• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberculosis Paru Di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberculosis Paru Di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan 2012"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT PENDERITA TUBERCULOSIS PARU DI POLI PARU RUMAH

SAKIT HAJI MEDAN TAHUN 2012

SKRIPSI Oleh

MARA SONANG DAULAY 111121037

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)
(3)

Judul : Tingkat Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberculosis Paru Di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan 2012

Peneliti : Mara Sonang Daulay

NIM : 111121037

Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik : 2013

Abstrak

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan partisifasi aktif pasien dalam manajemen keperawatan diri dan kerja sama antara pasien dengan petugas kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat kepatuhan minum obat penderita TB Paru di Poli Paru Rumah Sakit Haj Medan 2012. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan populasi adalah seluruh penderita TB Paru positif di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan sebanyak 39 orang selama 1 bulan. Pengambilan sampel menggunakan cara Accidental yaitu pasien Tuberculosis Paru positif dengan kategori 1. Hasil yang didapat penelitian ini dari 28 responden bahwa mayoritas (82,1%) responden patuh dalam minum obat TB. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien terutama dalam melakukan pelayanan medis.

(4)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skiripsi ini. Skripsi ini disusun

dengan tujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar kesarjanaan

pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing

skripsi penulis yang telah menyediakan waktu serta dengan penuh

keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu

yang bermanfaat selama masa perkuliahan di fakultas keperawatan dan

selama penyusunan skiripsi ini.

4. Ibu Cholina Trisa Siregar, M.Kep, Sp. KMB selaku dosen penguji I yang

telah memberikan masukan, kritik dan saran bagi peneliti.

5. Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp, M.Pd selaku dosen penguji II yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan yang bermanfaat

(5)

6. Pimpinan Rumah Sakit Haji Medan yang telah memberikan izin kepada

penulis dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit Haji Medan dan

pasien yang bersedia menjadi responden peneliti.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua saya Mangaraja Sakti Daulay dan

Nur Maslan Hasibuan yang telah memberikan dukungan baik moril

maupun materil, doa, bimbingan, memotivasi dan bagi penulis, kepada

abang dan kakak yang sudah memberikan semangat, do’a dan bimbingan

selama ini.

8. Seluruh mahasiswa Ekstensi pagi Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara, khususnya stambuk 2011 yang telah memberikan

semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini dan orang-orang

yang kusayangi dan kucintai yang senantiasa menemani, memberikan

semangat, motivasi, dukungan, penghiburan bagi penulis.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati semoga skripsi ini dapat

bermanfaat nantinya demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi

keperawatan.

Medan, Februari 2012

(6)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAK ... i

PRAKATA ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR SKEMA ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian ... 4

BABA II : TINJAUAN PUSTAKA ... 5

1. T B Paru ... 5

1.1.Defenisi TB Paru ... 5

1.2. Etiologi ... 5

1.3.Klasifikasi TB Paru ... 7

1.4.Faktor-faktor Yang mempengaruhi Timbulnya TB Paru .. 8

1.5.Memastikan Penyakit TB Paru ... 8

1.6.Fatofosiologi Penyakit TB Paru ... 9

1.7.Patogenesis TB Paru ... 10

1.7.1 Defenisi Tuberkulosis Paru Primer ... 10

1.7.2 Tuberkulosis Paru Skunder ... 11

1.8. Gejala Tuberkulosis Paru ... 11

1.8.1. Gejala Umum (Sistematik) ... 12

1.8.2. Gejala Khusus ... 12

1.9. Cara Penularan Tuberkulosis Paru ... 13

1.10.Pengobatan Tuberkulosis ... 13

1.10.1. Panduan Obat Anti Tuberkulosis Paru ... 15

1.10.2. Tipe Pengobatan Penderita TB Paru ... 16

1.10.3. Tujuan Penanggulangan TB Paru ... 18

2. Kepatuhan ... 18

2.1. Pengaruh Pengobatan Jangka Panjang Terhadap Penderita ... 19

3. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan ... 22

BAB III : KERANGKA PENELITIAN ... 24

1. Kerangka Konseptual ... 24

2. Defenisi Operasional ... 24

BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN ... 25

1. Desain Penelitian ... 25

2. Populasi Dan Sampel ... 25

(7)

2.2. Sampel ... 25

3. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 26

4. Pertimbangan Etik ... 26

5. Instrumen Penelitian ... 27

6. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data ... 27

7. Data Analisa ... 28

BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1 Karakteristik Responden ... 29

5.2 Tingkat Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis ... 30

5.3 Pembahasan ... 31

5.3.1 Tingkat Kepatuhan Minum Obat ... 33

BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

6.1 Kesimpulan ... 35

6.2 Rekomendasi ... 35

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1 : Inform Consent Lampiran 2 : Instrumen Penelitian Lampiran 3 : Taksasi Dana

Lampiran 4 : Curikulum Vitae

Lampiran 5 : Jadwal Tentative Penelitian

Lampiran 6 : Lembar Kegiatan Bimbingan Skripsi

Lampiran 7 : Lembar Surat Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan Lampiran 8 : Lembar Surat Pemberian Izin Pengambilan Data dari Rumah Sakit Haji Medan

Lampiran 9 : Lembar Pemberian Izin Selesai Penelitian dari Rumah Sakit Haji Medan

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.10.1 Panduan Obat Anti Tuberkulosis ... 14

Tabel 1.10.2 Tipe Pengobatan Penderita Tuberkulosis Paru ... 17

Tabel 1 Distribusi frekuensi dan persentase data demografi responden

(n=28) ... 30

Tabel 2 Distribusi frekuensi kepatuhan minum obat responden (n= 28) ... 31

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

Judul : Tingkat Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberculosis Paru Di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan 2012

Peneliti : Mara Sonang Daulay

NIM : 111121037

Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik : 2013

Abstrak

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan partisifasi aktif pasien dalam manajemen keperawatan diri dan kerja sama antara pasien dengan petugas kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat kepatuhan minum obat penderita TB Paru di Poli Paru Rumah Sakit Haj Medan 2012. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan populasi adalah seluruh penderita TB Paru positif di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan sebanyak 39 orang selama 1 bulan. Pengambilan sampel menggunakan cara Accidental yaitu pasien Tuberculosis Paru positif dengan kategori 1. Hasil yang didapat penelitian ini dari 28 responden bahwa mayoritas (82,1%) responden patuh dalam minum obat TB. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien terutama dalam melakukan pelayanan medis.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC) termasuk penyakit "sepanjang masa".Tuberkulosis Paru

yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis dan telah ada sejak

ribuan tahun sebelum Masehi (SM). Kuman TB Paru dapat menyerang semua

bagian tubuh manusia, dan yang paling sering terkena adalah organ paru (90%)

(Yoannes, 2008)

Penyakit tuberkulosis paru telah dikenal lebih dari satu abad yang lalu, yakni

sejak diketemukannya kuman penyabab tuberkulosis oleh Robert Kooh 1882,

namun sampai saat ini penyakit tuberkulosis tetap menjadi masalah kesehatan di

tingkat dunia maupun di Indonesia. Mycobacterium tuberkulosis telah

menginfeksi sepertiga penduduk dunia dan untuk itu pada tahun 1993 WHO

mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC karena pada sebagian besar

negara didunia penyakit TBC paru ini pasien harus melakukan pengobatan

penyakit TBC yang memerlukan jangka waktu yang lama dan rutin yaitu 6-8

bulan. (Yoannes, 2008). Sedangkan kesembuhan atau keberhasilan pengobatan ini

ditentukan oleh beberapa faktor, terutama kepatuhan dalam minum obat, untuk

mempertahankan kepatuhan diperlukan dukungan dan motivasi dari orang-orang

disekitar. (Nova, 2005). Banyak penderita yang tidak patuh terhadap pengobatan

karena merasa jenuh dan bosan. Apalagi keluarga yang ada kurang berperan

(12)

sakit sehingga banyak pasien yang mengalami kegagalan dalam pengobatan

(Yoannes, 2008).

Tingginya kegagalan/ketidakpatuhan program pengobatan juga disebabkan

oleh rendahnya pengetahuan pasien tentang lamanya waktu pengobatan,

banyaknya obat yang harus diminum, efek samping dari obat TB, hilangnya tanda

dan gejala klinis sebelum akhir pengobatan, serta kurangnya dukungan dan

motivasi dari keluarga selama pasien menjalani pengobatan. Dampaknya pasien

menjadi lebih lama menjalani program, resiko penularan semakin besar, resisten

terhadap obat. Keberhasilan dari konversi BTA sangat ditentukan oleh pengobatan

secara teratur (Yoannes, 2008)

Menurut WHO 2007 setiap tahun di dunia diperkirakan terdapat 8,7 juta

kasus TB Paru dan 1,7 juta kematian karena TB Paru. Bila tidak diupayakan

pengendalian yang memadai 25 tahun kemudian diperkirakan angka kematian

akan mencapai 40 juta orang per tahun (Viska, 2007). Penderita TB Paru

meningkat setiap tahunnya oleh karena setiap satu penderita TB Paru dengan

sputum mengandung Basil Tahan Asam (BTA) positif akan menularkan pada

10-15 orang setiap tahunnya (Alvian, 2008).

Laporan TB Paru dunia oleh WHO tahun 2009 mencatat Indonesia berada di

posisi lima dengan jumlah penderita TB Paru sebesar 429 ribu orang. Lima negara

dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika

Selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO, 2010).

Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan

(13)

pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO

Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita

Tuberkulosis baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate

kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis diperkira-kirakan

menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke

tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita

baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang

menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di

Indonesia (Depkes, RI, 1992)

Berdasarkan data pada Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, penderita

TB Paru di Sumatera Utara masih tergolong tinggi yaitu mencapai 15.614

penderita selama tahun 2010. Dan kota Medan masih menempati peringkat

pertama bila dibandingkan dengan jumlah setiap penduduk dari setiap

Kabupaten/Kota Sumatra Utara, sedangkan untuk nasional Sumatera Utara sampai

triwulan ke III tahun 2010 menempati urutan ke-tujuh setelah Gorontalo, Maluku,

Sulut, Sultra, Babel dan Jakarta. Lima kabupaten/kota di Sumut dengan jumlah

penderita terbanyak dari triwulan I hingga III tahun 2010 berdasarkan jumlah

penduduk yaitu Kota Medan dengan 2152 penderita, Pematang Siantar 288, Binjai

260, Tanjung Balai 150 dan Tebing Tinggi 145 (Depkes RI, 2010).

Besarnya angka ketidakpatuhan berobat akan mengakibatkan tingginya

angka kegagalan pengobatan penderita TB paru dan menyebabkan makin banyak

ditemukan penderita TB paru dengan BTA yang resisten dengan pengobatan

(14)

serta memperberat beban pemerintah (DepKes). Dari berbagai faktor penyebab

ketidakpatuhan minum obat penderita TB Paru, dapat disimpulkan bahwa faktor

manusia, dalam hal ini penderita TB paru sebagai penyebab utama dari ketidak

patuhan minum obat (Depkes RI , 2010).

Berdasarkan data yang di dapat dari rekam medis Rumah Sakit Haji

Medan, bahwa angka penderita TB Paru pada tahun 2010 adalah sebesar 234

orang dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 272 orang, hal ini disebabkan

karena ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat TB Paru sehingga

dampaknya pasien menjadi lebih lama menjalani program pengobatan, resisten

terhadap obat dan resiko penularan semakin besar.

Berdasarkan data tersebut di atas sehingga peneliti merasa tertarik untuk

melakukan penelitian tentang tingkat kepatuhan minum obat penderita TB Paru di

Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan.

2. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana tingkat kepatuhan minum obat penderita TB

Paru di Poli Paru Rumah Sakit Haj Medan 2012.

3. Manfaat Penelitian

3.1. Untuk Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan bagi pendidikan

keparawatan yang berkaitan dengan tingkat kepatuhan minum obat

(15)

3.2 Untuk Pelayanan Keperawatan

Sebagai bahan tambahan yang menambahkan informasi tingkat kepatuhan

minum obat penderita TB Paru Di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan

3.3 Untuk Penelitian Keperawatan

Dapat menambah informasi dan data tambahan bagi peneliti selanjutnya

mengenai tingkat kepatuhan minum obat penderita TB Paru di poli paru

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. TB Paru

1.1. Defenisi TB Paru

Tuberkulosis Paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis yaitu sebagian dari organisma kompleks

termasuklah M. bovis dan M. africanum (Innes, 2006).

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang di sebabkan

oleh kuman TB (Mycobacterium tuberkulosis) sebagai besar kuman

tuberkulosis Paru menyerang paru tetapi dapat juga mengeni organ tubuh

lainya (Muhammad, 1993 ).

1.2. Etiologi

Mycobacterium Tuberkulosis merupakan penyebab dari TB Paru,

kuman ini bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan

yang memiliki konsentrasi tinggi seperti paru-paru. Tetapi dapat juga

mengenai organ tubuh lainnya seperti: usus, kelenjar getah bening (limfe),

tulang, kulit, otak, ginjal dan lainnya serta dapat menyebar ke seluruh tubuh

(Reeves, 2001).

Kuman Mycobacterium Tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai

sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu

disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini cepat mati dengan sinar

(17)

yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman

(tertidur lama) selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002).

Infeksi tuberkulosis dapat terjadi secara primer dan paska primer.

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman

Tuberkulosis. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat

melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga

sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman

tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru,

yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa

kuman tuberkulosis ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut

sebagai kompleks primer (Crofton, 20002)

Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer

adalah 4 – 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya

perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah

infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan

tubuh (imunitas seluler).Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat

menghentikan perkembangan kuman Tuberkulosis. Meskipun demikian, ada

beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur)

(Crofton, 2002).

Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan

perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan

akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang

(18)

Infeksi Tuberkulosis paska primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau

tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun

akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari Tuberkulosis

paska primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau

efusi fleura (Crofton, 2002).

1.3 klasifikasi TB Paru

Untuk menentukan klasifikasi penyakit TB Paru, ada 3 (tiga) hal yang

perlu diperhatikan yaitu: Organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru,hasil

pemeriksaan dahak basil tahan asam (BTA) positif atau negatif. Basil tahan

asam merupakan bakteri yang tidak rusak dengan pemberian asam, tingkat

keparahan penyakit: ringan atau berat.

Adapun pembagian klasifikasi TB Paru antara lain:

1.3.1. TB Paru adalah Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru-paru.

Paru dibedakan menjadi 2(dua) macam yaitu:

a. Tuberkulosis Paru positif (sangat menular)

1). Sekurang–kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan

hasil yang positif.

2). Satu pemeriksaan dahak memberikan hasil yang positif dan

foto Rontgen dada yang menunjukkan tuberculosis aktif.

b. Tuberkulosis Paru basil tahan asam negatif

Pemeriksaan dahak positif negatif /foto rontgen dada menunjukkan

(19)

“hasilnya meragukan” jumlah kuman yang ditemukan pada waktu

pemeriksaan belum memenuhi syarat positif (Yoannes, 2008).

1.3.2. Tuberculosis ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang

organ tubuh lain selain paru –paru, misal selaput paru, selaput otak,

selaput jantung, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran

(Yoannes, 2008)

1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Tuberkulosis

Berhubung daya tahan tubuh terhadap penyakit TB terutama

ditentukan oleh ampuhnya asistem imunitas seluler,setiap faktor yang

mempengaruhinya secara negatif akan meningkatkan kerentanan terhadap TB,

seperti AIDS, pemakaian kortikosteroid sistemik jangka lama, diabetes

melitus, kurang gizi. Penderita yang mempunyai bekas penyakit TB walaupun

termasuk klasifikasi tenang, bila belum pernah menerima pengobatan spesifik

lengkap, kemungkinan menderita TB jauh lebih besar dibandingkan dengan

orang normal. Akhir-akhir ini juga diketahui bahwa seseorang yang tinggi dan

kurus lebih besar kemungkinannya mendapat TB bila dibanding dengan

mereka yang tidak kurus (Halim, 2000).

1.5 Memastikan Penyakit Tuberkulosis

Untuk memastikan bahwa seseorang menderita penyakit TBC atau

(20)

1.5.1 Untuk mengetahui secara pasti seseorang menderita penyakit

TBC, dilakukan pemeriksaan pada dahak/riaknya,bukan

ludahnya,

1.5.2. Pemeriksaan dahak dilakukan sebanyak 3 kali selama 2 hari yang

dikenal dengan istilah SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu)

a. Sewaktu (hari pertama) Dahak penderita diperiksa

dilaboratorium sewaktu penderita datang pertama kali

b. Pagi (hari kedua)

Sehabis bangun tidur keesokan harinya dahak penderita

ditampung dalam pot kecil yang diberi petugas laboratoriun,

ditutup rapat, dan dibawa kelaboratorium untuk diperiksa.

c. Sewaktu (hari kedua)

Dahak penderita dikeluarkan lagi dilaboratorium (penderita

datang kelaboratorium) untuk diperiksa. Jika hasil positif,

orang tersebut dapat dipastikan menderita penyakit TBC

(Yoannes, 2008).

1.6 Patofisiologi Penyakit Tuberkulosisi Paru.

Penyakit tuberkulosis biasanya menyerang melalui udara yang

tercemar dengan bakteri mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan pada

saat penderita tuberkulosis batuk. Bakteri ini bila sering masuk dan

terkumpul didalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak

(terutama pada orang yang dengan daya tahan tubuh rendah), dan dapat

(21)

itulah tuberkulosis dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti.

Paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernan, tulang, kelenjar getah bening, dan

lain-lain. Meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu

paru-paru (Halim, 2010).

Saat ini mycobacterium tuberculosa berhasil menginfeksi paru-paru,

maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular

(bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi immunologis bakteri ini akan

berusaha dihambat melalui pembentukan dinding itu membuat jaringan

disekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri tuberkulosis ini akan menjadi

dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat

sebagai tuberkulosis pada pemeriksaan foto rontgen (Halim,2010).

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan

tetap dormant sepanjang hidupnya sedangkan pada orang-orang dengan

sistem kekebalan tubuh yang kurang. Tuberkulosis ini membentuk sebuah

ruang didalam paru-paru yang nantinya menjadi sumber produksi sputum

(dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan

sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi

tuberculosis (Halim, 2010)

1.7 Patogenesis TB Paru

1.7.1 Patogenesis Tuberkulosis Paru Primer.

Tuberkulosis Primer adalah keradangan oleh basil Tuberkulosis,

pada tubuh yang mempunyai reaksi spesifik terhadap basil tuberkulosis

(22)

Pada permulaan basil tuberculosis masuk kedalam tubuh yang

belum yang mempunyai kekebalan terhadap basil tuberculosis tersebut,

maka tubuh mengadakan perlawanan dengan cara yang umum, yaitu

dengan mengadakan infiltrasi sel-sel radang kejaringan tubuh yang

mengandung basil tuberkulosis, reaksi tubuh disebut reaksi non sfesifik;

reaksi yang demikian ini berlangsung 3-7 minggu (Muhammad, 1993).

1.7.2. Tuberkulosis Sekunder

Tuberkulosis sekunder adalah pola penyakit yang berkembang

pada host yang dahulunya sudah tersensitisasi. Biasanya (90%) dihasilkan

dari reaktivasi (reinfeksi) lesi primer dorman setelah beberapa dekade

(Halim, 1998). Menurut Amin (2007) tuberkulosis sekunder terjadi karena

imunitas yang menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna,

diabetes, AIDS dan gagal ginjal. Lokasinya biasanya pada bagian apeks

dari satu atau kedua lobus paru, dimana berkaitan dengan tingginya

tegangan oksigen di apeks sehingga membantu kuman TB untuk tumbuh

dengan baik (Crofton, 2002 ).

1.8 Gejala Tuberkulosis Paru.

Infeksi penyakit TB Paru dapat didiagnostik dari gejala utama yaitu:

batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. Di

samping itu dapat diidentifikasi dari gejala tambahan berupa dahak berubah

menjadi mukopurulen/ kuning atau kuning hijau, batuk darah, sesak napas

(23)

berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan

(Asril, 2001).

Gejala penyakit Tuberkulosis Paru ini dibagi menjadi gejala umum dan

gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat gambaran secara

klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk

menegakkan diagnosa secara klinik (Supino, 2007).

1.8.1 Gejala Umum (Sistematik)

Menurut Supino (2007) Gejala umum tuberculosis paru

meliputi: demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama,biasanya

dirasakan malam hari disetai keringat malam kadang-kadang serangan

seperti influensa dan bersifat hilang timbu. Gejala umum yang dapat

berupa: Penurunan nafsu makan dan berat badan, batuk selama lebih

dari 30 hari (dapat juga disertai darah), Perasaan tidak enak (malaise)

lemah, Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan

biasanya, diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.

1.8.2 Gelaja Khusus

Gejala Khusus Tuberkulosis adalah:

a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena,bila terjadi

sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju

keparu-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang

membesar, akan menimbulkan suara mengi,suara nafas

(24)

b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru),

dapat disertai dengan keluhan sakit dada

c. Bila mengenai tulang maka akan terjadi gejala seperti g yang

pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada

kulit diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah

d. Pada anak-anak akan mengenai otak (lapisan pembungkus

otak) dan disebut meningitis (radang selaput otak), gejalanya

adalah demam tinggi adanya penurunan kesadarandan

(Supino, 2007).

1.9 Cara Penularan Tuberkulosis Paru

Sumber penularan tuberkulosis adalah penderita TB Paru BTA positif.

Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat

bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam (Saroso, 2005).

Seseorang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran

pernapasan. Setelah kuman Tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia

melalui pernapasan, kuman Tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru

kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran

napas, atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya (Yoannes, 2008).

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya

kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil

(25)

1.10 Pengobatan Tuberkulosis Paru.

Riwayat pengobatan TB Paru telah dimulai sebelum Robert Koch

menemukan basil Tuberkulosis pada tahun 1882 dengan didirikan

sanatorium-sanatorium di berbagai tempat, masa ini dikenal sebagai battle

against symptom. Sanatorium-sanatorium tersebut didirikan untuk tempat

merawat pasien yang diduga menderita TB Paru agar tidak menularkan

kuman TB Paru pada orang disekitarnya. Setelah itu berkembang pula upaya

pembedahan yang dikenal dengan masa battle against cavity. Pada tahun

1990-an barulah ditemukan Streptomisin, Isoniasid (INH), Pyrazinamid,

Etambutol dan Rifampisin, yang dikenal dengan era battle against TB bacily

(Aditama, 2002).

Dasar pengobatannya tuberculosis paru terdiri dari dua fase, yaitu

fase awal (intensif) dan fase lanjutan. Pada fase intensif obat diminum setiap

hari dengan pengawasan langsung, sedangkan fase lanjutan obat diminum

seminggu tiga kali, kecuali untuk anak, obat anti tuberkulosis diminum setiap

hari. Prinsip pengobatannya, yaitu dengan menggunakan kombinasi beberapa

jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis yang tepat selama enam – delapan

bulan (Aditama, 2002).

Panduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak,

dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin

kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu

penderita dalam satu masa pengobatan. Paket kombipak terdiri dari Isoniasid

(26)

Satu paket kombipak kategori I berisi 114 blister harian yang terdiri dari 60

blister HRZE untuk tahap intensif, 54 blister HR untuk tahap lanjutan,

masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam satu dos besar.

Satu paket kombipak kategori II berisi 156 blister harian yang terdiri dari 90

blister HRZE untuk tahap intensif , dan 66 blister HRE untuk tahap lanjutan,

masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam satu dos besar.

Sedangkan satu paket kombipak kategori III berisi 114 blister harian yang

terdiri dari 60 blister HRZ untuk tahap intensif, dan 54 blister HR untuk

tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan

dalam dos besar (Aditama, 2002).

1.10.1 Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Obat yang dipakai dalam program pemberantasan TB Paru sesuai

dengan rekomendasi WHO berupa paduan obat jangka pendek yang terdiri

dari tiga kategori, setiap kategori terdiri dari dua fase pemberian yaitu fase

awal (intensif) dan fase lanjutan. Obat yang biasa digunakan yaitu dengan

dosis Kombipak, yang tersedia untuk penderita dengan berat badan 33 – 50

kg. Untuk penderita dengan berat badan selain 33 – 50 kg, dosisnya supaya

(27)

Tabel. 1 Panduan OAT Kategori I, II, dan III (Depkes, 2002)

Kategori Rumus Indikasi Tahap Intensif

Tahap Lanjutan

I 2HRZE/

H3R3

- Penderita baru BTA positif - Penderita baru TB

Paru BTA negatif roentgen positif yang “sakit berat” - Penderita TB

Paru ekstra berat.

Waktu 2 bulan, frekuensi 1 kali menelan obat, jumlah 60 kali menelan obat. Waktu 3 bulan, frekuensi 3 kali seminggu, jumlah 54 kali menelan obat.

II 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3

- Penderita kambuh

(relaps)

- Penderita gagal penderita denagan pengobatan setelah lalai.

- Selama 2 bulan pertama frekuensi 1 kali sehari, jumlah 60 kali menelan obat. - Satu bulan

berikutnya selama 1 bulan, 1 kali sehari, jumlah 30 kali menelan obat. Selama 5 bulan, 3kali seminggu, jumlah total 66 kali menelan obat.

III 2HRZ/ 4H3R3

- Penderita baru BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan.

(28)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif

dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan

kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat

sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan (Depkes RI, 2002).

1.10.2 Tipe Pengobatan Penderita TB Paru

Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan sebagai:

sembuh, pengobatan lengkap, meninggal, pindah (Transfer Out), default

(lalai)/ Drop Out dan gagal, dapat dilihat pada tabel berikut

2009).

Tabel 2. Klasifikasi Pengobatan penderita TB paru (Situmeang, 2008)

Kondisi Uraian Tindak Lanjut

Sembuh Bila penderita menyelesaikan pengobatan secara lengkap, minimal pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatif (pada akhir pengobatan (AP) dan/atau sebulan sebelum AP dan, pada 1 pemeriksaan

follow up sebelumnya).

Diharapkan datang bila gejala muncul kembali.

Pengobatan lengkap

Penderita yang telah menyelesakan pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut.

Diharap datang bila gejala muncul kembali

Meninggal Penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab apapun

Pindah Penderita yang berobat ke

kabupaten/kota lain.

Penderita yang berobat ke kabupaten/kota lain.

Default/ Drop Out

Penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

Dilacak, periksa ulang dahak:

-BTA (+) → ganti kategori 2.

-BTA (-) → lanjutkan sisa kategori 1.

(29)

Kondisi Uraian Tindak Lanjut

hasil BTA tetap positif atau kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum AP atau pada AP

kategori 2.

Pada pengobatan dengan kategori 1: hasil BTA tetap positif atau kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum AP atau pada AP

Kategori 1 ganti menjadi kategori 2.

Pada pengobatan dengan kategori 3: hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke 2 menjadi positif.

Kategori 3 ganti menjadi kategori 2.

Seorang penderita kadang-kadang berhenti minum obat sebelum

masa pengobatan selesai. Hal ini terjadi karena penderita belum

memahami bahwa obat harus ditelan seluruhnya dalam waktu yang telah

ditetapkan. Petugas kesehatan harus mengusahakan agar penderita yang

putus berobat tersebut kembali ke unit pelayanan kesehatan (UPK).

Pengobatan yang diberikan tergantung pada tipe penderita, lamanya

pengobatan sebelumnya, lamanya putus berobat dan bagaimana hasil

pemeriksaan dahak sewaktu dia kembali berobat (Depkes RI, 2002).

1.10.3 Tujuan Penanggulangan Pengobatan TB Paru

Tujuan jangka panjang penanggulangan TB Paru adalah

menurunkan angka kesakitan, kematian dan penularan penyakit TB Paru

dengan cara memutuskan rantai penularan, sehingga penyakit TB Paru

tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Sedangkan

tujuan jangka pendek penanggulangan TB Paru di tahun-tahun mendatang

(30)

kesembuhan dari semua penderita TB Paru yang ditemukan minimal 85%

(Depkes RI, 2002).

Indikator pelaksanaan program penanggulangan TB Paru hasilnya

optimal jika penderita TB Paru melaksanakan pengobatan sesuai dengan

strategi DOTS yaitu melakukan pemeriksaan dahak dan melaksanakan

pengobatan secara teratur dan lengkap selama enam bulan hingga

dinyatakan sembuh, dan angka kesembuhan dari semua penderita TB Paru

harus mencapai 85%. Sedangkan jika penderita TB paru tidak

melaksanakan pengobatan dengan teratur dan lengkap selama 6 bulan, dan

angka kesembuhan dari semua penderita TB Paru kurang dari 85% maka

hasil pelaksanaan program penanggulangan TB Paru masih di bawah

optimal (Diarly, 2006).

2. Kepatuhan

Kepatuhan atau ketaatan adalah tingkat pasien dalam melaksanakan cara

pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau orang lain (Smet,

1994). Kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan

ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan (Niven, 2002).

Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan partisifasi aktif pasien

dalam manajemen keperawatan diri dan kerja sama antara pasien dengan petugas

kesehatan (Depkes RI, 2007). Penderita yang patuh berobat adalah yang

menyelesaikan pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama

(31)

2.1 Pengaruh Pengobatan Jangka Panjang Terhadap Penderita

Menurut Cuneo dan Snider (1989) pengobatan memerlukan jangka

waktu yang panjang akan memberikan pengaruh- pengaruh pada penderita

seperti:

2.1.1 Merupaka suatu tekanan psikologis bagi seseorang penderita

tanpa keluhan atau gejala penyakit saat diinyatakan sakit dan

harus menjalani pengobatan sekian lama.

2.1.2 Bagi penderita dengan keluhan gejala penyakit setelah menjalani

pengobatan 1-2 bulan atau lebih lama keluhan akan segera

berkurang atau hilang sama sekali penderita akan merasakan

sembuh dan malas untuk meneruskan pengobatan kembali.

2.1.3 Datang ketempat pengobatan selain waktu yang tersisa juga

menurunkan motivasi yang akan semakin menurun dengan

lamanya waktu pengobatan.

2.1.4 Pengobatan yang lama merupakan beban dilihat dari segi biaya

yang harus dikeluarkan.

2.1.5 Efek samping obat walaupun ringan tetap akan memberikan rasa

tidak enak terhadap penderita.

2.1.6 Sukar untuk menyadarkan penderita untuk terus minum obat

selama jangka waktu yang ditentukan.

Karena jangka waktu pengobatan yang ditetapkan lama maka

terdapat beberapa kemungkinan pola kepatuhan penderita yaitu

(32)

tidak berobat secara teratur, penderita sama sekali tidak patuh dalam

pengobatan yaitu putus berobat (Snewe, 1996).

2.2 Tipe Kepatuhan

Menurut Cramer (1991) kepatuhan penderita dapat dibedakan

menjadi:

2.2.1. Kepatuhan penuh (Total Compliance)

Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara teratur

sesuai batas waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh

memakai obat secara teratur sesuai petunjuk.

2.2.2 Penderita yang sama sekali tidak patuh (Non Compliance)

Yaitu penderita yang putus berobat atau tidak mengguanakan obat

sama sekali.

2.3 Faktor- faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Kepatuhan menurut socket yang dikutip oleh neil iven (2000) bahwa

kepatuhan pasien sebagai mana prilaku pasien sesuai ketentuan yang

diberikan oleh professional kesehatan. Orang mematuhi perintah dari orang

yang mempunyai kekuasaan bukan bukan mengherankan ketidak patuhan

sering kali diikuti dengan beberapa bentuk hukuman. Meskipun demikian,

yang menarik adalah pengaruh dari orang yang tidak mempunyai kekuasaan

dalam membuat orang mematuhi perintahnya dan sampai sejauh mana

(33)

2.3.1 Faktor Penderita Individu

a. Sikap atau motivasi individu ingin sembuh

Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dalam diri

individu sendiri. Motivasi individu ingin tetap mempertahan

kan kesehatannya sangat mempengaruh terhadap faktor- factor

yang berhubungan dengan prilaku penderita dalam kontrol

penyakitnya.

b. Kenyakinan

Kenyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapatmenjalani

kehidupan. Penderita yang berpegang teguh terhadap

kenyakinannya akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak

mudah putus asa serta dapat menerima keadaannya.

2.3.2 Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling

dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan

tenteram apabila mendapatkan perhatian dan dukungan dari keluarga.

2.3.3. Dukungan Sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota

keluarga lain merupakan fakto- factor yang penting dalam kepatuhan

terhadap program- program medis. Keluarga dapat mengurangi ansietas

yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan dapat mengurangi godaan

(34)

2.3.4. Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan petugas kesehatan merupakan factor lain yang dapat

mempengaruhi penerapan prilaku kepatuhan.

Faktor lain adalah peran pemberian minum obat, kolaborasi

petugas kesehatan dengan keluarga yang ditunjuk untuk mendampingi

ketika penderita minum obat, juga perlu factor yang perlu dievaluasi

untuk menentukan tingkat kepatuhan dan keberhasilannya (Nirmala,

2003).

Pengobatan dilakukan setiap hari dan dalam jangka panjang,

sehingga kepatuhan minum obat juga sering menjadi masalah yang

harus dipikirkan sejak awal pengobatan. Minum obat yang tidak rutin

terbukti telah menyebabkan resistensi minum obat yang dapat

mnyebabkan kegagalan pengobatan. Berdasarkan hal tersebut, untuk

adanya pengaturan penggunaan obat sesuai dengan tujuannya terutama

obat yang dikehendaki. Aturan minum obat sangat berpengaruh pada

kepatuhan penderita (Snewe, 2003).

2.4Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan

Derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai dengan apakah pengobatan

tersebut kuratif atau preventif, jangka panjang atau jangka pendek. Sackett

and snow yang di kutip oleh niven (2000). Memenuhi bahwa ketaatan 10 hari

jadwal pengobatan sejumlah 70 adalah pencegahan. Kegagalan untuk

(35)

derajat tingkat kepatuhannya rata-rata 50% dan derajat tersebut bertambah

bertambah buruk sesuai waktu.

Menurut Smet (1994) faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat

kepatuhan adalah:

2.4.1 Faktor komunikasi

Berbagai aspek komunikasi antara pasien dengan dokter

mempengaruhi tingkat ketidaktaatan, informasi dengan pengawasan yang

kurang, ketidak puasan terhadap aspek hubungan emosional dengan

dokter.

2.4.2. Pengetahuan

Ketetapan dalam memberikan informasi secara jelas dan eksplisit

terutama memberikan antibiotik. Karena sering kali pasien menghentikan

obat tersebut setelah gejala yang dirasakan hilang bukan saat obat itu

habis.

2.4.3 Fasilitas kesehatan

Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting dimana dalam

memberikan penyuluhan terhadap penderita diharapkan penderita

menerima penjelasan dari tenaga kesehatan (Snewe, 2003).

2.4.4 Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi factor yang sangat berpengaruh dan

menentukan kenyakinan dan nilai kesehatan individu dan dapat juga

(36)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan tujuan penelitian serta tinjauan kepustakaan maka, kerangka

penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Skema 1. Kerangka konseptual Tingkat kepatuhan minum obat penderita

TB Paru Positif.

2. Defenisi operasional

No Variabel penelitian

Definisi Operasional

Alat ukur Skala ukur Hasil ukur

1 Tingkat kepatuhan minum obat penderita Tuberculosis Kepatuhan adalah ketaatan penderita tuberkulosis positif terhadap jadwal minum obat yang telah ditentukan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama 3 bulan pengobatan di observasi dengan jadwal minum obat di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan.

Lembar Observasi

Ordinal - Patuh - tidak Patuh Tingkat Kepatuhan Minum

Obat penderita Tuberkulosis

Paru Positif.

penderita Tuberculosis - Patuh

(37)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan tujuan mengetahui

tingkat kepatuhan minum obat penderita TB Paru di Poli Paru Rumah Sakit Haji

Medan.

2. Populasi dan sampel

2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2005). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita

TB Paru positif di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan sebanyak 39 orang

selama 1 bulan.

2.2 Sampel

Pengambilan sampel menggunakan cara Accidental yaitu teknik

penetapan sampel berdasarkan kebetulan (Sugiono, 2004). Sampel penelitian

ini adalah pasien Tuberculosis Paru positif dengan kategori 1 yang datang

berobat ke Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan.

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pasien Penderita TB Paru

(38)

Maka penentuan besar sampel dengan menggunakan accidental

sampling ,dimana sampel yang diambil merupakan bagian dari semua

populasi yang ada berjumlah 28 orang. Dan setelah dilakukan penelitian

sampel yang gugur sebanyak 5 orang.

Penentuan besar sampel menggunakan rumus :

) ( 1 N d2

N n

+ =

� = 39 1 + 39 (0.12)

� = 28

Maka jumlah sampel adalah : 28 orang

3. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan dengan

pertimbangan efisien biaya dan efektifitas waktu karena penelitian ini dilakukan

pada masa studi. Selain itu di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan belum pernah

dilakukan penelitian tentang tingkat kepatuhan minum obat penderita

Tuberkulosis Paru dan lokasi mudah di jangkau oleh peneliti dan penelitian ini

dilakukan selama Tiga bulan yang dimulai pada bulan Juli sampai dengan Oktober

2012.

4. Pertimbangan etik

Dalam penelitian ini, responden diberi informasi tentang sifat dan tujuan

penelitian yang dilakukan. Kemudian diberikan lembar persetujuan yang akan

(39)

untuk menolak terlibat dalam penelitian ini. Peneliti akan merahasiakan identitas

responden serta tidak akan mencampuri hal-hal yang bersifat pribadi dari

responden.

5. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden peneliti menggunakan alat

pengumpul data berupa observasi jadwal minum obat. Instrument ini terdiri dari

dua yaitu data demografi dan lembar pengamatan jadwal minum obat.

Bagian pertama instrument penelitian berisi tentang pengkajian data

demografi penderita TB Paru yang meliputi: berupa inisial, usia, jenis kelamin,

dan pekerjaan.

Bagian kedua berisi lembar observasi jadwal minum obat dan untuk hasil

pengukuran dengan menggunakan skala Ordinal. dengan penilaian tingkat

kepatuhan, nilai terendah 0 sebagai batas bawah maka tingkat kepatuhan penderita

TB Paru dalam minum obat dapat dikategorikan tidak patuh. Jika responden

sebanyak satu kali tidak mengkomsumsi obat maka dinyatakan responden tersebut

tidak patuh dan responden yang mengkomsumsi obat sesuai jadwal pada

penelitian in responden tersebut di nyatakan patuh.

6. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti terlebih dahulu mengajukan

permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (fakultas

keperawatan) Universitas Sumatera Utara dan kemudian permohonan izin

penelitian yang diperoleh dikirim ke kepada Direktur Rumah Sakit Haji Medan.

(40)

dipilih sebagai responden sesuai dengan criteria peneliti yaitu: pasien dapat

membaca dan menulis, usia minimal 18 Tahun, pasien yang mengikuti program

pengobatan TB paru di Rumah Sakit Haji Medan. Pasien yang patuh dalam

mengikuti program TB paru.

Setelah mendapatkan responden, peneliti menjelaskan tujuan penelitan,

manfaat dan cara pengisian jadwal minum obat kepada responden, kemudian

responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan (informed consent)

atau memberikan persetujuan secara lisan. Selanjutnya peneliti mengambil data

dari responden yang bersedia dengan cara yang berpedoman pada lembar jadwal

minum obat dan responden diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang

tidak mengerti. Karena peneliti sedang dalam perkuliahan maka dalam

melaksanakan penelitian ini peneliti dibantu oleh satu orang asisten yaitu perawat

poli Rumah Sakit Haji Medan, yang bertugas untuk memeriksa jadwal minum

obat pasien penderita TB Paru.

7. Analisa Data

Semua data yang terkumpul, maka analisa data akan dilakukan melalui

beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing, yaitu mengecek nomor

responden dan kelengkapannya serta memastikan bahwa semua jawaban telah

diisi sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu

pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa,

tahap ketiga processing yaitu memasukkan data dari kueisoner ke dalam program

komputer, tahap keempat adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali

(41)

data akan dianalisa dengan analisa diskriptif sederhana dan dipaparkan dalam

(42)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan di uraikan data hasil dan pembahasan mengenai

kepatuhan minum obat TB Paru di poli paru Rumah sakit Haji Medan. Penelitian

ini dilaksanakan dari Tanggal 16 Juli 2012 sampai dengan 30 November 2012.

Instrumen penelitian menggunakan lembar check list jadwal minum obat TB

diberikan kepada 28 responden.

5.1Karakteristik Responden

Penelitian ini meilbatkan dengan karakteristik dimana lebih dari

seperempat responden (32,1%) berada pada usia lansia awal (46-55 tahun) dengan

rata-rata usia 43,8 tahun. Lebih dari mayoritas responden dua pertiga responden

(75%) berjenis kelamin laki-laki dan sepertiga responden berpendidikan sekolah

menengah pertama/ SMP (35%). Lebih dari setengah responden (64,3%) bekerja

sebagai wiraswasta, serta didominasi oleh suku batak (60,7%). Hal yang menarik

adalah bahwa seluruh responden (100%) pernah mendapatkan penyuluhan. Data

frekuensi dan persentase karakteristik demografi responden dapat dilihat pada

(43)
[image:43.595.132.500.140.685.2]

Tabel 1: Distribusi frekuensi dan persentase data demografi responden (n=28)

Data Demografi Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Usia

Masa remaja akhir 17-25 tahun Masa dewasa awal 26-35 tahun Masa dewasa akhir 36-45 tahun Masa lansia awal 46-55 tahun Masa lansia akhir 56-65 tahun Masa manula 65 tahun sampai atas

Mean = 43,8 Standart deviasi = 13,6 Minimum = 22 tahun Maximum = 67 tahun

5 1 6 9 5 2 17,9 3,6 21,4 32,1 17,9 7,1

2. Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 21 7 75 25 3. Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi 1 4 10 7 6 3,6 14,3 35,7 25 21,4 4. Pekerjaan Wiraswasta IRT Pegawai Negeri 5. Suku Batak Jawa Melayu 18 6 4 17 10 1 64,3 21,4 14,3 60,7 35,7 3,6

6. Pernah mendapatkan Penyuluhan 28 100

5.2. Tingkat Kepatuhan minum obat Tuberkulosis

(44)

(82,1%) responden patuh dalam minum obat TB dan hanya seperlima responden

(17,9%) yang tidak patuh atau drop out minum obat TB. Data kepatuhan minum

[image:44.595.120.502.224.309.2]

obat responden dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2 : Distribusi frekuensi kepatuhan minum obat responden (n= 28)

Kepatuhan Frekuensi (f) Persentase (%)

Patuh Tidak Patuh

23 5

82,1 17,9

Ditinjau dari hasil pemantauan kepatuhan responden selama 3 bulan

berturut-turut, ditemukan hasil : pada bulan pertama, sebanyak 7,1 (2 orang)

dinyatakan drop out minum obat TB, dan pada bulan kedua dijumpai lagi

sebanyak 11,5 persen (3 orang) dinyatakan drop out. Sedangkan pada bulan

ketiga, tidak dijumpai responeden yang drop out minum obat dan dinyatakan

sukses menjalani program 3 bulan pengobatan TB. Data frekuensi dan persentase

kepatuhan responden selama 3 bulan dapat dilihat dibawah ini.

Tabel 3: Distribusi frekuensi dan persentase kepatuhan responden selama 3 bulan (n=28)

Kepatuhan bulan I (n=28) bulan II (n=26) bulan III (n=23)

F % f % f %

Patuh 26 92,9 23 88,5 23 100

tidak patuh 2 7,1 3 11,5 0 0

5.3Pembahasan

Penelitian ini melibatkan 28 orang responden penderita TB Paru aktif yang

[image:44.595.124.495.562.648.2]
(45)

pemantauan selama 3 bulan berturut-turut.

Berdasarkan jenjang usia, sepertiga responden penelitian ini (32,1%)

memiliki usia dengan rentang usia 46 sampai 55 tahun dan rentang usia 36

hingga 45 tahun (21,4%). Rentang usia diatas adalah rentang usia yang rentang

terpapar kuman TB. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Solo pada tahun

2010, kasus kontak TB paru berada pada rentang usia 28 hingga 46 tahun pada

laki-laki dan 20 hingga 56 tahun pada perempuan. Sejalan dengan hal tersebut,

(Munir, 2010) menyatakan bahwa rata-rata usia pasien TB paru adalah berusia 37

tahun.

Jenis kelamin memiliki peran dalam kejadian TB paru, angka kejadian TB

paru pada laki-laki mencapai 53,7% dari total kejadian TB Paru dibandingkan

dengan penderita berjenis kelamin perempuan (Sharma, 2009). Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian ini dimana penelitian ini menemukan bahwa mayoritas

responden (75%) berjenis kelamin laki-laki. Tingginya angka pasien laki-laki

pada usia produktif memungkinkan penularan yang lebih luas, kelompok laki-laki

berusia produktif kebanyakan keluar rumah untuk mencari nafkah, dengan

frekuensi keluar rumah yang sering dapat dimungkinkan terjadinya terpapar

penularan kuman TB (Lestari, 2004).

Jenis pekerjaan juga berkontribusi dalam kejadian TB. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden (64,3%) bekerja sebagai

wiraswasta. Berwiraswasta adalah jenis pekerjaan yang beresiko tinggi terpapar

kuman TB (Dimitrova, 2005). Faktor lingkungan kerja mempengaruhi seseorang

(46)

lingkungan kerja yang buruk seperti supir, tukang becak, orang yang sering

terpapar debu, polusi asap, dan lain-lain lebih gampang untuk terkena panyakit TB

paru dibandingkan dengan orang yang sehari-hari bekerja di kantor (Suryanto,

2001).

Hasil penelitian, setengah dari responden bersuku Batak (60,7%), hal ini

sejalan dengan hasil penelitian Meirtha (2009) bahwa terdapat perbedaan tingkat

kepatuhan minum obat TB Paru berdasarkan suku, ini disebabkan karena proporsi

penderita TB Paru yang datang berobat ke Balai Pengobatan Penyakit TB Paru di

kota Medan paling banyak adalah suku batak. Perumahan yang terlalu padat

penghuninya dalam suatu tempat dapat memudahkan terjadinya penularan

penyakit terhadap penghuni yang lainnya terutama tuberculosis. Luas bangunan

yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya juga akan mengakibatkan

kepadatan (Bonita, 1997).

5.3.1 Tingkat kepatuhan minum obat TB

Penelitian berhasil menemukan bahwa kepatuhan pasien penderita TB paru

di poli paru Rumah Sakit Haji Medan sangat baik dimana mayoritas responden

penelitian ini (82,1%) menunjukkan kepatuhan dalam meminum obat TB paru

selama 3 bulan berturut turut tanpa terputus. Sedangkan sebagian lainnya

dinyatakan tidak patuh dan drop out minum obat TB dan harus mengulangi

kembali program pengobatannya.

Berdasarkan pemantauan selama 3 bulan, dari 28 responden penelitian

diketahui memiliki tingkat kepatuhan yang bervariasi. Pada bulan pertama

(47)

bulan kedua sebanyak 11,5% dinyatakan putus obat. Sedangkan pada bulan

ketiga sisa responden tinggal 23 orang dan semuanya (100%) dinyatakan sukses

dalam pengobatannya. Snew, (1996) menyatakan bahwa pola kepatuhan berobat

penderita TB bervariasi antara lain: penderita berobat teratur dan memakai obat

secara teratur, penderita tidak berobat secara teratur, penderita sama sekali tidak

patuh dalam pengobatan yaitu putus berobat.

Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden

(82,1%) patuh dalam minum obat TB. Hal ini dapat dipengaruhi oleh fakta bahwa

seluruh responden (100%) pernah menerima penyuluhan kesehatan tentang

(48)

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan dan saran

mengenai Tingkat Kepatuhan minum Obat Penderita Tuberculosis di Poli Paru

Rumah Sakit Haji Medan sebagai berikut:

6.1 Kesimpulan

Mayoritas responden sebanyak penelitian ini, patuh dalam minum

Tuberkulosis paru selama 3 bulan berturut-turut, dan hanya sebagian kecil saja

yang dinyatakan gagal atau putus obat atau drop out.

6.2Rekomendasi

6.2.1 Penelitian keperawatan

Penelitian ini menemukan bahwa sebagian kecil responden

dinyatakan putus minum obat, hal ini dapat menjadi sumber informasi

untuk penelitian yang akan datang tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien minum obat.

6.2.2 Pelayanan kesehatan/keperawatan

Hasil penelitian ini menjadi informasi yang berharga bagi tenaga

kesehatan akan pentingnya memantau kepatuhan minum obat pada

penderita TB Paru aktif terutama pada 2 bulan pertama dari program 3

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. Y., 2002.Tuberkulosis: Diagnosis, Terapi, & Masalahnya.Edisi 4.Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia.

Arikunto, S. (2006). Manajemen Penelitian, Edisi Revisi, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Amin,Muhammad:(1993) Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Penerbit: Airiangga University Press.

Aziz Alimul, Hidayat (2010) Metode Penelitian Kebidanan Tekhnik Analisa Data. Salemba Medika.

Bahar. (1998) Tuberkulosis Paru. Jakarta FKUI.

Bonita, R, dkk, 1997. Dasar-dasar Epidemioligi penerbit Gajah Madah University Press, Yokyakarta

Crofton, J., Horne, N., Miller, F., 2002.Clinical Tuberculosis England: TALCIUATLD Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes (2002). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis: Jakarta.

Depkes RI (2009) Sistem Kesehatan Nasional di Jakarta.

Depkes (2010), Kota Solok, Profil Kesehatan Kota Solok, 2010.

B Dimitrova, A Hutchings,(2005). Increased risk of tuberculosis among health care workers in Samara Oblast, Russia: analysis of notification data. International Journal of Tuberculosis.

Innes. JA, Reid, P.T. 2006. Tuberkulosis Respindary Disiase Dalam Boon N.A, Davitson dan Practice of Meedicine, 20th ed Churchili livingstone Elsevier: 696-702.

Lestari SH, et al.(2004) Pola Resistensi Kuman Mycobacterium TBC Terhadap Obat Anti Tuberculosis (OAT) Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Niven, N. (2002) Psikologi Kesehatan, Jakarta: Penerbit ECG.

(50)

Reeves.C, Roux,G Lochat, R. (2001) Keperawatan Medikal Bedah Jakarta: Salemba Medikal.

Sharma SK, Mohan A.(2004) Multidrug-resistant tuberculosis. Indian J Med Res

Snewe,F. (2003) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Depok: Peneliti Kesehatan.

Situmeang, T. (2008) pengobatan Tuberkulosis Paru Masih Menjadi Masalah

diambil Tanggal 20 April

Sudjana. (2005). Metode Statistik Tarsiti: Bandung.

Suryanto, A, (2001). Kepekaan Mikrobakterium Tuberkulosis Terhadap Obat Anti Tuberkulosis di RSUP Kariadi Karo.

WHO- Indonesia. (2007). Program Pemberantasan Tuberkulosis. Diambil

Tanggal 10-4-2012 dari

(51)

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT TUBERKULOSIS PARU DI

POLI PARU RUMAH SAKIT HAJI MEDAN2012

Saya yang bernama MARA SONANG DAULAY, mahasiswa program

S-1 Keperawatan Universitas Suamatra Utara Medan yang sedang melakukan

penelitian dengan tujuan untuk tingkat kepatuhan minum obat penderita penderita

Tuberkulosis . Penelitian ini adalah salah satu kegiatan dalam menyelesaikan

tugas akhir di Program Studi S-1 Keperawatan Universitas Sumatra Uatara

Medan.

Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan ibu/ bapak menjadi

responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaan ibu/ bapak

memberikan informasi yang saya butuhka. Jika ibu/bapak bersedia jadi responden

silahkan nanda tanganin lembar persetujuan ini, dan membawaknya pulang

selama 3 bulan, Partisispasi dalam penelitian ini bersifat sukerela sehingga ibu

bapak bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa ada unsur paksaan.

Identitas ibu/ bapak berikan hanya akan digunakan keperluan peneliti.

Terima kasih partisifasi ibu/ bapak dalam penelitian in.

Peneliti Medan, 2012

Responden

(52)

Lampiran 2

INSTRUMEN PENELITIAN

Petunjuk pengisian

1. Isilah data anda dengan benar

2. Isilah jadwal minum obat dengan cara checklist ( ) setelah minum obat,

sesuai dengan kondisi anda

3. setelah selesai kembalikan jadwal ini kepada peneliti.

Bagian : 1 karakteristik demografi responden.

1. Nama inisial :

2. Umur :

3. Jenis kelamin

( ) laki-laki ( ) Perempuan

4. Pendidikan terakhir

( ) Ttidak sekolah ( ) SD ( ) SMP

( ) SMA ( ) perguruan tinggi

5. Pekerjaan

( ) PNS ( ) wirasuwasta

( ) IRT

6. Suku

( ) Jawa ( ) Melayu

( ) Batak

7. Pernah mendapat penyuluhan

(53)

Bagian II : Tingkat Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis

Keterangan : berikan tanda cheeklist ( ) pada kotak jadwal minum obat di bawah ini sesudah minum obat perhari dengan benar.

N o

Bulan Minum

Obat

Nama obat Kepatuhan minum obat perminggu

Minggu pertama Minggu kedua Minggu ketiga Minggu ke empat

S S R K J S M S S R K J S M S S R K J S M S S R K J S M 1 Bulan

pertama

Tablet kombipak 1. Isoniazi

2. Rifampisin

3. Pirazinamid

4. Etambutol

2 Bulan kedua

Tablet kombipak 1. Isoniazi

2. Rifampisin

3. Pirazinamid

4. Etambuto

3 Bulan ketiga

Tablet kombipak 1. Isoniazi

2. Rifampisin

(54)

FREQUENCIES VARIABLES=kelpkumur Jeniskelamin didik kerja Suku Penyuluhan Kategbulanpertama

/ORDER=ANALYSIS.

[DataSet1] E:\asli\MARA SONANG DAULAY.sav

Frequency Table Kelompok Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Masa Remaja Akhir 17-25 Tahun

5 17.9 17.9 17.9

Masa Dewasa Awal 26-35 Tahun

1 3.6 3.6 21.4

Masa Dewasa Akhir 36-45 Tahun

6 21.4 21.4 42.9

Masa Lansia Awal 46-55 Tahun

9 32.1 32.1 75.0

Masa Lansia akhir 56-65 Tahun

5 17.9 17.9 92.9

Masa Manula 65 -Sampai atas

2 7.1 7.1 100.0

Total 28 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-Laki 21 75.0 75.0 75.0

Perempuan 7 25.0 25.0 100.0

Total 28 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sekolah 1 3.6 3.6 3.6

SD 4 14.3 14.3 17.9

(55)

SMA 7 25.0 25.0 78.6

Perguruan Tinggi 6 21.4 21.4 100.0

Total 28 100.0 100.0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid PNS 4 14.3 14.3 14.3

IRT 6 21.4 21.4 35.7

Wiraswasta 18 64.3 64.3 100.0

Total 28 100.0 100.0

Suku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Batak 17 60.7 60.7 60.7

Jawa 10 35.7 35.7 96.4

Melayu 1 3.6 3.6 100.0

Total 28 100.0 100.0

Pernah Mendapatkan Penyuluhan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pernah 28 100.0 100.0 100.0

Kategori Bulan Pertama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Patuh 26 92.9 92.9 92.9

Tidak Patuh 2 7.1 7.1 100.0

(56)

FREQUENCIES VARIABLES=KategoriBulankedua /ORDER=ANALYSIS.

[DataSet1] E:\asli\MARA SONANG DAULAY.sav

Statistics

Kategori bulan Kedua

N Valid 26

Missing 0

Kategori Bulan Kedua

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Patuh 23 88.5 88.5 88.5

Tidak Patuh 3 11.5 11.5 100.0

Total 26 100.0 100.0

[DataSet1] E:\asli\MARA SONANG DAULAY.sav

Statistics

Kategori Bulan Ketiga

N Valid 23

Missing 0

Kategori Bulan Ketiga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

(57)

[DataSet1] E:\asli\MARA SONANG DAULAY.sav

Statistics

Kategori Keseluruhan

N Valid 28

Missing 0

Kategori Keseluruhan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Patuh 23 82.1 82.1 82.1

Tidak Patuh 5 17.9 17.9 100.0

(58)

Lampiran 3

TAKSASI DANA

1. PROPOSAL

a. Print skripsi Rp. 150.000

b. Biaya internet Rp. 100.000

c. Fotocopy sumber-sumber tinjauan pustaka Rp. 50.000

2. PENGUMPULAN DATA

a. Izin penelitian Rp. 100.000

b. Transportasi Rp. 150.000

c. Fotocopy kuisioner dan persetujuan penelitian Rp. 150.000

3. ANALISA DATA DAN PENYUSUNAN LAPORAN

a. Biaya rental dan print Rp. 150.000

b. CD Rp. 10.000

c. Penjilidan Rp. 150.000

d. Fotocopy laporan penelitian Rp. 50.000

4. BIAYA TAK TERDUGA Rp. 1500.000

___________

(59)

Lampiran 4

CURICULUM VITAE

Nama : Mara Sonang Daulay

Tempat / Tanggal lahir : Parmainan 23 Juni 1987

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Desa Parmainan Kec. Huta Raja Tinggi Kab.

Palas

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri Rotan Sogo Tahun 1994-2000

2. Sanawiyah Musthafawiyah Purba Baru Tahun 2000-2007

3. Aliyah Musthafawiyah Purba Baru Tahun 2005-2007

(60)

Lampiran 5 JADWAL TENTATIF PENELITIAN

No Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Mengajukan judul

2 Menetapkan judul

3 Menyusun Bab

1sampai 4

9 Sidang proposal

10 Revisi proposal

11 Mengajukan izin

penelitian

12 Pengumpulan data

13 Analisa data

14 Penyusunan laporan/skripsi

15 Pengajuan sidang

skripsi

16 Ujian sidang

17 Revisi

18 Mengumpulkan skripsi

(61)

Lampiran 6 LEMBAR KONSUL

Nama Mahasiswa : Mara Sonang Daulay

NIM : 111121037

JUDUL : Tingkat Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis Paru di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan 2012

Pembimbing : Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS No Hari/

Tanggal

Materi Komentar/ Saran Paraf

1 2 Senin, 30 April 2012 Sabtu, 12 Mei 2012 Judul Skirpsi BAB I-IV

- Memperbaiki Judul Skirpsi

- Perbaiki latar belakang dan tujuan penelitian, manfaat penelitian

- Perbaiki tulisan sesuai koreksi: susunan judul2 dengan berurutan

- Buat fenomena

- Perbaiki Operasional

- Cek dan pelajari bagaiman membuat hipotersa

- Perbaiki jumlah jadwal dan bagai mana menilainya

- Perbaiki analisa data. 3 Kamis 24

Mei 2012

BAB I-IV

- Perbaiki latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian

- Perbaiki kalimat dari klasifikasi, pathogenesis, gejala, kepatuhan, buat sumber yang jelas dari table.

(62)

instrument, analisa data. - Buat kuesioner/ jadwal,

kata pengantar daftar isi daftar pustaka

4 Jum’at 25 mei 2012

BAB I- IV

- Perbaiki susunan tulisan - Perbaiki depenisi

operasional

- Buat jadwal dan daftar isi.

5 Kamis 20 des 2012

BAB V - Perbaiki Data Demografi

6 Kamis 06 des 2013

BAB V - Lengkapi data demografi

7 Rabu 15 januari

BAB V - perbaiki kepembahasan - lanjutkan ke bab VI

8 Jumat 24 januari 2013 BAB V-VI

- Perbaiki pembahasan - Perbaiki Kesimpulan - Buat abstrak

9

Selasa 05 feb 2013

BAB V-VI

(63)
(64)
(65)

Gambar

Tabel 1: Distribusi frekuensi dan persentase data demografi responden (n=28)
Tabel 3: Distribusi frekuensi dan persentase kepatuhan responden selama 3 bulan (n=28)

Referensi

Dokumen terkait

The CEOS Recovery Observatory Pilot will cover a multi-year period, beginning with a preparatory phase, in which satellite agencies collaborate with international

Siswa SMK Sunan Kalijogo Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian telah memiliki pemahaman tentang cara penggunaan dan perawatan mesin penggoreng vakum ( vacuum

Menurut Syifa, masyarakat Indonesia saat ini bisa dikatakan dalam masa transisi dari masyarakat industri ke masyarakat informasi. Salah satu hal yang menyebabkan transisi

Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku wakil dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing skripsi yang tidak henti-hentinya

Berdasarkan analisis statistika deskriptif didapatkan informasi bahwa sebanyak 52% pasien kanker payudara pada penelitian ini mengalami tipe respon objektif Stable Disease

[r]

Diharapkan dari penelitian ini menjadi bahan pertimbangan untuk pemerintah atau instansi kesehatan dalam mencanangkan program pemanfaatan starter tape, nasi basi

puluh lima bulan Juli tahun dua ribu sebelas, Panitia Pengadaan Barang/Jasa ATIM.. mengumumkan pemenang Penyedia Barang untuk Pengadaan Alat