• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemerolehan Kalimat Kompleks Bahasa Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak Usia 4─5 Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemerolehan Kalimat Kompleks Bahasa Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak Usia 4─5 Tahun"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.

Anik M. Indriastuti, M.Hum - 2009 - Juvenile Nonfiction

Ardiana, Leo Indra dan Syamsul Sodiq. 2000. Psikolinguistik. Jakarta: Universitas Terbuka.

Bolinger, Dwight. 1975. Aspect of Language, New York: Harcout Brace Jovanovich, Inc

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Gramedia Pustaka

Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Linguistik Umum. Jakarta: Gramedia Pustaka

Chomsky, N. 1957. Syntactic Structure. The Hangue: Mouton.

Clark, E. 2003. First Language Acquisition. Cambridge, UK: Cambridge University Press

Clark, Eve V. 1977. ”First Language Acquisition”. Dalam Morton, J. dan J. C.

Dardjowidjojo, Sunjono. 2003. Psiko-Linguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor.

Fauzie, Ahmad. 2000. Pemerolehan Bahasa Anak-Anak Usia 0-5 Tahun: Analisis

Psikolinguistik. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Gustianingsih. 2002. “Pemerolehan kalimat Majemuk Bahasa Indonesia Anak Usia Taman Kanak-Kanak” (Tesis). Program Pascasarjana USU.

(11)

Marpaung, Hurty. (2006). “Pemerolehan Bahasa Batak Toba Anak Usia 1-5 Tahun” Skripsi.

Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Piadget, J. 1962. Play, Dreams and Imitation in Childhood. NY: Norton & Company.

Ramlan. 2005. Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono.

Rusyani, Endang. 2008. Pemerolehan Bahasa Indonesia Anak Usia 2,5 Tahun (Studi Kasus

Terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Usia Dini). Bandung: Universitas Pendidikan

Indonesia.

Subyakto-Nababan, Sri Utari. 1992. Psikolinguistik, Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana

Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Susanti, Yus. 2005. Pemerolehan Bahasa Jawa Anak Usia 3-4 tahun. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat (Malo, dkk. 2003:680). Penelitian ini berlokasi di GBKP Taman Kanak-Kanak Efrata, Jalan Jamin Ginting Km 4,5. Kecamatan Medan Baru, Kelurahan Padang Bulan Medan. Peneliti memilih lokasi ini karena peneliti berasal dari daerah tersebut sehingga mempermudah peneliti dalam pengumpulan data.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu yang penulis pergunakan dalam melakukan penelitian ini direncanakan selama satu bulan setelah proposal disetujui. Sebagai data awal peneliti sudah melakukan observasi terlebih dahulu terhadap anak yang berusia 4─5 tahun.

3.2 Sumber Data

Sumber data adalah sumber atau tempat dan awal data itu diperoleh. Sumber data dalam penelitian adalah tuturan bahasa lisan pada anak yang berusia 4─5 tahun, berjumlah tiga orang yang menjadi objek analisis data agar peneliti bisa menemukan langsung data yang terkait pada rumusan masalah.

1. Nama : Indah

Usia : 5 Tahun

(13)

2. Nama : Febri

Usia : 4,5 Tahun

Pekerjaan : Siswa

3. Nama : Nayra Sembiring

Usia : 4 Tahun

Pekerjaan : Siswa

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

(14)

Dalam hal ini, peneliti mendengar, membaca, mempelajari, dan memeriksa data-data yang diperlukan, lalu mencatat bagian-bagian penting agar memperoleh hasil yang akurat.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data digunakan metode agih. Metode agih adalah metode analisis data yang alat penentunya justru bagian dari bahasa itu. Alat penentu dalam rangka kerja metode agih itu selalu berupa bagian atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri, seperti kata (kata ingkar, preposisi, adverbia), fungsi sintaksis (subjek, objek, predikat), klausa, silabe kata, titinada, dan yang lain. (Sudaryanto, 1993: 15-16)

Teknik pada metode agih dapat dibedakan menjadi dua: teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar metode agih disebut teknik bagi unsur langsung atau teknik BUL. Teknik lanjutan pada metode agih menurut Sudaryanto (1993: 36) setidak-tidaknya ada tujuh macam, yaitu:

1. Pelepasan, delesi, atau teknik lesap;

2. Penggantian, substitusi, replasemen, atau teknik ganti; 3. Perluasan, ekspansi, ekstensi, atau teknik perluas; 4. Penyisipan, interupsi, atau teknik sisip;

5. Pembalikan, permutasi, atau teknik balik;

(15)

Berikut contoh proses menganalisis:

(1) Indah berumur 5 tahun

Peneliti : Indah suka mangga atau semangka ? Indah : Suka durian.

Peneliti : Indah suka mangga atau semangka ? (bertanya sampai dua kali) Indah : Indah tidak suka mangga karena busuk.

Pola struktur kalimat kompleks pada data (1) berpola S-P-O Konjungsi PEL. Berdasarkan data (1) jenis kalimat yang diperoleh Indah adalah jenis kalimat kompleks hipotaktik yang ditandai oleh konjungsi “karena” yaitu terbukti ketika Indah ditanya pada data (1) “Indah suka mangga atau semangka?” dan dijawab “Indah tidak suka mangga karena busuk”. Bila dihubungkan dengan Psikolinguistik Jean Piaget, bahwa

Indah menyampaikan bahasa sesuai dengan pikiran karena pikiranlah yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa. Hal tersebut membuktikan bahwa pikiranlah yang membentuk bahasa.

(2) Febri berumur 4, 5 tahun

Peneliti : Mama Febri ada di mana ? Febri : Pergi.

Peneliti : Sama siapa mama pergi ? Febri : Papa.

Peneliti : Kemana Mama dan Papa pergi ?

Febri : Mama naik kereta dan Papa naik becak.

Pola struktur kalimat kompleks pada data (2) berpola S-P-O dan S-P-O terbukti ketika Febri mengatakan “Mama naik kereta dan Papa naik becak

S P O Konjungsi S P O

(16)

dan Papa naik becak”. Pada konteks kalimat “Mama naik kereta dan Papa naik becak” diartikan bahwa Febri melihat Mama dan Papanya pergi secara bersamaan tetapi menggunakan kendaraan yang berbeda. Bila dihubungkan dengan Psikolinguistik Jean Piaget, bahwa Febri menyampaikan bahasa sesuai dengan apa yang ada dipikirannya dan dilihatnya saja. Hal itu terbukti karena pikiranlah yang membentuk bahasa.

(3) Nayra Sembiring berumur 4 tahun.

Peneliti : Nayra sudah siap mandi? Nayra : Sudah.

Peneliti : Nayra kenapa cepat sekali mandi? Nayra : Baju cantik, pergi.

Pola struktur kalimat kompleks pada data (3) berpola S-P. Berdasarkan data (3) jenis kalimat yang diperoleh Nayra adalah jenis kalimat kompleks hipotaktik karena kata yang merangkainya secara eksternal menciptakan ketergantungan logika pada kalimat secara keseluruhan, meskipun Nayra belum sepenuhnya bisa menggunakan kata penghubung. Hal tersebut terbukti ketika Nayra ditanya pada data (3) “Nayra kenapa cepat sekali mandi?” dan dijawab “baju cantik, pergi”. Bila dihubungkan dengan

Psikolinguistik Jean Piaget, bahwa anak menggunakan bahasa sesuai dengan tahap perkembangan dan bahasa yang diperolehnya.

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Data

(17)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pola Strukur Kalimat Kompleks Bahasa Indonesia Anak Usia 4─5 Tahun

4.1.1 Klausa

Menurut Ramlan (2005:79) klausa ialah S P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh juga tidak ada. Unsur inti klausa ialah S dan P. Namun demikian, S sering dihilangkan, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat penggabungan klausa dan kalimat jabawan. Misalnya: sedang bermain-main. (sebagai jawaban pertanyaan

Anak-anak itu sedang mengapa?)

Kalimat Sedang main terdiri dari satu klausa, yaitu sedang

bermain-main, yang hanya terdiri dari P. S-nya dihilangkan karena merupakan jawaban dari suatu

pertanyaan. Lengkapnya klausa tersebut berbunyi anak-anak itu sedang bermain-main. Dari uraian di atas, jelaslah bahwa unsur yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P. Unsur-unsur lainnya mungkin ada mungkin juga tidak ada. Berikut contoh unsur klausa yang diperoleh anak usia 4─5 tahun:

(4) Karoline umur 4,11 tahun

Guru : Siapa yang mau gambar tablet? Karoline : Aku gambar tablet

(18)

Kalimat (4) di atas terdiri dari klausa aku gambar tablet, yang terdiri dari tiga unsur fungsional, yaitu unsur aku merupakan S, unsur gambar merupakan P, dan unsur tablet merupakan O, atau dengan kata lain, unsur aku menempati fungsi S, unsur gambar menempati fungsi P, dan unsur tablet menempati O.

(5) Dian umur 4 tahun

Guru : Kalau gambar radio tulis di bawahnya ya? Dian : Aku gambar radio.

S P O

Kalimat (5) di atas terdiri dari klausa aku gambar radio, yang terdiri dari tiga unsur fungsional, yaitu unsur aku merupakan S, unsur gambar merupakan P, dan unsur radio merupakan O, atau dengan kata lain, unsur aku menempati fungsi S, unsur gambar menempati fungsi P, dan unsur radio menempati O.

(6) Tita umur 4,7 tahun

Guru : Kenapa lama siap, besok minum susu ya? Tita : Aku minum susu.

S P O

(19)

(7) Karoline 4,11 tahun

Peneliti : Siapa suka warna pink ?

Karoline : Aku suka warna pink. (sambil bercerita ke Hairos) S P

(8)

Peneliti : Kapan ke Hairos? Karoline : Hari itu kami ke Hairos.

S P

Kalimat di atas yang diperoleh karoline pada kalimat (7) terdiri dari klausa aku

suka warna pink, yang terdiri dari dua unsur fungsional, yaitu unsur aku merupakan S,

unsur suka warna pink merupakan P, atau dengan kata lain, unsur aku menempati fungsi S, unsur suka warna pink menempati fungsi P.

Kalimat di atas yang diperoleh karoline pada kalimat (8) terdiri dari klausa hari

itu kami ke Hairos, yang terdiri dari dua unsur fungsional, yaitu unsur hari itu

merupakan S, unsur kami ke Hairos merupakan P, atau dengan kata lain, unsur hari itu menempati fungsi S, unsur kami ke Hairos menempati fungsi P.

(9) Tita umur 4,7 tahun

Peneliti : Nanti pulang sekolah mau kemana ? Tita : Aku mau kerja kantoran.

(20)

Kalimat (9) di atas terdiri dari klausa aku mau kerja kantoran yang terdiri dari tiga unsur fungsional, yaitu unsur aku merupakan S, unsur mau kerja merupakan P, dan unsur

kantoran merupakan O, atau dengan kata lain, unsur aku menempati fungsi S, unsur mau

kerja menempati fungsi P, dan unsur kantoran menempati O.

(10) Kezia umur 4,6 tahun

Peneliti : Ini gambar apa ?

Kezia : Kita cari lagi yang gampang.

S P O

Kalimat (10) di atas terdiri dari klausa kita cari lagi yang gampang yang terdiri dari tiga unsur fungsional, yaitu unsur kita merupakan S, unsur cari lagi merupakan P, dan unsur

yang gampang merupakan O, atau dengan kata lain, unsur kita menempati fungsi S, unsur

cari lagi menempati fungsi P, dan unsur yang gampang menempati O.

(11) Grece 4,8 tahun

Peneliti : Apa itu ?

Grece : Aku punya ini (membawa kotak pensil). S P

(21)

(12) Lovi 4,8 tahun

Peneliti : Tadi disuruh buat apa sama miss ? Lovi : Aku buat tablet.

S P O

(13)

Peneliti : Apa itu ? (menunjuk penghapus) Lovi : Kakak bukalah.

S P

Kalimat di atas yang diperoleh lovi pada kalimat (12) terdiri dari klausa aku buat

tablet, yang terdiri dari tiga unsur fungsional, yaitu unsur aku merupakan S, unsur buat

merupakan P, dan unsur tablet merupakan O, atau dengan kata lain, unsur aku menempati fungsi S, unsur buat menempati fungsi P, dan unsur tablet menempati O.

Kalimat di atas yang diperoleh lovi pada kalimat (13) terdiri dari klausa kakak

bukalah, yang terdiri dari dua unsur fungsional, yaitu unsur kakak merupakan S, unsur

bukalah merupakan P, atau dengan kata lain, unsur kakak menempati fungsi S, unsur

bukalah menempati fungsi P.

(14) Emberina 4,7 tahun

Peneliti : Dian pande menggambar ? (mengajak dian berbicara tetapi emberina yang menjawab)

(22)

(15)

Peneliti : Emberina suka membaca dan menulis apa ? Emberina : Ayah membaca koran.

S P O

Kalimat di atas yang diperoleh emberina pada kalimat (14) terdiri dari klausa dia

pandenya menulis, yang terdiri dari dua unsur fungsional, yaitu unsur dia merupakan S,

unsur pandenya menulis merupakan P, atau dengan kata lain, unsur dia menempati fungsi S, unsur pandenya menulis menempati fungsi P.

Kalimat di atas yang diperoleh emberina pada kalimat (15) terdiri dari klausa

ayah membaca koran, yang terdiri dari tiga unsur fungsional, yaitu unsur ayah

merupakan S, unsur membaca merupakan P, dan unsur koran merupakan O, atau dengan kata lain, unsur ayah menempati fungsi S, unsur membaca menempati fungsi P, dan unsur koran menempati fungsi O.

(23)

4.1.2 Kalimat Kompleks

Kalimat kompleks adalah kalimat majemuk bertingkat. Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang terjadi dari dua klausa atau lebih yang dipadukan menjadi satu, yang hubungan antarklausanya subordinatif; kalimat kompleks (KBBI online, 2008).

Berikut analisis pola kalimat kompleks bahasa Indonesia yang dilakukan oleh anak usia 4-5 tahun.

Analisis Pola Kalimat Tasya: (16) Tasya berumur 5 tahun

Peneliti: Tasya diantar siapa ke sekolah ?

Tasya : Diantar karo (nenek).

Peneliti: Kapan Tasya pakai sepatu sekolah ?

Tasya : Aku pakai sepatu sebelum makan nasi.

Dari data (16) di atas menunjukkan bahwa pola kalimat kompleks yang diperoleh Tasya berpola S-P-O Konjungsi P-O terbukti ketika Tasya mengatakan,

Aku pakai sepatu sebelum makan nasi

S P O Konjungsi P O

Berdasarkan pola yang dikemukakan oleh Tasya, terdapat dua predikat dalam sebuah kalimat. Kalimat pertama, S = Aku. P = pakai, O = sepatu, kalimat ini dihubungkan oleh sebuah konjungsi “sebelum” untuk menghubungkan dengan kalimat kedua, P = makan, O =

(24)

kata penghubung, dalam kalimat di atas kata penghubung yang diperoleh Tasya adalah “sebelum”.

(17)

Peneliti : Kenapa karo (nenek) yang antar Tasya ke sekolah?

Tasya : Karo antar karena mama pigi jualan.

Berdasarkan pola yang dikemukakan oleh Tasya, terdapat dua predikat dalam sebuah kalimat. Kalimat pertama, S = Karo. P = antar, kalimat ini dihubungkan oleh sebuah konjungsi “karena” untuk menghubungkan dengan kalimat kedua, S = mama, P = pigi

jualan. Dalam sebuah kalimat kompleks terdapat dua kalimat yang masing-masing kalimat

memiliki predikatnya sendiri, kemudian kalimat tersebut digabungkan dengan menggunakan kata penghubung, dalam kalimat di atas kata penghubung yang diperoleh Tasya adalah “karena”.

Hal ini dapat dibuktikan bahwa Tasya sudah berkembang dengan baik dibandingkan dengan Zera yang berusia 4,6 tahun hanya mampu menggunakan pola struktur kalimat kompleks berpola S-P-O, P-O meskipun Zera belum sepenuhnya bisa menggunakan kata penghubung dalam kalimat.

Analisis Pola Kalimat Zera:

(18) Zera berumur 4,6 tahun

Peneliti : Zera suka warna apa ?

(25)

Dari data (18) di atas menunjukkan bahwa pola kalimat kompleks yang diperoleh Zera berpola S-P-O, P-O terbukti ketika Zera mengatakan,

“Aku suka warna merah, main berbi (Barbie).”

S P O , P O

Berdasarkan pola kalimat yang dikemukakan oleh Zera, terdapat dua predikat dalam sebuah kalimat. Kalimat pertama, S = Aku. P = suka, O = warna merah, dan pada kalimat kedua, P = main, O = berbi (Barbie). Meskipun terkadang sebuah kalimat kompleks hanya dipisahkan oleh tanda baca koma. Hal ini dapat dikatakan bahwa Zera sudah berkembang dengan baik dalam menggunakan kalimat walaupun Zera hanya bisa mengunakan kata penghubung tanda baca koma dalam kalimat kompleks.

Analisis kalimat Reisya:

(19) Reisya berumur 5 tahun

Peneliti : Reisya suka makan buah apa ? Reisya : Anggur dan Stroberry

Peneliti : Kapan disisir mama rambutnya ?

Reisya : Mama sisir siap aku bangun tidur (Sesudah bangun tidur)

Dari data (19) di atas menunjukkan bahwa pola kalimat kompleks yang diperoleh Reisya berpola S – P Konjungsi S – P terbukti ketika Reisya mengatakan,

Mama sisir siap (sesudah) aku bangun tidur”.

S P konjungsi S P

(26)

P = bangun tidur. Dalam sebuah kalimat kompleks terdapat dua kalimat yang masing-masing kalimat memiliki predikatnya sendiri, kemudian kalimat tersebut digabungkan dengan menggunakan kata penghubung, dalam kalimat di atas kata penghubung yang diperoleh Reisya adalah “siap (sesudah)”. Hal ini membuktikan bahwa Reisya sudah

mampu menggunakan kalimat kompleks dengan baik.

Analisis Kalimat Valeri

(20) Valeri berumur 5 tahun

Peneliti : Valeri pergi ke sekolah sama siapa ? Valeri : Sama papa.

Peneliti : Valeri suka main apa ?

Valeri : Aku suka main plosotan karena aku bisa terbang.

Dari data (20) di atas menunjukkan bahwa pola kalimat kompleks yang diperoleh Valeri berpola S-P-O Konjungsi S-P-O terbukti ketika Valeri mengatakan,

Aku suka main plosotan karena aku bisa terbang”.

S P O Konjungsi S P O

Berdasarkan pola yang dikemukakan oleh Valeri, terdapat dua predikat dalam

sebuah kalimat. Kalimat pertama, S = Aku. P = suka main, O = plosotan, kalimat ini

dihubungkan oleh sebuah konjungsi “karena” untuk menghubungkan dengan kalimat

kedua, S = Aku, P = bisa, O = terbang. Dalam sebuah kalimat kompleks terdapat dua

kalimat yang masing-masing kalimat memiliki predikatnya sendiri, kemudian kalimat

tersebut digabungkan dengan menggunakan kata penghubung, dalam kalimat di atas kata

(27)

(21)

Peneliti : Valeri suka membaca atau menulis?

Valeri : Aku suka baca.

Peneliti : Kenapa Valeri suka baca ?

Valeri : Aku suka baca karena papaku suka baca buku.

Berdasarkan pola yang dikemukakan oleh Valeri, terdapat dua predikat dalam sebuah kalimat. Kalimat pertama, S = Aku. P = suka baca, kalimat ini dihubungkan oleh sebuah konjungsi “karena” untuk menghubungkan dengan kalimat kedua, S = papaku,

P = suka baca, O = buku. Dalam sebuah kalimat kompleks terdapat dua kalimat yang masing-masing kalimat memiliki predikatnya sendiri, kemudian kalimat tersebut digabungkan dengan menggunakan kata penghubung, dalam kalimat di atas kata penghubung yang diperoleh Valeri adalah “karena”. Hal ini dapat dibuktikan bahwa

Valeri sudah mampu menggunakan kalimat kompleks dengan baik dibandingkan dengan Kenan.

Analisis Kalimat Kenan: (22) Kenan berumur 5 tahun

Peneliti : Kenan suka warna apa ? Kenan : Coklat sama hitam.

(28)

Dari data (22) di atas menunjukkan bahwa pola kalimat yang diperoleh Kenan berpola Konjungsi – S– P terbukti ketika Kenan mengatakan,

Karena rambutku warna coklat”.

Konjungsi S P

Berdasarkan pola kalimat yang dikemukakan oleh Kenan, Kenan hanya mampu memperoleh pola kalimat yaitu 1 klausa yang terdiri S dan P dan mampu memperoleh konjungsi “karena” di awal kalimat. Hal tersebut membuktikan bahwa Kenan berbeda

dengan teman lainnya. Analisis Kalimat Kezia

(23) Kezia berumur 4,6 tahun

Peneliti : Kezia suka makan apa ? Kezia : Makan nasi dan roti. Peneliti : Papa Kezia di mana ? Kezia : Kerja.

Peneliti : Kapan Papa pulang kerja ?

Kezia : Papa pulang pas siap kerja (ketika).

Dari data (23) di atas menunjukkan bahwa pola kalimat yang diperoleh Kezia berpola S-P Konjungsi P terbukti ketika Kezia mengatakan,

Papa pulang pas (ketika) siap kerja”.

S P Konjungsi P.

(29)

kerja. Dalam sebuah kalimat kompleks terdapat dua kalimat yang masing-masing kalimat

memiliki predikatnya sendiri, meskipun satu kalusa yaitu “siap kerja” yang hanya terdiri dari P, S-nya dihilangkan karena merupakan jawaban dari suatu pertanyaan “Papa pulang pas (ketika) siap kerja”, kemudian kalimat tersebut digabungkan dengan menggunakan

kata penghubung, dalam kalimat di atas kata penghubung yang diperoleh Kezia adalah “ketika”. Hal ini membuktikan bahwa Kezia sudah mampu memperoleh kalimat

kompleks sesuai tahap perkembangan usianya.

Analisis Kalimat Lovi

(24) Lovi berumur 4,8 tahun

Peneliti : Kapan Lovi makan ? Lovi : Sebelum ke sekolah. Peneliti : Lovi suka main apa ? Lovi : masak-masakan.

Peneliti : Kenapa Lovi suka main masak-masakan ?

Lovi : Aku main masakan karena gak ada temanku main.

Dari data (24) di atas menunjukkan bahwa pola kalimat yang diperoleh Lovi berpola S-P-O Konjungsi S-P terbukti ketika Lovi mengatakan,

Aku main masakan karena gak ada temanku main”.

S P O Konjungsi S P

Berdasarkan pola yang dikemukakan oleh Lovi, terdapat dua predikat dalam sebuah kalimat. Kalimat pertama, S = Aku. P = main, O = masakan, kalimat ini dihubungkan oleh sebuah konjungsi “karena” untuk menghubungkan dengan kalimat

(30)

tersebut digabungkan dengan menggunakan kata penghubung, dalam kalimat kompleks di atas kata penghubung yang diperoleh Lovi adalah “karena”. Hal ini membuktikan

bahwa Lovi berbeda dengan teman lainnya karena selain kata penghubung “karena” Lovi

juga bisa menggunakan kata penghubung “sebelum” pada kalimat “sebelum ke sekolah”.

Analisis Kalimat Grece

(25) Grece berumur 4,8 tahun

Peneliti : Grece suka main apa ?

Grece : Aku suka main laptop tapi laptop abangku injam (pinjam)

Dari data (25) di atas menunjukkan bahwa pola kalimat yang diperoleh Grece berpola S-P-O konjungsi S-P terbukti ketika Grece mengatakan,

Aku suka main laptop tetapi laptop abangku injam (pinjam)

S P O Konjungsi O S P

Berdasarkan pola yang dikemukakan oleh Grece, terdapat dua predikat dalam sebuah kalimat. Kalimat pertama, S = Aku. P = suka main, O = laptop, kalimat ini dihubungkan oleh sebuah konjungsi “tetapi” untuk menghubungkan dengan kalimat

kedua, O = laptop, S = abangku, P = injam (pinjam). Dalam sebuah kalimat kompleks terdapat dua kalimat yang masing-masing kalimat memiliki predikatnya sendiri, kemudian kalimat tersebut digabungkan dengan menggunakan kata penghubung, dalam kalimat kompleks di atas kata penghubung yang diperoleh Grece adalah “tetapi”. Hal ini

(31)

Analisis Kalimat Karoline

(26) Karoline berumur 4,11 tahun

Peneliti : Karoline pulang siapa yang jemput ? Karoline : Dijemput Om Sion.

Peneliti : Kenapa dijemput Om Sion ?

Karoline : Mama gak jemput karena mama sama papa kerja.

Dari data (26) di atas menunjukkan bahwa pola kalimat yang diperoleh Karoline berpola S-P konjungsi S-P terbukti ketika Febri mengatakan,

“Mama gak jemput karena Mama sama Papa kerja”

S P konjungsi S P

Berdasarkan pola kalimat yang dikemukakan oleh Karoline, terdapat dua predikat dalam sebuah kalimat. Kalimat pertama, S = Mama, P = gak jemput, kalimat ini dihubungkan oleh sebuah konjungsi “karena,” untuk menghubungkan dengan kalimat

kedua, S = Mama sama Papa, P = kerja. Dalam sebuah kalimat kompleks terdapat dua kalimat yang masing-masing kalimat memiliki predikatnya sendiri, kemudian kalimat tersebut digabungkan dengan menggunakan kata penghubung, dalam kalimat di atas kata penghubung yang diperoleh Karoline adalah “karena”. Hal ini membuktikan bahwa

(32)

(27)

Peneliti : Ini ikat rambutnya siapa yang beli?

Karoline : Aku beli sama mama pas (ketika) jalan-jalan waktu itu.

Berdasarkan pola kalimat yang dikemukakan oleh Karoline, terdapat dua predikat dalam sebuah kalimat. Kalimat pertama, S = Aku, P = beli, O = sama mama, kalimat ini dihubungkan oleh sebuah konjungsi “ketika,” untuk menghubungkan dengan kalimat

kedua, P = jalan-jalan, KET = waktu itu. Dalam sebuah kalimat kompleks terdapat dua kalimat yang masing-masing kalimat memiliki predikatnya sendiri, meskipun satu kalusa yaitu “jalan-jalan” yang hanya terdiri dari P, S-nya dihilangkan karena merupakan jawaban dari suatu pertanyaan “Aku beli sama Mama”, kemudian kalimat tersebut

digabungkan dengan menggunakan kata penghubung, dalam kalimat di atas kata penghubung yang diperoleh Karoline adalah “ketika”. Hal ini membuktikan bahwa

Karoline sudah mampu memperoleh kalimat kompleks sesuai tahap perkembangan usianya.

4.2 Jenis kalimat kompleks yang paling dominan diperoleh anak usia 4─5 tahun

Menurut jenis kalimat kompleks dibedakan atas :

a. Kalimat kompleks hipotaktik

Kalimat kompleks hipotaktik adalah hubungan gramatikal antara kalusa utama

(33)

frasa; atau kata dengan kata, dengan menggunakan kata penghubung (KBBI online,

2008).

b. Kalimat kompleks parataktik

Kalimat kompleks parataktik adalah kalimat yang dibentuk dari penggabungan dua klausa atau lebih dengan menggunakan konjungsi. Klausa-klausa tersebut tidak tergantung antara yang satu dengan yang lain, yaitu klausa yang satu tidak memberikan tambahan informasi kepada klausa yang lain (Indriastuti dalam buku pintar tenses, 2009: 108) .

Analisis Pola Kalimat Tasya:

(28) Tasya berumur 5 tahun

Peneliti : Tasya diantar siapa ke sekolah ? Tasya : Diantar Karo (Nenek)

Peneliti : Kapan Tasya pakai sepatu sekolah ? Tasya : Aku pakai sepatu sebelum makan nasi.

Pola struktur kalimat kompleks pada data (28) berpola S-P-O konjungsi P-O terbukti ketika Tasya mengatakan “Aku pakai sepatu sebelum makan nasi

S P O Konjungsi P O

Berdasarkan data (28) jenis kalimat yang diperoleh Tasya adalah jenis kalimat kompleks Hipotaktik yang ditandai oleh konjungsi “sebelum” yaitu terbukti ketika Tasya

(34)

nasi” diartikan bahwa Tasya ingin menyampaikan, setelah dia pakai sepatu lalu dia

makan nasi. Hal ini dibuktikan bahwa kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh Tasya diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya dan bila dihubungkan dengan psikolinguistik Piaget bahwa Tasya menyampaikan bahasa sesuai dengan kegiatan pemikiran sebenarnya.

(29) Reisya berumur 5 tahun

Peneliti : Reisya suka makan buah apa ? Reisya : Anggur dan stroberry.

Peneliti : Kapan disisir mama rambutnya ?

Reisya : Mama sisir siap aku bangun tidur (Sesudah bangun tidur)

Pola struktur kalimat kompleks pada data (29) berpola S-P Konjungsi S-P terbukti ketika Reisya mengatakan “Mama sisir siap (sesudah) aku bangun tidur”.

S P konjungsi S P

Berdasarkan data (29) jenis kalimat yang diperoleh Reisya adalah jenis kalimat kompleks hipotaktik yang ditandai oleh konjungsi “sesudah” yaitu terbukti ketika Reisya

ditanya pada data (29) “Kapan disisir mama rambutnya?” dan dijawab “Siap bangun tidur”. Pada konteks kalimat “Mama sisir siap (sesudah) aku bangun tidur” diartikan

(35)

dihubungkan dengan Psikolinguistik Jean Piaget, bahwa anak menggunakan bahasa sesuai dengan apa yang dipikirkan dari bahasa yang diperolehnya.

(30) Valeri berumur 5 tahun

Peneliti : Valeri pergi ke sekolah sama siapa ? Valeri : Sama papa.

Peneliti : Valeri suka main apa ?

Valeri : Aku suka main plosotan karena aku bisa terbang.

Pola struktur kalimat kompleks pada data (30) berpola S-P-O konjungsi S-P-O. Berdasarkan data (30) jenis kalimat yang diperoleh Valeri adalah jenis kalimat kompleks hipotaktik yang ditandai oleh konjungsi “karena” yaitu terbukti ketika Valeri ditanya

pada data (30) “Valeri suka main apa?” dan dijawab “Aku suka main plosotan karena aku bisa terbang”. Bila dihubungkan dengan Psikolinguistik Jean Piaget, bahwa Valeri

menyampaikan bahasa sesuai dengan pikiran karena pikiranlah yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa. Hal tersebut membuktikan bahwa pikiranlah yang membentuk bahasa.

(31) Kenan berumur 5 tahun

Peneliti : Kenan suka warna apa ? Kenan : Coklat sama hitam.

(36)

Pola struktur kalimat kompleks pada data (31) berpola Konjungsi – S–P terbukti ketika Kenan mengatakan “Karena rambutku warna coklat”.

Konjungsi S P

Berdasarkan data (31) jenis kalimat yang diperoleh Kenan adalah jenis kalimat kompleks hipotaktik yang ditandai oleh konjungsi “karena” yaitu terbukti ketika Kenan

ditanya pada data (31) “Kenapa kenana suka warna itu?” dan dijawab “Karena rambutku warna coklat”. Pada konteks kalimat “Karena rambutku warna coklat” diartikan bahwa

Kenan ingin menyampaikan bahwa dia menyukai warna coklat karena sesuai dengan warna rambutnya. Hal ini terbukti bila dihubungkan dengan psikolinguistik Piaget bahwa Kenan menyampaikan bahasa sesuai dengan kegiatan pemikiran sebenarnya.

(32) Kezia berumur 4,6 tahun

Peneliti : Kezia suka makan apa ? Kezia : Makan nasi dan roti. Peneliti : Papa Kezia di mana ? Kezia : Kerja.

Peneliti : Kapan Papa pulang kerja ?

Kezia : Papa pulang pas siap kerja (ketika).

Pola struktur kalimat kompleks pada data (32) berpola S-P konjungsi P terbukti ketika Kezia mengatakan “Papa pulang pas (ketika) siap kerja

S P Konjungsi P

Berdasarkan data (32) jenis kalimat yang diperoleh Kezia adalah jenis kalimat kompleks Hipotaktik yang ditandai oleh konjungsi “ketika” yaitu terbukti pada saat

(37)

siap kerja”. Pada konteks kalimat “Papa pulang pas siap kerja” diartikan bahwa Kezia

ingin menyampaikan bahwa Papanya pulang ketika selesai kerja. Hal ini dibuktikan bahwa kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh Kezia diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya dan bila dihubungkan dengan psikolinguistik Piaget bahwa Kezia menyampaikan bahasa sesuai dengan kegiatan pemikiran dan bahasa yang diperoleh.

(33) Lovi berumur 4,8 tahun

Peneliti : Kapan Lovi makan ? Lovi : Sebelum ke sekolah. Peneliti : Lovi suka main apa ? Lovi : masak-masakan.

Peneliti : Kenapa Lovi suka main masak-masakan ?

Lovi : Aku main masakan karena gak ada temanku main.

Pola struktur kalimat kompleks pada data (33) berpola S-P-O konjungsi S-P terbukti ketika Lovi mengatakan “Aku main masakan karena gak ada temanku main ”.

S P O konjungsi S P

Berdasarkan data (33) jenis kalimat yang diperoleh Lovi adalah jenis kalimat kompleks hipotaktik yang ditandai oleh konjungsi “karena” yaitu terbukti ketika Lovi

ditanya pada data (33) “Kenapa Lovi suka main masak-masakan?” dan dijawab “Aku main masakan karena gak ada temanku main”. Pada konteks kalimat “Aku main masakan

karena gak ada temanku main” diartikan bahwa Lovi ingin menyampaikan bahwa dia

(38)

(34) Grece berumur 4,8 tahun

Peneliti : Grece suka main apa ?

Grece : Aku suka main laptop tapi laptop abangku injam (pinjam).

Pola struktur kalimat kompleks pada data (34) berpola S-P-O konjungsi S-P terbukti ketika Tasya mengatakan

Aku suka main laptop tetapi laptop abangku injam (pinjam)

S P O konjungsi O S P

Berdasarkan data (34) jenis kalimat yang diperoleh Grece adalah jenis kalimat kompleks Parataktik yang ditandai oleh konjungsi “tetapi” yaitu terbukti ketika Grece ditanya pada data (34) “Grece suka main apa?” dan dijawab “Aku suka main laptop tapi laptop abangku injam (pinjam)”. Pada konteks kalimat “Aku suka main laptop tapi laptop

abangku injam (pinjam)” diartikan bahwa Grece ingin menyampaikan, bahwa Grece suka

main laptop yang dipinjam dari abangnya. Hal ini dibuktikan bahwa kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh Grece diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya dan bila dihubungkan dengan psikolinguistik Piaget bahwa Grece menyampaikan bahasa sesuai dengan kegiatan pemikiran sebenarnya.

(35) Zera berumur 4,6 tahun

Peneliti : Zera suka warna apa ?

(39)

Pola struktur kalimat kompleks pada data (35) berpola S-P-O, P-O. Berdasarkan data (35) jenis kalimat yang diperoleh Zera adalah jenis kalimat kompleks hipotaktik karena kata yang merangkainya secara eksternal menciptakan ketergantungan logika pada kalimat secara keseluruhan dengan maksud Zera suka warna merah karena boneka barbienya berwarna merah, meskipun Zera belum sepenuhnya bisa menggunakan kata penghubung. Hal tersebut terbukti ketika Zera ditanya pada data (35) “Zera suka warna apa?” dan dijawab “aku suka warna merah, main berbi (Barbie) ”. Bila dihubungkan

dengan Psikolinguistik Jean Piaget, bahwa Zera menggunakan bahasa yang berasal dari pemikirannya sesuai dengan tahap perkembangan dan bahasa yang diperolehnya.

(36) Karoline berumur 4,11 tahun

Peneliti : Karoline pulang siapa yang jemput ? Karoline : Dijemput Om Sion.

Peneliti : Kenapa dijemput Om Sion ?

Karoline : Mama gak jemput karena Mama sama Papa kerja.

Pola struktur kalimat kompleks pada data (36) berpola S-P konjungsi S-P terbukti ketika Febri mengatakan “Mama gak jemput karena mama sama papa kerja”

S P Konjungsi S P

Berdasarkan data (36) jenis kalimat yang diperoleh Karoline adalah jenis kalimat kompleks Hipotaktik yang ditandai oleh konjungsi “karena” yaitu terbukti ketika

(40)
(41)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Dari pembahasan pada bab sebelumnya penulis dapat menyimpulkan bahwa Anak-anak usia 45 tahun dapat memperoleh kalimat kompleks dengan baik sesuai kemampuan anak berbicara dan memahami bahasa melalui rangsangan dari lingkungannya.

Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang dikumpulkan dalam pemerolehan kalimat kompleks bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 4─5 tahun, bahwa pola

struktur kalimat kompleks yang diperoleh anak berpola S-P-O Konjungsi (PEL), S-P-O Konjungsi S-P-O, S-P-O Konjungsi P-O, S-P-O, P-O, S-P Konjungsi S-P, S-P-O Konjungsi S-P-O, Konjungsi S-P, S-P Konjungsi P, S-P-O Konjungsi S-P, S-P-O Konjungsi O-S-P, dan S-P Konjungsi S-P.

Jenis kalimat kompleks yang paling dominan diperoleh anak usia 4─5 tahun dari

hasil analisis data yang dikumpulkan yaitu kalimat kompleks hipotaktik yang merupakan gabungan dari dua klausa atau lebih dengan menggunakan konjungsi struktural, yaitu:

(42)

4.2 Saran

Anak-anak usia 45 tahun seperti kita ketahui, kegiatan yang lebih banyak dilakukan adalah kegiatan bermain. Sehingga menarik perhatian peneliti untuk mengkaji pemerolehan kalimat kompleks bahasa Indonesia pada anak usia 45 tahun. Dalam usia tersebut anak-anak mengalami suatu proses pemerolehan bahasa secara alami dan mengumpulkan informasi dari lingkungan sekitar dan orang-orang terdekat.

Melalui penelitian ini penulis menganalisis, mengumpulkan data dan memberikan informasi kepada pembaca tentang pemerolehan kalimat kompleks bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 45 tahun.

(43)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi 2007: 588). Konsep memudahkan peneliti dalam mengembangkan pemahaman dan gagasan peneliti terhadap penelitian ini.

2.1.1 Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya.

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003). Hal ini perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran.

2.1.2 Kalimat Kompleks Bahasa Indonesia

(44)

gabungan beberapa kalimat simpleks. Kalimat kompleks merupakan sebuah kalimat yang memiliki dua kata kerja utama dan biasanya kedua kalimat dalam sebuah kalimat kompleks dihubungkan oleh konjungsi atau kata penghubung. Maka dari itu kalimat kompleks ini sering juga atau bisa disebut dengan kalimat majemuk. Contoh: “Mama naik kereta dan papa naik becak”.

Dalam kalimat di atas kita bisa melihat adanya dua predikat dalam sebuah kalimat. Kalimat pertama, S = Mama, P = naik, O = kereta, kalimat ini dihubungkan oleh sebuah konjungsi “dan” untuk menghubungkan dengan kalimat kedua, S = papa, P =

naik, O = becak. Dalam sebuah kalimat kompleks terdapat dua kalimat yang

masing-masing kalimat memiliki predikatnya sendiri, kemudian kalimat tersebut digabungkan dengan menggunakan kata penghubung, dalam contoh di atas kata penghubung yang digunakan adalah dan. Tidak selalu kalimat kompleks menggunakan kata penghubung di dalamnya, terkadang sebuah kalimat kompleks hanya dipisahkan oleh tanda koma, bahkan dalam beberapa kasus kalimat ini tidak dipisahkan oleh kata penghubung atau bahkan sebuah tanda baca. Contoh: “Ibu pergi, adik menangis”.

Berikut percakapan lisan antara orang dewasa dengan kanak-kanak.

Peneliti : Mama Febri ada di mana ? Febri : Pergi.

Peneliti : Sama siapa mama pergi ? Febri : Papa.

(45)

2.1.3 Jenis Kalimat Kompleks

Menurut Indriastuti dalam Buku Pintar Tenses (2009: 108) jenis kalimat kompleks dibedakan seperti berikut.

(a) Kalimat kompleks parataktik

Kalimat kompleks parataktik dibentuk dari penggabungan dua klausa atau lebih dengan menggunakan konjungsi dan, tetapi, atau, dan maupun, atau tanda koma (,) dan

titik koma (;). Konjungsi tersebut merupakan konjungsi struktural yang secara eksternal

digunakan untuk menyampaikan gagasan yang mengandung logika sejajar. Artinya, klausa-klausa yang dihubungkan dengan konjungsi tersebut secara struktural memiliki kedudukan yang sejajar. Klausa-klausa tersebut tidak tergantung antara yang satu dengan yang lain, yaitu klausa yang satu tidak memberikan tambahan informasi kepada klausa yang lain.

Contoh:

1. Saya yang datang ke rumahmu atau kamu yang datang ke rumahku? 2. Susi anak orang kaya tetapi ia tidak sombong.

3. Guru itu membujuk dan anak itu tetap menangis.

4. Gia anak yang kurang pintar tetapi tidak malu untuk bertanya.

(b) Kalimat kompleks hipotaktik

Kalimat kompleks hipotaktik merupakan gabungan dari dua klausa atau lebih dengan menggunakan konjungsi struktural, yaitu: jadi, sebelum, sesudah, karena, apabila,

walaupun, ketika, dan sebagainya. Klausa-klausa yang dirangkai tersebut tidak memiliki

(46)

menciptakan ketergantungan logika pada kalimat secara keseluruhan. Meskipun klausa yang satu tidak memberikan tambahan informasi kepada klausa yang lain, sebagian klausa yang lain memunyai ketergantungan.

Contoh:

1. Nandia makan karena ia lapar.

2. Semua murid pulang ketika bel sudah berbunyi. 3. Adik memakai sepatu sebelum pergi ke sekolah. 4. Ia tidak sombong meskipun dia sangat pintar.

2.2Landasan Teori

2.2.1 Psikolinguistik

Secara etimologi, istilah psikolinguistik berasal dari dua kata, yakni psikologi dan

linguistik. Seperti kita ketahui kedua kata tersebut masing-masing merujuk pada nama

sebuah disiplin ilmu.

Simanjuntak, (1987:1) psikolinguistik merupakan ilmu yang menguraikan proses-proses psikologis yang terjadi apabila seseorang menghasilkan kalimat dan memahami kalimat yang didengarnya waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia.

(47)

Dardjowidojo, (2003:7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang bahasa dan minda. Clark dan Clark (1977:4) yang menyatakan psikolinguistik berkaitan dengan tiga hal utama yaitu komprehensi, produksi dan pemerolehan bahasa. Kemudian, psikolinguistik juga dapat dikatakan sebagai proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan bahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller, 1964; Slama Cazahu, 1973).

Maka secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah-masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemultibahasaan.

2.2.2 Psikolinguistik Behaviorisme

(48)

Menurut kaum behavioris kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya. Proses perkembangan bahasa terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan oleh lingkungannya. Kaum behavioris berpendapat rangsangan (stimulus) dari lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa mereka pandang sebagai suatu kemajuan dari pengungkapan verbal yang berlaku secara acak sampai kepada kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi melalui prinsip pertalian S-R (stimulus-respons) dan proses peniruan-peniruan (Chaer 2009: 222-223).

2.2.3 Teori Kognitif Jean Piaget

Menurut Piaget, yang dikutip Taylor (1990: 231) perkembangan kognitif memengaruhi tahapan-tahapan dalam pemerolehan bahasa dan pada saat yang bersamaan membatasi level pemerolehan bahasa itu sendiri. Piaget, berpendapat justru pikiranlah yang membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada. Pikiranlah yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa, bukan sebaliknya.

Pada periode sensori motor yang dicetuskan Piaget (dari lahir sampai umur dua tahun), anak-anak belajar tentang dunianya melalui rasa, melihat dan manipulasi objek (Taylor, 1990: 231; Clark&Clark, 1977: 300). Piaget (1962) mengemukakan dua hal mengenai hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan pikiran.

a. Sumber kegiatan intelek tidak terdapat dalam bahasa, tetapi dalam periode

(49)

dahulu gambaran-gambaran dari aspek-aspek struktur golongan-golongan dan hubungan-hubungan benda-benda dan bentuk-bentuk dasar penyimpanan dan operasi pemakaian kembali.

b. Pembentuk pikiran yang tepat dikemukakan dan berbentuk terjadi pada waktu yang bersamaan dengan pemerolehan bahasa. Keduanya milik suatu proses yang lebih umum, yaitu konstitusi fungsi lambang pada umumnya. Fungsi lambang ini mempunyai beberapa aspek. Awal terjadinya fungsi lambang ini ditandai oleh bermacam-macam perilaku yang terjadi serentak dalam perkembangannya. Ucapan-ucapan bahasa pertama yang keluar sangat erat hubungannya dan terjadi serentak dengan permainan lambang, peniruan dan bayangan-bayangan mental.

Piaget (1962) menegaskan bahwa kegiatan pemikiran sebenarnya adalah aksi atau perilaku yang telah dinuranikan dan dalam kegiatan-kegiatan sensomotor termasuk juga perilaku bahasa. Yang perlu dingat adalah bahwa dalam jangka waktu sensomotor ini kekekalan benda merupakan perolehan umum.

2.2.4 Sintaksis

Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan

tattein yang berarti “menempatkan”. Secara etimologis, sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata atau kelompok kata menjadi kalimat (Ahmad dalam Putrayasa, 2008: 1).

(50)

Verhaar (1999:161) menyatakan bahwa, sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan. Sintaksis berurusan dengan tatabahasa diantara kata-kata dalam tuturan.

Sintaksis merupakan cabang linguistik yang mempelajari hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa.

Sintaksis adalah telaah mengenai pola-pola yang dipergunakan sebagai sarana untuk menggabungkan kata menjadi kalimat, Stryker dalam (Tarigan, 2009: 4).

Menurut Blonch dan Trager (dalam Tarigan, 2009:4), analisis mengenai konstruksi-konstruksi yang hanya mengikutsertakan bentuk-bentuk bebas disebut sintaksis. Sedangkan, menurut Ramlan dalam Keraf, sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur frase dan kalimat (2009: 4).

Berdasarkan pernyataan-pernyataaan di atas, dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah ilmu tata kalimat yang membahas susunan kalimat dan bagiannya; lingkungan gramatikal dari suatu unsur bahasa yang menentukan fungsi, kategori, dan peran unsur tersebut.

2.2.5 Kalimat

(51)

Menurut (Hasan Alwi, dkk., 2003: 311) kalimat merupakan satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan maupun tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik (.); tanda tanya (?); atau tanda seru (!); sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (;), tanda pisah (-), dan spasi. Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda baca sepadan dengan jeda. Pengertian kalimat pada penelitian ini adalah kalimat sebagai satu pikiran yang lengkap, meskipun hanya terdapat satu kata pun dapat dikatakan sebagai kalimat.

2.2.6 Pola Kalimat Dasar

Menurut Hasan Alwi, dkk. (2003: 321), terdapat lima fungsi sintaksis yang digunakan untuk pemerian kalimat, antara lain: subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Dalam satu kalimat tidak selalu terdapat kelima fungsi sintaksis terisi, tetapi paling tidak harus ada konstituen pengisi subjek dan prdikat. Kehadiran konstituen lainnya banyak dipengaruhi oleh konstituen pengisi predikat.

Contoh kalimat:

1) Dia [S] tidur [P] di kamar depan [Ket].

(52)

4) Buku itu [S] terletak [P] di meja [Ket.] kemarin [Ket.]

Pada contoh di atas, konstituen yang dicetak miring dapat dihilangkan tanpa mengakibatkan kejanggalan kalimat dalam arti bahwa kalimat dapat tetap dipahami tanpa harus diketahui konteks situasi pemakainya. Kalimat dimulai dari subjek, kemudian predikat, lalu objek, pelengkap, dan akhirnya keterangan jika tiga unsur yang terakhir itu hadir (objek, pelengkap, dan keterangan). Setelah memperhatikan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa unsur utama sebuah kalimat yang wajib ada adalah subjek dan predikat selanjutnya unsur yang lain bisa ada ataupun tidak. Jika diamati lebih mendalam dalam pemakaian bahasa Indonesia, misalnya kalimat dalam suatu teks, akan banyak ditemukan kalimat yang memiliki susunan unsur yang berbeda dari contoh di atas, terutama yang menyangkut letak keterangan dan letak predikat terhadap subjek kalimat. Keterangan dalam bahasa Indonesia banyak jenisnya dan letaknya dapat berpindah-pindah, di akhir, di awal, dan bahkan di tengah kalimat. misalnya seperti contoh berikut:

[image:52.612.103.554.565.681.2]

1) Dia membeli mangga kemarin. 2) Kemarin dia membeli mangga. 3) Dia kemarin membeli mangga.

Tabel. Pola-pola kalimat dasar (Alwi, dkk., 2003: 322)

Fungsi

Tipe

Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan

(53)

2. S-P-O Ayahnya Rani membeli mendapat mobil baru hadiah - - - - 3. S-P-Pel. Beliau

Pancasila menjadi merupakan - - ketua koperasi dasar negara kita - -

4. S-P-Ket. Kami Kecelakaan itu tinggal terjadi - - - - di Jakarta minggu lalu 5.S-P-O-Pel. Dia Dian mengirimi mengambilkan ibunya adiknya uang air minum - - 6.S-P-O-Ket. Pak Raden Beliau memasukkan memperlakukan uang kami - - ke bank dengan baik

2.2.7 Kalimat Berdasarkan Jumlah Klausa

Kalimat berdasarkan jumlah klausa dapat dibagi atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk.

a. Kalimat tunggal adalah kalimat yang proposisinya satu dan karena itu predikatnya pun satu, atau dianggap satu karena merupakan predikat majemuk.

Misalnya: Dia bekerja di bank. Merupakan kalimat tunggal, karena predikatnya hanya bekerja.

(54)

tediri atas lebih dari satu proposisi sehingga mempunyai paling tidak dua predikat yang tidak dapat dijadikan satu kesatuan, maka kalimat majemuk terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat majemuk terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk

bertingkat.

Kalimat majemuk setara adalah jika hubungan antar klausa yang satu dengan

klausa yang lain dalam satu kalimat itu menyatakan hubungan koordinatif. Misalnya: Dia pergi dan istrinya mulai menangis.

Kalimat majemuk bertingkat adalah jika hubungan subordinatif, yakni yang satu

berupa induk, sedangkan yang lain merupakan keterangan tambahan. Misalnya: Dia pergi sebelum istrinya menangis.

2.3Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai psikolinguistik bukanlah baru pertama kali ini dilakukan, sudah ada penelitian tentang masalah tersebut. Namun, yang meneliti khusus “Pemerolehan Kalimat Kompleks Bahasa Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak Usia 4─5 Tahun” belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Fauzi (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa Anak-Anak

Usia 0─5 Tahun: Analisis Psikolinguistik, membahas tentang tahap-tahap pemerolehan

(55)

kombinasi penuh. Tahap perkembangan kombinatori meliputi perkembangan negatif, perkembangan interogatif, dan perkembangan sistem bunyi.

Gustianingsih (2002) dalam tesis yang berjudul “Pemerolehan Kalimat Majemuk

Bahasa Indonesia Pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak” membahas tentang bagaimana kalimat majemuk koordinatif bahasa Indonesia diperoleh anak taman kanak-kanak, yaitu jenis konjungsi kalimat koordinatif apa yang diperoleh anak dan berapa jumlah frekuensinya. Anak TK memiliki pola struktur kalimat majemuk koordinatif bahasa Indonesia yang berbeda dengan orang dewasa. Jenis kalimat majemuk koordinatif yang sedang, akan dan telah dipahami anak TK ternyata berbeda-beda bagi setiap anak. Anak TK memiliki karakteristik kalimat majemuk koordinatif bahasa Indonesia yang berbeda dengan karakteristik bahasa orang dewasa.

Marpaung (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa Batak

Toba Anak Usia 1─5 Tahun, menyimpulkan bahwa tahap-tahap perkembangan

pemerolehan bahasa anak, adalah tahap holofrastik (tahap linguistik pertama), tahap ucapan-ucapan dua kata, tahap perkembangan tata bahasa, tahap tata bahasa menjelang dewasa dalam bahasa Batak Toba.

Rusyani (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa Indonesia Anak Usia 2,5 Tahun (Studi Kasus Terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Usia

(56)

ditemukan fakta bahwa anak yang berusia dua setengah tahun sudah mampu menghasilkan kalimat pada tingkat satu kata, dua kata, dan tiga kata yang sudah memiliki makna yang lengkap. Selain itu, anak juga sudah mampu menghasilkan kalimat dalam modus deklaratif, interogatif dan imperatif.

Lumbanraja (2011) “Pemerolehan Leksikal Nomina Bahasa Angkola Anak Usia

3─4 Tahun, Dari data yang diperoleh, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa

(57)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Usia dini merupakan masa terpenting bagi anak dalam menyerap informasi dan belajar bahasa. Pemerolehan bahasa adalah tahap pertama yang dilalui anak sebelum akhirnya belajar bahasa dalam satuan yang lebih kompleks lagi. Pemerolehan bahasa umumnya berlangsung di lingkungan masyarakat dengan sifat alami dan informal. Pemerolehan bahasa seorang anak sangat berpengaruh terhadap lingkungan di sekitarnya karena pemerolehan bahasa pertama diperoleh dari interaksi anak dengan lingkungannya. Perkembangan bahasa sebagai salah satu dari kemampuan yang harus dimiliki anak, sesuai dengan tahapan usia dan karakteristik perkembangannya. Perkembangan berbicara dan menulis merupakan suatu proses yang menggunakan bahasa ekspresif dalam membentuk arti.

Perkembangan berbicara pada anak tidak terlepas dari kenyataan adanya perbedaan kecepatan berbicara, maupun kualitas dan kuantitas anak dalam menghasilkan bahasa. Anak “mempelajari” bahasa dengan berbagai cara yakni meniru, menyimak, dan

mengekspresikan bahasa sesuai dengan pemerolehan bahasa yang dapat dikuasai dalam pengucapan anak itu saja. Sehingga dalam penyampaian bahasa anak dapat berubah-ubah atau tidak sesuai dengan struktur kalimat dalam berbahasa.

Pembahasan mengenai Pemerolehan Kalimat Kompleks Bahasa Indonesia dalam

Bahasa Lisan Anak Usia 4─5 Tahun ini menitikberatkan pada analisis psikolinguistik

(58)

bahasa kanak-kanak yang kompleks itu berproses menuju sistem yang berlaku umum, walaupun kaidah bahasa anak belum dikatakan sempurna dan bersifat sebagai kaidah peralihan.

Kalimat kompleks ditandai dengan konjungsi seperti, dan, tetapi, sedangkan,

atau, dll. (Leo Indra Ardiana, dkk, 2000:32) Perkembangan bahasa setiap anak berbeda,

di mana bahasa akan muncul dalam waktu yang berbeda, dalam budaya yang berbeda, dan hal tersebut akan membawa perbedaan yang sangat besar pada kemampuan anak berbahasa. Anak usia 4─5 tahun memiliki pemahaman atau pengetahuan yang berbeda dalam memahami konjungsi untuk membentuk kalimat misalnya pada konjungsi atau dan pada konjungsi dan untuk membuat kalimat.

Secara sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Sebuah kata bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Oleh karena itu, Perkembangan bahasa sering menjadi tolok ukur tingkat intelegensi anak meskipun pada hakikatnya perkembangan seorang anak merupakan suatu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi. Artinya seorang anak tidak dapat dikatakan cerdas jika dia hanya bisa memecahan masalah visuo-motor dan fasih berbahasa tanpa diimbangi kemampuan bersosialisasi.

(59)

Pemerolehan kalimat kompleks dapat dilihat dari bidang kajian sintaksis khususnya dalam materi pembelajaran kalimat. Seperti yang dikemukakan di atas, seorang anak tidak dapat dikatakan cerdas jika dia hanya bisa memecahkan masalah visuo-motor dan fasih berbahasa tanpa diimbangi kemampuan bersosialisasi. Akan tetapi, kita masih mempunyai banyak pertanyaan yang tidak terjawab tentang bagaimana sebenarnya anak-anak memperoleh bahasa. Bagaimana cara mereka berbicara dengan mengucapkan kalimat sesuai pemerolehan bahasa yang mereka kuasai. Masalah tersebut menjadi latar belakang penulis mengangkat judul tentang Pemerolehan Kalimat

Kompleks Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Lisan Anak Usia 4─5 Tahun, yang didukung

oleh kemampuan anak dalam menguasai bahasa pada waktu yang relatif singkat.

1.2Perumusan Masalah

Di dalam kalimat kompleks ada dua struktur kalimat yang biasanya dihubungkan dengan konjungsi, tetapi terkadang struktur tersebut hanya dihubungkan dengan tanda koma bahkan tidak ditunjukkan oleh tanda baca atau konjungsi apapun.

Kalimat kompleks terbagi menjadi dua jenis: pertama, kalimat kompleks parataktik yaitu kalimat kompleks yang terdiri dari dua struktur yang memiliki makna setara atau sejajar dengan menggunakan konjungsi “dan”, “tetapi” dan “atau”. Kedua, kalimat kompleks hipotaktik adalah kalimat yang memiliki dua struktur yang maknanya bersifat tidak setara atau sejajar yang digabungkan menjadi satu kalimat dengan menggunakan konjungsi seperti “apabila”, “jika”. “karena”, dan “ketika” (Indriastuti

(60)

Perumusan masalah yang hendak diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pola strukur kalimat kompleks bahasa Indonesia anak usia 4─5 tahun? 2. Jenis kalimat kompleks apa yang paling dominan diperoleh anak usia 4─5 tahun?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah penulis cantumkan di atas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui pola strukur kalimat kompleks bahasa Indonesia anak usia 4─5 tahun. 2. Mengetahui jenis kalimat kompleks apa yang paling dominan dipahami atau

diperoleh anak usia 4─5 tahun.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dan pembaca mengenai pemerolehan kalimat kompleks bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 4─5 tahun.

b. Sebagai sumber referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian di bidang psikolinguistik khususnya pemerolehan kalimat kompleks pada anak. 2. Manfaat Praktis

(61)

b. Mampu memberikan masukan untuk merumuskan perencanaan pengajaran bahasa pendidikan anak usia dini.

(62)

ABSTRAK

PEMEROLEHAN KALIMAT KOMPLEKS BAHASA INDONESIA DALAM BAHASA

LISAN ANAK USIA 4-5 TAHUN

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pemerolehan kalimat kompleks bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 4─5 tahun dengan tujuan mengetahui pola strukur kalimat kompleks bahasa Indonesia anak usia 4─5 tahun dan mengetahui jenis kalimat kompleks apa yang paling dominan dipahami atau diperoleh anak usia 4─5 tahun. Penelitian ini menggunakan teori kognitif Jean Piaget. Data yang ditentukan dalam penelitian ini adalah data lisan. Dalam tahap pengumpulan data, metode yang digunakan yaitu metode simak. Selanjunya peneliti menerapkan teknik libat cakap dan teknik rekam untuk mendapatkan data yang akurat sabagai hasil menyimpan percakapan dalam libat cakap tersebut. Terakhir peneliti menggunakan teknik catat, untuk mencatat data-data yang terkumpul untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan pola struktur kalimat kompleks dan jenis-jenis kalimat kompleks tersebut. Dalam menganalisis data digunakan metode agih dengan menggunakan teknik dasar dan teknik lanjutan. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa anak-anak usia 4 sampai 5 tahun dapat memeroleh kalimat kompleks dengan baik sesuai kemampuan anak berbicara dan memahami bahasa melalui rangsangan dari lingkungannya.

Kata Kunci: Kalimat Kompleks Bahasa Indonesia, Anak Usia 4─5 tahun, Sintaksis, Teori

(63)

PEMEROLEHAN KALIMAT KOMPLEKS BAHASA INDONESIA DALAM BAHASA

LISAN ANAK USIA 4-5 TAHUN

SKRIPSI

MAYA ANGELIKA SEMBIRING

NIM 120701018

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(64)

PEMEROLEHAN KALIMAT KOMPLEKS BAHASA INDONESIA DALAM BAHASA

LISAN ANAK USIA 4-5 TAHUN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar

Sarjana Humaniora

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(65)

PRAKATA

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan perlindungan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian yang berjudul Pemerolehan Kalimat Kompleks Bahasa Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak Usia 4─5

Tahun dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Terima kasih peneliti sampaikan kepada Dr. Drs. Budi Agustono, M.S., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Dr. Husnan Lubis, M.A., sebagai Pembantu Dekan I, Drs. Syamsul Tarigan, sebagai Pembantu Dekan II, dan Drs. Yudi Adrian Mulyadi, M.Hum., sebagai Pembantu Dekan III. Kepada Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia, dan Drs. Haris Sutan Lubis, M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum., selaku pembimbing I dan Dra. Rosliana Lubis, M.Si., selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada Dr. Dwi Widayati, M.Hum., dan Drs. Pribadi Bangun, M.Hum., selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Dr. Ida Basaria, M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat dan semangat semasa perkuliahan.

(66)

Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada keluarga terutama ayah Maju Sembiring dan ibu Jendariahta Tarigan S.E., abang Jemmi Youreta Sembiring dan adik Ananda Kawalta Sembiring yang selalu memberikan doa, cinta kasih, semangat, perhatian, dan pengorbanan yang begitu besar kepada peneliti. Kepada kekasih Ebenhezer Ginting yang peneliti sayangi, terima kasih buat waktu, semangat, perhatiaan dan dukungan yang begitu besar dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Terima kasih juga kepada sahabat Fetty Aprilya, Monica Elsa, Meylani, Triwanty dan teman-teman Beb Andrhi Brema, Aldo, Jhon, Bang Binsar, Adik Roida, Elovani, Hariati, Izri, Hatta, Diana, Bang Elwyn, Bang Eli Fernando, Kak Dian atas segala bantuan baik moril maupun materil hingga skripsi ini selesai.

Peneliti juga menyampaikan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia atas indahnya pertemanan yang terjalin selama masa perkuliahan.

Akhirnya dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati, peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Atas partisipasi dan dukungannya peneliti sampaikan terima kasih.

Medan, April 2016

(67)

ABSTRAK

PEMEROLEHAN KALIMAT KOMPLEKS BAHASA INDONESIA DALAM BAHASA

LISAN ANAK USIA 4-5 TAHUN

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pemerolehan kalimat kompleks bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 4─5 tahun dengan tujuan mengetahui pola strukur kalimat kompleks bahasa Indonesia anak usia 4─5 tahun dan mengetahui jenis kalimat kompleks apa yang paling dominan dipahami atau diperoleh anak usia 4─5 tahun. Penelitian ini menggunakan teori kognitif Jean Piaget. Data yang ditentukan dalam penelitian ini adalah data lisan. Dalam tahap pengumpulan data, metode yang digunakan yaitu metode simak. Selanjunya peneliti menerapkan teknik libat cakap dan teknik rekam untuk mendapatkan data yang akurat sabagai hasil menyimpan percakapan dalam libat cakap tersebut. Terakhir peneliti menggunakan teknik catat, untuk mencatat data-data yang terkumpul untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan pola struktur kalimat kompleks dan jenis-jenis kalimat kompleks tersebut. Dalam menganalisis data digunakan metode agih dengan menggunakan teknik dasar dan teknik lanjutan. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa anak-anak usia 4 sampai 5 tahun dapat memeroleh kalimat kompleks dengan baik sesuai kemampuan anak berbicara dan memahami bahasa melalui rangsangan dari lingkungannya.

Kata Kunci: Kalimat Kompleks Bahasa Indonesia, Anak Usia 4─5 tahun, Sintaksis, Teori

(68)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ……….. ii

PENGHARGAAN ……….. iii

ABSTRAK ………... v

DAFTAR ISI ……… vi

BAB I PENDAHULUAN ...……… 1

1.1Latar Belakang ……… 1

1.2Perumusan Masalah ……….... 3

1.3Tujuan Penelitian ……… 3

1.4Manfaat Penelitian ………..……… 4

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ………... 6

2.1 Konsep ………...………. 6

2.1.1 Pemerolehan Bahasa ……… 6

2.1.2 Kalimat Komple

Gambar

Tabel. Pola-pola kalimat dasar (Alwi, dkk., 2003: 322)

Referensi

Dokumen terkait

2 I WAYAN ADNYANAS.Sn., M.Sn Modal sosial Institusional Pita Maha (Praktik Sosial Pelukis Bali 1930-an) Seni Murni FSRD DISERTASI DOKTOR 50,000,000 PUSAT.. 3 Drs.I WAYAN MUDANA,

Hambatan yang terjadi pada saat pemboran dengan menggunakan lumpur Smooth Fluid 05 diantaranya adalah shale reaktif dan hilang lumpur maka dari itu dilakukan evaluasi dari segi

Tri Bhanga Dalam Nuansa Monochromatik Seni Murni FSRD PENCIPTAAN 19,000,000 DIPA DATA USULAN PROPOSAL PENELITIAN TAHUN 2013 DI DANAI TAHUN 2013. FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

Dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa kedua ekstrak dengan dosis tunggal memiliki potensiasi yang sama dalam menurunkan kadar asam urat mencit putih

Bafadal (2006:4) memaparkan bahwa yang dimaksud dengan perpustakaan sekolah adalah kumpulan bahan pustaka, baik berupa buku maupun bahan non buku yang

nandaan yang dapat diaplikasikan pada produk tekstil atau pada aksesoris jika persyaratan umum dan khu- sus pemberian otorisasi telah dipenuhi dan jika otori- sasi penggunaan tanda

Multi akad adalah kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu muamalah atau transaksi yang meliputi dua akad atau lebih, misalnya satu transaksi yang terdiri dari akad

Perlu ditjatat disini, bahwa djumlah-djumlah otorisasi-otorisasi pengeluaran jang termaksud diatas belum merupakan djumlah pe- ngeluaran jang sebenarnja, sebab