• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, B.F. 2013. Studi Teknologi Penangkapan Pengerih di Desa Teluk Kecamatan Kuala Kampar kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Skripsi, Departeman Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautanan. Universitas riau.

Astuti, E.M. 2005. Dimensi Unit Penangkapan Pukat Udang dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Udang di Perairan Laut Arafura. Skripsi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Arifin, F. 2008. Optimasi Perikanan Layang Di Kabupaten Selayar Provinsi Sulawesi Selatan. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dinas Perikanan dan Kelautan. 2002. Buku Diskripsi Kapal dan Alat Tangkap Perikanan Yang Telah Dimodifikasi di Sumatera Utara. Medan.

FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO Fisheri Department. 24p.

Gardenia, Y.T. 2006. Teknologi Penangkapan Pilihan Untuk Perikanan Rajungan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Geonita, G. 2004. Ketajaman Penglihatan Kakap Merah Dalam Kaitannya Dengan Proses Penangkapan Menggunakan Pancing Ulur. Skripsi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Hariyanto, T. Mulyono S Baskoro. John Haluan dan Budi H Iskandar. 2008. Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan Brbasis Komoditas Potensial Di Teluk Lampung. Jurnal Saintel Perikanan. Vol. 4 : 16 -24.

Iskandar, D. 2010. Perbandingan Hasil Tangkapan Udang Dengan Menggunakan Lapdu, Giltong Dan Trammel Net Di Perairan Sengga Kabupaten Teluk Bintuni. Departemen Pemanfaatan Sumbersaya Perikanan. Bogor. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6. Hal : 22 -29.

(2)

Latuconsina, H. 2007. Identifikasi Alat Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan di Kawasan Konservasi Laut Pulau Pombo Provinsi Maluku.

Mahulette, R.T. 2004. Perbandingan Teknologi Alat Tangkap Bubu Dasar Untuk Mengetahui Efektivitas Penangkapan Ikan Demersal Ekonomis Penting di Klungkung Bali. Jakarta.

Martasuganda, S. 2008. Jaring Insang (Gillnet). Edisi Revisi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nanholy. A, C. 2013. Evaluasi Alat Tangkap Ikan Pelagis Yang Ramah Lingkungan di Perairan Maluku dengan Menggunakan Prinsip CCRF (Code of Conduct for Responsible Fisheries). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Ambon. Jurnal Ilmu Hewani Tropika. Vol 2. No 1.

Partosuwiryo, S. 2008. Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan. Penerbit Citra Aji Pratama. Yogyakarta.

Pemerintahan Kabupaten Asahan, 2008. Kondisi Geografis. (http://www.pemkab-asahan.co.id. Diakses Pada Tanggal 1 Mei 2013.

Pulungan. A. A. Brown dan P. Rengi. 2012. Studi Teknolongi Penangkapan Gombang di Desa Centai Kecamatan Pulau Merba Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Skripsi, Departeman Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautanan. Universitas riau. Rosalina, D. 2008. Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Optimasi

Sumberdaya Ikan Pelagis Di Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. bogor.

Ramadhan, D. 2008. Keramahan Gillnet Millenium Indramayu Terhadap Lingkungan: Analisis Hasil Tangkapan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Sudirman dan A. Mallawa. 2000. Teknik Penangkapan Ikan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Sulkifli, A. Baso dan Susanto. 2009.Peningkatan Pendapatan Nelayan Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus)Melalui Pendekatan Agribisnis di Kabupaten Maros. Jurnal Ilmu kelautan dan Perikanan. Vol.19 (3): 150-158.

(3)

Sutanto, H. A. 2005. Analisis Efesiensi Alat Tangkap Perikanan Gill Net dan Cantrang (Studi di Kabupaten Pemalang Jawa Tengah). Tesis. Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro Semarang.

Syahrir, R.M. 2011. Manajemen Penangkapan Ikan Pelagis di Perairan Teluk Apar Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Tesis IPB. Bogor. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Kewenangan Daerah.

(4)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2013 di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai. Peta lokasi Penelitian dapat dilihat pada gambar Gambar 7.

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan Penelitian

(5)

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan deskriptif survei dan wawancara serta data sekunder dari instasi terkait. Kegiatan survei lapangan dilakukan dengan nelayan sebagai responden dengan alat tangkap sebagai objek penelitian. Penentuan sampel nelayan dengan jumlah nelayan mencapai 2399 orang, penentuan sampel dalam penelitian ini menurut Hoddi, dkk (2011) peneliti menggunakan Rumus Slovin, sebagai berikut :

n = 2

 = 95,9 orang atau digenapkan menjadi 100 sampel

Dimana :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

e = Batas ketelitian yang digunakan

(6)

Analisis Data

Analisis keramahan lingkungan alat tangkap

Kriteria utama penilaian terhadap keramahan lingkungan, berdasarkan ketentuan FAO (1995) kriteria alat tangkap ramah lingkungan memenuhi 9 kriteria diantaranya adalah:

1. Mempunyai selektifitas yang tinggi 2. Tidak merusak habitat

3. Menghasilkan ikan berkualitas tinggi 4. Tidak membahayakan nelayan

5. Produksi tidak membahayakan konsumen

6. By-catch rendah (hasil tangkap sampingan rendah) 7. Dampak ke biodiversity

8. Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi 9. Diterima secara sosial

(7)
(8)

Di mana pada setiap masing-masing kriteria terdapat 4 sub kriteria yang akan di nilai. Dari 4 sub kriteria tersebut pembobotan nilainya di tinjau dari nilai terendah hingga nilai tertinggi. Cara pembobotan dari 4 sub kriteria tersebut adalah dengan membuat skor dari nilai terendah hingga nilai tertinggi seperti berikut : skor 1 untuk sub kriteria pertama, skor 2 untuk sub kriteria kedua, skor 3 untuk sub kriteria ketiga, skor 4 untuk sub kriteria keempat.

Setelah skor/nilai sudah di dapat, kemudian di buat reference point yang dapat menjadi titik acuan dalam menentukan rangking. Disini skor atau nilai maksimumnya adalah 36 point, sedangkan kategori alat tangkap ramah lingkungan akan di bagi menjadi 4 kategori dengan rentang nilai sebagai berikut : 1 – 9 sangat tidak ramah lingkungan, 10 – 18 tidak ramah lingkungan, 19 – 27 ramah lingkungan, 28 – 36 sangat ramah lingkungan. Sehingga untuk menentukan hasil akhirnya yaitu ; jumlah total bobot nilai dibagi total responden atau digunakan rumus ketatapan sebagai berikut (Aditya, dkk., 2013).

X = ∑ � −� ,….��

N

= ∑�� N

Keterangan : Xn = jumlah total bobot nilai N = total responden

(9)

Sangat tidak ramah lingkungan, (2) Tidak ramah lingkungan, (3) Ramah lingkungan dan (4) Sangat ramah lingkungan. Katagori ramah lingkungan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Katagori skor keramahan lingkungan alat tangkap

No Katagori Skor Katagori

1 Sangat Tidak Ramah Lingkungan Memenuhi 1-9 Indikator

2 Tidak Ramah Lingkungan Memenuhi 10-18 Indikator

3 Ramah Lingkungan Memenuhi 19-27 Indikator

4 Sangat Ramah Lingkungan Memenuhi 28-36 Indikator

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Analisis Keramahan Lingkungan Alat Tangkap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat tangkap yang paling banyak digunakan nelayan Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai adalah alat tangkap jaring insang (gill net), jaring insang dasar, rawai, pancing dan perangkap (bubu). Dalam upaya mengetahui tingkat keramahan lingkungan alat tangkap yang digunakan di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai, maka peneliti memilih responden sebanyak 20 orang per alat tangkap untuk mengisi angket yang telah disediakan dan diharapkan dapat mewakili jawaban dari para nelayan. Adapun jawaban dari responden tentang keramahan lingkungan alat tangkap menurut kriteria yang ditetapkan Food Agriculture Organization (FAO) (1995) untuk alat tangkap jaring insang (gill net) dapat dilihat pada Tabel 3, jaring insang dasar pada Tabel 4, rawai pada Tabel 5, pancing pada Tabel 6 dan perangkap (bubu) pada Tabel 7.

(11)

Tabel 3. Kriteria Teknologi Penangkapan Jaring Insang Yang Ramah Lingkungan Menurut FAO (1995) No Kriteria alat tangkap ramah

lingkungan menurut FAO (1995)

6 Hasil tangkapan yang terbuang minimum.

2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 53

(12)

Tabel 4. Kriteria Teknologi Penangkapan Jaring Insang Dasar Yang Ramah Lingkungan Menurut FAO (1995) No Kriteria alat tangkap ramah

lingkungan menurut FAO (1995)

6 Hasil tangkapan yang terbuang minimum.

2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 33

(13)

Tabel 5. Kriteria Teknologi Penangkapan Rawai Yang Ramah Lingkungan Menurut FAO (1995) No Kriteria alat tangkap ramah

lingkungan menurut FAO (1995)

6 Hasil tangkapan yang terbuang minimum.

2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 52

(14)

Tabel 6. Kriteria Teknologi Penangkapan Pancing Yang Ramah Lingkungan Menurut FAO (1995) No Kriteria alat tangkap ramah

lingkungan menurut FAO (1995)

6 Hasil tangkapan yang terbuang minimum.

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 55

(15)

Tabel 7. Kriteria Teknologi Penangkapan Perangkap (Bubu) Yang Ramah Lingkungan Menurut FAO (1995) No Kriteria alat tangkap ramah

lingkungan menurut FAO (1995)

6 Hasil tangkapan yang terbuang minimum.

2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 45

(16)
(17)

Tabel 8. Hasil Keramahan Lingkungan Alat Tangkap

No Jenis alat tangkap Skor Kriteria

1 Jaring insang (Gillnet) 32,1 Sangat ramah lingkungan

2 Jaring insang dasar 24,7 Ramah lingkungan

3 Rawai 25,4 Ramah lingkungan

4 Pancing 30,3 Sangat ramah lingkungan

5 Perangkap (Bubu) 26,4 Ramah lingkungan

Sumber: Data primer, 2013

(18)

Gambar 8. Skor Keramahan Lingkungan Alat Tangkap

0 5 10 15 20 25 30

35 32,1

24,7 25,4

30,3

26,4

Alat Tangkap

Sko

r

: Sangat ramah lingkungan : Ramah

(19)

Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan dengan alat tangkap jaring insang permukaan, jaring insang dasar, rawai, pancing dan perangkap (bubu) di perairan selat malaka di Desa Bagan Asahan yaitu dilakukan dengan wawancara terhadap nelayan. Hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 9. Komposisi Hasil Tangkapan

No Alat Tangkap Jenis Tangkapan HasilTangkapan

(Kg) Nama Lokal Nama Latin

1 Jaring Insang (Gillnet)

Udang swallow Penaues indicus 358,1 Kg/bulan

Lidah Cynoglossus lingua 85,6 Kg/bulan

Rajungan Portunus pelagicus 12 Kg/bulan

Pari Trygon sephen 303 Kg/bulan

2 Jaring Insang Dasar

Rajungan Portunus pelagicus 1448 Kg/bulan

Pari Trygon sephen 21,2 Kg/bulan

3

Alu-alu Trichiurus savala 40 Kg/bulan

Jenaha Lutjanus synagris 26,4 Kg/bulan

Pari Trygon sephen 138,4 Kg/bulan

Kakap putih Lates calcarifer 163,1 Kg/bulan

Malong Muarenesox

cinareus

17,2 Kg/bulan

Gabus Channa striatus 5,8 Kg/bulan

5 Perangkap (Bubu)

Rajungan Portunus pelagicus 879 Kg/bulan

Sumber: Data primer, 2013

(20)

hasil tangkapan lebih tinggi yaitu alat tangkap jaring insang dasar dan bubu. Dapat dilihat pada gambar berikut ini (Gambar 9)

(21)

Pembahasan

Analisis Keramahan Lingkungan Alat Tangkap

Tabel 3 menunjukkan kriteria teknologi penangkapan jaring insang (gill net) diperoleh skor 32,1, maka alat tangkap jaring insang tergolong ke dalam alat tangkap yang sangat ramah lingkungan hal ini sesuai dengan FAO (1995) yaitu skor indikator memenuhi 28 – 36 maka alat tangkap tersebut tergolong sangat ramah lingkungan. Dapat disimpulkan alat tangkap tersebut mempunyai selektivitas tinggi yaitu menangkap kurang lebih tiga spesies dengan ukuran relatif seragam, aman bagi habitat yaitu tidak merusak habitat disekitar daerah penangkapan dan ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap seperti ikan hiu dan merah. Maka alat tangkap jaring insang ini termasuk alat tangkap yang sangat ramah lingkungan. Menurut Nanlohy (2013) jaring insang merupakan alat tangkap yang sangat ramah lingkungan. Oleh karena itu alat ini cukup mendukung terhadap aspek ramah lingkungan. Alat ini mempunyai selektifitas yang tinggi dan tidak berpengaruh terhadap nelayan. sedangkan menurut Arifin (2008) berdasarkan hasil skoring dari kriteria keramahan lingkungan alat tangkap jaring insang termasuk katagori alat tangkap ramah lingkungan, dimana teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampak lingkungan, tidak merusak dasar perairan.

(22)

menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit sehingga dapat merusak habitat disekitar penangkapan. Tetapi alat tangkap jaring insang dasar ini tergolong ramah lingkungan, dimana alat tangkap tersebut masi didalam kriteria mempunyai selektivitas yang tinggi yaitu menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam, aman bagi konsumen dan tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Menurut Lotuconsina (2010) jaring insang dasar tergolong alat tangkap ramah lingkungan dengan bersifat menetap didasar perairan sehingga tidak merusak karang secara meluas, sedangkan perbandingan menurut Susanto (2007) alat tangkap jaring insang dasar memiliki kondisi kurang ramah lingkungan dengan nilai dibawah 60%. Sesuai dengan pendapat Monintja (2000) dan Mallawa (2005) bahwa alat tangkap disebut ramah lingkungan bila memenuhi kriteria yang ditentukan dengan nilai skor lebih dari 60%.

Pada tabel 5 hasil kriteria teknologi penangkapan rawai diperoleh skor 25,4 maka alat tangkap rawai tergolong ke dalam alat tangkap yang ramah lingkungan hal ini sesuai dengan FAO (1995) yaitu skor indikator memenuhi 19 – 27 maka alat tangkap tersebut tergolong ramah lingkungan. Kekurangan dari alat tangkap tersebut yaitu mempunyai selektivitas yang tinggi yaitu menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan variasi yang berbeda dan sesekali menangkap ikan yang dilindundungi seperti ikan hiu dan ikan merah tetapi alat tangkap rawai ini termasuk aman bagi nelayan dan tidak membahayakan konsumen yaitu relatif aman bagi konsumen. Menurut Nanlohy (2013) rawai termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan dalam pengoperasiannya tidak menggunakan bahan berbahaya,

(23)

produk rawai dipastikan aman bagi konsumen dan tidak bertentangan dengan budaya serta memenuhi peraturan perikanan yang berlaku.

Hasil keramahan lingkungan alat tangkap pancing pada tabel 6 diketahui kriteria teknologi penangkapan pancing ulur diperoleh skor 30,3 maka alat tangkap pancing tonda tergolong ke dalam alat tangkap yang sangat ramah lingkungan hal ini sesuai dengan FAO (1995) yaitu skor indikator memenuhi 28 – 36 maka alat tangkap tersebut tergolong sangat ramah lingkungan, dimana alat tangkap ini mempunyai nilai yang tinggi dalam katagori sangat ramah lingkungan dengan kriteria aman bagi nelayan tidak merusak habitat disekitar penangkapan dan diterima secara social yaitu menguntungkan dan tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Menurut Nanlohy (2013) pancing tonda merupakan alat tangkap yang cukup sempurna dalam penilaian terhadap alat tangkap ramah lingkungan. Oleh karena itu alat tangkap ini dapat mewakili semua kriteria-kriteria penilaian terhadap aspek ramah lingkungan dan memenuhi selektifitas tinggi dan produknya tidak membahayakan konsumen.

(24)

wilayah sempit pada daerah pengoperasian tersebut. Menurut Hariyanto, dkk (2008) bubu termasuk alat tangkap ramah lingkungan dengan memenuhi kriteria tidak membahayakan nelayan, menghasilkan ikan bermutu baik, produk tidak membahayakan konsumen, minimum hasil tangkapan yang terbuang, tidak menangkap spesies yang dilindungi.

(25)

Hasil Tangkapan

Berdasarkan hasil tangkapan alat tangkap jaring insang (gill net) yaitu hasil tangkapan dalam 1 bulan diperoleh Udang swallow 381,8 kg, lidah 85,6 kg, rajungan 12 kg, dan pari 30,3 kg. Menurut Partosuwiryo (2008) hasil tangkapan 25-80 kg, terdiri atas ikan tongkol, pari, mayung, dan terkadang tertangkap juga bandeng. sedangkan menurut Iskandar (2010) dominan hasil tangkapan jaring insang adalah udang putih (penaeus indicus), ikan lidah, rajungan dan sebelah.

Hasil tangkapan yang diperoleh alat tangkap jaring insang dasar yaitu dominan hasil tangkapan yang di peroleh adalah rajungan (Portunus pelagicus) sebanyak 1448 kg, dan hasil tangkapan sampingannya adalah ikan pari sebanyak 21,2 kg menurut Sulkifli, dkk (2009) alat tangkap jaring insang dasar (bottom gillnet) khusus menangkap kepiting rajungan, didasarkan pada kebiasaan dan pengalaman nelayan dalam melakukan operasi penangkapan. Operasi penangkapan yang memiliki pantai berlumpur atau pasir bercampur lumpur. Sedangkan menurut Gardenia (2006) hasil tangkapan utama jaring kejer atau jaring insang dasar adalah rajungan yang tertangkap jenis Portunus pelagicus, sementara itu hasil tangkapan sampingan jaring kejer adalah rangah (Murex sp), udang ronggeng (Oratusquilla sp), kembung (Rastrelliger sp), pari (Trygon sephen).

(26)

tangkap rawai terdiri atas ikan mayung, remang, bambang, layur, cucut, kakap, kerapu, dan lamcam.

(27)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan teknologi penangkapan ikan yang ramah diperoleh hasil sesuai denga ketentuan Food Agriculture Organization (FAO), pada lokasi penelitian alat tangkap yang sangat ramah lingkungan adalah jaring insang (gill net) dan pancing ulur, sedangkan alat tangkap jaring insang dasar, rawai, dan perangkap (bubu) adalah alat tangkap yang ramah lingkungan.

2. Produksi hasil tangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap ramah lingkungan (jaring insang dasar, rawai dan bubu) lebih banyak dibandingkan alat tangkap sangat ramah lingkungan (jaring insang (gill net) dan pancing).

Saran

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Sumberdaya Perikanan

Indonesia terletak di titik puncak ragam jenis ikan laut dari perairan tropis Indo-Pasifik yang merupakan sistem ekologi bumi terbesar yang terbentang dari pantai barat Benua Amerika dan pantai-pantai timur Benua Afrika. Diperikanan laut Indonesia memiliki kurang lebih 3.000 jenis ikan bersirip dan lebih dari 100 jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008).

Perikanan tangkap adalah suatu upaya/kegiatan yang menyangkut pengusahaan suatu sumberdaya di laut atau melalui perairan umum melalui cara penangkapan baik secara komersial atau tidak. Kegiatan ini meliputi penyediaan prasarana, sarana, kegiatan penangkapan, penanganan hasil tangkapan, pengolahan serta pemasaran hasil (Nurhakim, 2006 diacu oleh Pulungan, 2012).

Usaha penangkapan ikan merupakan usaha yang dilakukan oleh nelayan secara terus menerus dari waktu ke waktu dengan menggunakan bermacam-macam alat tangkap dan bantuan armada perikanan, dari alat tangkap ikan yang ada dan masih beroperasi menggunakan alat tangkap yang non selektif dan melanggar peraturan yang berlaku usaha ini berlangsung secara turun menurun

dengan jumlah nelayan dan rumah tangganya selalu meningkat (Dinas Perikanan dan Kelautan, 2002).

(29)

tergantung pada tingkat upaya penangkapan dan besarnya populasi atau kesediaan ikan. Dalam hal ini ada dua pengertian upaya penangkapan, yaitu (1) upaya penangkapan nominal, (2) upaya penangkapan efektif. Upaya penangkapan nominal diukur berdasarkan jumlah nominalnya, antara lain dengan satuan jumlah kapal, alat tangkap maupun trip penangkapan yang distandarisasikan dengan satuan baku. Sementara itu upaya penangkapan efektif diukur berdasarkan besarnya dampak yang ditimbulkan terhadap kelimpahan sediaan ikan atau laju kematian karena kegiatan penangkapan (Purwanto, 1990 diacu oleh Rosalina, 2008).

Sebagaimana kita ketahui bahwa potensi sumberdaya ikan adalah suatu sumberdaya hayati yang bersifat open akses dan Common Properties (milik bersama), maka untuk tercapainya pemanfaatan sumberdaya ikan di Sumatera Utara optimal dan terhindarnya dari kerusakan pada perairan padat tangkap diperlukan seperangkat kebijaksanaan dan upaya pengelolaan sumberdaya ikan yang dipandang memadai (Dinas Perikanan dan Kelautan, 2002).

(30)

Alat Tangkap Ramah Lingkungan

Alat tangkap adalah alat-alat dan perlengkapannya yang digunakan untuk tujuan penangkapan ikan. alat bantu penangkapan adalah semua alat atau benda yang dapat digunakan untuk membantu memperlancar kegiatan penangkapan secara langsung maupun tidak langsung. Berdasar penempatannya, alat bantu penangkapan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu diatas kapal (armada) dan di laut (air). Masing-masing alat tangkap mempunyai karakteristik, sifat, bentuk, teknik pengoperasian, maupun sasaran tangkap yang berbeda. Hal tersebut sesuai dengan kondisi bervariasi dan belum dimanfaatkan secara optimal (Partosuwiryo, 2008).

Teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan pada prinsipnya yaitu teknologi yang dipergunakan dalam menangkap ikan tanpa mempengaruhi kualitas lingkungan hidup. Sejalan dengan itu, pengembangan teknologi penangkapan ikan perlu diarahkan menuju ke arah terciptanya teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan sehingga pada akhirnya akan terwujud pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan (sustainable fisheries). Oleh karena itu, perlu adanya kriteria-kriteria tentang teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan (Ramadhan, 2008).

(31)

Masing-masing alat tangkap mempunyai karakteristik, sifat, bentuk, teknik pengoperasian, maupun sasaran tangkap yang berbeda. Hal tersebut sesuai dengan tuntutan luasnya perairan Nusantara dengan kondisi bervariasi dan belum dimanfaatkan secara optimal (Partusuwiryo, 2008).

Menurut Monintja (2000), perlu adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan. Pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan, teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, rute dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan. Suatu kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan memiliki ciriciri sebagai berikut :

1. Selektivitas tinggi artinya, teknologi yang digunakan mampu meminimalkan hasil tangkapan yang bukan merupakan target.

2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian produksi ikan.

3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan /menggunakan teknologi tersebut.

4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan konsumen.

5. Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim.

(32)

7. Dapat diterima, secara sosial, artinya di masyarakat nelayan tidak menimbulkan konflik.

Kriteria untuk kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan adalah 1. Menerapkan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan

2. Jumlah hasil tangkapan yang tidak melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan

3. Menguntungkan 4. Investasi rendah

5. Penggunaan bahan bakar minyak rendah

6. Memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku

keuntungan kepada nelayan dan pemerintah, tetapi dalam jangka panjang jika penambahan alat tangkap tersebut tidak dikelola dengan baik justru akan mendatangkan bencana kerusakan sumberdaya dikemudian hari di kalangan nelayan, jika bahwa suatu alat tangkap yang dioperasikan untuk menangkap suatu jenis sumberdaya ikan memberikan keuntungan, maka nelayan akan beramai-ramai menambah atau mengalih fungsikan kealat tangkap yang dimaksud, sehingga alat tangkap tersebut akan semakin banyak. Agar jumlah alat tangkap tersebut tidak melebihi kapasitas maksimumnya maka perlu dilakukan penetepan jumlah armada penangkapan yang diijinkan beroperasi untuk menangkap ikan. kebijakan ini akan berhasil jika didukung oleh kesadaran hukum nelayan yang tinggi (Wiyono, 2001).

(33)

pengelolaan perikanan Republik Indonesia dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat atau cara, dan bangunan yang dapat merugikan atau membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya (Nikijuluw, 2008 diacu olehRamadhan, 2008).

Agar kelestarian sumberdaya ikan terjamin, diperlukan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan. Alat tangkap ramah lingkungan adalah alat tangkap yang apabila dioperasikan untuk kegiatan penangkapan ikan tidak merusak atau menggangu kelestarian sumberdaya ikan dan dapat diusahakan secara berkelanjutan (Partosuwiryo, 2008).

Jenis-jenis Alat Tangkap Ikan 1. Jaring Insang (gill net)

Pengertian dari jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring monofilamen atau multifilamen yang dibentuk menjadi empat persegi panjang, pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan pada bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat (singkers) sehingga dengan adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah penangkapan dalam keadaan tegak menghadang biota perairan. Jumlah mata jaring ke arah horisontal atau ke arah mesh length (ML) jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mata jaring kearah vertikal atau ke arah mesh depth (MD) (Martasuganda, 2008).

(34)

lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya. Dengan kata lain, jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size pada arah panjang jaring (Sudirman dan Mallawa, 2000).

Jaring insang adalah jaring insang yang cara pengoperasiannya dibiarkan hanyut di perairan, baik itu dihanyutkan dipermukaan perairan, kolom perairan atau dihanyutkan didasar perairan. Jaring insang yang dihanyutkan di permukaan perairan disebut jaring insang hanyut permukaan (surface drift gillnet), yang dihanyutkan di kolom perairan disebut dengan jaring insang hanyut kolom perairan (mid water/submerged drift gill net), dan yang dihanyutkan di dasar perairan (bottom drift gill net) (Martasuganda, 2008).

Jaring insang hanyut dalam bentuk yang sangat sederhana hanya mempunyai ukuran beberapa meter dan banyak digunakan oleh nelayan, dalam ukuran besar jaring insang hanyut dapat mencapai ukuran panjang anatar 300-500 m, yaitu terdiri atas beberapa tinting yang digabungkan menjadi satu, sedangkan pada jaring insang nilon terdiri atas lima tinting jaring. Tiap tiap tinting berukuran panjang antara 40-60 m (ukuran ris) dan lebarnya antara 60-140 mata jaring (Partosuwiryo, 2008).

(35)

dalam satu trip akan berbeda menurut nelayan yang mengoperasikannya dan jenis ikan yang akan dijadikan target penangkapan. Untuk yang berskala besar yang dioperasikan di laut lepas, setting biasanya dilakukan disore hari menjeleang matahari terbit dan hauling dilakukan pagi hari. Pemasangan jaring yang baik adalah tegak lurus atau memotong miring terhadap arah arus (Martasuganda, 2008).

Pada surface gill net salah satu ujung jaring ataupun pada kedua ujungnya diikatkan tali jangkar, sehingga letak (posisi) jaring menjadi tertentu oleh letak jangkar. Beberapa piece digabungkan menjadi satu, dan jumlah piece harus disesuaikan dengan fishing ground. Float line (tali pelampung, tali ris atas) akan berada dipermukaan air (sea surface). Dengan demikian arah rentangan dengan arah arus, angin (Sudirman dan Mallawa, 2000).

Menurut Martasuganda (2008), kontruksi jaring insang ada terdiri dari satu lembar jaring, dua lembar jaring, dan ada juga yang terdiri dari tiga lembar jaring. Untuk jaring insang yang kontruksinya hanya terdiri dari satu lembar disebut dengan “Jaring insang satu lembar (gill net)”. Jaring insang satu lembar adalah

(36)

Target tangkapan jaring insang satu lembar adalah;

1. Ikan yang mempunyai bentuk streamline seperti bentuk ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), kembung (Rastrelliger spp) atau seperti bentuk ikan salem (Onchorchynchus).

2. Ikan-ikan yang mempunyai sifat gerombol, baik bergerombol secara aggregation, school ataupun bergerak secara pood.

3. Besar individu dalam gerombolan hampir merata.

4. Mempunyai kekuatan untuk menusuk atau memasuki mata jaring, atau

5. Jenis ikan yang mempunyai model berenang Subcarangiform, Carangiform, Thinniform dan model berenang yang mempunyai ketiganya. Jaring insang ²²hanyut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Jaring Insang

2. Jaring Insang Dasar (Bottom gill net)

Jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring monofilament atau multifilament yang dibentuk menjadi empat persegi panjang, pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan pada bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat (singkers) sehingga dengan adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat

2 1 3

4

(37)

dipasang di daerah penangkapan dalam keadaan tegak mengahadang biota perairan. Jumlah mata jaring ke arah horizontal atau ke arah mesh length (ML) jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mata jaring ke arah vertikal atau ke arah mesh depth (MD) (Martasuganda, 2008).

Jaring insang terbuat dari bahan monofilament (tasi) dan nilon dengan ukuran mata jaring (mesh size) yang berbeda-beda yaitu 2,5 inchi, 3 inchi, 3,5 inchi dan 4 inchi. Pada alat tangkap jaring insang dasar, panjang jaring berkisar antara 600 meter – 2.500 meter, sedangkan pada alat tangkap jaring insang tetap panjang jaring berkisar antara 500 meter – 800 meter (Sulkifli, dkk., 2009).

(38)

(Martasuganda, 2008). Alat tangkap jaring insang dasar dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Jaring insang dasar

3. Rawai

Rawai atau prawe adalah alat pancing yang terdiri atas sejumlah mata kail yang dipasangkan pada sepanjang tali mendatar dengan perantara tali pendek (tali perambut). Menurut keadaan susunan alatnya, merupakan satu kesatuan alat rawai (satu cepat istilah nelayan untuk tempat penyimpanan alat rawai) terdiri atas empat suh. Tiap-tiap suh berisi antara 25-50 mata pancing. Nomor mata pancing yang dipergunakan berbeda-beda menurut jenis/macam ikan yang akan ditangkap. Rawai pinggir mempergunakan mata pancing antara nomor 7-12, sedangkan rawai tengah menggunakan nomor 1 - 4 dengan jarak pemangsangan bervariasi antara 4-7,5 m (Partosuwiryo, 2008).

Menurut Syahrir (2011), pancing rawai terdiri atas tali utama, tali cabang, bendera, pelampung, pemberat, mata pancing, dan umpan. Pancing rawai diklasifikasikan ke dalam tiga bagian, yaitu berdasarkan letak pemasangan di

1

2

3

4

(39)

perairan, susunan mata pancing pada tali utama, dan jenis ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan.

Pancing rawai (long line) terdiri dari rangkaian tali utama, tali pelampung dimana pada tali utama pada jarak tertentu terdapat beberapa tali cabang yang pendek dan lebih kecil diameternya, dan di ujung tali cabang ini diikatkan pancing yang berumpang (Sudirman dan Mallawa, 2000).

Penangkapan dapat bekerja pada waktu siang atau malam hari. Bila pancing dipergunakan pada waktu malam, setelah diadakan pelepasan rangkaian tali pancing, perahu dapat terus buang jangkar. Cara-cara melabuh alat menurut Partosuwiryo (2008) adalah sebagai berikut:

1. Mula-mula, pengapung pertama diikat menggunakan tali, begitu pula pemberat

2. Kemudian perahu dijalankan dengan welahan. Sementara itu, pancing di tanggalkan dari tempat penyimpanan dan mata pancing tersebut dipasangi umpan berupa ikan yang telah dipotong-potong.

3. Dilemparkan ke dalam air satu persatu, demikian seterusnya. Kemudian tali unjaran diikatkan pada tali plamar (tali utama).

4. Lama pancing di dalam air tidak dapat ditentukan waktunya. Biasanya dalam sehari semalam dapat dilabuh antara 2-3 kali.

5. Begitulah seterusnya hingga penarikan alat selesai.

(40)

dengan dript long line, biasanya untuk mennagkap ikan-ikan pelagis. Yang paling terkenal adalah tuna long line atau disebut juga dengan rawai tuna, walaupun dalam kenyataannya bahwa hasil tangkapannya bukan hanya ikan tuna tetapi juga jenis-jenis ikan lain seperti layaran, ikan hiu, dan lain-lain (Sudirman dan Mallawa, 2000). Alat tangkap pancing rawai dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pancing rawai

4. Pancing ulur

Jenis-jenis teknik penangkapan ikan yang menggunakan pancing biasa disebut dengan line fishing. Istilah lain biasa juga disebut dengan hook and line atau angling yaitu alat penangkapan ikan yang terdiri dari tali dan mata pancing. Semua alat tangkap tersebut dalam teknik penangkapannya menggunakan pancing. Umumnya pada mata pancingnya dipasang umpan, baik umpan asli maupun umpan buatan yang berfungsi untuk menarik perhatian ikan. Umpan asli dapat berupa ikan, udang atau organisme lainnya yang hidup atau mati, sedang umpan buatan dapat terbuat dari kayu, plastik dan yang menyerupai ikan, udang atau lainnya (Sudirman dan Mallawa, 2000).

Pancing adalah salah satu alat tangkap yang umum dikenal oleh masyarakat luas, utamanya dikalangan nelayan. Pancing merupakan alat tangkap

(41)

yang sederhana yang biasanya dioperasikan oleh nelayan kecil. Pancing ulur pada prinsipnya terdiri atas dua komponen utama, yaitu tali dan mata pancing. Tali pancing biasanya terbuat dari bahan benang katun, nilondan plastik (senar). Mata pancing umumnya berkait balik, tapi ada juga yang tanpa kait balik. Jumlah mata pancing yang terdapat pada tiap perangkat (satuan) pancing ini biasanya tunggal maupun ganda bahkan lebih tergantung sari jenis pancingnya. Ukuran mata pancing bervariasi sesuai dengan besar kecilnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan (Subani dan Barus, 1988 diacu olehGeonita, 2004).

Dari semua kelompok alat tangkap pancing maka hand lines merupakan pancing yang sangat sederhana. Alat ini hanya terdiri dari tali pancing, pancing dan umpan. Kemudian opersionalnya sangat sederhana karena bisa dilakukan oleh seorang pemancing. Jumlah mata pancing bisa satu buah, bisa juga lebih, bisa menggunakan umpan asli dan umpan palsu. Pemancingan dapat dilakukan di rumpon dan perairan lainnya (Sudirman dan Mallawa, 2000).

Hand line adalah salah satu alat tangkap yang umum yang dikenal oleh masyarakat luas, utamanya, nelayan. Alat tangkap tersebut merupakan alat yang sederhana yang bisa dioperasikan oleh nelayan kecil untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan modal yang kecil dan tidak selalu memerlukan kapal yang khusus dan digolongkan ke dalam fishing with line yang dilengkapi dengan mata pancing. Ada beberapa keuntungan dari perikanan pancing, yaitu:

1. Alat ini dapat dioperasikan pada tempat yang mungkin jenis alat tangkap lain yang tidak bisa dioperasikan, seperti misalnya pada perairan dalam, berkarang, maupun perairan berarus kuat

(42)

3. Tidak memerlukan perahu atau kapal ikan yang khusus sifatnya ( Wiyono, 2001).

Ukuran mata pancing dan besarnya tali disesuaikan dengan besarnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Jikan hand line yang digunakan untuk menangkap ikan tuna tentu ukurannya lebih besar. Biasanya digunakan tali monofilament diameter 1,2-2,5 mm dengan mata pancing 5-1, dan ditambahkan pemberat timah (Sudirman dan Mallawa, 2000). Alat tangkap pancing ulur dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pancing ulur

5. Perangkap (Bubu)

Trap (perangkap) adalah alat penangkapan ikan yang dipasang secara tetap di dalam air untuk jangka waktu tertentu yang memudahkan ikan masuk dan mempersulit keluarnya. Alat ini biasanya dibuat dari bahan alami, seperti bamboo, kayu, atau bahan buatan lainnya seperti jaring (Sudirman dan Mallawa, 2000).

Keterangan :

1. Gulungan tali pancing 2. Mata pancing

3. Pemberat 2

1

(43)

Menurut Partosuwiryo (2008), bahan pokok untuk pembuatan bubu adalah bamboo, kayu, atau rotan, tetapi ada juga yang dari kawat. Sebuah bubu yang besar memiliki ukuran panjang ± 180 cm, lebar 140 cm, tinggi 60-70 cm, dan garis tengah bagian luar untuk lubang masuknya ikan ±95 cm. pada bagian bawah bubu diberi landasan untuk mulai menempatkan batu-batu pemberat. Saat ini berkembang bubu lipat. Bingkainya terbuat dari besi dan untuk melipatnya dipasang engsel, sedangkan rongganya diberi bahan jaring polyamide atau polyethylene.

Menurut Martasuganda (2003) diacu oleh Mahulette (2004) teknologi penangkapan ikan dengan menggunakan bubu banyak dilakukan hampir diseluruh dunia mulai dari skala kecil, menengah sampai dengan skala besar. Perikanan bubu skala kecil atau menengah umumnya ditujukan untuk menangkap kepiting, udang, keong, dan ikan dasar di perairan yang tidak begitu dalam, sedangkan perikanan bubu skala menengah dan besar biasanya dilakukan dilepas pantai yang ditujukan untuk menangkap ikan dasar, kepiting, atau udang pada kedalaman 20-700 m. desain bubu terbuat dari plastik, besi, dan baja.

(44)
(45)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi perikanan yang besar dan beragam. Indonesai memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan 70% dari luas Indonesia adalah lautan (5,8 juta km2) Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut melaporkan bahwa potensi lestari sumberdaya perikanan laut Indonesia adalah sebesar 6,4 Juta ton/tahun dengan porsi terbesar dari jenis ikan pelagis kecil yaitu sebesar 3,2 juta ton pertahun (52,54 %), jenis ikan demersal 1,8 juta ton pertahun (28,96%) dan perikanan pelagis besar 0,97 juta ton pertahun (15,81%) Potensi sumberdaya perikanan yang sangat besar tersebut sesungguhnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tapi sampai saat ini potensi tersebut belum dioptimalkan (Efendy, 2001 diacu oleh Sutanto, 2005).

Undang-Undang No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah memeberikan kewenangan lebih besar kepada daerah dalam hal ini kabupaten/kota dan provinsi dalam memanfaatkan dan mengelola kekayaan alam yang ada dalam wilayahnya masing-masing. Hal ini menjadi penting bagi pengelolaan laut dan perikanan, karena undang-undang tersebut memberikan wilayah laut pada provinsi sejauh 12 mil dari garis pasang surut kea rah laut, serta kewenangan mengelola bagi kabupaten/kota sejauh sepertiga dari wilayah laut provinsi.

(46)

Tanjung Balai. Desa Bagan Asahan terletak dimuara Sungai Asahan yang berhadapan langsung dengan laut Selat Malaka, letaknya yang strategis menjadikan Desa Bagan Asahan menjadi tempat potensial perikanan yang tinggi bagi para pengusaha yang bergerak dalam bidang agro bisnis perikanan. Desa Bagan Asahan dikenal sebagai desa penghasil sumberdaya perikanan. Seperti udang, ikan, kepiting, kerang dan berbagai jenis hasil laut.

Aktivitas penangkapan ikan sudah sangat memprihatinkan, karena adanya aktivitas penangkapan dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan adanya penambahan alat tangkap yang jika tidak dikelola dengan baik dalam jangka panjang akan mendatangkan bencana kerusakan sumberdaya di kemudian hari tetapi memberikan keuntungan kepada nelayan dan pemerintah. Menurut Latuconsina (2007) Aktivitas penangkapan ikan di Indonesia telah mendekati kondisi kritis, akibat tekanan penangkapan dan tingginya kompetisi antar alat tangkap dan telah menyebabkan menipisnya stok sumberdaya ikan. Sehingga nelayan mulai melakukan modifikasi alat tangkap untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal termasuk menggunakan teknologi penangkapan yang merusak atau tidak ramah lingkungan.

(47)

Kerangka pemikiran

Indonesia memiliki sumberdaya perikanan yang besar untuk dimanfaatkan. Dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan tersebut khususnya di Desa Bagan Asahan harus memperhatikan jenis alat tangkap yang digunakan, alat tangkap tersebut harus sesuai dengan kriteria alat tangkap ramah lingkungan, kriteria alat tangkap yaitu, sangat tidak ramah lingkungan, tidak ramah lingkungan, ramah lingkungan dan sangat ramah lingkungan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian laut. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Pemanfaatan

sumberdaya perikanan

Alat tangkap

Identifikasi alat tangkap

Sangat ramah lingkungan Ramah

lingkungan Tidak

ramah lingkungan Sangat

tidak ramah lingkungan

(48)

Perumusan Masalah

Seiringnya bertambahnya jumlah penduduk nelayan akan sangat berpengaruh terhadap jenis alat tangkap yang mereka modifikasi dan semakin banyak alat tangkap yang dibuat para nelayan, sehingga dapat dapat menimbulkan masalah pada daerah penangkapan ikan dan hasil tangkapan yang berlebihan. Dapat kita simpulkan perumusan masalah dalam penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

1. Apakah jenis hasil hasil tangkapan yang didapat oleh nelayan ?

2. Apakah jenis- jenis alat tangkap yang dipakai oleh neyan termasuk yang ramah lingkungan atau tidak?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengestimasi produktivitas berbagai jenis alat tangkap yang digunakan nelayan.

2. Mengidentifikasi jenis-jenis alat tangkap yang ramah lingkungan.

Manfaat Penelitian

(49)

ABSTRAK

AZNIA MARLINA SIMA. Identifikasi Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai. Dibimbing oleh YUNASFI dan ZULHAM APANDY HARAHAP.

Kabupaten Asahan memiliki sumberday perikanan yang besar. Hal ini

didukung dengan garis pantai Kabupaten Asahan mencapai sekitar ± 58 Km, Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai terletak di muara sungai Asahan yang berhadapan langsung dengan laut Selat Malaka. Sehingga para nelayan Desa Bagan Asahan banyak mengelola hasil perikanan di Selat Malaka dengan alat tangkap yang paling banyak digunakan oleh nelayan Bagan Asahan adalah jaring insang, jaring insang dasar, rawai, pancing dan perangkap (bubu) untuk mengindentifikasi alat tangkap termasuk ramah lingkungan atau tidak ramah lingkungan dan mengetahui hasil produksi dari alat tangkap tersebut.

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai termasuk alat tangkap sangat ramah lingkungan dan ramah lingkungan. Hasil penelitian alat tangkap jaring insang dan pancing termasuk alat tangkap yang sangat ramah lingkungan sedangkan alat tangkap jaring insang dasar, rawai, dan perangkap (bubu) termasuk jenis alat tangkap yang ramah lingkungan. Dengan hasil produksi yang diperoleh keseluruhan tiap alat tangkap yaitu alat tangkap jaring insang dengan hasil tangkapan sebanyak 509.7 kg/bulan, alat tangkap jaring insang dasar sebanyak 1469.2 kg/bulan, alat tangkap rawai dan pancing sebanyak 404,89 kg/bulan, dan alat tangkap perangkap (bubu) sebanyak 959.6 kg/bulan.

(50)

ABSTRACT

AZNIA MARLINA SIMA. Identification of environmentally fishing gear in Bagan Asahan Village, sub-district Tanjung Balai. This research was suvervised YUNASFI AND ZULHAM.

District Asahan has a large fishery resources. This issupported by the District Asahan horeline reach to ± 58 km. Bagan Asahan Village sub-district of Tanjung Balai is locatd at the mouth of the Asahan river directly opposite with the Strait of Malacca. Fisherman from Bagan Asahan Village catching fish by using gears. The most widely used fishing gears were gill net, ground gill net, longline, fishing rod, and traps (bubu). The purpose of this research was to identify fishing gear, included in the category ofeco-friendly or not and to find out the production of the fishing gear.

Fishing gear that used by fisherman of Bagan Asahan Village included into very environmentally friendly fishing gear and environmentally friendly. The result showed gill net and fishing grod was categorized into a very friendly environment, while the ground gill net, longline and traps was categorized into types of environmentally friendly fishing gear. Overall yield obtained for eachgear was. Gill net yield was 509.7 kg/month, ground gill net was 1469.2 kg/month, longline and fishing grod was 404.89 kg/month and traps (bubu) was 959.6 kg/month.

(51)

ABSTRAK

AZNIA MARLINA SIMA. Identifikasi Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai. Dibimbing oleh YUNASFI dan ZULHAM APANDY HARAHAP.

Kabupaten Asahan memiliki sumberday perikanan yang besar. Hal ini

didukung dengan garis pantai Kabupaten Asahan mencapai sekitar ± 58 Km, Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai terletak di muara sungai Asahan yang berhadapan langsung dengan laut Selat Malaka. Sehingga para nelayan Desa Bagan Asahan banyak mengelola hasil perikanan di Selat Malaka dengan alat tangkap yang paling banyak digunakan oleh nelayan Bagan Asahan adalah jaring insang, jaring insang dasar, rawai, pancing dan perangkap (bubu) untuk mengindentifikasi alat tangkap termasuk ramah lingkungan atau tidak ramah lingkungan dan mengetahui hasil produksi dari alat tangkap tersebut.

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai termasuk alat tangkap sangat ramah lingkungan dan ramah lingkungan. Hasil penelitian alat tangkap jaring insang dan pancing termasuk alat tangkap yang sangat ramah lingkungan sedangkan alat tangkap jaring insang dasar, rawai, dan perangkap (bubu) termasuk jenis alat tangkap yang ramah lingkungan. Dengan hasil produksi yang diperoleh keseluruhan tiap alat tangkap yaitu alat tangkap jaring insang dengan hasil tangkapan sebanyak 509.7 kg/bulan, alat tangkap jaring insang dasar sebanyak 1469.2 kg/bulan, alat tangkap rawai dan pancing sebanyak 404,89 kg/bulan, dan alat tangkap perangkap (bubu) sebanyak 959.6 kg/bulan.

(52)

ABSTRACT

AZNIA MARLINA SIMA. Identification of environmentally fishing gear in Bagan Asahan Village, sub-district Tanjung Balai. This research was suvervised YUNASFI AND ZULHAM.

District Asahan has a large fishery resources. This issupported by the District Asahan horeline reach to ± 58 km. Bagan Asahan Village sub-district of Tanjung Balai is locatd at the mouth of the Asahan river directly opposite with the Strait of Malacca. Fisherman from Bagan Asahan Village catching fish by using gears. The most widely used fishing gears were gill net, ground gill net, longline, fishing rod, and traps (bubu). The purpose of this research was to identify fishing gear, included in the category ofeco-friendly or not and to find out the production of the fishing gear.

Fishing gear that used by fisherman of Bagan Asahan Village included into very environmentally friendly fishing gear and environmentally friendly. The result showed gill net and fishing grod was categorized into a very friendly environment, while the ground gill net, longline and traps was categorized into types of environmentally friendly fishing gear. Overall yield obtained for eachgear was. Gill net yield was 509.7 kg/month, ground gill net was 1469.2 kg/month, longline and fishing grod was 404.89 kg/month and traps (bubu) was 959.6 kg/month.

(53)

IDENTIFIKASI ALAT TANGKAP IKAN RAMAH

LINGKUNGAN DI DESA BAGAN ASAHAN KECAMATAN

TANJUNG BALAI

AZNIA MARLINA SIMA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(54)

IDENTIFIKASI ALAT TANGKAP IKAN RAMAH

LINGKUNGAN DI DESA BAGAN ASAHAN KECAMATAN

TANJUNG BALAI

SKRIPSI

AZNIA MARLINA SIMA

090302061

Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(55)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Identifikasi Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai

Nama : Aznia Marlina Sima

Nim : 090302061

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Zulham Apandy Harahap, S.Kel. M.Si Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(56)

ABSTRAK

AZNIA MARLINA SIMA. Identifikasi Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai. Dibimbing oleh YUNASFI dan ZULHAM APANDY HARAHAP.

Kabupaten Asahan memiliki sumberday perikanan yang besar. Hal ini

didukung dengan garis pantai Kabupaten Asahan mencapai sekitar ± 58 Km, Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai terletak di muara sungai Asahan yang berhadapan langsung dengan laut Selat Malaka. Sehingga para nelayan Desa Bagan Asahan banyak mengelola hasil perikanan di Selat Malaka dengan alat tangkap yang paling banyak digunakan oleh nelayan Bagan Asahan adalah jaring insang, jaring insang dasar, rawai, pancing dan perangkap (bubu) untuk mengindentifikasi alat tangkap termasuk ramah lingkungan atau tidak ramah lingkungan dan mengetahui hasil produksi dari alat tangkap tersebut.

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai termasuk alat tangkap sangat ramah lingkungan dan ramah lingkungan. Hasil penelitian alat tangkap jaring insang dan pancing termasuk alat tangkap yang sangat ramah lingkungan sedangkan alat tangkap jaring insang dasar, rawai, dan perangkap (bubu) termasuk jenis alat tangkap yang ramah lingkungan. Dengan hasil produksi yang diperoleh keseluruhan tiap alat tangkap yaitu alat tangkap jaring insang dengan hasil tangkapan sebanyak 509.7 kg/bulan, alat tangkap jaring insang dasar sebanyak 1469.2 kg/bulan, alat tangkap rawai dan pancing sebanyak 404,89 kg/bulan, dan alat tangkap perangkap (bubu) sebanyak 959.6 kg/bulan.

(57)

ABSTRACT

AZNIA MARLINA SIMA. Identification of environmentally fishing gear in Bagan Asahan Village, sub-district Tanjung Balai. This research was suvervised YUNASFI AND ZULHAM.

District Asahan has a large fishery resources. This issupported by the District Asahan horeline reach to ± 58 km. Bagan Asahan Village sub-district of Tanjung Balai is locatd at the mouth of the Asahan river directly opposite with the Strait of Malacca. Fisherman from Bagan Asahan Village catching fish by using gears. The most widely used fishing gears were gill net, ground gill net, longline, fishing rod, and traps (bubu). The purpose of this research was to identify fishing gear, included in the category ofeco-friendly or not and to find out the production of the fishing gear.

Fishing gear that used by fisherman of Bagan Asahan Village included into very environmentally friendly fishing gear and environmentally friendly. The result showed gill net and fishing grod was categorized into a very friendly environment, while the ground gill net, longline and traps was categorized into types of environmentally friendly fishing gear. Overall yield obtained for eachgear was. Gill net yield was 509.7 kg/month, ground gill net was 1469.2 kg/month, longline and fishing grod was 404.89 kg/month and traps (bubu) was 959.6 kg/month.

(58)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan pada tanggal 01 Maret 1992. Anak kedua dari tiga bersaudara ini merupakan putri dari pasangan Azhari Sima dan Juniati Lubis. Pada tahun 2003 lulus SD Negeri 132406 Tanjung Balai, tahun 2006 lulus SMP Negeri 1 Tajung Balai, kemudian penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya yaitu SMA Negeri 1 Tanjung Balai dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis diterima di Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Program Studi Baru, terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas, penulis melaksanakan

penelitian dengan judul “Identifikasi Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan di

(59)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Identifikasi Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Azhari Sima dan Ibunda Juniati Lubis, yang penuh pengorbanan dalam membesarkan, curahan kasih sayang, serta doa yang tak henti kepada penulis selama mengikuti pendidikan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta saudara saya M. Alqarni Sima dan Riza Adlha Sima terima kasih atas doa, dukungan moril maupun material, dan motivasi yang senantiasa diberikan selama ini.

Penulis mengemukakan bahwa penyelesaian skripsi ini tidak mungkin tercapai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.yang telah memberikan dukungan dan ilmu yang berharga bagi penulis.

(60)

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Dharma Bakti, M.S selaku dekan Fakultas Pertanian. 4. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Pertanian khususnya Program Studi

Manajemen Sumberdaya Perairan.

5. Kepala Desa Bagan Asahan yang telah memberi izin penelitian di Desa Bagan Asahan Kecamata Tanjungbalai.

6. Seluruh teman-teman MSP 09 yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya.

7. Teman-teman seperjuangan yang setia baik suka maupun duka Nanda Mutia Hardianti S.Pi, Rina Sari Lubis S,Pi, Popy Aprilia S.Pi, Rika Wirani S.Pi, Dewi Roma Widya S.Pi, Deliana Dongoran S.Pi, Yudha Perdana Putra S.Pi, Fitria Ismy, Nina Safrianti, T. Muhammad Fadrika. Dedi Pradana S.Pi, Rahmat Hidayat S,Pi, Arif Baizuri Majid.

Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.

Medan, April 2014

(61)

DAFTAR ISI

Alat Tangkap Ramah Lingkungan ... 7

Jenis-jenis Alat Alat Tangkap Ikan ... 10

Jaring Insang (Gill net) ... 10

Analisis Keramahan Lingkungan Alat Tangkap ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 28

Analisis Keramahan Lingkungan Alat Tangkap ... 28

Hasil Tangkapan ... 36

(62)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 44 Saran ... 44 DAFTAR PUSTAKA

(63)

DAFTAR TABEL

No Halaman 1. Skoring keramahan lingkungan alat tangkap ... 25 2. Katagori skor keramahan lingkungan alat tangkap ... 27 3. Kriteria teknologi penangkapan jaring insang hanyut yang ramah

lingkungan menurut FAO (1995) ... 29 4. Kriteria teknologi penangkapan jaring insang dasar yang ramah

lingkungan menurut FAO (1995) ... 30 5. Kriteria teknologi penangkapan rawai yang ramah lingkungan

menurut FAO (1995) ... 31 6. Kriteria teknologi penangkapan pancing yang ramah lingkungan

menurut FAO (1995 ... 32 7. Kriteria teknologi penangkapan perangkap (bubu) yang ramah

(64)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 3

2. Jaring insang (gill net) ... 13

3. Jaring insang dasar ... 15

4. Rawai ... 17

5. Pancing ... 19

6. Perangkap (bubu) ... 21

7. Lokasi penelitian ... 22

8. Skor keramahan lingkungan alat tangkap ... 35

(65)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kuisioner alat tangkap ramah lingkungan ... 47

2. Kriteria alat tangkap ikan ramah lingkungan ... 49

3. Hasil tangkapan ikan ... 51

4. Foto lokasi ... 52

Gambar

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 1. Skoring keramahan lingkungan alat tangkap
Tabel 3.  Kriteria Teknologi Penangkapan Jaring Insang Yang Ramah Lingkungan Menurut FAO (1995)
Tabel 4.  Kriteria Teknologi Penangkapan Jaring Insang Dasar Yang Ramah Lingkungan Menurut FAO (1995)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sungguhpun pada kegiatan perikanan di terumbu karang para nelayan menggunakan alat tangkap tradisional dan berskala kecil yang dioperasikan untuk menangkap ikan secara

67 4.3.6 Pengaruh Pengetahuan Wanita Usia Subur terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi Suntik di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan Tahun 2016... 68

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis alat tangkap gill net yang paling banyak digunakan oleh masyarakat nelayan Kelurahan Nipah Panjang 1 adalah alat tangkap gill net

Tujuan dari penelitian ini, yaitu : mendeskripsikan karakteristik usaha perikanan tangkap Bagan dan menganalisis Nilai Tukar Nelayan Pada usaha perikanan tangkap

Makrozoobenthos di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara Nama Mahasiswa : Indah Lutfa Mutia.. NIM

Sebaiknya nelayan pada perairan Morodemak yang melakukan penangkapan ikan teri (Stolephorus sp) dengan menggunakan alat tangkap bagan perahu pada bulan April

Makrozoobenthos yang ditemukan di kawasan mangrove Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan Sumatera Utara selama penelitian ini umunya menempel

Di Sumatera Barat umumnya dan khususnya di perairan Tarusan, Bagan apung merupakan salah satu alat penangkapan ikan yang banyak digunakan oleh nelayan yang mana target tangkapan