• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Morfologi Organ Reproduksi Jantan Trenggiling (Manis javanica).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Morfologi Organ Reproduksi Jantan Trenggiling (Manis javanica)."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI

JANTAN TRENGGILING (

Manis javanica

)

YUSRIZAL AKMAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Morfologi Organ Reproduksi Jantan Trenggiling (Manis javanica) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Yusrizal Akmal

(4)
(5)

RINGKASAN

YUSRIZAL AKMAL. Karakteristik Morfologi Organ Reproduksi Jantan Trenggiling (Manis javanica). Dibimbing oleh CHAIRUN NISA’ dan SAVITRI NOVELINA.

Trenggiling adalah hewan soliter dengan reproduksi yang lambat. Akibat meningkatnya eksploitasi trenggiling karena permintaan pasar terutama dari Cina, maka terjadilah perburuan liar di alam sehingga populasi di alam menurun secara drastis. Untuk itu diperlukan suatu upaya konservasi, sehingga populasi trenggiling dapat dipertahankan dan lebih dikembangkan lagi. Organ reproduksi merupakan salah satu hal yang penting dalam menunjang upaya konservasi suatu spesies, terlebih bagi spesies yang populasinya sudah terancam punah seperti trenggiling (M. javanica). Sampai saat ini, data mengenai informasi karakteristik morfologi organ reproduksi jantan trenggiling baik makroanatomi maupun mikroanatomi masih sangat terbatas. Oleh karena itu penelitian yang bertujuan untuk

mempelajari karakteristik morfologi organ reproduksi jantan trenggiling (M. javanica) secara makroanatomi dan mikroanatomi perlu dilakukan untuk

memberikan informasi dasar guna menunjang upaya penangkaran.

Organ reproduksi jantan dari lima ekor trenggiling digunakan pada penelitian ini. Pengamatan makaroanatomi dilakukan terhadap posisi in situ dan morfometri, yang meliputi pengukuran panjang, lebar, tebal dari masing-masing bagian organ reproduksi dan tambahan pengukuran bobot untuk testis. Untuk pengamatan mikroanatomi, sampel masing-masing bagian organ reproduksi diproses dengan teknik histologi dengan metode parafin dan disayat dengan ketebalan 3-5 µm. Preparat diwarnai dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) untuk pengamatan struktur umum, Masson’s trichrome (MT) untuk pengamatan jaringan ikat, serta alcian blue(AB ) pH 2.5 dan periodic acid Schiff (PAS) untuk mengamati distribusi karbohidrat netral dan asam pada masing-masing kelenjar asesoris. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.

Trenggiling memiliki organ reproduksi yang terdiri atas sepasang testes,

epididymis dan ductus deferens yang selanjutnya bermuara ke urethra yang terdapat di dalam penis. Sepasang testes ascrotalis (tidak terbungkus oleh

scrotum) terletak di subcutanea daerah inguinales. Testis dexter dan sinister

memiliki bentuk dan ukuran yang relatif sama. Ukuran rata-rata testis adalah panjang 3.78±0.12 cm, lebar 1.24±0.02 cm, tebal 0.90±0.03 cm, dan bobot 5.64±0.04 g. Epididymis terdiri atas caput, corpus dan cauda, memiliki panjang rata-rata 4.78±0.02 cm, dengan posisi menyilang craniomedial pada corpus testis.

Panjang rata-rata ductusdeferens 8.98±0.31 cm, sedangkan penis memiliki ukuran rata-rata panjang dan diameter 5.39±1,63 cm dan 0.64±0.03 cm. Ditemukannya

testes ascrotalis di subcutanea daerah inguinales merupakan hasil yang menarik dari penelitian ini yang diduga terkait dengan perilaku trenggiling menggulung tubuh.

Testis tersusun atas tubuli seminiferi yang dipisahkan oleh jaringan interstisial. Dinding tubuli seminiferi disusun oleh membran basal tubuli, sel-sel epitel germinal (spermatogonia, spermatosit dan spermatid) dan sel-sel Sertoli.

(6)

jaringan ikat longgar sedangkan ductus deferens tersusun atas epitel silindris banyak baris semu bersilia yang dikelilingi oleh jaringan ikat longgar dan lapisan otot polos. Penis berukuran kecil, pendek, tidak memiliki glands penis dan bertipe

muscolocavernosus.

Kelenjar asesoris trenggiling jantan terdiri atas glandula vesicularis dan

prostata yang teramati secara makroanatomi serta glandula bulbourethralis yang hanya teramati secara mikroskopis. Rataan panjang dan ketebalan glandula vesicularis adalah 1.07 cm dan 0.41 cm, serta panjang dan ketebalan prostata

adalah 1.17 cm dan 0.54 cm. Kelenjar asesoris berlobulasi dengan jaringan ikat yang cukup tebal menyisip lobus dan lobulus. Glandula vesicularis bertipe kelenjar serous, sedangkan prostata bertipe kelenjar seromukus dengan dominan mukus dan glandula bulbourethralis bertipe kelenjar mukus. Sekreta glandula vesicularis mengandung karbohidrat netral dengan intensitas lemah dan tidak mengandung karbohidrat asam. Prostata mengandung karbohidrat netral dengan intensitas sedang, serta karbohidrat asam dengan intensitas lemah sampai negatif. Adapun sekreta glandula bulbourethralis mengandung karbohidrat netral dan asam dengan kosentrasi tinggi. Hal ini diduga terkait dengan peran glandula vesicularis dan prostata sebagai penghasil plasma semen, sedangkan glandula bulbourethralis berperan sebagai penghasil plasma semen maupun sebagai pembilas saluran urethra.

(7)

SUMMARY

YUSRIZAL AKMAL. Morphological Characteristics of the Male Reproductive Organs of Pangolin (Manis javanica). Supervised by CHAIRUN NISA’ and SAVITRI NOVELINA.

Pangolin is solitary animal with slow reproductive rate. Due to increasing exploitation of pangolin as market demand, especially from China, there was poaching in nature that caused the population in wild decreases dramatically. Reproductive organ is one of the important things in the conservation of species, especially for species that is already endangered such as pangolin (M. javanica). It required an effort of conservation, so the pangolin populations can be maintained and developed further. Recently, information of the morphological characteristics of male reproductive organs of pangolin, both macroanatomy and mikroanatomy, is still limited. Therefore, the study aims to find out the morphological morphometry, which includes measurements of length, width, and thickness of each part of the reproductive organs and added measurements of weight of testes. For microscopic observation, samples of each part of the reproductive organs was processed by histological techniques with paraffin method. Block paraffin were cut 3-5 µm and stained with hematoxylin eosin staining (HE), Masson's trichrome (MT), and Alcian blue (AB) pH 2.5 and periodic acid Schiff (PAS) for observation of general structure, connective tissue, and distribution of neutral and acidic carbohydrates at each accessories gland respectively. The data were analyses descriptively and was performed as tables and pictures.

The reproductive organs of the pangolin consisted of a pair of testes, epididymis and deferent duct which leads to the urethra in the penis. A pair of ascrotal testes was located in subcutis of inguinal area. The shape and size of right and left testes was relatively similar. The average size of the testes was 3.78±0.12 cm in length, 1.24±0.02 cm in width, 0.90±0.03 cm in thick and 5.64±0.04 g in weight. Epididymis formed head, body and tail which running oblique craniomedial at the body testis with average of length was 4.78±0.02 cm. The deferent duct measured of average length was 8.98±0.31 cm. The average size of length and diameter of penis was 5.39±1.63 cm and 0.64±0.03 cm respectively. The finding of ascrotal testes in subcutis of inguinal was an interesting result of the study which thought to be related to the behavior of pangolin to rolling up the body.

The testes were composed of seminiferous tubules separated by interstitial tissue. Seminiferous tubules composed of basal membrane, germinal cells (spermatogonium, spermatocyte and spermatid) and Sertoli cells. Epididymis was composed of ciliated simple columnar epithelium surrounded by loose connective tissue. The deferent duct epithelium was composed of ciliated pseudostratified columnar epithelium surrounded by loose connective tissue and smooth muscle layers. The size of penis was small, short, have not bulbus glandis, and was

(8)

The accessories gland of male reproduction organs of pangolin was consists of vesicular gland and prostate that were observed macroscopically and bulbourethral glands which were observed microscopically. The average of length and thickness of vesicular gland, was 1.07 cm and 0.41 cm, and the length and thickness of the prostate was 1.17 cm and 0.54 cm. The accessories gland were lobulated with thick connective tissues inserted into each lobes and lobules. The vesicular gland was serous type, the prostate was seromucous type with the mucous was dominantly, whereas the bulbourethral gland was mucous type. The secretion of vesicular gland was containing of neutral carbohydrate at weak intensity and was not an acidic carbohydrates. The prostate secreted both neutral and acidic carbohydrates with moderate and weak intensity respectively. While the bulbourethral gland secreted both neutral and acidic carbohydrates with strong intensity. It presumed that the vesicular gland and prostate were served to produce the plasma cement, while the bulbourethral gland was served as the plasma cement producer and as rinses the urethral duct.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Anatomi dan Perkembangan Hewan

KARAKTERISTIK MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI

JANTAN TRENGGILING (

Manis javanica

)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(11)
(12)

Judul Tesis : Karakteristik Morfologi Organ Reproduksi Jantan Trenggiling (Manis javanica).

Nama : Yusrizal Akmal NIM : B152120011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Drh Chairun Nisa’, MSi, PAVet Ketua

Dr Drh Savitri Novelina, MSi, PAVet Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Anatomi dan Perkembangan Hewan

Dr Drh Chairun Nisa’, MSi, PAVet

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Subyek yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah trenggiling, dengan judul Karakteristik Morfologi Organ Reproduksi Jantan Trenggiling (Manis javanica).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Drh Chairun Nisa’, MSi, PAVet dan Ibu Dr Drh Savitri Novelina, MSi, PAVet selaku pembimbing, yang telah banyak membimbing, membantu, memberi saran, masukan dan koreksi selama menyusun karya ilmiah ini, serta Bapak Dr Drh Heru Setijanto, PAVet (K) yang telah memberi masukan dan koreksi selaku penguji. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh Nurhidayat, MS, PAVet, Prof Dr Drh Srihadi Agungpriyono, PAVet (K), Drh Supratikno, MSi, PAVet dan Drh Danang Dwi Cahyadi yang telah memberi saran.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas pemberian beasiswa unggulan, kepada Sekolah Pascasarjana IPB atas kesempatan menempuh pendidikan S2, serta kepada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam atas sumbangan spesimen yang diberikan sebagai tambahan bahan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya serta kepada berbagai pihak yang tidak dapat disebut satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Trenggiling 3

Organ Reproduksi Jantan 4

Testis 5

Scrotum 5

Epididimis 6

DuctusDeferens 6

Kelenjar asesoris 6

Penis 8

3 METODE 9

Bahan 9

Metode Penelitian 9

A.Pengamatan Makroanatomi 9

B.Pengamatan Mikroanatomi 9

Analisis Data 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Hasil 11

Makroanatomi 11

Mikroanatomi 15

Pembahasan 23

5 SIMPULAN 26

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 32

(15)

DAFTAR TABEL

1 Morfometri organ reproduksi jantan trenggiling 11 2 Morfometri kelenjar asesoris organ reproduksi jantan trenggiling 13 3 Distribusi dan intensitas karbohidrat netral dan asam kelenjar asesoris

organ reproduksi jantan trenggiling 21

DAFTAR GAMBAR

1 Morfologi organ reproduksi jantan pada anjing 4

2 Morfologi kelenjar asesoris hewan jantan 7

3 Potongan melintang dari penis anjing. 8

4 Pengambilan sampel pada organ reproduksi jantan trenggiling 10

5 Diagram alir dan disain penelitian 10

6 Posisi testis trenggiling 12

7 Posisi in situ organ reproduksi jantan trenggiling 12 8 Gambaran makroanatomi kelenjar asesoris reproduksi jantan trenggiling 14 9 Gambaran mikroanatomi testis trenggiling jantan 15 10 Tipe sel epitel germinal tubuli seminiferi testis 16

11 Gambaran mikroanatomi ductus epididymis 17

12 Gambaran mikroanatomi ductusdeferens dan ampulla 18

13 Gambaran mikroanatomi penis trenggiling 19

14 Gambaran mikroanatomi glandula vesicularis 19

15 Gambaran mikroanatomi prostata 20

16 Gambaran mikroanatomi glandulabulbourethralis 21 17 Sebaran karbohidrat kelenjar asesoris jantan trenggiling 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur pewarnaan Hematoksilin Eosin(HE) 32

2 Prosedur pewarnaan Masson Trichome(MT) 33

3 Prosedur pewarnaan periodic acid Schiff(PAS) 34

(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara megabioversitas yang kaya dengan keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brasil. Dengan luas total daratan sekitar 1,3% dari seluruh permukaan bumi, Indonesia memiliki 12% jenis mamalia, 17% jenis aves dan 15% jenis amphibia (LIPI 2013). Namun sampai saat ini informasi ilmiah mengenai keanekaragaman hayati tersebut masih relatif sedikit dipublikasikan. Sementara itu eksploitasi keanekaragaman hayati terjadi dengan intensitas yang semakin tinggi karena permintaan pasar yang tinggi.

Trenggiling (Manis javanica) merupakan hewan yang dilindungi oleh pemerintah RI berdasarkan UU No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta PP No. 7/1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Menurut IUCN pada tahun 2008 (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources), trenggiling masuk ke dalam kategori endangered yaitu status konservasi yang diberikan kepada spesies dengan risiko kepunahan di alam yang tinggi pada waktu akan datang, sehingga masuk dalam daftar Red List. Namun menurut Konvensi Internasional Perdagangan Tumbuhan dan Hewan Langka (CITES: Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), trenggiling masuk kategori appendix II yang artinya pada saat ini trenggiling tidak termasuk kedalam kategori terancam punah, namun memiliki kemungkinan terancam punah jika perdagangannya tidak diatur (Lim dan Peter 2007). Meskipun trenggiling dilindungi, diduga populasinya semakin menurun akibat kehilangan habitat, perburuan dan perdagangan liar (Challender et al. 2011).

(17)

2

bulan terakhir mencapai 10-20 ton dengan omzet ratusan milyar rupiah (Hamzah 2012). Dalam kurun waktu 10-20 tahun mendatang populasi trenggiling di Indonesia dikhawatirkan akan habis dan akan menjadi sejarah jika tidak dilakukan berbagai upaya pencegahan.

Trenggiling merupakan salah satu mamalia yang unik dan menarik. Beberapa keunikan adalah morfologi tubuhnya ditutupi sisik-sisik yang keras seperti reptil, tidak memiliki gigi (toothless), lidah dapat menjulur panjang dan menggulung tubuh jika terancam (Breen 2012), serta memiliki pyloric teeth di daerah pilorus (Nisa’ et al. 2010) menggantikan ketiadaan gigi. Selain itu kemampuan penciuman trenggiling lebih baik dibandingkan dengan kemampuan penglihatannya (Robinson 2005). Hal tersebut sangat berhubungan dengan aktivitasnya yang lebih banyak terjadi pada malam hari (nokturnal), serta aktif menemukan sarang semut dan rayap untuk mendapatkan makanan dengan menggunakan kuku cakar yang kuat pada keempat kakinya (Payne dan Francis 1998). Makanan utama dari trenggiling adalah semut (Ordo Hymenoptera) dan rayap (Ordo Isoptera) (Lekagul dan McNeely 1977). Semut merah tanah (Myrmicaria sp) merupakan makanan yang lebih disukai trenggiling (Heryatin 1983).

Pemanfaatan satwa liar yang diambil dari alam, dikhawatirkan akan dapat menyebabkan penurunan jumlah populasi, sehingga perlu adanya suatu upaya penanganan yang mengarah pada kegiatan konservasi baik in situ maupun ex situ. Salah satu upaya antisipasi yang dilakukan untuk mengatasi penurunan populasi dan mempertahankan populasi trenggiling di alam yang mulai terancam punah adalah dengan penangkaran, sebagai bentuk konservasi. Prinsip yang harus diperhatikan dalam upaya penangkaran adalah memenuhi kebutuhan trenggiling untuk hidup layak dengan mengkondisikan lingkungan seperti pada habitat alami, sehingga trenggiling dapat bereproduksi dengan baik (Sawitri et al. 2012). Selain itu informasi tentang status biologi reproduksi dari satwa liar termasuk trenggiling sangat penting untuk pelaksanaan kegiatan konservasi ex situ. Salah satu aspek yang mendukung dalam bidang reproduksi satwa liar adalah pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi dari organ reproduksi baik betina maupun jantan, yang dapat digunakan untuk proses pembudidayaan, perkembangbiakkan, serta bahan penentu kebijakan dalam pengelolaan kehidupan satwa di penangkaran (Tethool 2011).

Sejauh saat ini, informasi mengenai karakteristik morfologi organ reproduksi jantan trenggiling (M. javanica) baik makroanatomi maupun mikroanatomi masih sedikit dilaporkan. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan agar informasi yang diperoleh dapat menunjang upaya penangkaran, sehingga populasi trenggiling dapat dipertahankan dan lebih dikembangkan lagi.

Tujuan Penelitian

(18)

3

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi baru dalam biologi reproduksi khususnya tentang karakteristik morfologi organ reproduksi jantan pada trenggiling (M. javanica). Selain itu informasi tersebut dapat menjadi data dasar dan informasi yang penting dalam upaya perkembangbiakkan dan preservasi sumber genetik trenggiling (M. javanica), serta acuan bagi mahasiswa, masyarakat, pemerhati satwa, pemerintah daerah dan semua pihak yang berkeinginan untuk melaksanakan budidaya trenggiling.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Trenggiling (Manis javanica. Desmarest, 1822)

Menurut Lekagul dan McNeely 1977; Voughan 1978; Corbet dan Hill 1992; Rahm 1990; Nowak 1997) trenggiling jawa memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Ordo : Pholidota Famili : Manidae Genus : Manis

Spesies : Manis javanica.

Nama trenggiling berasal dari bahasa melayu yakni "penggulling" atau "gulling" yang berarti suatu aktivitas menggulungkan atau melingkarkan tubuhnya (Lekagul dan McNeely 1977; Rahm 1990). Trenggiling (M. javanica) merupakan spesies mamalia yang unik dan menarik, karena sisik yang menutupi bagian dorsal tubuhnya membuat trenggiling lebih mirip seperti reptil dari pada mamalia (Stone 1990; Nowak 1997). Trenggiling (M. javanica) tidak memiliki gigi seperti unggas, sehingga makanan tidak mengalami proses pencernaan di dalam mulut, melainkan langsung digiling di dalam lambungnya dengan bantuan batu kerikil yang tertelan serta adanya lapisan otot yang tebal di daerah pilorus dan tonjolan-tonjolan itu yang disebut pyloric teeth (Nisa’ 2005).

Sebelumnya trenggiling ini diklasifikasikan ke dalam ordo Edentata yang didasarkan dari gabungan morfologi dan ketiadaan gigi. Namun, persamaan antara trenggiling dan Edentata adalah hasil dari kesamaan adaptasi dari kebiasaan makan dan tidak menunjukan adanya hubungan kekerabatan (Lekagul dan McNeely 1977; Rahm 1990; Stone 1990; Stevens dan Hume 1995; Nowak 1997).

(19)

4

merupakan hewan nokturnal dan terestrial, kecuali M. tetradactyla yaitu diurnal dan arboreal. Pada siang hari trenggiling lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur di dalam lubang-lubang atau dibawah dedaunan atau di celah-celah pohon (Rahm 1990).

Organ Reproduksi Jantan

Anatomi organ reproduksi jantan bervariasi pada berbagai spesies hewan. Variasi tersebut berhubungan erat dengan fungsi reproduksinya serta penyesuaian terhadap anatomi organ reproduksi betina. Secara umum, organ reproduksi jantan terdiri dari gonad (testis yang memproduksi spermatozoa dan hormon testosteron), saluran kelamin (ductus efferent), ductus epididymidis (caput, corpus dan cauda),

ductus deferens dan organ kopulatoris yaitu penis (Toelihere 1981; Cunningham 2002) serta kelenjar asesoris (ampulla, glandula vesicularis, prostata dan

glandula bulbourethralis) (Gambar 1). Testis terbungkus di dalam kantung

scrotum dan memiliki saluran-saluran yaitu ductus epididymidis dan ductus deferens. Scrotum memberikan lingkungan yang lebih cocok yaitu temperatur yang lebih rendah untuk menjaga spermatozoa agar tetap fertil sehingga mampu mencapai organ reproduksi betina dan membuahi ovum. Alat penyalur spermatozoa dimulai dari tubuli recti, rete testis (terdapat dalam testis), ductus efferent, ductus epididymidis (terdapat dalam epididimis), ductus deferens dan

urethra. Ductus epididymidis terdiri dari tiga bagian yaitu caput epididymidis,

corpus epididymidis dan cauda epididymidis (Colville dan Bassert 2002).

(20)

5

Testis

Testis merupakan organ kelamin primer pada sistem reproduksi hewan jantan. Pada mamalia umumnya testis berada di luar tubuh dan di bungkus oleh

scrotum. Testis berjumlah sepasang, umumnya berbentuk oval dengan ukuran yang bervariasi bergantung spesies (Colville dan Bassert 2002). Kambing dan domba memiliki testes berbentuk lonjong, berukuran panjang 0.75-1.15 cm, diameter 0.35-0.68 cm dan bobot 250-300 g (Hafez 1987). Ukuran testis dexter

dan sinister rusa timor pada tahap ranggah keras adalah: panjang ±9.178 cm dan ±9.094 cm, diameter ±4.343 cm dan ±4.238 cm dan bobot ±187.85 g (Handarini 2006). Ruminansia lainnya yaitu kancil memiliki ukuran testis dengan panjang ±1.233 cm, diameter ±0.820 cm dan bobot ±0.81 g (Najamudin 2010). Pada sapi, perkembangan testes secara pesat terjadi pada umur sembilan bulan dan terdapat korelasi positif antara berat testis dengan jumlah spermatozoa yang diproduksi (Toelihere 1981).

Testis dibungkus oleh tunica albuginea dan tunica vaginalis. Tunica albuginea merupakan jaringan ikat berwarna putih, mengandung serabut fibrosa dan serabut-serabut otot licin yang langsung membungkus testis (Noakes et al. 2001). Di bagian tengahtestis,jaringan ikat iniberhubungan dengan mediastinum testis. Tunica vaginalis merupakan jaringan ikat yang membungkus testis di superfisial tunica albuginea.

Fungsi dari testis terbagi menjadi dua, yaitu sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon reproduksi jantan (androgen) yaitu testosteron dan sebagai kelenjar eksokrin yang menghasilkan spermatozoa dalam proses spermatogenesis (Hafez 1987). Spermatozoa akan membuahi oosit pada hewan betina sewaktu terjadi kopulasi dan fertilisasi. Testis disusun oleh jaringan parenkim yaitu tubuli seminiferi dan dipisahkan oleh jaringan intersisial membentuk lobuli testis.Tubuli seminiferi merupakan saluran-saluran kecil tempat berlangsungnya proses spermatogenesis, dan didalamnya terdapat spermatogonia (germ cells) dan sel sertoli (nurse cells). Jaringan intersisial yang memisahkan tubulus seminiferus

terdiri atas sel-sel interstisial, sel Leydig, pembuluh darah dan sel-sel makrofag (Colville dan Bassert 2002, Frandson et al. 2009). Sel Leydig dapat ditemukan sebagai sel-sel tunggal atau berkelompok, dan berfungsi untuk menghasilkan hormon testosteron (Aughey dan Frye 2001). Pada bagian mediastinum testis, tubuli bergabung membentuk rete testis dan selanjutnya berhubungan dengan bagian caput epididymidis melalui ductus efferent. Testis digantung oleh funiculus spermaticus yang mengandung unsur-unsur seperti vena, saraf dan arteri dari

cavum abdominalis ke dalam scrotum melalui canalis inguinalis (Toelihere 1993).

Scrotum

Scrotum adalah kulit berkantung yang ukuran, bentuk dan lokasinya menyesuaikan dengan testis yang berada di dalamnya. Kulit scrotum tipis, lembut dan relatif kurang berambut. Di profundal dari kulit scrotum terdapat tunica dartos yang berkontraksi pada cuaca dingin dan membantu mempertahankan posisi terhadap dinding abdominal. Tunica dartos melintas bidang median antara dua testes dan membantu membentuk septum scrotalis, yang membagi testes

menjadi dua bagian, yaitu testis dexter dan sinister (Frandson et al. 2009).

(21)

6

Epididymis

Epididymis merupakan kumpulan dari ductus epididymis yang dilapisi oleh jaringan ikat membentuk struktur memanjang yang bertaut rapat dengan testis (Biscoe dan Renfree 1987). Epididymis menghubungkan ductus efferent pada testis dengan ductus deferens (vas deferens) (Frandson et al. 2009). Epididymis

mempunyai peranan sebagai jalan spermatozoa dari tubuli seminiferi, penyimpanan sementara spermatozoa, tempat pematangan spermatozoa dan proses pengentalan (konsentrasi) spermatozoa. Pada ujung proksimal testis, caput epididymidis menjadi pipih dan bersambung ke corpus epididymidis. Pada ujung distal testis, corpus membentuk cauda epididymidis (Salisbury dan VanDemark 1961). Cauda epididymis merupakan tempat penyimpanan spermatozoa dan mengandung sekitar 75% total spermatozoa epididymis (Hafez 1987). Secara umum di dalam epididymis ini spermatozoa akan mendapatkan energi dan mengalami perubahan baik morfologi maupun fisiokimia, sehingga sel spermatozoa ini mampu bergerak secara aktif (Anwar 1985).

Ductus Deferens

Ductus deferens menghubungkan cauda epididymidis dengan urethra di bagian pelvis. Ductus deferens meninggalkan cauda epididymidis kemudian berjalan melalui canalis inguinalis. Selanjutnya sepasang ductus deferens bersatu dan bermuara ke urethra. Pada masing-masing pangkal ductus deferens yang bermuara ke urethra terdapat pembesaran, disebut ampulla dan terletak di atas

vesica urinaria (Prastowo, 2008). Ampulla dapat mengandung kelenjar yang merupakan komponen pembentuk semen (Colville dan Bassert 2002). Lapisan tebal dari otot halus pada dindingnya menyebabkan ductus deferens menjadi sangat kompak (Colville dan Bassert 2002), untuk menunjang fungsinya mengangkut spermatozoa dari epididymis menuju ke urethra pada saat ejakulasi.

Kelenjar asesoris

Kelenjar asesoris organ reproduksi jantan terdiri dari ampulla, glandula vesicularis, prostata dan glandula bulbourethralis (Gambar 2). Namun, tidak semua hewan jantan memiliki semua tipe kelenjar asesoris tersebut. Pada beberapa spesies hewan, kelenjar asesoris ini tidak sama perkembangannya (Colville dan Bassert 2002). Kelenjar asesoris pada hewan jantan menghasilkan plasma semen sebagai media transport sperma, menyediakan nutrisi yang baik bagi sperma dan berperan sebagai buffer saat berada di saluran reproduksi betina yang bersifat asam (Frandson et al. 2009).

Ampulla merupakan pembesaran di pangkal ductus deferens, yang berkembang baik pada kuda, sapi, domba, sedikit berkembang pada anjing, namun tidak ada pada babi. Panjang ampulla pada domba yaitu ±7.0 cm (Toelihere 1981), rusa timor ±7.253 cm (Nalley 2006) dan kancil ±1.733 cm (Najamudin 2010). Ampulla mengandung kelenjar yang bermuara ke dalam ductus deferens

dan turut menghasilkan plasma semen (Frandson et al. 2009). Hasil sekresi

(22)

7

Gambar 2 Morfologi kelenjar asesoris hewan jantan. (A) Kuda ,(B) Sapi, (C) Babi, (D) Anjing. (1) Ampulla, (2) glandula vesicularis, (3) prostata, (4) glandula bulbourethralis, (5) penis, (6) vesica urinaria. (Sumber: Modifikasi Dari Colville dan Bassert 2002).

Glandula vesicularis terletak di sisi lateral dari pangkal ampulla. Saluran dari glandula vesicularis memasuki urethra pada daerah yang sama dengan

ductus deferens. Glandula vesicularis terdapat pada hewan domestik kecuali anjing dan kucing (Colville dan Bassert 2002). Ukuran glandula vesicularis

domba adalah panjang 0.4 cm, lebar 0.2 cm, tinggi 0.15 cm dan bobot 5 g (Toelihere 1981). Glandula vesicularis pada kancil berukuran panjang ±1.800 cm, tebal ±0.573 cm dan bobot ±0.029 g (Najamudin 2010). Adapun glandula vesicularis pada rusa timor berukuran panjang ±4.536 cm (Nalley 2006) Hasil sekresi kelenjar ini mengandung heksosa, fruktosa dan asam sitrat dengan konsentrasi tinggi yang selanjutnya akan disekresikan ke coliculus seminalis

(Hafez 1987).

Prostata merupakan kelenjar yang tidak berpasangan dan mengelilingi

urethra di daerah pelvis. Prostata dapat ditemukan sebagai corpus prostat dan

pars diseminata. Corpus prostat merupakan badan kompak yang berada pada bagian dorsal urethra, sedangkan pars diseminata tersebar di dalam dinding

urethra. Pada anjing dan kucing, corpus prostat berukuran besar, berbentuk globular dan mengelilingi keseluruhan dinding urethra (anjing) atau sebagian besar dinding urethra (kucing). Kuda hanya memiliki corpus prostat yang berukuran besar dan terdiri atas dua lobus lateral yang dihubungkan oleh istmus. Sapi dan rusa timur memiliki corpus prostaat dan pars diseminata, sedangkan pada kambing dan domba, hanya memiliki pars diseminata (Getty 1975; King 1993; Nalley 2006). Prostat pada kancil memiliki panjang ±1.733 cm, tebal ±0.653 cm dan bobot ±0.43 g (Najamudin 2010), sedangkan pada rusa timor memiliki corpus prostat dengan panjang ±2.061 cm (Nalley 2006).

Glandula bulbourethralis yang dikenal dengan kelenjar Cowper, adalah sepasang kelenjar yang terletak di dorsal urethra di cranial dari arcus ischiadicus

(23)

8

Gambar 3 Potongan melintang dari penis anjing. M. cavernosus (1), corpus cavernosum (2), corpus spongiosum (3), uretrha (4), m. retractor penis (5), preputium (6), os. penis (7), glans penis (8), bulbus glandis (9). (Sumber: Kardong 2009).

Penis

Penis merupakan alat kopulasi hewan jantan berfungsi sebagai organ yang menyalurkan plasma semen ke dalam saluran reproduksi betina dan sebagai tempat pengeluaran urin (Senger 2005; Hafez 1987). Penis dibungkus oleh kulit yang disebut preputium. Penis dapat dibagi atas radix penis, corpus penis dan

glans penis (Gambar 3). Corpus penis terdiri dari corpus cavernosum dan corpus cavernosum urethrae (corpus spongiosum). Ujung penis disebut glans penis

(Colville dan Bassert 2002).

Terdapat dua tipe penis yaitu tipe fibroelastic dan musculocavernosus. Penis bertipe fibroelastic dimiliki oleh hewan ruminansia dan babi dengan fleksura sigmoidea di bagian corpus penis. Pada saat ereksi fleksura sigmoidea akan meregang akibat relaksasi musculus retractor penis, sehingga penis keluar dari

preputium dan sedikit membesar (Pineda 2003). Walaupun mengalami pembesaran, panjang dan diameternya hampir sama dengan kodisi relaksasi, karena jumlah jaringan erektil relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah jaringan pengikat (Frandson et al. 1992). Tipe muscolocavernosus terdapat pada kuda, manusia dan carnivora. Pada tipe ini tidak memiliki fleksura sigmoidea tapi memiliki corpus cavernosum yang lebih subur dibandingkan dengan tipe penis

fibroelastic (Fahrudin et al. 2008). Pada saat ereksi terjadi penambahan diameter maupun panjang penis akibat sirkulasi darah arteri meningkat dan sirkulasi darah vena menurun (Wespes dan Schulman 1993), serta jaringan erektil (jaringan kavernosus) yang jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah

tunica albugenia dan jaringan pengikat lainnya (Frandson et al. 1992).

Penis domba berukuran panjang 35 cm dengan glans penis 5-7.5 cm, berdiameter relatif kecil 1.5-2 cm, dan mempunyai penjuluran sepanjang 4-5 cm yang merupakan bagian terminal urethra dan disebut processus urethralis

(Toelihere 1981). Penis rusa timor memiliki panjang ±43.75 cm dengan glans penis ±3.5cm (Nalley 2006). Penis kancil memiliki panjang ±14.233 cm dengan

(24)

9

3

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian pada bulan Agustus 2013 sampai dengan Mei 2014.

Bahan

Penelitian ini menggunakan organ reproduksi jantan dari lima ekor trenggiling (M. javanica). Empat ekor trenggiling jantan berasal dari hasil sitaan yang dihibahkan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA) pada tahun 2013 dan sudah diawetkan dalam formalin 10%, sedangkan satu sampel organ reproduksi jantan berasal dari penelitian Nisa’ pada tahun 2005 yang telah difiksasi dalam larutan Bouin selama 48 jam dan dipindahkan ke dalam alkohol 70%.

Metode Penelitian

A. Pengamatan makroanatomi

Pengamatan secara makroanatomi dilakukan terhadap posisi in situ, bentuk dan ukuran organ reproduksi jantan trenggiling (M. javanica) yang meliputi testes, saluran reproduksi dan penis. Pengukuran bobot tubuh dilakukan dengan menggunakan timbangan besar merek Berkel kekuatan 25 kg dan testes

menggunakan timbangan analitik merek Ohause berkapasitas 200 g. Pengukuran panjang, diameter/lebar dan tebal dilakukan dengan menggunakan kaliper dalam satuan cm. Semua hasil pengamatan didokumentasikan menggunakan kamera digital Canon EOS 400D.

B. Pengamatan mikroanatomi

Untuk pengamatan mikroanatomi, sampel jaringan diambil dari masing-masing bagian organ reproduksi jantan, yaitu secara melintang dari bagian

cranial, medial dan caudal serta secara memanjang (Gambar 4).

(25)

10

Gambar 4 Pengambilan sampel pada organ reproduksi jantan trenggiling. Testis kiri (A): bagian cranial (a), tengah (b), caudal (c) dan testis kanan (B): bagian memanjang (d). Ductus deferens (C): bagian cranial (e), tengah (f) dan caudal (g). Vesica urinaria (D). Kelenjar asesoris (E): bagian (h dan i). Penis (F): bagian radix (j), corpus (k) dan glans penis (l).

Analisis Data

Semua hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.

(26)

11

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Makroanatomi

Organ reproduksi jantan trenggiling terdiri atas sepasang testes, epididymis

(membentuk caput, corpus dan cauda), ductusdeferens dan urethra yang terdapat di dalam penis. Morfometri organ reproduksi jantan trenggiling setelah difiksasi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Morfometri organ reproduksi jantan trenggiling.

Organ Reproduksi*

Rataan 3.78±0.12 1.24±0.02 0.90±0.03 5.64±0.04

Epididymis

*Sampel organ reproduksi yang telah difiksasi dan tanda (-) tidak dilakukan pengukuran

Sepasang testis trenggiling berbentuk oval yang terletak di subcutanea

daerah inguinales di profundal m. cutaneus yang tebal dan tidak dibungkus oleh

(27)

12

Gambar 6 Posisi testis trenggiling yang terletak di subcutanea daerah

inguinales (A), dibungkus oleh kapsula jaringan ikat (B), testis tampak ventral (C) dan testis tampak dorsal (D). Testis (1), tunica vaginalis (2), tunica albugenia (3), funiculus spermaticus (4), pembuluh darah (4’), caput epididymidis (5), corpus epididymidis

(6), cauda epididymidis (7), ductus deferens (8), otot paha medial (9), dan m. cutaneus (10). Bar: A=1 cm; B-D=0.5 cm.

Gambar 7 Posisi in situ organ reproduksi jantan trenggiling setelah dikeluarkan dari tubuh, (A) tampak ventral dan (B) tampak dorsal. Sepasang testis (1) berbentuk oval dihubungkan oleh ductusdeferens (2) yang ujungnya terdapat glandula vesicularis (3), serta prostata pada (12) terdapat di dorsal vesicaurinaria. Bar: A dan B=1 cm.

(28)

13 Saluran kelamin jantan terdiri atas ductus epididymidis, ductus deferens, dan urethra. Ductus epididymidis merupakan suatu saluran panjang berkelok-kelok dan membentuk struktur memanjang yang bertaut rapat dengan testis disebut dengan epididymis. Epididymis membentuk caput, corpus dan cauda.

Caput epididymidis berbentuk pipih, cembung dan terletak di craniomedial testis, bersambung ke corpus epididymidis dan caudaepididymidis di ujung distal testis. Sebagian ductus deferens bertaut rapat dengan bagian dorsal testis (Gambar 6D, 7B). Panjang rata-rata epididymis dan ductus deferens berturut-turut adalah 4.78±0.02 cm dan 8.98±0.31 cm (Tabel 1).

Penis trenggiling terletak di daerah perineum tepat di ventral anus dan mengarah ke cranialventrad. Penis dibungkus oleh lipatan kulit yang disebut

preputium. Penis terdiri atas bagian radix, corpus, dan glans penis. Radix penis

mempunyai dua akar (crura) yang bertaut ke os pubis dan bagian dorsal bertaut pada glandulae anales yang terdapat di sekitar anus (Gambar 7B). Corpus penis

diselubungi oleh preputium dan dilanjutkan dengan bagian bebas yang disebut

glans penis (Gambar 7A). Bagian ujung dari glans penis pada trenggiling menyempit dan tidak memiliki bulbus glandis. Panjang keseluruan penis adalah 5.39±1.63 cm dengan panjang glans penis 0.97±0.10 cm. Adapun diameter bagian

corpus dan glans penis berturut-turut adalah 0.61±0.11 cm dan 0.48±0.21cm (Tabel 1).

Kelenjar asesoris pada trenggiling terdiri atasglandula vesicularis, prostata

dan glandula bulbourethralis. Morfometri kelenjar asesoris organ reproduksi jantan trenggiling setelah difiksasi disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Morfometri kelenjar asesoris organ reproduksi jantan trenggiling

Kelenjar asesoris organ reproduksi jantan trenggiling

Morfometri Glandula vesikularis Prostata Bulbourethralis*

Panjang (cm) 1.07 1.17 -

Tebal (cm) 0.41 0.54 -

*Glandula bulbourethralis (tidak tampak secara makroskopis)

Glandula vesicularis terdapat sepasang terletak pada pangkal ampulla dexter dan sinister yang akan bermuara ke urethra berupa pembesaran berbentuk kerucut dengan sisi yang lebar di bagian caudal dan menonjol ke arah ventrad

(Gambar 8). Rataan panjang dan ketebalan glandulavesicularis trenggiling adalah 1.07 cm dan 0.41 cm (Tabel 2). Pada trenggiling tidak terdapat pembesaran pada

(29)

14

Gambar 8 Gambaran makroanatomi kelenjar asesoris reproduksi jantan trenggiling. Tampak lateral (A), tampak dorsal (B) dan tampak

ventral (C). ductus deferens (1), glandula vesicularis (2), prostata

(3), glandulae anales (4), vesica urinaria (5), Penis (6). Bar: A-C=0.5 cm

1

3

6

2 4

5

1

2

4

2

4 5

3

6 1

4

4 3

2 2

(30)

15

Mikroanatomi

Testis disusun oleh tubuli seminiferi yang dipisahkan oleh jaringan interstisial. Membran basal tubuli, sel-sel epitel germinal (spermatogonia, spermatosit dan spermatid) dan sel Sertoli membentuk dinding tubuli seminiferi

(Gambar 9). Pada jaringan interstisial (intertubuli seminiferi) terdapat sel-sel

Leydig dan pembuluh darah. Pada bagian mediastinum testis, tubuli seminiferi

bergabung membentuk rete testis kemudian melalui ductus efferent menuju

epididymis melalui ujung proksimal dari testis yang langsung berhubungan dengan bagian caputepididymidis.

Gambar 9 Gambaran mikroanatomi testis trenggiling. Potongan melintang testis (A), B (Inset A) dan pembungkus testis (C). Tubuli seminiferi

(1), jaringan interstisial (2), sel Leydig (3), membran basal (4), sel Sertoli (5), spermatogonia (6), spermatosit (7), spermatid (8) dan

tunica albuginea (9). Pewarnaan HE: A dan B dan MT: C. Bar: A, C=100 μm; B=50 μm.

7

6

5 8

3 4

1 2

2 1

3 2

1

(31)

16

Pada penelitian ini dapat diamati adanya proses spermatogenesis pada tubuli seminiferi trenggiling yang menunjukkan perkembangan sepermatogonia menjadi spermatid sampai spermatozoa. Spermatogonia akan berkembang menjadi spermatogonia A dan selanjutnya menjadi spermatogonia B. Spermatogonia A memiliki inti berwarna pucat dengan sebagian besar sitoplasma tertutup inti dan terletak di membran basal. Spermatogonia B memiliki inti berwarna gelap dan terletak di membran basal dalam jumlah lebih banyak dibandingkan spermatogonia A. Setelah mengalami mitosis, spermatogonia B berkembang menjadi spermatosit primer yang dapat dibedakan berdasarkan kandungan kromatinnya menjadi: preleptotene, leptotene, zygotene, pachytene dan diplotene. Preleptotene merupakan hasil pembelahan spermatogonia B tahap awal. Leptotene

memiliki inti sel kecil dengan struktur kromatin membentuk untaian tipis yang mulai menyebar. Zygotene memiliki inti sel dengan kromatin mengumpul berbentuk setengah lingkaran (bulan sabit). Pachytene memiliki inti sel berukuran besar dengan sebaran kromatin merata. Diplotene merupakan tahap akhir dari spermatosid primer di tandai dengan sel yang membesar, memiliki inti besar dan sitoplasma yang banyak. Spermatosit primer mengalami pembelahan meiosis

menjadi spermatosit sekunder. Tahap ini sangat pendek, sehingga jarang ditemukan dan berdiferensiasi dengan cepat menjadi spermatid. Spermatid terdiri dari bentuk bulat (round) dan lonjong (elongated). Spermatid elongated sudah mengalami fase maturasi dan terletak di ujung adluminal dinding tubuli seminiferi. Perkembangan selanjutnya spermatid elongated menjadi spermatozoa dan dilepaskan ke lumen tubuli seminiferi testis (spermiasis), sehingga banyak ditemukan di lumen tubuli (Gambar 10).

Gambar 10 Tipe sel epitel germinal tubuli seminiferi testis (A-D). Spermatogonia A (1), dan spermatogonia B (2); spermatosit primer:

(32)

17

Epididymis tersusun atas epitel silindris sebaris bersilia yang dikelilingi oleh jaringan ikat dan lumennya berisi spermatozoa (Gambar 11). Cauda epididymidis mempunyai diameter lumen terluas diantara caput dan corpus epididymidis. Ductus deferens tersusun atas epitel silindris banyak baris semu bersilia yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang tebal dan lapisan otot polos yang tipis serta lumennya berisi spermatozoa (Gambar 12A, B). Bagian dari ujung

ductus deferens mengalami pembesaran sebelum bergabung dengan urethra dan disebut dengan ampulla. Ampulla disusun oleh sel-sel bertipe serous dengan inti sel terletak di tengah (Gambar 12C, D, E dan D).

Struktur penis terdiri atas corpuscavernosum penis dan corpuscavernosum urethra (corpus spongiosum penis) yang mengelilingi urethra (Gambar 13). Bagian superfisial penis terdapat jaringan ikat dan tunica albuginea yang menjulur ke profundal membentuk jaringan cavernosus. Mukosa urethra

dikelilingi oleh lamina propria yang memisahkannya dengan corpus cavernosum penis. Penis trenggiling memiliki tipe muscolocavernosus.

(33)

18

Gambar 12 Gambaran mikroanatomi ductusdeferens dan ampulla. Ductusdeferens (A), inset A (B), dan ampulla (C, D), inset C (E). Epitel silindris banyak baris semu (1), silia (2), lapisan jaringan ikat (3), lapisan otot (4), spermatozoa (5), capsula (6), septum interlobular (7), trabecula (8), sel-sel kelenjar bertipe serous dengan inti sel terletak di tengah (9), sekreta (10). Pewarnaan HE: A, B, C, E, dan MT: D. Bar: A=40 μm dan B=20 μm. C,D=200 μm E=50 μm.

5

2

1

3 1

2

4

3

6

7

10 9 5

4

8

9

10 9

7 6

8

9

(34)

19

Gambar 13 Gambaran mikroanatomi penis trenggiling. Tunica albuginea (1),

corpus cavernosum penis (2), septum penis (3), corpus cavernosum urethra (4), epitel silindris banyak baris (5), lumen urethra (6),

m. bulbocavernosus (7). Pewarnaan HE: A dan MT: B. Bar: A dan B=1 mm.

Glandula vesicularis berlobulasi dan masing-masing lobus dipisahkan oleh

septum interlobular membentuk lobulus-lobulus (Gambar 14A, B). Setiap lobulus dipisahkan oleh trabecula yang tersusun atas jaringan ikat (Gambar 14B). Dalam tiap lobulus terdapat ujung kelenjar yang meluas sebagai penampung sekreta yang disebut sinus. Glandulavesicularis trenggiling disusun oleh sel-sel bertipe serous dengan inti sel terletak di tengah (Gambar 14C).

(35)

20

Prostata trenggiling membentuk corpus prostat sedangkan pars desiminata

tidak ditemukan. Prostata dibungkus oleh capsula yang terdiri dari jaringan ikat yang membentuk lobus dan masing-masing lobus dipisahkan oleh septum interlobular, membentuk lobulus-lobulus (Gambar 15A, B). Setiap lobulus dipisahkan oleh trabecula yang tersusun atas jaringan ikat (Gambar 15B). Tipe kelenjar sekretoris prostata tergolong tipe tubuloalveolar yang disusun oleh sel-sel bertipe seromukus dengan dominan mukus. Sel serous memiliki inti sel-sel di tengah, sedangkan sel mukus memiliki inti sel di basal (Gambar 15C). Di antara kelenjar sekretori terdapat saluran yang berfungsi untuk menyalurkan sekreta menuju ductuli prostatici dan menuju ke ductus ejaculatorius selanjutnya berakhir di lumen urethra.

Gambar 15 Gambaran mikroanatomi prostata (A dan B) dan inset A (C).

Capsula (1), septum interlobular (2), trabecula (3), sel mukus (4), sel serous (4’), saluran kelenjar (5), uerthra (6). Pewarnaan HE: A dan C dan MT: B. Bar: A, B =200 μm dan C=50 μm.

Glandula bulbourethralis berlobulasi dan masing-masing lobus terbagi atas lobulus-lobulus (Gambar 16A, B). Jaringan interstisialnya kaya akan jaringan ikat kolagen dan serabut otot polos yang memisahkan masing-masing kelenjar sekretori (Gambar 16B). Tipe kelenjar sekretoris dari glandula bulbouretralis

tergolong tipe tubuloalveolar yang disusun oleh sel-sel bertipe mukus dengan inti sel di basal (Gambar 16C). Masing-masing lobulus glandula bulbourethralis

memiliki duktusdan selanjutnya bermuara ke duktus besar yang berada di bagian tengah (ductuscentralis) yang juga dilapisi oleh epitel kuboid.

1

2 3

4

5

2

1

5

3 4

6

6

4’

3

(36)

21

Gambar 16 Gambaran mikroanatomi glandula bulbourethralis (A dan B) dan inset A (C). Capsula (1), septum interlobular (2), trabecula (3), sel-sel kelenjar bertipe mukus dengan inti sel-sel di basal (4), saluran kelenjar (5), uerthra (6). Pewarnaan HE: A dan C dan MT: B. Bar: A=100 μm, B=5 μm, C= 200 μm D=100 μm.

Tabel 3 Distribusi dan intensitas karbohidrat netral dan asam kelenjar asesoris organ reproduksi jantan trenggiling dengan pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS

Kelenjar Asesoris Organ Reproduksi Jantan

Perwarnaan PAS

(Karbohidrat netral)

AB pH 2.5 (Karbohidrat asam)

Glandula vesikularis

a. Sitoplasma sel sekretoris +++ -

b. Sekreta lumen (lumen kelenjar) +++ -

c. Lumen saluran kelenjar ++ -

Prostata

a. Sitoplasma sel sekretoris +++ +

b. Sekreta lumen (lumen kelenjar) +++ -

c. Lumen saluran kelenjar ++ +

Glandul Bulbourethralis

a. Sitoplasma sel sekretoris ++ +++

b. Sekreta lumen (lumen kelenjar) ++ +++

c. Lumen saluran kelenjar ++ ++

Intensitas reaksi terhadap pewarnaan menunjukkan konsentrasi kualitatif karbohidrat. (-) negatif, (+) positif lemah=kosentrasi rendah, (++) positif sedang=kesentrasi sedang, (+++) positif kuat=kosentrasi tinggi.

2 3

4

5

2

1 5

3

4

(37)

22

Distribusi dan intensitas karbohidrat netral dan asam padakelenjar asesoris organ reproduksi jantan trenggiling menunjukkan hasil yang berbeda-beda terhadap pewarnaan PAS dan AB (Gambar 17; Tabel 3). Pada glandula vesicularis, sitoplasma sel-sel sekretoris, sekreta lumen dan lumen saluran kelenjar mengandung karbohidrat netral dengan intensitas sedang sampai kuat. Karbohidrat asam tidak ditemukan pada sitoplasma sel-sel sekretoris, sekreta lumen dan lumen saluran kelenjar (Gambar 17A, D; Tabel 3).

Gambar 17 Sebaran karbohidrat pada kelenjar asesoris organ reproduksi jantan trenggiling. Karbohidrat netral (+) dan asam (-) pada glandula vesicularis (A dan D). Karbohidrat netral (++) dan asam (-) pada

prostata (B dan E). Karbohidrat netral (+++) dan asam (+++) pada

(38)

23 Pada prostata, sitoplasma sel-sel sekretoris, sekreta lumen dan lumen saluran kelenjar hanya mengandung karbohidrat netral dengan intensitas sedang sampai kuat, sedangkan karbohidrat asam hanya ditemukan pada sitoplasma sel-sel sekretoris dan lumen saluran kelenjar dengan intensitas lemah namun pada sekreta lumen tidak ditemukan (Gambar 17B, E; Tabel 3). Pada glandula bulbourethralis, sitoplasma sel-sel sekretoris, sekreta lumen dan lumen saluran kelenjar mengandung karbohidrat netral dengan intensitas sedang sedangkan karbohidrat asam terdapat pada sitoplasma sel-sel sekretoris, sekreta lumen dan lumen saluran kelenjar dengan intensitas sedang sampai kuat. (Gambar 17C, F; Tabel 3).

Pembahasan

Trenggiling memiliki sepasang testis yang tidak terbungkus oleh scrotum

atau termasuk testesascrotalis, dan terdapat di subcutanea daerah inguinales. Hal ini merupakan hasil yang menarik karena pada umumnya hewan mamalia jantan memiliki scrotum. Scrotum berfungsi sebagai pembungkus testis dan menjaga testis dari suhu lingkungan. Pada umumnya testes akan turun dari rongga tubuh kedalam scrotum melalui proses descensus testicularis. Werdelin dan Nilsonne (1999), membedakan proses penurunan testes pada mamalia atas beberapa tipe, yaitu: a) testes turun ke dalam scrotum (testes scrotalis); b) testes turun dan terletak subcutanea karena tidak memiliki scrotum (testes ascrotalis); dan c)

testes yang tidak turun dan tetap terdapat di dalam rongga tubuh (testiconda). Pada mamalia scrotum berperan penting sebagai thermoregulator dan melindungi testis dari lingkungan (Gallup et al. 2009; Kleisner et al. 2010). Trenggiling merupakan hewan nocturnal dan memiliki suhu tubuh yang relatif rendah berkisar 33-34,5ºC (Heath 1992), lebih rendah dibandingkan mamalia pada umumnya, yaitu 37-39ºC (Ivanov 2006). Pada kondisi tersebut, jika testes tetap berada di ruang abdomen akan dapat mengganggu proses spermatogenesis. Proses spermatogenesis akan dapat berjalan dengan baik pada kisaran 2,5-3ºC lebih rendah dari suhu tubuh (Valeri et al. 1993), dan paling efisien pada suhu 34ºC (Gallup et al. 2009). Oleh karena itu tidak adanya scrotum pada trenggiling diduga tidak terlalu berpengaruh pada proses spermatogenesis hewan ini. Pada hewan yang tidak memiliki scrotum, perkawinan akan dilakukan dengan menghindari radiasi langsung dari sinar matahari dengan mencari tempat di bawah tanah atau berada di gua-gua (Brice et al. 2002). Hewan dengan testes ascrotalis

tetap masih dapat menjaga keberlangsungan keturunannya, tetapi membatasi kapasitas mereka untuk bereproduksi sepanjang tahun (Jones et al. 2004). Beberapa hewan mamalia dengan testes ascrotalis diantaranya adalah kelompok hewan dari ordo Eulipotyphla (beberapa jenis tikus, hedgehogs), Cetacea (paus) dan Pholidota (trenggiling), serta dari famili Rhinocerotidae (badak), Tapiridae

(tapir), Hippopotamidae (kuda nil), Phocidae (anjing laut) dan Odobaenidae

(singa laut) (Kleisner et al. 2010).

(39)

24

terhadap proses spermatogeneis. Spermatogenesis adalah proses pembentukan spermatozoa yang terjadi pada testis, (Bustos-Obregon et al. 2007), melalui proses diferensiasi spermatogonia (diploid) menjadi spermatozoa (haploid) yang diproduksi secara kontinu dan dinamis (Dreef et al. 2007). Dalam spermatogenesis terdapat tiga fase: pertama (tahap mitosis), spermatogonium berproliferasi dan menghasilkan spermatosit primer; kedua (fase meiosis), spermatosit primer mengalami rekombinasi genetik dan menghasilkan spermatosit sekunder yang kemudian akan berdiferensiasi menjadi spermatid; ketiga (spermiogenesis) mengalami proses diferensiasi sel, mengakibatkan morfologi sperma memiliki karakteristik untuk masing-masing spesies (Gartner dan Hiatt 1997).

Testis trenggiling dibungkus oleh tunica vaginalis dan membungkus saluran-saluran seperti epididymis dan ductus deferens seperti mamalia lainya.

Tunica albuginea merupakan jaringan ikat berwarna putih mengandung serat fibrosa (Noakes et al. 2001). Tunicaalbuginea berhubungan dengan mediastinum testis yaitu jaringan ikat yang memanjang dari testis. Testis umumnya berbentuk oval dengan ukuran yang bervariasi bergantung spesies (Colville dan Bassert 2002). Parenkim testis dibentuk oleh tubuli seminiferi dan interstitium yang berisi sel-sel Leydig dan sel-sel stroma. Proses diferensiasi dan maturasi sel-sel epitel germinal menghasilkan spermatid yang dilepaskan ke lumen tubuli melalui proses spermiasis dalam bentuk spermatozoa (Rosenfeld 2007). Pada bagian

mediastinum testis, tubuli seminiferi bergabung membentuk rete testis kemudian melalui ductus efferent menuju epididymis melalui ujung proksimal dari testis yang langsung berhubungan dengan bagian caputepididymidis (Rossi et al. 2012).

Ductus epididymidis merupakan suatu saluran panjang berkelok-kelok dan membentuk struktur memanjang yang bertaut rapat dengan testis disebut dengan

epididymis. Pada bagian cranial testis, ujung epididymis disebut caput berbentuk pipih, cembung dan terletak di craniomedial testis, hal ini mirip pada anjing (Evans dan De Lahunta 2013). Caput epididymidis bersambung ke corpus epididymidis serta pada ujung distal testis, corpus membentuk caudaepididymidis. Peningkatan diameter lumen dimulai dari corpus epididymidis sampai di cauda epididymidis (Rossi et al. 2012). Caudaepididymidis mempunyai diameter terluas (Noviana et al. 2000). Hal ini disebabkan karena cauda epididymidis merupakan tempat penyimpanan spermatozoa dan mengandung sekitar 75% total spermatozoa epididymis (Hafez 1987). Epididymis mempunyai peranan sebagai jalan spermatozoa dari tubuli seminiferi, penyimpanan sementara spermatozoa, serta proses absorpsi cairan sperma untuk meningkatkan kosentrasi spermatozoa (Jones 1999). Panjang saluran epididimis serta lambatnya gerakan spermatozoa memungkinkan spermatozoa untuk menyelesaikan proses pematangan spermatozoa yang disebut kapasitasi (Evans dan De Lahunta 2013).

Ductus deferens merupakan saluran yang menyalurkan spermatozoa menuju

urethra melalui colliculus seminalis (Rossi et al. 2012). Dinding ductus deferens

tersusun atas otot-otot polos yang berperan pada pengeluaran spermatozoa saat ejakulasi. Lapisan otot polos berperan penting dalam membantu pengeluran spermatozoa dengan gerakan peristaltik yang kuat pada saat ejakulasi (Khan et al.

2003). Pada trenggiling, ductus deferens akan membesar sebelum bergabung dengan urethra dan disebut dengan ampulla, sedangkan pada anjing tidak terdapat

(40)

25 Penis merupakan alat kopulasi hewan jantan yang berfungsi sebagai organ untuk menyalurkan semen ke dalam saluran reproduksi betina dan sebagai tempat pengeluaran urine (Senger 2005). Pada mamalia penis dapat dibagi atas radix penis, corpus penis dan glans penis. Pada bagian corpus penis terdapat corpus cavernosum penis dan corpus cavernosum urethra (corpus spongiosum penis). Pada saat ereksi terjadi penambahan diameter maupun panjang penis akibat sirkulasi darah arteri meningkat dan sirkulasi darah vena menurun (Wespes dan Schulman, 1993), serta darah tertahan di dalam jaringan erektil (jaringan

cavernosus) yang jumlahnya relatif lebih banyak (Frandson et al. 2009). Sel-sel otot polos cavernosa, memainkan peran yang penting dalam proses ereksi (Dean dan Lue 2005). Ujung bebas penis disebut glans penis, dan penis dibungkus oleh kulit yang disebut preputium (Colville dan Bassert, 2002). Penis trenggiling memiliki tipe muscolocavernosus dan berukuran panjang sekitar 5.39 cm sehingga pada saat kopulasi diduga melakukan penetrasi yang cukup dalam. Hal ini dikarenakan ukuran panjang vagina trenggiling betina sekitar 2.87 cm (Rachmawati 2011).

Kelenjar asesoris terdiri dari glandula vesicularis, prostata dan glandula bulbourethralis (Cowper’s) memainkan peranan penting dalam proses reproduksi. Morfologi kelenjar asesoris secara makroanatomi maupun mikroanatomi, bervariasi di antara spesies mamalia (Adebayo et al. 2009). Sekresi kelenjar asesoris menghasilkan plasma semen dengan volume terbesar (60-90%) dari volume total plasma (Aughey dan Frye 2001). Pertumbuhan kelenjar dan aktifitas sekresi kelenjar asesoris dipengaruhi oleh hormon testosteron (Adebayo et al.

2009). Kelenjar-kelenjar asesoris tersebut tidak semuanya terdapat pada setiap hewan jantan, adakalanya salah satu kelenjar tidak dimiliki atau meski dimiliki, namun tidak terlalu berkembang (Colville dan Bassert 2002).

Pada glandula vesicularis trenggiling, mengandung karbohidrat netral dengan kosentrasi sedang sampai tinggi, sedangkan karbohidrat asam tidak ditemukan pada kelenjar. Hal ini memperlihatkan bahwa glandula vesicularis

sedang aktif mesintesis karbohidrat netral. Pada manusia, glandula vesicularis

berperan dalam pembentukan koagulum plasma semen, modifikasi fungsi sperma (motilitas, kapasitasi) dan imunosupresi, serta mereabsorpsi cairan atau zat terlarut dan spermatozoa yang rusak (Aumüller dan Riva 1992). Sel-sel sekretoris

glandula vesicularis marmot mengandung karbohidrat netral maupun asam dengan intensitas yang lemah sampai tidak adanya karbohidrat netral dalam sitoplasma dan apikal sel-sel sekretoris (Chan dan Wong 1991). Hasil ejakulasi dengan menggunakan ejakulator listrik menunjukkan bahwa di dalam plasma semen tupai terdapat butiran-butiran sekereta glandula vesicularis di samping sel-sel spermatozoa (Berdford 1997).

Pada prostata trenggiling, mengandung karbohidrat netral dengan kosentrasi sedang sampai tinggi dan mengandung karbohidrat asam dengan kosentarasi rendah. Hal ini memperlihatkan bahwa prostata sedang aktif mesintesis karbohidrat netral dan karbohidrat asam sudah selesai disintesis dengan ditemukanya sekreta di lumen saluran kelenjar. Hasil ini serupa dengan prostata

(41)

26

Pada glandula bulbourethralis, mengandung karbohidrat netral dengan kosentrasi sedang dan mengandung karbohidrat asam dengan kosentarasi sedang sampai tinggi. Hal ini memperlihatkan bahwa glandula bulbourethralis sedang aktif mesintesis karbohidrat netral dan karbohidrat asam. Kandungan karbohidrat netral dan asam juga telah dilaporkan terdapat pada glandula bulbouertrhalis tikus (Muhamad et al. 2001), babi (Badia et al. 2006), manusia (Sirigu et al.,1993), domba (Dewi 2000). Karbohidrat netral yang terdapat pada kelenjar ini sebagian besar mengandung glikoprotein dan sedikit glikogen sedangkan karbohidrat asam mengandung gugus sulfat dan asam sialat (Tsukise et al. 1979). Glandula bulbourethralis berperan sebagai penghasil plasma semen dan sebagai pembilas saluran urethra. Secara fungsional glandula vesicularis dan prostata berperan lebih besar pada aspek reproduksi sebagai sumber plasma semen, sedangkan

glandula bulbourethralis berperan ganda sebagai penghasil plasma semen dan sebagai pembilas saluran urethra (Desiani et al. 2000).

5

SIMPULAN

Organ reproduksi jantan trenggiling terdiri dari sepasang testis, epididymis, dan ductus deferens yang bermuara ke urethra di dalam penis. Testis tidak di bungkus oleh scrotum (testes ascrotalis) dan terletak di subcutan daerah

inguinales. Bentuk dan ukuran testis dexter dan sinister relatif sama, berbentuk oval dan memiliki caput, corpus dan cauda epididymis dengan posisi menyilang

craniomedial pada corpus testis. Kelenjar asesoris pada trenggiling terdiri dari sepasang glandula vesicularis dan glandula bulbourethralis serta prostata yang tunggal. Testes ascrotalis tidak berpengaruh terhadap proses spermatogenesis, ditandai adanya perkembanga spermatogonia menjadi spermatid dan spermatozoa.

Glandula vesicularis bertipe kelenjar serous, sedangkan prostata bertipe kelenjar seromukus dengan dominan mukus dan glandula bulbourethralis bertipe kelenjar mukus. Sekreta glandula vesicularis mengandung karbohidrat netral dengan intensitas sedang sampai kuat dan tidak mengandung karbohidrat asam.

Prostata mengandung karbohidrat netral dengan intensitas sedang, serta karbohidrat asam dengan intensitas negatif sampai lemah. Adapun sekreta

glandula bulbourethralis mengandung karbohidrat netral dan asam dengan kosentrasi tinggi. Hasil tersebut diduga terkait dengan peran glandula vesicularis

Gambar

Gambar 2  Morfologi kelenjar asesoris hewan jantan. (A) Kuda ,(B) Sapi,        (C) Babi, (D) Anjing
Gambar  4 Pengambilan sampel pada organ reproduksi jantan trenggiling. Testis kiri (A): bagian cranial (a), tengah (b), caudal (c) dan testis kanan (B): bagian memanjang (d)
Tabel 1 Morfometri organ reproduksi jantan trenggiling.
Tabel 2  Morfometri kelenjar asesoris organ reproduksi jantan trenggiling
+2

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum anatomi organ reproduksi muncak jantan hampir sama dengan ruminansia seperti kambing dan domba, namun organ reproduksi muncak jantan memiliki karakteristik

Penelitian ini menggunakan 12 ekor domba lokal jantan dengan umur 3, 5, 7 dan 9 bulan (masing-masing ada 3 ekor domba sebagai ulangan), yang dipotong pada bobot potong 10, 15,

Ketika laki-laki sudah bisa menghasilkan sperma, maka hanya dengan satu saja sperma yang bertemu/bersatu dengan sel telur perempuan yang matang (melalui hubungan seks), maka

Pada bagian kaudal masing-masing hemipenis ditemukan otot retraktor yang dalam keadaan tidak ereksi, me- manjang ke arah ekor dan terpisah satu dengan yang lain (Gambar 2B)..

javanica memilih habitat yang memiliki 9 komponen khusus yang dikelompokkan menjadi 6 ciri utama, yaitu: (1) kerapatan tutupan tajuk atas dengan kategori tinggi, (2) jumlah

 Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra Septum orbita yang

toksik di hati yang kedua sering terjadi pada pasien dengan abnormalitas

Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar