PERHU
UTANI B
BANDUNG
EKONO
G SELAT
MI RUM
TJ
SEKOL INSTITU
TAN : AN
MAHTANG
NALISIS P
GGA
PERILAK
KU
DISERT
TASI
JIPTA PURRWITA
LAH PASC UT PERTA
CASARJAN 2010
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
disertasi saya berjudul :
PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG BERSAMA
MASYARAKAT DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN
PERHUTANI BANDUNG SELATAN : ANALISIS PERILAKU
EKONOMI RUMAHTANGGA
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan
pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada
program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang
digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2010
in Kesatuan Pemangkuan Hutan Perhutani Bandung Selatan : Analysis of Economic Household Behaviors (HARIANTO as the Head, BONAR M. SINAGA and HARIADI KARTODIHARDJO as the members of the Supervisory Commission).
The Island of Java is inhabited by more than 60 % of Indonesian population. Imbalanced redistribution of population and land control has caused pressure to the environment, particularly the natural resources. A breakthrough to overcome the degradation of environment resulted from the population desperate need for land is a Community Based Forest Management Program (CBFMP) which provides the community with opportunity to develop agroforestry activities in the forest. The objectives of this research consist of : (1) to analyze the factors that influence the economic decision by households in time allocation for work, production, income, and expenditure, (2) to make a simulation of the effect of changes in the external and internal factors on households’ economic behaviors, and (4) to analyze the institutional aspects related to partnership contract in CBFMP.
The analysis consisted of two household economic models, namely,
CBFMP for Coffee and CBFMP for Grass & Cattle. Alternative policies were simulated in econometric models in the form of simultaneous equations consisting of 13 structural equations and 15 identity equations for the model of Coffee CBFMP, and 14 structural equations and 20 identity equations for the model of Grass and Cattle CBFMP. The method of Two-stage Least Squares (2 SLS) was used to estimate the parameters of structural equations.
The research analyzed 12 simulation scenarios consisting of 12 external factors change (policy factors) impact. In general, Scenario 9 (the combined scenarios of the decreased debt rate with the increased price of input and labor wages) and Scenario 5 (the combined scenarios of the increased price of output with the increased price of input and labor wages) can be recommended as the best policy to empower the community around the forest (CBFMP for Coffee and
CBFMP for Grass & Cattle) for the reason that it can accommodate the interests of various parties, namely: (1) the interest of community by increasing income and welfare, (2) government’s interest by improving agricultural productivity and securing vital projects in the upstream downstream of watershed area, (3) the interest of Perum Perhutani by preserving its protection forest, and (4) the importance of environment by the reduction of natural resource degradation.
In addition, from the results of institutional analysis, it is recommended that the institution of CBFMP require improvement at the micro level, i.e. building a more mutually beneficial partnership contract between farmers taking part in CBFMP and Perum Perhutani.
ABSTRAK
TJIPTA PURWITA. Pengelolaan Hutan Lindung Bersama Masyarakat di Kesatuan Pemangkuan Hutan Perhutani Bandung Selatan : Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga (HARIANTO sebagai Ketua, BONAR M. SINAGA dan HARIADI KARTODIHARDJO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Pulau Jawa dihuni oleh lebih dari 60 persen penduduk Indonesia. Redistribusi penduduk dan penguasaan lahan yang tidak seimbang menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap lingkungan, khususnya sumberdaya hutan. Salah satu terobosan untuk mengatasi masalah degradasi lingkungan akibat tekanan penduduk yang lapar lahan adalah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengembangkan kegiatan agroforestry di kawasan hutan.
Tujuan penelitian ini terdiri atas : (1) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan ekonomi rumahtangga menyangkut alokasi tenaga kerja, produksi, pendapatan dan pengeluaran, (2) menganalisis dampak perubahan faktor eksternal terhadap perilaku ekonomi rumahtangga, serta (4) menganalisis aspek kelembagaan kontrak kerjasama kemitraan PHBM.
Analisis dibangun untuk 2 (dua) model ekonomi rumahtangga, yaitu : PHBM Kopi dan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah. Alternatif kebijakan disimulasi dengan menggunakan model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan yang terdiri atas 13 persamaan struktural dan 15 persamaan identitas pada Model PHBM Kopi; serta 14 persamaan struktural dan 20 persamaan identitas pada Model PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah. Metode Two Stage Least Squares (2SLS) digunakan untuk menduga parameter persamaan struktural.
Penelitian menganalisis 12 skenario simulasi terdiri atas 12 dampak perubahan faktor eksternal (faktor kebijakan). Secara umum Skenario 9 (kombinasi penurunan suku bunga kredit dengan kenaikan harga input dan upah tenaga-kerja) dan Skenario 5 (kombinasi kenaikan harga output dengan kenaikan harga input dan upah tenaga-kerja) dapat disarankan sebagai kebijakan yang terbaik untuk memberdayakan masyarakat sekitar hutan PHBM Kopi dan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah, dengan pertimbangan mampu mengakomodasi kepentingan berbagai pihak, yaitu : (1) kepentingan masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, (2) kepentingan pemerintah melalui peningkatan produktivitas usahatani dan pengamanan proyek-proyek vital di wilayah DAS, (3) kepentingan Perum Perhutani melalui makin lestarinya hutan-lindung yang dikelolanya, serta (4) kepentingan lingkungan melalui menurunnya perusakan sumberdaya alam.
Disamping itu, dari hasil analisis kelembagaan direkomendasikan perlunya penguatan kelembagaan PHBM di tingkat mikro, yaitu membangun kontrak kerjasama kemitraan yang lebih saling menguntungkan antara petani peserta PHBM dengan Perum Perhutani.
Pulau Jawa dihuni oleh lebih dari 60 persen penduduk Indonesia. Redistribusi penduduk dan penguasaan lahan yang tidak seimbang menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap lingkungan yang menimbulkan banjir, tanah longsor, dan bencana kekeringan.
Salah satu terobosan Perum Perhutani untuk mengatasi masalah degradasi lingkungan akibat tekanan penduduk yang lapar lahan adalah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Melalui program ini, masyarakat diberi akses untuk mengelola lahan kawasan hutan secara lebih optimal. Satu dari banyak lokasi program PHBM adalah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pangalengan, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan, Propinsi Jawa Barat.
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang diterapkan di lokasi penelitian dimaksudkan sebagai upaya penanganan terhadap perambahan kawasan hutan secara arif dengan mempertimbangkan 3 (tiga) kepentingan, yaitu : (1) kepentingan ekonomis masyarakat sekitar hutan melalui alih-profesi dari petani sayuran menjadi petani agroforestry dengan pemilihan komoditas yang tepat, (2) kepentingan ekologis melalui penerapan pola pertanian yang lebih ramah-lingkungan, dan (3) kepentingan sosial melalui peningkatan kesejahteraan petani sekitar hutan.
Wilayah Pangalengan memiliki kekhususan karena merupakan kawasan hutan lindung di DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum sebagai sumber air bagi 3 (tiga) bendungan strategis, yaitu Jatiluhur, Cirata, dan Saguling. Karena itu, studi kasus mengenai perilaku ekonomi rumahtangga masyarakat sekitar hutan-lindung di wilayah ini perlu dilakukan.
Tujuan penelitian ini terdiri atas : (1) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan ekonomi rumahtangga menyangkut alokasi waktu tenaga kerja, produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga, (2) menganalisis dampak perubahan faktor eksternal perilaku ekonomi rumatangga, serta (3) menganalisis aspek kelembagaan kontrak kerjasama kemitraan PHBM.
Lokasi penelitian adalah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pangalengan. Fokus penelitian adalah kegiatan PHBM pada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Kubangsari.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan, bahwa LMDH Kubangsari merupakan LMDH yang terbaik di KPH Bandung Selatan dan wilayah hutannya berada di hulu DAS Citarum yang sangat vital sebagai sumber air bagi proyek-proyek penting, sehingga dapat menjadi
benchmark bagi lokasi lain.
Analisis dibangun untuk 2 (dua) model ekonomi rumahtangga, yaitu PHBM Kopi dan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah. Alternatif kebijakan disimulasi dengan menggunakan pendekatan ekonometrik dalam bentuk persamaan simultan yang terdiri atas 13 persamaan struktural dan 15 persamaan identitas pada model PHBM Kopi, serta 14 persamaan struktural dan 20 persamaan identitas pada model PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah. Metode Two Stage Least Squares (2SLS) digunakan untuk menduga parameter persamaan struktural.
Hasil identifikasi karakteristik masyarakat sekitar hutan peserta PHBM Kopi dan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah menunjukkan ciri-ciri spesifik sebagai-berikut : (1) masyarakat umumnya tidak memiliki lahan sendiri
(landless), tetapi menjadi penggarap yang bergantung pada faktor lahan (land-base agriculture); (2) masih terjadi pengangguran terselubung pada PHBM Kopi; (3) petani PHBM Kopi berada di atas batas garis kemiskinan menurut Standar BPS, namun masih berada di bawah garis kemiskinan menurut Standar Bank Dunia; (5) lebih dari 60 % pendapatan rumahtangga PHBM Kopi berasal dari aktivitas non-usahatani, dan sisanya dari usahatani kopi, sedangkan petani Rumput-gajah & Sapi-perah lebih 80 % pendapatannya berasal dari usahatani rumput-gajah dan sapi-perah dan sisanya ditopang oleh aktivitas non-usahatani; serta (6) dilihat dari pola konsumsi masyarakat, lebih dari 60 % anggaran masih dibelanjakan untuk konsumsi pangan. Secara umum, aktivitas PHBM belum sepenuhnya mampu mengatasi kemiskinan masyarakat, khususnya pada PHBM Kopi, tetapi telah berhasil mengatasi perambahan hutan.
Berdasarkan hasil analisis estimasi ekonometrika, perilaku ekonomi rumahtangga terkait keputusan alokasi tenaga kerja disimpulkan : (1) alokasi tenaga kerja keluarga pada usahatani bersifat saling-menggantikan terhadap alokasi tenaga kerja keluarga pada luar usahatani maupun tenaga kerja luar keluarga yang disewa; (2) alokasi tenaga kerja keluarga pada luar usahatani berkaitan dengan pendapatan luar usahatani, sedangkan alokasi tenaga kerja pada usahatani (baik tenaga kerja keluarga maupun tenaga sewaan) berpengaruh pada pendapatan usahatani; (3) alokasi tenaga kerja keluarga pada luar usahatani pada PHBM Kopi sensitif terhadap perubahan total pengeluaran rumahtangga;
Terkait dengan keputusan produksi, disimpulkan : (1) petani mengalami kendala finansial untuk mampu memperluas lahan garapan usahataninya; (2) produktivitas lahan PHBM lebih dipengaruhi oleh faktor yang terkait dengan kapasitas sumberdaya manusia daripada pemanfaatan teknologi penggunaan input
produksi, sehingga pengelolaan lahan masih bersifat konvensional.
Terkait dengan keputusan pengeluaran rumahtangga, disimpulkan : (1) sebagian besar pengeluaran rumahtangga dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan; (2) konsumsi non-pangan belum merupakan prioritas; dan (3) kesadaran investasi sumberdaya manusia belum sepenuhnya tumbuh di kalangan petani.
Terkait dengan keputusan tabungan dan kredit rumahtangga, disimpulkan : (1) kesadaran menabung lebih tinggi pada petani PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah; dan (2) kebutuhan kredit lebih dirasakan oleh petani PHBM Kopi.
Simulasi perubahan faktor eksternal masing-masing model sebanyak 12 alternatif skenario, menghasilkan kesimpulan umum : (1) Skenario 9 (kombinasi penurunan suku bunga pinjaman dengan kenaikan harga-harga input dan upah
vi
tenaga-kerja) merupakan kebijakan terbaik bagi PHBM Kopi; dan (2) Skenario 5 (kombinasi kenaikan harga output dengan kenaikan harga-harga input dan upah tenaga-kerja) merupakan kebijakan terbaik bagi PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah. Hal ini dapat dipahami karena PHBM Kopi masih dalam taraf investasi sehingga masih memerlukan kredit/pinjaman bagi pengembangan usahanya. Sedangkan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah sudah pada taraf pemanenan hasil sehingga diperlukan fasilitasi untuk meningkatkan harga jual susu sapinya. Kebijakan perluasan lahan andil maupun pemberian BLT (Bantuan Langsung Tunai) memberikan dampak positif, tetapi magnitude-nya sangat kecil. Demikian pula kebijakan penurunan nilai sharing produksi hanya kondusif untuk PHBM Kopi.
Disamping faktor-faktor ekonomi di atas, dari hasil analisis kelembagaan direkomendasikan perlunya penguatan kelembagaan kontrak PHBM, yaitu membangun kondisi pemungkin (enabling-condition) bagi efektifnya implementasi kebijakan terpilih di tingkat mikro (Skenario 9 dan 5) dalam rangka meningkatkan kinerja PHBM secara berkelanjutan, diantaranya : (1) pada PHBM Kopi perlu untuk mencegah pengalihan lahan demi cash-income secara cepat, pemanfaatan lahan secara lebih optimal dan inovatif, rekalkulasi sharing
produksi sesuai dengan tipologi komoditas dan siklus produksinya, sinergitas dalam membina keterampilan praktis petani (termasuk keterampilan mengelola kredit secara sehat), serta capacity building terhadap KTH/LMDH; (2) pada PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah perlu mencegah kebijakan memperluas lahan andil secara terburu-buru, pemberdayaan petani untuk meningkatkan mutu keluaran rumput-gajah, teknologi pengawetan rumput-gajah, teknologi pengolahan susu, serta menyiapkan contengency-plan untuk mencari sumber pembeli baru.
Implikasi kebijakan yang perlu disiapkan antara-lain adalah : menyusun strategi jangka-panjang untuk mengatasi tekanan eksternal terhadap kawasan hutan-lindung, penggalian pengetahuan dan kearifan lokal di tingkat mikro untuk melandasi kebijakan pembangunan makro, pemberdayaan kelembagaan ekonomi rakyat (koperasi) serta KTH/LMDH, menetapkan Key Performance Indicators
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor
EKONOMI RUMAHTANGGA
TJIPTA PURWITA
DISERTASI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Ujian Tertutup :
1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS
2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Penguji Luar Ujian Terbuka :
1. Dr. Ir. Boen M. Poernama, MS
HUTAN PERHUTANI BANDUNG SELATAN : ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAH-TANGGA
Nama Mahasiswa : TJIPTA PURWITA Nomor Pokok : A.161040294/EPN
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Harianto, MS Ketua
Prof. Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr.Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS Anggota Anggota
Mengetahui ,
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 3 April 1960 dari Ayah S.
Hadisartama bin Muhammad Sidik (Almarhum) dan Ibu Hj. Karlinah binti Djajasoekarta.
Penulis merupakan putra ketiga dari delapan bersaudara.
Tahun 1980 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Purwokerto. Pada tahun 1980
melanjutkan kuliah di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun
1984. Pada tahun 1991 penulis melanjutkan studi Pascasarjana konsentrasi Strategi
Internasional di Prasetiya Mulya Business School Jakarta dan selesai pada tahun 1993. Pada akhir tahun 2004 penulis melanjutkan studi program Doktor pada Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis bekerja pada Konsultan Kehutanan
(1984–1986), Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Irian Jaya (1986–1992),
Kepala Unit PT Inhutani II Sulawesi Tengah (1996–1997), Kepala Unit PT Inhutani II
Kalimantan Timur (1997–2001), Direktur Pengembangan PT Inhutani II (2001–2005),
dan Direktur Keuangan Perum Perhutani (2005–2008), serta Direktur Hutan Tanaman
pada PT Musi Hutan Persada (Juni 2009–sekarang). Penulis aktif di organisasi DPP
PERSAKI (Wakil Ketua Umum), APHI (Bidang Hutan Tanaman), Pramuka Saka
Wanabhakti Nasional (Bidang Kegiatan), Kwartir Nasional Pramuka (Pembantu
Andalan), LSPHI (Bendahara), Taman Hutan Hambalang (Ketua), serta Himpunan
Alumni Fahutan IPB (Ketua Biro Sosial), serta LSPHI (Bendahara).
Penulis menikah dengan Dra. Hj. Rr. Sulityawati T. Purwita, M.Hum pada tahun
1990 dan dikarunia tiga orang anak, yaitu : Citra Mahardhika Sutji Ayuningtyas Purwita
(almarhumah), Puspa Diva Nur Aqmarina Purwita, dan Muhammad Belva Al Kautsar
Purwita. Istri bekerja sebagai dosen Linguistik di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga karya ilmiah disertasi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2008 ini ialah ekonomi rumahtangga
petani dengan judul disertasi : “Pengelolaan Hutan Lindung Bersama Masyarakat di
Kesatuan Pemangkuan Hutan Perhutani Bandung Selatan : Analisis Perilaku Ekonomi
Rumahtangga”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dr.Ir. Harianto, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga,
MA dan Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MSc selaku Anggota Komisi Pembimbing,
yang telah secara intensif membimbing penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas penyusunan disertasi ini dengan baik.
2. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi yang telah membantu
penyelesaian studi penulis di Institut Pertanian Bogor.
3. Dr. Ir. Dedy Jusadi, MS selaku Ketua Dewan Penguji Ujian Akhir Program Doktor
serta Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA dan Dr. Ir. Boen M Poernama, MSc selaku
penguji luar komisi pada Ujian Akhir Program Doktor.
4. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi, Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS, Dr. Ir. Nunung
Kusnadi, MS, serta Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku dosen penguji
luar komisi pada Ujian Tertutup Program Doktor.
5. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec yang telah membimbing penulis semenjak
Tridjoko Sujono).
7. Rekan-rekan Direksi/Mantan Direksi Perum Perhutani (Dr. Ir. Transtoto Handadhari,
MSc; Dr. Ir. Upik Rosalina Wasrin, Drs Sondang M. Gultom; Ir. Achmad Fachrodji,
MM), Ir. Haryono Kusumo, MM., Steve Kosasih, SE., MM., serta Ir. Tedjo Rumekso.
8. Direktur Utama PT Musi Hutan Persada (Shoichiro Tomita) dan rekan-rekan Direksi
PT Musi Hutan Persada (Bagus Kuncoro, Minoru Hirosako, Shingo Nishiyama).
9. Dr. Ir. Agus Justianto, M.Sc, Dr. Ir. Bambang Widyantoro, MM, Ir. Iman Santosa,
MSc, Dr. Ir Bedjo Santoso, MS, Dr. Ir. Bambang Sukmananto, MSc yang memberi
dorongan kepada penulis untuk selalu bersemangat menyelesaikan studi.
10.Rekan-rekan mahasiswa Progran Studi EPN Khusus dan EPN Reguler Sekolah
Pascasarjana IPB dari berbagai angkatan, khususnya kepada Ir. Syaiful Ramadhan,
MMA, Drs. Slametto, MT, dan Ir. Adi Lumaksono, MSc.
11.Administratur KPH Perum Perhutani Bandung Selatan (Ir. Endang Sutardi, MM
almarhum dan Ir. Lies Bahunta, MSc), Ir. Iman Susetyadi, Ir. Wismo, Drs. Iwan, Ir.
Hendrawan, Ir Uum, Ir. Djadjang Kusnadi, Daud, S.Ag, serta rekan-rekan yang
bertugas di BKPH Perum Perhutani Pangalengan yang telah membantu pelaksanaan
penelitian di lapangan.
12.Rekan-rekan teman sekerja penulis di Direktorat Keuangan Perum Perhutani yang
telah membantu penulis menyelesaikan studi S3, diantaranya Asisten Direktur
Keuangan (Dr. Djoko Wiyanto,SE, MM), para Kepala Biro (Dra Lestrina Surbakti,
Drs Gatot Hariono, MM, Andi Prapantsa, SH, MM), Agus Eka Romanda, S.E, MM;
Eka Nugraha, S.E.; Kezia Widjajanti, S.E., serta rekan-rekan lain yang tidak
disebutkan satu per satu.
xii
dan Mbak Yani yang telah membantu administrasi penyelesaian studi S3 EPN IPB.
14.Ibu tercinta Hj Karlinah Hadisartama dan Ibu mertua Dra Hj. Sri Suharti atas segala
dorongan dan do’anya selama penulis menempuh pendidikan S3.
15.Istri tercinta Dra. Hj. Rr. Sulistyawati T. Purwita, M.Hum dan anak-anak tersayang
(Puspa Diva Nur Aqmarina Purwita dan Muhammad Belva Al Kautsar Purwita) atas
dorongan dan pengorbanannya selama penulis menyelesaikan studi, serta semua
pihak yang tidak disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis baik langsung
maupun tidak langsung dalam penyelesaian studi.
Kepada semuanya, kami memohonkan do’a semoga Tuhan Yang Maha Esa
membalas segala amal dan budi baik yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa
disertasi ini belumlah sempurna karena berbagai keterbatasan yang penulis miliki.
Karena itu dengan segala kerendahan hati kami memohon maaf yang sebesar-besarnya,
seraya mengharap semoga disertasi ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu-pengetahuan serta
memotivasi kita untuk berkarya lebih besar lagi. Amien.
Bogor, Januari 2010
DAFTAR TABEL ... xvii 4.2.1. Pengambilan Contoh... 88
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 1
1.4 Kegunaan/Manfaat Penelitian ... 12
1.5 Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 12
TINJAUAN PUSTAKA ... 16
2.1. Pengantar Ekonomi Rumahtangga ... 2.2. Curahan Tenaga Kerja dan Pendapatan ... 18
2.3. Teori Alokasi Waktu ... 21
2.4. Model Rumahtangga Petani Chayanov ... 27
2.5. Teori Ekonomi Rumahtangga Petani Nakajima ... 32
2.6. Pembangunan Masyarakat Desa ... 44
2.7. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) .... 47
2.8. Akses Masyarakat terhadap Sumber-Sumber Ekonomi ... 50
2.9. Kebijakan Fiskal untuk Mengurangi Kemiskinan ... 56
.10. Konsep Kelembagaan dan Kemitraan ... 58
.11. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ... 67
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 75
3.1. Kerangka Pemikiran ... 75
3.2. Hipotesis ... IV. METODE PENELITIAN ... 87
4.1. Lokasi Penelitian ... 87
.4. 4.3.1. Daftar Pertanyaan/Kuesioner ... 90
4.3.2. Catatan Harian ... 93
4 Metode Analisis ... 94
4 Spesifikasi Model ... 97
4.5.1. Spesifikasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Kopi ... 98
4.5.2. Spesifikasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah ... 10
4.6. Identifikasi dan Metode Pendugaan Model ... 25
4.7. Validasi dan Simulasi Model ... 26
4 Definisi dan Konsep Pengukuran ... GAMBARAN LOKASI DAN KARAKTERISTIK EKONOMI NGGA PETANI PHBM ... 136
5.1. Gambaran Umum Lokasi ... 132
5.1.1. Visi dan Misi Perum Perhutani ... 132
5.1.2. Perkembangan Kegiatan PHBM di Perum Perhutani ... 133
5.1.3. Gambaran Umum Wilayah Hutan pada Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan ... 5.1.4. Sejarah PHBM di KPH Bandung Selatan ... 139
5.1.5. Kondisi Geografi dan Administrasi Lokasi Penelitian ... 145
5.1.6. Kegiatan PHBM oleh Masyarakat Desa Hutan Kubangsari, Desa Pulosari, Pangalengan ... 149
5.1.7. Penguasaan dan Pemanfaatan Lahan ... Pola Usahatani ... 158
5.1.9. Aspek Biaya/Permodalan ... 170
Karakteristik Petani Contoh... 173
5.2.1. Umur Petani Contoh ... Asal-usul Petani Contoh ... 174
5.2.3. Tingkat Pendidikan ... 175
5.2.4. Mata-pencaharian Petani Contoh ... 177
5.2.5. Jumlah Anggota Rumahtangga Responden ... 179
5.2.8. Kontribusi Pendapatan Rumahtangga ... 185
.2.11. Tabungan dan Pinjaman/Kredit ... 195
.2.12. Deskripsi Lain Petani Contoh ... 197
Rangkuman ... 199
LAKU EKONOMI RUMAH-TANGGA MASYARAKAT ITAR HUTAN PESERTA PHBM ... 203
Gambaran Umum Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM ... 203
6.2. Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga PHBM Kopi ... 204
6.2.1. Alokasi Tenaga Kerja Luar Keluarga yang Disewa pada Usahatani ... 6.2.2. Alokasi Tenaga Kerja Keluarga pada Usahatani ... 206
6.2.3. Alokasi Tenaga Kerja Keluarga pada Luar Usahatani... 6.2.4. Penggunaan Pupuk ... 211
6.2.5. Penggunaan Obat ... 213
6.2.6. Penggunaan Bibit ... Luas Lahan Garapan ... 217
6.2.8. Produktivitas Lahan ... 219
6.2.9. Pengeluaran Konsumsi Pangan ... 221
.2.10. Pengeluaran Konsumsi Non-pangan ... 223
.2.11. Investasi Sumberdaya Manusia ... 225
.2.12. Tabungan ... 227
.2.13. Kredit/Pinjaman Rumahtangga ... 230
Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah ... 232
6.3.1. Alokasi Tenaga-kerja Luar Keluarga pada Usahatani ... 232
6.3.2. Alokasi Tenaga-kerja Keluarga pada Usahatani Rumput-Gajah ... 234
6.3.3. Alokasi Tenaga-kerja Keluarga pada Usahatani Sapi-perah 237
xvii
7.2.1. Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Kopi ... 279
.3. Rangkuman Hasil Simulasi ... 292 6.3.6. Penggunaan Obat pada Usahatani Rumput-gajah ... 245
6.3.7. Penggunaan Bibit pada Usahatani Rumput-gajah ... 247
6.3.8. Luas Lahan Garapan Rumput-gajah ... 249
6.3.9. Produktivitas Usahatani Rumput-gajah ... 251
.3.10. Produksi Susu Sapi ... 253
.3.11. Pengeluaran Konsumsi Pangan ... 255
.3.12. Pengeluaran Investasi Sumberdaya Manusia ... 257
.3.13. Tabungan ... 259
.3.14. Kredit/Pinjaman Rumahtangga ... 261
Rangkuman Hasil Estimasi ... 263
MPAK PERUBAHAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP UTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PHBM ... 273
Validasi Model ... 273
Perubahan Faktor-faktor Eksternal terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM ... 279
7.2.2. Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah ... 286
7 ANALISIS ASPEK KELEMBAGAAN KEMITRAAN PETANI- PERHUTANI DALAM PROGRAM PHBM ... 297
Analisis Identifikasi Aspek Kelembagaan ... 297
Penguatan Kelembagaan Kemitraan PHBM ... man Aspek Kelembagaan ... 331
SIMPULAN DAN SARAN ... 336
9.1. Simpulan ... 9.2. Implikasi Kebijakan ... 338
9.3. Saran untuk Penelitian Lanjutan ... 340
DAFTAR PUSTAKA ... 341
1. Perkembangan Proses PHBM pada Desa Hutan s/d Desember
2007 ... 135
2. Sebaran dan Jumlah LMDH menurut Usaha Produktifnya s/d
135
3. Luas Kawasan Hutan KPH Bandung Selatan ... 138
4. Identifikasi Masalah yang Dihadapi Masyarakat di Wilayah
Hulu Citarum KPH Bandung Selatan ... 141
5. Daftar Kriteria LMDH di BKPH Pangalengan KPH Bandung Selatan ...
6. Penggunaan Lahan di Wilayah Desa Lokasi Penelitian ... 146
7. Perkembangan Jumlah Penduduk pada Desa di Lokasi Penelitian ...
8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 147
9. Mata Pencaharian Penduduk pada Desa Lokasi Penelitian ... 148
10. Luas Kawasan Hutan Pangkuan Desa (HPD) LMDH Kubangsari ...
11. Jenis Tanaman Pokok pada Lokasi PHBM Kubangsari ... 154
12. Karakteristik Luas Lahan yang Dikelola oleh Petani Contoh ... 156
13. Rasio Rata-rata Luas Lahan yang Ditanami (Luas Lahan Efektif)
dengan Lahan yang Tersedia (Luas Lahan Potensial) ... 158
14. Produksi Kopi Indonesia ...
15. Rekapitulasi Data Petani Kopi pada Lokasi Penelitian ... 165
16. Rekapitulasi Data Petani Rumput Gajah ... 167
17. Rata-rata Modal Usahatani di Lokasi Penelitian ...
18. Karakteristik Umur Rata-rata Petani Contoh ... 173
19. Asal-usul Petani Contoh ...
20. Karakteristik Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga ... 175
180
26. Karakteristik Alokasi Waktu Rata-rata Responden ... 182
192
44. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tabungan ... 228 24. Karakteristik Jumlah Anggota Keluarga Petani Contoh ... 179
25. Karakteristik Jumlah Tanggungan Keluarga Responden ...
27. Pendapatan Rata-rata per Rumahtangga Responden ... 188
28. Pengeluaran Rumahtangga Responden ...
29. Pendapatan yang Siap Dibelanjakan ... 194
30. Tabungan Rata-rata Responden ... 196
31. Pinjaman/kredit Rata-rata Responden ...
32. Deskripsi Lain Petani Contoh ... 198
33. Hasil Pendugaan Persamaan Alokasi Tenaga Kerja Luar
Keluarga pada Usahatani ... 204
34. Hasil Pendugaan Persamaan Alokasi Tenaga Kerja Keluarga
pada Usahatani ... 206
35. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Alokasi Tenaga Kerja
Keluarga pada Luar Usahatani ... 208
36. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk ... 211
37. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Obat ...
38. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Bibit ... 215
39. Hasil Pendugaan Parameter Luas Lahan Garapan ... 217
40. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produktivitas ...
41. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Konsumsi Pangan ... 222
42. Hasil Pendugaan Persamaan Non-Pangan ...
43. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Investasi Sumberdaya
Manusia ...
45. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Kredit/Pinjaman ... 230
47. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Alokasi Tenaga-kerja
Keluarga pada Usahatani Rumput-gajah ... 234
48. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Alokasi Tenaga-kerja
237
Keluarga pada Luar Usahatani ... 240
... 243
51. Hasil Pendugaan Parameter Penggunaan Obat ... 245
254
terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM ... 293 Keluarga pada Usahatani Sapi-perah ...
49. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Alokasi Tenaga-kerja
50. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk ..
52. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Bibit ... 247
53. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Luas Lahan Garapan
Rumput Gajah ... 249
54. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produktivitas Usahatani
Rumput Gajah ... 251
55. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produksi Susu ...
56. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Konsumsi Pangan ...
57. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Investasi
Sumberdaya Manusia ...
58. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tabungan ... 259
59. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Kredit/Pinjaman ... 262
60. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM
Kopi ...
61. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM
Rumput-gajah & Sapi-perah ...
62. Dampak Perubahan Faktor –faktor Eksternal terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Kopi ...
63. Dampak Perubahan Faktor-faktor Eksternal terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Rumput-Gajah &
Sapi-perah ...
64. Rangkuman Dampak Perubahan Faktor-faktor Eksternal
xx
... 307
67. Hak-hak yang Terikat Berdasarkan Posisi Kelompok
319 66. Hak dan Kewajiban dalam Kerjasama Kemitraan PHBM Kopi
antara Petani Mitra (LMDH), Perum Perhutani, dan Pemodal
Nomor Halaman
1. Fungsi Kepuasan Seorang Anggota Keluarga ...
2. Fungsi Kepuasan, Efek Pendapatan, Efek Substitusi & Efek Total ... 20 19
.... 21
29
Rumahtangga Model Nakajima ... 37
7. Keseimbangan Rumahtangga Petani Kasus Menyewa Tenaga Kerja
... 41
8. Keseimbangan Rumahtangga Petani Kasus Menjual Tenaga Kerja
... 43
9. Skema Hak dan Akses Pengelolaan Hutan oleh Masyarakat ... 55
PHBM ... 81
11. Diagram Model Dasar Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM ... 83
12. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Plus ... 134
315 3. Penawaran Tenaga Kerja ...
4. Model Rumahtangga Usahatani Chayanov ...
5. Model Dasar Ekonomi Rumahtangga Petani Nakajima ... 34
6. Pengaruh Perubahan Harga Produksi Pada Keseimbangan
Luar Keluarga ...
Keluarga ...
10. Kerangka Pemikiran Penelitian Ekonomi Rumahtangga Program
13. Kelembagaan Forum Komunikasi Lembaga Masyarakat Desa
Hutan (Forum LMDH) ... 301
14. Mekanisme Pemasaran Kopi Hasil Usahatani PHBM Kopi ...
1. Lokasi Penelitian ... 355
2. Metode Penarikan Contoh... 356
3. Daftar Keterangan Variabel Model Ekonomi Rumahtangga PHBM ... 357
A. Model Ekonomi Rumahtangga Peserta PHBM Kopi ... 358
B. Model Ekonomi Rumahtangga PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah .. 359
4.
Peserta PHBM Kopi dengan Metode 2 SLS, Prosedur SYSLIN,
... 361
PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah dengan Metode 2 SLS, Prosedur 363
Kopi dengan Metode 2 SLS, Prosedur SYSLIN, SAS/ETS Versi 9.1 ... 366
Gajah & Sapi-Perah dengan Metode 2 SLS, Prosedur SYSLIN, SAS/ETS
. 373
PHBM Kopi dengan Metode Newton, Prosedur SIMNLIN, SAS/ETS
... 380
PHBM Rumput-Gajah & Sapi-Perah dengan Metode Newton, Prosedur
... 382
dengan Metode Newton, Prosedur SIMNLIN, SAS/ETS Versi 9.1 ... 385
Gajah & Sapi-Perah Kopi dengan Metode Newton, Prosedur SIMNLIN,
... 390
PHBM Kopi dengan Metode Newton, Prosedur SIMNLIN, SAS/ETS
... 395
PHBM Rumput-Gajah & Sapi-Perah dengan Metode Newton, Prosedur
SIMNLIN, SAS/ETS Versi 9.1 ... 398 Program Komputer Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani
SAS/ETS Versi 9.1 ...
5. Program Komputer Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani
SYSLIN, SAS/ETS Versi 9.1 ...
6. Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Peserta PHBM
7. Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM
Rumput-Versi 9.1 ...
8. Program Komputer Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani
Versi 9.1 ...
9. Program Komputer Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani
SIMNLIN, SAS/ETS Versi 9.1 ...
10. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Kopi
11. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM
Rumput-SAS/ETS Versi 9.1 ...
12. Program Komputer Simulasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani
Versi 9.1 ...
xxiii
Ekonomi
... 404
17. Dampak Perubahan Faktor-faktor Eksternal terhadap Perilaku Ekonomi
406
18. Ikhtisar Penguatan Kelembagaan PHBM Kopi terkait Implementasi
. 408
19. Ikhtisar Penguatan Kelembagaan PHBM Rumput-Gajah & Sapi-Perah
... 411
20. Ilustrasi Kegiatan PHBM di Lokasi Penelitian ... 413
dengan kebun teh. Masyarakat desa hutan peserta PHBM berada di
agus
414
Gb. 4. PHBM RUMPUT-GAJAH & SAPI-PERAH : Sapi diperah setiap
Peternak Bandung Selatan/KPBS (Foto : Penulis) ... 414 15. Contoh Hasil Program Komputer Skenario 1 Model Ekonomi
Rumahtangga Petani PHBM Rumput-Gajah & Sapi-Perah dengan
Metode Newton, Prosedur SIMNLIN, SAS/ETS Versi 9.1 ... 403
16. Dampak Perubahan Faktor–faktor Eksternal terhadap Perilaku Rumahtangga Petani PHBM Kopi ...
Rumahtangga Petani PHBM Rumput-Gajah & Sapi-perah ...
Kebijakan Penurunan Suku-Bunga Pinjaman ...
terkait Implementasi Kebijakan Peningkatan Harga Jual Output ...
Gb. 1. Lokasi Penelitian : Hutan Pinus & Rasamala yang berdampingan
kampung-kampung yang mengelilingi hutan-hutan ini (Foto : Penulis) .... 413
Gb. 2 PHBM KOPI : Kopi masyarakat yang siap dipanen. Bila perawatan dan pemeliharaan dilakukan dengan baik, produksi kopinya sangat b
(Foto : Penulis) ... 413
Gb. 3. PHBM RUMPUT-GAJAH & SAPI-PERAH : Penanaman rumput-gajah di bawah tegakan sebagai hijauan makanan ternak (Foto : Penulis) .
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional menerapkan tripple-track strategy, yaitu strategi pembangunan yangmengedepankan pemulihan dan pertumbuhan ekonomi (pro-growth), pemberantasan kemiskinan (pro-poor), dan peningkatan penyerapan tenaga kerja (pro-jobs). Pengalaman menunjukkan, bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat
apabila gagal dalam menciptakan suatu keadilan sosial dan pemerataan
pendapatan (Nasution, 2007). Demikian pula dinyatakan, bahwa penciptaan
kekayaan tanpa redistribusi akan meningkatkan ketimpangan. Saat kekayaan
tumbuh, maka garis kemiskinan pun meningkat (Seabrook, 2006).
Menurut hasil penelitian CIFOR (2004), dikemukakan bahwa lebih
kurang 48.8 juta jiwa penduduk Indonesia tinggal di kawasan hutan dan
sekitarnya, diantaranya 10.2 juta jiwa adalah penduduk miskin. Dari jumlah
tersebut, yang bermata-pencaharian langsung dari hutan adalah lebih kurang 6
(enam) juta jiwa.
Mengingat besarnya multiplier-effects yang dapat diciptakan oleh sektor kehutanan (Majalah Tempo,19 November 2006), maka pembangunan kehutanan
merupakan sektor yang sangat strategis untuk mengatasi masalah kemiskinan
dan pengangguran penduduk. Adapun tiga (3) agenda utama kebijakan
revitalisasi sektor kehutanan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 adalah sebagai berikut :
2. Bergeraknya sektor-riil kehutanan dan usaha terkait berbasis usaha kecil,
yang dapat membantu penyerapan tenaga-kerja.
3. Pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam bentuk pemanfaatan hutan
produksi melalui pemanfaatan tanaman rakyat dan pola-kemitraan, baik
PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat), MHR (Mengelola Hutan
Rakyat), maupun HTR (Hutan Tanaman Rakyat).
Selanjutnya dalam agenda kerjanya, Pemerintah berupaya
mengefektifkan Hutan Produksi maupun Hutan Lindung, baik di Pulau Jawa
maupun di Luar Pulau Jawa, dalam bentuk pemberian akses yang lebih luas
kepada masyarakat untuk memanfaatkan lahan tersebut (access-reform) guna peningkatan kesejahteraannya. Khusus untuk Pulau Jawa, Pemerintah
mengamanatkan kepada Perum Perhutani untuk membuka akses pemanfaatan
lahan kawasan hutan yang dikelolanya bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat sekitar hutan, baik di kawasan Hutan Produksi maupun Hutan
Lindung.
Pulau Jawa merupakan pulau yang terpadat penduduknya di Indonesia.
Di pulau ini terdapat pusat pemerintahan dan pusat perekonomian yang sangat
dinamis. Namun ironis, bahwa pulau ini masih dihuni oleh penduduk miskin
yang pada umumnya bermukim di sekitar hutan-hutan dan perdesaan. Setiap
tahun pulau ini mengalami tekanan yang luar-biasa, sehingga terjadi kerusakan
lingkungan yang membahayakan kelangsungan hidup umat manusia (Menko
Perekonomian, 2006).
Sejak masa Hindia-Belanda Pulau Jawa walau luasnya hanya 6 % dari
tinggi ditinjau dari segi sosial, ekonomi, geopolitik dan kondisi sumber alam
(khususnya kesuburan tanah). Pasca pemerintahan kolonial Hindia-Belanda,
Pulau Jawa menduduki posisi yang semakin penting dalam percaturan kehidupan
sosial dan ekonomi Indonesia (Kartodihardjo et al, 2006), karena : 1. Merupakan lokasi pusat pemerintahan nasional
2. Ditempati oleh sebagian besar penduduk Indonesia
3. Kontribusinya yang besar dalam perekonomian nasional
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000, sekitar 113 juta
jiwa atau 55 % dari 2006 juta jiwa penduduk Indonesia bermukim di Pulau
Jawa. Karena itu tidak mengherankan, apabila kontribusi Pulau Jawa terhadap
perekonomian nasional juga sangat menonjol dibandingkan dengan pulau-pulau
lain, yaitu sekitar 61 % dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional
(Kartodihardjo et al, 2006).
Pulau Jawa dihuni oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Redistribusi
penduduk yang tidak seimbang menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap
lingkungan, khususnya hutan, sehingga mengancam terjadinya bencana alam
seperti banjir, tanah-longsor, dan bencana kekeringan. Padahal kondisi hutan
Pulau Jawa sudah semakin menipis dan masih jauh dari proporsi luas hutan yang
dipersyaratkan menurut Undang-undang Pokok Kehutanan (UUPK) Nomor 41
Tahun 1999, yaitu bahwa proporsi luas hutan perlu dipertahankan sebesar
kurang lebih 30 persen dari luas daratan/pulau (Sudarsono, 2007).
Terlepas dari posisi penting tersebut, pada saat ini Pulau Jawa mengalami
permasalahan yang sangat serius pada daya-dukung ekologinya. Peristiwa
dimana-mana. Di wilayah banjir tradisional, frekuensi dan intensitas banjir semakin
meningkat dan menimbulkan kerugian yang semakin besar. Hal semacam ini
tidak hanya dialami oleh kota Jakarta saja, tetapi kota-kota lain seperti Bandung,
Semarang, dan Surabaya juga mengalami. Bahkan di luar wilayah perkotaan,
banjir dan tanah-longsor menjadi pemandangan baru pada setiap musim hujan
dan bencana yang timbul lebih mengerikan (Kartodihardjo et.al, 2006).
Di Pulau Jawa, menurut Simatupang (2002), kegiatan pertanian belum
menjadi sumber pendapatan utama bagi penduduk, melainkan baru sebatas
sebagai sumber pendapatan tambahan. Sumber utama pendapatan penduduk
masih berasal dari kegiatan non-pertanian. Karena itu agenda yang mendesak
adalah bagaimana petani gurem dan buruh tani mampu mengandalkan kegiatan pertanian sebagai sumber penghidupan keluarganya Masalah pokok yang
dihadapi adalah luas baku lahan produktif Pulau Jawa tidak memadai untuk
memberikan kehidupan rumahtangga petani secara layak. Total luas lahan
kurang dari 40 juta hektar, sedang jumlah rumahtangga petani lebih dari 20 juta
orang, sehingga apabila luas lahan dibagi secara merata, maka seluruh petani
tetap gurem dan tidak layak untuk menopang kehidupan yang ideal bagi ekonomi rumahtangganya.
Disamping redistribusi penduduk yang tidak seimbang, Pulau Jawa juga
mengalami redistribusi lahan yang tidak proporsional. Sebagian besar penduduk
miskin memiliki luasan lahan yang sangat kecil atau bahkan tidak memiliki
lahan sama-sekali, sementara sebagian kecil penduduk kaya menguasai lahan
yang sangat besar. Kondisi yang timpang ini menimbulkan banyak kerawanan
bisa terhindarkan karena keberadaan lahan merupakan kapital yang fixed, sehingga apabila demand-nya tinggi, maka harga lahan pun akan makin meningkat dan mudah mendorong terjadinya perebutan lahan antar berbagai
kelompok kepentingan (Khudori, 2007).
Degradasi hutan terjadi dimana-mana. Perambahan hutan di Pulau Jawa
telah berlangsung sangat intensif. Puncaknya terjadi pada saat berlangsung
euforia reformasi tahun 2001-2002, sehingga timbul degradasi hutan yang luar biasa besar. Disamping rakyat lapar kayu, kenyataan menunjukkan bahwa rakyat
juga lapar lahan, sehingga kawasan hutan Negara termasuk kawasan hutan
Perum Perhutani pun, menjadi sasaran perambahan yang intensif.
Salah satu terobosan Perum Perhutani untuk mengatasi masalah
degradasi lingkungan akibat tekanan penduduk yang lapar lahan adalah
pemanfaatan lahan melalui Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), dimana masyarakat diberi kesempatan untuk mengelola lahan secara lebih
optimal, memanfaatkan lahan-lahan yang belum produktif, serta membuka akses
masyarakat untuk memanfaatkan setiap jengkal lahan untuk mendukung proses
penciptaan nilai tambah, khususnya dalam hal ketahanan pangan. Proses-proses
pemanfaatan lahan seperti ini telah dilakukan sejak lama oleh Perum Perhutani,
meskipun bukan dalam arti alih-kepemilikan atau “bagi-bagi lahan”, melainkan dalam arti pengaturan pemanfaatan lahan hutan secara lebih optimal kepada
masyarakat/petani sekitar hutan. Satu dari banyak lokasi penerapan strategi
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah Kesatuan Pemangkuan
Hutan (KPH) Bandung Selatan, Propinsi Jawa Barat, yang memiliki kekhususan
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang diterapkan di KPH
Bandung Selatan, Unit Usaha Perum Perhutani Jawa Barat, dimaksudkan
sebagai upaya penanganan terhadap perambahan kawasan hutan secara arif dan
bijaksana dengan mempertimbangkan minimal 3 (tiga) kepentingan, yaitu : (1)
kepentingan ekonomis masyarakat sekitar hutan melalui alih-profesi petani
sayuran menjadi petani agroforestry dengan pemilihan komoditas yang tepat, (2) kepentingan ekologis melalui penerapan pola pertanian yang lebih
ramah-lingkungan, dan (3) kepentingan sosial melalui peningkatan kesejahteraan petani
sekitar hutan.
Mengingat bahwa kawasan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung
Selatan merupakan daerah hulu DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum yang
sangat penting untuk dilestarikan sebagai sumber air bagi 3 (tiga) bendungan
strategis (yaitu Jatiluhur, Cirata, dan Saguling), maka wilayah ini perlu
diamankan dari ancaman perambahan hutan dan pola pemanfaatan lahan yang
tidak ramah-lingkungan. Karena itu, studi mengenai program Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM) khususnya yang terkait dengan perilaku ekonomi
rumahtangga petani peserta program PHBM di wilayah BKPH Pangalengan,
KPH Bandung Selatan, perlu dilakukan untuk menganalisis secara lebih jauh
mengenai karakteristik ekonomi rumahtangga petani peserta program PHBM,
faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perilaku ekonomi rumahtangga
petani, serta aspek-aspek kelembagaan di tingkat petani. Studi ini penting,
karena pada umumnya program PHBM dilakukan pada Hutan Produksi,
sedangkan pada penelitian ini program PHBM diterapkan pada kawasan Hutan
sehingga keberhasilan program PHBM akan sangat menentukan keberhasilan
proyek-proyek vital lainnya. Terlebih lagi pada era reformasi, kerusakan hutan
lindung lebih besar daripada kerusakan hutan produksi (Ginoga, 2003).
1.2 Perumusan Masalah
Negara dunia ketiga pada umumnya menghadapi 2 (dua) persoalan pokok,
yaitu : (1) luas lahan untuk peningkatan tanaman ekspor yang terus meningkat,
dan (2) ketimpangan penguasaan lahan. Akibatnya muncul masalah kemiskinan,
deforestasi, dan degradasi lingkungan (Suhardjito et.al, 2000).
Sebagai negara agraris, kondisi Indonesia masih sangat rapuh.
Kepemilikan lahan masih didominasi oleh petani gurem yang hanya menguasai lahan kurang dari 0.5 ha dengan proporsi meliputi 88 persen dari jumlah petani
secara keseluruhan. Hal tersebut membuat produktivitas pertanian menjadi
rendah dan tidak kompetitif. Selain itu, pertanian yang masih subsisten juga
membuat kantong-kantong kemiskinan yang makin membesar, khususnya
menyangkut penduduk yang berada di Pulau Jawa (Khudori, 2007).
Kerawanan sosial di Pulau Jawa pada dasarnya terjadi karena persoalan
ekonomi, yaitu terjadinya redistribusi aset yang tidak merata akibat konsentrasi
penduduk yang sangat tinggi. Ketimpangan distribusi penguasaan lahan tersebut
sudah terjadi sebelum Indonesia merdeka dan cenderung semakin timpang sejak
Revolusi Hijau diterapkan pada lahan sawah (Suhardjito et.al, 2000).
Pulau Jawa yang memiliki kepadatan penduduk +/- 900 orang/km2 dan luas
daratan yang relatif sempit (6 % wilayah daratan Indonesia), menyebabkan
per KK atau 1.000 m2 per KK. Sementara itu desa yang lokasinya langsung
berbatasan dengan hutan (Hutan Produksi dan Hutan Lindung) adalah berjumlah
5 552 desa hutan, dimana ± 6 483 685 orang yang secara langsung berinteraksi
dan bergantung pada hutan melalui skema kerjasama PHBM (Perum Perhutani,
2007).
Persoalan Perum Perhutani dalam mengelola hutan di Pulau Jawa ada dua
hal (Awang, 2003), yaitu : (1) secara eksternal, menghadapi persoalan
sosial-kemasyarakatan yang sudah menahun dan krusial (kemiskinan perdesaan,
terbatasnya peluang kerja, pengangguran, hubungan kelembagaan, menanggung
dampak PHK dari perkotaan); dan (2) secara internal, menghadapi persoalan
kualitas SDM yang perlu ditingkatkan, organisasi pendukung yang lemah,
kesepakatan terhadap program sosial-kemasyarakatan, sistem tata-niaga kayu,
pembinaan mental-spiritual, serta pemeratan pendapatan. Masalah eksternal
sangat sensitif, karena menyangkut +/- 5 552 desa di sekitar hutan dan sekitar 30
juta penduduk Pulau Jawa yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan.
Kawasan Hutan Lindung Perum Perhutani di daerah Pangalengan yang
merupakan hulu sungai Citarum misalnya, mengalami ancaman perambahan
yang sangat intensif. Perambahan hutan dalam bentuk pemanfaatan lahan
tumpangsari yang tidak ramah lingkungan, menciptakan tingkat sedimentasi dan
pencemaran hulu sungai Citarum yang sangat tinggi, sehingga mengancam
kelestarian hutan dan keseimbangan lingkungan Pulau Jawa, diantaranya
berkurangnya sumber air bagi 3 (tiga) bendungan strategis, yaitu : Jatiluhur,
Adapun ancaman yang paling krusial di sekitar kawasan DAS Citarum
adalah bahaya banjir. Disamping karena faktor alam, faktor manusia sangat
berperan dalam menciptakan kondisi lingkungan yang semakin rusak,
diantaranya adalah : (1) berkurangnya kawasan serapan air akibat perambahan
hutan, (2) konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian dengan komoditas dan
pola bertani yang tidak ramah-lingkungan, dan (3) pencemaran lingkungan
akibat pembuangan limbah dan penggunaan pestisida (KPH Bandung Selatan,
2007).
Perambahan hutan di daerah Pangalengan mencerminkan “kompetisi”
pemanfaatan lahan kawasan Hutan Lindung antara masyarakat (petani
pengguna/penggarap) dengan Perum Perhutani (selaku pengelola kawasan) yang
telah berlangsung secara sangat intensif, terutama pada masa euforia reformasi,
sehingga tidak menutup kemungkinan ancaman tersebut sewaktu-waktu akan
muncul kembali. Sementara itu program Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) semenjak tahun 2003 telah diluncurkan oleh Perum
Perhutani sebagai solusi yang ditempuh. Program PHBM ini diyakini oleh
Perum Perhutani merupakan strategi yang tepat dalam rangka membangun
pemanfaatan lahan secara lebih optimal dan “win-win” antara masyarakat (petani penggarap) dengan Perum Perhutani, dimana masyarakat diikutsertakan
dalam pengelolaan hutan secara utuh.
Secara umum pokok persoalan dalam penelitian (research-question) ini adalah apakah pola pemanfaatan lahan hutan lindung melalui program PHBM
tersebut telah berhasil membantu mengatasi persoalan kemiskinan masyarakat
terhadap faktor lahan kawasan hutan sebagai salah satu tumpuan bagi sumber
pendapatannya ? Selanjutnya permasalahan umum tersebut secara spesifik dapat
dielaborasi menjadi 3 (tiga) permasalahan khusus sebagai-berikut :
1. Dilihat dari perspektif petani, seberapa jauh pemanfaatan lahan usahatani di
hutan lindung melalui program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat) telah memberikan manfaat yang positif bagi peningkatan
kesejahteraan rumahtangga petani sekitar hutan, sehingga membantu
petani peserta program PHBM mampu mengatasi masalah kemiskinan
dan mengurangi tekanan terhadap kelestarian hutan.
2. Secara kuantitatif faktor-faktor apakah yang diduga berpengaruh terhadap
perilaku ekonomi rumahtangga petani peserta PHBM di Hutan Lindung
terkait dengan pengambilan keputusan menyangkut alokasi waktu
tenaga-kerja, aspek produksi, pendapatan, dan pengeluaran rumahtangga petani,
sehingga dapat diterapkan kebijakan pemerintah yang tepat untuk membantu
rumahtangga petani mengatasi masalah kemiskinan masyarakat sekitar
hutan.
3. Sejauhmana aspek kelembagaan kerjasama kemitraan antara masyarakat
dengan Perum Perhutani melalui program PHBM (Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat), khususnya menyangkut pembaharuan kontrak
kerjasama kemitraan, dapat menunjang keberhasilan implementasi program
PHBM secara jangka-panjang.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan masalah yang sangat penting
untuk dijawab. Karena itu penelitian mengenai perilaku ekonomi rumahtangga
kelembagaan dalam membangun kerjasama kemitraan di kawasan Hutan
Lindung antara penduduk dan Perum Perhutani, perlu dilakukan sebagai model
atau benchmark bagi wilayah lain dengan karakteristik yang sama atau karakteristik yang mendekati (hampir sama) dengan karakteriristik lokasi
penelitian.
Penelitian ekonomi rumahtangga pada aktivitas Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM) belum banyak dilakukan, terlebih lagi aktivitas
PHBM di kawasan hutan lindung sejauh ini masih merupakan hal yang baru,
sehingga penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang penting. Bahkan
pengelolaan kawasan hutan lindung pada umumnya dibiarkan (terlantar),
sehingga studi mengenai kelembagaan PHBM pada hutan lindung menjadi
sangat penting.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ekonomi
rumahtangga petani peserta PHBM dalam pengambilan keputusan
menyangkut aspek alokasi waktu tenaga kerja, produksi, pendapatan dan
pengeluaran rumahtangga petani.
2. Menganalisis dampak perubahan faktor eksternal terhadap perilaku ekonomi
rumahtangga petani peserta PHBM.
3. Menganalisis aspek kelembagaan kerjasama kemitraan PHBM, khususnya
menyangkut kontrak kerjasama antara petani dengan Perum Perhutani.
1.4 Kegunaan/Manfaat Penelitian
1. Bermanfaat bagi pemerintah sebagai masukan dalam penciptaan kebijakan
pembinaan dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan di kawasan hutan
lindung terkait dengan persoalan pengentasan kemiskinan masyarakat sekitar
hutan dan terciptanya kelestarian hutan di wilayah hulu Daerah Aliran
Sungai (DAS).
2. Bermanfaat bagi Perum Perhutani sebagai “benchmark” atau rujukan untuk mengembangkan program penataan pemanfaatan lahan kawasan hutan
lindung yang lebih optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat
sekitar hutan melalui pola kemitraan yang sesuai dengan harapan
kedua-belah pihak, pada kawasan lain yang relatif berkarakteristik samadengan
lokasi penelitian.
3. Bermanfaat bagi masyarakat luas berkaitan dengan semakin banyaknya
sumber informasi yang menyangkut pola-pola pemberdayaan masyarakat
sekitar hutan yang lebih kondusif sebagai proses pembelajaran ( lesson-learned) yang dapat diterapkan untuk daerah lain.
1.5 Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mencakup analisis kuantitatif dan kualitatif/deskriptif pola
usahatani lahan kering PHBM di wilayah hulu Sungai Citarum dan faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap keputusan rumahtangga petani peserta program
PHBM melalui pendekatan konsep ekonomi rumahtangga, serta kajian aspek
kelembagaan di tingkat petani dalam rangka membangun kerjasama kemitraan
PHBM dengan Perum Perhutani. Mengingat begitu luas cakupan yang harus
dianalisis, maka untuk mempertajam analisis penulis membatasi cakupan
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan, khususnya di Bagian
Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pangalengan yang merupakan wilayah
hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Namun demikian, penentuan lokasi
yang relatif mikro ini diharapkan masih cukup representatif untuk
menggambarkan kegiatan PHBM di wilayah KPH Bandung Selatan pada
khususnya dan di wilayah Perum Perhutani pada umumnya, terutama untuk
benchmark bagi tipologi kawasan hutan yang bertopografi tinggi seperti Hutan Lindung maupun Kawasan Hutan Produksi Terbatas.
Studi dengan wilayah penelitian yang sangat mikro bisa merupakan
kelemahan/keterbatasan namun sekaligus merupakan kekuatan, karena dapat
dilakukan dengan metode penelitian langsung (survei) dan sebagaimana
lazimnya persoalan menyangkut sosial-kemasyarakatan berada pada skala yang
lebih mikro sehingga harus diobservasi secara lebih detil.
Penelitian ini mengambil lokasi di kawasan Hutan Lindung yang
dikelola oleh Perum Perhutani sebagai wilayah hulu Daerah Aliran Sungai
(DAS) Citarum yang sangat vital, sehingga terdapat pembatasan terhadap
jenis-jenis komoditas usahatani yang bisa dikembangkan oleh petani, yaitu jenis-jenis-jenis-jenis
komoditas yang sesuai dengan sifat kepekaan lahan daerah pegunungan yang
mudah tererosi dan rawan longsor. Karena itu jenis-jenis komoditas yang
dikembangkan harus bersifat ramah-lingkungan, memiliki sistem perakaran yang
kuat menahan tanah, serta berumur-panjang. Dengan demikian terdapat
keterbatasan preferensi petani dalam mengembangkan komoditas di kawasan
Hutan Lindung dibandingkan apabila petani melakukan usahatani di wilayah
Disamping itu, pengelolaan hutan lindung tidak diperkenankan memanen kayu
tanaman pokok, sehingga petani peserta PHBM tidak memiliki kesempatan
menikmati sharing hasil produksi dari Hutan Pangkuan Desa yang dikelolanya. Pendapatan petani murni berasal dari hasil usahatani tanaman keras yang
dikembangkan oleh rumahtangga petani diantara tanaman pokok kehutanan yang
harus diamankannya dan pendapatan lain non-usahatani.
Komoditas yang dikembangkan petani terbatas pada kopi dan
rumput-gajah (yang diintegrasikan dengan pemeliharaan sapi-perah), sedangkan
komoditas lain seperti cabe bendot dan terong kori tidak diperhitungkan, karena
relatif masih sedikit nilainya (belum dikembangkan secara intensif) dan pada
saat penelitian belum mencapai masa panen. Karena itu harga jual komoditas
usahatani tidak dilakukan sebagai harga komposit, melainkan harga tunggal
komoditas kopi (dalam bentuk gelondong/kopi basah) dan susu murni produksi sapi-perah. Disamping itu, komoditas kopi adalah tanaman yang relatif
berdaur-panjang, sehingga penelitian yang bersifat cross-section yang berjangka hanya 1 (satu) tahun memiliki kelemahan dalam mengukur kinerja komoditas tanaman
kopi.
Penelitian ini memiliki keterbatasan lain, yaitu pendapatan petani yang
dianalisis hanya pendapatan yang berasal dari kegiatan on-farm dan off-farm
(baik sebagai buruh pada usahatani pada lahan milik orang lain maupunkegiatan
non-pertanian/non-usahatani). Tetapi pendapatan yang berasal dari non-activity
seperti warisan, kiriman, hadiah, Bantuan Langsung Tunai (BTL) dari
Pemerintah, tidak ikut dianalisis, karena datanya tidak valid. Pada saat penelitian
Menyangkut data tabungan dan kredit, data yang dianalisis murni
berdasarkan angka-angka yang dilakukan sebagai pengakuan petani pada saat
wawancara, sehingga bukan didasarkan pada pendekatan angka surplus (defisit) yang dialami petani berdasarkan perhitungan/analisis ekonomi. Karena itu akurasi data survei sulit untuk dapat divalidasi mengingat
pengakuan petani bisa berbeda-beda dan kurang akurat. Inilah satu kelemahan
dari metode survei yang hanya mencatat data saat itu (cross-section), sehingga tidak tertutup kemungkinan timbul fenomena yang khas tetapi menyimpang dari
apriori ekonomi (kaidah-kaidah ekonomi yang seharusnya).
Disamping hal-hal di atas, keterbatasan penelitian ini juga menyangkut
masalah tiadanya data ekonomi rumahtangga petani yang bersifat runtut-waktu (times-series) yang akurat dan kredibel. Analisis ekonometrika dilakukan hanya mendasarkan pada data primer yang bersifat cross-section melalui survei yang dilakukan secara langsung (face to face) dengan para petani (responden) di lokasi penelitian, baik petani peserta program PHBM Kopi maupun petani
peserta program PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah, sehingga sesekali dalam
membangun model ekonometrik dijumpai nilai koefisien korelasi yang rendah
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengantar Ekonomi Rumahtangga
Model ekonomi rumahtangga pertanian (agricultural household economics model) lahir dari pemikiran bahwa di dalam satu unit rumahtangga petani terdapat keputusan produksi yang tidak terpisahkan dengan keputusan konsumsi.
Pada rumahtangga petani seperti ini dalam mengambil keputusan produksi,
maka hasil produksi ada yang dikonsumsi sendiri dan ada yang dijual (Singh,
et.al, 1986). Apabila hasil produksi petani sebagian besar atau seluruhnya dijual, maka keputusan yang diambil oleh rumahtangga petani tersebut adalah
responsif terhadap signal pasar. Tetapi sebaliknya apabila hasil produksi petani
sebagian kecil atau seluruhnya tidak dijual, maka keputusan produksi yang
diambil oleh rumahtangga petani tidak responsif terhadap signal pasar
(Suprapto, 2001). Dalam penelitian ini komoditas yang diusahakan adalah
kopi dan rumput-gajah/sapi-perah (susu-sapi) yang relatif semua
hasil-produksinya dijual ke pasar, karena produknya belum menjadi produk-olahan
yang siap dikonsumsi oleh rumahtangga petani yang memproduksinya.
Rumahtangga petani (Farm household) adalah satu unit kelembagaan yang setiap saat mengambil keputusan produksi pertanian, konsumsi, curahan tenaga
kerja dan reproduksi. Rumahtangga petani dapat dipandang sebagai satu
kesatuan unit ekonomi, mempunyai tujuan yang ingin dipenuhi dari sejumlah
sumberdaya yang dimiliki. Pola perilaku rumahtangga petani dalam aktivitasnya
dapat bersifat subsisten, semi-komersial sampai berorientasi pasar. Rumahtangga
saat memutuskan secara bersama produksi pertanian, konsumsi, reproduksi dan
kadang-kadang menyatukan pendapatan atau anggaran.
Dalam rumahtangga petani terdapat keterkaitan antara kegiatan produksi
dengan konsumsi dalam suatu sistem, maka model ekonomi rumahtangga petani
dirumuskan dalam suatu sistem persamaan simultan yang terdiri atas sejumlah
persamaan struktural dan identitas.
Sesuai dengan prinsip ekonomi, rumahtangga petani dalam
mengalokasikan sumberdaya umumnya bertindak rasional, mengkonsumsi
barang dan jasa untuk memaksimumkan utilitas, serta sebagai produsen akan
memaksimumkan keuntungan, seperti layaknya sebuah perusahaan dalam skala
yang lebih besar.
Dharmawan (2002) menjelaskan, bahwa terdapat 6 (enam) fungsi utama
dari rumahtangga, yaitu : (1) mengalokasikan sumberdaya yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan, (2) mencapai bermacam-macam tujuan, (3) memproduksi
barang dan jasa, (4) mengambil keputusan mengenai penggunaan pendapatan
dan konsumsi, (5) melakukan hubungan sosial, dan (6) reproduksi dan menjaga
keamanan anggota rumahtangga.
Aktivitas ekonomi rumahtangga dapat mempengaruhi kesejahteraan
rumahtangga dan anggotanya. Untuk meningkatkan kesejahteraan rumahtangga
dan anggotanya tersebut, maka perlu dukungan pemerintah. Intervensi
pemerintah dapat dilakukan dalam bentuk kebijakan yang berkaitan dengan
peningkatan produktivitas yang selanjutnya dapat meningkatkan pendapatan
mempelajari dampak kebijakan pemerintah terhadap keputusan rumahtangga
melalui analisis simulasi.
2.2. Curahan Tenaga Kerja dan Pendapatan
Partisipasi anggota rumahtangga petani baik pria maupun wanita
menunjukkan kontribusi yang nyata pada keseluruhan proses pertanian dan
pemanfaatan hasilnya. Dalam interaksinya dengan lingkungan, diperoleh fakta
bahwa waktu bagi setiap rumahtangga dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu :
(1) pola hidup, (2) pemilikan aset produktif, (3) keadaan sosial ekonomi
keluarga, (4) tingkat upah, dan (5) karakteristik yang melekat pada setiap
anggota rumahtangga.
Curahan tenaga kerja menunjukkan jumlah tenaga kerja yang digunakan
untuk berbagai kegiatan (labor-use). Sedangkan pendapatan dapat dinyatakan sebagai imbalan yang diperoleh tenaga kerja karena melakukan kegiatan
produktif. Secara teoritis hubungan curahan tenaga kerja dengan pendapatan
dapat diturunkan dengan menggunakan Teori Utilitas (Becker, 1976;
Koutsoyiannis, 1979; Nicholson, 1983).
Analisis curahan tenaga kerja merupakan analisis tentang penawaran
tenaga kerja yang pada prinsipnya membahas keputusan-keputusan anggota
rumahtangga (individu-induvidu) dalam mengalokasikan jam kerjanya.
Individu-individu dalam mengalokasikan jam kerja akan bertindak rasional, yaitu akan
memaksimumkan utilitasnya.
Maksimisasi utilitas rumahtangga dilakukan dengan mengkombinasikan
waktu santai dan barang konsumsi untuk memaksimumkan kepuasan. Tiap
Apabila memilih bekerja berarti akan memberikan nilai guna pendapatan yang
lebih tinggi dan akan lebih mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan
konsumsi. Sebaliknya jika tidak bekerja yang dipilih, maka waktu santai akan
mempunyai nilaiguna yang lebih tinggi daripada pendapatan (Mangkuprawira,
1984).
Adanya kedua pilihan tersebut akan menghasilkan berbagai kombinasi
untuk mencapai kepuasan yang maksimum seperti tertera pada Gambar 1.
Gambar 1. Fungsi Kepuasan Seorang Anggota Keluarga
Anggota rumahtangga akan mengkonsumsi Bo dan Wo untuk mendapatkan
tingkat kepuasan Uo. Jika makin banyak B dan W yang dikonsumsi, maka makin
tinggi tingkat kepuasan U yang akan dicapai (U2 > U1 > Uo).
Dalam kesempatan mengkonsumsi barang dan waktu santai, anggota
rumahtangga (individu) akan menghadapi 2 kendala, yaitu kendala waktu yang
jumlahnya terbatas (24 jam per hari) dan anggota keluarga yang menawarkan B2
B1
B0
O W0 W1 W2
Barang Konsumsi
Waktu santai U0
tenaga kerja dalam suatu pasar bersaing sempurna sehingga tidak akan
mempengaruhi tingkat upah yang berlaku.
Agar diperoleh kombinasi yang maksimum, dengan mempertimbangkan
kendala yang ada, maka kombinasi optimum terletak pada garis anggaran yang
menyinggung kurva indifference (Bryant, 1990). Bila terjadi kenaikan tingkat upah berarti terdapat tambahan pendapatan. Dengan status ekonomi lebih tinggi
seseorang cenderung meningkatkan konsumsi dan menikmati waktu santai lebih
banyak yang berarti pengurangan jam kerja (efek pendapatan). Di lain pihak,
kenaikan tingkat upah berarti harga waktu santai menjadi lebih mahal dan
mendorong keluarga mensubstitusi waktu-santainya dengan lebih banyak
bekerja untuk menambah konsumsi barang (efek substitusi), sebagaimana
dijelaskan sebagaimana Gambar 2.
Gambar 2. Fungsi Kepuasan, Efek Pendapatan, Efek Substitusi & Efek Total
Misalkan tingkat upah naik sehingga garis anggaran berubah dari BC1 menjadi
BC2. Perubahan tingkat upah umum menghasilkan pertambahan pendapatan
yang dilukiskan dengan garis B”C” yang sejajar dengan BC1. Pertambahan
pendapatan mendorong keluarga untuk mengurangi jumlah jam kerja dari
HD1 menjadi HD2 atau dari titik E1 ke titik E2 (efek pendapatan). Kenaikan
C2
C"
C1
B"
A B
O D3 D1 D2 H
Upah
Waktu santai E3
U1
U2
E1
tingkat upah berarti juga harga waktu menjadi lebih mahal. Nilai waktu yang
lebih tinggi mendorong keluarga mensubstitusi waktu-santainya untuk lebih
banyak bekerja guna menambah konsumsi barang. Penambahan waktu bekerja
tersebut dinamakan efek substitusi, yang ditunjukkan oleh penambahan jam kerja dari HD2 ke HD3 atau dari titik E2 ke titik E3. Efek total dari perubahan tingkat upah adalah selisih dari efek pendapatan dengan efek substitusi.
Sebaliknya kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan pengurangan
waktu bekerja jika efek substitusi lebih kecil daripada efek pendapatan. Hal ini
ditunjukkan oleh perubahan upah dari BC3 menjadi HD4 (Gambar 3). Besarnya
penyediaan waktu bekerja sehubungan dengan perubahan tingkat upah seperti
ditunjukkan oleh grafik E1E2E3E4En disebut sebagai fungsi penawaran (Becker,
1976).
Gambar 3. Penawaran Tenaga Kerja
2.3. Teori Alokasi Waktu
Masalah ketenagakerjaan sangat terkait dengan teori alokasi waktu dan
pemanfaatan waktu santai yang berkembang sejak Becker mengemukakan
teorinya. Becker mengintegrasikan keputusan produksi dan konsumsi kedalam
sebuah keputusan rumahtangga serta hubungannya dengan alokasi waktu dan C4
C3
C2
C1
A
O D3 D4 D2 D1 H
Upah
Waktu santai E2
E1
E3
E4