• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Museum Budaya dan Gereja sebagai Landmark Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Idealand, Teluk Dalam, Nias Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perancangan Museum Budaya dan Gereja sebagai Landmark Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Idealand, Teluk Dalam, Nias Selatan"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

KHUSUS PARIWISATA IDEALAND, TELUK DALAM,

NIAS SELATAN

(ARSITEKTUR POSTMODERN)

LAPORAN AKHIR SKRIPSI

RTA 4231 - STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 6 SEMESTER B TAHUN AJARAN 2014 / 2015

OLEH :

JOSHUA DP HUTAPEA 110406042

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

(2)

KHUSUS PARIWISATA IDEALAND, TELUK DALAM,

NIAS SELATAN

(ARSITEKTUR POSTMODERN)

LAPORAN AKHIR SKRIPSI

RTA 4231 - STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 6 SEMESTER B TAHUN AJARAN 2014 / 2015

OLEH :

JOSHUA DP HUTAPEA 110406042

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PERANCANGAN MUSEUM BUDAYA DAN GEREJA

SEBAGAI LANDMARK KAWASAN EKONOMI

KHUSUS PARIWISATA IDEALAND, TELUK DALAM,

NIAS SELATAN

(ARSITEKTUR POSTMODERN)

LAPORAN AKHIR SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Oleh :

JOSHUA DP HUTAPEA 110406042

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

PERNYATAAN

PERANCANGAN MUSEUM BUDAYA DAN GEREJA

SEBAGAI LANDMARK KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PARIWISATA IDEALAND, TELUK DALAM, NIAS

SELATAN

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yan pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2015

(5)

Judul Skripsi : PERANCANGAN MUSEUM BUDAYA DAN GEREJA SEBAGAI LANDMARK KAWASAN

EKONOMI KHUSUS PARIWISATA

IDEALAND TELUK DALAM, NIAS SELATAN Nama Mahasiswa : Joshua D P Hutapea

Nomor Pokok : 110406042 Program Studi : Arsitektur

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Firman Eddy, ST, MT NIP. 196910182000031001

Ketua Program Studi, Koordinator Skripsi,

Ir. Vinky Rahman, M.T. Ir. Vinky Rahman, M.T. NIP. 196606221997021001 NIP. 196606221997021001

(6)

Telah diuji pada Tanggal: 13 Juli 2015

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Firman Eddy, ST, MT

Anggota Komisi Penguji : 1. Imam Faisal Pane, ST, MT

(7)

SURAT HASIL PENILAIAN PROYEK TUGAS AKHIR (SHP2A)

Nama : Joshua D P Hutapea

NIM : 110406042

Judul Proyek Tugas Akhir : Perancangan Museum Budaya dan Gereja sebagai Landmark Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Idealand, Teluk Dalam, Nias Selatan

Tema : Arsitektur Postmodern

Rekapitulasi Nilai :

A

B+

B

C

C+

D

E

Dengan ini mahasiswa yang bersangkutan dinyatakan :

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah, pemilik kerajaan Surga, sumber ilmu pengetahuan. Atas berkat dan karunia-Nya yang tak pernah habis saya dapat melewati setiap proses dari proses penyusunan Laporan Tugas Akhir ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur di Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir yang memiliki judul “Perancangan Museum Budaya dan

Gereja sebagai Landmark Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Idealand,

Teluk Dalam, Nias Selatan” yang mengambil tema dan pendekatan Arsitektur Postmodern, baik dari konsep bentukan bangunannya, nilai vernakularitasnya serta teknologi bangunannya.Perancangan ini memiliki visi untuk menghidupkan kembali gairah kebudayaan Nias Selatan serta kecintaan & kebanggan masyarakat lokal terhadap budayanya sendiridan memperkenalkannya kepada dunia juga mendukung pariwisata Indonesia.

Tugas Akhir ini diproses dengan penuh suka dan duka yang tidak bisa dilalui tanpa dukungan.Doa, semangat, dan perhatian yang tiada berhenti mengalir dari orang tua, kedua saudaraku, terkasih, keluargaku dalam Kristus, dan semua orang yang terlibat dalam proses pengerjaan Tugas Akhir ini.

(9)

dijadikan tambahan bahan diskusi untuk desain yang lebih baik bagi kemajuan Kabupaten Nias Selatan.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan dan kedalaman hati, saya menyampaikan rasa hormat kepada Dosen Pembimbing Tugas Akhir, Bapak Firman Eddy, ST, MT, yang mana atas kesediaannya untuk terus membantu, mendorong, memotivasi, pengarahan serta waktu yang terus diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan Studio Perancangan Arsitektur 6 ini. Tidak lupa saya ucapkan banyak terima kasih kepada para penguji Ibu Ir. Dwira Aulia, M.Sc; Ibu Putri Pandasari,ST, MT; Bapak Ir.Rudolf Sitorus, MLA; bapak Imam Faisal Pane,ST, MT dan Bapak Hajar Suwantoro,ST, MT yang telah bersedia memberikan komentar dan kritikan dengan tujuan untuk membangun tugas akhir ini semakin baik. Rasa hormat dan terima kasih juga saya haturkan kepada:

 Bapak Ir. N. Vinky Rahman, M.T. sebagai Ketua Departemen

Arsitektur, juga seorang mentor yang menuntun saya di dalam dunia nyata perancangan dan dalam hal lain yang bersifat non-akademis. Terima kasih untuk kesempatan bekerja sama dengan Bapak, sebuah pelajaran yang sangat berharga.

 Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA Sekretaris Departemen Arsitektur

(10)

 Kepada sosok yang selalu mendukung saya, Mama, Ir. Putri Susi

Fauzia, yang tak pernah lelah untuk menyekolahkan ketiga anaknya, tak pernah lelah berdoa dan berusaha untuk hidup yang lebih baik.

perkuliahan, Robert, BP, Dana, Gunario, serta teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih sebesar-besarnya untuk sepenuhnya kalian. Salute!

 Kepada Saudara-saudara KTB-ku yang terkasih dalam nama Kristus

Yesus, Kak Agatha, Ariyanto, Daniel, Tince, Martha, Riva. Terima kasih untuk semua kebersamaan, pertumbuhan, perjalanan bersama dalam memperjuangkan iman kita. Terima kasih untuk semua doa, sharing, debat dan tanggung jawab.

 Terima kasih untuk Kak Gohanna Navratilova Sirait,SS dan juga Kak

(11)

 Untuk seluruh keluargaku di dalam pelayan siswa Persisten Medan,

yang telah menempah dan membentuk karakter yang terus diperjuangkan sampai mencapai keserupaan dengan Kristus.

 Kepada Ira Putri Utami Hulu, pribadi yang penuh semangat, atraktif

dan konsisten. Sebuah hal yang luar biasa dapat menyaksikan pertumbuhanmu, mendengarkan pemikiran kritismu. Terima kasih telah menjadi teladan untuk berani bermimpi besar dan bertindak besar, untuk semua semangat dan dorongan, teguran, sapaan, dan kejujuran. Senang bisa mengenalmu.

 Kepada yang terhormat, orang-orangyang sudah mendukung

pengerjaan Tugas akhir saya secara finansial dan juga dalam doa, Bang Simon Dertha Tarigan, Kak Hotnida Sitorus, Kak Elisabet Samosir, Kak Juni Sitompul, Kak Herlina Silitonga, Bang Armen Samosir dan semua pihak yang tak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih sebesar-besarnya untuk semua dukungan yang telah diberikan.

Medan, Juli 2015 Penulis

(12)

DAFTAR ISI

1.4. Lingkup / Batasan Proyek ... 4

1.5. Pendekatan Perancangan ... 5

1.6. Kerangka Berfikir ... 6

BAB II SEBUAH PENGALAMAN ... 7

2.1. Pengertian dan Penjelasan Singkat Proyek ... 7

2.2. Tinjauan Umum Proyek ... 9

2.3.2. Survey : Lebih Dekat dengan Tapak ... 16

2.4. Analisis Lokasi Perancangan... 19

2.4.1. Analisa Iklim Site ... 19

2.4.2. Analisa View ... 20

2.4.3. Analisa Vegetasi Existing ... 22

2.5. Bawömataluo, Saksi Kebudayaan yang Bertahan Hidup ... 23

2.5.1. Tujuh Puluh Tujuh Anak Tangga ... 23

2.5.2. Omo Sebua- Sebuah Warisan Arsitektur ... 30

BAB III STUDI : SEBUAH PERBANDINGAN ... 33

3.1. Studi Banding 1 - Museum Ullen Sentalu, Yogyakarta ... 33

(13)

3.3. Studi Banding 3 Maya Ubud Resort & Spa, Bali ... 40

BAB IV SEBUAH IDE KONSEPTUAL ... 42

4.1. Ide Awal Sebuah Masterplan ... 43

4.2. Menuju Preview 2 - Bagian Pertama ... 46

4.3. Menuju Preview 2 Bagian Kedua ... 50

4.4. Preview 2 ... 53

BAB V SEBUAH EKSEKUSI DESAIN ... 55

5.1. Masterplan Kawasan ... 55

5.2. Museum Budaya ... 56

5.3. Gereja BNKP Idealand ... 66

5.4. Sebua Hotel Resort ... 73

5.5. Hada Promenade ... 87

BAB VI GARIS AKHIR ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... xii

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1. Diagram Kerangka Berfikir ... 6

Gambar 2. 1. Peta Udara Lokasi Perancangan ... 15

Gambar 2. 2. View laut dari tepi jalan menuju Teluk Dalam ... 16

Gambar 2. 3. Kondisi lahan existing dan area yang sedang digarap ... 17

Gambar 2. 4. Ilustrasi Pergerakan Matahari terhadap Site... 20

Gambar 2. 5. View ke dalam Site ... 21

Gambar 2. 6. View ke Luar Site ... 22

Gambar 2. 7. Peta Udara Desa Budaya Bawömataluo terhadap site ... 24

Gambar 2. 8. Beberapa Warisan Artefak yang disimpan di Museum Desa ... 25

Gambar 2. 9. Pakaian Adat/ Tradisional Nias Selatan di Museum Desa Bawömataluo... 26

Gambar 2. 10. Tangga menuju desa Bawömataluo... 27

Gambar 2. 11. Omo Sebua (atas) dan Omo Hada (bawah) ... 28

Gambar 2. 12. Ukiranpadabatu besar di depan Omo Sebua sebagai tempat ritual 28 Gambar 2. 13. Fahombo Batu ... 29

Gambar 2. 14. Tari Perang (Tari Fataele) ... 30

Gambar 2. 15. Tampak Depan Omo Sebua ... 31

Gambar 2. 16. Desain Atap Omo Sebua, sebuah kearifan lokal ... 32

Gambar 2. 17. Kondisi Ruang Dalam Omo Sebua Saat Ini ... 32

Gambar 3. 1. Kolase Foto Museum Ullen Sentalu... 33

Gambar 3. 2. Luce Memorial Chapel ... 39

Gambar 3. 3. Foto-foto suasana dan Fasilitas Maya Ubud Resort & Spa ... 41

Gambar 4. 1. Ide Awal Zona Fungsi Kawasan Secara Keseluruhan ... 44

Gambar 4. 2. Contoh Analisis Sirkulasi Secara Makro yang Dibuat Oleh Tim Perancang ... 45

Gambar 4. 3. Gagasan Zoning Kawasan Museum Budaya ... 47

Gambar 4. 4. Posisi Museum Budaya (Istana Rakyat) pada Peta Udara Kawasan 48 Gambar 4. 5. Skema Berpikir Konsep Building as a Sculpture ... 51

Gambar 4. 6. Beberapa Implementasi Konsep Water-crossed Zone pada Kawasan52 Gambar 5.1. Masterplan Kawasan ... 55

(15)

Gambar 5.4. Contoh Aplikasi Axis Mundi pada Candi Prambanan ... 59

Gambar 5.5. Implementasi Konsep Axis Mundi pada Landscape Museum ... 59

Gambar 5.6. Gambar Kerja Museum Budaya ... 65

Gambar 5.7. Perspektif Suasana Ruang Luar Museum... 66

Gambar 5.8. Konsep Massa Gereja ... 67

Gambar 5.9. Fitur Desain Gereja ... 67

Gambar 5.10. Gambar Kerja Gereja ... 72

Gambar 5.11. Perspektif Suasana Gereja ... 73

Gambar 5.12. Konsep Pembentukan Massa Hotel ... 75

Gambar 5.13. Diagram Fungsi Ruang Hotel ... 75

Gambar 5.14. Gambar Kerja Sebua Hotel ... 82

Gambar 5.15. Perspektif Suasana Cottage ... 84

Gambar 5.17. Gambar Kerja Bay Cottage ... 85

Gambar 5.17. Gambar Kerja Floating Cottage ... 86

Gambar 5.18. Konsep Pembentukan Pola Pedestrian pada RTH... 87

Gambar 5.19. Segmentasi Ruang pada RTH ... 88

(16)

ABSTRAK

Indonesia, merupakan negara dengan kekayaan budaya dan potensi alam yang sangat beragam dan luar biasa -tersebar di seluruh gugusan pulau-pulaunya.Sumatera utara adalah salah satunya.Kekayaan potensi alam dan budaya ini seharusnya dapat menjadikan provinsi ini menjadi salah satu opsi dari destinasi wisata nusantara bahkan dunia. Kabupaten Nias Selatan adalah salah satu region yang memiliki kekayaan-kekayaan tersebut, namun sampai sekarang seakan tersembunyi dan hanya diketahui oleh segelintir orang. Tugas ini dibuat dalam rangka menjawab isu „hilangnya‟ potensi budaya dan alam tersebut dengan kemasan pariwisata yang secara holistik dapat menghidupkan kembali nilai-nilai yang tersembunyi itu. Kemudian isu lain yang dipandang penting adalah kontekstualitas arsitektur dalam menghadirkan aura budaya tanpa mengalihkan nilai-nilai utamanya. Untuk itu diangkatlah tema besar Postmodern Architecture sebagai acuan dasar perancangan kawasan ini.

Secara sederhana, laporan skripsi ini dipandang sebagai sebuah sekuel dari proses desain, pengamatan, analisis dan implementasi ke dalam sebuah perancangan yang dikerjakan dalam Studio PA 6. Tujuan akhir dari tugas ini adalah perancangan sebuah kawasan museum budaya dengan beragam fungsi yang dapat memfasilitasi wisatawan untuk menikmati tour budaya di dalam sebuah kawasan pariwisata. Arsitektur bangunan yang dirancang pun dibuat dengan proses panjang yang mengalami banyak revisi sehingga menghasilkan bentukan yang kuat dalam filosofisnya namun tetap modern dalam penampilannya. Hingga pada akhirnya nilai arsitektur postmodern dan kebudayaan yang diwariskan tetap hidup sampai selanjutnya.

Kata Kunci : Pariwisata, Budaya, Bawömataluo, Museum, Landscape,

(17)

ABSTRACT

Indonesia, a country filled with so many cultural and natural potential

which so varied and extraordinary -spread across islands. North Sumatra is one

of them. The potential of natural and cultural wealth of this province should be

able to make it became one of the local and even world-class tourism options

destination. South Nias district is one of the regions that have those kind of

wealth, but until nowadays it seems like it was hidden and only known by a small

group of people. This report is made in order to response the issue of cultural

and natural potential 'disappearance'of the tourism package that holistically can

revive hidden values. And the other issues that seemed important is contextuality

of architecture in representing the cultural aura without divertingit’s primary

values. For the major themes Postmodern Architecture was appointed as the basic

reference design of this cultural region planning.

This thesis report is seen as a sequel of the design process, observation,

analysis and implementation into a design that worked in Architectural Design

Studio 6. The final goal of this task is the design of a cultural museum region with

varied functions that could accommodate the tourists to enjoy cultural tour in a

tourism area. It’s Architectural design also made with the long process through

many revisions resulting in a powerful shape in its philosophy yet presenting

modernity. So that the value of postmodern architecture and cultural heritage

remains alive.

Keywords : Tourism, Culture, Bawömataluo, Museum, Landscape,

(18)

ABSTRAK

Indonesia, merupakan negara dengan kekayaan budaya dan potensi alam yang sangat beragam dan luar biasa -tersebar di seluruh gugusan pulau-pulaunya.Sumatera utara adalah salah satunya.Kekayaan potensi alam dan budaya ini seharusnya dapat menjadikan provinsi ini menjadi salah satu opsi dari destinasi wisata nusantara bahkan dunia. Kabupaten Nias Selatan adalah salah satu region yang memiliki kekayaan-kekayaan tersebut, namun sampai sekarang seakan tersembunyi dan hanya diketahui oleh segelintir orang. Tugas ini dibuat dalam rangka menjawab isu „hilangnya‟ potensi budaya dan alam tersebut dengan kemasan pariwisata yang secara holistik dapat menghidupkan kembali nilai-nilai yang tersembunyi itu. Kemudian isu lain yang dipandang penting adalah kontekstualitas arsitektur dalam menghadirkan aura budaya tanpa mengalihkan nilai-nilai utamanya. Untuk itu diangkatlah tema besar Postmodern Architecture sebagai acuan dasar perancangan kawasan ini.

Secara sederhana, laporan skripsi ini dipandang sebagai sebuah sekuel dari proses desain, pengamatan, analisis dan implementasi ke dalam sebuah perancangan yang dikerjakan dalam Studio PA 6. Tujuan akhir dari tugas ini adalah perancangan sebuah kawasan museum budaya dengan beragam fungsi yang dapat memfasilitasi wisatawan untuk menikmati tour budaya di dalam sebuah kawasan pariwisata. Arsitektur bangunan yang dirancang pun dibuat dengan proses panjang yang mengalami banyak revisi sehingga menghasilkan bentukan yang kuat dalam filosofisnya namun tetap modern dalam penampilannya. Hingga pada akhirnya nilai arsitektur postmodern dan kebudayaan yang diwariskan tetap hidup sampai selanjutnya.

Kata Kunci : Pariwisata, Budaya, Bawömataluo, Museum, Landscape,

(19)

ABSTRACT

Indonesia, a country filled with so many cultural and natural potential

which so varied and extraordinary -spread across islands. North Sumatra is one

of them. The potential of natural and cultural wealth of this province should be

able to make it became one of the local and even world-class tourism options

destination. South Nias district is one of the regions that have those kind of

wealth, but until nowadays it seems like it was hidden and only known by a small

group of people. This report is made in order to response the issue of cultural

and natural potential 'disappearance'of the tourism package that holistically can

revive hidden values. And the other issues that seemed important is contextuality

of architecture in representing the cultural aura without divertingit’s primary

values. For the major themes Postmodern Architecture was appointed as the basic

reference design of this cultural region planning.

This thesis report is seen as a sequel of the design process, observation,

analysis and implementation into a design that worked in Architectural Design

Studio 6. The final goal of this task is the design of a cultural museum region with

varied functions that could accommodate the tourists to enjoy cultural tour in a

tourism area. It’s Architectural design also made with the long process through

many revisions resulting in a powerful shape in its philosophy yet presenting

modernity. So that the value of postmodern architecture and cultural heritage

remains alive.

Keywords : Tourism, Culture, Bawömataluo, Museum, Landscape,

(20)

BAB I

(21)

BAB I

SEBUAH PENGANTAR

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan budaya dan kekayaan alam yang beragam yang tersebar di seluruh daerah. Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang menyimpan berbagai potensi alam dan budaya dari beragam suku, seperti Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Nias, dll. Kebudayaan Nias, terkhusus Nias Selatan sebagai salah satu dari beragam budaya yang ada di Sumatera Utara merupakan sebuah kebudayaan yang menyimpan cerita yang luar biasa, baik dalam sejarahnya, teori kosmologisnya, sampai kepada arsitekturnya yang dikenal sangat kokoh, terbukti saat sekitar 650 unit rumah tradisional bertahan dari gempa bumi sumatera yang mengguncang dengan kekuatan sebesar 8,7 SR pada 8 Maret 2005 silam yang merupakan gempa bumi terbesar kedua dengan potensi tsunami sejak tahun 19641.

(22)

kosong di daerah Teluk Dalam sebagai lokasi pariwisata dan pengenalan budaya Nias Selatan.

Dari kondisi yang penulis temukan di lapangan melalui survey langsung dan melalui studi literatur, dari keseluruhan lahan di Kepulauan Nias, masih banyak yang belum terjamah dan masih merupakan hutan asli.Untuk lahan terpiilih di Teluk Dalam sendiri, ada sekitar 96% lahan (dari total 320 Ha) yang masih merupakan hutan yang belum terjamah.Di satu sisi hal ini sangat baik mengingat koefisien hijau di Indonesia semakin hari semakin menyusut. Namun di sisi lain, ada sebuah potensi yang bisa digali dari daerah tersebut dan sangat disayangkan jika tidak diolah dengan maksimal sebagai area revitalisasi.

Maka dari kondisi ini dibutuhkan adanya sebuah konsep desain yang mampu mengakomodir kedua kebutuhan tersebut, yaitu bagaimana caranya mempertahankan dan memajukan budaya lokal tanpa harus merusak alam yang telah dianugerahkan Tuhan untuk dijaga dan dikelola. Desain ini diharapkan akan dapat mengakomodasi kebutuhan dan visi besar untuk revitalisasi budaya Nias Selatan berbasis sosial sehingga secara makro dapat memenuhi kaidah-kaidah budaya dan secara mikro dapat memberikan kenyamanan dan kepuasan bagi seluruh pengguna fungsi kawasan ini.

Untuk itu pada tugas Perancangan Arsitektur 6 ini penulis membuat sebuah perancangan fungsi pariwisata budaya dan spiritual dengan judul

Perancangan Museum Budaya dan Gereja sebagai Landmark Kawasan

(23)

1.2. Rumusan Masalah

1. Warisan budaya dari seluruh desa budaya yang ada di Nias Selatan belum terdata sepenuhnya, sehingga tidak diketahui seutuhnya jenis dan jumlah warisan budaya yang ada, serta belum adanya wadah untuk memperkenalkan warisan budaya serta kebudayaan itu sendiri ke hadapan wisatawan. Selain itu, benda warisan budaya ini pun banyak dijual dengan harga yang relatif murah kepada para kolektor karena berbagai alasan. 2. Belum adanya sarana untuk beribadah yang representatif yang megah,

ikonik sebagai sebuah landmark dan dapat dibanggakan untuk mewakili keyakinan spiritual dari mayoritas masyarakat Nias Selatan.

3. Belum tersedianya fasilitas untuk wisata budaya yang terintegrasi dan mampu menghadirkan kembali kemegahan arsitektur tradisional-kontekstual di Kabupaten Nias Selatan sebagai akomodasi kegiatan pariwisata dan studi kebudayaan.

1.3. Maksud dan Tujuan

(24)

1. Menciptakan sebuah tempat atau wadah untuk menjaga, melestarikan dan mengumpulkan warisan-warisan kebudayaan Nias Selatan untuk diperkenalkan kepada wisatawan, sekaligus sebagai sebuah landmark di pintu masuk utama kawasan.

2. Menyediakan sarana untuk beribadah yang megah dan dapat dibanggakan sekaligus menjadi sebuah representasi dari mayoritas agama masyarakat Nias Selatan.

3. Menghadirkan konsep arsitektur yang representatif akan arsitektur tradisional Nias Selatan dalam bentukan dan filosofi postmodern.

1.4. Lingkup / Batasan Proyek

Perancangan dan perencanaan Kawasan Museum Budaya bisa memiliki lingkup pembahasan yang sangat luas, agar dapat ditangani dengan jelas, dalam pembahasan dan perencanaan ini maka dibuat batasan-batasan berikut:

1. Lokasi yang menjadi lingkup pembahasan dalam tugas akhir Studio Perancangan Arsitektur VI ini adalah Kawasan Teluk Dalam di Kabupaten Nias Selatan dengan batasan wilayah perancangan seluas ±56 Ha dari keseluruhan ±320 Ha lahan yang tersedia.

(25)

3. Masalah Sosial, budaya dan ekonomi dibahas sebatas keperluan perancangan, tidak dibahas secara mendalam di dalam tugas ini.

4. Pembahasan dibatasi pada masalah-masalah yang berada dalam lingkup disiplin ilmu Arsitektur, sedangkan hal-hal diluar pemikiran Arsitektur apabila dianggap berperan dalam menemukan faktor-faktor perencanaan akan dibahas dengan teori, asumsi dan pemikiran serta studi banding pada kasus sejenis dengan melihat perkembangan zaman serta logikasederhana sesuai dengan kemampuan perancang.

1.5. Pendekatan Perancangan

Pendekatan yang ada dalam perancangan ini menggunakan beberapa metoda sebagai berikut:

a. Studi Literatur

Metoda yang digunakan dengan cara mempelajari permasalahan yang ada pada perancangan dengan menggunakan pemecahan masalah, pengambilan teori, penggunaan data berdasarkan referensi-referensi yang dianggap relevan, kontekstual, dan mendukung dalam proses perancangan.

b. Studi Banding

(26)

yang memiliki kesamaan isu ataupun tema yang diambil dari berbagai sumber seperti buku, internet, majalah, dan lainnya.

c. Survey Lapangan

Metoda menganalisis dan survey lapangan secara langsung.

1.6. Kerangka Berfikir

(27)

BAB II

(28)

BAB II

SEBUAH PENGALAMAN

2.1. Pengertian dan Penjelasan Singkat Proyek

Dalam proyek ini, penulis mendapat isu proyek yaitu perancangan kawasan museum budaya Nias Selatan, dimana kondisi terkini lahan perancangan masih hanya digarap sekitar 1,86% dari total luas kawasan untuk dijadikan KEK. Berdasarkan hal tersebut perancangan ditugaskan untuk mengkaji dan merancang konsep kawasan museum budaya yang tepat dan kontekstual terhadap isu/ kebutuhan tersebut sehingga penulismengangkat judul proyek yaitu

“Perancangan Museum Budaya dan Gereja sebagai Landmark Kawasan

Ekonomi Khusus Idealand, Teluk Dalam, Nias Selatan”, dengan pengertian :

 Perancangan : Proses, cara atau perbuatan merancang, mengatur segala sesuatu2.  Kawasan : Daerah tertentu yang mempunyai ciri tertentu, seperti tempat tinggal, pertokoan, industri, dll3.

 Museum : Gedung yang digunakan sebagai

tempat untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian

2

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hak Cipta Pusat Bahasa (Pusba), http://kbbi.web.id 3

(29)

umum, seperti peninggalan sejarah, seni dan ilmu4.

 Budaya : Suatu pola hidup menyeluruh.

Bersifat kompleks, abstrak dan luas5.  Teluk Dalam, Nias Selatan : Ibukota Kabupaten Nias Selatan yang

memiliki potensi warisan budaya dan kearifan lokal yang masih murni.  Kawasan Ekonomi Khusus : Pembangunan sarana baru yang

ditujukan untuk industri tertentu (sesuai dengan keunggulan daerah) yang mampu menyediakan infrastruktur untuk mendukung pengembangan dan operasional industri, termasuk perumahan, sarana komersil, dll.6

Berdasarkan penelaahan pengertian dari tiap kata-kata pada Judul Proyek tersebut, penulis menetapkan bahwa Perancangan Kawasan Museum Budaya di Kawasan Ekonomi Khusus Idealand, Teluk Dalam adalah sebuah konsep

4

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hak Cipta Pusat Bahasa (Pusba), http://kbbi.web.id 5

(30)

baru perancangan daerah pelestarian budaya dan pariwisata di Teluk Dalam, Nias Selatan.

Proyek ini memiliki fungsi yang beragam dengan fungsi komersil sesuai dengan visi yang telah dijelaskan sebelumnya, baik itu Museum Budaya, Gereja, Hotel Resortdan Ruang Terbuka Hijau. Pada tugas ini, lokasi proyek dipilih sesuai dengan lokasi yang diusulkan oleh pihak pemerintah Kabupaten Nias Selatan sebagai area yang akan dikembangkan, yaitu lahan sebesar 320 Ha di Teluk Dalam, Kab.Nias Selatan, Sumatera Utara. Namun untuk kawasan museum budaya ini sendiri hanya mengambil sekitar 56 Ha saja dari total keseluruhan lahan yang tersedia.

2.2. Tinjauan Umum Proyek

2.2.1. Museum Budaya

a. Pengertian Museum Budaya

(31)

Museum Budaya ini dirancang dengan tujuan sebagai wadah untuk menghidupkan kembali „keagungan‟ budaya fisik dan non-fisik tersebut dalam

kemasan yang baru dan kontekstual.Secara teknis beberapa artefak-artefak budaya dari beberapa desa budaya yang masih hidup di Kab. Nias Selatan akan dipindahkan untuk dipamerkan secara berkala di museum ini, sekaligus menyediakan fitur keliling museum ditemani guide yang direncanakan adalah masyarakat lokal Nias Selatan sebagai pemenuhan konsep empowering culture village, yaitu menyediakan dan mengatur sebuah program pengabdian masyarakat. Konsep ini sekaligus untuk menunjukkan keramahtamahan budaya Nias Selatan ke hadapan wisatawan.

2.2.2. Gereja

a. Pengertian Gereja

(32)

dibuat juga dapat mempengaruhi perwujudan arsitekturnya, termasuk pada gereja7.

Gereja, secara Teologis memiliki arti non-fisik, yaitu „Persekutuan antar Jemaat Allah‟.Sehingga dalam perancangan sebuah gereja, pertimbangan pertama

yang perlu ditinjau adalah tujuan dari pembangunan gedung gereja tersebut, yaitu sebagai tempat beribadah.Karena gereja adalah perwujudan sejarah dari hidup Kristus, maka nlai-nilai di dalamnyajuga harus memiliki kesatuan dengan hati Yesus8.Sangat penting sebuah rancangan yang matang agar gereja benar-benar memperhitungkan aspek-aspek teologis, filosofis dan fisiknya.

2.2.3. Hotel Resort

Lorenzo, dalam Architectural Design : Design Hotels memaparkan makna dari hotel dalam pandangan pariwisata sebagai berikut, „Hotels are one of major

expressions of the magic essence of travel and the temporary and fleeting

experience of visiting a place that is not one’s own’. Artinya sebuah hotel harus

mampu menjadi sebuah ekspresi besar dari sebuah perjalanan wisata menuju ke suatu tempat tertentu secara temporer.

Hotel resort sendiri lahir dengan dilatari kebutuhan manusia akan tempat liburan, yang dapat menjadi tempat pelarian dari kejenuhan kehidupan kota yang modern. Kebutuhan ini seperti jeda dari kejenuhan kehidupan kota yang modern.

7

Studi Komparasi Bentuk dan Makna Arsitektur Gereja WCP Schoemaker, 2012 8

(33)

Kebutuhan ini seperti jeda dari kehidpan hiruk-pikuk kota yang biasa menjadi kehidupan rutinitas sehari-hari. Oleh karena itu, hotel resort hadir sebagai sarana wisata hunian dengan menawarkan fasilitas-fasilitas yang mendukung terciptanya pengalaman jeda dari kehidupan kota bagi para tamunya.

Menurut SK No 241/H70 Menteri Perhubungan RI, Hotel Resort adalah hotel yang biasanya berlokasi di luar kota, pegunungan, tepi danau dan pantai atau daerah rekreasi yang memberika fasilitas penginapan kepada orang-orang yang dating bersama keluarga untuk jangka waktu yang relative lama. Definisi lain dari hotel resort juga dijelaskan dalam Architect’s Data, bahwa hotel resort didesain untuk melayani paket-paket liburan dimana daiaransir memenuhi kebutuhan besar terutaa pada akhir minggu dan musim-musim liburan.

Sehingga, pada umumnya yang dijual oleh hotel resort berupa (Sumarno, 1999, hal.20) :

Scene (potensi alam), yaitu potensi fisik kawasan resort, seperti kondisi alam yang berupa perbukitan, pegunungan, dataran tinggi, sungai, pantai dan laut, flora da fauna, iklim daerah yang berguna untuk menciptakan suasana yang baru dan berbeda dengan suasana kota.

 Budaya yang merupakan cirri khas daearah setempat, adat istiadat yang

dapat mendukung terciptanya kekhasan suasana lokasi hotel resort.

(34)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hotel resort merupakan jenis hotel yang menjadikan potensi alam dan budaya sebgai daya jualnya.Dalam menanggapi hal ini, keunikan dari lokasi perancangan hotel resort sangat ditonjolkan.Potensi alam diadaptasi dan dijadikan unsur utama dalam desain bangunan.Selain itu, desain bangunan juga harus mengadaptasi kebudayaan lokal sebagai usaha melestarikan kebudayaan local sebagai penghargaan terhadap lingkungan sekitar.Pemasukan unsur alam dan budaya ke dalam desain bangunan hotel resort disesuaikan dan dipadukan terhadap kebutuhan ruang sehingga menciptakan sebuah hunian sementara yang nyaman dan rekreatif sesuai dengan konsep dasar arsitektur bangunan hotel resort.

2.2.4. Ruang Terbuka Hijau

(35)

 Fungsi Estetika.

Berdasarkan aspek-aspek fungsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa RTH memiliki manfaat yang bersifat tangible (langsung), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan, juga yang bersifat intangible (tak langsung), yaitu sebagai pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isinya.

2.3. Lokasi Perancangan

2.3.1. Pengenalan Lokasi

(36)
(37)

Untuk mencapai lokasi perancangan,ada 3 alternatif transportasi yang tersedia hingga saat ini. Dari Medan, dapat menempuh jalur darat selama 8 jam menuju Sibolga, kemudian dari pelabuhan Sibolga naik kapal menuju pelabuhan di Gunungsitoli selama ±8 jam perjalanan. Alternatif terakhir adalah jalur udara, yaitu dengan pesawat terbang kecil selama 45 menit perjalanan dari Kualanamu (KNO) menuju bandara Binaka di GunungSitoli. Dari kota Gunungsitoli perjalanan selama ± 3 jam menempuh jalur darat menuju Teluk Dalam.

Gambar 2.2. View laut dari tepi jalan menuju Teluk Dalam Sumber :Penulis,2015

2.3.2. Survey : Lebih Dekat dengan Tapak

(38)

berat sedang menggali dan menimbun tanah, meratakan tanah, dan ada juga struktur bangunan yang sedang dikerjakan.Selain itu ada bagian kanal yang sudah digali membelah bagian tengah site serta memanjang dari arah pintu masuk menuju kawasan tersebut.

Gambar 2.3. Kondisi lahan existing dan area yang sedang digarap Sumber :Dok.Penulis,2015

Setelah melihat kondisi site secara langsung untuk melihat potensi dan restriksi, penulis mencoba meninjau kondisi tapak tersebut dengan membaginya menjadi 2 aspek, yaitu Aksesibilitas dan aspek Lingkungan.

(39)

memakan waktu, menempuh jalur darat dengan mobil sejauh ±120kmadalah pilihan yang lebih efektif dan efisien. Kondisi jalan menuju site dapat dikatakan baik, yakni jalan beraspal mengitari tepi laut.

Yang kedua adalah kondisi Lingkungan. Setelah penulis dan tim tiba di lokasi, kami melihat sejumlah potensi alam yang luar biasa yang masih murni, belum terjamah. Tanah karang yang dikelilingi hutan mangrove, pohon-pohon kelapa, dan berbatasan langsung dengan laut. Cukup terkagum dengan keindahan alamnya, penulis pun diberitahu bahwa selain kekayaan alam, Nias Selatan juga kaya akan hasil lautnya, banyak jenis seafood yang dapat disajikan yang merupakan hasil tangkapan langsung dari lautan Nias.

(40)

2.4. Analisis Lokasi Perancangan

2.4.1. Analisa Iklim Site

Posisi geografis Kab. Nias Selatan yang terletak di daerah khatulistiwa ang menyebabkan curah hujannya tinggi, dengan rata-rata curah hujan 3401,9 mm per tahun (data BPS Nias Selatan 2007). Akibatnya kondisi alamnya sangat lembab dan basah.Keadaan iklimnya dipengaruhi oleh Samudera Hindia. Suhu udaranya berkisar antara 22º-31ºC dengan kelembaban udara sekitar 86-92% dan kecepatan angin antara 5-16 knot/jam.Curah hujan tinggi dan relatif turun hujan sepanjang tahun10. Dengan tingkat curah hujan seperti demikian, maka kawasan ini perlu sebuah penanganan drainase yang mampu mengontrol pembuangan air hujan dari tapak. Hal ini dapat dimaksimalkan dengan kosep kanal buatan yang diciptakan mengaliri seluruh kawasan sebagai water-handling kawasan selain sebagai sarana transportasi sekunder dan nilai jual pariwisata. Selanjutnya tim membuat ilustrasi arah pergerakan matahari pada kawasan sesuai dengan data peta udara sebagai berikut.

10

(41)

Gambar 2.4. Ilustrasi Pergerakan Matahari terhadap Site Sumber :Dok.Penulis,2015

Dengan arah matahari seperti diilustrasikan, maka sangat disarankan untuk merancang bangunan dengan orientasi utara-selatan sebagai langkah sederhana menerapkan sustainable architecture. Beberapa contohnya adalah dengan mengekspos bangunan semaksimal mungkin kea rah utara-selatan, kemudian memberikan bukaan secukupnya pada arah timur-barat lalu memberikan perlindungan kedua berbentuk penyaring terhadap paparan sinar matahari yang berlebihan.Untuk lebih detailnya akan dibahas melalui konsep-konsep mikro pada fungsi yang akan dirancang.

2.4.2. Analisa View

(42)
(43)

Gambar 2.6. View ke Luar Site

2.4.3. Analisa Vegetasi Existing

(44)

yang sangat kurang kandungan oksigennya sekalipun. Hutan Bakau menjadi sangat penting eksistensinya di tepi pantai atau daerah pasang surut air laut karena memiliki fungsi antara lain :

 Melindungi pantai dari erosi dan abrasi,  Mencegah intrusi air laut,

 Mitigasi perubahan iklim melalui penyerapan CO2 dari udara,  Memiliki potensi edukasi dan wisata,

 Menghasilkan bahan-bahan bernilai ekonomis seperti kayu untuk bahan

bangunan, dll11.

Fungsi-fungsi tersebut menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan dalam perancangan lingkungan berkelanjutan, sehingga perancangan tidak berat sebelah pada aspek pariwisata maupun ekonomi yang tidak holistik.

2.5. Bawömataluo, Saksi Kebudayaan yang Bertahan Hidup

2.5.1. Tujuh Puluh Tujuh Anak Tangga

Setelah menikmati dan mengamati lokasi perancangan, penulis dan tim berangkat menuju sebuah perkampungan dengan warisan budaya yang masih bertahan hidup di tengah kerasnya arus perubahan postmodern yang menawarkan segala kenyamanan dan kemudahan. Ialah Bawömataluo, sebuah desa yang berada

11

(45)

di sebelah Barat Laut lokasi perancangan, terletak di Kecamatan Fanayama, berdiri pada ketinggian 324 m di atas permukaan laut.

Gambar 2.7. Peta Udara Desa Budaya Bawömataluo terhadap site Sumber :Google Maps,2015

Peninjauan Desa Bawömataluo ini bertujuan untuk melihat dan mengenal serta merasakan secara langsung warisan budaya Nias Selatan yang saat ini telah diajukan sebagai salah satu World Heritage Centre oleh UNESCO12.

(46)

Perjalanan menuju desa ini kami tempuh sekitar 1 jam dari lokasi penginapan yang berada di Pantai Sorake yang terletak di sebelah barat lokasi perancangan. Kali ini jalan yang dilalui menuju desa Bawömataluo adalah jalan yang menanjak mengingat posisi desa yang berada sangat tinggi dari permukaan laut dengan kondisi jalan 2 lajur yang tidak terlalu lebar dan pada beberapa titik masih ada hutan di kanan-kiri jalan. Sesampainya di gerbang masuk desa, tim terlebih dahulu disambut oleh Kepala Desa yang menjabat, yaitu Bapak Ariston Manaó di kediamannya di samping tangga masuk desa yang sekaligus sebagai museum kecil tempat beberapa artefak budaya dari desa Bawömataluo disimpan dan dipamerkan.

Gambar 2.8. Beberapa Warisan Artefak yang disimpan di Museum Desa sumber :Dok. Penulis.,2015

(47)

merasakan rasa hormat dan keramahtamahan masyarakat setempat sebagai bukti bahwa mereka menghargai setiap tamu yang datang ke desa mereka.

Gambar 2.9. Pakaian Adat/ Tradisional Nias Selatan di Museum Desa Bawömataluo

sumber :Dok. Penulis, 2015

(48)

Gambar 2.10. Tangga menuju desa Bawömataluo sumber :Dok. Penulis, 2015

Hal pertama yang menyentak pikiran penulis adalah adanya sebuah kesamaan pola susunan ruang di desa Bawömataluo dengan desa budaya di Batak Toba, yaitu susunan rumah-rumah rakyat –dalam bahasa setempat disebut Omo Hada- yang saling berhadap-hadapan dan masing-masing rumah terpisah sejauh 4 meter. Kemudian di bagian tengah ada sebuah rumah yang paling tinggi dan paling besar di antara semua rumah yang ada di desa ini. Rumah tersebut adalah rumah Raja –disebut Omo Sebua-, yang masih dihuni oleh generasi ke empat dari keturunan Raja Laowo yang dulu menguasai desa Bawömataluo13.

13

Description.Bawömataluo Site, WorldHeritage Convention, UNESCO.

(49)

Gambar 2.11. Omo Sebua (atas) dan Omo Hada (bawah) sumber :Dok. Penulis, 2015

Rumah Raja (Omo Sebua) ini seakan menjadi core dari pola axis desa. Di depan rumah ini terhampar ruang terbuka yang luas dan dialasi susunan batu. Di lapangan ini terletak sebuah batu besar seperti dipan yang dahulu adalah sebuah meja untuk melakukan ritual-ritual kepercayaan leluhur.

Gambar 2.12. Ukiran pada batu besar di depan Omo Sebua sebagai tempat ritual sumber :Dok. Penulis, 2015

(50)

Ritual yang menggunakan susunan batu ini adalah Fahombo Batu atau Lompat Batu, sebuah warisan budaya yang pada awalnya lahir pada zaman peperangan antar suku di pulau Nias. Ritual ini dibuat sebagai sebuah patokan untuk setiap orang (pria) dalam rangka persiapan untuk menjadi ksatria/ patriot untuk dikirim ke medan perang14. Bahkan pada masa peperangan tersebut, tidak jarang dinding batu itu dilapisi oleh benda-benda tajam seperti paku untuk membuktikan betapa serius dan sakralnya ritual tersebut dalam sejarah perjuangan suku Nias. Prajurit yang mampu melewati ritual ini mendapat sebuah kebanggaan dan kehormatan besar serta mendapatkan status sosial yang lebih tinggi di masyarakat.

Setelah periode perang berakhir, ritual ini menjadi sebuah budaya yang masih dipraktekkan dengan tujuan seperti olahraga dan sebuah daya tarik untuk turis domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke Desa Bawömataluo15.

(51)

Selain lompat batu, masih banyak ritual yang telah menjadi budaya yang masih hidup di Nias Selatan, termasuk di desa Bawömataluo hingga saat ini. Sala satu contoh lainnya adalah tari perang atau dalam bahasa lokal disebut Tari

Fataele. Namun sangat disayangkan penulis tidak sempat melihat tarian tersebut.

Gambar 2.14. Tari Perang (Tari Fataele)

sumber :https://sisteminformasipulaunias.files.wordpress.com/2014/10

2.5.2. Omo Sebua- Sebuah Warisan Arsitektur

(52)

tanah, sementara rumah tradisional Nias ini berhasil bertahan dari goncangan tersebut16.

Gambar 2.15. Tampak Depan Omo Sebua sumber :Dok.Penulis,2015

Akses masuk ke rumah ini hanyalah sebuah tangga kecil yang berada di bagian tengah bawah rumah17. Menurut penuturan penduduk desa, ini didesain secara sengaja untuk melindungi penghuninya dari serangan di masa perang suku. Bahkan dahulu pintu ini juga dilengkapi dengan jebakan untuk menghalau musuh.

Secara visual rumah tradisional Nias Selatan ini sangat proporsional dan megah dalam skalanya. Dengan atap yang mencapai tinggi 16 meter dan aslinya ditutupi oleh gable roof–saat ini sudah direnovasi dan diganti menjadi seng- serta teritis yang sangat lebar di bagian depan dan belakang rumah menghasilkan shading yang maksimal serta menjadi shelter bagi penghuninya dari hujan.

16

https://en.wikipedia.org/wiki/Omo_sebua 17

(53)

Gambar 2.16. Desain Atap Omo Sebua, sebuah kearifan lokal sumber :Dok.Penulis, 2015

Interior rumah ini masih dipertahankan sedemikian rupa di ruang-ruang utamanya, sehingga masih terjaga keaslian kualitas ruangnya untuk dinikmati. Susunan kursi raja dan ratu di atas panggung tahta yang sejajar dengan arah jendela di atap, susunan tengkorak rahang babi di bagian rangka atap, plat lantai dari papan kayu (hardwood) dan keaslian struktur ala sambung, tanpa penggunaan paku sama sekali, semuanya dipertahankan sebagai sebuah warisan budaya yang sangat layak untuk dijadikan sebuah studi arsitektur akan bangunan tahan gempa.

(54)

BAB III

STUDI : SEBUAH

(55)

BAB III

STUDI : SEBUAH PERBANDINGAN

3.1. Studi Banding 1 - Museum Ullen Sentalu, Yogyakarta

Museum Ullen Sentalu, terletak di daerah Pakem, Kaliurang, Kabupaten Sleman, adalah sebuah museum yang menampilkan budaya dan kehidupan para bangsawan Dinasti Mataram (Kasunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, Praja Mangkunegara dan Kadipaten Pakualaman) beserta koleksi bermacam-macam batik (baik Yogyakarta maupun Surakarta). Museum ini juga menampilkan tokoh raja-raja beserta permaisurinya dengan berbagai macam pakaian yang dikenakan sehari-harinya18.

Gambar 3.1. Kolase Foto Museum Ullen Sentalu Sumber :https://mamanya.files.wordpress.com

18

(56)

34

Joshua D P Hutapea | 110406042

Dirancang oleh Yoshio Taniguchi dari MoMA Architect (Museum of Modern Art), membuktikan bahwa arsitektur sebagai karya seni tertinggi tidak tampil sebagai rancangan sendiri yang terpisah, tapi menyatu dengan koleksi museum yang berada didalamnya dalam sebuah habitat. Itulah yang dilakukan museum Ullen Sentalu yang dirancang mulai dari ruang tata pamer, struktur ruangan dan lay out bermacam bangunan, bukan untuk tampil sendiri-sendiri tidak terintegrasi tapi menyatu dengan koleksi didalamnya sehingga dapat mengingatkan kembali (mnemonic) memori kolektif sebuah peradaban yang sudah berlangsung ribuan tahun. Mataram Kuno yang diwakili dengan bermacam bangunan candi terbuat dari batu andesit yang tersebar di „bhumi mataram‟

ditampilkan dalam tata ruang pameran tetap: Guwo Selo Giri (Gua Batu Gunung) yang terletak tiga meter dibawah permukaan tanah menyerupai gua masa silam atau bunker bangunan modern dengan struktur seluruhnya mirip bangunan candi, yaitu terdiri dari batu andesit yang dibiarkan terbelah tanpa polesan.

(57)

dibangun oleh dinasti Mataram Kini. Keluar dari lorong Guwo Selo Giri terhampar tangga „stairway to heaven‟ menuju Taman Kaswargan (Heavenly

Hills) dengan struktur punden berundak yang akan mengingatkan kebudayaan megalitikum yang pernah ada ratusan ribu tahun silam atau mengingatkan tangga Hastonorenggo di bukit Imogiri, menuju ke persemayaman raja-raja Mataram Kini.

(58)

36

Joshua D P Hutapea | 110406042

itu terdapat rumah saudagar yang menyimpan bermacam benda berharga mirip koleksi dalam sebuah museum.

(59)

Pura Mangkunegara dari Solo dan Kration Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pura Paku Alam dari Jogja. Pada ujung Guwo Selo Giri terhampar tangga menuju Kampung Kambang dan Taman Kaswargan19.

3.2. Studi Banding 2 – Luce Memorial Chapel, Taichung, China

Luce Chapel adalah sebuah Chapel untuk kaum Nasrani yang merupakan sebuah fasilitas dari Taichung University di Taichung, Taiwan. Chapel ini dirancang oleh arsitek senior I.M.Pei –yang juga sebelumnya bertanggungjawab dalam perancangan masterplan dan rencana pengembangan awal Taichung University- dalam kolaborasi dengan Chi-kuan Chen dan Chao-kang Chang. Chapel ini didedikasikan kepada Rev. Henry W.Luce, seorang misionaris asal Amerika yang melayani di China di akhir abad ke-1920.

Dirancang dengan luas lantai sekitar 477 m2, termasuk sebuah nave dengan 500 tempat duduk, sebuah mimbar dan ruang-ruang robing.Dengan empat dinding melengkung yang menjulang setinggi 19,2 meter, menghasilkan sebuah focal landmark di kampus.

I.M. Pei sangat berhati-hati dalam merancang sesuatu agar sesuai dengan konteks lingkungan di Taiwan, dengan dinding yang terbuat dari reinforced

19

Museum Ullen Sentalu Official Website,http://ullensentalu.com/konten/21/0/arsitektur#d=desain 20

(60)

38

Joshua D P Hutapea | 110406042

concreteuntuk mengakomodir stabilitas terhadap gempa bumi dan daya tahan terhadap kondisi udara yang lembab dan angin topan Taiwan. Konstruksi dari bekisting yang rumit dilakukan secara lokal oleh para tukang yang bekerja.

Gambar 3.2. Luce Memorial Chapel Sumber :http://www.arcspace.com

Untuk menghasilkan bentuk yang diinginkan, tulangan memperkuat dan menopang permukaanyang melengkung, dan tulangan tersebut semakin besar ke bawah untuk menghindari tekukan dari material.

(61)

Gambar 3.3. Interior Luce Memorial Chapel Sumber :https://farm3.staticflickr.com

Keempat dindingnya seolah berdiri sendiri satu dengan yang lain, namun sebenarnya semuanya saling terkoneksi melalui sebuahglazed slotsdan sebuah small structural bow tiesyang dipasangkan di bagian atas langit-langit chapel21.

Gambar 3.4. Ilustrasi Struktur Massa Chapel

21

(62)

40

Joshua D P Hutapea | 110406042

Sumber :http://www.archdaily.com

3.3. Studi Banding 3 – Maya Ubud Resort & Spa, Bali

Maya Ubud Resort & Spa, terletak di Jl. Gunung Sari Peliatan, Ubud, Bali, dirancang oleh seoang arsitek Indonesia yang telah berkiprah di dunia arsitektur internasional, Budiman Hendropurnomo, direktor DCM Indonesia. Mengangkat tema Sustainable Modern Architecture, resort ini dirancang dengan kombinasi dari konsep-konsep modern dan tradisional. Tidak ada lukisan-lukisan Bali yang rumit, tanpa topeng ataupun patung, melainkan penekanan secara mendalam akan konsep tradisional melalui pengolahan lansekap dan arsitektur22.

(63)

jacuzzi, dll. Semuanya dirancang bersentuhan dengan alam, sehingga arsitektur bangunannya sendiri menjadi sebuah kekuatan pendukung lansekapnya.

(64)

BAB IV

(65)

BAB IV

SEBUAH IDE KONSEPTUAL

Pada bab ini perancang akan membahas tentang proses desain dari awal hingga memasuki tahap Preview 1 dan 2. Langkah pertama adalah penentuan tema desain besar, dimana pada awalnya tema yang diusulkan adalah sustainable and symbiosis. Lalu setelah melalui proses survey, analisis dasar, serta diskusi, akhirnya tim desain mengambil tema Postmodern Architecture sebagai acuan besarnya namun tetap berusaha memasukkan nilai-nilai sustainability dan symbiosis.

Sebelum memasuki konsep, perancang mencoba melakukan penelaahan tema terlebih dahulu. Postmodern, dalam bahasa Indonesia memiliki arti yang sama dengan pasca-modern, yaitu belum sampai kepada tujuannya yang baru tapi juga belum melepaskan semua makna modernitasnya23. Postmodern di dalam arsitektur , menurut Charles Jencks adalah campuran antara macam-macam tradisi dan masa lalu. Postmodernisme adalah sebuah kelanjutan dari modernisme, sekaligus melampaui modernisme.Ciri khas dari karya-karyanya adalah makna ganda, ironi, banyaknya pilihan, konflik dan terpecahnya berbagai tradisi, karena heterogenitas sangat memadai bagi pluralisme24.

23

(66)

Perancang memutuskan untuk menggunakan tema postmodern ini sebagai sebuah gagasan besar yang hampir menyerupai proses simbiosis antara masa lalu dan masa kini, sehingga menghasilkan sebuah sintesa bentuk dan ruang dengan nilai vernakular yang kental namun memiliki roh kekinian yang dihasilkan oleh teknologi bangunan dan sebagainya.

4.1. Ide Awal Sebuah Masterplan

(67)

Gambar 4.1. Ide Awal Zona Fungsi Kawasan Secara Keseluruhan

Hal inilah yang akhirnya menimbulkan sebuah lubang besar dalam tugas perancangan ini. Dan lebih lagi, judul yang perancang dan tim usulkan pun masih sebatas judul besar kawasan secara keseluruhan, yaitu „Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Teluk Dalam, Nias Selatan‟. Inilah modal awal yang dibawa ke

hadapan para Penguji pada hari Preview 1.

(68)

lainnya yang sudah ada dalam radius beberapa puluh kilometer dari lokasi perancangan, dan lain sebagainya.

Gambar 4.2. Contoh Analisis Sirkulasi Secara Makro yang Dibuat Oleh Tim Perancang

Segera setelah Preview 1 selesai, perancang dan tim menyusun ulang formasi pengerjaan fungsi-fungsi kawasan agar lebih terkonsentrasi dan memiliki kontinuitas baik secara sirkulasi maupun secara fungsional. Akhirnya ditetapkan bahwa perancang menambah beberapa bagian fungsi seperti Museum Budaya

(69)

untuk olahraga pantai dan juga pertunjukan budaya secara besar-besaran, serta beberapa lokasi tambahan untuk SPBU, kantor Unit Pelayanan PLN dan PDAM (namun hanya perancangan tapaknya saja) hingga akhirnya luas kawasan perancangan pun bertambah menjadi ±56 Ha.

4.2. Menuju Preview 2 - Bagian Pertama

Setelah hari Preview 1 terlewati, perancang memulai kembali proses analisa, studi banding dan kelayakan fungsi, dasar pembagian zona masing-masing fungsi, serta tujuan perancangan masing-masing-masing-masing fungsi yang telah direvisi seperti telah disebutkan di atas.

(70)
(71)

a. Museum Budaya

Museum Budaya atau yang pada awalnya diusulkan dengan nama Istana Rakyat ini direncanakan untuk menjadi sebuah landmark di kawasan ekonomi khusus ini, maka perancang memilih tempat yang pada kondisi eksisiting saat ini berada sejajar dengan axis kanal utama yang memanjang dari Timur Laut – Barat Laut. Titik ini juga dekat dengan gerbang utama menuju kawasan, sehingga dengan posisi ini museum budaya tersebut akan menjadi sebuah landmark kawasan yang menyambut para pengunjung setelah memasuki kawasan perancangan.

Gambar 4.4. Posisi Museum Budaya (Istana Rakyat) pada Peta Udara Kawasan Sumber :Google Maps, 2015

b. Ruang Terbuka Hijau

(72)

pada awalnya adalah hutan mangrove.Maka pusat dari RTH kawasan ini sebagai tempat beribadah umat Kristen, dengan tambahan tujuan sebagai salah satu area wisata seperti Katedral St. Basilica di Eropa. Posisi pada tapak berhadapan dengan sisi RTH dan berbatasan dengan pantai sebagai sebuah view dan ekstensi area kegiatan outdoor dari gereja.

d. Hotel Resort & Cottages

Sebagai sebuah fasilitas komersil yang menjadi sasaran empuk wisatawan yang berkunjung dan ingin menginap, Hotel Resort & Cottages ini ditempatkan berbatasan dengan RTH dan juga laut, hotel menghadap kea rah RTH dan kanal, sementara cottages terletak di pantai dan di atas karang laut dan masih mempertahankan sebagian hutan bakau di eksisting.

e. Panggung Rakyat

(73)

lautan.Panggung rakyat ini diharapkan dapat menampung >1.000 penonton, maka perancang berusaha mensintesis kebutuhan sebuah panggung untuk penampilan budaya dengan kebutuhan sebuah stadion mini.

f. Perumahan Rakyat

Perumahan sebagai fungsi privat diletakkan berdampingan dengan kawasan pemukiman yang berbatasan dengan kawasan perancangan ini.

4.3. Menuju Preview 2 – Bagian Kedua

Secara umum, konsep besar dari masterplan ini adalah Building as

Sculpturedan Water-Crossed Zone. Artinya adalah setiap bangunan yang

(74)

Gambar 4.5. Skema Berpikir Konsep Building as a Sculpture

Bentukan-bentukannya dianalogikan sebagai sebuah sculpture dimana semua bangunannya memiliki nilai-nilai ikonik. Desainnya akan menjadi sebuah pencerahan dan mudah diingat serta memberikan dampak yang besar bagi kemajuan kabupaten Nias Selatan.

Sementara konsep water-crossed zone diimplementasikan ke dalam konsep kawasan dimana setiap fungsi akan dilalui oleh kanal-kanal kecil (sub kanal) yang merupakan belahan aliran dari kanal utama yang memanjang pada axis Timur Laut- Barat Laut. Kanal-kanal kecil ini pada akhirnya akan digunakan di masing-masing fungsi sebagai jalur transportasi internal kawasan (aksesibilitas) dan juga sebagai fitur aktifitas publik dengan konsep micro waterfront. Implementasi konsep „mengalirkan air melalui setiap fungsi‟ ini sekaligus menjadi

(75)

Gambar 4.6. Beberapa Implementasi Konsep Water-crossed Zone pada Kawasan

(76)

Perancangan 3 dari 4 fungsi diatas banyak mengalami perubahan dan pengembangan yang banyak berfokus kepada transformasi bentukan massa terkhusus pada bagian atap. Karena nilai vernakularitas akan dimunculkan melalui transformasi bentuk atap tradisional Nias Selatan yang kemudian digubah ke dalam bentukan bangunan modern yang bebas dengan menjaga keaslian proporsi.Selain melalui transformasi bentuk atap, perancang juga mencoba untuk menciptakan ruang-ruang luar yang diadaptasi dari keaslian ruang luar di desa budaya Bawomataluo sehingga wisatawa dapat merasakan pengalaman ruang yang kurang lebih sama namun dihadirkan dalam nuansa kekinian.

4.4. Preview 2

Setelah proses-proses tersebut, tiba saatnya untuk menjalani pengujian di Preview 2. Disini perancang cukup diapresiasi untuk usaha perancangan yang terdiri dari cukup banyak fungsi sehingga memakan tenaga ekstra untuk mencari eksplorasi desain yang paling baik yang perancang bisa.Namun masih ada beberapa kekurangan mayor dan minor di beberapa sektor perancangan.

(77)

sangat penting mengingat lokasi perancangan yang masih kental dengan budaya, yang artinya agar arsitektur berhasil di lokasi ini, pendekatan desain yang dilakukan haruslah kontekstual.

Kontekstualisme dalam arsitektur pada hakekatnya adalah persoalan keserasian dan kesinambungan visual, memori dan makna.Prinsip kontekstualisme dalam arsitektur adalah adanya pengakuan bahwa gaya arsitektur suatu bangunan selalu merupakan bagian fragmental dari sebuah gaya arsitektur yang lebih luas. Pendekatan dan pemikiran arsitektural yang sesuai untuk situasi tertentu mungkin tidak sesuai digunakan untuk situasi yang lain.

(78)

BAB V

(79)

BAB V

SEBUAH EKSEKUSI DESAIN

Pada bab ini perancang akan membahas hasil dari perancangan empat fungsi yang menjadi fokus desain dalam tugas perancangan ini dengan tema postmodern architecture yang dalam pengembangannya berusaha menjawab kebutuhan dan konteks perancangan fungsinya masing-masing.

(80)

5.2. Museum Budaya

Museum Budaya atau disebut juga dengan Istana Rakyat, dirancang sebagai wadah pameran budaya fisik dan non-fisik serta diharapkan menjadi area inti dari kawasan yang mengangkat nilai sejarah dan warisan budaya ini.Salah satu pendekatan desain yang dilakukan adalah pola simbiosis.Yang pertama adalah simbiosis antara ruang gerak dan ruang menetap atau viskositas dalam lansekap, yang kedua adalah simbiosis diakronis (Diachronic Symbiosis), mempelajari pola yang berbeda anatara arsitektur vernacular dengan arsitektur postmodern.

Konsep simbiosis ruang gerak-menetap ini diangkat dengan pemikiran bahwa setiap orang yang memasuki museum harus bergerak melalui setiap sudut ruang untuk melihat-lihat dan berhenti pada titik-titik tertentu dimana barang pameran diletakkan. Lebih dari itu, konsep simbiosis ini secara makro juga diterapkan dalam perancangan landscape dan massa museum yang mengalir.

(81)

Melalui skema tersebut dapat kita lihat kecairan alur pergerakan sejak memasuki entrance – ruang dalam – main park – extended park – skyview deck – hingga pulang atau keluar dari teritori museum ini. Beberapa fitur yang didesain dalam Museum Budaya ini antara lain digambarkan dalam mapping sebagai berikut.

Gambar 5.3. Fitur Museum Budaya

(82)

Mengangkat spirit dari perancangan arsitektur postmodern yang fleksibel, perancang melakukan sebuah sintesis desain dari kedua nilai arsitektur yang justru sangat berbeda tersebut.Dengan konsep demikian, perancang, setelah melalui beberapa kali asistensi akhirnya menemukan sebuah desain yang proporsional secara visual.

Selanjutnya setelah desain massa bangunan, perancang melakukan beberapa gubahan desain landscape yang fungsional dan estetis sebagai arena pameran budaya maupun ritual. Pemahaman akan desain landscape sangat dibutuhkan untuk dapat menciptakan sikuen ruang yang diharapkan : kontinu dan permeabel. Kontinu maksudnya adalah ruang yang mengalir, setiap titik memiliki keterkaitan secara fisik sehingga alur pergerakan dapat dikontrol, sementara permeable maksudnya dapat menembus, tidak ada halangan sirkulasi akibat massa, begitu pun sebaliknya, dinamis namun tegas.

Dalam konsep landscape utamanya sendiri perancang mencoba mempelajari sebuah konsep dari teori Hierophany yang ditemukan dalam konsep penataan ruang di hampir semua keyakinan, budaya dan agama dalam sejarah. Paskaleva (2002),stated that the basic form of Hierophany are four elements are combined by the Central Elements, the concept can be found in all mythologies

(83)

relationship of the four main points (The Cosmic Cross) with Axis Mundi (the

center of the world) as the main point25.

Beberapa contoh aplikasi axis mundi dalam bangunan-bangunan sejarah antara lain seperti masterplan Candi Prambanan.

Gambar 5.4. Contoh Aplikasi Axis Mundi pada Candi Prambanan

Dari konsep tersebut perancang mencoba mengiplementasikannya ke dalam desain landscape museum yang menghasilkan pola yang demikian.

Gambar 5.5. Implementasi Konsep Axis Mundi pada Landscape Museum

25

(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)

Gambar 5.7. Perspektif Suasana Ruang Luar Museum

5.3. Gereja – BNKP Idealand

Konsep besar yang diangkat dalam perancangan gereja ini adalah bagaimana menggubah ruang untuk kontemplasi sekaligus sebagai ruang untuk selebrasi dari Iman (Faith) dan kepercayaan (Beliefs). Usaha simbiosis konsep ruang Kontemplasi dan Selebrasi pada Gereja melahirkan sebuah konsep massa yang gigantis, megah dan kokoh. Konsep arsitektur yang diimplementasikan untuk desain gereja ini adalah ‟representative form of faith and strength’ dalam

(91)

Gambar 5.8. Konsep Massa Gereja

Gereja ini didesain sebagai bangunan yang paling tinggi di dalam kawasan museum budaya. Lalu diletakkan di posisi yang lebih tinggi dari jalan dan landscapenya demi mencapai sikuen ruang yang semakin menanjak, mencapai ketinggian di atas batas visual manusia dan membuat manusia seakan merasa kecil di hadapan Tuhannya. Metode ini diadaptasi dari Katedral di era arsitektur gotik abad ke-18. Dalam sebuah rumah ibadah, arsitektur memiliki tempat untuk memenuhi kebutuhan spiritual jemaat, untuk itu diperlukan ruang-ruang khusus untuk kontemplasi pribadi, ruang bagi perkembangan iman jemaat anak, juga secara komunal melalui persekutuan. Dalam mengakomodasi tujuan-tujuan tersebut, dilakukan olah landscape sampai ke pinggir pantai dan sub kanal.

(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)

Gambar 5.11. Perspektif Suasana Gereja

5.4. Sebua Hotel Resort

(98)

Dalam perancangan sebuah Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata, tak bisa dipungkiri bahwa fungsi arsitektur sebagai Capital Investment (Fungsi Investasi Modal) menjadi sangat dominan.Geoffrey Broadbent, dalam bukunya „Signs,

Symbol and Architecture‟ memaparkan dengan jelas bahwa perancangan hotel memiliki semacam tujuan untuk memperoleh manfaat atau nilai tambah tertentu melalui pemanfaatan SDA, modal uang, dll26.

Namun dibalik ide kapitalis tersebut, perancang berpendapat bahwa sebuah Hotel harus membumi dalam mengakomodir kebutuhan pariwisata sekaligus konteks kearifan lokal suatu daerah.Selain itu juga meningkatkan potensi masyarakat serta wisatawan. Sehingga melahirkan sebuah arsitektur yang kontekstual, adaptif terhadap waktu, dan mampu memperkenalkan budaya lokal di bidang maksimalisasi wisata.

The Arc of Cultural Momentum, demikian sebuah gagasan besar dalam perancangan Hotel di daerah pariwisata ini. ARC, sebagai dasar pemilihan bentuk massa adalah sebuah garis lengkung namun tegas, pada titik tertentu mampu menjadi pengarah sekaligus memberikan perbedaan rasa pada ruang di masing-masing sisi.

Cultural Momentum, sebuah objek yang ingin ditonjolkan sebagai sebuah Focal Point, tercipta melalui organisasi massa-ruang serta memasukkan

26

(99)

unsu budaya non fisik ke dalamnya sehingga wisatawan mampu merasakan keaslian budaya lokal.

Gambar 5.12. Konsep Pembentukan Massa Hotel

Secara garis besar, fungsi-fungsi ruang hotel dideskripsikan dalam diagram tampak sebagai berikut.

Gambar

Gambar 2.1. Peta Udara Lokasi Perancangan
Gambar 2.3. Kondisi lahan existing dan area yang sedang digarap
Gambar 2.4. Ilustrasi Pergerakan Matahari terhadap Site
Gambar 2.5. View ke dalam Site
+7

Referensi

Dokumen terkait

pada fungsi wisma dan mess atlet memiliki tinggi bangunan yang relatif rendah. yakni tiga lantai oleh karenanya keberadaan tangga sirkulasi biasa dirasa

Selain perpustakaan sebagai sarana pendidikan, pusat pemerintahan juga merupakan area penting dalam suatu kawasan terpadu.. Area ini menjadi pusat pemerintahan dalam

Judul Skripsi : PERANCANGAN PUSAT PEMERINTAHAN DAN PERPUSTAKAAN DAERAH KAWASAN EKONOMI KHUSUS PARIWISATA IDEA LAND TELUK DALAM NIAS SELATAN.. Nama Mahasiswa : Fidyan

Judul yang saya ajukan PERANCANGAN FUNGSI PENDUKUNG FASILITAS OLAHRAGA DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS PARIWISATA IDEA LAND TELUK DALAM-NIAS SELATAN.. Dalam penyusunan dan

Judul Proyek Tugas Akhir : PERANCANGAN FASILITAS PENDUKUNG OLAHRAGA KAWASAN EKONOMI KHUSUS PARIWISATA IDEA LAND, TELUK DALAM-NIAS SELATAN.. Tema :

v Judul Skripsi : PERANCANGAN PUSAT PEMERINTAHAN DAN PERPUSTAKAAN DAERAH KAWASAN EKONOMI KHUSUS PARIWISATA IDEA LAND TELUK DALAM NIAS SELATAN.. Nama Mahasiswa :

yang ingin mengembangkan Nias Selatan menjadi Wilayah Pariwisata juga. membantu dalam menjadikan Nias Selatan sebagai ilayah Pariwisata

Berdasarkan penelaahan pengertian dari tiap kata-kata pada Judul Proyek tersebut, penulis menetapkan bahwa Perancangan Omasi’o Club house di Kawasan Ekonomi Khusus