• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODIFIKASI KINCIR ANGIN JENIS SAVIOUS GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI KONVERSI ENERGI ANGIN PADA KECEPATAN ANGIN RENDAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODIFIKASI KINCIR ANGIN JENIS SAVIOUS GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI KONVERSI ENERGI ANGIN PADA KECEPATAN ANGIN RENDAH"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PENGARUH JENIS BAHAN BLADE

TERHADAP KARAKTERISTIK KINCIR ANGIN SAVIOUS

Nurmuntaha Agung N, Sartono Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jl. A. Yani Pabelan Surakarta

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis bahan blade terhadap karakteristik kincir angin Savious.

Penelitian dilakukan dalam Low Speed Wind Tunnel yang dimodifikasi dengan dudukan untuk penempatan sampel kincir yang diuji. Kincir yang diuji terbuat dari aluminium, seng, besi dan fiber yang masing-masing memiliki jumlah blade 2 dan 3. Pengambilan data dilakukan dengan jaln menempatkan kincir yang diuji dalam Wind Tunnel untuk dialiri angin mulai tanpa kecepatan hingga kecepatan maksimum 3,4 m/s, selanjutnya dilakukan pencatatan terhadap putaran poros yang dihasilkan dan dilakukan pembahasan mengenai keterkaitan perubahan jenis bahan blade terhadap efektifitas konversi energi angin masukan menjadi energi putar poros.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perubahan jenis bahan blade membawa pengaruh kepada kecepatan angin untuk menginisiasi putara poros, dimana bahan yang lebih berat dibutuhkan kecepatan angin yang lebih tinggi,

Kata kunci : jenis bahan, blade, kincir angin Savious, konversi energi

PENDAHULUAN

(3)

Kehutanan yang menyebutkan 26 DAS di Jawa tergolong superkritis, penyebab lain kekeringan adalah menurunnya kemampuan waduk akibat sedimentasi.

Selama ini, untuk menghindari kerugian akibat paceklik petani umumnya mengubah pola tanam ke palawija, namun tetap saja memerlukan air untuk pengairan, maka dilakukanlah upaya menyedot air tanah dengan menggunakan mesin diesel, tetapi kenaikan harga bahan bakar minyak dewasa ini hingga 2 kali lipat dari harga awal menyebabkan biaya operasional berlipat yang pada ujungnya tidak seimbang dengan hasil yang didapatkan. Oleh karena itulah maka harus dicari pemecahan yaitu dengan mencari bahan bakar alternatif yang jumlahnya berlimpah dan relatif murah untuk para petani.

Sumber energi alternatif yang melimpah tersebut adalah energi matahari dan energi angin, namun demikian konversi energi matahari menjadi energi listrik ataupun energi mekanis masihlah mahal karena teknologi sel photovoltaic yang masih mahal, sehingga sumber energi anginlah yang paling mungkin untuk diolah menjadi sumber energi alternatif.

Konversi energi angin menjadi energi listrik ataupun energi mekanis selama ini dilakukan dengan menggunakan kincir angin, dan teknologi kincir angin ini telah banyak digunakan terutama di daerah pantai, hal ini dikarena teknologi kincir angin selama ini memerlukan kecepatan minimal 3,5 m/s yang pasti dapat dipenuhi oleh kecepatan angin di daerah pesisir, namun justru disinilah muncul permasalahan, yaitu daerah pedalaman di Propinsi Jawa Tengah kecepatan anginnya tidak mencapai kecepatan minimal tersebut, padahal seperti yang diterangkan diatas gejala kekeringan semakin lama semakin meluas terutama di daerah yang DAS nya kriis oleh karena itu, oleh karena itulah, maka dilakukan penelitian mengenai desain kincir angin terutama mengenai pengaruh bahan blade atau kipas yang cocok digunakan untuk kecepatan rendah.

TINJAUAN PUSTAKA

(4)

energi angin terbatas menurut distribusi dan jumlah energi yang dihasilkan, maka energi yang berlebih pada saat energi turbin angin melebihi kebutuhan dapat digunakan untuk beban berguna lainnya. Soeripno (1991) yang melakuka penelitian mengenai uji coba pemanfaatan sistem konversi energi angin unrtuk pengairan sawah di Desa Tenjoayu Serang menyatakan bahwa kecepatan angin 1 m/s dapat menghasilkan air sejumlah 42 l/menit, sedangkan kecepatan angin 3,5 m/s dapat menghasilkan air sejumlah 166,68 l/menit pada tinggi pemompaan 3 meter. Himran (2000) dalam penelitiannya mengenai penggunaan energi angin di Kota Makassar menyatakan bahwa dengan kecepatan angin rata-rata 2,27 m/s penggunaan energi angin kurang efisien, sehingga perlu penyempurnaan pada desain kincir angin.Pakpahan (2000) yang meneliti mengenai identifikasi permasalahan dan pemecahan pemakaian energi angin di Indonesia menyatakan bahwa potenai energi angin di Indonesia besar namun dalam pengolahannya masih memerlukan banyak perbaikan baik dalam hal sumber daya manusia yang menanganinya maupun dalam hal desain peralatan yang digunakan.Murwatono (2001) yang melakukan studi pengaruh kekasaran leeding edge terhadap unjuk kerja propeller menemukan bahwa dengan semakin halusnya leading edge sebuah desain kipas maka akan meningkatkan gaya angkat dari sistem sehingga kemampuan transmisibilitas geraknbya juga akan semakin tinggi.

METODOLOGI PENELITIAN

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dengan berbedanya material blade, maka terdapat perbedaan kecepatan awal penggerakan kincir dan putaran yang dihasilkan.

Sebagai contoh, untuk kincir dengan blade dua, tampak bahwa kecepatan angin inisiasi penggerakan kincir fiber adalah 0,3 m/s dengan kecepatan putar yang dihasilkan 24,1 rpm. Sementara untuk kincir berbahan aluminium 0,3 m/s akan bergerak awal dengan putaran 9,3 rpm, kincir seng 0,2 m/s menghasilkan 19,3 rpm dan kincir besi memerlukan kecepatan angina 1 m/s untuk menghasilkan putaran 35,9 rpm.

Hasil selengkapanya akan diberikan dalam tabel 1. Tabel 1

Kecepatan Awal dan Putaran yang Dihasilkan untuk Tiap Bahan Blade

Jumlah Blade

Jenis Bahan Blade

Kecepatan Angin Awal untuk Berputar

(m/s)

Kecepatan Putar yang Dihasilkan

Dari tabel diatas, terlihat, bahwa kecepatan inisiasi bergeraknya kincir berbeda-beda untuk tiap-tiap jenis bahan kincir, secara umum dapat dilihat bahwa kincir berbahan aluminium merupakan kincir yang membutuhkan kecepatan angin yang terendah untuk berputar, disusul oleh kincir fiber, kincir seng dan kincir besi.

Dan bila dicermati lebih jauh kincir besi memerlukan kecepatan angin lebih besar untuk mulai berputar, namun kecepatan putar yang dihasilkan lebih besar daripada kincir yang lain, disusul oleh kincir seng, fiber dan aluminium.

(6)

yang lebih besar pula , maka bahan yang lebih berat akan lebih stabil pergerakannya dan juga memerlukan tenaga yang lebih besar untuk menghentikannya.

Dugaan diatas, diperkuat oleh data mengenai massa jenis material penyusun yang didapatkan dari literatur, dimana massa jenis besi sebesar 7840 kg/m3 , seng sebesar 5730 kg/m3, aluminium 2700 kg/m3 dan fiber 40 kg/m3.

Perbandingan Putaran yang Dihasilkan Pada Kincir

Dengan 2 KIpas Sebagai Akibat Variasi Bahan Kincir

f iber

Perbandingan Putaran yang Dihasilkan Pada Kincir

Dengan 3 KIpas Sebagai Akibat Variasi Bahan Kincir

FIBER

ALUMUNIUM

SENG

BESI

(7)

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan , dapat disimpulkan bahwa jenis bahan kipas membawa pengaruh terhadap kecepatan angin awal untuk menginisiasi putaran poros kestabilan putarn poros. Hasil penelitian menunjukkan semakin berat bahan kipas maka kecepatan angin untuk menginisiasi putaran semakin besar dan semakin berat bahan kipas maka putaran yang dihasilkan akan stabil.

UCAPAN TERIMA KASIH

Tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada DP2M Ditjen DIKTI yang telah membiayai penelitian ini melalui Program Penelitian Dosen Muda Tahun Anggaran 2008.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1989, Rancangan Pembuatan dan Pengujian Prototype Turbin Angin 200W, Proyek Penelitian dan Pengembangan Energi Angin, LAPAN, Jakarta

Ginting, Dines., 1990, Pengkajian Energi Listrik Yang Dihasilkan Turbin Angin 200 W Untuk Penggunaan Pada Rumah Tangga di Pedesaan, Warta LAPAN No. 32/33

Himran, Syukri., 2001, Utilization of Wind Energy, CIRERD 2001, Denpasar Bali

Pakpahan, Sahat, 2001, Problem Identification and Solution For Wind Energy Resources Assessment In Indonesia, CIRERD 2001, Denpasar Bali.

Murwatono, Totok Triputrastyo, 2001, Studi Pengaruh Kekasaran Leading Edge Terhadap Unjuk Kerja Propeller, Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol. 3 Nomor 5, hal. 157-166.

Soeripan, 1990, Uji Coba Pemanfaatan Sistem Konversi Angin Untuk Pengairan Sawah di Desa Tenjoayu Wilayah Koperasi Unit Desa Tirtayasa Timur Kabupaten Serang Jawa Barat, Majalah LAPAN NO. 60/61

(8)

SINOPSIS PENELITIAN LANJUTAN

Penelitian selanjutnya, akan menitikberatkan pada kekuatan mekanik fiber sebagai bahan kincir terbaik dari hasil penelitian.

Hal didasari oleh satu hasil penelitian bahwa bila diekstrapolasi maka kincir angin dengan blade fiber berjumlah lima dengan sudut 300 akan mampu mengkonversi energi angin cukup efektif dengan kecepatan awal angin untuk menggerakkan rendah (sekitar 0,1 m/s). Namun yang menjadi permasalahan adalah ketahanan material, dalam hal ini fiber, bila kecepatan angin semakin besar. Bila kecepatan angin menjadi besar maka beban yang diterima blade pun akan semakin tinggi, meskipun putran poros juga akan semakin tinggi. Bila beban yang diterima blade tinggi , tidak tertutup kemungkinan blade akan mengalami kerusakan, satu hal yang tidak diinginkan dalam aplikasi riil.

Dalam peneltian kedepan, akan dilakukan pemodelan terhadap pembebanan yang terjadi secara numeric (dengan menggunakan software CATIA) untuk diverifikasi terhadap hasil uji eksperimental. Adapun titik berat penelitian ditekankan kepada pemodelan pembebenan yang tepat, karena pemebebanan pada kincir angin merupakan pembebanan kombinasi antara beban lengkung akibat kecepatan angin dan beban tekan akibat berat blade itu sendiri.

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Beberapa tahun belakangan ini, Pulau Jawa dan beberapa wilayah di Indonesia terancam oleh kekeringan yang disebabkan oleh karena datangnya musim kemarau yang terlalu cepat, hal ini berakibat beberapa Daerah Prakiraan Musim (DPM) mengalami sifat hujan dibawah normal , pada tahun 2004 terdapat total 42 DPM dimana sifat hujannya dibawah normal, dari 42 DPM tersebut 25 DPM berada di Pulau Jawa dan Madura, dampak dari hal tersebut adalah kurangnya musim hujan di musim kemarau yang pada ujungnya akan berakibat pada terjadinya kekeringan lahan-lahan pertanian terutama di Pulau Jawa, hal ini jelas akan mengancam ketahanan pangan nasional karena 56,7 % produksi padi berasal dari Pulau Jawa. Tahun 2001 di Propinsi Jawa Tengah terdapat 7 kabupaten yang mengalami kekeringan ,jumlah ini meningkat menjadi 9 kabupaten di tahun 2004 dan tidak tertutup kemungkinan jumlah ini akan meningkat dari tahun ke tahun karena ternyata penyebab kekeringan tersebut tidak semata-mata karena faktor cuaca saja tetapi juga dipengaruhi oleh rusaknya lingkungan dan sistem pengairan yang buruk, rusaknya lingkunga hutan di kawasan daerah aliran sungai (DAS) dan tata air yang belum diperbaiki , ini terbukti dari pernyataan Departemen Kehutanan yang menyebutkan 26 DAS di Jawa tergolong superkritis, penyebab lain kekeringan adalah menurunnya kemampuan waduk akibat sedimentasi.

Selama ini, untuk menghindari kerugian akibat paceklik petani umumnya mengubah pola tanam ke palawija, namun tetap saja memerlukan air untuk pengairan, maka dilakukanlah upaya menyedot air tanah dengan menggunakan mesin diesel, tetapi kenaikan harga bahan bakar minyak dewasa ini hingga 2 kali lipat dari harga awal menyebabkan biaya operasional berlipat yang pada ujungnya tidak seimbang dengan hasil yang didapatkan. Oleh karena itulah maka harus dicari pemecahan yaitu dengan mencari bahan bakar alternatif yang jumlahnya berlimpah dan relatif murah untuk para petani.

(10)

2

masih mahal, sehingga sumber energi anginlah yang paling mungkin untuk diolah menjadi sumber energi alternatif.

Konversi energi angin menjadi energi listrik ataupun energi mekanis selama ini dilakukan dengan menggunakan kincir angin, dan teknologi kincir angin ini telah banyak digunakan terutama di daerah pantai, hal ini dikarena teknologi kincir angin selama ini memerlukan kecepatan minimal 3,5 m/s yang pasti dapat dipenuhi oleh kecepatan angin di daerah pesisir, namun justru disinilah muncul permasalahan, yaitu daerah pedalaman di Propinsi Jawa Tengah kecepatan anginnya tidak mencapai kecepatan minimal tersebut, padahal seperti yang diterangkan diatas gejala kekeringan semakin lama semakin meluas terutama di daerah yang DAS nya kriis oleh karena itu, oleh karena itulah, maka dilakukan penelitian mengenai desain kincir angin terutama mengenai desain blade atau kipas yang cocok digunakan untuk kecepatan rendah.

1.2. Perumusan Masalah

Penelitian ini didasarkan pada satu pertanyaan,

“ bagaimanakah desain blade kincir angin yang tepat untuk digunakan di

daerah berkecepatan rendah ?”

Dalam penelitian ini, masalah yang diteliti adalah efek perubahan desain blade dari kincir angin dilhat dari efisiensi transmisi yang diteruskan dan kebisingan yang dihasilkan.

Perubahan desain blade yang digunakan dalam penelitian ini adalah perubahan jenis bahan blade, perubahan jumlah blade serta perubahan sudut blade terpasang. Sementara efisiensi transmisi yang diteruskan akan dilihat dari putaran poros yang dihasilkan, sedangkan kebisingan yang dihasilkan akan mempetimbangka kebisingan ”dasar” yang dimiliki oleh wind tunnel.

(11)

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa penelitian yang meneliti mengenai masalah kincir angan sebagai berikut,

Sugiarmadji dan Djojohardjo (1990) dalam penelitiannya mengenai perancangan kincir angin sudu majemuk untuk pemompaan air/pertanian jenis EN-SM-03 menyatakan bahwa dengan kincir angin sudu majemuk dapat memberikan kapasitas 50 l/menit untuk tinggi pemompaan 6 m pada kecepatan angin 3 m/s – 4 m/s.

Sedangkan Ginting (1990) yang melakukan pengkajian energi listrik yang dihasilkan turbin angin 200 W untuk penggunaan pada rumah tangga di pedesaan menyatakan bahwa penyediaan energi listrik oleh turbin angin 200 W sesuai deanga karakteristik prestasinya dan bervariasi menurut distribusi kecepatan angin yang tersedia di lokasi pemasangan. Disamping itu karena penyediaan energi listrik oleh energi angin terbatas menurut distribusi dan jumlah energi yang dihasilkan, maka energi yang berlebih pada saat energi turbin angin melebihi kebutuhan dapat digunakan untuk beban berguna lainnya.

Soeripno (1991) yang melakuka penelitian mengenai uji coba pemanfaatan sistem konversi energi angin unrtuk pengairan sawah di Desa Tenjoayu Serang menyatakan bahwa kecepatan angin 1 m/s dapat menghasilkan air sejumlah 42 l/menit, sedangkan kecepatan angin 3,5 m/s dapat menghasilkan air sejumlah 166,68 l/menit pada tinggi pemompaan 3 meter.

Himran (2000) dalam penelitiannya mengenai penggunaan energi angin di Kota Makassar menyatakan bahwa dengan kecepatan angin rata-rata 2,27 m/s penggunaan energi angin kurang efisien, sehingga perlu penyempurnaan pada desain kincir angin.

(12)

4

(13)

5 BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan desain kincir angin yang tepat digunakan untuk daerah berkecepatan angin rendah dan mampu digunkan dalam skala rumah tangga.

(14)

6 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk penyiapan bahan penelitian, sementara pengambilan data di terowongan angin (wind tunnel), dilakukan di Laboratorium Aerodinamika Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta, Hal ini dilakukan menginhat wing tunnel yang dimiliki oleh Jurusan Teknik Mesin FT UMS rusak.

Penelitian akan dilakukan dalam kurun waktu 8 bulan mulai bulan Maret 2008 sampai dengan Oktober 2008.

4.2. Peralatan Yang Digunakan dan Data Yang Diambil

Peralatan yang digunakan dalam penelitia ini adalah sebagai berikut :

a. Desain blade (kipas dari kincir angin) dengan modifasi bahan dari fiber, seng, aluminium dan besi

b. Low Speed Wind Tunnel yang dilengkapi dengan blower berpengatur kecepatan elektrik, probe untuk mengukur tekanan udara, serta alat untuk menimbangn gaya drag dan gaya lift yang dihasilkan oleh desain blade

c. Anemometer untuk mengukur kecepatan keluaran angin dari wind tunnel

d. Hygrometer

e. Tachometer untuk mengukur kecepatan yang dihasilkan oleh desain blade

f. PC yang dilengkapi dengan program Auto Cad untuk mengambarkan desain kincir angin yang tepat

g. SPL meter

Sedangkan data yang diambil adalah sebagai berikut : a. temperatur udara

b. kelembaban udara

(15)

7 d. kebisingan akibat desain blade

4.3. Desain dan Metodologi Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut dibawah ini,

Studi lapangan inventarisasi data kecepatan angin di beberapa Kabupaten/Kota di eks Karesidenan Surakarta

Uji performa kuncir angin terbaik Desain kincir angin yang terbaik Uji transmissibilitas

gerak kincir

Pembuatan model kincir

Uji karakteristik dalam low speed wind tunnel

Variasi kecepatan angin

Uji kebisingan yang ditimbulkan Variasi jumlah dan bahan

kincir

Variasi besarnya sudut serang kincir

(16)

8

Sedangkan metodologi penelitian adalah sebagai berikut :

1. tahap studi lapangan inventarisasi data kecepatan angin di beberapa Kabupaten/Kota di eks Karesidenan Surakarta

tahap ini merupakan langkah untuk up dating data kecepatan angin di wilayah eks Karesidenan Surakarta, dengan adanya langkah up dating ini , maka diharapkan dasar penentuan kecepatan akan mendekati realita yang ada di lapangan.

Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang besal dari BMG Stasiun Metrologi Semarang dan dari Bappeda Kota Surakarta, dan diketahui bahwa kecepatan angin di Kota Surakarta berkisar pada kecepatan 4 knot atau setara dengan 2,04 m/s

2. tahap pembuatan model kincir

tahapan ini merupakan tahapan pembuatan model kincir, dalam, pembuatan kincir ini akan dipakai pengembangan dari model kincir yang umum dipakai yaitu model Savious dengan variasi pembuatan pada besarnya sudut serang yang akan direpresentasikan dengan kemiringan kipas, variasi jumlah kipas dan bahan kipas, adapun bahan kipas yang dipakai adalah alumunium, seng, besi dan fiber.

3. tahap uji karakteristik dalam low speed wind tunnel

tahap ini dilakukan dalam terowongan angin kecepatan rendah (low speed wind tunnel) dimana peralatan tersebut terbagi atas beberapa bagian yaitu blower untuk menimbulkan aliran udara yang diinginkan, seksi uji tempat meletakkan benda uji, poros untuk meneruskan gerakan dari kincir yang diuji dan tachometer digital untuk mengetahui besarnya transmissibilitas gerak dari kipas.

(17)

9

perlahan blower dihidupkan dan disetting pada kecepatan yang diinginkan mulai dari kecepatan terendah, kondisi tersebut didiamkan selama beberapa menit sehingga terbentuk fully developed regime, setelah itu data kecepatan angin dicatat, kecepatan poros yang diteruskan dicatat, dan juga kebisingan yang muncul juga dicatat dengan SPL meter.

Langkah tersebut dilakukan pada beberapa kecepatan yang diinginkan, adapun variasi kecepatan yang akan digunakan adalah mulai dari 1 m/s sampai dengan 3,5 m/s dengan interval kecepatan 0,1 m/s.

Tahapan diatas dilakukan untuk semua desain kincir angin

Dalam tahapan ini, pengambilan data mengenai energi listrik yang dihasilkan tidak dilakukan, hal ini dikarenakan pada pengujian awal , ketika blade dipasangkan dengan generator mini, blade tidak mau berputar karena beban yang terlalu berat, sehingga pengambilan data tidak dilakukan.

4. penentuan desain kincir terbaik

(18)

10

4.4. Beberapa Gambar Proses Pengambilan Data dan Sampel Pengujian

Gambar 4.1. Proses Pengambilan Data

(19)

11

Gambar 4.3. Sampel uji berbahan aluminium

Gambar 4.4. Sampel uji berbahan seng dan penempatan SPL meter

Gambar 4.5. Tachometer infrared yang digunakan

(20)

12 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Bahan Kincir Terhadap Kecepatan Putar kincir

Pengaruh bahan pembuat kincir (blade) terhadap kecepatan putar kincir tampak dalam gambar 5.1.

Dalam gambar 5.1, tampak bahwa dengan berbedanya material blade, maka terdapat perbedaan kecepatan awal penggerakan kincir dan putaran yang dihasilkan.

Sebagai contoh, untuk kincir dengan blade dua, tampak bahwa kecepatan angin inisiasi penggerakan kincir fiber adalah 0,3 m/s dengan kecepatan putar yang dihasilkan 24,1 rpm. Sementara untuk kincir berbahan aluminium 0,3 m/s akan bergerak awal dengan putaran 9,3 rpm, kincir seng 0,2 m/s menghasilkan 19,3 rpm dan kincir besi memerlukan kecepatan angina 1 m/s untuk menghasilkan putaran 35,9 rpm.

Hasil selengkapanya akan diberikan dalam tabel 5.1.

Tabel 5.1

Kecepatan Awal dan Putaran yang Dihasilkan untuk Tiap Bahan Blade Jumlah

Blade

Jenis Bahan Blade

(21)

13

Dari tabel diatas, terlihat, bahwa kecepatan inisiasi bergeraknya kincir berbeda-beda untuk tiap-tiap jenis bahan kincir, secara umum dapat dilihat bahwa kincir berbahan aluminium merupakan kincir yang membutuhkan kecepatan angin yang terendah untuk berputar, disusul oleh kincir fiber, kincir seng dan kincir besi. Dan bila dicermati lebih jauh kincir besi memerlukan kecepatan angin lebih besar untuk mulai berputar, namun kecepatan putar yang dihasilkan lebih besar daripada kincir yang lain, disusul oleh kincir seng, fiber dan aluminium.

Hasil penelitian diatas, diduga berkaitan dengan berat material penyusun, dimana material yang lebih berat akan membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk mulai bergerak ( dalam hal ini memerlukan kecepatan angin yang lebih besar), namun karena memiliki kelembaman yang lebih besar pula , maka bahan yang lebih berat akan lebih stabil pergerakannya dan juga memerlukan tenaga yang lebih besar untuk menghentikannya.

Dugaan diatas, diperkuat oleh data mengenai massa jenis material penyusun yang didapatkan dari literatur, dimana massa jenis besi sebesar 7840 kg/m3 , seng sebesar 5730 kg/m3, aluminium 2700 kg/m3 dan fiber 40 kg/m3.

(22)

14

Perbandingan Putaran yang Dihasilkan Pada Kincir

Dengan 2 KIpas Sebagai Akibat Variasi Bahan Kincir

fiber

Perbandingan Putaran yang Dihasilkan Pada Kincir

Dengan 3KIpas Sebagai Akibat Variasi Bahan Kincir

FIBER

ALUMUNIUM

SENG

(23)

15

Perbandingan Putaran yang Dihasilkan Pada Kincir

Dengan 4KIpas Sebagai Akibat Variasi Bahan Kincir

FIBER

Perbandingan Putaran yang Dihasilkan Pada Kincir

Dengan 5KIpas Sebagai Akibat Variasi Bahan Kincir

FIBER

ALUMUNIUM

SENG

BESI

(24)

16

5.2. Pengaruh Jumlah Kipas Terhadap Kecepatan Putar Kincir

Sementara itu, pengaruh jumlah kipas terhadap kcepatan putar kincir dapat dilihat dalam gambar 5.2.

Secara umum, dapat dikatakan semakin banyak jumlah kipas maka semakin cepat pula putaran yang dihasilkan namun dengan semakin banyaknya jumlah kipas maka membutuhkan kecepatan angin yang lebih besar untuk melakukan inisiasi putaran poros.

Hal tersebut diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut, dengan semakin banyaknya jumlah kipas, maka kincir akan menjadi lebih berat, sehingga kincir akan memerlukan tenaga yang lebih besar untuk bergerak, seperti penjelasan sebelumnya, namun dengan semakin banyaknya jumlah kipas, berati semakin luas pula area angin yang bisa ”ditangkap”, sehingga semakin besar pula energi angin yang bisa dikonversikan.

Satu hal yang menarik dari gambar 5.2 adalah pada awal gerakan kincir, yaitu pada saat inisiasi (kecepatan udara 0,1 m/s – 1,3 m/s), terdapat kecenderungan berapapun jumlah kipas sebuah kincir pada range kecepatan tersebut putaran poros yang dihasilkan tidak jauh berbeda. Hal ini diduga terkait dengan beban awal yang harus dilawan oleh kincir sebelum berputar. Beban awal yang dimaksudkan adalah hambatan yang harus dilawan oleh kincir sebelum kincir tersebut bergerak, adapun beban awal tersebut adalah, berat kincir itu sendiri (yang tergantung pada bahan kincir), gaya drag dari kincir (yang tergantung dari luasan permukaan kincir) serta gaya gesek poros.

Dari hasil penelitian pengaruh jenis bahan dan jumlah sudu didapatkan hasil bahwa kincir berbahan fiber dan alumunium merupakan kincir yang memiliki prospek untuk dikembangkan lebih lanjut, karena memiliki kecepatan angin untuk inisiasi putaran yang lebih kecil (untuk menjawab permasalahan bahwa kincir harus mampu beroperasi pada kecepatan angin rendah) dan memiliki kecapatan putar yang dihasilaj cukup besar, sehingga dua jenis kincir inilah yang akan diuji lebih lanjut karakteristiknya terhadap pengaruh pengubahan sudut kipas.

(25)

17

Pengaruh Jumlah Sudu Terhadap Kecepatan Kincir

Berbahan Alumunium

Pengaruh Jumlah Sudu Terhadap Kecepatan Kincir

Berbahan Seng

2 sudu

3 sudu

4 sudu

(26)

18

Pengaruh Jumlah Sudu Terhadap Kecepatan Kincir

Berbahan Fiber

Pengaruh Jumlah Sudu Terhadap Kecepatan Kincir

Berbahan Besi

2 sudu

3 sudu

4 sudu

5 sudu

(27)

19

5.3. Pengaruh Variasi Sudut Kipas Terhadap Kecepatan Putar Kincir

Seperti dijelaskan diawal, kincir dengan bahan aluminium dan fiber prospektif untuk dikembangkan lebih lanjut, sehingga kedua jenis kincir tersebut akan diuji terhadap perubahan sudut kincir.

Hasil penelitian disajikan dalam gambar 5.3. Dari gambar tersebut tampak bahwa terdapat satu kondisi sudut kipas yang optimal, dimana bila sudut tersebut dipebesar maka putaran poros output untuk kecepatan angin yang sama akan menurun.

Hal tersebut dikarenakan dengan bertambahnya sudut kipas maka luasan area tangkapan angin akan semakin luas, namun bila sudut terlalu besar, maka lauasan tangkapan angin tersebut akan mengecil sehingga jumlah angin yang dapat dikonversikan menjadi energi gerakpu akan semaiin keci.

Dan dari gambar 5.3 tersebut, tampak bahwa kincir berbahan fiber dengan kipas sejumlah 5 buah dengan sudut kipas 300, memiliki karakteristik terbaik bila dibandingkan dengan kincir yang lai (baik yang berbahan fiber maupun aluminium), karena kecepatan angin inisiasi rendah dengan range konversi putaran poros yang lebih besar (sampai dengan 250 rpm, sehingga kincir inilah, kincir yang terbaik dalam penelitian ini

(28)

20

Pengaruh Variasi Sudut Kipas Pada Kincir Fiber

10

Pengaruh Variasi Sudut Kipas Pada Kincir Alumunium

10

20

30

40

45

(29)

21 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan , dapat disimpulkan

a. Jenis bahan kipas membawa pengaruh terhadap kecepatan angin awal untuk menginisiasi putaran poros kestabilan putarn poros. Hasil penelitian menunjukkan semakin berat bahan kipas maka kecepatan angin untuk menginisiasi putaran semakin besar dan semakin berat bahan kipas maka putaran yang dihasilkan akan stabil

b. Jumlah kipas dalam satu kincir akan menentukan kecepatan aangin awal untuk menginisasi putaran , dan semakin banyak jumlah kipas maka semakin besar putaran poros yang dihasilkan

c. Besar sudut kipas memiliki nilai optimal yaitu sebesar 300 , dimana bual udur diperbesar akan murunkan kecepatan putar poros yang dihasilkan,

d. Kincir terbaik yang dihasilkan dari penelitian ini, yang diharapkan mampu menjawab permasalahan adalah kincir berbahan fiber dengan kipas sejumlah 5 buah dengan sudut kipas 300, dengan kecepatan angin inisiasi rendah (o,1 m/s) dengan range konversi putaran poros yang lebih besar (sampai dengan 250 rpm

6.2. Saran

(30)

22 Lampiran 1. Daftar Pustaka

Anonim, 1989, Rancangan Pembuatan dan Pengujian Prototype Turbin Angin 200W, Proyek Penelitian dan Pengembangan Energi Angin, LAPAN, Jakarta

Ginting, Dines., 1990, Pengkajian Energi Listrik Yang Dihasilkan Turbin Angin 200 W Untuk Penggunaan Pada Rumah Tangga di Pedesaan, Warta LAPAN No. 32/33

Himran, Syukri., 2001, Utilization of Wind Energy, CIRERD 2001, Denpasar Bali

Pakpahan, Sahat, 2001, Problem Identification and Solution For Wind Energy Resources Assessment In Indonesia, CIRERD 2001, Denpasar Bali. Murwatono, Totok Triputrastyo, 2001, Studi Pengaruh Kekasaran Leading Edge

Terhadap Unjuk Kerja Propeller, Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol. 3 Nomor 5, hal. 157-166.

Soeripan, 1990, Uji Coba Pemanfaatan Sistem Konversi Angin Untuk Pengairan Sawah di Desa Tenjoayu Wilayah Koperasi Unit Desa Tirtayasa Timur Kabupaten Serang Jawa Barat, Majalah LAPAN NO. 60/61

(31)

i

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

Oleh :

Nurmuntaha Agung N, ST. Ir. Sartono Putro

DIBIAYAI DIPA

NOMOR : 188/SP2H/PP/DP2M/III/2008 DIREKTORAT JENDERAL PERGURUAN TINGGI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

Jurusan Teknik Mesin

FakultasTeknik

Universitas Muhammadiyah Surakarta

2008

MODIFIKASI KINCIR ANGIN JENIS SAVIOUS

GUNA MENINGKATKAN

(32)
(33)

iii RINGKASAN

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi jenis bahan, jumlah dan besar sudut blade terhadap karakteristik kincir angin Savious.

Penelitian dilakukan dalam Low Speed Wind Tunnel yang dimodifikasi dengan dudukan untuk penempatan sampel kincir yang diuji. Kincir yang diuji terbuat dari aluminium, seng, besi dan fiber yang masing-masing memiliki jumlah blade 2, 3, 4 dan 5 dengan sudut sebesar 100, 200 , 300 , 400 dan 450 . Pengambilan data dilakukan dengan jalan menempatkan kincir yang diuji dalam Wind Tunnel untuk dialiri angin mulai tanpa kecepatan hingga kecepatan maksimum 3,4 m/s, selanjutnya dilakukan pencatatan terhadap putaran poros yang dihasilkan dan dilakukan pembahasan mengenai keterkaitan perubahan jenis bahan blade terhadap efektifitas konversi energi angin masukan menjadi energi putar poros

(34)

iv SUMMARY

The aim of this research is to find the corelation between the material blade, the blade number and the blade angle to the Savious windmill.

The research taken ini the Low Speed Wind Tunnel. The materials that used in this research are aluminium, steel, tin and fiber with the variations of blade number are 2,3,4 and 5 and the blade angle variations are 100, 200 , 300 , 400 and 450. The wind speeds of wind tunnel are variate from 0 m/s to 3,4 m/s with 0,1 m/s intervals. The data processing done to find the corelation of the variable to the energy conversion.

(35)

v PRAKATA

Puji syukur tim peneliti haturkan kehadirat Allah SWT, karena hanya karena bimbingan Nya lah maka penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

Penelitian dengan judul ”Modifikasi Kincir angin Jenis Savious Guna Meningkatkan Efisiensi Konversi EnergiAngin Pada Kecepatan Rendah” ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi jenis bahan, jumlah dan besar sudut blade terhadap karakteristik kincir angin Savious.

Tim Peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada DP2M Ditjen DIKTI atas dibiayainya program penelitian ini melalui Program Penelitian Dosen Muda Tahun Angaran 2008. Tim Peneliti juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak terkait atas segala dukungannya demi terselenggaranya selesainya penelitian ini.

Akhir kata,peneliti menyadari bahwa penelitian Ajar ini belum sempurna, sehingga peneliti mengharapkan sumbang saran yang konstruktif demi semakin penelitian ini.

Surakarta, September 2007

(36)

vi DAFTAR ISI

Halaman

Judul i

Halaman Pengesahan ii

Ringkasan….…..………. iii Summary………. iv Prakata………. v

Daftar Isi ……… vi

Daftar Tabel ……….. vi

Daftar Gambar ……….. vii

Daftar Lampiran ……… vii

Bab I. Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang Masalah....……….. 1 1.2. Perumusan Masalah ……….. 2

Bab II. Tinjauan Pustaka 3

Bab III. Tujuan dan Manfaat Penelitian 5

Bab IV. Metode Penelitian 6

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian... 6 4.2. Peralatan yang Digunakan dan Data Yang

diambil... 6

4.3. Desain dan Metodologi

Penelitian...

7

4.4. Beberapa Gambar Proses Pengambilan data dan sampel

Penelitian... 10

Bab V. Hasil dan Pembahasan 12

5.1. Pengaruh Bahan Kincir Terhadap Kecepatan Putar Kincir... 12 5.2. Pengaruh Jumlah Kipas Terhadap Kecepatan Putar Kincir... 16 5.3. Pengaruh Variasi Sudut Kipas Terhadap Kecepatan Putar

Kincir... 19

Bab VI. Kesimpulan dan Saran 21

6.1. Kesimpulan 21

6.2. Saran 21

(37)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1 Kecepatan Awal dan Putaran yang Dihasilkan untuk

(38)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1. Proses pengambilan data... 10 Gambar 4.2 Peletakan sampel uji dalam wind tunnel……….…. 10 Gambar 4.3 Sampel uji berbahan aluminium……….……….. 11 Gambar 4.4 Sampel uji berbahan seng dan penempatan SPL meter... 11 Gambar 4.5 Tachometer infrared yang digunakan... 11 Gambar 4.6 Anemometer yang digunakan... ……….. 11 Gambar 5.1 Perbandingan putaran yang dihasilkan sebagai akibat

variasi bahan kincir... 15

Gambar 5.2 Perbandingan putaran yang dihasilkan sebagai akibat

variasi jumlah sudu... 18

Gambar 5.3 Perbandingan putaran yang dihasilkan sebagai akibat variasi sudut kipas...

(39)

BIODATA PENELITI

Nama lengkap : Ir. Sartono Putro

NIK : 737

Tempat/tanggal lahir : Sukoharjo, 6 Januari 1963 Jenis kelamin : Laki-laki

Bidang keahlian : Konversi energi

Kantor/Unit kerja : Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Alamat kantor : Jalan A. Yani Pabelan Kartasura Surakarta 57102 Alamat rumah : Sanggung RT 04/I Gatak Sukoharjo

Pendidikan :

1. S-1 Universitas Muhammadiyah Surakarta

1989 Konversi Energi

Pengalaman Riset :

No. Judul Riset Tahun Keterangan

1. Pengaruh Variasi Colant dan Dimensi Sudu Impeller Terhadap Unjuk Kerja Pompa dan Pendingin Udara

2004 Research Grant TPSDP UMS

2. Pengolahan Limbah Tepung Aren Menjadi Biobriket

2005

3. Pengaruh Dimensi Impeller dan Kecepatan Pompa Terhadap Kavitasi Pompa Sentrifugal

2005 Research Grant TPSDP UMS

4. Pengaruh Temperatur Karbonasi Pada Pembakaran Briket Kokas

2005

Surakarta, 6 September 2008

(40)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Beberapa tahun belakangan ini, Pulau Jawa dan beberapa wilayah di Indonesia terancam oleh kekeringan yang disebabkan oleh karena datangnya musim kemarau yang terlalu cepat, hal ini berakibat beberapa Daerah Prakiraan Musim (DPM) mengalami sifat hujan dibawah normal , pada tahun 2004 terdapat total 42 DPM dimana sifat hujannya dibawah normal, dari 42 DPM tersebut 25 DPM berada di Pulau Jawa dan Madura, dampak dari hal tersebut adalah kurangnya musim hujan di musim kemarau yang pada ujungnya akan berakibat pada terjadinya kekeringan lahan-lahan pertanian terutama di Pulau Jawa, hal ini jelas akan mengancam ketahanan pangan nasional karena 56,7 % produksi padi berasal dari Pulau Jawa. Tahun 2001 di Propinsi Jawa Tengah terdapat 7 kabupaten yang mengalami kekeringan ,jumlah ini meningkat menjadi 9 kabupaten di tahun 2004 dan tidak tertutup kemungkinan jumlah ini akan meningkat dari tahun ke tahun karena ternyata penyebab kekeringan tersebut tidak semata-mata karena faktor cuaca saja tetapi juga dipengaruhi oleh rusaknya lingkungan dan sistem pengairan yang buruk, rusaknya lingkunga hutan di kawasan daerah aliran sungai (DAS) dan tata air yang belum diperbaiki , ini terbukti dari pernyataan Departemen Kehutanan yang menyebutkan 26 DAS di Jawa tergolong superkritis, penyebab lain kekeringan adalah menurunnya kemampuan waduk akibat sedimentasi.

Selama ini, untuk menghindari kerugian akibat paceklik petani umumnya mengubah pola tanam ke palawija, namun tetap saja memerlukan air untuk pengairan, maka dilakukanlah upaya menyedot air tanah dengan menggunakan mesin diesel, tetapi kenaikan harga bahan bakar minyak dewasa ini hingga 2 kali lipat dari harga awal menyebabkan biaya operasional berlipat yang pada ujungnya tidak seimbang dengan hasil yang didapatkan. Oleh karena itulah maka harus dicari pemecahan yaitu dengan mencari bahan bakar alternatif yang jumlahnya berlimpah dan relatif murah untuk para petani.

(41)

2

masih mahal, sehingga sumber energi anginlah yang paling mungkin untuk diolah menjadi sumber energi alternatif.

Konversi energi angin menjadi energi listrik ataupun energi mekanis selama ini dilakukan dengan menggunakan kincir angin, dan teknologi kincir angin ini telah banyak digunakan terutama di daerah pantai, hal ini dikarena teknologi kincir angin selama ini memerlukan kecepatan minimal 3,5 m/s yang pasti dapat dipenuhi oleh kecepatan angin di daerah pesisir, namun justru disinilah muncul permasalahan, yaitu daerah pedalaman di Propinsi Jawa Tengah kecepatan anginnya tidak mencapai kecepatan minimal tersebut, padahal seperti yang diterangkan diatas gejala kekeringan semakin lama semakin meluas terutama di daerah yang DAS nya kriis oleh karena itu, oleh karena itulah, maka dilakukan penelitian mengenai desain kincir angin terutama mengenai desain blade atau kipas yang cocok digunakan untuk kecepatan rendah.

1.2. Perumusan Masalah

Penelitian ini didasarkan pada satu pertanyaan,

“ bagaimanakah desain blade kincir angin yang tepat untuk digunakan di

daerah berkecepatan rendah ?”

Dalam penelitian ini, masalah yang diteliti adalah efek perubahan desain blade dari kincir angin dilhat dari efisiensi transmisi yang diteruskan dan kebisingan yang dihasilkan.

Perubahan desain blade yang digunakan dalam penelitian ini adalah perubahan jenis bahan blade, perubahan jumlah blade serta perubahan sudut blade terpasang. Sementara efisiensi transmisi yang diteruskan akan dilihat dari putaran poros yang dihasilkan, sedangkan kebisingan yang dihasilkan akan mempetimbangka kebisingan ”dasar” yang dimiliki oleh wind tunnel.

(42)

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa penelitian yang meneliti mengenai masalah kincir angan sebagai berikut,

Sugiarmadji dan Djojohardjo (1990) dalam penelitiannya mengenai perancangan kincir angin sudu majemuk untuk pemompaan air/pertanian jenis EN-SM-03 menyatakan bahwa dengan kincir angin sudu majemuk dapat memberikan kapasitas 50 l/menit untuk tinggi pemompaan 6 m pada kecepatan angin 3 m/s – 4 m/s.

Sedangkan Ginting (1990) yang melakukan pengkajian energi listrik yang dihasilkan turbin angin 200 W untuk penggunaan pada rumah tangga di pedesaan menyatakan bahwa penyediaan energi listrik oleh turbin angin 200 W sesuai deanga karakteristik prestasinya dan bervariasi menurut distribusi kecepatan angin yang tersedia di lokasi pemasangan. Disamping itu karena penyediaan energi listrik oleh energi angin terbatas menurut distribusi dan jumlah energi yang dihasilkan, maka energi yang berlebih pada saat energi turbin angin melebihi kebutuhan dapat digunakan untuk beban berguna lainnya.

Soeripno (1991) yang melakuka penelitian mengenai uji coba pemanfaatan sistem konversi energi angin unrtuk pengairan sawah di Desa Tenjoayu Serang menyatakan bahwa kecepatan angin 1 m/s dapat menghasilkan air sejumlah 42 l/menit, sedangkan kecepatan angin 3,5 m/s dapat menghasilkan air sejumlah 166,68 l/menit pada tinggi pemompaan 3 meter.

Himran (2000) dalam penelitiannya mengenai penggunaan energi angin di Kota Makassar menyatakan bahwa dengan kecepatan angin rata-rata 2,27 m/s penggunaan energi angin kurang efisien, sehingga perlu penyempurnaan pada desain kincir angin.

(43)

4

(44)

5 BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan desain kincir angin yang tepat digunakan untuk daerah berkecepatan angin rendah dan mampu digunkan dalam skala rumah tangga.

(45)

6 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk penyiapan bahan penelitian, sementara pengambilan data di terowongan angin (wind tunnel), dilakukan di Laboratorium Aerodinamika Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta, Hal ini dilakukan menginhat wing tunnel yang dimiliki oleh Jurusan Teknik Mesin FT UMS rusak.

Penelitian akan dilakukan dalam kurun waktu 8 bulan mulai bulan Maret 2008 sampai dengan Oktober 2008.

4.2. Peralatan Yang Digunakan dan Data Yang Diambil

Peralatan yang digunakan dalam penelitia ini adalah sebagai berikut :

a. Desain blade (kipas dari kincir angin) dengan modifasi bahan dari fiber, seng, aluminium dan besi

b. Low Speed Wind Tunnel yang dilengkapi dengan blower berpengatur kecepatan elektrik, probe untuk mengukur tekanan udara, serta alat untuk menimbangn gaya drag dan gaya lift yang dihasilkan oleh desain blade

c. Anemometer untuk mengukur kecepatan keluaran angin dari wind tunnel

d. Hygrometer

e. Tachometer untuk mengukur kecepatan yang dihasilkan oleh desain blade

f. PC yang dilengkapi dengan program Auto Cad untuk mengambarkan desain kincir angin yang tepat

g. SPL meter

Sedangkan data yang diambil adalah sebagai berikut : a. temperatur udara

b. kelembaban udara

(46)

7 d. kebisingan akibat desain blade

4.3. Desain dan Metodologi Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut dibawah ini,

Studi lapangan inventarisasi data kecepatan angin di beberapa Kabupaten/Kota di eks Karesidenan Surakarta

Uji performa kuncir angin terbaik Desain kincir angin yang terbaik Uji transmissibilitas

gerak kincir

Pembuatan model kincir

Uji karakteristik dalam low speed wind tunnel

Variasi kecepatan angin

Uji kebisingan yang ditimbulkan Variasi jumlah dan bahan

kincir

Variasi besarnya sudut serang kincir

(47)

8

Sedangkan metodologi penelitian adalah sebagai berikut :

1. tahap studi lapangan inventarisasi data kecepatan angin di beberapa Kabupaten/Kota di eks Karesidenan Surakarta

tahap ini merupakan langkah untuk up dating data kecepatan angin di wilayah eks Karesidenan Surakarta, dengan adanya langkah up dating ini , maka diharapkan dasar penentuan kecepatan akan mendekati realita yang ada di lapangan.

Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang besal dari BMG Stasiun Metrologi Semarang dan dari Bappeda Kota Surakarta, dan diketahui bahwa kecepatan angin di Kota Surakarta berkisar pada kecepatan 4 knot atau setara dengan 2,04 m/s

2. tahap pembuatan model kincir

tahapan ini merupakan tahapan pembuatan model kincir, dalam, pembuatan kincir ini akan dipakai pengembangan dari model kincir yang umum dipakai yaitu model Savious dengan variasi pembuatan pada besarnya sudut serang yang akan direpresentasikan dengan kemiringan kipas, variasi jumlah kipas dan bahan kipas, adapun bahan kipas yang dipakai adalah alumunium, seng, besi dan fiber.

3. tahap uji karakteristik dalam low speed wind tunnel

tahap ini dilakukan dalam terowongan angin kecepatan rendah (low speed wind tunnel) dimana peralatan tersebut terbagi atas beberapa bagian yaitu blower untuk menimbulkan aliran udara yang diinginkan, seksi uji tempat meletakkan benda uji, poros untuk meneruskan gerakan dari kincir yang diuji dan tachometer digital untuk mengetahui besarnya transmissibilitas gerak dari kipas.

(48)

9

perlahan blower dihidupkan dan disetting pada kecepatan yang diinginkan mulai dari kecepatan terendah, kondisi tersebut didiamkan selama beberapa menit sehingga terbentuk fully developed regime, setelah itu data kecepatan angin dicatat, kecepatan poros yang diteruskan dicatat, dan juga kebisingan yang muncul juga dicatat dengan SPL meter.

Langkah tersebut dilakukan pada beberapa kecepatan yang diinginkan, adapun variasi kecepatan yang akan digunakan adalah mulai dari 1 m/s sampai dengan 3,5 m/s dengan interval kecepatan 0,1 m/s.

Tahapan diatas dilakukan untuk semua desain kincir angin

Dalam tahapan ini, pengambilan data mengenai energi listrik yang dihasilkan tidak dilakukan, hal ini dikarenakan pada pengujian awal , ketika blade dipasangkan dengan generator mini, blade tidak mau berputar karena beban yang terlalu berat, sehingga pengambilan data tidak dilakukan.

4. penentuan desain kincir terbaik

(49)

10

4.4. Beberapa Gambar Proses Pengambilan Data dan Sampel Pengujian

Gambar 4.1. Proses Pengambilan Data

(50)

11

Gambar 4.3. Sampel uji berbahan aluminium

Gambar 4.4. Sampel uji berbahan seng dan penempatan SPL meter

Gambar 4.5. Tachometer infrared yang digunakan

(51)

12 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Bahan Kincir Terhadap Kecepatan Putar kincir

Pengaruh bahan pembuat kincir (blade) terhadap kecepatan putar kincir tampak dalam gambar 5.1.

Dalam gambar 5.1, tampak bahwa dengan berbedanya material blade, maka terdapat perbedaan kecepatan awal penggerakan kincir dan putaran yang dihasilkan.

Sebagai contoh, untuk kincir dengan blade dua, tampak bahwa kecepatan angin inisiasi penggerakan kincir fiber adalah 0,3 m/s dengan kecepatan putar yang dihasilkan 24,1 rpm. Sementara untuk kincir berbahan aluminium 0,3 m/s akan bergerak awal dengan putaran 9,3 rpm, kincir seng 0,2 m/s menghasilkan 19,3 rpm dan kincir besi memerlukan kecepatan angina 1 m/s untuk menghasilkan putaran 35,9 rpm.

Hasil selengkapanya akan diberikan dalam tabel 5.1.

Tabel 5.1

Kecepatan Awal dan Putaran yang Dihasilkan untuk Tiap Bahan Blade Jumlah

Blade

Jenis Bahan Blade

(52)

13

Dari tabel diatas, terlihat, bahwa kecepatan inisiasi bergeraknya kincir berbeda-beda untuk tiap-tiap jenis bahan kincir, secara umum dapat dilihat bahwa kincir berbahan aluminium merupakan kincir yang membutuhkan kecepatan angin yang terendah untuk berputar, disusul oleh kincir fiber, kincir seng dan kincir besi. Dan bila dicermati lebih jauh kincir besi memerlukan kecepatan angin lebih besar untuk mulai berputar, namun kecepatan putar yang dihasilkan lebih besar daripada kincir yang lain, disusul oleh kincir seng, fiber dan aluminium.

Hasil penelitian diatas, diduga berkaitan dengan berat material penyusun, dimana material yang lebih berat akan membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk mulai bergerak ( dalam hal ini memerlukan kecepatan angin yang lebih besar), namun karena memiliki kelembaman yang lebih besar pula , maka bahan yang lebih berat akan lebih stabil pergerakannya dan juga memerlukan tenaga yang lebih besar untuk menghentikannya.

Dugaan diatas, diperkuat oleh data mengenai massa jenis material penyusun yang didapatkan dari literatur, dimana massa jenis besi sebesar 7840 kg/m3 , seng sebesar 5730 kg/m3, aluminium 2700 kg/m3 dan fiber 40 kg/m3.

(53)

14

Perbandingan Putaran yang Dihasilkan Pada Kincir

Dengan 2 KIpas Sebagai Akibat Variasi Bahan Kincir

fiber

Perbandingan Putaran yang Dihasilkan Pada Kincir

Dengan 3KIpas Sebagai Akibat Variasi Bahan Kincir

FIBER

ALUMUNIUM

SENG

(54)

15

Perbandingan Putaran yang Dihasilkan Pada Kincir

Dengan 4KIpas Sebagai Akibat Variasi Bahan Kincir

FIBER

Perbandingan Putaran yang Dihasilkan Pada Kincir

Dengan 5KIpas Sebagai Akibat Variasi Bahan Kincir

FIBER

ALUMUNIUM

SENG

BESI

(55)

16

5.2. Pengaruh Jumlah Kipas Terhadap Kecepatan Putar Kincir

Sementara itu, pengaruh jumlah kipas terhadap kcepatan putar kincir dapat dilihat dalam gambar 5.2.

Secara umum, dapat dikatakan semakin banyak jumlah kipas maka semakin cepat pula putaran yang dihasilkan namun dengan semakin banyaknya jumlah kipas maka membutuhkan kecepatan angin yang lebih besar untuk melakukan inisiasi putaran poros.

Hal tersebut diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut, dengan semakin banyaknya jumlah kipas, maka kincir akan menjadi lebih berat, sehingga kincir akan memerlukan tenaga yang lebih besar untuk bergerak, seperti penjelasan sebelumnya, namun dengan semakin banyaknya jumlah kipas, berati semakin luas pula area angin yang bisa ”ditangkap”, sehingga semakin besar pula energi angin yang bisa dikonversikan.

Satu hal yang menarik dari gambar 5.2 adalah pada awal gerakan kincir, yaitu pada saat inisiasi (kecepatan udara 0,1 m/s – 1,3 m/s), terdapat kecenderungan berapapun jumlah kipas sebuah kincir pada range kecepatan tersebut putaran poros yang dihasilkan tidak jauh berbeda. Hal ini diduga terkait dengan beban awal yang harus dilawan oleh kincir sebelum berputar. Beban awal yang dimaksudkan adalah hambatan yang harus dilawan oleh kincir sebelum kincir tersebut bergerak, adapun beban awal tersebut adalah, berat kincir itu sendiri (yang tergantung pada bahan kincir), gaya drag dari kincir (yang tergantung dari luasan permukaan kincir) serta gaya gesek poros.

Dari hasil penelitian pengaruh jenis bahan dan jumlah sudu didapatkan hasil bahwa kincir berbahan fiber dan alumunium merupakan kincir yang memiliki prospek untuk dikembangkan lebih lanjut, karena memiliki kecepatan angin untuk inisiasi putaran yang lebih kecil (untuk menjawab permasalahan bahwa kincir harus mampu beroperasi pada kecepatan angin rendah) dan memiliki kecapatan putar yang dihasilaj cukup besar, sehingga dua jenis kincir inilah yang akan diuji lebih lanjut karakteristiknya terhadap pengaruh pengubahan sudut kipas.

(56)

17

Pengaruh Jumlah Sudu Terhadap Kecepatan Kincir

Berbahan Alumunium

Pengaruh Jumlah Sudu Terhadap Kecepatan Kincir

Berbahan Seng

2 sudu

3 sudu

4 sudu

(57)

18

Pengaruh Jumlah Sudu Terhadap Kecepatan Kincir

Berbahan Fiber

Pengaruh Jumlah Sudu Terhadap Kecepatan Kincir

Berbahan Besi

2 sudu

3 sudu

4 sudu

5 sudu

(58)

19

5.3. Pengaruh Variasi Sudut Kipas Terhadap Kecepatan Putar Kincir

Seperti dijelaskan diawal, kincir dengan bahan aluminium dan fiber prospektif untuk dikembangkan lebih lanjut, sehingga kedua jenis kincir tersebut akan diuji terhadap perubahan sudut kincir.

Hasil penelitian disajikan dalam gambar 5.3. Dari gambar tersebut tampak bahwa terdapat satu kondisi sudut kipas yang optimal, dimana bila sudut tersebut dipebesar maka putaran poros output untuk kecepatan angin yang sama akan menurun.

Hal tersebut dikarenakan dengan bertambahnya sudut kipas maka luasan area tangkapan angin akan semakin luas, namun bila sudut terlalu besar, maka lauasan tangkapan angin tersebut akan mengecil sehingga jumlah angin yang dapat dikonversikan menjadi energi gerakpu akan semaiin keci.

Dan dari gambar 5.3 tersebut, tampak bahwa kincir berbahan fiber dengan kipas sejumlah 5 buah dengan sudut kipas 300, memiliki karakteristik terbaik bila dibandingkan dengan kincir yang lai (baik yang berbahan fiber maupun aluminium), karena kecepatan angin inisiasi rendah dengan range konversi putaran poros yang lebih besar (sampai dengan 250 rpm, sehingga kincir inilah, kincir yang terbaik dalam penelitian ini

(59)

20

Pengaruh Variasi Sudut Kipas Pada Kincir Fiber

10

Pengaruh Variasi Sudut Kipas Pada Kincir Alumunium

10

20

30

40

45

(60)

21 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan , dapat disimpulkan

a. Jenis bahan kipas membawa pengaruh terhadap kecepatan angin awal untuk menginisiasi putaran poros kestabilan putarn poros. Hasil penelitian menunjukkan semakin berat bahan kipas maka kecepatan angin untuk menginisiasi putaran semakin besar dan semakin berat bahan kipas maka putaran yang dihasilkan akan stabil

b. Jumlah kipas dalam satu kincir akan menentukan kecepatan aangin awal untuk menginisasi putaran , dan semakin banyak jumlah kipas maka semakin besar putaran poros yang dihasilkan

c. Besar sudut kipas memiliki nilai optimal yaitu sebesar 300 , dimana bual udur diperbesar akan murunkan kecepatan putar poros yang dihasilkan,

d. Kincir terbaik yang dihasilkan dari penelitian ini, yang diharapkan mampu menjawab permasalahan adalah kincir berbahan fiber dengan kipas sejumlah 5 buah dengan sudut kipas 300, dengan kecepatan angin inisiasi rendah (o,1 m/s) dengan range konversi putaran poros yang lebih besar (sampai dengan 250 rpm

6.2. Saran

(61)

22 Lampiran 1. Daftar Pustaka

Anonim, 1989, Rancangan Pembuatan dan Pengujian Prototype Turbin Angin 200W, Proyek Penelitian dan Pengembangan Energi Angin, LAPAN, Jakarta

Ginting, Dines., 1990, Pengkajian Energi Listrik Yang Dihasilkan Turbin Angin 200 W Untuk Penggunaan Pada Rumah Tangga di Pedesaan, Warta LAPAN No. 32/33

Himran, Syukri., 2001, Utilization of Wind Energy, CIRERD 2001, Denpasar Bali

Pakpahan, Sahat, 2001, Problem Identification and Solution For Wind Energy Resources Assessment In Indonesia, CIRERD 2001, Denpasar Bali. Murwatono, Totok Triputrastyo, 2001, Studi Pengaruh Kekasaran Leading Edge

Terhadap Unjuk Kerja Propeller, Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol. 3 Nomor 5, hal. 157-166.

Soeripan, 1990, Uji Coba Pemanfaatan Sistem Konversi Angin Untuk Pengairan Sawah di Desa Tenjoayu Wilayah Koperasi Unit Desa Tirtayasa Timur Kabupaten Serang Jawa Barat, Majalah LAPAN NO. 60/61

Gambar

Tabel 1 Kecepatan Awal dan Putaran yang Dihasilkan untuk Tiap Bahan Blade
Gambar 1. Perbandingan putaran yang dihasilkan sebagai akibat variasi bahan kincir
Gambar 4.1. Proses Pengambilan Data
Gambar 4.3. Sampel uji berbahan aluminium
+7

Referensi

Dokumen terkait

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang disusun dari tiga indikator : lama hidup yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir; pendidikan yang

Beradasarkan persepsi jawaban responden untuk collateral dengan pertanyaan debitur memiliki agunan sebagai jaminan pemberian kredit, lebih banyak yang memberikan

Tindakan ini adalah sebagai bentuk perlawanan yang mereka tunjukkan terhadap adanya eksternalisasi dari masyarakat (di luar penyandang disabilitas) yang beranggapan bahwa

Kemampuan PT Kalbe Farma Tbk dalam menghasilkan laba kurang baik, hal tesebut dapat diketahui dari tingkat rentabilitas ekonomi yang mengalami penurunan sebesar 8,54%

Dari fungsi keanggotaan di atas dapat di lihat bahwa anggota dari sedikit memiliki domain [0 15], dimana x merupakan input yang akan di berikan nantinya, semakin besar

8 Sedangkan untuk analisis hubungan faktor risiko terhadap luaran perinatal didapatkan hasil terdapat hubungan antara usia ibu terhadap kematian perinatal, jumlah paritas

Tujuan penelitian adalah mengangkat cerita rakyat, serta budaya Jawa seperti wayang dan batik sebagai elemen desain, dalam pembuatan suatu jenis dek Tarot yang baru..

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah