PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI ANAK USIA SEKOLAH PADA KELUARGA PETANI KAYU MANIS
DI TAMIAI, KERINCI, JAMBI
ELMANORA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
MUFLIKHATI and ALFIASARI.
The aim of the research was to analyze the influence of family and child characteristics, family welfare, and parenting style toward school-aged children’s social emotional development in cinnamon farmer families at Tamiai, Kerinci District, Jambi. This research involved 50 families that were selected randomly. The samples were chosen from families of cinnamon farmer in study site who had school-aged children (fourth, fifth, and sixth grade in elementary school). Data collected by interview and self report with questionnaire. Family welfare was indicated by using three indicators those were BPS, BKKBN, and a simple poverty scorecard for Indonesia. Parenting style were measured by emotional coaching instrument. Children’s social emotional development were measured by Social Emotional Assets and Resiliency Scales A (SEARS A). Data was analyzed by descriptive and regression analysis. The results showed that the families had low welfare based on the third indicators. Mostly parent in this research applied disapproving parenting style (34%). Persentage of children’s social emotional development scores were 71,30±10,35. Family welfare was influenced by family size, father’s age, and family income. Parenting style was influenced by mother’s education. Laissez faire style correlated negative significant with children’s social emotional development. Children’s social emotional development were influenced by their age.
Keywords: family welfare, parenting style, social emotional development
ABSTRAK
ELMANORA. Kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan, dan perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis di Tamiai, Kerinci, Jambi. Dibimbing oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI dan ALFIASARI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, dan gaya pengasuhan terhadap perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis di Tamiai, Kabupaten Kerinci, Jambi. Penelitian ini melibatkan 50 keluarga yang dipilih secara acak. Contoh adalah keluarga petani kayu manis yang memiliki anak usia sekolah (kelas IV, V, dan VI sekolah dasar). Pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara dan laporan diri dengan menggunakan kuesioner. Kesejahteraan keluarga diukur dengan menggunakan tiga indikator yaitu BPS, BKKBN, dan a simple poverty scorecard for Indonesia. Gaya pengasuhan diukur dengan instrumen emotional coaching. Perkembangan sosial emosi anak diukur dengan Social Emotional Assets and Resiliency Scales A (SEARS A). Data dianalisis dengan analisis deskriptif dan regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga contoh memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah berdasarkan tiga indikator yang digunakan. Sebagian besar orangtua dalam penelitian ini menerapkan gaya pengasuhan tidak menyetujui (34%). Persentase skor perkembangan sosial emosi anak adalah 71,30±10,35. Kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh besar keluarga, usia ayah, dan pendapatan keluarga. Gaya pengasuhan dipengaruhi oleh pendidikan ibu. Gaya pengasuhan laissez faire berhubungan signifikan negatif dengan perkembangan sosial emosi anak. Perkembangan sosial emosi anak dipengaruhi oleh usia.
Emosi Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani Kayu Manis di Tamiai, Kerinci, Jambi. Dibimbing oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI dan ALFIASARI.
Pertanian merupakan sektor yang rentan dengan masalah kemiskinan. Salah satunya adalah petani kayu manis yang merupakan petani tanaman tahunan dengan penghasilan yang rendah. Pendapatan keluarga yang rendah dapat menyebabkan terjadinya masalah kemiskinan. Masalah kemiskinan berdampak pada gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua dan perkembangan sosial emosi anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) kesejahteraan keluarga contoh, 2) gaya pengasuhan pada keluarga contoh, 3) menganalisis perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga contoh, 4) pengaruh karakteristik keluarga terhadap kesejahteraan keluarga contoh, 5) pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kesejahteraan keluarga terhadap gaya pengasuhan pada keluarga contoh, 6) menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, dan gaya pengasuhan terhadap perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga contoh.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di Desa Tamiai, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Lokasi penelitian dipilih secara purposive berdasarkan jumlah keluarga petani kayu manis terbanyak. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai bulan April 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga petani kayu manis di Desa Tamiai yang memiliki anak usia sekolah. Desa Tamiai terdiri atas tujuh dusun yang kemudian dipilih dua dusun (secara purposive) untuk menjadi lokasi penelitian. Dusun yang terpilih adalah Dusun Lamo dan Kampung Dalam. Setiap dusun diambil contoh secara acak sebanyak 25 keluarga, sehingga jumlah seluruh contoh adalah 50 keluarga.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga (tipe keluarga, besar keluarga, usia ayah ibu, pendidikan ayah ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, pengeluaran keluarga, dan kepemilikan aset), karakteristik anak (usia anak, jenis kelamin, dan urutan kelahiran), kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan orang tua (pengabai emosi, tidak menyetujui, laissez faire, dan pelatih emosi), dan perkembangan sosial emosi anak pada keluarga petani kayu manis. Data sekunder yang digunakan adalah data keadaan umum daerah penelitian serta data luas areal dan produksi perkebunan kayu manis. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi (regresi linear berganda dan regresi logistik). Kesejahteraan keluarga diukur dengan menggunakan tiga indikator yaitu garis kemiskinan BPS, keluarga sejahtera BKKBN, dan a simple poverty scorecard for Indonesia. Gaya pengasuhan diukur dengan menggunakan instrumen emotional coaching yang terdiri atas gaya pengasuhan pengabai emosi, tidak menyetujui, laissez faire, dan pelatih emosi. Perkembangan sosial emosi anak diukur dengan menggunakan instrumen Social Emotional Assets and Resiliency Scales A (SEARS A).
atau sama dengan Rp193.834,00. Kesejahteraan keluarga contoh berdasarkan indikator BPS dipengaruhi oleh besar keluarga ( =-0,955, α=0,01). Berdasarkan indikator BKKBN, tiga per lima keluarga contoh (60%) tergolong keluarga miskin. Kesejahteraan keluarga berdasarkan indikator BKKBN dipengaruhi oleh besar keluarga ( =-0,710, α=0,05), usia ayah ( =-0,128, α=0,05), dan pendapatan keluarga ( =0,000, α=0,05). Indikator lain yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan keluarga adalah a simple poverty scorecard for Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh keluarga contoh (94%) memperoleh skor kurang dari 50 dengan rata-rata sebesar 32,90 sehingga kemungkinan besar keluarga contoh mengalami masalah kemiskinan. Hasil uji korelasimenunjukkan ada hubungan yang signifikan positif antara kesejahteraan keluarga berdasarkan indikator a simple poverty scorecard for Indonesia dengan kesejahteraan keluarga berdasarkan indikator BPS (r=0,676, α=0,01) dan BKKBN (r=0,535, α=0,01).
Penelitian ini menduga bahwa karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kesejahteraan keluarga akan berpengaruh terhadap gaya pengasuhan. Namun, hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa gaya pengasuhan dipengaruhi oleh pendidikan ibu ( =1,228, α=0,01). Ibu yang berpendidikan tinggi berpeluang untuk menerapkan gaya pengasuhan yang lebih baik. Gaya pengasuhan yang diukur dalam penelitian ini terdiri atas pelatih emosi dan bukan pelatih emosi (pengabai emosi, tidak menyetujui, dan laissez faire). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari dua per tiga keluarga contoh (72%) menerapkan gaya pengasuhan bukan pelatih emosi. Temuan ini tentu saja mengindikasikan masih rendahnya pengetahuan orang tua dalam menerapkan gaya pengasuhan yang baik, khususnya yang terkait dengan pengelolaan emosi negatif anak.
Perkembangan sosial emosi anak dinilai dari indeks perkembangan sosial emosi. Indeks perkembangan sosial emosi anak contoh berada pada selang 43-92 dengan rata-rata sebesar 71,30 dan standar deviasi 10,35. Rata-rata-rata indeks mengindikasikan bahwa perkembangan sosial emosi anak contoh tidak optimal. Sementara itu, jika dilihat dari dimensinya, perkembangan sosial emosi yang dominan pada anak contoh adalah keterampilan interpersonal dan keterampilan dalam bergaul (34%). Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa perkembangan sosial emosi anak dipengaruhi oleh usia anak ( =6,409, α=0,01). Anak yang usianya semakin besar memiliki perkembangan sosial emosi yang lebih baik. Meskipun hasil uji regresi tidak menemukan adanya pengaruh gaya pengasuhan terhadap perkembangan sosial emosi anak, namun analisis korelasi menunjukkan bahwa gaya pengasuhan laissez faire berhubungan signifikan negatif dengan perkembangan sosial emosi anak (r=-0,914, α=0,05). Orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan laissez faire cenderung memiliki anak dengan perkembangan sosial emosi yang tidak optimal.
Kemiskinan merupakan akar permasalahan utama dalam keluarga. Masalah kemiskinan berkaitan dengan gaya pengasuhan dan perkembangan sosial emosi anak. Keluarga yang miskin cenderung menerapkan gaya pengasuhan yang negatif (pengabai emosi, tidak menyetujui, dan laissez faire) dan memiliki anak dengan perkembangan sosial emosi yang tidak optimal. Perkembangan sosial emosi anak yang tidak optimal pada masa usia sekolah akan menghambat kesuksesan anak pada tahapan selanjutnya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah: 1) meningkatkan pendapatan keluarga dengan cara meningkatkan keterampilan, 2) optimalisasi program keluarga berencana dengan cara meningkatkan pendidikan anak perempuan untuk meningkatkan usia menikah, dan 3) meningkatkan pendidikan ibu.
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kesejahteraan Keluarga, Gaya
Pengasuhan, dan Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Sekolah pada Keluarga
Petani Kayu Manis di Tamiai, Kerinci, Jambi adalah karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
Elmanora
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI ANAK USIA SEKOLAH PADA KELUARGA PETANI KAYU MANIS
DI TAMIAI, KERINCI, JAMBI
ELMANORA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Manis di Tamiai, Kerinci, Jambi
Nama : Elmanora
NIM : I24070047
Disetujui,
Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si
Pembimbing I
Alfiasari, SP, M.Si
Pembimbing II
Diketahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Kesejahteraan Keluarga, Gaya Pengasuhan, dan Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani Kayu Manis di Tamiai, Kerinci, Jambi. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si dan ibu Alfiasari, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini.
2. Ibu Megawati Simanjuntak, SP, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan Ibu Neti Hernawati, SP, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Ir. Diah Krisnatuti Pranadji, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingannya selama penulis belajar di Ilmu Keluarga dan Konsumen.
4. Gubernur Provinsi Jambi, Pemerintah Daerah Provinsi Jambi, dan Dinas Pendidikan Provinsi Jambi atas kesempatan yang diberikan kepada penulis sebagai penerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Jambi di Institut Pertanian Bogor.
5. Bapak Sastri (Kepala Desa Tamiai) dan Bapak Haidir (Sekretaris Desa Tamiai) atas pemberian izin dan data.
6. Keluarga petani kayu manis di Desa Tamiai, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi atas waktu dan kesediaannya untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
7. Mama, Papa, dan Zawil Afkar, serta keluarga besar di Kerinci atas do’a, dukungan, dan bantuannya dalam pengambilan data di Lapangan.
8. Nurry Wulan, Deny Juniwati, Rini Hastuti, Putri Dwi M, Agus Surachman, Latifatul H, Umu R, Gilar, Fitri Sari, Mustika Dewanggi, Astari S, Ceftilia, Anggy Nurmalasari, serta seluruh sahabat dan saudaraku di IMKB, IKK Angkatan 44, Kostan Maharlika Atas, dan Kementerian Kebijakan Daerah BEM KM IPB periode 2009/2010 atas motivasi, kebersamaan, dan pengalaman yang tidak terlupakan.
9. Segala pihak yang belum disebutkan namanya atas segala kontribusinya dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, walaupun demikian penulis tetap mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Bogor, Agustus 2011
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 3
Tujuan Penelitian ... 5
Kegunaan Penelitian ... 6
TINJAUAN PUSTAKA ... 7
Keluarga ... 7
Kesejahteraan Keluarga ... 8
Gaya Pengasuhan ... 11
Perkembangan Sosial Emosi ... 13
KERANGKA PEMIKIRAN ... 17
METODE PENELITIAN ... 19
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ... 19
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ... 19
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 20
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian ... 21
Pengolahan dan Analisis Data ... 25
Definisi Operasional ... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 29
Karakteristik Contoh ... 30
Kesejahteraan Keluarga ... 43
Gaya Pengasuhan ... 52
Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Sekolah ... 55
Pembahasan ... 58
Keterbatasan Penelitian ... 68
SIMPULAN DAN SARAN ... 69
Simpulan ... 69
Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 71
1 Variabel, dimensi pengukuran, jenis, responden, dan cara
pengumpulan data ... 21
2 Sebaran keluarga contoh berdasarkan tipe keluarga ... 30
3 Sebaran keluarga contoh berdasarkan besar keluarga ... 31
4 Sebaran keluarga contoh berdasarkan usia ayah dan ibu ... 32
5 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendidikan ayah dan ibu... 32
6 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pekerjaan utama ayah dan ibu... 33
7 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan keluarga per bulan ... 34
8 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan keluarga per kapita per bulan ... 35
9 Rataan pendapatan keluarga contoh per bulan berdasarkan sumber nafkah dan persentase kontribusi masing-masing sumber nafkah terhadap pendapatan total ... 35
10 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pengeluaran keluarga per bulan ... 36
11 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pengeluaran keluarga per kapita per bulan ... 36
12 Rataan alokasi pengeluaran pangan dan bukan pangan per kapita per bulan dan persentase setiap komponen terhadap total pengeluaran ... 38
13 Sebaran keluarga contoh berdasarkan status kepemilikan rumah, tipe rumah, sumber penerangan, dan bahan bakar untuk memasak... 39
14 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kepemilikan aset ... 41
15 Sebaran keluarga contoh berdasarkan karakteristik anak ... 42
16 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori miskin menurut indikator garis kemiskinan BPS ... 43
17 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori keluarga sejahtera menurut indikator BKKBN ... 44
18 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pertanyaan dalam indikator a simple poverty scorecard for Indonesia ... 47
19 Sebaran keluarga contoh berdasarkan indikator a simple poverty scorecard for Indonesia ... 48
keluarga berdasarkan indikator BPS dan BKKBN ... 51
23 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kecenderungan gaya pengasuhan ... 52
24 Sebaran keluarga contoh berdasarkan gaya pengasuhan dan kesejahteraan keluarga (indikator BPS dan BKKBN) ... 53
25 Koefisien regresi karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan
kesejahteraan keluarga terhadap gaya pengasuhan ... 54
26 Sebaran keluarga contoh berdasarkan dimensi perkembangan sosial emosi anak ... 55
27 Sebaran keluarga contoh berdasarkan dimensi perkembangan sosial emosi dan kesejahteraan keluarga (indikator BPS dan
BKKBN) ... 56
28 Koefisien korelasi antara jenis gaya pengasuhan dengan perkembangan sosial anak ... 56
29 Sebaran keluarga contoh berdasarkan dimensi perkembangan sosial emosi dan gaya pengasuhan ... 57
30 Koefisien regresi linear berganda karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, dan gaya pengasuhan
terhadap perkembangan sosial emosi anak ... 58
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Faktor penentu pengasuhan ... 13
2 Kerangka pemikiran konseptual ... 18
1 Peta lokasi penelitian ... 75
2 Kriteria keluarga sejahtera BKKBN ... 76
3 Kesejahteraan keluarga indikator a simple poverty scorecard
for Indonesia ... 77
4 Teori ekologi keluarga Bronfenbrenner ... 78
5 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dengan kesejahteraan keluarga ... 79
6 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dengan gaya
pengasuhan dan perkembangan sosial emosi anak ... 80
7 Koefisien korelasi antara karakteristik anak dengan gaya pengasuhan dan perkembangan sosial emosi anak ... 81
8 Koefisien korelasi antara kesejahteraan keluarga dengan gaya
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang telah menarik perhatian
masyarakat internasional dan belum ada solusi yang tepat untuk mengatasinya.
Pembangunan bangsa dikatakan berhasil jika dapat menurunkan jumlah penduduk
miskin. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Tahun 2010 adalah 31 juta
jiwa atau sebesar 13 persen (BPS 2010a). Penduduk miskin ini tersebar di
berbagai provinsi, salah satunya adalah Provinsi Jambi. Jumlah penduduk miskin
yang berada di Provinsi Jambi adalah 241.600 Jiwa atau 0,78 persen (BPS 2010a).
Penduduk miskin ini lebih banyak hidup di perdesaan dibandingkan di perkotaan.
Penduduk miskin di Provinsi Jambi yang tinggal di perdesaan berjumlah 130.800
jiwa (11,80%), sedangkan di perkotaan berjumlah 110.800 jiwa (6,67%) (BPS
2010a).
Penduduk miskin yang hidup di perdesaan ini sebagian besar
bermata-pencaharian sebagai petani. Salah satu contohnya adalah petani kayu manis yang
berada di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Petani kayu manis merupakan
petani tanaman tahunan dengan penghasilan yang rendah. Hasil dari tanaman
kayu manis berupa kulit kayu (cassiavera) yang dapat dimanfaatkan untuk bahan
makanan, minuman, dan obat-obatan. Kulit kayu manis merupakan salah satu
komoditas ekspor Indonesia. Ironisnya, harga jual kulit kayu manis saat ini masih
tergolong murah. Harga jual kulit kayu manis yang murah berdampak pada
rendahnya pendapatan keluarga petani kayu manis. Hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa pendapatan yang rendah dapat menyebabkan tingkat
kesejahteraan keluarga yang rendah (Iskandar 2007; Muflikhati 2010).
Menurut Behnke dan Macdermid (2004), tidak ada indikator yang
sempurna dalam mengukur kesejahteraan keluarga. Hingga saat ini telah banyak
indikator yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan keluarga, seperti
indikator Bank Dunia, Sajogyo, BPS, BKKBN, dan indikator kesejahteraan
lainnya. Bank Dunia menggunakan ukuran pendapatan. Keluarga dikatakan
miskin jika memiliki pendapatan kurang dari 50 dolar per tahun (desa) atau 75
per tahun yang disetarakan dengan 240 Kg beras bagi penduduk perdesaan dan
300 Kg beras bagi penduduk perkotaan.
Indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur kesejahteraan
keluarga adalah garis kemiskinan BPS dan keluarga sejahtera BKKBN. BPS
mengukur kesejahteraan keluarga berdasarkan pengeluaran keluarga per kapita
per bulan yang dibandingkan dengan garis kemiskinan. Keluarga miskin adalah
keluarga yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan kurang dari atau sama
dengan garis kemiskinan. BKKBN mengukur kesejahteraan pada dimensi yang
lebih luas mencakup kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar,
sosial psikologis, dan pengembangan dengan menggunakan 21 indikator keluarga
sejahtera. Selanjutnya, Chen dan Schreiner (2009) mengemukakan cara lain yang
dapat digunakan untuk memantau masalah kemiskinan yakni a simple poverty
scorecard for Indonesia. Scorecard menggunakan sepuluh indikator yang dapat
dikumpulkan dengan mudah dan cepat.
Seperti halnya tanggung jawab yang dimiliki oleh sebuah keluarga,
keluarga petani kayu manis juga mempunyai tanggung jawab yang sama untuk
mendidik dan mengasuh anak menjadi individu yang berkualitas. Masalah
kemiskinan akan mempengaruhi keluarga dalam menjalankan tanggung jawabnya.
Kemiskinan menyebabkan keluarga kurang memperhatikan tumbuh kembang
anak. Keluarga yang miskin akan cenderung menerapkan gaya pengasuhan yang
negatif dan kurang efektif (Papalia et al. 2009). Apabila keluarga menerapkan
gaya pengasuhan yang kurang efektif maka kemungkinan terjadinya
ketidak-optimalan perkembangan anak tinggi.
Kemiskinan juga berpengaruh pada perkembangan anak. Menurut Aber et
al. (1997), kemiskinan berpengaruh pada perkembangan kognitif dan sosial emosi
anak. Kemiskinan akan menghambat keluarga dalam menyediakan fasilitas untuk
menstimulasi anak. Anak yang hidup dalam kemiskinan memiliki resiko yang
lebih tinggi untuk mengalami masalah perkembangan sosial emosi (Eamon 2001).
Berns (1997) juga mengemukakan bahwa orangtua pada keluarga miskin lebih
fokus pada perilaku anak dibandingkan dengan motivasi, padahal motivasi
Perkembangan sosial emosi merupakan salah satu aspek perkembangan
yang penting bagi anak. Orangtua berperan penting dalam mengoptimalkan
perkembangan sosial emosi anak melalui kegiatan pengasuhan. Menurut Bradley,
diacu dalam Holden (2010), salah satu tugas dasar dalam pengasuhan adalah
memberikan dukungan sosial emosional. Gaya pengasuhan yang berkaitan dengan
perkembangan sosial emosi anak adalah gaya pengasuhan yang dikemukakan oleh
Gottman dan DeClaire (1997). Gottman dan DeClaire (1997) mengklasifikasikan
gaya pengasuhan menjadi gaya pengasuhan pengabai emosi, tidak menyetujui,
laissez faire, dan pelatih emosi. Penelitian sebelumnya menunjukkan ada
hubungan yang signifikan positif antara gaya pengasuhan orangtua dengan
perkembangan emosi (Setiawati 2007; Arisandi et al. 2008; Nurrohmaningtyas
2008).
Gaya pengasuhan yang dianggap baik untuk meningkatkan perkembangan
sosial emosi anak adalah gaya pengasuhan pelatih emosi. Penelitian lain juga
menunjukkan bahwa gaya pengasuhan pelatih emosi berpengaruh signifikan
positif terhadap perkembangan emosi (Priatini et al. 2008). Menurut Ibung
(2008), perkembangan sosial emosi anak rentan pada usia sekolah. Kemampuan
bergaul dan mengatur emosi yang baik akan menjadi bekal yang cukup bagi anak
untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Perkembangan sosial emosi pada usia
sekolah akan berdampak pada perkembangan anak pada tahapan berikutnya.
Setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang telah dilalui akan
mempengaruhi tahapan berikutnya (Brisbane & Riker 1965).
Perkembangan sosial emosi merupakan aspek penting dalam
perkembangan anak. Pemaparan di atas menjelaskan perkembangan sosial emosi
anak berkaitan dengan kesejahteraan keluarga dan gaya pengasuhan. Oleh karena
itu, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis kesejahteraan keluarga, gaya
pengasuhan, dan perkembangan sosial emosi anak petani kayu manis.
Perumusan Masalah
Kayu manis merupakan tanaman tahunan yang dipanen pada umur enam
tahun, sepuluh tahun, dan 15 tahun. Hasil dari tanaman kayu manis berupa kulit
Kg kulit kayu (Wangsa & Nuryati 2007). Harga jual kulit kayu masih tergolong
murah. Sejak Tahun 1999 sampai dengan Tahun 2008, harga jual kulit kayu manis
berkisar antara Rp2.500,00-Rp5.000,00/Kg. Saat ini harga kulit kayu manis
berkisar antara Rp3.000,00 sampai dengan Rp6.500,00/Kg. Harga kulit kayu
manis yang diterima oleh petani disesuaikan dengan jenis kulit yang dihasilkan.
Sebagian besar petani kayu manis memiliki lahan yang sempit. Lahan
yang sempit akan menurunkan jumlah hasil panen. Hasil panen yang sedikit dan
waktu panen yang lama, serta harga jual kulit kayu manis yang murah akan
menyebabkan keluarga petani kayu manis berpenghasilan rendah. Pendapatan
yang rendah akan memicu terjadinya masalah kemiskinan.
Kemiskinan merupakan masalah yang multidimensi. Menurut Bank Dunia
(2000), diacu dalam Alfiasari (2007), kemiskinan mencakup empat dimensi yaitu
kurangnya kesempatan (lack of opportunity), rendahnya kemampuan (low
capabilities), rendahnya tingkat ketahanan (low level of security), dan
pemberdayaan (empowerment). Kemiskinan menjadi akar permasalahan dalam
keluarga. Masalah kemiskinan ini membentuk sebuah lingkaran setan yang sulit
terputus. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia.
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia akan menyebabkan terbatasnya
kemampuan dalam meningkatkan kesejahteraan yang pada akhirnya menyebabkan
manusia tetap miskin (Alfiasari 2007).
Upaya peningkatan kesejahteraan keluarga sangat diperlukan untuk
mengurangi angka kemiskinan. Dengan demikian pemahaman mengenai
penyebab kemiskinan penting untuk merumuskan strategi pengentasan
kemiskinan. Pengukuran kesejahteraan keluarga pada penelitian ini menggunakan
tiga indikator yaitu indikator garis kemiskinan BPS, keluarga sejahtera BKKBN,
dan a simple poverty scorecard for Indonesia.
Kemiskinan berdampak pada kehidupan keluarga, salah satunya pada
pengasuhan. Orangtua yang hidup dalam kemiskinan akan menerapkan
pengasuhan yang negatif, seperti mudah marah, kasar, sewenang-wenang,
penerapan disiplin yang tidak konsisten, dan lainnya (Papalia et al. 2009). Sikap
memiliki kemampuan mengatur emosi yang baik. Hal ini akan berpengaruh pada
anak karena anak belajar berbagai hal dari ucapan dan tingkah laku orangtuanya.
Selain berdampak pada gaya pengasuhan, kemiskinan juga akan
berdampak pada perkembangan anak. Masalah kemiskinan akan menghambat
keluarga dalam memberikan stimulus untuk mengoptimalkan perkembangan anak.
Salah satu aspek penting dalam perkembangan anak adalah perkembangan sosial
emosi anak. Perkembangan sosial emosi anak penting untuk menunjang
kesuksesan anak. Anak yang memiliki perkembangan sosial emosi yang baik akan
memiliki keterampilan bergaul, empati, keterampilan interpersonal, dukungan
sosial, keterampilan dalam memecahkan masalah, kompetensi emosional,
kematangan sosial, konsep diri secara umum, pengelolaan diri, kemerdekaan
sosial, strategi kognitif, dan ketahanan sosial emosi (Cohn et al. 2009).
Berdasarkan uraian tersebut, ada beberapa permasalahan yang akan
dianalisis dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana kesejahteraan keluarga petani kayu manis?
2. Bagaimana gaya pengasuhan orangtua pada petani kayu manis?
3. Bagaimana perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani
kayu manis?
4. Bagaimana pengaruh karakteristik keluarga terhadap kesejahteraan keluarga
petani kayu manis?
5. Bagaimana pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan
kesejahteraan keluarga terhadap gaya pengasuhan orangtua pada keluarga
petani kayu manis?
6. Bagaimana pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan
keluarga, dan gaya pengasuhan terhadap perkembangan sosial emosi anak usia
sekolah pada keluarga petani kayu manis?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kesejahteraan
keluarga, gaya pengasuhan, dan perkembangan sosial emosi anak usia sekolah
pada keluarga petani kayu manis. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
2. Menganalisis gaya pengasuhan keluarga contoh.
3. Menganalisis perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga
contoh.
4. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga terhadap kesejahteraan keluarga
contoh.
5. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan
kesejahteraan keluarga terhadap gaya pengasuhan pada keluarga contoh.
6. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan
keluarga, dan gaya pengasuhan terhadap perkembangan sosial emosi anak usia
sekolah pada keluarga contoh.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna bagi berbagai pihak seperti peneliti, institusi, dan
pemerintah. Melalui penelitian ini, peneliti dapat mengasah kemampuan berfikir
logis/sistematik dan mengembangkan wawasan mengenai permasalahan yang
dihadapi oleh keluarga di masyarakat, khususnya keluarga petani kayu manis.
Hasil penelitian ini dapat memperkaya literatur tentang kesejahteraan keluarga,
gaya pengasuhan, dan perkembangan sosial emosi anak, serta dapat dijadikan
referensi literatur untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini juga dapat
digunakan oleh pemerintah sebagai acuan/masukan untuk mengambil kebijakan
dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan kualitas perkembangan sosial
TINJAUAN PUSTAKA
Keluarga Konsep Keluarga
Menurut Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri atas suami isteri; suami isteri dan anaknya; ayah dan
anaknya; atau ibu dan anaknya. Menurut U. S. Bureau of the Census, keluarga
adalah dua atau lebih individu yang hidup bersama dan dihubungkan oleh
kelahiran, perkawinan, atau adopsi (Berns 1997; Friedman et al. 2003).
Keluarga juga dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang
dihubungkan oleh ikatan darah, adopsi, perkawinan, atau secara ekonomi bekerja
sama (Zanden 1986). Burgess dan Locke (1960) mengemukakan empat
karakteristik keluarga antara lain: 1) keluarga disatukan oleh ikatan perkawinan,
darah, atau adopsi; 2) anggota keluarga hidup bersama di bawah satu atap; 3)
saling berinteraksi dan berkomunikasi sehingga menghasilkan peran-peranan
sosial; dan 4) keluarga sebagai pemelihara kebudayaan bersama yang diperoleh
dari kebudayaan umum.
Keluarga menjalankan berbagai fungsi untuk bertahan dalam masyarakat.
Fungsi yang dijalankan keluarga sangat beragam. Pasal 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 1994 menjelaskan bahwa ada delapan fungsi keluarga yaitu
keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, sosialisasi dan pendidikan,
reproduksi, ekonomi, dan pembinaan lingkungan. Menurut Berns (1997), keluarga
memiliki fungsi ekonomi, sosialisasi/pendidikan, peran sosial, dan reproduksi.
Mattessich dan Hill, diacu dalam Zeitlin et al. (1995) mengemukakan bahwa
keluarga berfungsi dalam pemeliharaan fisik, sosialisasi dan pendidikan,
mengontrol perilaku sosial dan seksual, memelihara moral keluarga dan memberi
motivasi, mengakuisisi anggota keluarga baru melalui prokreasi atau adopsi, serta
melepas anggota keluarga dewasa.
Keluarga dalam Kerangka Teori Struktural Fungsional
Pendekatan struktural fungsional adalah salah satu pendekatan teori
beberapa pendekatan lain seperti teori interaksi simbolik, teori pertukaran sosial,
teori ekologi keluarga, teori sistem, teori konflik sosial, dan teori perkembangan
keluarga (Klein & White 1996). Pendekatan struktural fungsional mengakui
segala keragaman dalam kehidupan sosial yang menjadi sumber utama
terbentuknya struktur masyarakat. Pendekatan struktural fungsional dapat dilihat
dari dua aspek yakni aspek struktural dan aspek fungsional. Aspek fungsional
tidak dapat dipisahkan dari aspek struktural karena keduanya saling berkaitan.
Fungsi dalam kata fungsional dikaitkan dengan bagaimana sebuah sistem atau
subsistem dalam masyarakat dapat saling berhubungan dan dapat menjadi sebuah
kesatuan yang solid (Megawangi 1999).
Ada tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga yaitu status, peran,
dan norma sosial. Berdasarkan status sosial, keluarga inti dibagi dalam tiga
struktur yakni bapak/suami, ibu/isteri, dan anak-anak. Struktur ini dapat juga
berupa figur-figur seperti pencari nafkah, ibu rumah tangga, anak balita, anak
sekolah, anak remaja, dan lain-lain. Keberadaan status sosial penting untuk
memberikan identitas kepada individu, memberi tempat dalam sebuah sistem
sosial, serta memberikan rasa memiliki (Megawangi 1999).
Setiap status sosial memiliki peran masing-masing. Peran sosial
menggambarkan peran-peran masing-masing individu sesuai dengan status
sosialnya. Peran sosial ini sangat dipengaruhi oleh norma-norma budaya dimana
kelompok itu berada. Elemen utama struktur yang ketiga adalah norma sosial.
Norma sosial adalah peraturan yang mengatur perilaku individu dalam kehidupan
sosialnya. Norma sosial merupakan bagian dari kebudayaan setempat yakni
berkaitan dengan pandangan hidup secara umum (Megawangi 1999).
Kesejahteraan Keluarga
Kesejahteraan didefinisikan sebagai kualitas hidup seseorang atau unit
sosial lain. Kesejahteraan meliputi tiga konteks yaitu ekonomi, sosial, dan
komunitas. Berbagai indikator atau cara pengukuran kesejahteraan keluarga telah
digunakan, namun tidak ada indikator yang ideal untuk mengukur kesejahteraan
kesejahteraan, yaitu indikator garis kemiskinan BPS, keluarga sejahtera BKKBN,
dan a simple poverty scorecard for Indonesia.
Indikator Garis Kemiskinan BPS. BPS mengukur tingkat kemiskinan dengan menggunakan garis kemiskinan. Menurut BPS (2010b), penduduk miskin
adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan. Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara
terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Setiap daerah memiliki garis
kemiskinan yang berbeda satu sama lain. Garis kemiskinan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah garis kemiskinan Provinsi Jambi Tahun 2010 yaitu
Rp193.834,00 per kapita per bulan.
Indikator Keluarga Sejahtera BKKBN. BKKBN mengukur kesejahteraan keluarga berdasarkan kemampuan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan pengembangan.
BKKBN membagi keluarga sejahtera menjadi lima kelompok yakni keluarga
prasejahtera (PraKS), keluarga sejahtera I (KS I), keluarga sejahtera II (KS II),
keluarga sejahtera III (KS III), dan keluarga sejahtera III Plus (KS III Plus)
(BKKBN 2009). Keluarga dikatakan prasejahtera jika belum dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, papan,
dan kesehatan.
Indikator a Simple Poverty Scorecard for Indonesia. Indikator a simple poverty scorecard for Indonesia digunakan untuk memperkirakan tingkat
kemiskinan berdasarkan skor yang diperoleh keluarga (Chen & Schreiner 2009).
Chen dan Schreiner (2009) menyusun sepuluh pertanyaan yang dirumuskan
berdasarkan hasil Susenas 2007. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan jumlah
anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang masih sekolah, jumlah anggota
keluarga yang bekerja, sumber air minum keluarga, tipe toilet, lantai rumah,
langit-langit rumah, kepemilikan kulkas, kepemilikan kendaraan bermotor, dan
kepemilikan televisi. Kelebihan instrumen ini adalah data dapat dikumpulkan
dengan cepat dan mudah. Menurut Chen dan Schreiner (2009), a simple poverty
scorecard for Indonesia merupakan cara praktis yang dapat digunakan untuk
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga
Penelitian tentang kesejahteraan keluarga umumnya dilakukan secara
parsial dengan menggunakan berbagai indikator. Berdasarkan indikator BPS,
kesejahteraan keluarga di Kota dan Kabupaten Bogor dipengaruhi oleh
pendidikan isteri, kepemilikan aset, pendapatan, pekerjaan kepala keluarga, dan
perencanaan keluarga (Iskandar 2007). Pendidikan isteri, kepemilikan aset, dan
pendapatan berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan keluarga,
sedangkan pekerjaan kepala keluarga dan perencanaan keuangan berpengaruh
signifikan negatif terhadap kesejahteraan keluarga. Rambe et al. (2008) juga
menemukan pengaruh yang signifikan positif pendidikan kepala keluarga terhadap
kesejahteraan keluarga di Kecamatan Medan Utara, Sumatera Utara. Aniri (2008)
juga menemukan adanya pengaruh besar keluarga dan pendapatan keluarga
terhadap kesejahteraan keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di
Kabupaten Bogor. Besar keluarga berpengaruh signifikan negatif terhadap
kesejahteraan keluarga, sedangkan pendapatan keluarga berpengaruh signifikan
positif.
Selain menggunakan indikator BPS, penelitian sebelumnya juga
menggunakan indikator BKKBN. Berdasarkan indikator BKKBN, kesejahteraan
keluarga dipengaruhi oleh variabel demografi (jumlah anggota keluarga dan usia),
sosial (pendidikan kepala keluarga), ekonomi (pendapatan, pekerjaan,
kepemilikan aset, dan tabungan), manajemen sumberdaya keluarga, dan lokasi
tempat tinggal (Iskandar 2007). Usia isteri, pendidikan kepala keluarga,
pendidikan isteri, pekerjaan isteri, kepemilikan aset, dan kepemilikan tabungan
berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan keluarga, sedangkan besar
keluarga, umur kepala keluarga, perencanaan keuangan, dan keadaan tempat
tinggal berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan keluarga. Kesejahteraan
keluarga juga dipengaruhi oleh pendidikan ibu (Aniri 2008). Pendidikan ibu
berpengaruh signifikan positif terhadap kesejahteraan keluarga. Keluarga dengan
ibu yang berpendidikan tinggi memiliki peluang sejahtera dibandingkan keluarga
dengan ibu yang berpendidikan rendah.
Penelitian sebelumnya juga menggunakan indikator lain untuk mengukur
metrik (Muflikhati 2010). Hasil penelitian Muflikhati (2010) juga menemukan
adanya pengaruh pendapatan keluarga, aset, besar keluarga terhadap kesejahteraan
keluarga berdasarkan indikator dan tingkat pendidikan kepala keluarga terhadap
kesejahteraan keluarga di wilayah pesisir Provinsi Jawa Barat.
Gaya Pengasuhan
Menurut Hoghughi (2004), pengasuhan (parenting) berasal dari bahasa
latin yaitu “parere” yang artinya membangun/mendidik. Pengasuhan (child
rearing) adalah pengalaman, keterampilan, kualitas, dan tanggung jawab sebagai
orangtua dalam mendidik, merawat, dan mengasuh anak. Jerome Kagan, seorang
psikolog perkembangan mengartikan pengasuhan sebagai penerapan serangkaian
keputusan tentang sosialisasi: mengenai apa yang seharusnya dilakukan orangtua
untuk menghasilkan anak yang bertanggung jawab, anak yang dapat berkontribusi
dalam masyarakat, serta bagaimana orangtua memberi respon ketika anak
menangis, berbohong, marah, dan tidak berprestasi di sekolah (Berns 1997).
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis gaya
pengasuhan telah dikemukakan oleh beberapa tokoh seperti Baumrind (2008),
Rohner (1986), serta Gottman dan DeClaire (1997). Menurut Baumrind (2008),
gaya pengasuhan dikategorikan menjadi gaya pengasuhan tak terikat (unengaged),
serba membolehkan (permissive), otoriter (authoritarian), dan demokratis
(authoritative). Berbeda dengan Baumrind, Rohner (1986) mengkategorikan gaya
pengasuhan menjadi gaya pengasuhan menerima dan gaya pengasuhan menolak
berdasarkan Teori Penolakan dan Penerimaan Orangtua (Parental
Acceptance-Rejection Theory).
Gaya pengasuhan lainnya dikemukakan oleh Gottman dan Declaire
(1997). Gottman dan DeClaire (1997) mengkategorikan gaya pengasuhan ke
dalam empat kategori yaitu gaya pengasuhan pengabai emosi (dismissing), gaya
pengasuhan tidak menyetujui (disapproving), gaya pengasuhan laissez faire, dan
pelatih emosi (emotional coaching).
Gaya pengasuhan pengabai emosi (dismissing) adalah gaya pengasuhan
pada orangtua yang tidak mengindahkan, tidak mau mengenal, atau mengabaikan
adalah marah dan sedih. Dampak dari penggunaan gaya pengasuhan pengabai
emosi pada anak adalah anak belajar bahwa perasaannya salah/tidak pantas dan
anak akan mengalami kesulitan dalam mengatur emosi sendiri.
Gaya pengasuhan tidak menyetujui (disapproving) adalah gaya
pengasuhan pada orangtua yang memberikan sedikit empati ketika anak
menunjukkan emosi negatifnya, namun mereka mengabaikan, menolak, tidak
menyetujui, dan menegur/menghukum anak atas ekspresi emosinya (Gottman &
DeClaire 1997). Dampak dari penerapan gaya pengasuhan ini pada anak adalah
sama dengan anak yang dihasilkan dari orangtua yang menerapkan gaya
pengasuhan pengabai emosi.
Gaya pengasuhan laissez faire adalah gaya pengasuhan pada orangtua
yang menerima emosi anak dan berempati pada anak, tetapi tidak memberikan
bimbingan atau menentukan batas pada tingkah laku anak (Gottman & DeClaire
1997). Dampak penerapan gaya pengasuhan ini adalah anak tidak belajar
mengatur emosi mereka, bermasalah dalam hal konsentrasi, membentuk
persahabatan, dan bergaul dengan anak-anak lain.
Gaya pengasuhan pelatih emosi (emotional coaching) adalah gaya
pengasuhan pada orangtua yang memperhatikan emosi anak. Dampak penggunaan
gaya pengasuhan pelatih emosi pada anak adalah anak belajar untuk mempercayai
perasaan mereka, belajar mengatur emosi mereka sendiri, dan belajar
menyelesaikan masalah. Anak yang dihasilkan dari gaya pengasuhan pelatih
emosi ini adalah anak yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, belajar dengan
baik, dan bergaul dengan baik dengan orang lain.
Gaya pengasuhan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal
maupun faktor eksternal. Salah satunya adalah pengalaman masa lalu yang
menjadi bagian dari sejarah kehidupan manusia. Belksy, diacu dalam Holden
(2010) telah membangun sebuah model yang berisi faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap gaya pengasuhan (Gambar 1). Gaya pengasuhan
dipengaruhi oleh sejarah perkembangan, kepribadian, kualitas perkawinan,
pekerjaan, jaringan sosial, dan karakteristik anak. Gaya pengasuhan akan
Gambar 1 Faktor penentu pengasuhan (Belsky, diacu dalam Holden (2010))
Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah adalah anak yang berada pada usia kelompok (gang
age) dan merupakan periode aktif dalam pembentukan kepribadian dan
perkembangan sosial (Turner & Helms 1991). Anak usia sekolah dalam teori
kognitif Piaget termasuk pada tahapan operasional konkret (Santrock 2007).
Periode ini merupakan awal dari anak berpikir rasional, artinya anak memiliki
operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret.
Teori perkembangan psikososial Erik Erikson menempatkan anak usia
sekolah pada tahap kerajinan (industry versus inferiority). Pada tahapan ini,
imajinasi dan antusias anak meningkat. Anak mengarahkan energinya untuk
menguasai pengetahuan dan keterampilan intelektual. Hal yang membahayakan
dalam tahapan ini adalah perasaan tidak kompeten dan tidak produktif pada anak
(Santrock 2007).
Setiap tahap perkembangan memiliki tugas yang harus dilakukan. Menurut
Havighurst (1976), diacu dalam Hurlock (1980), tugas-tugas perkembangan yang
harus diselesaikan individu pada masa kanak-kanak (6-12 tahun), yaitu (1)
mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang
umum, (2) membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk
yang sedang tumbuh, (3) belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman
seusianya, (4) mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat, (5)
mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan
kehidupan sehari-hari, (7) mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata
nilai, (8) mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan
lembaga-lembaga, dan (9) mencapai kebebasan pribadi.
Perkembangan Sosial Emosi
Manusia adalah makhluk yang memiliki rasa dan emosi. Menurut Daniel
Goleman (2007), emosi berasal dari kata movere (bahasa latin) yang berarti
“menggerakkan/bergerak”. Kata ini ditambah dengan awalan “e” yang berarti
“bergerak menjauh”. Menurut Safaria dan Saputra (2009), emosi setiap orang
akan mencerminkan keadaan jiwanya dan terlihat pada perubahan jasmaninya,
seperti emosi marah. Ketika seseorang marah, maka mukanya akan memerah,
napasnya menjadi sesak, otot-otot tangannya akan menegang, dan energi
tubuhnya memuncak. Emosi merupakan suatu keadaan atau suatu interaksi yang
dianggap penting olehnya terutama well-being dirinya yang menyebabkan
munculnya suatu perasaan atau afeksi (Saarni et al. 1998). Emosi ini diperlihatkan
melalui ekspresi yang menunjukkan rasa senang, takut, marah, sedih, dan lain-lain
bergantung pada keadaan yang dialaminya.
Saarni et al. (1998) menyatakan bahwa untuk bisa dikatakan kompeten
secara emosional, seseorang harus mengembangkan beberapa keterampilan yang
berhubungan dengan konteks sosial, yaitu (1) pemahaman tentang keadaan emosi
yang dialami, (2) mendeteksi emosi orang lain, (3) menggunakan kosakata yang
berhubungan dengan emosi secara tepat sesuai dengan konteks dan budaya
tertentu, (4) sensitivitas empatik dan simpatik terhadap pengalaman emosional
orang lain, (5) memahami bahwa keadaan emosional di dalam tidak harus selalu
berhubungan dengan ekspresi yang tampak di luar, (6) menyesuaikan diri
terhadap emosi negatif dengan menggunakan metode pengaturan diri untuk
mengurangi durasi dan intensitas dari emosi tersebut, (7) menyadari bahwa
ekspresi emosi memiliki peranan yang penting dalam hubungan interpersonal, dan
(8) memandang bahwa keadaan emosi diri adalah cara seseorang mengatur
Emosi berperan penting dalam kehidupan anak karena melalui emosi
seseorang mengetahui apa yang dirasakan oleh orang lain. Selain itu, emosi juga
akan menunjang kesuksesan individu. Menurut Parke dan Gauvain (2009),
perkembangan emosi anak dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah
genetik, lingkungan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan teman sebaya, dan
faktor lainnya.
Penelitian ini menganalisis perkembangan sosial emosi pada anak usia
sekolah. Anak usia sekolah berada pada periode aktif dalam pembentukan
kepribadian dan perkembangan sosial (Turner & Helms 1991). Pada usia ini,
interaksi antara anak dengan lingkungan semakin kompleks, seperti aktivitas
dalam keluarga, aktivitas dengan teman sebaya (peer group), aktivitas di sekolah,
dan lain-lain. Anak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan lingkungannya.
Hal ini dilakukan untuk membangun hubungan sosial dengan lingkungannya.
Perkembangan sosial erat hubungannya dengan perkembangan emosi.
Emosi berperan penting dalam kesuksesan hubungan anak dengan teman sebaya.
Anak yang memiliki emosi negatif (marah, sedih, takut, malu, dan lain-lain) akan
mengalami penolakan yang lebih besar dari teman sebaya mereka (Stocker &
Dunn 1990, diacu dalam Santrock 2007).
Social Emotional Assets and Resiliency Scales (SEARS)
Perkembangan sosial emosi memiliki peranan yang penting dalam
interaksi antara anak dan lingkungannya. Anak diharapkan memiliki kemampuan
dalam mengatur emosi dan dapat bergaul dengan orang lain. Salah satu instrumen
yang dapat digunakan untuk mengukur perkembangan sosial emosi anak adalah
Social Emotional Assets and Resiliency Scales (SEARS) (Cohn et al. 2009).
SEARS menggunakan teori berbasis kekuatan individu (strength based
theory). Pendekatan ini mengukur ketrampilan, kemampuan, dan karakteristik
positif individu yang akan membimbing individu dalam berinteraksi sosial dengan
lingkungannya (Epstein & Sharma 1998, diacu dalam Cohn et al. 2009). Menurut
Epstein et al. (2001), diacu dalam Cohn et al. (2009), ada empat komponen utama
dalam pendekatan berbasis kekuatan individu (strength based theory), yaitu (1)
dapat memotivasi dan memicu anak untuk melakukan perubahan yang positif, (3)
kekurangan adalah kesempatan untuk belajar, dan (4) menggunakan kekuatan
dasar dapat meningkatkan keterlibatan anak.
SEARS adalah sistem penilaian yang berdasarkan atas kekuatan yang ada
pada individu. SEARS bertujuan untuk menilai sosial emosi yang positif pada anak
dan remaja, meliputi pengetahuan dan kemampuan sosial emosi, penerimaan dan
hubungan dengan teman sebaya, kelentingan dalam menghadapi masalah,
kemampuan melakukan strategi koping, kemampuan dalam memecahkan
masalah, empati, konsep diri secara umum, dan sifat positif lainnya (Cohn et al.
2009).
SEARS dapat digunakan untuk mengukur perkembangan sosial emosi anak
usia 5-18 tahun. Responden untuk SEARS adalah anak, guru, dan orangtua dengan
menggunakan teknik laporan diri (self report). SEARS dibagi dalam empat
kategori yaitu SEARS C, SEARS A, SEARS T, dan SEARS P. SEARS C digunakan
untuk mengukur perkembangan sosial emosi anak usia 3-6 tahun, sedangkan
SEARS A digunakan untuk mengukur perkembangan sosial emosi anak pada usia
7-12 tahun. SEARS T digunakan untuk mengukur perkembangan sosial emosi
anak berdasarkan penilaian dari guru, sedangkan SEARS P berdasarkan penilaian
dari orangtua. Item pertanyaan yang digunakan dalam SEARS ini berkisar antara
52 sampai dengan 54 item. Penilaian SEARS ini menggunakan skala Likert yaitu
KERANGKA PEMIKIRAN
Pembangunan nasional pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga. Pemahaman mengenai faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan keluarga penting untuk merumuskan program peningkatan
kesejahteraan keluarga. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kesejahteraan
keluarga dipengaruhi oleh karakteristik keluarga. Keluarga kecil memiliki peluang
sejahtera yang lebih besar dibandingkan dengan keluarga besar. Pendidikan akan
berpengaruh terhadap pekerjaan seorang individu. Individu yang berpendidikan
tinggi memiliki peluang kerja yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang
berpendidikan rendah. Selain itu, pendidikan dan pekerjaan juga berkaitan dengan
pendapatan keluarga. Pendapatan yang tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan
keluarga. Selain itu, kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh kepemilikan aset.
Keluarga dengan aset yang banyak berpeluang sejahtera lebih besar dibandingkan
dengan keluarga dengan aset sedikit.
Karakteristik keluarga juga berpengaruh terhadap gaya pengasuhan
orangtua. Selain dipengaruhi oleh karakteristik keluarga, gaya pengasuhan
orangtua juga dipengaruhi oleh karakteristik anak dan kesejahteraan keluarga.
Orangtua yang hidup dalam kemiskinan cenderung menerapkan gaya pengasuhan
yang negatif. Apabila gaya pengasuhan yang diterapkan negatif maka sulit bagi
orangtua untuk mengoptimalkan perkembangan anak terutama perkembangan
sosial emosi. Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa gaya
pengasuhan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Selain dipengaruhi oleh
gaya pengasuhan, perkembangan sosial emosi anak juga dipengaruhi oleh
kemiskinan. Kemiskinan dapat menghambat keluarga dalam menyediakan
fasilitas untuk menstimulasi anak. Anak yang hidup dalam kemiskinan memiliki
resiko yang lebih tinggi untuk mengalami masalah perkembangan sosial emosi.
Berdasarkan uraian penelitian sebelumnya maka penelitian ini
menghasilkan hipotesis: 1) karakteristik keluarga akan berpengaruh terhadap
kesejahteraan keluarga, 2) karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan
kesejahteraan keluarga akan berpengaruh terhadap gaya pengasuhan orangtua, 3)
karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, dan gaya
Gambar 1 Kerangka pemikiran konseptual Karakteristik keluarga:
1. Tipe keluarga 2. Besar keluarga 3. Pendidikan ayah ibu 4. Usia ayah ibu
3. Keterampilan dalam memecahkan masalah
4. Ketahanan sosial emosi 5. Strategi kognitif
6. Konsep diri secara umum 7. Dukungan sosial
8. Kematangan sosial 9. Kemerdekaan sosial 10. Empati 3. A simple poverty
scorecard for Indonesia
METODE PENELITIAN
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu penelitian
yang dilakukan pada satu waktu tertentu. Lokasi penelitian adalah Desa Tamiai,
Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Lokasi
penelitian dipilih secara purposive. Desa Tamiai dipilih sebagai lokasi penelitian
karena memiliki jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Batang Merangin
(BPS 2011). Kecamatan Batang Merangin dipilih berdasarkan jumlah keluarga
petani kayu manis. Menurut Dinas Perkebunan Kabupaten Kerinci (2011),
Kecamatan Batang Merangin merupakan kecamatan yang memiliki jumlah
keluarga petani kayu manis terbanyak di Kabupaten Kerinci. Lokasi penelitian
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Kegiatan penelitian terdiri atas penyusunan proposal penelitian,
pengambilan data di lapangan, pengolahan data, analisis data, dan penulisan
laporan hasil penelitian. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan
penelitian ini adalah delapan bulan terhitung mulai dari Januari 2011 hingga
Agustus 2011. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama empat minggu
yakni sejak minggu kedua bulan Maret 2011 sampai dengan minggu pertama
bulan April 2011.
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga petani kayu manis di Desa
Tamiai yang memiliki anak usia sekolah. Desa Tamiai terdiri atas tujuh dusun
yang kemudian dipilih dua dusun (secara purposive) untuk menjadi lokasi
penelitian. Dusun yang terpilih adalah Dusun Lamo dan Kampung Dalam. Dua
dusun ini dipilih karena memiliki keluarga petani kayu manis terbanyak
dibandingkan dengan dusun lainnya. Contoh dalam penelitian ini dipilih secara
acak sederhana (simple random sampling).
Menurut data monografi desa, Desa Tamiai memiliki 217 anak Sekolah
Dasar. Data anak usia sekolah yang terdapat di setiap dusun tidak tersedia
sehingga perlu dilakukan pendataan keluarga yang memiliki anak usia sekolah
dilakukan peneliti menunjukkan bahwa 34 keluarga di Dusun Lamo dan 32
keluarga di Kampung Dalam yang memenuhi syarat untuk menjadi kerangka
contoh. Setiap dusun diambil contoh secara acak sebanyak 25 keluarga, sehingga
jumlah seluruh contoh adalah 50 keluarga. Alur penentuan lokasi dan contoh
penelitian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Alur penentuan lokasi dan contoh penelitian
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan
data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga (tipe keluarga, besar
keluarga, usia ayah ibu, pendidikan ayah ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga,
pengeluaran keluarga, dan kepemilikan aset), karakteristik anak (usia, jenis
kelamin, dan urutan kelahiran anak), kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan
orangtua (pengabai emosi, tidak menyetujui, laissez faire, dan pelatih emosi), dan
perkembangan sosial emosi anak pada keluarga petani kayu manis. Variabel,
dimensi pengukuran, jenis, responden, dan cara pengumpulan data disajikan
dalam Tabel 1.
Data sekunder diperlukan untuk memperkaya dan menunjang analisis data
primer. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, yaitu Kantor Badan Pusat
Statistik Kabupaten Kerinci, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Kerinci, Kantor Kecamatan Batang Merangin, dan Kantor Desa Tamiai. Adapun
data sekunder yang dikumpulkan mencakup data keadaan umum daerah penelitian
(keadaan geografis, administratif, kependudukan, sarana, dan prasarana) serta
data luas areal dan produksi perkebunan kayu manis.
purposive
acak sederhana Desa Tamiai
Dusun Lamo (34 KK) Kampung Dalam (32 KK)
Tabel 1 Variabel, dimensi pengukuran, jenis dan cara pengumpulan data
No Variabel/dimensi
pengukuran Jenis data Responden
Cara pengumpulan 1 Karakteristik keluarga
- Tipe keluarga (0=keluarga
inti, 1=keluarga luas) nominal ibu wawancara
- Besar keluarga rasio ibu wawancara
- Usia ayah ibu rasio ibu wawancara
- Pendidikan ayah ibu rasio ibu wawancara
- Pekerjaan ibu (0=tidak
bekerja, 1=bekerja) nominal ibu wawancara
- Pendapatan keluarga rasio ibu wawancara
- Pengeluaran keluarga rasio ibu wawancara
- Kepemilikan aset rasio ibu wawancara
2 Karakteristik anak
- Usia anak rasio ibu wawancara
- Jenis kelamin (1=laki-laki,
2=perempuan) nominal ibu wawancara
- Urutan kelahiran (1=anak tunggal, 2=anak sulung, 3=anak tengah, 4=anak bungsu)
ordinal ibu wawancara
3 Kesejahteraan keluarga
- Indikator BPS rasio ibu wawancara
- Indikator BKKBN interval ibu wawancara
- Indikator a simple poverty scorecard for Indonesia
rasio ibu wawancara
4 Gaya pengasuhan orangtua
- Pengabai emosi rasio ibu self report
- Tidak menyetujui rasio ibu self report
- Laissez faire rasio ibu self report
- Pelatih emosi rasio ibu self report
Jenis gaya pengasuhan (0=bukan pelatih emosi, 1=pelatih emosi)
ordinal ibu self report
5 Perkembangan sosial emosi anak
rasio anak self report
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan atas kerangka
pemikiran penelitian. Pengukuran variabel penelitian disesuaikan untuk menjawab
tujuan penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah karakteristik keluarga,
sosial emosi anak. Pengukuran dan penilaian variabel penelitian dapat dijelaskan
sebagai berikut:
A.Karakteristik Keluarga
Karakteristik keluarga diukur dan dinilai dengan cara sebagai berikut:
a. Tipe keluarga dibedakan menjadi (0) keluarga inti dan (1) keluarga luas.
b. Besar keluarga dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤4 orang), keluarga
sedang (5-6 Orang), dan keluarga besar (≥7 orang).
c. Usia ayah ibu dibedakan menjadi dewasa awal (20-40 tahun), dewasa madya
(41-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun).
d. Pendidikan orangtua contoh diukur berdasarkan lama sekolah pada pendidikan
formal (tahun).
e. Pekerjaan ibu dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu (1) tidak bekerja, (2)
petani kayu manis, (3) pedagang.
f. Pendapatan dan pengeluaran keluarga dibedakan menjadi kurang dari
Rp500.000,00, Rp500.00,00-Rp999.999,00, Rp1.000.000,00-Rp1.999.999,00,
dan lebih dari atau sama dengan Rp2.000.000,00.
g. Kepemilikan aset diukur berdasarkan kepemilikan rumah, kendaraan, alat
elektronik, mebel, alat rumah tangga, dan lain-lain.
B.Karakteristik Anak
Karakteristik anak meliputi usia anak, jenis kelamin, dan urutan kelahiran.
Pengukuran dan penilaian komponen karakteristik anak, yaitu:
a. Usia anak dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu anak usia 10 tahun, 11
tahun, dan 12 tahun.
b. Jenis kelamin anak terdiri atas (1) laki-laki dan (2) perempuan.
c. Urutan kelahiran dikategorikan menjadi (1) anak tunggal, (2) anak sulung, (3)
anak tengah, dan (4) anak bungsu.
C.Kesejahteraan Keluarga
Tingkat kesejahteraan keluarga diukur dengan menggunakan tiga indikator
yaitu indikator garis kemiskinan BPS, indikator keluarga sejahtera BKKBN, dan a
simple poverty scorecard for Indonesia.
a. Berdasarkan garis kemiskinan perdesaan Provinsi Jambi 2010, keluarga
1) Miskin, jika pengeluaran per kapita per bulan ≤Rp193.834,00.
2) Tidak miskin, jika pengeluaran per kapita per bulan >Rp193.834,00.
b. Berdasarkan indikator keluarga sejahtera BKKBN, keluarga dikelompokkan
menjadi:
1) Keluarga prasejahtera (PraKS), jika tidak memenuhi kriteria KS I
2) Keluarga sejahtera I (KS I), jika memenuhi enam kriteria KS I
3) Keluarga sejahtera II (KS II), jika memenuhi enam kriteria KS I dan delapan
kriteria KS II
4) Keluarga sejahtera III (KS III), jika memenuhi 14 kriteria KS II dan lima
kriteria KS III
5) Keluarga sejahtera plus (KS III Plus), jika memenuhi 19 kriteria KS III dan
dua kriteria KS III Plus (Lampiran 2)
Berdasarkan pengelompokan tersebut, keluarga dibedakan menjadi dua
kategori, yaitu:
1) Miskin, jika termasuk dalam keluarga PraKS dan KS I.
2) Tidak miskin, jika termasuk dalam keluarga KS II, KS III, dan KS III Plus.
c. Indikator a simple poverty scorecard for Indonesia terdiri atas sepuluh pertanyaan dan masing-masing pilihan jawaban memiliki skor yang berbeda
satu sama lain (Lampiran 3). Skor yang diperoleh dijumlahkan sehingga
diperoleh skor minimum adalah nol (kemungkinan besar berada di bawah garis
kemiskinan) dan skor maksimum adalah 100 (kecil kemungkinan berada di
bawah garis kemiskinan) (Chen & Schreiner 2009).
D.Gaya Pengasuhan
Gaya pengasuhan diukur dengan menggunakan instrumen yang disusun
oleh Gottman dan DeClaire (1997). Instrumen Gottman dan DeClaire (1997)
menggunakan 81 pernyataan yang terdiri atas 25 pernyataan untuk gaya
pengasuhan pengabai emosi, 23 pernyataan untuk gaya pengasuhan tidak
menyetujui, 10 pernyataan untuk gaya pengasuhan laissez faire, dan 23
pernyataan untuk gaya pengasuhan pelatih emosi.
Berdasarkan uji cronbach alpha, ada sebelas pernyataan yang tidak
karenanya, jumlah pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 70
pernyataan dengan koefisien cronbach alpha sebesar 0,746. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 19 pernyataan untuk gaya pengasuhan
pengabai emosi, 20 pernyataan untuk gaya pengasuhan tidak menyetujui, 9
pernyataan untuk gaya pengasuhan laissez faire, dan 22 pernyataan untuk gaya
pengasuhan pelatih emosi.
Jawaban pernyataan yang terdapat dalam instrumen ini terdiri atas dua
pilihan yaitu benar (B) dan salah (S). Jawaban “benar” diberi skor satu dan
jawaban “salah” diberi skor nol untuk melihat kecenderungan gaya pengasuhan
yang diterapkan orangtua. Kemudian, skor yang diperoleh dijumlahkan sehingga
menghasilkan skor minimum dan skor maksimum. Skor minimum adalah nol dan
skor maksimum adalah 19 (gaya pengasuhan pengabai emosi), 20 (gaya
pengasuhan tidak menyetujui), sembilan (gaya pengasuhan laissez faire), dan 22
(gaya pengasuhan pelatih emosi). Skor yang diperoleh distandarisasi sehingga
diperoleh skor minimum adalah nol dan skor maksimum adalah 100. Semakin
tinggi skor gaya pengasuhan tertentu, semakin kuat kecenderungan orangtua
terhadap gaya pengasuhan tersebut.
E.Perkembangan Sosial Emosi
Perkembangan sosial emosi anak diukur dengan menggunakan instrumen
Social Emotional Assets and Resiliency Scales (SEARS) (Cohn et al. 2009).
Instrumen SEARS yang digunakan adalah instrumen SEARS A yakni SEARS untuk
mengukur perkembangan sosial emosi anak usia 7-12 tahun dengan menggunakan
teknik laporan diri (self report). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
memiliki koefisien cronbach alpha sebesar 0,888 dengan jumlah pernyataan yang
digunakan adalah 53 pernyataan. Jawaban pernyataan menggunakan skalaLikert,
yaitu: (1) tidak pernah, (2) jarang, (3) kadang-kadang, dan (4) hampir selalu.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 11 pernyataan
untuk kompetensi emosional dan konsep diri, 13 pernyataan untuk pengaturan
diri, keterampilan dalam memecahkan masalah, dan ketahanan sosial emosi,
delapan pernyataan untuk strategi kognitif, delapan pernyataan untuk dukungan,
pernyataan untuk keterampilan interpersonal/bergaul. Pernyataan yang digunakan
dalam instrumen ini adalah pernyataan positif. Jawaban “selalu” diberi nilai tiga,
“kadang-kadang” diberi nilai dua, “jarang” diberi nilai satu, dan jawaban “tidak
pernah” diberi nilai nol. Skor yang diperoleh dijumlahkan sehingga diperoleh skor
terendah adalah nol dan skor tertinggi adalah 159. Selanjutnya, skor dibuat indeks
sehingga diperoleh indeks minimum nol dan maksimum 100. Skor yang diperoleh
juga dihitung berdasarkan dimensinya. Berdasarkan skor per dimensi akan
diperoleh dimensi yang dominan untuk masing-masing anak contoh.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial.
Proses pengolahan data diawali dengan proses editing, coding, entrying, skoring,
dan cleaning data. Selanjutnya data dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk menjelaskan karakteristik
keluarga (tipe keluarga, besar keluarga, usia ayah ibu, pendidikan ayah ibu,
pendapatan keluarga, pekerjaan ibu, pengeluaran keluarga, dan kepemilikan
aset), karakteristik anak (usia anak, jenis kelamin, dan urutan kelahiran),
kecenderungan gaya pengasuhan orangtua, serta kategori perkembangan sosial
emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis.
2. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh
karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga, dan gaya
pengasuhan terhadap perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada
keluarga petani kayu manis.
Y = α + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + 6X6 + 1D1 + 2D2 + 3D3 + ε
Keterangan:
Y = Indeks perkembangan sosial emosi α = Konstanta
1-5 = Koefisien regresi X1 = Besar keluarga (orang) X2 = Usia ibu (tahun) X3 = Pendidikan ibu (tahun)
X4 = Pendapatan keluarga (Rp/bulan) X5 = Usia anak (tahun)
D1 = Kesejahteraan keluarga (0=miskin; 1=tidak miskin) D2 = Pekerjaan ibu (0=tidak bekerja; 1=bekerja)
D3 = Jenis kelamin anak (0=anak laki-laki; 1=anak perempuan) D4 = Jenis gaya pengasuhan (0=pengabai emosi, tidak
menyetujui, dan laissez faire; 1=pelatih emosi) ε = Error
3. Analisis regresi logistik digunakan untuk menganalisis:
a. Pengaruh karakteristik keluarga terhadap kesejahteraan keluarga
berdasarkan indikator BPS dan BKKBN.
= 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + ε
Keterangan:
p = Peluang untuk sejahtera (0=tidak sejahtera, 1=sejahtera)
1-5 = Koefisien regresi X1 = Besar keluarga (orang) X2 = Usia ayah (tahun) X3 = Pendidikan ibu (tahun)
X4 = Pendapatan keluarga (Rp/bulan) X5 = Luas ladang kayu manis (hektar)
ε = Error
b. Pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kesejahteraan
keluarga terhadap gaya pengasuhan orangtua.
= α + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + 1D1 + 2D2 +
3D3 + 4D4+ ε
Keterangan:
p = Peluang untuk pelatih emosi (0=pengabai emosi, tidak menyetujui, dan laissez faire; 1=pelatih emosi)
α = Konstanta
1-5 = Koefisien regresi X1 = Besar keluarga (orang) X2 = Usia ibu (tahun) X3 = Pendidikan ibu (tahun)
X4 = Pendapatan keluarga (Rp/bulan) X5 = Usia anak (tahun)
1-3 = Koefisien dummy
D1 = Kesejahteraan keluarga (0=miskin; 1= tidak miskin) D2 = Pekerjaan ibu (0=tidak bekerja; 1=bekerja)
D3 = Jenis kelamin anak (0=anak laki-laki; 1=anak perempuan)