• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Ekstrak Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Tikus Hiperglikemia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Ekstrak Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Tikus Hiperglikemia"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS EKSTRAK DAUN WUNGU (Graptophyllum pictum

(L.) Griff) DALAM MENURUNKAN KADAR GLUKOSA

DARAH TIKUS HIPERGLIKEMIA

HAYATUL RAHMI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Ekstrak Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Tikus Hiperglikemia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

HAYATUL RAHMI. Aktivitas Ekstrak Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Tikus Hiperglikemia. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan NORMAN R AZWAR.

Graptophyllum pictum (L.) Griff atau yang dikenal juga daun wungu adalah tanaman obat yang berasal dari Papua, telah digunakan dalam mengobati berbagai penyakit, salah satunya adalah diabetes. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh ekstrak teraktif dari ekstrak etanol, ekstrak dietil eter, ekstrak etil asetat, dan ekstrak butanol daun wungu yang dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus hiperglikemia.

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu ekstraksi (metoda maserasi) dan ekstraksi partisi daun wungu menggunakan corong pisah, penapisan fitokimia, uji antihiperglikemia secara in vivo pada tikus jantan diabetes hasil induksi aloksan, uji histopatologi pankreas tikus setelah perlakuan berakhir (hari ke-16) dengan mikroskop cahaya perbesaran dua puluh kali dan uji Gas Chromatography Mass spectroscopy (GCMS).

Daun wungu diekstrak dengan etanol dengan metode maserasi selama 1x24 jam, diperoleh ekstrak etanol kasar dan selanjutnya dilakukan ekstraksi partisi menggunakan pelarut dietil eter, etil asetat dan butanol. Uji penurunan kadar glukosa darah dilakukan secara in vivo. Uji in vivo menunjukkan bahwa semua ekstrak daun wungu dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus, dengan ekstrak etil asetat menunjukkan penurunan kadar glukosa tertinggi sebesar 37,6%. Ekstrak aktif kedua adalah ekstrak butanol, dengan penurunan kadar glukosa darah 32,6%. Ekstrak aktif ketiga adalah ekstrak etanol, dengan penurunan kadar glukosa darah 32,5%. Ekstrak yang menunjukkan aktivitas terendah adalah ekstrak dietil eter, dengan penurunan kadar glukosa darah 30,1%. Berdasarkan pengamatan histopatologi pankreas, kelompok tikus normal memiliki pulau langerhans paling banyak, diikuti kelompok tikus yang diberi perlakuan Glibenklamid diikuti kelompok tikus yang diberi ekstrak etil asetat, butanol, etanol dan dietil eter. Berdasarkan uji fitokimia dan GCMS, senyawa metabolit yang terkandung dalam ekstrak daun wungu adalah golongan alkaloid, steroid, saponin,tanin dan terpenoid.

(5)

SUMMARY

HAYATUL RAHMI. The Activity of Wungu Leaf (Graptophyllum pictum (L.) Griff) Extracts in Reducing Blood Glucose Levels of Hiperglicemic Mice. Supersived by I MADE ARTIKA and NORMAN R AZWAR.

Wungu leaf or Graptophyllum pictum (L.) Griff is a medicinal plant originated from Papua, traditionally used to treat many diseases including diabetes mellitus. The purpose of the present study was to determine the most active extract among ethanol extract, diethyl ether extract, ethyl acetate extract, and butanol extract of wungu leaf in decreasing blood glucose level of hyperglycemic mice.

This research was done in several steps: extraction (maceration), partition extraction of wungu leaf with separating funnel, phytochemical analysis, and antihiperglicemic in vivo test on male hiperglycemic mice induced by alloxan, pancreas histopatology test after the treatment ended (day 16) with light microscope twenty times of magnification, and Gas Chromatography Mass spectroscopy (GCMS) test.

The wungu leaf was first extracted using ethanol with maceration method 1x24 hour. The ethanol extract was further subjected to partition extraction with diethyl ether, ethyl acetate, and butanol. In vivo test showed all extracts can reduce blood glucose levels. The ethyl acetate extract showed the highest activity with glucose level reduction of 37.6%. The second active extract was the butanol extract causing blood glucose level reduction of 32.6%. The third active extract was the etanol extract causing blood glucose reduction of 32.5%. The least active extract was the diethyl ether extract causing 30.51% reduction of blood glucose level. Histopatology test showed that the mice of the normal group have the highest Langerhans cells, followed by those treated with Glibenclamide, ethyl acetate extract, butanol, ethanol and diethyl ether. Based on phytochemical analysis and GCMS extracts contained compounds belonging to alkaloid, steroid, saponin, tannin and terpenoid.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biokimia

AKTIVITAS EKSTRAK DAUN WUNGU (Graptophyllum pictum

(L.) Griff) DALAM MENURUNKAN KADAR GLUKOSA

DARAH TIKUS HIPERGLIKEMIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Aktivitas Ekstrak Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Tikus Hiperglikemia Nama : Hayatul Rahmi

NIM : G851120021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc Ketua

Prof. Dr. Norman R Azwar Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Biokimia

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 dengan judul Aktivitas Ekstrak Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) Dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Tikus Hiperglikemia merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biokimia Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc dan Bapak Prof. Dr. Norman R Azwar selaku pembimbing yang telah banyak memberi ilmu, arahan, bimbingan, waktu, dan saran kepada penulis dalam penulisan tesis.

2. Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S selaku dosen penguji luar komisi atas masukan dan saran bagi penulisan tesis ini.

3. Ibunda Yulinar, ayahanda Yurdanis, kakak-kakak Fevi Yetmi, Ratna Yulita, Sri Maria, Zikril Illahi dan seluruh anggota keluarga atas segala doa dan dukungannya kepada penulis.

4. Bapak dan Ibu staf Laboratorim Biokimia IPB, Bapak dan Ibu Unit Pelaksana Kehutanan Bogor, serta Bapak dan Ibu Unit Pelaksana Badan Veterina Bogor, yang telah membantu dalam analisis data.

5. Teman-teman sepenelitian dan rekan-rekan seperjuangan S2 Biokimia 2012 atas bantuan dan doanya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Daun Wungu 3

Diabeter Mellitus (DM) 4

Pengobatan Diabetes Mellitus 5

3 METODE 6

Tempat dan Waktu Penelitian 6

Bahan 6

Alat 6

Prosedur Penelitian 6

Analisis Data 8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Ekstraksi Daun Wungu 9

Uji Fitokimia Daun Wungu 10

Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Daun Wungu 11 Profil bobot badan dan konsumsi Pakan selama adaptasi 14 Profil Bobot badan dan Konsumsi pakan selama perlakuan 16 Pengamatan Histopatologi Pankreas Tikus Percobaan 17 Analisis Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS) Ekstrak Etil

Asetat 20

5 SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 29

(12)

DAFTAR TABEL

1. Cara kerja uji fitokimia (Harborne 1987) 7

2. Persen rendeman hasil ekstraksi daun wungu dengan masing-masing

pelarut 9

3. Hasil analisis fitokimia daun wungu masing-masing ekstrak 10 4. Rerata kadar glukosa darah (mg/dL) dari masing-masing kelompok 12 5. Rerata kadar glukosa darah (mg/dL) dari masing-masing kelompok 15

6. Rerata konsumsi pakan tikus selama adapatasi 15

7. Rerata bobot badan tikus selama perlakuan 16

8. Rerata konsumsi pakan tikus selama perlakuan 17

9. Keterangan kromatogram gambar 4 21

10.Klasifikasi senyawa metabolit dan stukturnya 23

DAFTAR GAMBAR

1. Daun wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) 3

2. Grafik penurunan kadar glokosa darah (%) pada setiap kelompok

perlakuan 14

3. Hasil histopatologi pankreas tikus percobaan. 19

4. Kromatogram ekstrak etil asetat 21

DAFTAR LAMPIRAN

1. Diagram alir prosedur kerja 30

2. Diagram ekstraksi tanaman obat daun wungu 30

3. Analisis metabolit tanaman daun wungu dengan GCMS 31 4. Perhitungan pemakaian aloksan, Glibenklamid, dan dosis ekstrak 31 5. Data glukosa darah tikus masing-masing percobaan 32

6. Data bobot badan tikus masa adaptasi 33

7. Data konsumsi pakan tikus masa adaptasi 34

8. Data bobot badan tikus masa perlakuan 35

9. Data konsumsi pakan tikus masa perlakuan 36

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan pola hidup saat sekarang ini mengarah pada kebiasaan mengkonsumsi makanan yang kurang sehat seperti makanan cepat saji (fastfood). Hal ini karena komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan sedikit serat. Dampak yang dihasilkan dari kebiasaan tersebut dapat dilihat dari banyaknya penyakit yang muncul. Penyakit tersebut digolongkan sebagai penyakit akibat terganggunya metabolisme tubuh seseorang, antara lain yaitu penyakit diabetes mellitus.

Diabetes mellitus adalah penyakit akibat gangguan metabolisme tubuh yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia) disertai gangguan pada metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai dampak dari menurunnya fungsi insulin. Menurunnya fungsi insulin dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah insulin yang diproduksi oleh sel-sel beta pulau Langerhans kelenjar pankreas, insulin yang tidak bisa dihasilkan karena sel beta pankreas rusak, atau juga disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Departemen Kesehatan RI 2005).

Jumlah penderita diabetes secara global terus meningkat setiap tahunnya. Penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2000 mencapai 8.4 juta orang yang menduduki peringkat keempat di dunia. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat menjadi dua kali lipat lebih pada tahun 2030 yaitu 21,3 juta orang. Penderita diabetes juga rentan terkena penyakit yang berhubungan dengan lipid seperti penyakit jantung dan penyumbatan pembuluh darah (Subroto 2004).

Banyak hal yang dilakukan untuk mengatasi diabetes, mulai dari pengaturan pola makan dan olah raga yang teratur, hingga penggunaan obat-obatan antidiabetes sintetik atau bahkan melakukan suntikan insulin. Obat-obatan antidiabetes sintetik berkurang di pasaran seiring munculnya obatan herbal. Hal ini disebabkan karena efek yang ditimbulkan oleh obat-obatan sintetik merugikan jika dikonsumsi tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan, selain itu harga obat-obatan sintetik juga menjadi alasan lain seseorang lebih memilih obat-obatan herbal (Sunarsih etal. 2007). Hal ini menjadi titik awal penelitian yang hingga saat ini dilakukan pada tanaman-tanaman yang memiliki aktivitas antidiabetes.

(14)

2

masyarakat dalam penyembuhan berbagai penyakit, seperti wasir, bisul, koreng telinga dan perut, serta pelancar siklus haid bagi wanita (Dalimartha 1999). Pemanfaatan daun wungu di kalangan masyarakat juga masih terkesan coba-coba dan masih belum ada formulasi yang tepat serta jelas untuk penggunaan daun wungu, baik sebagai obat luar atau obat yang dikonsumsi.

Beberapa penelitian tentang daun wungu antara lain seperti aktivitas alkalin fosfatase daun wungu (Widyowati 2011), isolasi dan uji BSLT (Brine Shrimp Lethality test) kandungan metabolit utama Graptophyllum pictum (L.) Griff (Zuhra dan Lenny 2005), dan penelitian secara in vivo ekstrak daun wungu seperti efek estrogenik daun wungu terhadap mencit ovariektomi (Suhargo 2005), penelitian tentang oksitosik dan anti-implantasi ekstrak daun wungu (Olagbende et al. 2009), Nurcholis et al. (2011) menunjukkan bahwa ekstrak air-etanol daun wungu berkhasiat sebagai inhibitor enzim α-glukosidase, serta Olangbede et al. (2011) juga memperkuat khasiat daun wungu sebagai antidiabetes dari hasil penelitian yang menunjukkan khasiat hipoglikemik ekstrak daun wungu. Penelitian-penelitian yang ada belum banyak mempelajari aktivitas metabolit dari daun wungu yang berkhasiat sebagai anti-diabetes. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas kerja ekstrak dari tanaman obat daun wungu dalam menanggulangi dan mencegah penyakit diabetes mellitus.

Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu: bagaimana aktivitas senyawa metabolit daun wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff.) sebagai anti diabetes.

Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah mempelajari aktivitas senyawa metabolit daun wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff.) yang berkhasiat sebagai anti diabetes.

Manfaat Penelitian

(15)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Daun Wungu

Tanaman wungu memiliki sistematika taksonomi yang terdiri dari kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Tubiflorae, famili Acanthaceae, genus Graptophyllum, spesies Graptophyllum pictum (Linn) Griff (Hutapea 1993). Tanaman wungu dapat ditemukan dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1250 meter di atas permukaan laut. Tanaman wungu sering ditemukan tumbuh liar di pedesaan atau ditanam sebagai tanaman hias dan tanaman pagar (Trubus 2013).

Tanaman wungu merupakan tanaman perdu atau pohon kecil, dengan tinggi 1,5-3 m, batang berkayu. Kulit dan daun berlendir dan baunya kurang enak. Tanaman wungu memiliki daun yang letaknya berhadap-hadapan. Perbungaan majemuk dan tersusun dalam rangkaian berupa tandan yang berwarna merah tua. Tanaman ini memliki 3 varietas, yaitu yang berdaun ungu, hijau, dan belang-belang putih. Namun yang digunakan sebagai obat adalah varietas yang berdaun ungu (Dalimartha 1999).

Secara tradisional daun wungu telah dimanfaatkan sebagai obat luar untuk mengobati borok, bisul dan kudis. Air rebusan daunnya dapat diminum untuk mengobati penyakit wasir, batu empedu dan penyakit hati. Bunganya bermanfaat sebagai pelancar haid. Daun tumbuhan ini mengandung alkaloid yang tidak beracun, glikosida, steroid, dan saponin. Batang daun tumbuhan wungu mengandung kalsium oksalat, asam format, dan lemak (Dalimartha 1999).

(16)

4

Diabeter Mellitus (DM)

Diabetes mellitus atau DM, didefinisikan sebagai suatu kelainan metabolik kronis yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah. Salah satu penyebab diabetes mellitus yaitu menurunnya hormon insulin yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans dalam kelenjar pankreas. Insulin merupakan hormon yang berperan dalam metabolisme glukosa khususnya sebagai perantara masuknya glukosa di dalam darah ke sel-sel jaringan tubuh (Wijayakusuma 2004).

Konsentrasi kadar glukosa dalam darah melewati batas normal disebut dengan hiperglikemia. Keadaan ini dapat terjadi akibat adanya defisiensi insulin sehingga penyerapan glukosa ke dalam sel menjadi terhambat. Kadar glukosa darah normal dalam keadaan puasa adalah < 100 mg/dL (Departement Kesehatan RI 2005). Dan sesaat setelah makan kadar glukosa dalam darah dapat meningkat hingga 120 mg/dL dan dapat kembali normal 2 jam setelah makan (Utami 2003).

Gejala umum yang timbul pada diabetes mellitus diantaranya, banyak minum, sering buang air kecil, banyak makan tetapi berat badan menurun, lensa mata berubah/ penglihatan mulai terganggu, cepat merasa lelah, sering mengantuk dan luka sulit sembuh. Penyakit diabetes mellitus dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pola makan, obesitas, faktor genetik, bahan kimia dan obat-obatan, serta infeksi pada pankreas (Wijayakusuma 2004).

Ada dua tipe diabetes mellitus (DM) yaitu diabetes tipe I (Insulin Dependent DiabetesMellitus) dan diabetes tipe II (Insulin Independent Diabetes Mellitus). DM tipe Idapat didefinisikan sebagai tipe diabetes yang tergantung pada insulin. Dibetes tipe I ini sel pankreasnya mengalami kerusakan sehingga sel-sel beta-pankreas tidak dapat menseksresikan insulin atau jika dapat mensekresi insulin, maka insulin yang disekresikan hanya berjumlah sedikit. Kerusakan pada sel-sel beta- pankreas disebabkan adanya peradangan, karena hal inilah penderita DM tipe I selalu bergantung pada adanya insulin. Berbeda dengan DM tipe I, DM tipe II merupakan tipe diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Hal ini terjadi bukan karena sel beta pankreas yang rusak namun karena jumlah insulin yang dihasilkan menurun. Penurunan tersebut disertai defisiensi insulin hingga resistensi insulin (Murray 2009).

(17)

5 Pengobatan Diabetes Mellitus

Pengobatan diabetes mellitus umumnya dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian obat antidiabetik oral, dan terapi insulin. Akan tetapi pemberian obat-obat antidiabetik oral dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Efek tersebut dapat berupa gangguan metabolisme di dalam tubuh (Mai & Chuyen 2007).

Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena mudah, murah dan aman. Obat antidiabetes oral mungkin berguna untuk penderita yang alergi terhadap insulin atau yang tidak menggunakan suntikan insulin (Studiawan 2005). Umumnya pemberian obat antidiabetes oral hanya dilakukan untuk penderita DM tipe II, obat tersebut terbagi menjadi dua jenis, diantaranya obat sintetik dan obat tradisional (Wijayakusuma 2004).

Obat sintetik yang memiliki aktivitas antidiabetik dapat dibagi menjadi beberapa kelas menurut mekanisme kerjanya. Pertama, golongan sulfonylurea yang memiliki mekanisme kerja utama pada peningkatan insulin. Obat golongan ini banyak digunakan dalam pengobatan diabetes contohnya adalah Glibenklamid (gliburid) (Tsiani 1995).

Glibenklamid adalah serbuk putih, tidak berbau, rasa agak pahit. Daya hipoglikemik Glibenklamid relatif lemah, maka jarang menyebabkan hipoglikemia. Pemakaian single-dose pada pagi hari dapat menstimulir sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa (sewaktu makan). Sehingga tercapai regulasi glukosa darah optimal yang mirip pola normal dalam waktu 24 jam. Resorbsinya di usus di atas 99% dan dieksresikan lewat kemih dan tinja sehingga efek sampingnya kecil (Tjay dan Rahardja 2007).

Kedua, golongan biguanida yang cara kerjanya yaitu mengurangi produksi glukosa hati sehingga dapat meningkatkan sensitivitas periferal dan mengurangi penyerapan glukosa intestinal, tidak merangsang peningkatan produksi insulin sehingga pemakaian tunggal tidak berakibat hipoglikemia. Contoh obat golongan ini adalah metformin (Rojas 2013).

Ketiga, golongan inhibitor α-glukosidase salah satunya adalah acarbose Enzim alfa glukosidase berfungsi sebagai enzim pemecah karbohidrat menjadi glukosa di usus halus. Cara kerja obat ini yaitu dengan menghambat enzim spesifik yang menguraikan pati dalam usus halus sehingga menunda penyerapan glukosa hasil pemecahan karbohidrat di dalam usus (Hayakawa 1984).

Keempat, merupakan insulin eksogen yang berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin secara tidak langsung dan menekan produksi glukosa hati. Insulin diberikan sebagai obat untuk menutupi kekurangan insulin tubuh karena kelenjar sel beta pankreas tidak dapat mencukupi kebutuhan yang ada.

(18)

6

3

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang dilakukan di Laboratorium Penelitian dan kandang hewan Biokimia Jurusan Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, di Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor, dan di Balai Veterina Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai Maret 2014.

Bahan

Daun wungu (serbuk) diperoleh dari pusat studi Biofarmaka Bogor, aquades, methanol 30%, H2SO4, kloroform, amoniak, pereaksi Meyer, Dragendorf, Wagner, etanol 30%, asetat anhidrid, FeCl3, etanol 96%, dietil eter, etil asetat, butanol, tikus, pakan standar tikus, serbuk kayu, Glibenklamid, aloksan, tween 80, alkohol 70%, betadine, buffer netral formalin (BNF), parafin cair, Haematoxylin Eosin (HE), mayer’s haematoxylin dan albumin

Alat

Alat-alat yang dipakai adalah corong, kertas saring, penangas air, shakerorbital, neraca analitik, pipet tetes, spatula, labu erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, corong pisah, rotary evaporator, batang pengaduk, kapas, syringe cekok tikus, jarum suntik, masker, sarung tangan, gunting bedah, Glukometer, Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS), Rotary Microtom, kaca preparat dan mikroskop cahaya.

Prosedur Penelitian

Ekstraksi Daun Wungu

(19)

7 Uji Fitokimia

Uji In Vivo Aktivitas Antihiperglikemia.

Analisis in vivo antihiperglikemia dilakukan dengan menggunakan tikus jantan galur Sprague dawley. Umur tikus berkisar 2-3 bulan dengan berat 140-200 gram. Kondisi diabetes diinduksi dengan aloksan secara intraperitoneal (200 mg/kg BB). Perlakuan dibagi dalam 7 kelompok dengan jumlah tikus tiap kelompok masing-masing 5 ekor, yaitu:

1. Kelompok A (tikus normal) yang tidak diberi perlakuan dicekok dengan 0,5 mL 5% Tween 80

2. Kelompok B (kontrol positif) tikus diabetes dicekok dengan 0,5 mL 5% Tween 80 yang mengandung Glibenklamid 0,25 mg/kg BB.

3. Kelompok C (kontrol negatif) tikus diabetes dicekok 0,5 mL 5% Tween 80

7. Kelompok G (tikus diabetes) yang dicekok dengan ekstrak butanol daun wungu 50 mg/kg BB dalam 0,5 mL 5% Tween 80

Tabel 1. Cara kerja uji fitokimia (Harborne 1987) Uji

Senyawa

Cara Kerja Hasil + Hasil -

Flavonoid 0,1 gram sampel ditambah 5 mL methanol 30%, panaskan 5

Steroid 0,1 gram sampel ditambah 5 mL etanol 30%, panaskan 5 menit,

Saponin 0,1 gram sampel ditambah 5 mL aquades, panaskan 5 menit, dikocok selama 5 menit

terbentuk busa tidak ada busa Tanin 0,1 gram sampel ditambah 5 mL

(20)

8

Perlakuan ekstrak daun wungu dilakukan selama 12 hari setelah tikus positif hiperglikemia yang dimulai pada hari ke-4 sampai hari ke-15. Glukosa darah tikus diukur dengan glukometer pada hari pertama sebelum dilakukan perlakuan dan setelah pemberian perlakuan pada hari 4, 7, 10 dan 15 (Rauter et al. 2009).

Uji Histopatologi Pankreas Tikus Percobaan

Sampel berupa sel pankreas difiksasi dengan buffer formalin 10%, lalu diembedding dengan parafin cair menggunakan alat tissue-tek. Setelah paraffin membeku dipotong dengan Rotary Microtom. Potongan diletakkan pada preparat, diwarnai dengan Haematoxylin Eosin (HE) dan mayer’s haematoxylin lalu dicuci. Setelah proses pewarnaan kaca preparat dikeringkan dan ditetesi albumin, ditutup dengan kaca objek. Preparat tersebut diberi label dan siap diamati dengan mikroskop cahaya.

Analisis Metabolit Tanaman Daun Wungu

Ekstrak terbaik yang dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus percobaan dianalisis kandungan metabolitnya dengan menggunakan Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS). Analisis dilakukan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor, prosedur penggunaan GCMS dapat dilihat pada lampiran 3.

Analisis Data

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tingakat kepercayaan 95% dan taraf α 0,05 menggunakan program SAS 9.1 untuk menganalisis glukosa darah, dan dilanjutkan dengan uji Duncan, yang terdiri dari 7 perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan (Mattjik 2000).

Rumus penurunan glukosa darah (%)

= � � � �ℎℎ� � � �� − � � � �ℎ� ℎ�

� � � �ℎℎ� � � �� � 100%

Rumus persentase rendeman

= � � � ℎ� ( � )

(21)

9

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi Daun Wungu

Pada penelitian ini pelarut awal untuk proses ekstraksi yaitu menggunakan etanol karena hampir semua senyawa pada jaringan tumbuhan dapat terekstraksi oleh etanol (Harborne 1987). Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi dalam pelarut etanol 96% dari daun wungu yang sudah dijadikan serbuk (80 mesh). Maserasi dilakukan sebanyak 1 kali (1x1000 mL), 600 gram daun wungu dilarutkan dalam 6 L etanol.

Maserasi (steady-state extraction) yaitu merendam sampel dengan pelarut yang sesuai. Maserasi adalah metoda ekstraksi yang sederhana sehingga banyak yang menggunakannya. Perendaman prinsipnya yaitu pelarut berdifusi melewati dinding sel untuk melarutkan komponen dalam sel dan juga memacu larutan dalam sel untuk berdifusi ke luar sel (Handa et al. 2008).

Setelah dilakukan penyaringan dengan kertas saring didapatkan ekstrak etanol, kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotari evaporator pada suhu 400C, untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan senyawa metabolit yang terkandung dalam ekstrak. Ekstrak yang diperoleh disebut ekstrak kasar etanol sebanyak 24,11 gram. Ekstraksi kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi partisi bertingkat, pertama dengan pelarut dietil eter (2x50mL) lalu etil asetat (2x50mL) dan terakhir dengan butanol (2x50mL). Hasilnya diperoleh ekstrak masing-masing 7,5 gram, 5,1 gram dan 3,5 gram.

Pada Tabel 2 dapat dilihat persen rendemen (kadar) hasil ekstraksi dari daun wungu masing-masing pelarut dengan bobot awal yang berbeda-beda.

Tabel 2 menunjukkan kemampuan mengekstraksi terhadap senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam daun wungu tertinggi dimiliki pelarut etil asetat sebesar 73%, diikuti pelarut butanol 70%, dietil eter 31% dan pelarut etanol 4%. Ekstraksi partisi bertingkat ini bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa polar dengan senyawa semi polar dan non polar yang terdapat dalam ekstrak.

Tabel 2. Persen rendeman hasil ekstraksi daun wungu dengan masing-masing pelarut

Ekstrak Bobot awal (g) Bobot ekstrak (g) Kadar (%)

Etanol 600 24,11 4

Dietil eter 24 7,5 31

Etil asetat 7 5,1 73

(22)

10

Uji Fitokimia Ekstrak Daun Wungu

Fitokimia adalah salah satu bidang ilmu yang menguraikan aspek kimia suatu tanaman. Uji fitokimia merupakan uji pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan senyawa metabolit dalam suatu tumbuhan, agar senyawa aktif tersebut dapat diisolasi dan dikelompokkan dan untuk mengetahui senyawa mengandung efek manfaat atau efek racun (Harborne 1987). Hasil uji fitokimia daun wungu seperti Tabel 3:

Pada penapisan fitokimia terhadap ekstrak etanol, ekstrak dietil eter, ekstrak etil asetat dan ekstrak butanol dari daun wungu teridentifikasi adanya senyawa metabolit sekunder dari golongan alkaloid, steroid, saponin, dan tanin. Untuk uji flavonoid hasilnya negatif pada semua ekstrak ditandai tidak terbentuknya warna merah setelah penambahan H2SO4. Uji Alkaloid memberikan hasil positif pada ekstrak etanol dan dietil eter yang ditandai dengan terbentuknya endapan merah setelah ditambahkan pereaksi Dragendorff, dan terbentuk endapan coklat setelah ditambahakan pereaksi Wagner, sedangkan ekstrak etil asetat dan butanol hasilnya negatif. Uji steroid semua ekstrak hasilnya positif ditandai terbentuk larutan warna hijau. Uji saponin juga memberikan hasil positif, karena terbentuk buih setelah larutan sampel dikocok selama 5 menit dan buih dapat bertahan selama 15 menit. Pada uji tanin hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna biru tua setelah ditambahkan FeCl3 pada ekstrak etanol, dietil eter, dan etil asetat, sedangkan untuk ekstrak butanol hasilnya negatif.

Ekstrak daun wungu mengandung senyawa metabolit golongan alkaloid yang dapat digunakan sebagai obat diabetes mellitus. Alkaloid adalah senyawa-senyawa siklik yang mempunyai atom nitrogen (Seigler 1998). Prinsip kerja alkaloid adalah dengan menstimulasi hipotalamus untuk meningkatkan sekresi Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH), sehingga sekresi Growth Hormone (GH) pada hipofisa meningkat. Kadar GH yang tinggi akan menstimulasi hati untuk mensekresikan Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1). IGF-1 mempunyai efek dalam menginduksi hipoglikemia dan menurunkan glukoneogenesis sehingga kadar glukosa darah dan kebutuhan insulin menurun. (Bunting et al. 2006).

Senyawa steroid dan saponin juga diduga memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah tikus. Steroid adalah senyawa yang punya kerangka

Tabel 3. Hasil analisis fitokimia daun wungu masing-masing ekstrak

Ekstrak Flavonoid Alkaloid Steroid saponin tanin

Etanol - + + + +

Dietil eter - + + + +

Etil asetat - - + + +

Butanol - - + + -

(23)

11 triterpen asiklik dengan cincin A,B, C (6 atom karbon) dan cincin D (5 atom karbon), dan saponin adalah senyawa polisiklik dengan sebuah steroid (C27) atau triterpenoid (C30) yang strukturnya terdiri dari rantai karbohidrat (monosakarida atau oligolisakarida) (Seigler 1998). Prinsip kerja steroid dan saponin diduga menghambat reaksi oksidasi lebih lanjut karena radikal bebas, sehingga kerusakan sel pankreas tidak semakin parah.

Senyawa yang juga terdapat dalam masing-masing ekstrak yaitu tanin. Tanin merupakan salah satu senyawa yang dikelompokkan dalam senyawa polifenol (Seigler 1998). Antioksidan polifenol mampu mengurangi stres oksidatif dibuktikan oleh penelitian teh hijau dengan cara mencegah terjadinya reaksi berantai pengubahan superoksida menjadi hidrogen superoksida dengan mendonorkan atom hidrogen dari kelompok aromatik hidroksil (-OH) polifenol untuk mengikat radikal bebas dan membuangnya melalui sistem ekskresi dari dalam tubuh (Barbosa 2007).

Peran polifenol sebagai antioksidan diduga mampu melindungi sel beta pankreas dari efek toksik radikal bebas yang diproduksi dibawah kondisi hiperglikemia kronis. Antioksidan dalam ekstrak daun wungu berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah dengan cara mencegah terjadinya oksidasi yang berlebihan sehingga kerusakan pada sel beta pankreas dapat dicegah dan menjaga kandungan insulin di dalamnya.

Tanin juga mempunyai aktivitas menurunkan kadar glukosa darah yaitu dengan meningkatkan glikogenesis. Tanin juga menpunyai fungsi lain yaitu sebagai astringent atau pengkhelat yang dapat mengerutkan membran epitel usus halus sehingga penyerapan sari makanan menjadi berkurang dan efeknya dapat menghambat asupan glukosa dan laju peningkatan glukosa darah tidak terlalu tinggi (Barbosa 2007).

Penelitian yang serupa ditemukan pada Sutjiatmo (2011), ekstrak air herba ciplukan (Physalis angulata L.) mempunyai efek antidiabetes karena mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, polifenol, steroid dan triterpenoid, monoterpenoid dan seskuiterpenoid. Nurulita (2008) ekstrak air daun dandang gendis (Clinacanthus nutans) dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit diabetes induksi aloksan karena kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu flavonoid, steroid/triterpenoid dan tanin. Purwatresna (2012) ekstrak air dan etanol 70% dari daun sirsak dapat digunakan sebagai agen antidiabetes karena mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid.

Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Daun Wungu

(24)

12

Dari Tabel 4 kadar glukosa darah pada tikus kelompok A menunjukkan kadar glukosa darah normal. Tikus tidak diberi perlakuan apapun hanya dicekok 1 mL 5% tween 80. Pada hari pertama kadar glukosa darah bernilai 62.2 ± 10.7 dan mengalami kenaikan 23,6% pada hari ke-4 dan 17,4% pada hari ke-7. Hal ini diduga karena tikus mengalami stress pada saat pencekokan. Sedangkan pada hari ke-10 kembali mengalami penurunan sebesar 16,5%, semakin menurun pada hari ke-15 sebesar 7,2 %. Tapi nilai glukosa darah kelompok A ini masih pada rentang normal. Penurunan ini menunjukkan bahwa tikus sudah bisa beradaptasi dengan pencekokan.

Pada kelompok B (kontrol +) tikus diinduksi aloksan 200 mg/kg BB dan dicekok 0,25 mg/kg BB/hari Glibenklamid dalam 5% tween 80. Pada hari ke-1 kadar glukosa darah normal bernilai 59.0 ± 7.8 pada hari ke-4 mengalami kenaikan 65,9 % setelah diinduksi aloksan. Hal ini menunjukkan aloksan sudah berefek terhadap tubuh tikus yang ditandai dengan naiknya glukosa darah melebihi batas normal. Aloksan bekerja dengan merusak sel beta pankreas dengan menginduksi pembentukan radikal bebas hidroksil yang lalu menyerang substansi esensial sel beta pankreas seperti membran plasma, lisosom, mitokondria dan DNA) yang menjadi awal kerusakan sel beta pankreas (Fahri 2005)

Penelitian secara invitro terhadap mekanisme kerja aloksan menunjukkan bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Ion kalsium keluar dari mitokondria mengakibatkan terganggunya homeostasis yang merupakan awal dari matinya sel (Anistyani 2011).

Kadar glukosa darah kembali turun pada hari ke-7, 10, dan 15 masing-masing sebesar 38,2%, 62,9%, 13,0%. Hal ini karena pemberian Glibenklamid yang bekerja dengan baik, dapat menghambat kerusakan sel beta pankreas yang disebabkan oleh aloksan. Berdasarkan hasil analisis statisik ternyata perlakuan Glibenklamid berpengaruh nyata terhadap kadar Tabel 4. Rerata kadar glukosa darah (mg/dL) dari masing-masing kelompok

Kelompok Hari ke-

1 4 7 10 15

(25)

13 glukosa darah tikus pada semua waktu pengamatan Sesuai prinsip kerjanya Glibenklamid merupakan kelompok salah satu obat turunan sulfonylurea yang memiliki potensi menurunkan kadar glukosa darah lebih tinggi dibandingkan jenis sulfonylurea lainnya (Fahri 2005).

Pada kelompok C (kontrol -) tikus diinduksi aloksan 200 mg/kg BB dan dicekok 1 mL 5% tween 80/hari. Pada hari ke-1 kadar glukosa darah bernilai 55.7 ± 12.0 dan mengalami peningkatan pada hari ke-4 sebesar 60,5%. Hal ini disebabkan karena tikus telah diinduksi aloksan dan mengalami penurunan kembali pada hari ke-7, 10, dan 15 masing-masing sebesar 2,1%, 6,3%, 10,9%. Hal ini disebabkan oleh kondisi stress dari lingkungan mengakibatkan gerakan aktif pada saat pengambilan darah, sehingga penggunaan glukosa jaringan meningkat. Kondisi ini menyebabkan kadar glukosa darah dalam tubuh tikus menurun.

Pada kelompok D (ekstrak etanol 50 mg/kg BB/hari dalam 1 mL 5% tween 80) pada hari ke-1 kadar glukosa darah bernilai 57.2 ± 10.7 dan mengalami peningkatan sebesar 56,7% dan mengalami penurunan kembali pada hari ke-7, 10, 15 masing-masing sebesar 5,8 %, 11,6 %, 25,4 %. Pada akhir perlakuan kadar glukosa darah kembali normal. Penurunan kadar glukosa darah ini karena senyawa metabolit yang terkandung dalam ekstrak daun wungu seperti alkaloid yang tidak beracun, glikosida, steroid, dan saponin (Dalimartha 1999).

Pada kelompok E (ekstrak dietil eter 50 mg/kg BB/hari dalam 1 mL 5% tween 80) pada hari ke-1 kadar glukosa darah benilai 58.7 ± 16.0 dan mengalami peningkatan pada hari ke-4 sebesar 55,1% dan kembali mengalami penurunan pada hari ke-7, 10, dan 15 sebesar 8,8%, 22,7%, dan 7,1%. Hal ini disebabkan karena pengaruh ekstrak dietil eter yang mengandung senyawa metabolit. Senyawa metabolit ini yang berperan di dalam tubuh tikus untuk menghambat kerusakan sel beta pankreas.

Pada kelompok F (ekstrak etil asetat 50 mg/kg BB/hari dalam 1 mL 5% tween 80) pada hari ke-1 kadar glukosa darah bernilai 55.0 ± 5.8 dan mengalami kenaikan sebesar 57,6 % dan kembali mengalami penurunan pada hari ke-7, 10, 15 sebesar 11,1 %, 42,6 %, 1,23%. Penurunan kadar glukosa darah pada akhir perlakuan menunjukkan bahwa ekstrak F dapat mengembalikan fungsi kelenjar pankreas seperti semula. Insulin dalam tubuh tikus dapat diproduksi kembali, sehingga kadar glukosa darah turun. Penurunan kadar glukosa darah dengan pemberian ekstrak ini adalah yang paling stabil. Terlihat dari nilai penurunan kadar glukosa darah yang konstan selalu turun dari awal perlakuan sampai hari terakhir.

Pada kelompok G (ekstrak butanol 50 mg/kg BB/ hari dalam 1 mL 5% tween 80) pada hari ke-1 kadar glukosa darah bernilai 53.2 ± 11.5 dan mengalami kenaikan sebesar 61.4% pada hari ke-4 dan kembali mengalami penurunan pada hari ke 7, 10, sebesar 13,5 %, 54,7 %, dan pada hari ke-15 kadar glukosa darah kembali naik 14,5%. Kadar glukosa darah naik ini diduga disebabkan karena ekstrak butanol kurang stabil dalam tubuh tikus sehingga pankreas tikus belum sepenuhnya berfungsi dengan baik menghasilkan insulin.

(26)

14

oleh standar deviasi yang tinggi. Standar deviasi yang tinggi adalah karena setiap tikus memiliki sensitifitas yang berbeda-beda, ada yang sangat sensitif terhadap perlakuan dan ada pula yang kurang sensitif terhadap perlakuan, sehingga menghasilkan data yang beragam.

Berdasarkan hasil rerata kadar glukosa darah tikus sampai akhir perlakuan (Tabel 4), maka dapat kita tentukan persentase penurunan glukosa darah seperti pada Gambar 2.

Ekstrak daun wungu dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus percobaan. Ekstrak yang lebih baik yaitu ekstrak etil asetat sebesar 37,6% setelah Glibenklamid 56,5%. Ekstrak ke-2 yang baik yaitu ekstrak butanol 32,6%, ekstrak ketiga yang baik yaitu etanol 32,5% dan terakhir ekstrak dietil eter 30,1%. Kemampuan ekstrak etil asetat menurunkan glukosa darah tikus berada pada posisi ke-2 setelah Glibenklamid, karena kandungan senyawa metabolit sekunder dalam ektrak inilah yang paling tinggi yang sesuai dengan data (%) rendeman. Hal ini menandakan bahwa daun wungu bisa digunakan obat untuk penyakit diabetes mellitus.

Kemampuan daun wungu menurunkan glukosa darah tikus hiperglikemia tidak lepas dari kandungan senyawa antioksidan yang terdapat di dalam ekstrak. Seperti yang dilaporkan Silvia (2014) aktivitas antioksidan daun wungu dari ekstrak etil asetat yang paling tinggi sebesar 74,1 % diikuti ekstrak butanol 57,1%, ekstrak etanol 33,7% dan ekstrtak dietl eter 20,4%. Hal ini menandakan bahwa daun wungu bisa digunakan obat untuk penyakit diabetes mellitus.

Profil bobot badan dan konsumsi Pakan selama adaptasi

Penimbangan bobot badan tikus dan konsumsi pakan selama masa adaptasi dilakukan setiap hari. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kenaikan atau penurunan bobot badan tikus dan seberapa banyak pakan yang dikonsumsi. Mengetahui berapa pakan yang dikonsumsi tikus yaitu dengan cara mengurangi berat awal pakan dengan pakan yang tersisa.

Ket:

(27)

15

Berdasarkam Tabel 5, pada masa adaptasi semua perlakuan rata-rata bobot badan tikus dari awal (hari 1) mengalami kenaikan sampai hari ke-7. Hanya pada kel A pada hari ke-5, dan kelompok D pada hari ke-3 mengalami penurunan bobot badan. Hal ini diduga karena tikus mengalami stres, masih butuh waktu beradaptasi. Tetapi bobot badan naik lagi pada hari ke-7, menandakan tikus sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini didukung oleh data statistik bobot badan tikus pada hari terakhir adaptasi berbeda nyata (p>0,05).

Berdasarkan Tabel 6 konsumsi pakan tikus selama masa adaptasi rata-rata paling rendah yaitu 11.7 ± 0.5 dan paling tinggi yaitu 18.2 ± 2.0. Untuk kelompok A rata-rata konsumsi pakannya paling tinggi, hal ini sebanding dengan bobot badan tikus juga yang paling tinggi. Dan untuk kelompok G Tabel 5. Rerata bobot badan tikus selama adaptasi

Kelompok Bobot badan hari ke-

1 3 5 7

A 203.7±1.5a 208.0±1.8a 189.8±54.5a 223.0±11.5a B 187.7±6.2b 193.0±4.9a 193.7±13.9a 214.0±4.3a C 186.2±7.5b 194.2±5.5a 201.5±17.9a 207.2±16.9a D 174.7±3.3bc 170.5±7.8b 181.2±2.5a 185.0±14.6c E 166.5±5.0cd 170.5±7.8b 174.2±7.7a 191.7±11.0bc F 164.8±21.5cd 173.3±22.3b 178.0±20.1a 191.0±17.9bc G 156.2±9.3d 161.7±11.0b 163.5±7.94a 174.7±9.5c

Keterangan: angka yang diikuti indeks huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan antar

perlakuan tidak berbeda nyata (p > 0,05)

Tabel 6. Rerata konsumsi pakan tikus selama adapatasi

Kelompok Konsumsi pakan hari ke-

1 3 5 7

A 16.5±2.3a 17.7±2.6a 16.7±1.7a 18.2±2.0a B 15.5±0.5abc 12.7±3.7b 15.2±2.9a 15.7±1.5a C 15.75±1.8ab 17.5±1.2a 16.5±2.0a 16.5±1.2a D 11.7±0.5d 15.7±2.5ab 15.2±1.2a 15.2±3.5a E 13.0±0.8cd 13.7±3.9ab 14.7±4.5a 14.2±4.2a F 12.0±2.1d 17.5±2.3a 15.7±2.5a 16.0±2.5a G 13.5±2.0bcd 15.0±2.5ab 13.2±1.8a 14.2±2.0a Keterangan: angka yang diikuti indeks huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan antar

(28)

16

rata-rata konsumsi pakannya paling rendah juga sebanding dengan rata-rata bobot badan tikus yang rendah. Hal ini menunjukkan semakin tinggi pakan yang dikonsumsi maka bobot badan tikus semakin bertambah. Konsumsi pakan pada hari terakhir adaptasi mengalami peningkatan dari hari pertama, hal ini menunjukkan bahwa tikus sudah beradaptasi dengan baik.

Profil Bobot badan dan Konsumsi pakan selama perlakuan

Pada masa perlakuan kelompok A bobot badan konstan naik (Tabel 7). Pada hari perlakuan ke-4 rata-rata bobot badan tikus mengalami penurunan dari hari ke-1, yaitu kelompok B, D, G. Hal ini dikarenakan tikus telah disuntik aloksan, aloksan dapat menghambat sekresi insulin sehingga proses glukosa masuk ke dalam jaringan terhambat. Keadan ini menyebabkan terjadinya glukoneogenesis dan glikogenolisis pada hati. Sehingga menyebabkan penurunan bobot badan sebagai akibat berkurangnya masa otot. Sedangkan kelompok C, F bobot badan tetap naik, walaupun tikus telah dinyatakan diabetes tapi bobot badan tidak mengalami penurunan, dan kelompok E bobot badan tidak berubah. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tikus memberikan respon (sensitivitas) yang berbeda-beda terhadap perlakuan.

Pada hari ke-7 bobot badan rata-rata naik pada semua kelompok, menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan efek terhadap tikus. Tikus masing-masing kelompok diberi perlakuan obat, sehingga mulai diindikasikan tikus mulai membaik, kecuali kelompok F tidak mengalami penurunan bobot karena data yang beragam (sensitivitas yang berbeda).

Pada hari ke-10 dan ke-15 semua kelompok rata-rata bobot badan tikus mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena tikus sudah kembali normal kadar glokosa darahnya (Tabel 2) sehingga bobot badan bisa mengalami kenaikan, menandakan metabolisme dalam tubuh tikus sudah Tabel 7. Rerata bobot badan tikus selama perlakuan

Kelompok Bobot tikus hari ke-

1 4 7 10 15

A 223.0±11.5a 231.7±6.8a 240.0±11.5a 251.5±20.9a 266.0±22.3a B 214.0±4.3a 212.5±27.2ab 224.5±30.5ab 225.0±63.5ab 238.5±66.7ab C 207.2±16.9b 213.7±14.7ab 228.7±14.2ab 242.8±25.0a 258.5±23.7a D 185.0±14.6c 181.0±11.9cd 192.0±16.9c 201.5±14.1ab 210.7±14.6ab E 191.7±11.0bc 191.7±14.0bcd 210.3±22.7abc 218.5±41.4ab 234.8±45.8ab F 191.0±17.9bc 202.0±18.1c 201.5±18.8bc 221.2±14.7ab 252.7±13.3a G 174.7±9.5c 172.0±13.6d 187.2±11.0c 170.0±40.7b 179.0±49.5b Keterangan: angka yang diikuti indeks huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan antar perlakuan tidak

(29)

17 kembali normal. Hanya kelompok G mengalami penurunan dari 187.2 ± 11.0 menjadi 170.0 ± 40.7.

Konsumsi pakan selama masa perlakuan (Tabel 8) paling rendah yaitu 10.0 ± 7.2 pada kelompok G dan yang paling tinggi yaitu 19.7 ± 0.5 pada kelompok A. Hal ini sebanding dengan data bobot badan tikus, semakin banyak tikus mengkonsumsi makanan maka bobot badan akan semakin bertambah. Pada hari ke-15 nafsu makan tikus sudah kembali normal, ditandai dengan rata-rata konsumsi makan tikus yang naik. Hal ini didukung oleh hasil analisis statistik pada hari ke-4, 7, 10 dan 15 menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).

Pengamatan Histopatologi Pankreas Tikus Percobaan

Uji histopatologi organ pankreas tikus dilakukan di Balai Veterina Bogor. Uji ini bertujuan untuk mengetahui peranan Glibenklamid dan ekstrak daun wungu dalam memperbaiki kerusakan sel beta pankreas. Masing-masing satu ekor tikus dari tiap kelompok percobaan dibedah dan diambil pankreasnya, dan dimasukkan ke dalam buffer netral formalin (BNF) agar organ tersebut tidak rusak. Hasil pengamatan histopatologi pankreas tikus dapat dilihat pada Gambar 3.

Pengamatan organ pankreas tikus dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan dua puluh kali perbesaran. Pulau langerhans tampak jelas berbentuk bulat yang berwarna pucat. Pada kelompok tikus normal (a) yang tidak diberi perlakuan apapun pulau langerhans mudah dijumpai yang jumlahnya banyak dan ukurannya besar. Tidak ditemukan kelainan pada pulau langerhans, sel-sel terlihat normal dengan ukuran yang relatif sama.

Tabel 8. Rerata konsumsi pakan tikus selama perlakuan

Kelompok Konsumsi pakan hari ke-

1 4 7 10 15 A 19.5±0.5a 19.7±0.5a 19.7±0.5a 18.5±1.9a 19.7±0.5a B 19.2±0.9a 14.5±5.2ab 18.5±1.9a 12.0±7.4ab 11.7±4.7d C 17.0±4.6a 17.5±2.0ab 13.5±5.8ab 15.7±2.8ab 18.5±3.0ab D 13.7±5.9a 12.7±4.9b 15.7±5.3ab 17.0±4.2ab 16.0±3.3abcd E 17.0±2.4a 14.7±5.1ab 15.2±6.4ab 15.2±2.2ab 17.5±3.3abc F 17.5±3.7a 18.2±2.3ab 10.0±2.9b 11.5±2.5ab 14.2±2.9cd G 15.2±2.5a 13.5±5.3ab 19.0±1.4a 10.0±7.2b 12.5±2.8cd Keterangan: angka yang diikuti indeks huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan antar

(30)

18

(e) (f)

(a) (b)

(31)

19

(g)

Gambar 3 Hasil histopatologi pankreas tikus percobaan () pulau langerhans. (a) tikus normal, (b) tikus diabetes diberi Glibenklamid, (c) tikus diabetes, (d) tikus diabetes diberi ekstrak etanol, (e) tikus diabetes diberi ekstrak dietil eter, (f) tikus diabetes diberi ekstrak etil asetat (g) tikus diabetes diberi ekstrak butanol.

Kelompok tikus diabetes yang diberi perlakuan Glibenklamid (b) mempunyai jumlah pulau langerhans masih banyak dan ukurannya cukup besar, hanya saja jumlahnya lebih sedikit dari tikus normal. Pemberian Glibenklamid menunjukkan adanya perbaikan sel beta pankreas dengan bertambahnya jumlah sel pada pulau langerhans. Hal ini sesuai dengan prinsip kerja Glibenklamid yaitu membantu meningkatkan produksi insulin. Insulin yang produksinya bertambah mengindikasikan bahwa jumlah pulau langerhans juga bertambah.

Kelompok tikus diabetes dan tidak diberi perlakuan ekstrak (c) memiliki pulau langerhans yang jumlahnya paling sedikit diantara perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan tikus diinduksi aloksan dan tidak diberi perlakuan obat, sehingga kerusakan pankreas tidak dapat diperbaiki dan mengalami penurunan jumlah pulau langerhans. Aloksan prinsip kerjanya yaitu meghambat sekresi insulin yang merupakan ciri dari kerusakan pankreas (Rohilla dan Ali 2012). Aloksan mengalami metabolisme oksidasi reduksi di dalam tubuh menghasilkan radikal aloksan dan radikal bebas. Radikal ini menyebabkan kerusakan sel beta pankreas, pulau langerhans mengalami pengurangan jumlah massa sel, ukuran menjadi lebih kecil dan ada pula yang menghilang (Szkudelski 2001).

Berdasarkan hasil penelitian Suarsana (2010) sel beta pankreas tikus yang diinduksi aloksan mengalami kerusakan dan dikarakterisasi dengan kondisi hiperglikemia. Ukuran, jumlah dan bentuk pulau pankreas mengalami penurunan berdasarkan hasil pengamatan ultrastruktur jaringan pankreas tikus yang posistif diabetes (DM).

(32)

20

menghambat kerusakan sel-sel pulau langerhans. Senyawa-senyawa yang terdapat dalam ekstrak berperan mencegah oksidasi lebih lanjut pada sel pankreas.

Perbaikan yang paling bagus terhadap sel langerhans oleh daun wungu diantara keempat ekstrak adalah kelompok (f) yaitu ekstrak etil asetat. Tampak pada Gambar 5 jumlah pulau langerhansnya lebih banyak dari ekstrak lainnya. Dengan bertambahnya jumlah pulau langerhans artinya jumlah produksi insulin juga meningkat, ditandai dengan turunnya glukosa darah pada tikus hiperglikemia (Tabel 2).

Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah. Insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Sehingga dengan diproduksinya insulin dengan baik, maka metabolisme karbohirdat dalam tubuh juga kembali normal (Chase 2007).

Penelitian yang serupa dilakukan oleh Prameswari (2014) senyawa aktif yang terdapat dalam pandan wangi berpotensi sebagai antidiabetes dengan memperbaiki kerusakan pankreas tikus hiperglikemia. Widyastuti dan Suarsana (2011) melaporkan bahwa ekstrak tapak dara yang diberikan pada kelinci dalam keadaan hiperglikemia sesaat dan secara imunohis-tokimia mampu menstimulasi sel beta pankreas untuk menghasilkan hormon insulin.

Analisis Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS) Ekstrak Etil Asetat Daun Wungu

Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS) merupakan perpaduan kromatografi gas dan spektroskopi massa. GCMS adalah alat yang digunakan untuk mengidentifikasi sampel secara kualitatif, sehingga hanya dapat diketahui senyawa-senyawa aktif yang terkandung di dalamnya dan dapat ditentukan strukturnya, belum dapat ditentukan dengan pasti konsentrasi masing-masing senyawa. Prinsip kerja GCMS adalah pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan berat molekul (massa) setelah terionisasi menjadi ion yang lebih kecil (Harvey 2000).

(33)

21

Waktu (menit)

Gambar 4 Kromatogram ekstrak etil asetat

Peak Waktu Nama senyawa kons Hexadecanoic acid, methyl ester (CAS) Methyl palmitate 9-Octadecenoic acid (Z)- (CAS) Oleic acid

9-Octadecenoic acid (Z)-, methyl ester (CAS) Methyl oleate

9,12,14-Octadecatrienoic acid, methyl ester, (Z,Z,Z)- (CAS) Methyl linolenate

(34)

22

2-Hexadecec-1-ol, 3,7,11,14-tetramethyl-(CAS) phytol, senyawa ini yang paling tinggi konsentrasinya mencapai 59% jika dijumlahkan (puncak 2, 3 dan 4) yang merupakan senyawa golongan diterpen asiklik. Dan ada juga senyawa golongan sesquiterpen yaitu 1-Dodecanol, 3,7,11-trimethyl-(CAS) Hexahydrofarmesol, senyawa golongan triterpen seperti 2,6,10,14,18,22-Tetracosahexaene, 2,6,10,14,19,23-hexamethyl- (CAS) Squalene, senyawa golongan sterol yaitu Stigmasta-5,22-dien-3-ol, acetat, senyawa golongan steroid yaitu Cholesta-4,6-dien-3-ol, (3.beta)-(CAS) 4,6-cholestadien-3.beta.-ol, senyawa golongan asam lemak seperti asam palmitat, oleat, stearat, linolenat dan senyawa golongan hidrokarbn (aldehid) seperti 9-Octadecenal, (Z)- (CAS) cis-Octadec-9-enal.

Diterpen, seisquiterpen, dan triterpen adalah senyawa-senyawa golongan terpenoid, serta senyawa steroid diduga memiliki potensi menurunkan kadar glukosa darah. Dilihat dari stukturnya senyawa-senyawa terbebut memiliki gugus hidroksil (OH) dan metil (CH3) pada ujung rantainya. Gugus fungsi ini yang di duga dapat menghambat kerusakan sel beta pankreas karena memiliki pasangan elektron bebas yang dapat mengikat radikal bebas dalam tubuh tikus, insulin bisa diproduksi dengan lebih baik sehingga glukosa darah menjadi normal kembali.

Penelitian yang serupa dilakukan oleh Luo et al. (1999) 2 jenis terpenoid tipe quinon adalah senyawa yang punya potensi antidiabetes tipe 2. Retrianingsih (2007) biji kacang koro mengandung senyawa steroid, triterpenoid, steroid sebagai antidiabetes. Sukandar (2010) senyawa aktif daun pandan wangi asam lemak dan turunannya, terpenoid, dan steroid sebagai antidiabetes. Dini (2008) juga melaporkan senyawa terpenoid turunan lupeol dari ekstrak kloroforom kulit batang tumbuhan Palasia mempunyai efek antidiabetes.

(35)

23

Nama senyawa klasifikasi Struktur

2-Hexadecec-1-ol, 3,7,11,14-tetramethyl-(CAS) phytol

Diterpen

1-Dodecanol,3,7,11-trimethyl-(CAS) Hexahydrofarmesol

Sesquiterpen

2,6,10,14,18,22-

Tetracosahexaene Triterpen

Stigmasta-5,22-

dien-3-ol, acetat Sterol

Cholesta-4,6-dien-3-ol steroid

(36)

24

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Ekstrak daun wungu mengandung bermacam-macam senyawa metabolit diantaranya adalah senyawa golongan diterpen, triterpen, terpenoid, sterol, steroid, alkaloid, saponin dan tanin (uji fitokimia dan GCMS). 2. Ekstrak daun wungu dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus

hiperglikemia dengan ekstrak terbaik etil asetat yang efisiensinya 37,6 %. 3. Berdasarkan hasil analisis GCMS ekstrak etil asetat diperoleh golongan

senyawa terpenoid dan steroid, senyawa ini diduga adalah senyawa aktif yang bekerja sama dengan senyawa metabolit lainnya sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus hiperglikemia.

4. Histopatologi pankreas tikus yang memiliki pulau Langerhans yang paling banyak adalah kelompok tikus yang diberi perlakuan Glibenklamid dan ekstrak etil asetat.

5. Setiap tikus percobaan memiliki sensitivitas yang berbeda-beda terhadap masing-masing perlakuan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang:

1. Uji toksisitas ekstrak dietil eter, etil asetat, dan butanol daun wungu 2. Penentuan dosis optimum ekstrak etil asetat yang dapat menurunkan

kadar glukosa darah.

(37)

25

DAFTAR PUSTAKA

Andayani Y. 2003. Mekanisme aktivitas antihiperglikemik ekstrak buncis (Phaseolus vulgaris Linn) pada tikus diabetes dan identifikasi komponen aktif. [Disertasi]. Bogor: Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Anistyani D, Katno, Saryanto. 2011. Uji aktivitas hipoglikemik ekstrak etanol daun teh (Camellia sinensis L.) pada tikus putih jantan galur wistar. Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri. Publikasiilmiah/ article/view/388/472.

Barbosa DS. 2007. Green tea polyphenolic compounds and human health. Journal of Consumer Protection and Food Safety, 2: 407-413.

Bunting K, Wang JK, Shannan MF. 2006. Control of Interleukin-2-gene Transcription: a Paradigm For Inducible, Tissue Specific Gene Expressions. Interleukins, eds. G. Litwack. 74 : Elsevier Academic Press Inc pp 105-145.

Chase HP. 2007. Understanding Insulin Pumps & Continuous Glucose Monitors. Edisi ke 1. Children's Diabetes Foundation.

Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 1. Jakarta: Trubus Agriwidya.

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Depkes RI.

Dini I. 2008. Senyawa Terpenoid Turunan Lupeol dari Ekstrak Kloroform Kulit Batang Tumbuhan Paliasa (Kleinhovia hospita Linn.). Jurnal Chemica Vol. 9 No 2: 26-29.

Fahri C, Sutarno, Listyawati S. 2005. Kadar glukosa dan kolesterol total darah tikus putih (rattus norvegicus l.) hiperglikemik setelah pemberian ekstrak metanol akar meniran (Phyllanthus niruri L.). Biofarmasi 3 (1): 1-6.

Handa SS, Khanuja SPS, Longo G, Rakesh DD. 2008. Extraction Technologies for Medicinal and Aromatic Plants. Trieste: ICS UNIDO. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Bandung : ITB.

Harvey, D. 2000. Modern analytical chemistry. The McGraw-Hill Companies, Inc. Columbus, OH.

Hayakawa T, Noda A, Kondo T, Okumura N. 1984. Effects of acarbose, An a-glucosidase inhibitor (Bay G 5421), on orally loaded glucose, maltose and sucrose and on blood glucose control in non-insulin-dependent diabetics. J. Med. Sci 47: 35 – 41.

Hutapea JR. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia III. Jakarta: Depkes RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

(38)

26

Mai TT, Chuyen NV. 2007. Antihyperglikemic activity of an aqueous extract from flower buds of Cleistocalyx operculatus (Roxb.) Merr and Perry. Biosci Biotechnol Biochem 71: 69-76.

Meiyantia, Dewoto HR, Suyatna FD. 2006. Efek hipoglikemik daging buah Mahkota dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff.) Boerl.) terhadap kadar gula darah pada manusia sehat setelah pembebanan glukosa. Universa Medicina Vol.25 No.3.

Mattjik AA, Sumertajaya M. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2009. Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta: Kedokteran EGC.

Nurcholis W, Andrianto D, Falah S, Katayama T. 2011. Α-Glucosidase inhibitor and cytotoxic activities and phytochemical sceening of Graptophyllum pictum (L.) griff. The 3rd International Symposium of Indonesian Wood Reseach Society, Yogyakarta-Indonesia, November 3rd to 4th, 2011.

Nurulita Y, Dhanutirto H, Soemardji AA. 2008. Penapisan aktivitas dan senyawa antidiabetes ekstrak air daun dandang gendis (Clinacanthus nutans). Jurnal Natur Indonesia 10 (2) : 98-103.

Olagbende-Dada SO, Coker HAB, Ukpo GE, Adesina SA. 2009. Oxytocic and anti-implantation activities of the leaf extracts of Graptophyllum pictum (Linn.) Griff. (Acanthaceae). Afr. J. Biotechnol 8: 5979-5984. Olagbende-Dada SO, Ogbonia SO, Coker HAB, Ukpo GE. 2011. Blood

glucose lowering effect of aqueous extract of Graptophyllum pictum (Linn.) Griff. On alloxan-induced diabetic rats and its acute toxicity in mice. Afr. J. Biotechnol 10: 1039-1043.

Permana DA. 2006. Potensi rebusan daun sirih merah (Piper crotatum) terhadap perbaikan pankreas tikus hiperglikemia. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Prameswari OM, Widjanarko SB. 2014. Uji efek ekstrak air daun pandan wangi terhadap penurunan kadar glukosa darah dan histopatologi tikus diabetes mellitus. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.2 : 16-27 Purwatresna E. 2012. Aktivitas antidiabetes ekstrak air dan etanol daun

sirsak secara in vitro melalui inhibisi enzim α-glukosidase. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Rahilla A, Ali S. 2012. Alloxan induced diabetes: mechanism and effect. Internasional journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. Vol 3 : 819-823.

Rauter A P, Martin A, Lopes R, Ferreira J, Serralheiro LM, Araujo ME, Borges C, Justino J , Silva FV. 2009. Bioactivity studies and chemical profile of the antidiabetic plant genista terena. Journal of Enthopharmacology 122: 384-393.

(39)

27 Rojas LBA, Gomes MB. 2013. Metformin: an old but still the best treatment

for type 2 diabetes. Diabetology & Metabolic Syndrome 5:6.

Seigler DS. 1998. Plant Secondary Metabolism. USA: Kluwer Academic Publishers.

Studiawan H, Santosa M H. 2005. Uji aktivitas penurun kadar glukosa darah ekstrak daun Eugenia polyantha pada mencit yang diinduksi aloksan. Media Kedokteran Hewan. Vol. 21, No. 2.

Suarsana N, Priosoeryanto BP, Bintang M, Wresdiyati T. 2010. Profil glukosa darah dan ultrastruktur sel beta pankreas tikus yang diinduksi senyawa aloksan. JITV Vol. 14 No.2: 118-123.

Subroto MA. 2004. Ramuan Herbal Untuk Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sugiwati S. 2005. Aktivitas antihiperglikemik dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) sebagai inhibitor alfa-glukosidase in vitro dan in vivo pada tikus putih. [Thesis]. Bogor: Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Suhargo L. 2005. Efek estrogenik ekstrak daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff) pada histologi uterus mencit betina ovariektomi. Berk. Penel. Hayati 10: 107-110.

Sukandar D, Hermanto S, Mabrur I A. 2010. Aktivitas senyawa ekstrak etil asetat daun pandan wangi (Pandanus amarylifolius Roxb.). Jakarta: Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah.

Sunarsih ES, Djatmika, Utomo RS. 2007. Pengaruh pemberian infusa umbi gadung (Dioscorea hispida Densst) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih jantan diabetes yang diinduksi aloksan. Majalah Farmasi Indonesia 18: 29-33.

Sutjiatmo AB, Sukandar EY, Ratnawati Y. Kusmaningati S, Wulandari A, Narvikasari S. 2011. Efek antidiabetes herba ciplukan (physalis angulata linn.) Pada mencit diabetes dengan induksi aloksan. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4: 166 -171.

Syamsul ES, Nugroho AE, Pramono S. 2011. Aktivitas antidiabetes kombinasi ekstrak terpurifikasi herba sambbiloto (Andrographis paniculata [Burn. F. NESS.] dan metformin pada tikus DM tipe 2 resisten insulin). Majalah obat tradisional 16(3): 124-131.

Sylvia. 2014. Aktivitas Antidiabetes dan Antioksidan Daun Wungu (Graptophyllum pictum L. Griff) secara In Vitro. [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor

Szkudelski T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in cell of rat pancreas. Physiol. Res 50: 536-546.

Tjay TH, Rahardja K. 2007. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi Keenam, Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Trubus Mitra Swadaya. http://www.tokotrubusonline.com. [November 2013]

(40)

28

transporters in l6 skeletal muscle cells by the sulfonylureas gliclazide and glyburide. Endocrinology 136 (6): 2505-12.

Utami P, Tim Lentera. 2003. Tanaman Obat Untuk Mengatasi Diabetes Mellitus. Jakarta. Agro Media.

Widyowati R. 2011. Alkaline phosphatase activity of Graptophyllum pictum and Sphilanthes acmella fractions against MC3T3-E1 cells as marker of osteoblast differentiation cells. Int J Pharm Pharm Sci 3: 34-37.

Widyastuti S, Suarsana I N. 2011. Ekstrak Air Tapak Dara Menurunkan Kadar Gula dan Meningkatkan Jumlah Sel Beta Pankreas Kelinci Hiperglikemia. Jurnal Veteriner Vol. 12 No.1: 7-12

Wijayakusuma H. 2004. Bebas Diabetes Ala Hembing Wijayakusuma. Jakarta: Puspa Swara.

(41)

29

(42)

30

Lampiran 1. Diagram Alir Prosedur Kerja

Serbuk Daun Wungu

Lampiran 2: Diagram Ekstraksi Tanaman Obat Daun Wungu Serbuk Daun Wungu

Maserasi dengan ethanol 96% (1:10) 24 jam

Rotary evaporator pada suhu 40oC.

dilarutkan dalam air pada suhu 40oC,

dipisahkan dan diekstraksi partisi bertingkat dengan corong pisah, pertama-tama dietil eter, dilanjutkan dengan etil asetat dan terakhir dengan butanol.

Rotaryevaporator pada suhu 40oC Ekstraksi (maserasi dengan etanol 96%)

Ektraksi partisi bertingkat dengan dietil eter, etil asetat, butanol dengan corong pisah

Ekstrak etanol, dietil eter, etil asetat, butanol

Uji fitokimia Uji in vivo Uji GCMS

Uji statistic Uji histopatologi pankreas

Filtrat

Ekstrak kasar etanol daun wungu

filtrat dietl eter, etil asetat, butanol

(43)

31 Lampiran 3: Analisis Metabolit Tanaman Daun Wungu dengan GCMS Prosedur penggunaan GCMS sebagai berikut:

1. Buka tabung gas helium ke kiri setengah putaran

2. Sambungkan colokan dari stabilizer ke listrik dan on-kan stabilizer 3. On-kan instrument (GC, MS dan pyrolizer), kemudian PC dan printer 4. Pada display PC pilih icon GCMS Real Time Analysis

5. Klik TOP – pilih icon vacuum control – klik auto starup sampai ada

8. Kembali ke menu GCMS klik icon peak monitor view- lihat kondisi low vacuum harus < 15 pascal dan higk vacuum < 1,5 x 10-3 pascal

9. Klik icon start autotuning – file – save tuning file as – berinama – save 10. Klik top – pilih icon data acquisition – atur parameter analisis, klik

menu GC atur suhu kolom dan programnya, suhu injector, pressure, slip ratio – klik menu MS atur suhu ion suource dan interference, solvent cut time

11. Klik file – save method file as – beri nama method – save

12. Untuk memulai injeksi klik icon sample login – isis sample name, sample ID, dan data file – OK

13. Klik icon standby tunggu sampai icon start aktif hijau

14. Masukkan sampel pada pyrolizer – klik start – tekan tombol sampel pyrolizer – enter

15. Tunggu sampai analisis selesai.

Lampiran 6. Perhitungan pemakaian Aloksan, Glibenklamid dan dosis ekstrak daun wungu

Perhitungan pemakaian aloksan dalam penelitian - Dosis aloksan = 200 mg/kg BB

- Jumlah tikus yang diinduksi aloksan = 5 x 6= 30 ekor - BB tikus rata-rata 200 g = 0,2 kg

- Pemakaian aloksan = 200 mg/kg BB x 0,2 x 30 = 1.200 mg = 1,2 g Perhitungan dosis obat Glibenklamid yang dicekok ke tikus

- Konsumsi Glibenklamid per hari pada orang dewasa dengan asumsi bobot badan 60 kg adalah 3 tablet. 3 tablet/60 kg BB

(44)

32

Lampiran 7. Data glukosa darah tikus percobaan masing-masing perlakuan

Perlakuan

Hari

ke Ulangan A B C D E F G

1 1 49 59 68 53 75 57 68

2 71 52 64 44 53 61 41

3 58 55 47 66 39 47 48

4 71 70 44 66 68 55 56

Rata 62.25 59 55.75 57.25 58.75 55 53.25

4 1 89 408 133 100 122 133 102

2 79 84 126 185 116 130 217

3 77 119 105 110 102 128 126

4 81 82 201 134 184 129 107

Rata 81.5 173.25 141.25 132.25 131 130 138

7 1 90 225 123 84 108 117 97

2 89 134 131 166 103 112 170

3 96 107 111 135 106 109 105

4 120 88 188 115 164 130 114

Rata 98.75 138.5 138.25 125 120.25 117 121.5

10 1 88 101 129 127 102 92 62

2 66 80 120 87 92 75 77

3 91 84 116 122 102 96 104

4 94 75 155 112 96 65 71

Rata 84.75 85 130 112 98 82 78.5

15 1 76 65 107 86 105 94 90

2 65 77 129 65 90 76 91

3 99 74 106 127 75 79 131

4 76 85 127 79 96 75 60

(45)

33 Lampiran 8. Data bobot badan tikus masa adaptasi masing-masing

perlakuan

Perlakuan Hari

ke Ulangan A B C D E F G

1 1 205 181 197 179 168 197 150

2 202 188 181 175 166 152 151

3 205 196 186 174 160 155 170

4 203 186 181 171 172 155 154

Rata 203.75 187.75 186.25 174.75 166.5 164.75 156.25

3 1 207 200 202 179 179 205 149

2 210 193 192 171 171 163 156

3 209 190 194 160 160 154 170

4 206 189 189 172 172 171 172

Rata 208 193 194.25 170.5 170.5 173.25 161.75

5 1 213 197 218 181 182 207 156

2 209 197 177 184 179 170 159

3 228 207 211 178 171 161 174

4 109 174 200 182 165 174 165

Rata 189.75 193.75 201.5 181.25 174.25 178 163.5

7 1 233 212 230 189 192 216 171

2 208 220 197 198 206 177 169

3 231 210 210 189 179 179 189

4 220 214 192 164 190 192 170

Gambar

Gambar 1  Daun wungu ( Graptophyllum pictum (L.) Griff)
Tabel 1. Cara kerja uji fitokimia (Harborne 1987)
Tabel 2. Persen rendeman hasil ekstraksi daun wungu dengan masing-masing pelarut
Gambar 2 Grafik penurunan kadar glokosa darah (%) pada setiap kelompok
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa pemberian ekstrak daun paliasa dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus Wistar yang mengalami hiperglikemia setelah diinduksi dengan

Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak daun wungu (Graptophyllum pictum.. Griff.) memiliki aktivitas antioksidan dan mengandung senyawa kimia yang berpotensi sebagai

disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun wungu dengan berbagai variasi dosis selama 60 hari pada tikus jantan dewasa mampu menurunkan berat testis, indeks

Kondisi hati pada kelompok perlakuan tidak memberikan kerusakan yang berarti terhadap organ, namun terjadi efek yang diakibatkan pemberian ekstrak daun wungu, yaitu

43 UJI EFEK ANTIMITOSIS EKSTRAK ETANOL DAUN WUNGU (Graptophyllum pictum (L.) Griff. ) DENGAN METODE PENGHAMBATAN PEMBELAHAN SEL.. TELUR (Tripneustes gratilla L.) TERFERTILISASI

Karya ilmiah yang berjudul Analisis Patologi Pankreas dan Lipid Peroksida Hati Tikus Diabetes yang Diberi Ekstrak Daun Wungu (Graptophyllum Pictum (L.) Griff) merupakan

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa penambahan ekstrak daun wungu dapat menghambat atrofi kelenjar mammae, yang diamati pada peningkatan ukuran puting,

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil aktivitas antioksidan fraksi etil asetat daun wungu (Graptophyllum pictum (Linn) Griff) dengan