• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyesuaian Diri Penderita Komplikasi Diabetes Mellitus Setelah Amputasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyesuaian Diri Penderita Komplikasi Diabetes Mellitus Setelah Amputasi"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

PENYESUAIAN DIRI PENDERITA KOMPLIKASI DIABETES

MELLITUS SETELAH AMPUTASI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

CAHYANTI MANDASARI HASIBUAN

041301047

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Penyesuaian Diri Penderita Komplikasi Diabetes Mellitus Setelah Amputasi adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari karya orang lain, telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juni 2010

(3)

Penyesuaian Diri Penderita Komplikasi Diabetes Mellitus Setelah Amputasi Cahyanti Mandasari Hasibuan dan Rodiatul Hassanah Siregar, M.Si

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang penyesuaian diri penderita komplikasi diabetes mellitus setelah amputasi. Mengingat betapa pentingnya melakukan penyesuaian diri bagi penderita komplikasi diabetes mellitus karena terjadi perubahan-perubahan dalam kehidupannya setelah melakukan amputasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif agar dapat memahami penghayatan subjektif yang dirasakan oleh subjek. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak dua orang dengan karakteristik individu yang menderita komplikasi diabetes mellitus yang sudah diamputasi dan berdomisili di Medan. Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan teknik berdasarkan teori / konstruk operasional (theory-based / operational construct sampling). Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in-depth interviewing)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek I menunjukkan gambaran penyesuaian diri yang efektif, karena memiliki lima karakteristik penyesuaian diri yang efektif. Sedangkan subjek II tidak menunjukkan gambaran penyesuaian diri yang efektif, karena hanya memiliki tiga karakteristik penyesuaian diri yang efektif. Saran bagi penderita komplikasi diabetes mellitus setelah amputasi agar melakukan penyesuaian diri dengan segala perubahan-perubahan yang terjadi di dalam kehidupannya, dapat berfikir positif tentang kondisinya, melakukan pendekatan spiritual kepada Tuhan, dan mengembangkan cara untuk mengatasi stres yang mungkin terjadi dalam kehidupannya. Saran bagi pihak keluarga adalah dapat memberikan dukungan baik moril dan materil, dapat merawat dengan baik, menerima kondisi mereka yang sudah diamputasi guna membantu penderita komplikasi diabetes mellitus menyesuaikan diri setelah diamputasi.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT., berkat hidayah dan curahan kasih sayang-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penyesuaian Diri Penderita Komplikasi Diabetes Mellitus Setelah Amputasi.” Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah SAW. serta orang-orang yang beriman di jalan-Nya.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada ibunda tercinta (Hj. Supiaty Silalahi) dan ayahanda tersayang (H. Muchtar Hasibuan) atas segala do’a, dukungan dan kasih sayangnya dalam membimbing penulis selama ini. Semoga ALLAH SWT selalu mencurahkan kebahagiaan kepada keduanya, di dunia maupun di akhirat. Kepada abang dan kakak-kakakku (Iskandar Zulkarnain Hasibuan, SP., Susanti Andiana Hasibuan, SE., dan Elvina Sari Hasibuan, SKM) penulis ucapkan terima kasih banyak atas segala perhatian dan dukungannya. Semoga kita bisa memberi yang terbaik untuk kedua orangtua tercinta. Amin.

Terselesaikannya proposal penelitian ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. dr. Chairul Yoel, Sp. A(K)., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara.

(5)

Semoga Allah SWT selalu membalas setiap kebaikan ibu dengan pahala yang melimpah. Amin.

3. Ibu Eka Ervika, M.Si., psi., M. Si, selaku dosen penguji I dan Ibu Juliana Irmayanti Saragih, M. Si, selaku dosen penguji III. Terima kasih penulis ucapkan atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis.

4. Ibu Hasnida, M. Si, dan Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog. sebagai dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas nasihat dan bimbingan yang ibu berikan selama penulis kuliah di fakultas psikologi USU. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan ibu selama ini dengan yang terbaik. Amin.

5. Kepada kedua subjek penelitian yang telah bersedia membantu penulis untuk melakukan penelitian. Terima kasih atas waktu dan kerjasamanya selama penelitian ini berlangsung. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan ibu selama ini dengan yang terbaik.

6. Kepada semua pihak di klinik Medan Baru Medical Centre (MBMC) yang sudah memberikan izin kepada penulis untuk memberikan informasi tentang subjek penelitian.

7. Ibu Etti Rahmawati, M. Si., dan Ibu Dra. Sri Supriyantini, M. Psi., yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan, saran dan ilmunya pada penulis. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan ibu dengan Jannah-Nya. Amin.

(6)

9. Seluruh Staf Pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumtera Utara. Bapak Aswan, Bapak Iskandar, Kak Ari, Kak Devi, Kak Elli, dan Bang Ali yang telah banyak membantu penulis khususnya dalam hal administrasi.

10.Sepupuku tersayang, Zizi, Tika, Tanti, Afdhi, Fauzan, terima kasih atas semangat, dukungan dan do’anya selama ini. Untuk keponakan-keponakanku yang lucu dan imut yang selalu menghibur penulis saat sedang sedih. Semoga kalian menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Amin.

11.Sahabat – sahabat penulis Yunita Zahra, Anita Zahra, Misbah Usmar, Hartika Pratiwi, Maeri, dan Dwi Ifah dalam setiap canda tawa dan suka duka yang kita lalui bersama. Penulis tidak akan melupakan setiap waktu yang kita lalui semoga tetap semangat, sukses selalu dan kita tetap bisa menjaga persahabatan kita. Penulis merasa bersyukur dan bangga punya sahabat seperti kalian.

12.Sahabat - sahabat senasib seperjuangan, Rahmi Fajriah, Hilmayani, Selvida Arif, Dara Nurfitri, dan teman – teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga tetap semangat. Semoga Allah SWT akan memberikan kemudahan – kemudahan kepada kita semua. Terima kasih atas bantuan, masukan dan semangatnya.

13.Buat Abah, Umi, kak Rida, dan kak Ilma yang selalu memberikan semangat dan doanya kepada penulis. Terima kasih. Semoga Allah SWT selalu membalas setiap kebaikan dengan pahala yang melimpah. Amin.

(7)

hari – hari penulis lebih berwarna, selalu mendukung penulis dan membuat penulis semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita tetap bisa saling mendukung dan bersama – sama dalam setiap langkah yang kita lalui. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik buat kita. Amin.

15.Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari semua pihak guna penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Medan, Juni 2010

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ...viii

BAB I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Perumusan Masalah ...10

C. Tujuan Penelitian...10

D. Manfaat Penelitian...10

1. Manfaat Teoritis ...10

2. Manfaat Praktis ...11

E. Sistematika Penulisan ...11

BAB II. LANDASAN TEORI ...13

A. Diabetes Mellitus...13

1. Definisi Diabetes Mellitus...13

2. Faktor-faktor Penyebab Diabetes Mellitus...14

3. Komplikasi Diabetes Mellitus...15

4. Komplikasi diabetes Mellitus Neuropathy (Kerusakan Saraf)...20

B. Penyesuaian Diri...22

(9)

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian

Diri...23

3. Karakteristik Penyesuaian Diri yang Efektif...24

C. Penyesuaian Diri Penderita Komplikasi Diabetes Mellitus setelah Amputasi...26

BAB III. METODE PENELITIAN ...31

A. Pendekatan Kualitatif... 31

B. Subjek Penelitian dan Lokasi ...32

1. Subjek penelitian ...32

a. Karakteristik subjek...32

b. Jumlah subjek ...32

c. Prosedur pengambilan subjek...33

2. Lokasi penelitian...34

C. Metode Pengumpulan Data...34

1. Wawancara ... 34

D. Alat Bantu Pengumpulan data ...36

1. Alat Perekam (tape recorder)...36

2. Pedoman Wawancara ...36

E. Lembar Observasi Subjek...36

F. Kredibilitas Penelitian...37

G. Prosedur Penelitian...38

1. Tahap Persiapan Penelitian...38

(10)

3. Tahap Pencatatan Data...42

H. Teknik dan Proses Pengolahan Data...43

BAB IV. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI...46

A. Subjek I...46

1. Analisa data...46.

2. Data wawancara ...49

3. Interpretasi Data...79

B. Subjek II...88

1. Analisa Data...88

2. Data wawancara...90

3. Interpretasi Data...110

C. Pembahasan……….………..121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...125

A. KESIMPULAN ...125

B. SARAN ...126

1. Saran Praktis...126

2. Saran Penelitian Selanjutnya...126

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Wawancara Subjek I... 41

Tabel 2. Jadwal Pelaksanaan Wawancara Subjek II ... ... 41

Tabel 3. Gambaran Umum Subjek I... 46

Tabel 4. Waktu Wawancara Subjek I... 50

Tabel 5. Gambaran Penyesuaian Diri Subjek I... 86

Tabel 6. Gambaran Umum Subjek II... 88

Tabel 7. Waktu Wawancara Subjek II... 90

Tabel 8. Gambaran Penyesuaian Diri Subjek II... 116

(12)

Penyesuaian Diri Penderita Komplikasi Diabetes Mellitus Setelah Amputasi Cahyanti Mandasari Hasibuan dan Rodiatul Hassanah Siregar, M.Si

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang penyesuaian diri penderita komplikasi diabetes mellitus setelah amputasi. Mengingat betapa pentingnya melakukan penyesuaian diri bagi penderita komplikasi diabetes mellitus karena terjadi perubahan-perubahan dalam kehidupannya setelah melakukan amputasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif agar dapat memahami penghayatan subjektif yang dirasakan oleh subjek. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak dua orang dengan karakteristik individu yang menderita komplikasi diabetes mellitus yang sudah diamputasi dan berdomisili di Medan. Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan teknik berdasarkan teori / konstruk operasional (theory-based / operational construct sampling). Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in-depth interviewing)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek I menunjukkan gambaran penyesuaian diri yang efektif, karena memiliki lima karakteristik penyesuaian diri yang efektif. Sedangkan subjek II tidak menunjukkan gambaran penyesuaian diri yang efektif, karena hanya memiliki tiga karakteristik penyesuaian diri yang efektif. Saran bagi penderita komplikasi diabetes mellitus setelah amputasi agar melakukan penyesuaian diri dengan segala perubahan-perubahan yang terjadi di dalam kehidupannya, dapat berfikir positif tentang kondisinya, melakukan pendekatan spiritual kepada Tuhan, dan mengembangkan cara untuk mengatasi stres yang mungkin terjadi dalam kehidupannya. Saran bagi pihak keluarga adalah dapat memberikan dukungan baik moril dan materil, dapat merawat dengan baik, menerima kondisi mereka yang sudah diamputasi guna membantu penderita komplikasi diabetes mellitus menyesuaikan diri setelah diamputasi.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

ditemukan pada abad ke 21 ini (Tandra, 2007). Diabetes disebut juga dengan istilah diabetes mellitus, kencing manis, ataupun penyakit gula. Diabetes mellitus merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Johnson, 1998).

Laporan statistik dari International Diabetes Federation / IDF (2005) menyebutkan, bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Dengan demikian, jumlah penderita diabetes diperkirakan akan mencapai 350 juta pada tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut berada di Asia, terutama di India, Cina, Pakistan, dan Indonesia. Diabetes juga telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh diabetes (Tandra, 2008). Peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus menunjukkan bahwa pentingnya upaya pencegahan agar penyakit ini tidak menjadi semakin parah dan dapat mengurangi risiko kematian.

(14)

yang multikompleks, antara lain kebiasaan hidup dan lingkungan. Orang yang tubuhnya membawa gen diabetes, belum tentu akan menderita penyakit gula, karena masih ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini pada seseorang, yaitu antara lain makan yang berlebihan / kegemukan, kurang gerak atau jarang berolah raga, dan kehamilan.

Seseorang yang memiliki faktor risiko timbulnya penyakit diabetes, ketika menderita diabetes akan mengalami beberapa rasa sakit yang khas yang menandakan bahwa ia menderita diabetes. Tedjapranata (2007) menyebutkan bahwa ada beberapa rasa sakit yang khas yang dialami oleh penderita diabetes diantaranya adalah cepat lelah, merasa lemas sepanjang hari, sering merasa lapar meskipun sudah banyak makan, mata menjadi semakin rabun, kaki dan tungkai terasa pegal dan nyeri bahkan mati rasa. Menurut Johnson (1998) penderita diabetes juga merasakan gatal-gatal pada kemaluan, sering infeksi pada kulit, gusi

dan kandung kencing yang lambat sembuh serta adanya mual dan muntah.

Diabetes termasuk penyakit yang serius dan dapat menyerang siapa saja.

(15)

Tandra (2007) mengemukakan bahwa selama bertahun-tahun penderita hidup dengan diabetes akan memungkinkan munculnya berbagai kerusakan atau komplikasi pada penderitanya. Lebih rumit lagi diabetes tidak menyerang satu alat tubuh saja, tetapi dapat menyerang beberapa alat tubuh sekaligus dan dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang dapat diidap bersamaan dalam satu tubuh (Ranakusuma, 1987).

Diabetes merupakan suatu penyakit yang memiliki komplikasi

(menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang kronis. Menurut Tandra (2007) komplikasi diabetes yang kronis tersebut yaitu, kerusakan saraf (neuropathy), kerusakan ginjal (nephropathy), kerusakan mata (retinopathy), penyakit jantung, hipertensi, penyakit pembuluh darah perifer, gangguan pada hati, penyakit paru-paru, gangguan saluran makan, dan infeksi.

(16)

Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena (Tandra, 2007).

Gejala neuropati diabetik bisa bermacam-macam. Kerusakan saraf yang mengontrol otot akan menyebabkan kelemahan otot sampai membuat penderita tidak bisa jalan. Gangguan saraf otonom dapat mempercepat denyut jantung dan membuat muncul banyak keringat. Pada pria, bisa menimbulkan impotensi. Kerusakan saraf perasa dapat menyebabkan penderita tidak bisa merasakan nyeri, panas, dingin, atau meraba. Kerusakan saraf sensoris atau perasa biasanya terjadi pada kaki, kadang-kadang juga pada tangan dan lengan. Penderita bisa merasakan kram, kesemutan, rasa tebal, atau rasa nyeri. Ada pula rasa nyeri seperti terbakar,

bahkan rasa nyeri yang hebat pada malam hari. Gejala-gejala ini dapat berubah-ubah, biasanya pada ujung jari kaki atau tangan dan akan menjalar naik ke atas (Tandra, 2007).

(17)

ulcer. Bila tidak diobati dengan baik, bisa timbul infeksi, yang lama kelamaan

bisa menjalar ke tulang dan terjadi osteomielitis (infeksi dan kerusakan tulang). Penderita neuropati yang mengalami luka pada kaki, sebaiknya memeriksakan lukanya ke dokter. Menurut Tandra (2007), dokter dapat melakukan sejumlah tes untuk mengetahui adanya gangguan saraf pada kaki. Bila terjadi kerusakan saraf pada kaki, penderita tidak dapat merasakan adanya tusukan paku atau jarum atau panas api, dan lain-lain. Hal ini bisa menimbulkan luka dan infeksi yang terkadang dapat berakibat buruk pada kaki, bahkan sampai perlu diambil tindakan amputasi. Neuropati merupakan satu-satunya komplikasi diabetes yang dapat membuat penderitanya harus melakukan amputasi. Terutama

pada kaki yang luka dan sudah infeksi, karena sudah terjadi kerusakan saraf di kaki.

(18)

Amputasi merupakan hal yang paling menakutkan bagi para penderita diabetes. Angka amputasi akibat diabetes masih tinggi sedangkan biaya

pengobatan juga sangat tinggi, dan sering tidak terjangkau oleh masyarakat umum Waspadji (2008) menambahkan jumlah penyandang diabetes di Indonesia yang harus menjalani amputasi jumlahnya sekitar 25% dari seluruh pasien yang dirawat karena kakinya bermasalah.

Menurut Johnson (1998), komplikasi yang menuntut amputasi menyebabkan kehilangan besar bagi seseorang. Seseorang yang harus diamputasi kakinya, kehilangan lebih dari sekedar kakinya saja. Mungkin juga akan kehilangan pekerjaan dan pendapatannya. Orang tersebut akan kehilangan kebebasannya untuk bergerak dan mungkin juga kemerdekaannya. Mungkin juga orang tersebut akan kehilangan banyak kualitas hidup dan kesenangan dalam hidup. Hal tersebut dapat dilihat dari komunikasi personal dengan penderita diabetes yang melakukan amputasi kaki berikut ini :

“Ya kata dokter karena udah kena komplikasi la makanya kaki ibu sampai diamputasi. Katanya kaki ibu sarafnya udah rusak dan sarafnya nggak bisa bagus lagi. Terus diamputasi sampai bawah lutut. Karena sarafnya yang rusak sampai ke bawah lutut.”.

(Komunikasi personal, 10 Januari 2010)

“Pekerjaan ibu dulunya pegawai swasta. Ya lumayan la bantu-bantu bapak. Tapi karena sakit gula terus sampai diamputasi gini, ya...mau nggak mau ibu nggak kerja lagi. Karena ibu nggak bisa lagi melakukan pekerjaan ibu seperti biasa. Ya...terasa juga karena ibu udah nggak kerja lagi. Ya ekonomi, cuma mengharapkan dari bapak dan anak-anak aja. Kalau sekarang ibu ya di rumah aja la.”

(Komunikasi personal, 28 Februari 2010)

(19)

susah, sedih, cemas, marah, malu, terhina, rendah diri, putus asa, hampa, dan tidak bermakna serta penghayatan-penghayatan yang tidak menyenangkan lainnya. Seorang penderita diabetes yang telah diamputasi mengaku, kondisinya yang tidak bisa berjalan dan selalu menyusahkan orang membuatnya malu dan merasa tidak berguna, namun ia menyadari bahwa ia tidak boleh berlama-lama seperti ini. Ia sadar ia harus menerima kenyataan fisiknya, namun ia mengatakan bahwa semuanya membutuhkan waktu (dalam Hasibuan, 2009). Hal tersebut dapat dilihat dari komunikasi personal dengan penderita diabetes yang melakukan amputasi kaki berikut ini :

“Ya awalnya setelah diamputasi, ya sedih la kan. Siapa yang nggak sedih udah jadi cacat gini. Ya sedih, cemas, tertekan, stres, nggak berguna, bisanya cuma nyusahin aja. Wah...tertekan la nak. Semua itu kan butuh waktu sampai ibu bisa nerima kondisi ibu yang sekarang. Nggak mudah sampai kepada nerima. Ibu aja membutuhkan waktu yang lama”.

(Komunikasi personal, 10 Januari 2010)

(20)

Keputusasaan dan krisis psikologis yang dialami penderita komplikasi diabetes yang kakinya diamputasi akan menjadi suatu pengalaman hidup yang

traumatis, sehingga akan membuat penderita diabetes melakukan penyesuaian diri terhadap pengalaman tersebut. Kubler-Ross (dalam Santrock, 1997) menyatakan, dalam melakukan penyesuaian diri terhadap pengalaman hidup yang traumatis, individu akan melalui beberapa tahapan. Individu yang mengalami suatu pengalaman hidup yang traumatis, awalnya ia akan mengalami denial, yaitu suatu tahap yang di dalamnya individu secara sadar ataupun tidak, menolak realita yang ada. Tahap selanjutnya adalah anger, tahap yang didalamnya individu yang mengalami kemarahan terhadap fakta yang terjadi. Kemarahan ini dapat ditujukan kepada siapa saja, apakah dirinya sendiri, orang-orang sekitar yang dekat dengannya, dan bahkan Tuhan. Tahap selanjutnya adalah bargaining. Dimana pada tahap ini individu mencoba untuk melakukan tawar-menawar dan negosiasi untuk berkompromi dengan kenyataan. Selanjutnya individu akan mengalami tahap depression. Tahap ini ditandai dengan adanya kesedihan dan ketakutan yang mendalam, hadirnya perasaan akan adanya ketidakpastian, dan adanya penyesalan. Individu yang memasuki tahap ini sebenarnya sudah mulai menerima kenyataan yang ada, dan rasa sedih yang timbul sesungguhnya adalah usaha untuk memisahkan diri dari orang-orang yang dicintai. Tahap terakhir adalah acceptance. Tahap ini ditandai dengan adanya penerimaan terhadap kenyataan

secara objektif.

(21)

sifatnya relatif pada tiap-tiap orang. Semua itu tergantung dari bagaimana penderita komplikasi diabetes melakukan penyesuaian diri terhadap pengalaman hidup yang dihadapinya.

Menurut Schneiders (1964) penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustrasi, konflik-konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Hal tersebut dapat dilihat dari komunikasi personal dengan penderita diabetes yang melakukan amputasi berikut ini :

” Ya...karena ibu udah cacat gini, ya ibu terima aja apa yang udah terjadi sama kaki ibu ini. Ya mau diapain lagi. Orang udah dipotong kok. Toh mau sedih atau nangis kayak mana pun, kaki ibu nggak bisa balik lagi. Memang kalau ibu mau nangis, ya ibu nangis sekuat-kutnya. Ibu nggak peduli sama orang yang di rumah. Karena abis nangis, rasanya dada ibu ini plong. Ya kayak gitu la cara ibu kalau lagi emosi. Karena emosi ini kadang nggak ada sebabnya. Ya tiba-tiba aja datangnya. Ya sekarang ibu pakek kaki palsu aja la. Yang pasti udah nggak kayak kaki asli la kan. Yang penting masih bisa jalan walaupun pelan-pelan dan ibu nggak mau nyusahkan anak-anak ibu”. (Komunikasi personal, 10 Januari 2010)

Berdasarkan komunikasi personal dengan penderita komplikasi diabetes mellitus yang kakinya sudah diamputasi, diketahui bahwa terjadi perubahan dalam

(22)

Berdasarkan berbagai macam perubahan yang terjadi dalam hidup penderita komplikasi diabetes mellitus setelah diamputasi dan penyesuaian dirinya terhadap perubahan-perubahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana penyesuaian diri penderita komplikasi diabetes mellitus setelah diamputasi.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitian yang akan dijawab melalui penelitian ini, yaitu : ”Bagaimanakah penyesuaian diri penderita diabetes mellitus setelah amputasi?.”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran penyesuaian diri penderita diabetes mellitus setelah amputasi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis Penelitian

(23)

khususnya psikologi klinis, dan dapat dijadikan sebagai bahan penunjang untuk penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, dapat membantu penderita diabetes, khususnya orang yang diamputasi karena diabetes, agar melakukan penyesuaian diri dengan segala perubahan yang terjadi dalam kehidupannya.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan pemahaman bagi keluarga, masyarakat dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang kesehatan tentang bagaimana penyesuaian diri penderita diabetes setelah diamputasi, sehingga dapat membantu penderita diabetes

menyesuaikan dirinya dengan segala perubahan yang terjadi dalam kehidupannya.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penelitian sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab I berisi latar belakang masalah, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI

(24)

penyebab diabetes mellitus, komplikasi diabetes mellitus, komplikasi diabetes mellitus neuropathy (kerusakan saraf), dan teori tentang penyesuaian diri yang terdiri dari definisi, faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, karakteristik penyesuaian diri yang efektif, dan penyesuaian diri penderita diabetes mellitus yang mengalami amputasi.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab III menjelaskan tentang alasan digunakannya pendekatan kualitatif, metode pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, subjek penelitian, prosedur penelitian dan prosedur analisis data.

BAB IV: ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

Bab IV mendeskripsikan data responden, analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dan pembahasan data-data penelitian sesuai dengan teori yang relevan.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Diabetes Mellitus

1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Johnson, 1998). Diabetes mellitus (DM) adalah keadaan di mana kadar gula darah tinggi melebihi kadar

gula normal dan biasanya disertai berbagai kelainan metabolisme akibat gangguan hormonal dalam tubuh (Hariwijaya dan Sutanto, 2007).

Subekti (2004) menambahkan bahwa penyakit diabetes mellitus atau penyakit kencing manis adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula atau glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Menurut American Diabetes Association (ADA) DM merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Soegondo, 2004).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus adalah suatu keadaan di mana terjadinya peningkatan kadar gula dalam

(26)

2. Faktor-Faktor Penyebab Diabetes Mellitus

Menurut Johnson (1998) ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya diabetes mellitus, yaitu :

a. Genetika

Genetika merupakan faktor utama penyebab terjadinya diabetes mellitus, jika ada seorang anggota keluarga yang menderita diabetes, ada kemungkinan anggota keluarga yang lain akan menderita diabetes juga. b. Kelebihan berat badan

Ada banyak bukti bahwa obesitas bisa menyebabkan diabetes. Insulin tidak bisa bekerja dengan sempurna bila tubuh mempunyai kelebihan lemak, sehingga kelebihan berat badan akan bisa memicu terjadinya diabetes.

c. Kurang olah raga

Kurangnya olah raga diperkirakan sebagai penyebab 10-16 % kasus diabetes.

d. Penyebab geografis

Industrialisasi dan dampak yang ditimbulkan dalam masyarakat bisa menjadi suatu penyebab terjadinya diabetes.

e. Latar belakang ras dan etnis

Kelompok ras dan penduduk tertentu mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita penyakit diabetes.

(27)

yang multikompleks, antara lain kebiasaan hidup dan lingkungan. Orang yang tubuhnya membawa gen diabetes, belum tentu akan menderita penyakit gula, karena masih ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini pada seseorang, yaitu antara lain makan yang berlebihan / kegemukan, kurang gerak atau jarang berolah raga, dan kehamilan.

Berdasarkan dari beberapa tokoh di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab timbulnya diabetes mellitus adalah genetika, kelebihan berat badan (obesitas), kurang olahraga, pengaruh geografis, latar belakang ras dan etnis, kehamilan, kebiasaan hidup dan lingkungan.

3. Komplikasi Diabetes Mellitus

Sejak ditemukan banyak obat untuk menurunkan glukosa darah, terutama setelah ditemukannya insulin, angka kematian penderita diabetes akibat komplikasi akut bisa menurun drastis. Kelangsungan hidup penderita diabetes lebih panjang dan diabetes dapat dikontrol lebih lama (Tandra, 2007).

Tandra (2007) mengemukakan bahwa selama bertahun-tahun penderita hidup dengan diabetes dan dapat memungkinkan munculnya berbagai kerusakan atau komplikasi yang kronis pada penderitanya. Komplikasi kronis tersebut yaitu :

a. Kerusakan saraf (Neuropathy)

(28)

tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (diabetic neuropathy). Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena.

b. Kerusakan ginjal (Nephropathy)

(29)

c. Kerusakan mata (Retinopathy)

Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu (1) retinopati, retina mendapatkn makanan dari banyak

pembuluh darah kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina; (2) katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi; dan (3) glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola matasehingg merusak saraf mata.

d. Penyakit jantung

Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan

penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian mendadak bisa terjadi.

e. Hipertensi

(30)

f. Penyakit pembuluh darah perifer

Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang dinamakan Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping diikuti gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh, pasien biasanya sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.

g. Gangguan pada hati

Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula bisa bisa mengalami kerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa terganggu akibat penyakit diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes, penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus menjauhi orang yang sakit hepatitis karena mudah tertular

(31)

Kelainan ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya.

h. Penyakit paru-paru

Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberkulosis paru-paru dibandingkan orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosio-ekonomi cukup. Diabetes memperberat infeksi paru-paru, demikian pula sakit paru-paru akan menaikkan glukosa darah.

i. Gangguan saluran makan

Gangguan saluran makan pada penderita diabetes disebabkan karena kontrol glukosa darah yang tidak baik, serta gngguan saraf otonom yang mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan, sampai pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual, bahkan muntah dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat pemakaian obat-obatan yang diminum.

j. Infeksi

(32)

glukosa darah yang tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita terhadap adanya infeksi.

4. Komplikasi Diabetes Mellitus Neuropathy (Kerusakan Saraf)

Tandra (2007) mengatakan bahwa neuropathy (kerusakan saraf) merupakan komplikasi diabetes yang paling sering terjadi. Hal ini dikarenakan sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan sum-sum tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta susunan saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (diabetic neuropathy).

Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf, saraf mana yang terkena (Tandra, 2007).

(33)

Seringkali penderita diabetes datang pertama untuk keluhan saraf ini, dan setelah diperiksa oleh dokter, baru diketahui bahwa ia ternyata mengidap diabetes.

Ada beberapa penyakit yang menimbulkan keluhan yang mirip sekali dengan neuropati perifer, misalnya pada anemia pernisiosa (sel darah merah kurang karena usus tidak dapat menyerap vitamin B12), gagal ginjal, keracunan bahan kimia, atau pada pecandu alkohol. Perlu diingat bahwa alkohol dapat memperburuk neuropati akibat diabetes. Penyakit saraf lain yang disebut carpal tunnel syndrome, gangguan pada telapak tangan, mempunyai kemiripan dengan

neuropati perifer. Dokter saraf dapat melakukan tes untuk memeriksa dan membedakannya (Tandra, 2007).

Gejala neuropati diabetik bisa bermacam-macam. Kerusakan saraf yang mengontrol otot akan menyebabkan kelemahan otot sampai membuat penderita tidak bisa jalan. Gangguan saraf otonom dapat mempercepat denyut jantung dan membuat muncul banyak keringat. Pada pria, bisa menimbulkan impotensi. Kerusakan saraf perasa dapat menyebabkan penderita tidak bisa merasakan nyeri, panas, dingin, atau meraba. Kerusakan saraf sensoris atau perasa biasanya terjadi pada kaki, kadang-kadang juga pada tangan dan lengan. Penderita bisa merasakan kram, kesemutan, rasa tebal, atau rasa nyeri. Ada pula rasa nyeri seperti terbakar,

bahkan rasa nyeri yang hebat pada malam hari. Gejala-gejala ini dapat berubah-ubah, biasanya pada ujung jari kaki atau tangan dan akan menjalar naik ke atas (Tandra, 2007).

(34)

penderita tidak tahu bahwa ada infeksi. Misalnya, bila kaki terinjak benda tajam atau ukuran sepatu terlalu kecil dapat membuat penderita tidak bisa merasakan apa-apa. Mungkin ada goresan kecil, luka, atau bisa jadi infeksi. Itu sebabnya neuropati, terutama jika kaki terasa tebal, sangat berisiko mengakibatkan munculnya ulkus (borok) kaki, yang disebut neuropathic foot ulcer. Bila tidak diobati dengan baik, bisa timbul infeksi, yang lama kelamaan bisa menjalar ke tulang dan terjadi osteomielitis (infeksi dan kerusakan tulang).

Penderita neuropati yang mengalami luka pada kaki, sebaiknya memeriksakan lukanya ke dokter. Menurut Tandra (2007), dokter dapat melakukan sejumlah tes untuk mengetahui adanya gangguan saraf pada kaki. Bila terjadi kerusakan saraf pada kaki, penderita tidak dapat merasakan adanya tusukan paku atau jarum atau panas api, dan lain-lain. Hal ini bisa menimbulkan luka dan infeksi yang terkadang dapat berakibat buruk pada kaki, bahkan sampai perlu diambil tindakan amputasi.

B. Penyesuaian Diri

1. Definisi Penyesuaian Diri

(35)

Grasha & Kirschenbaum (1980) memandang penyesuaian diri sebagai usaha individu untuk menyeimbangkan antara kemampuan yang dimiliki dengan tuntutan lingkungannya. Kemampuan tersebut terbentuk melalui proses belajar dan pengalaman, dimana kedua hal tersebut berkaitan dengan mengatasi masalah yang terjadi dalam lingkungan individu yang bersangkutan.

Berkaitan dengan penyesuaian diri sebagai suatu proses dan hasil, maka Haber & Runyon (1984) menyebutkan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dan bukan merupakan keadaan yang statis, maka efektivitas dari penyesuaian diri ditandai dengan seberapa baik individu mampu manghadapi situasi dan kondisi yang selalu berubah.

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses kemampuan individu untuk bereaksi terhadap adanya tuntutan yang dibebankan kepadanya yang ditandai dengan seberapa baik individu mampu menghadapi situasi dan kondisi yang selalu berubah.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Menurut Calhoun & Accocella (1990) ada 2 faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seseorang :

a. Situasi

(36)

b. Nilai

Penilaian apakah seseorang dapat menyesuaikan diri dengan baik tergantung tidak hanya dari situasi saja, namun juga dari penilaian dan pemikiran tentang bagaimana seseorang seharusnya berperilaku. Tiap penilaian mencerminkan nilai-nilai diri.

3. Karakteristik Penyesuaian Diri yang Efektif

Haber & Runyon (1984) menguraikan beberapa karakteristik individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dan dianggap sebagai hasil yang positif dari penyesuaian diri, yaitu :

a. Memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas

(37)

b. Mampu mengatasi atau menangani stres dan kecemasan

Individu tidak dapat selalu memenuhi suatu kebutuhan dengan segera, karena itu individu harus belajar untuk dapat bertoleransi terhadap pemenuhan kebutuhan. Individu yang dapat mengatasi hal tersebut maka akan memiliki penyesuaian diri yang baik karena ia mampu mengatasi masalah dan konflik yang ada dalam diri sendiri.

c. Memiliki citra diri (self image) yang positif

Penyesuaian diri yang baik ditunjukkan dengan citra diri yang positif. Citra diri yang positif menyebabkan individu tidak kehilangan pandangan tentang kenyataan diri sendiri. Individu harus mau mengakui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki. Individu juga harus mendasarkan persepsi dirinya dengan pandangan tentang seberapa dekatkah ia dengan orang lain dan cara orang lain memperlakukannya.

d. Mampu mengekspresikan perasaan

(38)

e. Memiliki hubungan antar pribadi yang baik

Setiap orang pasti tidak ingin hidup sendiri, karena itu individu mencari kepuasan dengan berhubungan dengan orang lain dan menghabiskan banyak waktu bersama dengan orang lain. Tingkat keterlibatan setiap orang dengan orang lain bervariasi, dimulai dari orang-orang yang biasa dikenal seperti tetangga, teman. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik menyukai dan menghormati orang lain serta memberikan kegembiraan dengan membuat orang lain nyaman dengan keberadaannya.

C. Penyesuaian Diri Penderita Komplikasi Diabetes Mellitus Setelah Amputasi

Diabetes merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

ditemukan pada abad ke 21 ini (Tandra, 2007). Diabetes disebut juga dengan istilah diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Johnson, 1998).

Diabetes termasuk penyakit yang serius dan dapat menyerang siapa saja.

(39)

Ketidaktahuan ini disebabkan karena kebanyakan penyakit diabetes terus berlangsung tanpa keluhan sampai beberapa tahun dan disebabkan karena minimnya informasi yang diperoleh masyarakat tentang penyakit diabetes itu sendiri.

Tandra (2007) mengemukakan bahwa selama bertahun-tahun penderita hidup dengan diabetes dan dapat memungkinkan munculnya berbagai kerusakan atau komplikasi pada penderitanya. Lebih rumit lagi diabetes tidak menyerang satu alat tubuh saja, tetapi dapat menyerang beberapa alat tubuh sekaligus dan dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang dapat diidap bersamaan dalam satu tubuh (Ranakusuma, 1987).

Diabetes merupakan suatu penyakit yang memiliki komplikasi

(menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang kronis. Salah satu komplikasinya adalah neuropathy (kerusakan saraf). Tandra (2007) mengatakan bahwa neuropathy (kerusakan saraf) merupakan komplikasi diabetes yang paling sering

terjadi. Hal ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (diabetic neuropathy).

(40)

kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena (Tandra, 2007).

Tandra (2007) menambahkan bahwa kerusakan saraf sensoris atau perasa yang paling berbahaya adalah rasa tebal di kaki. Hal ini dikarenakan tidak adanya rasa nyeri dan penderita tidak tahu bahwa ada infeksi. Misalnya, bila kaki terinjak benda tajam atau ukuran sepatu terlalu kecil dapat membuat penderita tidak bisa merasakan apa-apa. Mungkin ada goresan kecil, luka, atau bisa jadi infeksi. Itu sebabnya neuropati, terutama jika kaki terasa tebal, sangat berisiko mengakibatkan munculnya ulkus (borok) kaki, yang disebut neuropathic foot ulcer. Bila tidak diobati dengan baik, bisa timbul infeksi, yang lama kelamaan

bisa menjalar ke tulang dan terjadi osteomielitis (infeksi dan kerusakan tulang). Amputasi diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir manakala organ tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh penderita secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain. Amputasi yang sering terjadi adalah pada bagian kaki. Biasanya terjadi pada jari kaki, kaki bagian paha ke bawah, dan kaki bagian lutut ke bawah (Hariwijaya & Sutanto, 2007). Dapat dibayangkan sepasang kaki yang indah, yang berfungsi untuk berjalan, harus diamputasi. Bukan hanya estetika yang hilang, melainkan rasa percaya diri pun bisa terkubur karena tubuh sudah menjadi cacat.

(41)

susah, sedih, cemas, marah, malu, terhina, rendah diri, putus asa, hampa, dan tidak bermakna serta penghayatan-penghayatan yang tidak menyenangkan lainnya. Seorang penderita diabetes yang telah diamputasi mengaku, kondisinya yang tidak bisa berjalan dan selalu menyusahkan orang membuatnya malu dan merasa tidak berguna, namun ia menyadari bahwa ia tidak boleh berlama-lama seperti ini. Ia sadar ia harus menerima kenyataan fisiknya, namun ia mengatakan bahwa semuanya membutuhkan waktu (dalam Hasibuan, 2009).

Semua penghayatan penderita diabetes setelah diamputasi di atas tentu saja bervariasi pengaruhnya pada individu yang satu dengan individu yang lainnya. Hal itu tergantung pada seberapa baik proses penyesuaian yang mereka lakukan. Penyesuaian diri merupakan proses yang akan terjadi ketika individu mengalami perubahan dalam kehidupannya, begitu juga dengan penderita diabetes yang mengalami cacat akibat suatu penyakit komplikasi diabetes. Penderita diabetes akan mengalami perubahan dalam hidupnya. Perubahan dalam kehidupan akan memunculkan berbagai masalah yang kalau tidak diselesaikan akan memunculkan keputusasaan dan krisis psikologis lainnya (Holmes & Holmes, dalam Irmayanti, 2008).

Keputusasaan dan krisis psikologis yang dialami penderita komplikasi diabetes yang kakinya diamputasi akan menjadi suatu pengalaman hidup yang

(42)

pengalaman hidup yang traumatis, awalnya ia akan mengalami denial, yaitu suatu tahap yang di dalamnya individu secara sadar ataupun tidak, menolak realita yang ada. Tahap selanjutnya adalah anger, tahap yang didalamnya individu yang mengalami kemarahan terhadap fakta yang terjadi. Kemarahan ini dapat ditujukan kepada siapa saja, apakah dirinya sendiri, orang-orang sekitar yang dekat dengannya, dan bahkan Tuhan. Tahap selanjutnya adalah bargaining. Dimana pada tahap ini individu mencoba untuk melakukan tawar-menawar dan negosiasi untuk berkompromi dengan kenyataan. Selanjutnya individu akan mengalami tahap depression. Tahap ini ditandai dengan adanya kesedihan dan ketakutan yang mendalam, hadirnya perasaan akan adanya ketidakpastian, dan adanya penyesalan. Individu yang memasuki tahap ini sebenarnya sudah mulai menerima kenyataan yang ada, dan rasa sedih yang timbul sesungguhnya adalah usaha untuk memisahkan diri dari orang-orang yang dicintai. Tahap terakhir adalah acceptance. Tahap ini ditandai dengan adanya penerimaan terhadap kenyataan

secara objektif.

Menurut Schneiders (1964) penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustrasi, konflik-konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.

(43)
(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Penelitian Kualitatif

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk menggali dan mendapatkan gambaran yang luas serta mendalam berkaitan dengan penyesuaian diri penderita komplikasi diabetes mellitus setelah amputasi. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2006) mendefinisikan metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini juga digunakan untuk menggambarkan dan menjawab pernyataan seputar subjek penelitian beserta konteksnya. Peneliti berharap dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, peneliti dapat mendapatkan gambaran mengenai apa saja fakor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dan karakteristik penyesuaian diri penderita komplikasi diabetes mellitus setelah amputasi.

(45)

dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2005) mengatakan salah satu kekuatan dari penelitian kualitatif adalah dapat memahami gejala sebagaimana subjek mengalaminya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang sesuai dengan diri subjek dan bukan semata-mata penarikan kesimpulan sebab akibat yang dipaksakan.

Pemilihan metode kualitatif sebagai metode dalam penelitian ini adalah karena peneliti ingin melihat bagaimana pengalaman subjek mengenai penyesuaian diri penderita komplikasi diabetes mellitus setelah amputasi.

B. Subjek Penelitian dan Lokasi 1. Subjek penelitian

a. Karakteristik subjek

Adapun karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah penderita komplikasi diabetes mellitus yang sudah diamputasi.

b. Jumlah subjek penelitian

(46)

Jumlah subjek yang diambil dalam penelitian ini sebanyak dua orang penderita komplikasi diabetes mellitus, dengan pertimbangan sulitnya menemukan subjek yang masih dapat bertahan hidup, sulit terbuka tentang bagaimana mereka menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari setelah mengalami amputasi pada bagian kakinya, serta sulit berbagi mengenai pengalaman yang dirasakan, karena mereka sudah menjadi cacat, sehingga dirasakan semakin sulit untuk mendapatkan jumlah subjek yang lebih besar.

c. Prosedur pengambilan subjek

Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian ini berdasarkan konstruk operasional (theory-based/operational construct sampling). Sampel dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi-studi sebelumnya, atau sesuai dengan tujuan penelitian (Patton, dalam Poerwandari, 2007). Diawali dengan peneliti mencari informasi tentang kasus yang diambil, menelusuri pihak-pihak yang dianggap mengetahui informasi lebih banyak tentang kasus sampai akhirnya menemukan dua orang subjek yang kakinya diamputasi karena komplikasi diabetes mellitus.

(47)

mewakili (bersifat representatif terhadap) fenomena yang dipelajari (Poerwandari, 2007).

2. Lokasi penelitian

Peneliti melakukan penelitian di kota Medan karena diketahui bahwa subjek merupakan penduduk asli Medan dan bertempat tinggal di Medan. Oleh karena itu lokasi penelitian disesuaikan dengan kesepakatan subjek dan peneliti, yaitu : di rumah subjek. Sehingga subjek dan peneliti dapat menjalani rangkaian proses penelitian dengan nyaman.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara.

1. Wawancara

Banister (dalam Poerwandari, 2007) memaparkan bahwa wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna partisipantif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain.

(48)

diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit (Poerwandari, 2007).

Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengani aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus mnjadi daftar pengecek (check-list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian peneliti harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara konkrit dalam kalimat tanya sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung (Poerwandari, 2007).

Wawancara dengan pedoman sangat umum ini dapat berbentuk wawancara terfokus, yakni wawancara yang mengarahkan pembicaraan pada hal-hal atau aspek-aspek tertentu dari kehidupan atau pengalaman subjek, tetapi wawancara juga dapat berbentuk wawancara mendalam dimana peneliti mengajukan pertanyaan mengenai berbagai segi kehidupan subjek secara utuh dan mendalam (Poerwandari, 2007).

Peneliti menggunakan metode ini karena ingin mengetahui secara mendalam mengenai penyesuaian diri penderita komplikasi diabetes mellitus setelah amputasi. Selain itu, peneliti juga melakukan observasi pada saat wawancara berlangsung untuk melihat ekspresi dari subjek pada saat wawancara.

(49)

Menurut Poerwandari (2007) wawancara perlu direkam dan dibuat transkripsinya secara verbatim (kata demi kata). Alat perekam digunakan sebagai alat bantu pengumpulan data agar peneliti mudah mengulang kembali rekaman wawancara dan dapat menghubungi subjek kembali apabila ada hal yang masih belum lengkap atau belum jelas. Dengan adanya alat perekam ini peneliti akan memperoleh data yang utuh karena sesuai dengan yang disampaikan subjek dalam wawancara. Penggunaan alat perekam ini dilakukan dengan seizin subjek.

2. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian dan menjadi daftar pengecek apakah semua pertanyaan penelitian telah ditanyakan. Pedoman wawancara ini juga sebagai alat bantu untuk mengkategorisasikan jawaban sehingga memudahkan pada tahap analisis data lainnya. Pedoman wawancara ini berisikan daftar pertanyaan yang berkaitan dengan tema penelitian dimana urutan pertanyaan akan bersifat fleksibel karena akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat wawancara berlangsung.

E. Lembar Observasi Subjek

(50)

dalam wawancara serta hal-hal yang dilakukan subjek dalam menjawab pertanyaan selama wawancara.

F. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas adalah istilah pertama, paling banyak dipilih dan paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas yang dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut kualitas penelitian kualitatif (Poerwandari, 2007). Kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks.

Upaya yang dilakukan peneliti dalam menjaga kredibilitas dan keobjektifan penelitian ini, antara lain dengan :

1. Memilih subjek yang sesuai dengan karakteristik penelitian, dalam hal ini adalah penderita komplikasi diabetes mellitus yang sudah diamputasi. 2. Membuat pedoman wawancara berdasarkan teori komplikasi diabetes

mellitus dan penyesuaian diri penderita komplikasi diabetes mellitus

setelah diamput asi.

3. Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang akurat.

(51)

memungkinkan peneliti untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak tentang subjek penelitian.

5. Melibatkan teman sejawat, dosen pembimbing dan dosen yang ahli dalam bidang kualitatif untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik mulai dari awal proses penelitian sampai tersusunnya hasil penelitian. Hal ini dilakukan untuk memperkecil kesalahan yang berasal dari keterbatasan kemampuan peneliti dengan kompleksitasan fenomena yang diteliti.

6. Melacak kesesuaian dan kelengkapan hasil analisis data dengan melihat hasil wawancara yang dilakukan pertama kali dengan hasil wawancara setelahnya.

G. Prosedur Penelitian

1. Tahap persiapan penelitian

Pada tahap persiapan penelitian, peneliti melakukan sejumlah hal yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian, yaitu sebagai berikut :

1) Mengumpulkan informasi dan teori yang berhubungan dengan diabetes mellitus dan penyesuaian diri.

a. Peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan teori yang berhubungan dengan diabetes mellitus, definisi, faktor-faktor penyebab diabetes mellitus, komplikasi diabetes mellitus, dan komplikasi

(52)

b. Peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan teori yang berhubungan dengan penyesuaian diri, faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, dan karakteristik penyesuaian diri. 2) Menyusun pedoman wawancara

Peneliti menyusun butir-butir pertanyaan berdasarkan kerangka teori untuk menjadi pedoman dalam proses wawancara.

3) Persiapan untuk mengumpulkan data

Peneliti mencari beberapa orang sampel yang sesuai dengan kriteria subjek yang telah ditentukan, meminta kesediaannya untuk menjadi subjek dan mengumpulkan informasi tentang calon subjek tersebut.

Peneliti mengetahui dan mengenal kedua subjek melalui seorang perawat yang bekerja di sebuah klinik yang ada di kota medan. Peneliti kemudian diberikan alamat rumah kedua subjek, kemudian peneliti datang ke rumah subjek, dan ketika bertemu dengan subjek, peneliti kemudian mencoba menjalin komunikasi. Kemudian peneliti menjelaskan maksud dan alasan kedatangan peneliti kepada subjek. Saat merasa subjek memiliki indikasi bersedia untuk menjadi subjek dalam penelitian, peneliti memintanya untuk menjadi subjek dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Kemudian peneliti dan kedua subjek saling bertukar nomor handpone untuk memudahkan dalam menentukan jadwal pertemuan selanjutnya.

(53)

Setelah memperoleh kesediaan dari ke dua subjek penelitian, peneliti meminta kesediaan untuk bertemu dan mulai membangun rapport sekaligus melakukan informed consent dimana peneliti menjelaskan penelitian secara umum meliputi tujuan dan manfaat penelitian serta aktivitas para subjek dalam penelitian ini, apa yang diharapkan dari subjek dan disampaikan bahwa informasi yang mereka berikan hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian serta identitas subjek terjamin kerahasiaannya. Setelah itu peneliti dan subjek mengadakan kesepakatan tentang pelaksanaan penelitian yang meliputi waktu dan lokasi wawancara.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah diadakan kesepakatan pada tahap persiapan penelitian maka peneliti memasuki tahap pelaksanaan penelitan dengan melakukan tahapan sebagai berikut :

a. Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara

Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara yang sebelumnya telah disepakati oleh subjek yang dilakukan peneliti sebelum melakukan wawancara. Penelitian secara umum merupakan hasil dari saling kerja sama antara peneliti dan subjek.

b. Melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawancara

(54)

subjek mengerti tujuan wawancara, bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan, mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari penelitian sewaktu-waktu, serta memahami bahwa hasil wawancara adalah rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, ketika melakukan wawancara, peneliti sekaligus melakukan observasi terhadap subjek.

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Wawancara Subjek I No Subjek Hari/Tanggal

Tabel 2. Jadwal Pelaksanaan Wawancara Subjek II No Subjek II Hari/Tanggal

Wawancara

c. Memindahkan rekaman hasil wawancara ke dalam bentuk transkrip verbatim

(55)

membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari, dengan demikian pada gilirannya peneliti akan dapat menemukan makna dari data yang dikumpulkannya (Poerwandari, 2007).

d. Melakukan analisa data

Peneliti menarik kesimpulan sementara dari hasil koding yang dilakukan pada data untuk menjawab pertanyaan peneltian.

e. Menarik kesimpulan, membuat diskusi dan saran

Setelah analisa data selesai, peneliti menarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan, kemudian peneliti menuliskan diskusi terhadap kesimpulan dan seluruh hasil penelitian. Dengan memperhatikan hasil penelitian, kesimpulan data dan diskusi yang telah dilakukan, peneliti mengajukan saran bagi penelitian selanjutnya.

3. Tahap Pencatatan Data

(56)

H. Teknik dan Proses Pengolahan Data

Sesuai dengan proses analisa data yang dikemukakan oleh Poerwandari (2007) adalah sebagai berikut :

1. Organisasi data

Pengolahan dan analisis sesungguhnya dimulai dengan mengorganisasikan data. Dengan data kualitatif yang sangat beragam dan banyak, peneliti berkewajiban untuk mengorganisasikan datanya dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Hal-hal yang penting untuk diorganisasikan diantaranya adalah data mentah (catatan lapangan, kaset hasil rekaman), data yang sudah diproses sebagian (transkrip wawancara, catatan refleksi peneliti), data yang sudah dibubuhi kode-kode dan dokumentasi yang kronologis mengenai pengumpulan pengumpulan data dan analisis.

2. Koding

(57)

membaca transkrip begitu transkrip selesai dibuat, membaca transkrip berulang-ulang sebelum melakukan koding untuk memperoleh ide umum tentang tema sekaligus untuk menghindari kesulitan dalam mengambil kesimpulan (Poerwandari, 2007).

3. Pengujian terhadap dugaan

Dugaan adalah kesimpulan sementara. Begitu tema-tema dan pola-pola muncul dari data, kita mengembangkan dugaan-duagaan yang adalah juga kesimpulan-kesimpulan sementara. Dugaan yang berkembang tersebut harus dipertajam serta diuji ketepatannya. Saat tema-tema dan pola-pola muncul dari data untuk meyakini temuannya, selain mencoba untuk terus menajamkan tema dan pola yang ditemukan, peneliti juga perlu mencari data yang memberikan gambaran atau fenomena berbeda dari pola-pola yang muncul tersebut (Poerwandari, 2007).

4. Strategi analisis

Analisis terhadap data pengamatan sangat dipengaruhi oleh kejelasan mengenai apa yang dilakukan. Patton (dalam Poerwandari, 2007) menjelaskan bahwa proses analisis dapat melibatkan konsep-konsep yang muncul dari jawaban atau kata-kata subjek sendiri maupun konsep yang dikembangkan atau dipilih oleh peneliti untuk menjelaskan fenomena yang dianalisis.

5. Interpretasi

(58)
(59)

BAB IV

ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

Pada bab ini akan diuraikan hasil analisa wawancara dalam bentuk narasi. Untuk mempermudah pembaca dalam memahami penyesuaian diri penderita komplikasi diabetes mellitus setelah amputasi maka data akan dijabarkan dan dianalisa per subjek. Analisa data akan dijabarkan dengan menggunakan aspek-aspek yang terdapat dalam pedoman wawancara.

Kutipan dalam setiap bagian analisa diberikan kode-kode tertentu sebab satu kutipan dapat diinterpretasikan sampai beberapa kali. Contoh kode yang digunakan adalah : S1.W1/b.21-23/hal 1, adapun maksud dari kode ini adalah kutipan dari subjek 1, wawancara 1, baris 21 sampai 23, dan verbatim hal 1.

A. Subjek I (Nani)

1. Analisa Data Subjek I (Nani) a. Identitas Diri Subjek I (Nani)

Tabel 3. Gambaran Umum Subjek I

Keterangan Subjek I

Nama (Samaran) Nani Jenis Kelamin Perempuan

Usia 53 Tahun

Agama Islam

Status Menikah

Pendidikan Terakhir SMA

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Tahun Diagnosa Diabetes 2008

(60)

b. Latar Belakang Subjek I (Nani)

Subjek I dalam penelitian ini adalah seorang ibu bernama Nani yang berusia 53 tahun dan bersuku jawa. Nani menderita penyakit diabetes sejak tahun 2008 hingga saat ini. Keluhan awal yang dirasakan Nani sebelum terjadi luka, kaki kiri Nani terasa ngilu, nyeri, sakit, dan mendenyut yang tidak kunjung sembuh sampai beberapa hari pada kaki kirinya. Keluhan tersebut semakin tidak tertahankan olehnya dan Nani pun pergi ke praktik dokter untuk memeriksakannya. Setelah dokter memeriksanya, dokter mengatakan bahwa keluhan tersebut dikarenakan asam urat. Namun, keluhan tersebut tidak berkurang juga dan beberapa hari kemudian timbul benjolan kecil seperti kena api di sela ibu jari kaki kirinya.

Benjolan kecil itu pun pecah dan menjadi luka. Nani semakin merasakan mendenyut dan sakit, bahkan Nani sampai tidak sadarkan diri menahankan rasa sakit tersebut. Pihak keluarga membawa Nani untuk mencoba pengobatan alternatif. Namun, tetap saja rasa sakit tersebut tidak berkurang. Nani pun dibawa ke salah satu rumah sakit umum di medan. Setelah sampai di rumah sakit, keesokan harinya di bawah jempol kaki kirinya sudah bolong sampai tulangnya terlihat. Setelah dokter memeriksa lukanya, dokter mengatakan bahwa Nani sudah menderita komplikasi diabetes neuropati (kerusakan saraf) dan harus diamputasi. Tidak ada jalan lain lagi selain amputasi untuk menyembuhkannya.

(61)

membuat Nani akhirnya menyetujui saran dokter untuk diamputasi. Amputasi dilakukan menunggu gula darahnya stabil terlebih dahulu.

Nani memiliki suami dan dua orang anak laki-laki. Anak laki-lakinya yang pertama telah menikah dan mempunyai seorang anak yang berusia 3 tahun. Sedangkan anak laki-lakinya yang kedua belum menikah. Nani tinggal bersama dengan mereka dalam satu rumah.

Nani memiliki postur tubuh yang sedang. Tinggi badannya sekitar 163 cm dengan berat badan 62 kg. Nani seorang ibu rumah tangga yang sebelum diamputasi bekerja sebagai penjual kue untuk menambah penghasilan keluarganya. Membuat kue dan memasak adalah hobinya. Nani memiliki banyak teman di lingkungan tempatnya tinggal. Nani juga mengikuti pengajian mingguan atau perwiritan di lingkungannya.

Setelah ia diamputasi, ia tidak bekerja sebagai penjual kue lagi. Akan tetapi hobinya membuat kue dan memasak tetap ia lakukan untuk dikonsumsi sendiri. Nani bertemu dengan teman-temannya ketika mereka datang ke rumahnya. Nani mulai jarang ikut pengajian dan bahkan satu tahun terakhir ini sudah tidak pernah lagi mengikuti pengajian. Hal ini disebabkan karena Nani memakai kaki palsu yang membuatnya tidak kuat lagi untuk berjalan jauh dan sudah tidak tahan lagi duduk di bawah. Akan tetapi ia masih tetap menjadi anggota pengajian tersebut.

(62)

hari ia membersihkan rumah semampunya, karena hanya ia yang ada di rumah. Sementara suami, anak-anak, dan menantunya pergi bekerja.

Siang hari setelah shalat dzuhur, ia makan siang dengan cucunya, makan obat gula, kemudian duduk-duduk di depan rumahnya, sambil bercerita dengan tetangganya, karena ia tidak bisa tidur siang. Dua hari sekali ia mengontrol gula darahnya dengan alat deteksi gula digital. Sore hari setelah shalat ashar, ia mengisinya dengan mengolah makanan yang ada di dapur untuk dijadikan makanan di sore hari ketika duduk santai bersama keluarganya hingga menjelang maghrib. Setelah shalat maghrib, Nani makan malam bersama keluarganya. Selesai makan malam ia duduk di ruang tamu nonton televisi sambil menunggu shalat isya. Setelah shalat isya, ia kembali nonton televisi di ruang tamu sambil menunggu anaknya pulang kerja. Setelah anaknya pulang kerja, barulah ia masuk ke kamar untuk tidur. Begitulah keseharian Nani setelah diamputasi.

2. Data Wawancara Subjek I

Tabel 4. Waktu Wawancara Subjek I No Subjek Hari/Tanggal

wawancara

Waktu wawancara Tempat wawancara 1 Nani Jum’at, 12 Maret

2010

14.30 – 16.55 WIB Di rumah subjek 2 Nani Rabu, 17 Maret 2010 13.30 – 15.59 WIB Di rumah

subjek 3 Nani Selasa, 06 April 2010 13.10 – 16.03 WIB Di rumah

subjek 4 Nani Kamis, 13 Mei 2010 13.15 – 15.05 WIB Di rumah

(63)

a. Data hasil observasi

Peneliti mengenal Nani dari seorang perawat di sebuah klinik yang ada di Jalan Abdullah Lubis yaitu Klinik Medan Baru Medical Centre (MBMC). Perawat tersebut memberikan alamat Nani. Pada pertemuan pertama, peneliti datang ke rumah Nani dan bertemu dengannya, kemudian peneliti menjalin komunikasi, menjelaskan maksud dan alasan kedatangan peneliti kepadanya. Saat peneliti merasa bahwa Nani memiliki indikasi bersedia untuk menjadi subjek dalam penelitian, peneliti memintanya untuk menjadi subjek dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Pertemuan ini merupakan upaya peneliti untuk membangun rapport dan juga menjelaskan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan peneliti. Setelah peneliti mengetahui kesesuaian karakteristik subjek penelitian tersebut, maka peneliti meminta Nani untuk menandatangani surat pernyataan kesediaan menjadi subjek penelitian dan Nani bersedia terlibat dalam penelitian ini untuk menjadi salah seorang subjek penelitian.

(64)

rumahnya. Kemudian kami masuk ke dalam dan ia mempersilahkan peneliti untuk duduk. Ruangan tamu tersebut berukuran 4 x 5 meter. Terdapat sebuah televisi yang tidak dalam keadaan menyala, 3 buah kursi tamu berwarna cokelat muda polos, dan sebuah lemari hias. Dinding-dinding ruangan tamu tersebut dilapisi cat berwarna putih dan berlantaikan keramik berwarna putih. Saat wawancara dilakukan, peneliti hanya berdua dengan Nani di ruangan tamu tersebut.

Nani mengenakan baju daster bercorak batik berwarna merah dan cokelat, yang panjangnya sampai ke bawah lutut dan lengan pendek di atas siku. Rambutnya diikat dengan karet berwarna putih. Nani memakai kaki palsu dan duduk di kursi tamu di sebelah kanan peneliti.

Pada saat wawancara, Nani sekali-sekali memegang kaki palsunya. Nani menceritakan bagaimana awalnya ia terkena penyakit komplikasi diabetes mellitus. Nani tetap menjaga kontak mata dengan peneliti selama bercerita. Nani

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti dengan baik dan jelas. Nani terlihat beberapa kali memegang dadanya saat menceritakan rasa sakit yang ia rasakan karena komplikasi diabetes. Nani juga beberapa kali tertawa saat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

Gambar

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Wawancara Subjek I
Tabel 3. Gambaran Umum Subjek I
Tabel 4. Waktu Wawancara Subjek I
Tabel 6. Gambaran Umum Subjek II
+2

Referensi

Dokumen terkait

yang merupakan tersangka vektor di Desa Modu Waimaringu, Kecamatan Kota Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat dengan uji ELISA dari potongan kepala- dada.. BAHAN DAN

Skripsi ini berhasil menemukan bukti empiris bahwa idealisme dan realtivisme masing-masing berpengaruh secara positif dan negative terhadap sensitivitas etika serta komitmen

Melakukan penelitian dan evaluasi terhadap Data Usulan Teknis terhadap Surat Penawaran Harga yang dinyatakan lengkap dan sah dalam Berita Acara Pembukaan Dokumen

Pada akhirnya relawan demokrasi ini dapat menggerakan masyarakat tempat mereka berada, agar mau menggunakan hak pilihnya dengan bijaksana serta penuh tanggung

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik ( LPSE ) dan memenuhi persyaratan SBU Bidang Arsitektural

Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan sebagai bukti pemenuhan syarat menjadi Relawan Demokrasi dalam Pemilihan Gubernur dan

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik ( LPSE ) dan memenuhi persyaratan SBU Bidang Arsitektural

[r]