• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Agroforestry Terhadap Keanekaragaman Tumbuhan Dalam Kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Dan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kawasan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Agroforestry Terhadap Keanekaragaman Tumbuhan Dalam Kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Dan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kawasan."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI AGROFORESTRY TERHADAP

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DALAM KAWASAN

TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN DAN

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN

WINDY MARDIQA RIANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kontribusi Agroforestry Terhadap Keanekaragaman Tumbuhan dalam Kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman dan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kawasan adalah benar hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Windy Mardiqa Riani

(4)
(5)

RINGKASAN

WINDY MARDIQA RIANI. Kontribusi Agroforestry Terhadap Keanekaragaman Tumbuhan dalam Kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman dan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kawasan. Dibimbing oleh ARZYANA SUNKAR dan LETI SUNDAWATI.

Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR) di Provinsi Lampung merupakan kawasan konservasi yang menerapkan agroforestry di dalam kawasan sejak tahun 2000. Penerapan agroforestry dilakukan sebagai upaya rehabilitasi lahan rusak dalam kawasan dan peningkatan perekonomian masyarakat sekitar. Lahan rusak dalam kawasan Tahura WAR disebabkan pertanian monokultur dan adanya permukiman dalam kawasan oleh masyarakat sekitar sehingga menyebabkan penurunan keanekaragaman tumbuhan.

Upaya rehabilitasi kawasan dilakukan dengan menanam beberapa jenis tanaman kehutanan tanpa diperbolehkan adanya kegiatan penebangan ataupun penjualan kayu dari kawasan. Upaya peningkatan perekonomian masyarakat sekitar dilakukan dengan meminjamkan sejumlah lahan dalam kawasan Tahura WAR kepada masyarakat sebagai lahan garapan untuk menanam beberapa jenis tanaman pertanian yang diselingi dengan tanaman kehutanan sehingga dapat memberikan hasil berupa komoditas perdagangan sebagai sumber penerimaan. Jumlah penerimaan dari hasil agroforestry berkorelasi positif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat karena penerimaan termasuk dalam faktor internal yang berpengaruh nyata dan konsisten terhadap kesejahteraan. Kedua upaya yang dilakukan Dinas Kehutanan Lampung bersama dengan masyarakat kemudian menimbulkan pertanyaan tentang kontribusi agroforestry terhadap keanekaragaman tumbuhan dan kesejahteraan masyarakat sekitar serta keberhasilan penerapan agroforestry di kawasan Tahura WAR.

Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juli 2014 di dalam kawasan Tahura WAR untuk pengambilan data keanekaragaman tumbuhan dan desa sekitar Tahura WAR untuk pengambilan data kesejahteraan masyarakat. Pengambilan data keanekaragaman tumbuhan dilakukan di lahan agroforestry dan hutan primer, yang dipilih dengan teknik random sampling sedangkan pengambilan data kesejahteraan dilakukan di tiga desa (Sumber Agung, Batu Putu, dan Talang Mulya) yang dipilih dengan teknik multi-stage sampling. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data keanekaragaman tumbuhan adalah analisis vegetasi dengan proses analisis data terdiri dari perhitungan indeks kesamaan jenis Jaccard

dan indeks keanekaragaman shannon-wienner. Metode yang digunakan dalam pengambilan data kesejahteraan masyarakat adalah wawancara dengan proses analisis data terdiri dari analisis penerimaan, analisis pengeluaran, analisis kontribusi, dan analisis kesejahteraan. Kedua parameter penelitian kemudian dianalisis bersama dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis tipologi wilayah.

(6)

kesejahteraan yaitu jumlah penerimaan dan pengeluaran. Agroforestry memberikan kontribusi sebesar 41,41% terhadap total penerimaan sehingga mampu mencukupi pengeluaran sebesar 40,93%. Pengukuran parameter keanekaragaman tumbuhan dan kesejahteraan masyarakat menunjukkan bahwa wilayah keberhasilan agroforestry di kawasan Tahura WAR termasuk wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman tumbuhan rendah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat tinggi ( Tipologi III ) untuk Sumber Agung dan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman tumbuhan rendah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat sedang ( Tipologi V ) untuk Batu Putu dan Talang Mulya.

(7)

SUMMARY

WINDY MARDIQA RIANI. Contribution of Agroforestry on Plant Diversity in Wan Abdul Rachman Grand Forest Park and for Economic Livelihood around the Park. Supervised by ARZYANA SUNKAR and LETI SUNDAWATI.

Wan Abdul Rachman Grand Forest Park (Tahura WAR) in Lampung Province is a protected area that has implemented agroforestry since 2000. The application of agroforestry was an effort to rehabilitate the degraded land and improve the community's economic livelihoods. Degraded land due to monoculture farming and settlements, which has caused a decrease in plant diversity.

Effort to rehabilitate were performed by planting several forestry species without timber harvesting. Efforts to improve the community's economic livelihoods were performed by lending parcel of land in the Tahura WAR as arable land to grow agricultural crops interspersed with forest trees that could provide commodity trades as sources of revenue. The total revenues from agroforestry was positively correlated to the level of economic livelihood since revenues is in fact part of internal factors that is significant and consistent to livelihood. Both efforts raised the question of the contribution of agroforestry on plant diversity and for community economic livelihood, as well as the level of success of the implementation of agroforestry system in Tahura WAR.

The study was conducted on May – July 2014 in Tahura WAR and its surrounding area. Data on plant diversity was collected in the primary forest and agroforestry land within the Tahura and was selected by random sampling technique, while data on economic livelihood was collected in three three villages (Sumber Agung, Batu Putu, Talang Mulya) around the Tahura, which was selected using multi-stage sampling technique. The research employed vegetation analysis using Jaccard similarity index dan Shannon-Wienner diversity index. Interviews were conducted and analysed using analysis of receipts, expenditure analysis, and well-being analysis. Both research variables were further analyzed with descriptive analysis and categorized into area typology based on its implementation success.

Results of the research showed that agroforestry has contributed to the diversity of plants in the form of an increased diversity index close to primary forest approaching 17.95% for seedlings, 21.05% for saplings, 41.55% for poles, and 61.01% for trees. Moreover, agroforestry has contributed to the economic livelihood of the local community through two indicators of well-being, the amount of revenues and expenditures. Agroforestry accounted for 41.41% of the total revenues so as to meet the expenditure of 40.93%. The measurement of plant diversity and economic livelihood showed that implemention of agroforestry has contributed little to plant diversity yet a significant increase in economic livelihood (Typology III) for Sumber Agung, whereas agroforestry has also contributed little to plant diversity but with an intermediate level of economic livelihood (Typology V) for Batu Putu and Talang Mulya.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya, pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

WINDY MARDIQA RIANI

KONTRIBUSI AGROFORESTRY TERHADAP

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DALAM KAWASAN

TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN DAN

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan pada kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Juli 2014 ini adalah agroforestry, dengan judul Kontribusi Agroforestry terhadap Keanekaragaman Tumbuhan dalam Kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman dan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kawasan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Arzyana Sunkar dan Ibu Leti Sundawati selaku pembimbing atas ilmu, pengalaman dan bimbingannya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Made Hesti Lestari Tata sebagai penguji luar

komisi dan Bapak Burhanuddin Masy’ud sebagai ketua program studi atas saran dan

masukan yang diberikan pada saat pelaksanaan ujian sidang. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Trisna, Bapak Ronald, Bapak Boni beserta seluruh staf UPTD Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman, Bapak Saban beserta masyarakat Sumber Agung, Bapak Nani Ubay beserta masyarakat Citiis (Batu Putu), Bapak Sadiran beserta masyarakat Talang Mulya, dan kerabat serta teman-teman di Bandar Lampung yang telah membantu dalam pengumpulan data. terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada Papa, Mama, dan Destian Ade Anggi atas kasih sayang, kesabaran, doa, nasehat serta motivasi yang telah diberikan selama ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh anggota keluarga Bapak Sutarman Abdullah dan Ibu Siti Rochimah atas bantuan dan semangat yang telah diberikan pada saat penulis melakukan penelitian.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman KVT 2012/2013 atas kesediaannya berbagi ilmu dan kompetensi yang sangat membantu penulis dalam memperkaya dan mempertajam karya ilmiah ini. Terakhir, penulis ucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat Puri Hapsara dan kelompok Gaza atas kebersamaan dan kesediaannya untuk saling menguatkan selama proses studi berlangsung.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat tidak hanya bagi penulis tetapi juga bermanfaat bagi pengelola dan masyarakat sekitar kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman serta kalangan akademisi yang membutuhkan data dan informasi mengenai pelaksanaan agroforestry di dalam kawasan konservasi.

Bogor, Maret 2015

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 3

Manfaat 3

Kerangka Pikir 4

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian 5

Alat dan Instrumen 6

Jenis Data 6

Teknik Pengambilan Contoh 6

Metode Pengumpulan Data 7

Analisis Data 9

3 KONDISI UMUM PENELITIAN

Kondisi Geografis 15

Iklim dan Curah Hujan 15

Topografi 15

Kondisi Biologi Kawasan 16

Kondisi Sosial Ekonomi 17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Agroforestry dalam Kawasan Tahura 18

Kekayaan dan Komposisi Jenis 18

Indeks Kesamaan Jenis 24

Indeks Keanekaragaman 25

Uji Statistik Indeks Keanekaragaman 27

Tingkat Keanekaragaman Lahan Agroforestry 29

Kesejahteraan Masyarakat 30

(15)

Kontribusi Agroforestry 41

Tipologi Wilayah Keberhasilan 44

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 47

Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 48

LAMPIRAN 52

(16)

DAFTAR TABEL

1 Rincian data dan informasi penelitian 6

2 Jumlah masyarakat masing-masing lokasi penelitian 7 3 Indikator kesejahteraan masyarakat menurut BPS 12

4 Desain tipologi wilayah keberhasilan 13

5 Desa dan kelurahan sekitar Tahura WAR 15

6 Jenis tumbuhan berkayu di hutan primer dan lahan agroforestry 16

7 Jumlah penduduk sekitar kawasan Tahura WAR 17

8 Kekayaan jenis tanaman berkayu di lahan agroforestry 19 9 Komposisi jenis tanaman berkayu tingkat semai di lahan agroforestry 20 10 Komposisi jenis tanaman berkayu tingkat pancang di lahan agroforestry 21 11 Komposisi jenis tanaman berkayu tingkat tiang di lahan agroforestry 22 12 Komposisi jenis tanaman berkayu tingkat pohon di lahan agroforestry 23 13 Kekayaan jenis tumbuhan berkayu di hutan primer 24 14 Indeks kesamaan jenis Jaccard lahan agroforestry dan hutan primer 25 15 Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner di lahan agroforestry 26 16 Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner di hutan primer 26 17 Hasil uji lanjut Duncan indeks keanekaragaman tingkat pohon 28 18 Hasil uji lanjut Mann-Whitney lahan agroforestry dan hutan primer 28 19 Hasil uji lanjut Mann-Whitney lahan agroforestry 29

20 Nilai dasar penentuan tingkat keanekaragaman 29

21 Tingkat keanekaragaman lahan agroforestry 30 22 Distribusi masyarakat berdasarkan kelompok umur 30 23 Distribusi masyarakat berdasarkan luas lahan garapan 34

24 Penerimaan rumah tangga di lokasi penelitian 35

25 Rincian penerimaan rumah tangga dari agroforestry 35 26 Pengeluaran rumah tangga di lokasi penelitian 37 27 Rincian pengeluaran rumah tangga di lokasi penelitian 37 28 Tingkat kesejahteraan masyarakat di lokasi penelitian 40 29 Kontribusi indeks keanekaragaman lahan agroforestry terhadap indeks 41

keanekaragaman hutan primer

30 Kontribusi penerimaan agroforestry terhadap total penerimaan dan total 43 pengeluaran rumah tangga

(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 4

2 Peta lokasi penelitian 5

3 Desain plot contoh 8

4 Lahan agroforestry dalam kawasan Tahura WAR 18

5 Kurva spesies area di lahan agroforestry 19

6 Distribusi masyarakat berdasarkan jumlah tanggungan keluarga 31

7 Distribusi masyarakat berdasarkan suku 32

8 Distribusi masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan 32 9 Distribusi masyarakat berdasarkan usaha non-agroforestry 33 10 Distribusi masyarakat berdasarkan intensitas berkebun 33

11 Rumah permanen dan rumah semi permanen 38

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komposisi jenis tanaman berkayu di lahan agroforestry 52 2 Indeks keanekaragaman masing-masing plot di lahan agroforestry 54 3 Komposisi jenis tumbuhan berkayu di hutan primer 57

4 Perhitungan tingkat kesejahteraan masyarakat 61

(18)
(19)

1 PENDAHULUAN

tetapi pada tahun 1993 berubah fungsi menjadi kawasan konservasi dalam bentuk Tahura berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 408/Kpts-II/93. Perubahan kawasan menjadi Tahura dilakukan untuk mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan akibat peningkatan luas lahan pertanian monokultur dan permukiman dalam kawasan yang menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati terutama keanekaragaman tumbuhan (Dishut Lampung 2005). Pada sisi lain, masyarakat sekitar kawasan Tahura WAR yang mayoritas bekerja sebagai petani juga membutuhkan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Merespon kondisi di atas, pada tahun 2000, Dishut Lampung bersama dengan masyarkat sekitar, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan perguruan tinggi menerapkan sistem agroforestry dalam kawasan Tahura WAR dengan istilah hutan kemasyarakatan. Agroforestry merupakan sistem pengelolaan lahan yang mengimplementasikan nilai ekologi dan ekonomi dengan tujuan pelestarian keanekaragaman hayati dan produksi pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup masyarakat (Widianto et al. 2003). Agroforestry juga didefinisikan sebagai sistem pengelolaan lahan tradisional yang terdiri dari interaksi antara unsur-unsur alam seperti pepohonan dan semak bersama dengan tanaman pertanian dan terkadang juga rumah tangga (Kyndt et al. 2009). Agroforestry memberikan manfaat dalam bentuk diversitas, kemandirian, stabilitas hasil panen dan produktivitas (Hairiah et al. 2003).

Agroforestry dalam kawasan Tahura WAR dilakukan dengan meminjamkan lahan seluas 2.304,03 ha atau 10,45% dari luas total kawasan kepada masyarakat sekitar yang juga termasuk kelompok tani agroforestry (Rifki 2007). Peminjaman lahan dilakukan dengan syarat pengelolaan lahan hanya ditujukan untuk kepentingan agroforestry. Pelaksanaan agroforestry melibatkan masyarakat sekitar Tahura WAR yang terdiri dari empat suku yaitu Jawa, Sunda, Lampung dan Semendo (Suraji 2003).

(20)

alternatif sumber utama pendapatan masyarakat pedesaan (Widianto et al. 2003; Mcneely dan Schroth 2006; Akinnifesi et al. 2008; Fandohan et al. 2010; Kalaba

et al. 2010). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang kontribusi agroforestry yang diterapkan dalam kawasan Tahura WAR di Provinsi Lampung.

Perumusan Masalah

Kontribusi agroforestry dapat dibedakan menjadi dua yaitu kontribusi bagi ekologi kawasan dan ekonomi masyarakat. Kontribusi agroforestry bagi ekologi kawasan dalam kawasan Tahura WAR difokuskan pada konservasi keanekaragaman hayati dengan mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman hayati terutama keanekaragaman tumbuhan melalui kegiatan rehabilitasi kawasan. Nobel dan Dirzo (1997) menyatakan bahwa pelaksanaan agroforestry pada beberapa tempat di Nepal dapat meningkatkan 50% – 80% keanekaragaman tumbuhan dibandingkan dengan keanekaragaman pertanian monokultur ataupun padang rumput. Kontribusi agroforestry lainnya terhadap konservasi keanekaragaman hayati berupa perlindungan terhadap jenis tumbuhan tertentu di lahan pertanian, pengurangan tekanan terhadap hutan primer, dan habitat bagi satwaliar (Ouinsavi et al. 2005; Acharya 2006; Assogbadjo et al. 2012)

Kontribusi agroforestry bagi ekonomi masyarakat sekitar kawasan difokuskan pada peningkatan penerimaan rumah tangga melalui perubahan sistem pertanian. Hasil penelitian Retnoningsih (2007) menyebutkan kontribusi agroforestry terhadap total penerimaan di Desa Babakan, Kabupaten Purwakarta sebesar 45,34% dengan persentase penerimaan 52,95% dari pangan, 36,44% dari buah-buahan dan 10,61% dari kayu. Hasil berbeda ditemukan pada petani agroforestry di Desa Bangun Jaya Kabupaten Bogor, dimana kontribusi agroforestry terhadap total penerimaan sebesar 79,5 % dengan persentase penerimaan, 85,82% dari buah, 8,23% dari kayu dan 5,95% dari pangan (Rachman 2011). Jumlah penerimaan dari hasil agroforestry berkorelasi positif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat karena penerimaan termasuk dalam faktor internal yang berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan rumah tangga (Iskandar et al. 2006). Hasil penelitian Ibrahim (2007) juga menunjukkan bahwa penerimaan merupakan faktor yang berhubungan nyata dan konsisten terhadap kesejahteraan masyarakat bersamaan dengan faktor pendidikan dan pengeluaran per kapita.

Uraian di atas dapat dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

a. Bagaimanakah kontribusi agroforestry terhadap keanekaragaman tumbuhan kawasan Tahura WAR?

b. Bagaimanakah kontribusi agroforestry terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan Tahura WAR?

(21)

Tujuan

Tujuan penelitian ini antara lain :

a. Menentukan kontribusi agroforestry terhadap keanekaragaman tumbuhan kawasan Tahura WAR

b. Menentukan kontribusi agroforestry terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan Tahura WAR

c. Menentukan tipologi wilayah keberhasilan agroforestry dalam kawasan Tahura WAR berdasarkan keanekaragaman tumbuhan dan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu akademis dan teknis. Manfaat akademis dari penelitian ini adalah sebagai penambah informasi dan data tentang penerapan agroforestry di Tahura WAR, kesejahteraan masyarakat sekitar khususnya petani agroforestry, dan keanekaragaman tumbuhan kawasan Tahura WAR. Manfaat teknis dari penelitian ini untuk membantu pengelola Tahura WAR dalam mengevaluasi penerapan agroforestry di kawasan Tahura WAR melalui dua parameter yaitu kesejahteraan masyarakat dan keanekaragaman tumbuhan.

Kerangka Pikir

(22)

Keterangan : : Keputusan : Proses

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Analisis Deskriptif

Kriteria Kesejahteraan BPS

Blok Perlindungan Blok social forestry

dan Rehabilitasi

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner Kawasan Tahura WAR

Manfaat Ekonomi Manfaat Ekologi

Kontribusi Agroforestry

Kesejahteraan Masyarakat Keanekaragaman

Tumbuhan

Tingkat Keanekaragaman

TINGGI, SEDANG, RENDAH TINGGI, SEDANG, RENDAH Tingkat Kesejahteraan Hutan Primer

Lahan Agroforestry

(23)

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan selama 2 bulan yaitu Mei – Juli 2014. Lokasi penelitian dilaksankan di dalam kawasan Tahura WAR untuk pengambilan data yang terkait keanekaragaman tumbuhan dan di luar kawasan Tahura WAR untuk pengambilan data yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat. Penelitian di dalam kawasan Tahura WAR dilakukan pada dua blok yaitu blok social forestry dan rehabilitasi (hutan kemasyarakatan) dan blok perlindungan. Penelitian di luar kawasan Tahura WAR dilakukan di tiga desa dari 36 desa sekitar kawasan terdiri dari Kelurahan Sumber Agung, Kelurahan Batu Putu, dan Desa Talang Mulya. Lokasi penelitian yang digunakan dalam pengambilan data ditunjukkan pada Gambar 2.

Sumber : Modifikasi dari Rifki (2007)

(24)

Alat dan Instrumen

Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari meteran, tali rapia, kompas, tape recorder, kamera digital, dan alat tulis. Instrumen yang digunakan terdiri dari tallysheet, kuisioner, dan peta wilayah agroforestry.

Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diambil dengan melakukan wawancara dan analisis vegetasi. Data sekunder didapatkan melalui penelusuran dokumen sebagai data tambahan dalam membantu proses analisis data. Keseluruhan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini secara rinci ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rincian data dan informasi penelitian

Teknik Pengambilan Contoh

Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu keseluruhan kawasan Tahura WAR untuk parameter keanekaragaman tumbuhan dan keseluruhan masyarakat sekitar kawasan yang bekerja sebagai petani Agroforestry dalam kawasan Tahura WAR untuk parameter kesejahteraan masyarakat. Populasi dalam kawasan Tahura WAR terbagi menjadi dua sub-populasi yaitu blok social forestry dan rehabilitasi untuk lahan agroforestry dan blok perlindungan untuk hutan primer. Teknik pengambilan contoh pada kedua sub-populasi dilakukan secara random sampling dengan mengambil luasan sebesar 1 ha pada hutan primer dan 3 ha pada lahan agroforestry.

Teknik pengambilan contoh untuk parameter kesejahteraan masyarakat dilakukan menggunakan teknik penarikan contoh bertahap (Multi-Stage Sampling). Tahap pertama dilakukan dengan menentukan desa berdasarkan

Parameter Variabel Jenis Data Sumber

(25)

kriteria (1) berbatasan langsung dengan kawasan Tahura WAR, (2) masyarakatnya menjalankan agroforestry di dalam kawasan Tahura WAR, (3) memiliki karakteristik perekonomian maju, sedang, dan miskin. Tahap kedua dilakukan dengan memilih rumah tangga yang menjalankan agroforestry dalam kawasan Tahura WAR secara random sampling sebagai responden dari tiga desa yang telah ditentukan sebelumnya. Penentuan jumlah keseluruhan responden menggunakan persamaan Paul Leedy (1980) dalam Arikunto (2010) sedangkan penentuan jumlah responden pada masing-masing desa menggunakan persamaan Walpole (1982) sebagai berikut:

Keterangan :

n : ukuran populasi

p : perbandingan antara subjek yang menjadi objek dengan seluruh subjek e : galat (0,1)

z : standar skor untuk selang kepercayaan yang dipilih

( )

Keterangan :

ndesa : jumlah masyarakat pada masing-masing desa

Ni : jumlah populasi desa ke-i

N : total populasi n : ukuran populasi

Penggunaan kedua persamaan tersebut menghasilkan jumlah responden pada masing-masing desa (Tabel 2) sebagai berikut :

Tabel 2 Jumlah masyarakat masing-masing lokasi penelitian No. Desa Kecamatan Jumlah KK Jumlah contoh

1. Sumber Agung Kemiling 499 43

2. Batu Putu Teluk betung 251 22

3. Talang Mulya Padang cermin 398 34

Jumlah 1148 99

Metode Pengumpulan Data

Observasi lapang

(26)

20 m

10 m 20 m

10 m 20 m 20 m

5m Analisis vegetasi

Analisis vegetasi dilakukan untuk mengukur tingkat keanekaragaman tumbuhan berkayu di lahan agroforestry dan hutan primer sebagai variabel kontrol dalam penelitian. Data yang dikumpulkan dalam analisis vegetasi adalah jumlah jenis dan jumlah individu masing-masing jenis menggunakan petak contoh. Kedua data tersebut dikumpulkan pada empat tingkatan tumbuhan yaitu semai, pancang, tiang dan pohon. Keempat tingkatan tumbuhan didefinisikan sebagai berikut (Kusmana 1995 ) :

- Semai : permudaan yang memiliki tinggi kurang dari 1,5 m

- Pancang : permudaan dengan tinggi 1,5 m dan diameter setinggi dada (dbh) - Tiang : permudaan yang memiliki dbh 10 cm≤ dbh < 20 cm

- Pohon : pohon dewasa yang memiliki diameter (d) ≥ 20 cm

Teknik yang digunakan dalam analisis vegetasi yaitu teknik jalur berpetak dengan ukuran 2m x 2m untuk tingkat semai, 5m x 5m untuk tingkat pancang, 10m x10m untuk tingkat tiang, dan 20 m x 20 m untuk tingkat pohon. Jumlah plot yang digunakan untuk melakukan analisis vegetasi sebanyak 25 plot (1 ha) dimasing-masing lahan agroforestry dan 25 plot di hutan primer. Design plot contoh secara rinci dijelaskan pada Gambar 3.

Gambar 3 Desain plot contoh Wawancara

Wawancara dilakukan kepada masyarakat menggunakan kuisioner untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Pengukuran terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada penelitian ini menggunakan 11 variabel berdasarkan indikator kesejahteraan BPS (1991) yaitu penerimaan rumah tangga, konsumsi rumah tangga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota rumah tangga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dan medis, kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi, kehidupan beragama, perasaan aman dari tindakan kejahatan, dan kemudahan dalam melakukan olah raga.

Penelusuran dokumen

Penelurusan dokumen dilakukan terhadap dokumen peta wilayah agroforestry, anggota kelompok tani, laporan inventarisasi tumbuhan di kawasan Tahura WAR, data sejarah dan kondisi umum kawasan Tahura WAR.

5 m 2m

(27)

Analisis Data

Indeks keanekaragaman

Pengukuran keanekaragaman tumbuhan pada penelitian ini menggunakan indeks Shannon-Wiener yang dihitung melalui persamaan (Maguran 1988) :

Keterangan :

S : jumlah spesies

Pi : proporsi individu pada spesies ke-i Ln : logaritma natural

Indeks kesamaan jenis

Indeks kesamaan jenis digunakan untuk membandingkan kesamaan jenis tumbuhan pada dua komunitas. Indeks kesamaan jenis dapat dihitung menggunakan Indeks Jaccard dengan persamaan sebagai berikut (Kent dan Paddy 1992) :

Keterangan :

a = Jumlah jenis yang umum di komunitas A dan B

b = Jumlah jenis yang ada di komunitas A tetapi tidak di komunitas B c = Jumlah jenis yang ada di komunitas B tetapi tidak di komunitas A

Uji statistik

Uji statistik dilakukan terhadap data indeks keanekaragaman tumbuhan di lahan agroforestry (Sumber Agung, Batu Putu, Talang Mulya) dan hutan primer. Pengujian data dilakukan melalui tiga tahap yaitu uji normalitas Kolmogrov-Smirnov, uji beda nilai tengah, dan uji lanjut (Posthoc test). Uji normalitas

Kolmogrov-Smirnov dilakukan untuk mengetahui kondisi populasi data tersebar normal atau tidak (Priyatno 2008). Setelah dilakukan uji normalitas data kemudian dilakukan uji beda nilai tengah dengan uji beda parametrik analysis of variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% apabila populasi data menyebar normal atau dilakukan uji beda non parametrik Kruskall-Wallis apabila populasi data menyebar tidak normal. Tahapan uji statistik yang ketiga adalah uji lanjut duncan apabila ujibeda menggunakan ANOVA atau uji lanjut Man-Whitney

apabila ujibeda menggunakan Kruskall-Wallis. Pengujian normalitas Kolmogrov-Smirnov, uji beda nilai tengah, dan uji lanjut dilakukan menggunakan software IBM-SPSS Versi 20. Rumusan hipotesis indeks keanekaragaman tumbuhan terdiri dari :

H0 :Tidak terdapat perbedaan indeks keanekaragaman antara lahan agroforestry

dengan hutan primer pada tingkat semai/pancang/ tiang/pohon

H1 : Terdapat perbedaan indeks keanekaragaman antara lahan agroforestry

(28)

Analisis penerimaan

a. Penerimaan agroforestry (Igr)

Penerimaan agroforestry merupakan penerimaan yang diperoleh dari penjualan buah, getah, dan komoditas lain dari lahan agroforestry dalam kawasan Tahura WAR.

Igr= ∑penerimaan petani dari produk agroforestry

b. Penerimaan non-agroforestry (Ingr)

Penerimaan non-agroforestry merupakan penerimaan yang diperoleh dari penjualan warung, gaji/upah, dan sumber penerimaan lain diluar penerimaan agroforestry.

Ingr= ∑penerimaan petani dari produk non-agroforestry

c. Penerimaan total

Itot = Igr + Ingr Keterangan :

Itot : jumlah penerimaan total (Rp)

Igr : jumlah penerimaan dari usaha agroforestry (Rp)

Ingr : jumlah penerimaan dari usaha non-agroforestry (Rp)

d. Penerimaan perkapita

Keterangan :

Ipk : penerimaan perkapita per tahun

Itot : jumlah penerimaan total

∑AK : jumlah tanggungan keluarga Analisis pengeluaran

a. Total pengeluaran

Ct = C1 + C2 Keterangan :

Ct : total pengeluaran

C1 : pengeluaran untuk pangan C2 : pengeluaran untuk non pangan

C2 = Ca + Cb + Cc + Cd + Ce +Cf+Cg+Ch Keterangan:

Ca : pengeluaran untuk pakaian dan alas kaki

Cb : pengeluaran untuk kesehatan

Cc : pengeluaran untuk pendidikan

Cd : pengeluaran untuk transportasi

(29)

Cf : pengeluaran untuk pengolahan lahan agroforestry

Cg : Pengeluaran untuk tabungan

Ch : Pengeluaran untuk rekreasi dan keperluan sosial

b. Pengeluaran perkapita

Keterangan :

Cpk : jumlah pengeluaran perkapita per tahun

Ctot : jumlah pengeluaran total

∑AK : jumlah tanggungan keluarga

Analisis kontribusi

a. Kontribusi indeks keanekaragaman agroforestry terhadap indeks keanekaragaman hutan primer

(

) Keterangan :

% IK : kontribusi keanekaragaman agroforestry terhadap keanekaragaman hutan primer

IKgr : indeks keanekaragaman lahan agroforestry

IKHp : indeks keanekaragaman hutan primer

b. Kontribusi penerimaan agroforestry terhadap total penerimaan

Keterangan :

% Igri : kontribusi agroforestry terhadap total penerimaan

Igr : jumlah penerimaan dari usaha agroforestry

Itot : jumlah penerimaan total

c. Kontribusi penerimaan agroforestry terhadap total pengeluaran

(

)

Keterangan :

% Igrc : kontribusi agroforestry terhadap total pengeluaran

Igr : jumlah penerimaan dari usaha agroforestry

Ctot : jumlah pengeluaran total

Analisis kesejahteraan

Analisis kesejahteraan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan kriteria kesejahteraan BPS (1991) dengan menggunakan 11 indikator Klasifikasi skor masing-masing indikator kesejahteraan dihitung berdasarkan pedoman penentuan range skor dari BPS yang disajikan pada Tabel 3.

(30)

Tabel 3 Indikator kesejahteraan masyarakat

No. Indikator tingkat kesejahteraan Kriteria Skor

1. Penerimaan rumah tangga Cukup (Rp. > 4.080.000) 4 Tolak ukur yang digunakan adalah konsep kemiskinan yang

menyelaraskan penerimaan per kapita per tahun setara dengan harga beras

2. Pengeluaran rumah tangga Tidak miskin (>4.660.000) 4 Tolak ukur yang digunakan adalah konsep kemiskinan yang di

dasarkan pada pengeluaran per kapita per tahun 9 bahan pokok yaitu beras, ikan asin, gula pasir, minyak goreng, garam, minyak tanah, sabun, tektil kasar, dan batik kasar

Miskin (2.912.500 – (2)/bambu (1), Status : milik sendiri (3)/sewa (2)/numpang (1), Lantai : porselen (5)/ubin (4)/plester (3)/papan (2)/tanah (1), Luas lantai : luas (>100 m) (3)/sedang (50-100 m) (2)/sempit (<50 m) (1)

Permanen (skor: 15-21)

Pekarangan: luas (>100m2) (3)/sedang (50-100m2)/sempit (<50 m2) (1), Hiburan : video (4). TV (3), tape recorder (2), radio (1), Pendingin : AC (4)/lemari es (3)/kipas angin (2)/alam (1), Sumber pnerangan : listrik (3)/petromak (2)/lampu tempel (1), Bahan bakar : gas (3), minyak tanah (2), kayu (1), Sumber air : PAM (6)/sumur Bor (5)/sumur (4)/mata air (3), air hujan (2), sungai (1),MCK : kamar mandi sendiri (4)/kamar mandi umum (3)/sungai (2)/kebun (1)

Lengkap (skor: 21-27)

5. Kesehatan anggota rumah tangga Bagus (<25% sering sakit) Sedang (25-50% sering

6. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan tenaga medis Jarak rumah sakit terdekat : 0 km (4)/0,01 – 3 km(3)/ > 3 km (2)/tidak

7. Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan Biaya sekolah : terjangkau (3)/cukup (2)/sulit terjangkau (1), Jarak ke

8. Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi

Ongkos dan biaya : terjangkau (3)/cukup terjangkau (2)/sulit terjangkau (1)

Fasilitas kendaraan : tersedia (1)/cukup tersedia (2)/ kurang tersedia (1) Kepemilikan : sendiri (3), sewa (2), ongkos (1)

Mudah (skor: 7-9)

9. Kehidupan beragama Toleransi tinggi

Toleransi cukup Toleransi rendah

3 2 1 10. Rasa aman dari tindakan kejahatan Aman (tidak pernah

mengalami tindakan

(31)

Analisis deskriptif

Analisis deskriptif pada penelitian ini dilakukan terhadap data yang berkaitan dengan karakteristik masyarakat, tabulasi untuk keanekaragaman tumbuhan dan kesejahteraan masyarakat serta kontribusi agroforestri terhadap total penerimaan dan pengeluaran masing-masing lokasi. Nilai indeks keanekaragaman tumbuhan yang didapatkan dari lahan agroforestri kemudian dibandingkan dengan nilai indeks keanekaragaman tumbuhan yang terdapat pada hutan primer.

Analisis tipologi wilayah

Analisis tipologi wilayah dilakukan untuk menghubungkan dua parameter yaitu keanekaragaman tumbuhan dan kesejahteraan masyarakat. Penentuan tingkat kesejahteraan di masing-masing lokasi penelitian dilakukan dengan menghitung skor rata-rata masyarakat. Skor rata-rata yang didapatkan kemudian diklasifikasikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan klafisikasi sebagai berikut :

Tingkat kesejahteraan tinggi, apabila mencapai skor = 27 – 35 Tingkat kesejahteraan sedang, apabila mencapai skor = 19 – 26 Tingkat kesejahteraan rendah, apabila mencapai skor = 11 – 18

Penentuan tingkat keanekaragaman tumbuhan dilakukan dengan menghitung rata-rata indeks keanekaragaman pada lahan agroforestri dan hutan primer. Hasil perhitungan rata-rata (x) dan standar deviasi (Sd) indeks keanekaragaman hutan primer kemudian dijadikan variabel kontrol sekaligus sebagai nilai penentu dalam menentukan tingkat keanekaragaman. Sehingga tingkat keanekaragaman tumbuhan ditentukan berdasarkan klasifikasi sebagai berikut :

Tingkat Keanekaragaman tinggi,

Tingkat Keanekaragaman sedang, Tigkat keanekaragaman rendah,

Setelah menentukan tingkat kesejahteraan dan keanekaragaman pada masing-masing lokasi kemudian dilanjutkan dengan pembobotan dengan memberikan skor tertentu sehingga akan diperoleh tipologi wilayah keberhasilan seperti yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Desain tipologi wilayah keberhasilan Tipologi

Wilayah

Tingkat Keanekaragaman Tingkat Kesejahteraan Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah

(32)

Pengelompokkan tipologi wilayah pada Tabel 4 dijelaskan sebagai berikut : Tipologi I : apabila kedua variabel mempunyai kriteria tinggi

Tipologi II : apabila satu variabel mempunyai kriteria tinggi dan variabel lain mempunyai kriteria sedang

Tipologi III : apabila salah satu variabel mempunyai kriteria tinggi dan variabel lain mempunyai kriteria rendah

Tipologi IV : apabila kedua variabel mempunyai kriteria sedang

Tipologi V : apabila salah satu variabel mempunyai kriteria sedang dan variabel lain mempunyai kriteria rendah

(33)

3 KONDISI UMUM PENELITIAN

Kondisi Geografis

Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman memiliki total kawasan seluas 22249,31 Ha. Letak Tahura WAR dan secara geografis berada di diantara 5023’ -5033’ LS dan 105002’ - 105013’ BT (UPTD Tahura WAR 2008). Letak Tahura WAR secara administrasi terletak di 3 kecamatan wilayah Kota Bandar Lampung dan 4 kecamatan wilayah Kabupaten Pesawaran (Dishut Lampung 2005). Kawasan Tahura WAR berbatasan dengan 36 Desa/kelurahan yang ditunjukkan pada Tabel 5 .

Tabel 5 Desa dan kelurahan sekitar Tahura WAR Kabupaten/kota Kecamatan Desa/Kelurahan

Padang Cermin Sukajaya, Tanjung Agung, Hurun, Hanura, Sidodadi, Gebang, Padang Cermin, Banjaran, Hanau Berak, Way Urang, Pesawaran Indah, Anglo, Gunung Rejo

Kedondong Margodadi, Sukamandi, Way Harong, Tanjung Agung, Sinar Harapan, Kedondong, Anglo, Tempel Rejo, Banjar Negero, Cipandang

Way Lima Cipandang, Sukadadi, Bogorejo, Gedong Tataan Kabagusan, Wiyojo, Sungai Langka Sumber : Dishut Lampung (2005)

Iklim dan Curah Hujan

Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman termasuk tipe iklim A berdasarkan klasifikasi iklim Koppen sedangkan berdasarkan klasifikasi iklim Scmidth – Ferguson termasuk tipe iklim B (Dishut Lampung 2005). Tipe Iklim di kawasan Tahura WAR menyebabkan kawasannya memiiki tiga tipe bulan yaitu bulan basah, bulan kering, dan bulan lembab. Tipe bulan basah di Tahura WAR terjadi pada Desember – Mei, tipe bulan kering terjadi pada Mei-Juni, tipe bulan lembab terjadi pada nama bulan sisanya. Tahura WAR memiliki curah hujan rata-rata sebesar 2422 mm/tahun dengan jumlah hari hujan sebesar 129 hr/tahun.

Topografi

(34)

Tahura WAR dibentuk oleh daerah perbukitan dan pegunungan dengan beberapa lembah yang terdapat ditengahnya. Pegunungan yang terdapat di kawasan Tahura WAR terbentuk dari 3 gunung yaitu Gunung Betung (1.240 mdpl), Gunung Pesawaran (1.661 mdpl), dan Gunung Ratai (1.682 mdpl).

Kondisi Biologi Kawasan

a. Tumbuhan

Jenis Tumbuhan yang terdapat di Tahura WAR terbentuk vegetasi hutan primer dan vegetasi lahan agroforestry. Vegetasi hutan primer terdiri dari jenis tumbuhan liar sedangkan vegetasi lahan agroforestry terdiri dari jenis tumbuhan budidaya. Jenis tumbuhan yang terdapat di hutan primer terdiri dari jenis tumbuhan berkayu, paku-pakuan dan anggrek hutan sedangkan jenis tumbuhan budidaya yang terdapat di lahan agroforestry terdiri dari tumbuhan berkayu dan tumbuhan pertanian seperti yang terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jenis tumbuhan berkayu di hutan primer dan lahan agroforestry

No. Hutan Primer Lahan Agroforestry

Nama Lokal Nama Ilmiah Nama Lokal Nama Ilmiah

1. Ketapang Terminalia speciosa Durian Durio zibethinus 2. Pinang Areca catechu Tangkil Genetum gnemon 3. Picung Pangium edule Petai Parkia speciosa 4. Bermuk Crecentia cujete Kakao Theobroma cacao 5. Jarak Jatropha sp. Nangka Artocarpus heterophyllus 6. Jaha Terminalia balerica Jengkol Pithecolobium labotum 7. Kandis Garcinia parvifolia Jambu air Eugenia aquea 8. Kapuk Ceiba pentandra Mangga Mangoefera indica 9. Kihiyang Albizia procera Jambu Mete Anacardium occidentale 10. Suren Toona sureni Kemiri Aleurites molucana 11. Nangi Adina polycepala Karet Ficus elastica 12. Mahoni Swietenia mahagoni Kelapa Cocos nucifera 13. Manggis Garcinia mangostana Jambu biji Psidium guajava 14. Salam Eugenia polyantha Rambutan Nephelium lappaceum 15. Kibawang Dysoxylum alliaceum Cengkeh Eugenia aromatica 16. Ketupa Baccaurea dulcis Duku Lansium domesticum 17. Kulut Dysoxylum ramiflorum Kayu Manis Cinnamomum burmanii 18. Gondang Ficus variegata Gawok Eugenia blycephala 19. Sengon Albizia falcataria Sirsak Anonnna muricata 20. Ambalung Dysoxylum accutangulum Vitex Vitexs sp.

21. Balem Palaquium sp. Kenanga Cananga odorata 22. Lamtorogung Leucaena leucocephala Sonokeling Dalbergia latifolia 23. Gintung Bischofia javanica Kaliandra Caliandra sp. 24. Ki hujan Engehardtia serrata

25. Rasamala Altingia excelsa 26. Medang Litsea firmahoa

27. Bayur Pterospermum javanicum 28. Pulai Alstonia scholaris 29. Merawan Hopea mangarawan 30. Jabon Anthocepalus cadamba 31. Cempaka Michelia champaca 32. Kenanga Cananga odorata

(35)

b. Satwaliar

Satwaliar yang terdapat dikawasan Tahura WAR terdiri dari kelas mamalia dan Aves. Jenis satwaliar yang berasal dari kelas mamalia meliputi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrensis), beruang madu (Helarcotus malayanus), tapir (Tapirus indicus), rusa sambar (Cervus unicolor), siamang (Hylobates syndactylus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina). Jenis satwaliar yang berasal dari kelas Aves meliputi elang brontok

(Spizaetus cirrhatus), ayam hutan (Gallus gallus), rangkong (Buceros sp.), punai

(Treron vernans), kepodang (Oriolus chinensis), dan lain-lain (UPTD Tahura WAR 2008).

Kondisi Sosial Ekonomi

Kawasan Tahura WAR dikelilingi 7 kecamatan yang terdiri dari 36 desa. Jumlah dan kondisi penduduk pada masing-masing kecamatan tergolong padat. Sebagian besar masyarakat mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencahariannya. Kepadatan penduduk yang disertai rendahnya daya beli masyarakat untuk membeli lahan memicu masyarakat melakukan perambahan terhadap kawasan Tahura WAR (Rifki 2007). Data kependudukan masyarakat di sekitar kawasan Tahura WAR secara rinci di jelaskan pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah penduduk sekitar kawasan Tahura WAR No. Kecamatan Jumlah

Penduduk

Jumlah KK KK Tani KK PS dan PS 1

1. Padang Cermin 52.373 13.047 9.699 5.120

2. Way Lima 15.691 3.607 3.607 2.887

3. Kedondong 16.362 3.364 3.364 2.430

4. Gedong Tataan 36.049 8.854 8.854 3.533

5. Kemiling 4.062 2.389 2.389 461

6. Teluk Betung Barat 12.719 1.338 1.338 1.942

7. Teluk Betung Utara 6.496 997 997 694

Jumlah 143.752 33.596 22.361 11.947

(36)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Agroforestry dalam Kawasan Tahura

Jenis agroforestry dalam kawasan Tahura WAR termasuk jenis agroforestry sederhana karena terdiri dari dua kelompok tanaman yaitu pepohonan bernilai ekonomis dan tanaman pertanian (de Foresta et al. 2000). Jenis tanaman berkayu ekonomis yang terdapat di lahan agroforestry dalam kawasan Tahura WAR terdiri dari nangka, tangkil, petai, cengkeh, durian, dan kaliandra, sedangkan jenis tanaman pertanian terdiri dari kopi dan kakao. Pengolahan lahan agroforestry dalam kawasan Tahura WAR menggunakan pola kebun campur. Hal itu terlihat dari adanya beberapa jenis tanaman pertanian yang diselingi oleh pepohonan. Jenis tumbuhan pertanian yang paling dominan adalah kopi dan kakao sedangkan jenis pepohonan yang paling dominan adalah durian dan tangkil. Lahan agroforestry masyarakat di tiga lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Petani agroforestry mendapatkan hak garap di lahan agroforestry dalam kawasan Tahura WAR melalui warisan yang didapatkan dari orang tua dan melalui transaksi jual beli. Pembagian luas lahan garapan masing-masing rumah tangga dibagi mengikuti hukum waris sedangkan transaksi jual beli hak garap lahan dalam kawasan Tahura WAR hanya boleh dilakukan antar masyarakat sekitar kawasan. Luas lahan garapan yang diberikan kepada masyarakat tidak diizinkan bertambah meskipun adanya pertambahan jumlah masyarakat sekitar kawasan.

a) b) c)

Gambar 4 Lahan agroforestry dalam kawasan Tahura WAR a) Sumber Agung; b) Batu Putu; c) Talang Mulya

Kekayaan dan Komposisi Jenis

a. Lahan agroforestry

(37)

masing-masing lokasi adalah seluas 1 ha dengan menghitung jumlah dan jenis tanaman (Gambar 5).

Gambar 5 Kurva spesies area di lahan agroforestry

Hasil analisis vegetasi menunjukkan kekayaan jenis tanaman yang terdapat di lahan agroforestry bervariasi pada setiap lokasi maupun pada tingkat pertumbuhannya. Rata-rata jumlah kekayaan jenis tumbuhan pada tingkat pertumbuhan semai dan pancang pada ketiga lokasi hampir sama yaitu 8 jenis untuk semai dan 6 jenis untuk pancang. Kekayaan jenis pada tingkat semai dan pancang lebih sedikit dibandingkan dengan kekayaan jenis pada tingkat tiang dan pohon yang memiliki rata-rata 10 jenis untuk tiang dan 18 jenis untuk pohon (Tabel 8). Hal itu karena adanya teknik penyiangan gulma yang dilakukan masyarakat di tiga lokasi penelitian berupa penyiangan secara parsial dan penyiangan dengan penyemprotan bersih pada lantai kebun (clean weeding). Pada umumnya teknik penyiangan gulma yang dilakukan masyarakat di ketiga lokasi dilakukan dengan melakukan penyemprotan obat minimal 2 kali dalam 1 tahun pada lantai kebun hingga bersih. Teknik penyiangan dengan melakukan penyeprotan bersih lantai kebun tidak hanya menyebabkan kematian gulma tetapi juga semai dan pancang tanaman pertanian dan kehutanan juga ikut mati.

Tabel 8 Kekayaan jenis tanaman berkayu di lahan agroforestry Lokasi Jumlah Jenis/hektare jenis tanaman yang disebut komposisi jenis. Komposisi jenis tanaman diantara ketiga lokasi pengambilan plot contoh sebagian besar sama sedangkan komposisi jenis pada setiap tingkat pertumbuhan memiliki komposisi jenis yang sedikit berbeda. Hasil penelitian pada keseluruhan tingkat pertumbuhan di tiga lokasi penelitian menunjukkan bahwa komposisi jenis tanaman di lahan agroforestry berjumlah 37 jenis yang terdiri dari 25 jenis tanaman budidaya dan 12 jenis tanaman non-budidaya (Lampiran 1). Jenis tanaman non-budidaya yang ditemukan di lahan agroforestry terdiri dari kaliandra, sonokeling, bayur,

(38)

kleresede, dadap, kihiyang, medang, kondang, rukam, cempaka, balik angin, dan tanjung. Jenis tanaman kaliandra dan sonokeling berasal dari kegiatan penanaman bibit yang dilakukan Dishut Lampung bersama dengan masyarakat pada awal tahun 2000 sedangkan jenis tanaman non-budidaya lainnya berasal hutan primer yang biji/buahnya disebar oleh satwaliar ataupun tanaman hutan primer yang telah ada dan dibiarkan tubuh sebelum adanya kegiatan agroforestry. Martini (2008) menyebutkan bahwa beberapa spesies kelelawar dan burung memiliki fungsi ekologi sebagai penyebar dan penyerbuk biji di lahan agroforestry.

Pada tingkat semai, Hasil penelitian keanekaragaman menunjukkan komposisi jenis tanaman di lahan agroforestry adalah sebanyak 13 jenis yang terdiri dari 10 jenis tanaman budidaya dan 3 jenis tanaman non-budidaya (Tabel 9). Tanaman dominan di ketiga lokasi memiliki perbedaan jenis berdasarkan jumlah individu yang ditemukan. Jenis tanaman dominan di Sumber Agung pada tingkat semai adalah kopi, pada tingkat semai di Batu Putu adalah duku dan bayur, pada tingkat semai di Talang Mulya adalah kaliandra. Perbedaan jenis tanaman dominan diketiga lokasi mengindikasikan bahwa Sumber Agung merupakan lokasi penelitian yang paling sering melakukan penanaman atau penyulaman terutama jenis kopi daripada lokasi lainnya. Kondisi berbeda ditemukan pada dua lokasi lainnya dimana jenis tumbuhan pada tingkat semai yang paling dominan adalah tanaman non-budidaya yang bukan termasuk komoditas utama perdagangan.

Tabel 9 Komposisi jenis tanaman berkayu tingkat semai di lahan agroforestry

No. Nama Lokal Jumlah individu/hektare Jumlah

Sumber Agung Batu Putu Talang Mulya

1. Kopi 83 1 4 88

(39)

menunjukkan jumlah keseluruhan individu pada tingkat pancang lebih sedikit apabila dibandingkan dengan tingkat semai dengan penurunan individu sebesar 47 individu. Penurunan individu disebabkan karena adanya proses seleksi alam dimana terdapat individu yang mati karena tidak mampu bertahan hidup.

Tabel 10 Komposisi jenis tanaman berkayu tingkat pancang di lahan agroforestry

No. Nama Lokal Jumlah Individu/hektare Jumlah

Sumber Agung Batu Putu Talang Mulya

1. Cengkeh 2 - - 2

2. Kakao 13 15 5 33

3. Kopi 40 7 12 59

4. Durian 1 2 1 4

5. Nangka 3 - - 3

6. Petai 1 - - 1

7. Karet 7 10 5 22

8. Duku - 1 - 1

9. Manggis - 1 - 1

10. Sonokeling - - 2 2

TOTAL 67 36 25 128

(40)

Tabel 11 Komposisi jenis tanaman berkayu tingkat tiang di lahan agroforestry

No. Nama Lokal Jumlah Individu/hektare Jumlah

Sumber Agung Batu Putu Talang Mulya

1. Kopi 13 9 3 25

2. Durian 6 18 - 24

3. Tangkil 3 8 5 16

4. Petai - 2 3 5

5. Nangka - 1 - 1

6. Alpukat 1 2 - 3

7. Kakao 10 37 17 64

8. Kleresede - 1 - 1

9. Pala - 1 - 1

10. Jambu air - 1 - 1

11. Dadap - 2 - 2

12. Jambu bol - 1 - 1

13. Duku - 1 2 3

14. Karet 16 3 16 35

15. Cempaka - - 1 1

16. Rukam - - 1 1

17. Kaliandra - - 1 1

18. Sonokeling - - 2 2

TOTAL 49 87 51 187

(41)

Tabel 12 Komposisi jenis tanaman berkayu tingkat pohon di lahan agroforestry

No Jenis Jumlah individu/hektare Jumlah

Sumber Agung Batu Putu Talang Mulya

(42)

pertumbuhan (Tabel 13). Tingkat pertumbuhan yang memiliki jumlah individu tertinggi adalah pohon sedangkan tiang merupakan tingkat pertumbuhan dengan jumlah individu terendah. Hal ini menunjukkan bahwa selesksi alam tertinggi terjadi pada saat tingkat pertumbuhan dari semai ke pancang karena peralihan kedua tingkat ini mempunyai selisih paling tinggi yaitu 93 individu.

Tabel 13 Kekayaan jenis tumbuhan berkayu di hutan primer Tingkat pertumbuhan Jumlah jenis Jumlah Individu

---Per hektare---

Semai 25 228

Pancang 30 135

Tiang 32 107

Pohon 62 323

Total 149 793

Kekayaan jenis tumbuhan di hutan primer terdiri dari beberapa jenis tumbuhan yang disebut komposisi jenis. Komposisi jenis tumbuhan pada keseluruhan tingkat pertumbuhan terdiri dari 76 jenis yang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu jenis tumbuhan budidaya dan budidaya. Kelompok jenis tumbuhan non-budidaya terdiri dari 69 jenis sedangkan kelompok tumbuhan non-budidaya terdiri dari 7 jenis yaitu jambu bol, kopi, sawo, kakao, durian, alpukat, dan rambutan. Jenis tumbuhan yang paling dominan terdapat di hutan primer adalah kinangsih. Keseluruhan komposisi jenis tumbuhan di hutan primer disajikan pada Lampiran 3.

Indeks Kesamaan Jenis

(43)

Tabel 14 Indeks kesamaan jenis Jaccard lahan agroforestry dan hutan primer

Pengambilan plot contoh di lahan agroforestry dilakukan pada tiga lokasi sedangkan pengambilan plot contoh di hutan primer dilakukan pada satu lokasi. Pengukuran keanekaragaman tumbuhan dilakukan menggunakan Indeks Shannon-Wiener pada empat tingkat pertumbuhan yaitu semai, pancang, tiang, dan pohon.

a. Lahan agroforestry

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman tanaman pada pertumbuhan tingkat semai dan pancang menunjukkan indeks keanekaragaman tertinggi terdapat di Sumber Agung sedangkan indeks keanekaragaman terendah pada tingkat semai di Batu Putu dan pada tingkat pancang terdapat di Talang Mulya. Hal itu karena Sumber Agung memiliki jumlah jenis dan jumlah individu tebanyak pada tingkat semai dan pancang. Kondisi berbeda terdapat di Batu Putu dimana jumlah individunya lebih sedikit dibandingkan Sumber Agung dan Talang Mulya. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman pada tingkat tiang menunjukkan adanya perubahan posisi nilai indeks diantara ketiga lokasi penelitian. Indeks keanekaragaman tertinggi tidak lagi terdapat di Sumber Agung melainkan di Batu Putu kemudian Talang Mulya. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman pada tingkat pohon menunjukkan indeks keanekaragaman tertinggi terdapat di Talang Mulya sedangkan indeks keanekaragaman terendah terdapat di Sumber Agung. Hal itu membuktikan bahwa indeks keanekaragaman

Shannon-Wiener memang lebih dipengaruhi jumlah individu daripada jumlah jenis di suatu area. Rincian nilai indeks keanekaragaman tanaman di lahan agroforestry disajikan pada Tabel 15 berdasakan perhitungan indeks keanekaragaman masing-masing plot yang dapat dilihat pada Lampiran 2.

(44)

menitikberatkan pada keberagaman jenis tanaman yang sama dengan jumlah jenis di hutan primer. Penitikberatan yang tepat untuk menaikkan indeks keanekaragaman lahan agroforestry bukanlah penambahan jumlah jenisnya namun pada penambahan jumlah individunya. Jumlah individu yang akan ditanam di lahan agroforestry juga sebaiknya memperhatikan strata tajuk penutupan sehingga tanaman dapat tumbuh maksimal tanpa terhalangi tanaman lainnya.

Tabel 15 Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener di lahan agroforestry Tingkat

Pertumbuhan

Nilai Indeks Keanekaragaman

Rata-rata Sumber Agung Batu Putu Talang Mulya

Semai 0,27 0,07 0,08 0,14

Pancang 0,26 0,12 0,10 0,16

Tiang 0,25 0,34 0,32 0,30

Pohon 0,77 0,99 1,15 0,97

b. Hutan primer

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman pada empat tingkat pertumbuhan menunjukkan indeks keanekaragaman hutan primer memiliki nilai yang berbeda pada masing-masing tingkat pertumbuhan seperti yang terlihat pada Tabel 16. Indeks keanekaragaman tertinggi di hutan primer terdapat pada tingkat pohon dengan nilai indeks sebesar 1,59 sedangkan indeks terendah terdapat pada tingkat tiang dengan nilai indeks sebesar 0,73. Hal itu karena jumlah jenis dan jumlah individu pada tingkat pohon menempati posisi pertama apabila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan lainnya. Kondisi berbeda terdapat pada tingkat tiang dimana jumlah jenis pada tingkat tiang berada pada posisi kedua terbanyak tetapi jumlah individu tingkat tiang berada pada posisi terendah. Hal ini juga menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman Shannon-Wiener lebih dipengaruhi oleh jumlah individu daripada jumlah jenisnya seperti yang terjadi pada nilai indeks keanekaragaman di lahan agroforestry. Perbedaan selisih indeks keanekaragaman pada tingkat semai hingga pancang menunjukkan angka yang relatif kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa struktur komunitas hutan primer dalam kawasan Tahura WAR berada pada fase hutan dewasa dimana jenis tumbuhan yang hidup mayoritas telah mencapai tingkat pertumbuhan maksimum dengan jenis permudaan hampir sama dengan jenis tumbuhan dewasa (Irwanto 2006).

Tabel 16 Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener di hutan primer

(45)

Plot Ke- Indeks keanekaragaman

Uji statistik indeks keanekaragman dilakukan melalui tiga tahap yaitu uji normalitas Kolmogrov-Smirnov, uji beda nilai tengah, dan uji lanjut. Uji normalitas Kolmogrov-Smirnov indeks keanekaragamaan pada masing-masing plot contoh di empat lokasi (Sumber Agung, Batu Putu, Talang Mulya, hutan primer) menunjukkan populasi data menyebar normal untuk tingkat pohon sedangkan data menyebar tidak normal untuk tingkat semai, pancang dan tiang. Hal itu menyebabkan uji beda nilai tengah dan uji lanjut yang digunakan untuk data pohon adalah uji beda parametrik ANOVA dengan uji lanjut Duncan sedangkan data semai, pancang, dan tiang menggunakan uji beda non parametrik

Kruskall-Wallis dengan uji lanjut Mann-Whitney. Rincian pengujian statistik indeks keanekaragaman dapat dilihat pada Lampiran 5.

(46)

Tabel 17 Hasil uji lanjut Duncan indeks keanekaragaman tingkat pohon

Hasil uji beda non parametrik Kruskall-Wallis juga menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada indeks keanekaragaman untuk tingkat semai, pancang, dan tiang lahan agroforestry dengan hutan primer. Perbedaan nyata indeks keanekaragaman kemudian diuji menggunakan uji lanjut Mann-Whitney yang menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman hutan primer memiliki peringkat lebih tinggi dari lahan agroforestry. Peringkat indeks keanekaragaman di lahan agroforestry menunjukkan bahwa peringkat tertinggi indeks keanekaragaman pada tingkat semai dan pancang terdapat di Sumber Agung sedangkan peringkat tertinggi pada tingkat tiang terdapat di Talang Mulya. Rincian hasil uji Mann-Whitney antara lahan agroforestry dengan hutan primer disajikan pada Tabel 18 sedangkan Hasil uji Mann-Whitney diantara tiga lokasi agroforestry disajikan pada Tabel 19.

Tabel 18 Hasil uji lanjut Mann-Whitney lahan agroforestry dan hutan primer

(47)

Tabel 19 Hasil uji lanjut Mann-Whitney lahan agroforestry

Pengukuran tingkat keanekaragaman dilakukan dengan membandingkan indeks keanekaragaman lahan agroforestry masing-masing lokasi dengan hutan primer sebagai variabel kontrol. Penentuan tingkat keanekaragaman dilakukan dengan menghitung rata-rata dan standar deviasi indeks keanekaragaman hutan primer kemudian dibandingkan dengan indeks keanekaragaman lahan agroforestry pada masing-masing lokasi. Hasil perhitungan niai rata-rata dan standar deviasi hutan primer digunakan sebagai dasar penentuan tingkat keanekaragaman disajikan pada Tabel 20.

(48)

Nilai dasar penentuan tingkat keanekaragaman pada Tabel 20 kemudian dijadikan sebagai dasar dalam penentuan tingkat keanekaragaman untuk Sumber Agung, Batu Putu, dan Talang Mulya. Hasil tingkat keanekaragaman di ketiga lahan agroforestry menunjukkan tingkat keanekaragaman pada keempat tingkat pertumbuhan berada pada tingkat keanekaragaman rendah sampai sedang dengan tingkat keanekaragaman paling dominan adalah tingkat keanekaragaman rendah. Lokasi yang memiliki tingkat keanekaragaman rendah pada keseluruhan tingkat pertumbuhan adalah Sumber Agung karena masyarakat Sumber Agung lebih banyak menanam tumbuhan pertanian daripada merawat tanaman kehutanan. Kondisi yang sedikit berbeda terdapat di Batu Putu dan Talang Mulya dimana kedua lokasi juga memiliki tingkat keanekaragaman rendah pada hampir semua tingkat pertumbuhan kecuali tingkat pertumbuhan tiang. Hal itu menunjukkan bahwa kedua masyarakat di kedua lokasi tidak hanya menanam tanaman pertanian sebagai sumber penerimaan tetapi juga masih cenderung merawat tanaman kehutanan hingga dapat mencapai tingkat tiang. Hasil penentuan tingkat keanekaragaman secara rinci disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Tingkat keanekaragaman lahan agroforestry

Lokasi Tingkat Pertumbuhan

Semai Pancang Tiang Pohon

Sumber Agung Rendah Rendah Rendah Rendah

Batu Putu Rendah Rendah Sedang Rendah

Talang Mulya Rendah Rendah Sedang Rendah

Kesejahteraan Masyarakat

Karakteristik masyarakat

Rata-rata umur masyarakat di tiga lokasi penelitian adalah 45,76 tahun yang terdiri 48,4 tahun di Sumber Agung, 42,83 tahun di Batu Putu, dan 46,15 tahun di Talang Mulya. Rata-rata umur dan persentase umur tertinggi masyarakat di tiga lokasi penelitian berada pada kelas umur 40-41 tahun seperti yang terlihat pada Tabel 22. Siahaan (2004) menyatakan bahwa umur produktif untuk bekerja di negara-negara berkembang adalah 15-64 tahun sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar masyarakat dalam penelitian ini berada pada umur produktif.

Tabel 22 Distribusi masyarakat berdasarkan kelompok umur

Kelas Umur Persentase (%)

Sumber Agung Batu Putu Talang Mulya

20-24 - - 2,94

25-29 - 4,55 5,88

30-34 2,27 13,64 14,71

34-39 6,82 27,27 14,71

40-44 31,82 18,18 14,71

(49)

Kelas Umur Persentase (%)

Sumber Agung Batu Putu Talang Mulya

50-54 11,36 13,64 8,82

Masyarakat dalam penelitian ini sebagian besar telah menikah dan memiliki rata-rata tanggungan keluarga berjumlah 2 – 3 orang. Tanggungan rumah tangga terbilang sedikit karena sebagian anak-anak yang telah menginjak usia dewasa telah menikah ataupun merantau keluar desa untuk bekerja. Klasifikasi jumlah tanggungan rumah tangga pada masing-masing lokasi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Distribusi masyarakat berdasarkan jumlah tanggungan keluarga

Ragam suku yang terdapat di lokasi penelitian yaitu Sunda, Jawa, Palembang, dan Madura. Suku yang paling dominan di tiga lokasi adalah suku Sunda dengan persentase diatas 50 % pada setiap lokasi sedangkan suku Jawa menempati posisi kedua dengan persentase 39,53% untuk Sumber Agung dan 4-5% untuk Batu Putu dan Talang Mulya. Suku Palembang hanya ditemukan di Sumber Agung dan Talang Mulya sedangkan Suku Madura hanya ditemukan di Sumber Agung. Persentase ragam suku pada masing-masing lokasi penelitian secara lebih rinci disajikan pada Gambar 7.

(50)

Gambar 7 Distribusi masyarakat berdasarkan suku

Tingkat pendidikan masyarakat paling tinggi adalah sekolah menengah atas (SMA) sedangkan paling rendah adalah tidak sekolah. Tingkat pendidikan masyarakat paling dominan di tiga lokasi penelitian adalah Sekolah Dasar (SD) dengan persentase diatas 50% sedangkan tingkat pendidikan paling sedikit adalah SMA dengan persentase dibawah 10 % seperti yang terlihat pada Gambar 8. Hal ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat di tiga lokasi terhadap pendidikan karena sedikit sekali (17%) yang melanjutkan pendidikan dari tingkat SD ke jenjang pendidikan selanjutnya.

Gambar 8 Distribusi masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan

Masyarakat dalam penelitian ini memiliki pekerjaan ataupun usaha diluar agroforestry. Total masyarakat di tiga desa yang bekerja sebagai petani agroforestry tanpa adanya pekerjaan atau usaha sampingan sebesar 44% sedangkan total masyarakat yang bekerja sebagai petani dan memiliki pekerjaan/usaha non-agroforestry sebesar 56%. Persentase petani yang memiliki pekerjaan/usaha non-agroforestry pada masing-masing desa terdiri dari 62,79% di Sumber Agung, 54,55% di Batu Putu, dan 47,06 % di Talang Mulya. Pekerjaan/usaha non-agroforestry terdiri dari pekerja buruh, karyawan dan pedagang. Kegiatan perdagangan yang dilakukan masyarakat sebagai usaha sampingan meliputi warung klontong, berdagang gula aren, dan berdagang kambing. Kegiatan perdagangan yang paling banyak dilakukan masyarakat adalah pembuatan warung kelontong di halaman rumah. Pekerjaan buruh dilakukan

(51)

sebagian masyarakat ketika kebun belum menghasilkan panen yaitu sekitar 3-6 bulan dalam 1 tahun. Rincian persentase jenis pekerjaan sampingan di tiga lokasi penelitian disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Distribusi masyarakat berdasarkan usaha non-agroforestry Intensitas masyarakat menggarap kebun dapat dikelompokkan menjadi tiga waktu yaitu setiap hari, mingguan dan bulanan. Masyarakat yang berangkat ke kebun setiap hari sebagian besar adalah masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan/usaha non-agroforestry dan atau memiliki usaha sampingan berupa warung. Masyarakat yang berangkat ke kebun dalam jangka waktu mingguan merupakan masyarakat yang memiliki pekerjaan sampingan berupa buruh sehingga hanya memiliki waktu ke kebun pada hari minggu dalam setiap minggunya. Masyarakat yang memiliki intensitas ke kebun bulanan adalah masyarakat yang menyerahkan perawatan kebun kepada saudara ataupun tetangganya. Intensitas ke kebun dalam jangka waktu mingguan menempati posisi kedua pada ketiga lokasi sedangkan intensitas ke kebun dalam jangka waktu bulanan menempati posisi terakhir seperti yang terlihat pada Gambar 10.

Hasil penelitian terhadap intensitas berkebun menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat menggarap kebunnya setiap hari. Pada umumnya masyarakat berangkat ke kebun pada pagi hari untuk mengambil hasil panen kemudian kembali ke rumah siang atau sore hari tetapi pada sebagian masyarakat yang memiliki tanaman karet dan aren biasanya berangkat ke kebun pada pagi dan sore hari untuk mengambil sadapan getah karet dan aren.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pikir penelitian
Gambar 2  Peta lokasi penelitian
Tabel 2  Jumlah masyarakat masing-masing lokasi penelitian
Tabel 3 Indikator kesejahteraan masyarakat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas pengarahan, bimbingan, dorongan serta bantuan yang

Akan digelar Guest dan Lecture Seminar Nasional Probiotik &amp; Gizi untuk kesehatan Manusia pada hari Jumat tanggal 18 Agustus 20167 di Aula Fakultas Kedokteran Universitas

DAN DARI RUSUK YANG DIAMBIL TUHAN ALLAH DARI MANUSIA ITU, DIBANGUN-NYALAH SEORANG PEREMPUAN, LALU DIBAWA-NYA KEPADA MANUSIA ITU.” KEJADIAN 2:21-22 “SEBAB ITU SEORANG

Pendaoatan dan Belenja Daerah (APBD-P) Tahun 2014 1 dengan ini disarnpaikan kepada Saudara untuk segera :. Meng'1mumkan Rencana Umum Pengadaan (RUP) BarangfJasa

Untuk keluarga karena lebih banyaknya aktifitas dan untuk menjaga privasi setiap pekerja yang sudah bekerja, maka ruang tamu dan ruang dapur maupun kamar mandi berada di

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut

Penelitian mengenai hubungan senam hamil dengan lama kala II persalinan spontan pada primigravida di Rumah Sakit &#34;X&#34; di Surabaya dilaksanakan pada bulan juli hingga

According Bitar (2003), a firm needs three generic dynamics capability to generate multiple capabilities or competences in turbulent environment, such as: absorptive capacity,