• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Media Tumbuh Dan Jenis Wadah Alternatif Untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Di Pembibitan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Media Tumbuh Dan Jenis Wadah Alternatif Untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Di Pembibitan"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI PEMBIBITAN

TOTO SURYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penggunaan Media Tumbuh dan Jenis Wadah Alternatif untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Pembibitan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya, baik yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Toto Suryanto

(3)

Alternatif untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Pembibitan. Dibimbing oleh ADE WACHJAR dan SUPIJATNO.

Penggunaan top soil sebagai media tumbuh di pembibitan perkebunan kelapa sawit perlu dipertimbangkan kembali karena volume top soil yang digunakan sangat besar. Penggunaan media tumbuh lain sebagai alternatif pengganti top soil sebaiknya mudah didapat, harganya murah, menaikkan prestasi kerja tanam serta berpengaruh positif terhadap pertumbuhan bibit, baik morfologi maupun fisiologinya. Penelitian ini bertujuan untuk mencari media tumbuh dan jenis wadah alternatif yang sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit di pembibitan. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga, Bogor mulai bulan Oktober 2013 sampai Oktober 2014. Rancangan percobaan yang digunakan pada pembibitan awal adalah rancangan acak lengkap dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah media tumbuh yang terdiri atas top soil, sub soil, kascing, arang sekam, pupuk kandang dan kompos. Faktor kedua adalah jenis wadah yang terdiri atas baby polybag, tray, potongan bambu, gelas mineral dan pelepah. Rancangan percobaan yang digunakan pada pembibitan utama adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan tiga ulangan. Perlakuan jenis media tumbuh terdiri atas (a) media standar agronomi di pembibitan, (b) top soil, (c) sub soil, (d) kascing, (e) arang sekam, (f) pupuk kandang sapi matang, dan (g) kompos.

Hasil penelitian di pembibitan awal menunjukkan bahwa penggunaan berbagai jenis media tumbuh dan wadah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan morfologi (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, luas daun) dan fisiologi (bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar dan bobot kering akar, kehijauan daun dan kerapatan stomata) bibit kelapa sawit. Interaksi kedua faktor berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun 1 bulan setelah tanam (BST), diameter batang, kehijauan daun, dan kerapatan stomata 3 BST. Berdasarkan pertumbuhan morfologi, kombinasi perlakuan yang terbaik adalah media tumbuh kompos dengan wadah potongan bambu dan media tumbuh kompos dengan wadah gelas air mineral bekas.

Hasil penelitian di pembibitan utama menunjukkan bahwa penggunaan berbagai media tumbuh berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan morfologi (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, luas daun ketiga) dan fisiologi (bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar). Berdasarkan peubah morfologi, media tumbuh kompos menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit lebih baik dibandingkan media tumbuh lainnya (media standar agronomi, top soil, sub soil, arang sekam), tetapi tidak berbeda nyata dengan kascing dan pupuk kandang sapi. Media tumbuh kompos mengandung N 1.32%, P 2.26%, K 0.14%, dan kascing mengandung N 1.05%, P 2.68%, K 0.07% serta pupuk kandang sapi mengandung N 1.09%, P 1.48%, K 0.07%. Media tumbuh alternatif pengganti top soil pada pembibitan utama kelapa sawit yang dianjurkan: kompos, kascing dan pupuk kandang sapi.

(4)

for Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq) Seedlings Growth in Nursery. Supervised by ADE WACHJAR and SUPIJATNO.

The use top soil as a growing media in the nursery oil palm plantations need to be considered because of the volume of top soil that is used is very large. The use of media growing other as alternative replacement for the top soil should easily obtainable, low price, raising work achievement cropping as well as a positive effect against growth of seedlings, either morphological nor the physiological. This research aims to find alternative growing media and types containers suitable for the growth of oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) in nursery. The experiment was conducted at IPB Teaching Farm Dramaga Bogor from October 2013 to October 2014. The first research held in pre nursery and then to continued on main nursery. The treatment in pre nursery was arranged in a factorial randomized complete design and consist of two factor with three replications. The first factor was the type of growing media consist of top soil, sub soil, vermicompost, rice husk, cow manure, and compost. The second was the type of containers consist of baby polybag, tray, bamboo strips, glass mineral and midrib. The treatment in main nursery was arranged in a non factorial randomized complete design with three replications. The treatment was growing media treatment consist of (a) standar of growing media in nursery (b) top soil, (c) sub soil, (d) vermicompost, (e) rice husk, (f) cow manure, and (g) compost.

The results of first research in pre nursery showed that application of various growing media significantly affected to morphological growth (plant height, leaf number, stem diameter, leaf area) and physiological growth (weight wet header, dry weight header, root wet and root dry weight, greenish leaves and density stomata). The interaction of these two factors significantly affect on plant height and number of leaves 1 months after planting (MAP), stem diameter, greenish leaves and density stomata 3 MAP. Based on morphological growth, the best combination treatment was compost with containers bamboo strips and compost with containers glass mineral.

The result of second research in main nursery showed that application of various growing media significantly affected to morphological growth (plant height, leaf number three, stem diameter) and physiological growth (weight wet header, dry weight header and root dry weight).

Based on morphological variables, growing media compost produces oil palm seedling growth better than other growing media (media standards of agronomic, top soil, the sub soil, rice husk), but do not differ markedly with cow manure, and vermicompost. Compost have a nutrient 1.32% N, 2.26% P, 0.14% K, and vermicompost have N 1.05%, P 2.68%, K 0.07%, while cow manure have N 1.09%, P 1.48%, K 0.07%. Growing media alternative for substitute top soil in oil palm seedlings that suggested was compost, vermicompost, and cow manure. Keywords : growth media, containers media growth, nursery oil palm,

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(6)

PENGGUNAAN MEDIA TUMBUH DAN JENIS WADAH

ALTERNATIF UNTUK PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA

SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI PEMBIBITAN

TOTO SURYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

(7)
(8)

Judul Tesis : Penggunaan Media Tumbuh dan Jenis Wadah Alternatif untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Pembibitan

Nama : Toto Suryanto

NIM : A252114011

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Ade Wachjar, MS Ketua

Dr Ir Supijatno, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Maya Melati, MS.MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 sampai Oktober 2014 ini adalah Penggunaan Media tumbuh dan Jenis Wadah Alternatif untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Ade Wachjar, MS dan Dr Ir Supijatno, MSi sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Dr Ir Sugiyanto, MSi, dan Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura Dr Ir Maya Melati, MS. MSc serta semua staf departemen yang telah banyak membantu.

Ungkapan rasa hormat dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Nono Sumiatno, Ibunda Titin Rohayati, Istri Mimi Syahfitri dan Anak Syafira Az-zahra atas doa, kasih sayang, perhatian dan dukungannya baik moril maupun materil selama perkuliahan, penelitian dan penulisan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pemilik Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi Bapak Tjiungwanara Njoman dan Yudhanegara Njoman SE, Bcom (Hon), MFin, Direktur Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi Ir Nugroho MT, Ketua Yayasan Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi Bapak Purn (Kol Art) RB Iskandar Kristantoro serta kepada semua pihak yang telah membantu tetapi tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Februari 2016.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Percobaan 3

Hipotesis Percobaan 3

TINJAUAN PUSTAKA

Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit 4

Media Tumbuh 5

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Percobaan 9

Bahan dan Alat Percobaan 9

Metode Percobaan 11

Pelaksanaan Percobaan 13

Pengamatan 15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan umum 18

Pre Nursery 20

Main Nursery 30

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 38

Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 44

(11)

vi

1. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada awal

percobaan di pre nursery dan main nursery 18 2. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada akhir

percobaan di pre nursery 19

3. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada akhir

percobaan di pre nursery 19

4. Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis

media tumbuh pada umur 1-3 BST 20

5. Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis

wadah umur 1-3 BST 22

6. Pengaruh media tumbuh dan jenis wadah terhadap empat peubah

morfologi bibit kelapa sawit di pre nursery 24 7. Pengaruh media tumbuh dan jenis wadah terhadap kehijauan

daun dan kerapatan stomata bibit kelapa sawit umur 3 BST 26 8. Pengaruh media tumbuh dan jenis wadah terhadap biomassa

bibit kelapa sawit umur 3 BST 28 9. Hasil analisis kandungan hara jaringan tanaman pada bibit

kelapa sawit pre nursery 29 10. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap tinggi tanaman

bibit kelapa sawit umur 4-10 BST 30

11. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap diameter batang bibit

kelapa sawit umur 4-10 BST 32 12. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap jumlah daun bibit

kelapa sawit umur 4-10 BST 33

13. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap luas daun bibit

bibit kelapa sawit 10 BST 34

14. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap kerapatan stomata

dan kehijauan daun bibit kelapa sawit umur 10 BST 35 15. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap biomassa bibit

kelapa sawit umur 10 BST 36 16. Hasil analisis hara jaringan bibit kelapa sawit di main nursery 37

DAFTAR GAMBAR

1. Kecambah kelapa sawit varietas Sue Supreme Mekarsari 9 2. Berbagai macam wadah media tumbuh 10 3. Bibit kelapa sawit varietas Sue Suprame Mekarsari berumur

(12)

vii

Nomor Halaman

1. Standar pemupukan bibit menurut umur bibit kelapa sawit 45

2. Kalibrasi wadah 45

3. Bagan acak perlakuan pada percobaan pertama 47

4. Bagan acak perlakuan pada percobaan kedua 48

5. Hasil analisis unsur hara media tumbuh pada awal percobaan

di pre nursery dan main nursery 48 6. Hasil analisis unsur hara media tumbuh pada akhir percobaan di

pre nursery 49

7. Hasil analisis unsur hara media tumbuh pada akhir percobaan di

main nursery 49

8. Rata-rata curah hujan, temperatur, lama penyinaran dan

kelembaban udara Nopember 2013 – Agustus 2014 50 9. Sidik ragam peubah morfologi bibit kelapa sawit di pre nursery

(1-3 BST) 50

10. Sidik ragam peubah fisiologi bibit kelapa sawit di pre nursery

pada 3 BST 52

11.

Sidik ragam tinggi tanaman bibit kelapa sawit di main nursery

(4-10 BST) 54

12. Sidik ragam peubah diameter batang bibit kelapa sawit main nursery (4-10 BST)

55 13. Sidik ragam peubah jumlah daun (4- 10 BST) dan luas daun

(10 BST) bibit kelapa sawit di main nursery.

56 14. Sidik ragam peubah-peubah fisiologi bibit kelapa sawit di

main nursery pada umur 10 BST

RIWAYAT HIDUP 57

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Salah satu bagian proses pekerjaan membangun perkebunan kelapa sawit adalah pembibitan. Pembibitan tanaman kelapa sawit dapat dilakukan melalui satu tahap pembibitan (single stage) atau dua tahap pembibitan (double stage). Kedua sistem pembibitan tersebut membutuhkan tanah lapisan atas (top soil) untuk mengisi polybag

sebagai tempat menanam kecambah dan membesarkan bibit kelapa sawit sebagai bahan tanam di lapangan. Masalah utama yang akan timbul pada masa kini dan mendatang untuk mengembangkan lahan perkebunan kelapa sawit adalah pemindahan top soil dari satu tempat ke tempat lain. Top soil digunakan sebagai media tumbuh bibit kelapa sawit karena memiliki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang baik untuk pertumbuhan bibit selama di pembibitan.

Menurut PT SMART Tbk (2003) kebutuhan media tumbuh pada tahap pembibitan awal (pre nursery) membutuhkan 0.001 m3 top soil/polybag kecil (ukuran polybag kecil berdiameter 10 cm dengan tinggi 14 cm) dan 0.016 m3 top soil/polybag besar (ukuran

polybag besar berdiameter 23 cm dan tinggi 39 cm). Areal tanaman kelapa sawit seluas 1 000 ha dengan populasi 136 tanaman/ha ditambah sulaman 10% membutuhkan ± 150 000 bibit, dengan kebutuhan media tumbuh top soil yang sudah dipergunakan sebanyak 2 400 m3 atau setara dengan luas areal 16 000 m2 (1.6 ha), dengan kedalaman top soil 15 cm.

Luas areal perkebunan kelapa sawit (Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta) pada tahun 2004 seluas 5 284 723 ha meningkat menjadi 10 465 020 ha pada tahun 2013, sehingga terjadi penambahan dengan luas areal 5 180 297 ha selama 10 tahun (Ditjenbun 2014). Pertambahan luas areal setiap tahun 518 029.7 ha/tahun, bila dihitung kebutuhan media tumbuh top soil yang sudah dipergunakan dan pindah ke lapangan untuk pembibitan seluas penanaman 518 029.7 ha/tahun, dengan rata-rata populasi 136 tanaman/ha adalah 518 029.7 ha x 136 tanaman/ha x 0.016 m3 sama dengan 1 127 232.6 m3/tahun. Top soil yang diambil pada kedalaman 15 cm untuk mengisi polybag sebagai media tumbuh sebanyak 7 514 884 m2/tahun atau setara dengan luas 751.48 ha/tahun.

(14)

Selain itu, bidang usaha perkebunan kelapa sawit menghasilkan sampah organik dan anorganik. Sampah organik berupa pelepah hasil pekerjaan panen dan penunasan. Limbah anorganik berupa sampah wadah gelas plastik air mineral dapat diperoleh dari hasil kegiatan pemukiman dan operasional lapangan. Umumnya, wadah media tumbuh pembibitan awal kelapa sawit (pre nursery) menggunakan polybag kecil atau tray. Keberadaan limbah organik dan anorganik hasil kegiatan operasional perkebunan kelapa sawit dapat dijadikan sebagai alternatif wadah media tumbuh sebagai pengganti polybag kecil atau tray.

Dengan demikian diperlukan percobaan pertama mengenai pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis percobaan media tumbuh organik buatan dan wadah yang tepat di

pre nursery. Percobaan dilanjutkan ke percobaan kedua mengenai pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery pada berbagai jenis percobaan media tumbuh.

Perumusan Masalah

Permasalahan :

Terjadi pemindahan top soil dari suatu tempat ke tempat yang lain sebagai media tumbuh, sehingga akan mengurangi kesuburan tanah di tempat tersebut. Kesuburan tanah di areal pembibitan berkurang akibat top soil digunakan media tumbuh. Umumnya wadah media tumbuh memakai polybag, yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan akibat bekasnya tidak digunakan.

Pembibitan tanaman kelapa sawit sistem dua tahap terdiri atas pembibitan awal dan pembibitan utama. Pembibitan awal membutuhkan media tumbuh 0.001 m3 dan pembibitan utama 0.016 m3 sehingga memerlukan sebanyak 0.017 m3 per bibit. Selain itu, membutuhkan wadah media tumbuh atau polybag sebanyak 110/70 x 136 tanaman/ha sebesar 214 polybag/ha.

Ide :

Mengurangi penggunaan top soil sebagai media tumbuh dan polybag sebagai wadah media tumbuh.

Penelitian :

Pemanfaatan kascing, arang sekam, kompos dan pupuk kandang sapi sebagai media tumbuh pengganti top soil. Pemanfaatan limbah organik (bambu, pelepah kelapa sawit) dan anorganik (bekas gelas mineral) di perkebunan kelapa sawit sebagai pengganti

Hasil penelitian :

Mendapatkan alternatif media tumbuh dan wadah yang sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery pengganti top soil dan baby polybag yang ramah

(15)

Tujuan Percobaan Tujuan Percobaan Pertama di Pre Nursery

1. Mendapatkan media tumbuh alternatif yang sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery sebagai pengganti top soil.

2. Mendapatkan jenis wadah media tumbuh alternatif yang sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery sebagai pengganti baby polybag yang ramah lingkungan

Tujuan Percobaan Kedua di Main Nursery

Mendapatkan media tumbuh alternatif yang sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery sebagai pengganti top soil.

Hipotesis Percobaan Hipotesis Percobaan Pertama di Pre Nursery

1. Terdapat media tumbuh alternatif sebagai pengganti top soil yang dapat meningkatkan pertumbuhan bibit di pre nursery.

2. Terdapat wadah media tumbuh alternatif sebagai pengganti polybag kecil yang dapat meningkatkan pertumbuhan bibit di pre nursery.

3. Tanggap pertumbuhan bibit di pre nursery terhadap berbagai media tumbuh dipengaruhi oleh jenis wadah media tumbuh.

Hipotesis Percobaan Kedua di Main Nursery

(16)

TINJAUAN PUSTAKA Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit

Perencanaan lahan kebun kelapa sawit di perkebunan rakyat, perkebunan besar, sebelumnya selalu diawali dengan persiapan areal dan bahan tanam. Bahan tanam atau bibit yang siap untuk ditanam di lapangan adalah bibit berumur 11 - 12 bulan. Bibit kelapa sawit dengan kisaran umur tersebut diharapkan dapat langsung beradaptasi dengan kondisi lingkungan areal tanam. Untuk mendapatkan umur bahan tanam atau bibit sesuai dengan kebutuhan penanaman diperlukan pekerjaan tahapan di pembibitan. Pembangunan areal pembibitan kelapa sawit memerlukan perencanaan dan persyaratan. Beberapa syarat lokasi pembangunan pembibitan kelapa sawit, antara lain: dekat atau tersedia air yang cukup untuk setiap bibit dengan memperhatikan kualitasnya, bebas dari banjir, bebas dari segala macam dan bentuk gangguan organisme penganggu tanaman (manusia, naungan pohon, hama, gulma dan penyakit), diusahakan kemiringan areal datar dan lokasi pembibitan terletak di tengah hamparan areal yang akan ditanam, dan tersedia cukup media tumbuh untuk mengisi polybag.

Pembibitan tanaman kelapa sawit terdapat dua cara, pertama pembibitan dengan satu tahap (single stage) dan pembibitan dengan dua tahap (double stage). Pada pembibitan satu tahap, kecambah yang telah diseleksi, langsung ditanam di kantung plastik besar (large polybag dengan ukuran 40 cm x 50 cm lay flat) yang sudah berisi media tumbuh dan dipelihara selama 12 bulan. Sedangkan pada pembibitan dua tahap, kecambah yang telah diseleksi ditanam dan dipelihara di pembibitan awal (pre nursery) selama tiga bulan dan setelah berumur tiga bulan bibit dipindahtanamkan ke pembibitan utama (main nursery).

Kecambah hasil seleksi ditanam dalam kantung plastik kecil atau baby polybag di

pre nursery. Ukuran baby polybag 15 cm x 20 cm (setelah diisi berdiameter 10 cm tinggi ± 14 cm) diisi media tumbuh top soil dan bibit dipelihara selama tiga bulan. Persiapan yang dilakukan untuk membuat pembibitan tahap awal yaitu: seleksi kecambah, pembuatan bedengan (lebar 120 cm, sesuai kemampuan jangkauan tangan), pengisian media tumbuh

(17)

Media Tumbuh

Sifat fisik, kimia, biologi tanah penting untuk pertumbuhan tanaman karena sebagai media pertumbuhan akar tanaman (ruang tumbuh perakaran). Air, udara, penyerapan panas dan pasokan unsur hara secara bersama-sama meningkatkan kesuburan tanah (Sutanto 2005). Menurut Hani (2009) media tumbuh yang baik mempunyai empat fungsi utama yaitu memberi unsur hara pada media perakaran, menyediakan dan tempat penampungan air, menyediakan udara untuk respirasi akar dan sebagai tempat pertumbuhan tanaman. Menurut Djajadi et al. (2010) media tumbuh berpengaruh terhadap stabilitas agregat, kadar unsur hara, kapasitas daya pegang air tanah, dan populasi bakteri. Oleh karena itu, meningkatkan stabilitas agregat diharapkan dapat memperbaiki kesuburan kimia dan biologis tanah, meningkatkan porositas, ketahanan tanah terhadap erosi sehingga menjadi media tumbuh yang baik.

Top Soil

Top soil adalah lapisan tanah teratas yang biasanya mengandung bahan organik dan berwarna gelap, subur, dan memiliki ketebalan sampai 25 cm yang sering disebut lapisan olah tanah (Ariyanto 2009). Menurut Suhariyono (2010) lapisan tanah bagian atas (top soil) mempunyai kedalaman sekitar 20 cm yang merupakan lapisan tanah yang subur dan kedalaman tanah (solum) merupakan tebalnya lapisan tanah dari permukaan sampai suatu lapisan dimana perakaran tanaman tidak dapat menembusnya. Menurut Yadi et al. (2012) media tanam top soil mengandung unsur hara N 0.18 %, P 7.9 ppm, K 0.15 me/100g dan Mg 0.76 me/100g.

Menurut Jumin (2008) top soil dapat menggambarkan lama tidaknya suatu unit agronomi berlangsung serta semakin dalam top soil diolah, makin cenderung berwarna merah dan kuning. Menurut Widyati (2009) ameliorasi dengan top soil dapat meningkatkan pH tanah secara signifikan, top soil juga merupakan prosedur operasional baku dalam kegiatan revegetasi lahan bekas tambang di Indonesia.

Menurut Putri (2008) top soil tersusun atas komposisi alamiah dengan kandungan mineral yang sangat berguna bagi tanaman, tetapi terdapat beberapa kelemahan dari penggunaan top soil sebagai media sapih, antara lain media sapih lekas menjadi padat, aerasi kurang baik karena mengandung bahan organik sedikit dan ketersediaan unsur hara tertentu bagi tanaman sangat kurang.

Sub soil

Buckman dan Brady (1982) menyatakan bahwa, sub soil adalah tanah bagian bawah dari lapisan top soil yang mengalami cukup pelapukan, mengandung lebih sedikit bahan organik dan dibedakan menjadi dua bagian, sebelah atas disebut daerah transisi (peralihan) dan sebelah bawah disebut daerah penimbunan (illuviasi). Dalam daerah penimbunan tersebut berangsur-angsur terkumpul oksida besi, oksida aluminium, tanah liat dan juga kalsium karbonat.

(18)

tanaman, miskin bahan organik, dan miskin hara N, P, dan K (Mangoensoekarjo 2007). Akan tetapi, dibalik sifatnya yang kurang baik sebenarnya sub soil dapat menjadi alternatif untuk menggantikan peran top soil sebagai media tanam bibit kelapa sawit. Hal ini karena sub soil

relatif lebih banyak tersedia dan dijumpai dalam jumlah yang cukup besar serta tidak terbatas di lapangan, dibandingkan dengan top soil yang berangsur-angsur semakin menipis dan sulit didapatkan karena terkikis akibat erosi atau penggunaannya yang terus menerus sebagai media pembibitan (Sutarta et al. 2003).

Kascing

Kascing adalah pupuk organik hasil dari kotoran ternak yang dimakan oleh cacing tanah menjadi kompos kotoran cacing. Kascing memiliki kandungan unsur hara, hormon dan zat-zat yang dapat langsung diserap oleh tanaman. Menurut Irwan et al. (2005) kascing mengandung N 0.5-2.0%, P2O5 0.06-0.68%, K2O 0.10-0.68%, dan Ca 0.5-3.5%, auksin dan hormon lain, asam humat, enzim-enzim, serta mikroba tanah yang bermanfaat bagi kesuburan tanah. Kascing kaya akan unsur hara dan kualitasnya lebih baik daripada pupuk organik jenis lain. Menurut Simanjuntak (2004) kascing adalah bahan organik hasil kotoran cacing yang bercampur dengan tanah atau bahan organik lainnya. Pupuk kascing merupakan bahan organik yang cukup baik karena selain dapat memperbaiki sifat fisik, juga dapat memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah khususnya pada tanah yang kurang subur.

Marvelia et al. (2006) menyatakan kompos kascing merupakan salah satu jenis pupuk organik yaitu pupuk kompos yang dibuat dengan stimulator cacing tanah (Lumbricus rubellus). Kotoran cacing (kascing) yang menjadi kompos merupakan pupuk organik yang sangat baik bagi tumbuhan karena mengandung unsur hara yang tersedia dan dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Nurmawati dan Suhardianto (2000) menyatakan kascing mengandung zat pengatur tumbuh (ZPT) seperti giberilin, sitokinin, dan auksin masing-masing sebesar 2.75, 1.05, 3.80 mikroekuivalen tiap gram bobot kering.

Kascing yang diperoleh melalui proses dekomposisi cacing tanah Lumbricus luberrus dari 450 g media kotoran sapi yang diberi cacing 10 g selama 2 minggu menghasilkan 235.6 g atau 52% kascing (Heti et at. 2002). Peternakan sapi yang memiliki 100 ekor akan menghasilkan kascing sebanyak 1 500 kg kotoran sapi/hari x 30 hari x 52% sehingga menghasilkan 23 400 kg kascing atau setara dengan 23.4 m3 yang dapat digunakan sebagai media tumbuh bibit kelapa sawit di pembibitan awal sebanyak 23 400 bibit (1 bibit = 1kg media tumbuh atau 0.001 m3). Di pembibitan utama tanaman kelapa sawit membutuhkan media tumbuh untuk 1 bibit sebanyak 0.017 m3 setara 17 kg, artinya 23 400 kg kascing dapat dimanfaatkan sebagai media tumbuh untuk 1 376 bibit.

Arang Sekam Padi

(19)

Nurbaity et al. (2011) menyatakan bahwa, sekam padi merupakan bahan organik yang berasal dari limbah pertanian yang mengandung beberapa unsur penting seperti protein kasar, lemak, serat kasar, karbon, hidrogen, oksigen dan silica serta N 0.49%, P 0.07% dan K 0.08%, pada kadar air 7.4%. Menurut Marlina dan Rusnandi (2007) salah satu media tanam yang baik adalah sekam padi karena ringan, memiliki drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH, mengandung hara atau larutan garam, mempunyai kapasitas menyerap air, serta harganya murah. Menurut Soemeinaboedhy dan Tejowulan (2007) arang sekam padi mempunyai berat jenis 1.23 g/cm3, nilai KTK 16.709 me/100g, kandungan P-total sebesar 585 ppm.

Selain itu, ukuran arang juga mempengaruhi kemampuan menyediakan unsur hara P dan diketahui bahwa makin halus ukuran arang maka kemampuan melepaskan unsur P-nya makin besar. Berdasarkan penelitian Soemeinaboedhy dan Tejowulan (2007) bahwa pelepasan fosfor pada arang sekam padi dengan ukuran 0.25 mm paling tinggi yaitu sebesar 2.99% dan yang paling rendah diperoleh pada arang kayu ukuran 4 mm yaitu sebesar 0.22%. Hal ini disebabkan semakin halus ukuran bahan maka total luas permukaannya akan semakin luas dan ini berarti kemungkinan melepaskan unsur hara P makin besar pula.

Pupuk Kandang Sapi

Mayadewi (2007) menyatakan bahwa, pupuk kandang merupakan hasil sampingan yang cukup penting, terdiri atas kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, serta dapat menambah unsur hara di dalam tanah. Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Satu ekor sapi setiap harinya menghasilkan kotoran berkisar 8-10 kg per hari atau 2.6-3.6 ton per tahun atau setara dengan 1.5-2 ton pupuk organik sehingga akan mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan mempercepat proses perbaikan lahan. Potensi jumlah kotoran sapi dapat dilihat dari populasi sapi. Populasi sapi potong di Indonesia diperkirakan 10.8 juta ekor dan sapi perah 350 000-400 000 ekor dan apabila satu ekor sapi rata-rata setiap hari menghasilkan 7 kg kotoran kering maka kotoran kotoran sapi kering yang dihasilkan di Indonesia sebesar 78.4 juta kg kering per hari (Budiyanto 2011).

Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air. Menurut Nurmawati dan Suhardianto (2000) kotoran sapi merupakan bahan organik yang secara spesifik berperan meningkatkan ketersediaan fosfor dan unsur-unsur mikro, mengurangi pengaruh buruk dari aluminium, menyediakan karbon dioksida pada kanopi tanaman terutama pada tanaman berkanopi lebat dimana sirkulasi udara terbatas. Menurut Aini (2005) pupuk kandang sapi mengandung unsur hara makro berupa N 2.04%, P 0.76 %, K 0.82%, dan Ca 1.29%.

(20)

bibit (1 bibit = 1kg media tumbuh = 0.001 m3) atau setara dengan 22.5 m3 media tumbuh. Di pembibitan utama bibit kelapa sawit membutuhkan media tumbuh untuk 1 bibit sebanyak 0.017 m3 setara 17 kg, artinya 22 500 kg pupuk kandang sapi dapat dimanfaatkan sebagai media tumbuh untuk 1 323 bibit.

Kompos

Kompos merupakan bahan organik seperti daun-daunan, serasah, jerami, alang-alang, tongkol jagung, dedak padi yang telah mengalami proses dekomposisi secara anaerob

oleh mikroorganisme pengurai, sehingga mampu memperbaiki tingkat kesuburan tanah (Setyorini et al. 2006). Berdasarkan hasil penelitian Putri dan Nurhasybi (2010), media kompos memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan bibit takir (Duabanga moluccana) dibandingkan dengan arang sekam padi maupun serbuk gergaji.

Selain itu, menurut Setyorini et al. (2006) kompos juga mengandung humus (bunga tanah) yang sangat dibutuhkan untuk peningkatan hara makro dan mikro dan sangat dibutuhkan tanaman. Kapasitas tukar kation (KTK) asam-asam organik dan kompos lebih tinggi dibandingkan mineral liat, tetapi lebih peka terhadap perubahan pH karena mempunyai sumber muatan tergantung pH (pH dependent charge). Pada nilai pH 3.5, KTK liat dan C-organik sebesar 45.5 dan 199.5 me/100g sedangkan pada pH 6.5 meningkat menjadi 63 dan 325.5 me/100g. Nilai KTK mineral kaohinit (3-5 me/100g), pada asam humat (485-870 me/100g) dan asam fulfat (1 400 me/100g). Oleh karena itu, penambahan kompos ke dalam tanah dapat meningkatkan nilai KTK tanah. Menurut Ariesandy (2014) kompos daun mengandung N-total sebesar 0.50%, P sebesar 0.23%, K sebesar 0.13%, C-organik sebesar 7.45, C/N sebesar 15 dan kadar air sebesar 62.14 %.

Proses pembuatan kompos berlangsung dengan menjaga keseimbangan kandungan nutrisi, kadar air, pH, temperatur dan aerasi yang optimal melalui penyiraman dan pembalikan bahan cacahan serasah. Pada tahap awal proses pengomposan, temperatur kompos akan mencapai 65-70 oC sehingga organisme patogen, seperti bakteri, virus dan parasit, bibit penyakit tanaman serta bibit gulma yang berada pada limbah yang dikomposkan akan mati. Proses pengomposan umumnya berakhir setelah enam sampai tujuh minggu yang ditandai dengan tercapainya suhu terendah yang konstan dan kestabilan materi (Komaryati 2004).

(21)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan pertama (pre nursery) dan kedua (main nursery) dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikabayan, Darmaga, Bogor, dengan jenis tanah Latosol yang terletak pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2013 sampai Oktober 2014, selama dua belas bulan. Analisis tanah, analisis pupuk organik, analisis jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah (Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian), Bogor.

Bahan dan Alat Percobaan Percobaan Pertama Pre Nursery

Bahan-bahan yang digunakan adalah kecambah kelapa sawit varietas Sue Supreme Mekarsari (Gambar 1), top soil Latosol, sub soil Latosol, berbagai media tumbuh organik yaitu kascing, arang sekam padi, pupuk kandang sapi matang, dan kompos, serta berbagai bentuk wadah media tumbuh organik (Gambar 2). Tanaman kelapa sawit varietas Sue Supreme Mekarsari memiliki sifat yang tahan terhadap perubahan cuaca sehingga pada musim kemarau produksinya relatif stabil, tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan berkisar 28-30 ton/ha/tahun, tingkat rendemen crude palm oil (CPO) 25-28% dan yield CPO rata-rata 7.5 ton/ha, pertumbuhan tanaman 25-30 cm/tahun, dan pada usia 18 tahun tinggi tanaman berkisar 4 m (PT SUE Mekarsari 2013). Wadah media tumbuh organik yang digunakan berasal dari potongan bambu petung berukuran 14 cm, polybag kecil berukuran 15 cm x 20 cm, bekas gelas air mineral berukuran 240 ml dan tray berjumlah 4 lubang yang dipisah menjadi 1 lubang tray. Pestisida yang digunakan adalah fungisida berbahan aktif mankozeb, insektisida berbahan aktif lambda sihalothrin, fipronil dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan jaringan tanaman.

(22)

Alat-alat yang digunakan di pre nursery (percobaan pertama) terdiri atas timbangan analitik, klorofil meter SPAD 502, leaf area meter, hand sprayer, jangka sorong, gelas ukur, kotak kalibrasi media tumbuh, dan ayakan kawat ayam berukuran panjang 1 cm dan lebar 1 cm.

a) pelepah sawit b) potongan bambu

c) tray d) bekas gelas mineral

d) baby polybag

Gambar 2. Berbagai macam wadah media tumbuh

Percobaan Kedua Main Nursery

(23)

standar agronomi, top soil Latosol, sub soil Latosol, kascing, arang sekam padi, pupuk kandang sapi yang sudah matang, kompos. Media standar agronomi adalah top soil yang telah diayak dan dicampur dengan pupuk Rock Phosphate 50 kg untuk 1 m3 kemudian diberi perlakuan pemupukan berdasarkan rekomendasi pedoman teknis pembibitan PT SMART Tbk (2003) (Lampiran 1). Large polybag yang digunakan berukuran 40 cm x 50 cm, tebal 0.15 cm lay flat. Fungisida yang digunakan berbahan aktif mankozeb dan insektisida berbahan aktif lambda sihalothrin, serta bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan jaringan tanaman serta pupuk majemuk 15.15.6.4.TE dan 12.12.7.2.TE.

Gambar 3. Bibit kelapa sawit varietas Sue Supreme Mekarsari berumur tiga bulan di pre nursery

Klasifikasi bibit siap salur varietas Sue Supreme adalah tinggi bibit umur 8 – 9 bulan mencapai 80 – 120 cm, lilit pangkal pelepah 11 – 15 cm, jumlah pelepah 16 terdiri atas 15 pelepah dan satu pucuk (PT SUE Mekarsari 2013). Top soil dan sub soil diambil secara komposit yang diperoleh pada beberapa titik yang mewakili areal yang ditetapkan sebagai lokasi pengambilan top soil dan sub soil, sampel tanah diambil pada kondisi kapasitas lapang dengan sekop dan dibersihkan dari sisa-sisa akar, setelah bersih diambil sampel seberat 200 g untuk dianalisis.

Metode Percobaan

(24)

Metode Percobaan Pertama

Rancangan percobaan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri atas dua faktor perlakuan. Perlakuan pertama berupa media tumbuh dengan enam taraf, yaitu:

M1 = top soil Latosol volume 100% sebagai kontrol. M2 = sub soil volume 100%.

M3 = kascing volume 100%.

M4= arang sekam padi volume 100%.

M5 = pupuk kandang sapi matang volume 100%. M6 = media tanam berupa kompos volume 100 %.

Perlakuan kedua berupa wadah media tumbuh yang sudah dikalibrasi (Lampiran 2) dengan lima taraf, yaitu:

W1 = baby polybag ukuran 15 cm x 20 cm (berisi 0.001 m3 hasil kalibrasi). W2 = tray berjumlah 4 lubang(berisi 0.0003 m3 hasil kalibrasi).

W3 = potongan bambu petung tinggi 14 cm (berisi 0.001 m3 hasil kalibrasi). W4 = eks gelas air mineral berukuran 240 ml (berisi 0.0003 m3 hasil kalibrasi). W5 = limbah pelepah kelapa sawit yang dimodifikasi berbentuk tabung

tinggi 14 cm (berisi 0.001 m3 hasil kalibrasi).

Demikian terdapat 30 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 90 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas tiga kecambah kelapa sawit sehingga diperlukan 270 kecambah. Bagan acak perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan acak lengkap, sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan :

Yijk = respon pengamatan pada unit percobaan yang mendapat

perlakuan media tumbuh pada taraf ke-i dan wadah pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k.

µ = rataan umum.

αi = pengaruh perlakuan media tumbuh ke-ix (x = 1, 2, 3, 4, 5, 6).

βj = pengaruh perlakuan bentuk wadah ke-jx (x = 1, 2, 3, 4, 5).

(αβ)ij = pengaruh interaksi perlakuan media tumbuh ke-i dan bentuk wadah ke-j.

εijk = galat dari perlakuan media tumbuh ke-i dan bentuk wadah ke-j dengan ulangan ke-k.

Apabila hasil sidik ragam pada uji F taraf α 0.05 menunjukkan pengaruh nyata, maka

(25)

Metode Percobaan Kedua

Percobaan kedua merupakan percobaan melanjutkan pertumbuhan bibit dari pre nursery ke main nursery. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri atas satu faktor perlakuan berupa media tumbuh, yaitu:

A = media standar agronomi . B = top soil 100%.

C = sub soil 100%. D = kascing 100%. E = arang sekam 100%.

F = pupuk kandang sapi matang 100%. G = kompos 100%.

Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 21 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 5 bibit kelapa sawit dari pre nursery sehingga diperlukan 105 bibit. Bagan acak perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 4. Adapun analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan acak kelompok, sebagai berikut :

Yij = µ +  i + βj + εij Keterangan :

Yij = respon pengamatan pada unit percobaan yang mendapat perlakuan media tumbuh pada taraf ke-i dengan kelompok ke-j. µ = rataan umum.

 i = pengaruh perlakuan media tumbuh ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7)

β j = pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, 3).

ε

ij = pengaruh acak pada perlakuan media tumbuh ke-i dengan kelompok ke-j.

Apabila hasil sidik ragam pada uji F taraf α 0.05 menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Selang Berganda Duncan. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan SAS (Statistical Analysis System).

Pelaksanaan Percobaan Persiapan Media Tumbuh

(26)

Pada percobaan kedua, perlakuan media tumbuh seragam dimasukkan ke dalam

polybag besar ukuran 40 cm x 50 cm. Media standar agronomi (terdapat 15 bibit) adalah

top soil yang diayak terlebih dahulu, sebelum dimasukkan ke dalam polybag besar. Setelah diayak dicampur pupuk Rock Phosphate 50 kg untuk 1 m3. Ukuran lubang ayakan adalah panjang 1 cm dan lebar 1 cm. Volume perlakuan 100% media tumbuh terdiri atas media standar agronomi (A), top soil (B), sub soil (C), kascing (D), arang sekam (E), dan pupuk kandang sapi matang (F), serta kompos (G) terdapat 90 bibit, sehingga dibutuhkan bibit pre nursery sebanyak 105 bibit.

Penanaman Kecambah dan Bibit

Pada percobaan pertama, sebelum kecambah ditanam, terlebih dahulu kecambah didistribusikan dan diletakkan di atas permukaan media tumbuh masing-masing baby polybag sampai selesai agar tidak terlewat pada saat penanaman. Selanjutnya, kecambah diangkat menggunakan tangan kiri kemudian ibu jari tangan kanan sebagai pelubang tanam yang ditahan oleh jari telunjuk ditusukkan ke media tumbuh sedalam 2 cm (Gambar 4).

Gambar 4. Penanaman kecambah kelapa sawit

Kecambah yang sudah terlihat jelas plumula dan radikula ditanam sedalam 2 cm di bawah permukaan tanah. Posisi radikula di bawah dan plumula di atas, selanjutnya ditutup media tumbuh. Sebelum kecambah ditanam, kecambah terlebih dahulu disemprot fungisida berbahan aktif mankozeb dengan konsentrasi 0.3 g liter-1 air. Setelah selesai semua kecambah ditanam, media tumbuh disiram hingga mencapai kondisi kapasitas lapang.

Pada percobaan kedua bibit yang sudah berumur tiga bulan dari pre nursery

dipindahkan ke main nursery. Sebelum bibit tersebut dipindahtanamkan, media tumbuh yang sudah dimasukkan ke polybag besar dilubangi dengan alat ponjo sebagai pelubang tanam di main nursery. Media standar agronomi sebelum ditanam bibit, diberi pupuk lubang sebanyak 100 g Rock Phosphate per tanaman. Setelah selesai semua bibit ditanam, bibit disiram hingga mencapai kondisi kapasitas lapang. Setiap bibit yang ditanam pada perlakuan media tumbuh di pre nursery akan dipindah untuk penanaman di main nursery sesuai jenis media tumbuhnya. Bibit berumur tiga bulan yang ditanam di media tumbuh top soil di pre nursery dipindahtanam ke main nursery pada perlakuan media tumbuh top soil, bibit berumur tiga bulan yang ditanam di media tumbuh arang sekam di pre nursery

(27)

tiga bulan yang ditanam di media tumbuh kascing di pre nursery dipindahtanam ke main nursery pada perlakuan media tumbuh kascing, dan seterusnya.

Pemeliharaan

Pada percobaan pertama dan kedua, penyiraman dilakukan setiap hari sebanyak dua kali (pagi dan sore hari) sampai mencapai kapasitas lapang. Selanjutnya penyiraman berdasarkan kekurangan air yang mencapai kapasitas lapang. Percobaan pertama dan kedua dilakukan pengendalian hama dan penyakit apabila bibit kelapa sawit terserang hama dan penyakit. Bila ada serangan hama disemprotkan insektisida berbahan aktif lamda sihalotrin konsentrasi 3 ml liter-1 air dan bila terkena serangan jamur disemprotkan fungisida berbahan aktif mankonzeb 3 ml liter-1 air. Penyemprotan dilakukan satu minggu sekali sampai tidak ada gejala serangan hama dan penyakit.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada saat kecambah ditanam selama satu bulan setelah tanam (BST), bibit sudah menghasilkan 1-2 helai daun dilakukan pengamatan di pre nusery. Pengamatan di main nursery dilaksanakan setelah bibit satu bulan setelah tanam (BST). Pengamatan yang dilakukan yaitu pertumbuhan (morfologi) yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan luas daun. Respon fisiologi meliputi kehijauan daun, kerapatan stomata, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk dan bobot basah akar, bobot kering akar, dan analisis jaringan tanaman (unsur hara makro dan mikro) dilakukan pada akhir penelitian. Analisis tanah dilakukan pada awal dan akhir penelitian.

Respon Morfologi Tanaman

(1) Tinggi bibit, diukur dari batas leher akar sampai ke ujung daun yang tertinggi. Untuk mempermudah pengukuran ditanam ajir bambu sebagai standar pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran alumunium, dilakukan setelah bibit berumur satu bulan tanam dan diukur satu bulan sekali sampai akhir percobaan

pre nursery dan main nursery.

(2) Diameter batang, pengertian dari lilit pangkal pelepah disini adalah kumpulan pelepah daun. Pengukuran lilit pangkal pelepah dilakukan menggunakan jangka sorong (caliper), diukur 1 cm di atas permukaan tanah polybag kecil pada percobaan di pre nursery dan 5 cm di atas permukaan tanah polybag besar pada percobaan di main nursery. Perhitungan pertambahan lilit pangkal pelepah dilakukan setelah bibit berumur satu bulan setelah tanam dan dilakukan sebulan sekali sampai akhir percobaan.

(28)

Respon Fisiologi Tanaman

(1) Kehijauan daun, diakhir percobaan pertama pre nursery diamati pada daun ketiga saat daun mencapai pertumbuhan optimum menggunakan klorofil meter SPAD 502. Pada akhir percobaan kedua di main nursery kehijauan daun diamati pelepah ketiga pada anak daun pertemuan tombak pelepah.

(2) Kerapatan stomata, jumlah stomata diamati pada daun ketiga saat daun mencapai pertumbuhan optimum pada percobaan pertama di pre nursery yang dilakukan pada akhir percobaan. Pada akhir percobaan kedua di main nursery jumlah stomata diamati pelepah ketiga pada anak daun pertemuan tombak pelepah. Pengamatan dilakukan dengan teknik pengecatan menggunakan larutan kuteks bening. Larutan tersebut dioleskan pada permukaan daun bagian permukaan atas dan bawah kemudian diberi isolasi transparan selanjutnya diambil dan ditempelkan ke kaca preparat. Jumlah stomata diperiksa dengan mikroskop pembesaran 40 kali dengan diberi larutan Iodin sebagai pewarna. Perhitungan stomata didasarkan pada jumlah yang dapat dihitung per mm2 pandangan mikroskop.

(3) Bobot basah tajuk, diukur diakhir percobaan pre nursery pada saat tanaman berumur tiga bulan sebanyak 5 sampel dan enam bulan setelah tanam di main nursery diambil 2 sampel. Pengambilan sampel diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau terbaik, dengan cara memisahkan antara tajuk dan akar bibit, kemudian tajuk bibit dibersihkan dengan air, dikeringanginkan, dan ditimbang dengan timbangan biasa. Sampel yang diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau yang terbaik. (4) Bobot kering tajuk, diukur diakhir percobaan pre nursery pada saat tanaman berumur

tiga bulan dan enam bulan setelah tanam di main nursery. Batang tanaman dipotong 1 cm di atas akar, kemudian dikeringkan dalam oven selama 72 jam dengan suhu 80 oC, kemudian ditimbang bobot kering tajuknya. Sampel yang diambil dari perlakuan

yang berpengaruh nyata atau yang terbaik.

(5) Bobot basah akar, diukur diakhir percobaan pre nursery pada saat tanaman berumur tiga bulan sebanyak 5 sampel dan enam bulan setelah tanam di main nursery diambil 2 sampel. Pengambilan sampel diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau terbaik, dengan cara membersihkan akar bibit dari tanah dengan air, kemudian dikeringanginkan dan ditimbang. Sampel yang diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau yang terbaik.

(6) Bobot kering akar, diukur di akhir percobaan pre nursery pada saat tanaman berumur tiga bulan dan enam bulan setelah tanam di main nursery. Akar dikeringkan dalam oven selama 72 jam dengan suhu 80 oC lalu ditimbang. Sampel yang diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau yang terbaik

(7) Analisis media tumbuh dilakukan awal dan akhir penelitian di percobaan pertama

(29)

masing-masing enam perlakuan media tanam. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui berapa unsur hara makro dan mikro yang diserap oleh bibit selama di pre nursery

dan main nursery pada masing-masing media tumbuh. Kondisi kandungan unsur hara yang tersedia pada media tanam di awal percobaan dikurangi dengan kondisi kandungan unsur hara di akhir percobaan pada media tumbuh dan kandungan unsur hara di tanaman.

(8) Analisis jaringan tanaman, pada akhir percobaan pertama pre nursery seluruh bagian tanaman diambil untuk dianalisis di laboratorium meliputi kandungan total unsur hara mikro: B, Cu, Fe, Zn dan unsur hara makro N, P, K, Mg, Ca, Na. Pada akhir percobaan kedua di main nursery, pelepah ke tiga diambil untuk dianalisis pada laboraturium berupa kandungan total unsur hara mikro: B dan unsur hara makro N, P, K, Mg. Pengambilan organ tanaman dilakukan pada pagi hari dan segera dimasukkan ke dalam cool box. Setelah sampai di laboratorium, sampel dimasukkan ke dalam freezer dengan suhu -10 oC dan pada hari berikutnya dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 60 oC selama 24 jam. Sampel yang sudah kering disimpan kembali ke dalam freezer untuk dianalisis kadar unsur haranya. Analisis kandungan nitrogen menggunakan metode Kjeldhal. Prinsip kerjanya adalah sampel didestruksi dengan asam sulfat pekat dengan menggunakan kalium sulfat dan merkuri oksida sebagai katalisator. Nitrogen organik yang terdapat dalam sampel diubah menjadi ion ammonium. Kemudian ammonium didestilasi dengan penambahan natrium hidroksida. Kadar nitrogen dalam sampel ditentukan dengan

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

Percobaan pertama pada penelitian ini dilaksanakan pada masa pre nursery. Hasil analisis media tumbuh yang dilakukan pada awal tercantum pada Lampiran 5 dan akhir percobaan di pre nursery tercantum pada Lampiran 6. Kandungan unsur hara berbagai media tumbuh N, P, K pada percobaan awal dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada awal percobaan di

pre nursery dan main nursery

Keterangan : Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Kriteria unsur hara : SR= sangat rendah, R= rendah, S= sedang, T=tinggi, ST= sangat tinggi, berdasarkan

kriteria penilaian sifat kmia tanah menurut Balai Penelitian Tanah (2009).

Tingkat kematangan pada berbagai media tumbuh (C/N) awal percobaan dianalisis di Balai Penelitian Tanah, Bogor. Hasil analisis C/N pada berbagai media tumbuh masing-masing top soil Latosol 1, sub soil 12, kascing 23, arang sekam 38, pupuk kandang sapi 24 dan kompos 15 (Lampiran 5).

Pengamatan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT) yang menyerang bibit kelapa sawit selama penelitian baik di berlangsung pre nursery maupun main nursery

menunjukkan bahwa hama yang menyerang adalah rayap (Coptotermes curvignathus), belalang (Locusta migratoria). Sedangkan penyakit yang menyerang bibit adalah Curvularia

sp. Pengendalian belalang dengan cara menyemprotkan insektisida berbahan aktif lamda sihalotrin 3 ml liter-1air dilakukan satu kali dalam seminggu, sampai tidak ada serangan. Pengendalian rayap dengan menyemprotkan Termitisida berbahan aktif fipronil 3 ml liter -1air dilakukan satu kali dalam seminggu sampai tidak ada serangan yang berarti, pada wadah

yang menggunakan bambu dan pelepah. Pengendalian penyakit Curvularia sp. dilakukan dengan fungisida berbahan aktif mancozeb 3 g liter-1air dilakukan tiga hari sekali sampai tidak ada serangan. Gulma yang berada di lahan penelitian, baik selama di pre nursery

maupun main nursery adalah Eleusine indica, Mikania micrantha, Cyperus kyllingia,

(31)

Percobaan kedua pada penelitian ini, bibit dari pre nursery dipindahtanamkan ke

main nursery. Bibit kelapa sawit berumur tiga bulan hasil dari percobaan pertama ditanam di percobaan kedua (main nursery). Bibit yang dipindahtanamkan ke main nursery

disesuaikan dengan media tumbuh yang digunakan pada percobaan pertama, yaitu bibit yang ditanam pada media kascing di pre nursery dipindahtanamkan pada media kascing di main nursery dan seterusnya sesuai dengan perlakuan media tumbuh masing-masing. Hasil analisis enam jenis media tumbuh yang dilakukan pada awal tercantum pada Lampiran 5 dan akhir penelitian (Lampiran 7). Kandungan unsur hara N, P, K pada akhir penelitian di pre nursery dan main nursery dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada akhir percobaan di pre

Keterangan : Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Kriteria unsur hara : SR= sangat rendah, R= rendah, S= sedang, T= tinggi, ST= sangat tinggi, berdasarkan kriteria penilaian sifat kmia tanah menurut Balai Penelitian Tanah (2009).

Tabel 3. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada akhir percobaan di main nursery

Keterangan : Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Kriteria unsur hara : SR= sangat rendah, R= rendah, S= sedang, T= tinggi, ST= sangat tinggi berdasarkan

kriteria penilaian sifat kmia tanah menurut Balai Penelitian Tanah (2009).

(32)

Geofisika Darmaga, Bogor tahun 2013-2014 rata-rata perbulan temperatur mencapai 25.64 oC, curah hujan 369.48 mm, kelembaban udara 84.4% dan jumlah lama penyinaran matahari

58.3 jam (Lampiran 8). Pada percobaan media tumbuh di pre nursery, bibit tidak diberi naungan selama tiga bulan, karena lama penyinaran matahari kurang dari 5 jam/hari.

Pre Nursery

Tanggap Morfologi Tanaman terhadap Berbagai Media Tumbuh

Berbagai media tumbuh berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur bibit 2-3 bulan setelah tanam (BST), terhadap diameter batang umur 1-2 BST dan luas daun pada 3 BST (Lampiran 9). Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis media tumbuh pada umur 1-3 BST disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis media tumbuh pada umur 1-3 BST

Perlakuan Umur bulan setelah tanam (BST)

1 2 3

--- Tinggi bibit (cm) ---

Media tumbuh top soil - 10.48bc 14.78c

Media tumbuh sub soil - 9.71c 14.35c

Media tumbuh kascing - 11.81a 17.74a

Media tumbuh arang sekam - 10.15c 14.98bc

Media tumbuh pukan sapi - 11.23a 16.19b

Media tumbuh kompos - 12.03a 18.48a

--- Diameter batang (mm) ---

Media tumbuh top soil 1.81b 3.86b -

Media tumbuh sub soil 2.00b 3.99b -

Media tumbuh kascing 2.43a 4.93a -

Media tumbuh arang sekam 1.91b 3.92b -

Media tumbuh pukan sapi 2.46a 4.72a -

Media tumbuh kompos 2.41a 4.94a -

--- Jumlah daun (helai) ---

Media tumbuh top soil - 1.63cd 2.90c

Media tumbuh sub soil - 1.64cd 2.68c

Media tumbuh kascing - 2.06a 3.73a

Media tumbuh arang sekam - 1.44d 2.64c

Media tumbuh pukan sapi - 1.64bc 3.31b

Media tumbuh kompos - 1.95ab 3.57a

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan peubah yang sama

tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test 5%.

(33)

(Tabel 4). Tinggi bibit pada media tumbuh kompos lebih tinggi 25.03%, kascing 20.02% dan pukan sapi 9.53% dibandingkan tinggi bibit pada media tumbuh top soil pada umur bibit kelapa sawit 3 BST. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa media tumbuh top soil dapat digantikan dengan media tumbuh alternatif kompos, kascing dan pupuk kandang sapi. Hal tersebut disebabkan media tumbuh kompos, kascing dan pupuk kandang sapi mengandung nitrogen sangat tinggi masing-masing 1.25%, 13.5%, dan 1.70% dibandingkan

top soil yang hanya mengandung nitrogen 0.13% (rendah) tercantum pada Lampiran 6. Unsur hara nitrogen yang ada di dalam jaringan tanaman menghasilkan protein untuk mendukung pertumbuhan tinggi bibit. Ketersediaan protein pada awal pertumbuhan tanaman sangat penting karena dapat membantu mekanisme kerja hormon auksin. Fahmi (2014) menyatakan mekanisme kerja auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis.

Pertumbuhan diameter batang lebih baik menggunakan media tumbuh kompos, kascing dan pupuk kandang sapi dibandingkan media tumbuh top soil, sub soil dan arang sekam. Peningkatan pertumbuhan diameter batang bibit kelapa sawit lebih besar 28% lebih besar pada media tumbuh kompos dan media tumbuh kascing serta 22 % lebih besar dibandingkan media tumbuh top soil pada 2 BST. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Luma (2012) dan Sembiring et al. (2013) yang menyatakan media tumbuh kompos dan kascing dapat meningkatkan pertumbuhan diameter batang bibit kelapa sawit sebesar 21-32% dibandingkan dengan media tumbuh top soil.

Media tumbuh kascing dan kompos menunjukkan pertumbuhan jumlah daun bibit kelapa sawit yang lebih baik dibandingkan menggunakan media tumbuh top soil, sub soil, arang sekam dan pupuk kandang sapi (Tabel 4). Jumlah daun bibit kelapa sawit pada media tumbuh kascing meningkat 29% dan kompos 23% dibandingkan dengan jumlah daun pada media tumbuh top soil pada 3 BST. Media tumbuh kompos, kascing dan pupuk kandang sapi memiliki kandungan unsur hara nitrogen yang sangat tinggi dibandingkan dengan media tumbuh top soil, sub soil (Lampiran 6). Kandungan nitrogen yang tinggi tersebut dapat memacu pertumbuhan daun yang maksimal. Nyakpa et al. (1988) menyatakan bahwa proses pembentukan daun tidak terlepas dari peranan unsur hara nitrogen yang terdapat pada media tumbuh. Unsur hara tersebut berperan dalam pembentukan sel-sel baru dan komponen utama penyusunan senyawa organik dalam tanaman seperti asam amino, asam nukleat, klorofil, ADP, ATP. Apabila tanaman mengalami defisiensi kedua unsur hara tersebut maka metabolisme tanaman terganggu sehingga proses pembentukan daun menjadi terhambat.

Tanggap Pertumbuhan Morfologi terhadap Berbagai Jenis Wadah

Penggunaan berbagai jenis wadah media tumbuh berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur bibit 2-3 BST, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang pada umur 1-2 BST (Lampiran 9). Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis wadah umur (Tabel 5).

(34)

Pertumbuhan jumlah daun dengan menggunakan wadah potongan bambu meningkat 2.13% dibandingkan dengan menggunakan wadah baby polybag, tetapi wadah bekas gelas mineral tidak berbeda nyata dengan baby polybag dan potongan bambu. Wadah tumbuh baby polybag di pembibitan awal tanaman kelapa sawit dapat digantikan dengan wadah tumbuh potongan bambu dan bekas gelas air mineral. Ketersediaan potongan bambu di pasaran yang terbatas membuat wadah bekas gelas air mineral menjadi wadah alternatif media tumbuh yang lebih baik karena mudah didapat serta sebagai salah satu cara dalam memanfaatkan limbah.

Tabel 5. Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis wadah umur 1-3 BST

Perlakuan Umur bulan setelah tanam (BST)

1 2 3

--- Tinggi bibit (cm) ---

Wadah baby polybag - 11.44ab 17.00a

Wadah tray - 9.73c 14.59b

Wadah potongan bambu - 11.21ab 16.77a

Wadah bekas gelas air mineral - 11.63a 16.71a

Wadah modifikasi pelepah 10.50bc 15.38b

--- Diameter batang (mm) ---

Wadah baby polybag 2.15 4.39 -

Wadah tray 2.04 4.19 -

Wadah potongan bambu 2.19 4.58 -

Wadah bekas gelas air mineral 2.22 4.29 -

Wadah modifikasi pelepah 2.24 4.29 -

--- Jumlah daun (helai) ---

Wadah baby polybag - 1.72b 3.28a

Wadah tray - 1.67b 2.81c

Wadah potongan bambu - 1.92a 3.35a

Wadah bekas gelas air mineral - 1.79a 3.22ab

Wadah modifikasi pelepah - 1.70b 3.03bc

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji Duncan Multiple Range Test 5%.

(35)

serta memiliki bentuk dan kekuatan yang lebih baik dibandingkan wadah media tumbuh lainnya.

Tanggap Pertumbuhan Morfologi terhadap Berbagai Media Tumbuh dan Jenis Wadah Media Tumbuh

Berbagai media tumbuh dan jenis wadah berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada bibit kelapa sawit umur 1 BST, dan diameter batang bibit kelapa sawit umur 3 BST (Lampiran 9). Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery

(tinggi tanaman, jumlah daun umur 1 BST, dan diameter batang serta luas daun pada umur 3 BST) terhadap berbagai media tumbuh dan jenis wadah tercantum pada Tabel 6.

Pertumbuhan tinggi bibit kelapa sawit pada umur 1 BST pada media tumbuh kompos dengan wadah bekas gelas mineral, pada media tumbuh kompos dengan wadah potongan bambu dan kascing dengan wadah bekas gelas air mineral masing-masing meningkat sebesar 32%, 31%, dan 27% lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan kombinasi media tumbuh top soil dengan wadah baby polybag. Media tumbuh kompos dan kascing yang telah terdekomposisi sempurna sebagai media tumbuh bibit kelapa sawit di pembibitan awal (1 BST) dapat langsung diserap dan mengoptimalkan pertumbuhan morfologi tanaman. Menurut Rachman et al. (2008) penambahan bahan organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan, selain menambah bahan organik tanah juga memberikan kontribusi terhadap ketersediaan unsur hara N, P dan K di dalam tanah. Selanjutnya, jenis wadah bekas gelas mineral dan potongan bambu memiliki sifat daya beradaptasi yang tinggi terhadap sinar matahari untuk menjaga kelembaban media tumbuh kompos dan kascing yang dapat menjaga konsentrasi unsur hara dalam larutan media tumbuh dan menentukan aliran hara ke akar bibit kelapa sawit. Menurut Sjofjan dan Idwar (2009) kelembaban tanah akan mempengaruhi ketersediaan air tanah, konsentrasi hara dalam larutan tanah dan menentukan aliran hara ke akar. Oleh karena itu, pertumbuhan bibit kelapa sawit umur 1 BST dapat mencapai pertumbuhan yang optimal.

Pertumbuhan diameter batang bibit kelapa sawit pada umur 3 BST pada media tumbuh kompos dengan wadah potongan bambu, media tumbuh kompos dengan wadah bekas gelas air mineral, media tumbuh kascing dengan wadah potongan bambu, media tumbuh pupuk kandang sapi dengan wadah potongan bambu, dan media tumbuh kascing dengan wadah bekas gelas air mineral masing-masing meningkat sebesar 48%, 44%, 40%, 32%, dan 24% dibandingkan dengan menggunakan media tumbuh top soil dengan wadah

baby polybag.

Peningkatan jumlah daun bibit kelapa sawit umur 1 BST sebesar 59%, 50%, dan 40% masing-masing terjadi pada media tumbuh kompos dengan wadah potongan bambu, media tumbuh kompos yang diwadahi bekas gelas air mineral dan baby polybag serta media pada media tumbuh kascing yang diwadahi baby polybag dan modifikasi pelepah dibandingkan dengan kombinasi media tumbuh top soil dengan wadah baby polybag.

Pertumbuhan jumlah daun pada awal pertumbuhan (1 BST) didukung oleh ketersediaan nitrogen yang cukup pada media tumbuh kompos, sehingga daun dapat

(36)

tertinggi dibandingkan media lainnya yaitu 1.25% (Lampiran 6). Pemupukan nitrogen dengan dosis tertentu dapat meningkatkan kandungan klorofil untuk proses fotosintesis

Tabel 6. Pengaruh media tumbuh dan jenis wadah terhadap empat peubah morfologi bibit kelapa sawit di pre nursery.

Top soil + eks gelas air mineral 4.72 bcdefghijk 5.63g 1.11cde 24.66efg

Top soil + modifikasi pelepah 4.61cdefghijk 6.92 cdef 1.00def 14.15hi

Sub soil + baby polybag 3.94 ijk 6.25efg 1.11cde 23.16fgh Kascing + potongan bambu 5.33abcde 7.87 ab 1.22cde 52.27a Kascing + eks gelas air mineral 5.55 abc 7.00bcdef 1.33bcd 32.99bcde Kascing + modifikasi pelepah 4.44efghijk 8.32 a 1.55ab 38.41b Arang sekam + baby polybag 3.61 k 5.50g 0.72f 18.35fghi Arang sekam + tray 4.33efghijk 5.30g 1.00def 16.07ghi Arang sekam + potongan bambu 4.11ghijk 5.36g 1.00def 18.36fghi Arang sekam + eks gelas air mineral 5.11abcdefg 5.62g 1.11cde 26.42def Arang sekam + modifikasi pelepah 5.11abcdefg 6.44cdefg 1.11cde 16.11ghi Pukan sapi + baby polybag 4.78 abcdefghi 7.40abcde 1.67a 34.09bcd Pukan sapi + tray 5.22abcdef 7.24abcdef 1.00def 18.42fghi Pukan sapi+ potongan bambu 5.38 abcd 7.47abcd 1.39abc 35.92bc Pukan sapi + eks gelas air mineral 5.22abcdef 6.36defg 1.11cde 27.65cdef Pukan sapi + modifikasi pelepah 4.55 cdefghijk 7.53abcd 1.22cde 20.93fghi Kompos + baby polybag 5.00 abcdefgh 7.64abc 1.67a 53.47a Kompos + tray 5.00 abcdefgh 7.27abcdef 1.00def 23.73efg Kompos + potongan bambu 5.72 ab 8.35a 1.72a 23.75efg Kompos + eks gelas air mineral 5.78 a 8.10 ab 1.67a 25.96def Kompos + modifikasi pelepah 5.22abcdef 7.02 bcdef 1.11cde 25.13defg

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test 5%, BST: bulan setelah tanam.

(37)

Luas daun bibit kelapa sawit 3 BST dipengaruhi oleh media tumbuh, jenis wadah media tumbuh, dan interaksi kedua perlakuan tersebut (Lampiran 9). Pengukuran luas daun dilaksanakan pada akhir penelitian untuk semua perlakuan. Tanggap luas daun terhadap berbagai media tumbuh dan jenis wadah dapat dilihat pada Tabel 6. Luas daun bibit kelapa sawit pada media tumbuh kascing dengan wadah baby polybag, media tumbuh kascing diwadahi pada potongan bambu dan media tumbuh kompos yang diwadahi baby polybag

masing-masing meningkat sebesar 105%, 89%, dan 93% dibandingkan pertumbuhan luas daun bibit kelapa sawit pada media tumbuh top soil yang diwadahi baby polybag dan tray. Daun merupakan satu dari struktur utama tanaman yang memiliki fungsi utama melaksanakan proses fotosintesis. Dalam proses tersebut daun melakukan fungsi eksternal yaitu melakukan respirasi, transpirasi dan absorbsi cahaya. Daun memiliki kriteria tertentu, diantaranya adalah luas daun (Haryadi 2013). Luas daun memegang peranan penting, karena fotosintesis biasanya proposional terhadap luas daun (Taiz dan Zeiger 2002). Peningkatan luas daun merupakan upaya tanaman dalam mengefisiensikan penangkapan energi cahaya untuk fotosintesis (Djukri dan Purwoko 2003).

Tanggap Fisiologi Tanaman

Tanggap Peubah Fisiologi terhadap Berbagai Media Tumbuh dan Jenis Wadah Jenis berbagai media tumbuh, jenis wadah dan interaksi kedua perlakuan menunjukkan pengaruh nyata terhadap peubah kehijauan daun dan bobot biomassa (bobot basah dan kering tajuk, bobot basah dan kering akar) (Lampiran 10). Sedangkan kerapatan stomata dipengaruhi secara nyata oleh wadah media tumbuh dan interaksi antara media tumbuh dan wadah media tumbuh. Pengaruh berbagai media tumbuh dan jenis wadah terhadap kehijauan daun dan kerapatan stomata (Tabel 7).

Penggunaan berbagai media tumbuh dan jenis wadah berpengaruh nyata terhadap kehijauan daun dan kerapatan stomata bibit kelapa sawit (Lampiran 10). Nilai kehijauan daun pada bibit tertinggi terdapat pada media tumbuh kascing yang diwadahi gelas air mineral bekas tetapi tidak berbeda nyata dengan media tumbuh kompos yang diwadahi baby polybag. Pengaruh berbagai penggunaan media tumbuh dan jenis wadah terhadap kehijauan daun dapat dilihat pada Tabel 7.

Penambahan bahan organik dapat meningkatkan kehijauan daun pada bibit kelapa sawit umur 3 BST, hal ini dapat dilihat dari nilai kehijauan daun pada media tumbuh kompos dengan wadah bekas gelas air mineral yang berbeda nyata dengan media top soil dan sub soil. Klorofil daun merupakan pigmen yang memberi ciri warna hijau pada daun dan mampu mengoptimalkan penyerapan energi cahaya matahari sehingga terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan gula atau karbohidrat. Oleh karena itu, ketersediaan klorofil yang cukup sangat membantu proses pertumbuhan tanaman.

Gambar

Gambar 1. Kecambah kelapa sawit varietas Sue Supreme Mekarsari
Gambar 2. Berbagai macam wadah media tumbuh
Gambar 4. Penanaman kecambah kelapa sawit
Tabel 1. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada awal percobaan di
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tesis Pondok pesantren dan perubahan ..... ADLN -

Antara yang jelas dapat diperhatikan adalah amalan-amalan berikut yang kini mula menjadi norma dalam kalangan masyarakat Islam di Malaysia iaitu, amalan menyalakan api

Saat kami menundukan kepala kami di hadapan Kemuliaan Kuasa-Mu, kami membawa ke hadapan-Mu seluruh kecenderungan-diri kami untuk “menutup- nutupi” kebenaran dengan beribu alasan

model direct instruction berbantuan animasi energy2d , siswa dapat mengganti konsepsi awal yang salah menjadi konsepsi yang benar dengan bantuan animasi

Studi Kesesuaian Jenis untuk Perencanaan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Desa Wawatu Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan.. Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah

Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini dirancang sebuah sistem informasi yang diberi nama GLoSha ( Grouping Location Sharing ) yang dapat membantu

Desain Sistem Prototype Akuarium yang dibuat pada penelitian ini dirancang dengan menggunakan sensor pH untuk mengetahui kualitas air serta sensor hcsr yang mengukur

Hal ini berarti 56,3 persen dari variansi manajemen laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013 dijelaskan oleh variansi