• Tidak ada hasil yang ditemukan

The use of organic fertilizer and biofertilizer to increase french bean productivity (Phaseolus vulgaris) and soil quality

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The use of organic fertilizer and biofertilizer to increase french bean productivity (Phaseolus vulgaris) and soil quality"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

DALAM PENINGKATAN PRODUKSI BUNCIS MINI

DAN PERBAIKAN KUALITAS TANAH

YUSRA HAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati dalam Peningkatan Produksi Buncis Mini dan Perbaikan Kualitas Tanah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Pebruari 2013

Yusra Hayati

(4)
(5)

RINGKASAN

YUSRA HAYATI. Pemanfaatan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati dalam Peningkatan Produksi Buncis Mini (Phaseolus vulgaris) dan Perbaikan Kualitas Tanah. Dibimbing oleh ANAS DINURROHMAN SUSILA dan ISWANDI ANAS.

Petani sayuran konvensional hanya menggunakan pupuk anorganik. Penggunaan pupuk anorganik dalam jangka waktu yang panjang berpengaruh negatif terhadap sifat tanah sehingga degradasi lahan tidak dapat dihindari. Sejak beberapa tahun lalu permintaan akan sayuran sehat yang bebas dari bahan kimia dan pestisida meningkat secara nyata.

Penelitian bertujuan untuk (i) membandingkan pengaruh 3 jenis pupuk organik dan 2 jenis pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi buncis mini, (ii) membandingkan pengaruh interaksi pupuk organik dan pupuk hayati pada beberapa dosis pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi buncis mini serta perbaikan kualitas tanah.

Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan, percobaan I disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor. Faktor I adalah pupuk organik yang terdiri atas 3 taraf yaitu: pupuk kandang ayam, pupuk kandang kambing dan pupuk kandang sapi. Faktor II adalah pupuk hayati yang terdiri atas 3 taraf yaitu: kontrol, Biost dan Azozo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi tertinggi dari tanaman buncis mini diperoleh pada aplikasi pupuk kandang ayam yang menghasilkan bobot polong per bedeng lebih tinggi 14.93% dari pupuk kandang kambing dan 23.66% lebih tinggi dari pupuk kandang sapi.

Percobaan II menggunakan Rancangan Petak Terpisah yang disusun dengan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri atas 4 ulangan. Dua aplikasi pupuk organik dan pupuk hayati sebagai petak utama dan 4 dosis pupuk anorganik: 0%, 50%, 100% dan 150% sebagai anak petak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi pupuk kandang ayam dan Azozo menghasilkan bobot polong 58.9% lebih tinggi dari perlakuan tanpa aplikasi pupuk kandang ayam dan Azozo. Bobot polong per bedeng dari perlakuan dosis 50% pupuk anorganik menghasilkan lebih tinggi 20.5% dari dosis 100% pupuk anorganik. Pupuk anorganik dapat digantikan dengan pupuk organik dan pupuk hayati untuk kualitas tanah yang lebih baik dan produktivitas tanaman berkelanjutan.

(6)
(7)

SUMMARY

YUSRA HAYATI. The use of Organic Fertilizer and Biofertilizer to Increase French Bean Productivity (Phaseolus vulgaris) and Soil Quality. Under direction of ANAS DINURROHMAN SUSILA and ISWANDI ANAS.

Conventional vegetable growers use only anorganic fertilizers. Using anorganic fertilizers only for long period of time, has negative impact on soil properties, hence soil degradation can not be avoided. Since the last few years, demand for healthy vegetable which is free from agrochemicals such as pesticide is increasing significantly.

The objectives of the experiments were (i) to evaluate the effect of 3 kinds of organic fertilizers and 2 kinds of biofertilizers on vegetative growth and yield of french bean, (ii) to evaluate the effect of combination between organic fertilizer and biofertilizer at different rates of anorganic fertilizers on vegetative growth, yield of french bean and soil quality.

This study consisted of two experiments. The first experiment was arranged on Randomized Complete Block Design with 2 factors, the first factor was organic fertilizer consisted of; chicken, goat, and cow manure. The second factor was biofertilizer consisted of: Control, Biost, Azozo.The result showed that the highest yield of french bean was achieved at chicken manure application produced greater in pod weight per plot 14.93% higher than goat manure and 23.66% than cow manure. The second experiment used Split Plot experiment that was arranged in Randomized Complete Block Design with 4 replications. Two applications the combination between organic fertilizer and biofertilizer as the main plot and 4 anorganic fertilizer rates 0%, 50%, 100% and 150% as sub plot. The result showed that the application between chicken manure and Azozo produced more pod weight per plot 58.9% higher than the application without the combination chicken manure and Azozo. Pod weight per plot from 50% rates of anorganic fertilizer produced 20.5% higher than 100% rates of anorganic fertilizer. Anorganic fertilizers can be substituted by organic fertilizers and biofertilizers for greater soil quality and sustainability of the crop productivity.

Keywords: organic fertilizer, biofertilizer, anorganic fertilizer, productivity, soil quality

(8)

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

DALAM PENINGKATAN PRODUKSI BUNCIS MINI

DAN PERBAIKAN KUALITAS TANAH

YUSRA HAYATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Pemanfaatan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati dalam

Peningkatan Produksi Buncis Mini dan Perbaikan Kualitas Tanah

Nama : Yusra Hayati

NIM : A252090121

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr Ir Anas Dinurrohman Susila, MSi Prof Dr Ir Iswandi Anas, MSc

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Agronomi dan Hortikultura

Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

PRAKATA

Segala puji dan syukur pada ALLAH atas segala rahmat dan hidayahNYA penulisan karya ilmiah yang berjudul “Pemanfaatan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati dalam Peningkatan Produksi Buncis Mini dan Perbaikan Kualitas Tanah” dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Anas Dinurrohman Susila, MSi sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Ir Iswandi Anas, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, arahan kepada Penulis selama menjalani penelitian dan perbaikan tesis ini. Terimakasih kepada semua pihak yang berjasa dan membantu Penulis sehingga penelitian dan tesis ini dapat diselesaikan.

Kepada kedua orang tua, suami, anak-anak dan seluruh keluarga atas segala perhatian, kasih sayang, do’a dan ridhonya. Semoga ALLAH membalas kebaikan dengan yang lebih baik. Semoga tesis ini bermanfaat bagi Penulis dan semua pihak yang tertarik untuk meningkatkan produktivitas sayuran organik.

Bogor, Pebruari 2013

(16)
(17)

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 4

Hipotesis Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya dan Pemupukan Tanaman Buncis 5

Peranan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan

Tanaman dan Perbaikan Kualitas Tanah 6

Efektifitas Pupuk Organik dan Pupuk Hayati dalam Meningkatkan

Efisiensi Pupuk Anorganik 11

3 BAHAN DANMETODE

Tempat dan Waktu 15

Bahan dan Alat 15

Metode Penelitian 15

Pelaksanaan Penelitian 17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil 25

Pembahasan 41

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 47

Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 57

(18)

2 Analisis biologi tanah pupuk hayati yang digunakan dalam penelitian 17

3 Kandungan hara pupuk anorganik yang digunakan dalam penelitian 20

4 Perhitungan kebutuhan pupuk anorganik yang digunakan

dalam penelitian 21

5 Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap

tinggi tanaman 14 dan 28 HST 25

6 Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap

panjang polong dan diameter polong 27

7 Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap

jumlah polong 28

8 Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap

bobot polong 29

9 Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi

4 dosis pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman 14 HST 30

10 Pengaruh interaksi pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta

aplikasi

4 dosis pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman 28 HST 31

11 Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi

4 dosis pupuk anorganik terhadap panjang polong dan diameter polong 32 12 Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi

4 dosis pupuk anorganik terhadap jumlah polong 34

13 Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi

4 dosis pupuk anorganik terhadap bobot polong 35

14 Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi

4 dosis pupuk anorganik terhadap total mikrob tanah 38

15 Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi

(19)

1 Hubungan antara dosis pupuk anorganik dengan panjang polong

per tanaman 33

2 Hubungan antara dosis pupuk anorganik dengan bobot polong

per tanaman 37

3 Perlakuan kombinasi pupuk kandang ayam dan Azozo + 50% dosis pupuk anorganik dengan perlakuan tanpa pupuk kandang

(20)

2 Analisis Biologi tanah sebelum tanam pada percobaan II 59

3 Analisis Biologi tanah saat panen pada percobaan II 60

4 Analisis Ragam Tinggi Tanaman pada umur 14 HST (Percobaan I)

61 5 Analisis Ragam Tinggi Tanaman pada umur 28 HST

(Percobaan I)

61

6 Analisis Ragam Panjang Polong (Percobaan I) 61

7 Analisis Ragam Diameter Polong (Percobaan I) 62

8 Analisis Ragam Jumlah Polong (Percobaan I) 62

9 Analisis Ragam Bobot Polong per Tanaman (Percobaan I) 62

10 Analisis Ragam Bobot Polong per Bedeng (Percobaan I) 63

11 Analisis Ragam Bobot Polong per Hektar (Percobaan I) 63

12 Analisis Ragam Tinggi Tanaman pada umur 14 HST (Percobaan II)

64 13 Analisis Ragam Tinggi Tanaman pada umur 28 HST

(Percobaan II)

64

14 Analisis Ragam Panjang Polong (Percobaan II) 65

15 Analisis Ragam Diameter Polong (Percobaan II) 65

16 Analisis Ragam Jumlah Polong (Percobaan II) 66

17 Analisis Ragam Bobot Polong per Tanaman (Percobaan II) 66

18 Analisis Ragam Bobot Polong per Bedeng (Percobaan II) 67

19 Analisis Ragam Bobot Polong per Hektar (Percobaan II) 67

20 Analisis Ragam Total Mikrob Sebelum Tanam (Percobaan II) 68

21 Analisis Ragam Total Mikrob Saat Panen (Percobaan II) 68

(21)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah penduduk semakin meningkat pesat sehingga permintaan terhadap komoditas pertanian semakin tinggi. Salah satu komoditas pertanian yang memiliki permintaan serta pasar yang semakin meningkat adalah sayuran. Di negara yang telah menjadi swasembada pangan, tanaman sayuran merupakan kunci utama sebagai komoditas yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesempatan pemasaran dan perdagangan, serta peningkatan pendapatan petani (Johnson et al. 2008). Tanaman sayuran merupakan komoditas penting yang dikonsumsi untuk menunjang kesehatan manusia. Perkembangan saat ini, konsumsi sayuran di Indonesia masih rendah yaitu sebesar 41.90 kg/kapita/tahun. Nilai tersebut masih dibawah standar FAO sebesar 73 kg/kapita/tahun, sedangkan Singapura mencapai 125 kg/kapita/tahun (Bahar 2011).

Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris) adalah tanaman kacang-kacangan yang penting untuk gizi manusia dan memiliki kandungan protein dan kalori (Satti

et al. 2010). Pentingnya buncis sebagai makanan manusia karena kandungan protein dan memiliki daya cerna yang baik serta sebagai sumber gizi yang penting seperti flavanoid, vitamin A, diet serat, kalium, folat, besi, magnesium, thiamin, riboflavin, tembaga, kalsium, fosfor, asam lemak omega-3 dan niacin (Hempel dan Bohm 1996; Broughton et al. 2003), berpotensi menyediakan seluruh 15 mineral essensial yang dibutuhkan manusia (Welch et al. 2000), mengandung ”β -sitosterol dan stigmasterol yang bisa meningkatkan produksi insulin. Mengkonsumsi buncis akan mampu mengontrol kadar gula darah yang tinggi sehingga penderita diabetes melitus bisa menjadikan ini sebagai alternatif baru untuk mengobati penyakit (Andayani 2003).

Saat ini tanah yang terkontaminasi bahan kimia dari aplikasi pemupukan anorganik yang berlebihan dan aplikasi pestisida tidak sesuai anjuran, semakin tersebar dan meluas di seluruh wilayah Indonesia. Upaya-upaya tertentu diperlukan untuk mencegah kerusakan tanah dan pencemaran lingkungan (polusi, pencemaran air dan eutrofikasi) di sekitar wilayah usahatani sayuran oleh unsur kimia yang berlebihan saat diaplikasi dalam usaha budidaya (Setyorini et al.

2003).

(22)

Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dan bebas residu pestisida dari pangan memiliki konsekuensi peningkatan produktivitas lahan demi tercapainya produktivitas tanaman yang berkelanjutan. Peningkatan produktivitas dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya lahan berkelanjutan memerlukan usaha dan strategi yang tepat diantaranya pemanfaatan pupuk organik dan pupuk hayati. BPS (2011), melaporkan nilai produksi dan produktivitas nasional buncis tahun 2009-2011, nilai produksinya tahun 2009 sebesar 290.993 ton, tahun 2010 sebesar 336.494 ton dan tahun 2011 sebesar 337.041 ton.

Menurut Havlin et al. (2005) penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus akan mengakibatkan rusaknya sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga kesuburan tanah akan semakin menurun. Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus pada lahan sayuran mengakibatkan menurunnya kandungan C dan N organik juga kesuburan tanah. Untuk itu pengembalian bahan organik ke dalam tanah perlu dilakukan untuk mempertahankan produktivitas lahan sayuran yang berkelanjutan. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang dan sisa panen.

Perubahan pada sifat fisik tanah melalui pemadatan tanah dapat menghambat mikrohabitat tanah yang berperan penting dalam membangun mikroorganisme tanah dan aktivitasnya (Pengthamkeerati et al. 2011). Pemeliharaan bahan organik tanah melalui pengelolaan kesuburan tanah terpadu adalah penting untuk kualitas tanah dan produktivitas pertanian dan untuk pertahanan keragaman organisme tanah dan bahan organik (Ayuke et al. 2011).

Pupuk hayati menjadi satu alternatif input produksi dalam budidaya tanaman, khususnya kegiatan yang menyangkut pemupukan. Pupuk hayati didefinisikan sebagai sebuah komponen yang mengandung mikrob untuk meningkatkan ketersediaan kandungan unsur hara bagi tumbuhan (Simanungkalit 2001). Selain dapat meningkatkan kesuburan tanah, pupuk hayati juga dapat memacu pertumbuhan dan meningkatkan produksi. Bahkan pupuk hayati juga dapat membantu mengendalikan organisme patogen (Wu et al. 2005). Walaupun demikian, suplai bahan organik maupun anorganik sebagai tambahan sumber nutrisi sangat berperan dalam meningkatkan efektifitas pupuk hayati (Vance 1988).

(23)

Penelitian yang dilakukan El Ainy (2008) pada tanaman jagung menunjukkan bahwa penggunaan sumber nutrisi 100% dosis kompos yang dikombinasikan dengan pupuk hayati ternyata menghasilkan bobot kering jagung pipilan tertinggi (41.6 g/pot) dan mampu meningkatkan produksi sebesar 94-137% bila dibandingkan dengan menggunakan 100% dosis pupuk anorganik dan 50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos. Pada tanaman padi, penggunaan sumber nutrisi + 50% dosis kompos + 50% dosis pupuk anorganik yang dikombinasikan dengan pupuk hayati menghasilkan bobot total gabah isi tertinggi (33.4 g/pot) serta mampu meningkatkan produksi sebesar 18.8-25.4% bila dibandingkan dengan tanaman yang menggunakan sumber nutrisi + 100% dosis pupuk anorganik dan 100% dosis kompos.

Penelitian yang dilakukan Wibowo (2007) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk biologi berperan dalam peningkatan serapan hara nitrogen, fosfor dan kalium pada tanaman caisim. Pupuk biologi yang digunakan adalah kompos yang diperkaya mikrob Pseudomonas, Bacillus, Azotobacter, Azospirillum, Rhizobium dan pelarut P. Dosis pupuk anorganik adalah 0.5 g/pot Urea; 0.5 g/pot SP-36; 0.375g/pot KCl untuk padi, jagung, caisim. Penambahan pupuk biologi baik tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk anorganik telah meningkatkan serapan ketiga hara tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata serapan hara nitrogen, fosfor, kalium tertinggi terdapat pada perlakuan 100% pupuk biologi dan perlakuan 50% pupuk biologi yang dikombinasikan dengan 50% pupuk anorganik. Hasil penelitian juga memberikan informasi bahwa penambahan pupuk anorganik 100% tidak mampu meningkatkan serapan hara.

(24)

Peningkatan produktivitas dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya pertanian berkelanjutan memerlukan usaha dan strategi yang tepat diantaranya pemanfaatan pupuk organik dan pupuk hayati. Penerapan pertanian cermat melalui reduksi dosis pupuk anorganik juga merupakan teknologi yang dapat diterapkan tanpa menurunkan produktivitas. Upaya efisiensi pemupukan dapat tercapai dan pupuk hayati dapat ditingkatkan penggunaannya dalam mensuplai ketersediaan unsur hara tanah. Sehingga dalam penelitian ini telah dilakukan percobaan untuk mendapatkan informasi tentang efektifitas penggunaan dosis pupuk anorganik. Dosis optimum pupuk anorganik untuk tanaman buncis mini di tanah Andisol adalah 150 kg Urea ha-1, 200 kg SP-36 ha-1 dan 120 kg KCl ha-1.

Tujuan

1. Membandingkan pengaruh tiga jenis pupuk organik dan dua pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi buncis mini.

2. Membandingkan pengaruh interaksi pupuk organik dan pupuk hayati pada beberapa dosis pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi buncis mini serta kualitas tanah.

Hipotesis

1. Terdapat jenis pupuk organik dan pupuk hayati terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi buncis mini.

(25)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya dan Pemupukan Tanaman Buncis

Buncis (Phaseolus vulgaris) termasuk sayuran polong semusim divisi

spermatophyta, sub divisi: angiospermae, kelas: dicotyledonae, sub kelas:

calyciflorae, ordo: rosales (leguminales), famili: leguminosae (papilionaceae), sub famili: papilionoideae, genus: phaseolus dan merupakan tanaman budidaya penting untuk pangan (Rubyogo et al. 2004).

Tanaman ini bukan tanaman asli Indonesia melainkan tempat asal primernya adalah Meksiko Selatan dan Amerika Tengah, sedangkan daerah sekunder adalah Peru, Equador, Bolivia dan menyebar ke negara-negara Eropa Sekarang dibudidayakan juga sebagai tanaman musim dingin sehingga dinamai sebagai “Rabi-Rajmash”. Polong hijau dan biji kering keduanya kaya akan kandungan protein dan digunakan sebagai sayuran (Neeraj dan Singh 2011).

Buncis bentuknya semak atau perdu terdiri dua tipe pertumbuhan yaitu tipe merambat (indeterminate) mencapai tinggi tanaman ± 2 m bahkan dapat mencapai 2.4 m dan lebih dari 25 buku pembungaan sehingga memerlukan turus untuk pertumbuhannya dan tipe tegak/pendek (determinate) tinggi tanaman antara 30-50 cm dengan jumlah buku sedikit dan pembungaannya terbentuk di ujung batang utama. Daun buncis berdaun tiga dan menyirip. Bunga berukuran besar dan mudah terlihat, berwarna putih, merah jambu atau ungu dan merupakan bunga sempurna (Rubatzky 1997).

Buncis merupakan salah satu sumber protein nabati dan mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi dan lengkap. Buncis mempunyai potensi ekonomi yang cukup baik sebab peluang pasarnya cukup luas yaitu untuk sasaran pasaran dalam negeri maupun pasar luar negeri (ekspor). Selain dikonsumsi dalam bentuk polong dan biji yang dimasak, di Afrika dan di Amerika Latin, tajuk dan daunnya yang muda biasa digunakan sebagai lalapan (Rubatzky 1997).

Buncis tipe tegak berasal dari daerah tropis sehingga apabila ditanam di daerah tropis pada dataran rendah tidak begitu jauh keadaan mikro klimatnya (Putrasamedja 1992). Buncis tipe tegak di Indonesia merupakan tanaman sayuran yang spesifik dataran tinggi. Buncis biasanya diusahakan di daerah-daerah dengan ketinggian 500-1500 m dpl (Pinilih 2005).

(26)

Buncis telah secara luas dikenal masyarakat sebagai sayuran yang bernilai gizi tinggi ditambah dengan adanya khasiat antihiperglikemik (bahan yang dapat menurunkan kadar glukosa darah) dan didukung kecendrungan pasar global kembali ke tanaman obat alami untuk pemeliharaan berbagai aspek kesehatan, maka diyakini bila buncis dapat dikembangkan menjadi sediaan bahan baku obat antihiperglikemik oral akan mempunyai nilai ekonomis yang prospektif (Andayani 2003).

Buncis membutuhkan nitrogen dalam jumlah yang tinggi pada tahap perkembangan pertama untuk perkecambahan dan perkembangan simbiosis fiksasi nitrogen. Pada tahap berikutnya perkembangan kebutuhan nitrogen dipenuhi dari bakteri. Sejumlah nitrogen yang bersimbiosis bergantung pada jenis tanaman, efisiensi bakteri yang diinokulasi dan karakteristik tanah (Bildirici dan Yilmaz 2005).

Permasalahan pemupukan, pengolahan lahan pertanian yang intensif, pencucian hara, erosi yang tinggi pada budidaya tanaman sayuran menyebabkan penurunan produktivitas, pemadatan lahan dan berkurangnya bahan organik tanah (Russel et al. 2006; Nissen dan Wander 2003). Beberapa permasalahan tersebut apabila berlangsung dalam jangka waktu yang lama, diprediksikan kondisi lahan sayuran akan mengalami degradasi lahan atau tidak berkelanjutan (Addiscot 2000). Penggunaan pupuk organik dalam budidaya sayuran memiliki beberapa keuntungan terutama untuk mempertahankan kondisi tanah dan menekan penggunaan pupuk anorganik (Widawati et al. 2010).

Pemupukan dalam budidaya tanaman buncis adalah salah satu usaha untuk meningkatkan produksi. Di sisi lain apabila dosis pupuk yang diberikan tidak tepat, terlalu rendah produksi juga rendah, terlalu tinggi mencemari lingkungan dan merupakan suatu pemborosan. Lebih dari itu fenomena bahaya penggunaan pupuk berlebihan dan pestisida sintetik, memicu isu internasional trend gaya hidup sehat dengan slogan ”Back to Nature” di masyarakat dunia yang

mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus mempunyai atribut; aman dikonsumsi (food savety attributes), bernutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes) (Winarno et al. 2002)

Peranan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Perbaikan Kualitas Tanah

(27)

Peranan bahan organik dalam budidaya pertanian adalah sebagai penyedia hara dan sebagai penyubur tanah. Bahan organik dapat diperoleh dari berbagai sumber, di antaranya adalah pupuk hijau yang merupakan bagian tanaman, limbah pertanian yang merupakan sisa panen (Rachman et al. 2011) dan kompos yang merupakan bahan organik seperti dedaunan, jerami, alang-alang rerumputan, kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah (Setyorini et al. 2011). Beberapa manfaat pemberian bahan organik adalah meningkatkan kandungan humus tanah, mengurangi pencemaran lingkungan, mengurangi pengurasan tanah yang terangkut dalam bentuk panenan dan erosi, memperbaiki sifat-sifat tanah serta memperbaiki kesehatan tanah (Swift dan Sanchez 1984).

Bahan organik tanah memainkan peranan penting dalam kesuburan tanah dan merupakan sumber hara penting bagi tanaman. Humus tanah yang merupakan komponen terbesar bahan organik tanah juga berfungsi memelihara kondisi fisik tanah secara optimum untuk pertumbuhan tanaman, kapasitas pengikatan air dan ketersediaan hara. Hal ini terkait dengan eksistensi mikrob yang terdapat dalam bahan organik tersebut. Proses utama aktivitas mikrob di dalam tanah adalah mineralisasi bahan organik tersebut. Di dalam proses dekomposisi, ion kompleks organik dalam residu dapat dimineralisasi atau dikonversi dari bentuk organik ke bentuk anorganik seperti N, P dan S (Havlin et al. 2005). Proses mediasi biologi melalui dekomposisi bahan organik oleh mikrob merupakan hal penting dalam kerangka pemeliharaan, ketersediaan hara dan siklus materi (Tremblay dan Benner 2006).

Pupuk organik mengandung unsur hara makro dan mikro namun dalam jumlah sedikit dan lambat tersedia. Pupuk organik juga mengandung asam-asam organik, hormon dan zat perangsang tumbuh yang sangat dibutuhkan tanaman dan tidak dimiliki oleh pupuk anorganik. Penggunaan pupuk organik lebih berperan dalam memperbaiki kesuburan tanah dan kualitas tanaman dibandingkan pensuplai unsur hara (Badan Litbang Pertanian 2010).

(28)

Pupuk kandang memiliki sifat alami tidak merusak tanah, menyediakan unsur hara makro (N, P, K, Ca dan S) serta unsur mikro. Selain itu, pupuk kandang juga berfungsi untuk meningkatkan daya pegang air tanah, meningkatkan aktivitas mikrobiologi, meningkatkan nilai kapasitas tukar kation serta memperbaiki struktur tanah. Dibandingkan bahan organik lain, pupuk kandang kotoran ayam memiliki kandungan unsur hara yang cukup tinggi yaitu 2.6% N, 2.9% P, dan 3.4% K (Santoso et al. 2004).

Pupuk kandang ayam mengandung unsur hara lebih tinggi dibanding pupuk kandang lainnya. Selain dapat meningkatkan produktivitas tanaman, penggunaan pupuk kandang ayam merupakan salah satu komponen budidaya tanaman yang ramah lingkungan dan memiliki pengaruh yang baik terhadap tanah melalui perbaikan fisika, biologi dan kimia tanah yang lebih baik dari pupuk kandang lainnya. Penelitian Eliyani (1999) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam 10 ton ha-1 dapat memperbaiki sifat kimia tanah yaitu meningkatkan kadar C organik tanah (1.72%), meningkatkan pH tanah berkisar antara 0.08-0.17 satuan dan meningkatkan kadar P-Bray tanah saat panen. Penelitian Susanti (2006) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam 15 ton ha-1 merupakan dosis terbaik yang menghasilkan produksi biomassa tertinggi yaitu 10.73 g bobot kering daun dan 6.36 bobot kering umbi per tanaman pada tanaman kolesom.

Pupuk kandang ayam juga dapat berfungsi sebagai carrier (pembawa) inokulan konsorsium bakteri yang dibentuk oleh strain Azospirillum, Azotobacter

dan P-Solubiliser bakteri. Pupuk kandang ayam carrier ini berfungsi sebagai biofertilizer yang mampu meningkatkan kualitas fisik, kimia, mikrobiologi dan biokimia tanah (Rivera-Cruz et al. 2008).

Pupuk hayati menjadi satu alternatif input produksi dalam budidaya tanaman, khususnya kegiatan yang menyangkut pemupukan. Biofertilizer atau pupuk hayati didefinisikan sebagai sebuah komponen yang mengandung mikrob untuk meningkatkan ketersediaan kandungan unsur hara bagi tumbuhan. Pupuk tersebut mengandung mikrob hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman. Bioteknologi berbasis mikrob dikembangkan dengan memanfaatkan peran penting bakteri. Upaya untuk meningkatkan peran mikrob tersebut melalui aplikasi ke daerah perakaran diharapkan dapat memacu pertumbuhan tanaman (Simanungkalit 2001).

(29)

Penggunaan pupuk hayati yang mengandung bakteri Azospirillum, Azotobacter, Pseudomonas dan Bacillus dapat memacu pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman khususnya pada jagung, tomat dan kentang. Pupuk hayati dapat meningkatkan ukuran tongkol, bobot biji jagung , jumlah serta bobot buah tomat. Pada tanaman kentang, penambahan pupuk hayati selain meningkatkan produksi juga dapat meningkatkan jumlah umbi berukuran besar (Hamim et al. 2007).

Aplikasi pupuk hayati menjadi pelengkap sangat baik, karena selain meningkatkan kesuburan tanah juga memacu pertumbuhan tanaman (Vessey 2003). Manfaat lain dari penggunaan pupuk hayati adalah sebagai kontrol biologi terhadap berbagai macam jenis penyakit tumbuhan. Pupuk hayati yang diaplikasikan pada proses pembibitan kacang buncis (Vigna mungo) mampu menekan munculnya penyakit busuk akar hingga 77% dan meningkatkan daya kecambah hingga 20% (Mohammad dan Hossain 2003). Komunitas mikrob dapat berperan dalam pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme, antara lain : meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara di dalam tanah, meningkatkan kemampuan bersaing dengan patogen akar (Weller et al. 2002)

Pupuk hayati merupakan inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau menfasilitasinya tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman (Suriadikarta dan Simanungkalit 2006). Salah satu faktor yang menentukan mutu suatu pupuk hayati adalah keefektifan strain-strain/spesies-spesies mikrob yang terkandung dalam pupuk hayati tersebut. Mikrob tersebut pada dasarnya diisolasi dari dalam tanah. kemudian diskrining berdasarkan sifat tertentu yang diinginkan (tanah kering, masam, dan sebagainya) selanjutnya diformulasi sebagai inokulan (Simanungkalit et al. 2006). Untuk aplikasi inokulan perlu bahan pembawa yang mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan mikroba.

Keberadaan mikrob di dalam pupuk hayati tersebut meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui penyediaan hara bagi tanah, misalnya melalui fiksasi N, atau membuat hara lebih tersedia dengan pelarutan P atau meningkatkan akses tanaman untuk mendapatkan unsur hara yang memadai. Mikrob yang diformulasikan dalam bentuk pupuk hayati menurut Vessey (2003) dikenal dengan plant growth promoting rhizobacteria (PGPR).

Pupuk hayati mengandung mikrob yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah agrolingkungan karena mikrob tersebut memiliki kemampuan untuk meningkatkan ketersediaan hara dan serapan hara, pertumbuhan tanaman dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Adesemoyo dan Kloepper 2009). Peningkatan serapan hara juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas mikrob yang terdapat dalam pupuk hayati. Peningkatan serapan hara N dipacu oleh aktivitas mikrob yang mampu mengikat N bebas yaitu Azotobacter dan

Azospirillum tanpa harus bersimbiosis dengan tanaman (Goenadi 2004).

(30)

tunggal (mengandung satu strain mikrob) dan ada yang multistrain (mengandung dua atau lebih strain mikrob).

Tidak seperti senyawa agrokimia sintesis yang fungsi dan pengaruhnya sama di berbagai kondisi dan lingkungan, mikrob memiliki tanggap yang relatif berbeda untuk tiap rentang kondisi lingkungan yang berbeda. Beragamnya kondisi lingkungan (jenis tanah, tingkat pengelolaan tanah, iklim dan jenis tanaman yang diusahakan) dengan masa pengujian yang pendek dan teknik aplikasi yang belum tepat merupakan kendala yang harus diteliti untuk keberhasilan pemanfaatan pupuk hayati ke depan (Husen et al. 2006).

Mikrob penambat N tanpa bersimbiosis dengan legume meliputi :

Azospirillum, Azotobacter, Herbaspirillum, dan Azoarcus (Saikia dan Jain 2007). Spesies-spesies Azotobacter yang telah diketahui/ dikenal antara lain: A. chroococcum. A. beijerinckii. A. paspali. A. vinelandii. A. agilis. A. insignis dan

A. macrocytogenes (Wedhastri 2002). Sedangkan mikrob pelarut fosfat di dalam tanah ada dua kelompok yaitu dari kelompok bakteri dan jamur. Pelarut P dari kelompok bakteri antara lain adalah Pseudomonas dan Bacillus, sedangkan dari kelompok fungi adalah Aspergillus dan Penicilium ( Ruhnayat 2007).

Pengikatan N oleh mikroba penambat dilakukan dengan mengubah nitrogen di atmosfer menjadi ammonia melalui enzim nitrogenase (Saikia dan Jain 2007).

Azotobacter adalah bakteri penambat nitrogen aerobik yang mampu menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi, bervariasi ± 2 – 15 mg nitrogen/g sumber karbon yang digunakan (Wedhastri 2002). Pada medium yang sesuai

Azotobacter mampu menambat 10 – 20 mg nitrogen/g gula. Azotobacter sangat sensitif pada alkalinitas, asiditas dan optimum pada pH 7-8. Ion aluminium bersifat toksik untuk Azotobacter. Hal ini merupakan hambatan utama bagi

Azotobacter yang berasal dari tanah podsolik (Isminarni et al. 2007).

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penambatan nitrogen antara lain suhu, kelembaban tanah, pH tanah, sumber karbon, cahaya dan penambatan nitrogen. Disamping itu jumlah bakteri penambat nitrogen pada perakaran, potensial redoks dan konsentrasi oksigen juga dapat mempengaruhi aktivitas penambatan nitrogen (Wedhastri 2002).

Sistem pertanian berkelanjutan sangat erat kaitannya dengan kualitas tanah sebagai tempat tumbuh tanaman. Kualitas tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk berfungsi dalam berbagai batas ekosistem untuk mendukung produktivitas biologi, mempertahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan tanaman, hewan dan manusia. Secara umum terdapat tiga makna pokok dari definisi tersebut yaitu produksi berkelanjutan yaitu kemampuan tanah untuk meningkatkan produksi dan tahan terhadap erosi, mutu lingkungan yaitu tanah diharapkan mampu untuk mengurangi pencemaran air , tanah, udara, penyakit dan kerusakan sekitarnya dan ketiga kesehatan makhluk hidup (Doran dan Parkin 1994).

(31)

Secara umum indikator kualitas tanah harus mengintegrasikan sifat kimia fisik dan biologi tanah, mudah diperoleh oleh para pengguna dan diaplikasikan pada berbagai kondisi lapangan, peka terhadap perubahan pengolahan tanah dan iklim, dapat diukur atau diprediksi di lapangan dan di laboratorium dan sedapat mungkin tersedia dalam basis data tanah. Salah satu indikator kualitas tanah adalah kandungan bahan organik tanah, selain indikator yang lain seperti sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Diambilnya bahan organik sebagai salah satu indikator yang perlu diperhatikan karena sifatnya yang sangat labil dan kandungannya berubah sangat cepat tergantung manajemen pengelolaan tanah (Blair et al. 1998). Walaupun kandungan bahan organik tanah sangat sedikit yaitu 1-5% dari berat total tanah mineral, namun pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah sangat besar. Manfaat bahan organik sudah teruji kehandalannya dalam memperbaiki kualitas tanah (Stevenson 1994).

Efektifitas Pupuk Organik dan Pupuk Hayati dalam Meningkatkan Efisiensi Pupuk Anorganik

Pengembangan pupuk anorganik berdampak positif terhadap peningkatan produksi, namun penggunaan pupuk anorganik juga berdampak negatif, seperti pencemaran lingkungan dan inefisiensi pemupukan. Dampak negatif ini disebabkan pemakaian pupuk anorganik tidak menurut aturan yang seharusnya digunakan bersama dengan pupuk organik, takarannya sesuai dengan keperluan tanaman guna mengurangi dampak negatif dari penggunaan pupuk anorganik (Badan Litbang Pertanian 2010). ammonium yang dikandung dalam pupuk urea akan mengalami oksidasi, tanaman menyerap NH4+ dalam jumlah kecil (Adiningsih 2004).

Selain N, tanaman juga membutuhkan P dan K. Fosfor umumnya diserap tanaman dalam bentuk H2PO4- dan HPO42- dimana kemasaman tanah sangat menentukan nisbah serapan H2PO4- dan HPO42-. Fosfor diserap oleh tanaman dan didistribusikan ke setiap sel dalam tanaman. Fosfor sangat berpengaruh terhadap perkembangan tanaman. Hal ini disebabkan P banyak terdapat dalam sel tanaman berupa unit nukleotida. Unsur P dapat menstimulir pertumbuhan dan perakaran tanaman, keadaan ini berhubungan dengan fungsi P dalam metabolisme sel. Dari percobaan-percobaan pada tanah yang kekurangan P, bila dipupuk P ternyata pertambahan bagian akar lebih besar jika dibandingkan dengan bagian atas tanaman (Havlin et al. 2005). Unsur P berperan dalam proses fotosintesis, respirasi, penyimpanan energi, transfer, pembelahan dan perbesaran sel serta berperan dalam pertumbuhan akar dan pucuk tanaman (Bennet 1996).

(32)

tersedia (feldspar, muskovit). Kalium dalam tanaman berperan dalam pembelahan sel, fotosintesis, translokasi gula, reduksi nitrat dan aktivitas enzim (Leiwakabessy 1998). Unsur K memegang peranan penting dalam proses membuka dan menutup stomata, transportasi unsur hara dari akar ke daun, serta proses kerja enzim pertumbuhan (Masdar 2003). Unsur K juga banyak terlibat dalam sistem selular tanaman, sistem enzimatis, ketahanan tanaman, sintesis selulosa, sintesis protein dan pengaturan pH (Amrutha et al. 2007). Apabila unsur hara esensial tersebut tidak cukup bagi tanaman maka akan berakibat rendahnya pertumbuhan dan produksi tanaman (Mendoza et al. 2009).

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/2007 merekomendasikan pengembalian bahan organik atau pemberian pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi dan kesuburan tanah, sekaligus meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik (Badan Litbang Pertanian 2010). Kandungan bahan organik di dalam tanah perlu dipertahankan agar jumlahnya tidak sampai dibawah 2 %, dan hingga sekarang pupuk organik tetap digunakan karena fungsinya belum tergantikan oleh pupuk anorganik. Beberapa manfaat pupuk organik (kompos) antara lain: mampu menyediakan unsur hara makro dan mikro walaupun dalam jumlah kecil, memperbaiki granulasi tanah berpasir dan tanah padat sehingga dapat meningkatkan kualitas aerasi, memperbaiki drainase tanah, dan meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air. Disamping itu kompos juga mengandung asam humik (humus) yang mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dan membantu meningkatkan pH pada tanah asam (Lulakis dan Petsas 1995).

Tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih terbuka dengan aerasi yang baik, relatif lebih sedikit hara yang terfiksasi mineral tanah sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar dan menjadi sumber energi mikrob tanah dalam dekomposisi dan mempercepat pelepasan hara. Pupuk anorganik tidak dapat menggantikan manfaat ganda bahan organik, namun dapat ditambahkan untuk membuat hara lebih tersedia (Sutanto 2002). Aktivitas mikrob dan daur nutrisi yang meliputi substansi bahan organik tanah berdampak terhadap ketersediaan nutrisi bagi tanaman (Havlin et al. 2005).

Pendekatan terpadu dengan menggunakan kombinasi pupuk hayati, pupuk organik dan pupuk anorganik merupakan pendekatan yang baik. Percobaaan di rumah kaca oleh Hamim et al. (2007) dengan menggunakan kombinasi antara pupuk hayati dan kompos 5 ton/ha menghasilkan bobot kering jagung pipilan tertinggi yakni 41,6 g per pot jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk hayati. Menurut Simanungkalit (2001), inokulasi kedelai dengan pupuk hayati

Bradyrhizobium japonicum pada tanah podsolik merah kuning di Tamanbogo (Lampung Tengah) menunjukkan tanpa pupuk N (Urea) tingkat efisiensinya lebih tinggi. Besarnya kenaikan hasil yang diperoleh dengan inokulasi tanpa pupuk N rata-rata 20%.

(33)
(34)
(35)

3 BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Juni 2012 di unit lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB (1200 m dpl), kecamatan Pacet, kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Analisis fisik dan kimia tanah, pupuk anorganik (Urea, SP-36 dan KCl) dilakukan di Balai Penelitian Tanah, analisis kimia pupuk organik dilakukan di Laboratorium Tanah dan Sumber Daya Lahan, analisisis biologi pupuk hayati dilakukan di Laboratorium Bioteknologi dan Lingkungan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah benih buncis mini varietas French Bean, pupuk kandang ayam petelur, pupuk kandang kambing, pupuk kandang sapi, yang digunakan dianalisis unsur haranya disajikan pada Tabel 1, pupuk Biost (Bacillus sp, Trichoderma sp, Mikroba Pelarut fosfat), pupuk Azozo (Azospirillum, Azotobacter, Fungi Pelarut Fosfat), yang digunakan dianalisis total mikrobnya disajikan pada Tabel 2, pupuk anorganik (Urea 45.81%N, SP-36 35.87%P2O5, KCl 60.56%K2O) , yang digunakan dianalisis kandungan haranya disajikan pada Tabel 3 dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah. Peralatan yang digunakan adalah peralatan tanam, peralatan laboratorium untuk analisis tanah dan peralatan untuk pengamatan seperti penggaris, jangka sorong dan timbangan.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahapan percobaan. Percobaan I yaitu pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi buncis mini. Pupuk organik dan pupuk hayati yang terbaik yang didapatkan dari percobaan I digunakan pada percobaan II. Pada percobaan II yaitu efektifitas pupuk organik dan pupuk hayati dalam meningkatkan efisiensi pupuk anorganik.

Percobaan I : Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi buncis mini

Percobaan I dilaksanakan mulai Januari sampai April 2012 di unit lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB (1200 m dpl), kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Bahan-bahan yang digunakan adalah benih buncis mini varietas French Bean, tiga jenis pupuk organik yang terdiri atas pupuk kandang ayam petelur, pupuk kandang kambing dan pupuk kandang sapi. Dua jenis pupuk hayati yang terdiri atas Biost dan Azozo. Peralatan yang digunakan adalah peralatan tanam dan peralatan yang digunakan untuk pengamatan seperti penggaris, jangka sorong dan timbangan serta peralatan yang dibutuhkan untuk analisis dan pengamatan di laboratorium.

(36)

Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan pupuk organik dan pupuk hayati yang terbaik dari beberapa jenis penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor dan 4 ulangan. Faktor I adalah Pupuk Organik yang terdiri atas 3 taraf yaitu: pupuk kandang ayam petelur (20 ton ha-1), pupuk kandang kambing (20 ton ha-1), pupuk kandang sapi ( 20 ton ha-1).

Tabel 1. Sifat kimia pupuk organik yang digunakan dalam penelitian

Keterangan : *) Analisis di lakukan di Laboratorium Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Faktor II adalah Pupuk Hayati yang terdiri atas 3 taraf yaitu : Kontrol, Biost (500 kg ha-1 ), Azozo (50 kg ha-1 ). Analisis biologi tanah pupuk hayati yang dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Lingkungan dapat dilihat pada Tabel 2. Kombinasi dari faktor pertama dan faktor kedua diperoleh 9 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang dalam 4 kelompok sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan diambil 5 tanaman sampel. Ukuran petak yang digunakan adalah 5 m x 1.5 m dan tinggi 30 cm. Jarak antar petak percobaan 50 cm, selain sebagai jalan juga untuk saluran pembuangan air (drainase). Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan uji F 5% dan apabila pengaruh perlakuan nyata maka dilakukan pengujian dengan menggunakan uji DMRT.

Jenis analisis* Jenis Pupuk Kandang

Sapi Ayam Kambing

C (%) 32.47 34.19 26.72

N (%) 1.72 2.12 1.90

Nisbah C/N 18.88 16.13 14.06

P (ppm) 1.98 2.37 1.24

K (ppm) 14.52 57.87 85.59

Ca (%) 1.17 5.30 1.37

Mg(%) 1.52 0.93 1.08

KTK (me/100g) 73.33 48.37 73.37

S (ppm) 5.63 5.64 7.94

Kadar air (%) 153.46 45.26 164.40

(37)

Tabel 2. Analisis Biologi Tanah Pupuk Hayati yang Digunakan dalam penelitian

Keterangan : *) Analisis di lakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Lingkungan , Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Pelaksanaan Percobaan

Pengolahan lahan dilakukan 2 minggu sebelum penanaman ditujukan untuk menciptakan media tanam yang ideal, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Pengolahan lahan meliputi: pembersihan rumput-rumputan, penggemburan tanah dan pembuatan parit-parit drainase.

Penelitian menggunakan dua jenis pupuk hayati yaitu Biost (Bacillus sp, Trichoderma sp, Mikroba Pelarut fosfat) dan Azozo (Azospirillum, Azotobacter,

Fungi Pelarut Fosfat). Pupuk hayati Biost diperoleh dari PT. Sitosu Agro Cemerlang Jakarta. Pembuatan pupuk hayati Azozo dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah. Isolat bakteri yang digunakan sebagai pupuk hayati adalah

Azospirillum, Azotobacter dan fungi pelarut posfat yang didapatkan dari Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Perbanyakan bakteri dilakukan dalam media spesifik, yaitu media NB (Azospirillum dan Azotobacter), media Pikovskaya cair (Fungi Pelarut Posfat). Penyiapan pupuk hayati dilakukan beberapa tahap, yaitu sterilisasi media cair dan carrier ( tanah dan arang kelapa yang dihaluskan), inokulasi, inkubasi, sentrifugasi untuk menghasilkan pupuk hayati yang sudah diperkaya dengan mikrob.

Aplikasi pemberian pupuk hayati dan pupuk kandang dilakukan pada saat seminggu sebelum tanam. Pemberian pupuk hayati dan pupuk kandang diberikan secara bersamaan dan hanya diberikan 1 kali seminggu sebelum tanam. Cara aplikasi ditebar secara merata pada setiap satuan percobaan.

(38)

Selama penelitian ini dilakukan pestisida tidak digunakan dalam pemeliharaan tanaman buncis mini. Pemeliharaan tanaman buncis mini yang dilakukan meliputi: pengguludan, penyulaman serta penyiangan. Peninggian guludan dilakukan pada saat tanaman berumur kurang lebih 20 dan 40 hari. Tujuan dari pengguludan adalah untuk memperbanyak akar, menguatkan tumbuhnya dan memelihara struktur dan keremahan tanah. Penyulaman tanaman selambat-lambatnya dilakukan seminggu setelah tanam. Penyulaman dilakukan apabila yang perlu disulam sekitar 10 - 25%. Penyiangan dilakukan pada waktu tanaman berumur 2-3 minggu setelah tanam. Pembersihan gulma dari areal tanaman buncis mini akan mengurangi serangan hama dan penyakit juga akan mempermudah proses pemanenan. Rumput-rumput liar (gulma) dicabut secara manual ataupun dibersihkan kored atau parang.

Panen sudah mulai dilakukan pada masa tanam 45 – 50 hari setelah tanam. Polong buncis mini yang dapat dipanen bila polong sudah berdiameter 0.5 mm dan memiliki panjang sekitar 10-15 cm. Pemetikan polong dilakukan secara bertahap yaitu sekitar 3-4 hari sekali. Pemetikan polong dilakukan dengan menggunakan gunting. Pada saat pemetikan, sisa tangkai polong sepanjang 1 cm sangat berguna untuk ketahanan simpan buncis mini.

Polong memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: warna polong agak muda dan suram, permukaan kulitnya agak kasar, biji dalam polong belum menonjol, dan bila polong dipatahkan akan menimbulkan bunyi letup. Panen dilakukan dengan cara memetik buncis mini dengan tangan. Pelaksanaan panen dilakukan secara bertahap, yaitu setiap 2-3 hari sekali dan dihentikan pada saat tanaman berumur lebih dari 80 hari atau 7 kali panen (Susila 2006).

Buncis mini yang telah dipetik dipindahkan ke tempat teduh dan dijauhkan dari sinar matahari untuk penyimpanan. Penyimpanan sebaiknya di tempat yang gelap dan dingin. Periode panen yang diperoleh pada penelitian ini sebanyak 10 kali panen. Penurunan produksi sudah mulai terjadi pada panen ke-7. Hal ini ditunjukkan dari jumlah polong yang dihasilkan semakin sedikit dan beberapa tanaman buncis mini sudah mati.

Pengamatan

Peubah yang diamati pada percobaan I adalah :

1. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada satuan percobaan, setiap satuan percobaan telah ditentukan sebanyak 5 tanaman sampel. Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu sekali yaitu pada saat tanaman berumur 14 HST dan 28 HST. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh pada batang utama dengan menggunakan penggaris.

2. Jumlah polong per tanaman

(39)

3. Diameter polong per tanaman (mm)

Pengukuran diameter polong dilakukan pada setiap satuan percobaan yang telah ditentukan sebanyak 5 tanaman sampel yang diberi tanda. Diameter polong per tanaman sampel pada setiap satuan percobaan dihitung selama periode panen yang dihasilkan. Pengukuran diameter polong dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.

4. Panjang polong (cm)

Pengukuran panjang polong dilakukan pada setiap satuan percobaan yang telah ditentukan sebanyak 5 tanaman sampel yang diberi tanda. Panjang polong per tanaman sampel pada setiap satuan percobaan dihitung selama periode panen yang dihasilkan. Pengukuran panjang polong diukur dari ruas pertama sampai ujung polong, dilakukan pada saat panen dengan menggunakan penggaris.

5. Bobot polong per tanaman (g)

Penimbangan bobot polong per tanaman dilakukan pada setiap satuan percobaan yang telah ditentukan sebanyak 5 tanaman sampel yang diberi tanda. Bobot polong per tanaman sampel pada setiap percobaan dihitung selama periode panen yang dihasilkan. Bobot polong per tanaman ditimbang pada saat panen dengan menggunakan timbangan.

6. Bobot polong per bedeng(g)

Penimbangan bobot polong per bedeng dilakukan pada setiap satuan percobaan. Jumlah polong yang dihasilkan dari setiap bedeng ditimbang untuk mengetahui bobot polong per satuan percobaan. Bobot polong per satuan percobaan diukur pada saat panen dengan menggunakan timbangan.

7. Bobot polong per hektar (kg)

Penimbangan bobot polong per satuan percobaan yang dihasilkan dikonversi ke ton ha-1.

Percobaan II. Efektifitas pupuk organik dan pupuk hayati dalam meningkatkan efisiensi pupuk anorganik

Percobaan II dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di

University Farm IPB, Pasir Sarongge, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Bahan-bahan yang digunakan adalah benih buncis mini varietas

French Bean, pupuk kandang ayam petelur, pupuk hayati Azozo, pupuk anorganik (Urea, SP-36, KCl) dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah. Peralatan yang digunakan adalah peralatan tanam dan peralatan yang digunakan untuk pengamatan seperti penggaris, jangka sorong dan timbangan.

(40)

dosis pupuk anorganik (75 kg Urea ha-1, 125 kg SP-36 ha-1, 90 kg KCl ha-1), 0% dosis pupuk anorganik.

Tabel 3. Kandungan Hara Pupuk anorganik yang digunakan dalam penelitian

Pupuk N P2O5 K2O

…….……….………(%)...

Urea 45.81 − −

SP-36 − 35.87 −

KCl − − 60.56

Keterangan : Analisis dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor

Kombinasi dari petak utama dan anak petak diperoleh 8 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang dalam 4 kelompok sehingga terdapat 32 satuan percobaan. Setiap petak tanaman percobaan diambil 5 tanaman sampel. Ukuran satuan percobaan yang digunakan adalah 5 m x 1.5 m dan tinggi 30 cm. Jarak antar bedengan 50 cm, selain sebagai jalan juga untuk saluran pembuangan air (drainase). Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan uji F 5% dan apabila pengaruh perlakuan nyata maka dilakukan pengujian dengan menggunakan uji kontras polinomial. Bagan percobaan dapat dilihat pada gambar lampiran 25.

Pelaksanaan Percobaan

Pengolahan lahan dilakukan 2 minggu sebelum penanaman ditujukan untuk menciptakan media tanam yang ideal, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Pengolahan lahan meliputi: pembersihan rumput-rumputan, penggemburan tanah, dan pembuatan parit-parit drainase.

Percobaan II menggunakan pupuk hayati Azozo. Pembuatan Azozo dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah. Isolat bakteri yang digunakan sebagai pupuk hayati adalah Azospirillum, Azotobacter dan fungi pelarut posfat yang didapatkan dari Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Perbanyakan bakteri dilakukan dalam media spesifik, yaitu media NB (Azospirillum dan Azotobacter), media Pikovskaya cair (Fungi Pelarut Posfat). Penyiapan pupuk hayati dilakukan beberapa tahap, yaitu sterilisasi media cair dan carrier ( tanah dan arang kelapa yang dihaluskan), inokulasi, inkubasi, sentrifugasi untuk menghasilkan pupuk hayati yang sudah diperkaya dengan mikrob.

(41)

Penanaman buncis mini varietas French Bean dilakukan dengan pola pagar atau barisan karena penanamannya dilakukan pada satuan percobaan. Biji langsung ditanam pada satuan percobaan yang telah dipersiapkan dengan jarak tanam adalah 50 cm x 25 cm. Tiap lubang tanam dapat diisi 1 butir benih dengan kedalaman sekitar 1 cm. Setelah itu lubang tanam ditutup dengan tanah.

Pupuk urea diberikan 3 kali yaitu pada saat tanam, 2 dan 4 MST. Pupuk SP-36 hanya diberikan 1 kali pada saat tanam, sedangkan pupuk KCl diberikan 3 kali yaitu pada saat tanam, 2 dan 4 MST. Pemberian pupuk KCl pada 2 dan 4 MST hanya diberikan 50% dosis. Cara aplikasi ditebar secara merata pada barisan tanaman.

Tabel 4. Perhitungan kebutuhan pupuk anorganik yang digunakan dalam penelitian

Umur Urea SP-36 KCl

Keterangan : Rekomendasi Pupuk untuk Buncis pada tanah mineral dengan tingkat kandungan P dan K sedang ( Maynard dan Hocmuth 1999)

Penelitian ini tidak menggunakan pestisida dalam pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan tanaman buncis mini yang dilakukan meliputi: pengguludan, penyulaman serta penyiangan. Peninggian guludan dilakukan pada saat tanaman berumur kurang lebih 20 dan 40 hari. Tujuan dari pengguludan adalah untuk memperbanyak akar, menguatkan tumbuhnya, dan memelihara struktur tanah. Penyulaman tanaman selambat-lambatnya dilakukan seminggu setelah tanam. Penyulaman dilakukan apabila yang perlu disulam sekitar 10 - 25%. Penyiangan dilakukan pada waktu tanaman berumur 2-3 minggu setelah tanam. Rumput-rumput liar (gulma) dicabut secara manual ataupun dibersihkan kored atau parang.

Panen sudah mulai dilakukan pada masa tanam 45 – 50 hari setelah tanam. Polong buncis mini sudah berdiameter 0.5 mm dan memiliki panjang sekitar 10 cm. Pemetikan polong dilakukan sekitar 3-4 hari sekali. Pada saat pemetikan, sisa tangkai polong sepanjang 1 cm sangat berguna untuk ketahanan simpan buncis mini.

Polong memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: warna polong agak muda dan suram, permukaan kulitnya agak kasar, biji dalam polong belum menonjol, dan bila polong dipatahkan akan menimbulkan bunyi letup. Panen dilakukan dengan cara dipetik dengan tangan. Pelaksanaan panen dilakukan secara bertahap, yaitu setiap 2-3 hari sekali dan dihentikan pada saat tanaman berumur lebih dari 80 hari atau 7 kali panen (Susila 2006).

(42)

tanaman buncis mini sehingga produksi sudah mengalami penurunan. Hal ini ditunjukkan dari jumlah polong yang dihasilkan semakin sedikit karena beberapa tanaman buncis mini sudah mati.

Pengamatan

Peubah yang diamati pada percobaan II adalah : 1. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada satuan percobaan, setiap satuan percobaan telah ditentukan sebanyak 5 tanaman sampel. Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu sekali yaitu pada saat tanaman berumur 14 HST dan 28 HST. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh pada batang utama dengan menggunakan penggaris.

2. Jumlah polong per tanaman

Perhitungan jumlah polong dilakukan pada setiap satuan percobaan yang telah ditentukan sebanyak 5 tanaman sampel yang diberi tanda. Jumlah polong per tanaman sampel pada setiap percobaan dihitung selama periode panen yang dihasilkan.

3. Diameter polong per tanaman (mm)

Pengukuran diameter polong dilakukan pada setiap satuan percobaan yang telah ditentukan sebanyak 5 tanaman sampel yang diberi tanda. Diameter polong per tanaman sampel pada setiap satuan percobaan dihitung selama periode panen yang dihasilkan. Pengukuran diameter polong dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.

4. Panjang polong (cm)

Pengukuran panjang polong dilakukan pada setiap satuan percobaan yang telah ditentukan sebanyak 5 tanaman sampel yang diberi tanda. Panjang polong per tanaman sampel pada setiap satuan percobaan dihitung selama periode panen yang dihasilkan. Pengukuran panjang polong diukur dari ruas pertama sampai ujung polong, dilakukan pada saat panen dengan menggunakan penggaris.

5. Bobot polong per tanaman (g)

Penimbangan bobot polong per tanaman dilakukan pada setiap satuan percobaan yang telah ditentukan sebanyak 5 tanaman sampel yang diberi tanda. Bobot polong per tanaman sampel pada setiap percobaan dihitung selama periode panen yang dihasilkan. Bobot polong per tanaman ditimbang pada saat panen dengan menggunakan timbangan.

6. Bobot polong per bedeng (g)

Penimbangan bobot polong per bedeng dilakukan pada setiap satuan percobaan. Jumlah polong yang dihasilkan dari setiap satuan percobaan ditimbang untuk mengetahui bobot polong per bedeng. Bobot polong per bedeng diukur pada saat panen dengan menggunakan timbangan.

7. Bobot polong per hektar (kg)

(43)

8. Total mikrob tanah (SPK/g)

Penetapan total mikrob tanah dianalisis di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Lingkungan, IPB. Contoh tanah komposit diambil dari tiap bedeng perlakuan pada 2 titik dengan kedalaman 0-10 cm. Pengambilan contoh tanah dilakukan dua kali yaitu pada saat tanam dan setelah panen. Medium yang digunakan adalah Nutrient Agar dengan metode penetapan cawan hitung.

9. Respirasi tanah (mg C-CO2/kg tnh/hari)

(44)
(45)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan I. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi buncis mini

Tinggi Tanaman

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jenis pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 28 HST tetapi jenis pupuk hayati dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 28 HST (Tabel 5). Pada 28 HST pemberian pupuk kandang ayam menghasilkan tinggi tanaman lebih tinggi yaitu 23.5 cm dan berbeda nyata dengan pemberian pupuk kandang kambing dan pupuk kandang sapi. Perlakuan pupuk kandang kambing dan pupuk kandang sapi tidak berbeda nyata.

Tabel 5. Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap tinggi

Keterangan : Angka-angka pada kolom dan faktor yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, tn = tidak nyata, * = nyata pada taraf 5%

(46)

dan pupuk kandang sapi, tetapi pemberian pupuk kandang kambing tidak berbeda nyata dengan pupuk kandang sapi.

Tanaman buncis mini membutuhkan N dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan vegetatif. Peningkatan hara yang diperoleh dari pemberian pupuk kandang ayam akan meningkatkan pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman. Kebutuhan N dalam jumlah tinggi digunakan untuk perkecambahan dan perkembangan simbiosis fiksasi N. Pada tahap berikutnya kebutuhan N dipenuhi oleh bakteri. Sejumlah nitrogen bersimbiosis bergantung pada jenis tanaman, efisiensi bakteri yang diinokulasi dan karakteristik tanah. Kecukupan hara N yang diperoleh dari aplikasi pupuk kandang ayam memberikan pertumbuhan vegetatif yang terbaik.

Menurut Havlin et al (2005) nitrogen, fosfor dan kalium merupakan unsur-unsur hara makro yang berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Secara alami, unsur-unsur hara tersebut terkandung di dalam tanah. Ketersediaan unsur hara di dalam tanah dapat ditingkatkan melalui penambahan pupuk. Nitrogen sangat berperan dalam pertumbuhan vegetatif, pembentukan asam amino, komponen sintesis enzim dan penyusun klorofil. Kalium berperan dalam proses fisiologi dan ketahanan tanaman, kontrol keseimbangan air dalam tanaman dan menjaga turgor sel, sedangkan fosfor berperan dalam penyusun ATP dan ADP (sumber energi), penyusun DNA dan sangat berperan dalam pertumbuhan akar.

Panjang Polong dan Diameter Polong

Hasil analisis statistik menunjukkan jenis pupuk organik maupun jenis pupuk hayati dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap panjang polong dan diameter polong (Tabel 6). Perlakuan pupuk kandang ayam menghasilkan panjang polong tertinggi yaitu 13.8 cm dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang kambing dan pupuk kandang sapi yaitu 13.5 cm. Perlakuan pupuk hayati Azozo menghasilkan panjang polong 14 cm dan diameter polong tertinggi 4.9 mm dibandingkan dengan pupuk hayati Biost dan tanpa pupuk hayati.

(47)

Tabel 6. Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap panjang polong dan diameter polong

Panjang Diameter

Perlakuan polong polong

(cm) (mm)

Jenis Pupuk Organik

Pupuk Kandang Ayam 13.8 4.8

Pupuk Kandang Kambing 13.5 4.9

Pupuk Kandang Sapi 13.5 4.8

Uji F tn tn

Jenis Pupuk Hayati

Tanpa Pupuk Hayati 13.6 4.8

Pupuk Hayati Biost 13.3 4.7

Pupuk Hayati Azozo 14 4.9

Uji F tn tn

Interaksi tn tn

Keterangan : Angka-angka pada kolom dan faktor yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, tn = tidak nyata

Jumlah Polong

Jumlah polong merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi potensi hasil tanaman. Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa aplikasi pupuk kandang ayam mampu meningkatkan jumlah polong buncis mini sebesar 11.8% dibandingkan dengan aplikasi pupuk kandang kambing dan 27.5% dibandingkan dengan pupuk kandang sapi. Jumlah polong pada aplikasi pupuk kandang ayam nyata lebih banyak dibandingkan dengan aplikasi pupuk kandang sapi.

(48)

Tabel 7. Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap jumlah yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, tn = tidak nyata, * = nyata pada taraf 5%

Proses penyerapan hara oleh akar tanaman yang baik akan meningkatkan produksi jumlah polong buncis mini. Penambahan bahan organik yang diaplikasikan seperti pupuk kandang akan memperbaiki struktur tanah sehingga distribusi akar lebih luas dalam mekanisme penyerapan hara.

Menurut Leclerc (2003) secara umum hara mineral diabsorbsi terutama oleh sel-sel rizoderm, khususnya rambut akar. Pada bagian akar kegiatan respirasi sangat intensif yang sangat diperlukan dalam proses penyerapan hara melalui transport aktif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah pada lahan yang ditanam buncis mini meningkatkan sistem perakaran yang baik sehingga meningkatkan ketersediaan hara yang dibutuhkan oleh buncis mini. Pupuk organik berperan penting dalam kesuburan tanah dan merupakan sumber hara penting bagi tanaman. Jenis pupuk hayati dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong buncis mini. Hal ini menunjukkan masing-masing perlakuan tidak saling berhubungan dalam mempengaruhi produksi polong buncis mini , dimana respon terhadap satu faktor tidak bergantung pada faktor lain.

Bobot Polong

(49)

Hasil analisis statistik juga menunjukkan bahwa aplikasi perlakuan pupuk kandang kambing tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk kandang sapi pada peubah amatan untuk bobot polong per bedeng dan bobot polong per hektar.

Bobot polong buncis mini per bedeng diperoleh selama 10 kali periode panen. Bobot polong buncis mini per bedeng yang dihasilkan dari perlakuan pupuk kandang ayam menunjukkan hasil tertinggi (1609 g) dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang kambing (1369 g) dan perlakuan pupuk kandang sapi (1229 g). Hal ini menunjukkan terdapat peningkatan bobot polong per bedeng sebesar 14.9% yang dihasilkan dari aplikasi perlakuan pupuk kandang ayam bila dibandingkan dengan pupuk kandang kambing. Jumlah polong merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi bobot polong yang dihasilkan.

Tabel 8. Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap bobot polong

Bobot polong

per tanaman per bedeng per hektar

Perlakuan

Keterangan : Angka-angka pada kolom dan faktor yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, tn = tidak nyata, * = nyata pada taraf 5%

(50)

memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah pada lahan yang ditanam buncis mini meningkatkan sistem perakaran yang baik sehingga meningkatkan ketersediaan hara yang dibutuhkan oleh buncis mini. Pupuk organik berperan penting dalam kesuburan tanah dan merupakan sumber hara penting bagi tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam meningkatkan proses penyerapan hara oleh akar tanaman sehingga akar tanaman buncis mini dapat menyerap air dan hara mineral karena sistem perakaran yang luas yang dapat meningkatkan proses ketersediaan hara. Hasil analisis pupuk organik (Tabel 1) juga menunjukkan bahwa kadar air pupuk kandang ayam (45.26%) lebih rendah dibandingkan pupuk kandang kambing (164.40%) dan pupuk kandang sapi (153.46%). Hal ini menunjukkan bahwa berat kering pupuk kandang ayam lebih tinggi (13.8 ton ha-1) dibandingkan dengan pupuk kandang kambing (7.6 ton ha-1) dan pupuk kandang sapi (7.9 ton ha-1).

Percobaan II. Efektifitas pupuk organik dan pupuk hayati dalam meningkatkan efisiensi pupuk anorganik

Tinggi Tanaman 14 HST

Hasil penelitian menunjukkan pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 14 HST (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam + Azozo dan pupuk anorganik belum dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman pada 14 HST.

Tabel 9. Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi empat dosis pupuk pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman 14 HST

(51)

Tabel 10. Pengaruh interaksi pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi empat dosis pupuk pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman 28 HST

Keterangan : Angka-angka pada kolom dan faktor yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, *= nyata pada taraf 5%, tn = tidak nyata, L = linier

Perlakuan tanpa pemupukan dan dosis 100% pupuk anorganik menunjukkan tinggi tanaman tertinggi (15 cm) dibandingkan dengan perlakuan peupukan lainnya. Hal ini menunjukkan tanaman buncis mini menyerap hara lebih cepat untuk pertumbuhan vegetatifnya (tinggi tanaman) dengan pemberian 100% dosis pupuk anorganik. Hal ini diduga karena sifat pupuk anorganik yang cepat tersedia dan mudah diserap oleh tanaman. Tetapi pemberian 150% dosis pupuk anorganik menurunkan tinggi tanaman buncis mini (13.3 cm). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian 150% dosis anorganik dapat menekan pertumbuhan tanaman. Menurut Wong (2009) kelebihan N dapat menyebabkan serapan hara N terganggu karena keracunan NH4+ yang berasal dari pupuk yang bersumber dari CO(NH2)2 yang diberikan.

Gambar

Tabel 1. Sifat kimia pupuk organik yang digunakan dalam penelitian
Tabel 6. Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati terhadap panjang polong dan diameter polong
Tabel 9.  Pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk hayati serta aplikasi
Gambar 1. Hubungan antara dosis pupuk anorganik dengan panjang
+3

Referensi

Dokumen terkait

Demikian sambutan yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini, semoga kita senantiasa berada dalam bimbingan dan lindungan Allah SWT, sekali lagi saya ucapkan selamat dan terima

bahwasanya saat ini beredar sms di kalangan mahasiswa dengan mengatasnamakan Direktur Poltekkes Surakarta (Satino,SKM,MSc.N) yang menginformasikan adanya dana beasiswa

Hasil wawancana akan disusun dalam bentuk catatan lapangan (field note) dan selanjutnya akan dilakukan analisis deskriptif untuk mendesain suatu model kelembagaan

Alat pemindah barang menggunakan aplikasi android berbasis Bluetooth merupakan sebuah alat yang dapat memudahkan pekerjaan manusia dalam mengangkat dan memindahkan barang

Demam berdarah merupakan salah satu penyakit menular di Provinsi Gorontalo yang penyebarannya cukup tinggi yang telah ditetapkan kasus KLB pada tahun 2014.... Demam berdarah

Operasionalisasi Variabel Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini menggunakan CDM mengacu pada Durianto 2007 maka variabel yang

Lihatlah contohnya seorang pelanggan yang merasa mendapatkan value dengan menjadi anggota klub kebugaran, atau seorang jutawan yang mau membeli tiket layanan khusus (VIP) agar

1) Mendorong pencuri untuk jera tidak mencuri lagi setelah merasakan sendiri efek dari matakao pada tanaman, hewan ternak atau barang yang telah