• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Di Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Di Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FINANSIAL USAHA HUTAN RAKYAT DI DESA

BATU KUWUNG, KECAMATAN PADARINCANG,

KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

SAKINAH JIHAD

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat di Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Sakinah Jihad

(4)

ABSTRAK

SAKINAH JIHAD. Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat di Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Dibimbing oleh DODIK RIDHO NURROCHMAT.

Pembangunan hutan rakyat merupakan salah satu pilihan strategis dalam rangka meningkatkan kualitas dan produktivitas lahan kritis di Desa Batu Kuwung. Saat ini sudah banyak bentuk pola pengembangan hutan rakyat. Pola hutan rakyat di Desa Batu Kuwung sendiri adalah 70% dari total luas lahan ditanami sengon dan 30% dari luas lahan ditanami MPTS (Multi Purpose Tree Species) berupa melinjo dan durian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan usaha hutan rakyat di Desa Batu Kuwung secara finansial dan melihat sensitivitas usaha tersebut terhadap kenaikan biaya dan penurunan harga. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode discounted dan

coumpounded cashflow dengan tiga indikator kelayakan yang digunakan yakni

Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio

(BCR). Hasil analisis finansial menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 2.290.284.642, IRR 35%, dan Net B/C (BCR) 4,30 pada suku bunga 7,2%. Berdasarkan hasil tersebut, usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung secara finansial layak untuk dikembangkan. Usaha hutan rakyat ini sendiri lebih sensitif terhadap penurunan harga dibandingkan dengan kenaikan biaya.

Kata kunci: hutan rakyat, pola hutan rakyat, analisis finansial

ABSTRACT

SAKINAH JIHAD. Financial Analysis of Private Forests in Batu Kuwung Village, Subdistrict Padarincang, Serang Regency, Province Banten. Supervised by DODIK RIDHO NURROCHMAT.

Private forests development is one of strategical options to increase the quality and productivity of critical land. Recently, there have been many types of private forests pattern. The pattern of private forests in Desa Batu Kuwung shows that 70% of total area is used for planting sengon and 30% of total area is used for planting MPTS (Multi Purpose Tree Species) such as durian and melinjo. The purposes of this research were to determine the financial feasibility of private forests investment in Batu Kuwung village, and to see the sensitivity of private forests investment to the increasing of costs and the decreasing of prices. Method used in this analysis was discounted and compounded cashflow by using three financial feasibility indicators such as Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), and Benefit Cost Ratio (BCR). The results show that NPV is Rp 2.290.284.642, IRR at 35%, and Net B/C (BCR) is 4,30 at bank rate of 7,2%. Based on these results, private forests investment in Batu Kuwung village is financially feasible to develop. The private forests investment itself is more sensitive to the decreasing of prices than the increasing of costs.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

ANALISIS FINANSIAL USAHA HUTAN RAKYAT DI DESA

BATU KUWUNG, KECAMATAN PADARINCANG,

KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

SAKINAH JIHAD

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat di Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten Nama : Sakinah Jihad

NIM : E14110081

Disetujui oleh

Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, MSc.F.Trop Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Ahmad Budiaman, MSc.F.Trop Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia dan ridho-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dari penelitian ini adalah Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat di Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dodik Ridho Nurrochmat, MSc.F.Trop selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang yang telah memfasilitasi penelitian ini dan kepada Mbak Dyah yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terimakasih untuk sahabat dan teman-teman Fakultas Kehutanan IPB terutama untuk teman-teman dan sahabat seperjuangan di MNH 48 atas segala bantuan dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tulisan ini, namun penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 3

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Rehabilitasi Lahan dengan Pembangunan Hutan Rakyat 6

Kondisi Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung 7

Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung 10

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 20

(13)

DAFTAR TABEL

1 Luas program pembangunan hutan rakyat Kabupaten Serang 6 2 Luas lahan kritis di 14 kecamatan, Kabupaten Serang 7

3 Komposisi hutan rakyat pada 3 pola berbeda 11

4 Total aliran kas masuk pada 3 pola hutan rakyat 12 5 Biaya−biaya usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung komposisi 70%

sengon dan 30% MPTS pada luas lahan 25 ha 14

6 Biaya−biaya usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung komposisi 50%

sengon dan 50% MPTS pada luas lahan 25 ha 15

7 Biaya−biaya usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung komposisi 30%

sengon dan 70% MPTS pada luas lahan 25 ha 16

8 Hasil simulasi analisis finansial pada 3 pola hutan rakyat seluas 25 ha

dalam waktu 10 tahun 16

9 Hasil analisis sensitivitas usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung pola 70% sengon dan 30% MPTS seluas 25 ha dalam waktu 10 tahun 17

DAFTAR GAMBAR

1 Hasil present value dan akumulasi NPV setiap tahun 16

DAFTAR LAMPIRAN

2 Cashflow usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung Pola 30% sengon dan

70% MPTS 20

3 Cashflow usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung Pola 50% sengon dan

50% MPTS 22

4 Cashflow usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung Pola 70% sengon dan

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang 2014, Kabupaten Serang memiliki luas areal sebesar ±146.735 ha dan saat ini terbagi menjadi 29 kecamatan. Luas lahan kritis di Kabupaten Serang sendiri pada tahun 2009 adalah sebesar ± 33.467 ha (Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum Ciliwung dalam Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang 2014). Rehabilitasi lahan kritis diperlukan untuk mengatasi masalah ini baik secara vegetatif maupun sipil teknis, disesuaikan dengan kondisi wilayahnya. Menurut Wibawa (2014) rehabilitasi hutan dan lahan sendiri merupakan upaya pengembangan fungsi sumberdaya hutan dan lahan, baik fungsi produksi maupun fungsi lindung dan konservasi.

Salah satu bentuk kegiatan secara vegetatif yang dilakukan pemerintah adalah dengan membangun dan mengembangkan hutan rakyat. Pembangunan hutan rakyat diarahkan untuk mengembalikan produktivitas lahan kritis, konservasi lahan, perlindungan hutan dan pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat. Program dilakukan dalam bentuk bantuan kepada warga yang ingin membangun hutan rakyat. Bantuan – bantuan tersebut berupa pemberian bibit, dana, serta pemberian pupuk dan pestisida. Kegiatan pembangunan hutan rakyat tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Serang, satu di antaranya adalah Kecamatan Padarincang di Desa Batu Kuwung. Tanaman yang dibudidayakan untuk pembangunan hutan rakyat di Desa Batu Kuwung adalah tanaman sengon (Albizia chinensis) sebagai komoditi utama dan tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Species) melinjo dan durian. Sengon sebagai salah satu tanaman komersil memiliki beberapa keunggulan. Menurut Hadi dan Napitulu (2012), sengon merupakan tanaman yang pembudidayaannya mudah, mudah tumbuh, mudah diusahakan, memiliki jangka waktu panen yang tergolong cepat dengan harga jual yang cukup tinggi.

Pembangunan hutan rakyat di Desa Batu Kuwung dimulai pada tahun 2007 dengan luas lahan yang digunakan adalah seluas 25 ha. Jumlah petani peserta di Desa Batu Kuwung yang ikut dalam program ini berjumlah 25 orang dengan setiap orang memiliki lahan rata–rata seluas 1 ha. Modal yang digunakan untuk pembangunan hutan rakyat di Desa Batu Kuwung berasal dari modal sendiri. Namun demikian, petani hutan rakyat di Desa Batu Kuwung mendapatkan bantuan berupa sejumlah dana untuk membangun hutan rakyat yang berasal dari program terkait dengan rehabilitasi lahan yang dilakukan pemerintah.

(16)

2

membangun usaha hutan rakyat sebagian besar berasal dari modal pribadi pemilik usaha, sehingga sudah selayaknya usaha hutan rakyat ini diharapkan dapat memberikan keuntungan secara finansial untuk masyarakat pemilik usaha. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan salah satu tujuan untuk mengetahui kelayakan usaha hutan rakyat di Desa Batu Kuwung.

Perumusan Masalah

Usaha budidaya tanaman hutan termasuk katagori bisnis high risk high return. Investasi yang dibutuhkan pada awal pengusahaan cukup besar. Segala kemungkinan resiko dan ketidakpastian selama masa pengusahaan harus dipertimbangkan. Pola pengusahaan juga dapat berubah sewaktu–waktu karena beberapa alasan seperti situasi yang tak terduga sebelumnya pada awal pengusahaan dan kondisi sosial ekonomi yang tidak stabil. Oleh karena itu perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap usaha yang sedang dijalankan. Salah satu bentuk peninjauan kembali tersebut adalah peninjauan kembali terhadap salah satu aspek penting yakni aspek finansial. Hal ini sejalan dengan pendapat Fahmi et al. (2009) yang menyampaikan bahwa salah satu kriteria agar suatu usaha/proyek dapat dikatakan feasible (layak) adalah usaha yang dikerjakan mampu tahan terhadap berbagai goncangan ekonomi (economic fluctuation) baik karena faktor domestik maupun lokal. Dengan demikian analisis finansial perlu dilakukan. Analisis finansial dapat memproyeksikan/menggambarkan keadaan usaha kedepannya terhadap pilihan−pilihan yang ada pada saat ini sehingga dapat diputuskan pilihan yang terbaik untuk usaha tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah :

1. Mengetahui kelayakan usaha secara finansial usaha hutan rakyat di Desa Batu Kuwung

2. Membandingkan gambaran kelayakan finansial usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung pola 70% sengon 30% MPTS dengan pola 50% sengon 50% MPTS dan pola 30% sengon 70% MPTS

3. Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung terhadap berbagai perubahan kondisi yang mungkin terjadi

Manfaat Penelitian

(17)

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei 2015.

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari kegiatan diskusi/wawancara dengan pengelola hutan rakyat di Desa Batu Kuwung. Data sekunder diperoleh dari dokumen atau laporan yang berhubungan dengan penelitian seperti data kondisi umum lokasi penelitian, data potensi, dan data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian.

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik–teknik sebagai berikut :

1. Teknik Observasi

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap objek penelitian, dengan metode ini diharapkan dapat melihat dan memahami gejala sosial yang diteliti.

2. Teknik Survei

Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara/diskusi langsung dengan pengelola hutan rakyat di Desa Batu Kuwung. Wawancara dilakukan secara bebas mengenai hal-hal yang masih berhubungan dengan penelitian. 3. Studi pustaka

Data ini diperoleh dengan mempelajari literatur, laporan, karya ilmiah, hasil penelitian, dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian.

Prosedur Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kualitatif yaitu analisis deskriptif mengenai gambaran pengelolaan usaha. Analisis data kuantitatif diolah menggunakan perangkat komputer dengan menggunakan software Ms.Excel. Analisis data kuantitatif yang dilakukan adalah analisis finansial dengan metode Aliran Kas Berdiskonto (Discounted Cash Flow) dan

Compounding Cash Flow berdasarkan kriteria kelayakan Net Present Value

(NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Selain itu juga dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui kepekaan usaha terhadap kondisi perubahan tertentu, yang memengaruhi sisi manfaat (benefit) maupun biaya (cost).

Analisis Finansial

Indikator yang digunakan untuk mengetahui manfaat secara finansial adalah sebagai berikut :

(18)

4

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai kini (present value) dari investasi dengan penerimaan–penerimaan kas bersih di masa yang akan datang (Umar 2007). NPV merupakan salah satu kriteria kelayakan usaha yang

Formula untuk NPV dengan compound factor adalah sebagai berikut : NPVb = ∑nt 0 Bt – Ct i t

Keterangan :

NPVa = Net Present Value dengan discount factor

NPVb = Net Present Value dengan compound factor

Bt = keuntungan pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t

n = umur ekonomis dalam suatu pengusahaan i = suku bunga yang berlaku

Menurut Jumingan (2011), jika NPV positif atau sama dengan nol, maka investasi tersebut sebaiknya diterima. Namun demikian, tidak berarti bahwa apabila NPV sama dengan nol berarti sama dengan break even point. Hal ini disebabkan dalam keadaan NPV sama dengan nol sebenarnya investasi tersebut telah mendapatkan keuntungan sebesar required rate of return atau tingkat keuntungan yang disyaratkan.

2. Rasio manfaat biaya (Benefit Cost Ratio/BCR)

Benefit Cost Ratio (BCR) dalam kaitannya dengan usaha dapat dikatakan sebagai ratio perbandingan antara nilai sekarang arus manfaat dengan nilai sekarang arus biaya. Kriteria formal yang digunakan untuk pemilihan ukuran B/C ratio dari manfaat proyek adalah memilih semua proyek yang bebas dengan B/C ratio sebesar 1 atau lebih bila arus biaya dan manfaat didiskonto pada tingkat biaya oportunitas kapital (Gittinger 2008). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan usaha atau proyek dikatakan

menguntungkan apabila nilai dari BCR ≥ , dan suatu kegiatan penjualan

produk dikatakan mengalami kerugian dan tidak layak jika BCR < 1. Formula dari BCR dengan discount factor adalah sebagai berikut (Gittinger 2008) :

BCRa =

Formula BCR dengan compound factor adalah sebagai berikut : BCRb = ∑ Bt i

t n

(19)

5 Keterangan :

BCRa = Benefit Cost Ratio dengan discounted factor

BCRb = Benefit Cost Ratio dengan compound factor

Bt = keuntungan pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t

n = umur ekonomis dalam suatu pengusahaan i = suku bunga yang berlaku

3. Tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return/IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat bunga yang menyamakan

present value aliran kas keluar yang diharapkan (expected cash outflows) dengan present value aliran kas masuk diharapkan (expected cash inflows) (Jumingan 2011). Tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan (Gittinger 2008). Adapun formula untuk menentukan IRR adalah sebagai berikut (Gittinger 2008) :

i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif i(-) = suku bunga yang membuat NPV negatif

Mengacu kepada pendapat Kasmir dan Jakfar (2003), jika hasil IRR lebih besar dari bunga bank maka dapat dikatakan bahwa investasi yang dilakukan lebih menguntungkan jika dibandingkan modal yang dimiliki disimpan di bank. Secara singkat, kaitan antara metode IRR dengan analisis finansial yang

dilakukan adalah jika IRR ≥ tingkat suku bunga, maka usaha layak dijalankan dan jika IRR < tingkat suku bunga, maka usaha tidak layak dijalankan.

Asumsi –Asumsi

Asumsi–asumsi dasar yang akan digunakan dalam analisis finansial usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung adalah sebagai berikut:

1. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis adalah suku bunga deposito yang berlaku pada masa analisis data dilakukan yaitu pada tanggal 9 Juni 2015 sebesar 7,2%

2. Keberhasilan pohon sengon 50%, durian 100%, melinjo 100% dari seluruh jumlah bibit yang ditanam

3. Sistem pemanenan kayu sengon merupakan sistem tebang butuh dengan jumlah kayu sengon yang dipanen sama setiap tahun hingga akhir waktu analisis

4. Jumlah tanaman durian adalah 100 pohon/ha 5. Jumlah tanaman melinjo adalah 200 pohon/ha 6. Jumlah tanaman sengon adalah 1250 pohon/ha

7. Biaya panen durian Rp 10.000.000/ha/tahun dan diasumsikan sama setiap periode pemanenan

(20)

6

9. Produksi buah durian 60 buah/pohon/tahun 10. Produksi buah melinjo 20 kg/pohon/panen 11. Panen melinjo dilakukan 2 kali dalam satu tahun 12. Harga sengon Rp 150.000/tegakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rehabilitasi Lahan dengan Pembangunan Hutan Rakyat

Pemerintah Kabupaten Serang, Provinsi Banten menjalankan program rehabilitasi lahan kritis dengan membuat Program Pembangunan Hutan Rakyat (HR) yang dimulai pada tahun 2003 dan Program Pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR) yang dimulai pada tahun 2010. Program pembangunan hutan rakyat dan kebun bibit rakyat ini dilakukan di 14 kecamatan di Kabupaten serang. Salah satu pembangunan hutan rakyat dilakukan di Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang. Daftar kecamatan beserta luas lahan yang digunakan pada setiap kecamatan untuk program pembangunan hutan rakyat dan kebun bibit rakyat dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Luas program pembangunan hutan rakyat Kabupaten Serang

No. Kecamatan Luas (Hektar)

Sumber : Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang 2014

Pembangunan program pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Serang melibatkan beberapa instansi yang terlibat mulai dari Bupati hingga Kepala Desa, Dinas Kabupaten/Kota yang mengurusi bidang kehutanan, kelompok tani, pendamping kelembagaan (LSM, sarjana terdidik, tenaga kerja sosial, sarjana kehutanan), dan pendamping teknis (penyuluh kehutanan).

(21)

7 Kabupaten Serang 2014). Dengan demikian program pembangunan hutan rakyat yang dilakukan pemerintah setara dengan rehabilitasi lahan kritis sebesar 32,44%. Kemudian, seperti yang telah disampaikan sebelumnya, pada tahun 2010 pemerintah memulai pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR). Pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR) dilakukan karena keterbatasan dan ketidakmampuan masyarakat untuk mendapatkan bibit yang berkualitas. Pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR) diharapkan mampu menyediakan bibit tanaman yang berkualitas baik dan layak dengan akses yang mudah didapat dan harga yang terjangkau. Luasan lahan untuk Program Kebun Bibit Rakyat (KBR) adalah seluas 475 ha. Program Kebun Bibit Rakyat (KBR) yang dilakukan pemerintah dengan demikian setara dengan rehabilitasi lahan kritis sebesar 4,88%. Secara keseluruhan, dari kedua program (hutan rakyat dan kebun bibit rakyat) yang dilakukan diharapkan mampu mengurangi luas lahan kritis sekitar 37,32% atau seluas 3.631 hektar. Luas lahan kritis di 14 kecamatan Kabupaten Serang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Luas lahan kritis di 14 kecamatan, Kabupaten Serang

No Kecamatan Luas Lahan Kritis (Ha)

1. Gunung Sari 100,0

Sumber : Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang 2014

Kondisi Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung

Desa Batu Kuwung merupakan salah satu desa di Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten. Desa Batu Kuwung berada pada ketinggian sekitar 500 m dari permukaan laut dan rata-rata wilayahnya memiliki kemiringan lahan landai kurang dari 15%. Luas total pembangunan hutan rakyat di Desa Batu Kuwung adalah 25 ha. Komposisi tanaman pada pembangunan hutan rakyat di Desa Batu Kuwung saat ini adalah 70% tanaman kayu−kayuan dan 30% merupakan tanaman Multi Purpose Tree Species MPTS . Tanaman kayu−kayuan

yang digunakan untuk pembangunan hutan rakyat di Desa Batu Kuwung ini adalah tanaman jenis sengon. Sedangkan untuk tanaman jenis Multi Purpose Tree Species (MPTS) yang dibudidayakan masyarakat setempat adalah durian dan

melinjo. Saat ini, rata−rata diameter batang sengon adalah sekitar 25 cm serta

(22)

8

tahun 2012 atau ketika umur tanaman sudah mencapai 5 tahun. Tanaman durian sendiri diperkirakan baru akan berbuah ketika telah mencapai umur setidaknya 8 tahun.

Kegiatan Silvikultur Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung

Secara umum tahapan/kegiatan silvikultur pada hutan rakyat di Desa Batu Kuwung adalah sebagai berikut.

1. Pengadaan bibit dan persiapan lahan

Pengadaan bibit dilakukan dengan membeli langsung kepada produsen bibit. Harga bibit pada saat pembangunan hutan rakyat adalah Rp 2.500/bibit. Kegiatan persiapan lahan terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan pembersihan lahan dan kegiatan pengolahan tanah. Pembersihan lahan berupa kegiatan penebasan semak belukar dan tanaman pengganggu lainnya. Kegiatan pengolahan tanah dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah dengan cara mencangkul atau membajak tanah/lahan.

2. Penanaman

Kegiatan penanaman terdiri dari kegiatan pembuatan dan pemasangan ajir tanam serta pembuatan lubang tanaman. Pemasangan ajir tanaman dimaksudkan untuk memberikan tanda tempat bibit akan ditanamkan. Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman sengon adalah 2 m x 4 m, untuk durian adalah 10 m x 10 m, dan untuk melinjo adalah 5 m x 10 m. Setelah kegiatan penanaman selesai, ajir disarankan untuk dilepaskan. Hal ini dikarenakan pada ajir yang digunakan dikhawatirkan mengandung hama dan penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan bibit yang baru ditanam.

3. Pemeliharaan

Pemeliharan sengon dilakukan sampai tanaman berumur 3 tahun. Sengon yang telah berumur 2 tahun sudah dapat hidup secara mandiri tetapi sebagian masyarakat yang membudidayakan sengon tetap melakukan pemeliharaan sengon sampai umur sengon mencpai 3 tahun dengan tujuan agar sengon yang akan dipanen kelak memiliki kualitas yang diharapkan. Tajuk sengon yang berumur dua tahun sudah mulai menutup, sehingga penyemprotan pestisida pada umur dua tahun ke atas tidak mutlak dilakukan (Hadi dan Napitulu 2012). Sengon dengan tajuk yang mulai menutup dapat mendapatkan

unsur hara dari daun−daun sengon yang digugurkan. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa pemeliharaan secara intensif sengon cukup dilakukan sampai umur 2 tahun tetapi pemeliharaan dapat dilanjutkan sampai umur 3 tahun untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Tanaman sengon yang sudah berumur lebih dari 3 tahun tidak memerlukan pemeliharaan secara intensif karena sengon sudah dapat tumbuh secara mandiri.

(23)

9 1. Pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK dengan dosis 100 gram/pohon. 2. Pemupukan dilakukan setiap 3 bulan sekali

3. Penyiangan dan pendangiran dilakukan sebanyak 4 kali saat tanaman berumur 0 – 1 tahun

4. Pestisida yang digunakan adalah sebanyak 1,5 liter/ha

5. Penyemprotan dengan pestisida dilakukan sebanyak 4 kali saat tanaman berumur 0 – 1 tahun, dan 3 kali untuk tahun-tahun selanjutnya.

4. Pemanenan

Durian sudah dapat menghasilkan buah pada umur 8 tahun. Pemanenan buah durian dilakukan satu kali dalam satu tahun. Diperkirakan dalam setiap kali panen, satu pohon durian dapat menghasilkan buah sebanyak 60 buah. Pemanenan melinjo di Desa Batu Kuwung mulai dilakukan ketika usia tanaman mencapai 5 tahun dan dapat berbuah. Pemanenan dilakukan dua kali dalam satu tahun dengan total buah yang dihasilkan selama satu tahun sekitar 40 kg/pohon.

Pemanenan sengon di Desa Batu Kuwung oleh pemilik hutan rakyat tidak dilakukan menggunakan sistem tebang habis. Masyarakat cenderung menebang pohon sengon dengan sistem tebang butuh. Oleh karena itu, analisis yang dilakukan dalam penelitian ini mengasumsikan bahwa jumlah pohon sengon yang dipanen setiap tahunnya adalah rata-rata dari seluruh jumlah pohon sengon yang berhasil tumbuh dibagi jangka waktu mulai dari sengon dapat dipanen hingga akhir waktu analisis. Pohon sengon sendiri sudah dapat ditebang/dipanen pada usia 5 tahun. Masyarakat biasanya akan menjual kayu sengon untuk keperluan mendesak seperti biaya untuk pendidikan atau pernikahan.

Pemanfaatan Hasil Hutan Rakyat Berupa Kayu dan Buah

Pemanfaatan kayu berasal dari tanaman sengon, sedangkan untuk pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu (HHBK) berasal dari pembudidayaan Multi Purpose Tree Species (MPTS) berupa buah yang dihasilkan.

Sengon dapat diklasifikasikan dalam famili fabaceae dengan sub−famili mimosoidae. Sengon (Albizia chinensis) memiliki beberapa nama lokal. Sengon lebih dikenal dengan nama jeungjing pada masyarakat etnis sunda dan sengon laut

pada masyarakat etnis Jawa. Selain itu, sengon juga dikenal dengan sebutan sika

di Maluku, tedehu pute di Sulawesi, dan bae/wahogan di Papua. Sengon juga memiliki nama lokal di negara−negara lain yaitu kayu machis Malaysia , puah (Brunei Darussalam), dan batai (Amerika, Perancis, Jerman, Itali, Kanada) (Hadi dan Napitulu 2012). Sengon memiliki banyak manfaat, menurut Wibowo dan Nazif (2007) sengon mempunyai serat yang baik sebagai bahan baku pulp dan kertas sedangkan oleh masyarakat kayu sengon banyak digunakan untuk papan, kotak kemasan dan furniture ringan.

(24)

10

Kayu sengon yang berasal dari Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung

merupakan bahan baku industri−industri penggergajian untuk pembuatan kursi,

meja, dan kusen, baik untuk industri yang ada di dalam desa maupun industri yang berada di luar desa tetapi masih dalam satu kecamatan.

Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dimanfaatkan adalah buah dari tanaman Multi Purpose Tree Species (MPTS) yakni buah durian dan buah melinjo. Potensi produk olahan durian sangat terbuka karena beragam jenis produk olahan buah durian sudah dapat diterima sangat baik oleh konsumen seperti dodol, es krim, berbagai jenis kue, dan sebagainya. Sementara itu, buah durian sendiri merupakan salah satu jenis buah eksklusif dengan harga jual tinggi. Buah durian yang sudah dipanen akan dijual kepada konsumen untuk dikonsumsi langsung atau sebagai bahan baku produk olahan buah durian.

Pemanfaatan HHBK selanjutnya adalah buah melinjo. Buah melinjo merupakan bahan dasar untuk pembuatan emping. Secara umum melinjo (Gnetum gnemon) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi Banten dengan sentra produksi yang sudah berkembang terutama di kabupaten Pandeglang dan Cilegon (Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang 2014). Prospek pengembangan melinjo sangat besar karena selain potensinya besar juga teknik budidayanya sudah dikuasai oleh masyarakat. Hasil olahan buah melinjo dapat diserap pasar dan diminati konsumen dengan baik. Bahkan produk emping ini sudah menjadi komoditas ekspor, dan salah satu eksportir di Kabupaten Serang sudah mengekspor produk emping ke Arab Saudi dengan volume ekspor tahun 2014 sekitar 91.300 kg (Koperindag Kabupaten Serang dalam Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang 2014).

Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung

Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha hutan rakyat di Desa Batu Kuwung dalam program yang dijalankan pemerintah untuk rehabilitasi lahan. Metode yang digunakan dalam analisis adalah metode

Discounted Cash Flow dan metode Compounding Cash Flow dengan kriteria kelayakan yang digunakan adalah NPV (Net Present Value), Net B/C (Net Benefit Cost Ratio), dan IRR (Internal Rate of Return).

Analisis Inflow Usaha Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung

Inflow atau arus kas masuk pada dasarnya merupakan proyeksi pemasukan

uang (manfaat) dari berbagai sumber (Nugroho 2004). Inflow untuk usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung berasal dari penjualan kayu sengon, buah durian, dan buah melinjo.

Perhitungan aliran kas masuk dihitung dari jumlah produksi kayu, buah durian, dan buah melinjo. Setiap pola hutan rakyat menghasilkan aliran kas masuk yang berbeda. Hal ini disebabkan karena perbedaan jumlah masing-masing tanaman akan berbeda pada setiap pola. Tabel 3 menunjukkan komposisi

masing−masing tanaman yang dibudidayakan pada hutan rakyat Desa Batu

(25)

11 Tabel 3 Komposisi hutan rakyat pada 3 pola berbeda

No. Komposisi Hutan Rakyat Jumlah Tanaman/ha

Sengon MPTS Sengon Durian Melinjo

1. 30% 70% 375 35 70

2. 50% 50% 625 25 50

3. 70% 30% 875 15 30

Penentuan jumlah tanaman didasarkan pada jarak tanam yang digunakan untuk setiap jenis tanaman. Tanaman sengon menggunakan jarak tanam 4 m x 2 m sehingga dalam luasan 1 Ha dapat ditanami sekitar 1.250 bibit tanaman sengon. Tanaman durian menggunakan jarak tanam 10 m x 10 m sehingga dalam luasan 1 ha dapat ditanami sekitar 100 bibit durian. Tanaman melinjo menggunakan jarak tanam 5 m x 10 m sehingga dalam luasan 1 ha dapat ditanami bibit melinjo sekitar 200 bibit. Komposisi hutan rakyat 70% tanaman sengon dan 30% berupa tanaman

Multi Purpose Tree Species (MPTS) didasarkan pada luasan yang digunakan. Hal ini berarti bahwa pada luasan lahan yang digunakan, 70% dari luasan lahan digunakan untuk tanaman sengon dan 30% dari luasan lahan akan digunakan untuk tanaman MPTS. Luasan untuk tanaman MPTS ini kemudian dibagi sama rata untuk tanaman durian dan melinjo. Dengan demikian, 50% dari luasan untuk tanaman MPTS digunakan untuk tanaman durian dan 50% sisanya digunakan untuk melinjo.

Jika komposisi yang digunakan adalah 70% untuk sengon dan 30% untuk MPTS, maka pada luasan 1 ha akan digunakan area seluas 0,7 ha untuk sengon. Jika diasumsikan dalam 1 ha dapat ditanami sengon sebanyak 1.250 bibit maka untuk luasan 0,7 ha dengan demikian dapat ditanami sekitar 875 bibit sengon. Sisa luasan sebesar 0,3 ha ditanami tanaman MPTS berupa durian dan melinjo dengan masing-masing luasan 0,15 ha untuk tanaman durian dan 0,15 ha untuk tanaman durian. Jika dalam 1 ha diasumsikan dapat ditanami durian sebanyak 100 bibit durian, maka untuk luasan sebesar 0,15 ha dengan demikian dapat ditanami 15 bibit durian. Bibit melinjo diasumsikan dapat ditanam sebanyak 200 bibit dalam luasan 1 ha, dengan demikian untuk luasan 0,15 ha dapat ditanami bibit melinjo sebanyak 30 bibit. Begitu pun perhitungan yang digunakan untuk 2 pola lainnya dalam analisis ini yakni hutan rakyat dengan komposisi 50% sengon dan 50% MPTS dan hutan rakyat dengan pola 30% sengon dan 70% berupa MPTS.

(26)

12

Kayu sengon dijual berdasarkan harga tegakan kayu berdiri seharga Rp 150.000/pohon kepada tengkulak (pedagang perantara). Harga penjualan kayu sengon yang digunakan dalam analisis finansial adalah harga kayu sengon pada tahun 2015. Total aliran kas masuk untuk hutan rakyat dari penjualan kayu sengon dengan demikian diperkirakan sebesar Rp 65.700.000/ha selama jangka waktu analisis 10 tahun.

Selanjutnya, arus kas masuk untuk usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung berasal dari penjualan buah durian dan buah melinjo. Buah durian yang dibudidayakan dalam usaha hutan rakyat mulai dapat dipanen pada usia 8 tahun (t0, pada tahun 2015). Perkiraan harga buah durian pada tahun 2015 adalah sebesar Rp 10.000/buah dan diasumsikan tidak mengalami perubahan dalam setiap periode pemanenan selama jangka waktu analisis. Satu pohon durian diasumsikan dapat menghasilkan sekitar 60 buah pada setiap tahunnya. Jumlah pohon durian pada komposisi 70% sengon dan 30% berupa MPTS adalah sebesar 15 pohon untuk luasan 1 ha. Dengan demikian, pada setiap tahunnya aliran masuk dari penjualanan buah durian berkisar Rp 9.000.000/ha/tahun. Pemanenan buah durian hanya dilakukan selama 3 kali dalam periode analisis yaitu pada tahun ke-8 (t0), ke-9 (t1), dan ke-10 (t2), sehingga total aliran kas masuk dari penjualanan buah durian selama periode analisis adalah sebesar Rp 27.000.000/ha.

Pendapatan untuk arus kas masuk selain berasal dari penjualan kayu sengon dan buah durian, juga berasal dari penjualan buah melinjo. Buah melinjo yang dijual berupa buah melinjo yang belum dikupas kulitnya seharga Rp 5.000/kg. Harga buah melinjo diambil dari harga penjualan buah melinjo pada tahun 2015. Pemanenan buah melinjo sendiri sudah dilakukan semenjak tahun 2012 ketika tanaman sudah berumur 5 tahun (t-3). Pemanenan melinjo dilakukan dua kali dalam satu tahun dengan total pemanenan 40 kg/pohon/tahun (20 kg/pohon/panen). Jumlah pohon melinjo pada komposisi 70% sengon dan 30% MPTS adalah sebesar 30 pohon untuk luasan 1 ha. Setiap tahunnya dengan demikian aliran kas masuk dari penjualanan buah melinjo sebesar Rp 6.000.000/ha/tahun. Selama periode analisis, pemanenan buah melinjo dilakukan mulai tahun ke-5 (t-3) hingga tahun akhir analisis (t2), dengan demikian total aliran kas masuk yang berasal dari penjualanan buah melinjo adalah sekitar Rp 36.000.000/ha. Total aliran kas masuk untuk setiap pola hutan rakyat yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Total aliran kas masuk pada 3 pola hutan rakyat No. Analisis Outflow Usaha Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung

(27)

13 Biaya yang dikeluarkan untuk usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung dibagi menjadi biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi terdiri dari biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan alat-alat. Biaya operasional dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi. Biaya tetap dalam analisis ini adalah biaya untuk pembuatan saung dan biaya untuk persiapan lahan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh besarnya jumlah produksi seperti biaya penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan biaya pemanenan.

Seluruh biaya selain biaya pemanenan yang dikeluarkan setiap tahunnya merupakan proyeksi dari biaya yang dikeluarkan pada tahun awal pembangunan hutan rakyat, yakni pada tahun 2007. Biaya pemanenan sendiri adalah biaya real

yang dikeluarkan saat kegiatan pemanenan mulai dilakukan untuk masing-masing jenis MPTS yang dibudidayakan. Perbedaan pada biaya operasional variabel disebabkan perbedaan komposisi tanaman pada masing-masing pola. Hal ini akan berpengaruh pada besarnya biaya untuk pengadaan bibit, pemeliharaan, dan biaya pemanenan. Harga bibit sengon adalah Rp 2.500/bibit sedangkan untuk melinjo dan durian adalah Rp 5.000/bibit.

Biaya pemeliharaan terdiri dari biaya pemupukan, penyiangan, dan penyemprotan pestisida. Pemeliharaan sengon dilakukan sampai usia 3 tahun, sedangkan pemeliharaan untuk durian dan melinjo dilakukan sampai tanaman berbuah. Pemeliharaan durian dilakukan sampai usia tanaman 8 tahun, dan pemeliharaan untuk melinjo dilakukan sampai tanaman berusia 5 tahun.

Biaya untuk pemanenan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pemanenan durian dan melinjo. Tidak adanya biaya untuk pemanenan sengon disebabkan pohon sengon yang telah dibeli dalam bentuk tegakan berdiri sepenuhnya telah menjadi hak pembeli sehingga proses pemanenan dan biaya pemanenan akan dikeluarkan oleh pembeli (dalam hal ini adalah tengkulak/pedagang perantara). Biaya pemanenan untuk buah durian sendiri sebesar Rp 10.000.000/ha/tahun sedangkan biaya pemanenan untuk buah melinjo adalah sebesar Rp 6.200.000/ha/tahun.

Berdasarkan biaya-biaya yang tercantum pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7, total biaya untuk pola hutan rakyat 70% sengon dan 30% MPTS adalah Rp 725.043.750, untuk pola hutan rakyat 50% sengon dan 50% MPTS adalah Rp 887.406.250, dan untuk pola hutan rakyat 30% sengon dan 70% MPTS adalah Rp 1.049.768.750. Total biaya tersebut merupakan perkiraan total biaya untuk pembangunan hutan rakyat seluas 25 ha di Desa Batu Kuwung, Provinsi Banten.

(28)

14

Tabel 5 Biaya−biaya usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung komposisi 70% sengon dan 30% MPTS pada luas lahan 25 ha

Jenis Biaya Nominal Satuan Waktu Pengeluaran

Biaya Investasi

1. Pembelian alat−alat 12.500.000 Rp t−8

Biaya Operasional Tetap

1. Persiapan Lahan 25.000.000 Rp t8 2. Pembuatan Saung 37.500.000 Rp t−8 Biaya Operasional Variabel

1. Penyediaan bibit 2.412.500 Rp/ha t8

2. Penanaman 1.380.000 Rp/ha t−8

3. Pemeliharaan tahun ke− 4.044.000 Rp/ha t−7 4. Pemeliharaan tahun ke−2 2.909.000 Rp/ha t6 5. Pemeliharaan tahun ke−3 2.909.000 Rp/ha t5 6. Pemeliharaan tahun ke−4 595.500 Rp/ha t−4 7. Pemeliharaan tahun ke−5 595.500 Rp/ha t3 8. Pemeliharaan tahun ke−6 358.750 Rp/ha t2 9. Pemeliharaan tahun ke−7 358.750 Rp/ha t−1 10. Pemeliharaan tahun ke−8 358.750 Rp/ha t0 11. Pemanenan melinjo 930.000 Rp/ha/tahun t3, t−2, t−1 12. Pemanenan melinjo dan

durian

2.430.000

Rp/ha/tahun t0, t1, t2 Catatan : Biaya pembelian atau sewa lahan tidak dihitung karena lahan milik sendiri

Tabel 6 Biaya−biaya usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung komposisi 50%

sengon dan 50% MPTS pada luas lahan 25 ha

Jenis Biaya Nominal Satuan Waktu

Pengeluaran 5. Pemeliharaan tahun ke−3 2.645.000 Rp/ha t5 6. Pemeliharaan tahun ke−4 992.500 Rp/ha t4 7. Pemeliharaan tahun ke−5 992.500 Rp/ha t−3 8. Pemeliharaan tahun ke−6 551.250 Rp/ha t2 9. Pemeliharaan tahun ke−7 551.250 Rp/ha t1 10. Pemeliharaan tahun ke−8 551.250 Rp/ha t0 11. Pemanenan melinjo 1.550.000 Rp/ha/tahun t3, t−2, t−1 12. Pemanenan melinjo dan

durian

(29)

15

Tabel 7 Biaya−biaya usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung komposisi 30%

sengon dan 70% MPTS pada luas lahan 25 ha

Jenis Biaya Nominal Satuan Waktu Pengeluaran

Biaya Investasi 4. Pemeliharaan tahun ke−2 2.381.000 Rp/ha t6 5. Pemeliharaan tahun ke−3 2.381.000 Rp/ha t5 6. Pemeliharaan tahun ke−4 1.389.500 Rp/ha t−4 7. Pemeliharaan tahun ke−5 1.389.500 Rp/ha t3 8. Pemeliharaan tahun ke−6 743.750 Rp/ha t2 9. Pemeliharaan tahun ke−7 743.750 Rp/ha t−1 10. Pemeliharaan tahun ke−8 743.750 Rp/ha t0 11. Pemanenan melinjo 2.170.000 Rp/ha/tahun t3, t−2, t−1 12. Pemanenan melinjo dan

durian

5.670.000 Rp/ha/tahun t0, t1, t2 Catatan : Biaya pembelian atau sewa lahan tidak dihitung karena lahan milik sendiri

Kelayakan Usaha Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung dengan Pola 70% Tanaman Sengon dan 30% Berupa MultiPurpose Tree Species (MPTS)

Analisis finansial hutan rakyat Desa Batu Kuwung dengan pola 70% sengon dan 30% berupa MPTS dilakukan dengan metode Discounted Cash Flow dan

Coumpounded Cash Flow. Discount dan compoundfactor yang digunakan dalam analisis adalah 7,2%. Berdasarkan analisis yang dilakukan, diketahui bahwa besarnya Net Present Value (NPV) dari usaha hutan rakyat ini adalah Rp 2.290.284.642, IRR 35%, dan Net B/C 4,30. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada tahun ke-5, usaha hutan rakyat telah memperlihatkan present value positif sebesar Rp 475.045.775 sedangkan pada tahun sebelumya present value masih bernilai negatif Rp 19.660.788. Dengan kata lain, pendapatan dari pemanenan mampu menutupi biaya yang dikeluarkan pada tahun pemanenan tersebut dilakukan dan memberi keuntungan. Peningkatan present value juga terjadi karena semakin bertambahnya usia usaha, biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan cenderung berkurang.

(30)

16

tersebut meskipun aliran kas masuk dan keluar pada tahun-tahun tersebut sama dengan tahun sebelumnya. Grafik perubahan nilai Present Value (PV) dan akumulasi Net Present Value (NPV) setiap tahun dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Hasil present value dan akumulasi NPV setiap tahun

Nilai Internal Rate of Return (IRR) dari usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung berdasarkan analisis finansial yang dilakukan adalah sebesar 35%. Nilai IRR yang lebih besar dari suku bunga menunjukkan bahwa sejumlah nilai investasi dapat terbayarkan pada suku bunga yang diberlakukan. Nilai Net B/C pada usaha hutan rakyat ini adalah 4,30. Nilai Net B/C > 1 menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan dapat tertutupi oleh pendapatan yang diperoleh dan memberikan nilai manfaat bersih (laba bersih).

Berdasarkan ketiga kriteria kelayakan tersebut, maka usaha hutan rakyat di Desa Batu Kuwung dinyatakan layak secara finansial dan akan memberikan keuntungan finansial untuk masyarakat yang membangunnya.

Perbandingan Analisis Finansial Usaha Hutan pada Tiga Pola Berbeda Analisis finansial dalam penelitian ini dilakukan pada tiga pola hutan rakyat. Pola pertama adalah usaha hutan rakyat dengan komposisi tanaman 70% sengon dan 30% MPTS, yang juga merupakan pola asli dari usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung. Pola kedua dan pola ketiga merupakan pola pembanding, yaitu hutan rakyat dengan komposisi 50% sengon dan 50% MPTS serta hutan rakyat dengan komposisi 30% sengon dan 70% MPTS. Perbandingan analisis finansial pada tiga pola hutan rakyat adalah sebagai berikut (Tabel 8).

(31)

17 Hasil analisis finansial pada tiga pola hutan rakyat (Tabel 8) menunjukkan bahwa secara finansial ketiga pola tersebut layak untuk diterapkan dalam pembangunan hutan rakyat. Pola hutan rakyat yang memberikan keuntungan terbesar secara finansial adalah pola hutan rakyat dengan 30% sengon dan 70% MPTS berupa durian dan melinjo dengan NPV sebesar Rp 3.120.635.217, IRR 43%, dan Net B/C 6,29. Nilai NPV, IRR, dan Net B/C pada pola ini juga lebih besar dibandingkan dua pola lainnya. Secara umum terlihat bahwa budidaya tanaman MPTS berupa durian dan melinjo memberi keuntungan lebih besar secara finansial dibandingkan dengan budidaya sengon. Namun demikian, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan terutama kondisi lahan kritis di Desa Batu Kuwung. Meskipun secara finansial budidaya MPTS berupa durian dan melinjo secara keseluruhan memungkinkan untuk memberikan keuntungan terbesar, namun dari kelayakan ekologis hal ini belum tentu layak dilakukan. Penanaman sengon dilakukan selain untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dari hasil pemanenan kayu sengon, hal ini juga dilakukan mengingat sifat sengon yang cepat tumbuh sehingga dirasa cocok untuk menghijaukan lahan kritis. Diperlukan analisis lebih mendalam untuk menentukan komposisi optimal untuk pembangunan hutan rakyat di Desa Batu Kuwung yang layak baik secara finansial, ekologis, maupun sosial ekonomi. Penelitian ini terbatas pada analisis finansial usaha hutan rakyat di Desa Batu Kuwung dan membandingkan pola hutan rakyat yang sudah ada dengan dua pola lainnya.

Analisis Sensitivitas Usaha Hutan Rakyat Desa Batu Kuwung

Analisis sensitivitas dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger 2008). Menurut Gittinger (2008), terdapat empat faktor utama yang mempengaruhi sensitivitas suatu proyek di bidang pertanian yakni harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya, dan hasil. Analisis sensitivitas yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan dua faktor dari empat faktor tersebut. Kedua faktor yang digunakan adalah faktor harga dan biaya dengan skenario sebagai berikut :

1. Analisis sensitivitas dilakukan dengan asumsi bahwa terjadi penurunan harga sebesar 10%

2. Analisis sensitivitas dilakukan dengan asumsi terjadi kenaikan biaya sebesar 10%.

Hasil analisis sensitivitas terhadap usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung dengan pola 70% berupa tanaman kayu (sengon) dan 30% MPTS berupa melinjo dan durian adalah sebagai berikut (Tabel 9).

Tabel 9 Hasil analisis sensitivitas usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung pola 70% sengon dan 30% MPTS seluas 25 ha dalam waktu 10 tahun

Kondisi NPV IRR Net B/C

Normal Rp 2.290.284.642 35% 4,30

Harga turun 10% Rp 1.962.113.313 33% 3,83

Biaya naik 10% Rp 2.191.141.778 33% 3,87

% Perubahan

Sensitivitas harga -14,33 -5,71 -10,93

(32)

18

Selain analisis sensitivitas, analisis switching value juga dilakukan terhadap komponen cashflow hutan rakyat Desa Batu Kuwung. Analisis switching value

dilakukan untuk dua kondisi yakni terjadinya penurunan harga jual/penerimaan dan kenaikan biaya. Analisis switching value menghasilkan nilai NPV = Rp 0, IRR = 7,2%, dan Net B/C = 1. Kondisi demikian terjadi ketika kenaikan biaya mencapai 231% atau terjadi penurunan harga sebesar 69,79%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha menjadi tidak layak untuk dijalankan apabila terjadi kenaikan biaya lebih dari 231% atau terjadi penurunan harga lebih dari 69,79%.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Analisis finansial hutan rakyat Desa Batu Kuwung dengan pola 70% berupa sengon dan 30% MPTS berupa durian dan melinjo menghasilkan nilai NPV sebesar Rp 2.290.284.642, IRR 35%, dan Net B/C sebesar 4,3. Hasil ini menunjukkan bahwa usaha hutan rakyat di Desa Batu Kuwung layak dijalankan. Pola hutan rakyat Desa Batu Kuwung saat ini secara finansial belum memberikan hasil yang optimal jika dibandingkan dengan dua pola lain yang digunakan sebagai pembanding. Namun demikian, pola hutan rakyat Desa Batu Kuwung saat ini dengan komposisi 70% sengon dan 30% MPTS dapat dijadikan alternatif dalam memperoleh keuntungan melalui usaha hutan rakyat dengan kondisi lahan yang kritis mengingat lebih dari setengah bagian dari luas lahan yang digunakan ditanami sengon yang merupakan jenis cepat tumbuh dan tergolong mudah dalam perawatannya. Usaha hutan rakyat di Desa Batu Kuwung lebih sensitif terhadap penurunan harga dibandingkan dengan kenaikan biaya. Usaha menjadi tidak layak jika terjadi kenaikan biaya lebih dari 230% atau terjadi penurunan harga lebih dari 69,79%.

Saran

1. Mengoptimalkan pelaksanaan penyuluhan mengenai usaha hutan rakyat dan teknik pembudidayaan tanaman yang benar

2. Peningkatan terhadap penerapan teknik-teknik silvikultur untuk jenis sengon, durian, dan melinjo agar hasil panen yang diperoleh optimal

(33)

19

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang. 2014.

Kajian Dampak Ekonomi Pembangunan Hutan Rakyat. Serang (ID): Pemda Kabupaten Serang.

Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Serang. 2014.

Kajian Identifikasi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Serang. Serang (ID): Pemda Kabupaten Serang.

Fahmi I, Hadi S, Lavianti Y. 2009. Studi Kelayakan Bisnis Teori dan Aplikasi. Bandung (ID): Alfabeta.

Gittinger JP. 2008. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Mangiri K dan Sutomo S, penerjemah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Economic Analysis of Agriculture.

Hadi AQ, Napitulu RM. 2012. Tanaman Investasi Pendulang Rupiah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Jumingan. 2011. Studi Kelayakan Bisnis Teori & Pembuatan Proposal Kelayakan. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara.

Kasmir, Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID): Kencana.

Nugroho B. 2004. Ekonomi Keteknikan (Engineering Economics): Analisis Finansial Investasi Kehutanan dan Pertanian. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Umar H. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wibawa A. 2014. Pemberdayaan Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan dan Lahan melalui Program Kebun Bibit Rakyat di Desa Sumberrejo Kecamatan Tempel Kabupaten Sleman. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota. 10(2): 187-196. Wibowo A, Nazif M. 2007. Efektivitas Herbisida Monoamonium Glifosat untuk

Pengendalian Gulma di Bawah Tegakan Sengon di Parung Panjang, Jawa Barat.

(34)

20

Lampiran 1 Cashflow usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung Pola 30% sengon dan 70% MPTS seluas 25 ha

No. Kegiatan Tahun ke (Rp)

-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2

INFLOW

1 Penjualan kayu sengon 120.000.000 120.000.000 116.250.000 116.250.000 116.250.000 116.250.000 3 Penjualan buah melinjo 350.000.000 350.000.000 350.000.000 350.000.000 350.000.000 350.000.000

2 Penjualan buah durian 525.000.000 525.000.000 525.000.000 Total 470.000.000 470.000.000 466.250.000 991.250.000 991.250.000 991.250.000

OUTFLOW

1 Biaya Investasi

a Pembelian alat−alat 12.500.000

2 Biaya Operasional

Biaya Tetap

a Persiapan lahan 25.000.000

b Pembuatan saung 37.500.000

Biaya Variable

a Penyediaan bibit 36.562.500

b Penanaman 18.000.000

c Pemeliharaan tahun ke− 87.900.000

d Pemeliharaan tahun ke−2 59.525.000

e Pemeliharaan tahun ke−3 59.525.000

f Pemeliharaan tahun ke−4 34.737.500

g Pemeliharaan tahun ke−5 34.737.500

h Pemeliharaan tahun ke−6 18.593.750

(35)

21

Lampiran 1 Cashflow usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung Pola 30% sengon dan 70% MPTS seluas 25 ha

No. Kegiatan Tahun ke (Rp)

-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2

i Pemeliharaan tahun ke−7 18.593.750

j Pemeliharaan tahun ke−8 18.593.750

k Pemanenan 54.250.000 54.250.000 54.250.000 141.750.000 141.750.000 141.750.000

Total 129.562.500 87.900.000 59.525.000 59.525.000 34.737.500 88.987.500 72.843.750 72.843.750 160.343.750 141.750.000 141.750.000

Laba bersih -129.562.500 -87.900.000 -59.525.000 -59.525.000 -34.737.500 381.012.500 397.156.250 393.406.250 830.906.250 849.500.000 849.500.000

Discounted/Compound Factor 1,7440474 1,62690988 1,5176398 1,4157088 1,3206239 1,2319252 1,149184 1,072 1 0,9328358 0,8701827 PV/tahun -225.963.141 -143.005.379 -90.337.510 -84.270.065 -45.875.172 469378919 456.405.608 421.731.500 830.906.250 792.444.030 739.220.177

NPV (Rp) 3.120.635.217

PV Negatif -589.451.266

PV Positif 3.710.086.484

Net B/C 6,29413608

IRR 43%

(36)

22

Lampiran 2 Cashflow usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung Pola 50% sengon dan 50% MPTS seluas 25 ha

No. Kegiatan Tahun ke (Rp)

-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2

INFLOW

1 Penjualan kayu sengon 198.750.000 195.000.000 195.000.000 195.000.000 195.000.000 195.000.000 3 Penjualan buah melinjo 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000

2 Penjualan buah durian 375.000.000 375.000.000 375.000.000 Total 448.750.000 445.000.000 445.000.000 820.000.000 820.000.000 820.000.000

OUTFLOW

1 Biaya Investasi

a Pembelian alat−alat 12.500.000

2 Biaya Operasional

Biaya Tetap

a Persiapan Lahan 25.000.000

b Pembuatan saung 37.500.000

Biaya Variable

a Penyediaan bibit 48.437.500

b Penanaman 26.250.000

c Pemeliharaan tahun ke− 94.500.000

d Pemeliharaan tahun ke−2 66.125.000

e Pemeliharaan tahun ke−3 66.125.000

f Pemeliharaan tahun ke−4 24.812.500

g Pemeliharaan tahun ke−5 24.812.500

h Pemeliharaan tahun ke−6 13.781.250

(37)

23

Lampiran 2 Cashflow usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung Pola 50% sengon dan 50% MPTS seluas 25 ha

No. Kegiatan Tahun ke (Rp)

-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2

i Pemeliharaan tahun ke−7 13.781.250

j Pemeliharaan tahun ke−8 13.781.250

k Pemanenan 38.750.000 38.750.000 38.750.000 101.250.000 101.250.000 101.250.000

Total 149.687.500 94.500.000 66.125.000 66.125.000 24.812.500 63.562.500 52.531.250 52.531.250 115.031.250 101.250.000 101.250.000

Laba -149.687.500 -94.500.000 -66.125.000 -66.125.000 -24.812.500 385.187.500 392.468.750 392.468.750 704.968.750 718.750.000 718.750.000

Discounted/Compound Factor 1,7440474 1,62690988 1,51763982 1,4157088 1,3206239 1,2319252 1,149184 1,072 1 0,9328358 0,8701827 PV/tahun -261.062.094 -153.742.984 -100.353.933 -93.613.743 -32.767.980 474.522.206 451.018.808 420.726.500 704.968.750 670.475.746 625.443.793

NPV (Rp) 2.705.615.070

PV Negatif -641.540.734

PV Positif 3.347.155.804

Net B/C 5,21737066

IRR 39%

(38)

24

Lampiran 3 Cashflow usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung Pola 70% sengon dan 30% MPTS seluas 25 ha

No. Kegiatan Tahun ke (Rp)

-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2

INFLOW

1 Penjualan kayu sengon 273.750.000 273.750.000 273.750.000 273.750.000 273.750.000 273.750.000 3 Penjualan buah melinjo 150.000.000 150.000.000 150.000.000 150.000.000 150.000.000 150.000.000

2 Penjualan buah durian 225.000.000 225.000.000 225.000.000 Total 423.750.000 423.750.000 423.750.000 648.750.000 648.750.000 648.750.000

OUTFLOW

1 Biaya Investasi

a Pembelian alat−alat 12.500.000

2 Biaya Operasional

Biaya Tetap

a Persiapan Lahan 25.000.000

b Pembuatan saung 37.500.000

Biaya Variable

a Penyediaan bibit 60.312.500

b Penanaman 34.500.000

c Pemeliharaan tahun ke− 101.100.000

d Pemeliharaan tahun ke−2 72.725.000

e Pemeliharaan tahun ke−3 72.725.000

f Pemeliharaan tahun ke−4 14.887.500

g Pemeliharaan tahun ke−5 14.887.500

H Pemeliharaan tahun ke−6 8.968.750

(39)

25

Lampiran 3 Cashflow usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung Pola 70% sengon dan 30% MPTS seluas 25 ha

No. Kegiatan Tahun ke (Rp)

-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2

i Pemeliharaan tahun ke−7 8.968.750

j Pemeliharaan tahun ke−8 8.968.750

k Pemanenan 23.250.000 23.250.000 23.250.000 60.750.000 60.750.000 60.750.000

Total 169.812.500 101.100.000 72.725.000 72.725.000 14.887.500 38.137.500 32.218.750 32.218.750 69.718.750 60.750.000 60.750.000

Laba -169.812.500 -101.100.000 -72.725.000 -72.725.000 -14.887.500 385.612.500 391.531.250 391.531.250 579.031.250 588.000.000 588.000.000

DF 1,7440474 1,62690988 1,51763982 1,4157088 1,3206239 1,2319252 1,149184 1,072 1 0,9328358 0,8701827 PV/tahun -296.161.048 -164.480.589 -110.370.356 -102.957.421 -19.660.788 475.045.775 449.941.448 419.721.500 579.031.250 548.507.463 511.667.409

NPV (Rp) 2.290.284.642

PV Negatif -693.630.202

PV Positif 2.983.914.845

Net B/C 4,30188137

IRR 35%

(40)
(41)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 1994. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak John Hendra Musa dan Ibu Sri Susilawati. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 01 Petamburan, lulus pada tahun 2005. Setelah itu melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 40 Jakarta, lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 35 Jakarta dan lulus tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) melalui jalur ujian tulis.

Gambar

Tabel 1 Luas program pembangunan hutan rakyat Kabupaten Serang
Tabel 2 Luas lahan kritis di 14 kecamatan, Kabupaten Serang
Tabel 4 Total aliran kas masuk pada 3 pola hutan rakyat
Tabel 5 Biaya−biaya usaha hutan rakyat Desa Batu Kuwung komposisi 70% sengon dan 30% MPTS pada luas lahan 25 ha
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

Kajian ini dibuat bertujuan untuk mengesan kecenderungan keusahawanan di kalangan pesara tentera yang mengikuti program keusahawanan anjuran Jabatan Hal-Ehwal

mengurangkan masalah dalam hubungan manusia dan untuk memperbaiki kehidupan melalui interaksi manusia yang lebih baik.Selain itu,terdapat ramai pekerja dalam profesion bantuan

Materi penelitian terdiri dari 180 ekor Kambing Saburai betina yang terdapat di Kecamatan Gisting dan Sumberejo yang merupakan wilayah sumber bibit kambing

Pada sampel ASI perah A dengan hasil kadar protein awal lebih rendah dibandingkan dengan setelah dilakukan penyimpanan pada freezer dan lemari pendingin dapat

Selama tahun 1834 tidak ada usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh pasukan Belanda untuk menaklukkan Bonjol, markas besar pasukan Padri, kecuali pertempuran

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan di Puskesmas Kramat melalui wawancara dengan petugas kesehatan menunjukkan dari ke lima desa wilayah kerja Puskesmas

[r]