insidensi DM bahkan komplikasinya. Pencegahan dapat

dilakukan dengan mengendalikan 4 pilar pengelolaan DM yaitu edukasi,

pengaturan makan, olahraga, dan kepatuhan pengobatan (Perkeni, 2006; Putri,

2013). Dari keempat pilar tersebut, edukasi memegang peranan utama yang

akan menjadi dasar membangun pengetahuan (Aljoudi & Taha, 2009).

Edukasi difokuskan pada pentingnya pengubahan gaya hidup seperti

pengurangan berat badan, diet, dan aktivitas fisik (Sussman dkk., 2015).

Optimalnya pencegahan DM dapat terpenuhi jika faktor risikonya

diidentifikasi lebih awal (Aljoudi & Taha, 2009). Pencegahan DM melalui

edukasi akan membentuk pemahaman, meningkatkan pengetahuan dan

mengubah sikap seseorang dalam mengelola risiko diabetesnya, serta

mencegah meningkatnya insidensi DM. Peningkatan pengetahuan dan sikap

(22)

menghindari risiko terkena DM (Juwitaningtyas, 2014) dan komplikasinya

[gagal jantung, gagal ginjal, kebutaan, amputasi, bahkan kematian] (Putro &

Suprihatin, 2012).

Di Indonesia, tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pencegahan

DM masih sangat minim. Bahkan belum ada data menyeluruh yang

mengungkapkan baiknya tingkat pengetahuan masyarakat Indonesia tentang

DM dan pencegahannya (Soewandono, dkk., 2013). Adanya perbedaan tingkat

pendidikan, usia, sosial & ekonomi, serta etnik & budaya adalah faktor-faktor

yang sering menjadi penghambat efektifnya pemberian pengetahuan dan

pengubahan perilaku (Ontario Ministry of Health and Long Term Care, 2012).

Sebuah penelitian menyatakan bahwa setengah dari 288 responden

penelitian tidak benar menyebutkan faktor risiko atau langkah-langkah

pencegahan DM (Aljoudi & Taha, 2009). Padahal mengidentifikasi risiko DM

sejak awal, sangat penting dalam mencegah DM. Pemberian pendidikan

kesehatan, mampu meningkatan pengetahuan penderita diabetes melitus

(Juwitaningtyas, 2014). Selain itu, pendidikan kesehatan juga akan

mempengaruhi peningkatan sikap penderita diebetes melitus (Juwitaningtyas,

2014). Adanya pengetahuan dan sikap yang baik tentunya akan mendukung

praktik dan pencegahan DM lebih baik (Juwitaningtyas, 2014).

Melihat kondisi kurangnya sikap dan pengetahuan DM di Indonesia,

maka perbaikan dalam sistem kesehatan, pendidikan kesehatan, dan pelatihan

pasien diabetes sangat diperlukan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan

(23)

pemilihan strategi edukasi DM yang tepat, salah satunya dengan pemberian

promosi kesehatan. Promosi kesehatan sangat penting sebagai sebuah langkah

awal pencegahan sehingga meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

Indonesia (National Institute for Health and Care Excellence [NICE], 2011).

Promosi kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan

masyarakat melalui proses pembelajaran (DEPKES RI, 2006). Masyarakat

diharapkan mampu memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya

(WHO, 2015). Tindakan-tindakan promosi kesehatan dilakukan untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku. Aljoudi & Taha (2009) dalam

penelitiannya menyatakan bahwa sebelum memberikan promosi kesehatan,

pemberi promosi kesehatan harus memahami kebutuhan yang diperlukan

masyarakat karena terkait dengan keputusan mereka dalam mengadopsi

pembelajaran yang disampaikan.

Hal penting yang perlu diperhatikan adalah media pembelajaran.

Penggunaan media yang tepat akan sangat mendukung tercapainya sebuah

proses pembelajaran yang baik. Penggunaan media yang menarik dan mudah

dipahami akan menstimulus pemahaman yang optimal (Norman, 2012). Media

visual pendidikan kesehatan seperti leaflet, lembar balik, poster, dan lainnya,

kini banyak dimanfaatkan untuk promosi kesehatan bagi penderita DM (Phitri

& Widiyaningsih, 2013). Akan tetapi, perpaduan penggunaan media audio dan

visual (audio visual) ternyata memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan

media cetak tersebut (Norman, 2012). Pada pasien DM, edukasi melalui media

(24)

2013), menurunkan tingkat kecemasan (Indey, 2012), serta meningkatkan

kesadaran masyarakat tentang DM yaitu melalui sebuah kuis berbasis

komputer yang informatif dan interaktif (Srinivas, dkk., 2011). Oleh karena

itu, media audio visual dapat menjadi rekomendasi bagi petugas kesehatan

dalam memberikan penyuluhan kesehatan sehingga pengetahuan dan pasien

diabetes akan meningkat (Dari dkk, 2014).

Wahyu Aditya sebagai Pakar Animasi Indonesia melalui Sanofi Group

Indonesia yang bekerjasama dengan Pusat Promosi Kesehatan Kementerian

Kesehatan (Promkes Kemenkes) RI dalam rangka lomba pembuatan video

animasi mencegah diabetes, menyatakan bahwa melalui media audio visual

seperti video animasi, maka akan memberikan tampilan audio visual yang

lebih menarik, konteks pesannya juga lebih mudah dimengerti dan

menjangkau semua usia, dapat diakses dengan mudah misalnya saja melalui

media sosial sehingga menjadi lebih efektif untuk mengedukasi masyarakat

(Andriyas, 2015). Akan tetapi di Indonesia, media audio visual terutama video

belum dimanfaatkan secara maksimal. Pada website kemenkes RI ataupun di

media sosial lainnya, belum ditemukan guideline video edukasi yang dapat

dijadikan sumber edukasi pencegahan diabetes.

Pedukuhan Kasihan adalah pedukuhan yang terletak di wilayah

Kelurahan Tamantirto Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul DIY.

Berdasarkan studi pendahuluan di Kantor Lurah Tamantirto, jumlah penduduk

Pedukuhan Kasihan adalah 3203 jiwa. Pedukuhan Kasihan adalah salah satu

(25)

Kasihan I adalah puskesmas yang terletak di Kecamatan Kasihan Kabupaten

Bantul, DIY. Berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas Kasihan I, angka

diabetes tertinggi terdapat di Pedukuhan Kasihan Bantul yaitu 82 orang.

Penderita DM di pedukuhan kasihan ini dari waktu ke waktu semakin

meningkat. Pada tahun 2012 jumlah penderita yaitu 29 orang, tahun 2013

berjumah 34 orang, dan tahun 2014 berjumlah 82 orang. Sedangkan

berdasarkan screening pada kelompok berisiko DM dengan kunjungan rumah

(obesitas dan riwayat keluarga DM) di Pedukuhan Kasihan, terdapat 31 orang

yang berisiko DM.

Berdasarkan penuturan beberapa warga Pedukuhan Kasihan, promosi

kesehatan tentang pencegahan DM belum optimal diberikan oleh pelayanan

kesehatan setempat. Promosi kesehatan belum diterapkan penggunaan metode

audio visual berupa edukasi pencegahan diabetes dengan tambahan diskusi.

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang diatas, pemilihan media audio

visual akan memungkinkan optimalnya capaian edukasi pendidikan kesehatan

yang baik sehingga akan meningkatan pengetahuan dan sikap warga (Chen &

Lin, 2010). Maka dari itu, perlu diketahui pengaruh pemberian program

promosi kesehatan pencegahan diabetes pada warga sehat tanpa DM dan

risikonya melalui media audio visual untuk meningkatkan pengetahuan dan

(26)

B. Rumusan Masalah

Adakah pengaruh pemberian program promosi kesehatan pencegahan

diabetes melalui media audio visual terhadap peningkatan tingkat pengetahuan

dan sikap pada warga Pedukuhan Kasihan Bantul?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian program promosi

kesehatan pencegahan diabetes melalui media audio visual terhadap

peningkatan tingkat pengetahuan dan sikap pada warga Pedukuhan

Kasihan Bantul.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui data demografi warga sehat tanpa DM dan

risikonya di wilayah kerja Puskesmas Kasihan I.

b. Untuk mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap sebelum

dan sesudah intervensi pada masing-masing kelompok kontrol dan

eksperimen.

c. Untuk mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap sebelum

dan sesudah intervensi antara kelompok kontrol dan eksperimen.

D. Manfaat

1. Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi pengembangan ilmu

keperawatan terkait dengan penggunaan metode dan media yang tepat agar

(27)

warga Pedukuhan Kasihan Bantul. Selain itu perawat dapat menentukan

strategi penggunaan metode dan media yang tepat sesuai dengan tingkat

pengetahuan dan/atau sikap kesehatannya.

2. Warga Pedukuhan Kasihan Bantul

Media pembelajaran dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai

sumber informasi bagi warga Pedukuhan Kasihan Bantul dalam mencari

pengetahuan tentang DM dan meningkatkan sikap pencegahan DM.

3. Puskesmas Kasihan I

Media pembelajaran dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai

media dalam pemberian penyuluhan kesehatan. Puskesmas Kasihan I

diharapkan agar menyelenggarakan penyuluhan kesehatan yang lebih sering

dan dapat berkoordinasi dengan dinas kesehatan kepada warga agar tercipta

pemahaman dan sikap tentang pencegahan penyakit DM.

4. Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini bisa dijadikan rujukan bagi peneliti selanjutnya

tentang pengaruh program promosi kesehatan terhadap tingkat

pengetahuan dan sikap warga Pedukuhan Kasihan Bantul terhadap

pencegahan DM.

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian Dari dkk (2014) yaitu “pengaruh pendidikan kesehatan senam

kaki melalui media audio visual terhadap pengetahuan pelaksanaan senam

kaki pada pasien DM tipe 2", bertujuan untuk menentukan pengaruh

(28)

audio visual untuk meningkatkan pengetahuan senam kaki pada pasien

DM tipe 2. Hasil penelitian ini menyatakan adanya peningkatan yang

signifikan terhadap pengetahuan pelaksanaan senam kaki pada responden

dengan DM tipe 2 pada kelompok eksperimen.

Persamaan penelitian ini adalah tujuan penelitian yaitu untuk

mengetahui pengaruh tingkat pendidikan penggunaan media audio visual

sebagai media edukasi, variabel dependen yaitu tingkat pengetahuan,

desain penelitian yaitu kuasi eksperimen, dan teknik pengambilan sampel

penelitian ini yaitu dengan purposive sampling. Perbedaan penelitian ini

antara lain responden dalam penelitian ini yaitu pasien DM tipe 2

sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan yaitu pada kelompok sehat

tanpa DM dan risikonya.

2. Penelitian Srinivas dkk (2011) yaitu “Diabetes melitus: preliminary

health-promotion activity based on service-learning principles at a South

African national science festival”, bertujuan untuk menyelidiki efek dari

promosi kesehatan layanan-pembelajaran berbasis elektif dalam

mempengaruhi pengetahuan diabetes melitus (DM) dan cara-cara untuk

mencegahnya. Hasil penelitian ini yaitu terdapat peningkatan yang

signifikan dalam keseluruhan skor pengetahuan setelah diberikan

intervensi edukasi. Perbedaan gender yang signifikan antara kedua

kelompok pra dan post intervensi menunjukkan bahwa perempuan

(29)

Persamaan penelitian ini yaitu penggunaan media audio visual dan

instrument penelitian pra dan post intervensi, variabel dependen yaitu

tingkat pengetahuan, serta desain penelitian kuasi eksperimen. Perbedaan

penelitian ini yaitu responden penelitian ini adalah siswa SMA dan metode

edukasi yaitu kuis berbasis komputer, poster informasi, selebaran model

interaktif dan informatif yang dibawa pulang. Sedangkan pada penelitian

yang akan dilaksanakan, responden adalah kelompok sehat tanpa DM dan

risikonya.

3. Penelitian Tjahyono (2013) yaitu “pengaruh edukasi melalui media visual

buku ilustrasi terhadap pengetahuan dan kepatuhan pasien DM tipe 2”,

bertujuan untuk mengetahui efektivitas media visual berupa buku ilustrasi

sebagai alat bantu edukasi, dilakukan penelitian mengenai pengaruh

edukasi dengan media ini terhadap pengetahuan dan kepatuhan pasien

diabetes tipe 2. Hasil penelitian ini yaitu adanya peningkatan signifikan

mengenai tingkat pengetahuan dan kepatuhan pada kelompok uji

dibandingkan kelompok kontrol. Hasil analisis secara statistik juga

menunjukkan bahwa edukasi melalui media visual berupa buku ilustrasi

mempengaruhi pengetahuan dan kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2.

Persamaan penelitian ini adalah variabel dependen yaitu tingkat

pengetahuan dan teknik pengambilan sampel penelitian ini yaitu dengan

purposive sampling. Perbedaan dalam penelitian ini adalah desain

penelitian yaitu randomized controlled trial (RCT), media yang digunakan

(30)

menggunakan media audio visual. Selain itu, responden pada penelitian ini

merupakan penderita DM, sedangkan pada penelitian yang akan

dilaksanakan yaitu kelompok sehat tanpa DM dan risikonya.

4. Penelitian Sovia dkk (2011) yaitu “kejadian pradiabetes pada usia dewasa

menengah berdasarkan karakteristik dan perilaku perawatan kesehatan

keluarga”, bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik keluarga

dan perilaku perawatan kesehatan keluarga dengan kejadian pradiabetes

pada usia dewasa menengah. Hasil penelitian menunjukkan upaya

meningkatkan perilaku perawatan kesehatan keluarga akan lebih efektif

perlu jika disusun oleh tim kesehatan di pelayanan kesehatan primer

melalui program promosi kesehatan seperti pendidikan kesehatan,

pembentukan kelompok pendukung, pemberdayaan masyarakat,

kemitraan, dan intervensi keperawatan (penyusunan menu makanan sehat,

aktivitas fisik, dan perawatan kaki).

Perbedaan penelitian ini adalah desain penelitian yang digunakan

adalah subjek penelitiannya yaitu kelompok berisiko DM sedangkan pada

penelitian peneliti yaitu kelompok sehat tanpa DM dan risikonya, jenis

penelitian deskriptif observasional dengan pendekatan cross sectional dan

teknik cluster sampling sedangkan pada penelitian yang akan dilaksanakan

menggunakan desain kuasi eksperimen dengan teknik pengambilan sampel

yaitu purposive sampling.

5. Penelitian Geiss dkk (2010) yaitu “diabetes risk reduction behaviors

(31)

perubahan gaya hidup yang konsisten dengan mengurangi risiko diabetes

dan faktor yang terkait dengan gaya hidup yang mereka adopsi yaitu di

antara orang dewasa dengan pradiabetes. Hasil penelitian menunjukkan

upaya untuk meningkatkan kesadaran pradiabetes, meningkatkan promosi

perilaku sehat, dan meningkatkan ketersediaan program gaya hidup

berbasis bukti, diperlukan untuk memperlambat pertumbuhan kasus baru

diabetes.

Perbedaan penelitian ini adalah subjek penelitiannya yaitu

kelompok berisiko DM sedangkan pada penelitian peneliti yaitu kelompok

sehat tanpa DM dan risikonya, jenis penelitian deskriptif dengan teknik

random sampling sedangkan penelitian yang akan dilakukan yaitu

menggunakan penelitian jenis kuasi eksperimen dengan teknik purposive

(32)

13 A. Diabetes Melitus (DM)

1. Definisi

Clinical Diabetes Association [CDA] (2013), Departemen

Kesehatan Republik Indonesia (2008), International Diabetes Federation

(2014), dan World Health Organization (2005) mendefinisikan diabetes

melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya

hiperglikemia (kadar gula darah melebihi normal), yang terjadi akibat salah

satu kondisi berikut yaitu tidak diproduksinya insulin atau tidak cukupnya

produksi insulin atau bahkan ketidakeefektifan penggunaan insulin oleh

tubuh. Adanya kondisi tersebut, menyebabkan glukosa gagal memasuki sel

sehingga tidak dapat diubah menjadi energi. Jika terkena DM, strategi

pengurangan risiko multifaktor dan perawatan medis yang kontinu sangat

diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa (ADA, 2014).

2. Klasifikasi Diabetes a. Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 sebelumnya dikenal sebagai insulin dependent,

biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena kerusakan

sel β (beta) yang diduga karena proses autoimun (CDA, 2013 dan

WHO, 2014). DM tipe 1 ini ditandai dengan kekurangan produksi

insulin absolut sehingga membutuhkan pemberian insulin harian

(33)

a. Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 yang sebelumnya disebut non insulin dependent

dan biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2015), dapat disebabkan

oleh resistensi insulin atau defisiensi insulin (ADA, 2014 dan CDA,

2013). Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah

onset, yaitu setelah komplikasi muncul. Oleh karena itu, insidensinya

tinggi yaitu sekitar 90% dari penderita diabetes di seluruh dunia dan

sebagian besarnya merupakan akibat dari memburuknya faktor risiko

seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik (WHO,

2015).

b. Diabetes gestational

Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang

didiagnosis selama kehamilan (ADA, 2014) dan ditandai dengan

hiperglikemia (kadar glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan

WHO, 2015). Wanita dengan diabetes gestational memiliki

peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan,

serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan

(IDF, 2014).

c. Tipe diabetes lainnya

Diabetes tipe lainnya disebabkan karena kondisi seperti

(34)

1) Maturity onset diabetes of the young (MODY)

Tipe diabetes ini terjadi karena adanya kerusakan 6

monogenetik pada fungsi sel islet glukokinase atau pada beberapa

faktor transkripsi seperti HNF-1 alpha, HNF-4alpha, IPF-1 yang

kemudian membentuk pola dominan autosomal dan menyebabkan

gangguan pelepasan insulin dan juga umumnya terjadi

hiperglikemia sebelum usia 25 tahun (ADA, 2014; CDA, 2013;

dan Pittas dan Greenberg, 2003).

2) Kerusakan genetik dalam aksi insulin

Gen insulin mutan yaitu insulin yang memperlihatkan

adanya gangguan ikatan (jarang terjadi) dan mutasi reseptor

insulin sehingga terjadi gangguan pada kinerja insulin (ADA,

2014; CDA, 2013; dan Pittas & Greenberg, 2003).

3) Penyakit pankreas eksokrin

Pankreas dapat mengalami kerusakan luas karena adanya

kondisi trauma, infeksi, chronic necrotizing pancreatitisdan

karsinoma pankreas, cystic fibrosis dan hemochromatosis

sehingga menyebabkan penyakit DM (ADA, 2014 dan Pittas &

Greenberg, 2003).

4) Endokrinopati

Adanya kondisi seperti akromegali, sindrom cushing,

glucagonoma dan pheochromocytoma, dapat menyebabkan

(35)

antagonis insulin yaitu hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon

dan epinefrin (Pittas & Greenfberg, 2003).

5) Obat-obatan yang menginduksi penyakit diabetes

Banyak golongan obat yang dapat merusak resistensi

insulin atau sekresi insulin sehingga menyebabkan diabetes pada

individu yaitu mengandung substansi seperti glukokortikoid

sintetik, yaitu siklosporin A, asam nikotinat, interferon,

pentamidin, diuretik thiazide (ADA, 2014; CDA, 2013; dan Pittas

& Greenberg, 2003).

6) Infeksi

Rubella kongenital adalah virus yang paling umum terlibat

dalam perkembangan diabetes. Selain itu terdapat coxsackievirus

B, adenovirus, gondok dan sitomegalovirus semuanya telah

terlibat dalam menginduksi kejadian DM (Pittas & Greenberg,

2003).

3. Manifestasi Klinis

a. Pada permulaan gejala akan timbul keluhan “TRIAS”

1) Polidipsia (banyak minum)

Polidipsia atau rasa haus berlebihan terjadi karena

tingginya glukosa darah yang menyebabkan perubahan proses

pada ginjal yaitu difusi (pertukaran zat dari tekanan rendah ke

tinggi) menjadi osmosis (pertukaran zat dari tinggi ke rendah)

(36)

membuatnya lebih terkonsentrasi (Diabetes Research Wellness

Foundation [DRWF], 2015). Kondisi tersebut menyebabkan air

yang ada di pembuluh darah terambil oleh ginjal sehingga

pembuluh darah menjadi kekurangan air yang menyebabkan

penderita menjadi cepat haus (Polidipsia).

2) Poliuria (banyak buang air kecil)

Poliuria atau peningkatan frekuensi buang air kecil yaitu

karena hiperfiltrasi pada ginjal sehingga kecepatan filtrasi ginjal

juga meningkat. Akibatnya, glukosa dan natrium yang diserap

ginjal menjadi berlebihan sehingga urin yang dihasilkan banyak

dan membuat penderita menjadi cepat pipis (Poliuri).

3) Polifagia (rasa lapar yang semakin besar) namun berat badan

menurun

Polifagia (rasa lapar yang semakin besar) (ADA, 2014; dan

Pittas & Greenberg, 2003) terjadi akibat glukosa dalam darah tidak

dapat masuk ke dalam sel target dan berubah menjadi glikogen

untuk disimpan di dalam hati sebagai cadangan energi karena

insulin tidak bekerja maksimal. Oleh karena itu, sumber tenaga

terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot.

Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot serta

penurunan nafsu makan sehingga menjadi kurus, mengeluh lapar,

lelah, kurang konsentrasi, dan mengantuk (ADA, 2014 dan Price&

(37)

b. Kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan ≥ 200 mg/dl (normal:

100-140 mg/dl) (Tjokroprawiro, 2006).

c. Kadar glukosa darah pada waktu puasa ≥ 126 mg/dl (normal: 70-120

mg/dl) (Tjokroprawiro, 2006).

4. Faktor Risiko

Menurut American Diabetes Association (2014), faktor risiko

diabetes antara lain:

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

1) Riwayat keluarga terkena DM

Diabetes melitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan.

Mengetahui adanya risiko DM terutama jika memiliki riwayat

keluarga terkena DM seperti orang tua dan saudara kandung, maka

dapat membantu seseorang memahami dan mengambil

langkah-langkah untuk menurunkan risiko DM (ADA, 2014).

2) Usia

Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko

terkena diabetes DM. Meningkatnya risiko DM ini dikaitkan

dengan tejadinya penurunan fungsi fisiologis tubuh. DM tipe 2

terjadi pada orang dewasa setengah baya, yang paling sering

setelah usia 45 (American Heart Association [AHA], 2012). Di

Indonesia, tingkat diabetes didiagnosis di kalangan orang berusia

(38)

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia

(2009), kategori umur manusia yaitu balita 0-5 tahun, kanak-kanak

5-11 tahun, remaja awal 12-16 tahun, remaja akhir 17-25 tahun,

dewasa awal 26-35 tahun, dewasa akhir 36-45 tahun, lansia awal

46-55 tahun, lansia akhir 56-65 tahun, dan manula 65 tahun

ke atas.

3) Ras dan Etnis

Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukkan

bahwa bangsa Asia lebih berisiko terserang diabetes melitus

dibandingkan bangsa Barat (IDF, 2009) karena secara keseluruhan

bangsa Asia kurang berolahraga dibandingkan bangsa-bangsa di

benua Barat. Selain itu, kelompok etnik tertentu juga berpengaruh

terutama Cina, India, dan Melayu lebih berisiko terkena diabetes

mellitus (Rahayu, 2012).

b. Faktor risiko yang dapat diubah

1) Obesitas

Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak tubuh

dengan kriteria indeks massa tubuh (IMT)>25 (WHO, 2015).

Obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya resistensi insulin

karena penumpukan lemak tubuh akan memblokir kerja insulin dan

glukosa darah yang tidak dapat diangkut ke dalam sel sehingga

kadar gula darah akan meningkat (AHA, 2012; IDF, 2009; dan

(39)

2) Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan tingginya tekanan

darah melebihi 140/90 mmHg melalui pengukuran tekanan darah

minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan

tersebut (WHO, 2015). Hipertensi dalam jangka waktu lama dapat

menimbulkan resistensi insulin dan kondisi hipertensi juga

seringkali terjadi ketika seseorang telah terkena diabetes dengan

insidensi yang meningkat dua kali lipat (AHA, 2012 dan IDF,

2009).

3) Stres

Kondisi stres kronik dikaitkan dengan kecendrungan pola

konsumsi makanan berlemak sehingga lemak tubuh menumpuk

dan dapat memblokir kerja insulin (Rahayu, 2012).

4) Riwayat diabetes gestasional

Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5 % pada ibu

hamil. Biasanya diabetes akan hilang setelah anak lahir. Namun,

dapat pula terjadi DM lanjutan. Ibu hamil yang menderita DM

akan melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4000

gram (IDF, 2009). Apabila hal ini terjadi, maka ibu kemungkinan

(40)

5) Diet yang tidak sehat

Kondisi kurang gizi (malnutrisi) maupun kelebihan berat

badan dapat dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (Rahayu,

2012).

6) Kurang aktifitas fisik

Aktifitas fisik secara teratur dapat menambah sensitifitas

insulin, melancarkan peredaran darah, dan menurunkan faktor

risiko terjadinya diabetes melitus (AHA, 2012). Glukosa dalam

darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi

lebih sensitif terhadap insulin (IDF, 2009). Prevalensi DM

mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada individu yang kurang aktif

dibandingkan dengan individu yang aktif (Rahayu, 2012).

7) Alkohol

Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis

pada pankreas yang dikenal dengan istilah pankreatitis sehingga

dapat menimbulkan gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat

menyebabkan DM (Rahayu, 2012).

8) Kerusakan toleransi glukosa atau impaired glucose tolerance

(IGT)

Adanya kerusakan toleransi glukosa yaitu kondisi glukosa

yang tinggi namun belum cukup dikatakan DM, menjadi risiko

(41)

Kriteria diagnosis IGT yaitu 140 mg/dL - 199 mg/dL (ADA, 2014)

atau 7.8 mmol/L-11.0 mmol/L (CDA, 2013).

9) Buruknya nutrisi selama kehamilan

Nutrisi sangat penting untuk janin saat hamil. Apabila

nutrisi buruk, maka akan meningkatkan risiko terkena DM (IDF,

2009).

5. Patofisiologi

Ketika makanan dikunyah di dalam mulut, makanan akan dipecah

menjadi komponen yang lebih kecil. Gula dan karbohidrat dipecah menjadi

glukosa untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi (Rahayu, 2012). Pada

orang normal, hormon insulin yang diproduksi oleh sel-sel beta pankreas,

berfungsi mengatur seberapa banyak glukosa dalam darah (ADA, 2014;

CDA, 2013; dan WHO, 2015). Ketika ada kelebihan glukosa dalam darah,

insulin merangsang sel-sel untuk menyerap cukup glukosa dari darah untuk

energi yang mereka butuhkan. Insulin juga merangsang hati untuk

menyerap dan menyimpan glukosa berlebih di dalam darah (Rahayu,

2012).

Pelepasan insulin dipicu setelah makan bila ada glukosa darah.

Ketika kadar glukosa darah turun, selama aktivitas fisik misalnya, kadar

insulin juga akan turun (ADA, 2014 dan CDA, 2013). Insulin yang tinggi

akan menstimulasi penyerapan glukosa, glikolisis (pemecahan glukosa),

dan glikogenesis (pembentukan penyimpanan glukosa yang disebut

(42)

(Rahayu, 2012). Insulin rendah akan menstimulasi terjadinya

glukoneogenesis (pemecahan berbagai substrat untuk melepaskan glukosa),

glikogenolisis (pemecahan glikogen untuk melepaskan glukosa), lipolisis

(pemecahan lemak untuk melepaskan glukosa), dan proteolisis (pemecahan

protein untuk melepaskan glukosa). Insulin bertindak melalui reseptor

insulin (IDF, 2009).

a. Patofisiologi diabetes tipe 1

Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan

menghancurkan sel yang memproduksi insulin beta pankreas (ADA,

2014 dan CDA, 2013). Kondisi tersebut merupakan penyakit autoimun

yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi sel

anti-islet dalam darah (WHO, 2015). National Institute of Diabetes and

Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan

bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran

islet pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya penyakit

ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari sampai minggu.

Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena

adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi

insulin (NIDDK, 2014). Oleh karena itu, diabetes tipe 1 selalu

membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan merespon insulin yang

(43)

b. Patofisiologi diabetes tipe 2

Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak

mutlak. Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin

yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan

kurangnya sel beta atau defisiensi insulin resistensi insulin perifer

(ADA, 2014). Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada

reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi

kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA,

2013). Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral

gagal untuk merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka

pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif.

c. Patofisiologi diabetes gestasional

Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis

insulin yang berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan

resistensi insulin dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan

kemungkinan adanya reseptor insulin yang rusak (NIDDK, 2014 dan

ADA, 2014).

6. Kriteria diagnosis

a. Fasting plasma glucose (FPG) atau gula darah puasa (GDP) adalah

gula darah yang diukur pada saat seseorang tidak makan atau minum

sesuatu yang mengandung gula selama delapan jam terakhir. Kriteria

diagnosis FPG adalah 126 mg/dL atau 7.0 mmol/L (ADA, 2014). Nilai

(44)

b. Two-hour plasma glucose atau gula darah 2 jam setelah makan

(GDPP) yaitu kadar gula darah yang diambil (diukur) pada saat 2 jam

setelah makan. Kriteria diagnosis GDPP yaitu 200 mg/dL atau 11

mmol/L).

c. A1C yaitu tes darah yang menyediakan informasi tingkat rata-rata

kadar glukosa darah seseorang, sering disebut juga gula darah selama 3

bulan terakhir. Tes A1C kadang-kadang disebut hemoglobin A1C,

HbA1c, atau tes glycohemoglobin. Penentuan A1C dilakukan dengan

puasa selama minimal 8 jam pada orang dewasa (CDA, 2013). Kriteria

diagnosis A1C ini yaitu ambang batasnya ≥6.5% (ADA, 2014).

d. Gula Darah Sesat (GDS). Pengukuran kadar gula darah kapan saja

selain waktu di atas, nilai normalnya adalah 70 – 200 mg/dL.

7. Tes diagnostik

a. Secara sederhana Tjokroprawiro (2006) menjabarkan beberapa cara

untuk mengetahui adanya glukosa dalam urin yang merupakan salah

satu tanda DM:

1) Urin akan dikerumuni semut jika mengandung glukosa.

2) Urin terasa manis (Dr. Thomas Willis dari Inggris sebagai orang

pertama yang menjilat urin)

3) Kemaluan terasa gatal setelah buang air kecil

4) Pemeriksaan glukosa di dalam urin dengan cara reaksi Fehling

(reaksi rebus urine), menggunakan kertas strip (BM test, glukotest,

(45)

b. Menurut American Diabetes Association (2014), terdapat beberapa tes

asimptomatik yang direkomendasikan sesuai dengan jenis diabetesnya,

yaitu:

1) Tes diagnostik asimptomatik DM Tipe 1

Informasikan pasien diabetes tipe 1 mengenai skrining

keluarga untuk risiko pewarisan gen DM tipe 1 (ADA, 2014).

2) Tes diagnostik asimptomatik DM Tipe 2

Jika pada orang tanpa ada faktor risiko maka pengujian

harus dimulai pada usia 45 tahun. Jika tes normal, tes ulang

setidaknya dengan interval 3 tahun. Untuk pengujian diabetes atau

pradiabetes yaitu dengan tes A1C, FPG (Fasting Plasma Glucose),

atau OGTT (Oral Glucose Tolerance Test). Jika teridentifikasi

pradiabetes, maka segera tangani risikonya (ADA, 2014).

3) Tes diagnostik asimptomatik Gestational DM (GDM)

Screening diagnosis diabetes tipe 2 dapat dilakukan saat

kunjungan prenatal pertama (24-28 minggu kehamilan pada

wanita hamil yang sebelumnya tidak diketahui memiliki diabetes),

dan 6-12 minggu postpartum (dengan menggunakan OGTT dan

kriteria diagnostik nonpregnancy). Jika terdapat riwayat GDM,

maka pengecekan diabetes dilakukan setidaknya setiap 3 tahun

(46)

8. Komplikasi

a. Komplikasi akut

1) Hiperglikemia dengan ketoasidosis atau ketoasidosis diabetik

(DKA)

DKA seringkali pada diabetes tipe 1 terjadi karena adanya

hiperglikemia, hiperketonemia, dan asidosis metabolik (Pittas dan

Greenberg, 2003). Kurangnya insulin dan bergantungnya

pembentukan energi dari asam lemak menyebabkan pemecahan

lipid yang tidak terkontrol ini akhirnya terjadi pembentukan keton

dan menyebabkan asidosis dan ketonemia. Ini adalah keadaan

darurat medis (DRWF, 2015).

2) Hyperosmolar Hyperglikemic Sindrom Nonketotic (HHNS)

HHNS seringkali pada diabetes tipe 2 ditandai dengan

adanya hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa

adanya ketoasidosis (Pittas dan Greenberg, 2003). HHNS ini

disebabkan oleh kenaikan gula darah secara ekstrim. Ini seringkali

terlihat pada diabetes tipe 2 yaitu terdapat insulin yang cukup

untuk menekan sintesis keton namun karena tingginya gula darah

maka menyebabkan konsentrasi berlebihan atau osmolaritas darah

yang kemudian menyebabkan diuresis dan rusaknya pembuluh

darah dan shock kardiovaskular. Ini adalah keadaan darurat medis

(47)

b. Komplikasi kronis

1) Retinopati

Retinopati diabetes (komplikasi mikrovaskular) terjadi

akibat kerusakan pembuluh darah pada retina mata karena terpapar

glukosa darah yang tinggi dalam jangka waktu lama (International

Diabetes Federation [IDF], 2009; dan Pittas & Greenberg, 2003)

2) Nefropati

Nefropati (komplikasi mikrovaskular) ditandai dengan

adanya kerusakan pembuluh darah kecil pada ginjal yaitu

glomeruli sehingga kemungkinan akan dapat menyebabkan gagal

ginjal (Pittas & Greenberg, 2003).

3) Neuropati perifer

Neuropati perifer (komplikasi mikrovaskular) merupakan

kematian saraf perifer yang erat kaitannya dengan numbness (mati

rasa), tingling (kesemutan), lambatnya penyembuhan luka, hingga

risiko ulkus kaki (DRWF, 2015).

4) Neuropati otonom

Neuropati jenis ini akan menyebabkan disfungsi

gastrointestinal, urogenital, dan gejala jantung serta seksual.

5) Luka kaki diabetes

Luka kaki diabetes (komplikasi mikrovaskuler) mengarah

pada luka kronis yang sulit disembuhkan (Khanolkar dkk, 2008).

(48)

akan menjadi gangren sehingga makin sulit pada perawatannya

serta beresiko terhadap amputasi (Khanolkar dkk, 2008).

6) Peningkatan kerentanan terhadap infeksi (misalnya kandidiasis

vagina berulang atau infeksi saluran kemih)

Hiperglikemik dan glikosuria selalu menyebabkan

jangkitan jamur dan pruritus dan vulvovaginitis sering terjadi

akibat infeksi candida (Pittas & Greenberg, 2003).

7) Hipertensi

Hipertensi (komplikasi makrovaskular) erat hubungannya

dengan DM karena beberapa kriteria yaitu peningkatan tekanan

darah, obesitas, dislipidemia dan peningkatan glukosa darah

(Saseen & Carter, 2005).

8) Dislipidemia

Pada kondisi dislipidemia (komplikasi makrovaskular)

yaitu seringkali terjadi kelainan metabolisme lipoprotein karena

adanya gangguan pada insulin yang berperan dalam regulasi

pengaturan lemak dan karbohidrat (IDF, 2009).

9. Pengelolaan dan Pencegahan

a. Empat pilar utama pengelolaan DM adalah

1) Pengelolaan makan

Berdasarkan penelitian Center for Chronic Diseases

(2011), salah satu pencegahan dan pengendalian penyakit diabetes

(49)

penurunkan insiden DM sebesar 52% selama 4 tahun

(Salas-Salvado dkk, 2011). Namun, perilaku pengelolaan pola makan

penderita DM ini, nyatanya masih menjadi tantangan yang besar

(Primanda, Kritpracha, & Thaniwattanannon, 2011). Diet khusus

penderita DM dikenal dengan istilah 3J yaitu singkatan dari

jumlah, jadwal, dan jenis diet (Tjokroprawiro, 2006).

2) Aktifitas fisik

Ketercapaian pengelolaan DM maupun pencegahannya,

salah satunya didukung dengan aktivitas fisik (Sarwono, 2002).

Aktivitas fisik akan membakar kalori dan mengurangi low desity

lipoprotein (LDL) atau kolesterol jahat yang akan meningkatkan

risiko terkena DM (Rahayu, 2012).

3) Obat-obatan

Diabetes Research Wellness Foundation (2015)

menyatakan bahwa belum ada penyembuhan untuk kedua jenis

diabetes tipe 1 dan 2 ini, namun ada banyak cara mengontrol

diabetes tersebut. Pengobatan hanya dirancang untuk membantu

tubuh untuk mengontrol kadar gula dalam darah dan apabila gula

darah terkontrol dengan baik maka dapat menjadi kunci

terhindarnya komplikasi diabetes (Sarwono, 2002). Diabetes tipe 1

membutuhkan insulin yang disuntikkan menggantikan insulin

hilang dalam tubuh. Sedangkan jenis pengobatan diabetes 2 akan

(50)

4) Edukasi

Edukasi DM dilakukan secara komprehensif untuk

meningkatkan motivasi pasien dalam berperilaku sehat (ADA,

2014).

b. Pencegahan diabetes

1) Pengelolaan makan

Diet yang dianjurkan yaitu diet rendah kalori, rendah lemak,

rendah lemak jenuh, diet tinggi serat. Diet ini dianjurkan untuk

mencegah risiko DM ataupun mengelola DM (Goldenberg dkk,

2013). Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan

ideal. Adapun pengaturan pola makan dapat dilakukan dengan

mengatur 3J yaitu singkatan dari jumlah, jadwal, dan jenis diet (Tjokroprawiro, 2006).

a) Jumlah yaitu jumlah kalori setiap hari yang diperlukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan energi. Jumlah kalori

ditentukan sesuai dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) dan

ditentukan dengan satuan kilo kalori (kkal).

berat badan dalam kg Berat badan ideal =

(tinggi badan kuadrat dalam m)2

Setelah itu kalori dapat ditentukan dengan melihat

(51)

Tabel 1. Kisaran kalori tubuh

Indikator Berat badan ideal Kalori

Kurus <18,5 2.300 - 2.500 kkal Oleh karena itu jumlah kalori yang dibutuhkan yaitu

1700-2100 kalori.

Contoh menu makanan 1700 kalori

Tabel 2. Menu makanan 1700 kalori

Pagi Siang Malam

Selingan 1: Pepaya 1 potong (110 gr)

Selingan 2: Jus jambu biji ½ buah (100 gr)

(52)

b) Jadwal makan diatur untuk mencapai berat badan ideal.

Sebaiknya jadwal makannya diatur dengan interval 3 jam sekali

dengan 3x makan besar dan 3x makan selingan.

Tabel 3. Jadwal makan pencegahan DM

No Jadwal Waktu

c) Jenis adalah jenis makanan yang sebaiknya dikonsumsi yaitu Tabel 4. Jenis makanan pencegahan DM

Jenis Anjuran

Karbohidrat (45%-60%

atau 1/4

piring)

1. Memilih karbohidrat kompleks (nasi,

lentil, oats, kentang, jagung, ubi jalar, dan lainnya) bukan yang sederhana (gula pasir, gula merah, sirup jagung, madu,

menurunkan risiko penyakit yang

berhubungan dengan kolesterol.

2. Memilih lemak tak jenuh (minyak

zaitun, minyak canola, minyak jagung, atau minyak bunga matahari) bukan lemak jenuh (mentega, lemak hewan, minyak kelapa atau minyak sawit). Protein

(16-18% atau ¼ piring)

1. Memilih kacang, sepotong buah segar atau bebas gula yoghurt untuk camilan. 2. Memilih potongan daging putih, daging

unggas dan makanan laut bukannya daging olahan atau daging merah.

(53)

( ½ piring) kandungan pati, seperti kentang dan labu, juga harus dibatasi dengan hati-hati.

2. Makan setidaknya tiga porsi sayuran setiap hari, termasuk sayuran berdaun hijau seperti bayam, selada atau kale.

Buah 1. Makan sampai tiga porsi buah segar

setiap hari.

2. Membatasi jenis buah-buahan yang

mengandung kadar glukosa dan sukrosa yang tinggi. Buah seperti mangga dapat menyebabkan lonjakan kadar gula darah pada penderita diabetes.

3. Sebagai alternatif, buah yang kaya gula dengan buah dengan kandungan serat tinggi sangat dianjurkan seperti apel, pir, dan raspberry.

Gula 1. Memilih sumber gula alami daripada

memilih soda dan minuman dengan pemanis buatan

Ketika ingin mengonsumsi makanan, tips yang dapat

dilakukan yaitu melihat label makanan. Pada serving size, lihat

kemasan pada bagian belakang yaitu misalnya 5, dan

kandungannya tertulis 250 kkal, jadi jika seseorang

menghabiskan 1 produk tersebut, maka orang tersebut

menghabiskan jatah 1250 kkal. Oleh karena itu, dengan

memperhatikan label makanan, maka seseorang akan lebih

waspada terkait jumlah kebutuhan kalori hariannya.

2) Aktifitas fisik

Aktifitas fisik yang ditujukan untuk menjaga kebugaran

tubuh. Aktivitas fisik baiknya dilaksanakan sedikitnya selama 150

(54)

denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan

aerobik berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal). Latihan

jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu (Goldenberg dkk,

2013). Denyut nadi maksimal adalah maksimal denyut nadi yang

dapat dilakukan pada saat melakukan aktivitas maksimal. Denyut

nadi maksimal dapat dikatakan sebagai batas kemampuan seseorang

untuk melakukan aktifitas secara normal. Artinya bila seseorang

melakukan suatu aktifitas yang memacu jantung untuk berdenyut,

apabila melebihi angka denyut nadi max sebaiknya segera istirahat,

karena hal ini sangat berbahaya bagi jantung serta organ tubuh yang

lain. Jika masih dipaksakan yang terjadi adalah kram jantung yang

membuat serangan jantung.

Rumus : 220 – Usia

Misal usia saya sekarang adalah 34 tahun, maka jumlah denyut

nadi maksimal saya adalah 220 – 34 = 186.

Denyut Jantung Maksimal (Maximum Heart Rate) diukur

dengan rumus = 208 - (0.7 x umur). Jika latihan selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70%

denyut jantung maksimal) atau maka artinya batas maksimal untuk

sebaiknya berhenti berolahraga yaitu 208 - (0.7 x umur)= 208 - (0.7 x

34) = 184,2 dan 50% x 184,2 = 92,1. Sedangkan apabila latihan selama 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai

(55)

B. Program Promosi Kesehatan 1. Definisi

Promosi Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan

kemampuan masyarakat melalui proses pembelajaran dari-oleh-untuk dan

bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta

mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai

dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan

publik yang berwawasan kesehatan (Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia (KEMENKES RI, 2011). Promosi kesehatan bertujuan untuk

menghentikan perilaku beresiko tinggi dan menggantikannya dengan

perilaku yang aman atau beresiko rendah. Program promosi dirancang

seefektif mungkin dan berdasarkan realitas kehidupan sehari-hari

masyarakat sasaran setempat.

2. Sasaran promosi kesehatan

a. Sasaran primer

Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan

sesungguhnya adalah pasien, individu sehat dan keluarga (rumah

tangga) sebagai komponen dari masyarakat (KEMENKES RI, 2011).

b. Sasaran sekunder

Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik

pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan

(56)

pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media

massa (KEMENKES RI, 2011).

c. Sasaran tersier

Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang

berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan

bidang-bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat

memfasilitasi atau menyediakan sumber daya (KEMENKES RI,

2011).

3. Strategi Promosi Kesehatan

a. Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan

pendampingan dalam mencegah dan menanggulangi masalah

kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau kelompok

masyarakat menjalani tahap tahu, mau dan mampu mempraktikkan

(DEPKES RI, 2006). Berhasil tidaknya suatu pemberdayaan, erat

kaitannya dengan kemitraan serta penggunaan metode dan teknik

yang tepat.

Untuk membuat klien tahu dan sadar, kuncinya terletak pada

keberhasilan memahami masalah. Perubahan dari tahu ke mau pada

umumnya dicapai dengan menyajikan fakta-fakta dan mendramatisasi

(57)

b. Bina suasana

Untuk memperkuat proses pemberdayaan, khususnya dalam

upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu

dilakukan bina suasana.

c. Advokasi

Advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap

pihak-pihak tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan

pembinaan program promosi kesehatan baik dari segi materi maupun

non materi (KEMENKES RI, 2011).

d. Kemitraan

Dalam melaksanakan program-program kesehatan perlu kerja

sama/kemitraan dengan program lain di lingkungan kesehatan,

maupun sektor lain yang terkait (Notoatmodjo, 2007).

4. Pelaksana Promosi Kesehatan a. Setiap petugas kesehatan

b. Petugas khusus promosi kesehatan (disebut penyuluh kesehatan

masyarakat)

5. Langkah-langkah promosi kesehatan

a. Pengenalan kondisi tempat

b. Identifikasi masalah kesehatan

c. Musyawarah kerja

d. Perencanaan partisipatif

(58)

f. Pembinaan kelestarian

(KEMENKES RI, 2011).

C. Tingkat pengetahuan dan Sikap 1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah kesan dimana dalam pikiran manusia sebagai

hasil dalam penggunaan panca indera, yang berbeda dengan kepercayaan

(belief), takhayul (superstitious), maupun penerapan-penerapan yang

keliru (misinformations) (Sarwono, 2002). Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk menumbuhkan rasa percaya diri

maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga pengetahuan akan

mendukung terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan mempunyai enam

tingkatan antara lain:

a. Tahu (Know)

Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah

dipelajari, dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

diterima. Pada tahap ini seseorang mampu menyebutkan,

menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan

(59)

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek dalam suatu komponen, tetapi masih dalam struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk menghubungkan

bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penelitian

terhadap suatu materi atau objek tersebut berdasarkan suatu cerita

yang sudah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah

ada (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Ontario Ministry of Health and Long Term Care (2012),

faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain:

a. Pendidikan

Pendidikan mempengaruhi proses belajar karena semakin

tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut untuk

menerima informasi. Individu dengan pendidikan tinggi maka akan

Gambar

Tabel 2. Menu makanan 1700 kalori
Tabel 3. Jadwal makan pencegahan DM
Tabel 6. Kuesioner Tingkat Pengetahuan
Tabel 7. Kuesioner Sikap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil eksplorasi yang telah dilakukan dengan teknik crochet, lebih optimal menggunakan material tambahin yaitu mixed material pada penerapan teknik crochet

KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DALAM PEMASANGAN LISTRIK PRABAYAR PT PLN (PERSERO) WS2JB RAYON SUKARAMI PALEMBANG (Studi Kasus Pelanggan di Wilayah

Bagi Peneliti Lain, yang mempunyai minat yang sama terhadap perkembangan siswa, terutama mengenai asertifitas dapat melakukan penelitian mengenai hal ini dengan sampel yang

Hipotesis 1 dalam penelitian ini menyatakan bahwa Persepsi Kemudahan (PEOU) dari seorang pengguna online ticketing secara positif mempengaruhi Persepsi Kegunaan

Surat kuasa pendebetan/penarikan dana atas beban Rekening Milik Bendahara Umum Negara di Bank Indonesia yang telah diterbitkan dengan menggunakan format yang iiOak sesuai

Siispä vaikuttaa siltä, että hän olisi sanonut turhaan: ”Että olet kuullut minua.” Mutta hän puhuu näin juutalaisten takia osoittaen, että hän on

Terkait dengan hal tersebut maka perlu dikaji kualitas fisik, kimia dan nutrisi yang terdapat dalam silase ransum komplit tersebut sehingga dapat memenuhi

Pelayanan publik merupakan tugas utama dari aparatur pemerintah, untuk meningkatkan mutu penyelenggara dan kualitas pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat, maka