• Tidak ada hasil yang ditemukan

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Vitro"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari

Kencur (Kaempferia galanga L.) dan Uji Aktivitas

Antiinflamasi Secara In-Vitro

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

MUHAMMAD MIRZA HARDIANSYAH

NIM: 111010200081

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(2)

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar,

Nama : Muhammad Mirza Hardiansyah

NIM : 1110102000081

Tanda Tangan :

(3)
(4)
(5)

Program Studi : Farmasi

Judul : Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Vitro

Modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui reaksi amidasi telah dilakukan untuk mendapatkan senyawa baru dengan aktivitas antiinflamasi melebihi senyawa induknya.Reaksi amidasi dilakukan dengan menggunakan dietanolamin sebagai pereaksi.Reaksi ini berlangsung pada suhu tinggi dengan menghasilkan senyawa murni dietil p-metoksisinamamid (C14H19NO4) dengan produk samping berupa etanol (C2H5OH). Uji aktivitas sebagai antiinflamasi dengan Bovine Serum Albumin senyawa etil p-metoksisinamat dan senyawa dietil p-metoksisinamamid pada konsentrasi 40 ppm masing-masing menghasilkan persentase inhibisi denaturasi protein sebesar 36,61% dan 86,00%. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa hasil amidasi etil p-metoksisinamat (dietil p-metoksisinamamid) memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi yang lebih tinggi dibandingkan senyawa induk etil p-metoksisinamat sehingga memungkinkan untuk dianalisis lebih lanjut sebagai kandidat antiinflamasi.

(6)

Programme study : Pharmacy

Title : Amidation of Ethyl p-methoxycinnamate Isolated from Kencur and In Vitro Test as Anti-inflammatory.

Modification of ethyl p-methoxycinnamate through amidation reaction has been carried out to obtain new compounds with higher anti-inflammatory activity of the lead compounds. Amidation reaction carried out by using diethanolamine as the reagent. This reaction takes place at high temperatures to produce a pure compounds of diethyl p-methoxycinnamamide (C14H19NO4) with byproducts such as ethanol (C2H5OH). Test as anti-inflammatory activity of Bovine Serum Albumin ethyl p-methoxycinnamate and diethyl p-methoxycinnamamide at a concentration of 40 ppm respectively produce protein denaturation percentage inhibition of 36.61% and 86.00%. These results indicate that the compounds amidation of ethyl p-methoxycinnamate (diethyl p-methoxycinnamamide) have higher anti-inflammatory activity than the lead compound ethyl p-methoxycinnamate thus allowing for further analysis as a candidate of anti-inflammatory.

(7)

Puji syukur senantiasa saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

Allah SWT yang telah melimpajkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.Penulisan skripsi ini dilakukan dalam ragka

pemenuhan tugas akhir sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

di Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dri berbagai pihak, yang

senantiasa diberikan sejak masa perkuliah sampai saat penulisan skripsi ini, sangatlah

sulitbagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. DR. (hc) dr. M.K. Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak Drs. Umar Mansur M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Supandi, M.Si., Apt. selaku pemimbing pertama serta Ibu Ismiarni Komala,

M.Sc., Ph.D., Apt. selaku pembimbing kedua yang telah membantu,

membimbing, dan memberikan ilmu kepada saya, serta meluangkan waktu,

tenaga, dan pikiran dari awal penelitian sampai pada penyusunan skripsi ini

selesai.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

5. Para laboran Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu

(8)

memberikan bantuan moril, materil, dan spiritual hingga skripsi ini dapat

diselesaikan. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang sebaik-baiknya atas

bantuan kalian.

7. Teman-teman seperjuangan penelitian kencur, Hadi Qudsi dan Syarifatul

Mufidah, teman-teman penelitian BSA, Finti Muliati dan Maliyhatun Ni’mah

yang telah berbaik hati bekerja sama dengan saya dalam penelitiaan sampai pada

penyusunan skripsi.

8. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang

senantiasa memberikan masukan, semangat, dan doa bagi penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

9. Teman-teman Andalusia farmasi angkatan 2010 yang telah berjuang

bersama-sama selama 4 tahun untuk menyelesaikan studi ini.

10. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutka satu persatu yang turut

membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna.Oleh karena itu,

kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan agar tercapainya

kesempurnaan skripsi ini.Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat

bermanfaat baik badi kalangan akademis dan dunia ilmu pengetahuan, khususnya

bagi mahasiswa farmasi, serta bagi masyarakat pada umumnya.

Jakarta, September 2014

(9)

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Muhammad Mirza Hardiansyah

NIM : 1110102000081

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

Demi kepentingan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya

dengan judul :

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.)dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Vitro

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

LibraryPerpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenarnya.

Dibuat di :

Tanggal :

Yang menyatakan :

(10)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... ix

DAFTAR ISI ... x

2.6 Kromatografi Gas-Spektrometer Massa ... 10

2.7 Spektroskopi ... 11

2.7.1 Spektrofotometer UV ... 11

2.7.2 Spektrofotometer Infra Merah... 12

2.7.3 Spektrofotometer Resonansi Magnetik ... 13

2.8 Uji In Vitro Antiinflamasi dengan Bovine Serum Albumin ... 15

(11)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1 Isolasi Etil p-metoksisinamat dari Rimpang Kencur ... 20

4.1.1 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi ... 22

4.2 Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat dengan Reaksi Amidasi ... 30

4.2.1 Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi ... 32

4.3 Pengujian Aktivitas Antiiflamasi dengan Bovine Serum Albumin ... 37

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(12)

Gambar 2.1 Rimpang Kencur ... 6

Gambar 2.2 Struktur Kimia Etil p-metoksisinamat... 7

Gambar 2.3 Struktur Kimia Dietanolamin ... 8

Gambar 2.4 Skema Kromatografi Lapis Tipis ... 10

Gambar 4.1 Rimpang Kencur ... 20

Gambar 4.2 Serbuk Kering Simplisia Kencur... 21

Gambar 4.3 Hasil KLT Isolat Kencur ... 22

Gambar 4.4 Spektrum IR Isolat Kencur ... 24

Gambar 4.5 Spektrum GCMS Isolat kencur ... 26

Gambar 4.6 Pola Fragmentasi GCMS Isolat Kencur ... 27

Gambar 4.7 Spektrum 1H-NMR Isolat Kencur ... 28

Gambar 4.8 Struktur Kimia Etil p-metoksisinamat... 29

Gambar 4.9 Mekanisme Reaksi Amidasi EPMS dengan Dietanolamin ... 30

Gambar 4.10 KLT Senyawa Hasil Reaksi Amidasi ... 31

Gambar 4.11 Spektrum IR Senyawa Hasil Amidasi ... 33

Gambar 4.12 Pola Fragmentasi GCMS SEnyawa Hasil Reaksi Amidasi ... 33

Gambar 4.13 Spektrum GCMS Senyawa Hasil Amdasi ... 34

Gambar 4.14 Spektrum 1H-NMR Senyawa asil Amidasi ... 36

Gambar 4.15 Kemungkinan Struktur Senyawa Hasil Reaksi Amidasi ... 37

(13)

Tabel 2.1 Serapan Khas Beberapa Gugus Fungsi ... 12

Tabel 4.1 Daftar Daerah Spektrum IR Isolat Kencur ... 23

Tabel 4.2 Data Pergeseran Kimia Spektrum 1H NMR Senyawa EPMS ... 29

Tabel 4.3 Daftar Daerah Spektrum IR Senyawa Hasil Amidasi ... 32

Tabel 4.4 Data Pergeseran Kimia Spektrum 1H NMR Senyawa Hasil Amidasi .... 35

(14)

Lampiran 1 Alur Penelitian ... 46

Lampiran 2 Skema Isolasi Etil p-metoksisinamat ... 47

Lampiran 3 Perhitungan Bahan dan Rendemen Hasil Amidasi ... 48

Lampiran 4 Spektrum GCMS Senyawa Etil p-metoksisinamat ... 49

Lampiran 5 Spektrum IR Senyawa Etil p-metoksisinamat ... 50

Lampiran 6 Spektrum 1H-NMR Senyawa Etil p-metoksisinamat ... 51

Lampiran 7 Spektrum GCMS Senyawa Hasil Amidasi ... 52

Lampiran 8 Spektrum IR Senyawa Hasil Amidasi ... 53

Lampiran 9 Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Amidasi... 54

Lampiran 10 Hasil Uji Aktivitas Antiinflamasi ... 58

Lampiran 11 Sertifikat Analisa Bahan ... 61

Lampiran 12 Hasil Determinasi Kencur ... 66

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman

berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah

kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasar pada

pengalaman dan ketrampilan yang secara turun-temurun telah diwariskan dari

satu generasi ke generasi berikutnya. Penggunaan bahan alam sebagai obat

tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak

berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar Husodo

(Jawa), Usada (Bali), Lontarak Pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat

Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang Ndalem dan relief Candi

Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan

tumbuhan sebagai bahan bakunya (Sukandar E Y., 2006).

Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia.

Menurut WHO, negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan

obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan

di Afrika sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk

pengobatan primer. Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat

herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat

prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat

modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses

informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia (Sukandar E Y., 2006).

Tanaman kencur (Kaempferia Galanga L.) telah lama digunakan oleh

nenek moyang kita dalam campuran bedak yaitu bedak dingin beras kencur yang

dapat mengurangi sengatan sinar matahari dan memberikan rasa sejuk pada

permukaan kulit. Penelitian telah membuktikan kebenaran pengalaman nenek

(16)

surya yaitu etil p-metoksisinamat. Etil p-metoksisinamat adalah salah satu

produk alam yang terdapat pada kencur (Kaempferia galanga Linn.) dalam

jumlah yang relatif besar. Etil p-metoksisinamat memiliki gugus fungsi yang

reaktif sehingga dapat ditransformasikan menjadi gugus fungsi yang lain, di

antaranya adalah ikatan rangkap terkonjugasi, cincin aromatik yang diaktifkan

oleh gugus metoksi dan gugus ester. Etil p-metoksisinamat adalah ester alam

dimana gugus esternya dapat diamidasi menjadi senyawa amida yang lebih

bermanfaat sehingga memungkinkan sebagai bahan dasar sintesa amida turunan

sinamat. (Taufikurohmah et al., 2008).

Inflamasi merupakan salah satu proses protektif dan restoratif yang dapat

mngembalikan keadaan sebelum trauma. Respon inflamasi dinyatakan dengan

adanya dilatasi pembuluh darah dan pengeluaran leukosit serta cairan. Akibat

respon ini terlihat tanda-tanda yaitu kemerahan (eritema), pembengkakan

(udem), dan kekakuan (induration). Pembengkakan yang ditimbulkan karena

masuknya leukosit dan cairan ke dalam jaringan tempat terjadinya inflamasi.

Inflamasi dapat terjadi secara akut, sub akut, dan kronik. Pada inflamasi akut

leukosit yang berperan adalah netrofil. Pada keadaan ini netrofil akan melakukan

fungsinya yaitu memfagositosis benda asing yang masuk atau yang

menimbulkan trauma (Bellanti. 1993; Stites et al., 1994).

Dalam pengobatan inflamasi, kelompok obat yang banyak diberikan

adalah obat antiinflamasi non steroid (AINS). Obat ini merupakan obat sintetik

dengan struktur kimia heterogen. Contoh obat golongan ini adalah aspirin,

karena itu sering disebut juga obat mirip aspirin (aspirin like drugs) (Wilmana

dan Gan, 2007). Efek terapi AINS berhubungan dengan mekanisme kerja

penghambatan pada enzim siklooksigenase-1 (COX-1) yang dapat menyebabkan

efek samping pada saluran cerna dan penghambatan pada enzim

siklooksigenase-2 (COX-siklooksigenase-2) yang dapat menyebabkan efek samping pada sistem kardiovaskular.

Kedua enzim tersebut dibutuhkan dalam biosintesis prostaglandin (Lelo dan

Hidayat, 2004). Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID) memiliki efek

(17)

peptic ulcer. Kekayaan hayati yang besar, terutama di Indonesia, dapat

menyediakan sumber bagi senyawa baru yang memiliki efek antiinflammasi

yang signifikan. Pengobatan menggunakan senyawa herbal dikenal memiliki

efek samping yang minimum dan biaya lebih murah. Pada penelitian

sebelumnya oleh Umar et al. (2012) telah dilakukan uji antiinflamasi terhadap

senyawa etil p-metoksisinamat, hasilnya adalah senyawa ini mempunyai

aktivitas antiinflamasi dengan mekanisme menghambat COX-1 dan COX-2.

Dalam penelitian ini dilakuan reaksi amidasi etil p-metoksisinamat, yaitu

pergantian gugus fungsi ester menjadi gugus fungsi amida dengan cara

mereaksikan langsung etil p-metoksisinamat dengan dietanolamin pada kondisi

tertentu. Produk hasil reaksi yang mengandung gugus amida diharapkan akan

memberikan peningkatan efek antiinflamasi etil p-metoksisinamat. Uji invitro

anti inflamasi dilakukan dengan menggunakan Bovine Serum Albumin yang

didenaturasi. Ibuprofen dan Naproxen diketahui sebagai agen antiinflamasi

turunan dari asam propionat, namun obat tersebut sering menyebabkan

kerusakan lambung seperti luka pada lambung, peptic ulcer,perdarahan, dan

perforasi. Oleh karena itu pada tahun 2013, Sadek et al. membuat turunan dari

Ibuprofen dan Naproxen melalui reaksi amidasi dengan menggunakan asam

amino, dan hasilnya senyawa turunan dari Ibuprofen dan Naproxen memiliki

aktifitas antiinflamasi yang lebih baik dibandingkan senyawa induknya, dan

tentunya dengan resiko efek samping yang lebih rendah. Inilah yang mejadi

dasar pemilihan reaksi amidasi dalam penelitian ini.

1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah dapat dilakukan modifikasi struktur etil p-metoksisinamat melalui

reaksi amidasi dengan menggunakan dietanolamin.

1.2.2 Apakah turunan etil p-metoksisinamat yang mengandung gugus amida

yang dihasilkan memiliki aktivitas antiinflamasi yang lebih tinggi dari

(18)

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Melakukan modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat dengan

reaksi amidasi.

1.3.2 Mengetahui pengaruh penambahan gugus amin terhadap aktivitas

antiinflamasi senyawa hasil modifikasi.

1.4Hipotesa

Modifikasi struktur etil p-metoksisinamat melalui reaksi amidasi dengan

dietanolamin ini akan menghasilkan senyawa baru turunan etil p-metoksisinamat

yang mempunyai aktivitas antiinflamasi yang lebih besar dibandingkan senyawa

induk etil p-metoksisinamat.

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Mendapatkan senyawa turunan etil p-metoksisinamat yang mengandung

gugus amida yang diharapkan memiliki aktivitas antiinflamasi yang lebih

baik dibandingkan dengan senyawa induk etil p-metoksisinamat.

1.5.2 Memberikan informasi mengenai modifikasi struktur dan uji aktivitas dari

senyawa etil p-metoksisinamat lebih lanjut, khususnya melalui reaksi

(19)

2.1 Tanaman Kencur

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu dari lima jenis

tumbuhan yang dikembangkan sebagai tanaman obat asli Indonesia. Kencur

merupakan tanaman obat yang bernilai ekonomis cukup tinggi sehingga banyak

dibudidayakan. Bagian rimpangnya digunakan sebagai bahan baku industri obat

tradisional, bumbu dapur, bahan makanan, maupun minuman penyegar lainnya

(Rostiana et al., 2003).

Kencur merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh di berbagai daerah

di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak digunakan

sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga

para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil

pertanian yang diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Bagian dari tanaman

kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang tinggal didalam tanah yang

disebut dengan rimpang kencur atau rizoma (Soeprapto,1986).

Klasifikasi Kaempferia galanga L di dalam dunia botani adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sob Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Subfamili : Zingiberoideae

Genus : Kaempferia

(20)

Secara empirik kencur berkhasiat sebagai obat untuk batuk, gatal-gatal

pada tenggorokan, perut kembung, mual, masuk angin, pegal-pegal, pengompres

bengkak/radang, tetanus dan penambah nafsu makan (Miranti, 2009). Sulaiman

et al. (2007), menyatakan bahwa rimpang kencur dapat digunakan sebagai untuk

hipertensi, rematik, dan asma. Kandungan minyak atsiri dari rimpang kencur

diantaranya terdiri atas miscellaneous compounds (misalnya etil

p-metoksisinamat 58,47%, isobutil β-2- furilakrilat 30,90%, dan heksil format

4,78%); derivat monoterpen teroksigenasi (misalnya borneol 0,03% dan kamfer

hidrat 0,83%); serta monoterpen hidrokarbon (misalnya kamfen 0,04% dan

terpinolen 0,02%) (Sukari et al., 2008).

Gambar 2.1 Rimpang Kencur (Koleksi Pribadi)

2.2 Etil p-metoksisinamat

Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi

rimpang kencur (Kaempferia Galanga L.), termasuk dalam golongan senyawa

(21)

dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga

dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi

kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksana. Dalam ekstraksi

suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran antara pelarut dengan

senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang sama atau

mendekati (Firdausi, 2009).

Gambar 2.2 Struktur Kimia Etil p-metoksisinamat

2.3Dietanolamin

Dietanolamin merupakan cairan tidak berwarna atau sedikit berwarna,

memiliki rumus kimia (HOCH2CH2)2NH. (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Dietanolamida pertama kali diperoleh dengan mereaksikan dua mol dietanolamin

dengan satu mol asam lemak. Senyawa ini diberi nama Kritchevsky amida sesuai

dengan nama penemunya. Bahan baku yang digunakan dalam produksi

dietanolamida dapat berupa asam lemak, trigliserida atau metil ester.

Dietanolamida biasanya diproduksi secara kimia konvensional pada temperatur

150° C selama 6-12 jam (Herawan et al., 1999). Dietanolamina adalah senyawa

yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol. Dialkohol menunjukkan adanya dua

gugus hidroksil pada molekulnya. Dietanolamin juga dikenal dengan nama bis

(hydroxyethyl)amine, diethylolamine, hydroxtdiethylamine, diolamine dan

(22)

Sifat-sifat dietanolamina adalah sebagai berikut (E Merck, 2008):

Rumus molekul : C4H11NO2

Berat Molekul : 105,1364 gr/mol

Densitas : 1,090 gr/cm3

Titik Lebur : 28oC (1 atm)

Titik Didih : 269 - 270oC (1 atm)

Kelarutan : H2O, alkohol dan eter

Gambar 2.3 Struktur Kimia Dietanolamin

2.4Amida

Senyawa amida umumnya dapat diperoleh melalui amidasi turunan asam

karboksilat seperti asil halida dan metal ester (Fessenden, R. J. dan Fessenden J.

S., 1999), seperti amidasi antara steroil klorida dengan asam gluatamat untuk

menghasilkan steroil glutamida (Silvasamy et al., 2001) dan amidasi antara

1,9-nonnadiolil klorida dengan asam glutamate untuk pembuatan 1,9-nonadiolil

glutamida yang dapat digunakan sebagai bahan surfaktan (Lisma, et al., 2004).

Di samping itu, beberapa peneliti dahulu juga telah berhasil melakukan

amidasi langsung melalui pemanasan antara asam karboksilat dengan senyawa

amin seperti halnya reaksi antara asam azelat dengan urea untuk menghasilkan

senyawa amida yang berguna sebagai bahan surfaktan dan reaksi antara

dodekilamina dengan b-hidroksi nonanoat untuk menghasilkan

b-hidroksinonamida yang berguna sebagai zat anti penuaan. (Budijanto, 2002).

Senyawa amida memiliki banya kegunaan yang beragam seperti

(23)

pengobatan untuk mengobati macam-macam penyakit infeksi (Nuraini, 1988),

demikian juga amida asam lemak digunakan sebagai bahan pelumas dalam proses

pembuatan resin di samping sebagai zat antara untuk membuat senyawa amina.

(Brahmana, 1991 dan Billenstein, 1984).

2.5Kromatografi

Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang menggunakan fase diam

(stationary phase) dn fase gerak (mobile phase). Teknik ini pertama kali

dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia, Michael Tswett pada tahun 1903

untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi

ekstrak petroleum eter dalam kolom gas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3).

Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling

sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk

melakukan analisis kualitatif, kuantitatif, maupun preparatif. Kromatografi telah

berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan menguantifikasi

berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun

anorganik (Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul, Rohman, 2007).

Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan

kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian Farmakope

Indonesia adalah Kromatografi Kolom, Kromatografi Gas, Kromatografi Kertas,

Kromatografi Lapis Tipis, dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kromatografi

kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan

identifikasi, karena mudah dan sederhana. Kromatografi kolom memberikan

pilihan fase diam yang lebih luas dan berguna untuk pemisahan masing-masing

senyawa secara kuantitatif dari suatu campuran (Departemen Kesehatan, 1995).

2.5.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi didefinisakn sebagai teknik pemisahan zat terlarut oleh

suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam system yang terdiri dari dua

(24)

dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan

mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan,

tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian

masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode

analitik (Departemen Kesehatan RI, 1995)

Pada kromatografi lapis tipis, zat penjerap merupakan lapisan tipis

serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara

merata, umunya digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat

dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang dicapai

dapat didasarkan pada adsorpsi, partisi, atau kombinasi kedua efek,

tergntung dari jenis zat penyangga, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang

digunakan (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Gambar 2.4 Skema Kromatografi Lapis Tipis

2.6Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS)

Instrument kromatografi gas-spektrometri massa adalah sebuah metode

yang mengombinasikan antara kromatografi gas dan spektrometri massa untuk

(25)

GC-MS dirancang dengan menggunakan dua bagian utama, yaitu kromatografi gas

dan spektrometri massa. Kromatografi gas menggunakan sebuah kolom kapiler

sebagai fase diam. Perbedaan sifat kimia antara molekul dalam sebuah pencampuran

akan memisahkan molekul pada saat sampel terebut masuk ke dalam kolom.

Molekul-molekul akan memiliki waktu retensi yang berbeda-beda untuk keluar dari

kromatografi gas, dan hal ini memungkinkan spektrometri massa mendeteksi ion-ion

molekul secara terpisah. Spektrometri massa akan mendeteksi fragmen ini dan

dihasilkan massa molekul relatifnya.

Peralatan kromatografi gas merupakan salah satu instrument analitik.

Kromatografi gas sangat efektif untuk memisahkan senyawa menjadi komponennya

yang bervariasi. Akan tetapi kromatografi gas tidak dapat mengidentifikasi senyawa

yang spesifik. Sebaliknya spektrometri massa dapat mengetahui senyawa yang

spesifik namun tidak dapat menghasilkan analisis kualitatif yang baik. Ketika sebuah

analisis menggunakan kromatografi gas untuk memisahkan komponennya sebelum

dianalisis dengan spektroskopi massa maka akan terbentuk hubungan yang

komplementer.

2.6 Spektroskopi

2.6.1 Spektrofotometer UV

Spektrofotometri UV adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas

sinar ultraviolet yang diabsorbsi oleh sampel.Sebagai sumber cahaya biasanya

digunakan lampu hidrogen. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi

oleh pemisah panjang gelombang seperti prisma atau monokromator. Ketika

suatu atom atau molekul menyerap cahaya maka energi tersebut akan

menyebabkan elektron terluarnya tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi

(Dachriyanus, 2004). Energi keseluruhan dari suatu molekul adalah jumlah

energi elektroniknya, energi getar dan energi rotasi. Energi yang diserap dalam

transisi elektronik suatu molekul dihasilkan dari transisi elektron valensi dalam

molekul-molekul tersebut. Transisi ini terdiri dari eksitasi dari suatu elektron

(26)

Instrumen Spektroskopi UV, berkas cahaya yang diserap bukan

cahayatampak tapi cahaya ultraviolet dengan cara ini larutan tak berwarna dapat

diukur. Pada Spektroskopi Ultraviolet energi cahaya yang terserap digunakan

untuk transisi elektron. Karena energi cahaya UV lebih besar dari energi sinar

tampak sehingga energi UV dapat menyebabkan transisi elektron σ atau π (Mulja,

1995). Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik

dengan panjang gelombang radiasiΔE = hv = ℎ� λ = panjang gelombang, dalam cm

Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada

mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak

energi untuk promosi elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang

lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada

panjang gelombang yang lebih panjang (Fessenden & Fessenden, 1986).

2.6.2 Spektrofotometri Infra Merah

Spektrofotometri Infra Merah merupakan alat untuk merekam spektrum di

daerah inframerah terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan

menghasilkan cahaya monokromatik di daerah 4000 cm⁻¹ hingga 625 cm⁻¹ (lebih

kurang 2,5 πm hingga 16 πm) dan suatu metode untuk mengukur perbandingan

intensitas perbandingan cahaya yang ditransmisikan cahaya datang (Departemen

Kesehatan,1995).

Setiap molekul memiliki karakteristik spektrum inframerah yang

berbeda-beda baik dalam posisi maupun intensitas pita absorbsinya. Spektrum yang

diperoleh merupakan hubungan antara bilangan gelombang (cm⁻¹) dan persen

transmitan. Spektrum IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi

(27)

Dasar Spektroskopi Infra Merah dikemukakan oleh Hooke dan didasarkan

atas senyawa yang terdiri atas dua atom atau diatom yang digambarkan dengan

dua buah bola yang saling terikat oleh pegas. Berikut adalah macam-macam

serapan gugus fungsi yang dihasilkan dari hasil Spektroskopi IR.Dapat dilihat

pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Serapan Khas Beberapa Gugus Fungsi

Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)

C-H Alkana 2850-2960, 1350-1470

C-H Akena 3020-3080, 675-870

C-H Aromatik 3000-3100, 675-870

C-H Alkuna 3300

C=C Alkena 1640-1680

C=C Aromatik (Cincin) 1500-1600

C=O Alkohol, Eter, Asam Karboksilat, Ester 1080-1300

C=O Aldehida, Keton, Asam Karboksilat,

Ester

1690-1760

O=H Alkohol, Fenol(Monomer) 3610-3640

O=H Alkohol, Fenol (Ikatan H) 2000-3600 (lebar)

O=H Asam Karboksilat 3000-3600 (lebar)

N-H Amina 3310-3500

C-N Amina 1180-1360

-NO2 Nitro 1515-1560, 1345-1385

2.6.3 Spektrofotometri Resonansi Magnetik

Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti (RMI) atau Nuclear Magnetic

Resonance (NMR) merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi struktur

(28)

berhubungan dengan sifat magnet dari berbagai inti dan juga untuk menentukan

berbagai letak inti tersebut dalam suatu molekul. Seperti dengan menggunakan

spektroskopi resonansi magnetik proton dapat diketahui jenis lingkungan atom

hidrogen dan jumlahya pada atom karbon tetangga. Spektroskopi yang sering

digunakan adalah spektroskopi ¹H dan ¹³C-NMR karena atom hidrogen dan

karbon selalu ada dalam setiap molekul senyawa organik (Attaur Rahman, 1986,

Willard et al., 1948). Berikut merupakan komponen-komponen dari RMI:

a. Magnet

Merupakan suatu alat tambahan yang berguna untuk menstabilkan medan

magnet.

b. Probe sampel

Tempat meletakkan sampel dan tempat terjadinya resonansi.

c. Sumber dan detektor radiasi radioaktif

Merekam perubahan magnetisasi sampel dan peluruhannya yang disebabkan

oleh pengaruh waktu.

d. Rekorder data

Informasi berupa sinyal yang dikirim kesuatu komputer untuk dìproses,

diakumulasi lalu ditransformasikan secara otomatis (Attaur Rahman,1986.,

Willard et al., 1948)

2.7 Uji inVitro Antiinflamasi dengan Bovine Serum Albumin

Ada masalah etika yang muncul dengan penggunaan hewan coba pada tahap

awal penemuan dan pengembangan obat-obatan antiinflamasi maupun penyakit

degeneratif, terutama apabila ekstrak berasal dari produk alam yang biasanya

mengandung banyak senyawa yang harus diuji. Hal inilah yang mendasari

penggunaan uji in vitro efek anti-denaturasi (stabilisasi) dari Bovine Srum

Albumin yang didenaturasi (melalui pemanasan) dengan cara mengukur

absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV sebagai metode pengujian

(29)

Bovine Serum Albumin (BSA) adalah protein globular yang berukuran

besar (66000 dalton) yang dapat rusak karena pemanasan. Albumin merupakan

kelompok protein yang larut dalam air. Albumin adalah protein yang paling

banyak terdapat dalam sirkulasi. Albumin pada sintesis senyawa pada awalnya

berbentuk preproalbumin di hati.

Uji in vitro anttiinflamasi menggunakan BSA bertujuan untuk mengurangi

penggunaan spesimen hidup dalam proses pengembangan obat. Grabt et al.

melaporkan bahwa salah satu mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi non

steroid seperti indometasin, asam flufenamik, dan asam salisilat adalah

kemampuan untuk mengurangi denaturasi BSA yang telah dipanaskan pada pH

(30)

3.1Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian I, Laboratorium

Farmakognosi dan Fitokimia, dan Laboratorium Analisis Halal Fakultas

Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian

ini dilakukan pada bulan Januari hingga Agustus 2014.

3.2Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Spektrofotometer 1H-NMR (500 MHz, JEOL), Spektrofotometer UV-vis

(HITACHI), Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier, seperangkat

alat Kromatografi Lapis Tipis, timbangan analitik, Penangas air, rotary

evaporator (Eyela), gelas kimia, pipet tetes, pipet ukur, labu ukur 5 ml dan 10

ml, tabung reaksi, rak tabung, botol maserasi, magnetic stirrer (Wiggen

Hauser).

3.1.2 Bahan

Senyawa etil p-metoksi sinamat hasil ekstraksi dari kencur (Kaempferia

galanga Linn.), Natrium Hidroksida (Merck), HCl, Dietanolamin (Merck),

Etanol, Metanol, N-Heksan, Kencur, Basa Tris, Bovine Serum Albumin fraksi

V kemurnian 96% (Sigma Chemical Co).

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Isolasi etil p-metoksisinamat

Kencur segar yang telah diteterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat

Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong,

(31)

potongan kencur yang telah kering kemudian dihaluskan dengan blender

sampai terbentuk serbuk. Serbuk rimpang kencur kering dimaserasi dengan

menggunakan pelarut n-heksan yang telah didestilasi dengan waktu

perendaman 5 hari sambil sesekali dilakukan pengocokan setiap harinya.

Setelah 5 hari rendaman disaring sehingga diperoleh ampas dan filtrat.

Ampas ditambah kembali n-heksana untuk dimasersi kembali. Proses

maserasi dilaknyak tiga kali. Seluruh filtrat hasil maserasi dipekatkan dengan

vacuum evaporator. Kemudian filtrat pekat ini diendapkan pada suhu kamar

sampai terbentuk Kristal. Kristal yang terbentuk pada filtrat dipisahkan

dengan penyaringan. Kristal yang dieroleh dimurnikan dengan pencucian

menggunakan n-heksana dan rekrisalisasi dengan cara melarutkan Kristal

dalam n-heksana dan beberapa menambahkan tetes metanol dan kemudian

dibiarkan pada suhu kamar sehingga terbentuk Kristal kembali. Kristal

dipisahkan dengan penyaringan (Afrizal et al., 1999; Huang et al., 2008).

Kemudian dihitung rendemennya dengan rumus sebagai berikut:

x 100%

3.3.2 Amidasi etil p-metoksisinamat

Sebanyak 2,012 gram kristal etil p-metoksisinamat ditambahkan

6,056 gram dietanolamin dimasukkan ke dalam gelas kimia lalu

dipanaskan di atas hot plate hingga meleleh dan diaduk dengan

magnetic stirrer, suhu pada hot plate diatur menjadi 200° C. Proses

pemanasan dilakukan selama 2 jam dan dikontrol dengan pengecekkan

menggunakan plat KLT dengan eluen etil asetat dan metanol 4:1

sampai terbentuk spot tunggal pada plat KLT. Setelah pemanasan lalu

dilakukan rekristalisasi senyawa hasi amidasi dengan pelarut n-heksan.

Hasil yang didapat selanjutnya diidentifikasi lebih lanjut baik secara

(32)

1

H-NMR kemudian dilakukan uji aktivitas antiinflamasi secara

In-Vitro.

3.3.3 Uji invitro antiinflamasi (Williams et al., 2008)

Sampel kontrol positif dan sampel uji masing-masing ditimbang

sebanyak 40 mg kemudian dilarutkan dalam 10 ml aquades sebagai

larutan induk. Larutan induk ini kemudian diencerkan sehingga

didapatkan konsentrasi 4000, 2000, 1000, 500, dan 250 ppm.

a. Pembuatan Tris-Buffer Saline (TBS)

Sebanyak 4,35 gram natrium klorida dilarutkan dalam 200 ml

aquades, ditambahkan 605 mg tris base dicukupkan dengan aquades

sampai 400 ml. selanjutnya pH diatur dengan penambahan asam

asetat glasial hingga pH 6,3, kemudian dicukupkan dengan aquades

sampai 500 ml (Mohan, 2003).

b. Pembuatan Larutan 0,2% BSA dalam TBS

Sebanyak 0,5 gram Bovine Serum Albumin (BSA) dimasukkan

ke dalam labu ukur 250 ml, kemudian ditambahkan dengan larutan

TBS hingga volume 250 ml. (Williams et al., 2008).

c. Pengujian aktivitas senyawa hasil modifikasi terhadap denaturasi

BSA :

1. Pembuatan larutan blanko

Larutan kontrol blanko terdiri dari larutan tris-acetate

phosphate buffer pH 6,3.

2. Pembuatan larutan Kontrol positif

Larutan kontrol positif 1 terdiri dari larutan BSA 5 ml dan

larutan induk Na diklofenak 50 µL.

3. Pembuatan larutan uji 1

Larutan kontrol positif 1 terdiri dari larutan BSA 5 ml dan

larutan induk EPMS 50 µL.

(33)

Larutan control positif 1 terdiri dari larutan BSA 5 ml dan

larutan sampel induk 50 µL.

Pencampuran larutan induk kontrol positif dan larutan induk

sampel dengan larutan BSA dilakukan menggunakan labu ukur 5 ml

sehingga konsentrasi larutan menjadi 2,5; 5; 10; 20; dan 40 ppm.

Setiap larutan diinkubasi selama 30 menit di dalam ruang spektro

lalu dipanaskan selama 5 menit pada suhu 73° C dengan water bath,

kemudian didinginkan selama 25 menit dan diukur absorbannya

dengan spektrofotometer UV (HITACHI) pada panjang gelombang

660 nm. Persentase inhibisi dari denaturasi BSA dapat

(34)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi Etil p-metoksisinamat Dari Rimpang Kencur

Senyawa etil p-metoksisinamat diisolasi dari tanaman kencur (Kaempferia

galanga L.).Kencur yang digunakan telah dideterminasi oleh Herbarium Bogoriense

Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong,

Bogor.Sebanyak 10 kg rimpang kencur dikupas, dicuci dan diris tipis-tipis ± 2 mm

kemudian dikeringkan tanpa melalui pemanasan sinar matahari langsung.Potongan

rimpang yang sudah kering diblender sampai terbentuk serbuk halus dan

menghasilkan sebanyak 858 gram serbuk simplisia kencur.Serbuk simplisia yang

dihasilkan berwarna cokelat kekuningan.Gambar serbuk simplisia dapat dilihat pada

Gambar 4.2.

(35)

Gambar 4.2.Serbuk Kering Simplisia Kencur (Koleksi Pribadi)

Isolasi senyawa etil p-metoksisinamat dilakukan dengan tiga tahap yaitu

pembuatan serbuk simplisia, maserasi simplisia dengan pelarut n-heksan, dan

rekristalisasi senyawa hasil isolasi. Setelah hasil maserasi diuapkan menggunakan

Vacuum Rotary Evaporator, senyawa etil p-metoksi sinamat yang terdapat dalam

ekstrak kental akan mengkristal pada suhu ruang sehingga memudahkan tahap isolasi

selanjutnya.

Proses rekristalisasi dilakukan dengan n-heksan dan metanol. Kristal yang

didapat berwarna kekuningan lalu dibilas menggunakan pelarut n-heksan dan metanol

sampai didapat kristal yang berwarna putih. Kristal putih yang didapat kemudian

dilakukan pengecekan dengan KLT menggunakan eluen heksan : etil asetat dengan

perbandingan 9:1, didapatkan nilai Rf= 0,5882.

Rendemen Kristal :

% rendemen = ����

(36)

Gambar 4.3 Hasil KLT Isolat Kencur eluen etil asetat :n-heksan (visualisasi UV λ 245 nm)

4.1.1 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi a. Pemerian

 Warna : Putih kekuningan

 Bau : Aromatik khas

 Bentuk : Kristal

b. Pengukuran Titik Leleh

Pengukuran titik leleh dilakukan menggunakan alat DSC. Rentang

titik leleh senyawaetil p-metoksisinamat ada pada 47-52˚ C dengan nilai

entalpi (H) 78,60 J/g.

c. Analisa Senyawa Hasil Isolasi

Analisa senyawa hasil isolasi dilakukan menggunakan Kromatografi

Gas – Spektrometer Massa (GCMS) untuk mengetahui berat molekul

senyawa serta fragmentasi massa, spektrofotometri IR untuk mengetahui

gugus fungsi, dan spektrofotometer 1H-NMR untuk mengetahui letak

(37)

Table 4.1 menunjukkan spektrum IR senyawa isolat kencur dari

berbagai bilangan gelombang absorbsi gugus fungsi yang menggambarkan

bahwa ditemukan serapan pada bilangan gelombang v 1367,58 – 1321,3

cm-1 yang merupakan serapan spesifik dari ikatan C-O dan pada bilangan

gelombang v 1704,18 cm-1 yang merupakan serapan dari ikatan C=O.

Kedua serapan tersebut menunjukkan adanya suatu gugus ester.

Table 4.1 Daftar daerah spektrum IR isolat kencur (etil

p-metoksisinamat)

Gugus Fungsi Daerah Absorbansi (v, cm-1)

C-O Aril 1252,82-1210,38, 1029,07

C-H Alifatik 2979,18-2842,23

C=C Aril 1629,92-1573,02

C-H Aril 3007,15-3045,73

C-O 1367,59-1321,3

C=O 1704,18

(38)

Gambar 4.4 Spektrum IR Isolat Kencur

Adanya gugus aromatik ditunjukkan dengan terdapatnya ikatan C=C pada

bilangan gelombang v 1629,92 – 1573,02 cm-1. Pita serapan pada bilangan

gelombang v 3007,15 – 3045,73 cm-1 merupakan serapan spesifik dari ikatan antara

C-H, pada bilangan gelombang 1252,82 – 1210,38 cm-1 dan 1029,07 terdapat ikatan

C-O, kedua ikatan tersebut terletak pada gugus aromatik. Ikatan C-H alifatik

ditemukan pada bilangan gelombang 2979,18 – 2842,23 cm-1.

Analisa GCMS menunjukkan bahwa isolat kencur mempunyai waktu retensi

9,932 serta memiliki berat molekul 206,0 dengan fragmentasi massa pada 161; 134;

118; 103; 89; 77; 63 dan 51 (Lampiran 4). Menurut literatur, senyawa etil

p-metoksisinamat menunjukkan waktu retensi 9,9 dengan berat molekul 206,4 serta

(39)

Analisa terakhir yang dilakukan adalah dengan 1H-NMR dimana

interpretasinya berupa pergeseran kimia (δ) dalam satuan ppm.Nilai pergeseran kimia

adalah perbedaan resonansi frekuensi suatu inti relatif terhadap standar (Pavia et al.,

2008).Dalam penelitian ini hasil interpretasi 1H NMR senyawa isolat kencur

dibandingkan dengan hasil interpretasi 1H NMR senyawa etil p-metoksisinamat

penelitian Umar (2012). Pada penelitian ini didapatkan spectrum 1H NMR

memberikan sinyal pada pergeseran kimia 1,33 (3H) berbentuk triplet dan juga

muncul pada 4,25 ppm (2H) berbentuk kuartet yang lebih downfield karena berikatan

dengan oksigen. Spectrum 1H NMR juga memberikan sinyal pada 3,82 ppm (3H)

berbentuk singlet yang lebih downfield karena berikatan dengan oksigen –OCH (

(40)
(41)

Gambar 4.6 Pola Fragmentasi GCMS Isolat Kencur (Etil p-metoksisinamat)

Pada pergeseran kimia 6,31 ppm (1H) berbentuk doublet memilikihubungan

puncak dengan pergeseran kimia 7,65 (1H) berbentuk doublet, kedua puncak ini

memiliki nilai konstanta kopling yang dekat yaitu 15,6 dan 16,25 Hz. Hal ini

menunjukkan bahwa bentuk tersebut berupa olefin dengan proton berkonfigurasi

trans. Pada pergeseran kimia 6,9 ppm – 7,4 ppm (4H) merupakan proton-proton dari

benzen dengan dua subtitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang

ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya, yang

(42)
(43)

Tabel 4.2 Data Pergeseran Kimia (δ ) spectrum H 1NMR senyawa etil p-metoksisinamat

Posisi

Pergeseran Kimia (δ, ppm)

Etil p-metoksisinamat (CDCL3) Etil p-metoksisinamat

(d6-DMSO) [Umar et al., 2012]

1 1,33 (t, 3H, J=7,15 1,24 (t, 3H, J=12)

2 4,25 (q, 2H, J=7,15) 4,60 (q, 2H, J=11,5)

4 6,31 (d, 1H, J=15,6) 6,45 (d, 1H, J=16,5)

5 7,65 (d, 1H, J=16,25) 7,63 (m, 1H)

7 6,90 (d, 1H, J=9,05) 6,97 (d, 1H, J=14,5)

8 7,47 (d, 1H, J=8,45) 7,63 (m, 1H)

10 7,47 (d, 1H, J=8,45) 7,63 (m, 1H)

11 6,90 (d, 1H, J=9,05) 6,97 (d, 1H, J=14,5)

12 3,82 (s, 3H) 3,83 (s, 3H)

Dari data IR, GCMS, dan 1H-NMR dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil isolasi

dari kencur (Kaempferia galanga L.) adalah etil p-metoksisinamat.

(44)

4.2 Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat dengan Reaksi Amidasi

Reaksi amidasi etil p-metoksisinamat dilakukan dengan mereaksikan langsung

dengan dietanolamin pada suhu tinggi.Adanya amina apabila direaksikan dengan

ester baru dapat terjadi pada suhu tinggi dan sangat lambat sekali apabila dilakukan

pada suhu rendah dengan bantuan katalis basa Lewis NaOMe yang lebih kuat dari

trietilamin.Reaksi amidasi antara amina dan ester dengan bantuan katalis NaOMe

baru dapat terjadi pada suhu 100°-120° C sedangkan apabila tidak digunakan katalis

maka reaksi baru dapat terjadi pada suhu 150°-250° C (Gabriel, R., 1984).

Amidasi etil p-metoksisinamat dengan dietanolamin ini didasari oleh prinsip

HSAB (Hard Soft Acid Base).Dimana H+ dari gugus NH dari dietanolamin

merupakan asam keras (Hard Acid) yang mudah bereaksi dengan –OC2H5 dari etil

p-metoksisinamat yang merupakan basa keras (Hard Base).NH- pada gugus NH dari

dietanolamin merupakan basa lunak (Soft Base) yang selanjutnya bereaksi

membentuk ikatan dengan para metoksisinamat (R-C+=O) yang merupakan asam

lunak (Soft Acid). Reaksinya sebagai berikut:

Gambar 4.9 Mekanisme Reaksi Amidasi Etil p-metoksisinamat dengan

Dietanolamin

Untuk menjalankan reaksi ini dilakukan pemanasan pada suhu tinggi (200° C)

(45)

hasil reaksi berupa cairan kental berwarna kekuningan. Ketika reaksi selesai,

dilakukan pencucian produk hasil reaksi dengan pelarut n-heksan.Setelah itu

dilakukan pengecekkan menggunakan KLT dengan eluen etil asetat dan metanol

perbandingan 4:1. Apabila belum terbentuk spot baru maka dilakukan pemanasan

kembali dengan penambahan dietanolamin.

Gambar 4.10Hasil KLT senyawa hasil amidasi dengan eluen etil asetat

: metanol perbandingan 4:1 (visualisasi UV λ 245 nm)

Keterangan : (1) Etil p-metoksisinamat (2) Senyawa Hasil Amidasi

Dari hasil KLT dapat terlihat spot baru terbentuk yang berbeda yang

merupakan senyawa hasil amidasi. Reaksi amidasi bertujuan mengganti gugus fungsi

ester dari etil p-metoksisinamat menjadi gugus fungsi amida sehingga dapat dilihat

efeknya terhadap aktivitas antiiflamasi.

% rendemen amidasi = , ����

8, gram x 100% = 20,047%

(46)

4.2.1Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi

Identifikasi senyawa hasil modifikasi dilakukan beberapa cara yaitu

dengan perhitungan nilai Rf, uji organoleptik, serta elusidasi struktur

menggunakan IR, GCMS, dan 1H-NMR.

Dari uji organoleptik didapatkan karakteristik senyawa amidasi adalah

sebagai berikut :

 Warna : Kuning

 Bau : Khas

 Bentuk : Cairan kental

Elusidasi struktrur senyawa hasil amidasi menggunakan IR didapatkan

spektrum IR pada tabel 4.3 yaitu ditemukan pita serapan pada bilangan gelombang v

1365,60 cm-1 yang merupakan serapan spesifik dari ikatan C-O, adanya atom N

ditandai dengan ikatan C-N pada pita serapan di panjang gelombang 1288,45 cm-1,

ikatan C=C aromatik juga ditemukan dengan adanya serapan pada panjang

gelombang 1512,19 cm-1, ditemukan adanya ikatn C=O pada panjang gelombang

1639,49 cm-1, dan adanya OH ditandai dengan munculnya pita serapan pada panjang

gelombang 3273,20 cm-1.

Tabel 4.3 Daftar daerah spectrum IR Senyawa Hasil Amidasi

Ikatan Daerah Absorbansi (v, cm-1)

(47)

Gambar 4.11 Spektrum IR Senyawa Hasil Amidasi

Gambar 4.12 Pola Fragmentasi GCMS Senyawa Hasil Amidasi

(48)
(49)

Analisa kedua dilakukan menggunakan GCMS. Interpretasi GCMS

menunjukkan bahwa senyawa hasil amidasi muncul pada waktu retensi

14,475 dengan berat molekul 265,1 dan fragmentasi massa muncul pada

220, 161, 133, 90, dan 63.

Tabel 4.4 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR Senyawa Hasil Amidasi

(CD3OD, 500 MHz)

Posisi

Pergeseran Kimia (δ, ppm)

Etil p-metoksisinamat Senyawa Hasil Amidasi

1 - 2,7882 (t, 2H, J=5,2 Hz)

senyawa etil p-metoksisinamat. Pada d=6,9460 (J=1,95) dan d=7,5647 (J=1,95) yang

masing-masing mempunyai 2 proton mengindikasikan proton-proton dari benzen

dengan dua subtitusi. Pada pergeseran kimia 3,8194 yang mempunyai 3 proton,

muncul sebagai singlet menunjukkan adanya gugus OCH3 (metoksi) seperti halnya

yang ditemukan pada spektrum 1H NMR senyawa etil p-metoksisinamat. Pada d

(50)

berdekatandengan atom N. Pada pergeseran kimia 3,6 ppm – 3,8 ppm muncul peak

yang mengindikasikan adanya gugus CH2OH.

(51)

Dari data IR, GCMS, dan 1H NMR dapat disimpulkan bahwa senyawa yang

terbentuk dari reaksi antara etil p-metoksisinamat dan dietanolamin adalah senyawa

dietil p-metoksisinamamid (C14H19NO4).

Gambar 4.15Kemungkinan Struktur Senyawa Hasil Amidasi

4.3 Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan Struktur Aktivitas Senyawa Hasil Modifikasi

Uji inhibisi denaturasi Bovine Serum Albumin (BSA) dengan rentang

konsentrasi uji 50-0,035 ppm yang dapat memberikan % inhibisi >20% dianggap

meliliki aktivitas antiinflamasi yang potensial (Williamset al, 2008).Uji aktivitas

antiinflamasi dengan metode ini dilakukan pada dua senyawa yang didapat yaitu etil

p-metoksisinamat dan dietil p-metoksisisinamamid dengan natrium diklofenak

sebagai kontrol positif.

Natrium diklofenak aktif memberikan efek antiinflamasi dimulai pada

konsentrasi 5 ppm dengan inhibisi sebesar 23,71% dan pada konsentrasi 40 ppm

(52)

Table 4.5 Hasil uji antiinflamasi etil p-metoksisinamat dan turunannya

No. Sampel Konsentrasi % inhibisi

1 Natrium Diklofenak

Senyawa hasil amidasi, dietil p-metoksisinamamid, merupakan hasil reaksi amidasi

dari etil p-metoksisinamat dan dietanolamin. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa

senyawa hasil amidasi mulai menunjukkan aktivitas antiinflamasi pada konsentrasi 5

ppm yaitu dengan persentase inhibisi sebesar 37,32% sedangkan pada konstentrasi 40

ppm memiliki persentase inhibisi sebesar 86,00%. Data ini menunjukkan senyawa

hasil amidasi memiliki aktivitas antiinflamasi yang lebih besar dibandingkan senyawa

induknya, etil p-metoksisinamat, yang hanya memiliki persentase inhibisi 36,61%

pada konsentrasi 40 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa modifikasi struktur yang

dilakukan pada gugus ester dari etil p-metoksisinamat menjadi turunan amida dengan

(53)

(1) (2)

Gambar 4.16 Struktur Kimia (1) Etil p-metoksisinamat; (2) Senyawa Hasil Amidasi

Gambar 4.17 Kurva Hasil Uji Antiinflamasi Senyawa Hasil Amidasi y = 1.6913x + 25.365

(54)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Modifikasi struktur gugus fungsi ester dari etil p-metoksisinamat melalui

reaksi amidasi dengan dietanolamin menghasilkan senyawa dietil

p-metoksisinamamid (C14H19NO4) dengan berat molekul 265,1.

2. Senyawa hasil amidasi memiliki persentase inhibisi denaturasi protein sebesar

pada konsentrasi 5 ppm sebesar 37,32% dan 40 ppm sebesar 86,00% dengan

nilai IC50 pada nilai 14,565ppm. Hubungan struktur hasil modifikasi etil

p-metoksisinamat terhadap antiinflamasi menunjukkan pergantian gugus fungsi

ester menjadi amida dapat meningkatkan aktivitas antiinflamasi.

5.2 Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan tentang aktivitas inflamasi dari senyawa

dietil p-metoksisinamamid serta optimasi reaksi dan pereaksi, kondisi reaksi

maupun waktu reaksi sehingga dapat diperoleh rendemen senyawa yang lebih

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Ujang Yuyut , 2005, Konversi Etil P-Metoksisinamat Menjadi Asam P

Metoksisinamat Dengan Iradiasi Gelombang Micro Melalui Media Kalium

Karbonat, Undergraduate Theses of Airlangga University, Surabaya.

Bangun, Robijanto. 2011. Semi Sintesis N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4-Metoksifenil)

Akrilamida Dari Etil P-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur

(Kaempferia Galanga, L) Melalui Amidasi Dengan Dietanolamin. Medan:

Universitas Sumetra Utara.

Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-Metoksi Sinamat yang Diisolasi dari Kencur

(Kaempferia Galanga, Linn). Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara.

Bellanti, J.A,1993. Imunologi III edisi ke 3. Penerjemah Samik Wahab, Gajah Mada

University Press Yogyakarta

Chandra, Sangita. 2012. Evaluation of in vitro anti-inflammatory activity of coffee

against the denaturation of protein.Asian Pacific Journal of Tropical

Biomedicine S178-S180.

Chemical Book. Akses online via http://www.chemicalbook.com/ (Diakses pada

tanggal 26 Januari 2014)

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.

Farmakologi dan Terapi UI. 2007. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Firdausi, Nur Indah., 2009, Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (Epms) dari

Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri Kosmetik, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Kimia Universitas Negeri

Malang, Malang.

Halen, Parmeshwari K.; Prashant R. Murumkar; Rajani Giridhar; Mange Ram Yadav.

2009. Prodrug Designing of NSAIDs. Mini-Reviews in Medicinal Chemistry, 9,

(56)

Hidayati, Nur; SM Widyastuti; Subagus Wahyuono. 2012. Isolasi Dan Identifikasi

Senyawa Antifungal Akar Acacia Mangium Dan Aktivitasnya Terhadap

Ganoderma Lucidum. Sekolah Pasca Sarjana : Universitas Gadjah Mada.

Kalgutkar, Amit S.; Brenda C.; Scott W. R.; Alan B. M.; Kevin R. K.; Rory P. R.;

Lawrence J. M.. 1999. Biochemically based design of cyclooxygenase-2

(COX-2) inhibitors: Facile conversion of nonsteroidal antiinflammatory drugs to

potent and highly selective COX-2 inhibitors. J. Med . Chem. 2000, 43 ,

2860-2870.

Khoirunni’mah, Zulfa. 2012. Modifikasi Stuktur Senyawa Metil Sinamat Melalui Proses Nitrasi Serta Uji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Terhadap

Senyawa Hasil Modifikasi. Jakarta: UIN Syaif Hidayatullah.

Larson, Richard A.; Eric J. Weber. 1994. Reaction Mechanisms In Environmental

Organic Chemistry. Lewis Publisher : United States of America.

Nugroho, Ignatius Adi.. 2010. Implementasi Program Pengelolaan dan Konservasi

Suumber daya Genetik Hutan di Tingkat nasional. APFORGEN (Asia Pasific

forest genetic Resorces Programme) newsletter Edisi 2.

Nurhalimah, Neneng. 2013. Modifikasi Struktur Senyawa Metil Sinamat Melalui

Reaksi Amidasi Serta Uji Aktivitas Antikanker Terhadap Senyawa Hasil

Modifikasi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Nurhayati, Umi. 2010. Modifikasi Struktur Etilp-Metoksisinamat Hasil Isolasi Dari

Rimpang Kencur (Kaempferia Gatanga Linn) Menggunakan Pereaksi Pemecah

Eter.Universitas Negeri Yogyakarta.

Oyedapo, O.O.; B.A Akinpeu; K.F. Akinwunmi; M.O Adeyinka; F.O Sipeolu. 2010.

Red Blood Cell Membrane Stabilizing Potentials of Extracts of Lantana camara

and Its Fractions. International Journal of Plant Phsyiology and BioChemistry

Vol. 2(4) 46-51.

Pavia, Donald L.; Gary M.Lampman; George S.Kriz; James R. Vyvyan. 2008.

Introduction to Spectroscopy Fourth Edition. Brooks/Cole Cengage Learning.

(57)

Probowati, Astri; Giovanni, Paradigma Carlo; Ikhsan, Diyono.2012.Pembuatan

Surfaktan Dari Minyak Kelapa Murni (VCO) Melalui Proses Amidasi Dengan

Katalis NaOH.Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol. 1, No. 1, 424-432.

Rostiana, O., S. M. Rosita, H. Wawan, Supriadi, dan A. Siti, 2003, Status Pemuliaan

Tanaman Kencur. Perkembangan Teknologi TRO, 15, 2, 25-38.

Roth, H.J. et al. 1994. Analisis Farmasi, cetakan kedua diterjemahkan oleh Sardjono

Kisman dan Slamet Ibrahim. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Rukmana, Rahmat. 1994. Kencur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Cetakan ke-13.

Sastroamidjojo, Hardjono. 1985. Spektroskopi Edisi I. Liberty. Yogyakarta.

Sadek, Basem; Hamruoni, Amar Mansuor; Adem, Abdu. 2013. Anti-inflammatory

agents of the carbamoylmethyl ester class: synthesis, characterization, and

pharmacological evaluation.Journal of Inflammation Research 6 35-43.

Siswandono, Soekardjo Bambang. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga

University Press.

Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Institut

Teknologi Bandung. Bandung.

Sukandar E Y, Tren dan Paradigma Dunia Farmasi, Industri-Klinik-Teknologi

Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB,

http://itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf, diakses Januari 2014.

Sukari, M. A., N. W. M. Sharif, A. L. C. Yap, S. W. Tang, B. K. Neoh, M. Rahmani,

G. C. L. Ee, Y. H. Taufiq-Yap, and U. K. Yusof, 2008, Chemical Constituens

Variations of Essential Oils from Rhizomes of Four Zingiberaceae Species, The

Malaysian J. Anal. Sci., 12:3, 638-644.

Sulaiman, M.R.; Z.A. Zakaria; I.A.Daud; F.N.Ng ; Y.C.Ng; M.T. Hidayat. 2008.

Antinociceptive and Anti-inflammatory activities of The Aqueous extract of

Kaempferia galanga leaves in animal models. J.Nat Med 62:221-227.

Surbakti, Darwis. Isolasi dan Transformasi Etil p-metoksisinamat dari Kaempferia

Galanga, Linn. Tesis ITB via Perpustakaan Digital ITB ( http://digilib.itb.ac.id/

(58)

Takeuchi, Koji; Hideki Ukawa; Akira Konaka; Motohiro Kitamura; Yasunari

Sugawa. 1998. Effect of Nitric Oxide-Releasing Aspirin Derivative on Gastric

Functional and Ulcerogenic Responses in Rats: Comparison With Plain

Aspirin. Journal Pharmacology and Experimental Theraupetics Vol. 286 No.1

115-121

Taufikurohmah, T.; Rusmini; Nurhayati. 2008. Pemilihan Pelarut Optimasi Suhu

Pada Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) Dari Rimpang

Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri Kosmetik.

Umar, Muhammad I.; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Item J. Atangwho 1;

Mun Fei Yam; Rabia Altaf; Ashfaq Ahmed. 2012. Bioactivity-Guided Isolation

of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from

Kaempferia galanga L. Extracts.Molecules, 17, 8720-8734.

Willard, Hobart H.; Lynne L. Merritt, Jr.; John A. Dean; Frank A. Settle, Jr. 1988.

Instrumental Methods of Analysis Seventh Edition. Wadsworth Publishing

Company. California.

Williams, LAD; A.O Connar; L. Latore; O Dennis; S. Ringer; J.A Whittaker; J

Conrad; B.Vogler; H Rosner; W Kraus. 2008. The In Vitro Anti-denaturation

Effects Induced by Natural Product and Non-steroidal Compounds in Heat

Treated (Immunogenic) Bovine Serum Albumin is Proposed as a Screening

Assay for the Detection of Anti-inflammatory compounds, without the Use of

Animals, in the Early Stages of The Drug Discovery Process. West Indian

(59)

(60)

Lampiran 1 Alur Penelitian

Isolasi Etil p-metoksisinamat dari Kencur (Kaempferia

galanga L.)

Senyawa Etil p-metoksisinamat

Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi

Analisa Hubungan Struktur dan Aktivitas Uji Aktivitas Antiinflamasi

Secara In-Vitro Modifikasi Struktur EPMS

dengan Reaksi Amidasi

(61)

Lampiran 2 Skema Isolasi Etil p-metoksisinamat

Rimpang Kencur

8 kg

Dipekatkan dgn Vacuum Rotary Evaporator

Dibersihkan dan

Filtrat pekat diendapkan pd suhu ruang

Rekristalisasi dgn n-heksan dan metanol Kristal yg terbentuk disaring

(62)

Lampiran 3 Perhitungan Bahan dan Rendemen Hasil Amidasi

Perhitungan bahan dan rendemen hasil amidasi

a. Etil p-metoksisinamat

 Terpakai = 6 ekivalen x mol etil p-metoksisinamat

(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)

Lampiran 10 Hasil Uji Aktivitas Antiinflamasi

1. Persentase Inhibisi Denaturasi Protein Senyawa Uji

No. Sampel Konsentrasi % inhibisi

1 Natrium Diklofenak

2. Tabel Absorbansi Natrium Diklofenak

Sample Absorbansi Rata-Rata

(73)

0,304

3. Tabel Absorbansi Etil p-metoksisinamat

Sample Absorbansi Rata-Rata

(74)

4. Tabel Absorbansi Senyawa Hasil Amidasi

Sample Absorbansi Rata-Rata

(75)

Lampiran 11 Sertifikat Analisa Bahan

1. Sertifikat Analisa Metanol

(76)
(77)
(78)

2. Sertifikat Analisa Natrium Diklofenak

(79)
(80)
(81)

Lampiran 13 Dokumentasi

Serbuk Rimpang Kencur Senyawa Hasil Amidasi

(82)

Gambar

Tabel 2.1 Serapan Khas Beberapa Gugus Fungsi ..................................................
Gambar 2.1 Rimpang Kencur (Koleksi Pribadi)
Gambar 2.2 Struktur Kimia Etil p-metoksisinamat
Gambar 2.3 Struktur Kimia Dietanolamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas kristal etil p - metoksisinamat dari rimpang kencur ( Kaempferia galanga Linn) dalam sediaan setengah

Pada pengujian kali ini juga mendapatkan hasil yang sama dimana senyawa Asam p- metoksisinamat sama sekali tidak memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi, terlihat dari

Telah dilakukan studi hubungan kuantitatif struktur aktivitas (HKSA) antiinflamasi dari 10 senyawa turunan asam sinamat dengan pendekatan Hansch berdasarkan

Modifikasi struktur pada senyawa etil p- metoksisinamat berhasil dilakukan melalu proses hidrolisis menjadi asam p -metoksisinamat, kemudian dilakukan nitrasi menggunakan

Judul Skripsi : Evaluasi Daya Penetrasi Etil p-Metoksisinamat Hasil Isolasi dari Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga L.) pada Sediaan Salep, Krim, dan Gel..

Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu

pada penelitian ini diteliti pengaruh macatn-macam kadar etanol sebagai pelarut penyari terhadap kadal etil-p-metoksisinamat yang tersari yang ditetapkan

Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi kemampuan senyawa etil-p-metoksisinamat (EPMS) yang terdapat pada kencur sebagai senyawa tabir surya melalui studi