PENGEMBANGAN KRITERIA RANCANGAN SALURAN
DRAINASE DI PERUMAHAN PONDOK UNGU, BEKASI
DEWI SARTIKA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Kriteria Rancangan Saluran Drainase di Perumahan Pondok Ungu, Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016
RINGKASAN
DEWI SARTIKA. Pengembangan Kriteria Rancangan Saluran Drainase di Perumahan Pondok Ungu, Bekasi. Dibimbing oleh PRASTOWO dan NORA H. PANDJAITAN.
Pertumbuhan penduduk mengakibatkan kebutuhan tempat tinggal semakin meningkat sehingga daerah tangkapan air semakin berkurang. Kebutuhan akan tempat tinggal menjadikan alih fungsi lahan untuk dijadikan kawasan pemukiman menjadi meningkat. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya jumlah limpasan yang dapat mengakibatkan banjir dan genangan saat intensitas hujan tinggi. Untuk itu perlu dibangun fasilitas agar tidak terjadi genangan seperti saluran drainase yang terencana. Kapasitas saluran drainase akan menentukan volume air yang dapat ditampung dan akan dialirkan ke kolektor. Dalam perencanaan dan pembangunan sistem drainase di daerah perkotaan atau pemukiman sering ditemukan kriteria desain yang tidak sesuai dengan kriteria perencanaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengembangkan kriteria desain saluran drainase yang tepat sehingga mudah diterapkan di lapangan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan koefisien drainase dan mengembangkan kriteria desain untuk saluran drainase di perumahan. Penelitian ini dilakukan di Cluster Sanur pada perumahan Pondok Ungu di Bekasi, dari Agustus 2014 - Juni 2015.
Pada penelitian ini dikembangkan rancangan hidrolika untuk perencanaan saluran drainase dengan mempertimbangkan kondisi lahan terbangun, luasan daerah tangkapan air, curah hujan, karakteristik saluran, kecepatan aliran dan debit. Perhitungan lebar dasar saluran (B) dan kedalaman air (h) di saluran dilakukan dengan metode trial and error dan mengacu pada kriteria rasio B/h yang berlaku untuk perencanaan saluran. Metode penentuan koefisien drainase di perumahan dilakukan berdasarkan nilai debit limpasan yang diperoleh dari metode rasional dan luas lahan. Dari hasil yang diperoleh dikembangkan nomogram.
Pengembangan model hidrolika untuk saluran drainase dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi lahan yang dikembangkan, daerah tangkapan air, curah hujan dan sistem drainase yang ada. Hasil analisis menunjukkan nilai koefisien drainase di lokasi penelitian 0.28 m3/det.ha dan jumlah hujan rencana 162.9 mm dengan kemiringan lahan 1-2% atau bertopografi datar. Hasil analisis kriteria rancangan hidrolika kemudian dikembangkan ke dalam bentuk nomogram. Dengan nomogram tersebut dapat ditentukan lebar dan tinggi saluran sesuai dengan besarnya debit limpasan.
SUMMARY
DEWI SARTIKA. Development of Hydraulic Design Criteria for Drainage Channel on Pondok Ungu Residential Area, Bekasi. Supervised by PRASTOWO and NORA H. PANDJAITAN.
The population growth in recent years has an impact on increasing of housing demand so that water catchment area continues to decrease. It makes land use change to a residential area increase. This condition causes the increase of runoff that can lead to flooding and inundation during rainfall with high intensity. Therefore it is necessary to design a proper drainage channel. The capacity of the drainage channel will determine the volume of water that can be collected and transfered to the collector channel. In planning and construction of drainage systems in in urban or residentials areas are often found design criteria that is not in accordance with criteria of planning. Thus, a research is needed to develop design criteria appropriate drainage channels so easily applied in the field. The aim of this study is to determine the coefficient of drainage and develop criteria for the design of drainage channels in the residentials. The hydraulic design criteria of drainage system was able to be developed into nomogram.The research was conducted on Cluster Sanur in Pondok Ungu, Bekasi in August 2014 - June 2015.
In this study was developed hydraulics design criteria for drainage channel with considering the conditions of undeveloped land, water catchment area, precipitation, channel characteristics, the flow velocity and discharge. The calculation of base width (B) and depth (h) of channel were determined by trial and error method, and refers to the criteria of the ratio B/h value ratio for channel design. Methods to determine the coefficient of drainage in were performed by runoff discharge value obtained from the rational method and land area. From the results obtained nomogram was developed.
Development of hydraulics models for drainage channels was conducted by considering the conditions of land developed, the catchment area, rainfall and existing drainage system. The analysis showed that drainage coefficient value was 0.28 m3/s.ha at 0-2 % slope and 162.9 mm design rainfall condition. The result of hydraulic design criteria for drainage system was developed into nomogram. The using the nonogram, the characteristics of drainage channels would be considered according to runoff.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
PENGEMBANGAN KRITERIA RANCANGAN SALURAN
DRAINASE DI PERUMAHAN PODOK UNGU, BEKASI
DEWI SARTIKA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 ini berjudul “Pengembangan Kriteria Rancangan Saluran Drainase Di Perumahan Pondok Ungu, Bekasi”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam perencanaan sistem jaringan drainase menjadi lebih mudah. Dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini, antara lain kepada:
1. Dr Ir Prastowo, MEng selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Nora H. Pandjaitan, DEA selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, arahan serta bimbingannya yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tesis ini.
2. Prof Dr Ir Asep Sapei, MS selaku dosen penguji yang telah banyak memberi masukan dan saran.
3. Dr Ir M Yanuar J Purwanto, MS selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
4. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atas bantuan kebutuhan data penelitian.
5. PT. Graha Duta Putra Jaya atas izin dan bantuannya selama penelitian di lapang.
6. Daryanto sebagai pembimbing di lapangan dan memberikan pengetahuan dan arahan dalam penulisan tesis ini.
7. Hadi Sutopo selaku ketua RW Cluster Sanur yang telah mengizinkan untuk melakukan penelitian.
8. DIKTI melalui program BOPTN 2014 telah membantu dana penelitian dengan judul Pengembangan Kriteria Rancangan Drainase Perumahan untuk Pengendalian Banjir dan Pemanfaatan Air Limpasan.
9. DIKTI yang telah memberikan bantuan beasiswaFresh Graduate
10. Rekan-rekan Pascasarjana khususnya Pascasarjana SIL 2012-2013 atas persahabatan, masukan, dan motivasi semangatnya.
11. Teman-teman kos Wisma Balio Atas (WBA) atas persaudaraan dan persahabatan, dukungan dan semangatnya.
Juga diucapkan terimakasih kepada keluarga tercinta, ayahanda Thamren, ibunda Khamisah, adik-adik Novita Saprika Thamren S.Pt, Muhammad Yunus Thamren, Tri Murti Thamren dan sahabat Agustami Sitorus STP, MSi atas do’a, motivasi, kasih sayang dan perhatian yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Limpasan 4
Saluran Drainase 7
Kriteria Rancangan Hidrolika Saluran 8
3 METODE 13
Tempat dan Waktu 13
Alat dan Bahan 13
Pengumpulan dan Analisis Data 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Limpasan Permukaan 19
Hidrograf Saluran Kolektor 22
Pengembangan Rancangan Hidrolika 24
5 SIMPULAN 33
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN 40
DAFTAR TABEL
1 Tinggi jagaan minimum untuk saluran pasangan 10 2 Kemiringan dinding saluran yang sesuai untuk berbagai jenis bahan. 10 3 Kemiringan dinding saluran (m) yang direkomendasikan oleh USBR 11 4 Hubungan antara nilai Q, h, dan b/h untuk saluran drainase 11
5 Kecepatan maksimum yang diizinkan 12
6 Jenis penggunaan lahan di lokasi penelitian pada saat penelitian 18 7 Karakteristik saluran berbentuk trapesium dengan pasangan beton 19 8 Nilai debit dan koefisien drainase pada beberapa kejadian hujan 20 9 Hasil analisis dan pengukuran maksimum debit saluran setelah terjadi
hujan 23
10 Analisis probabilitas hujan rencana (mm) 25
11 Hasil perhitungan S, Cs, Ck, dan Cv 25
12 Perbandingan syarat distribusi dan hasil perhitungan 25 13 Nilai kritis Dountuk uji Smirnov-Kolmogorov 26 14 Hasil perhitungan uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov untuk distribusi
Normal dan Gumbel 26
15 Hasil perhitungan uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov untuk distribusi
Log-Normal dan Log-Person III 26
16 Kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan 27
17 Periode ulang rencana 27
18 Hasil analisis debit rancangan dan koefisien drainase 28 19 Hasil analisis kriteria rancangan hidrolika saluran beton di lokasi
penelitian 29
DAFTAR GAMBAR
1 Ilustrasi dampak pengurangan daerah tangkapan air (a) sebelum dan (b)
setelah pemukiman bertambah 1
2 Jarak pengukur dengan pelimpah 6
3 Kurva hubungan debit dan intensitas hujan, I selama 20 tahun (-) 6
4 Pola drainase berbentuknatural system 7
5 Pola drainase berbentukparrarel grid system 7
6 Potongan melintang saluran 9
7 Kecepatan maksimum yang diizinkan 12
8 Bagan alir penelitian 15
9 Trase dan arah aliran saluran drainase 17
10 Kurva hubungan debit dan curah hujan 21
11 Kurva hubungan koefisien drainase dengan debit 21 12 Kurva hubungan debit limpasan dan debit saluran 22 13 Hidrograf aliran pada saluran Cluster Sanur (a) 1 Februari 2015
(b) 8 Februari 2015. 23
14 Nomogram penentuan kriteria rancangan hidrolika untuk saluran dengan penampang persegi dan pasangan beton 29 15 Nomogram penentuan kriteria rancangan hidrolika untuk saluran
dengan penampang trapesium (kemiringan talud 0.5) dan pasangan
beton 31
16 Nomogram penentuan kriteria rancangan hidrolika untuk saluran dengan penampang trapesium (kemiringan talud 1.0) dan pasangan
DAFTAR LAMPIRAN
1 Koefisien limpasan untuk metode Rasional 38
2 Nilai koefisien kekasaran Manning (n) 39
3 Unsur geometris penampang saluran persegi dan trapesium 40
4 Peta lokasi penelitian 41
5 Site planperumahan Cluster Sanur 42
6 Peta topografi lokasi penelitian 43
7 Peta tutupan lahan 44
8 Jenis tutupan lahan dan luasnya serta koefisien limpasan (C) lahan di
setiap sub-DTA 45
9 Dimensi saluran drainase 46
10 Data curah hujan maksimum harian (mm) tahun 2004-2013 47 11 Kapasitas saluran yang ada (eksisting) dengan jenis pasangan beton 47 12 Analisis waktu konsentrasi dan debit limpasan 48
13 Analisis kapasitas saluran 49
14 Debit pada hari Minggu 1 Februari 2015 50
15 Debit pada hari Minggu 8 Februari 2015 51
16 Debit pada hari Selasa 10 Februari 2015 52
17 Debit pada hari Rabu 12 Februari 2015 53
18 Debit pada hari Sabtu 28 Februari 2015 54
19 Debit pada hari Minggu 01 Maret 2015 55
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk mengakibatkan kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal semakin meningkat. Diperkirakan dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1.49%, maka pada tahun 2020 jumlah penduduk Indonesia mencapai 244 juta jiwa. Jumlah penduduk yang terus meningkat tersebut tidak diimbangi dengan distribusi tempat tinggalnya. Persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan pada tahun 2014 sebesar 49.8% (BPS 2015) dan persentase ini terus meningkat. Diperkirakan pada tahun 2020 sebanyak 56.7% penduduk Indonesia akan bertempat tinggal di perkotaan. Peningkatan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan distribusi tempat tinggal yang merata ini mengakibatkan salah satu masalah yaitu masalah kebutuhan tempat tinggal di perkotaan. Kebutuhan akan tempat tinggal di perkotaan ini menjadikan luasan lahan terbangun semakin bertambah.
Tingkat kebutuhan rumah di kawasan perkotaan dari tahun ke tahun semakin meningkat dan kekurangan tempat tinggal di Indonesia mencapai 13.6 juta unit (BPS 2015). Kekurangan tempat tinggal akan semakin meningkat dengan pertambahan jumlah penduduk yang mana kondisi ini dapat mengakibatkan laju pembangunan kawasan tempat tinggal semakin tinggi. Pembangunan kawasan tempat tinggal perkotaan yang tidak diiukuti dengan kajian perubahan penggunaan lahan dari lahan terbuka menjadi lahan terbangun menimbulkan masalah yaitu masalah berkurangnya daerah tangkapan air di perkotaan. Menurut Sudarmanto (2010), dampak negatif dari pembangunan perkotaan antara lain berupa semakin berkurangnya daerah terbuka yang berfungsi sebagai daerah peresapan air, timbulnya pemukiman-pemukiman ilegal di sepanjang sungai dan permukaan lahan yang menurun (land subsidence) karena pengambilan air tanah (discharge) yang melebihi besarnya imbuhan air tanah (recharge).
2
Dampak pengurangan daerah tangkapan air di daerah perkotaan salah satunya adalah peningkatan debit limpasan (runoff) seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1. Curah hujan yang sama sebelum dan sesudah terjadinya perubahan daerah tangkapan air pada kawasan pemukiman perkotaan mengakibatkan limpasan yang lebih besar akibat dari berkurangnya proses infiltrasi. Peningkatan debit limpasan ini juga dapat terjadi saat intensitas hujan yang besar. Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya genangan air dan bahkan banjir sebagai akibat dari kurangnya daerah resapan air dan kondisi sistem drainase yang kurang baik. Untuk itu perlu dibangun fasilitas daerah resapan air dan sistem drainase yang terencana disetiap kawasan tempat tinggal yang akan dibangun (Butler dan Davies 2004). Suripin (2004) menyatakan bahwa saat ini saluran drainase merupakan infrastruktur perkotaan yang sangat penting di daerah kawasan perumahan. Pembangunan sistem drainase yang terencana merupakan salah satu tindakan teknis untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air akibat dari intensitas hujan yang tinggi di suatu kawasan sehingga kawasan tersebut dapat difungsikan secara optimal.
Kapasitas dari saluran drainase akan menentukan volume air yang dapat tertampung dan akan disalurkan ke saluran pembuangan atau pengumpul air. Lubis dan Terunajaya (2013) menyebutkan bahwa genangan air yang melanda suatu daerah tertentu menunjukkan bahwa kapasitas normal dari saluran drainase telah berkurang karena beberapa faktor. Faktor yang dapat menyebabkan berkurangnnya kapasitas drainase tersebut diantaranya adalah intensitas curah hujan maksimum, luas daerah tangkapan air dan koefisien limpasan. Menurut Kodoatie dan Sugiyanto (2002), genangan air belum menjadi masalah jika tidak mengganggu aktivitas dan menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia. Tetapi apabila sudah menyebabkan kerugian, maka masalah ini harus segera diatasi. Oleh karena itu, perencanaan sistem drainase khususnya pada kawasan perumahan perlu mendapat perhatian yang penting, salah satunya untuk menghadapi terjadinya genangan air hujan.
Pada pembangunan saluran drainase di perkotaan ataupun di kawasan perumahan seringkali ditemui ketidaksesuaian dengan kriteria perancangan. Kriteria perancangan saluran drainase untuk setiap jenis dan bentuk saluran telah banyak dikembangkan. Namun, dalam penerapannya di lapangan sering terjadi ketidak sesuaian. Hal ini diduga terjadi karena kriteria rancangan saluran drainase yang berbeda-beda dan saling terkait serta memiliki kisaran nilai masing-masing pada setiap kriterianya. Oleh sebab itu, diperlukan kajian untuk menguji kriteria rancangan saluran drainase yang sesuai sehingga mempermudah ketika diterapkan di lapangan.
3 bertofografi datar (0-5%). Pengembangan rancangan hidrolika saluran drainase kawasan perumahan tersebut didahului dengan analisis limpasan dan penentuan koefisien sistem drainase. Hasil rancangan hidrolika saluran drainase ini diharapkan dapat diterapkan dengan mudah dalam perancangan saluran drainase di kawasan perumahan lainnya yang juga bertopografi relatif datar.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1 Menentukan koefisien drainase perumahan
2 Mengembangkan kriteria rancangan hidrolika saluran drainase perumahan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak diantaranya :
1 Bagi instansi terkait guna memberikan solusi penanganan limpasan dan pencegahan banjir di kawasan perumahan.
2 Bagi pengembang perumahan, sebagai referensi dalam perancangan sistem jaringan drainase.
Ruang Lingkup Penelitian
total
TINJAUAN PUSTAKA
Limpasan
Menurut Wesli (2008), limpasan permukaan merupakan bagian dari curah hujan yang berlebihan mengalir selama periode hujan atau sesudah periode hujan. Menurut Arsyad (1989), limpasan atau aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah. Kecepatan dan laju limpasan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-fakror yang mempengaruhi limpasan adalah sebagai berikut:
1. Curah hujan: intensitas, jumlah dan distribusi 2. Temperatur
3. Tanah: tipe dan topografi 4. Luas daerah aliran 5. Tanaman/tanah
6. Sistem pengolahan tanah
Metode rasional adalah metode untuk memperkirakan debit puncak limpasan (maksimum). Dari Goldman et al. dalam Suripin (2004), metode ini digunakan terbatas pada DAS yang relatif kecil yaitu maksimum 300 ha. Menurut Ponce (1989) dalam Rahmani et al. (2016) dalam perhitungannnya metode rasional telah memasukkan karakteristik hidrologi dan proses aliran yaitu: (1) intensitas hujan, (2) durasi hujan, (3) luas DAS, (4) kehilangan air akibat evaporasi, intersepsi, infiltrasi dan (5) konsentrasi aliran. Debit maksimum menurut metoda Rasional dihitung dengan persamaan (1).
Qp 0.00277CIA (1)
Dimana Qp adalah debit puncak limpasan (m3/det), C adalah koefisien limpasan (0≤C≤ 1), I adalah intensitas hujan (mm/jam) dan A adalah luas (ha) Koefisisen limpasan (C) tergantung pada karakter permukaan dan jenis penggunaan lahan yang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Menurut Suripin (2004), koefisien limpasan didefinisikan sebagai nisbah aliran antara puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Menurut Kamiana (2011), perkiraan atau pemilihan nilai C secara tepat sulit dilakukan karena koefisien ini tergantung pada (a) kehilangan air akibat infiltrasi, penguapan, tampungan permukaan dan (b) intensitas dan lama hujan. Dalam perhitungan drainase permukaan, penentuan nilai C dilakukan melalui pendekatan yaitu berdasarkan karakter permukaan. Perhitungan koefisien limpasan setiap subcatchment area (DTA) yang memiliki lebih dari satu jenis tata guna lahan menggunakan rumus koefisien limpasan rata-rata pada persamaan (2).
AnxCnCrn1 (2)
Ato tl d
5
t
t o
data hujan dari stasiun pencatat otomatis. Intensitas hujan dapat dihitung dengan persamaan (3).
dimana I adalah intensitas hujan (mm/jam), tcadalah waktu konsentrasi (jam), adalah curah hujan maksimum harian (mm).
Kripich (1940) dalam Suripin (2004) menyatakan konsentrasi (tc) adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluarnya aliran air (outlet) dalam suatu DTA. Diasumsikan bahwa jika lamanya waktu hujan sama dengan waktu konsentrasi maka setiap bagian lahan pada DTA keseluruhan telah menyumbangkan aliran (debit puncak) terhadap titik kontrol. Pada daerah perkotaan seperti perumahan, lahan area DTA yang dimaksud sebagai muka aspal di jalanan atau genting rumah sebagai lahan permukaan terbangun. Waktu konsentrasi dihitung dengan persamaan (4).
0.87xL2 0.3 8 5
tc
1000xs (4)
dimana tc adalah waktu konsentrasi (jam) dan L adalah panjang saluran utama dari hulu sampai penguras (km) dan S adalah kemiringan rata-rata saluran utama.
Pada daerah aliran sungai (DAS) yang sebagian besar berupa lahan bukan perumahan, waktu konsentrasi dapat dihitung dengan membedakan menjadi dua komponen, yaitu (1) waktu limpasan permukaan (todalam menit) sebagai lamanya waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai saluran terdekat, dan (2) waktu limpas saluran (td dalam menit) sebagai waktu yang diperlukan air untuk mengalir di dalam saluran drainase sampai muara DAS/titik keluar. Waktu konsentrasi yang dihitung merupakan waktu penjumlahan kedua komponen tersebut, seperti dijelaskan pada persamaan (5) (Suripin 2004):
tc t0 td
dimana n adalah angka kekasaran Manning, S adalah kemiringan lahan, L adalah panjang limpasan aliran di atas permukaan lahan (m), Ls adalah panjang lintasan di dalam saluran/sungai (m), dan v adalah kecepatan aliran di dalam saluran (m/det).
Menurut Suripin (2004), debit limpasan berhubungan dengan dimensi saluran. Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit (Qs) yang harus ditampung oleh saluran yang harus lebih besar atau sama dengan debit rencana (QT) yang diakibatkan oleh hujan rencana. Dengan kata lain, kapasitas debit rancangan yang akan dibuat (QS) harus lebih besar dari debit aktual dari setiap kejadian hujan/hujan rencana (QT), seperti dijelaskan pada persamaan (8).
QS QT (8)
6
debit limpasan eksisting di saluran menggunakan sekat ukur persegi empat dan lebar penuh. Sekat ukur yaitu bangunan yang dipasang melintang dengan debit air yang diukur. Menurut King (2013), pengukuran debit langsung dapat dilakukan dengan menggunakan sekat ukur. Jarak peletakan alat ukur tinggi air harus 4 kali tinggi sekat ukur seperti digambarkan pada Gambar 2. Menurut Mori (2003), debit di saluran yang dilengkapi sekat ukur persegi empat dan cipoletti dapat dihitung dengan persamaan 9.
Qcbh3 / 2 (9)
Q adalah debit saluran. b adalah lebar mercu (m) dan h adalah tinggi air yang diukur diatas mercu (m). c adalah koefisien dimana 1.8384 m/det untuk sekat ukur persegi dan 1.859 m/det untuk sekat ukur trapesium (cipoletti).
Alatukur
Jarak
Gambar 2 Jarak pengukur dengan pelimpah
7
Saluran Drainase
Menurut Feyen (1980), pola drainase dapat berupa natural system atau parallel grid system. Polanatural system (Gambar 4) banyak diterapkan di daerah perkotaan atau pedesaan yang masih mengikuti trase alamiah sedangkan tipikal drainase pada parallel grid system (Gambar 5) banyak diterapkan pada wilayah perumahan atau komplek pemukiman.
Trase saluran
alami (sungai) Kolektor
Gambar 4 Pola drainase berbentuknatural system
Gambar 5 Pola drainase berbentukparrarel grid system
Koefisien drainase merupakan parameter yang sangat penting dalam mendesain sistem drainase (Moustafa, 1989). Feyen (1980) menyatakan bahwa koefisien drainase adalah kuantitas rata-rata air yang dapat dipindahkan oleh sistem drainase ke muka air yang lebih rendah setelah jenuh selama 24 jam dari setiap luasan lahan. Koefisien drainase diperoleh dengan menggunakan persamaan (11).
Qq.A (11)
8
Menurut Khan et al. (2014), koefisien drainase adalah total volume air yang mengalir dari saluran drainase selama 24 jam. Pada drainase permukaan di daerah pertanian, koefisien drainase dihitung pada masing-masing jaringan lateral dengan menentukan panjang setiap sisi saluran drainase. Koefisien drainase diperoleh dengan membagi volume aliran dari saluran jaringan lateral yang per hari.
dimana Q adalah debit saluran (m3/det), V adalah volume air yang tertampung per hari (m3), t adalah waktu selama 24 jam, q adalah koefisien drainase (m3/hari), A adalah luas area drainase (m2)
Kriteria Rancangan Hidrolika Saluran
Kriteria perancangan adalah suatu kriteria yang dipakai perancang sebagai pedoman untuk merancang. Perancang diharapkan mampu menggunakan kriteria secara tepat dengan membandingkan kondisi sebenarnya dengan parameter yang tertulis dalam kriteria yang telah ditentukan. Nilai-nilai tersebut diambil dari penelitian terdahulu seperti koefisien aliran (runoff coeficient), koefisien kekasaran meaning dan kemiringan saluran. Tujuannya adalah untuk mengalirkan genangan air sesaat yang terjadi pada saat musim hujan serta dapat mengalirkan air kotor hasil pembuangan rumah tangga. Kelebihan air atau genangan air yang terjadi karena kesetimbangan banjir pada daerah tersebut terganggu yang disebabkan oleh air yang masuk dalam daerah tersebut lebih besar dari air keluar. Pada daerah perkotaan, kelebihan air ini biasa terjadi akibat kelebihan air hujan.
Menurut Schwab et al. (1981), dalam rancangan hidrolika perlu diperhatikan beberapa faktor untuk mendapatkan saluran drainase yang ideal, antara lain:
1. Lokasi saluran harus cukup rendah dari areal asal air limpasan
2. Kapasitas saluran harus mampu menampung air limpasan yang menuju ke arah saluran
3. Kemiringan dinding saluran sedemikian rupa sehingga tidak mudah terjadi longsor atau pengikisan dinding saluran;
4. Kecepatan aliran sedemikian rupa sehingga erosi atau pengendapan pada dasar saluran dapat dihindarkan
Bentuk dan Struktur Saluran Drainase
9 Aliran pada saluran terbuka terdiri dari saluran alam (natural channel), seperti sungai-sungai kecil di daerah hulu (pegunungan) hingga sungai besar di muara, dan saluran buatan (artificial channel), seperti saluran drainase tepi jalan, saluran irigasi untuk mengairi persawahan, saluran pembuangan, saluran untuk membawa air ke pembangkit listrik tenaga air, saluran untuk suplai air minum, dan saluran banjir.
Dimensi saluran. Dimensi saluran ditentukan berdasarkan kapasitas
rencana saluran dari setiap komponen sistem drainase yang dihitung berdasarkan rumus Manning. Perhitungan dimensi saluran dilakukan dengan persamaan 14, 15 dan 16. Pernampang melintang saluran dapat dilihat pada Gambar 6.
Q
Av
v : kecepatan aliran (m2/det)
n : kekasaran dinding saluran (Lampiran 2) S : kemiringan dasar saluran
R : jari-jari hidrolis (m) A : luas tampang basah (m2)
b b
Persegi Trapesium
Gambar 6 Potongan melintang saluran
Penentuan nisbah kedalaman dan lebar dasar saluran (h/b) untuk tujuan praktis dapat dilihat pada persamaan 17 dan 18.
h0.5 A (17)
B/h 4m
di mana: A : luas penampang dalan ft2
(18)
Unsur-unsur geometris dalam penentuan penampang saluran terbaik disajikan pada Lampiran 3. Penentuan luas penampang, keliling basah pada saluran penampang trapesium menggunakan persamaan 19 dan 20.
A(Bmh)h (19)
10
Kedalaman saluran. Kedalaman aliran y (depth of flow) adalah jarak
vertikal titik terendah pada suatu penampang saluran sampai ke permukaan. Kedalaman aliran juga sering disebut sebagai kedalaman penampang aliran h (depth of flow section). Tepatnya kedalaman penampang aliran; tegak lurus arah aliran atau tinggi penampang saluran yang diliputi air. Untuk saluran dengan kemiringan θ, dapat dilihat bahwa kedalaman aliran sama dengan kedalaman penampang aliran dibagi dengan cos θ.
Nilai minimum untuk tinggi jagaan/freeboard (W dalam m) pada saluran primer dan sekunder berkaitan dengan debit rencana saluran. Menurut USDA-NRCS (2001), freeboard merupakan jarak vertikal antara elevasi permukaan air maksimum sebagai desain saluran dengan dinding batas bagian atas pada saluran. Besarnya jagaan tergantung dari besarnya kapasitas saluran. Kapasitas saluran dihitung berdasarkan luas area yang memerlukan drainase, periode ulang yang dipilih dan lama penggenang yang masih ditolerir (Chow 1992). Tinggi jagaan minimum untuk saluran pasangan ditentukan berdasarkan debit rencana yang terjadi (QT) dalam m3/det (DPU 1986) yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Tinggi jagaan minimum untuk saluran pasangan Debit, Q (m3/det) Tinggi jagaan, W (m)
Kemiringan dinding saluran atau kemiringan talud (I). Kemiringan
talud saluran drainase dibuat dengan menggali tanah dan diperkuat dengan pasangan batu/beton sehingga stabilitas dinding saluran perlu diperhatikan. Besar kecilnya kemiringan dinding saluran akan tergantung pada jenis tanah dan kedalaman saluran. Menurut Chow (1992) kemiringan dinding saluran yang sesuai untuk berbagai jenis bahan ditampilkan pada Tabel 2. Menurut Suripin (2004) kemiringan dinding saluran yang direkomendasikan oleh USBR ditampilkan pada Tabel 3 (Suripin 2004).
Kemiringan Dasar Saluran. Menurut Chow (1992), kemiringan
menanjang dasar saluran biasanya diatur oleh topografi dan tinggi dan tinggi energi yang dibutuhkan untuk mengalirkan air.
Tabel 2 Kemiringan dinding saluran yang sesuai untuk berbagai jenis bahan.
Batu
Bahan Kemiringan diding
Hamper tegak lurus Tanah lempung (peat), rawang (muck)
Tanah berlapis beton
Tanah berlapos batu atau tanah untuk saluran lebar Lempung kaku atu tanah bagi parit kecil
Tanah berpasir lepas
Lempung berpasir atau lempung berpori
1 Tabel 3 Kemiringan dinding saluran (m) yang direkomendasikan oleh USBR
Tipe tanah Kedalaman saluran Kedalaman saluran
1.2 m > 1.2 m
Truf 0.0
-Lempung keras 0.5 1.0
Geluh kelempungan dan geluh keliatan
Geluh berpasir 1.5 2.0
Pasir 2.0 3.0
Faktor Rancangan
Debit Rancangan. Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung dengan menggunakan sekat ukur, dan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan mengukur luas saluran dan mengatur aliran air. Kecepatan aliran air dapat diukur dengan berbagai cara seperti menggunakan metode pelampung, current meter, atau dengan menggunakan persamaan puncak limpasan permukaan dapat digunakan metode rasional (Persamaan 1) karena lebih sempurna, mudah dimengerti dan sering digunakan pada daerah yang luasan relatif kecil dan curah hujan yang dianggap seragam. Untuk perencanaan saluran drainase yang sesuai dengan debit rancangan, maka perencanaan yang sesuai dapat mengacu pada nilai hubungan antara Q, h dan b/h seperti pada Tabel 4 (DPU 1986).
Tabel 4 Hubungan antara nilai Q, h, dan b/h untuk saluran drainase Debit, Q (m3/det) h (m) Rasio b/h
Kecepatan yang diizinkan. Menurut Fortier dan Scobey (1926) dalam
12
Tabel 5 Kecepatan maksimum yang diizinkan
Kecepatan rata-rata, m/det
Air mengangkut Material di dalam saluran gali n Air
jernih
Air
mengangkut non koloid lempung, pasir, koloid
kerikil dan batu
Pasir halus 0.020 0.46 0.76 0.40
Gelur berpasir (non koloid) 0.020 0.53 0.76 0.61
Gelum berlempung 0.020 0.61 0.91 0.61
Lempung alluvial 0.020 0.61 1.07 0.61
Geluh 0.020 0.76 1.07 0.69
Abu vulkanik 0.020 0.76 1.07 0.61
Kerikil halus 0.020 0.76 1.52 1.14
Geluh–krakal terseleksi 0.030 1.14 1.52 1.52
Liat alluvial 0.025 1.14 1.52 0.91
Liat - krakal terseleksi 0.030 1.22 1.68 1.52
Kerikil dasar 0.025 1.22 1.83 1.98
Kerang 0.025 1.83 1.83 1.52
Saluran trapesium
Saluran segitiga
Parit dangkal Penampang persegipanjang
Pipa Saluran alam tak
beraturan
METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan pada Cluster Sanur pada Perumahan Pondok Ungu di Kabupaten Bekasi dengan waktu penelitian pada bulan Agustus 2014 – Juni 2015. Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 3.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan antara lain meteran, kompas, theodolite, target rod, patok, GPS (Global Positioning System), sekat ukur, stopwach, alat tulis, dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan Software Arc View Ver. 3.3, Autocad 2007,dan Google sketchUp 8. Data yang digunakan merupakan data yang diperoleh secara langsung (primer) dan data yang tidak diukur secara langsung (sekunder). Data-data yang digunakan adalah
1. Curah hujan hasil dari pengukuran dengan menggunakanrain gauge
2. Data pengukuran dimensi saluran (panjang, lebar, kedalaman serta kemiringan saluran)
3. Data debit saluran drainase saat terjadi hujan serta bahan sekunder yang digunakan adalah data curah hujan harian maksimum 10 tahun dari BMKG
4. Site planperumahan 5. Peta topografi.
Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang dilakukan meliputi pengumpulan data-data yang berkaitan dengan perencanaan saluran drainase, pengamatan lapang, pengukuran, wawancara, dan pengumpulan data sekunder. Data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1. Data curah hujan harian maksimum 10 tahun dari BMKG 2. Data curah hujan pengukuran langsung saat terjadi hujan.
3. Faktor rancangan hidrolika: data-data faktor rancangan hidrolika saluran drainase meliputi kecepatan, kemiringan, kekasaran, dan kedalaman aliran, serta ukuran penampang saluran drainase. Data tersebut diperoleh melalui pengumpulan data primer atau melalui pengukuran dan pengamatan di lapang.
4. Debit aliran: data diperoleh melalui pengukuran lapang menggunakan sekat ukur di saluran draianse pada saat hujan terjadi yang telah ditracing. 5. Jaringan drainase: data jaringan draianse ini diperoleh berdasarkan
pemetaan lapang dan data sekunder berupa peta jaringan drainase, topografi lahan dan tata guna lahan perumahan.
Analisis data
14
mengukur dimensi saluran drainase (panjang, lebar, kedalaman dan kemiringan dasar saluran dan talud). Dari data tersebut dilakukan pemetaan jaringan drainase.
Analisis data yang dilakukan meliputi analisis limpasan, analisis debit saluran drainase, analisis unit hidrograf saluran dan evaluasi analisis kriteria rancangan hidrolika. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.
1. Analisis sistem drainase
Pembuatan peta sistem drainase perumahan berdasarkan data pengukuran lapang (panjang saluran, kedalaman saluran dan lebar dasar saluran, serta kemiringan saluran), peta topografi dan site plan perumahan dengan program SketchUp 8danArcview.
2. Analisis hidrograf saluran kolektor
a) Perhitungan debit saluran (QS) dari data pengukuran tinggi muka air permenit dengan sekat ukur di saluran drainase menggunakan persamaan (9).
b) Pembuatan hidrograf hubungan antara curah hujan dan debit hasil pengukuran
3. Analisis limpasan
a) Penentuan nilai koefisien limpasan (C) sesuai dengan kriteria Lampiran 1 dari masing-masing jenis dan luas penggunaan lahan berdasarkan site plan dan pengamatan lapang;
b) Perhitungan nilai koefisien limpasan pada lokasi penelitian berdasarkan luas dan jenis penggunaan lahan (C);
c) Perhitungan waktu konsentrasi (T) persamaan (5) metode Kirpich berdasarkan panjang dan kemiringan saluran;
d) Perhitungan nilai intensitas hujan (mm/jam) dengan persamaan (1) metode Mononobe berdasarkan waktu konsentrasi (T) dan jumlah curah hujan harian maksimum ketika pengukuran debit saluran;
e) Perhitungan debit puncak (QS) ketika pengukuran debit dengan persamaan metode Rasional berdasarkan luas penggunaan lahan, nilai koefisien limpasan dan intensitas hujan;
f) Perhitungan nilai koefisien drainase dengan persamaan (11) berdasarkan luas lahan dan besarnya nilai debit saluran (QS) dan debit limpasan (QL); g) Pembuatan kurva hubungan koefisien drainase dengan curah hujan
berdasarkan hasil perhitungan koefisien drainase dan curah hujan ketika pengukuran debit;
h) Pembuatan kurva hubungan koefisien drainase dengan debit saluran berdasarkan hasil perhitungan koefisien drainase dan nilai debit saluran (QS) dan debit limpasan (QL);
i) Penentuan koefisien determinasi (validasi) dengan persamaan (23)
j) Pembuatan persamaan regresi dan kurva hubungan antara debit saluran (QS) dan debit limpasan (QL);
Trasesaluran
penelusuran saluran drainase
Kapasitas eksisting
saluran
Site plan
Pengukuran hujan
Peta topografi rancangan saluran drainase
perumahan
Pengukuran debit saluran
Hidrograf
Koefisien drainase
Data curah hujan maksimum harian
Analisis curah hujan rencana
Debit limpasan dan debit rencana
n
(SS ms)(S0m0) R2 1x i1n s o (21)
dimana Mo adalah nilai rata-rata debit observasi, M adalah nilai rata-rata debit model, So adalah nilai debit observasi pengukuran ke-i, Ss adalah nilai debit model pengukuran ke-i, adalah nilai standar deviasi model, dan adalah nilai standar deviasi observasi.
4. Analisis kriteria rancangan hidrolika;
a) Perhitungan curah hujan rencana dengan periode ulang hujan (PUH) tertentu sesuai luas wilayah penelitian berdasarkan data curah hujan harian maksimum
b) Perhitungan intensitas hujan rencana (mm/jam) berdasarkan curah hujan (mm) pada periode ulang hujan dengan curah hujan 10 tahunan
c) Perhitungan debit rancangan berdasarkan nilai koefisien limpasan persamaan (2), intensitas hujan rencana (mm/jam) dan luasan lahan rencana (ha);
d) Menghitung lebar dasar saluran (B) dan kedalaman air di saluran (h) dengan metode trial and error/coba-coba berdasarkan persamaan unsur geometris saluran pada Lampiran 13 dan hubungan kisaran debit terhadap rasio B/h (Tabel 4);
e) Perhitungan kemiringan saluran minimum dengan berdasarkan kecepatan yang diizinkan, untuk jenis saluran pasangan batu 2 m/det dan jenis saluran pasangan beton 3 m/det;
f) Perhitungan nilai koefisien drainase dengan persamaan (11) berdasarkan debit rancangan dan luasan lahan;
g) Pembuatan nomogram untuk penentuan nilai koefisien drainase (m3/det.ha) yang memenuhi persamaan (16);
Ta
Cluster Sanur adalah merupakan salah satu Cluster perumahan yang terletak pada Perumahan Pondok Ungu Permai di Kelurahan Kaliabang Tengah, Kecamatan Bekasi. Secara geografis Pondok Ungu Permai terletak pada 6˚10’21,96’’ sampai 6˚10’29,47’’LS dan 107˚1’18,54’’ sampai 107˚1’25,37’’ BT. Luas Cluster Sanur sebagai daerah tangkapan air hujan 3.39 ha.Cluster ini akan dibangun 499 unit rumah oleh PT. Graha Duta Putra Jaya dimana pada saat ini jumlah rumah yang telah selesai dibangun 235 unit. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 5-9 m dari permukaan laut dan kemiringan 0-2 %. Peta topografi wilayah penelitian disajikan pada Lampiran 6.
Taman
Gambar 9 Trase dan arah aliran saluran drainase
18
Tabel 6 Jenis penggunaan lahan di lokasi penelitian pada saat penelitian Luas
Lokasi penelitian berada dekat sungai Kaliabang tengah yang merupakan saluran yang menerima air limpasan dan buangan dari saluran drainase Culster Sanur. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, saluran di Cluster Sanur sebagian besar merupakan saluran terbuka dimana saluran memiliki 1 outlet saluran pada Daerah Tangkapan Air (DTA) perumahan yang terletak pada saluran utama. Karakteristik saluran berbentuk persegi dengan pasangan beton dapat dilihat pada Tabel 7. Dengan melihat arah air pada saluran drainase, hubungan antar saluran penerima dan pengumpul, serta luas daerah pengaliran maka seluruh drainase merupakan air limpasan dari rumah. Dari hasil tracing dengan bantuan site plan maka ditentukan lokasi penelitian yang dijadikan lokasi pengukuran debit yang dapat dilihat pada Gambar 9.Site plan Cluster Sanur dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pada saat akan dilaksanakan pengukuran pada saat hujan, limpasan dari luar DTA Cluster Sanur masuk ke saluran drainase. Hal ini disebabkan perubahan topografi Cluster Uluwatu yang disebabkan adanya timbunan pada saat proses pembangunan waduk sebagai resapan nantinya. Timbunan tersebut dilakukan dekat dengan Cluster Sanur yang menyebabkan sebagian air limpasan dari Cluster Uluwatu masuk ke Sanur. Air limpasan yang terkumpul dan masuk ke dalam sistem drainase perumahan yang bukan dari DTA perumahan harus diukur agar debit yang diperoleh merupakan air limpasan dari perumahan itu sendiri. Berdasarkan hasil tracing dengan melihat arah larian air limpasan maka ditentukan pula lokasi pengukuran debit yang masuk ke saluran yang disebut sebagai suplesi yang dapat dilihat pada Gambar 9.
Cluster Sanur memiliki saluran drainase tersier (lateral) yang terhubung dengan saluran drainase sekunder (kolektor) sebelum masuk ke saluran darainase utama. Berdasarkan hasil tracingsaluran, sistem drainase di lokasi penelitian berbentuk berbentuk parallel grid system. Menurut Feyen (1980), penentuan bentuk sistem draianse tersebut didasarkan pada kemiringan lahan di saluran kolektor yang mengumpulkan air dari saluran lapangan (field drain) dan membawanya ke saluran utama untuk dibuang ke sungai.
19 Tabel 7 Karakteristik saluran berbentuk trapesium dengan pasangan beton
Karekteristik Nilai
Panjang saluran, P (m) 175.000 Lebar dasar saluran, B (m) 0.740 Lebar atas saluran, b (m) 0.945 Kedalaman saluran, h (m) 1.020
Tinggi jagaan, w (m) 0.200
Kemiringan saluran, S 0.170
Kemiringan talud, m1 0.078
Kemiringan talud, m2 0.118
Konsentrasi Saluran, Tc(mnt) 13.000 Limpasan Permukaan
Air limpasan merupakan bagian dari curah hujan yang terjadi di suatu lahan yang terdapat pada saluran permukaan. Dari besarnya debit limpasan ini, kemudian dapat ditentukan besarnya nilai koefisien drainase. Koefisien drainase menggambarkan laju pengaliran rata-rata limpasan yang dipindahkan oleh sistem drainase lapang ke outlet saluran drainase di setiap luasan lahan (ha) (Feyen 1980). Schwab et al (1981) menyatakan bahwa koefisien aliran permukaan (C) didefinisikan sebagai nisbah laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume total limpasan yaitu faktor-faktor iklim yang terdiri dari banyaknya presipitasi dan evapotranspirasi serta faktor DAS yang terdiri dari ukuran DAS dan tinggi tempat rata-rata daerah aliran sungai (pengaruh orografis) (Seyhan 1990).
Perumahan ini hampir 58.74 % terdiri dari permukaan yang tidak dapat melewatkan air ke dalam tanah yaitu merupakan bentuk dari perkerasan jalan dan perumahan, sisanya merupakan taman/lahan terbuka yang dapat melewatkan air berupa halaman rumah dan taman yang menjadi salah satu faktor yang menentukan besar debit limpasan berdasarkan metode rasional ialah koefisien
limpasan (C). Koefisien limpasan ini tergantung pada tutupan lahan dari suatu DTA. Menurut Verrina et al. (2013), kondisi topografi, penggunaan lahan, dan jenis tanah ini akan mempengaruhi besarnya limpasan yang terjadi pada daerah tersebut. Untuk tutupan lahan pada Cluster Sanur terdiri dari rumah multiunit/ bangunan, taman dan jalan. Dari jenis tutupan lahan tersebut diambil nilai koefisen nilai C pada tutupan lahan dari rumah multiunit/bangunan, taman dan jalan dengan masing masing nilai 0.75, 0.35 dan 0.95. Setelah itu, diperoleh nilai koefisien limpasan pada lokasi penelitian yaitu 0.65 yang disajikan pada Lampiran 8. Nilai koefisien limpasan tersebut digunakan dalam analisis debit limpasan perumahan.
20
Tanggal C CH I QL qL Qs qs
(mm/jam) (m3/det) (m3/det.ha) (m3/det) (m3/det.h
01 Feb 48.0 46.13 0.282 0.083 0.222 0.065
08 Feb 45.0 43.25 0.264 0.078 0.175 0.052
10 Feb
0.65 10.0 9.61 0.059 0.017 0.076 0.022
12 Feb 22.5 21.62 0.132 0.039 0.133 0.039
28 Feb 12.5 12.01 0.073 0.022 0.076 0.022
Dhakal et al. (2012) menyatakan bahwa besarnya debit rancangan sebanding dengan setiap perubahan tutupan lahan yang didefinisikan sebagai nilai C. Pada penelitian ini belum terjadi perubahan penggunaan lahan sehingga nilai C tetap.
Tabel 8 Nilai debit dan koefisien drainase pada beberapa kejadian hujan
a)
01 Mar 16.0 15.38 0.094 0.028 0.098 0.029
CH: jumlah curah hujan, I: intensitas hujan, QL: debit limpasan qL: koefisien limpasan, Qs: debit saluran, qs: koefisien drainase saluran
Nilai koefisien drainase yang diperoleh merupakan nilai koefisien drainase yang terjadi pada setiap jenis dan luas penggunaan lahan. Dari hasil analisis dan pengukuran debit limpasan dan koefisien drainase pada saat hujan, maka diperoleh nilai koefisien limpasan dalam saluran drainase dan nilai koefisien drainase limpasan berurutan sebesar 0.076-0.022 m3/det.ha dan 0.017-0.083 m3/det.ha. Menurut Wijaya (2014), setiap perbedaan besarnya curah hujan dan jenis penggunaan lahan di setiap lokasi memberikan besarnya nilai koefisien drainase yang berbeda.
Menurut Ahmadi (1995), pemilihan dan penggunaan koefisien drainase yang sesuai selalu menjadi masalah dalam mendesain sistem drainase.
Penggunaan nilai yang rendah akan mengurangi efektivitas sistem drainase sedangkan penggunaan nilai tinggi akan meningkatkan biaya sistem. Pada Gambar 11 menunjukkan bahwa Kurva hubungan koefisien drainase dengan debit pada Cluster Sanur ditentukan oleh besarnya debit limpasan yang terjadi pada luasan lahan. Hal ini disebabkan luas lahan dan kondisi topografi pada lokasi penelitian.
Pada Gambar 10 menunjukkan kurva hubungan debit dengan curah hujan. Dari garis linear yang terbentuk menggambarkan bahwa setiap debit yang dihasilkan oleh besarnya nilai curah hujan akan berbanding lurus. Hal ini disebabkan oleh perbedaan luasan lahan, kondisi topografi dan hidrologi permukaan. Selain itu, debit limpasan (QL) dan debit saluran (QS) (Tabel 8) yang diplotkan pada Gambar 12 menunjukkan adanya perbedaan besarnya nilai debit pada setiap kejadian hujan yang sama. Perbedaan ini dapat dijelaskan melalui besarnya curah hujan yang terjadi pada lokasi penelitian memberikan respon yang berbeda terhadap nilai debit.
21
besarnya nilai R2 atau dapat juga disebut koefisien determinanasi (coefficient of detemination). Koefisien determinasi menunjukkan seberapa jauh kesalahan dalam memperkirakan besaran y dapat direduksi dengan menggunakan informasi yang dimiliki variabel x. Model persamaan regresi dianggap sempurna apabila nilai R2=1.
Gambar 10 Kurva hubungan debit dan curah hujan
0,10
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 Debit (m3/det)
QLT qE
Linear (QLT) Linear (qE)
22
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30
Debit limpasan (m3/det)
Gambar 12 Kurva hubungan debit limpasan dan debit saluran
Pada Gambar 12 korelasi diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.946. Gambar 12 menunjukkan grafik korelasi linear berdasarkan perbedaan nilai debit seluruh kejadian hujan antara debit limpasan dan debit saluran. Koefisien determinasi menunjukkan seberapa jauh kesalahan dalam memperkirakan debit saluran dapat direduksi dengan menggunakan nilai debit limpasan. Secara sederhana nilai R2 merupakan penunjuk kevalitan data dimana jika 0.946<R2<1. Setiap perubahan besarnya intensitas hujan maka memberikan nilai debit saluran drainase yang berbeda dalam setiap kejadian hujan.
Hidrograf Saluran Kolektor
Tabel 9 menunjukkan hasil analisis dan pengukuran debit saluran pada beberapa waktukejadian hujan pada lokasi penelitian. Berdasarkan pengukuran lapang ketika hujan diperoleh debit saluran terukur yang berbeda dimana semakin besar curah hujan maka semakin debit saluran akan semakin besar pula. Menurut Oktarina (2015), seiring terjadinya peningkatan intensitas hujan dan kemiringan lahan maka akan terjadi pula peningkatan debit puncak dan waktu puncak yang lebih pendek.
23
Tabel 9 Hasil analisis dan pengukuran maksimum debit saluran setelah terjadi hujan
Tanggal CH (mm) TCH(menit) H (m) Qs(m
3 /det)
01 Februari 2015 48 204 0.28 0.222
08 Februari 2015 45 96 0.24 0.175
CH : curah hujan, TCH: lama hujan, h: kedalaman air di saluran, Qs: debit saluran
0,50 0
8.00 8.30 9.00 9.30 10.00 10.30 11.00 11.30 Waktu
9.00 9.30 10.00 10.30 11.00
Waktu (b)
24
Pada kejadian hujan pada tanggal 01 Februari 2015 sebesar 48 mm diperoleh aliran permukaan sebesar 0.222 m3/det dengan lama kejadian hujan 204 menit dan pada 08 Februari 2015 dari hujan sebesar 45 mm diperoleh aliran permukaan sebesar 0.175 m3/det dengan lama kejadian hujan 96 menit. Menurut Kennedy dan Watt (1976) dalam Harto (1993), sifat hujan yang sangat mempengaruhi bentuk hidrograf yaitu intensitas hujan, lama hujan dan arah gerak hujan. Dari hasil analisis di setiap kejadian hujan, menunjukkan intensitas hujan yang tinggi mengakibatkan debit limpasan yang besar dan tercapai lebih cepat, namun tidak semua debit puncak terjadi dalam waktu pendek. Cepat lambatnya waktu untuk mencapai debit puncak selain dipengaruhi oleh intensitas hujan, juga dipengaruhi pola hujan yang terjadi di lokasi penelitian.
Hidrograf adalah suatu grafik yang menunjukkan keragaman limpasan (dapat juga muka air, kecepatan, beban sedimen dan lain-lain) dengan waktu. Hidrograf periode pendek terdiri atas cabang naik puncak/maksimum dan cabang turun. Dari hasil pengukuran dengan sekat ukur diperoleh ketinggian aliran di atas sekat ukur (h) tiap menit saat terjadi hujan. Sebelum dilakukan pengukuran debit saluran yang sudah ada tercatat sebagai debit awal dan hasil pengukuran ketika terjadi hujan tercatat sebagai debit limpasan permukaan. Dari data pengukuran curah hujan denganrain gauge dan hasil pengukuran debit saluran ketika hujan di outlet saluran, dihasilkan hidrograf saluran drainase pada setiap kejadian hujan. Data yang digunakan untuk menganalisi debit limpasan adalah data pengukuran tinggi muka air dalam saluran pada saat terjadi hujan. Dari hasil analisis maka terbentuklah hidrograf aliran pada saluran drainase yang menunjukkan variasi debit puncak yang besar. Hasil analisis hidrograf pada waktu waktu pengukuran disajikan pada Lampiran 14-19 dan Gambar 13 merupakan contoh gambar hidrograf ketika terjadi debit puncak maksimum hasil pengukuran di saluran ketika hujan.
Pengembangan Rancangan Hidrolika
Dalam setiap pengembangan rancangan hidrolika berdasarkan pada kapasitas suatu bangunan hidrolika yang harus mampu menampung air limpasan dari curah hujan yang terjadi dalam periode ulang tertentu (Schwab et al. 1981). Penentuan debit rancangan dihitung berdasarkan data curah hujan harian maksimum tahunan (maximum annual series) selama 10 tahun (2004-2013). Data curah hujan tersebut diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Halim Perdanakusumah (Lampiran 10). Dari data curah hujan diperoleh curah hujan maksimum bulanan yang kemudian digunakan untuk perhitungan curah hujan rencana di lokasi penelitian. Data curah hujan tersebut digunakan untuk menentukan curah hujan rencana dalam perencanaan hidrolika. Data tersebut diolah dengan metode distribusi yaitu Normal, Log Normal, Log-Person III, dan Gumbel yang disajikan pada Lampiran 20 sampai Lampiran 23.
25 Hasil perhitungan Tabel 12 dibandingkan dengan persyaratan tiap-tiap jenis distribusi frekuensi (Bhim et al. 2012) untuk menentukan kesesuaian jenis distribusi frekuensi tersebut. Tabel 11 dibandingkan dengan persyaratan tiap-tiap jenis distribusi disajikan pada Tabel 12.
Tabel 10 Analisis probabilitas hujan rencana (mm) Periode ulang
(T tahun) Normal Log Normal Log Person III Gumbel
2 173.00 159.80 166.35 162.9
5 235.65 226.51 228.08 251.9
10 268.47 271.92 263.25 310.9
25 300.55 325.09 302.07 385.4
50 325.91 374.39 327.46 440.6
Tabel 11 Hasil perhitungan S, Cs, Ck, dan Cv
Faktor Notasi Nilai
Standar Deviasi S 74.5892
Koefisien Kemencengan Cs 0.8064
Koefisien Kurtosis Ck 3.2111
Koefisien Variasi Cv 0.4312
Tabel 12 Perbandingan syarat distribusi dan hasil perhitungan
Jenis Distribusi Syarat Hasil Keterangan
Gumbel Cs≤ 1.1396
Ck≤ 5.4002
Log-Person tipe III Cs 0 Cs=1.4670 tidak memenuhi
Normal Cs 0 Cs= 0.1562 tidak memenuhi
Uji kecocokan dilakukan untuk mengetahui kecocokan distribusi frekuensi contoh uji data terhadap fungsi distribusi peluang. Uji kecocokan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Kolmogorov. Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov dilakukan untuk mengetahui nilai kritis (D) dari data curah hujan harian maksimum tiap tahun. Nilai kritis hasil perhitungan dibandingkan dengan nilai kritis Do literatur. Apabila nilai D hasil perhitungan lebih kecil dari Do Maka distribusi frekuensi tersebut dapat digunakan. Nilai Do menurut Suripin (2004) disajikan pada Tabel 13.
26
Tabel 13 Nilai kritis Dountuk uji Smirnov-Kolmogorov
Jumlah data Derajat kepercayaan(α)
(N) 0.2 0.10 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.35 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
Tabel 14 Hasil perhitungan uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov untuk distribusi Normal dan Gumbel
Tahun x m P P(x<) Ft P'(x) P'(x<) D
2011 2.4843 1 0.091 0.909 0.131 0.023 0.977 0.886
2006 2.4149 2 0.182 0.818 0.094 0.135 0.865 0.684
2007 2.4133 3 0.273 0.727 0.094 0.137 0.863 0.590
2013 2.2068 4 0.364 0.636 -0.017 0.469 0.531 0.167
2005 2.1959 5 0.455 0.545 -0.023 0.486 0.514 0.059
2009 2.1461 6 0.545 0.455 -0.049 0.566 0.434 0.112
2008 2.1335 7 0.636 0.364 -0.056 0.587 0.413 0.223
2004 2.0899 8 0.727 0.273 -0.079 0.657 0.343 0.384
2010 1.9777 9 0.818 0.182 -0.139 0.837 0.163 0.655
2012 1.9731 10 0.909 0.091 -0.141 0.844 0.156 0.753
Tabel 15 Hasil perhitungan uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov untuk distribusi Log-Normal dan Log-Person III
Tahun x m P P(x<) Ft P'(x) P'(x<) D
2011 2.4843 1 0.091 0.909 0.131 0.023 0.977 0.886 2006 2.4150 2 0.182 0.818 0.094 0.135 0.865 0.684 2007 2.4133 3 0.273 0.727 0.094 0.137 0.863 0.590 2013 2.2068 4 0.364 0.636 -0.017 0.469 0.531 0.167 2005 2.1959 5 0.455 0.545 -0.023 0.486 0.514 0.059 2009 2.1461 6 0.545 0.455 -0.049 0.566 0.434 0.112 2008 2.1335 7 0.636 0.364 -0.056 0.587 0.413 0.223 2004 2.0899 8 0.727 0.273 -0.079 0.657 0.343 0.384 2010 1.9777 9 0.818 0.182 -0.139 0.837 0.163 0.655 2012 1.9731 10 0.909 0.091 -0.141 0.844 0.156 0.753
27 dan Log-Person III adalah 0.886, sehingga nilai D > Dodan distribusi Log Normal dan Log-Person III tidak dapat diterima.
Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa distribusi Gumbel dapat digunakan. Distribusi Gumbel memiliki nilai koefisien kemencengan dan kurtosis (keruncingan) di bawah persyaratan maksimum. Koefisien kemencengan distribusi Gumbel yang kecil menunjukkan data tersebar dengan baik menurut distribusi Gumbel, artinya nilai rata-rata, median, dan modus hanya memiliki perbedaan yang kecil. Koefisien kurtosis distribusi Gumbel yang kecil menunjukkan data cukup rata sehingga tidak ada nilai ekstrim yang memiliki perbedaan jauh dengan data lainnya.
Tabel 16 Kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan Luas DAS (ha) Periode ulang (tahun) Motode perhitungan debit banjir
< 10 2 Rasional
10-100 2-5 Rasional
101-500 5-20 Rasional
>500 10-25 Hidrograf satuan
Tabel 17 Periode ulang rencana
Jenis saluran Klasifikasi daerah Kepadatan penduduk Periode ulang (ribuan orang) (tahun) Sistem Drainase
primer
Perkotaan 1 KP<500 10
Perkotaan 2 500<KP<2000 15
Perkotaan 3 KP>2000 25
Sistem Drainase Sekunder
Perkotaan 1 KP<500 5
Perkotaan 2 500<KP<2000 5
Perkotaan 3 KP>2000 10
Sistem Drainase Tersier
Pedesaan/pinggiran/
kota/perkotaan - 2
Menurut Suripin (2004), pada luasan < 10 ha dapat digunakan periode ulang hujan 2 tahun dan untuk luas lahan 10-100 ha dapat digunakan periode ulang hujan 2-5 tahun (Tabel 16). Luas tangkapan air pada lokasi penelitian adalah 3.39 ha. Pada perancangan saluran drainase pada Cluster Sanur menggunakan debit rencana dengan periode ulang 2 tahun. Hal ini disebabkan karena luas perumahan Cluster sanur < 10 ha. DPU (1993) dalam Susilowati dan Santita (2006) menyatakan bahwa pedesaan/ pinggiran/kota/perkotaan menggunakan sistem drainase tersier dan dalam perencanaan saluran yang digunakan merupakan periode ulang 2 tahun (Tabel 17). Berdasarkan hasil rekapitulasi data curah hujan pada periode ulang tertentu pada Tabel 10 diketahui bahwa debit rancangan adalah 162.9 mm.
28
rancangan digunakan intensitas hujan sebagai bentuk besaran hujan yang terjadi setiap jam yang dipengaruhi oleh lamanya curah hujan atau frekuensi terjadinya hujan.
Waktu konsentrasi dianalisis dengan mempertimbangkan panjang saluran utama dari hulu sampai penguras dan kemiringan dasar saluran rata-rata. Nilai waktu konsentasi diperoleh sebesar 13 menit pada Lampiran 12. Menurut Manoj et al(2014), nilai waktu konsentrasi harus dihitung secara tepat jika hanya dengan diprediksi atau ditetapkan berdasarkan standart lokal atau penilaian rekayasa. Jika perkiraan kurang maka dari waktukonsentrasi yang sebenarnya maka maka estimasi yang dihasilkan dari debit puncak akan besar dari nilai yang sebenarnya yang akan mengakibatkan biaya pembangunan saluran drainase mahal.
Tabel 18 Hasil analisis debit rancangan dan koefisien drainase
Parameter Peneliti Wijaya(2014)
Luas DTA (ha) 3.39 4.87 4.80 4.93
Kemiringan saluran, S (%) 0.17 2.50 2.20 4.10
Koefisien limpasan, C 0.65 0.66 0.72 0.82
Waktu konsentrasi,tC(menit) 13.00 9.00 12.00 11.00 Curah hujan rencana, CH (mm) 162.90 144.60 144.60 144.60
Intensitas hujan (mm/jam) 156.6 48.20 48.20 48.20
Debit rancangan (m3/det) 0.95 0.43 0.49 0.54
Koefisien drainase, q 0.28 0.088 0.096 0.11
Pada perencanaan dimensi saluran, perhitungan profil hidrolis sangat menentukan. Metode yang dapat digunakan untuk mementukan perancangan saluran yaitu dengan menggunakan persamaan kontinuitas (DPU, 2003). Drainase harus direncanakan dengan baik dan seoptimal mungkin. Karena jika drainase terlalu kecil dapat menyebabkan saluran tidak dapat menampung air yang ada, sedangkan jika terlalu besar membuat perencanaan menjadi boros (Kawer et al. 2012).
Menurut Situmorang et al. (2012), apabila kapasitas saluran drainase lebih besar dari debit banjir rencana maka saluran tersebut masih layak dan tidak terjadi luapan air. Penanganan saluran yang kapasitasnya tidak mencukupi antara lain normalisasi atau pengerukan sedimen, penambahan tinggi saluran dan pembuatan saluran baru. Dalam rencana perbaikan drainase prinsip dasar yang dipakai adalah sedapat mungkin mempertahankan saluran yang sudah ada, jika tidak memungkinkan maka dilakukan perubahan pada dimensi saluran sesuai dengan debit banjir rencana.
29 hasil perhitungan menjadi dasar penentuan nilai B dan h dengan mengacu nilai ratio B/h (DPU 1986). Di daerah perumahan, bentuk saluran yang umum digunakan adalah bentuk persegi yang terbuat dari pasangan beton. Untuk itu perencanaan drainase bentuk saluran tersebut digunakan dalam membuat nomogram untuk debit rancangan < 1 m3/det dengan tinggi jagaan 0.2 m sesuai dengan DPU (1986).
Tabel 19 Hasil analisis kriteria rancangan hidrolika saluran beton di lokasi penelitian
Parameter Bentuk
Persegi Trapesium m=1 Trapesium m=0.5
Debit air, Q (m3/det) 0.960 0.960 0.959
Kecepatan aliran, v (m/det) 3.000 3.000 3.000
Luas penampang, A (m2) 0.320 0.320 0.320
Lebar dasar saluran, B (m) 0.400 0.400 0.400
Kedalaman air, h (m) 0.800 0.400 0.494
freebooard, W (m) 0.200 0.200 0.200
Kedalaman saluran (m) 1.000 0.600 0.694
Keliling penampang basah, P (m) 2.000 1.531 1.505
Jari-jari hidrolik, R (m) 0.267 0.209 0.212
Kekasaran Manning, n 0.014 0.014 0.014
Hasil perhitungan debit rancangan (Q) Tabel 19 pada luasan lahan rencana (ha) berdasarkan nilai koefisien drainase, kemudian dapat ditentukan ditentukan lebar dasar saluran (B) dan kedalaman saluran (h). Nilai debit limpasan permukaan (Q) hasil perhitungan menjadi dasar penentuan nilai B dan h dengan mengacu nilai ratio B/h (Tabel 4) (DPU 1986) secara trial error pada Lampiran 13. Menentuan kemiringan talud dengan bentuk penampang saluran trapesium berdasarkan kemiringan dinding saluran dengan bahan yaitu beton pada Tabel 3.
Berdasarkan Wijaya (2014), nomogram yang dibuat dikembangkan berdasarkan kriteria perencanaan saluran (KP-03) yang umum digunakan sebagai dasar perencanaan saluran di Indonesia (DPU 1986). Kriteria rancangan hidraulika yang ditentukan dengan menggunakan nomogram ini sangat memungkinkan untuk dapat digunakan di lokasi lain dengan kisaran luas lahan daerah tangkapan air kurang dari 10 ha dan curah hujan rencana kurang dari 162 mm dengan kondisi kemiringan lahan 0-2 %.
Penentuan kriteria rancangan hidraulika dengan nomogram dapat dilakukan sebagai berikut:
1 Menghitung nilai hujan rencana (R24) dari data curah hujan harian maksimum BMKG setempat minimal periode 10 tahun terakhir dengan metode metode distribusi yaitu Normal, Log Normal, Log-Person III, dan Gumbel.
2 Menentukan nilai intensitas hujan (I, mm/jam) berdasarkan hujan rencana dan waktu lama kejadian hujan efektif.
30
1
h (m)
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
Legenda : .2 B = lebar saluran
h = kedalaman saluran A = luas penampang
Gambar 14 Nomogram penentuan kriteria rancangan hidrolika untuk saluran dengan penampang persegi dan pasangan beton
4 Menghitung nilai debit rancangan dari nilai koefisien drainase (q) dikalikan dengan luas lahan rencana berdasarkan peta site plan (ha). Nilai debit rancangan kemudian dijadikan sebagai estimasi tinggi freeboard yang aman mengacu pada Kriteria Perencanaan No. 03 (KP-03) DPU (1986) seperti yang disajikan pada Tabel 4.
31
h (m)
0.6
0.5 0.4
0.9 0.8 0.7
1.2
1.1
1.0
Legenda : B = lebar saluran h = kedalaman saluran A = luas penampang saluran m = kemiringan dinding saluran
Gambar 15 Nomogram penentuan kriteria rancangan hidrolika untuk saluran dengan penampang trapesium (kemiringan talud 0.5) dan pasangan beton
32
h (m)
0.6 0.5
0.4
0.9 0.8
0.7
1.2
1.1 1.0
Legenda : B = lebar saluran h = kedalaman saluran A = luas penampang saluran m =kemiringan dinding saluran
Gambar 16 Nomogram penentuan kriteria rancangan hidrolika untuk saluran dengan penampang trapesium (kemiringan talud 1.0) dan pasangan beton
33
Debit air, Q (m3/det) 2.516 0.966 1.550(-) Lebar dasar saluran, B (m) 0.740 0.400 0.475(-) Kedalaman saluran, h (m) 0.980 0.694 0.286(-)
berbentuk trapesium dan terbuat dari pasangan beton dapat digunakan nomogram15 dan 16. Hal ini sesuai dengan SNI 02-2406-1991 (SNI, 1991) yang menyatakan bahwa kecepatan maksimum aliran agar ditentukan tidak lebih besar dari pada kecepatan maksimum yang diizinkan sehingga tidak terjadi kerusakan.
Tabel 20 Hasil evaluasi saluran drainase di Cluster Sanur Eksisting Rancangan Evaluasi
Parameter Saluran Saluran saluran
Keterangan: (+): penambahan, (-): pengurangan/sudah mencukupi (sesuai)
Hasil pengukuran saluran drainase menunjukkan bahwa kapasitas saluran utama yang ada saat penelitian tidak sesuai dengan evaluasi saluran drainase (Tabel 20). Hal ini menyebabkan terjadi perubahan dimensi saluran drainase. Menurut Suryapraja (2011), besarnya dimensi penampang saluran drainase tergantung pada besarnya debit yang dialirkan. Penentuan rancangan didasarkan pada kecepatan maksimum yang diizinkan dan kisaran nilai debit yang berhubungan dengan rasio perbandingan B/h yang disarankan (DPU 1986). Pada kondisi saluran drainase yang ada, kedalaman saluran (setelah ditambahkan freeboard 0.2 m) dan lebar dasar saluran telah sesuai dengan kapasitas yang diperlukan sehingga tidak perlu dilakukan perbaikan saluran. Perbaikan dimensi saluran drainase perlu dilakukan bila terjadi luapan.
SIMPULAN
Nilai koefisien drainase perumahan adalah 0.28 m3/det.ha pada kondisi kemiringan lahan 0-2 % dan jumlah hujan rencana sebesar 162.9 mm. Kriteria rancangan hidrolika sistem drainase perumahan telah dapat dikembangkan dalam bentuk nomogram. Dengan nomogram tersebut dapat ditentukan lebar dan tinggi saluran sesuai dengan besaran debit limpasan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi MZ. 1995. A Field Approach To Estimation Of Humid Area Drainage coefficients. Elsevier Science. Agricultural water management 29 (1955) 101-109.
Arsyad S.1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press
34
Bhim S, Deepak R, Amol V, Jitendra S. 2012 Probability analysis for estimation of annual one day maximum rainfall of Jhalarapatan area of Rajasthan, India. Plant Archives.12(2) : 1093-1100. ISSN : 0972-5210.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Provinsidan Persentase Penduduk Daerah Perkotaan menurut Provinsi, 2010-2035 [diunduh 26 Agustus 2015] Tersedia pada: http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1268
Butler D, Davies JW. 2004. Urban Drainage. 2nd Edition. New York [NY]: Spon PressChow VT. 1992. Hidrolika Saluran Terbuka, penerjemah; Nensi Rosalia, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Open Channel Hydraulics
Dhakal N, Fang X, Cleveland TG, Thompson DB, Asquith HW, Marzen LJ. 2012. Estimation of Volumetric Runoff Coefficients for Texas Watersheds Using Land-Use and Rainfall-Runoff Data. Journal of Irrigation and Drainage Engineering, Vol. 138, No. 1, January. ISSN 0733-9437.
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Standar perancangan Irigasi KP-03 Kriteria Perancangan Bagian Saluran. Jakarta(ID): Departemen PU.
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2003. Perencanaan Saluran Air Hujan Pracetak Berlubang Untuk Lingkungan Pemukiman. Jakarta (ID): Departemen PU.
Feyen J. 1980. Drainage of Irigated Land. London (UK): Batsford Academic and Educatonial Ltd, Katholieke Universitet Leuven, Center for Irrigation Engineering.
Froehlich DC. 2010. Short-Duration Rainfall Intensity Equations for Urban Drainage Design. Journal of Irrigation and Drainage Engineering, Vol. 136, No. 8, Agustus. ISSN 0733-9437. p 519–526.
Harto BR. 1993.Analisis Hidrologi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Haryono S. 1999.Drainase Perkotaan. Jakarta (ID): Mediatama Saptakarya. Imaduddin MF. 2013. Rancangan Bangunan Hidrolika Pemanfaatan Air Limpasan
di Perumahan Bogor Nirwana Residence, Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kamiana. IM. 2011. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Yogyakarta (ID): Graha ilmu.
Kawer DCW, Hartoyo A, Djajadi R. 2012.Studi optimasi dan perencanaan drainase bandara Frans Kaisiepo Biak Papua. Jurnal Dimensi Pratama Teknik Sipil. Vol 1, No 1 http://studentjournal.petra.ac.id/index.php/tekniksipil/ article/viewFile /391/330
Khan PM, Khan MJ, Khan GD, Bakht J. 2014. Performance Evaluation of A Singular Subsurface Tile Draiange System of Swabi Scarp. Sarhad J. Agric. 30(2):217-226.
King HW. 2013.Handbook of Hydraulics for the Solution of Hydraulics Problem. America Serikat (US): Mc Graw-Hill.
Kodoatie RJ, Sugiyanto. 2002. Banjir (Beberapa Penyebab dan Metode Pengendaliannya dalam Perspektif Lingkungan).Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar.