• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Kebakaran Hutan di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Kebakaran Hutan di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI KPH BOGOR PERUM

PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

FILDAH AMALINA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Kebakaran Hutan di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten adalah benar karya saya dengan bimbingan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi dan lembaga mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Fildah Amalina

(4)

ABSTRAK

FILDAH AMALINA. Potensi Kebakaran Hutan di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Dibimbing oleh BAMBANG HERO SAHARJO. Potensi kebakaran hutan dikaji berdasarkan pengendalian kebakaran hutan dan sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan yaitu aktivitas manusia serta curah hujan. Tujuan penelitian untuk menganalisis tingkat kerawanan terjadinya kebakaran hutan berdasarkan curah hujan 5 tahun terakhir, mengkaji sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan dan menganalisis upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan rata-rata curah hujan per tahun dalam 5 tahun terakhir, yaitu 2 545 mm maka KPH Bogor termasuk kategori tidak rawan terhadap kebakaran hutan. Potensi kebakaran hutan akibat pembersihan lahan oleh masyarakat tergolong rendah karena sistem pembakaran terkendali yang diterapkan oleh masyarakat dan akibat konflik sosial cukup tinggi karena kurang terjalinnya komunikasi baik antara pihak KPH Bogor dengan masyarakat sekitar hutan. Rendahnya informasi mengenai penyuluhan kepada masyarakat dan kurang diperhatikannya keberadaan papan peringatan adalah bentuk belum optimalnya upaya pengendalian.

Kata kunci: aktivitas manusia, curah hujan, KPH Bogor, potensi kebakaran, upaya pengendalian research are to analyze the level of vulnerability forest fire based on rainfall rate from 5 years recently, to study the source of forest fire and analyze the efforts of forest fire controlling in KPH Bogor. The result showed that the average of yearly rainfall rate on recent 5 years is 2 545 mm. It can be categorized into not prone toward forest fire. The potential of forest fire that caused by land clearing was low because it was controlled burning applied by the society. The potential of forest fire that caused by social conflict was quite high due to lack of good relations between KPH Bogor and the society. Less on information about socialization program and less on attention toward the existence of warning board is a ineffective forest fire controlling.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI KPH BOGOR PERUM

PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

FILDAH AMALINA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Potensi Kebakaran Hutan di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

Nama : Fildah Amalina NIM : E44090057

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, MAgr Dosen Pembimbing

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi berjudul Potensi Kebakaran Hutan di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, MAgr selaku pembimbing yang telah banyak memberikan waktu luang untuk memberikan saran serta arahan sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan dengan baik. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Amira selaku staff Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga dan Bapak Adis selaku petugas RPH Maribaya yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta Bapak Moh. Erfan dan Ibu Nanik Wijaya serta seluruh keluarga yang selalu setia memberi dukungan dan mendoakan keberhasilan penulisan skripsi ini. Terimakasih kepada Vera Linda dan Yusi Nurmala yang telah membantu dalam pengumpulan data selama penelitian serta Intan Endawaty yang banyak memberi bantuan dan saran. Ucapan terimakasih juga penulis berikan kepada teman-teman penulis, yaitu Prasetya Agista, Ika Syahfitri, Ikbal Putera, Dery Fauzan, Lia Fauziah, Lody Junio, Tria Amelia, Triary Casuarina, Hannum W, Arry Resty, Ade Ayu dan Risna Silfiana yang selalu menemani dan memberikan semangat dan dukungan, sehingga skripsi ini dapat dapat terselesaikan dengan baik. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh Silvikultur 46.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna, sehingga dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari semua pembaca. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Penelitian 2

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4

Profil KPH Bogor 4

Profil Desa Penelitian 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Tingkat Kerawanan Kebaran Hutan Berdasarkan Curah Hujan 7

Sumber Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan 9

Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Bogor 14

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 19

(11)

DAFTAR TABEL

1 Kelas kerawanan kebakaran hutan berdasarkan curah hujan 4

2 Klasifikasi tingkat pendidikan desa penelitian 6

3 Klasifikasi mata pencaharian desa penelitian 6

4 Luas lahan garapan masyarakat 9

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian 5

2 Kondisi curah hujan periode 2008–2012 di RPH Maribaya 7 3 Frekuensi kebakaran hutan di RPH Maribaya tahun 2008–2012 8 4 Luas areal terbakar di RPH Maribaya tahun 2008–2012 8 5 Jumlah curah hujan per tahun dalam 5 tahun terakhir (2008–2012) 9 6 Persentase cara pembersihan lahan masyarakat Desa Tapos dan Desa

Barengkok 10

7 Persentase kegagalan masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok

dalam proses pembakaran 12

8 Persentase alasan masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok melakukan pembersihan lahan dengan cara bakar 12

9 Pembersihan lahan dengan cara bakar 13

10 Penyebab kebakaran hutan 14

11 Persentase partisipasi masyarakat dalam penyuluhan 15 12 Bentuk penyuluhan tidak langsung (a) papan peringatan dan (b) papan

larangan 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data kebakaran hutan di RPH Maribaya tahun 2008–2012 19

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kondisi hutan Indonesia saat ini tampak memprihatinkan. Luas hutan di Indonesia menyusut setiap tahunnya akibat deforestasi hutan. Kementrian kehutanan mencatat kerusakan hutan periode 2003–2008 mencapai 0.9 juta hektar per tahun (Hakim 2010). Banyak faktor yang menyebabkan deforestasi hutan, salah satunya adalah kebakaran hutan yang terjadi hampir setiap tahun di seluruh wilayah Indonesia. Kebakaran hutan Indonesia terbesar terjadi pada tahun 1997/1998 yang menghanguskan seluas 9.7 juta hektar (Suyanto dan Aplegate 2001). Kebakaran hutan menurut Saharjo (2003) merupakan pembakaran yang penjalarannya bebas serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti serasah, rumput, ranting/cabang pohon mati, pohon mati yang tetap berdiri, logs, tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedauan dan pohon-pohon.

Kebakaran hutan di Indonesia umunya disebabkan oleh aktivitas manusia dalam menggunakan api dalam aktivitas sehari-hari (sengaja ataupun kelalaian). Beberapa contoh aktivitas manusia yang menjadi penyebab kebakaran hutan di Indonesia, yaitu penggunaan api oleh para pencari rotan dan madu di KPH Banyuwangi, kegiatan perladangan dan usaha dalam mendapatkan rumput untuk ternak di Sumatra Selatan, kelalaian pendaki gunung dalam pengguaan api di Gunung Ciremai dan akibat perambatan api pada pembersihan lahan oleh masyarakat di Kalimantan Selatan (Wibowo 2003). Kondisi kesejahteraan sosial masyarakat sekitar hutan memegang kunci dalam adanya gangguan pada hutan seperti terjadinya kebakaran hutan (Pratiwi 2007). Aktivitas manusia tersebut ditunjang oleh kondisi iklim, yaitu curah hujan. Menurut Syaufina (2008) puncak kebakaran hutan terjadi pada bulan-bulan dengan curah hujan yang rendah.

Kejadian kebakaran hutan sebagian besar berdampak merugikan. Dampak yang ditimbulkan meliputi berbagai aspek, yaitu aspek ekologi, ekonomi, sosial dan kesehatan bahkan psikologis dan politik (Suratmo 2003). Besarnya dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan maka dibutuhkan kajian terhadap potensi kebakaran hutan.

Potensi kebakaran hutan di KPH Bogor dapat dikaji berdasarkan upaya pengendalian dan sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan serta faktor yang mempengaruhinya, yaitu curah hujan. Sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan dikaji berdasarkan aktivitas masyarakat meliputi kegiatan pembersihan lahan dan konflik sosial masyarakat. Kajian potensi kebakaran hutan di KPH Bogor penting dilakukan guna mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan.

(13)

2

Tujuan Penelitian

1 Menganalisis tingkat kerawanan terjadinya kebakaran hutan di KPH Bogor berdasarkan curah hujan 5 tahun terakhir (2008–2012).

2 Mengkaji sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan di KPH Bogor. 3 Menganalisis upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Bogor.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi kebakaran hutan di KPH Bogor berdasarkan upaya pengendalian dan sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan serta faktor yang mempengaruhi, yaitu curah hujan sehingga dapat dijadikan sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya kebakaran hutan di wilayah KPH Bogor.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di RPH Maribaya BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dengan desa penelitian yaitu Desa Tapos dan Desa Barengkok. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan November 2013.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitan adalah kuesioner, kamera dan alat perekam. Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data curah hujan 5 tahun terakhir (2008–2012), data kebakaran hutan 5 tahun terakhir (2008–2012), data monografi Desa Tapos dan Desa Barengkok, kondisi umum wilayah penelitian dan data pendukung yang relevan dengan penelitian, yaitu studi pustaka.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terdiri atas empat tahapan kegiatan, yaitu pemilihan lokasi, penetapan responden, teknik pengumpulan data dan analisis data.

Pemilihan Lokasi

(14)

3 desa tersebut mengelilingi kawasan hutan RPH Maribaya BKPH Parung Panjang KPH Bogor.

Penetapan Responden

Penetapan responden sebagai objek penelitian dilakukan dengan metode

snowball sampling technique, yaitu pada awalnya peneliti mengenal informan kunci yang kemudian informan kunci akan memperkenalkannya kepada informan lain (Bungin 2011). Jumlah responden masing-masing desa sebanyak 30 orang, sehingga total responden keseluruhan sebanyak 60 orang. Informan dalam penelitian ini adalah pihak RPH Maribaya BKPH Parung Panjang KPH Bogor.

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer, meliputi:

a Wawancara mendalam

Pengumpulan data wawancara mengikuti metode Muhadjir (1992), yaitu peneliti mendatangi responden secara langsung dan mengambil kesempatan yang memudahkan. Informasi sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan meliputi kegiatan pembersihan lahan dan konflik sosial masyarakat serta upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Bogor diperoleh dengan menanyakan secara langsung kepada responden (masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok) yang dipandu dengan daftar pertanyaan (kuesioner).

b Observasi

Pengumpulan data dilakukan berdasarkan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Informan dalam penelitian adalah pihak RPH Maribaya.

Pengumpulan data sekunder diperoleh melalui studi dokumen dan arsip. Data sekunder meliputi data curah hujan bulanan 5 tahun terakhir (2008–2012), data kebakaran hutan 5 tahun terakhir (2008–2012), data monografi Desa Tapos dan Desa Barengkok, kondisi umum wilayah penelitian dan data pendukung yang relevan dengan penelitian, yaitu studi pustaka.

Analisis Data

Analisis data penelitian ini bersifat deskriptif dengan menarasikan semua fakta yang diperoleh di lapangan. Analisis tingkat kerawanan kebakaran hutan dilihat dari rata-rata curah hujan per tahun dalam 5 tahun terakhir. Selanjutnya, diklasifikasikan pada kelas kerawanan kebakaran hutan berdasarkan curah hujan (Septicorini 2006).

Tabel 1 Kelas kerawanan kebakaran hutan berdasarkan curah hujan

Kelas kerawanan Curah hujan (mm)

Rawan sangat tinggi < 500

Rawan sedang 1 000-1 500

Tidak rawan > 2 000

(15)

4

Analisis sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan dilakukan dengan mengidentifikasi data hasil wawancara mendalam dan observasi di lapangan terkait dengan pembersihan lahan dan konflik sosial masyarakat sekitar kawasan hutan KPH Bogor. Data disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan gambar. Analisis upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Bogor dengan mengidentifikasi data hasil wawancara mendalam dan observasi di lapangan mengenai pencegahan, pra pemadaman, pemadaman dan penanganan pasca kebakaran. Data disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan gambar.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Profil KPH Bogor Letak dan Luas Wilayah

Wilayah KPH Bogor secara geografis terletak pada koordinat 106o

20’28”BT sampai 107o17’09” BT dan 05o55’24” LS sampai 06o48’00” LS. Luas kawasan hutan KPH Bogor berdasarkan sejarah berita acara tata batas (BATB) adalah 90 856.45 hektar dan yang telah dikukuhkan seluas 84 360.40 hektar tersebar di tiga kelas perusahaan yaitu: KP Akasia mangium, KP Meranti dan KP Pinus, dikarenakan adanya kawasan hutan yang masuk dalam perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Gunung Gede Pangrango maka luas kawasan KPH Bogor sampai tahun 2010 adalah 49 342.59 hektar.

Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Parung Panjang secara administratif pemerintahan berada pada 3 (tiga) wilayah kecamatan, yaitu kecamatan Tenjo, Jasinga dan Parung Panjang yang secara geografis terletak pada koordinat 106o26’03” BT sampai 106o35’16” BT dan 06o35’20” LS sampai 06o27’01” LS dengan batas administrasf sebagai berikut:

Sebelah utara : BKPH Tangerang Sebelah selatan : BKPH Jasinga Sebelah timur : BKPH Jasinga Sebelah barat : BKPH Lebak

Kawasan hutan BKPH Parung Panjang ditetapkan sebagai Kelas Perusahaan (KP) Akasia mangium yang terdiri dari 3 Resort Pemangkuan Hutan (RPH) seluas 5 397.24 hektar, yaitu RPH Tenjo seluas 1 536.15 hektar, RPH Maribaya seluas 127.39 hektar dan RPH Tenjo seluas 1 733.70 hektar (Perum Perhutani KPH Bogor 2011).

Topografi dan Iklim

(16)

5 permukaan laut, BKPH Parung Panjang berada pada ketinggian 38–113 mdpl (Perum Perhutani KPH Bogor 2011).

RPH Maribaya terletak pada ketinggian 60 mdpl, dengan curah hujan rata-rata 2 761 mm per tahun. Keadaan topografi RPH Maribaya secara umum datar, dengan kemiringan lahan antara 0% sampai 5%.

Profil Desa Penelitian Keadaan Wilayah Penelitian

Gambar 1 Lokasi penelitian

Desa Tapos seluas 610.14 hektar termasuk dalam Kecamatan Tenjo RPH Maribaya BKPH Parung Panjang Kabupaten Bogor. Batas-batas wilayah Desa Tapos adalah sebelah utara berbatasan dengan Desa Batok Kecamatan Tenjo, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Barengkok Kecamatan Jasinga, sebelah timur berbatasan dengan Desa Pangaur Kecamatan Jasinga dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Ciomas Kecamatan Tenjo.

(17)

6

Kondisi Sosial dan Ekonomi

Desa Tapos memiliki penduduk berjumlah 7 743 jiwa dan jumlah penduduk Desa Barengkok adalah 8 238. Tingkat pendidikan di Desa Tapos mayoritas pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 765 orang, sedangkan pada Desa Barengkok mayoritas pada tingkat tidak tamat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 1 628 orang, yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi tingkat pendidikan desa penelitian

Jenis pendidikan Desa Tapos (orang) Desa Barengkok (orang)

Tidak tamat SD 356 1 628

Sumber: Laporan tahunan kinerja Desa Tapos 2012 dan Desa Barengkok 2012

Mata pencaharian penduduk Desa Tapos umumnya adalah sebagai buruh sebanyak 987 orang, kemudian disusul dengan buruh tani sebanyak 850 orang dan pekerja swasta sebanyak 788 orang. Pada Desa Barengkok mayoritas penduduk adalah sebagai petani sebanyak 2 821 orang, kemudian disusul dengan buruh tani sebanyak 1 031 orang dan buruh sebanyak 819 orang, yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Klasifikasi mata pencaharian desa penelitian

Mata pencaharian Desa Tapos (orang) Desa Barengkok (orang)

PNS 18 8

(18)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Kerawanan Kebaran Hutan Berdasarkan Curah Hujan

Iklim dan cuaca bukan sebagai penyebab utama kebakaran hutan, namun mempengaruhi dengan cara yang berbeda tetapi saling berhubungan, yaitu menentukan jumlah total bahan bakar yang tersedia, musim kebakaran yang panjang, mengatur kadar air dan flamabilitas dari bahan bakar mati, serta mempengaruhi proses penyalaan dan penjalaran kebakaran hutan (Syaufina 2008). Curah hujan adalah faktor iklim yang memegang peran penting dalam terjadinya kebakaran hutan karena menentukan akumulasi bahan bakar rerumputan.

Musim kebakaran hutan biasanya berhubungan dengan pola curah hujan. Hasil penelitian Syaufina (1988) dalam Syaufina (2008) menunjukkan bahwa peningkatan kebakaran hutan terjadi pada bulan-bulan dengan curah hujan yang rendah (kurang dari 60 mm). Curah hujan kurang dari 60 mm berdasarkan klasifikasi Schimidt dan Fergusson termasuk dalam bulan kering, sedangkan curah hujan lebih dari 60 mm termasuk dalam bulan basah (Handoko 1994).

Gambar 2 Kondisi curah hujan periode 2008–2012 di RPH Maribaya Gambar 2 menunjukkan bahwa curah hujan terendah terdapat pada bulan Juli tahun 2008 dimana tidak terjadi hujan, sedangkan curah hujan tertinggi yaitu bulan September tahun 2010 sebesar 554 mm. Kejadian kebakaran hutan pada tahun 2008 tidak terjadi pada bulan Juli melainkan pada bulan Agustus dengan curah hujan sebesar 133 mm.

Kejadian kebakaran hutan di RPH Maribaya terjadi hampir setiap tahun selama 5 tahun terakhir, kecuali pada tahun 2010. Kejadian kebakaran hutan tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan frekuensi 5 kali (Gambar 3) dengan total areal terbakar seluas 5 hektar (Gambar 4) yang terjadi pada bulan September. Pada bulan tersebut curah hujan di KPH Bogor rendah yaitu sebesar 39 mm. Menurut Syaufina (2008) frekuensi dan luas kebakaran tertinggi terjadi pada bulan dengan curah hujan rendah (kurang dari 60 mm). Curah hujan berpengaruh terhadap kelembaban regional hutan, khususnya terhadap bahan bakar. Curah hujan yang rendah maka kelembaban bahan bakar rendah dan kadar air pun rendah, sehingga potensi kebakaran tinggi. Kerugian akibat kebakaran hutan pada

(19)

8

tahun 2011 sebesar Rp 9 900 000. Jenis tanaman yang mengalami kerusakan adalah mangium, tumbuhan bawah dan habitat hutan lainnya.

Kebakaran hutan tahun 2009 terjadi pada bulan Mei dengan total areal terbakar seluas 2 hektar dengan curah hujan cukup tinggi yaitu sebesar 67 mm. Kebakaran hutan tahun 2012 terjadi pada bulan September dengan total areal terbakar seluas 0.8 hektar dengan curah hujan cukup tinggi sebesar 116 mm. Kejadian kebakaran hutan di RPH Maribaya dalam 5 tahun terakhir (2008–2012) rata-rata terjadi pada bulan Agustus dan September.

Gambar 3 Frekuensi kebakaran hutan di RPH Maribaya tahun 2008–2012

Gambar 4 Luas areal terbakar di RPH Maribaya tahun 2008–2012

Tipe kebakaran yang terjadi di RPH Maribaya adalah kebakaran permukaan, karena api membakar serasah, semak-semak dan anakan pohon. Kebakaran tipe ini jika tidak cepat dipadamkan dapat menjalar ke arah tajuk yang didukung dengan bantuan angin, sehingga terjadi kebakaran tajuk. Menurut pihak RPH Maribaya kebakaran hutan disebabkan oleh aktivitas manusia.

(20)

9

Gambar 5 Jumlah curah hujan per tahun dalam 5 tahun terakhir (2008–2012) Gambar 5 menunjukkan bahwa curah hujan terendah terdapat pada tahun 2011, sedangkan curah hujan tertinggi terdapat pada tahun 2011. Rata-rata curah hujan 5 tahun terakhir (2008–2012) di RPH Maribaya sebesar 2 545 mm (Lampiran 2). Berdasarkan klasifikasi kelas kerawanan kebakaran hutan Septicorini (2006) termasuk dalam tingkat tidak rawan terhadap kebakaran hutan, karena memiliki curah hujan lebih dari 2 000 yang merupakan daerah iklim basah.

Sumber Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan Pembersihan Lahan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan KPH Bogor

Masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok adalah masyarakat sekitar kawasan hutan RPH Maribaya. Pada umumnya, masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok menggarap lahan milik pribadi dengan luas lahan garapan berkisar antara 0.5 sampai 3 hektar (Tabel 2).

Luas lahan yang tidak terlalu besar yakni 0.5 hektar ditanami jenis mangium dan jenis tanaman palawija, sedangkan lahan dengan luasan 1 sampai 3 hektar biasanya ditanami dengan jenis mangium atau sengon dan jenis tanaman palawija. Tabel 2 Luas lahan garapan masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok

Luas lahan

(21)

10

tanpa bakar (no burning) didasarkan pada efisiensi waktu, tingkat kemudahan serta pupuk yang dihasilkan.

Gambar 6 Persentase cara pembersihan lahan oleh masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok

Gambar 6 menunjukkan bahwa masyarakat Desa Tapos yang menggunakan cara bakar (burning) dalam pembersihan lahan sebesar 86.67% sedangkan yang memilih dengan cara tanpa bakar (no burning) sebesar 13.33%. Pada masyarakat Desa Barengkok yang memilih pembersihan lahan dengan cara bakar (burning) yaitu sebesar 90% sedangkan yang memilih dengan cara tanpa bakar (no burning) yaitu sebesar 10%. Masyarakat sekitar kawasan hutan (Desa Tapos dan Desa Barengkok) pada dasarnya lebih memilih cara pembersihan lahan dengan cara bakar dibandingkan dengan cara tanpa bakar.

Pembersihan lahan dengan cara bakar (burning) oleh masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok dilakukan saat musim kemarau tiba, yaitu sekitar bulan September. Pembersihan lahan dengan cara bakar (burning) pada lahan garapan seluas 0.5 hektar biasanya dilakukan oleh 1 orang, sedangkan luas lahan garapan berkisar antara 1 hektar sampai 3 hektar pembersihan lahannya dilakukan oleh 2 orang atau lebih.

Teknik pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok tidak jauh berbeda. Hal ini karena teknik tersebut telah mereka ketauhi sejak turun-temurun. Tahapan-tahapan dalam pembersihan lahan dengan cara bakar (burning) yang dilakukan masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok adalah sebagai berikut:

1 Pembersihan lahan

Pembersihan lahan dilakukan dari tumbuhan bawah, rerumputan dan sisa hasil panen (ranting dan cabang) dengan golok, parang atau arit. Waktu pengerjaan biasanya dilakukan masyarakat pada pagi hari.

2 Pengeringan bahan bakar

(22)

11 3 Pembuatan sekat bakar

Pembuatan sekat bakar dilakukan masyarakat sebelum melakukan pembakaran. Pembuatan sekat bakar dengan cara pembersihan sisi ladang dari serasah, rumput atau vegetasi lainnya yang berpotensi untuk terbakar dengan cangkul dan parang. Lebar sekat bakar yang dibuat oleh masyarakat yaitu sekitar 1 meter. Pembuatan sekat bakar bertujuan untuk mencegah perembetan api ke areal lain.

4 Pembakaran

Pembakaran dilakukan dengan teknik tumpuk (pile burning). Bahan bakar (sampah hasil pembersihan lahan) yang kering dikumpulkan dalam beberapa tumpukan, jarak antar tumpukan tidak ditentukan secara pasti. Pembuatan beberapa tumpukan bertujuan untuk mempermudah pekerjaan dan mempersingkat waktu pengerjaan. Api pada pembakaran dengan cara tumpuk akan bergerak di tengah membakar habis bahan bakar, sehingga mengurangi resiko penjalaran api bergerak ke arah luar (Tatra 2009). Pengawasan selalu dilakukan masyarakat selama proses pembakaran berlangsung. Pembakaran dilakukan pada waktu siang hari sekitar pukul 13.00 dan lamanya pembakaran adalah kurang dari 6 jam. Pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok berbeda dengan pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan penelitian Silfiana (2013), pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Kubu Raya seperti membakar sampah rumah tangga, yaitu menggunakan minyak tanah sebagai alat bantu pemicu api (korek api).

5 Penanaman

Penanaman mulai dilakukan pada saat sudah masuk musim penghujan, yaitu sekitar bulan November.

(23)

12

Gambar 7 Persentase kegagalan masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok dalam proses pemabakaran

Pembersihan lahan dengan cara bakar menurut masyarakat lebih menguntungkan dibandingkan dengan tanpa bakar. Gambar 8 menunjukkan bahwa sekitar 57.69 % masyarakat Desa Tapos dan 51.85 % masyarakat Desa Barengkok lebih menyukai pembakaran lahan mereka dengan cara bakar karena abu yang dihasilkan sangat baik bagi pertumbuhan tanaman, sedangkan sekitar 42.31% masyarakat Desa Tapos dan 48.15% masyarakat Desa Barengkok menyukai pembakaran dengan cara bakar karena sangat cepat dilakukan.

Gambar 8 Persentase alasan masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok melakukan pembersihan lahan cara bakardengan cara bakar

Menurut Syaufina (2008) penggunaan api pada sampah hasil penebasan dan penebangan (tumbuhan bawah, rerumputan dan sisa panen) dapat menghasilkan abu yang mengandung zat hara yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.

Jenis pembakaran yang dilakukan masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok adalah pembakaran terkendali. Pembakaran terkendali adalah penggunaan api secara bijaksana dengan teknik tertentu berdasarkan pengetahuan tentang perilaku api suatu daerah yang telah ditentukan pada kondisi cuaca yang cocok.

69.22

30.78 77.73

22.27

Gagal Tidak

Desa Tapos Desa Barengkok

42.3

57.69

48.15 51.85

Cepat Abu untuk pupuk

(24)

13

Gambar 9 Pembersihan lahan dengan cara bakar

Pembersihan lahan tanpa bakar oleh masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok dilakukan dengan membersihkan lahan dari tumbuhan bawah, rerumputan dan sisa hasil panen dengan bantuan golok dan parang. Sampah hasil pembersihan lahan (tumbuhan bawah, rerumputan dan sisa hasil panen) kemudian ditimbun di sekeliling sisi ladang. Lubang penimbunan dibuat dengan kedalaman sekitar 15 cm. Alasan masyarakat melakukan pembersihan lahan tanpa bakar karena pupuk alami yang dihasilkan dari dekomposisi sampah organik dan tidak beresiko merusak areal lain.

Konflik Sosial Masyarakat Sekitar Hutan KPH Bogor

Sumber penyebab kebakaran hutan umumnya erat kaitannya dengan aktivitas manusia dalam penggunaan api serta kurangnya kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan oleh pembakaran yang tidak terkendali.

(25)

14

Gambar 10 Penyebab kebakaran hutan

Kurangnya komunikasi yang baik antara pihak RPH Maribaya dengan masyarakat dapat menjadi penyebab timbulnya rasa kekecewaan (rasa sakit hati) pada masyarakat, sehingga diperlukan pendekatan yang baik dengan masyarakat agar tidak timbul kesalahpahaman. Menurut Siswanto (1993) khusus untuk hutan di Pulau Jawa sering dijumpai adanya unsur kesengajaan membakar hutan sebagai bentuk rasa sakit hati kepada petugas.

Menurut pihak RPH Maribaya sejauh ini sangat sulit menangkap pelaku pembakaran. Hal ini dapat berpeluang pada terjadinya kebakaran hutan. Kurangnya pendekatan hukum juga dapat menjadi peluang terjadinya kebakaran hutan.

Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Bogor

Pengendalian kebakaran hutan adalah aktivitas untuk melindungi hutan dari kebakaran hutan yang mencakup 3 komponen kegiatan yaitu pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca kebakaran (PP No. 45 tahun 2004). Pengendalian di KPH Bogor dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan masyarakat dalam upaya penanggulangan kebakaran hutan secara partisipatif.

Pencegahan

Pencegahan kebakaran hutan menurut Suratmo et al. (2003) merupakan cara yang lebih ekonomis untuk mengurangi kebakaran hutan dan kerugian yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan. Bentuk pencegahan yang dilakukan oleh pihak RPH Maribaya adalah penyuluhan secara langsung maupun tidak langsung.

Bentuk penyuluhan secara langsung diberikan kepada masyarakat pada berbagai kesempatan seperti rapat desa, kumpul RT, dan lain-lain dengan waktu yang tidak ditentukan. Materi yang diberikan berupa pemberian informasi tentang bahaya kebakaran hutan, penggunaan api yang baik di kawasan hutan dan lain-lain.

Berdasarkan wawancara, masyarakat yang pernah mengikuti penyuluhan yaitu sebesar 37% dan masyarakat yang tidak pernah mengikuti penyuluhan sebesar 63%. Rendahnya masyarakat yang mengikuti penyuluhan dapat berakibat pada rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap kebakaran hutan. Kurangnya

15%

18%

34% 33%

(26)

15 informasi diadakannya penyuluhan adalah penyebab beberapa dari masyarakat tidak pernah mengikuti penyuluhan. Hal ini dapat menyebabkan besarnya peluang terjadinya kebakaran hutan di KPH Bogor.

Gambar 11 Persentase partisipasi masyarakat dalam penyuluhan

Penyuluhan tidak langsung yaitu berupa papan peringatan dan larangan (Gambar 12). Fungsi papan peringatan tersebut adalah untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat agar berhati-hati dalam penggunaan api saat memasuki kawasan hutan. Papan peringatan dan papan larangan dipasangan di setiap jalan masuk hutan yang mudah terlihat oleh masyarakat, namun kondisi papan larangan sangat memprihatinkan karena tidak dirawat dengan baik.

Gambar 12 Bentuk penyuluhan tidak langsung (a) papan peringatan dan (b) papan larangan

Pra Pemadaman Kebakaran Hutan

Pra pemadaman kebakaran merupakan kegiatan persiapan atau kesiapsiagaan sebelum terjadi kebakaran hutan. Kegiatan pra pemadaman yang dilakukan adalah deteksi dini kebakaran hutan dengan patroli rutin oleh petugas RPH Maribaya dan masyarakat. Patroli rutin dilakukan dengan berkeliling hutan baik dengan kendaraan atau berjalan menyisir hutan. Pelaksanaan patroli dilakukan terpisah antara petugas dan masyarakat.

Masyarakat yang mengetahui titik kejadian kebakaran hutan, biasanya segera memberikan laporan kepada petugas. Peralatan komunikasi, yaitu

Pernah mengikuti

37%

(27)

16

handphone digunakan sebagai sarana pelaporan agar dapat menghubungi petugas lebih cepat dan mudah.

Laporan dari masyarakat kemudian ditindaklanjuti oleh petugas, apabila kapasitas petugas terbatas untuk menangani kejadian tersebut maka petugas akan meminta bantuan masyarakat. Intensitas kegiatan patroli lebih ditingkatkan pada saat memasuki musim kemarau, yaitu pada bulan Juli–September.

Pemadaman Kebakaran Hutan

Pemadaman dilakukan dengan segera agar luas kebakaran tidak besar. Metode pemadaman yang digunakan adalah pemadaman secara langsung. Pemadaman secara langsung adalah aktivitas secara langsung yang berkesinambungan untuk mendinginkan, mengibas, memukul, memindahkan bahan bakar atau memadamkan api, dengan syarat api kecil, bahan bakar sedikit dan kebakaran bawah (Purbowaseso 2004).

Pemadaman dilakukan dengan membuat ilaran api dan bakar balik. Peralatan yang digunakan dalam memadamkan api adalah peralatan sederhana, seperti pemukul api (kepyok) yang terbuat dari ranting-ranting dengan panjang sekitar 1.5 sampai 2 meter yang berasal dari pohon berdaun lebar dengan kondisi tidak kering (basah), parang, golok dan cangkul. Kepyok biasanya digunakan untuk memadamkan kebakaran dengan api berskala kecil. Jenis tanaman yang biasanya digunakan sebagai kepyok adalah gemelina.

Pemadaman dilakukan oleh petugas yang berada dekat dengan lokasi kejadian kebakaran hutan, apabila kapasitas tenaga dinilai kurang maka petugas akan segera menghubungi LMDH dan masyarakat sekitar. Banyaknya tenaga yang dibutuhkan dalam pemadaman kebakaran tergantung pada besarnya kebakaran yang dipengaruhi oleh keadaan lapang seperti keadaan api dan kecepatan angin.

Penanganan Pasca Kebakaran Hutan

Kegiatan penanganan pasca kebakaran di RPH Maribaya adalah pembuatan laporan tertulis, penanaman kembali jenis pohon asli setempat dan penegakkan hukum. Pembuatan laporan tertulis dilakukan dalam waktu 1x24 jam setelah terjadinya kebakaran hutan. Laporan tertulis berisi tentang informasi luas areal yang terbakar, lokasi kebakaran, penyebab terjadinya kebakaran (sumber api), perhitungan kerugian ekonomi akibat kejadian kebakaran hutan.

(28)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1 Rata-rata curah hujan per tahun dalam 5 tahun sebesar 2 545 mm yang termasuk dalam tingkat tidak rawan terhadap kebakaran hutan.

2 Potensi kebakaran hutan akibat pembersihan lahan oleh masyarakat Desa Tapos dan Desa Barengkok tergolong rendah karena sudah diterapkannya sistem pembakaran terkendali, sedangkan akibat konflik cukup tinggi karena kurang terjalinnya hubungan baik antara pihak KPH Bogor dengan masyarakat.

3 Rendahnya informasi mengenai penyuluhan kepada masyarakat dan kurang diperhatikannya keberadaan papan peringatan adalah bentuk kurang optimalnya upaya pengendalian di KPH Bogor.

Saran

1 Pengadaan papan larangan yang lebih menarik dan jelas bagi masyarakat, sebagai salah satu bentuk penyuluhan kebakaran hutan.

2 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai konflik sosial di masyarakat untuk mengetahui penyebab kebakaran hutan.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin B. 2011. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Grup

Hakim I. 2010. Orientasi makro kebijakan social forestry di Indonesia. Di dalam: Anwar S, Hakim I, editor. Society Forestry Menuju Restorasi Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. hlm 1

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Jakarta (ID): Pustaka Jaya.

Muhadjir N. 1992. Metodologi Penelitian Kualitatif: Telaah Positivtik, Rasionalitik, Phenomenologik, Realisme Metaphisik. Yogyakarta (ID): Rake Sarasin.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004. Tentang Perlindungan Hutan. Jakarta (ID): Sekretariat Jendral Departemen Kehutanan. Perum Perhutani KPH Bogor. 2011. Buku Rencana Pengaturan Kelestarian

Hutan Kelas Perusahaan Acacia mangium. Bogor: KPH Bogor.

Pratiwi MR. Peranan pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat (PHBM) dalam upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, IPB. Purbowaseso B. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan Suatu Pengantar.

(29)

18

Saharjo BH. 2003. Pengertian kebakaran hutan. Di dalam: Suratmo FG, Surati NJ, editor. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. hlm 119–121.

Septicorini EP. 2006. Studi penentuan tingkat kerawanan kebakaran hutan di Kabupaten Ogan Komering Ilir Propinsi Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Silfiana R. 2013. Potensi kebakaran hutan di IUPHHK-HT PT. Wana Subur Lestari Kalimantan Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, IPB. Siswanto W. 1993. Pengendalian kebakaran hutan di Indonesia [makalah]. Di

dalam: Prosiding Diskusi Pengendalian Kebakaran Hutan di Indonesia; 27 Desember 1993. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. hlm 57. Suratmo FG, Endang AH dan Nengah SJ. 2003. Pengetahuan Dasar

Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor (ID): Fahutan IPB.

Suyanto S dan Applegate G. 2001. Akar penyebab dan dampak kebakaran hutan dan lahan di Sumatera. Di dalam: Suyanto S, Permana RP, Setjono D dan Applegate G, editor. Prosiding Seminar Sehari Hasil Penelitian Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera. Bogor (ID): ICRAF

Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Malang (ID): Bayumedia.

Tatra GJ. 2009. Penggunaan api pada masyarakat adat dalam pembukaan lahan studi kasus di Desa Lapodi Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, IPB.

Wibowo. 2003. Review hasil penelitian dan pengembangan kebakaran hutan di Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.

(30)

19 Lampiran 1 Data kebakaran hutan RPH Maribaya tahun 2008–2012

No dan tanggal LA Petak Luas terbakar

(hektar) Kerugian (Rp)

05/Mrby/Prp/2008

15/8/2008

37.a 10 2 000 000

02/Mrby/Prp/2009

08/5/2009

20.e 2 400 000

01/Mrby/Prp/2011

16/9/2011

19.d 1 3 000 000

02/Mrby/Prp/2011

17/9/2011

24.c 0.8 2 400 000

03/Mrby/Prp/2011

17/9/2011

24.a 0.7 2 100 000

04/Mrby/Prp/2011

19/9/2011

31.c 1 3 000 000

05/Mrby/Prp/2011

20/9/2011

37.b 1.5 4 500 000

04/Mrby/Prp/2012

14/9/2012

37.a 0.8 2 400 000

(31)

20

Lampiran 2 Data Curah hujan bulanan tahun 2008–2012

Bulan Curah hujan (mm) Rata-rata

2008 2009 2010 2011 2012

Januari 137 228 285 215 437 260

Februari 329 220 339 144 204 247

Maret 297 154 365 131 167 223

April 329 137 63 237 362 225

Mei 162 67 181 218 256 177

Juni 130 388 265 78 67 186

Juli 0 52 342 178 144 143

Agustus 133 82 495 76 26 162

September 49 82 554 35 116 167

Oktober 262 299 417 149 306 286

November 288 506 46 206 272 264

Desember 137 149 169 232 351 206

Jumlah 2249 2361 3513 1898 2707 2545

(32)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Denpasar pada tanggal 18 Juni 1991. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mohammad Erfan dan Ibu Nanik Wijaya. Pendidikan formal penulis dimulai di Taman Kanak-kanak (TK) Kuncup Harapan Bogor (1996), lalu SDN Kawung Luwuk II Bogor (1997–2003), kemudian penulis melanjutkan ke SMPN 08 Bogor (2003), SMPN 03 Pontianak (2004–2006), SMA Muhammadiyah 01 Pontianak (2006) dan SMA Muhammadiyah 02 Surabaya (2007–2009). Pada tahun 2009, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada mayor Silvikultur Fakultas Kehutanan.

Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif dalam sejumlah organisasi kemahasiswaan, diantaranya aktif sebagai anggota International Forestry Student Association (IFSA) dan Himpunan Profesi Tree Grower Community (TGC).

Kegiatan lapang yang pernah diikuti penulis, yaitu Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (PPEH) di Papandayan-Sancang Timur (2011), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2012) dan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Unit Pengelolaan Persemaian Permanen Cimanggis, BPTH Jawa-Madura (2013).

Gambar

Tabel 1 Kelas kerawanan kebakaran hutan berdasarkan curah hujan
Gambar 1 Lokasi penelitian
Tabel 2 Klasifikasi tingkat pendidikan desa penelitian
Gambar 2 menunjukkan bahwa curah hujan terendah terdapat pada bulan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku prososial dapat ditanamkan pada anak dengan cara bermain peran prososial agar anak juga dapat merasakan langsung respon positif dan penerimaan sosial yang dapat

Guru dan siswa bertanya jawab berkaitan dengan identitas diri yang dibutuhkan sebagai warga negara yang baik.. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan

diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi pedagogik terhadap prestasi

Kelompok Kerja (Pokja) Barang/ Jasa Lainnya Pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang/ Jasa Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal. Kementerian Desa, PDT Dan Transmigrasi

UPT dan Perangkat Daerah yang berbentuk Rumah Sakit yang sudah dibentuk tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan ditetapkannya Peraturan Walikota tentang

Variabel-variabel dalam penelitian ini yang meliputi variabel independen (eksogen, bebas) yaitu gaya kepemimpinan (X1), motivasi (X2), disiplin (X3), dan variabel

yang sangat berpengaruh terhadap situasi lalu lintas. Etika, sopan-santun, toleransi antar pengguna jalan, kematangan dalam pengendalian emosi serta kepedulian pengguna

Materi yang disajikan pada Publikasi Statistik Daerah Kabupaten Lebak 2015 memuat berbagai informasi/indikator yang terkait dengan hasil pembangunan dari berbagai sektor di